JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

23
JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS Abstract Isu tentang pengobatan selama kehamilan mulai diperhatikan karena fisiologis dari kehamilan mempengaruhi farmakokinetik dari pengobatan yang digunakan dan beberapapengobatan dapat mencapai fetus dan menyebabkan gangguan (kerusakan ).Mempelajari pengobatan yang aman dalam kehamilan dan laktasi adalah suatu tantangan; jadi Food and Drug Administration (FDA) Amerika membatasi kategori obat beresiko bagi kehamilan, terutama untuk ibu dalam masalaktasi. Pemahaman yang lebih baik pada peran perubahan fisiologis selama kehamilan, fungsi plasenta, efek pengobatan pada fetus dan mekanisme pengangkutan obat ke payudara ibu menyusui dapat membantu perawat mengajarkan kepada klien mereka baik sebelum masa konsepsi; selama kehamilan dan masa laktasi. Artikel ini memberikan tunjauan literatur baru sehingga perawat dapat lebih memperhatikan prinsip dasar keterlibatan penggunaan obat untuk kehamilan dan wanita menyusui. Tujuan

description

perawatan

Transcript of JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 1: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Abstract

Isu tentang pengobatan selama kehamilan mulai diperhatikan karena fisiologis dari

kehamilan mempengaruhi farmakokinetik dari pengobatan yang digunakan dan

beberapapengobatan dapat mencapai fetus dan menyebabkan gangguan 

(kerusakan ).Mempelajari pengobatan yang aman dalam kehamilan dan laktasi adalah suatu

tantangan; jadi Food and Drug Administration (FDA) Amerika membatasi kategori obat beresiko

bagi kehamilan, terutama untuk ibu dalam masalaktasi. Pemahaman yang lebih baik pada peran

perubahan fisiologis selama kehamilan, fungsi plasenta, efek pengobatan pada fetus dan

mekanisme pengangkutan obat  ke payudara ibu menyusui dapat membantu perawat

mengajarkan kepada klien mereka baik sebelum masa konsepsi; selama kehamilan dan masa

laktasi. Artikel ini memberikan tunjauan literatur baru sehingga perawat dapat lebih

memperhatikan prinsip dasar keterlibatan penggunaan obat untuk kehamilan dan wanita

menyusui.

Tujuan

Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan tinjauan literatur baru dan merangkum

prinsip dasar keterlibatan  penggunaan obat untuk kehamilan dan wanita menyusui. Perawat dan

mahasiswa keperawatan  mencoba secara hati-hati untuk memberikan informasi tentang

pengobatan dalam kehamilan dan sering berhadapan dengan peringatan nonspesifik yang

menyatakan  ”penggunaan obat selama kehamilan tidak dianjurkan kecuali obat itu mempunyai

potensi keuntungan yang lebih jelas daripada potensi resiko terhadap fetus”. Pengetahuan tentang

karakteristik fisiologis yang unik pada kehamilan dan masa laktasi dalam hubungan dengan cara

pemberian obat dan pengetahuan dari ketersediaan sumber untuk memberikan beberapa

informasi diperlukan untuk membantu memberika perawatan yang terbaik.

Page 2: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Pemahaman tentang pengobatan yang digunakan selama kehamilan dan masa laktasi

dipengaruhi oleh peristiwa sejarah, termasuk krisis Thalidomide tahun 1960-an dan efek

teratogenik yang ditemukan yang dihubungkan dengan penggunaan Diethystibesterol (DES)

tahun 1971 (melton,1999).  

Wanita hamil  (atau wanita usia subur) mungkin  menggunakan obat untuk terapi

(pengobatan) kondisi kronik seperti epilepsi, hipertensi atau gangguan psikiatrik. Pengobatan

mungkin diresepkan untuk mengobati kondisi selama sakit tetapi tidak berhubngan dengan

kehamilan seperti ; infeksi saluran pernafasan atas/ nyeri muskuloskeletal. Obat lain yang biasa

digunakan untuk pengobatan dengan gangguan yang dihubungkan dengan kehamilan seperti

kehamilan preterm, hipertensi yang dipacu oleh kehamilan, untuk meningkatkan kematangan

servik/menginduksi kelahiran/untuk mendorong kematangan (maturitas) paru-paru dari fetus

yang dilahirkan preterm. Obat yang biasanya banyak digunakan dalam studi Oklahoma (Splinter

et al., 1997) adalah vitamin, analgesik, sediaan kalsium dan zat besi serta antibiotik. Pada studi di

Eropa (Vigan et al., 1999) obat yang biasanya digunakan adalah intiinfeksi, antimual dan terapi

pengobatan aborsi.

