Jurnal Kinerja DWDM Photonic Service Switch
-
Upload
irfan-irawan-cbn -
Category
Documents
-
view
588 -
download
13
description
Transcript of Jurnal Kinerja DWDM Photonic Service Switch
1
2
Analisis Kinerja Jaringan Berbasis DWDM 1 Gbps
dengan Menggunakan Multiplexer Photonic Service Switch
Irfan Irawan
Program Studi Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional
Jl Moh Kahfi II, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai
kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut
dapat ditransmisikan melalui sehelai serat optik. Teknologi DWDM adalah teknologi yang memanfaatkan
sistem SDH (Synchronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultipleksikan sumber-sumber sinyal
yang ada.
Provider telekomunikasi mengadopsi teknologi terbaru dari DWDM yang bisa mentransmisikan data sampai
dengan kecepatan 100 Gbps atau yang dikenal generasi 100G berbasis Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service
Switch. Diimplementasikan pada jaringan Cross-Site Bank Asing di Jakarta dari Sudirman ke German Center
sejauh kurang lebih 13 Km, bandwidth yang disewa sebesar 1 Gbps, sisi provider menggunakan Alcatel Lucent
PSS-32 dan sisi pelanggan menggunakan Alcatel Lucent PSS-1.
Hasil yang didapatkan adalah kinerja jaringan yang maksimal dengan parameter latency sebesar 1.3 ms,
throughput sebesar 1Gbps, frame loss 0%, back-to-back rata-rata sebesar 473959.14 frame/burst dan utilitas
bandwidth sebesar 99.9997216 % yang terlihat pada aplikasi EXFO, SecureCRT dan MRTG. Hasil pengujian
jaringan DWDM PSS menunjukan kinerja yang sesuai dengan SLA (Service Level Agreement) yang maksimal
untuk pelanggan.
Kata Kunci: DWDM, Serat Optik, Alcatel Lucent, Photonic Service Switch
Abstract
One of the technologies of technique transmission is using DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing)
which used different wavelength of light as channels information. After multiplexing phase already done all
wavelengths transmitted into a single fiber optic. DWDM adopt system SDH (Synchronous Digital Hierarchy)
which already exist by multiplexed source of signal at channel.
Nowadays telecommunication provider used DWDM that can transmit more than 100 Gbps data in time, as
popular heard Generation 100G based Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service Switch. This network
implemented at Cross-Site customer banking in Jakarta, from Sudirman to German Center for about 13 KM,
with capacity bandwidth 1 Gbps. Provider using Alcatel Lucent PSS-32 and customer side using Alcatel Lucent
PSS-1.
After analyze the result of performance DWDM network maximal such as; latency 1.3 ms, throughput 1 Gbps,
frame loss 0%, back-to-back 473959.14 frame/burst and utility of bandwidth 99.9997216 %. All result above
tested using EXFO, SecureCRT and MRTG. All performance result of DWDM PSS is matched as SLA
(Service Level Agreement) given by provider and matched with RFC 2544.
Keywords: DWDM, Fiber Optic, Alcatel Lucent, Photonic Service Switch.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapasitas kebutuhan bandwidth semakin hari semakin
bertambah, sebagian besar digunakan untuk keperluan
data transfer, video steaming, koneksi mobile, dan
perkembangan teknologi informasi dan sistem cloud
computing. DWDM (Dense Wavelenght Division
Multiplexing) berkapasitas 100 Gbps menjadi solusi
sepuluh tahun kedepan untuk negara yang terus
berkembang pertumbuhan telekomunikasi, khususnya di
Indonesia.
Sebagai operator telekomunikasi nasional dan global,
teknologi terbaru DWDM 100G berbasis Alcatel-Lucent
1830 Photonic Service Switch (PSS) ditawarkan kepada
2
pelanggan sebagai solusi pengganti teknologi Metro
Ethertnet yang semakin banyak penggunaanya sehingga
kebutuhan bandwidth semakin bertambah. Metro
Ethernet mempunyai beberapa keterbatasan pada saat
jam sibuk dan trafik data penuh, sering kali didapatkan
packet loss pada sistem pelanggan. Sedangkan DWDM
mempunyai beberapa keuntungan yang didapatkan baik
dari sisi operator maupun pengguna layanan, diantaranya
kemudahan penambahan kapasitas yang terintegrasi
dengan teknologi terbaru dibandingkan pendahulunya
jaringan berbasis Metro Ethernet.
