JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner...

8
Latar Belakang Semakin sempitnya peluang kerja saat ini berdampak pada persaingan yang kian ketat untuk mendapatkan pekerjaan serta semakin meningkatnya angka pengangguran. Pengangguran terjadi salah satunya terjadi karena kurikulum pendidikan yang ada dinilai kurang mampu membekali siswanya untuk mandiri dan mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja dan tidak tergantung pada pekerjaan yang ditawarkan orang lain. Berbagai pendapat menyatakan bahwa sumber permasalahan terletak pada kebijakan dan sistem pendidikan nasional yang kurang efektif. Mulai dari beban kurikulum yang terlalu padat, metode pembelajaran yang tidak efektif dan efisien, sampai kepada masalah relevansi kurikulum dengan kondisi lapangan kerja yang tidak tepat. Salah satu upaya untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas pendidikan dengan kemampuan lulusan SMK untuk bekerja dan menciptakan lapangan kerja, dalam bentuk kompetensi kecakapan hidup (lifeskill). Hal ini terlihat pada kurikulum 2004. Kurikulum yang mulai digunakan pada tahun ajaran 2004/2005 ini mengembangkan kompetensi yang lebih ditekankan pada kemampuan untuk menerapkan ketrampilan sesuai dengan bidang profesi yang akan digeluti dan diminati dan secara langsung dapat membantu siswa menerapkan ketrampilan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal dengan istilah kecakapan hidup (lifeskill). Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill 17 (ABD. ROHMAN) Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill ABD ROHMAN 5215087502 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA (NR) UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Unit Produksi di SMK merupakan alternatif tempat pelatihan siswa SMK. Untuk kecakapan hidup perlu dikembangkan perangkat keras, dan perangkat lunaknya. Sedangkan kecakapan berwirausaha lebih banyak ditekankan pada komponen lunak kepribadian. Unit produksi sekolah dapat berperan sebagai tempat latihan siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan kecakapan berwirausaha.

Transcript of JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner...

Page 1: JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

Latar Belakang

Semakin sempitnya peluang kerja saat ini berdampak pada persaingan yang kian ketat untuk mendapatkan pekerjaan serta semakin meningkatnya angka pengangguran. Pengangguran terjadi salah satunya terjadi karena kurikulum pendidikan yang ada dinilai kurang mampu membekali siswanya untuk mandiri dan mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja dan tidak tergantung pada pekerjaan yang ditawarkan orang lain. Berbagai pendapat menyatakan bahwa sumber permasalahan terletak pada kebijakan dan sistem pendidikan nasional yang kurang efektif. Mulai dari beban kurikulum yang terlalu padat, metode pembelajaran yang tidak efektif dan efisien, sampai kepada masalah relevansi kurikulum dengan kondisi lapangan kerja yang tidak tepat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan relevansi dan efektifitas pendidikan dengan kemampuan lulusan SMK untuk bekerja dan menciptakan lapangan kerja, dalam bentuk kompetensi kecakapan hidup (lifeskill). Hal ini terlihat pada kurikulum 2004. Kurikulum yang mulai digunakan pada tahun ajaran 2004/2005 ini mengembangkan kompetensi yang lebih ditekankan pada kemampuan untuk menerapkan ketrampilan sesuai dengan

bidang profesi yang akan digeluti dan diminati dan secara langsung dapat membantu siswa menerapkan ketrampilan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal dengan istilah kecakapan hidup (lifeskill).

Keberhasilan sebuah kurikulum adalah apabila kurikulum tersebut dapat mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Pada Kurikulum 2004, metode pembelajarannya menggabungkan ketiga ranah (kognitif, psikomotor adan afektif) secara bersamaan untuk tiap pelatihannya. Selain itu,kurikulum ini membutuhkan fasilitas pendukung yang sama atau mendekati fasilitas di dunia keja. Untuk mengatasi masalah kesenjangan teknologi, Pihak SMK dapat memanfaatkan waktu PSG, dimana siswa dapat mengenal industri dan dunia kerja lebih dekat, baik dari aspek peralatan maupun aspek sistem kerjanya.