Farmakokinetik dalam kehamilan dan laktasi

Perubahan fiisologis dalam kehamilan

Perubahan fisiologis yang unik dalam kehamilan berakibat pada farmakokinetik dari obat

yang digunakan oleh wanita hamil. Selama kehamilan, volume plasma wanita meningkat antara

30-50 % dan cardiac output dan rata-rata filtrasi glomerulus juga meningkat sesuai dengan

proporsinya. Faktor ini mungkin berkontribusi pada rendahnya konsentrasi beberapa obat saat

bersirkulasi (terutama yang di ekskresikan oleh ginjal) pada wanita hamil dan mungkin pada

tingkat subterapeutik obat. Peningkatan lemak tubuh selama kehamilan mungkin meningkatkan

volume dari distribusi obat yang larut dalam lemak. Penurunan konsentrasi albumin plasma

selama kehamilan meningkatkan volume distribusi dari obat yang berikatan dengan protein

tinggi seperti antikonvulsan dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) (Yankowitz &

Niebyl,2001). Loebstein, Lalkin and Koren (1997) menunjukkan bahwa obat-obat yang tidak

berikatan  lebih rentan terhadap peningkatan clearance oleh ginjal dan hati, yang

Page 3: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

menyeimbangkan efek dari peningkatan distribusi volume. Penurunan waktu pengosongan

gaster  yang dihubungkan dengan efek progesteron yang memungkinkan perubahan absorbsi 

dari obat, terutama pada trisemester III, perlambatan waktu efek; maka perlu mempersiapkan

rute intravena yang tepat untuk pengobatan (Yankowitz & Niebyl, 2001). Mual dan muntah yang

dihubungkan dengan kehamilan mungkin juga berefek pada absobsi obat. Kehamilan yang

dihubungkan dengan peningkatan pH gaster akan berefek pada absorbsi asam lemah dan basa

(Loebstein et al. 1997). Bersamaan dengan hal itu biasanya digunakan obat lain dalam kehamilan

seperti antasida dan suplemen nutrisi seperti vitamin, zat besi yang bisa mengikat dan

mengionaktivasi beberapa obat (Yankowitz & Niebyl,2001). Absorbsi obat IM secara umum

lebih cepat dihubungkan dengan peningkatan aliran darah, yang mempertinggi penyerapan obat

secara sistemik dan lamanya tingkat aksi obat. Tapi terdapat pengecualan yaitu terjadi

keterlambatan pada kehamilan ketika aliran darah ke ektermitas akan melambat, yang akan

berpotensial untuk penurunan absorbsi obat pada area ektremitas (Yankowitz &Niebyl, 2001).

Akhirnya, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim hepar, yang dapat menambah

akumulasi obat atau mengurangi pengeluaran dari beberapa obat (Hansen & Yankowitz, 2002).

Waktu yang paling mudah  terjadi gangguan pada fetus adalah setelah periode embriogenesis,

dimana pada akhir minggu ke-2 sampai minggu ke-8 setelah konsepsi (35-70 hari setelah periode

menstruasi terakhir). Paparan oleh teratogen (agen teratogenik) selama masa ini dapat

menghasilkan malformasi mayor ( Mis: abnormalitas anggota badan, palatoskisis, dan

abnormalitas jantung).

Tranfer obat pada plasenta

Sebagian besar obat dipindahkan dari sirkulasi maternal kepada sirkulasi fetal dengan

difusi. Tingkat tranfer tergantung pada konsentrasi  kimia dari obat seperti derajat ikatan kimia,

disosiasi ion, daya larut lemak dan berat molekul (Kraemer, 1997). Protein fetal  tampak kurang

dalam mengikat obat yang ada daripada protein maternal, dan plasma albumin maternal menurun

selama kehamilan, ketika albumin fetal secara progesif meningkat. Hal ini menghasilkan

perbedaan konsentrasi yang tergantung pada usia kehamilan. Hanya obat yang tidak berikatan

yang mampu untuk melintasi plasenta, oleh karena itu obat-obat yang berikatan (seperti digoxin

dan ampicillin  dapat mencapai konsentrasi  lebih tinggi dalam fetus). (Loebstein et al., 1997).

