JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
i
KATA PENGANTAR
Jurnal Kelautan Nasional (JKN) adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas terbitnya JKN Volume 9, No. 2, dengan baik.
Artikel yang diterbitkan dalam Jurnal edisi kali ini sebanyak 5 (lima) artikel yang meliputi: Desain
Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah; Aplikasi
Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah; Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan
Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB; Total Hemosit, Glukosa,
dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua Sistem
yang Berbeda; dan Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan
Berbasis Layar Sentuh.
Artikel yang terdapat dalam JKN pada edisi ini diharapkan mampu menambah khasanah informasi
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan Indonesia. Kami sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan jurnal ini ke depan. Semoga jurnal ini
bermanfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan
perikanan di Indonesia.
Redaksi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstrak
i
ii
iii
Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang
Lombok Tengah
Design of Table Sale Fish Hygienic for Fish Market in Awang Port Central Lombok
Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel ………
59-64
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air
Terhadap Produksi Total Tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah
Path Analysis Application in Determining the Effect of Soil and Water Quality on
Total Production of Brackishwater Ponds in Demak Regency, Central Java Province
Akhmad Mustafa dan Admi Athirah …………...........……....................................
65-79
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Wilayah Perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB
Study of Location Determination for Seaweed Cultivation Development in Saleh Bay,
Sumbawa, NTB
Komang Iwan Suniada dan B. Realino S. ……………..................………………...
81-91
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan
Berbasis Layar Sentuh
Development of Electronic Fishing Log Book Hardware Based Touch Screen
Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan ................................................................................
93-109
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla
raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua Sistem yang Berbeda
Total Hemosit, Glucose and Survival Rate of Mantis Shrimp (Harpiosquilla raphidea)
Post Transportation with Two Different System
M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni ………………………………...
111-119
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
iii
No ABSTRAK
1. DESAIN MEJA PENJAJA IKAN HIGIENIS UNTUK PASAR IKAN DI PELABUHAN
AWANG LOMBOK TENGAH
UDC: 639.2.068
Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S.A. Sianturi dan Donal Daniel
Halaman 59-64
Kemunduran mutu kesegaran ikan yang terjadi di pasar-pasar ikan adalah akibat dari penanganan yang tidak
tepat. Wadah penjaja yang seadanya, serta lingkungan yang tidak higienis. Solusi untuk mengatasi hal ini
dapat menerapkan teknik refrigerasi. Dalam mendesain sistem refrigerasi harus mengetahui beban
pendinginan untuk memudahkan dalam pemilihan peralatan sistem refrigerasi. Sistem refrigerasi ini
menggunakan refrigerant R134a. Desain meja penjaja untuk kebutuhan pasar ikan di pelabuhan Lombok
Tengah direncanakan memiliki kapasitas sebesar satu meter kubik dan mampu menampung ikan sebanyak
250 kg dengan daya sebesar 3kW. Dari analisis beban pendinginan yang dilakukan, maka diperoleh nilai
COP sebesar 3,65.
Kata kunci: Awang, meja higienis, refrigerasi, COP
2. APLIKASI ANALISIS JALUR DALAM PENENTUAN PENGARUH KUALITAS
TANAH DAN AIR TERHADAP PRODUKSI TOTAL TAMBAK DI KABUPATEN
DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH
UDC: 639.2.04
Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
Halaman 65-79
Kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak termasuk
produksi total (udang windu dan ikan bandeng) di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Namun
demikian, belum ada informasi mengenai pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak
Kabupaten Demak. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak.
Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak.
Kualitas tanah ditetapkan sebagai variabel independen dan eksogen; kualitas air sebagai variabel perantara,
dependen dan endogen; serta produksi total sebagai variabel dependen dan endogen. Karakteristik kualitas
tanah dan air serta produksi total diketahui melalui aplikasi statistik deskriptif, sedangkan pengaruh kualitas
tanah dan air terhadap produksi total diketahui melalui aplikasi analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 14 variabel kualitas tanah yang dianalisis dengan analisis jalur ternyata hanya 2 variabel yang
mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan bahan organik dan fosfat, sedangkan dari 7 variabel kualitas
air, ternyata ada 3 variabel yang mempengaruhi produksi total tambak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan
nitrat. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,404
terhadap produksi total, sedangkan fosfat tanah berpengaruh nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,267
terhadap produksi total. Kandungan fosfat, salinitas dan nitrat air berpengaruh terhadap produksi total
dengan pengaruh langsung masing-masing 0,117, -0,414 dan 0,377 terhadap produksi total. Kedua variabel
kualitas tanah tersebut juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap produksi total tambak melalui
pengaruhnya terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi pupuk organik dan pupuk anorganik yang
mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk anorganik yang mengandung fosfat dan nitrogen pada air
serta penurunan salinitas air diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tambak di Kabupaten Demak.
Kata kunci: analisis jalur, tanah, air, tambak, Kabupaten Demak
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
iv
No ABSTRAK
3. STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT
LAUT DI WILAYAH PERAIRAN TELUK SALEH, SUMBAWA, NTB
UDC: 639.3
Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
Halaman 81-91
Studi ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan strategis Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang mendorong peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan budidaya
perikanan. Teluk Saleh yang berlokasi di Pulau Sumbawa NTB merupakan salah satu lokasi yang potensial
untuk pengembangan budidaya laut tersebut. Tujuan dari studi ini adalah memberikan informasi kepada
pemerintah setempat mengenai daerah yang sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut pada perairan
Teluk Saleh. Studi ini menggunakan data yang bersumber dari data satelit penginderaan jauh (Terra/Aqua
MODIS dan Landsat), data survey lapangan serta sekunder. Data satelit penginderaan jauh digunakan untuk
menghasilkan informasi suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a serta untuk pemetaan dasar perairan;
data survey lapangan yang diukur adalah nitrat, fosfat, salinitas, pH, DO, Total Dissolves Solid (TDS),
kecepatan arus dan kecerahan perairan; sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data bathymetri.
Data-data tersebut kemudian diberi bobot dan skor yang disesuaikan dengan komoditi rumput laut yang akan
dibudidayakan. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode tumpang susun
(overlay) digunakan untuk menganalisa parameter-parameter tersebut di atas, semakin tinggi skornya
menunjukkan daerah tersebut semakin sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Studi ini
menghasilkan informasi bahwa area yang potensial bagi pengembangan budidaya rumput laut pada daerah
kajian di perairan Teluk Saleh adalah sekitar 25.532 Ha.