Oleh karena itu, pada tugas akhir dilakukan analisa
teknis kinerja jaringan berbasis DWDM (Dense
Wavelength Division Multiplexing) 1Gbps Alcatel-
Lucent 1830 Photonic Service Switch dengan parameter
throughput, latency, frame loss, dan back to back harus
sesuai standar rekomendasi ITU-T dan RFC2544 untuk
memastikan Service Level Aggreement (SLA) sesuai yang
dijanjikan kepada pelanggan
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas pada
tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana infrastruktur dan cara kerja teknologi
berbasis DWDM Photonic Service Switch.
2. Bagaimana menganalisa kinerja jaringan berbasis
teknologi DWDM Photonic Service Switch
berdasarkan parameter SLA RFC2544.
3. Bagaimana menganalisa perbandingkan hasil
pengukuran kinerja jaringan DWDM dengan
jaringan Metro Ethernet.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang perlu ditentukan dalam tugas akhir
ini adalah sebagai berikut:
1. Perangkat multiplexer yang digunakan adalah Alcatel
Lucent 1830 dengan teknologi terbaru Photonic
Service Switch (PSS)
2. Alcatel Lucent yang digunakan di sisi provider
adalah seri PSS-32, sedangkan untuk sisi pelanggan
adalah seri PSS-1.
3. Pengujian kinerja jaringan DWDM Alcatel Lucent
PSS menggunakan aplikasi SecureCRT dan EXFO
untuk menampilkan data teknis seperti, latency,
throughput, frame loss, back-to-back menggunakan
standar RFC2554 dan efesiensi bandwidth.
4. Sedangkan untuk menampilkan pemakaian dan
efesiensi bandwidth menggunakan MRTG (Multi
Router Traffic Grapher).
5. Untuk mengetahui perbedaan kinerja digunakan
pembanding dengan jaringan berbasis Metro Ethernet
dengan besaran bandwidth yang sama (alokasi 1
Gbps).
2. STUDI PUSTAKA
2.1 Dasar DWDM
DWDM merupakan salah satu teknologi yang
dikembangkan saat ini untuk memenuhi kebutuhan
kapasitas, biaya, quality of service, dan service
convergence pada jaringan dari service ke core. Dengan
cara menggabungkan sinyal-sinyal optik dengan panjang
gelombang operasi yang berbeda-beda yang
ditransmisikan ke dalam sebuah serat optik tunggal
dengan memperkecil spasi antar kanal sehingga terjadi
peningkatan jumlah kanal yang mampu dimultiplekskan.
Gambar 2.1. Dasar DWDM
Perbaikan teknologi ini dipicu dengan adanya
perkembangan teknologi fotonik, seperti penemuan
EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) sebagai penguat
optis, dan laser dengan presisi yang lebih tinggi.
Penemuan EDFA memungkinkan DWDM beroperasi
pada daerah 1550 nm yang memiliki attenuasi rendah.
Secara sederhana sebuah jaringan yang menggunakan
DWDM dapat digambarkan pada gambar di bawah ini
[1].
2.1.1 Spasi Kanal
Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang
gelombang agar tidak terjadi interferensi. Standarisasi
spasi perlu dilakukan agar sistem DWDM dari berbagai
vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi.
Saat ini terdapat dua pilihan untuk melakukan
standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau
spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi
frekuensi adalah [3]:
∆f - ∆λ
Dimana: λλc
f = Spasi Frekuensi (GHz)
λ = Spasi Lamda (nm)
λ = Panjang Gelombang Daerah Operasi (nm)
c = 3x108 m/s
2.1.2 Kelebihan Teknologi DWDM
- Kapasitas serat optik yang dipakai lebih optimal.
Dikarenakan DWDM dapat mengakomodir banyak
cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda
dalam sehelai serat optik, sedangkan teknologi serat
3
optik konvensional hanya dapat mentransmisikan
satu panjang gelombang dalam sehelai serat optic.
- Instalasi jaringan lebih sederhana
- Penggunaan penguat lebih efisien.