Page 4: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Karena pH fetus biasanya sedikit lebih asam daripada pH maternal, basa lemah lebih

mudah melewati plasenta. Meskipun, sekali melintasi plasenta dan membuat kontak dengan

keasaman pada darah fetal, molekul ini lebih terion; fenomena ini dikenal sebagai ”ion yang

terjebak” (Loebstein et al., 1997). Obat yang larut dalam lemak juga akan lebih dapat melewati

membran sel dan kemudian dengan cepat dapat melewati plasenta, sebagai contoh antibiotik dan

opiat merupakan obat yang sangat larut dalam lemak dan  cepat melewati plasenta (kraemer,

1997).

Berat molekul obat juga mempengaruhi kemampuan untuk melewati plasenta.  Seperti

aturan umum, obat dengan besar  molekul lebih besar juga memiliki berat molekul yang lebih

tinggi. Seperti obat dengan beratmolekul rendah ( < 500 g/mol)akan lebih mudah melewati

plasenta, ketika dengan berat molekul antara 600-1000 g/mol akan melewati plasenta lebih

lambat, beberapa obat dengan berat molekul tinggi(> 1000 g/mol) seperti heparin dan insulin

tidak bisa melewati plasenta dengan nilai yang signifikan (Kraemer, 1997).

Transfer obat  transplasenta meningkat pada trisemester 3, ini  dihubungkan dengan

peningkatan aliran darah maternal dan plasenta, penurunan ketebalan dan peningkatan daerah

permukaaan plasenta. Ion yang terjebak mungkin menghasilkan konsentrasi obat pada fetus yang

melebihi konsentrasi obat pada ibu. Walaupun untuk kebanyakan obat konsentrasi darah fetal

dijaga antara 50 – 100 % dari konsentrasi darah maternal ( Yankowitz & Niebyl, 2001).

Efek obat yang merugikan pada fetus

Efek  merugikan pada fetus termasuk teratogenesis, perkembangan abnormal /hasil dari

defek pada fetus atau mutagenesis dimana dapat menyebabkan perubahan permanen pada

material  genetik.  Efek teratogenik termasuk aborsi spontan, abnormalitas struktur atau

hambatan pertumbuhan fetal ( larimore & Petrie, 2000).  Efek obat yang merugikan termasuk

perubahan tingkah laku karena gangguan neuron, dimana gejalanya tidak muncul segera (Yaffe,

2002). Effek dari obat tergantung pada dosis obat yang dapat mencapai fetus. Dosis ini

dipengaruhi oleh dosis maternal, distribusi dari obat pada aliran darah ibu, fungsi plasenta,

genetik fetal dan status fisiologis, demikian juga adanya paparan dengan obat lain,

kimiawi/lingkungan yang berbahaya (Yankowitz & niebyl, 2001). Faktor lain yang signifikan

adalah usia kehamilan pada waktu terpapar. Selama 2 minggu pertama setelah konsepsi, paparan

Page 5: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

jadi dapat merusak sebagian besar pada embrio (menyebabkan aborsi spontan) atau hanya

beberapa  sel (memberi kesempatan pada embrio untuk pulih tanpa ada perkembangan defeks)

(Lewis 2000). Waktu yang paling membahayakan untuk fetus adalah saat periode embriogenesis

yaitu pada akhir minggu ke-2 sampai minggu ke-8 setelah kosepsi (35-70 hari setelah periode

menstruasi terakhir). Paparan dengan teratogen pada waktu ini dapat mengahsilkan malformasi

mayor seperti abnormalitas anggota badan, palatoskisis atau abnormalitas jantung (melton,

1999). Setelah periode ini, paparan dapat menyebabkan defisit fungsional atau gangguan

pertumbuhan atau lamanya kehamilan (yankowitzt & niebyl, 2001). Efek pada neonatal lebih

pada fungsionalnya daripada struktural (misal: penutupan yang tidak sempurna dari duktus

arteriosus yang dihubungkan dengan paparan ibuprofen  pada akhir kehamilan )(Melton, 1999).

