Jurnal Kulit
-
Upload
arinsahara -
Category
Documents
-
view
156 -
download
0
description
Transcript of Jurnal Kulit
JOURNAL READING
STASE ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Regimen Kortikosteroid alternate day untuk Pemphigus Vulgaris.
Sebuah Penelitian Prospektif Selama 13 Tahun
ABSTRAK
Latar belakang
Pemfigus vulgaris (PV) early, biasanya oral dan relatif tahap yang stabil, merupakan mayoritas
pasien PV. pengobatan modalitas biasanya tidak berbeda dibandingkan dengan mereka untuk
penyakit yang sepenuhnya telah diketahui.
Tujuan
Penelitian prospektif untuk menilai terapi standar dan pendekatan efektif yang bertujuan
menurunkan morbiditas karena efek samping terapi.
Metode
Regimen berikut, juga dikenal sebagai Lever’s mini treatment (LMT), yang telah gunakan.
Empat puluh mg prednison oral pada alternate-day ditambah 100 mg azathioprine setiap hari
diberikan sampai penyembuhan lengkap dari semua lesi. Sebuah tahapan penurunan tiap bulan
dan kemudian dua bulanan dari prednison diikuti oleh tapering of dari kedua agen
imunosupresif, dalam jangka waktu satu tahun.
Hasil
Tujuh puluh empat pasien yang menderita stadium awal-PV, dan mewakili 70% dari semua
pasien PV dilihat selama tahun 1991-2003, yang memenuhi syarat di penelitian. Jumlah masa
tindak lanjut adalah 76 ± 37 (26-180) bulan. Selama 53 ± 26 bulan LMT, 6 (8%) pasien drop out
dari terapi, 9 (12%) diperlukan mengubah ke pengobatan yang lain, dua (3%) meninggal dan 57
(77%) mencapai kondisi bebas lesi. Empat puluh lima (61%) pasien berada dalam remisi lengkap
untuk 27 ± 29 bulan. Morbiditas signifikan diperkirakan 4/74 (5,2%). Penyesuaian penyakit
memerlukan 'terobosan' pengobatan terjadi pada 30 pasien, biasanya selama fase terakhir terapi
dan pasca perawatan tindak lanjut.
Kesimpulan
LMT mungkin menjadi pendekatan terapi standar untuk awal dan tahap yang relatif stabil PV,
hasil efikasi yang tinggi, keamanan dan kualitas riwayat hidup.
PENDAHULUAN
Mukosa oral adalah tempat awal yang terlibat dalam 50% sampai 70% dari pasien dengan
pemfigus vulgaris (PV). Meskipun dari bulan - tahun bisa berlalu sebelum lesi ekstra oral yang
luas muncul,1 hanya penulis mengusulkan beberapa pendekatan terapi khusus untuk tahap awal,
ringan, dan relatif stabil dari penyakit. Bystryn dan Steinman menyarankan 20 mg prednison oral
harian selama 2 minggu dan peningkatan dosis tinggi dalam kasus tidak ada perbaikan.2 dosis
harian yang signifikan dari 40 mg3 atau 45 sampai 60 mg4 prednison yang diusulkan dalam
artikel lain. Namun, para peneliti administrate klinis dengan dosis 1 sampai 3 mg / kg per hari,5,6
yang merupakan pilihan perawatan untuk penyakit yang sepenuhnya ditetapkan .6 Lever dan
Schaumburg-Lever melaporkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 bahwa pada alternate-
day 40-mg regimen prednison oral kombinasi dengan 100 mg azathioprine harian efektif dan
relatif aman.7 Setelah itu, efektivitas dari modalitas pengobatan ini didukung oleh beberapa
artikel ilmiah. 8-10
Hasil survei awal yang dilakukan di Departemen kami selama tahun 1989-1990 (data
tidak dipublikasikan) mengungkapkan bahwa 40 mg setiap hari dari monoterapi prednison oral
terhadap PV itu tidak cukup efektif. Hanya satu dari lima pasien, yang dirawat dengan cara ini,
mengalami keadaan bebas lesi setelah 6 bulan terapi. Azathioprine diberikan kepada satu pasien
setelah 8 bulan, dan tiga pasien memerlukan beralih ke dosis tinggi prednison oral harian untuk
mencapai remisi penyakit.