Penguat optik yang digunakan dalam teknologi
DWDM adalah EDFA. EDFA (Erbium Doped Fiber
Amplifier) merupakan serat optik dari bahan silica
(SiO2) dengan intinya (core) telah dikotori dengan
bahan Erbium (Er3+), termasuk ke dalam golongan
Rare-Earth Doped Fiber Amplifier (EDFA)
- Bandwidth lebar, Noise Figure EDFA sangat kecil,
dan daya output yang besar
- Biaya pemasangan, pemeliharaan dan
pengembangan lebih efisien
2.1.3 Elemem Jaringan DWDM
Dalam aplikasi DWDM terdapat beberapa elemen yang
memiliki spesifikasi khusus disesuaikan dengan
kebutuhan sistem. Elemen tersebut adalah [4]:
1. Wavelength Multiplexer/Demultiplexer
Berfungsi untuk memultiplikasi kanal-kanal panjang
gelombang optik yang akan ditransmisikan dalam
serat optik. Sedangkan wavelength demultiplexer
berfungsi untuk mendemultiplikasi kembali kanal
panjang gelombang yang ditransmisikan menjadi
kanal kanal panjang gelombang menjadi seperti
semula.
2. OADM (Optical Add/Drop Multiplexer)
OADM (Optical Add/Drop Multiplexer) berfungsi
untuk melewatkan sinyal dan melakukan fungsi add
and drop yang bekerja pada level optik.
3. OXC (Optical Cross Connect)
Perangkat OXC digunakan untuk proses switching
tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi
OEO (Optik-Elektrooptic) dan berfungsi untuk
merutekan kanal panjang gelombang.
4. OA (Optical Amplifier)
Merupakan penguat optik yang bekerja di level
optik, yang dapat berfungsi sebagai pre-amplifier, in
line-amplifier dan post-amplifier
2.1.4 Tipe DWDM dan Alokasi ITU-T Band di
DWDM
Dilihat dari jarak bentangan serat optik dari satu node
DWDM ke node lainya bisa dibagi menjadi tiga jenis
yaitu [6]:
1. LH (Long Haul) sampai dengan 80 Km dan
mempunyai 22 dB loss (0.28 x 80 = 22.4 dB)
2. VLH (Very Long Haul) sampai dengan 120 Km dan
mempunyai 33 dB loss
3. ULH (Ultra Long Haul) sampai dengan 160 Km
dan mempunyai 44 db loss
Sedangkan alokasi ITU-T Band untuk DWDM diatur
pada range wavelength berikut:
1. C band (Blue) - 1530 – 1542 ŋm
2. C band (Red) - 1547 – 1560 ŋm
3. L band 1560 – 1620 ŋm
4. Optical Supervisory band – 1500 – 1520 ŋm
Gambar 2.2 Alokasi Wavelenght Optic Band
2.2 Teknologi Photonic Service Switch
Teknologi Photonic Service Switching pertama
dikembangkan tahun 2001 dengan melakukan pendekatan
peerbased intelligent optical core network yaitu
mekanisme penggabungan power, multiplexing,
switching data yang ada pada jaringan digabungkan
dalam satu layanan transport (DWDM) sehingga semua
elemen jaringan terhubung semua elemen jaringan
lainnya [7].
3.
IP
DWDM
SONET
ATM
Traditional
Overley
IP ATM SONET
Service Layer
Optical Transport Layer
OXC (Lambda Management)
DWDM
Emerging Optical to Lambda
Switching ModelService Switched
Core
PSS
DWDM
Services
Transmission
Gambar 2.3 Perbandingan Sistem DWDM konvensional
dengan PSS
Pada teknologi awal perkembangan DWDM untuk
mencapai IP based harus melalui standard lainya seperti
pada gambar 2.5 yaitu melalui SONET, ATM dan baru
bisa diimplementasikan ke perangkat pelanggan seperti
router. Kemudian memasuki era penggabungan lambda
dalam sehelai core optik yang ter-switching
mempermudah pemaksimalan DWDM dengan bantuan
OXC (Optical Cross Connect) sehingga optical transport
layer dan service layer bisa di implementasikan lebih
beragam. Sedangkan perkembangan paling baru era PSS
(Photonic Service Switch) kesemuanya baik OXC, IP,
ATM, SONET, atau SDH bisa beroperasi langsung ke
pelanggan dalam satu alat, tentunya proses multiplelxing,
switching dan lainnya terpusat pada alat tersebut (PSS-32
dan PSS-1).