Beberapa obat merupakan kontraindikasi untuk digunakan di semua semester (1-3) pada

kehamilan. Misal ACE Inhibitor (digunakan pada terapi hipertensi) telah dihubungkan dengan

keterbatasan pertumbuhan intrauterin, oligohidramion, gangguan ginjal fetal (larimore & Petrie,

2000). Isotretinion (Acutane), obat yang biasa diresepkan untuk obat jerawat, merupakan

kontraindikasi pada semua trimester saat hamil obat lain secara umum dihindari pada masa

kehamilan termasuk wafarin (sebagai koagulan). Sampai saat ini, penggunaan  hipoglikemik oral

juga tidak didukung penggunaannya selama kehamilan, tetapi beberapa peneliti baru-baru ini

(Langer, Conway, Berkus, Xenakis & Gonzales, 2000) telah mendemonstrasikan keamanan obat

ini, dan obat ini sangat berguna untuk terapi diabetes.

Transfer obat ke ASI

Obat-obat dapat diekresikan kedalam ASI, langkah pertama adalah diabsorsinya obat

dalam sirkulasi maternal dan kemudian melewati sirkulasi maternal ini masuk kedalam ASI.

Konsentrasi  obat pada sirkulasi maternal tergantung dosis, bioavailibilitas sistemik dan

distribusi, serta tingkat clearance obat ( Hale, 2000). Sebagian besar faktor ini mempengaruhi

pergerakan obat ke dalam ASI. Obat yang mempunyai ikatan protein yang tinggi lebih sedikit

yang terlepas dari sirkulasi maternal dan yang ditransfer ke dalam ASI lebih rendah

konsentrasinya daripada didalam plasma, dan hanya obat yang tidak terikat protein yang dapat

meningggalkan sirkulasi maternal dan masuk kedalam ASI (Hale, 2000). Obat yang larut dalam

lemak lebih mudak masuk kedalam ASI daripada obat yang larut dalam air (Loebstein et al,

Page 6: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

1997). Karena secara signifikan ASI mempunyai pH yang lebih rendah dari plasma maternal,

asam lemah akan terionisasi di plasma maternal dan menurunkan asam lemahke dalam susu, dan

basa lemah tidak akan terionisasi dan kemudian akan mencapai tempat dimana banyak asam susu

dimana mereka terperangkap. Obat dengan berat molekul besar (mis; heparin, insulin) terlalu

besar untuk melewati alveolar acini (jaringan gladula tempat dimana susu disintesisi) (Hale,

2000).

Apakah bayi terpengaruh efek obat dalam ASI tidak terlalu jelas. Obat yang keluar

melalui ASI kedalam bayi saat menyusu dimetabolisme dengan cara yang sama seperti minum

obat oral. Obat harus melalui traktus gastrointestinal, dimana lingkungan asam (asam lambung)

dapat menetralkan banayk obat. Obat lain jarang diabsorbsi secara oral, oleh karena itu jarang

pula diabsorbsi kedalam pembuluh darah bayi. Sebagai tambahan banyak obat yang mencapai

hepar dan tak pernah mencapai kompartemen plasma; semua masalah absorbsi ini akan

memelihara bayi dalam mengurangi efek dari banyak obat (Hale, 2000). Oleh karena itu secara

umum beberapa obat yang  dapat diberikan secara aman kepada neonatus mungkin aman pula

diberikan selama masa menyusui (Briggs, 2002). Adalah sesuatu yang tidak biasa  apabila proses

menyususi dihentikan karena ibu sedang dalam terapi pengobatan. Namun demikian, tingkat

konsentrasi obat yang diserap bayi dapat diminimalkan dengan menyusui bayi terlehih dulu

sebelum minum obat (Loebstein et al, 1997). Ibu yang sedang menyusui dapat memonitor

masalah pada bayi mereka yang dihubungkan dengan penggunaan oabt dan bila masalah pada

bayi meningkat, ibu haru menghubungi pemberi pelayanan kesehatan; menghentikan

pemberianpengobatan dapat memulihkan masalah (Larimore & Patrie, 2000). Pengobatan saat

menyusui dikontrainidikasika hanya pada situasi yang sangat jarang. Beberapa obat seperti

lithium secara mutlak di kontraindikasi saat menyusui, tapi membutuhkan pertimbangan

penggunaan obat lain yang mungkin lebih aman. (Hale, 2000)

