Jurnal Neuro 2

8
NEUROSTIMULATION UNTUK CLUSTER HEADACHE KRONIK Cluster Headahce: Definisi, Karakteristik kinis, dan terapi standar Cluster headache merupakan sindrom headache (Sakit kepala) yang sangat parah berasal dari kelemahan trigemino autonomik. Secara klinis, CH dikarakteristikkan dengan serangan nyeri yang parah yang bertempat pada orbita, supraorbita atau temporal yang berlangsung selama 15-180 menit dan terjadi 1- 8x/hari dalam setiap harinya. Serangan cluster dikaitkan dengan 1 atau lebih dari gejala berikut: injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rnore, keringat pada kening dan wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra. Serangan terjadi secara berkala (atau disebut cluster periodik) yang serangannya terhenti setelah beberapa periode dari menisi selama sebulan atau tahun. Pada cluster headache kronik (CCH), periode remisi ini hilang. Cluster headache mempunyai prevlanesi 1 tahun pada 0.1-10% dari kelompok yang pasien yang mengalami Cluster Headache kronik. Pengobatan umumnya biasanya terapi obat. Agen yang digunakan untuk terapi akut adalah inhalasi dari oksigen tekanan tinggi, injeksi sumatriptan subkutan, dan nasal spray zilmitriptan. Untuk transisional atau profilaksis jangka pendek, derivat kortikosteroid dan ergotamine digunakan. Obat yang digunakan untuk profilaksis adalah verapamil namun lithiun dan methysergide juga dapat digunakan. Beberapa pasien menunjukkan respon terhadap pemberian melatonin dan topiramate.

Transcript of Jurnal Neuro 2

Page 1: Jurnal Neuro 2

NEUROSTIMULATION UNTUK CLUSTER HEADACHE KRONIK

Cluster Headahce: Definisi, Karakteristik kinis, dan terapi standar

Cluster headache merupakan sindrom headache (Sakit kepala) yang sangat parah

berasal dari kelemahan trigemino autonomik. Secara klinis, CH dikarakteristikkan dengan

serangan nyeri yang parah yang bertempat pada orbita, supraorbita atau temporal yang

berlangsung selama 15-180 menit dan terjadi 1-8x/hari dalam setiap harinya. Serangan

cluster dikaitkan dengan 1 atau lebih dari gejala berikut: injeksi konjungtiva, lakrimasi,

kongesti nasal, rnore, keringat pada kening dan wajah, miosis, ptosis, dan edema palpebra.

Serangan terjadi secara berkala (atau disebut cluster periodik) yang serangannya terhenti

setelah beberapa periode dari menisi selama sebulan atau tahun. Pada cluster headache kronik

(CCH), periode remisi ini hilang. Cluster headache mempunyai prevlanesi 1 tahun pada 0.1-

10% dari kelompok yang pasien yang mengalami Cluster Headache kronik.

Pengobatan umumnya biasanya terapi obat. Agen yang digunakan untuk terapi akut

adalah inhalasi dari oksigen tekanan tinggi, injeksi sumatriptan subkutan, dan nasal spray

zilmitriptan. Untuk transisional atau profilaksis jangka pendek, derivat kortikosteroid dan

ergotamine digunakan. Obat yang digunakan untuk profilaksis adalah verapamil namun

lithiun dan methysergide juga dapat digunakan. Beberapa pasien menunjukkan respon

terhadap pemberian melatonin dan topiramate.

Sebagai tambahan, setelah pemberian terapi medis, beberapa pasien tidak menunjukkan

pengurangan nyeri yang bermakna.

Baru-baru ini, panduan untuk terapi CCH berulang sudah diajukan, namun proporsi

panduan ini terhadap pasien masih belum diketahui.Namun, jumlah dari pendekatan lesional

dan pembedahan pada CCH sudah menunjukkan permasalahan yang cukup.

Pengobatan Lesional

Keragaman dari pengobatan lesional seperti pengobatan dengan injeksi gliserol,

radiofrekuensi lesioning, atau gamma knife lesioning pada nervus trigeminus, trigeminal

tractotoy, trigeminal sensory nerve section, surgical section, atau rediofrekuensi terhadap

nervus intermedius, kombinasi dari nervous ections, decompresiion terhadap nervus facial

serta endscopic block, rediofrekuensi atau gamma knife lesioning dari ganglion

sphenopalatine sudah dianjurkan.

Dalam penelitian terkait dekompresi mikrovaskular dari nervus trigeminus, secara

tunggal atau kombinasi bersama dengan section dan/atau dekompresi mikrovaskular dari

nervus intermedius, angka kesuksesan jangka pendek (dinyatakan dengan pengurangan nyeri

Page 2: Jurnal Neuro 2

sebesar 50% atau lebih) sebesar 73% namun menurun menjadi 46% pada follow up jangka

panjang. Untuk awalnya, setengah dari pasien mengalami pengurangan nyeri hingga 90%

lebih.

