JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

73

Transcript of JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Page 1: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id
Page 2: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id
Page 3: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

i

KATA PENGANTAR

Jurnal Kelautan Nasional (JKN) adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan

Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan

dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

atas terbitnya JKN Volume 9, No. 2, dengan baik.

Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal edisi kali ini sebanyak 5 (lima) artikel yang meliputi: Desain

Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah; Aplikasi

Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah; Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan

Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB; Total Hemosit, Glukosa,

dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua Sistem

yang Berbeda; dan Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan

Berbasis Layar Sentuh.

Artikel yang terdapat dalam JKN pada edisi ini diharapkan mampu menambah khasanah informasi

di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan Indonesia. Kami sangat

mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan jurnal ini ke depan. Semoga jurnal ini

bermanfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan

perikanan di Indonesia.

Redaksi

Page 4: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Abstrak

i

ii

iii

Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang

Lombok Tengah

Design of Table Sale Fish Hygienic for Fish Market in Awang Port Central Lombok

Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel ………

59-64

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air

Terhadap Produksi Total Tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah

Path Analysis Application in Determining the Effect of Soil and Water Quality on

Total Production of Brackishwater Ponds in Demak Regency, Central Java Province

Akhmad Mustafa dan Admi Athirah …………...........……....................................

65-79

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di

Wilayah Perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB

Study of Location Determination for Seaweed Cultivation Development in Saleh Bay,

Sumbawa, NTB

Komang Iwan Suniada dan B. Realino S. ……………..................………………...

81-91

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan

Berbasis Layar Sentuh

Development of Electronic Fishing Log Book Hardware Based Touch Screen

Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan ................................................................................

93-109

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla

raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua Sistem yang Berbeda

Total Hemosit, Glucose and Survival Rate of Mantis Shrimp (Harpiosquilla raphidea)

Post Transportation with Two Different System

M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni ………………………………...

111-119

Page 5: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

iii

No ABSTRAK

1. DESAIN MEJA PENJAJA IKAN HIGIENIS UNTUK PASAR IKAN DI PELABUHAN

AWANG LOMBOK TENGAH

UDC: 639.2.068

Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S.A. Sianturi dan Donal Daniel

Halaman 59-64

Kemunduran mutu kesegaran ikan yang terjadi di pasar-pasar ikan adalah akibat dari penanganan yang tidak

tepat. Wadah penjaja yang seadanya, serta lingkungan yang tidak higienis. Solusi untuk mengatasi hal ini

dapat menerapkan teknik refrigerasi. Dalam mendesain sistem refrigerasi harus mengetahui beban

pendinginan untuk memudahkan dalam pemilihan peralatan sistem refrigerasi. Sistem refrigerasi ini

menggunakan refrigerant R134a. Desain meja penjaja untuk kebutuhan pasar ikan di pelabuhan Lombok

Tengah direncanakan memiliki kapasitas sebesar satu meter kubik dan mampu menampung ikan sebanyak

250 kg dengan daya sebesar 3kW. Dari analisis beban pendinginan yang dilakukan, maka diperoleh nilai

COP sebesar 3,65.

Kata kunci: Awang, meja higienis, refrigerasi, COP

2. APLIKASI ANALISIS JALUR DALAM PENENTUAN PENGARUH KUALITAS

TANAH DAN AIR TERHADAP PRODUKSI TOTAL TAMBAK DI KABUPATEN

DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH

UDC: 639.2.04

Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

Halaman 65-79

Kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak termasuk

produksi total (udang windu dan ikan bandeng) di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Namun

demikian, belum ada informasi mengenai pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak

Kabupaten Demak. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak.

Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak.

Kualitas tanah ditetapkan sebagai variabel independen dan eksogen; kualitas air sebagai variabel perantara,

dependen dan endogen; serta produksi total sebagai variabel dependen dan endogen. Karakteristik kualitas

tanah dan air serta produksi total diketahui melalui aplikasi statistik deskriptif, sedangkan pengaruh kualitas

tanah dan air terhadap produksi total diketahui melalui aplikasi analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dari 14 variabel kualitas tanah yang dianalisis dengan analisis jalur ternyata hanya 2 variabel yang

mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan bahan organik dan fosfat, sedangkan dari 7 variabel kualitas

air, ternyata ada 3 variabel yang mempengaruhi produksi total tambak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan

nitrat. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,404

terhadap produksi total, sedangkan fosfat tanah berpengaruh nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,267

terhadap produksi total. Kandungan fosfat, salinitas dan nitrat air berpengaruh terhadap produksi total

dengan pengaruh langsung masing-masing 0,117, -0,414 dan 0,377 terhadap produksi total. Kedua variabel

kualitas tanah tersebut juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap produksi total tambak melalui

pengaruhnya terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi pupuk organik dan pupuk anorganik yang

mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk anorganik yang mengandung fosfat dan nitrogen pada air

serta penurunan salinitas air diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tambak di Kabupaten Demak.

Kata kunci: analisis jalur, tanah, air, tambak, Kabupaten Demak

Page 6: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

iv

No ABSTRAK

3. STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT

LAUT DI WILAYAH PERAIRAN TELUK SALEH, SUMBAWA, NTB

UDC: 639.3

Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

Halaman 81-91

Studi ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan strategis Kementerian

Kelautan dan Perikanan yang mendorong peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan budidaya

perikanan. Teluk Saleh yang berlokasi di Pulau Sumbawa NTB merupakan salah satu lokasi yang potensial

untuk pengembangan budidaya laut tersebut. Tujuan dari studi ini adalah memberikan informasi kepada

pemerintah setempat mengenai daerah yang sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut pada perairan

Teluk Saleh. Studi ini menggunakan data yang bersumber dari data satelit penginderaan jauh (Terra/Aqua

MODIS dan Landsat), data survey lapangan serta sekunder. Data satelit penginderaan jauh digunakan untuk

menghasilkan informasi suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a serta untuk pemetaan dasar perairan;

data survey lapangan yang diukur adalah nitrat, fosfat, salinitas, pH, DO, Total Dissolves Solid (TDS),

kecepatan arus dan kecerahan perairan; sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data bathymetri.

Data-data tersebut kemudian diberi bobot dan skor yang disesuaikan dengan komoditi rumput laut yang akan

dibudidayakan. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode tumpang susun

(overlay) digunakan untuk menganalisa parameter-parameter tersebut di atas, semakin tinggi skornya

menunjukkan daerah tersebut semakin sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Studi ini

menghasilkan informasi bahwa area yang potensial bagi pengembangan budidaya rumput laut pada daerah

kajian di perairan Teluk Saleh adalah sekitar 25.532 Ha.

Kata kunci: budidaya rumput laut, penginderaan jauh, sistem informasi geografi, Teluk Saleh

4. PENGEMBANGAN PERANGKAT KERAS ELEKTRONIK LOG BOOK

PENANGKAPAN IKAN BERBASIS LAYAR SENTUH

UDC: 639.2.081

Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan

Halaman 93-109

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP) sejak 2011 telah

mengembangkan teknologi elektronik log book penangkapan ikan, yaitu perangkat keras yang memiliki

fungsi input data tangkapan ikan secara elektronik dan dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal. Pada

2011 telah dikembangkan perangkat keras elektronik log book berbasis keypad. Namun, alat ini memiliki

beberapa kelemahan, yaitu semua data harus dimasukkan ke dalam alat dengan menggunakan kode angka,

ukuran displai LCD kecil, serta ukuran alat yang relatif besar. Untuk itu, pada 2012 dikembangkan perangkat

keras elektronik log book berbasis layar sentuh. Kemudian pada 2013 dilakukan penyempurnaan dan

pengembangan perangkat keras elektronik log book berupa perubahan ukuran layar sentuh menjadi lebih

besar, penambahan power bank sebagai baterai cadangan untuk suplai tenaga listrik alat, penggunaan antena

GSM internal, serta proses pengunduhan data dari alat ke dalam komputer. Dari proses perancangan

perangkat keras, telah dihasilkan prototipe perangkat keras elektronik log book. Kemudian dilakukan

pengujian untuk mengetahui keberhasilan dalam perancangan perangkat keras. Pengujian tersebut terdiri dari

pengujian ARM dan LCD layar sentuh, pengujian pengiriman data, pengujian daya tahan baterai, serta

pengujian di lapangan (di atas kapal nelayan). Hasil pengujian tersebut di antaranya adalah data tangkapan

ikan dan data rekam jejak kapal secara otomatis dapat dilihat di situs web, daya tahan baterai selama 13 jam,

serta data hasil inputan yang dapat diunduh secara manual. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa

perangkat keras yang dibuat telah berhasil bekerja dengan baik. Pengembangan ini diharapkan mampu

memberikan kemudahan kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log book sehingga diharapkan dapat

menggantikan penggunaan log book secara manual dengan kertas.

Kata kunci: elektronik log book, perangkat keras, layar sentuh, ARM, baterai

Page 7: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

v

No ABSTRAK

5. TOTAL HEMOSIT, GLUKOSA, DAN SURVIVAL RATE UDANG MANTIS

(Harpiosquilla raphidea) PASCA TRANSPORTASI DENGAN DUA SISTEM YANG

BERBEDA

UDC: 639.51

M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni

Halaman 111-119

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu krustasea yang bernilai ekonomis tinggi. Saat

ditransportasi udang cenderung mengalami stres, oleh sebab itu dibutuhkan teknologi transportasi untuk

meminimalisir tingkat stres. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan efek stres pada udang mantis

dari dua metode transportasi yang berbeda yaitu, transportasi sistem kering dan transportasi basah. Respon

stress yang diamati adalah jumlah total hemosit (THC), konsentrasi glukosa dan kelangsungan hidup. Sampel

diambil pada waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, 72 jam, 168 jam dan 336 jam pasca

transportasi. Data dianalisis dengan Uji-T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah THC lebih tinggi

pada sistem kering dibanding sistem basah terutama pada jam ke-72. Konsentrasi glukosa dengan sistem

basah lebih tinggi dari sistem kering pada jam ke-0 dan jam ke-24. Tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi

pada sistem kering dari pada sistem basah. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa transportasi sistem kering

lebih baik karena menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan waktu pulih yang lebih cepat.

Kata kunci: Mantis, THC, glukosa, stres, transportasi

Page 8: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

vi

No ABSTRACT

1. DESIGN OF TABLE SALE FISH HYGIENIC FOR FISH MARKET IN AWANG PORT

CENTRAL LOMBOK

UDC: 639.2.068

Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi and Donal Daniel

Page 59-64

The decrease of fish freshness, quality occurred in the fish markets is a result of improper handling. The

appropriate container, as well as unhygienic environment. The solution to overcome this is by applying

refrigeration techniques. In designing the refrigeration system the cooling load must be known in the

selection of equipment to the refrigeration system. The refrigeration system uses R134a. This device is

designed for the needs of the fish market in Central Lombok harbor with a capacity of one meter cubic and a

fish mass of 250 kg, it takes energy of 3 kW. From cooling load analysis performed the COP value of 3.65 is

obtained.

Keywords: Awang, hygienic table, refrigeration, COP

2. PATH ANALYSIS APPLICATION IN DETERMINING THE EFFECT OF SOIL AND

WATER QUALITYON TOTAL PRODUCTION OF BRACKISHWATER PONDS IN

DEMAK REGENCY, CENTRAL JAVA PROVINCE

UDC: 639.2.04

Akhmad Mustafa and Admi Athirah

Page 65-79

Soil and water quality are the factors that determine brackishwater ponds productivity including the total

production (tiger shrimp and milkfish) in Demak Regency, Central Java Province. However, there is no

information on the effect of soil and water quality on the total production in brackishwater ponds of Demak

Regency. Therefore, research aimed to determine direct effect and indirect effect of soil and water quality on

total production of brackishwater ponds in Demak Regency. The research was conducted in brackish water

ponds of Karangtengah and Sayung Sub Districts, Demak Regency. Soil quality was defined as independent

and exogenous variables; water quality as an intermediate, dependent and endogenous variables; and total

production as dependent and endogenous variables. Characteristics of soil and water quality as well as the

total production is known through descriptive statistics application, while the effect of soil and water quality

on total production is known through path analysis applications. The results of path analysis showed that 14

soil quality variables analyzed was only 2 variables that affect on total production, namely: organic matter

and phosphate, and 7 water quality variables analyzed only 3 variables that affect on total production

namely: phosphate, salinity and nitrate. Soil organic matter was highly significant with a direct effect of

0.404 on the total production, while soil phosphate was significant with a direct effect of 0.267 on total

production. Water phosphate, salinity and nitrate affection total production with the direct effects of 0.117,

-0.414, and 0.377, respectively. Both the soil quality variables also have an indirect effect on total

production through its influence on water phosphate, salinity and nitrate. Application of organic fertilizer

and inorganic fertilizers containing phosphates to the soil and inorganic fertilizers application containing

phosphate and nitrogen in the water as well as a decrease in the salinity of the water is expected to increase

brackishwater ponds productivity in Demak.

Keywords: path analysis, soil, water, brackishwater pond, Demak Regency

Page 9: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

vii

No ABSTRACT

3. STUDY OF LOCATION DETERMINATION FOR SEAWEED CULTIVATION

DEVELOPMENT IN SALEH BAY, SUMBAWA, NTB

UDC: 639.3

Komang Iwan Suniada and B. Realino S.

Page 81-91

This study was carried out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of

Republic of Indonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture, especially by

developing seaweed culture around Sumbawa regency. The aim of this study is to provide information about

potential area for seaweed culture around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa

Tenggara. Remote sensing data (Terra/Aqua MODIS and Landsat satellite image), field survey data and

secondary data were used for this study. Remote sensing data were used to produce Sea Surface

Temperature (SST), Chlorophyll-a information and bottom substrate mapping; field survey data provided

nitrate, phosphate, salinity, pH, DO, TDS, flow velocity, water transparency while secondary data was used

to provide bathymetry information. Geographical Information System software was used to analyze this

study by using overlay technique for all parameter, which had previously been weighted and scored based on

the criteria of aquatic habitat suitability for seaweed culture. Higher score indicates that the area more

suitable for seaweed culture activities. The results showed that the potential area suitable for seaweed

culture around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara is about 25.532 Ha.

Keywords: seaweed culture, remote sensing, Geographic Information System, Saleh Bay

4. DEVELOPMENT OF ELECTRONIC FISHING LOG BOOK HARDWARE BASED

TOUCH SCREEN

UDC: 639.2.081

Hadhi Nugroho and Agus Sufyan

Page 93-109

Research and Development Center of Marine and Fisheries Technology (P3TKP) since 2011 has developed

an electronic log book for fisheries, which has a function to input the fisheries catches data electronically

and equipped with a track record function from the vessel. In 2011, P3TKP has developed an electronic log

book with keypad base. It has several weaknesses, in which the data must be entered into the electronic log

book by using a numeric code, the size of LCD display too small, and the size of the device is the relatively

large. In 2012 to overcome the weaknesses from the past device, P3TKP has developed an electronic log

book hardware with touch screen base. In 2013, P3TKP has made the improvement and development of

electronic log book hardware, which changes the size of the touch screen becomes larger, the addition of the

power bank as a backup battery power supply for electric power, the use of an internal GSM antenna, and

changes in the process of downloading data from the device to the computer. From the hardware design

process, it has produced a prototype of electronic log book. The device design process produces a new

prototype of electronic log book and testing the device to determine success in the design of hardware. The

testing consisted of testing the ARM and LCD touch screen, testing data transmission, battery life testing,

and testing in the field (on fishing boat). The results of these tests include the fish catch data and the vessel

tracking data can be viewed on the website, battery life for 13 hour, and the input data of which can be

downloaded manually. From the test results, it is obtained that the hardware has been successfully made to

work well. This improvement is expected to provide convenience to the fishermen in the use of electronic log

book which is expected to replace the use of the log book manually with paper.

Keywords: electronic log book, hardware, touch screen, ARM, battery

Page 10: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL

Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X

Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015

viii

No ABSTRACT

5. TOTAL HEMOSIT, GLUCOSE, AND SURVIVAL RATE MANTIS SHRIMP (Harpiosquilla

raphidea) POST TRANSPORTATION WITH TWO DIFFERENT SYSTEM

UDC: 639.51

M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono and Widanarni

Page 111-119

Mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) is a crustaceans of high economic value. Currently transported

shrimp tend experience stress, therefore the technology needed to minimize transport stress levels. Object of

this study to compare the effects of stress on mantis shrimp from the two different methods of transport,

namely, the transport system wet and dry. Stress response observed was THC, concentration glucose and

survival. Samples were taken at time 0, 1, 3, 6, 12, 24, 72, 168 and 336 hours post-transport. Data analyzed

by T-test. Results of this study indicate that the amount of THC was higher in the dry than the wet system

especially at 72nd. Concentration of glucose with a wet system higher the dried at 0 and 24 hour. Survival

rate higher in the dry system of the wet. This study suggests that dry transport system better because it

produces a lower stress response and a faster recovery.

Keywords: Mantis, THC, glucose, stress, transportation

Page 11: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin

Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel

59

DESAIN MEJA PENJAJA IKAN HIGIENIS UNTUK PASAR IKAN DI PELABUHAN

AWANG LOMBOK TENGAH

DESIGN OF TABLE SALE FISH HYGIENIC FOR FISH MARKET IN AWANG PORT CENTRAL

LOMBOK

Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP

Jalan Pasir Putih 1, Ancol Timur Jakarta, 14430

E-mail:[email protected]

Diterima tanggal: 5 Mei 2014, diterima setelah perbaikan: 1 Juli 2014, disetujui tanggal: 14 Juli 2014

ABSTRAK

Kemunduran mutu kesegaran ikan yang terjadi di pasar-pasar ikan adalah akibat dari penanganan yang tidak tepat.

Wadah penjaja yang seadanya, serta lingkungan yang tidak higienis. Solusi untuk mengatasi hal ini dapat menerapkan

teknik refrigerasi. Dalam mendesain sistem refrigerasi harus mengetahui beban pendinginan untuk memudahkan dalam

pemilihan peralatan sistem refrigerasi. Sistem refrigerasi ini menggunakan refrigeran R134a. Desain meja penjaja untuk

kebutuhan pasar ikan di pelabuhan Lombok Tengah direncanakan memiliki kapasitas sebesar satu meter kubik dan

mampu menampung ikan sebanyak 250 kg dengan daya sebesar 3kW. Dari analisis beban pendinginan yang dilakukan,

maka diperoleh nilai COP sebesar 3,65.

Kata kunci: Awang, meja higienis, refrigerasi, COP

ABSTRACT

The decrease of fish freshness, quality occurred in the fish markets is a result of improper handling. The appropriate

container, as well as unhygienic environment. The solution to overcome this is by applying refrigeration techniques. In

designing the refrigeration system the cooling load must be known in the selection of equipment to the refrigeration

system. The refrigeration system uses R134a. This device is designed for the needs of the fish market in Central Lombok

harbor with a capacity of one meter cubic and a fish mass of 250 kg, it takes energy of 3 kW. From cooling load

analysis performed the COP value of 3.65 is obtained.

Keywords: Awang, hygienic table, refrigeration, COP

PENDAHULUAN

Kondisi pelabuhan-pelabuhan perikanan di

Indonesia pada umumnya adalah kotor, bau, dan

kurang higienis, hal ini terjadi juga di Pelabuhan

Perikanan di Lombok Tengah dimana nelayan-

nelayan disana menjual ikan hasil tangkapan pada

wadah-wadah styrofoam dengan teknik

pengawetan yang sederhana. Penggunaan wadah

yang berulang kali dan kondisi pasar yang terbuka

akan sangat mempengaruhi kualitas ikan hasil

tangkapan yang dijual, disebabkan ikan adalah

jenis pangan daging yang cepat membusuk apabila

tidak diawetkan dengan baik, apalagi Indonesia

merupakan wilayah tropis yang menyebabkan

bakteri penyebab kemunduran mutu ikan cepat

berkembang. Masalah utama yang dihadapi dalam

penanganan ikan adalah penurunan mutu ikan yang

cepat akibat penanganan yang tidak tepat

(Suherman dan Gunawan, 1999).

Masih tingginya kerusakan produk perikanan

tangkap disebabkan pengetahuan nelayan pada

umumnya masih rendah tentang tata cara

penanganan ikan dari saat menangkap sampai di

pendaratan ikan (Sjarif, Suwardiyono & Gautama,

2010). Padahal, sebagian besar produk ikan segar

tujuan ekspor adalah berasal dari nelayan

tradisional yang menggunakan kapal kayu dan es

sebagai media pengawetan ikan (Daniel, 2011).

Page 12: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64

60

Dikenal ada tiga cara teknik untuk

mempertahankan kesegaran ikan, yaitu dengan es,

dengan udara dingin (refrigerasi) dan dengan air

dingin (chiller) (Ilyas, 1983). Cara yang umum

dipakai oleh pedagang eceran di pasar ikan dan

nelayan tradisional pada palka-palka kayu adalah

teknik pengesan, dinilai kurang higienis.

Di dalam penelitian ini, penulis bermaksud

merubah cara-cara pengawetan ikan dengan teknik

refrigerasi. Pasar ikan di Pelabuhan Awang adalah

pasar yang masih baru, oleh karena itu diharapkan

meja penjaja higienis ini akan menjadi pelopor

pemanfaatan fasilitas pasar yang lebih modern.

Teknik refrigerasi yaitu suatu teknik untuk

menyerap kalor atau panas dari suatu benda atau

ruang untuk menurunkan temperatur yang lebih

rendah pada level yang diinginkan. Tujuannya

adalah untuk menghambat laju pertumbuhan

bakteri penyebab kemunduran mutu ikan, menjaga

tekstur sehingga tetap segar. Umumnya, sistem

refrigerasi terdiri dari kompresor, kondensor, katup

expansi dan evaporator (Tampubolon dan Samosir,

2005). Teknik ini membutuhkan energi yang

disuplai ke kompresor dan setara dengan energi

panas yang diserap oleh refrigeran yang mengalir

melalui evaporator. Siklus refrigerasi sederhana

dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari penelitian yang pernah dilakukan untuk

mengetahui laju pendinginan kondensor diketahui

bahwa semakin tinggi laju pendinginan maka laju

aliran massa refrigeran, kapasitas pendinginan dan

COP (Coefficient of Performance) juga semakin

meningkat (Prasetya dan Putra, 2013). COP adalah

besaran yang menunjukkan unjuk kerja mesin

pendingin, didefinisikan sebagai perbandingan

antara kapasitas pendinginan dengan power input

(Handoyo dan Lukito, 2002). Hal ini berkaitan

dengan jenis beban yang akan didinginkan, karena

pemilihan kapasitas kompresor ditentukan dari

perhitungan beban pendingin (Radha, Sarada dan

Rajagopal, 2012). Dalam penelitian ini dengan

beban utamanya adalah ikan dan air yang harus

didinginkan pada temperatur -2 0C. Nilai COP juga

dapat ditentukan dari rasio tekanan antara

kondensor dan evaporator (Pc/Pe) dengan

mengalirkan refrigeran dari kondensor ke

evaporator melalui pipa kapiler dengan variasi

diameter (Soegeng, 2009). Sedangkan Marwan

(2005) melakukan penelitian untuk meningkatkan

COP dengan melilitkan pipa kapiler pada line

suction meningkatkan COP sistem dan waktu yang

diperlukan untuk menurunkan 1 0C larutan air

garam semakin lama untuk temperatur yang makin

rendah. Selain itu, perlu diketahui besaran-besaran

seperti kalor jenis (Cp), massa benda (m),

temperatur ruangan dan temperatur pendinginan

(T1 dan T2).

Banyaknya kalor (Q) yang harus diambil dari suatu

benda yang akan diturunkan temperaturnya, inilah

yang menentukan energi (Joule) untuk produk ikan

yang didinginkan. Selain itu, faktor-faktor lain

yang ikut mempengaruhi adalah nilai konduktifitas

termal dinding wadah yang digunakan.

Sehingga dari uraian di atas, penelitian ini

bertujuan untuk merancang meja penjaja ikan

higienis di pasar ikan Pelabuhan Awang serta

mengetahui kebutuhan peralatan sistem

refrigerasinya. Meja penjaja ini akan dimanfaatkan

oleh penjual ikan eceran di pasar ikan untuk

menggantikan cara-cara lama menggunakan teknik

pengesan yang terkenal menghasilkan lingkungan

yang basah dan bau.

Gambar 1. Siklus refrigerasi kompresi uap standar

Figure 1. A vapor compression refrigeration cycles Sumber: Tampubolon dan Samosir, 2005

BAHAN DAN METODE

Langkah yang dilakukan dalam perhitungan desain

meja penjaja ikan higienis adalah studi teoritis

memanfaatkan beberapa tool pengolah data

dikarenakan tidak dilakukan pengukuran langsung

karena kendala peralatan ukur yang tidak tersedia.

Adapun penentuan komponen sistem refrigerasi

kompresor

Kondensor

Evaporator

Katub ekspansi

Qin

Win

Qout

Page 13: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin

Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel

61

diambil dari brosur-brosur produk setelah dihitung

menggunakan software. Parameter-parameter input

yang digunakan mencakup input data temperatur

air, temperatur ruangan, temperatur gas masuk

evaporator, temperatur gas masuk kondensor,

energi pendinginan dan jenis refrigeran.

Untuk mendesain sebuah sistem refrigerasi terlebih

dahulu harus dihitung kebutuhan energi untuk

mendinginkan beban. Meja penjaja ikan higienis

akan ditempatkan di Pelabuhan Perikanan di Teluk

Awang Lombok Tengah. Untuk merancang meja

penjaja maka dilakukan tahap-tahap:

a. Penentuan beban pendinginan

Beban yang akan didinginkan yaitu:

Air tawar dan

Ikan kembung

Dimensi meja penjaja dari kebutuhan di lapangan

diperoleh dimensi

Panjang : 4000 mm

Lebar : 800 mm

Tinggi bak pendingin : 300 mm

Tinggi total : 800 mm

Volume total bak : 1000 m3

Bak dibagi ke dalam 16 (enam belas) bagian bak-

bak kecil untuk mendinginkan ikan (Gambar 2).

b. Menghitung beban pendinginan atau energi

yang dilepaskan selama proses pendinginan

dihitung dengan menggunakan persamaan :

Q = m.Cp.ΔT (1)

dimana :

m = massa ikan dan air

Cp = panas spesifik air dan ikan

ΔT = beda temperatur awal dan akhir

massa ikan =250 kg

massa air = 1000 kg

Cp = ikan kembung 4978 J/Kg 0C

Cp = air 4200 J/Kg 0C

Dari hasil perhitungan, energi untuk

mendinginkan ikan = 3 kW

c. Data-data awal untuk menghitung energi

pendinginan beban adalah :

Temperatur air untuk mengisi bak: 2 0C

Temperatur ruangan : 30 0C

Temperatur evaporator : -2 0C

Temperatur kondensor : 45 0C

Beban pendinginan : 3 kW

Refrigeran : R-134a

Waktu operasi meja : 12 jam

Dalam penelitian ini, beban pendinginan diperoleh

dengan asumsi bak berisi air dengan volume 1000

m3 dan ikan berjenis ikan kembung dengan

koefisien panas ikan 4978 J/Kg oC.