Masih terdapatnya kesenjangan antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di dunia industri, disebabkan oleh : (1) kesenjangan teknologi mesin dan alat sebagai sarana pembelajaran psikomotorik, (2) kurangnya pengalaman guru di industri, (3) kesenjangan aspek softkill menyangkut ranah adaptif. Konsep keterampilan hidup yang merupakan

Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill 17(ABD. ROHMAN)

Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

ABD ROHMAN 5215087502PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA (NR)

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Unit Produksi di SMK merupakan alternatif tempat pelatihan siswa SMK. Untuk kecakapan hidup perlu dikembangkan perangkat keras, dan perangkat lunaknya. Sedangkan kecakapan berwirausaha lebih banyak ditekankan pada komponen lunak kepribadian. Unit produksi sekolah dapat berperan sebagai tempat latihan siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan kecakapan berwirausaha.

Kata kunci : kecakapan hidup, kecakapan berwirausaha, dan unit produksi

Page 2: JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

pengayaan dari KBK memberi penekanan pada efektifitas penerapan dan efisiensinya.

Pelatihan ketrampilan yang melihat ketercapaian kompetensi dari dua aspek penilaian yaitu unsur pengetahuan dan kemampuan menghasilkan suatu produk, ternyata tidak cukup untuk membekali siswa terjun ke masyarakat dan bekerja. Masih dibutuhkan satu alat ukur lagi yaitu bagaimana kompetensi yang diberikan dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Lebih dari sekedar pelatihan ketrampilan, kompetensi keterampilan hidup ini juga menuntut kemampuan untuk mengaplikasikan ketrampilan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Pelatihan kompetensi kejuruan secara normatif biasanya dilaksanakan di laboratorium, dimana laboratorium adalah tempat untuk melaksanakan praktek, yang dilengkapi dengan sarana dan peralatan untuk melatih ketrampilan.

Pendirian UP (Unit Produksi) di sekolah-sekolah saat ini cenderung dimanfaatkan untuk tempat pelatihan ketrampilan psikomotorik dan sumber pendapatan sekolah. Apakah unit ini dapat dikembangkan sebagai tempat pelatihan industri, kesiapan kerja, keterampilan hidup atau kecakapan berwirausaha ? Bagaimana bentuk pengembangan kreatif atau upaya optimalisasi dalam mempersiapkan UP sebagai tempat pelatihan keterampilan hidup ? Bagaimana mengukur keberhasilan program pelatihan keterampilan hidup di UP? Manfaat apa sajakah yang dapat diperoleh dengan menetapkan UP sebagai tempat pelatihan keterampilan hidup ? Semua itu perlu dikaji untuk menemukan solusi bagi sekolah untuk meningkatkan mutu, efektifitas dan efisiensi pendidikan khususnya pendidikan kejuruan ?

Keterampilan hidup dan Enterpreuner Skill

Keterampilan hidup mengandung dua unsur yang harus ditumbuhkan dalam diri siswa yaitu yang disebut perangkat keras (hardskill), perangkat lunak (softskill), dan Kecakapan Berwirausaha.

1. Perangkat keras Kecakapan Hidup

Perangkat keras merupakan kompetensi yang berupa fisik, terlihat dan terpakai dan dapat ditingkatkan melalui pengalaman yang dilatihkan secara berulang-ulang. Komponen ini lebih dikenal dengan istilah technical know how, umumnya merupakan ukuran dari ketrampilan seseorang dalam ranah psikomotor menggunakan tangannya (manual) dan alat (mechanical). Namun ketrampilan kalkulasi biaya yang menggunakan kecakapan otak (kognitif) juga merupakan salah satu bentuk perangkat keras. Secara menyeluruh, perangkat keras meliputi : (a) Kecakapan menggunakan alat, (b) Kecakapan Melaksanakan kalkulasi biaya, (c) Kecakapan Pengendalian Mutu, dan (d) Kecakapan Mengevaluasi dan Melaporkan Hasil Kerja.