Resiko yang dikaitkan dengan prosedur pembedahan ini termasuk kematian, defisit

neurologis permanen, anestesia kornea dan kebutaa. Beberapa dari prosedur ini

membutuhkan kraniotomy.

Deep Brain Stimulation

Hasil dari posteromedial hypothalamotomy dan indentifikasi dari aktifitas hipotalamik

saat serangan cluster membutuhkan penggunaan deep brain stimulation (DBS) pada pasien

CCH refrater. Sebuah penelitian dari 16 pasien menunjukkan hasl yang baik pada 13 pasien

yang mengalami peredaan nyeri secara sempurna atau hampir sempurna dan 3 pasien

menunjukkan perbaikan. Penelitian lanjutan berdasarkan kriteria kosensus untuk seleksi

pasien. Pada tahun 2008 sebuah tinjauan menyimpulkan hasil dari DBS hipotalamus pada 38

pasien dengan CCH refrakter. Dengan folow up antara 1-4 tahun, 23 pasien (61%)

mengalami peredaan nyeri sempurna atau hampir sempurna

Schoenen dan kawannya melaporkan adanya perdarahan fatal setelah implantasi DBS

karena adanya aneurisma cerebri yang tidak terdeteksi sebelumnya. Karena ini, dalam

penelitian dari 6 pasien, pada pasien lainnya prosedur dihentikan karena serangan panik

akibat gangguan sistem otonomik

Pada peredaan nyeri DBS dapat menunjukkan penundaan hingga 3 bulan. Dalam

penelitian prospektif acak dari 11 pasien yang menerima elektroda DBS, tidak ada perbedaan

dari stimulasi aktif atau palsu yang teramati saat fase buta silang, namun, pada fase terbuka, 6

dari 11 pasien menunjukkanrespon terhadap stimulasi (pengurangan dari frekuensi serangan

>50%).

Saat ini, masih dipertanyakan apakah intervensi stereotactic pada gangguan ini

ditujukan sebagai locus yang sesuai dan apakah hal ini dapat digunakan pada 40% pasien

yang menunjukkan respon buruk terhadap DBS, karena data target dari DBS berasal dari

penelitian Positron Emisssion Tomography (PET) yang terbatas resilosi spatialnya dan data

dari functional magenetic resonance imaging (fMRI) yang menunjukkan resolusi spatial pada

saat aktifasi locus antero-posterior yang berasal dari pneleitian PET

Occipital Nerve Stimulation

Occipital Nerve Stimulation (ONS) sudah ditujukan sebagai pengobatan untuk migraine

refrakter, occipital neuralgia, dan nyeri kepala yang tidak terdefinisi

Page 3: Jurnal Neuro 2

Penggunaan dari alat implan miniatur yang disebut bion secara unilateral menunjukkan

hasil yang memuaskan pada pasien dengan hemicrania continua. Peran dari stimulasi

occipital pada CH awalnya diperiksa oleh Burns dan teman-temannya. Mereka mengeluarkan

penelitian pilot terhadap 8 pasien dan penelitian follow-up terhadpa 14 pasien pada ONS

untuk CCH. Pada penelitian polot, 6 dari 8 pasien dan pada penelitian follow-up 10 dari 14

pasien mengalami pengurangan dari frekuensi serangan. Pengurangan dari frekuensi serangan

hingga 40% lebih terjadi pada 6 dari 8 pasien pada penelitian pilot dan 6 dari 14 pasien pada

peneliitian follow-up. Pada penelitian yang dilakukan Magis dan temannya, 7 dari 8 pasien

mengalami pengurangan dari frekuensi serangan hingga 40% lebih. Nilai rata-rata dari

pengurangan frekuensi serangan mencapai 19%, 29%, dan 80% pada kedua penelitian Burns

dan pada penelitian Magis. Pada penelitian lainnya, terkait penggunan ONS, rasio dari

serangan setiap bulannya hanya 0.65 saat follow up penuh (rata-rata 15.1 bulan).

Spinal cord stimulation

Spinal Cord Stimulation (SCS) sudah lama digunakan dan terbukti ampuh terhadap

neuropathic pain syndrome dan juga nyeri vasogenik seperti angina pectoris atau peripheral

vascular disease. Ada beberapa laporan terhadap stimulasi dari craniocervical junction

terhadap beberapa jenis nyeri kepala dan wajah. Penelitian lainnya juga memiliki keterkaitan

tinggi terhadap SCS cervical.