2.2.1 Teknologi Photonic Service Switch
Inovasi teknologi Zero Touch Photonic merubah semua
paradigma yang telah disebutkan sebelumnya, secara
spesifik fokus kepada kemudahan teknologi terbaru dan
4
dari segi pembiayaaan yang dengan perincian sebagai
berikut [8]:
a. Phtonic Switching adalah perancangan Multi Degree
Tunable and Reconfigurable Optical Add-Drop
Multiplexing (T/ROADM) yang menawarkan
fleksibilitas penuh jaringan dimana semua client bisa
di tansportasikan ke semua panjang gelombang dari
arah manapun
b. Photonic Operation, Administration and
Maintenance (OA&M) adalah teknologi Wavelenght
Tracker atau pelacakan panjang gelombang sehingga
pengguna bisa memanfaatkan pengaturan power end-
to-end, memonitor, melacak dan melokalisir
gangguan dari masing - masing panjang gelombang
per kanal.
c. Flesibel dengan dukungan jaringan dengan densitas
tinggi dari interface pengguna atau kita kenal dengan
Coarse-WDM (CWDM) dan Dense-WDM
(DWDM) untuk bisa mengkases cakupan area
metro/regional/long-haul sampai dengan 2200 km
d. Mendukunng teknologi koheren 100G Polarization
Division Multiplexed Quadrature Phase-Shift Keying
(PDM-QPSK) dimana pada saat ini merupakan
utilisasi bandwidth tertinggi.
2.2.2 Alcatel Lucent 1830 PSS-1
Alcatel Lucent 1830 PSS-1 digunakan untuk terminasi
pelanggan, keluaran interface nya bisa bervariasi seperti
Ethernet, Gigabit Ethernet, Pacth Cord. Berikut fungsi
dari perangkat ini:
a. Memperluas keluarga Alcatel Lucent 1830 PSS ke
perangkat jaringan lainya
b. Mendukung range penuh dari topologi jaraingan
termasuk ring mesh dan point to point
c. Menawarkan keluarga interface jaringan dan
fungsinya tergantung dari penggunaanya termasuk
mendukung skalabel konfigurasi melalui
pengalamatan jaringan tuggal
d. PSS 1830 memungkinkan reliabel, fleksibel dan
pengaturan penuh terhadap penggunaan bandwidth
e. Mempercepat Time to Service dikarenakan
jaringan yang terintegrasi dan manajemen layer
photonic memudahkan pengguna untuk
mengaktifkan layanan ke NOC (Network
Operation Center) untuk menyalurkan layanan
secara cepat
f. Memudahkan perencanaan, komisioning dan
pengoperasian sistem.
g. Optimasi jaringan yang prima, artinya PSS 1830
menyediakan dukungan kamampuan colourless
dan directionless add/drop yang memungkinkan
restorsi pada layer photonic
h. Meningkatkan kinerja jaringan, kemampuan optik
dengan sifat colorless dan directionless nya bisa
menghasilkan utilisasi sumber yang lebih baik
2.2.3 Alcatel Lucent 1830 PSS-32
PSS-32 berada di gedung sentral operator penyedia
layanan, adapun fungsi dari perangkat ini adalah sebagai
berikut:
a. Mendukung persyaratan dan rekonfigurasi panjang
gelombang secara remote, sambil menambahkan
panjang gelombang tertentu fleksibel kepada
infrastruktur jaringan berteknologi T/ROADM
b. Menyediakan Optical Path Tracing dan pengawasan
penggunaan power, mengurangi kompleksitas
jaringan berbasis panjang gelombang, manajemenya
hampir sama dengan pengaturan trafik SONET/SDH,
memudahkan kepada teknisi ketika
mengimplementasikan dan memelihara jaringan
c. Menggunakan Wavelenght Tracker untuk mengawasi
dan melacak setiap panjang gelombang dari titik
manapunn dalam jaringan untuk memastikan
kestabilan jaringan
d. Menawarkan Cost Effective Gain Equalization dari
masing masing panjang gelombang dan meneruskan
teknologi Forward Error Correction (FEC) agar bisa
meningkatkan kinerja sistem dan meminimalisir
kebutuhan biaya ketika ada peningkatan di aplikasi
metro, memudahkan pengoperasian dan
meningkatkan Time to Service
2.3 Cara Kerja Teknologi Photonic Service Switch
Implementasi pada jaringan DWDM ini yaitu, panjang
gelombang backbone provider sebesar 1550 nm
sedangkan panjang gelombang dari kanal-kanal masukan
sisi pelanggan 1471 nm untuk λ1, 1471,13 nm untuk λ2 ,
1471,31 nm untuk λ3, 1471,37 nm untuk λ4. Spasi kanal
untuk frekuensi 100 GHz yang dikirim sebesar 0.8 nm.