Kata kunci: budidaya rumput laut, penginderaan jauh, sistem informasi geografi, Teluk Saleh
4. PENGEMBANGAN PERANGKAT KERAS ELEKTRONIK LOG BOOK
PENANGKAPAN IKAN BERBASIS LAYAR SENTUH
UDC: 639.2.081
Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan
Halaman 93-109
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP) sejak 2011 telah
mengembangkan teknologi elektronik log book penangkapan ikan, yaitu perangkat keras yang memiliki
fungsi input data tangkapan ikan secara elektronik dan dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal. Pada
2011 telah dikembangkan perangkat keras elektronik log book berbasis keypad. Namun, alat ini memiliki
beberapa kelemahan, yaitu semua data harus dimasukkan ke dalam alat dengan menggunakan kode angka,
ukuran displai LCD kecil, serta ukuran alat yang relatif besar. Untuk itu, pada 2012 dikembangkan perangkat
keras elektronik log book berbasis layar sentuh. Kemudian pada 2013 dilakukan penyempurnaan dan
pengembangan perangkat keras elektronik log book berupa perubahan ukuran layar sentuh menjadi lebih
besar, penambahan power bank sebagai baterai cadangan untuk suplai tenaga listrik alat, penggunaan antena
GSM internal, serta proses pengunduhan data dari alat ke dalam komputer. Dari proses perancangan
perangkat keras, telah dihasilkan prototipe perangkat keras elektronik log book. Kemudian dilakukan
pengujian untuk mengetahui keberhasilan dalam perancangan perangkat keras. Pengujian tersebut terdiri dari
pengujian ARM dan LCD layar sentuh, pengujian pengiriman data, pengujian daya tahan baterai, serta
pengujian di lapangan (di atas kapal nelayan). Hasil pengujian tersebut di antaranya adalah data tangkapan
ikan dan data rekam jejak kapal secara otomatis dapat dilihat di situs web, daya tahan baterai selama 13 jam,
serta data hasil inputan yang dapat diunduh secara manual. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa
perangkat keras yang dibuat telah berhasil bekerja dengan baik. Pengembangan ini diharapkan mampu
memberikan kemudahan kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log book sehingga diharapkan dapat
menggantikan penggunaan log book secara manual dengan kertas.
Kata kunci: elektronik log book, perangkat keras, layar sentuh, ARM, baterai
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
v
No ABSTRAK
5. TOTAL HEMOSIT, GLUKOSA, DAN SURVIVAL RATE UDANG MANTIS
(Harpiosquilla raphidea) PASCA TRANSPORTASI DENGAN DUA SISTEM YANG
BERBEDA
UDC: 639.51
M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni
Halaman 111-119
Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu krustasea yang bernilai ekonomis tinggi. Saat
ditransportasi udang cenderung mengalami stres, oleh sebab itu dibutuhkan teknologi transportasi untuk
meminimalisir tingkat stres. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan efek stres pada udang mantis
dari dua metode transportasi yang berbeda yaitu, transportasi sistem kering dan transportasi basah. Respon
stress yang diamati adalah jumlah total hemosit (THC), konsentrasi glukosa dan kelangsungan hidup. Sampel
diambil pada waktu 0 jam, 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, 72 jam, 168 jam dan 336 jam pasca
transportasi. Data dianalisis dengan Uji-T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah THC lebih tinggi
pada sistem kering dibanding sistem basah terutama pada jam ke-72. Konsentrasi glukosa dengan sistem
basah lebih tinggi dari sistem kering pada jam ke-0 dan jam ke-24. Tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi
pada sistem kering dari pada sistem basah. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa transportasi sistem kering
lebih baik karena menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan waktu pulih yang lebih cepat.
Kata kunci: Mantis, THC, glukosa, stres, transportasi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
vi
No ABSTRACT
1. DESIGN OF TABLE SALE FISH HYGIENIC FOR FISH MARKET IN AWANG PORT
CENTRAL LOMBOK
UDC: 639.2.068
Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi and Donal Daniel
Page 59-64
The decrease of fish freshness, quality occurred in the fish markets is a result of improper handling. The
appropriate container, as well as unhygienic environment. The solution to overcome this is by applying
refrigeration techniques. In designing the refrigeration system the cooling load must be known in the
selection of equipment to the refrigeration system. The refrigeration system uses R134a. This device is
designed for the needs of the fish market in Central Lombok harbor with a capacity of one meter cubic and a
fish mass of 250 kg, it takes energy of 3 kW. From cooling load analysis performed the COP value of 3.65 is
obtained.
Keywords: Awang, hygienic table, refrigeration, COP
2. PATH ANALYSIS APPLICATION IN DETERMINING THE EFFECT OF SOIL AND
WATER QUALITYON TOTAL PRODUCTION OF BRACKISHWATER PONDS IN
DEMAK REGENCY, CENTRAL JAVA PROVINCE
UDC: 639.2.04
Akhmad Mustafa and Admi Athirah
Page 65-79
Soil and water quality are the factors that determine brackishwater ponds productivity including the total
production (tiger shrimp and milkfish) in Demak Regency, Central Java Province. However, there is no
information on the effect of soil and water quality on the total production in brackishwater ponds of Demak
Regency. Therefore, research aimed to determine direct effect and indirect effect of soil and water quality on
total production of brackishwater ponds in Demak Regency. The research was conducted in brackish water
ponds of Karangtengah and Sayung Sub Districts, Demak Regency. Soil quality was defined as independent
and exogenous variables; water quality as an intermediate, dependent and endogenous variables; and total
production as dependent and endogenous variables. Characteristics of soil and water quality as well as the
total production is known through descriptive statistics application, while the effect of soil and water quality
on total production is known through path analysis applications. The results of path analysis showed that 14
soil quality variables analyzed was only 2 variables that affect on total production, namely: organic matter
and phosphate, and 7 water quality variables analyzed only 3 variables that affect on total production
namely: phosphate, salinity and nitrate. Soil organic matter was highly significant with a direct effect of
0.404 on the total production, while soil phosphate was significant with a direct effect of 0.267 on total
production. Water phosphate, salinity and nitrate affection total production with the direct effects of 0.117,
-0.414, and 0.377, respectively. Both the soil quality variables also have an indirect effect on total
production through its influence on water phosphate, salinity and nitrate. Application of organic fertilizer
and inorganic fertilizers containing phosphates to the soil and inorganic fertilizers application containing
phosphate and nitrogen in the water as well as a decrease in the salinity of the water is expected to increase
brackishwater ponds productivity in Demak.
Keywords: path analysis, soil, water, brackishwater pond, Demak Regency
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
vii
No ABSTRACT
3. STUDY OF LOCATION DETERMINATION FOR SEAWEED CULTIVATION
DEVELOPMENT IN SALEH BAY, SUMBAWA, NTB
UDC: 639.3
Komang Iwan Suniada and B. Realino S.
Page 81-91
This study was carried out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of
Republic of Indonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture, especially by
developing seaweed culture around Sumbawa regency. The aim of this study is to provide information about
potential area for seaweed culture around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa
Tenggara. Remote sensing data (Terra/Aqua MODIS and Landsat satellite image), field survey data and
secondary data were used for this study. Remote sensing data were used to produce Sea Surface
Temperature (SST), Chlorophyll-a information and bottom substrate mapping; field survey data provided
nitrate, phosphate, salinity, pH, DO, TDS, flow velocity, water transparency while secondary data was used
to provide bathymetry information. Geographical Information System software was used to analyze this
study by using overlay technique for all parameter, which had previously been weighted and scored based on
the criteria of aquatic habitat suitability for seaweed culture. Higher score indicates that the area more
suitable for seaweed culture activities. The results showed that the potential area suitable for seaweed
culture around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara is about 25.532 Ha.