7 tahunyang lalu, peneliti mencoba mengobati pasien dengan medikasi terhadap cluster

headache refrakter. Peneliti memutuskan untuk melakukan uji cervical SCS electrod sebagai

terapi pendukung. Hasil klinis pada pasien setelah jalur postoperatif dan pemantauan jangka

panjang cukup meyakinkan dan peneliti memutuskan untuk menyarankan pilihan pengobatan

ini pada pasien lainnya yang mengalami CCH refrakter. Hingga kini, peneliti sudah

memasangkan elektroda pada 8 pasien dan hasil klinis pada 7 pasien dipublikasikan

baru0baru ini. Secara keseluruhan, SCS pad apenelitian ini menunjukkan efek klinis yang

serupa atau lebih baik dibandingkan ONS. Hasil klinis yang menjanjikan juga disertai dengan

resiko adanya kerusakan atau dislokasi dari elektroda. Namun komplikasi ini tergolong

ringan dan mudah untuk diatasi. SCS bekerja secara cepat, berbeda dengan ONS. Semua

pasien peneliti merasakan beberapa efek dari SCS setelah hari operasi. Elektroda juga dapat

dipasang secara bilateral, bila terjadi pengalihan CCH. Pada 2 dari pasien peneliti dimana

keduanya menerima electrode contralateral yang kedua, dan sekarang pasien dapat

mengontrol nyeri kepala pada kedua sisi secara terpisah.

Walaupun SCS tergolong lebih invasif dibandingkan ONS, resiko dari intervensi

terhadap SCS tergolong minimal. Dari pandangan peneliti, masih terlalu dini untuk

Page 4: Jurnal Neuro 2

memutuskan apakah SCS dapat dijadikan pengobatan lini pertama terhadap CCH refrakter.

Namun, SCS dapat digunakan sebagai pilihan lainnya terhadap kasus yang tidak mengalami

perbaikan efek terhadap terapi ONS.

Ganglion sphenopalatinum stimulation The sphenopalatine (pterygopalatine) ganglion

SPG menerima input dari cabang saraf maksilaris yang berasal dari nervus trigeminal,

serat parasimpatic berasal dari nukleus salivatoru superior pada batang otak dan serat

simpatis membentuk pleksus carotid (via nervus petrosal profunda). Pada SPG, ada hubungan

ketat terhadap anatomi dan fisiologis simpatis, parasimpatis dan saraf trigeminus. SPG

memainkan peran penting dalam penghataran gambaran parasimpatik dan pada inflammasi

meningeal sterile sebagai substrat dari mediasi nyeri kepala trigeminal, sebagaimana juga

sebagai tempat transmisi nyeri pada CH. SPG ditujukan terhadap pengobatan lesional. Baru-

baru ini, sebuah kasus dimana neurostimulation dari SPG dalam jangka panjang dilaporkan

sebagai pereda nyeri yang baik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu,

sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa stimulasi dari SPG dapat efektif digunakan untuk

pengobatan akut terhadap serangan cluster. Pada 6 pasien, 18 serangan diobati dan resolusi

sempurna terhadap gejala terlihat pada 11 serangan, resolusi sebagian terhadpa gejala pada 3

serangan, dan resolusi minimal atau tidakada sama sekali terlihat pada 4 serangan. Hasil yang

serupa dilaporkan setelah stimulasi SPG digunakan untuk pengobatan akut dari migraine.

Stimulasi SPG menjadi menarik, karena dapat memungkinkan pembatalan dari serangan,

tidak seperti ONS dan SCS. Karena itu, penelitian lebih lanjut terhadap stimulasi SPG

disarankan.

Saran

Neurostimulation membuka harapan yang menjanjikan untuk engobatan terhadap CCH

refrakter. ONS dan SCS menunjukkan efek pereda nyeri yang lebih kuat dibandingkan DBS

Karena itu, diluar pertimbangan resiko DBS, pilihan DBS tidak boleh dijadikan terapi lini

pertama terhadap CCH refrakter. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada lagi penelitian

terkait DBS untuk CCH yang dilakukan di Jerman. Apakah SCS harus digunakan sebagai

terapi lini pertama atau reserve therapu tidak dapat ditentukan berdasarkan data yang ada.

Stimulasi SPG menjadi alternatif menarik selain ONS dan CNS namun data pada

penelitian ini tidak mendukung, kecuali ada data berdasarkan penelitian klinis

Harapan

Penelitian lebih lanjut akan menunjukkan bagaimana peran dari stimulasi SPG di masa

depan. Berlawaan dari lokasi sebelumnya, dimasa datang parameter program (burst

Page 5: Jurnal Neuro 2

stimulation) atau stimulasi frekuensi tinggi dapat menghasilkan peredaan nyeri yang lebih

baik pada pasien

Dana

T. Wolter menerima sumbangan dari Bostonc Scientific pada tahun 2010