Sama seperti definisi DWDM pada umumnya yaitu
teknologi jaringan transport yang mampun membawa
sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32 dan
seterusnya), dalam satu serat optik tunggal ini dipakai
empat panjang gelombang.
Teknologi Photonic Service Switch adalah solusi yang
terbaru untuk mengoperasikan dan mendistribusikan
teknologi ini sampai ke pelanggan, tentunya dibutuhkan
sistem yang terintegrasi dengan jaringan DWDM. PSS-
32 sisi provider umumnya dikonfigurasikan dengan
dengan jaringan optik sistem ring. Output interface dari
node PSS-32 adalah modul XFP (10-Gigabit Small Form
Factor Pluggable) yang kemudian di teruskan ke node
sisi pelanggan PSS-1 dengan interface modul SFP (small
form-factor pluggable) baru bisa di sesuaikan dengan
interface input dari Customer Ende (router) pelanggan
seperti Gigabit Ethernet atau Fiber Chanel. Jalur proteksi
nya sendiri berada dalam jalur yang berbeda dengan
system yang system utama (working). Sehingga jika
terjadi gangguan pada jalur utama, layanan akan terus
aktif dengan jalur proteksinya, seperti gambar di bawah
ini [9].
5
Gambar 2.4 Konfigurasi Dasar Teknologi PSS
2.4 Alat Uji Kinerja DWDM
Alat uji pengukuran kinerja DWDM adalah sebagai
berikut:
a. SecureCRT
SecureCRT adalah telnet klien SSH dan emulator
terminal berbasis GUI untuk menampilkan daftar
informasi host gabungan yang mendukung protokol
yang luas dukungan (SSH1, SSH2, Telnet, Telnet
melalui SSL, rlogin, Serial, TAPI)
b. MRTG (Multi Router Traffic Grapher)
MRTG (Multi Router Traffic Grapher) adalah
aplikasi yang digunakan untuk memantau beban
trafik pada link jaringan. MRTG akan membuat
halaman HTML yang berisi gambar GIF yang
mengambarkan trafik melalui jaringan secara harian,
mingguan, bulanan dan tahunan
c. EXFO
EXFO adalah perusahaan yang memperuntukan
produksi alat instrumen pengujian jaringan
telekomunikasi, produk nya beragam mulai dari
optik, transport, datacom, 3G, LTE, xDSL, IMS dan
tester untuk platform VoIP.
2.5 Parameter Kinerja Jaringan DWDM
Parameter pengujian DWDM sesuai dengan RFC 2544
yaitu:
a. Throughput
Throughput merupakan jumlah total kedatangan
paket yang sukses yang diamati pada destination
selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi
interval waktu tersebut, kemampuan sebenarnya
suatu jaringan dalam melakukan pengiriman data.
Biasanya throughput selalu dikaitkan dengan
bandwidth. Karena throughput memang bisa disebut
juga dengan bandwidth dalam kondisi yang
sebenarnya.
Tes dimulai dengan throughput 100% dengan
mengirimkan frame dengan jumlah yang telah
ditentukan. Bila ada frame yang hilang, tes akan
dilanjutkan dengan throughput lebih rendah. Proses
ini akan diteruskan hingga didapat throughput
maksimum. Alat ukur EXFFO dapat diketahui
troughput maksimum dengan menggunakan frame
size 64, 128, 256, 512, 1024, 1280 dan 1580.
Rumus penghitungan manual throughput Metro
Ethernet adalah sebagai berikut [10].