Berat ikan adalah 250 Kg

Berat air adalah 1000 Kg

d. Penentuan besaran evaporator

Untuk pemilihan evaporator menggunakan

Guntner 2013 dengan parameter input data:

kapasitas pendinginan = 3 kW

jenis refrigeran = R134a

temperatur evaporator = -2 0C

superheating dan subcooling = 5 K (di

sarankan)

temperatur masuk evaporator = 11 0C

tekanan = 1013 mbar

Setelah itu harus dipilih produk evaporator dari

brosur.

e. Penentuan besaran kondensor

Untuk pemilihan kondensor menggunakan Guntner

2013 dengan memasukkan

kapasitas pendinginan = 3 kW

jenis refrigeran = R134a

panas gas = 75 oC

temperatur kondensor = 45 0C

temperatur udara luar = 30 0C

kelembaban = 90 %

ketinggian = 1 m

Setelah itu harus dipilih produk kondensor dari

brosur.

f. Penentuan besaran kompresor

Perhitungan energi kalor (Joule atau Watt) yang

diperlukan untuk menurunkan temperatur ikan

sebesar 2 0C dapat dihitung dengan menjumlahkan

pengaruh dari beban ikan dan beban dari air.

Penentuan jenis kompresor dengan menggunakan

DanfossRs+3. Dari besarnya energi pendinginan

ini maka besaran kompresor dapat dipilih di

pasarandengan memasukkan parameter :

kompresor =..hermetik

kapasitas pendinginan = 3 kW

jenis refrigeran = R134a

frekuensi listrik = 50 Hz

Tegangan listrik = 220 Volt

subcooling = 5 K

evaporatorsuper heat = 5 K

temperatur evaoprator = -2 0C

temperatur kondensor = 45 0C

Page 14: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64

62

g. Penentuan diameter pipa kapiler

Untuk pemilihan pipa kapiler menggunakan

Danfoss DanCap dengan memasukkan parameter

data sebagai berikut:

Jenis refrigeran = R134a

Beban panas dari sistem = 181,9 Btu/jam

Temperatur evaporator = -2 0C

Temperatur kondensor = 45 0C

Temperatur balik refrigeran

ke kompresor = 11 0C

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis dengan menggunakan AutoCAD

desain meja penjaja ikan higienis didesain seperti

pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Desain meja penjaja ikan

Figure 2. Design of higienis table reseller Sumber: Hasil desain

Keterangan Gambar:

1. Meja penjaja ikan

2. Evaporator

3. Kondensor

4. Kompresor

5. Pipa kapiler

Spesifikasi teknis unit pendingin meja penjaja

ikan:

Kompresor

Pipa inlet kompresor

Pipa outlet kompresor

Pipa inlet evaporator

Pipa outlet evaporator

Pipa inlet kondensor

Pipa outlet kondensor

Fan

Pipa kapiler

Dari desain meja penjaja ikan higienis yang dibuat

maka proses selanjutnya adalah diuji kinerjanya

menggunakan beberapa tool berikut ini:

1. Simulasi menggunakan Guntner 2013, diperoleh

ukuran spesifikasi evaporator sebagai berikut.

Tabel 1. Spesifikasi data evaporator

Table 1. Evaporator specification

Evaporator GACC.031.ID27-AW.E

Power consumption 0,21 kW

Length condenser 1212 mm

Width condenser 430 mm

Height condenser 455 mm

Inlet connection 18 mm

Out connection 16 mm

Sumber: Hasil pengolahan data

2. Simulasi menggunakan Guntner 2013, diperoleh

ukuran spesifikasi kondensor sebagai berikut :

Tabel 2. Spesifikasi data kondensor

Table 2. Condenser specification

Condenser GVM 035.1A/1NW.E

Power consumption 0,16 kW

Length condenser 610 mm

Width condenser 310 mm

Height condenser 460 mm

Inlet connection 9,5 – 10 mm

Out connection 9,5 – 10 mm

Sumber: Hasil pengolahan data

3. Simulasi menggunakan Danfoss RS+3, diperoleh

ukuran spesifikasi kondensor sebagai berikut :

Tabel 3. Spesifikasi data kompresor

Table 3. Compressor specification

Type SC21/21G

Code no 104G8180

Compressor design Universal twin

compressor

Refrigeran R134a

Nominal voltage 220 -240

Number of phases 1

Maximum refrigeran charge 2,20 kg

Free gas volume 2,920 cm3

Oil quantity 1,220 cm3

Oil type POE

Sumber: Hasil pengolahan data

1

4 2

3

5

Page 15: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin

Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel

63

4. Untuk pemilihan pipa kapiler menggunakan

“Danfoss DanCapTM” dengan memasukkan

parameter data sebagai berikut:

Jenis refrigeran R134a

Beban panas dari sistem 181,9 Btu/jam

Temperatur evaporator (-2 0C)

Temperatur kondenser (45 0C)

Temperatur balik refrigeran ke kompresor

(11 0C).

Dari data-data tersebut diperoleh untuk panjang

pipa kapiler 1810 mm maka diameter dalam pipa

kapiler adalah 0,71 mm.

5. Simulasi COP menggunakan solkane dengan

memasukkan parameter sebagai berikut :

refrigeran = R134a

temperatur evaporator = -2 0C

superheating = 5K

kapasitas Refrigeran = 3 kW

temperatur kondensor = 45 0C

subcooling = 5 K

efisiensi = 0,773 %

Hasil simulasi solkane menunjukkan nilai COP

sebesar 3,65, volume capacity 1861 kj/m3, pressure

ratio 4,26.

Diagram pressure–enthalphy (p-h) dari hasil

analisis solkane dapat dilihat pada Gambar 3 dan

nilai dari enthalphy dari siklus p-h dapat dilihat

pada Tabel 4.

Gambar 3. Diagram p-h

Figure 3. p-h diagram of refrigeran system

Sumber: Hasil pengolahan data

Proses dari diagram p-h sebagai berikut:

1. Proses 1-2: merupakan kompresi kering

superheating yang berlangsung didalam

kompresor. Kerja yang terjadi pada refrigeran

selama langkah kompresi adalah hasil dari

peningkatan entalpi refrigeran di dalam

kompresor dan laju aliran refrigeran.

2. Proses 2-3: merubah wujud gas menjadi cair,

proses ini terjadi pada alat penukar kalor

kondensor. Panas yang dibuang ke lingkungan

tergantung pada laju aliran refrigeran dan

panas laten dari refrigeran.

3. Proses 3-4: refrigeran dalam wujud cair jenuh

mengalir melalui katup expansi.

4. Proses 4-1: refrigeran dalam fasa campuran

uap cair yang melalui evaporator. Panas yang

diserap oleh evaporator tergantung pada laju

aliran refrigeran dan panas laten dari

refrigeran.

Tabel 4. Sifat-sifat termodinamika refrigeran 134a pada

sistem meja pendingin higienis

Table 4. Properties of thermodynamic134a of hygienic

table reseller system

P T V h s

Point Bar oC dm

3/kg Kj/kg Kj/kgK

1 2.72 8.00 78.06 406.07 1.7596

2 11.60 66.86 19.98 445.85 1.7832

3 11.60 45.00 17.36 421.44 1.7090

4 2.72 -2.00 22.51 256.43 1.2083

Sumber: Hasil pengolahan data

Keterangan:

P : Tekanan

T : Temperatur

V : Volume

h : Vapor enthalpy

s : Liquid entropy

Dari diagram p-h terlihat bahwa sifat-sifat

termodinamika dari gas R134 a yang dipakai

dalam desain sistem pendingin dihasilkan bahwa,

sistem pendingin dari desain meja penjaja

menghendaki temperatur -2 0C sesuai level yang

dikehendaki untuk mendinginkan ikan kembung.

Entalpi di titik 4 tidak mengalami penurunan

seiring dengan proses ekspansi di pipa kapiler

(proses 3-4). Panjang pipa kapiler yaitu 1810 mm

masih dapat diperpanjang agar nilai entalpinya

bergeser ke kiri. Bahwa semakin rendah

Page 16: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64

64

temperatur yang harus diturunkan maka COP

sistem juga mengalami kenaikan.

Dari desain temperatur yang harus diturunkan

adalah dari 45 0C menjadi -2

0C. Hal ini

disebabkan karena adanya peningkatan kapasitas

refrigerasi yang kenaikannya masih lebih

signifikan dibandingkan dengan daya kompresi

yang juga mengalami kenaikan, ditunjukkan pada

proses 1-2 yang bergeser ke kanan. Sehingga kerja

yang terjadi pada refrigeran selama langkah tekan

hasil dari peningkatan entalpi refrigeran di dalam

kompresor dan laju aliran refrigeran, maka sedapat

mungkin selisih entalpi ini (proses 1-2/445,85-

406,07) dikurangi. Caranya, dapat dilakukan

dengan mengurangi total beban pendinginan pada

sistem pendingin meja penjaja ikan higienis. Di

dalam desainnya, meja ini akan mendinginkan ikan

kembung sebanyak 250 kilogram dan 1000 m3 air

secara bersamaan.

Kondisi ini dapat terlihat pada titik 1 dimana laju

aliran refrigeran meningkat dengan signifikan

(78,06) yang menunjukkan panas yang diserap

oleh evaporator menunjukkan besarnya laju aliran

refrigeran dan panas laten dari refrigeran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil perhitungan maka dapat disimpulkan

bahwa nilai COP untuk sistem pendingin meja

penjaja ikan higienis adalah 3,65 dengan total

beban pendinginan 3 kW. Nilai COP yang tinggi

disebabkan tuntutan temperatur evaporator yang

rendah (-2 0C) untuk total beban pendinginan 250

kilogram ikan dan 1000 m3 air secara bersamaan.

Peralatan sistem pendingin yang direncanakan

adalah: kompresor SC21/21G, kondensor

GVM/NW, evaporator GACC/AW.E, pipa kapiler

dengan diameter 0,71 mm. COP 3,65 telah

mengacu SNI 03-6572-2001 tentang refrigerasi

dimana COP minimum dari suatu sistem

refrigerasi berkisar antara 2,3 sampai dengan 5,20.

Maka desain sistem refrigerasi ini dapat

digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. (2001). Tata Cara

Perancangan Sistem Ventilasi dan

Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.

SNI 03-6572-2001. Jakarta.

Daniel, D. (2011). Palkah Pendingin Tenaga Matahari.

Laporan Akhir Penelitian. Pusat Pengkajian dan

Perekayasaan Teknologi Kelautan dan

Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan

dan Perikanan. Jakarta.

Handoyo dan Lukito. (2002). Analisis pengaruh pipa

kapiler yang dililitkan pada line suction terhadap

performansi mesin pendingin. Jurnal Teknik

Mesin, 4(2), 94-98.

Ilyas, S. (1983). Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan

Jilid 1 Teknik Pendingin Ikan. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: CV

Paripurna.

Marwan, E. (2005). Usaha peningkatan prestasi freezer

dengan melilitkan pipa kapiler pada line suction.

Seminar Nasional Efisiensi dan Konservasi

Energi (FISERGI).

Prasetya, B.H.P., dan Putra, A.B.K. (2013). Studi

experiment variasi laju pendinginan kondensor

pada mesin pendingin defuse absorbi R22-DMF.

Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 2337-3539.

Radha, K.K, Sarada, S.N, dan Rajagopal, K. (2012).

Development of a chest freezer – optimum

design of an evaporator coil. International

Journal of Automotive and Mechanical

Engineering (IJAME), Vol. 5, 597-611.

Raharjo, S. (2011). Efektifitas penggunaan musicool

pada mesin AC. Traksi, 11(1), 49-55.

Sjarif, B., Suwardiyono dan Gautama, S.D. (2010).

Penangkapan dan Penanganan Ikan Tuna Segar

di Kapal Rawai Tuna. Semarang: Balai Besar

Pengembangan Penangkapan Ikan.

Soegeng, W. (2009). Uji prestasi mesin pendingin

menggunakan refrigeran LPG. Jurnal Austenit,

(1)2, 63-69.

Suherman, M. dan Gunawan, B. (1999). Palka

Berinsulasi untuk Penanganan Ikan Segar Pada

Perahu Motor Nelayan Kepulauan Seribu DKI

Jakarta. Makalah disajikan dalam Lokakarya

Non Peneliti.

Tampubolon, D. dan Samosir, R. (2005). Pemahaman

tentang refrigerasi. Jurnal Teknik SIMETRIKA,

(4)1, 312-316.

Page 17: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

65

APLIKASI ANALISIS JALUR DALAM PENENTUAN PENGARUH KUALITAS TANAH

DAN AIR TERHADAP PRODUKSI TOTAL TAMBAK

DI KABUPATEN DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH

PATH ANALYSIS APPLICATION IN DETERMINING THE EFFECT OF SOIL AND WATER

QUALITYON TOTAL PRODUCTION OF BRACKISHWATER PONDS IN

DEMAK REGENCY, CENTRAL JAVA PROVINCE

Akhmad Mustafa dan Admi Athirah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: [email protected]

Diterima tanggal: 4 Mei 2014, diterima setelah perbaikan: 7 Juli 2014, disetujui tanggal: 17 Juli 2014

ABSTRAK Kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak termasuk produksi total

(udang windu dan ikan bandeng) di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Namun demikian, belum ada informasi

mengenai pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak. Oleh karena itu

dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air

terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan

Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak. Kualitas tanah ditetapkan sebagai variabel independen dan eksogen;

kualitas air sebagai variabel perantara, dependen dan endogen; serta produksi total sebagai variable dependen dan

endogen. Karakteristik kualitas tanah dan air serta produksi total diketahui melalui aplikasi statistik deskriptif,

sedangkan pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total diketahui melalui aplikasi analisis jalur. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 14 variabel kualitas tanah yang dianalisis dengan analisis jalur ternyata hanya 2

variabel yang mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan bahan organikdan fosfat, sedangkan dari 7 variabel

kualitas air, ternyata ada 3 variabel yang mempengaruhi produksi total tambak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan

nitrat. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,404 terhadap

produksi total, sedangkan fosfat tanah berpengaruh nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,267 terhadap produksi

total. Kandungan fosfat, salinitas dan nitrat air berpengaruh terhadap produksi total dengan pengaruh langsung masing-

masing 0,117, -0,414 dan 0,377 terhadap produksi total. Kedua variabel kualitas tanah tersebut juga memiliki pengaruh

tidak langsung terhadap produksi total tambak melalui pengaruhnya terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi

pupuk organik dan pupuk anorganik yang mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk anorganik yang

mengandung fosfat dan nitrogen pada air serta penurunan salinitas air diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

tambak di Kabupaten Demak.

Kata kunci: analisis jalur, tanah, air, tambak, Kabupaten Demak

ABSTRACT

Soil and water quality are the factors that determine brackishwater ponds productivity including the total production

(tiger shrimp and milkfish) in Demak Regency, Central Java Province. However, there is no information on the effect of

soil and water quality on the total production in brackishwater ponds of Demak Regency. Therefore, research aimed to

determine direct effect and indirect effect of soil and water quality on total production of brackishwater ponds in

Demak Regency. The research was conducted in brackishwater ponds of Karangtengah and Sayung Subdistricts,

Demak Regency. Soil quality was defined as independent and exogenous variables; water quality as an intermediate,

dependent and endogenous variables; and total production as dependent and endogenous variables. Characteristics of

soil and water quality as well as the total production is known through descriptive statistics application, while the effect

of soil and water quality on total production is known through path analysis applications. The results of path analysis

showed that 14 soil quality variables analyzed was only 2 variables that affect on total production, namely: organic

matter and phosphate, and 7 water quality variables analysed only 3 variables that affect on total production namely:

Page 18: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

66

phosphate, salinity and nitrate. Soil organic matter was highly significant with a direct effect of 0.404 on the total

production, while soil phosphate was significant with a direct effect of 0.267 on total production. Water phosphate,

salinity and nitrate affect on total production with the direct effects of 0.117, -0.414, and 0.377, respectively. Both the

soil quality variables also have an indirect effect on total production through its influence on water phosphate, salinity

and nitrate. Application of organic fertilizer and inorganic fertilizers containing phosphates to the soil and inorganic

fertilizers application containing phosphate and nitrogen in the water as well as a decrease in the salinity of the water

is expected to increase brackish water ponds productivity in Demak.

Keywords: path analysis, soil, water, brackishwater pond, Demak Regency

PENDAHULUAN

Demak merupakan salah satu kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah yang memiliki panjang garis

pantai 72,14 km, sehingga memiliki potensi

perikanan tangkap maupun perikanan budidaya

(akuakultur) terutama budidaya tambak (budidaya

air payau). Budidaya tambak di Kabupaten Demak

tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan

Karangtengah, Sayung, Bonang dan Wedung

dengan luas total 7.945,97 ha (Anonim, 2011).

Kabupaten Demak sesuai dengan Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor

KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan

Minapolitan telah ditetapkan sebagai kawasan

minapolitan bersama 13 kabupaten/kota di Provinsi

Jawa Tengah. Keputusan Direktur Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor Kep.240/DJ-PB/2012

tentang Penetapan 87 Lokasi Sentra Produksi

Perikanan Budidaya sebagai Kawasan Minapolitan

Percontohan tahun 2013 telah menetapkan bahwa

Kabupaten Demak sebagai lokasi kawasan

minapolitan percontohan. Kementerian Kelautan

dan Perikanan juga telah menetapkan program

industrialisasi budidaya tambak untuk udang dan

ikan bandeng di beberapa kabupaten di Provinsi

Jawa Tengah, termasuk Kabupaten Demak.

Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya dengan Pemerintah Kabupaten

Demak Nomor 2553/DPB/HK.320.D2/V/2012 dan

Nomor 523/147/2012 tentang Revitalisasi Tambak

untuk mencapai industrialisasi udang tahun 2012-

2014 menetapkan Kabupaten Demak sebagai

lokasi revitalisasi tambak.

Secara umum, kualitas tanah dan air adalah faktor

penentu dominan dalam budidaya tambak,

sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria dalam

evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak

(Boyd, 1995; Treece, 2000; Salam, Ross &

Beveridge, 2003; Karthik, Suri, Saharan & Biradar,

2005; Mustafa et al., 2007; Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2011; Mustafa, 2012). Kualitas tanah

dan air tambak adalah faktor penting yang

mempengaruhi produksi di tambak (Mustafa dan

Ratnawati, 2005; Mustafa dan Sammut, 2007).

Meskipun pengelolaan kualitas air dianggap salah

satu faktor budidaya paling penting, tetapi banyak

bukti bahwa kondisi dasar tambak dan pertukaran

substansi antara tanah dan air sangat berpengaruh

terhadap kualitas air (Boyd, 1995; Boyd, Wood, &

Thunjai, 2002). Kualitas tanah dasar tambak dan

proses yang terjadi pada tanah dasar tambak serta

hubungan tanah dan air tambak menjadi sangat

penting bagi pertumbuhan udang atau ikan di

tambak (Avnimelech dan Ritvo, 2003). Dalam

tanah tambak dapat terjadi proses kimia, fisika dan

biologi oleh organisme akuatik dan

mikroorganisme yang dapat mengubah unsur hara

dalam tanah yang akan mempengaruhi kualitas air

yang ada di atasnya (Boyd, 1992). Kualitas air

tambak dipengaruhi oleh kesuburan tanah

tambaknya (Ndome, Udo, Akpan & Udom, 2012).

Permasalahan kualitas air dalam tambak seringkali

dapat bermula dari kualitas tanah, seperti

rendahnya pH dan alkalinitas air pada tanah

masam, rendahnya kandungan oksigen terlarut

sebagai akibat banyaknya oksigen yang dibutuhkan

untuk dekomposisi bahan organik dalam tanah dan

adanya senyawa tereduksi seperti nitrit (NO2),

hidrogen sulfida (H2S), besi (Fe) dan mangan (Mn)

yang diproduksi oleh mikroorganisme pada tanah

yang anaerob. Namun demikian, belum ada

informasi rinci mengenai hubungan sebab akibat

dari kualitas tanah dan atau kualitas air dalam

mempengaruhi produksi tambak di Kabupaten

Demak.

Analisis jalur (path analysis) adalah suatu teknik

untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang

terjadi pada regresi berganda apabila variabel

independennya mempengaruhi variabel dependen,

tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara

tidak langsung (Rutherford dan Choe, 1993;

Everitt dan Dunn, 2001). Analisis jalur atau

analisis lintas atau analisis lintasan merupakan

Page 19: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

67

pengembangan langsung bentuk regresi berganda

dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat

kepentingan dan signifikansi hubungan sebab

akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel

(Streiner, 2005; Sarwono, 2007). Sesuai dengan

hakikatnya, analisis jalur bukan difungsikan untuk

mencari faktor penyebab, tetapi hanya membuat

model kausal yang dapat digunakan untuk

membuat penjelasan teoritis (Amir, 2006).

Analisis jalur telah digunakan oleh Mustafa dan

Ratnawati (2013) yang hasilnya menunjukkan

bahwa variabel kualitas tanah berupa pHFOX (pH

tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi

dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) dan

potensial redoks tanah serta variabel kualitas air

berupa padatan tersuspensi total, pH dan potensial

redoks mempengaruhi produksi ikan bandeng di

tambak tanah sulfat masam Klaster Tinanggea,

Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Athirah, Asaf, dan Ratnawati (2013)

juga telah mengaplikasikan analisis jalur yang

hasilnya menunjukkan bahwa kualitas tanah seperti

potensial redoks dan pHF (pH tanah yang diukur

langsung di lapangan) tanah serta variabel kualitas

air seperti padatan tersuspensi total, bahan organik

total dan besi mempengaruhi produktivitas tambak

di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Oleh karena itu dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengkarakteristik tanah dan air

tambak serta menganalisis hubungan kausal antar

variabel kualitas tanah dan kualitas air dan

produksi tambak dengan tujuan untuk mengetahui

pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas

tanah dan air terhadap produksi tambak di

Kabupaten Demak melalui aplikasi analisis jalur.

BAHAN DAN METODE

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian awal dimulai berupa pertemuan dengan

staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Demak di Demak pada bulan Februari 2013.

Penelitian inti berupa pengambilan contoh tanah

dan air serta wawancara dengan responden

dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2013 di

Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten

Demak, Provinsi Jawa Tengah. Analisis kualitas

tanah dan air masing-masing dilaksanakan di

Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air, Balai

Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau,

Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

2.2. Pengumpulan Data

Metode survei diaplikasikan dalam penelitian ini.

Pengambilan contoh yang bertujuan (purposive

sampling) digunakan dalam survei. Data yang

dikumpulkan meliputi kualitas tanah dan kualitas

air serta produksi total tambak. Penentuan titik-

titik pengambilan contoh didasarkan pada peta

Satuan Unit (Gambar 1). Pengukuran dan

pengambilan contoh tanah dilakukan pada

kedalaman 0-0,2 m. Kualitas tanah yang diukur

langsung di lapangan adalah potensial redoks

diukur dengan redox-meter, pHF (pH tanah yang

diukur langsung di lapangan) dengan pH-meter

dan pHFOX (pH tanah yang diukur di lapangan

setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida

(H2O2) 30%) dengan pH-meter mengikuti petunjuk

Ahern, Blunden, Sullivan & McElnea (2004).

Contoh tanah juga diambil untuk analisis variabel

kualitas tanah lainnya di laboratorium. Contoh

tanah dikeringanginkan dalam ruangan khusus

bebas kontaminan yang terlindung dari sinar

matahari. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan

dengan cara ditumbuk pada lumpang porselin dan

diayak dengan ayakan ukuran lubang 2,0 mm.

Untuk mendapatkan partikel berukuran 0,5 mm,

maka contoh partikel berukuran 2,0 mm ditumbuk

dan disaring dengan saringan 0,5 mm. Kualitas

tanah yang dianalisis di laboratorium meliputi

pHH2O (pH dengan pengekstrak H2O), pHKCl (pH

tanah dengan pengekstrak KCl), bahan organik

dari karbon organik (C-organik) dengan metode

Walkley dan Black, nitrogen total (N total) dengan

metode Kjedhal dan ortofosfat (PO4) dengan

metode Bray 1 mengikuti petunjuk Eviati dan

Sulaeman (2009), besi (Fe) dan aluminium (Al)

dengan spektrofotometer mengikuti petunjuk

Menon (1973) dan tekstur dengan metode

hidrometer mengikuti petunjuk Agus, Yusrial &

Sutono (2006).

Pengukuran dan pengambilan contoh air di tambak

mengikuti titik pengambilan contoh tanah.

Variabel kualitas air yang diukur langsung di

lapangan adalah salinitas dan pH dengan

menggunakan Hydrolab® Minisonde. Contoh air

untuk dianalisis di laboratorium diambil dengan

menggunakan Kemerer Water Sampler dan

dipreservasi mengikuti petunjuk APHA (2005).

Variabel kualitas air yang dianalisis di

laboratorium meliputi: nitrat (NO3) (metode

reduksi kadmium), NO2 (metode kolorimetri),

amonia (NH3) (metode fenat), ortofosfat (PO4)

(metode asam askorbat) dan bahan organik total

Page 20: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

68

(metode basa) mengikuti petunjuk Strickland dan

Parsons (1972), Menon (1973), Grasshoff (1976),

Parsons, Maita & Lalli (1989), APHA (2005) serta

Sutrisyani dan Rohani (2009).

Gambar 1. Peta titik-titik pengambilan contoh di

tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung,

Kabupaten Demak

Figure 1. Map of example spots that taked in “ Tambak’

in Karang Tengah and Sayung, Demak, Central Java Sumber: Google earth

Produksi total tambak merupakan produksi total

dari udang windu (Penaeus monodon) dan ikan

bandeng (Chanos chanos) (Hanafi, 1990; Mustafa

dan Ratnawati, 2007), sebab tambak yang dipilih

semuanya melakukan budidaya secara polikultur

antara udang windu dan ikan bandeng. Data

produksi tambak diperoleh melalui wawancara

dengan mengajukan kuesioner secara terstruktur

terhadap 24 responden. Produksi tambak yang

dicatat adalah produksi 3 tahun terakhir atau 6

siklus terakhir. Responden terpilih adalah

pengelola dari tambak yang diukur dan diambil

contoh tanah dan contoh airnya. Global

Positioning System digunakan dalam menentukan

posisi kooordinat titik-titik pengambilan contoh.

2.3. Analisis Data

Statistik deskriptif berupa nilai minimum,

maksimum, rata-rata dan deviasi standar digunakan

untuk analisis data setiap variabel kualitas tanah

dan air serta produksi total tambak. Uji reliabilitas

dan uji validitas dilakukan terhadap data yang

diperoleh dari kuesioner yaitu produksi total.

Dalam analisis jalur diterapkan model mediasi di

mana variabel kualitas air (sebagai variabel

perantara, dependen dan endogen) memodifikasi

pengaruh variabel kualitas tanah (sebagai variabel

independen dan eksogen) terhadap produksi total

tambak (sebagai variabel dependen dan endogen),

model rekursif di mana semua anak panah menuju

satu arah dan model persamaan dua jalur di mana

variabel kualitas tanah sebagai variabel independen

serta variabel kualitas air dan produksi total

tambak sebagai variabel dependen.

Koefisien korelasi ditentukan untuk mendeteksi

adanya gejala multikolinearitas. Untuk menghitung

persamaan regresinya digunakan metode langkah

mundur (backward) (Draper dan Smith, 1981).