Hasil yang menguntungkan dari regimen kombinasi dari alternate-day pemberian,
kortikosteroid ditambah azathioprine perhari yang diamati dan diterbitkan pada laporan
sebelumnya9 mendorong kami untuk melakukan penelitian prospektif yang dirancang untuk
mencakup semua pasien yang menderita PV pada stadium awal, relatif stabil selama tahun 1991-
2003.
1
METODE DAN PASIEN
Populasi penelitian
Sebanyak 74 pasien, yang mewakili 70% (74 dari 105) dari semua pasien PV yang diakui
pada Primary Health Nasional melalui perawatan tersier Departemen Dermatology di
Thessaloniki, Yunani selama tahun 1991-2003, awalnya terdaftar dalam hal ini, calon tunggal -
pusat, penelitian terbuka. Untuk memenuhi syarat, pasien harus menderita PV pada awal
stadium, relatif stabil, biasanya tanpa manifestasi atau hanya beberapa lesi kulit, bersama dengan
yang oral. Kriteria inklusi adalah sebagai berikut: lesi klinis yang timbul dari penyakit,
histopatologi menunjukka pembelahan epitel supra basiler dan akantolisis, IgG immunostaining
antar pada jaringan perilesional, dalam hal ketidakmampuan untuk mendapatkan jaringan
mukosa yang tepat dari pasien dengan penyakit eksklusif oral, kesehatan kulit dari tubuh
dilakukan pemeriksaan in vivo terikat 'antipemphigus' antibodi, seperti yang disarankan dalam
laporan sebelumnya.11 Pasien dengan riwayat terapi kortikosteroid sebelumnya setiap hari
dikeluarkan dari penelitian. Periode 2-tahun follow up dipilih sebagai waktu minimum untuk
evaluasi pengobatan.
Definisi penelitian dan Titik Akhir
Tahap awal PV adalah penyakit lambat berkembang dan biasanya oral, tanpa manifestasi
atau hanya beberapa lesi kulit, yang merupakan kondisi yang sering hadir pada tahap awal PV.
Khasiat utama titik akhir adalah sebagai berikut: (i) 'pengendalian penyakit', yang merupakan
kondisi bebas lesi di bawah Lever’s mini treatment (LMT), (ii) 'remisi lengkap' (CR),
didefinisikan sebagai 'bebas lesi 'kondisi di bawah 2,5 mg prednison dua kali seminggu, karena
dosis ini dianggap akhir terapi titik di departemen kami,9 (iii) perkembangan penyakit,
didefinisikan sebagai suatu lesi baru, memerlukan perubahan dalam terapi sistemik yang lebih
agresif. Perkembangan penyakit ini dinyatakan sebagai 'relaps' atau 'kerusakan', masing-masing,
untuk pasien yang mengalami kontrol awal dari penyakit atau tidak, (iv) penyakit ‘breakthrougt’
didefinisikan sebagai manifestasi lambat tapi stabil dari beberapa, baru, kecil , oral, dan / atau
2
lesi kulit PV setelah pencapaian 'pengendalian penyakit'; (v) morbiditas yang signifikan,
dinyatakan sebagai kejadian yang serius terkait pengobatan efek samping yang dapat
menyebabkan kematian, jika tidak dikelola, (vi) kematian.
Desain Penelitian
Regimen pengobatan, juga disebut LMT, terdiri dari tiga fase yang berurutan (gbr. 1).