2. Perangkat Lunak Kecakapan Hidup

Perangkat lunak kecakapan hidup adalah kompetensi bekerja yang bersifat non fisik, seperti sikap dan etos kerja yang termasuk dalam ranah afektif. Robert D. Brown (1980) memetakannya dalam bentuk penghayatan terhadap masalah : (a) kesehatan kerja (health); (b) lingkungan kerja (worthy home membership); (c) peraturan kerja (civic and law education); (d) pemanfaatan waktu luang (leisure); dan (e) etika kerja (ethics). Secara rinci komponen perangkat lunak ini meliputi kecakapan penghayatan terhadap : (a) Kesehatan

18 Pevote, Vol.1, No. 1, September 2006 : 17-21

Page 3: JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

dan Keselamatan Kerja (health and safety); (b) Hubungan industri (Industrial Relation), meliputi pemahaman sistem organisasi kerja, kerjasama dsb; (c) Etika Kerja antara lain : kedisiplinan, dan sistem penilaian prestasi; dan (d) Hak dan Kewajiban kerja : Hukum Perburuhan, Peraturan Kerja.

3. Kecakapan Berwirausaha

Kecakapan berwirausaha adalah kecakapan berwirausaha, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada soft component kepribadian seperti : (a) kemandirian; (b) kepemimpinan; (c) kejujuran; (d) rasa percaya diri; (e) kemampuan untuk mengatasi masalah (problem solving); dan (f) tidak mudah putus asa. Hard component dari kecakapan ini adalah akuntansi dan kalkulasi biaya.

Unit Produksi Sebagai Tempat Pelatihan

UP merupakan salah satu alternatif tempat pelatihan bagi siswa, disamping laboratorium dan industri mitra sekolah, karena dipandang dapat memberikan kontribusi yag nyata dalam melatih ketrampilan dan kecakapan di samping fungsi ekonomis yang dapat diberikannya.

Manfaat pelatihan UP Sekolah antara lain : (1) dapat meminimalkan kesenjangan teknologi; (2) melatih perangkat keras dan perangkat lunak sesuai dengan standart yag berlaku di industri; (3) dapat menghemat waktu dan biaya pelatihan ke luar; (4) dapat memberikan keuntungan secara ekonomis yang dapat digunakan untuk kesejahteraan siswa, karyawan, dan guru; (5) melatih kecakapan berwirausaha; (6) melatih siswa mengatasi masalah (problem solving).

UP sebagai miniatur industri di sekolah

yang digunakan sebagai alternatif tempat pelatihan, sebelum memasuki industri atau duna kerja, agar masa PKL di industri dapat dipersingkat dalam upaya efisiensi. Sebagai pusat pelatihan terdapat perbedaan antara metoda pelatihan ketrampilan di laboratorum dengan pelatihan ketrampilan di UP. Pelatihan di UP menggunakan metode yang meng-adopt kegiatan di industri secara menyeluruh, sedangkan pelatihan di laboratorium umumnya hanya dalam bentuk perangkat keras.

Robert D. Brown (1980) dalam bukunya Industrial Education Facilities, menyebutkan bahwa sebuah laboratorium pendidikan industri yang disebutnya sebagai industrial art at school perlu mempersiapkan program pelatihan ketrampilan fisik, pelatihan kedisipilinan dan etos kerja, dan tenaga edukatif terlatih. Berdasarkan pandangan tersebut, UP yang akan dikembangkan secara kreatif sebagai tempat pelatihan memerlukan hal-hal berikut :

1. Program Pelatihan Perangkat keras

Untuk melatih ketrampilan vokasional dibutuhkan fasilitas fisik, antara lain : (a) ruang yang didesain dalam suasana industri; (b) peralatan berskala industri dengan jumlah sesuai kemampuan; (c) rancangan program pelatihan ketrampilan menggunaan alat; (d) sumber belajar, seperti modul dan job instruction, dan (e) alat evaluasi.