Koefisien korelasi kembali digunakan untuk

mengetahui korelasi antarvariable eksogen terpilih

dan antarvariabel perantara terpilih dan gabungan

variabel eksogen dan perantara. Uji R2 (koefisien

determinasi yang disesuaikan) digunakan untuk

mengetahui besarnya variabel eksogen

menjelaskan variabel perantara serta gabungan

variabel eksogen dan perantara menjelaskan

variabel dependen. Uji F digunakan untuk menguji

adanya hubungan linier antarvariabel eksogen

maupun antara variabel eksogen dan perantara. Uji

t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh

variabel eksogen terhadap variabel perantara

secara sendiri-sendiri atau parsial serta besarnya

pengaruh variabel eksogen dan perantara terhadap

variabel dependen secara parsial pula. Taraf

signifikansi ditetapkan sebesar 0,01 dan 0,10.

Seluruh analisis data menggunakan bantuan

program IBM (International Business Machines)

SPSS (Statistical Product and Service Solution)

Statistics 20.

Besarnya pengaruh variabel lain di luar model

ditentukan dengan menghitung koefisien analisis

jalur yang menunjukkan error dengan

menggunakan persamaan (Widarjono, 2010;

Suliyanto, 2011):

Pe = √ 1 – R2

Page 21: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

69

di mana:

Pe : koefisien analisis jalur

R2 : koefisien determinasi.

Penentuan besarnya pengaruh, baik pengaruh

langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh

total variabel eksogen terhadap variabel endogen

dihitung berdasarkan petunjuk Everitt dan Dunn

(2001), Supranto (2004) dan Sarwono (2007).

Diagram hasil analisis jalur dibuat dengan bantuan

program AMOS (Analysis of Moment Structures)

16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Tanah dan Air serta

Produksi Total Tambak

Produktivitas tambak di Kabupaten Demak

berkisar antara 300 dan 2.120 kg/ha/siklus dengan

rata-rata 1.105 kg/ha/siklus (Tabel 1). Produksi ini

merupakan produksi total yaitu produksi udang

windu dan ikan bandeng yang dipolikulturkan di

tambak Kabupaten Demak. Hasil yang diperoleh

ini lebih tinggi daripada produksi total (udang

windu dan ikan bandeng) di tambak Kabupaten

Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan yang berkisar

antara 100 dan 3.050 kg/ha/siklus dengan rata-rata

499 kg/ha/siklus (Mustafa dan Ratnawati, 2007).

Udang windu dan ikan bandeng adalah komoditas

yang dapat dipolikulturkan di tambak

(Ranoemihardjo, Kahar & Lopez 1979; Eldani dan

Primavera, 1981). Kedua komoditas tersebut

secara umum menuntut kondisi lingkungan yang

relatif sama, tetapi menempati relung ekologi yang

berbeda dalam tambak. Perbedaan habitat makanan

dari kedua komoditas tersebut yang menyebabkan

tidak terjadi kompetisi di antaranya (Eldani dan

Primavera, 1981). Konsep dasar dari polikultur

adalah jika dua atau lebih spesies ikan yang cocok

dipelihara secara bersama-sama akan

meningkatkan produksi (Shang, 1986).

Jenis tanah yang umum dijumpai di kawasan

pertambakan Kabupaten Demak adalah tanah

aluvial nonsulfat masam. Rata-rata potensial

redoks tanah tambak di Kabupaten Demak bernilai

negatif yaitu rata-rata -102 mV yang menunjukkan

bahwa tanah dalam kondisi tereduksi yang dapat

menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi

organisme akuatik seperti senyawa H2S, NO2 dan

NH3. Hal ini sebagai akibat dari tambak yang

seluruhnya berisi air karena digunakan untuk

polikultur udang windu dan ikan bandeng,

sehingga terbentuk kondisi reduksi pada tanah

dasar tambak. Potensial redoks tanah yang bernilai

negatif juga menunjukkan adanya penumpukan

bahan organik dalam kondisi anaerob (Avnimelech

dan Ritvo, 2003). Walaupun pembudidya tambak

di Kabupaten Demak melakukan pengeringan

dasar tambak pada saat persiapan tambak yang

menyebabkan potensial redoks tanah tambak

secara umum bernilai positif, tetapi karena telah

mengalami penggenangan menyebabkan potensial

redoks tanah bernilai negatif. Seperti dikatakan

oleh Ponnamperuma (1972) bahwa potensial

redoks mengalami penurunan dari +700 mV

sampai –300 mV pada tanah sulfat masam yang

digenangi.

Kualitas tanah tambak di Kabupaten Demak

disajikan pada Tabel 1. pHF dan pHFOX tanah

tambak di Kabupaten Demak rata-rata 6,84 dan

6,64. Nilai selisih antara pHF dan pHFOX (pHF -

pHFOX) yang rendah ini yaitu rata-rata 0,42 unit

menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten

Demak tidak memiliki potensi kemasaman yang

tinggi. Nilai pHF – pHFOX mencapai rata-rata 3,08

unit di tambak tanah sulfat masam Kabupaten

Pohuwato, Provinsi Gorontalo (Mustafa, Hasnawi,

Athirah, Sommeng & Ali, 2014); 5,59 unit di

tambak tanah sulfat masam Kecamatan Malangke,

Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

(Hasnawi dan Mustafa, 2010) dan 6,27 unit di

tambak tanah sulfat masam Kecamatan Malili,

Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan

(Ratnawati, Hasnawi & Mustafa, 2014).

Semua bahan organik mengandung karbon (C)

berkombinasi dengan satu atau lebih unsur lainnya.

Kandungan bahan organik yang rendah

menyebabkan terhambatnya perkembangan

makanan alami, sedangkan kandungan bahan

organik yang terlalu tinggi akan menyebabkan

tingginya kebutuhan oksigen untuk

mendekomposisikannya. Kandungan bahan

organik tanah di tambak Kabupaten Demak

bervariasi dari 0,87 sampai 4,69% dengan rata-rata

2,76%. Kandungan bahan organik tanah tambak ini

tergolong rendah dan cukup berdasarkan kriteria

dari Boyd et al. (2002). Hal ini juga menunjukkan

bahwa tanah tambak di Kabupaten Demak tidak

tergolong sebagai tanah organosol atau tanah

gambut. Tanah gambut adalah tanah yang dicirikan

dengan kandungan bahan organik yang melebihi

26% (Boyd et al., 2002).

Page 22: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

70

Kebanyakan nitrogen (N) dalam tanah dasar

tambak terkandung dalam bahan organik.

Kandungan N total tanah tambak Kabupaten

Demak rata-rata 0,07%. Menurut Karthik et al.

(2005), kandungan N total tanah tambak yang lebih

besar dari 0,05% tergolong baik untuk budidaya

tambak. Analisis konsentrasi N total tanah

dilakukan, bukan hanya untuk mengetahui

konsentrasi N total tanah, tetapi juga untuk

mengetahui rasio C:N tanah. Tampaknya, rasio

C:N tanah tambak di Kabupaten Demak tergolong

tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata 18,40:1. Telah

dilaporkan sebelumnya bahwa rasio C:N tanah

gambut biasanya lebih besar dari 31:1 (Mustafa,

1998; Barchia, 2006). Rasio C:N tanah yang ideal

untuk tambak adalah 8:1 sampai 12:1 (Boyd, 2008).

Kandungan PO4 lebih besar dari 60 ppm dalam

tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight

atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang

sangat mudah diatasi (Karthik et al., 2005). Oleh

karena itu, kandungan fosfat dalam tanah tambak

Kabupaten Demak tergolong rendah sebab hanya

berkisar antara 3,27 dan 53,01 ppm dengan rata-

rata 20,75 ppm.

Kandungan unsur beracun seperti Fe dan Al dalam

tanah tambak Kabupaten Demak tergolong rendah

yaitu rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm. Di tambak

tanah sulfat masam yang dicirikan dengan

kandungan Fe dan Al yang tinggi dapat mencapai

4.955,7 dan 636,0 ppm di Kabupaten Luwu,

Provinsi Sulawesi Selatan (Mustafa dan Sammut,

2010).

Rata-rata fraksi pasir 52,0% dan fraksi liat 32% di

tambak Kabupaten Demak. Tekstur tanah yang

demikian tergolong tekstur yang masih dapat

mendukung usaha budidaya tambak. Tanah tambak

sering dijumpai bertekstur halus dengan

kandungan liat minimal 20-30% untuk menahan

peresapan ke samping (Boyd, 1995). Pengelolaan

kualitas air mempunyai peran yang sangat penting

pada keberhasilan budidaya tambak termasuk

polikultur antara udang windu dan ikan bandeng.

Air merupakan media hidup bagi udang windu dan

ikan bandeng, berpengaruh terhadap kesehatan

dan pertumbuhannya.

Kualitas air menentukan keberadaan berbagai jenis

organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik

terhadap organisme akuatik yang dibudidayakan

maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem

tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai

optimum dapat menyebabkan kegagalan budidaya

tambak, sebaliknya kualitas air yang optimum

dapat mendukung pertumbuhan dan penghidupan

organisme akuatik yang dibudidayakan.

Kualitas air tambak di Kabupaten Demak dapat

dilihat pada Tabel 1. Salinitas air berkisar dari 7

sampai 34 ppt dengan rata-rata 23 ppt. Hal ini

merupakan suatu kondisi yang sangat

menguntungkan, sebab salinitas air relatif mudah

diatur sesuai dengan tuntutan komoditas yang

dibudidayakan, terutama pada lokasi yang dekat

dengan sumber air tawar dan air asin. Udang

windu mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas

air 3-45 ppt, namun untuk pertumbuhan optimum

diperlukan salinitas air 15-25 ppt (Poernomo,

1988). Ikan bandeng dapat tumbuh optimum pada

salinitas air 15-30 ppt (Ismail, Poernomo, Sunyoto,

Wedjatmiko, Dharmadi & Budiman, 1993).

Pertumbuhan udang terhambat pada pH air lebih

kecil dari 6,4 (Wickins, 1984) atau lebih besar dari

8,9 (Furukawa, Hidare & Hiramo, 1973). Seperti

halnya dengan udang, klekap juga membutuhkan

pH air netral yaitu 7,0-8,0 untuk tumbuh optimum

(Ballesteros dan Mendoza, 1976). Pada pH air 7,0-

8,5 akan dijumpai pertumbuhan ikan bandeng yang

baik (Ismail et al., 1993) dan diklasifikasikan

sebagai kelas S1 (sangat sesuai) dalam kriteria

kesesuaian lahan dari faktor kualitas air untuk

untuk budidaya ikan bandeng di tambak (Mustafa,

2012). Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa tambak

di Kabupaten Demak memiliki pH air tergolong

netral sampai basa. Telah dilaporkan sebelumnya,

bahwa tambak di Kabupaten Demak tergolong

tanah aluvial nonsulfat masam, sehingga pH airnya

tergolong netral sampai

Nitrat adalah bentuk utama N di perairan alami dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan

tanaman dan alga akuatik. Nitrat tidak bersifat

racun terhadap organisme akuatik. Dari Tabel 1

terlihat bahwa kandungan NO3 air tambak di

Kabupaten Demak berkisar antara 0,0235 sampai

6,0652 mg/L dengan rata-rata 1,6354 mg/L.

Kandungan NO3 ini juga tergolong tidak terlalu

tinggi. Kandungan NO3 pada perairan alami

hampir tidak pernah lebih besar dari 0,1 mg/L.

Kandungan NO3 lebih besar dari 5 mg/L

menggambarkan terjadinya pencemaran

antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia

dan tinja hewan (Effendi, 2003).

Page 23: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

71

Tabel 1. Statistik deskriptif produksi total, kualitas tanah, dan kualitas air di tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi JawaTengah

Table 1. Total production of statistic description, sold quality, and water quality on “ tambak “ in

Karangtengah and Sayung, Demak, Central java

Faktor/Variabel Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Standar

Produksi:

Produksi total (kg/ha/siklus) 300 2.120 1.105 661

Kualitas Tanah:

Potensial redoks (mV) -209 176 -102 121

pHF 5,45 7,82 6,84 0,62

pHFOX 4,00 7,75 6,64 2,01

pHF– pHFOX -0,68 3,95 0,42 0,84

pHH2O 7,72 8,54 8,29 0,23

pHKCl 6,96 8,00 7,66 0,25

Bahan Organic (%) 0,87 4,69 2,76 1,12

N total (%) 0,02 0,11 0,07 0,03

InRasio C:N 4,30 84,31 18,40 14,31

PO4 (ppm) 3,27 53,01 20,75 17,26

Fe (ppm) 82,8 1.025,3 529,6 236,0

Al (ppm) 0,1 300,8 205,0 90,0

Pasir (%) 36 88 52 19

Debu (%) 6 32 18 9

Liat (%) 0 48 30 18

Kualitas Air:

Salinitas (ppt) 7 34 23 6

pH 6,19 8,02 7,43 0,53

NO3 (mg/L) 0,0235 6,0652 1,6354 1,5759

NO2 (mg/L) 0,0001 0,2580 0,0268 0,0703

NH3 (mg/L) 0,1052 0,7830 0,3472 0,2211

PO4 (mg/L) 0,0372 0,4593 0,1216 0,1204

Bahan organik total (mg/L) 20,60 54,77 36,91 11,15

Sumber: Statistik Kabupaten Demak

Nitrit merupakan bentuk peralihan antara NH3 dan

NO3 (nitrifikasi) dan antara NO3dan gas nitrogen

(N2) (denitrifikasi). Nitrit kurang beracun

dibandingkan dengan NH3, tetapi tetap sangat

beracun karena menghambat kemampuan darah

dalam membawa oksigen. Kandungan NO2 air

tambak Kabupaten Demak berkisar 0,0001 sampai

dengan 0,2580 mg/L dengan rata-rata 0,0268 mg/L

yang tergolong tidak terlalu tinggi. Kandungan

NO2 pada perairan relatif kecil karena segera

dioksidasi menjadi NO3. Perairan alami

mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan

sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (CCREM,

1987). Di perairan, kandungan NO2 jarang

melebihi 1 mg/L (Sawyer dan McCarty, 1978).

Kandungan NO2 yang lebih besar dari 0,05 mg/L

dapat bersifat racun bagi organisme akuatik yang

sangat sensitif (Moore, 1991).

Amonia dapat berada dalam bentuk tak terionisasi

yaitu NH3 atau bentuk ion NH4+, dimana NH3 lebih

beracun daripada NH4 (Poernomo, 1988), jumlah

keduanya dikenal sebagai nitrogen-amonia total

atau total ammonia-nitrogen (TAN) (Montoya,

Lawrence, Grant & Velasco, 2002). Amonia

merupakan bentuk utama ekskresi N dari

organisme akuatik. Sumber utama NH3 adalah

bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran

ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan

organik tersuspensi. Dekomposisi bahan organik,

Page 24: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

72

terutama yang banyak mengandung protein,

menghasilkan amonium (NH4+) dan NH3. Bila

proses lanjut dari dekomposisi (nitrifikasi) tidak

berjalan lancar, maka dapat terjadi penumpukan

NH3 sampai pada kandungan yang membahayakan

bagi ikan. Amonia dapat menembus bagian

membran sel lebih cepat daripada NH4 (Colt dan

Armstrong, 1981). Kandungan NH3 0,05-0,20

mg/L sudah menghambat pertumbuhan organisme

akuatik pada umumnya. Apabila kandungan NH3

lebih besar dari 0,20 mg/L, perairan bersifat racun

bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty,

1978). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap

kandungan NH3 yang terlalu tinggi, karena dapat

mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah

dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi.

Menurut Djajadiredja, Jangkaru & Omiarsa (1980),

perairan yang mengandung NH3 tidak lebih besar

dari 0,1 mg/L dianggap perairan normal,

sedangkan jika mengandung lebih besar dari 1

mg/L dianggap perairan tercemar. Berdasarkan

dari beberapa pendapat tersebut menunjukkan

bahwa kandungan NH3 tergolong cukup tinggi di

tambak Kabupaten Demak yang berkisar antara

0,1052 dan 0,7830 mg/L dengan rata-rata 0,3472

mg/L.

Unsur fosfor (P) di perairan tidak ditemukan dalam

bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam

bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat

dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa

partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang

dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Dugan, 1972).

Kandungan PO4 pada perairan alami jarang

melebihi 1 mg/L (Boyd, 1988). Berdasarkan

kandungan PO4, perairan diklasifikasikan menjadi

tiga yaitu: perairan dengan kesuburan rendah, yang

memiliki kandungan PO4 berkisar antara 0-0,02

mg/L; perairan dengan tingkat kesuburan sedang,

yang memiliki kandungan PO4 0,021-0,05 mg/L;

dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang

memiliki kandungan PO4 0,051-0,10 mg/L (Liaw,

1969). Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan

bahwa kualitas air tambak di Kabupaten Demak

tergolong tingkat kesuburan sedang, tinggi dan

sangat tinggi.

Bahan organik total air menggambarkan

kandungan bahan organik total suatu perairan yang

terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan

koloid. Bahan organik total di perairan terdapat

sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari

bahan organik yang mengalami dekomposisi

(detritus) dan bahan-bahan organik total yang

berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai.

Kandungan bahan organik total air di tambak

Kabupaten Demak berkisar 20,60 dan 54,77 mg/L

dengan rata-rata 36,91 mg/L (Tabel 1). Kandungan

bahan organik total dalam air laut biasanya rendah

dan tidak melebihi 3 mg/L. Menurut Reid (1961),

perairan dengan kandungan bahan organik total

lebih besar dari 26 mg/L adalah tergolong perairan

yang subur.

3.2. Hubungan Kualitas Tanah dan Air dengan

Produksi Total Tambak

Telah disebutkan sebelumnya bahwa variabel

kualitas tanah merupakan variabel independen dan

variabel eksogen dalam penelitian ini. Dari 14

variabel kualitas tanah (Tabel 1) yang dianalisis

ternyata hanya 2 variabel yang mempengaruhi

produksi total (udang windu dan ikan bandeng)

di tambak Kabupaten Demak yaitu: bahan organik

dan PO4 (Gambar 2). Bahan organik tanah

berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh

langsung sebesar 0,404 (P<0,01) terhadap produksi

total, sedangkan PO4 tanah berpengaruh nyata

dengan pengaruh langsung sebesar 0,267 (P<0,10)

terhadap produksi total. Dari 7 variabel kualitas

air yang merupakan variabel perantara, dependen

dan endogen dalam penelitian ini, ternyata ada 3

variabel yang mempengaruhi produksi total

tambak di Kabupaten Demak yaitu: PO4, salinitas

dan NO3 (Gambar 2). Seperti telah dilaporkan

sebelumnya oleh Deepak dan Singh (2014) bahwa

kondisi fisika-kimia air berpengaruh langsung

terhadap sintasan, pertumbuhan, reproduksi dan

distribusi ikan. Fosfat air berpengaruh nyata

(P<0,10) terhadap produksi total, sedangkan

salinitas dan NO3 air berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap produksi total dengan pengaruh

langsung masing-masing 0,117, -0,414 dan 0,377.

Kedua variabel kualitas tanah yang berpengaruh

terhadap produksi total tersebut ternyata

berpengaruh nyata terhadap kualitas air tambak.

Dalam hal ini, pengaruh nyata kualitas tanah

terhadap produksi total juga melalui variabel

perantara kualitas air. Dari Gambar 2 terlihat

bahwa bahan organik tanah berpengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap NO3 air dengan pengaruh

langsung -0,416, sedangkan PO4 tanah

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap PO4

dan NO3 air dengan pengaruh langsung masing-

masing 0,586 dan 0,540. Pengaruh langsung

(direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect

Page 25: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

73

effect) dan pengaruh total (total effect)

antarvariabel secara lengkap tersaji pada Tabel 2.

Di antara variabel kualitas tanah yang

mempengaruhi produksi total yaitu bahan organik

dan PO4, ternyata kedua variabel kualitas tanah

tersebut juga saling mempengaruhi. Pengaruh

bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara

langsung melalui proses mineralisasi atau secara

tidak langsung dengan membantu pelepasan P

yang terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan

ketersediaan P dalam tanah dapat ditingkatkan

dengan penambahan bahan organik melalui lima

aksi yaitu: (a) melalui proses mineralisasi bahan

organik yang melepaskan P mineral (PO4), (b)

melalui aksi dari asam organik atau senyawa

pengkhelat yang lain dari hasil dekomposisi,

terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Fe

dan Al yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, (c)

bahan organik akan mengurangi jerapan PO4

karena asam humat dan asam fulvat berfungsi

melindungi sesquioksida dengan memblokir lokasi

pertukaran, (d) penambahan bahan organik mampu

mengaktifkan proses dekomposisi bahan organik

asli tanah dan (e) membentuk kompleks fosfo-

humat dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan

lebih tersedia, sebab PO4 dijerap bahan organik

secara lemah. Dikatakan pula oleh Kassila et al.

(2001), akumulasi bahan organik tanah atau

sedimen dalam kondisi anaerob dapat

meningkatkan pelepasan PO4 dari CaCO3≈P yang

labil dalam tanah atau sedimen tambak dan

meningkatkan produktivitas fitoplankton yang

bertanggung jawab untuk memperbaharui

akumulasi bahan organik.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa bahan

organik tanah berpengaruh terhadap produksi total

tambak di Kabupaten Demak dengan pengaruh

total 0,619 yang menunjukkan bahwa 61,90%

produksi total tambak dipengaruhi oleh bahan

organik tanah dan sisanya sebesar 38,10%

dipengaruhi oleh variabel kualitas tanah lainnya

serta pengaruhnya bersifat positif yang artinya

peningkatan bahan organik tanah akan

meningkatkan produksi total. Bahan organik tanah

seringkali menjadi bahan pertimbangan dalam

pengelolaan budidaya tambak. Bahan organik

tanah dapat mempengaruhi sifat kimia, biologi dan

fisikatanah. Bahan organik yang terdekomposisi

dapat menjadi sumber N, sehingga kesuburan

tanah tambak dapat meningkat yang berdampak

pula pada peningkatan makanan alami dan

produksi tambak. Bahan organik dapat menjadi

sumber makanan bagi mikroorganisme, sehingga

kondisi tanah dasar juga dapat lebih baik yang

berdampak pada peningkatan produksi tambak.

Menurut Brussaard (1994) serta Bot dan Benites

(2005) organisme tanah termasuk mikroorganisme

menggunakan bahan organik tanah sebagai

makanan dan dari hasil dekomposisi bahan organik

akan dihasilkan berbagai nutrien (N, P dan S) yang

dilepaskan ke dalam tanah dalam berbagai bentuk

yang dapat digunakan oleh tanaman. Bahan

organik dapat berfungsi sebagai granulator yaitu

memperbaiki struktur tanah tambak menjadi lebih

baik, sehingga kondisi tambak juga menjadi lebih

baik untuk produksi. Seperti dikatakan oleh Bot

dan Benites (2005) bahwa salah satu peran penting

bahan organik tanah adalah menjadi perekat

partikel tanah untuk membentuk struktur tanah

terbaik. Dekomposisi bahan organik menjadi

humus menciptakan partikel molekul humus yang

berfungsi sebagai “semen” dari fraksi pasir, debu

dan liat dari tanah dalam agregat yang tidak mudah

hancur dalam air (Christensen, 1986). Telah

disebutkan sebelumnya bahwa kandungan bahan

organik tanah tambak di Kabupaten Demak relatif

rendah sehingga peningkatan bahan organik tanah

dapat meningkatkan produksi total tambak. Telah

dilaporkan pula bahwa fraksi pasir adalah fraksi

dari tekstur tanah yang dominan di tanah tambak

Kabupaten Demak (berkisar antara 36 dan 88%

dengan rata-rata 52%), sehingga pemberian bahan

organik dapat memperbaiki struktur tanah dan

mengurangi porositas pematang. Bahan organik

tanah merupakan salah satu bahan pembentuk

agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai

perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi

agregat tanah, sehingga bahan organik menjadi

penting dalam pembentukan struktur tanah. Pada

tanah berpasir yang banyak mengandung pori

makro yang tidak dapat menahan air, maka

penambahan bahan organik akan meningkatkan

pori berukuran menengah dan menurunkan pori

berukuran makro sehingga meningkatkan

kemampuan tanah dalam menahan air. Oleh karena

itu peningkatan kandungan bahan organik tanah

dapat mengurangi porositas pematang tambak,

sehingga ketinggian air tambak relatif dapat

dipertahankan yang berdampak pada kondisi

tambak yang lebih baik untuk udang windu dan

ikan bandeng yang dibudidayakan. Sebagai akibat

dari banyaknya pengaruh bahan organik tanah

terhadap kualitas tanah lainnya menjadi penyebab

munculnya pengaruh tidak langsung yang cukup

Page 26: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

74

besar dari bahan organik tanah terhadap produksi

total tambak di Kabupaten Demak seperti terlihat

pada Tabel 2.

Fosfor merupakan faktor pembatas produktivitas

primer di tambak. Fosfor memainkan peran

penting dalam fotosintesis, respirasi, cadangan dan

transferenergi, pembelahan sel, pembesaran sel dan

beberapa proses lainnya (Price, 2006). Pengaruh

total dari PO4 tanah terhadap produksi total tambak

di Kabupaten Demak sebesar 0,329 yang berarti

32,90% produksi total tambak dipengaruhi oleh

PO4 tanah, di mana pengaruh PO4 tanah bersifat

positif yang berarti peningkatan kandungan PO4

tanah berdampak pada peningkatan produksi total

tambak di Kabupaten Demak. Hal ini dapat

dimengerti, sebab kandungan PO4 tanah di tambak

Kabupaten Demak tergolong rendah (rata-rata

20,75 ppm), sehingga dengan peningkatan

kandungan PO4 tanah akan meningkatkan produksi

total di tambak. Telah disebutkan sebelumnya

bahwa kandungan PO4 tanah lebih besar dari 60

ppm tergolong sangat baik baik untuk budidaya

tambak (Karthik et al., 2005).

Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi

tanaman tingkat tinggi dan alga akuatik, sehingga

unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tanaman

dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi

tingkat produktivitas perairan. Davis dan Cornwell

(1991) mengemukakan korelasi positif antara

kandungan PO4 dengan klorofil-a. Mungkin inilah

salah satu penyebab terjadinya peningkatan

produksi total tambak di Kabupaten Demak seiring

dengan peningkatan kandungan PO4 dalam tambak.

Udang windu dan ikan bandeng merupakan

organisme eurihalin, namun karena dibudidayakan

untuk tujuan komersial, kisaran salinitas air yang

optimum perlu dipertahankan. Salinitas air

memainkan peran penting bagi udang windu dan

ikan bandeng yang dibudidayakan melalui

osmoregulasi mineral tubuh dari air di sekitarnya.

Salinitas air sangat berpengaruh terhadap produksi

total tambak di Kabupaten Demak dengan

pengaruh total -0,760 (Gambar 2 dan Tabel 2)

yang berarti 76,00% produksi total tambak

dipengaruhi oleh salinitas air, di mana penurunan

salinitas air akan meningkatkan produksi total.