T= (p x 8 x Np)/t bps………………………(2.2)
Keterangan
T = Throughput
p = Panjang frame yang datang
Np = Rata-rata jumlah frame yang datang
t = Delay (s)
b. Back to Back
Back-to-back frame testing dilakukan dengan
mengirim frame burst dengan minimal inter-frame
gaps dan menghitung jumlah frame yang dapat
diteruskan oleh DUT (Device Under Test)
c. Frame Loss
Frame loss diartikan persentasi dari frame-frame
yang harusnya di teruskan oleh perangkat jaringan
dalam keadaan load yang tetap, dan tidak bisa
diterukan ketika sumber daya nya kurang
d. Latency
Latency adalah interval waktu antara frame input dan
output yang dimulai saat bit terahir pada frame input
mencapai input port, dan mengakhirinya ketika bit
pertama dari output frame terlihat pada output port
e. Utilitas Bandwidth
Bandwidth adalah suatu ukuran dari banyaknya
informasi yang dapat mengalir dari suatu tempat ke
tempat lain dalam suatu waktu tertentu. Semakin
maksimum utilitas bandwidth yang didapat jaringan
DWDM maka semakin maksimal kinerja nya
2 METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penyusunan tugas akhir ini
adalah dengan melakukan:
1. Studi literatur dengan mempelajari buku referensi dan
mencari data yang berkaitan dengan pembahasan
tugas akhir
2. Studi lapangan (observasi), yaitu secara langsung
melihat infrastruktur jaringan provider di pelanggan,
kemudian menganalisa data teknis yang ada secara
remote agar sesuai dengan standar ITU-T, RFC 2544
dan Service Level Agreement yang diberikan provider
kepada pelanggan.
6
3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Pengolahan data berdasarkan EXFO
Untuk analisa ini didapat dalam beberapa sumber
diantaranya hasil bertest EXFO, aplikasi SecureCRT,
MRTG, webUI Perangkat PSS-1 digunakan untuk
menganalisa performasi DWDM Photonic Service Switch
memenuhi standarisasi ITU-T dan SLA (Service Lever
Agreement)
Tabel 4.1 Tabel Konsumsi ower DWDM – MetroE
Teknologi
Semanggi
(Working
ANZ
Tower)
Karet
(ANZ-T
Protection)
Sigma
(Working
ANZ-
GC)
Protection
ANZ-GC
DWDM 17,90 17,02 17,08 17,26
MetroE 16,51 11,73 20,81 17,56
3.2 Pengambilan Data Berdasarkan SecureCRT
Ada beberapa data teknis yang sangat berbeda dengan
jaringan DWDM diantaranya TX Laser Wavelength yang
digunakan Metro Ethernet adalah 1310 nm, sedangkan
DWDM PSS menggunakan TX Laser Wavelength 1471
nm.
Metro sisi lawan berada di German Center dengan rincian
hampir sama dengan sisi ANZ Tower yaitu TX Laser
Wavelength: 1310 nm, Rx Optical Power (avg dBm): -
20.81
3.3 Pengambilan Data BERTest
Pada Gigabit Ethernet yang disalurkan melalui jaringan
DWDM, crosstalk panjang gelombang dan pengurangan
rate pada transponder akan mengurangi nilai throughput
dari jaringan tersebut. Sehingga untuk mengetahuinya
diperlukan Ethernet BERT yang fungsinya memvalidasi
tidak adanya error pada jaringan ring DWDM yang
hasilnya adalah zero bit error seperti tertera pada gambar
4.4.
Gambar 3.1 Hasil BERTES selama 2 hari 23 jam 17 menit
27 detik Tanpa Error
3.4 Pengambilan Data EXFO
Hasil pengukuran EXFO didapatkan nilai parameter
kinerja jaringan DWDM sebagai berikut.
3.4.1 Latency
Gambar 3.2 Hasil Pengukuran Latency Standar RFC 2544
7
3.4.2 Back to Back
Gambar 3.3 Hasil Pengukuran Back-to-back
3.4.3 Throughput
Gambar 3.4 Hasil Pengukuran Throughput DWDM
Standar RFC 2544
3.4.4 Frame Loss
Gambar 3.5 Frame Loss ANZ Tower (Catuan Working
Semanggi) RFC 2544
3.4.5 Utilitas Bandwidth
Gambar 4.6 Pengukuran Utilitas Bandwidth
4 PENGUJIAN HIPOTESA
Efesiensi pemakain bandwidth ketika aktifitas trafik
padat menjadi salah satu pertimbangan mengapa
dilakukan migrasi layanan Metro Ethernet ke layanan
DWDM berbasis Photonic Service Switch. Pada layanan
DWDM lebih terfokuskan sampai layer kemudian
berinteraksi dengan perangkat pelanggan di layer 3 yaitu
router. Dengan hal ini, tentunya besarnya latency ataupun
throughput secara teoritis bisa lebih maksimal, seperti
standar komunikasi serat optik semakin kecil latency
semakin baik jaringan, dan semakin besar nilai
throughput semakin maksimal pula jaringan tersebut.