Selama fase 'kontrol' awal, prednison oral (40 mg setiap hari) setelah sarapan pagi ditambah
azathioprine (100 mg) dalam dua dosis harian terbagi diberikan sampai epitelisasi dari semua
lesi. Dalam fase 'konsolidasi' berikutnya, dosis prednison yang semakin menurun pada tingkat 5
mg per bulan sampai tingkat 15 mg. Setelah itu, penurunan lebih lambat pada tingkat 5 mg setiap
2 bulan sampai level 5 mg. Selama fase 'pemeliharaan' berikut, dosis prednison terakhir tetap
stabil setidaknya selama 4 bulan. Setelah itu, dosis turun menjadi 2,5 mg per hari-2 untuk 4
bulan, 1,25 mg per hari-2 selama 4 bulan lainnya, dan akhirnya 2,5 mg dua kali seminggu, yang
diberikan tanpa batas. Azathioprine bertahap ditapering sampai 0 dalam 1 tahun periode. Karena
alasan etis, penulis merasa bebas untuk mengganti dengan azathioprine atau cyclophosphamide
mycophenolate mofetil, atau sebaliknya, dengan adanya sedikit tanda (s) dari efek samping
disebabkan oleh agen ini.
Dalam kasus disease deterioration atau relaps, regimen pengobatan agresif diikuti: baik
setidaknya 100 mg prednisone setiap hari atau 10 sampai 15 mg / kg intravena glycocorticoid
(iv) 12 kadang-kadang dikombinasikan dengan dosis tinggi iv IgG. 13,14 Segera setelah epitelisasi
dari semua lesi, tujuan dari 3 minggu dosis prednison intermediate (yaitu 40-30-25 mg sehari)
diberikan untuk menghindari kekacauan axis hipofisis, dan kemudian rejimen LMT dimulai
(Tabel 1).
Dalam kasus 'Breakthrough' penyakit, 40 mg prednison pada alternate-day didukung oleh
agen imunosupresif 2, berbeda dari yang diberikan selama regimen LMT awal, lagi-lagi
dilembagakan. Segera setelah epitelisasi dari semua lesi, yang prednison cepat ditapering pada
interval dua minggu sampai dosis di 'breakthrough' diikuti. Setelah itu, pedoman rencana
perawatan awal yang digunakan. Pasien dirawat di rumah sakit untuk awal diagnostik kerja .
Selanjutnya tindak lanjut dilakukan pada pasien dengan basis rawat jalan.
Nilai P diperkirakan sesuai dengan uji chi-kuadrat (χ2) untuk perbandingan dua proporsi.
3
4
Hasil
Demografi pasien
Pada Desember 2005, hasilnya adalah sebagai berikut: 68 dari 74 pasien (92%) akhirnya
meneruskan penelitian. Tiga pasien hilang dari follow-up, dan tiga pasien lagi melanggar
protokol terapi. Rasio wanita dibanding pria sedikit lebih tinggi yaitu 2: 1 (47/21). Rerata usia
pasien saat didiagnosis adalah 55 ± 12,5 tahun (dengan kisaran usia 24-83 tahun). Perempuan
yang lebih muda dari laki-laki (rata-rata usia 54,8 vs 58,6 tahun). Durasi penyakit (durasi gejala
penyakit sebelum diagnosis) adalah 3,6 ± 3 bulan (kisaran 0,5-18 bulan). Pria meminta advis
medis lebih lambat dibandingkan perempuan (4,2 vs 3,5 bulan, P > 0,05). Menurut definisi, lesi
oral PV ada terdapat pada 68 pasien (100%). Lesi genital dan/atau lesi nasal terdideteksi pada 14
pasien (21%). Keterlibatan kulit ada pada 33 pasien (49%).
Durasi fase pengobatan
Lamanya follow-up dan periode pengobatan masing-masing adalah 76 ± 37 bulan
(kisaran 26-172 bulan) dan 53 ± 26 bulan (kisaran 26-156 bulan). Durasi setiap fase pengobatan
dan follow-up pasca perawatan akan ditampilkan pada gambar 1. Sebuah agen imunosupresif
kedua, diadministrasikan untuk 41,5 ± 21,5 bulan (kisaran 2-103 bulan).
5
Status klinis dan analisis efikasi
Sembilan pasien (9 dari 68, 13%) tidak berespon terhadap LMT dan merasa mengalami
perburukan setelah 11 hari sampai 8 bulan terapi (110 ± 80 hari), memerlukan perubahan
rejimen yang lebih agresif (Tabel 1). Sisanya 59 dari 68 pasien (87%) yang melanjutkan studi,
mengalami kondisi ‘bebas lesi’. Status klinis mereka pada evaluasi terakhir akan ditampilkan
pada Tabel 2.