Telah dilaporkan bahwa udang windu dan ikan

bandeng tumbuh dengan baik pada salinitas air

optimum berturut-turut 15-25 (Poernomo, 1988)

dan 15-30 ppt (Ismail et al., 1993), yang

merupakan kondisi salinitas air yang paling ideal

untuk budidaya pembesaran di tambak karena

memberikan kondisi lingkungan yang sesuai

dengan tingkat osmotik cairan tubuh udang windu

dan ikan bandeng. Telah dilaporkan pula bahwa

produksi polikultur udang windu dan ikan bandeng

tertinggi di tambak didapatkan pada salinitas air

16,3 ppt (Mustafa et al., 2007). Oleh karena

salinitas air di tambak Kabupaten Demak mencapai

34 ppt, sehingga penurunan salinitas air sampai

mendapatkan salinitas air optimum bagi udang

windu dan ikan bandeng menyebabkan

peningkatan produksi total tambak. Hal ini

didukung dengan kenyataan bahwa di berbagai

daerah di Indonesia telah berkembang budidaya

udang dan ikan bandeng pada lahan tambak

bersalinitas air rendah (lebih kecil dari 10 ppt)

untuk mencegah terjangkitnya penyakit penyebab

kematian udang (Sudradjat dan Wedjatmiko, 2010).

Lapisan teroksidasi (oxydized layer) akan

ditemukan pada dasar tambak yang merupakan

lapisan sedimen paling atas yang mengandung

oksigen. Lapisan ini sangat bermanfaatdan harus

dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya

(Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi

dekomposisi aerobik yang menghasilkan antara

lain: karbon dioksida (CO2), NH3 dan nutrien yang

lainnya. Pada sedimen anaerobik, beberapa

mikroorganisme mendekomposisikan material

organik dengan reaksi fermentasi yang

menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan

senyawa organik lainnya sebagai hasil

metabolisme. Menurut Boyd (2002), beberapa

mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2

dari NO3, NO2, ferro (Fe2+

), SO4 dan CO2 untuk

mendekomposisikan bahan organik dengan

mengeluarkan N2, NH3, H2S, dan metan (CH4)

sebagai hasil metabolisme. Dari uraian tersebut

diduga pengaruh total dari bahan organik tanah

yang menyebabkan penurunan kandungan NO3 air

dalam mempengaruhi produksi total tambak

sebagai akibat dari NO3 air yang dimanfaatkan

oleh mikroorganisme dalam mendekomposisikan

bahan organik tanah tambak di Kabupaten Demak,

seperti yang ditunjukkan oleh pengaruh total

sebesar -0,182 (Gambar 2 dan Tabel 2).

Fosfor yang ada dalam tambak berasal dari pupuk

serta dari pakan. Fosfor dimanfaatkan oleh

fitoplankton dalam bentuk PO4 dan terakumulasi

dalam tubuh ikan/udang melalui rantai makanan.

Fosfat yang tidak diserap oleh fitoplankton akan

Page 27: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

75

Keterangan:

CoT : bahan organik tanah SalA : salinitas air PoT : fosfat tanah NoA : nitrat air

PoA : fosfat air Prod : produksi total

Gambar 2. Diagram hasil analisis jalur kualitas tanah terhadap kualitas air dan produksi

total di tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak,

Provinsi Jawa Tengah

Figure 2. Analysis of result quality road of sold depend on water quality and total production in

“tambak“ Karangtengah and Sayung, Demak, Central Java Sumber: Hasil analisis data

Tabel 2. Nilai pengaruh langsung, tidak langsung dan total setiap korelasi dalam analisis

jalur untuk kualitas tanah, kualitas air dan produksi total di tambak Kecamatan

Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah

Table 2. Direct value, nondirect value and total corelation in road analysis for sold quality, water quality

and total production in “tambak“ Karangtengah and Sayung, Demak, Central Java

Korelasi dalam

Analisis Jalur

Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total

CoT PoA 0,050 0,254 0,304

CoT SalA -0,342 -0,123 -0,465

CoT NoA -0,416 0,234 -0,182

PoT PoA 0,586 0,022 0,608

PoT SalA -0,084 -0,148 -0,232

PoT NoA 0,540 -0,180 0,360

CoT Prod 0,404 0,215 0,619

PoT Prod 0,267 0,062 0,329

PoA Prod 0,117 0,016 0,133

SalA Prod -0,414 -0,346 -0,760

NoA Prod 0,377 0,057 0,434 Sumber: Hasil analisis data

Keterangan:

CoT : bahan organik tanah SalA : salinitas air PoT : fosfat tanah NoA : nitrat air

PoA : fosfat air Prod : produksi total

Page 28: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

76

diiikat oleh tanah. Oleh karena itu, pengaruh tidak

langsung dari PO4 tanah terhadap produksi total

tambak di Kabupaten Demak melalui pengaruhnya

terhadap PO4 air (Gambar 2), diduga sebagai

akibat PO4 yang ada dalam tambak yang tidak

diikat oleh tanah akan larut dalam air.

Kemampuan tanah mengikat PO4 dipengaruhi oleh

kandungan liat tanah. Semakin tinggi kandungan

liat pada tanah, semakin meningkat kemampuan

tanah mengikat fosfat. Dari Gambar 2 dan Tabel 2

menunjukkan bahwa PO4 air berpengaruh terhadap

produksi total dengan pengaruh total sebesar 0,133.

Variabel kualitas air lain yang berpengaruh

terhadap produksi total tambak di Kabupaten

Demak adalah NO3 dengan pengaruh total sebesar

0,434 yang berarti 43,40% produksi total tambak

dipengaruhi oleh NO3 air dan sisanya yaitu sebesar

56,60% disebabkan oleh variabel kualitas air

lainnya serta pengaruh NO3 air bersifat positif di

mana peningkatan kandungan NO3 air akan

meningkatkan produksi total tambak. Nitrat

merupakan salah satu bentuk N yang dapat

dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman

akuatik selain NH4 dan N2. Nitrat adalah bentuk

utama N di perairan alami dan merupakan nutrien

yang penting untuk budidaya tambak sebab NO3

inilah yang dimanfaatkan tanaman dan alga akuatik.

Chu (1943) mendapatkan bahwa kandungan NO3

yang optimum untuk pertumbuhan plankton adalah

0,9-3,5 mg/L. Smayda (1983) menyatakan bahwa

plankton secara umum lebih suka memanfaatkan N

dalam bentuk NO3, NO2 dan NH3, sehingga dalam

kondisi ini, NO3 yang dimanfaatkan lebih dahulu

untuk pertumbuhannya. Dari Tabel 1 terlihat

bahwa rata-rata kandungan NO3 air di tambak

adalah 1,6354 mg/L, sehingga peningkatan

kandungan NO3 air sampai batas tertentu dapat

meningkatkan produksi total tambak di Kabupaten

Demak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kualitas tanah dan air tambak di Kabupaten

Demak dapat mendukung usaha budidaya tambak

sistem polikultur udang windu dan ikan bandeng

dengan produksi total antara 300 dan 2.120

kg/ha/siklus atau rata-rata 1.105 kg/ha/siklus.

Hasil analisis jalur dari 14 variabel kualitas tanah

yang dianalisis ternyata hanya 2 variabel yang

mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan

bahan organik dan fosfat, sedangkan dari 7

variabel kualitas air, ternyata ada 3 variabel yang

mempengaruhi produksi total tambak Kabupaten

Demak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan nitrat.

Kedua variabel kualitas tanah tersebut juga

memiliki pengaruh tidak langsung terhadap

produksi total tambak melalui pengaruhnya

terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi

pupuk organik dan pupuk anorganik yang

mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk

anorganik yang mengandung fosfat dan nitrogen

pada air serta penurunan salinitas air diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas tambak di

Kabupaten Demak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan banyak terima kasih kepada

Muhammad Arnol dan Rosiana Sabang atas

bantuannya di lapangan; Rahmiyah dan Kamariah

atas bantuannya dalam analisis kualitas tanah di

laboratorium; serta Sitti Rohani, Andi Sahrijanna

dan Kurnia atas bantuannya dalam analisis air di

laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Yusrial, F. dan Sutono. (2006). Penetapan tekstur

tanah. Dalam: Kurnia, U., Agus, F., Adimihardja,

A. dan Dariah, A. (eds.), Sifat Fisik Tanah dan

Metode Analisisnya. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,

Bogor.hlm. 43-62.

Ahern, C.R., Blunden, B., Sullivan, L.A.and McElnea,

A.E. (2004). Soil sampling, handling, preparation

and storage for analisys of dried samples. In:

Acid Sulfate Soils Laboratory Methods

Guidelines. Queensland Department of Natural

Resources, Mines and Energy, Indooroopilly,

Queensland. pp. B1-1-B1-5.

Amir, M.F. (2006). Mengolah dan Membuat

Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian

Ilmiah. EDSA Mahkota, Jakarta. 201 hlm.

Anonim. (2011). Peningkatan dan Pemuktakhiran Data

Perikanan: Rumah Tangga Perikanan (RTP)

Budidaya Tambak. Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Demak, Demak.116 hlm.

APHA (American Public Health Association).(2005).

Standard Methods for Examination of Water and

Wastewater. Twentieth edition APHA-AWWA-

WEF, Washington, 1185 pp.

Athirah, A., Asaf, R. dan Ratnawati, E. (2013). Faktor

lingkungan yang mempengaruhi produktivitas

menggunakan aplikasi analisis jalur di tambak

Page 29: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

77

bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa

Barat. Jurnal Kelautan Nasional, 8(1), 35-47.

Avnimelech, Y. and Ritvo, G. (2003). Shrimp and fish

pond soils: processes and management..

Aquaculture, 220, 549-567.

Ballesteros, O.Q., and Mendoza, S.P. (1976). Brackish

fishpond management. In: Lopez, A.M. (ed.),

Pond Construction and Management. Western

Visayas Federation of Fish Producers Inc., Iloilo

City. pp. 19-27.

Barchia, M.F. (2006). Gambut: Agroekosistem dan

Transformasi Karbon. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. 196 hlm.

Bot, A. and Benites, J. (2005). The Importance of Soil

Organic Matter: Key to Drought-resistant Soil

and Sustained Food Production. FAO Soils

Bulletin 80.Food and Agriculture Organization

of the United Nations, Rome.79 pp.

Boyd, C.E. (1988). Water Quality in Warmwater Fish

Ponds. Fourth printing.Alabama Agricultural

Experiment Station, Auburn University,

Alabama.359 pp.

Boyd, C.E. (1992). Shrimp pond bottom soil and

sediment management. In: Wyban, J. (ed.),

Proceedings of the Special Session on Shrimp

Farming. World Aquaculture Society, Baton

Rouge, Louisiana. pp. 166-181.

Boyd, C.E. (1995). Bottom Soils, Sediment, and Pond

Aquaculture. Chapman and Hall, New York.348

pp.

Boyd, C.E. (2002). Understanding pond pH. Global

Aquaculture Advocate, June: 2 pp.

Boyd, C.E. (2008). Pond bottom soil analyses. Global

Aquaculture Advocate September/October: 91-

92.

Boyd, C.E., Wood, C.W. and Thunjai, T. (2002).

Aquaculture Pond Bottom Soil Quality

Management. Pond Dynamics/Aquaculture

Collaborative Research Support Program Oregon

State University, Corvallis, Oregon.41 pp.

Brussaard, L. (1994). Interrelationships between

biological activities, soil properties and soil

management. In: Greenland, D.J. and Szabolcs

(eds.), Soil Resilience and Sustainable Land Use.

CAB International, Wallingford, UK. pp. 309-

329.

CCREM (Canadian Councilof Resource and

Environment Ministers). (1987). Canadian

Water Quality Guidelines. Canadian Councilof

Resource and Environment Ministers, Task

Force on Water Quality Guidelines. Environment

Canada. Ottawa, Ontario. Canada; 6 Chapters

plus XXII Appendices.

Christensen, B.T. (1986). Straw incorporation and soil

organic matter in macro-aggregates and particle

size separates. Journal of Soil Science, 37, 125-

135.

Chu, S.P. (1943). The influence the mineral

composition of the medium on the growth of

planktonic algae. Part II: The influence of the

concentration of inorganic nitrogen and

phosphate phosphorus. Journal of Ecology,

31(2), 109-148.

Colt, J.E. and Armstrong, D.A. (1981). Nitrogen

toxicity to crustaceans, fish, and molluscs. In:

Allen,L.J. and Kinney,E.C. (eds.), Proceedings

of the Bio-engineering Symposium for Fish

Culture. American Fisheries Society, Bethesda,

MD.pp. 34-37.

Davis, M.L. and Cornwell, D.A. (1991). Introduction to

Environmental Engineering. Second edition. Mc-

Graw-Hill, Inc., New York.822 pp.

Deepak, S. and Singh, N.U. (2014). The relationship

between physico-chemical characteristics and

fish production of Mod sagar reservoir of Jhabua

District, MP, India. Research Journal of Recent

Sciences, 3, 822-826.

Djajadiredja, R., Jangkaru, Z. dan Omiarsa, S. (1980).

Mekanisme dalam usaha peningkatan dan guna

air tawar untuk budidaya ikan secara intensif.

Dalam: Lokakarya Nasional Teknologi Tepat

Guna Bagi Pengembangan Air Payau. Lembaga

Penelitian Perikanan Darat, Bogor. 9 hlm.

Draper, N.R. and Smith, H. (1981). Applied Regression

Analysis.Second edition. John Wiley & Sons,

New York. 709 pp.

Dugan, P.R. (1972). Biochemical Ecology of Water

Pollution. Plenum Press, New York. 159 pp.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi

Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 258

hlm.

Eldani, A. and Primavera, J.H. (1981). Effect of

different stocking combination of growth,

production and survival rate of milkfish (Chanos

chanos Forskal) and prawn (Penaeus monodon

Fabricius) in polyculture in brackishwater

ponds.Aquaculture 23: 59-72.

Everitt, B.S. and Dunn, G. (2001). Applied Multivariate

Data Analysis.Second edition. Arnold, London.

342 pp.

Eviati dan Sulaeman. (2009). Analisis Kimia Tanah,

Tanaman, Air, dan Pupuk. Petunjuk Teknis Edisi

2. Balai Penelitian Tanah, Bogor. 234 hlm.

Furukawa, I., Hidare, H. and Hiramo, K. (1973).

Production of prawn seed by marine yeast.

Research Report Faculty of Agriculture

Miyosaki University, 20(1), 93-110.

Grasshoff, K. (1976). Methods of Seawater Analysis.

Verlag Chemie, Weinheim, New York. 317 pp.

Hanafi, A. (1990). Socio-economic and managerial

profiles of brackishwater aquaculture in South

Sulawesi. Jurnal Perikanan Budidaya Pantai,

6(2), 97-114.

Page 30: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

78

Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. (2011). Evaluasi

Kesesuaian Lahan & Perencanaan Tataguna

Lahan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta. 352 hlm.

Hasnawi dan Mustafa, A. (2010). Karakteristik,

kesesuaian, dan pengelolaan lahan untuk

budidaya tambak di Kabupaten Luwu Utara,

Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset

Akuakultur, 5(3), 449-463.

Ismail, A., Poernomo, A., Sunyoto, P., Wedjatmiko,

Dharmadi dan Budiman, R.A.I. (1993).

Pedoman Teknis Usaha Pembesaran Ikan

Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan, Jakarta. 93 hlm.

Kassila, J., Hasnaoui, M., Droussi, M., Loudiki, M. and

Yahyaoui, A. (2001). Relation between

phosphate and organic matter in fish-pond

sediments of the Deroua fish farm (Béni-Mellal,

Morocco): implications for pond management.

Hydrobiologia, 450(1-3), 57-70.

Karthik, M., Suri, J., Saharan, N. and Biradar, R.S.

(2005). Brackish water aquaculture site selection

in Palghar Taluk, Thane District of Maharashtra,

India, using the techniques of remote sensing and

geographical information system. Aquacultural

Engineering, 32, 285-302.

Liaw, W.K. (1969). Chemical and biological studies of

fishponds and reservoirs in Taiwan. Rep. Fish

Culture Res., Fish. Series, Chin. Am. Joint

Commission on Rural Reconstruction 7:1-43.

Menon, R.G. ( 1973). Soil and Water Analysis: A

Laboratory Manual for the Analysis of Soil and

Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan,

Palembang. 190 pp.

Montoya, R.A., Lawrence, A.L., Grant, W. E. and

Velasco, M. (2002). Simulation of inorganic

nitrogen dynamics and shrimp survival in an

intensive shrimp culture system. Aquaculture

Research, 33, 81-94.

Moore, J.W. (1991). Inorganic Contaminants of Surface

Water. Springer-Verlag, New York. 334 pp.

Mustafa, A. (1998). Budi daya tambak di lahan gambut

dan permasalahannya: studi kasus di Sulawesi

Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, XVII(3), 73-

82.

Mustafa, A. (2012). Kriteria kesesuaian lahan untuk

berbagai komoditas di tambak. Media

Akuakultur, 7(2), 108-118.

Mustafa, A., Hasnawi, Athirah, A., Sommeng, A. dan

Ali, S.A. (2014). Karakteristik, kesesuaian,

pengelolaan lahan untuk budidaya di tambak

Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurnal

Riset Akuakultur, 9(1), 135-149.

Mustafa, A., Rachmansyah dan Hanafi, A. (2007).

Kelayakan lahan untuk budi daya perikanan

pesisir. Dalam: Susilo, D.S.I., Wiadnyana, N.N.,

Wijayanti, E., Basmal, J., Asnawi, Supangat, A.,

Hanggono, A. dan Insan, I. (eds.), Prosiding

Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan

Perikanan Tahun 2007. Badan Riset Kelautan

dan Perikanan, Jakarta. hlm. 141-159.

Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2005). Faktor

pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi

rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak

tanah sulfat masam (studi kasus di Kabupaten

Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan). Jurnal

Penelitian Perikanan Indonesia, 11(7), 67-77.

Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2007). Faktor-faktor

dominan yang mempengaruhi produktivitas

tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

Jurnal Riset Akuakultur, 2(1), 117-133.

Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2013). Karakteristik dan

pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi

ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak tanah

sulfat masam Kabupaten Konawe Selatan,

Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset

Akuakultur, 8(2), 325-338.

Mustafa, A. and Sammut, J. (2007). Effect of different

remediation techniques and dosages of

phosphorus fertilizer on soil quality and klekap

production in acid sulfate soil-affected

aquaculture ponds. Indonesian Aquaculture

Journal, 2(2), 141-157.

Mustafa, A. and Sammut, J. (2010). Dominant factors

effecting seaweed (Gracilaria verrucosa)

production in acid sulfate soils-affected ponds of

Luwu Regency, Indonesia. Indonesian

Aquaculture Journal, 5(2), 147-162.

Mustafa, A., Sapo, I. Hasnawi dan Sammut, J. (2007).

Hubungan antara faktor kondisi lingkungan dan

produktivitas tambak untuk penajaman kriteria

kelayakan lahan: 1. Kualitas air. Jurnal Riset

Akuakultur, 2(3), 289-302.

Ndome, C.B., Udo, I.U., Akpan, I.I. and Udom, C.

(2012). Effect of water quality and bottom soil

properties on the diversity and abudance of

macrobenthic in some tropical grow-out earthen

fish ponds. Ecologia, 2(1), 12-22.

Parsons, T.R., Maita, Y. and Lalli, C.M. (1989). A

Manual of Chemical and Biological Methods for

Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford.

173 pp.

Poernomo, A. (1988). Pembuatan Tambak Udang di

Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai

Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros.40

hlm.

Ponnamperuma, F.N. (1972). The chemistry of

submerged soils. Advances in Agronomy, 24, 29-

96.

Price, G. (2006). Australian Soil Fertility Manual.Third

edition. CSIRO Publishing, Collingwood. 168

pp.

Ranoemihardjo, B.S., Kahar, A. and Lopez, J.V.

(1979). Results of polyculture of milkfish and

shrimp at the Karanganyar provincial

demonstration ponds. Bulletin of Brackishwater

Page 31: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak

di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah

79

Aquaculture Development Center, 5(1&2), 334-

350.

Ratnawati, E., Hasnawi, dan Mustafa, A. (2014).

Kesesuaian lahan aktual untuk budidaya udang

windu di tambak Kabupaten Luwu Timur

Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset

Akuakultur, 9(1), 151-164.

Reid, G.K. (1961). Ecology of Inland Waters and

Estuaries. Van Nostrand Reinhold Co., New

York. 375 pp.

Rutherford, R.D. and Choe, M.K. (1993). Statistical

Model for Causal Analysis. John Wiley & Sons,

Inc., New York. 216 pp.

Salam, M.A., Ross, L.G. and Beveridge, C.M.M.

(2003). A comparison of development

opportunities for crab and shrimp aquaculture in

southwestern Bangladesh, using GIS modeling.

Aquaculture, 220, 477-494.

Sarwono, J. (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis

dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 321

hlm.

Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. (1978). Chemistry for

Environmental Engineering. Third edition.

McGraw-Hill Book Company, New York. 532

pp.

Shang, Y.C. (1986). Pond production systems: stocking

practices in pond fish culture. In: Lannan, J.E.,

Smitherman, R.O. and Tchobanoglous, G.

(eds.), Principles and Practices of Pond

Aquaculture. Oregon State University Press,

Corvallis, Oregon. pp. 85-96.

Smayda, T. (1983). The phytoplankton of estuaries. In:

Ketchum, B.H. (ed.), Estuaries and Enclosed

Seas. Ecosystem of the World 26. Elsevier,

Amsterdam. pp. 65-102.

Stevenson, F.J. (1982). Humus Chemistry: Genesis,

Composition, Reactions. John Wiley & Sons,

New York. 433 pp.

Streiner, D.L. (2005). Finding our way: an introduction

to path analysis.The Canadian Journal of

Psychiatry, 50(2), 115-122.

Strickland, J.D.H. and Parsons, T.R. (1972). A Pactical

Handbook of Seawater Analysis.Bulletin 167,

Second edition.Fisheries Research Board of

Canada, Ottawa.310 pp.

Sudradjat, A. dan Wedjatmiko. (2010). Budi Daya

Udang di Sawah dan Tambak. Penebar Swadaya,

Jakarta. 74 hlm.

Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori &

Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi,

Yogyakarta. 311 hlm.

Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat: Arti &

Interpretasi. Cetakan pertama. Rineka Cipta,

Jakarta. 359 hlm.

Sutrisyani dan Rohani, S. (2009). Panduan Praktis

Analisis Kualitas Air Payau. Cetakan kedua.

Diedit: Rachmansyah, Atmomarsono, M. dan

Mustafa, A. Pusat Riset Perikanan Budidaya,

Jakarta. 55 hlm.

Treece, G.D. ( 2000). Site selection. In: Stickney, R.R.

(ed.), Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley

& Sons, Inc., New York. pp. 869-879.

Wickins, J.F. (1984). The effect of reduced pH on

carapace calcium, strontium and magnesium

levels in rapidly growing prawns (Penaeus

monodon Fabricius). Aquaculture, 41, 49-60.

Widarjono, A. (2010). Analisis Statistika Multivariat

Terapan. Edisi pertama. UPP STIM YKPN,

Yogyakarta. 358 hlm

Page 32: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79

80

Page 33: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

81

STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DI WILAYAH PERAIRAN TELUK SALEH, SUMBAWA, NTB

STUDY OF LOCATION DETERMINATION FOR SEAWEED CULTURE DEVELOPMENT IN

SALEH BAY, SUMBAWA, NTB

Komang Iwan Suniada1 dan B. Realino S.

2

1Balai Penelitian dan Observasi Laut

Br. Dangin Berawah, Ds. Perancak, Jembrana Bali 82251

Telp (0365) 44266, Fax (0365) 44270 2Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan

E-mail : [email protected]

Diterima tanggal: 11 Maret 2014, diterima setelah perbaikan: 18 Juli 2014, disetujui tanggal: 24 Juli 2014

ABSTRAK

Studi ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan

Perikanan yang mendorong peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan budidaya perikanan. Teluk Saleh yang

terletak di Pulau Sumbawa NTB merupakan salah satu lokasi yang potensial untuk pengembangan budidaya laut.

Tujuan dari studi ini adalah memberikan informasi kepada pemerintah setempat mengenai daerah yang sesuai untuk

pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Saleh. Studi ini menggunakan data yang bersumber dari data

satelit penginderaan jauh (Terra/Aqua MODIS dan Landsat), data survey lapangan serta data sekunder. Data satelit

penginderaan jauh digunakan untuk menghasilkan informasi suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a serta untuk

pemetaan dasar perairan; data survey lapangan yang diukur adalah nitrat, fosfat, salinitas, pH, DO, Total Dissolves Solid

(TDS), kecepatan arus dan kecerahan perairan; sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data bathymetri. Data-

data tersebut kemudian diberi bobot dan skor yang disesuaikan dengan komoditi rumput laut yang akan dibudidayakan.

Perangkat lunak Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode tumpang susun (overlay) digunakan untuk

menganalisis parameter-parameter tersebut di atas, dimana semakin tinggi skornya menunjukkan daerah tersebut

semakin sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Studi ini menghasilkan informasi bahwa area yang

potensial bagi pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Saleh adalah sekitar 25.532 Ha.

Kata kunci: budidaya rumput laut, penginderaan jauh, Sistem Informasi Geografi, Teluk Saleh

ABSTRACT

This study was carried out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Republic of

Indonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture, especially by developing seaweed culture

around Sumbawa regency. The aim of this study is to provide information about potential area for seaweed culture

around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara.Remote sensing data (Terra/Aqua MODIS

and Landsat satellite image), field survey data and secondary data were used for this study. Remote sensing data were

used to produce sea surface temperature (SST), chlorophyll-a information and bottom substrate mapping; field survey

data provided nitrate, phosphate, salinity, pH, DO, TDS, flow velocity, water transparency while secondary data was

used to provide bathymetry information. Geographical Information System software was used to analyze this study by

using overlay technique for all parameter, which had previously been weighted and scored based on the criteria of

aquatic habitat suitability for seaweed culture. Higher score indicates that the area more suitable for seaweed culture

activities.The results showed that the potential area suitable for seaweed culture around Teluk Saleh water territory,

Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara is about 25.532 Ha.

Keywords: seaweed culture, remote sensing, Geographic Information System, Saleh Bay

Page 34: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

82

PENDAHULUAN

Kabupaten Sumbawa merupakan kabupaten yang

mengembangkan rumput laut sebagai salah produk

unggulan di bidang perikanan dan kelautan. Sejak

tahun 2010 hingga 2012, kawasan budidaya

rumput laut di wilayah Kabupaten Sumbawa

berkembang pesat, sehingga Pemerintah Pusat

memberikan predikat sebagai kabupaten berkinerja

terbaik dan menjadikannya kabupaten percontohan

komodi ekspor rumput laut.

Sementara ini, Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Sumbawa telah menetapkan 6 kawasan

pengembangan budi daya rumput laut, meliputi

kawasan timur, yakni Labuhan Aji-Tarano,

Labuhan Sangoro-Maronge, Labuhan Kuris-Lape,

Labuhan Terata-Lape dan Tanjung Bele-Moyo

Hilir. Kemudian di kawasan tengah ada di Pulau

Medang-Labuhan Badas dan di kawasan Barat

tepatnya di Labuhan Mapin-Alas Barat.

Teluk Saleh, yang secara administratif berada di

tiga kabupaten yakni Kabupaten Sumbawa, Dompu

dan Bima, merupakan perairan yang menjadi

prioritas pengembangan budidaya rumput laut

dengan harapan selain adanya sumber usaha baru

yang akan berpengaruh bagi pendapatan

masayarakat pesisir,juga sedikit demi sedikit

mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap

kegiatan penangkapan ikan yang cenderung

menurun.