Keywords: seaweed culture, remote sensing, Geographic Information System, Saleh Bay
4. DEVELOPMENT OF ELECTRONIC FISHING LOG BOOK HARDWARE BASED
TOUCH SCREEN
UDC: 639.2.081
Hadhi Nugroho and Agus Sufyan
Page 93-109
Research and Development Center of Marine and Fisheries Technology (P3TKP) since 2011 has developed
an electronic log book for fisheries, which has a function to input the fisheries catches data electronically
and equipped with a track record function from the vessel. In 2011, P3TKP has developed an electronic log
book with keypad base. It has several weaknesses, in which the data must be entered into the electronic log
book by using a numeric code, the size of LCD display too small, and the size of the device is the relatively
large. In 2012 to overcome the weaknesses from the past device, P3TKP has developed an electronic log
book hardware with touch screen base. In 2013, P3TKP has made the improvement and development of
electronic log book hardware, which changes the size of the touch screen becomes larger, the addition of the
power bank as a backup battery power supply for electric power, the use of an internal GSM antenna, and
changes in the process of downloading data from the device to the computer. From the hardware design
process, it has produced a prototype of electronic log book. The device design process produces a new
prototype of electronic log book and testing the device to determine success in the design of hardware. The
testing consisted of testing the ARM and LCD touch screen, testing data transmission, battery life testing,
and testing in the field (on fishing boat). The results of these tests include the fish catch data and the vessel
tracking data can be viewed on the website, battery life for 13 hour, and the input data of which can be
downloaded manually. From the test results, it is obtained that the hardware has been successfully made to
work well. This improvement is expected to provide convenience to the fishermen in the use of electronic log
book which is expected to replace the use of the log book manually with paper.
Keywords: electronic log book, hardware, touch screen, ARM, battery
JURNAL KELAUTAN NASIONAL
Vol. 9, No.2, Agustus 2014 ISSN 1907-767X
Terakreditasi (486/AU2/P2MI-LIPI/08/2012) Masa berlaku: Agustus 2012 - Agustus 2015
viii
No ABSTRACT
5. TOTAL HEMOSIT, GLUCOSE, AND SURVIVAL RATE MANTIS SHRIMP (Harpiosquilla
raphidea) POST TRANSPORTATION WITH TWO DIFFERENT SYSTEM
UDC: 639.51
M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono and Widanarni
Page 111-119
Mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) is a crustaceans of high economic value. Currently transported
shrimp tend experience stress, therefore the technology needed to minimize transport stress levels. Object of
this study to compare the effects of stress on mantis shrimp from the two different methods of transport,
namely, the transport system wet and dry. Stress response observed was THC, concentration glucose and
survival. Samples were taken at time 0, 1, 3, 6, 12, 24, 72, 168 and 336 hours post-transport. Data analyzed
by T-test. Results of this study indicate that the amount of THC was higher in the dry than the wet system
especially at 72nd. Concentration of glucose with a wet system higher the dried at 0 and 24 hour. Survival
rate higher in the dry system of the wet. This study suggests that dry transport system better because it
produces a lower stress response and a faster recovery.
Keywords: Mantis, THC, glucose, stress, transportation
Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin
Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel
59
DESAIN MEJA PENJAJA IKAN HIGIENIS UNTUK PASAR IKAN DI PELABUHAN
AWANG LOMBOK TENGAH
DESIGN OF TABLE SALE FISH HYGIENIC FOR FISH MARKET IN AWANG PORT CENTRAL
LOMBOK
Imam Taukhid, Amin Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP
Jalan Pasir Putih 1, Ancol Timur Jakarta, 14430
E-mail:[email protected]
Diterima tanggal: 5 Mei 2014, diterima setelah perbaikan: 1 Juli 2014, disetujui tanggal: 14 Juli 2014
ABSTRAK
Kemunduran mutu kesegaran ikan yang terjadi di pasar-pasar ikan adalah akibat dari penanganan yang tidak tepat.
Wadah penjaja yang seadanya, serta lingkungan yang tidak higienis. Solusi untuk mengatasi hal ini dapat menerapkan
teknik refrigerasi. Dalam mendesain sistem refrigerasi harus mengetahui beban pendinginan untuk memudahkan dalam
pemilihan peralatan sistem refrigerasi. Sistem refrigerasi ini menggunakan refrigeran R134a. Desain meja penjaja untuk
kebutuhan pasar ikan di pelabuhan Lombok Tengah direncanakan memiliki kapasitas sebesar satu meter kubik dan
mampu menampung ikan sebanyak 250 kg dengan daya sebesar 3kW. Dari analisis beban pendinginan yang dilakukan,
maka diperoleh nilai COP sebesar 3,65.
Kata kunci: Awang, meja higienis, refrigerasi, COP
ABSTRACT
The decrease of fish freshness, quality occurred in the fish markets is a result of improper handling. The appropriate
container, as well as unhygienic environment. The solution to overcome this is by applying refrigeration techniques. In
designing the refrigeration system the cooling load must be known in the selection of equipment to the refrigeration
system. The refrigeration system uses R134a. This device is designed for the needs of the fish market in Central Lombok
harbor with a capacity of one meter cubic and a fish mass of 250 kg, it takes energy of 3 kW. From cooling load
analysis performed the COP value of 3.65 is obtained.
Keywords: Awang, hygienic table, refrigeration, COP
PENDAHULUAN
Kondisi pelabuhan-pelabuhan perikanan di
Indonesia pada umumnya adalah kotor, bau, dan
kurang higienis, hal ini terjadi juga di Pelabuhan
Perikanan di Lombok Tengah dimana nelayan-
nelayan disana menjual ikan hasil tangkapan pada
wadah-wadah styrofoam dengan teknik
pengawetan yang sederhana. Penggunaan wadah
yang berulang kali dan kondisi pasar yang terbuka
akan sangat mempengaruhi kualitas ikan hasil
tangkapan yang dijual, disebabkan ikan adalah
jenis pangan daging yang cepat membusuk apabila
tidak diawetkan dengan baik, apalagi Indonesia
merupakan wilayah tropis yang menyebabkan
bakteri penyebab kemunduran mutu ikan cepat
berkembang. Masalah utama yang dihadapi dalam
penanganan ikan adalah penurunan mutu ikan yang
cepat akibat penanganan yang tidak tepat
(Suherman dan Gunawan, 1999).
Masih tingginya kerusakan produk perikanan
tangkap disebabkan pengetahuan nelayan pada
umumnya masih rendah tentang tata cara
penanganan ikan dari saat menangkap sampai di
pendaratan ikan (Sjarif, Suwardiyono & Gautama,
2010). Padahal, sebagian besar produk ikan segar
tujuan ekspor adalah berasal dari nelayan
tradisional yang menggunakan kapal kayu dan es
sebagai media pengawetan ikan (Daniel, 2011).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64
60
Dikenal ada tiga cara teknik untuk
mempertahankan kesegaran ikan, yaitu dengan es,
dengan udara dingin (refrigerasi) dan dengan air
dingin (chiller) (Ilyas, 1983). Cara yang umum
dipakai oleh pedagang eceran di pasar ikan dan
nelayan tradisional pada palka-palka kayu adalah
teknik pengesan, dinilai kurang higienis.