Tiga puluh (30 dari 68, 44%) pasien mengalami 39 serangan penyakit ‘breakthrough',
setengah dari kasus mereka terjadi selama fase maintenence dan seperlima terjadi selama fase
konsolidasi. Sembilan pasien (30%) menderita 11 ' breakthrough' sedangkan pada periode
follow-up pasca perawatan selama 20 ± 23 bulan (kisaran 4-82 bulan). Secara keseluruhan,
hanya 24 pasien (24 dari 68, 35%) mencapai CR tanpa 'breakthrough'. Tidak ada perbedaan di
penampakan awal atau tidak ada lesi kulit atau waktu yang dibutuhkan untuk menginduksi remisi
penyakit yang tercatat antara pasien yang menderita atau bukan dari PV 'breakthrough'. Delapan
dari 12 pasien (67%) membutuhkan terapi pada evaluasi terakhir yang menderita pada waktu itu
dari penyakit PV ' breakthrough'.
Karena hasil dari setiap terapi untuk PV juga memmperhitungkan fungsi waktu, jumlah
pasien di CR antara semua 59 subyek yang berlanjut ke LMT dievaluasi keluar dari 15 tahun
masa studi (Gambar 2). Persentase CR yang tertinggi, mendekati 100% dari pasien di bawah
follow-up LMT, tercatat dari 9 hingga tahun ke-15 masa studi.
Keamanan
Ada 2 korban jiwa (2 dari 68, 3%). Seorang pasien berusia 80 tahun meninggal 3 tahun
setelah induksi dikarenakan metastasis kanker kolorektal. Meskipun kasus yang terakhir ini
mungkin konsekuensi dari terapi steroid jangka panjang, probabilitas ini sepertinya tak terduga
menurut pengalaman kami sebelumnya terkait penggunaan steroid. Pasien telah menderita
penyakit ‘breakthrough’ melalui selama fase konsolidasi dan akhirnya menghentikan semua
terapi 3 bulan sebelum kematiannya. Seorang pasien pria berusia71 tahun menderita
myelodysplastic sindrom ketika masuki fase maintenence LMT, namun berulangnya penyakit
6
’breakthrough’ mengecewakan dia dan menyebabkannya abstain dari pedoman pengobatan
reguler dan kematian dengan sebab yang tidak diketahui setelah 26 bulan memulai terapi.
Dari kesemuanya, empat pasien memiliki riwayat kanker organ dalam (paru, payudara,
usus, dan payudara). Satu meninggal, satu mengalami bebas lesi di bawah terapi, dan dua berada
di CR pada saat evaluasi terakhir. Tidak ada morbiditas serius terkait LMT yang diamati dalam
tujuh pasien yang menderita pre-insulin dependent Diabetes Mellitus. Sebuah reaktivasi
tuberkulosis diamati pada pasien lain berusia 71 tahun yang diobati dengan tepat dan meraih CR
dari penyakitnya. Meskipun periode pengobatan yang lebih panjang di bawah azathioprine tidak
berhubungan dengan efek samping yang signifikan, salah satu pasien kami menderita hepatitis
toksik pasien karena agen ini. Seiring administrasi dari allopurinol dan azathioprine dan
penggunaan cyclophosphamide dicurigai mendepresi sumsum tulang itu diamati dalam dua
pasien yang berhasil dikelola dengan faktor pertumbuhan haemopoietik. Secara keseluruhan,
morbiditas serius diperkirakan terjadi pada 4 dari 68 pasien (6%). Gangguan minor jumlah sel
darah putih atau nilai enzim hepatal adalah alasan untuk mengganti azathioprine oleh
siklofosfamid dalam satu kasus atau mycophenolate mofetil dalam tiga kasus.