Proses penentuan lokasi budidaya yang tepat

merupakan salah satu faktor yang penting untuk

menunjang keberhasilan suatu kegiatan budidaya

rumput laut. Parameter-parameter perairan penting

yang harus diperhatikan antara lain, kriteria

topografi lokasi (keterlindungan dari angin dan

ombak besar), parameter fisik perairan (suhu,

kecepatan arus, kekeruhan perairan, kecerahan

perairan) parameter kimia (konsentrasi nitrat,

fosfat, oksigen terlarut, pH, salinitas) dan

parameter biologi yaitu organisme yang merugikan

maupun fitoplankton berbahaya (Ambas, 2006;

Sulma, Mannopo, & Indarto, 2008; FPIK Unri,

2008). Informasi mengenai daerah potensial bagi

pengembangan budidaya rumput laut disusun

dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi

Geografis yang telah dipergunakan secara luas di

dunia, diantaranya untuk budidaya kerang-

kerangan di Baynes Sound, Canada (Carswell,

Cheesman & Anderson, 2006), site selecton untuk

mangrove oyster raft di Pulau Margarita,

Venezuela (Buitrago, Rada, Hernandez &

Buitrago, 2005), pemodelan parameter lingkungan

untuk budidaya laut di Sinola State, Mexico

(Aguilar-Manjarez and Ross, 1995), site selection

di Canary Island, Tenerife (Perez, Ross, Telfer, &

del Campo Barquin, 2003), lokasi yang sesuai

untuk Japanese scallop di Teluk Funka, Hokkaido

(Radiarta Saitoh, & Miyazono, 2008), pemilihan

lokasi budidaya di Teluk Tomini (Utojo, Mansyur,

Tangko, Hasnawi & Mulia, 2007), site selection

untuk budidaya di Teluk Kupang (Hartoko &

Kangkan, 2009), budidaya ikan kerapu di Perairan

Morotai (Suniada, 2011) serta budidaya rumput

laut di wilayah perairan Sumba Timur (Suniada,

Realino & Indriyawan, 2012).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memberikan informasi mengenai daerah potensial

bagi pengembangan budidaya rumput laut pada

wilayah penelitian, sehingga dapat dijadikan

sebagai masukan bagi pemerintah daerah setempat

untuk pengembangan kawasan budidaya di

wilayah perairan Teluk Saleh.

BAHAN DAN METODE

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah perairan Teluk

Saleh antara Kecamatan Lape-Lopok, Plampang

dan Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa,

NTB (825’- 8

45’ LS dan 117

35’- 118

10’ BT)

karena daerah tersebut merupakan salah satu lokasi

potensial bagi pengembangan rumput laut di

Kabupaten Sumbawa. Pengambilan data lapangan

dilakukan pada 27 stasiun pengamatan, dan

dilaksanakan pada tanggal 31 Mei – 7 Juni 2012

antara jam 09.00 WITA sampai dengan jam 16.00

WITA.Sebaran pengambilan data bersifat acak dan

dianggap mewakili daerah dekat pantai, daerah

yang jauh dari pantai serta daerah-daerah disekitar

Pulau Rakit, Pulau Ngali dan Pulau Liang yang

merupakan pulau-pulau besar yang ada di dalam

Teluk. Beberapa parameter seperti suhu, salinitas,

pH, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen; DO),

kecepatan arus, kecerahan perairan, Muatan

Padatan Tersuspensi (MPT) diukur langsung di

lokasi pengamatan, sedangkan parameter nitrat dan

fosfat dianalisis di Laboratorium Riset Kelautan

BPOL, Perancak, Bali.

Page 35: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

83

2.2. Alat dan Bahan Survey Lapangan

Alat dan bahan yang digunakan pada saat survey

pengambilan data lapangan diantaranya adalah:

wahana survey yang berupa kapal nelayan, GPS,

salinometer, pH meter, water quality checker,

water sampler, current meter, seichi disk, botol

sampel 1000 ml, serta coolbox untuk menyimpan

sampel air.

2.3. Data yang Digunakan

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah

data satelit, data insitu dan data sekunder.Data

satelit digunakan untuk mengetahui konsentrasi

suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a

permukaan laut serta prediksi sebaran substrat

dasar. Sebaran suhu dan konsentrasi klorofil-a

permukaan laut diidentifikasi menggunakan data

Satelit Aqua/Terra MODIS level 2 dengan resolusi

spasial 1 km, sedangkan untuk prediksi sebaran

substrat dasar menggunakan data Landsat 5 dengan

resolusi 16 m yang diakuisisi pada tanggal 7 Maret

2012. Data Terra/Aqua MODIS yang digunakan

adalah data pada periode Juni 2011 – Juli 2012

dengan jumlah data sebanyak 59 data yang bebas

awan pada lokasi penelitian.

Data insitu yang diambil adalah parameter-

parameter perairan yang berhubungan dengan

kegiatan budidaya rumput laut, diantaranya adalah

nitrat, fosfat, suhu permukaan, salinitas, pH, DO,

kecepatan arus, kecerahan perairan dan juga

parameter kekeruhan perairan yaitu kandungan

muatan padatan tersuspensi (MPT). Data suhu,

salinitas, pH, DO, kecepatan arus, kecerahan

perairan dan MPT dapat diukur dan diketahui

langsung dengan menggunakan alat ukur portable,

sedangkan parameter nitrat dan fosfat dapat

diketahui setelah dilakukan analisis di

laboratorium. Pengamatan dan pengambilan data

sampel air dilakukan di sekitar perairan Teluk

Saleh, Kabupaten Sumbawa pada 27 titik stasiun

pengamatan (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi survey, titik pengukuran dan pengambilan sampel

Figure 1. Location of survey, measurement and sampling Sumber: Peta Dishidros TNI AL

Page 36: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

84

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini

adalah:

- Data bathymetri atau kedalaman perairan di

sekitar wilayah penelitian dengan skala

1:200.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS

TNI AL. Data tersebut belum berupa data

digital, sehingga perlu di-scan terlebih dahulu,

kemudian digitasi sehingga akhirnya berbentuk

data bathymetri digital untuk mempermudah

proses klasifikasi selanjutnya pada software

image processing.

- Data mengenai keadaan umum Kabupaten

Sumbawa yang diperoleh dari website Propinsi

Nusa Tenggara Barat.

2.4. Penentuan Lokasi untuk Budidaya Rumput

Laut

Penentuan lokasi pengembangan budidaya rumput

laut di wilayah perairan Teluk Saleh diperoleh

dengan memanfaatkan data kualitas perairan serta

data satelit penginderaan jauh. Informasi suhu

permukaan laut, klorofil-a permukaan bersumber

pada data citra satelit Aqua/Terra MODIS serta

informasi prediksi sebaran substrat dasar diperoleh

dengan menggunakan data citra satelit Landsat.

Selain itu, data kedalaman perairan (bathymetri)

juga diperlukan pada studi ini. Perez et al. (2003)

menyatakan bahwa secara umum, suhu dan muatan

tersuspensi merupakan faktor yang penting untuk

menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan

budidaya, sedangkan menurut Hartoko dan

Kangkan (2009) parameter utama yang perlu

diperhatikan untuk budidaya rumput laut adalah

faktor kesuburan perairan yaitu parameter nitrat

dan fosfat. Dengan kajian ini, diharapkan dapat

dijadikan acuan bagi pemerintah daerah setempat

dalam menetapkan kawasan yang sesuai bagi

lokasi perikanan budidaya, khususnya budidaya

rumput laut. Diagram alir site selection di wilayah

perairan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut

Figure 1. Flowchart of determination for seaweed culture Sumber: Hartoko dan Kangkan, 2009

Suitable Area for Seaweed Culture

Page 37: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

85

Kesuburan suatu perairan merupakan faktor yang

paling penting bagi kegiatan budidaya rumput laut

(Hartoko dan Kangkan, 2009), sehingga bobot

yang tinggi diberikan kepada parameter nutrien

yaitu konsentrasi nitrat dan fosfat. Bobot tertinggi

berikutnya adalah tingkat kecerahan perairan yang

berkaitan erat dengan penetrasi cahaya matahari ke

kolom air. Penetrasi cahaya ke kolom air sangat

erat kaitannya dengan proses fotosintesis rumput

laut yang menggunakan energi matahari sebagai

sumber energi.

Tingkat kecerahan perairan dipengaruhi oleh

banyaknya partikel-partikel pada kolom air.

Partikel yang dikenal dengan istilah muatan

padatan tersuspensi (MPT) tersebut bila semakin

tinggi konsentrasinya pada suatu perairan akan

menyebabkan perairan tersebut menjadi semakin

keruh. Proses erosi yang terbawa oleh aliran sungai

ataupun yang langsung masuk ke badan air

merupakan salah satu penyebab utama tingginya

padatan tersuspensi di perairan. Selain itu adanya

proses pengadukan dasar perairan akibat pasang

surut juga memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap tingginya kekeruhan perairan.

Sastrawijaya (2000) dalam Sulma et al. (2008)

menambahkan bahwa padatan tersuspensi dalam

air umumnya terdiri dari fitoplankton,

zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan,

lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah

industri. Bahan-bahan yang tersuspensi di perairan

alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika

jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai

kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi

cahaya matahari ke kolom air (Effendi, 2000 dalam

Sulma et al., 2008). Batas kandungan TSM yang

diperbolehkan berdasarkan baku mutu air laut

untuk biota laut adalah lebih kecil dari 80 mg/L.

Sedangkan kondisi perairan dikatakan ideal jika

memiliki nilai di bawah 20 mg/L (Akbar dan

Sudaryanto, 2002 dalam Sulma et al., 2008).

Bottom substrate berkaitan erat dengan metode

budidaya yang akan dilakukan. Secara umum,

bottom substrate dibedakan menjadi 3 kategori,

yaitu karang, pasir dan berlumpur. Jika bottom

substrate cenderung terdiri dari karang ataupun

pecahan-pecahan karang, biasanya kondisi perairan

akan menjadi lebih jernih daripada perairan yang

berpasir atau berlumpur, sehingga teknik budidaya

rumput laut yang biasa digunakan adalah dengan

metode tenggelam. Berbeda halnya jika kondisi

perairan adalah berpasir atau berlumpur, maka

teknik budidaya yang digunakan adalah metode

terapung karena pasir atau lumpur akan dapat

menyebabkan keruhnya perairan dan mengganggu

sistem respirasi dan fotosintesis rumput laut yang

dibudidayakan.

Untuk menentukan lokasi yang sesusai bagi

kegiatan budidaya rumput laut dengan

menggunakan analisis spasial dan SIG, maka

kriteria yang digunakan harus mengacu pada

kriteria kondisi lingkungan yang sesuai bagi

komoditas yang akan dibudidayakan. Kriteria

tersebut akan digunakan sebagai dasar penilaian

dan pembobotan dalam analisis spasial untuk

memperoleh hasil yang paling sesuai dengan

komoditas tersebut (Tabel 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Informasi Kualitas Perairan di Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB

Analisis laboratorium terhadap sampel air untuk

parameter fosfat menunjukkan bahwa rata-rata

konsentrasi fosfat sebesar 0,001 mg/m3, dengan

konsentrasi minimal terdeteksi 0,001 mg/m3 hingga

maksimal 0,0019 mg/m3 dengan sebaran yang

cenderung seragam, sedangkan untuk parameter

nitrat menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi

nitrat sebesar 0,019 mg/m3, dengan konsentrasi

minimal terdeteksi 0,004 mg/m3

dan maksimal

0,065 mg/m3 dengan pola sebaran yang cenderung

seragam pula. Senyawa nitrat dan fosfat secara

alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui

proses pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-

tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan

limbah baik limbah domestik, industri, pertanian

dan peternakan yang diuraikan oleh bakteri

menjadi zat hara (Wattayakorn, 1988 dalam

Ulqodry, Yulisman, Syahdan & Santoso, 2010).

Kondisi nitrat pada penelitian ini lebih rendah dari

yang dihasilkan oleh Radiarta et al. (2004) namun

masih berkisar pada nilai baku mutu air laut yang

dikeluarkan oleh Kementerian Lingkingan Hidup,

sedangkan nilai fosfat yang cenderung seragam

menunjukkan bahwa variasi fosfat pada laut tropis

biasanya kecil, bahkan tidak ada variasi sama

sekali karena tidak adanya variasi suhu yang

mencolok sehingga aktifitas plankton yang

memanfaatkan fosfat juga cenderung seragam

(Sidjabat, 1976 dalam Ulqodry et al., 2010).

Page 38: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

86

Tabel 1. Kriteria kesesuaian kualitas perairan untuk budidaya rumput laut

Table 1. Water quality suitable criteria for seaweed culture

Parameter Bobot Tinggi Sedang Rendah

Kriteria Skala Skor Kriteria Skala Skor Kriteria Skala Skor

Nitrat 3 0.9 – 3.2 5 15 0.7 – 0.8 3 9 < 0.7 1 3

(mg/l ) 3.3 – 3.4 > 3.4

Fosfat 3 0.2 – 0.5 5 15 0.1 – 0.2 3 9 < 0.1 1 3

(mg/l ) 0.5 – 1 >1

Kedalaman (m) 3 1 - 10 5 15 11 – 15 3 9 <1 1 3

> 15

Kecerahan (m) 3 >3 5 15 1 - 3 3 9 <1 1 3

Kecepatan 3 20 – 30 5 15 10 – 20 3 9 <10 1 3

Arus (cm/s) 30 – 40 >40

Suspended 2 <25 5 10 25 – 50 3 6 >50 1 2

Matter (mg/l)

Salinitas (ppt) 2 32 – 34 5 10 30 – 32 3 6 <30 1 2

>34

Suhu (oC) 2 24 – 30 5 10 20 – 24 3 6 <20 1 2

>30

Klorofil –a

(mg/l) 1 >10 5 5 4 – 10 3 3 <4 1 1

Substrat 1 Coral 5 5 Sand 3 3 mud 1 1

Dasar

DO (mg/l) 1 >6 5 5 4 – 6 3 3 <4 1 1

pH 1 6.5 – 8.5 5 5 4 – 6.4 3 3 <4 1 1

8.5 – 9 >9.5

Total 125 75 25

Sumber: Dimodifikasi dari Hartoko dan Kangkan (2009)

Jika kisaran score total untuk parameter-parameter diatas adalah:

91.67 – 125.00 : Sangat Sesuai

58.33 – 91.67 : Sesuai

25.00 – 58.33 : Tidak Sesuai

Kedalaman perairan di daerah penelitian

menunjukan nilai hingga 290,37 m dengan rata-

rata nilai kedalaman adalah 64,57 m. Pada jarak

100 m dari bibir pantai, rata-rata kedalaman

perairan mencapai 6,36 m dengan titik terdalam

terdeteksi sekitar 79,55 m. Hingga jarak 500 m dari

bibir pantai, rata-rata kedalaman adalah 13,55 m

dengan titik terdalam terdeksi mencapai 173 m.

Kedalaman perairan yang terpengaruh oleh pasang

surut merupakan salah satu faktor yang harus

diperhatikan dalam budidaya rumput laut, posisi

ideal adalah ketika surut terendah rumput laut tidak

terkena sinar matahari secara langsung dan masih

memperoleh penetrasi matahari pada waktu pasang

Page 39: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

87

(Sediadi et al., 2000 dalam Sulma et al., 2008)

sedangkan pada perairan yang lebih dalam,

kedalaman perairan dapat disiasati dengan

pemilihan teknik budidaya yang tepat, misalnya

dengan metode budidaya apung yang

menyebabkan rumput laut relatif mengikuti naik

turunnya pasang surut (Ambas, 2006).

Sebaran kecerahan di daerah penelitian

menunjukkan bahwa rata-rata kecerahan sebesar

12,15 m, dengan kecerahan minimal terdeteksi

5,00 m hingga maksimal 19,00 m. Standar deviasi

sebaran kecerahan di daerah penelitian

menunjukkan nilai 2,33 m, hal ini menunjukkan

bahwa sebaran kecerahan di daerah penelitian

cukup beragam dengan kondisi perairan yang

relatif jernih. Budidaya rumput laut membutuhkan

perairan yang mempunyai kecerahan tinggi agar

sinar matahari dapat menembus perairan yang

dibutuhkan dalam mekanisme fotosintesa.

Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila tingginya

kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat

pantai, akibat aktivitas pasang surut.

Rata-rata kecepatan arus pada lokasi penelitian

adalah sebesar 10,9 cm/s, dengan kecepatan arus

minimal terdeteksi 9,9 cm/s hingga maksimal 11,5

cm/s. Arus merupakan salah satu parameter

penting dalam sirkulasi air, pembawa bahan

terlarut dan padatan tersuspensi serta dapat

berdampak pada keberadaan organisme penempel.

Kecepatan arus perairan untuk budidaya keramba

jaring apung di laut tidak boleh lebih dari 100

cm/detik dan kecepatan arus bawah 25 cm/dt.

Sedangkan untuk rumput laut 20-30 cm/dt dan

tiram mutiara berkisar 15-25 cm/dt.

Adanya arus di laut disebabkan oleh perbedaan

densitas masa air laut, tiupan angin terus menerus

diatas permukaan laut dan pasang-surut terutama di

daerah pantai. Pasang surut juga dapat

menggantikan air secara total dan terus menerus

sehingga perairan terhindar dari pencemaran.

Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi

kehidupan biota perairan. Arus dapat menyebabkan

ausnya jaringan jazad hidup akibat pengikisan atau

teraduknya substrat dasar berlumpur yang

berakibat pada kekeruhan sehingga terhambatnya

fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari arus

adalah menyuplai makanan, kelarutan oksigen,

penyebaran plankton dan penghilangan CO2

maupun sisa-sisa produk biota laut.

Muatan Padatan Terlarut (MPT) atau Total

Dissolved Solids (TDS) adalah benda padat yang

terlarut, yaitu semua mineral, garam, logam serta

kation-anion yang terlarut dalam air. Benda-benda

padat dalam air tersebut berasal dari banyak

sumber organik seperti daun, lumpur, plankton,

serta limbah industri dan kotoran. Sumber lainnya

bisa berasal dan limbah rumah tangga, pestisida,

dan banyak lainnya. Sedangkan, sumber anorganik

berasal dari batuan dan udara yang mengandung

kasium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur,

dan mineral lain.

Hasil pengamatan MPT pada tiap stasiun

pengamatan menunjukkan bahwa perairan di

sekitar Teluk Saleh relatif jernih dengan

kandungan materi tersuspensi yang tidak begitu

tinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup, standar baku mutu padatan

tersuspensi untuk biota laut berada kisaran 20-80

mg/l, sedangkan pengukuran lapangan

menunjukkan bahwa rata-rata nilai MPT sebesar

52,2 mg/l, dengan nilai MPT minimal terdeteksi

51,7 mg/l hingga maksimal 52,5 mg/l. Hal ini

menunjukkan bahwa sebaran MPT di daerah

penelitian cukup seragam dan berada pada rentang

baku mutu untuk biota laut tersebut. Materi yang

tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap

kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari

ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi

organisme produser terutama sebagai penghasil

oksigen (Masser, 1997).

Pada survey ini pengukuran parameter salinitas

dilakukan dengan menggunakan alat ukur portabel

Eutech Salt 6+. Hasil pengukuran lapangan

disekitar daerah penelitian menunjukkan bahwa

secara umum nilai salinitas permukaan berada pada

kisaran 31 o/oo. Curah hujan akan dapat

menurunkan kadar salinitas karena air hujan

mempunyai salinitas yang rendah sedangkan

penguapan akan menyebabkan tingginya salinitas

pada suatu perairan. Sebaran salinitas di daerah

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai

salinitas sebesar 31,6 ppt, dengan nilai salinitas

minimal terdeteksi 31,3 ppt hingga maksimal 31,8

ppt. Hasil yang hampir sama diperoleh oleh

Radiarta et al. (2004) dengan rentang salinitas 22-

32 ppt, namun masih berada pada kisaran ideal

untuk budidaya rumput laut (Ambas, 2006).

Perairan yang berdekatan dengan muara tidak

dianjurkan untuk lokasi budidaya secara umum

Page 40: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

88

karena kadar salinitas sangat berfluktuasi yang

diakibatkan oleh masuknya air tawar dari sungai.

Fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi

pertumbuhan biota yang dibudidayakan.

Suhu rata-rata di daerah penelitian di Teluk Saleh

yang diperoleh dari citra satelit Aqua MODIS,

level 2 harian dengan resolusi piksel 1 km adalah

29,07 °C, dengan suhu terendah terdeteksi pada

nilai 27,28 °C, dan suhu tertinggi terdeteksi di nilai

33,23 °C. Sedangkan suhu rata-rata hasil

pengukuran langsung pada rentang waktu antara

jam 09.00 WITA sampai dengan 16.00 WITA

adalah 28,6 °C. Kisaran tersebut masih merupakan

rentang ideal untuk pertumbuhan rumput laut

berdasarkan SNI 7579.1:2010 yaitu dengan rentang

26-32°C. Substrat dasar yang bisa dideteksi

melalui sistem penginderaan jauh adalah karang,

karang mati, lamun dan pasir. Karang hidup

tersebar merata di sepanjang pesisir Teluk Saleh

dengan total luasannya mencapai 10.029,6 ha.

Karang ini tersebar di perairan dengan kedalaman

antara 0-27,22 m,dengan sebaran terbanyak di

kedalaman 0-7,9 m. Karang mati tersebar di

beberapa titik di pesisir Teluk Saleh dengan total

luasannya mencapai 863,01 ha. Karang mati ini

terdeteksi tersebar pada kedalaman 0-44.9 m

dengan sebaran tertinggi pada kedalaman 0-13.1

m. Lamun tersebar di beberapa titik di pesisir

Teluk saleh dengan total luasannya mencapai

19,92 ha. Sebaran lamun tertinggi terdapat di

daerah dengan kedalaman 0 - 8,2 m. Dasar perairan

yang sebagian besar terdiri dari karang diduga

menjadi salah satu penyebab jernihnya perairan di

sekitar Teluk Saleh. Dasar perairan dengan

pecahan karang merupakan dasar perairan yang

ideal untuk rumput laut, jika dibandingkan dengan

dasar perairan yang berlumpur.

Konsentrasi klorofil-a permukaan di daerah

penelitian di Teluk Saleh dalam penelitian ini

dipantau dari bulan Juli 2011 sampai Juni 2012.

Rata-rata konsentrasi klorofil-a permukaan yang

diperoleh dari citra satelit Aqua MODIS, level 2

harian dengan resolusi piksel 1 km adalah sebesar

0,87 mg/m3 dengan konsentrasi klorofil-a

permukaan terendah terdeteksi pada nilai 0,19

mg/m3, sedangkan konsentrasi klorofil-a

permukaan tertinggi terdeteksi di nilai 76,03

mg/m3. Standar deviasi konsentrasi klorofil-a

permukaan laut sebesar 1,70 mg/m3 menunjukkan

bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a permukaan

laut di lokasi penelitian cukup beragam. Sebaran

konsentrasi klorofil-a permukaan paling banyak

berada pada kisaran di bawah 1 mg/m3. Klorofil-a

permukaan bukanlah faktor utama dalam

penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut,

namun dapat digunakan sebagai acuan apakah pada

daerah tersebut terjadi ledakan pertumbuhan

fitoplankton akibat tingginya nutrien yang dapat

mengganggu kelangsungan budidaya rumput laut.

Sebaran DO di daerah penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata nilai DO sebesar 3,7 mg/l, dengan

nilai salinitas minimal terdeteksi 3,6 mg/l

hinggamaksimal 3,85 mg/l, nilai tersebut sedikit

lebih rendah dari standar baku mutu untuk biota

laut yang dikeluarkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup. Rendahnya kandungan oksigen

ini didugakarena masuknya bahan-bahan organik

ke perairan, sehingga memerlukan banyak oksigen

untuk menguraikannya. Ada beberapa hal yang

dapat menyebabkan berkurangnya oksigendalam

air, antara lain: respirasi biota, dekomposisi bahan

organik dan pelepasan oksigen ke udara (Ulqodry

et al., 2010).

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu

parameter kimia yang penting dalam memantau

kestabilan perairan dan setiap biota laut

mempunyai nilai toleransi yang berbeda-beda

terhadap variasi pH (Simanjuntak, 2012). Sebaran

pH di daerah penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata nilai pH sebesar 8,9, dengan nilai pH minimal

terdeteksi 8,95 hingga maksimal 9,08. Nilai

tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai ambang batas

yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup,

namun masih berada pada kisaran yang sesuai

untuk kehidupan rumput laut (Hartoko dan

Kangkan, 2009).

Sebaran spasial parameter kualitas perairan di

Teluk Saleh dapat dilihat pada Gambar 3.

3.2. Zona Potensial untuk Budidaya Rumput

Laut

Penentuan kawasan untuk pengembangan budidaya

rumput laut dengan mempertimbangkan faktor-

faktor lingkungan, terutama yang dapat dipantau

dengan menggunakan satelit penginderaan jauh

dan dipadukan dengan data lapangan, diharapkan

mampu memberikan informasi awal dalam

penataan kawasan di wilayah perairan Teluk Saleh.

Proses penentuan wilayah perairan yang sesuai

bagi kegiatan budidaya rumput laut ini disusun

dengan menggunakan beberapa parameter kualitas

Page 41: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

89

perairan yaitu fosfat, nitrat, kedalaman perairan,

kecerahan, kecepatan arus, material padatan

tersuspensi, salinitas, suhu perairan, substrat dasar,

konsentrasi klorofil-a, DO dan pH. Keduabelas

parameter tersebut kemudian dianalisis pada

perangkat lunak Sistem Informasi Geografis

dengan menggunakan analisis tumpang susun

(overlay).

Sebelumnya, masing-masing parameter tersebut

telah diberi bobot dan score sehingga setelah

dilakukan overlay analisis akan terlihat secara

spasial kisaran nilai kesesuaian untuk budidaya

rumput laut (Gambar 4).

Nilai kesesuaian hasil analisis untuk budidaya

rumput laut berkisar antara 49 sampai 77.

Berdasarkan kisaran scoring yang telah ditentukan

sebelumnya, maka pada lokasi penelitianhanya

dapat dibagi menjadi dua kategori saja, yaitu

ketegori sesuai dan tidak sesuai untuk budidaya

rumput laut. Gambar 5 menunjukkan daerah yang

termasuk kedalam kategori sesuai untuk

pengembangan budidaya rumput laut dengan

luasan sekitar 25.532,57 Ha atau sekitar 24% dari

total luasan studi.

Gambar 3. Sebaran spasial kualitas perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB

Figure 3. Spatial distribution of water quality in Saleh Bay, NTB Sumber: Hasil pengolahan data

Page 42: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

90

Gambar 4. Hasil analisis metode overlay pada daerah penelitian

Figure 5. Result of overlay analysis Sumber: Hasil analisis

Gambar 5. Zona potensial untuk budidaya rumput laut

Figure 5. Potential zone for seaweed culture Sumber: Hasil analisis

Page 43: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,

Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.

91

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum kualitas perairan Teluk Saleh masih

berada dalam kondisi yang sesuai untuk

pengembangan budidaya rumput laut. Analisis

dengan menggunakan SIG menunjukkan bahwa

lokasi perairan yang potensial dan termasuk

kedalam kategori yang sesuai untuk

pengembangan rumput laut di wilayah perairan

Teluk Saleh adalah sekitar 25.532,57 Ha atau

sekitar 24% dari total luasan studi. Dengan adanya

informasi awal ini, maka kegiatan perencanaan

pengembangan wilayah perairan untuk

pembangunan sektor kelautan dan perikanan dapat

dilakukan dengan lebih terarah serta

pengembangan pola budidaya yang ramah

lingkungan wajib diterapkan sehingga kegiatan

budidaya dapat dilakukan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar-Manjarrez, J., & Ross, L. G. (1995).