Di dalam penelitian ini, penulis bermaksud
merubah cara-cara pengawetan ikan dengan teknik
refrigerasi. Pasar ikan di Pelabuhan Awang adalah
pasar yang masih baru, oleh karena itu diharapkan
meja penjaja higienis ini akan menjadi pelopor
pemanfaatan fasilitas pasar yang lebih modern.
Teknik refrigerasi yaitu suatu teknik untuk
menyerap kalor atau panas dari suatu benda atau
ruang untuk menurunkan temperatur yang lebih
rendah pada level yang diinginkan. Tujuannya
adalah untuk menghambat laju pertumbuhan
bakteri penyebab kemunduran mutu ikan, menjaga
tekstur sehingga tetap segar. Umumnya, sistem
refrigerasi terdiri dari kompresor, kondensor, katup
expansi dan evaporator (Tampubolon dan Samosir,
2005). Teknik ini membutuhkan energi yang
disuplai ke kompresor dan setara dengan energi
panas yang diserap oleh refrigeran yang mengalir
melalui evaporator. Siklus refrigerasi sederhana
dapat dilihat pada Gambar 1.
Dari penelitian yang pernah dilakukan untuk
mengetahui laju pendinginan kondensor diketahui
bahwa semakin tinggi laju pendinginan maka laju
aliran massa refrigeran, kapasitas pendinginan dan
COP (Coefficient of Performance) juga semakin
meningkat (Prasetya dan Putra, 2013). COP adalah
besaran yang menunjukkan unjuk kerja mesin
pendingin, didefinisikan sebagai perbandingan
antara kapasitas pendinginan dengan power input
(Handoyo dan Lukito, 2002). Hal ini berkaitan
dengan jenis beban yang akan didinginkan, karena
pemilihan kapasitas kompresor ditentukan dari
perhitungan beban pendingin (Radha, Sarada dan
Rajagopal, 2012). Dalam penelitian ini dengan
beban utamanya adalah ikan dan air yang harus
didinginkan pada temperatur -2 0C. Nilai COP juga
dapat ditentukan dari rasio tekanan antara
kondensor dan evaporator (Pc/Pe) dengan
mengalirkan refrigeran dari kondensor ke
evaporator melalui pipa kapiler dengan variasi
diameter (Soegeng, 2009). Sedangkan Marwan
(2005) melakukan penelitian untuk meningkatkan
COP dengan melilitkan pipa kapiler pada line
suction meningkatkan COP sistem dan waktu yang
diperlukan untuk menurunkan 1 0C larutan air
garam semakin lama untuk temperatur yang makin
rendah. Selain itu, perlu diketahui besaran-besaran
seperti kalor jenis (Cp), massa benda (m),
temperatur ruangan dan temperatur pendinginan
(T1 dan T2).
Banyaknya kalor (Q) yang harus diambil dari suatu
benda yang akan diturunkan temperaturnya, inilah
yang menentukan energi (Joule) untuk produk ikan
yang didinginkan. Selain itu, faktor-faktor lain
yang ikut mempengaruhi adalah nilai konduktifitas
termal dinding wadah yang digunakan.
Sehingga dari uraian di atas, penelitian ini
bertujuan untuk merancang meja penjaja ikan
higienis di pasar ikan Pelabuhan Awang serta
mengetahui kebutuhan peralatan sistem
refrigerasinya. Meja penjaja ini akan dimanfaatkan
oleh penjual ikan eceran di pasar ikan untuk
menggantikan cara-cara lama menggunakan teknik
pengesan yang terkenal menghasilkan lingkungan
yang basah dan bau.
Gambar 1. Siklus refrigerasi kompresi uap standar
Figure 1. A vapor compression refrigeration cycles Sumber: Tampubolon dan Samosir, 2005
BAHAN DAN METODE
Langkah yang dilakukan dalam perhitungan desain
meja penjaja ikan higienis adalah studi teoritis
memanfaatkan beberapa tool pengolah data
dikarenakan tidak dilakukan pengukuran langsung
karena kendala peralatan ukur yang tidak tersedia.
Adapun penentuan komponen sistem refrigerasi
kompresor
Kondensor
Evaporator
Katub ekspansi
Qin
Win
Qout
Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin
Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel
61
diambil dari brosur-brosur produk setelah dihitung
menggunakan software. Parameter-parameter input
yang digunakan mencakup input data temperatur
air, temperatur ruangan, temperatur gas masuk
evaporator, temperatur gas masuk kondensor,
energi pendinginan dan jenis refrigeran.
Untuk mendesain sebuah sistem refrigerasi terlebih
dahulu harus dihitung kebutuhan energi untuk
mendinginkan beban. Meja penjaja ikan higienis
akan ditempatkan di Pelabuhan Perikanan di Teluk
Awang Lombok Tengah. Untuk merancang meja
penjaja maka dilakukan tahap-tahap:
a. Penentuan beban pendinginan
Beban yang akan didinginkan yaitu:
Air tawar dan
Ikan kembung
Dimensi meja penjaja dari kebutuhan di lapangan
diperoleh dimensi
Panjang : 4000 mm
Lebar : 800 mm
Tinggi bak pendingin : 300 mm
Tinggi total : 800 mm
Volume total bak : 1000 m3
Bak dibagi ke dalam 16 (enam belas) bagian bak-
bak kecil untuk mendinginkan ikan (Gambar 2).
b. Menghitung beban pendinginan atau energi
yang dilepaskan selama proses pendinginan
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Q = m.Cp.ΔT (1)
dimana :
m = massa ikan dan air
Cp = panas spesifik air dan ikan
ΔT = beda temperatur awal dan akhir
massa ikan =250 kg
massa air = 1000 kg
Cp = ikan kembung 4978 J/Kg 0C
Cp = air 4200 J/Kg 0C
Dari hasil perhitungan, energi untuk
mendinginkan ikan = 3 kW
c. Data-data awal untuk menghitung energi
pendinginan beban adalah :
Temperatur air untuk mengisi bak: 2 0C
Temperatur ruangan : 30 0C
Temperatur evaporator : -2 0C
Temperatur kondensor : 45 0C
Beban pendinginan : 3 kW
Refrigeran : R-134a
Waktu operasi meja : 12 jam
Dalam penelitian ini, beban pendinginan diperoleh
dengan asumsi bak berisi air dengan volume 1000
m3 dan ikan berjenis ikan kembung dengan
koefisien panas ikan 4978 J/Kg oC.
Berat ikan adalah 250 Kg
Berat air adalah 1000 Kg
d. Penentuan besaran evaporator
Untuk pemilihan evaporator menggunakan
Guntner 2013 dengan parameter input data:
kapasitas pendinginan = 3 kW
jenis refrigeran = R134a
temperatur evaporator = -2 0C
superheating dan subcooling = 5 K (di
sarankan)
temperatur masuk evaporator = 11 0C
tekanan = 1013 mbar
Setelah itu harus dipilih produk evaporator dari
brosur.
e. Penentuan besaran kondensor
Untuk pemilihan kondensor menggunakan Guntner
2013 dengan memasukkan
kapasitas pendinginan = 3 kW
jenis refrigeran = R134a
panas gas = 75 oC
temperatur kondensor = 45 0C
temperatur udara luar = 30 0C
kelembaban = 90 %
ketinggian = 1 m
Setelah itu harus dipilih produk kondensor dari
brosur.
f. Penentuan besaran kompresor
Perhitungan energi kalor (Joule atau Watt) yang
diperlukan untuk menurunkan temperatur ikan
sebesar 2 0C dapat dihitung dengan menjumlahkan
pengaruh dari beban ikan dan beban dari air.