Kesimpulan

Fisiologi kehamilan dan laktasi yang unik merupakan tantangan bagi terapi famaseutik

pada gangguan kronik dan akut, an untuk manajemen gejala dari banyaknya keluhan. Pada setiap

kasus, resiko baik pada ibu dan fetus atau neonatus harus dipertimbangkan. Data penelitian

terbatas karena banyak kesulitan dalam mempelajari efek merugikan dari obat selama kehamilan.

Page 7: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Sumber-sumberyang memberikan data penelitian tentang penggunaan obat dalam

kehamilan dan laktasi telah dituliskan dalam artikel ini dan telah direkomendasikan kepada

perawat klinik (yang praktik) dan mahasiswa keperawatan. Perawat yang bekerja di banyak

tatanan akan menemukan informasi yang berguna untuk konseling, pnekes dan dukungan kepada

wanita hamil.

Implikasi perawatan

Karena adanya hambatan dalam informasi nyata tentang penggunaaan obat dalam

kehamilan dan karena pabrik-pabrik farmasi memberi peringatan penggunaan obat selama

kehamilan, maka banyak klein  dan perawat harus meningkatkan pengetahuan tentang resiko

teratogenik yang dihubungkan dengan obat. Karena kecemasan yang dapat dimengerti oleh

wanita tentang resiko terhadap bayi yang baru lahir mereka. Ini adalah salah satu hal yang harus

dimengerti ketika penyakit mempunyai lebih banyak resiko kepada fetus daripada terapi obat,

sebagai salah satu contoh adalah epilepsi, asthma, diabetes atau hipertensi masif. (briggs, 2002).

Perawat berada pada posisi dimana sebagai pemberi informasi dan atau menyakinkan

kembali tentang penggunaan terapi dan pengetahuan tentang prinsip dasar dari terapi obat dalam

kehamilan dan laktasi dan sumber-sumber yang disediakan untuk mendapatkan informasi yang

lebih lengkap akan sangat lebih berharga sebagai sumber untuk memberikan nasehat

(Konseling).

Perawat adalah orang yang berkerja dalam bermacam-macam tatanan dapat

menggunakan sumber-sumber yang ada untuk memberikan nasehat kepada wanita selama masa

prakonsepsi. Karena banyak kehamilan  adalah tak direncanakan, konseling ini harus diberikan

kepada semua wanita usia subur. Perawat yang merawat wanita dengan kondisi kronik seperti

diabetes, hipertensi/epilepsi seharusnya memperhatikan/memperlajari penelitian-penelitian baru

tentang terapi yang tepat untuk kondisi-kondisi kronik saat kehamilan itu dikehendaki. Jika 

kehamilan tidak dikehendaki dan obat yang digunakan mungkin merusak/menyerang 

perkembangan fetus, informasi ini harus diberitahukan kepada wanita yang bersangkutan dan

pertimbangan yang tepat dari pilihan konrasepsi harus dibicarakan. Wanita yang terpapar obat

yang mungkin teratogenik dan tidak bermaksud untuk hamil (tidak sengaja hamil) memiliki

resiko tertinggi untuk hasil kehamilan yang rendah (Postlethwaite, 2003)

Page 8: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Perawat yang berkerja di tingkat perawatan prenatal mungkin terlibat dalam konseling

prekonsepsi dan prenatal harus melakukan diskusi dan mengkaji  riwayat yang menyeluruh

tentang penggunaan obat (resep, herbal dan obat-obatan bebas) dengan cermat sehingga dari

informasi yang diperoleh dapat ditentukan keuntungan dan resikonya. Misalnya kelompok yang

mungkin berisiko adalah remaja yang aktif secara seksual yang mungkin dapat mendapatkan

terapi untuk jerawat atau psoriasis (Melton, 1999) atau wanita usia 40-1n yang mendapatkan obat

agen antilipemik (Postlethwaite, 2003).