Geographical Information System (GIS)

environmental model for aquaculture

development in Sinaloa State, Mexico. Chapman

and Hall. P 103-115.

Ambas, I. (2006). Pelatihan Budidaya Laut (Coremap

Fase II Kab. Selayar). Yayasan Mattirotasi.

Buitrago J., Rada, M., Hernandez, H., & Buitrago, E.

(2005). A single-use site selection technique,

using GIS, for aquaculture planning: Choosing

location for mangrove oyster raft culture in

Margarita Island, Venezuela. Environmental

Management, 35(5), 544-556.

Carswell, B., Cheesman, S., & Anderson, J. (2006).

The use of spatial analysis for environmental

assessment of sellfish aquaculture in Bayness

Sound, Vancouver Island, British Columbia,

Canada. Aquaculture, 253, 408-414.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

(2008). Identifikasi dan Pemetaan

Pengembangan Budidaya Rumput Laut di

Wilayah Coremap II Kabupaten Bintan.

Laporan Akhir. Pekanbaru.

Hartoko, A., & Kangkan, A. L. (2009). Spatial

modelling for mariculture site selection based on

ecosystem parameter at Kupang Bay, East Nusa

Tenggara Indonesia. International Journal of

Remote Sensing and Earth Science, 6, 57-64.

Masser, M. P. (1997). Cage culture: Site selection and

water quality. Auburn University and publish by

Southern Regional Aquaculture Centre.

Retrieved November 11, 2010, from

http://www.thefishsite.com/articles/323/cage-

culture-site-selection-and-water-quality.

Perez, O. M., Ross, L. G., Telfer, T. C., & del Campo

Barquin, L. M. (2003). Water quality

requirement for marine fish cage site selection in

Tenerife (Canary Island): Predictive modelling

and analysis using GIS. Aquaculture, 224, 51-

68.

Radiarta, I N., Saputra, A., & Priono, B. (2004).

Pemetaan kelayakan lahan untuk pengembangan

usaha budidaya laut di Teluk Saleh, Nusa

Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan

Indonesia, 10(5), 19-32.

Radiarta, I N., Saitoh, S. I., & Miyazono, A. (2008).

GIS-based multi-criteria evaluation models for

identifying suitable site for Japanesse scallop

(Mizuhupecten yessoensis) aquaculture in Funka

Bay, Southwestern Hokkaido, Japan.

Aquaculture, 284, 127-135.

Simanjuntak, M. (2012). Kualitas air laut ditinjau dari

aspek zat hara, oksigen terlarut dan pH di

perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu

dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 290-303.

Sulma, S., Mannopo, A. K. S., & Indarto, D. (2008).

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk

kajian potensi budidaya perikanan laut.

Laporan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan

Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN.

Suniada, K. I. (2011). Utilization of remote sensing

satellite data to determine a suitable area for

mariculture around Morotai Island – North

Maluku. Proceeding 2nd

CReSOS International

Symposium on South East Environment

Problems and Satellite Remote Sensing, 89-96.

Suniada, K. I., Realino, B., dan Indriyawan, M. W.

(2012). Pemanfaatan data satelit penginderaan

jauh untuk penentuan lokasi budidaya rumput

laut di Desa Kaliuda, Kec. Pahungalodu, Kab.

Sumba Timur - NTT. Ecotrophic, 7(1), 16-27.

Ulqodry, T. Z., Yulisman, Syahdan, M., & Santoso.

(2010). Karakteristik dan sebaran nitrat, fosfat

dan oksigen terlarut di perairan Karimunjawa

Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains, 13, 35-41.

Utojo, Mansyur, A., Tangko, A. M., Hasnawi, & Mulia,

T. (2007). Pemilihan lokasi budidaya ikan,

rumput laut dan kerang mutiara yang ramah

lingkungan di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.

Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan.

BBRPBL. 200-210.

Page 44: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91

92

Page 45: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

93

PENGEMBANGAN PERANGKAT KERAS ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN

IKAN BERBASIS LAYAR SENTUH

DEVELOPMENT OF ELECTRONIC FISHING LOG BOOK HARDWARE BASED TOUCH

SCREEN

Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan

Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta

E-mail: [email protected]

Diterima tanggal: 9 Maret 2014, diterima setelah perbaikan: 24 Juli 2014, disetujui tanggal: 28 Juli 2014

ABSTRAK

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP) sejak 2011 telah mengembangkan

teknologi elektronik log book penangkapan ikan, yaitu perangkat keras yang memiliki fungsi input data tangkapan ikan

secara elektronik dan dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal. Pada 2011 telah dikembangkan perangkat keras

elektronik log book berbasis keypad. Namun, alat ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu semua data harus dimasukkan

ke dalam alat dengan menggunakan kode angka, ukuran displai LCD kecil, serta ukuran alat yang relatif besar. Untuk

itu, pada 2012 dikembangkan perangkat keras elektronik log book berbasis layar sentuh. Kemudian pada 2013

dilakukan penyempurnaan dan pengembangan perangkat keras elektronik log book berupa perubahan ukuran layar

sentuh menjadi lebih besar, penambahan power bank sebagai baterai cadangan untuk suplai tenaga listrik alat,

penggunaan antena GSM internal, serta proses pengunduhan data dari alat ke dalam komputer. Dari proses perancangan

perangkat keras, telah dihasilkan prototipe perangkat keras elektronik log book. Kemudian dilakukan pengujian untuk

mengetahui keberhasilan dalam perancangan perangkat keras. Pengujian tersebut terdiri dari pengujian ARM dan LCD

layar sentuh, pengujian pengiriman data, pengujian daya tahan baterai, serta pengujian di lapangan (di atas kapal

nelayan). Hasil pengujian tersebut di antaranya adalah data tangkapan ikan dan data rekam jejak kapal secara otomatis

dapat dilihat di situs web, daya tahan baterai selama 13 jam, serta data hasil inputan yang dapat diunduh secara manual.

Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa perangkat keras yang dibuat telah berhasil bekerja dengan baik.

Pengembangan ini diharapkan mampu memberikan kemudahan kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log

book sehingga diharapkan dapat menggantikan penggunaan log book secara manual dengan kertas.

Kata kunci: elektronik log book, perangkat keras, layar sentuh, ARM, baterai

ABSTRACT

Research and Development Center of Marine and Fisheries Technology (P3TKP) since 2011 has developed an

electronic log book for fisheries, which has a function to input the fisheries catches data electronically and equipped

with a track record function from the vessel. In 2011, P3TKP has developed an electronic log book with keypad base. It

has several weaknesses, in which the data must be entered into the electronic log book by using a numeric code, the size

of LCD display too small, and the size of the device is the relatively large. In 2012 to overcome the weaknesses from the

past device, P3TKP has developed an electronic log book hardware with touch screen base. In 2013, P3TKP has made

the improvement and development of electronic log book hardware, which changes the size of the touch screen becomes

larger, the addition of the power bank as a backup battery power supply for electric power, the use of an internal GSM

antenna, and changes in the process of downloading data from the device to the computer. From the hardware design

process, it has produced a prototype of electronic log book. The device design process produces a new prototype of

electronic log book and testing the device to determine success in the design of hardware. The testing consisted of

testing the ARM and LCD touch screen, testing data transmission, battery life testing, and testing in the field (on fishing

boat). The results of these tests include the fish catch data and the vessel tracking data can be viewed on the website,

battery life for 13 hour, and the input data of which can be downloaded manually. From the test results, it is obtained

Page 46: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

94

that the hardware has been successfully made to work well. This improvement is expected to provide convenience to the

fishermen in the use of electronic log book which is expected to replace the use of the log book manually with paper.

Keywords: electronic log book, hardware, touch screen, ARM, battery

PENDAHULUAN

Penerapan log book penangkapan ikan di

Indonesia diatur oleh Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan No. PER.18/MEN/2010 tentang

Log Book Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri

tersebut menegaskan bahwa setiap kapal

perikanan yang memiliki Surat Izin Penangkapan

Ikan (SIPI) wajib mengisi log book yang diisi

pada setiap operasi penangkapan ikan.

Namun pada kenyataannya, penggunaan log book

secara manual menggunakan kertas selama ini

ternyata banyak mengalami kendala bagi nelayan.

Kendala-kendala tersebut antara lain adalah

banyaknya data yang harus dituliskan pada kertas

log book mengakibatkan tulisan menjadi kecil dan

tidak mudah terbaca. Kasus lainnya, kertas yang

mudah basah dan sobek serta masalah kerahasiaan

lokasi penangkapan menyebabkan log book tidak

diiisikan secara benar. Selain itu dirasakan

penerapan log book masih belum memberikan

manfaat langsung kepada nelayan, sehingga

mereka tidak merasa memiliki kewajiban untuk

melakukan pengisian hasil penangkapannnya pada

form log book yang sudah ditetapkan (Marzuki,

2010).

Untuk mengatasi kendala dalam pengisian log

book penangkapan ikan secara manual

menggunakan kertas, Pusat Pengkajian dan

Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan

(P3TKP) sejak 2011 telah mengembangkan

teknologi elektronik log book penangkapan ikan,

dengan komunikasi data menggunakan teknologi

dan jaringan GPRS (General Packet Radio

Service). Elektronik log book penangkapan ikan,

yang kemudian cukup disebut elektronik log book

merupakan perangkat keras yang memiliki fungsi

input data tangkapan ikan secara elektronik dan

dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal

(Marzuki dan Nugroho, 2013). Elektronik log

book diharapkan dapat menggantikan pengisian

log book secara manual dengan menggunakan

kertas. Sebagai tahap awal, P3TKP pada 2011

telah mengembangkan perangkat keras elektronik

log book berbasis keypad (Gambar 1).

Alat ini berukuran panjang 27 cm dan lebar 23

cm. Bagian utama alat ini adalah LCD (Liquid

Crystal Display) untuk menampilkan tulisan,

keypad untuk melakukan input data, antena GPS

(Global Positioning System), antena GSM/GPRS,

adaptor, dan casing. Kedua antena tersebut

(antena GPS dan antena GSM/GPRS)

menggunakan antena eksternal, yang harus

terhubung ke perangkat keras menggunakan

kabel. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor

oseanografi berupa sensor suhu, yang dapat

dipasang jika akan digunakan untuk mengukur

suhu permukaan laut. Alat ini hanya mengenal

angka saja, sehingga semua masukan yang

diperlukan harus dikonversikan ke dalam bentuk

angka terlebih dahulu. Sebagai contoh, data nama

ikan harus dimasukkan dengan kode angka

tertentu yang sudah ditetapkan.

Gambar 1. Perangkat keras elektronik log book

berbasis keypad

Figure 1. The hardware of keypad based electronic log

book Sumber: Dokumentasi pribadi

Prinsip kerja elektronik log book ini adalah

sebagai berikut. Data penangkapan ikan, data

posisi, data suhu, serta data lainnya yang masuk

ke dalam alat akan langsung dikirim ke web

server melalui jaringan GPRS (General Packet

Radio Service). Jika tidak terdapat sinyal GPRS,

maka data tersebut akan disimpan sementara di

Page 47: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

95

perekam data (data logger). Setelah menerima

kembali sinyal GPRS, maka semua data yang

tersimpan di perekam data akan terkirim secara

otomatis ke web server.

Perangkat elektronik log book ini sudah berhasil

memasukkan dan mengirimkan data penangkapan

ikan secara elektronik. Namun, alat ini memiliki

beberapa kelemahan. Semua data harus

dimasukkan ke dalam alat dengan menggunakan

kode angka, sehingga hal ini menjadi sulit dan

tidak praktis, karena nelayan harus menghafal

nama-nama ikan dengan kode angka. Selain itu,

ukuran displai LCD juga kecil, sehingga tampilan

hurufnya agak sulit dibaca oleh nelayan. Ukuran

alat yang besar juga membuat alat ini agak berat

dan tidak mudah untuk dibawa dengan tangan.

Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada

penggunaan perangkat keras elektronik log book

berbasis keypad, maka P3TKP pada tahun 2012

telah mengembangkan perangkat keras elektronik

log book berbasis layar sentuh. Hal yang perlu

dipikirkan dalam penggunaan elektronik log book

adalah bagaimana agar nelayan dapat

memasukkan data ke dalam elektronik log book

dengan upaya minimum tanpa mengganggu

aktivitasnya di atas kapal (Kourti dan Kotsakis,

2007). Dengan menggunakan layar sentuh,

tampilan akan lebih mudah dilihat dan dipahami

(user friendly), sehingga tidak menimbulkan

kesulitan bagi nelayan untuk melakukan pengisian

data penangkapan ikan.

Dibanding dengan piranti masukan lainnya, layar

sentuh dapat dikatakan sebagai piranti masukan

yang paling sederhana, intuitif, dan mudah

dipelajari. Antar muka layar sentuh

memungkinkan pengguna untuk menjalankan

sistem komputer dengan menyentuh simbol pada

layar (Sofyan, 2001).

Sistem layar sentuh secara umum terdiri dari tiga

komponen dasar, yaitu sensor sentuh, kontroler,

dan software driver (Sofyan, 2001). Sensor layar

sentuh adalah panel kaca transparan dengan

permukaan yang responsif terhadap sentuhan.

Menyentuh layar dapat menyebabkan perubahan

tegangan atau sinyal. Perubahan ini digunakan

untuk menentukan lokasi sentuhan pada layar.

Kontroler berfungsi untuk memproses masukan

dari sensor dan mengirimkan data yang terjadi ke

komputer melalui antar muka serial atau bus.

Sedangkan software driver memungkinkan layar

sentuh berinteraksi dengan sistem operasi

komputer. Komponen-komponen pada sistem

layar sentuh dapat dilihat pada Gambar 2.

Hasil pengembangan perangkat keras elektronik

log book berbasis layar sentuh pada tahun 2012

dapat dilihat pada Gambar 3. Alat ini berukuran

panjang 18 cm, lebar 11 cm, dan tebal 4 cm,

dengan layar sentuh berukuran 3,5 inch. Secara

fisik, ukuran alat ini sudah lebih kecil dibanding

dengan ukuran alat sebelumnya. Kelengkapan alat

ini adalah antena GPS (Global Positioning

System) untuk melacak posisi koordinat, antena

GSM/GPRS untuk komunikasi data, serta adaptor.

Kedua antena tersebut (antena GPS dan antena

GSM/GPRS) masih menggunakan antena

eksternal. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor

suhu sebagai sensor oseanografi.

Gambar 2. Komponen-komponen pada sistem layar

sentuh

Figure 2. Components of touch screen system Sumber: Willy (2013)

Gambar 3. Perangkat keras elektronik log book

berbasis layar sentuh tahun 2012

Figure 3. The hardware of touch screen based

electronic log book years 2012 Sumber: Dokumentasi pribadi

Alat ini bekerja dalam arus dan tegangan searah

(DC). Oleh karena itu, untuk menyalakan alat, alat

harus dihubungkan dengan adaptor yang berfungsi

Page 48: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

96

sebagai penyearah sebelum dihubungkan ke

sumber listrik bolak-balik (AC). Setelah alat

menyala, akan terjadi proses booting terminal

yang berlangsung selama 1-2 menit dan proses

loading selama 3-4 menit. Setelah proses loading,

maka alat otomatis akan langsung masuk ke menu

aplikasi dan siap digunakan. Jika kabel adaptor

dicabut, maka alat akan langsung mati. Saat

operasional di kapal, sejak kapal berangkat dari

pelabuhan, melakukan operasi penangkapan ikan,

dan kembali lagi ke pelabuhan, perangkat keras

elektronik log book harus selalu menyala. Sebab,

alat ini juga dilengkapi dengan fitur rekam jejak

kapal. Dengan fitur ini, elektronik log book

diprogram untuk mengirimkan data posisi

koordinat setiap periode tertentu secara otomatis,

sehingga pergerakan kapal dapat dipantau

(Marzuki dan Nugroho, 2013). Oleh karena itu,

untuk operasional di kapal, alat harus selalu

terhubung ke sumber listrik.

Elektronik log book berbasis layar sentuh ini

memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan

elektronik log book berbasis keypad, yaitu

tampilan lebih mudah dilihat dan dipahami (user

friendly) serta tidak perlu menggunakan kode

angka untuk melakukan input data tangkapan ikan

(Marzuki dan Nugroho, 2013). Selain itu, ukuran

alat yang lebih kecil menjadikan alat ini lebih

praktis dan mudah dibawa untuk operasional di

atas kapal.

Meskipun begitu, setelah dilakukan uji coba pada

nelayan di atas kapal, ada beberapa kelemahan

pada alat ini. Ukuran layar sentuh yang kecil

menyebabkan tulisan yang terbaca juga kecil. Alat

yang harus selalu terhubung ke sumber listrik juga

menimbulkan persoalan, karena suplai listrik di

kapal saat beroperasi di tengah laut tidak selalu

tersedia selama 24 jam dengan alasan

penghematan bahan bakar. Selain itu, kabel antena

GSM/GPRS yang terlalu panjang juga

merepotkan nelayan dalam mengoperasikan alat.

Selain itu, setelah mendapat masukan dari pihak

Ditjen Perikanan Tangkap - Kementerian

Kelautan dan Perikanan selaku penyelenggara

sistem log book penangkapan ikan di Indonesia,

sistem penyimpanan data pada alat elektronik log

book juga harus diubah. Semua data pada

elektronik log book selama operasi penangkapan

ikan selain harus terkirim ke web server, juga

harus tetap tersimpan di perekam data dan dapat

diunduh oleh pihak pelabuhan perikanan saat

kapal mendarat kembali di pelabuhan.

Untuk itu, di tahun 2013 dilakukan

pengembangan perangkat keras elektronik log

book. Pengembangan tersebut adalah perubahan

ukuran layar sentuh menjadi lebih besar,

penambahan pengisi baterai portabel (power

bank) sebagai baterai cadangan untuk suplai daya

listrik alat, penggunaan antena GSM internal,

serta perubahan sistem penyimpanan data di mana

data elektronik log book dapat diunduh ke dalam

komputer melalui antarmuka USB (Universal

Serial Bus). Pembatasan masalah pada tulisan ini

hanya membahas tentang perangkat keras alat

yang dibuat, tidak membahas perangkat lunak

tampilan aplikasi pada elektronik log book.

BAHAN DAN METODE

2.1. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan/komponen untuk membuat

perangkat keras elektronik log book adalah

sebagai berikut:

1. FriendlyARM Mini2440

ARM adalah sebuah single board computer

berbasis mikroprosesor. Desain yang

sederhana membuat prosesor ARM cocok

untuk aplikasi berdaya rendah. Hal ini

membuat prosesor ARM mendominasi pasar

mobile electronic dan embedded system di

mana membutuhkan daya dan harga yang

rendah (Anonim, 2014). Pada penelitian ini

digunakan ARM dengan merk dan tipe

FriendlyARM® Mini2440. ARM tersebut

berukuran 10 x 10 cm, serta menggunakan

mikroprosesor Samsung S3C2440 ARM9

(Guangzhou FriendlyARM Computer Tech

Co., Ltd. 2013). Bagian utama dari ARM

tersebut adalah CPU, LCD layar sentuh,

perangkat antar muka, power supply, dan

sistem operasi. Layar sentuh yang digunakan

berukuran 7 inch. (Gambar 4)

2. Sensor suhu DS1820

Sensor suhu merupakan suatu komponen

elektronika yang dapat menangkap perubahan

temperatur lingkungan lalu mengkonversinya

menjadi besaran listrik. Pada penelitian ini,

sensor suhu yang digunakan adalah DS1820.

Page 49: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

97

DS18B20 (Gambar 5) adalah sensor suhu

yang menyediakan 9 bit untuk pengukuran

suhu dalam derajat celcius. Komunikasi

sensor ini melaluli I-wire bus yang berarti

hanya membutuhkan satu jalur data untuk

berkomunikasi dengan mikrokontroler. Sensor

ini beroperasi untuk rentang temperatur -55ºC

hingga 125ºC dan memiliki keakurasian ±

0,5ºC (Dallas Semiconductor, 2013). Sensor

suhu DS1820 terdiri dari 3 pin. Pin GND

terhubung ke pentanahan (grounding), pin DQ

sebagai input/ouput data, dan pin VDD

terhubung ke catu daya 5 V.

Gambar 4. FriendlyARM

® Mini2440

Figure 4. FriendlyARM®

Mini2440 Sumber: Guangzhou FriendlyARM Computer Tech Co. Ltd.

(2013)

Gambar 5. Sensor suhu DS1820 Figure 5. Temperature sensor DS1820

Sumber: Dallas Semiconductor (2013)

3. Mikrokontroler AVR ATmega8

Mikrokontroler AVR merupakan seri

mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel

berbasis arsitektur RISC (Reduced Instruction

Set Computer). Hampir semua instruksi

dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR tidak

perlu menggunakan osilator eksternal karena

di dalamnya sudah terdapat osilator internal.

Selain itu, kelebihan AVR adalah memiliki

Power-On Reset, yaitu tidak perlu ada tombol

reset dari luar karena cukup hanya dengan

mematikan supply, maka secara otomatis

AVR akan melakukan reset (Hadi, 2008).

ATmega8 merupakan salah satu seri

mikrokontroler AVR. Mikrokontroler ini

mampu mengeksekusi instruksi dengan

kecepatan maksimum 16 MIPS pada frekuensi

16 MHz. Mikrokontroler ini bekerja pada

tegangan antara 4,5 – 5,5 V (Atmel

Corporation, 2003).

Gambar 6. Konfigurasi pin mikrokontroler

ATmega8

Figure 6. ATmega8 microcontroller pin

configuration Sumber: Atmel Corporation (2003)

Mikrokontroler AVR ATmega8 memiliki 32

pin. Fungsi beberapa di antaranya adalah: pin

4 (VCC) untuk suplai tegangan digital; pin 3,

5, 21 untuk pentanahan (ground).

Mikrokontroler AVR ATmega8 pada

perangkat keras elektronik log book ini

berfungsi untuk membaca data suhu dari

sensor suhu, lalu mengirim data suhu tersebut

ke ARM untuk diproses dan ditampilkan di

LCD layar sentuh.

Page 50: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

98

4. Modul GSM/GPRS dan GPS

Modul GSM/GPRS digunakan untuk

komunikasi data menggunakan jaringan

GSM/GPRS, sedangkan modul GPS

digunakan untuk melihat posisi koordinat

lintang dan bujur. Kedua fungsi tersebut

digabungkan ke dalam satu modul. Modul

yang digunakan adalah SIM908 yang

diproduksi oleh Shanghai SIMCom Wireless

Solutions. Modul ini berbentuk chip IC

(integrated circuit) berukuran 30 x 30 x 3,2

mm.

SIM908 memiliki 80 pin. Fungsi beberapa di

antaranya adalah: pin 62-63 untuk power supply;

pin 6-9 untuk antarmuka LCD; pin 31-36 untuk

antar muka keypad; pin 15-16 untuk antarmuka

GPS/debug; pin 17-20 untuk antarmuka SIM card;

pin 59 untuk antarmuka antena GSM; pin 79

untuk antar muka antena GPS. Di bagian atas

modul ini, terdapat SIM card holder sebagai

tempat untuk memasang SIM card untuk

melakukan komunikasi data selular (Shanghai

SIMCom Wireless Solutions, 2011).

Gambar 7. Konfigurasi pin SIM908

Figure 7. SIM908 pin configuration Sumber: Shanghai SIMCom Wireless Solutions (2011)

5. Kartu SIM

Kartu SIM (Subscriber Identity Module)

adalah sebuah chip memori portabel yang

digunakan dalam beberapa model telepon

seluler (Syariman, 2012). Kartu SIM ini

berfungsi sebagai nomor identitas perangkat

bagi operator jaringan seluler.

6. Pengisi baterai portabel (power bank)

Pengisi baterai portabel, atau yang lebih

dikenal dengan nama power bank adalah

sebuah alat yang digunakan untuk

memasukkan energi listrik ke dalam baterai

yang bisa diisi ulang tanpa harus

menghubungkan alat tersebut pada outlet

listrik. Pengisi baterai ini disebut portabel

karena berbeda dengan pengisi baterai yang

harus dihubungkan pada outlet listrik, pengisi

portabel dapat digunakan tanpa harus

menghubungkan pada perangkat listrik.

Pengisi baterai portabel ini memiliki daya

tampung energi listrik sehingga ketika daya

tersebut telah habis terpakai, energi listrik

harus kembali diisi kembali dengan cara

menghubungkan kabel dengan outlet lisrtik

(Anonim, 2014).

Page 51: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

99

Pengisi baterai portabel yang digunakan

adalah merk Sturdy, dengan kapasitas 15000

mAh. Baterai yang digunakan adalah baterai

Lithium Ion (Li-ion). Tegangan dan arus

masukan sebesar 5 V - 1 A, sedangkan

keluaran sebesar 5 V - 1,5 A dan 5 V - 2A

(dual output). Lama pengisian baterai 14-16

jam. Memiliki ukuran 123 x 77 x 23 mm.

Gambar 8. Power bank merk Sturdy kapasitas

15000 mAh

Figure 8. Sturdy power bank with capacity

15000mAh Sumber: Dokumentasi pribadi

7. Adaptor

Adaptor adalah alat yang digunakan untuk

mengubah tegangan bolak-balik (AC) menjadi

tegangan searah (DC). Komponen utama di

dalam sebuah adaptor adalah transformator

step down dan dioda. Transformator step

down berfungsi untuk menurunkan tegangan

listrik, sedangkan dioda berfungsi untuk

menyearahkan tegangan listrik yang

dihasilkan transformator step down tersebut.

Adaptor yang digunakan memiliki input 100-

240V dan 0,8A, serta output 5V dan 4,9A.

Gambar 9. Adaptor

Figure 9. Adaptor Sumber: Dokumentasi pribadi

8. Antena GSM/GPRS

Antena GSM/GPRS berfungsi untuk

memancarkan dan menerima data ke jaringan

GSM/GPRS melalui udara. Antena yang

digunakan menggunakan antena internal,

yaitu antena yang dipasang di dalam

perangkat keras. Kelebihannya adalah tidak

memerlukan kabel yang panjang sehingga

memudahkan dalam penggunaan/

pengoperasian perangkat keras.

Gambar 10. Antena GSM/GPRS

Figure 10. (GSM/GPRS antenna) Sumber: Dokumentasi pribadi

9. Antena GPS

GPS (Global Positioning System) merupakan

sistem untuk menentukan posisi dan navigasi

secara global dengan menggunakan satelit

(Abidin, 1995). Antena GPS berfungsi

sebagai sensor untuk mencari koordinat di

mana elektronik log book berada. Koordinat

ini diukur dalam lintang dan bujur. Antena

GPS yang digunakan adalah merk ROHS,

memiliki frekuensi 1575,42 MHz dan

tegangan 3-5 V.

Gambar 11. Antena GPS

Figure 11. GPS antenna Sumber: Dokumentasi pribadi

Page 52: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

100

10. Kotak casing

Kotak casing digunakan untuk meletakkan

semua komponen yang digunakan dalam

merancang perangkat keras elektronik log

book. Kotak casing tersebut terbuat dari bahan

plastik. Berukuran panjang 23 cm, lebar 15

cm, dan tebal 7 cm.

2.2. Perancangan Perangkat Keras Semua komponen untuk membuat perangkat keras

elektronik log book ini kemudian dirancang.