2. Program Pelatihan Soft skill

Mengacu kepada komponen non fisik yang harus dimiliki karyawan industri, dimana seorang karyawan hendaknya mengenal tentang : (a) disiplin kerja (pemakaian seragam, peraturan); (b) hak dan kewajiban (upah, insentif, jam kerja dan lembur, prestasi kerja); (c) kesehatan dan keselamatan kerja (Jaminan kesehatan, keselamatan kerja, asuransi keselamatan); (d) hubungan

Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill 19(ABD. ROHMAN)

Page 4: JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

industri (promosi jabatan, organisasi kerja, psikologi kerja, kerjasama); (e) orientasi dan jaminan mutu. Program pelatihan perangkat lunak juga membutuhkan : (a) rancangan program pelatihan dan indikatornya; dan (b) alat evaluasinya.

3. Program Pelatihan Kecakapan berwirausaha

Pelatihan diarahkan pada penanaman jiwa wirausaha yang ulet, pantang menyerah, jujur, percaya diri, tidak mudah putus asa, kepemimpinan, bersama dengan pelatihan perangkat lunak komponen keterampilan hidup. Indikator yang ada digunakan untuk menentukan sistem evaluasi. Siswa diberi modal kerja dan dilatih melaksanakan usaha agar mendatangkan keuntungan. Kompetensi kalkulasi harga dan biaya juga menjadi bagian pelatihan.

4. Pelatihan Problem Solving

Dalam kegiatan UP tentu akan terjadi berbagai masalah yang harus diatasi secara cepat. Disini siswa dikonfrontasi secara langsung dengan masalah yang ada dan dilibatkan dalam upaya-upaya mengatasinya.

5. Instruktur Bersertifikasi Kompetensi Industri

Keberhasilan suatu pelatihan di industri sangat tergantung pada kemampuan tenaga edukatif yang sesuai dan berskala industri. Guru atau instruktur yang melaksanakan pelatihan kompetensi di UP harus memiliki kompetensi sebagai supervisor di industri, agar dapat melatih ketrampilan simulatif yang sama dengan industri. Kompetensi guru dan instruktur tersebut dapat diperoleh melalui magang di industri untuk beberapa waktu, sehingga benar-benar memahami prinsip kerja di industri. Selain itu, kompetensi guru tersebut hendaknya diujikan di industri dan di-legal-kan dengan Sertifikat Kompetensi dari industri. Alternatif

lainnya adalah mengunakan atau meminjam tenaga pelatih atau instruktur dari industri.

6. Akreditasi Unit Produksi

Penyelenggaraan pelatihan di UP hedaknya memenuhi standart kinerja yang mutunya dapat dipertanggung-jawabkan, selain itu benar-benar harus efektif mencapai tujuan, dan berlangsung secara efisien, disamping mendatangkan keuntungan. Untuk itu, UP perlu dievaluasi kinerjanya sesuai dengan standar kinerja di industri sejenis, dan sesuai dengan standart kurikulum nasional. Perlu ditetapkan suatu sistem akreditasi bagi UP yang mengembangkan pelatihan keterampilan hidup, dimana penilaian akreditasi diberikan oleh industri sejenis bersama dengan depdiknas atau direktorat pembinaan SMK pada tingkat daerah, atau bila memungkinkan pada tingkat nasional.