Penentuan jenis kompresor dengan menggunakan
DanfossRs+3. Dari besarnya energi pendinginan
ini maka besaran kompresor dapat dipilih di
pasarandengan memasukkan parameter :
kompresor =..hermetik
kapasitas pendinginan = 3 kW
jenis refrigeran = R134a
frekuensi listrik = 50 Hz
Tegangan listrik = 220 Volt
subcooling = 5 K
evaporatorsuper heat = 5 K
temperatur evaoprator = -2 0C
temperatur kondensor = 45 0C
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64
62
g. Penentuan diameter pipa kapiler
Untuk pemilihan pipa kapiler menggunakan
Danfoss DanCap dengan memasukkan parameter
data sebagai berikut:
Jenis refrigeran = R134a
Beban panas dari sistem = 181,9 Btu/jam
Temperatur evaporator = -2 0C
Temperatur kondensor = 45 0C
Temperatur balik refrigeran
ke kompresor = 11 0C
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis dengan menggunakan AutoCAD
desain meja penjaja ikan higienis didesain seperti
pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Desain meja penjaja ikan
Figure 2. Design of higienis table reseller Sumber: Hasil desain
Keterangan Gambar:
1. Meja penjaja ikan
2. Evaporator
3. Kondensor
4. Kompresor
5. Pipa kapiler
Spesifikasi teknis unit pendingin meja penjaja
ikan:
Kompresor
Pipa inlet kompresor
Pipa outlet kompresor
Pipa inlet evaporator
Pipa outlet evaporator
Pipa inlet kondensor
Pipa outlet kondensor
Fan
Pipa kapiler
Dari desain meja penjaja ikan higienis yang dibuat
maka proses selanjutnya adalah diuji kinerjanya
menggunakan beberapa tool berikut ini:
1. Simulasi menggunakan Guntner 2013, diperoleh
ukuran spesifikasi evaporator sebagai berikut.
Tabel 1. Spesifikasi data evaporator
Table 1. Evaporator specification
Evaporator GACC.031.ID27-AW.E
Power consumption 0,21 kW
Length condenser 1212 mm
Width condenser 430 mm
Height condenser 455 mm
Inlet connection 18 mm
Out connection 16 mm
Sumber: Hasil pengolahan data
2. Simulasi menggunakan Guntner 2013, diperoleh
ukuran spesifikasi kondensor sebagai berikut :
Tabel 2. Spesifikasi data kondensor
Table 2. Condenser specification
Condenser GVM 035.1A/1NW.E
Power consumption 0,16 kW
Length condenser 610 mm
Width condenser 310 mm
Height condenser 460 mm
Inlet connection 9,5 – 10 mm
Out connection 9,5 – 10 mm
Sumber: Hasil pengolahan data
3. Simulasi menggunakan Danfoss RS+3, diperoleh
ukuran spesifikasi kondensor sebagai berikut :
Tabel 3. Spesifikasi data kompresor
Table 3. Compressor specification
Type SC21/21G
Code no 104G8180
Compressor design Universal twin
compressor
Refrigeran R134a
Nominal voltage 220 -240
Number of phases 1
Maximum refrigeran charge 2,20 kg
Free gas volume 2,920 cm3
Oil quantity 1,220 cm3
Oil type POE
Sumber: Hasil pengolahan data
1
4 2
3
5
Desain Meja Penjaja Ikan Higienis untuk Pasar Ikan di Pelabuhan Awang Lombok Tengah - Imam Taukhid, Amin
Pamungkas, Daud S. A. Sianturi dan Donal Daniel
63
4. Untuk pemilihan pipa kapiler menggunakan
“Danfoss DanCapTM” dengan memasukkan
parameter data sebagai berikut:
Jenis refrigeran R134a
Beban panas dari sistem 181,9 Btu/jam
Temperatur evaporator (-2 0C)
Temperatur kondenser (45 0C)
Temperatur balik refrigeran ke kompresor
(11 0C).
Dari data-data tersebut diperoleh untuk panjang
pipa kapiler 1810 mm maka diameter dalam pipa
kapiler adalah 0,71 mm.
5. Simulasi COP menggunakan solkane dengan
memasukkan parameter sebagai berikut :
refrigeran = R134a
temperatur evaporator = -2 0C
superheating = 5K
kapasitas Refrigeran = 3 kW
temperatur kondensor = 45 0C
subcooling = 5 K
efisiensi = 0,773 %
Hasil simulasi solkane menunjukkan nilai COP
sebesar 3,65, volume capacity 1861 kj/m3, pressure
ratio 4,26.
Diagram pressure–enthalphy (p-h) dari hasil
analisis solkane dapat dilihat pada Gambar 3 dan
nilai dari enthalphy dari siklus p-h dapat dilihat
pada Tabel 4.
Gambar 3. Diagram p-h
Figure 3. p-h diagram of refrigeran system
Sumber: Hasil pengolahan data
Proses dari diagram p-h sebagai berikut:
1. Proses 1-2: merupakan kompresi kering
superheating yang berlangsung didalam
kompresor. Kerja yang terjadi pada refrigeran
selama langkah kompresi adalah hasil dari
peningkatan entalpi refrigeran di dalam
kompresor dan laju aliran refrigeran.
2. Proses 2-3: merubah wujud gas menjadi cair,
proses ini terjadi pada alat penukar kalor
kondensor. Panas yang dibuang ke lingkungan
tergantung pada laju aliran refrigeran dan
panas laten dari refrigeran.
3. Proses 3-4: refrigeran dalam wujud cair jenuh
mengalir melalui katup expansi.
4. Proses 4-1: refrigeran dalam fasa campuran
uap cair yang melalui evaporator. Panas yang
diserap oleh evaporator tergantung pada laju
aliran refrigeran dan panas laten dari
refrigeran.
Tabel 4. Sifat-sifat termodinamika refrigeran 134a pada
sistem meja pendingin higienis
Table 4. Properties of thermodynamic134a of hygienic
table reseller system
P T V h s
Point Bar oC dm
3/kg Kj/kg Kj/kgK
1 2.72 8.00 78.06 406.07 1.7596
2 11.60 66.86 19.98 445.85 1.7832
3 11.60 45.00 17.36 421.44 1.7090
4 2.72 -2.00 22.51 256.43 1.2083
Sumber: Hasil pengolahan data
Keterangan:
P : Tekanan
T : Temperatur
V : Volume
h : Vapor enthalpy
s : Liquid entropy
Dari diagram p-h terlihat bahwa sifat-sifat
termodinamika dari gas R134 a yang dipakai
dalam desain sistem pendingin dihasilkan bahwa,
sistem pendingin dari desain meja penjaja
menghendaki temperatur -2 0C sesuai level yang
dikehendaki untuk mendinginkan ikan kembung.
Entalpi di titik 4 tidak mengalami penurunan
seiring dengan proses ekspansi di pipa kapiler
(proses 3-4). Panjang pipa kapiler yaitu 1810 mm
masih dapat diperpanjang agar nilai entalpinya
bergeser ke kiri. Bahwa semakin rendah
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 59-64
64
temperatur yang harus diturunkan maka COP
sistem juga mengalami kenaikan.