Diagram blok rangkaian perangkat keras

elektronik log book dapat dilihat pada Gambar 12.

Rangkaian komponen tersebut kemudian diatur

dan dipasang pada kotak pembungkus (casing

box). Tata letak komponen-komponen tersebut

pada kotak pembungkus dapat dilihat pada

Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 12. Diagram blok rangkaian perangkat keras elektronik log book

Figure 12. Block diagram of electronic log book hardware circuit Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 13. Tata letak komponen pada kotak pembungkus (tampak atas)

Figure 13. Lay out of components at casing box (above view) Sumber: Dokumentasi pribadi

Page 53: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

101

Gambar 14. Tata letak komponen pada kotak pembungkus (tampak samping)

Figure 14. Lay out of components at casing box (side view) Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 15. Perangkat keras elektronik log book berbasis layar sentuh tahun 2013

Figure 15. The hardware of electronic log book touchscreen based year 2013 Sumber: Dokumentasi pribadi

2.3. Pengujian Perangkat Keras Pengujian dilakukan untuk mengetahui

keberhasilan dalam perancangan perangkat keras.

Pengujian tersebut terdiri dari pengujian ARM dan

LCD layar sentuh, pengujian pengiriman data,

pengujian daya tahan baterai, serta pengujian di

lapangan (di atas kapal nelayan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari perancangan dan perakitan, dihasilkan

perangkat keras elektronik log book seperti

Gambar 15.

Alat ini berukuran panjang 23 cm, lebar 15 cm,

dan tebal 7 cm, dengan layar sentuh berukuran 7

inch. Ukuran alat lebih besar dari perangkat keras

tahun 2012, karena ukuran layar sentuh lebih besar

2 kali dan ada tambahan ruang untuk tempat power

bank. Tetapi ukuran ini masih lebih kecil

dibanding dengan perangkat keras tahun 2011.

Jadi alat masih praktis dan mudah dibawa untuk

operasional di atas kapal. Antarmuka yang ada

pada alat ini adalah kabel power dan adaptor

5V/4,9A, sensor suhu, dan antena GPS.

Page 54: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

102

(a) (b)

Gambar 16. Antarmuka elektronik log book

a. Sensor suhu dan kabel power, b. Antena GPS

Figure 16. Interface of electronic log book

a. Temperature sensor and power cable, b. GPS antenna Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 17. Proses booting dan loading alat

Figure 17. Booting and loading process of device Sumber: Dokumentasi pribadi

Pengujian perangkat keras dilakukan dengan

menyalakan alat terlebih dahulu. Sensor suhu dan

antena GPS dipasang, kemudian alat diberi catu

daya 5 volt yang dihasilkan melalui adaptor 220 V.

Alat akan melakukan proses booting selama 20

detik dan proses loading selama 4 menit.

Setelah proses loading selesai, maka alat otomatis

akan langsung masuk ke menu aplikasi, yang dapat

dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 merupakan tampilan menu aplikasi

yang tampil pada layar sentuh elektronik log book

setelah alat selesai melakukan proses loading.

Menu aplikasi yang ada pada elektronik log book

adalah:

1. Data Kapal, berfungsi untuk input data kapal,

data alat tangkap, data daerah penangkapan,

serta data pelabuhan keberangkatan dan

pendaratan.

2. Seting Alat, berfungsi untuk input data waktu

dan aktivitas penangkapan ikan.

3. Tangkapan, berfungsi untuk input data hasil

tangkapan.

4. Catatan, berfungsi untuk input catatan

nakhoda/kapten kapal.

5. GPS, berfungsi untuk melihat posisi koordinat,

arah (heading) kapal, laju kapal, dan kekuatan

sinyal GPRS.

6. Info Cuaca, berfungsi untuk meminta

informasi cuaca.

7. PPDPI, berfungsi untuk meminta informasi

koordinat peta prakiraan daerah penangkapan

ikan.

8. Harga Ikan, berfungsi untuk meminta

informasi harga ikan.

9. Suhu, berfungsi untuk melihat dan

mengirimkan data suhu dari sensor suhu.

10. Emergensi, berfungsi untuk mengirim data

kondisi darurat di atas kapal.

11. SMS Info, berfungsi untuk melihat SMS yang

masuk.

12. SMS Request, berfungsi untuk mengirim SMS

ke nomor server.

Page 55: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

103

13. SIM Card, berfungsi untuk mengecek nomor

kartu SIM dan sisa pulsa yang tersedia.

14. Konfigurasi, berfungsi untuk mengubah data

kapal.

Gambar 18. Tampilan menu aplikasi elektronik log book

setelah proses loading

Figure 18. Display of application menu at electronic log

book after loading process Sumber: Dokumentasi pribadi

Setelah proses loading alat selesai dan alat siap

untuk dioperasikan, dilakukan pengujian

pengiriman data. Sebagai contoh, dilakukan

pengiriman data hasil tangkapan ikan pada menu

“Tangkapan”. Alat siap untuk melakukan proses

penyimpanan dan pengiriman data jika indikator

pada bagian atas layar sentuh menunjukkan warna

hijau berkedip-kedip. Hal ini bisa dilihat pada

Gambar 19.

Jika tombol “KIRIM DATA” pada menu tersebut

disentuh, maka data hasil tangkapan ikan tersebut

akan tersimpan di perekam data dan terkirim ke

web server jika terdapat sinyal GPRS. Jika tidak

terdapat sinyal GPRS, maka data tersebut akan

tersimpan di perekam data dan akan terkirim ke

web server setelah mendapat sinyal GPRS.

Gambar 19. Indikasi warna hijau pada layar sentuh

menunjukkan alat siap untuk menyimpan dan mengirim

data

Figure 19. Green indicator at touch screen showing the

device is ready to storing and sending data Sumber: Dokumentasi pribadi

Setelah tombol “KIRIM DATA” tersebut, maka

indikator pada bagian atas layar sentuh

menunjukkan warna merah berkedip-kedip. Hal ini

dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Indikasi warna merah pada layar sentuh

menunjukkan sedang ada proses penyimpanan dan

pengiriman data

Figure 20. Red indicator at touch screen showing that

being there is the process of storing and sending data Sumber: Dokumentasi pribadi

Indikasi warna merah tersebut menunjukkan

bahwa sedang ada proses penyimpanan dan

pengiriman data pada alat. Proses ini berlangsung

sekitar 1-2 menit. Jika saat indikator pada layar

sentuh masih berwarna merah dan dilakukan

pengiriman data lainnya, maka akan muncul pesan

seperti pada Gambar 21.

Page 56: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

104

Gambar 21. Pesan yang muncul pada saat indikator

masih berwarna merah

Figure 21. Messages that appear when the indicator is

still red Sumber: Dokumentasi pribadi

Setelah proses penyimpanan dan pengiriman data

selesai dilakukan, maka indikator pada layar

sentuh akan kembali berwarna hijau berkedip-

kedip.

Kemudian, untuk melihat data yang dikirim dari

alat ke web server, dapat dilakukan dengan

membuka alamat situs http://167.205.110.252/e-

logbook. Berikut adalah contoh tampilan di

internet untuk data hasil penangkapan ikan.

Gambar 22 menunjukkan tampilan data hasil

penangkapan ikan di web. Data nama ikan, jumlah

ikan, dan berat tangkapan merupakan data yang

berasal dari pengisian pada elektronik log book.

Sedangkan data tanggal, waktu, ID device, lintang

(latitude), dan bujur (longitude) merupakan data

yang terkirim secara otomatis pada saat melakukan

pengisian data hasil penangkapan ikan. ID device

merupakan nomor identitas dari alat elektronik log

book yang mewakili identitas kapal.

Dari data seperti yang terlihat pada Gambar 22,

dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan

antena GSM internal, data dari elektronik log book

tetap dapat terkirim ke web server.

Alat ini juga dilengkapi dengan fitur rekam jejak

kapal (vessel tracking). Dengan fitur ini, alat diatur

agar dapat mengirim posisi koordinat setiap 30

menit sekali secara otomatis. Untuk pengujian,

dilakukan pemasangan elektronik log book di atas

kapal dan dilakukan pengujian di tengah laut

(Gambar 23).

Gambar 22. Data hasil penangkapan ikan di web

Figure 22. Catch data in the web Sumber: Dokumentasi pribadi

Page 57: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

105

Gambar 23. Pengujian pemasangan elektronik log book

di atas kapal

Figure 23. The trial of installation an electronic log

book on vessel Sumber: Dokumentasi pribadi

Hasil pengujian fitur rekam jejak kapal dapat

dilihat pada Gambar 24.

Dari hasil pengujian tersebut, terlihat bahwa alat

berhasil mengirim data rekam jejak kapal setiap 30

menit sekali. Jika data koordinat tersebut diplotkan

di google map, hasilnya dapat dilihat pada Gambar

25.

Untuk pengujian daya tahan baterai, dilakukan

dengan mengisi baterai alat sampai penuh. Setelah

baterai penuh, kabel power dicabut, kemudian alat

didiamkan tanpa dilakukan proses pengiriman data

apapun, kecuali pengiriman data rekam jejak kapal

setiap 30 menit. Dari pengujian tersebut, diperoleh

hasil bahwa daya tahan baterai sekitar 13 jam.

Semua data yang tersimpan pada perekam data

(data logger) elektronik log book dapat diunduh ke

komputer. Untuk mengunduh data tersebut,

elektronik log book harus dalam keadaan menyala.

Komputer yang akan digunakan juga harus diinstal

program untuk mengunduh data tersebut.

Elektronik log book kemudian dihubungkan ke

komputer menggunakan konverter (Gambar 26).

Salah satu kabel konektor pada konverter tersebut

dihubungkan ke elektronik log book melalui

antarmuka sensor suhu, sedangkan kabel konektor

lainnya dihubungkan ke komputer melalui

antarmuka USB. Pada komputer, program untuk

mengunduh data elektronik log book dijalankan.

Tampilan program tersebut dapat dilihat pada

Gambar 27.

Gambar 24. Hasil pengujian fitur rekam jejak kapal di web

Figure 24. Trial result of vessel tracking in the web Sumber: Dokumentasi pribadi

Page 58: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

106

Gambar 25. Tampilan data rekam jejak kapal selama uji coba elektronik log book dilihat dengan Googlemap

Figure 25. Display of vessel tracking data during the trial of electronic log book seen with Googlemap Sumber: Googlemap

Gambar 26. Konverter untuk mengunduh data elektronik log book ke dalam komputer

Figure 26. Converter to download the data of electronic log book to the computer Sumber: Dokumentasi pribadi

Setelah program di komputer di-set (siap untuk

menerima data), maka pengiriman data dari

elektronik log book dapat dilakukan dengan cara

memasukkan password kemudian menekan tombol

“Download Data” yang ada di menu “Konfigurasi”

pada elektronik log book (Gambar 28).

File yang diunduh kemudian dapat disimpan di

komputer. Format data tersebut pada komputer

adalah .txt. Contoh data yang diunduh dari

elektronik log book dapat dilihat pada Gambar 29.

Dari pengujian yang sudah dilakukan tersebut,

telah berhasil dilakukan pengembangan perangkat

keras elektronik log book penangkapan ikan

berbasis layar sentuh. Pengembangan ini

diharapkan mampu memberikan kemudahan

kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log

book sehingga diharapkan dapat menggantikan

penggunaan log book secara manual yang selama

ini menggunakan kertas. Pengembangan ini juga

diharapkan dapat memudahkan pihak pelabuhan

perikanan dalam memperoleh data log book secara

cepat dan akurat sehingga data tersebut dapat

digunakan oleh stakeholder untuk mengelola

sumber daya perikanan secara berkelanjutan.

Teknologi elektronik log book penangkapan ikan

ini juga dapat diintegrasikan dengan Sistem

Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI)

yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Perikanan

Tangkap, KKP dan diterapkan di pelabuhan-

pelabuhan perikanan. Melalui SILOPI ini, nelayan/

nakhoda kapal perikanan menyerahkan formulir

log book (kertas) yang sudah diisi kepada petugas

pelabuhan perikanan. Petugas pelabuhan kemudian

Page 59: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

107

Gambar 27. Tampilan program untuk mengunduh data elektronik log book

Figure 27. The display of program to download the data of electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 28. Tampilan menu “Konfigurasi” pada elektronik log book.

Figure 28. The display of “Konfigurasi” menu at electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi

Page 60: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

108

Gambar 29. Contoh data yang diunduh dari elektronik log book

Figure 29. Examples of data downloaded from electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi

akan melakukan verifikasi terhadap data log book

tersebut. Data log book yang sudah diverifikasi ini

kemudian akan dimasukkan ke dalam SILOPI.

Karena formulir log book dari nelayan jumlahnya

banyak, maka proses input data ke dalam SILOPI

juga membutuhkan waktu yang lama. Selain itu,

juga ada kemungkinan petugas pelabuhan salah

dalam memasukkan data ke dalam SILOPI.

Apabila teknologi elektronik log book

diintegrasikan dengan SILOPI, maka data dari

elektronik log book dapat langsung masuk ke

kolom-kolom di SILOPI secara otomatis sehingga

petugas pelabuhan tidak perlu memasukkan data

log book satu per satu ke dalam SILOPI. Petugas

pelabuhan cukup melakukan verifikasi terhadap

data tersebut. Hal ini dapat menghemat waktu,

tenaga, biaya, serta mengurangi penggunaan

kertas.

KESIMPULAN DAN SARAN

Telah dihasilkan perangkat keras elektronik log

book penangkapan ikan berbasis layar sentuh,

sebagai pengembangan elektronik log book P3TKP

tahun 2011 dan 2012. Pengembangan tersebut

adalah:

Ukuran layar sentuh menjadi 7 inch.

Penambahan pengisi baterai portabel

(power bank) kapasitas 15000 mAh.

Penggunaan antena GSM internal

(dipasang di dalam perangkat keras).

Sistem penyimpanan dan pengambilan

data pada elektronik log book.

Hasil pengembangan elektronik log book ini sudah

berhasil diuji diantaranya: penggunaan pengisi

baterai portabel yang dapat menyimpan listrik

Page 61: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan

Agus Sufyan

109

selama 13 jam, pengiriman data menggunakan

antena GSM internal berhasil dilakukan, serta data

elektronik log book bisa diunduh dari alat dan

disimpan di komputer.

Pengembangan perangkat keras ini diharapkan

dapat memberikan kemudahan kepada nelayan

dalam menggunakan elektronik log book sehingga

diharapkan dapat menggantikan penggunaan log

book kertas.

Teknologi elektronik log book penangkapan ikan

ini juga dapat diintegrasikan dengan Sistem

Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI)

yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Perikanan

Tangkap, KKP dan diterapkan di pelabuhan-

pelabuhan perikanan. Hal ini dapat menghemat

waktu, tenaga, biaya, serta mengurangi

penggunaan kertas.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. H. (1995). Penentuan Posisi dengan GPS

dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramita.

Anonim. (2014). Arsitektur ARM. Diakses 3 Februari

2014 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/

Arsitektur_arm.

Anonim. (2014). Pengisi Baterai Portabel. Diakses 3

Februari 2014 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/

Pengisi_Baterai_Portabel.

Atmel Corporation. (2003). 8-bit AVR with 8 Kbytes In-

System Programmable Flash: ATmega8 -

ATmega8L. Diakses 9 April 2013 dari:

http://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/

pdf/80247/ATMEL/ATMEGA8.html.

Dallas Semiconductor. (2013). DS 1820: 1–WireTM

Digital Thermometer. Diakses 20 Februari 2013

dari: http://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/

pdf/58548/dallas/ds1820.html.

Guangzhou FriendlyARM Computer Tech Co. Ltd.

(2013). FriendlyARM Mini2440. Diakses 13

Desember 2013 dari:

http://www.friendlyarm.net/dl.php?file=mini244

0_overview.pdf.

Hadi, M.S. (2008). Mengenal Mikrokontroler AVR

ATMega16. Diakses 10 Juli 2013 dari:

http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/

2008/08/sholihul-atmega16.pdf .

Kourti, N., and Kotsakis, E. (2007). Electronic Logbook

for Small Vessels (A Preliminary Study).

European Commission - Joint Research Center -

Institute for the Protection and Security of the

Citizen. Luxembourg. 13p.

Marzuki, M. I. (2011). Membangun elektronik log book

perikanan untuk menunjang pengelolaan sumber

daya ikan yang berkelanjutan. Bunga Rampai:

Application of Sustainable Development

Technology in Indonesia. Jakarta: Pusat

Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi

Kelautan dan Perikanan. Pp. 53-59.

Marzuki, M. I. dan Nugroho, H. (2013). Rancang

bangun elektronik log book perikanan berbasis

GPRS untuk mendukung pengelolaan perikanan

berkelanjutan. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian Terbaik Tahun 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan

Perikanan. Pp 164-179.

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan

dan Perikanan. (2011). Rancang Bangun

Elektronik Log Book Perikanan Berbasis GPRS.

Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Kementerian

Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan No. PER.18/MEN/2010 tentang

Log Book Penangkapan Ikan. Jakarta.

Shanghai SIMCom Wireless Solutions. (2011). SIM908

Hardware Design V1.00.

Sofyan, A. F. (2001). Teknologi layar sentuh menambah

kenyamanan kios informasi. Jurnal Ilmiah DASI,

2(1), 42-47.

Syariman, P. (2012). Perkembangan dan Aplikasi

Telemetri dalam Bidang Sumber Daya Air di

Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya Air, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kementerian

Pekerjaan Umum. 44 hlm.

Willy. (2013). Layar Sentuh. Diakses 13 Desember

2013 dari: http://www.mdp.ac.id/materi/2012-

2013-1/TI412/111068/TI412-111068-879-7.pdf.

Page 62: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109

110

Page 63: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua

Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 111

TOTAL HEMOSIT, GLUKOSA DAN SURVIVAL RATE UDANG MANTIS

(Harpiosquilla raphidea) PASCA TRANSPORTASI DENGAN DUA

SISTEM YANG BERBEDA

TOTAL HEMOSIT, GLUCOSE AND SURVIVAL RATE MANTIS SHRIMP

(Harpiosquilla raphidea) POST TRANSPORTATION

WITH TWO DIFFERENT SYSTEM

M. Yusuf Arifin1, Eddy Supriyono

2 dan Widanarni

2

1Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Akuakultur Institut Pertanian Bogor, 2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor

Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor, Telp. 0251-86287552

Email: [email protected]

Diterima tanggal: 7 Juli 2014, diterima setelah perbaikan: 28 Juli 2014, disetujui tanggal: 31 Juli 2014

ABSTRAK

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu krustasea yang bernilai ekonomis tinggi. Saat

ditransportasi udang cenderung mengalami stres, oleh sebab itu dibutuhkan teknologi transportasi untuk meminimalisir

tingkat stres. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan efek stres pada udang mantis dari dua metode

transportasi yang berbeda yaitu, transportasi sistem kering dan transportasi basah. Respon stress yang diamati adalah

jumlah total hemosit (THC), konsentrasi glukosa dan kelangsungan hidup. Sampel diambil pada waktu 0, 1, 3, 6, 12, 24,

72, 168 dan 336 jam pasca transportasi. Data dianalisis dengan Uji-T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

THC lebih tinggi pada sistem kering dibanding sistem basah terutama pada jam ke-72. Konsentrasi glukosa dengan

sistem basah lebih tinggi dari sistem kering pada jam ke-0 dan jam ke-24. Tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi pada

sistem kering dari pada sistem basah. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa transportasi sistem kering lebih baik karena

menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan waktu pulih yang lebih cepat.

Kata kunci: Mantis, THC, glukosa, stres, transportasi

ABSTRACT

Mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) is a crustaceans of high economic value. Currently transported shrimp tend

experience stress, therefore the technology needed to minimize transport stress levels. Objec of this study to compare

the effects of stress on mantis shrimp from the two different methods of transport, namely, the transport system wet and

dry. Stress response observed was THC, concentration glucose and survival. Samples were taken at time 0, 1, 3, 6, 12,

24, 72, 168 and 336 hours post-transport. Data analyzed by T-test. Results of this study indicate that the amount of

THC was higher in the dry than the wet system especially at 72nd. Concentration of glucose with a wet system higher

the dried at 0 and 24 hour. Survival rate higher in the dry system of the wet. This study suggests that dry transport

system better because it produces a lower stress response and a faster recovery.

Keywords: Mantis, THC, glucose, stress, transportation

PENDAHULUAN

Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)

merupakan salah satu crustacea yang memiliki

bentuk fisik menyerupai belalang sembah

(manthis). Nama daerah untuk udang ini yaitu

pangko, udang ketak, atau udang nenek. Istilah

udang ronggeng digunakan untuk nama dagang

dan nama dalam bahasa Indonesia, sedangkan

dalam bahasa Inggris udang ini dikenal dengan

nama manthis shrimp (Mashar, 2011; Dini, Kasim

& Palupi, 2013). Udang ini memiliki nilai

ekonomis tinggi, harga per-ekor udang mantis

untuk ekspor ke Hongkong dan Taiwan berkisar

Page 64: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119

112

antara Rp 20.000 sampai Rp. 70.000 untuk kelas A

(> 25 cm), dan kelas B (20-25 cm), dengan volume

ekspor berkisar antara 10-15 ton/minggu (Kompas,

2004). Berdasarkan data DKP Kabupaten Tanjung

Jabung Barat (2010) hasil tangkapan udang mantis

terus meningkat dari 1.300.000 ekor pada tahun

2003, meningkat menjadi 2.500.000 ekor di tahun

2009. Meningkatnya hasil tangkapan tersebut

dikhawatirkan akan menurunkan populasi udang

mantis di alam. Salah satu solusi yang dapat

ditempuh untuk mengantisipasi hal tersebut adalah

melalui kegiatan budidaya.

Transportasi benih/bibit udang merupakan langkah

awal dalam kegiatan budidaya pembesaran udang.

Adanya jarak dan waktu yang dibutuhkan selama

proses transportasi dapat menyebabkan stres pada

benih. Menurut Verghese (2003), transportasi

merupakan salah satu penyebab stress pada proses

pengangkutan lobster hidup. Lebih lanjut menurut

Lorenzon, Giulianini, Martinis, & Ferrero (2007)

transportasi dapat meyebabkan stres dan

mempengaruhi kondisi fisiologis pada lobster

Homarus americanus.

Respon stres yang disebabkan oleh perubahan

kondisi lingkungan dapat ditandai dengan adanya

perubahan fisiologis dalam jangka pendek atau

jangka panjang yang menyebabkan pengalihan

energy sumberdaya untuk proses vital, proses

tersebut dapat merusak atau mengancam kondisi

homeostasis (Buchanan, 2000). Dalam kondisi

stres terjadi realokasi energy metabolik aktivitas

investasi (seperti pertumbuhan dan reproduksi)

menjadi aktivitas untuk memperbaiki homeostasi,

seperti respirasi, pergerakan, regulasi hidromineral

dan perbaikan jaringan. Kebutuhan energi untuk

memperbaiki homeostasi selama stres dipenuhi

oleh proses glikogenolisis dan glukoneogenesis

yang menghasilkan glukosa (Hastuti, Mokoginta,

Dana & Sutardi, 2004).

Stres berpengaruh pada sistem kekebalan ikan

melalui jalur metabolik (Hastuti et al., 2004;

Leland, Butchera, Broadhursta, Patersonc &

Mayer, 2013; Yeh, Li, Tsui, Lin & Chen, 2010).

Hemosit memainkan peranan penting dalam sistem

imun crustacea. Menurut Maharani, Sunarti,

Triastuti & Juniastuti (2009), komposisi

hemolymph dapat diukur dan dapat digunakan

sebagai penilaian kesehatan crustacea melalui

karakteristik dan aktivitas sistem pertahanan

terhadap agen infeksius yang diperankan oleh

hemosit. Hemosit berperan dalam fagositosis,

enkapsulasi, degranulasi dan agregasi nodular

terhadap patogen atau partikel asing. Menurut

Lorenzon, Francese, Smith & Ferrero (2001),

pengaruh transportasi pada jumlah total hemosit

(THC) pada Cancer pagurus diduga

menggambarkan imunosupresi yang mungkin

menyediakan celah bagi patogen oportunis untuk

masuk kedalam tubuh. Lebih lanjut menurut

Lorenzon, Giulianini, Libralato & Martinis (2008),

transportasi menyebabkan terjadinya penurunan

THC yang signifikan, terutama pada transportasi

sistem basah.

Transportasi sistem basah umumnya digunakan

untuk distribusi jarak dekat dengan waktu yang

relatif singkat. Menurut Hasan (2007) transportasi

ikan hidup menggunakan media air untuk jarak

jauh tidak efektif karena memerlukan biaya

pengangkutan yang besar, kapasitas angkut kecil

dan resiko kematian yang tinggi. Dalam sistem

tertutup dengan kepadatan tinggi, kematian benih

disebabkan oleh rendahnya oksigen terlarut (DO),

akumulasi amoniak dan CO2, suhu yang tinggi, dan

terjadinya kanibalisme karena saat transportasi

berlangsung biota tidak diberi makan. Transportasi

sistem kering mempunyai beberapa kelebihan,

yaitu dapat mengurangi stres, menurunkan

kecepatan metabolisme dan penggunaan oksigen,

mengurangi mortalitas akibat perlakuan fisik, tidak

mengeluarkan feses dan tidak perlu media air

sehingga daya angkut lebih besar (Berka, 1986).

Lebih lanjut menurut Lorenzon et al. (2008),

transportasi dengan media air dapat menyebabkan

kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan

transportasi tanpa air.

Sampai saat ini penelitian tentang transportasi ikan

hidup sistem basah sudah sering dilakukan,

begitupun dengan sistem kering untuk kebutuhan

konsumsi. Namun demikian, penelitian transportasi

sistem kering untuk kebutuhan budidaya belum

pernah dilakukan baik itu ukuran benih untuk

pembesaran maupun calon induk. Khusus untuk

udang mantis, secara ilmiah memang belum pernah

diteliti, baik itu transportasi sistem basah maupun

sistem kering. Oleh karena itu perlu kiranya

dilakukan penelitian tentang transportasi udang

mantis untuk kebutuhan budidaya dengan

mengkaji respon stress pasca transportasi.

Page 65: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua

Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 113

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan selama 3 bulan terhitung dari

bulan April hingga Juni 2014 yang berlangsung di

Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor. Perlakuan yang sudah

dilakukan adalah 2 jenis metode transportasi yaitu

transportasi sistem kering tanpa media pengisi

yang diinjeksi oksigen (selanjutnya disebut sebagai

TKTM-O2), dan transportasi sistem basah dengan

media air (selanjutnya disebut sebagai TB).

Air yang digunakan adalah air laut dengan salinitas

20 ‰, suhu 30°C, pH 7, dan DO > 5 mg/l. Nilai

parameter tersebut digunakan atas dasar hasil

penelitian Mashar dan Wardiatno (2011) bahwa

perairan yang sesuai untuk kehidupan udang

mantis adalah dengan salinitas 19 – 28 ‰, suhu 30

- 33°C, pH 7,5 – 8,0, dan DO 5,2 – 8,0 mg/L.

Untuk pengangkutan ikan hidup sistem kering

digunakan selongsong yang terbuat dari plastik

mika, dimana selongsong tersebut berfungsi

sebagai tempat penyimpanan udang. Wadah

kemasan yang digunakan berupa box styrofoam

dengan ukuran 40x25x15cm dengan ketebalan 2,5

cm.