Diskusi
Kortikosteroid oral secara dramatis telah mengurangi angka kematian dari PV, pernah
dianggap sebgai suatu yang fatal.7Efek sampingnya, bagaimanapun, terus menjadi penyebab
utama morbiditas dan mortalitas yang signifikan, yang terakhir masih mencapai 5% sampai 10%
dari 14 pasien. Pasien dengan PV eksklusif oral mungkin juga menderita morbiditas dan
mortalitas yang signifikan karena efek samping dari terapi kortikosteroid yang tinggi dan
berkepanjangan.9 Hambatan dari lesi mukosa, bahkan untuk dosis tinggi steroid, telah dilaporkan
dalam beberapa kesempatan.1,10 Di sisi lain, dosis prednison sehari-hari 40 mg adalah tidak
berbahaya dan tidak efektif.8 Dalam sebuah penelitian retrospektif besar, setengah dari pasien
tersebut tidak terkontrol dan diperlukan prednison dosis tinggi. Dalam laporan lain Inggris,
penyakit yang sering kambuh memerlukan terapi terus menerus diamati pada 75% (21 dari 28)
pasien, dan tingkat kematian tercatat 7% (2 dari 28).1
7
Alternate day pemberian kortikosteroid tampaknya memberikan riwayat keamanan yang
lebih baik dibandingkan dengan penggunaan sehari-hari.17 Infeksi, yang dianggap sebagai
penyebab utama kematian di PV, 1,4 jarang terjadi. Tekanan darah tidak signifikan, dan
kemungkinan iritabilitas mental yang rendah, asalkan dosis prednison tidak melebihi 20 mg per
hari. Risiko katarak subcapsular berkurang, namun manfaat mencegah osteoporosis tampaknya
dipertanyakan.17
Kombinasi Alternate day dosis 40 mg prednisone dengan kedua agen imunosupresan,
juga dikenal sebagai LMT,10 tampaknya memberikan kontrol yang efektif dari penyakit. Sejak
deskripsi pertama, 7 hanya 5 dari 29 (17%) pasien dalam laporan Lever 7,8 dan 1 dari 15 (7%)
kasus dalam artikel kami sebelumnya 9 tidak merespon dan diperlukan terapi lainnya. Persentase
dalam penelitian ini adalah 13% (9 dari 68), atau 12% (9 dari 74) atas dasar 'niat untuk
pengobatan'. Secara keseluruhan, LMT efektif dalam memberikan sebuah kondisi 'bebas lesi'
pada 76% (10 dari 13), 8 93% (14 dari 15), 9, dan 82% (18 dari 22)10 pasien. Hasil kami 77% (57
dari 74) adalah sama dengan Lever, 8 keduanya diperkirakan atas dasar ' ‘intention-to-treat '.
Waktu yang diperlukan untuk epitelisasi dari lesi adalah 7 ± 4,5 bulan, sedikit lebih lama
daripada rata-rata 4,3 bulan dari studi Benois et al.10 ini mungkin mencerminkan kasus lebih sulit
di antara pasien kami.