Dari desain temperatur yang harus diturunkan
adalah dari 45 0C menjadi -2
0C. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan kapasitas
refrigerasi yang kenaikannya masih lebih
signifikan dibandingkan dengan daya kompresi
yang juga mengalami kenaikan, ditunjukkan pada
proses 1-2 yang bergeser ke kanan. Sehingga kerja
yang terjadi pada refrigeran selama langkah tekan
hasil dari peningkatan entalpi refrigeran di dalam
kompresor dan laju aliran refrigeran, maka sedapat
mungkin selisih entalpi ini (proses 1-2/445,85-
406,07) dikurangi. Caranya, dapat dilakukan
dengan mengurangi total beban pendinginan pada
sistem pendingin meja penjaja ikan higienis. Di
dalam desainnya, meja ini akan mendinginkan ikan
kembung sebanyak 250 kilogram dan 1000 m3 air
secara bersamaan.
Kondisi ini dapat terlihat pada titik 1 dimana laju
aliran refrigeran meningkat dengan signifikan
(78,06) yang menunjukkan panas yang diserap
oleh evaporator menunjukkan besarnya laju aliran
refrigeran dan panas laten dari refrigeran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil perhitungan maka dapat disimpulkan
bahwa nilai COP untuk sistem pendingin meja
penjaja ikan higienis adalah 3,65 dengan total
beban pendinginan 3 kW. Nilai COP yang tinggi
disebabkan tuntutan temperatur evaporator yang
rendah (-2 0C) untuk total beban pendinginan 250
kilogram ikan dan 1000 m3 air secara bersamaan.
Peralatan sistem pendingin yang direncanakan
adalah: kompresor SC21/21G, kondensor
GVM/NW, evaporator GACC/AW.E, pipa kapiler
dengan diameter 0,71 mm. COP 3,65 telah
mengacu SNI 03-6572-2001 tentang refrigerasi
dimana COP minimum dari suatu sistem
refrigerasi berkisar antara 2,3 sampai dengan 5,20.
Maka desain sistem refrigerasi ini dapat
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. (2001). Tata Cara
Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
SNI 03-6572-2001. Jakarta.
Daniel, D. (2011). Palkah Pendingin Tenaga Matahari.
Laporan Akhir Penelitian. Pusat Pengkajian dan
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan
Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan
dan Perikanan. Jakarta.
Handoyo dan Lukito. (2002). Analisis pengaruh pipa
kapiler yang dililitkan pada line suction terhadap
performansi mesin pendingin. Jurnal Teknik
Mesin, 4(2), 94-98.
Ilyas, S. (1983). Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan
Jilid 1 Teknik Pendingin Ikan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: CV
Paripurna.
Marwan, E. (2005). Usaha peningkatan prestasi freezer
dengan melilitkan pipa kapiler pada line suction.
Seminar Nasional Efisiensi dan Konservasi
Energi (FISERGI).
Prasetya, B.H.P., dan Putra, A.B.K. (2013). Studi
experiment variasi laju pendinginan kondensor
pada mesin pendingin defuse absorbi R22-DMF.
Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 2337-3539.
Radha, K.K, Sarada, S.N, dan Rajagopal, K. (2012).
Development of a chest freezer – optimum
design of an evaporator coil. International
Journal of Automotive and Mechanical
Engineering (IJAME), Vol. 5, 597-611.
Raharjo, S. (2011). Efektifitas penggunaan musicool
pada mesin AC. Traksi, 11(1), 49-55.
Sjarif, B., Suwardiyono dan Gautama, S.D. (2010).
Penangkapan dan Penanganan Ikan Tuna Segar
di Kapal Rawai Tuna. Semarang: Balai Besar
Pengembangan Penangkapan Ikan.
Soegeng, W. (2009). Uji prestasi mesin pendingin
menggunakan refrigeran LPG. Jurnal Austenit,
(1)2, 63-69.
Suherman, M. dan Gunawan, B. (1999). Palka
Berinsulasi untuk Penanganan Ikan Segar Pada
Perahu Motor Nelayan Kepulauan Seribu DKI
Jakarta. Makalah disajikan dalam Lokakarya
Non Peneliti.
Tampubolon, D. dan Samosir, R. (2005). Pemahaman
tentang refrigerasi. Jurnal Teknik SIMETRIKA,
(4)1, 312-316.
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
65
APLIKASI ANALISIS JALUR DALAM PENENTUAN PENGARUH KUALITAS TANAH
DAN AIR TERHADAP PRODUKSI TOTAL TAMBAK
DI KABUPATEN DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH
PATH ANALYSIS APPLICATION IN DETERMINING THE EFFECT OF SOIL AND WATER
QUALITYON TOTAL PRODUCTION OF BRACKISHWATER PONDS IN
DEMAK REGENCY, CENTRAL JAVA PROVINCE
Akhmad Mustafa dan Admi Athirah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: [email protected]
Diterima tanggal: 4 Mei 2014, diterima setelah perbaikan: 7 Juli 2014, disetujui tanggal: 17 Juli 2014
ABSTRAK Kualitas tanah dan air tambak adalah faktor yang sangat menentukan produktivitas tambak termasuk produksi total
(udang windu dan ikan bandeng) di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Namun demikian, belum ada informasi
mengenai pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak. Oleh karena itu
dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air
terhadap produksi total di tambak Kabupaten Demak. Penelitian dilaksanakan di kawasan tambak Kecamatan
Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak. Kualitas tanah ditetapkan sebagai variabel independen dan eksogen;
kualitas air sebagai variabel perantara, dependen dan endogen; serta produksi total sebagai variable dependen dan
endogen. Karakteristik kualitas tanah dan air serta produksi total diketahui melalui aplikasi statistik deskriptif,
sedangkan pengaruh kualitas tanah dan air terhadap produksi total diketahui melalui aplikasi analisis jalur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 14 variabel kualitas tanah yang dianalisis dengan analisis jalur ternyata hanya 2
variabel yang mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan bahan organikdan fosfat, sedangkan dari 7 variabel
kualitas air, ternyata ada 3 variabel yang mempengaruhi produksi total tambak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan
nitrat. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,404 terhadap
produksi total, sedangkan fosfat tanah berpengaruh nyata dengan pengaruh langsung sebesar 0,267 terhadap produksi
total. Kandungan fosfat, salinitas dan nitrat air berpengaruh terhadap produksi total dengan pengaruh langsung masing-
masing 0,117, -0,414 dan 0,377 terhadap produksi total. Kedua variabel kualitas tanah tersebut juga memiliki pengaruh
tidak langsung terhadap produksi total tambak melalui pengaruhnya terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi
pupuk organik dan pupuk anorganik yang mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk anorganik yang
mengandung fosfat dan nitrogen pada air serta penurunan salinitas air diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
tambak di Kabupaten Demak.