Mutu, Efektifitas, dan Efisiensi Pelatihan

Pelatihan keterampilan hidup di UP dipandang cukup efektif manakala unit tersebut dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Efektifitas dapat dicapai bila UP siap dengan ketiga fasilitas pendidikan industri seperti yang digambarkan Brown (1980), dan memanfaatkannya melalui penyelenggaraan yang terkendali, dengan sistem manajemen yang andal dan berorientasi mutu serta sesuai dengan standar yang berlaku di indsutri sejenis. Mutu kinerja manajemen UP tersebut hendaknya memenuhi standar yang diakui oleh industri sejenis bersama depdiknas melalui direktorat pembinaan SMK, dengan sistem penilaian akreditasi berskala regional ataupun nasional.

Pelatihan dapat berlangsung efisien apabila tujuan pelatihan dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan

20 Pevote, Vol.1, No. 1, September 2006 : 17-21

Page 5: JURNAL Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill

sumberdaya seoptimal dan sehemat mungkin. Pemanfatan UP untuk pelatihan keterampilan hidup dapat dikatakan sebagai langkah efisien, mengingat bahwa unit tersebut dapat memanfaatkan sumber daya sekolah, seperti mesin dan alat, guru, dengan mengadop sistem yang berlaku di industri. Efisiensi dalam segi waktu dapat dicapai mengingat pelatihan dapat dilakukan seusai sekolah, sedangkan dari segi biaya akan dapat mengurangi biaya transprotasi ke industri. Namun perlu diingat bahwa sertifikasi kompetensi di industri juga diperlukan sebagai alat evaluasi apakah penyelenggaraan pelatihan keterampilan hidup di UP tersebut sudah efektif dalam perspektif dunia kerja.

Kesimpulan

Pokok-pokok pemikiran di atas menunjukkan bahwa UP dapat digunakan sebagai alternatif pelatihan kecakapan hidup (lifeskill), yang mewakili pelatihan di industri secara simulatif. Kegiatan pelatihan di unit tersebut dapat pula disajikan sebagai langkah persiapan awal sebelum siswa memasuki pelatihan yang sesungguhnya di industri atau dunia kerja. Berbeda dengan bengkel biasa yang hanya melatih ketrampilan dalam bentuk perangkat keras, UP merupakan bengkel yang dapat melatihkan komponen hard dan perangkat lunak secara simultan.

Kesiapan sekolah dalam mengem bangkan UP sebagai laboratorium Pendidikan Industri dan Keterampilan hidup diukur dari kesiapan dalam : (1) perangkat program pelatihan perangkat keras; (2) perangkat program pelatihan perangkat lunak; (3) fasilitas industri dalam skala kecil; dan (4) guru bersertifikasi kompetensi industri atau instruktur langsung dari industri.

Selain itu UP hendaknya dapat menjalankan fungsi manajemen yang

berorientasi mutu, yang kinerjanya dievaluasi melalui sistem akreditasi yang dilaksanakan oleh industri sejenis dan Depdiknas melalui Direktorat Pembinaan SMK baik dalam skala regional maupun nasional.

Daftar Pustaka

Rosida Syamwil, (2004). Optimalisasi Unit Produksi dan Unit Usaha sebagai Alternatif tempat Palatihan Keterampilan hidup dan Enterpreunerial Skill, Proceedings Konvensi Nasional Aptekinda II dan Temu Larya XIII FT/FPTK/JPTJK Universitas/IKIP se-Indonesia Jakarta, 12-14 Februari 2004.

Direktorat pembinaan SMK. (2003). Draft Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum 2004

Craigh, R.L. (1987). Training and Development Handbook, New York: Mc Graw Hill Book Co.

Samuel, J.C. (1986). Curriculum Planning and Development, Boston: Allyn and Bacon, Inc

DeVore P.W. (1980). Technology an Introduction, Worcester: Davis Publication, Inc.

Bower, G.H. and Hilgard, E.R. (1980). Theory of Learning. Englewood Cliff: Prentice Hall, Inc

Brown, R.D. (1964). Industrial Eduacationnal Facilities. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Pemanfaatan Unit Produksi Sebagai Alternatif Tempat Pelatihan Lifeskill dan Enterpreuner Skill 21(ABD. ROHMAN)