Secara konvensional, CR istilah yang digunakan untuk menjelaskan pasien dalam remisi
dan menghentikan semua pengobatan. Namun, tujuan dari terapi PV di Departemen kami dan
terus menjadi remisi pemberian dibawah 2,5 mg prednison dua kali seminggu. Dalam sebuah
artikel baru-baru ini mengungkapkan pendapat para ahli, penghentian lengkap terapi adalah
tujuan hanya 37% dari dokter, sementara yang lain merasa puas dengan dosis dari 2.5 sampai 10
mg prednison setiap hari.6
Persentase pasien yang mencapai CR setelah MT adalah 54 % (7 dari 13), 8 55% (12 dari
22), 10 dan 61% (45 dari 74) dalam penelitian ini. Hasil ini lebih besar manfaatnya dari pada
pengobatan konvensional oral PV, di mana 76% dari pasien menderita penyakit sulit.1 Sangat
menarik untuk menyebutkan bahwa hanya satu pasien dari penelitian ini adalah di CR setelah 2
tahun LMT. Sepertiga dari pasien di CR setelah 3,5 sampai 4 tahun terapi, dan hampir semua
8
dari mereka yang hadir dari 9 hingga 15 tahun penelitian. Tingkat 8,1% (6 dari 74) dari putus
sekolah tidak signifikan dibandingkan dengan nilai 58% dalam penelitian lain. 18
Sesuai dengan seri sebelumnya dari pasien,8 pengobatan tidak memiliki efek aditif negatif
terhadap jalannya sembilan pasien yang tidak merespon dan diperlukan regimen agresif (Tabel
1). Ketiadaan hirsutisme, buffalo hump, berat badan, dan moon face antara pasien kami dapat
dikaitkan dengan penggunaan setiap hari lainnya dari steroid.17, 19 Dalam rangka meningkatkan
manfaat bagi rasio risiko, penulis ahli lebih memilih untuk mengubah ke setiap 2 hari
administrasi dari tingkat 40 mg prednisolon per hari, 20 atau mengikuti penurunan awal yang
cepat, dengan 5 sampai 10 mg mingguan, dan lebih lambat di bawah 20 mg prednisolon
perhari.21
Terjadinya penyakit Breakthrough , bahkan 7 tahun setelah CR, juga dicatat dalam
penelitian lain8 dan dapat menunjukkan bahwa PV terletak dalam keadaan 'aktif' sampai
stimulus, sebagian besar peristiwa stres, 22 mengaktifkan kembali penyakit. Tidak ada penjelasan
yang valid dapat diberikan untuk jumlah yang relatif tinggi pada penyakit ‘Breakthrough' yang
terlihat di antara pasien kami (30 dari 68, 44%). Pertanyaan tentang tanggung jawab dari faktor
lingkungan yang berbeda untuk inisiasi penyakit atau eksaserbasi telah dibangkitkan akhir-akhir
ini.23 Kami tidak dapat mendeteksi adanya perbedaan yang signifikan dalam pengobatan yang
diterima untuk tekanan darah, seperti angiotensin-converting enzyme inhibitor, atau untuk
diabetes, seperti sulphonylureas, atau antibiotik, seperti rifampisin, ampisilin, dan sefadroksil,
antara kelompok pasien yang diwujudkan terobosan pemfigus dan mereka yang tidak. Satu-
satunya faktor yang ditarik oleh beberapa pasien kami sebagai mungkin bertanggung jawab atas
terobosan penyakit adalah peristiwa yang sangat menegangkan. Tidak ada data dikumpulkan,
bagaimanapun, mengenai perilaku, merokok, seperti atau rincian makanan kualitatif frekuensi.
Dalam kasus apapun, tingkat kekambuhan tinggi 66% telah dicatat pada pasien PV yang
ditindaklanjuti untuk waktu lama.15 Dalam kesimpulan, LMT tampaknya untuk memenuhi
kebutuhan untuk standardisasi peningkatan PV terapi. Hal ini efektif dalam pengelolaan
mayoritas pasien dengan PV, pada tahap awal nya, relatif stabil. LMT relatif aman, dengan
kematian keseluruhan 3% (2 dari 74) dan morbiditas 5% (4 dari 74); itu efektif mencapai
pengendalian penyakit di 57 dari 74 (77%) pasien, tidak memerlukan rawat inap, dan
9
menawarkan pasien kualitas hidup yang tinggi. Dengan demikian, LMT dapat dianggap sebagai
regimen pengobatan yang berharga bagi pasien yang menderita PV pada awalnya , relatif stabil.
REFERENSI
10
1. Scully C, Paes de Almeida O, Porter SR, Gilkes JJH. Pemphigus vulgaris: the
manifestations and long-term management of 55 patients with oral lesions. Br J Dermatol
1999; 140 : 84–89.
2. Bystryn JC, Steinman NM. The adjuvant therapy of pemphigus. An update. Arch
Dermatol 1996; 132 : 203–212.
3. Mashkilleyson N, Mashkilleyson AL. Mucous membrane manifestations of pemphigus
vulgaris. A 25-year survey 0f 185 patients treated with corticosteroids or with
combination of corticosteroids with methotrexate or heparin. Acta Derm Venereol 1988;
68 : 413–421.