8
5 ANALISIS
Dari pengujian dan perhitungan didapatkan hasil berikut
ini sesuai parameter yang diujikan. Terlihat kinerja
DWDM lebih efektif dan efisien mentransmisikan data
sesuai bandwidth yang disewa pelanggan sebesar 1Gbps.
Jika di berikan contoh frame size 1518KB, nilai
throughput dari DWDM murni di transmisikan 1Gbps
sedangkan MetroE hanya maksimal didapatkan
986Mbps. Nilai latency DWDM sebesar 1.37 ms
sedangkan Metro Ethernet sebesar 3.7 ms. Nilai Frame
Loss DWDM adalah 0% sama dengan nilai packet loss di
DWDM sebesar 0%. Sedangkan nilai back-to-back dari
DWDM sebesar 81275 fps.
Gambar 4.1Perbandingan Kinerja DWDM dengan Metro
Ethernet
5.1 Analisis Latency
Latency jaringan DWDM PSS didapatkan dari pngujian
alat ukur EXFO didapatkan nilai rata-rata sebesar
1.383714 ms sedangkan penghitungan manual latency
jaringan metro ethernet yang didapatkan sebesar
3.039771 ms. Latency jaringan DWDM lebih sedikit
dikarenakan efesiensi infrastruktur dan frame rate
perangkat aktif di pelanggan (PSS-1) dan perangkat aktif
di sisi provider (PSS-32) langsung ke interface pelaggan,
lain halnya dengan perangkat Metro Ethernet yang harus
melalui switch HP procurve terlebih dahulu sebelum
masuk ke interface pelanggan tentunya akan menambah
latency persekian ms.
Gambar 4.2 Grafik Pengukuran Latency DWDM standar
RFC 2544 dan Metro Ethernet
5.2 Analisis Back to back
Hasil pengukuran rata-rata Back-to-back sebesar
473959.14 frame/burst dilakukan dengan mengirim frame
burst dengan minimal inter-frame gaps dan menghitung
jumlah frame yang dapat diteruskan oleh DUT (Device
Under Test). Semakin kecil jumlah frame size yang
dikirim jumlah frame count yang diteruskan dari
perangkat aktif (node PSS-1 ANZ Tower sampai ke node
PSS-1 ANZ German Center) nilainya akan semakin
besar, begitu juga sebaliknya. Dari hasil ini didapatkan
kualitas transmisi yang maksimal. Artinya jika jumlah
frame yang di forward lebih sedikit dari jumlah yang
ditransmisikan. Nilai dari pengujian back-to-back adalah
sejumlah frame yang mempunyai burst terpanjang yang
diteruskan tanpa adanya frame yang hilang.
Gambar 4.3 Grafik Pengukuran Back-to-Back per
Satuan Unit Frame/Burst
5.3 Analisis Throughput
Throughput dari jaringan DWDM PSS sangat maksimal,
yaitu sebesar 1Gbps dari jumlah pengujian pengiriman
frame size yang beragam. Ini artinya jaringan DWDM
dapat merepresentasikan aktual pengiriman data sebesar
1Gbps dikirim langsung, jaringan secara teoritis tidak
terganggu, namun tentunya jarang sekali hal tersebut
terjadi dikarenakan pada prakiknya file sebesar apapun
harus dipecah ke dalam bentuk frame agar bisa diterima
oleh perangkat end user.
Sedangkan rata-rata throughput jaringan Metro Etheret
terdahulu sebesar 986.99 Mbps maksimal diambil
berdasarkan pengiriman sempel frame size 64, 128, 256,
512, 1024, 1280, 1518 KB yang mengindikasikan kondisi
jaringan 1Gbps sangat layak untuk mengirim jumlah
frame yang sangat besar secara simultan persatuan detik
nya. Secara umum Jaringan Metro Ethernet 1Gbps yang
diimplementasikan di pelanggan sangat layak baik dari
avaiability, recovery, dan performance jaringan nya.