Perawat antepartum mempunyai tugas mengkaji kemungkinan efek samping/efek yang

merugikan bagi ibu atau fetus dari obat yang diresepkan selama kehamilan dengan resikotinggi

(misal terbutaline/ritodrine) untuk terapi kehamilan prematur.

Perawat perinatal akan mengkaji  riwayat penggunaan obat selama hamil yang

dibutuhkan untuk mengkaji efek yang ditimbulkan pada neonatus, misalnya gejala menarik diri

mungkin ditunjukkan oleh neonatus dari ibu yang menggunakan methadone (Yankowitz &

Neibyl, 2001). Pengetahuan tentang efek terhadap neonatus dari penggunaan obat selama hamil

dan saaat melahirkan juga sangat penting (Payton & Brucker, 1999).

Sebagian besar obat yang diresepkan kepada ibu tidak mungkin mempunyai efek yang

negatif kepada bayi/suplai ASI (American Academy of pediatricc committe on Drug, 2001),

perawat dapat mendukung/membela (menjai advokat) ibu yang sedang menyusui. Nilai dari

menyusui untuk ibu dan bayi tidak perlu diperdebatkan (Hale,2000). Menyusui seharusnya tidak

dihentikan karena kecemasan dari sebagian dokter dan ibu, dengan tidak adanya bukti bahwa ada

rsiko terhadap bayi. Perawat mempunyai posisi klinik untuk mengajarkan, meyakinkan kembali,

menuntuk dan mendukung wanita tentang penggunaan  obat pada wanita laktasi.

Perawat mengajarkan bagaimana cara menghindari penggunaan obat secara

nonfarmakologis dan terpai termasuk terapi panas/dingin, latihan, diit, relaksasi,

masase/intervensi non medis lainnya.

Teratogen tidak terbatas pada obat yang diresepkan/obat bebas. Paparan pada radiasi,

alkohol, tembakau atau paparan lingkungan ynag toksik dapat mempengaruhi efek merugikan

terhadap fetus ( Stevenson, 1998). Perawat dapat dilibatkan dalam kampanye yang mendukung

kepedulian masyarakat tentang resiko dari obat dan zat kimia (termasuk substansinya seperti

alkohol dan nikotin) dalam perkembangan fetus, terutama pada trimester I, juga tentang

keuntungan dari substasi lain seperti asam folat. Semua perawat yang bekerja dengan wanit usia

Page 9: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

subur seyogyanya menjadi familiar dengan resiko dari paparan teratogen untuk memberikan

konseling saat prekonsepsi dan atau kontrasepsi.

ifitas�&> s a �� � � umum.6. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.7. Pemeriksaan fisik bagian luar,Inspeksi :• Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien• Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.• Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus, keluaran, dan nodul.Pemeriksaan bagian dalam,Inspeksi :• Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanyaPalpasi :• Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula• Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan• Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.• Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.B. Diagnosa keperawatan :

• Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi

• Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

• Ansietas b.d perubahan status kesehatan

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi Setelah dillukakan tindakan selama 1x 24

jam di harapkan klien :

a.Nyeri berkurang Klien mengtakan :

• Menunjukkan ekspresi wajah rileks

• Meresa nyaman a. Kaji skala/intensitas nyeri

P: Provoking Incident

Q: Quality or Quantity of Pain

R : Region : radiation, relief

S : Severity (scale) of Pain

T : Time

b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres, Berikan

Page 10: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

instruksi bila perlu.

c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

d. Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan nyeri

b. relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri.

c. Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat

d. Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena

gerakan

2.Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

a.Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh klien dalam batas normal

Klien tamapak :

• Tidak mengalami komplikasi

• Suhu tubuh normal 36-37o c a. Kaji TTV

Suhu,TD,RR.nadi

b. Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis

c. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) a. untuk mengtahui keadaan

umum klien

e. Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat

membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24jam

menunjukkan pneumonia pneumokokal.

f. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati

normal

g. Untuk mempermudah dalam pembirian tindakan

3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

a.setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien tampak:

• Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi masalah

• Kecamasan klin berkurang

• Klien tidak tampak sedih

• Klien tampak rileks a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien.