4. Ratnam KV, Phay KL, Tan CK. Pemphigus therapy with oral prednisolone regimens. A
5-year study. Int J Dermatol 1990; 29 : 363–367.
5. Fernandes NC, Perez M. Treatment of pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus:
experience with 71 patients over a 20 year period. Rev Inst Med Trop Sao Paulo 2001; 43
: 33–36.
6. Minouri D, Nousari CH, Cummins DL, Kouba DJ, David M, Anhalt G. Differences and
similarities among expert opinions on the diagnosis and treatment of pemphigus vulgaris.
J Am Acad Dermatol 2003; 49: 1059–1062.
7. Lever WF, Schaumburg-Lever G. Immunosuppressants and prednisone in pemphigus
vulgaris: therapeutic results obtained in 63 patients between 1961 and 1975. Arch
Dermatol 1977; 113 : 1236–1241.
8. Lever WF, Schaumburg-Lever G. Treatment of pemphigus vulgaris. Results obtained in
84 patients between 1961 and 1982. Arch Dermatol 1984; 120 : 44–47.
9. Mourellou O, Chaidemenos GC, Koussidou Th, Kapetis E. The treatment of pemphigus
vulgaris. Experience with 48 patients seen over an 11-year period. Br J Dermatol 1995;
133 : 83–87.
10. Benoit Corven C, Carvalho P, Prost C et al . Traitement du pemphigus vulgaire par le
protocole ‘Lever faible’. Ann Dermatol Venereol 2003; 130 : 13–15.
11. Kanitakis C, Chrysomallis F, Ktenides MA, Haidemenos G. Etude en peau saine de
l’immunofluorescence directe dans le pemphigus vulgaire. Ann Dermatol Venereol 1978;
105: 649–651.
11
12. Chryssomallis F, Dimitriades A, Chaidemenos G, Panagiotides D, Karakatsanis G.
Steroid-pulse therapy in pemphigus vulgaris. Long term follow-up. Int J Dermatol 1995;
34 : 438–442.
13. Chaidemenos G, Mourellou O, Butli F et al . Factors promoting a successful and cost-
effective management of pemphigus vulgaris with high dose I.V. IgG. Int J
Immunopathol Pharmacol, Section Dermatol 2006; 13 : 465–469.
14. Bystryn J-C, Rudolph JL. IVIg treatment of pemphigus: how it works and how to use it. J
Invest Dermatol 2005; 125: 1093–1098.
15. Aberer W, Wolff-Schreiner EC, Stingl G, Wolff K. Azathioprine in the treatment of
pemphigus vulgaris. A long-term follow-up. J Am Acad Dermatol 1987; 16: 527–533.
16. Patel AA, Swerlick RA, McCall CO. Azathioprine in dermatology: the past, the present,
and the future. J Am Acad Dermatol 2006; 55: 369–389.
17. Gallant C, Kenny P. Oral glucocorticoids and their complications. J Am Acad Dermatol
1986; 14: 161–177.
18. Mahajan VK, Sharma NL, Sharma RC, Garg G. Twelve-year clinico-therapeutic
experience in pemphigus: a retrospective study of 54 cases. Int J Dermatol 2005; 44:
821–827.
19. Ackerman G, Nohan C. Adrenal cortical responsiveness after alternate-day corticosteroid
therapy. N Engl J Med 1968; 278: 405–409.
20. Mutasim DF. Management of autoimmune bullous diseases: pharmacology and
therapeutics. J Am Acad Dermatol 2004; 51: 859–877.
21. Harman KE, Albert S, Black MM; British Association of Dermatologists. Guidelines for
the management of pemphigus vulgaris. Br J Dermatol 2003; 149: 926–937.
22. Brenner S, Bar-Nathan EA. Pemphigus vulgaris triggered by emotional stress. J Am Acad
Dermatol 1984; 11: 524–525. 23 Brenner S, Tur F, Shapiro J et al. Pemphigus vulgaris:
environmental factors. Occupational, behavioural, medical, and qualitative food
frequency questionnaire. Int J Dermatol 2001; 40: 562–569.
12
13