Biota uji yang digunakan adalah udang mantis

hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tanjung,

Jabung Timur, Propinsi Jambi. Udang mantis

terlebih dahulu diadaptasikan di dalam wadah

pemeliharaan selama 7 hari sebelum perlakuan.

Udang mantis uji yang digunakan adalah yang

sehat, bugar, tidak cacat fisik, dan tidak sedang

dalam fase ganti kulit (moulting). Udang yang

digunakan berukuran panjang 15-18cm dengan

bobot 82-87 gram/ekor.

2.1. Prosedur Penelitian

Uji transportasi dilakukan selama 12 jam. Untuk

perlakuan transportasi sistem kering, terlebih

dahulu udang mantis dibius menggunakan metode

penurunan suhu secara bertahap. Suhu pembiusan

yang digunakan mengacu dari hasil penelitian

Suparno, Wibowo, Suryaningrum & Suherman

(1994), dan Wibowo, Setiabudi, Suryaningrum &

Sudrajat (1994) yaitu dengan suhu 15°C.

Penurunan suhu dilakukan dengan kecepatan 5-

10°C/jam atau 0,4-0,8°C/menit (Suryaningrum,

Utomo & Wibowo, 2005). Udang yang telah

terbius di masukkan ke dalam selongsong yang

terbuat dari plastik mika, kemudian disusun sejajar

di dalam kotak styrofoam yang sebelumnya diberi

lubang untuk sirkulasi oksigen. Pada bagian

samping kiri dan kanan susunan udang diberi sekat

sebagai tempat es batu yang berfungsi untuk

mempertahankan suhu agar udang tetap pingsan.

Styrofoam ditutup dan kemudian di lakban.

Selanjutnya dimasukkan kedalam kantong plastik,

kemudian dilakukan injeksi oksigen dan kantong

plastik diikat dengan karet.

Untuk perlakuan sistem basah, benih udang

dikemas ke dalam kantong plastik yang diisi air

laut salinitas 25‰ yang sebelumnya sudah diaerasi

selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan injeksi

oksigen murni dengan perbandingan 1:2, dimana 1

bagian air dan 2 bagian oksigen.

2.2. Pembugaran Udang

Setelah dilakukan transportasi selama 12 jam,

kemasan dibuka dan udang mantis diangin-

anginkan selama 3-5 menit (Suwandi, Novriani &

Nurjanah, 2008). Hal ini bertujuan agar gas amonia

yang terbentuk selama transportasi menguap.

Selanjutnya udang mantis dimasukkan kedalam

akuarium dengan ketinggian air setengah dari

badan udang (Frose, 1997; Suryaningrum, Syamidi

& Ikasari, 2007). Suhu air awal disamakan dengan

suhu didalam kemasan saat dibongkar. Suhu air

dinaikkan perlahan dengan kecepatan 5-10 °C /jam

hingga suhu air mencapai 30°C. Penambahan air

juga dilakukan perlahan seiring dengan kenaikan

suhu hingga mencapai ketinggian 30 cm.

2.3. Pemeliharaan Pasca Transportasi

Udang mantis ditebar ke dalam akuarium dengan

ukuran 100x50x60cm sebanyak 10 ekor. Menurut

Mashar dan Wardiatno (2011), habitat udang

mantis (Harpiosguilla raphidea) adalah dasar

perairan berlumpur dengan tipe substrat lempung

berpasir, dan udang mantis cenderung berlindung

dalam lubang di dalam substrat lumpur dengan

diameter dan kedalaman lubang yang bervariasi

sesuai dengan ukurannya. Lebih lanjut menurut

Dini et.al (2013) substrat pasir dan pasir

berlempung merupakan habitat yang sesuai bagi

kehidupan udang mantis. Oleh karena itu untuk

memberikan kenyamanan pada mantis, maka setiap

akuarium diberi shelter dari pipa paralon sebagai

tempat berlindung mantis. Pemeliharaan udang

dilakukan selama 14 hari yang diberi pakan berupa

ikan rucah dengan frekuensi tiga sampai empat

kali/hari.

Page 66: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119

114

2.4. Parameter Uji

Pengambilan hemolim mantis diambil pada bagian

titik kaki jalan paling belakang dekat abdomen.

Pengamatan konsentrasi glukosa dan THC

dilakukan pada udang normal (sebagai nilai basal),

dan udang perlakuan yaitu pada jam ke 0 (saat

pembongkaran), jam ke 1, 3, 6, 12, 24, 72, 168 dan

336 pasca transportasi.

Parameter uji pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Parameter uji penelitian

Table 1. Parameters of test research

No Parameter Metode

1 THC Blaxhall & Daisley (1973)

2

3

Glukosa

Survival Rate

Calorimetric

Zonneveld & Huisman (1991)

Sumber: Hasil studi literatur

2.5. Jumlah Total Hemosit (THC)

Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml di bagian

pangkal kaki jalan dengan syringe 1 ml yang sudah

berisi antikoagulan Na-sitrat sebanyak 0,1 ml,

kemudian dihomogenkan selama 5 menit. Tetesan

pertama hemolim pada syringe dibuang,

selanjutnya diteteskan ke haemositometer dan

dihitung jumlah selnya per ml di bawah mikroskop

cahaya dengan perbesaran 40 kali. Rumus yang

digunakan menurut Blaxhall and Daishley (1973),

yaitu; Total Hemosit = [(rata-rata total sel) x

(1/volume kotak besar) x (faktor pengencer)].

2.6. Kadar Glukosa

Kadar glukosa diukur dengan metode Wedemeyer

& Yasutake (1977). Sampel hemolim yang

ditampung dalam tabung evendop disentrifuse

selama 10 menit dengan kecepatan putaran 1000

rpm untuk memisahkan plasma hemolim.

Selanjutnya plasma hemolim sebanyak 0.5 µl

ditambahkan ke dalam 3,5 ml reagen warna ortho-

toluidin dalam asam asetat glasial. Campuran

tersebut dimasukkan dalam air mendidih selama 10

menit. Setelah didinginkan dalam suhu ruang,

konsentrasi glukosa hemolim diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 635 nm.

Selanjutnya nilai absorbansinya dikonversi

menjadi kadar glukosa hemolim dalam mg/100 ml.

Kadar glukosa hemolim dihitung berdasarkan

persamaan yang dikemukakan oleh Wedemeyer

dan Yasutake (1977).

xGStAbsSt

AbsSpGD (1)

Keterangan:

GD = Konsentrasi glukosa hemolim (mg/dl)

AbsSp = Absorbansi sampel

AbsSt = Absorbansi standat

GSt = Konsentrasi glukosa standar (mg/dl)

2.7. Tingkat Kelangsungan Hidup

Data kelangsungan hidup didapatkan dengan

pengamatan jumlah udang yang hidup.

Kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR),

dihitung dengan rumus;

%100

0x

N

NtSR

Keterangan :

SR = tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah individu pada akhir perlakuan

(hari ke-t)

N0 = jumlah individu pada awal perlakuan

(hari ke-0)

2.8. Analisis Data

Data yang diperoleh akan ditabulasi ke dalam

Microsoft excel dan selanjutnya dianalisis secara

statistik dengan SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan uji terhadap beberapa

parameter pasca transportasi, dilakukan

pengambilan hemolim pada udang yang tanpa

diberi perlakuan, dimana data tersebut digunakan

sebagai parameter acuan. Nilai gambaran hemolin

udang mantis pada kondisi normal disajikan pada

pada Tabel 2.

Tabel 2. Gambaran hemolim udang mantis pada kondisi

normal.

Table 2. Overview hemolim mantis shrimp under

normal conditions

Parameter Nilai konsentrasi

THC 5.1 ± 0.2x10⁷ Cell/ml

Glukosa 37.24 ± 0.8 mg/dl Sumber: Hasil analisis laboratorium

(2)

Page 67: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua

Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 115

3.1. Gambaran Hemolim Saat Pembongkaran

Pada saat pembongkaran yaitu setelah 12 jam

transportasi, dilakukan pengambilan sampel

hemolim pada setiap perlakuan.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa saat pembongkaran

jumlah total hemosit (THC) pada perlakuan

TKTM-O2 (1,97 ± 0,15x10⁷Cell/ml) lebih tinggi

dari perlakuan TB (0,93 ± 4,30x10⁷Cell/ml),

namun keduanya lebih rendah dari jumlah THC

pada kondisi normal (5,1 ± 0,2x10⁷Cell/ml).

Tabel 3. Gambaran hemolim udang mantis saat

pembongkaran (jam ke-0).

Table 3. Overview hemolim mantis shrimp when

demolition (h-0)

Parameter TKTM-O2 TB

THC 1,97±0,15 Cell/ml a 0,93±0,15 Cell/ml

a

Glukosa 46,88±10,12 mg/dl a 68,37±5,26 mg/dl

b

Sumber: Hasil analisis laboratorium

Rendahnya total hemosit pada kedua perlakuan

menunjukkan bahwa udang dalam kondisi stress

yang disebabkan oleh paparan udara dan suhu saat

transportasi. Namun demikian jumlah total hemosit

pada perlakuan TKTM-O2 lebih tinggi dari

perlakuan TB. Hal ini menunjukkan bahwa sistem

transportasi mempengaruhi jumlah total hemosit

udang mantis, dimana perlakuan TKTM-O2

mampu meminimalisir tingkat stress dibandingkan

perlakuan TB. Menurut Lorenzon et al. (2008),

transportasi menyebabkan terjadinya penurunan

THC yang signifikan, terutama pada transportasi

sistem basah. Penurunan THC pada krustasea

sering disebabkan oleh kondisi stres; khususnya

dikarenakan adanya peningkatan suhu dan lamanya

pemaparan udara (Le Moullac, Soyez, Sauliner,

Ansquer, Avarre & Levy, 1998). Lebih lanjut

diungkapkan oleh Cheng, Lu & Chen (2005) yang

mengamati pengaruh suhu terhadap respon imun

udang vannamei, menunjukkan bahwa perlakuan

suhu 24, 28 dan 32°C selama 24 sampai 96 jam

akan menurunkan total hemosit sekitar 12-16%.

Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian

ini, dimana pada saat pembongkaran suhu air pada

perlakuan TB mencapai 30±0.58°C.

Untuk konsentrasi glukosa pada saat

pembongkaran (Tabel 3) terjadi perbedaan yang

signifikan (P<0,05) antara kedua perlakuan,

dimana perlakuan TB (68,37 ± 5,26 mg/dl) lebih

tinggi dari pada perlakuan TKTM-O2 (46,88 ±

10,12 mg/dl). Tingginya konsentrasi glukosa pada

perlakuan TB disebabkan adanya kebutuhan

energy yang meningkat saat udang dalam kondisi

stress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Lorenzon et al.

(2008), bahwa kadar glukosa darah pada Cancer

pagurus meningkat pada saat kedatangan awal.

Lebih lanjut dikatakan bahwa kadar glukosa darah

pada C. pagurus tergantung pada sistem

transportasi, dimana peningkatan konsentrasi

glukosa berkaitan dengan mobilisasi penyimpanan

energi dalam kondisi stres karena ketersediaan O2

rendah. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil

penelitian ini, dimana pada saat pembongkaran

konsentrasi oksigen terlarut didalam air media

pengangkutan cukup rendah yaitu sebesar 4,6 ±

0,44 mg/L.

3.2. Jumlah Total Hemosit (THC) Pasca

Transportasi

Hemosit memainkan peranan penting dalam sistem

imun krustasea. Hemosit berperan dalam

fagositosis, enkapsulasi, degranulasi dan

agregasinodular terhadap pathogen atau partikel

asing (Sahoo, Das, Mohanty, Pilai & Mohanty,

2008). Stres berpengaruh pada sistem kekebalan

ikan melalui jalur metabolik (Hastuti et al., 2004;

Yeh et al., 2010; Leland et al., 2013;). Selanjutnya

Menurut Maharani et al. (2009), komposisi

hemolymph dapat diukur dan dapat digunakan

sebagai penilaian kesehatan crustacea melalui

karakteristik dan aktivitas sistem pertahanan

terhadap agen infeksius yang diperankan oleh

hemosit.

Dari Gambar 1 terlihat bahwa jumlah total hemosit

pada kedua perlakuan meningkat mendekati nilai

normal, namun pada jam ke-72 terjadi perbedaan

secara signifikan (P<0.05), dimana nilai THC pada

perlakuan TKTM-O2 (4,77 ± 0,312x10⁷ Cell/ml)

lebih tinggi dari pada perlakuan TB (2,93

±0,512x10⁷Cell/ml). Hal tersebut menunjukkan

bahwa udang pada perlakuan TKTM-O2 lebih

cepat pulih mendekati nilai normal dari pada

perlakuan TB, dimana udang pada perlakuan TB

(4.97±0.76x10⁷Cell/ml) baru mendekati nilai

normal pada jam ke-168.

Rendahnya total hemosit sebelum jam ke-72

menunjukkan bahwa udang dalam kondisi stress

yang disebabkan oleh paparan udara dan suhu saat

transportasi serta udang masih dalam proses

adaptasi dengan lingkungan yang baru. Menurut

Page 68: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119

116

Jussila (1997), beberapa faktor yang

mempengaruhi total hemosit antara lain intervensi

pathogen, mekanisme molting dan kondisi

lingkungan. Penurunan THC pada krustasea sering

disebabkan oleh kondisi stres; khususnya,

dikarenakan adanya peningkatan suhu dan lamanya

pemaparan udara (Le Moullac et al., 1998). Lebih

lanjut diungkapkan oleh Cheng et al. (2005) yang

mengamati pengaruh suhu terhadap respon imun

udang vannamei, menunjukkan bahwa perlakuan

suhu akan menurunkan total hemosit sekitar 12-

16%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem

transportasi menyebabkan stress yang ditandai

dengan menurunya jumlah total hemosit. Hal ini

sesuai dengan pendapat Lorenzon et al. (2001),

Pengaruh transportasi pada THC di C. pagurus

diduga menggambarkan imunosupresi yang

mungkin menyediakan celah bagi patogen

oportunis untuk masuk ke dalam tubuh. Lebih

lanjut menurut Lorenzon et al. (2008), transportasi

menyebabkan terjadinya penurunan THC yang

signifikan, terutama pada transportasi sistem

basah. Dari pendapat yang sama dikatakan bahwa

transportasi C. pagurus mengakibatkan adanya

respon stres yang berujung pada perubahan

fisiologi dan imunokompetensi yang berakibat

mempengaruhi kemampuannya untuk menahan

infeksi bakteri.

Gambar 1. Jumlah total hemosit (THC) udang mantis

pasca transportasi. Huruf berbeda pada waktu yang

sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai

dinyatakan ± sebagai standar error.

Figure 1. The total number hemosit (THC) mantis

shrimp post-transport. Different letters at the same time

showed significantly different (P <0.05). Values are

expressed as ± standard error. Sumber: Hasil pengolahan data

3.3. Konsentrasi Glukosa Pasca Transportasi

Pada Gambar 2 terlihat bahwa dari jam ke-3

konsentrasi glukosa cenderung terus menurun

mendekati nilai normal, namun pada jam ke-24

secara signifikan (P<0,05) konsentrasi glukosa

untuk perlakuan TB (62,70 ± 4,31 mg/dl) lebih

tinggi dari perlakuan TKTM-O2 (50,63 ± 3,02

mg/dl), dimana pada jam tersebut konsentrasi

glukosa pada perlakuan TKTM-O2 lebih cepat

turun mendekati nilai pada kondisi normal,

sedangkan perlakuan TB baru mendekati kondisi

normal pada jam ke-72.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udang pada

perlakuan TKTM-O2 telah melewati fase stress

pada jam ke-24, dimana pada waktu tersebut udang

tidak lagi memanfaatkan glukosa di dalam

hemolim sebagai sumber energi, sehingga

konsentrasi glukosa akan menurun ke titik normal.

Mengatasi kondisi stres memerlukan kemampuan

hewan untuk menyediakan cukup energi di dalam

jaringan untuk menghadapi beban allostatic yang

dapat diperoleh dari glukosa dan protein (McEwen

dan Wingfield, 2003). Peningkatan konsentrasi

glukosa berkaitan dengan mobilisasi penyimpanan

energi dalam kondisi stres sebagai sumber bahan

bakar untuk metabolisme anaerob menghasilkan

produksi dan akumulasi laktat (Lorenzon et al.,

2008).

Gambar 2. Konsentrasi glukosa udang mantis pasca

transportasi. Huruf berbeda pada jam yang sama

menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai dinyatakan

± sebagai standar error.

Figure 2. Concentrations of glucose transport after the

mantis shrimp. Different letters at the same time showed

significantly different (P <0.05). Values are expressed

as ± standard error. Sumber: Hasil pengolahan data

Page 69: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua

Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 117

Berdasarkan data pada Gambar 2 dapat diartikan

bahwa sistem transportasi mempengaruhi

kecepatan waktu pulih udang mantis. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Lorenzon et al. (2008),

bahwa tingkat glukosa pada hemolymph

dipengaruhi oleh sistem transportasi dan waktu

pemulihan.

3.4. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat

kelangsungan hidup udang mantis pasca

transportasi berbeda secara signifikan (P<0.05),

dimana tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan

TKTM-O2 (93.3 ± 1.15%) lebih tinggi dari pada

perlakuan TB (63.3 ± 1.53%).

Tingginya kelangsungan hidup pada perlakuan

TKTM-O2 terkait dengan kemampuan udang

untuk mengatasi stress yang terjadi selama

transportasi, karena pada saat tersebut udang dalam

kondisi motil. Proses metabolisme akan berkurang

pada saat kondisi motil atau pingsan, sehingga

aktivitas fisiologis, kebutuhan oksigen, dan

produksi CO2 dalam berespirasi menjadi rendah

(Nitibaskara, Wibowo & Uju, 2006).

Gambar 3. Tingkat kelangsungan hidup udang mantis

pasca transportasi. Nilai dinyatakan ± sebagai standar

error.

Figure 3. Mantis shrimp survival rate after transport.

Values are expressed as ± standard error. Sumber: Hasil analisis

Untuk perlakuan TB yang tingkat kelangsungan

hidupnya lebih rendah disebabkan karena udang

mantis mengalami stress, hal ini diduga terkait

dengan meningkatnya suhu air media transportasi

dari 25 ± 0,58°C pada awal transportasi menjadi 30

± 0,58°C pada akhir transportasi. Tingginya suhu

tersebut menyebabkan aktivitas metabolisme

udang mantis meningkat, sehingga konsumsi

oksigen juga meningkat, sementara ketersediaan

oksigen di dalam media terbatas. Selain itu

peningkatan kecepatan berespirasi juga

menyumbang dalam penurunan kualitas air media

transportasi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wibowo (1993), bahwa tingginya suhu media

dapat menyebabkan aktivitas metabolisme lobster

meningkat, menyebabkan konsumsi oksigen

meningkat pula sehingga persediaan oksigen yang

terbatas dalan media kemasan akan berkurang dan

akhirnya tidak mencukupi kebutuhan dan

menyebabkan tingginya tingkat kematian.

Berdasarkan hasil analisis respon stress yang diuji

(THC dan glukosa) menunjukkan bahwa stress

udang mantis lebih tinggi pada perlakuan TB dari

pada perlakuan TKTM-O2. Kondisi tersebut

terbukti selama berlangsungnya proses

pemulihan/pemeliharaan pasca transportasi,

dimana udang mantis pada perlakuan TKTM-O2

lebih cepat pulih dibanding perlakuan TB.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Transportasi sistem kering tanpa media pengisi

yang diinjeksi oksigen (TKTM-O2) merupakan

transportasi yang paling baik untuk pengangkutan

udang mantis (Harpiosquilla raphidea) karena

menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan

waktu pulih yang lebih cepat, serta menghasilkan

kelangsungan hidup sebesar 93,3 %.

Saran

Perlu kiranya dilakukan pengkajian respon stress

terhadap beberapa variabel fisiologi lainnya seperti

hormon, produk metabolism.

DAFTAR PUSTAKA Berka, R. (1986). The Transport of Live Fish. A Review.

EIFAC Tech. Pap. FAO.(48),52.

Page 70: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119

118

Blaxhall, P., and Daisley, K. (1973). Some blood

parameters of the rainbow trout I. The Kamloops

Variety. J. Fish Biol. 5, 1-8.

Buchanan, K. L. (2000). Stress and The Evolution of

Condition-dependent Signal. see front matter ©

2000 Elsevier Science Ltd. All rights reserved.

15(4).

Cheng, A., Lu, W., and Chen, J. C. (2005). Effect of

Water Temperature on The Immune Response of

White Shrimp Litopenaeus vannamei to Vibrio

alginolyticus. Departement of Aguaculture,

National Pingtung University of Science and

Technology, Pintung 912, Taiwan.

Dini, L., Kasim, M., dan Palupi, R. D. (2013).

Kelimpahan dan komposisi ukuran panjang

Udang Ronggeng (Lysiosquilla maculata) pada

habitat yang berbeda di perairan Kauduma Desa

Petetea’a Kabupaten Buton Utara. Jurnal Mina

Laut Indonesia, 1(1), 1–11.

[DKP] Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Tanjung

Jabung Barat. (2010). Laporan tahunan Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjung

Jabung Barat Tahun 2009. Tanjung Jabung

Barat. Jambi.

Frose, R. (1997). How to transport live fish in plastic

bags. Technical Paper FAO. Rome. 4p

Hasan, D. (2007). Pengujian transportasi ikan hidup

ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan jambal siam

(Pangasius sutchi F) dengan metode anestasi.

Berkala Perikanan Terubuk, 35(1), 135-146.

Hastuti, S., Mokoginta, I., Dana, D., dan Sutardi, T.

(2004). Resistensi terhadap stres dan respons

imunitas ikan gurami (Osphronemus Gouramy,

Lac.) yang diberi pakan mengandung kromium-

ragi. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan

Indonesia, 11(1), 15-21.

Jussila, J. (1997). Physiological Responses of Astacid

and Parastacid Crayfishes (Crustecea:

Decapoda) to Condition of Intensive Culture

(Vol. 67). Kuopio University Publications C.

Naturan and Environmental Sciences.

Kompas. (2004). Udang Ketak Kuala Tungkal

Ditangkarkan di Hongkong. www.kompas. com,

Diakses 27 April 2014.

Le Moullac, G., Soyez, C., Sauliner, D., Ansquer, D.,

Avarre, J., and Levy, P. (1998). The effect of

hypoxic stress on the immune response and

resistance to vibriosis of the shrimp P.

stylirostris. Fish Shellfish Immunol, 8, 621–629.

Leland, J. C., Butchera, P. A., Broadhursta, M .K.,

Patersonc, B. D., and Mayer, D. G. (2013).

Damage and physiological stress to juvenile

eastern rock lobster (Sagmariasus verreauxi)

discarded after trapping and hand collection.

Journal of Fisheries Research, 137, 63– 70.

Lorenzon, S., Francese, M., Smith, V. J., and Ferrero, E.

A. (2001). Heavy metals affect the circulating

haemocyte number in the shrimp Palaemon

elegans. Fish Shellfish Immunol, 11, 459–472.

Lorenzon, S., Giulianini, P. G., Martinis, M., and

Ferrero, E. A. (2007). Stress effect of different

temperatures and air exposure during transport

on physiological profiles in the American

Lobster Homarus americanus. Journal of

Comparative Biochemistry and Physiology, Part

A 147, 94–102.

Lorenzon, S., Giulianini, P. G., Libralato, S., Martinis,

M., and Ferrero, E. A. (2008). Stress effect of

two different transport sistems on the

physiological profiles of the crab Cancer

pagurus. Journal of Aquaculture, 278, 156–163.

Maharani, G., Sunarti, Triastuti, J. dan Juniastuti, T.

(2009). Kerusakan dan jumlah hemosit udang

Windu (Penaeus monodon Fab.) yang

mengalami zoothamniosis. Jurnal Ilmiah

Perikanan dan Kelautan, 1(1), 21-30.

Mashar, A., dan Wardiatno, Y. (2011). Distribusi

spasial udang mantis Harpiosquilla raphidea dan

Oratosquillina gravieri di Kuala Tungkal,

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi

Jambi. Jurnal Pertanian-UMMI, 1(1).

Mashar, A. (2011). Pengelolaan Sumberdaya Udang

Mantis (Harpiosquilla raphidea Fabricius,1978)

Berdasarkan Informasi Biologi di Kuala Tungkal

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Tesis,

Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

McEwen, B. S., and Wingfield, J. C. (2003). The

concept of allostasis in biology and biomedicine.

Horm. Behav., 43 (1), 2–15.

Nitibaskara, R., Wibowo, S., dan Uju. (2006).

Penanganan dan Transportasi Ikan Hidzip untuk

Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

Sahoo, P. K., Das, A., Mohanty, B. K., Pilai, B. R., and

Mohanty, J. (2008). Dietary-1,3 glucan improve

the immunity and disease resistance of

freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii

Challenged with Aeromonas hydrophyla.

Aquaculture Research, 39, 1574-1578.

Suparno, Wibowo, S., Suryaningrum, T.D., da

Suherman, M. (1994). Studi penggunaan metoda

penurunan suhu bertahap dalam transportasi

sistem kering untuk lobster hijau pasir (Panulirus

humarus). Jurnal Penelitian Pasca Panen

Perikanan, 79, 37-55.

Suryaningrum, Th. D., Utomo, B. S. B., dan Wibowo, S.

(2005). Teknologi Penanganan dan Transportasi

Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan

dan Perikanan.

Suryaningrum, Th. D., Syamidi dan Ikasari. (2007).

Teknologi penanganan dan transportasi lobster

air tawar. Squalen 2(2), 37-42.

Page 71: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id

Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua

Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 119

Suwandi, R., Novriani, A., dan Nurjanah. (2008).

Aplikasi rak dalam wadah penyimpanan untuk

transportasi lobster air tawar (Cherax

Quadricarinatus) tanpa media air. Buletin

Teknologi Hasil Perikanan, 11(1).

Verghese, B. (2003). Some Immunobiological Aspects

of the Spiny Lobster Panulirus homarus

(Linnaeus, 1758). Central Marine Fisheries

Research Institute (Indian Council Of

Agricultural Research) Kochi-682 014.

Wedemeyer, G. A., and Yasutake, W. T. (1977).

Clinical Methods for the Assessment of the

Effects of Environmental Stress on Fish Health.

(Vol. 89). Washington DC (US) Department of

the Interior Fish and Wildlife Service.

Wibowo, S. (1993). Penerapan Teknologi Penanganan

dan Transportasi Ikan Hidup di Indonesia.

Jakarta: Sub BPPL, Slipi.

Wibowo, S., Setiabudi, E., Suryaningrum, D., dan

Sudrajat, Y. (1994). Pengaruh penurunan suhu

bertahap terhadap aktivitas lobster hijau pasir

(Panulirus humarus). Jurnal Penelitian Pasca

Panen Perikanan, (79), 24-36.

Yeh, S.T., Li, C.C., Tsui, W.C., Lin, Y.C., and Chen,

J.C. (2010). The protective immunity of white

shrimp Litopenaeus vannamei that had been

immersed in the hot-water extract of Gracilaria

tenuistipitata and subjected to combined stresses

of Vibrio alginolyticus injection and temperature

change. Fish Sellfish Immunol, 29(2), 271-278.

Zonneveld, N., Huisman, E. A., dan Boon, J. H. (1991).

Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta. PT

Gramedia Pustaka Utama.

Page 72: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id
Page 73: JURNAL KELAUTAN NASIONAL - pusriskel.litbang.kkp.go.id