Dorong ekspresi bebas akan emosi.

b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan a. Ketakutan dapat terjadi

Page 11: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostic dan

kemungkinan pembedahan

b. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.

D. IMPLIMENTASI

no diagnosa impelimentasi evaluasi

1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

a. mengkaji skala/intensitas nyeri

P: Provoking Incident

Q: Quality or Quantity of Pain

R : Region : radiation, relief

S : Severity (scale) of Pain

T : Time

b. menganjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres, Berikan

instruksi bila perlu.

c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

d. mempertahankan posisi semifowler sesuai indikasi S :

Klien Mengatakan Nyeri Berkurang

O:Klien Tampak Nyaman

A:intervensi di optimalakan

P:masalah teratasi

2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

a. mengkaji TTV

Suhu,TD,RR.nadi

b. memantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis

c. memantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) S:

klien mengatakan panasnya menurun

O: klien tampak rileks

A : masalah teratasi

P: intervensi di hentikan

Page 12: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

a. mengevaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong ekspresi bebas

akan emosi.

b. memberikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan S: klien mengatakan

tidak cemas

O: klien tamapk rileks

A: masalah teratasi

P: intervensi di hentikan

E. EVALUASI

no diagnosa Evaluasi

1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi

S :Klien Mengatakan Nyeri Berkurang

O:Klien Tampak Nyaman

A:intervensi di optimalakan

P:masalah teratasi

2 Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolism

S:klien mengatakan panasnya menurun

O: klien tampak rileks

A : masalah teratasi

P: intervensi di hentikan

3 Ansietas b.d perubahan status kesehatan

S: klien mengatakan tidak cemas

O: klien tamapk rileks

A: masalah teratasi

P: intervensi di hentikan

Page 13: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

BAB VI

                                                                     PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia

yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).

Infeksi pacapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada

saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul

akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan

pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus), (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah Streptococcus haemoliticus

anaerobic, Staphylococcus aureus, Escherichia Coli, Clostridium Welchii. Selain itu ada juga

beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi

pascapersalinan antara lain : anemia, KPD, trauma, kontaminasi bakteri dan kehilangan darah.

Adapun jenis-jenis infeksi pasca partum adalah : infeksi uterus (endometritis, miometritis, dan

parametritis), syok bakteremia, peritonitis,infeksi saluran kemih dan septicemia. Penanganan

yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca partum dapat berupa :

Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan

serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu, Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau

tidak ada indikasi yang perlu, Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan

dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan

mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga

supaya persalinan tidak berlarut-larut, Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin,

Page 14: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam

dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas, Mencegah terjadinya perdarahan

banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah, Semua petugas

dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi

pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin, Alat-alat dan kain-kain yang dipakai

dalam persalinan harus suci hama, Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada

indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

B. Saran

1. Bagi keluarga

   a. Di harapkan keluarga dapat membantu ,mensupport, dan berpartisispasi dalam proses     

persalinan.

   b. Di harapkan keluarga memberikan perhatian terhadap klien.

2. Bagi Perawat

   a. Di harapkan perawat dapat melaksanakan tugas dan perannya sebagai perawat yang  

professional dengan melaksanakan prosedur dan asuhan keperawatan yang menitikberatkan pada

aspek psikologis bukan pada farmakologi.

   b. Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapat berkolaborasi dengan

baik.

   c. Diharapkan perawat, dokter, maupun petugas medis lainnya dapat bekrja dan menjalankan

perannya dengan maksimal.

3. Bagi rumah sakit

   a. Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan mutu keperawatan dan kesehatan dengan

memberikan fasilitas yang memadai.

4. Bagi institusi pendidikan

   a. Diharapkan agar lebih meningkatkan mutu pendidikan khusunya dibidang keperawatan guna

menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Page 15: JURNAL KEPERAWATAN MATERNITAS

DAFTAR PUSTAKA

Rayburn, WF dan Carey, JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakrta: Widya Medika

Chamberlain, G dan Dewhurst, SJ. (1994). Obstetri dan Ginekologi Praktis, Jakarta: Widya

Medika

Tiejen, L, Bossemeyer, D dan Mcintosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas

Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakrta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Kasdu dan Dini. (2005). Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara

http://bk17s.wordpress.com/2008/06/11/infeksi-alat-genital/