9
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Throughput DWDM
dengan Metro Ethernet (dalam satuan Mbps)
5.4 Analisis Frame Loss
Seperti pada tes throughput pengujian frame loss dimulai
dengan 100% frame rate dengan jumlah frame tertentu
dan dicatat jumlah frame yang hilang. Pada pengetesan
tidak ada frame yang hilang disebut zero frame loss.
Gambar 4.5 Perbandingan Frame Loss DWDM –
MetroEthernet
5.5 Analisis Utilitas Bandwidth
Dari pengujian alat ukur EXFO jaringan DWDM PSS
mempunyai utilisasi sebesar 99.9997216 % dengan
dengan kecepatan sampel frame rate 1488091 fps dan
throughput bandwidth sebesar 761.902656 Mbps untuk
kondisi bandwidth yang disewa sebesar 1Gbps. Hal ini
membuktikan bahwa jika pelanggan membutuhkan
utilitas bandwidth yang besar mencapai 1Gbps (seperti
laporan bulanan), jaringan DWDM PSS tidak mengalami
kendala. Sedangkan utilitas penggunaan bandwidth
pelanggan terhitung masih bisa dicover oleh Metro
Ethernet 1Gbps, adapun maksimal utilitas nya berkisar
976.10 Mbps pada real pemakain bulan Juli 2013.
Gambar 4.6 Pemakaian Bandwidth per bulan Juli sisi
German Center
Gambar 4.7 Pemakaian Bandwidth per Bulan Juli sisi
ANZ Tower
6 SIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari
pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Dari pengukuran nilai throughput DWDM dapat
didaptkan secara maksimal yaitu 1Gbps lain dengan
hasil througput Metro Ethernet yang hanya mendekati
maksimal 986.99 Mbps, menunjukkan througput
DWDM lebih baik dibandingkan Metro Ethernet.
2. Dari pengukuran Frame loss DWDM yang
didapatakan adalah 0% atau Zero Frame Loss yang
menandakan tidak ada frame loss yang terjadi
3. Dari pengukuran latency DWDM sebesar 1,38 ms,
sedangkan latancy Metro Ethernet sebesar 3,7144 ms,
menunjukkan latency DWDM lebih baik
dibandingkan Metro Ethernet.
4. Hasil pengukuran back – to back pada ukuran frame
percobaan 1518 sebesar 81275 fps, menunjukkan
frame ditransmisikan utuh pada jaringan DWDM.
5. Efisiensi utilitas bandwidth 99.9997216 %
mendukung SLA 99.99 % yang dijanjikan Telkom,
sesuai rekomendasi standar ITU-T dan SFC2544.
6. Dari hasil pengukuran kinerja di atas diperoleh bahwa
jaringan DWDM Phononic Service Switch lebih
unggul dibandingkan jaringan lama yang
menggunakan teknologi Metro Ethernet.
DAFTAR PUSTAKA
Saydam, Gauzali. Prinsip Dasar Teknologi Jaringan
Telekomunikasi. Angkasa: Bandung. 1997.
Kazi, Khurram. Optical Networking Standard: A
Comprehensive Guide. Spring Street: New York.
2006.
Sri, Widodo. Komunikasi Optik. Andi Offset:
Yogyakarta. 1997.
Brunn, Ines. Dense Wavelength Digital Multiplexing
Pocket Guide. JDSU Postfach: Germany. 2012
Stern, T, and Bala, K. Multi Wavelenght Optical
Network: A Layered Approach, Addison Weasley:
New York. 1999.
Anonimous. Introduction to DWDM Technology. Cisco
Press: San Jose. 2001
Rao, Janardhana. Optical Communication. UBICC Press:
India. 2006
10
Anonimous. Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service
Switch Metro/Regional/Long-Haul WDM Platform.
Paris, Perancis. 2011
Anonimous. Alcatel-Lucent 1830 Photonic Service
Switch 1 (PSS-1) Release 1.0.0 MD4H Edge Device
User Guide. Paris, Perancis. 2012
Santoso, Harry. Model Pengukuran dan Perhitungan
Kinerja Layanan SMDS. Jurnal Teknik Elektro ITB
Vol.2 No.1, hal___32. 2001
Halabi, Sam. Metro Ethernet. Cisco Press: Indianapolis.