Kata kunci: analisis jalur, tanah, air, tambak, Kabupaten Demak
ABSTRACT
Soil and water quality are the factors that determine brackishwater ponds productivity including the total production
(tiger shrimp and milkfish) in Demak Regency, Central Java Province. However, there is no information on the effect of
soil and water quality on the total production in brackishwater ponds of Demak Regency. Therefore, research aimed to
determine direct effect and indirect effect of soil and water quality on total production of brackishwater ponds in
Demak Regency. The research was conducted in brackishwater ponds of Karangtengah and Sayung Subdistricts,
Demak Regency. Soil quality was defined as independent and exogenous variables; water quality as an intermediate,
dependent and endogenous variables; and total production as dependent and endogenous variables. Characteristics of
soil and water quality as well as the total production is known through descriptive statistics application, while the effect
of soil and water quality on total production is known through path analysis applications. The results of path analysis
showed that 14 soil quality variables analyzed was only 2 variables that affect on total production, namely: organic
matter and phosphate, and 7 water quality variables analysed only 3 variables that affect on total production namely:
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
66
phosphate, salinity and nitrate. Soil organic matter was highly significant with a direct effect of 0.404 on the total
production, while soil phosphate was significant with a direct effect of 0.267 on total production. Water phosphate,
salinity and nitrate affect on total production with the direct effects of 0.117, -0.414, and 0.377, respectively. Both the
soil quality variables also have an indirect effect on total production through its influence on water phosphate, salinity
and nitrate. Application of organic fertilizer and inorganic fertilizers containing phosphates to the soil and inorganic
fertilizers application containing phosphate and nitrogen in the water as well as a decrease in the salinity of the water
is expected to increase brackish water ponds productivity in Demak.
Keywords: path analysis, soil, water, brackishwater pond, Demak Regency
PENDAHULUAN
Demak merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Jawa Tengah yang memiliki panjang garis
pantai 72,14 km, sehingga memiliki potensi
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya
(akuakultur) terutama budidaya tambak (budidaya
air payau). Budidaya tambak di Kabupaten Demak
tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan
Karangtengah, Sayung, Bonang dan Wedung
dengan luas total 7.945,97 ha (Anonim, 2011).
Kabupaten Demak sesuai dengan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor
KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan
Minapolitan telah ditetapkan sebagai kawasan
minapolitan bersama 13 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah. Keputusan Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Nomor Kep.240/DJ-PB/2012
tentang Penetapan 87 Lokasi Sentra Produksi
Perikanan Budidaya sebagai Kawasan Minapolitan
Percontohan tahun 2013 telah menetapkan bahwa
Kabupaten Demak sebagai lokasi kawasan
minapolitan percontohan. Kementerian Kelautan
dan Perikanan juga telah menetapkan program
industrialisasi budidaya tambak untuk udang dan
ikan bandeng di beberapa kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah, termasuk Kabupaten Demak.
Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya dengan Pemerintah Kabupaten
Demak Nomor 2553/DPB/HK.320.D2/V/2012 dan
Nomor 523/147/2012 tentang Revitalisasi Tambak
untuk mencapai industrialisasi udang tahun 2012-
2014 menetapkan Kabupaten Demak sebagai
lokasi revitalisasi tambak.
Secara umum, kualitas tanah dan air adalah faktor
penentu dominan dalam budidaya tambak,
sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria dalam
evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak
(Boyd, 1995; Treece, 2000; Salam, Ross &
Beveridge, 2003; Karthik, Suri, Saharan & Biradar,
2005; Mustafa et al., 2007; Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2011; Mustafa, 2012). Kualitas tanah
dan air tambak adalah faktor penting yang
mempengaruhi produksi di tambak (Mustafa dan
Ratnawati, 2005; Mustafa dan Sammut, 2007).
Meskipun pengelolaan kualitas air dianggap salah
satu faktor budidaya paling penting, tetapi banyak
bukti bahwa kondisi dasar tambak dan pertukaran
substansi antara tanah dan air sangat berpengaruh
terhadap kualitas air (Boyd, 1995; Boyd, Wood, &
Thunjai, 2002). Kualitas tanah dasar tambak dan
proses yang terjadi pada tanah dasar tambak serta
hubungan tanah dan air tambak menjadi sangat
penting bagi pertumbuhan udang atau ikan di
tambak (Avnimelech dan Ritvo, 2003). Dalam
tanah tambak dapat terjadi proses kimia, fisika dan
biologi oleh organisme akuatik dan
mikroorganisme yang dapat mengubah unsur hara
dalam tanah yang akan mempengaruhi kualitas air
yang ada di atasnya (Boyd, 1992). Kualitas air
tambak dipengaruhi oleh kesuburan tanah
tambaknya (Ndome, Udo, Akpan & Udom, 2012).
Permasalahan kualitas air dalam tambak seringkali
dapat bermula dari kualitas tanah, seperti
rendahnya pH dan alkalinitas air pada tanah
masam, rendahnya kandungan oksigen terlarut
sebagai akibat banyaknya oksigen yang dibutuhkan
untuk dekomposisi bahan organik dalam tanah dan
adanya senyawa tereduksi seperti nitrit (NO2),
hidrogen sulfida (H2S), besi (Fe) dan mangan (Mn)
yang diproduksi oleh mikroorganisme pada tanah
yang anaerob. Namun demikian, belum ada
informasi rinci mengenai hubungan sebab akibat
dari kualitas tanah dan atau kualitas air dalam
mempengaruhi produksi tambak di Kabupaten
Demak.
Analisis jalur (path analysis) adalah suatu teknik
untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang
terjadi pada regresi berganda apabila variabel
independennya mempengaruhi variabel dependen,
tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara
tidak langsung (Rutherford dan Choe, 1993;
Everitt dan Dunn, 2001). Analisis jalur atau
analisis lintas atau analisis lintasan merupakan
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
67
pengembangan langsung bentuk regresi berganda
dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat
kepentingan dan signifikansi hubungan sebab
akibat hipotetikal dalam seperangkat variabel
(Streiner, 2005; Sarwono, 2007). Sesuai dengan
hakikatnya, analisis jalur bukan difungsikan untuk
mencari faktor penyebab, tetapi hanya membuat
model kausal yang dapat digunakan untuk
membuat penjelasan teoritis (Amir, 2006).
Analisis jalur telah digunakan oleh Mustafa dan
Ratnawati (2013) yang hasilnya menunjukkan
bahwa variabel kualitas tanah berupa pHFOX (pH
tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi
dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) dan
potensial redoks tanah serta variabel kualitas air
berupa padatan tersuspensi total, pH dan potensial
redoks mempengaruhi produksi ikan bandeng di
tambak tanah sulfat masam Klaster Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Athirah, Asaf, dan Ratnawati (2013)
juga telah mengaplikasikan analisis jalur yang
hasilnya menunjukkan bahwa kualitas tanah seperti
potensial redoks dan pHF (pH tanah yang diukur
langsung di lapangan) tanah serta variabel kualitas
air seperti padatan tersuspensi total, bahan organik
total dan besi mempengaruhi produktivitas tambak
di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengkarakteristik tanah dan air
tambak serta menganalisis hubungan kausal antar
variabel kualitas tanah dan kualitas air dan
produksi tambak dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh langsung atau tidak langsung kualitas
tanah dan air terhadap produksi tambak di
Kabupaten Demak melalui aplikasi analisis jalur.
BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian awal dimulai berupa pertemuan dengan
staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Demak di Demak pada bulan Februari 2013.
Penelitian inti berupa pengambilan contoh tanah
dan air serta wawancara dengan responden
dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2013 di
Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten
Demak, Provinsi Jawa Tengah. Analisis kualitas
tanah dan air masing-masing dilaksanakan di
Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air, Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau,
Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
2.2. Pengumpulan Data
Metode survei diaplikasikan dalam penelitian ini.
Pengambilan contoh yang bertujuan (purposive
sampling) digunakan dalam survei. Data yang
dikumpulkan meliputi kualitas tanah dan kualitas
air serta produksi total tambak. Penentuan titik-
titik pengambilan contoh didasarkan pada peta
Satuan Unit (Gambar 1). Pengukuran dan
pengambilan contoh tanah dilakukan pada
kedalaman 0-0,2 m. Kualitas tanah yang diukur
langsung di lapangan adalah potensial redoks
diukur dengan redox-meter, pHF (pH tanah yang
diukur langsung di lapangan) dengan pH-meter
dan pHFOX (pH tanah yang diukur di lapangan
setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida
(H2O2) 30%) dengan pH-meter mengikuti petunjuk
Ahern, Blunden, Sullivan & McElnea (2004).
Contoh tanah juga diambil untuk analisis variabel
kualitas tanah lainnya di laboratorium. Contoh
tanah dikeringanginkan dalam ruangan khusus
bebas kontaminan yang terlindung dari sinar
matahari. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan
dengan cara ditumbuk pada lumpang porselin dan
diayak dengan ayakan ukuran lubang 2,0 mm.
Untuk mendapatkan partikel berukuran 0,5 mm,
maka contoh partikel berukuran 2,0 mm ditumbuk
dan disaring dengan saringan 0,5 mm. Kualitas
tanah yang dianalisis di laboratorium meliputi
pHH2O (pH dengan pengekstrak H2O), pHKCl (pH
tanah dengan pengekstrak KCl), bahan organik
dari karbon organik (C-organik) dengan metode
Walkley dan Black, nitrogen total (N total) dengan
metode Kjedhal dan ortofosfat (PO4) dengan
metode Bray 1 mengikuti petunjuk Eviati dan
Sulaeman (2009), besi (Fe) dan aluminium (Al)
dengan spektrofotometer mengikuti petunjuk
Menon (1973) dan tekstur dengan metode
hidrometer mengikuti petunjuk Agus, Yusrial &
Sutono (2006).
Pengukuran dan pengambilan contoh air di tambak
mengikuti titik pengambilan contoh tanah.
Variabel kualitas air yang diukur langsung di
lapangan adalah salinitas dan pH dengan
menggunakan Hydrolab® Minisonde. Contoh air
untuk dianalisis di laboratorium diambil dengan
menggunakan Kemerer Water Sampler dan
dipreservasi mengikuti petunjuk APHA (2005).
Variabel kualitas air yang dianalisis di
laboratorium meliputi: nitrat (NO3) (metode
reduksi kadmium), NO2 (metode kolorimetri),
amonia (NH3) (metode fenat), ortofosfat (PO4)
(metode asam askorbat) dan bahan organik total
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
68
(metode basa) mengikuti petunjuk Strickland dan
Parsons (1972), Menon (1973), Grasshoff (1976),
Parsons, Maita & Lalli (1989), APHA (2005) serta
Sutrisyani dan Rohani (2009).
Gambar 1. Peta titik-titik pengambilan contoh di
tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung,
Kabupaten Demak
Figure 1. Map of example spots that taked in “ Tambak’
in Karang Tengah and Sayung, Demak, Central Java Sumber: Google earth
Produksi total tambak merupakan produksi total
dari udang windu (Penaeus monodon) dan ikan
bandeng (Chanos chanos) (Hanafi, 1990; Mustafa
dan Ratnawati, 2007), sebab tambak yang dipilih
semuanya melakukan budidaya secara polikultur
antara udang windu dan ikan bandeng. Data
produksi tambak diperoleh melalui wawancara
dengan mengajukan kuesioner secara terstruktur
terhadap 24 responden. Produksi tambak yang
dicatat adalah produksi 3 tahun terakhir atau 6
siklus terakhir. Responden terpilih adalah
pengelola dari tambak yang diukur dan diambil
contoh tanah dan contoh airnya. Global
Positioning System digunakan dalam menentukan
posisi kooordinat titik-titik pengambilan contoh.
2.3. Analisis Data
Statistik deskriptif berupa nilai minimum,
maksimum, rata-rata dan deviasi standar digunakan
untuk analisis data setiap variabel kualitas tanah
dan air serta produksi total tambak. Uji reliabilitas
dan uji validitas dilakukan terhadap data yang
diperoleh dari kuesioner yaitu produksi total.
Dalam analisis jalur diterapkan model mediasi di
mana variabel kualitas air (sebagai variabel
perantara, dependen dan endogen) memodifikasi
pengaruh variabel kualitas tanah (sebagai variabel
independen dan eksogen) terhadap produksi total
tambak (sebagai variabel dependen dan endogen),
model rekursif di mana semua anak panah menuju
satu arah dan model persamaan dua jalur di mana
variabel kualitas tanah sebagai variabel independen
serta variabel kualitas air dan produksi total
tambak sebagai variabel dependen.
Koefisien korelasi ditentukan untuk mendeteksi
adanya gejala multikolinearitas. Untuk menghitung
persamaan regresinya digunakan metode langkah
mundur (backward) (Draper dan Smith, 1981).
Koefisien korelasi kembali digunakan untuk
mengetahui korelasi antarvariable eksogen terpilih
dan antarvariabel perantara terpilih dan gabungan
variabel eksogen dan perantara. Uji R2 (koefisien
determinasi yang disesuaikan) digunakan untuk
mengetahui besarnya variabel eksogen
menjelaskan variabel perantara serta gabungan
variabel eksogen dan perantara menjelaskan
variabel dependen. Uji F digunakan untuk menguji
adanya hubungan linier antarvariabel eksogen
maupun antara variabel eksogen dan perantara. Uji
t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel eksogen terhadap variabel perantara
secara sendiri-sendiri atau parsial serta besarnya
pengaruh variabel eksogen dan perantara terhadap
variabel dependen secara parsial pula. Taraf
signifikansi ditetapkan sebesar 0,01 dan 0,10.
Seluruh analisis data menggunakan bantuan
program IBM (International Business Machines)
SPSS (Statistical Product and Service Solution)
Statistics 20.
Besarnya pengaruh variabel lain di luar model
ditentukan dengan menghitung koefisien analisis
jalur yang menunjukkan error dengan
menggunakan persamaan (Widarjono, 2010;
Suliyanto, 2011):
Pe = √ 1 – R2
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
69
di mana:
Pe : koefisien analisis jalur
R2 : koefisien determinasi.
Penentuan besarnya pengaruh, baik pengaruh
langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh
total variabel eksogen terhadap variabel endogen
dihitung berdasarkan petunjuk Everitt dan Dunn
(2001), Supranto (2004) dan Sarwono (2007).
Diagram hasil analisis jalur dibuat dengan bantuan
program AMOS (Analysis of Moment Structures)
16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Tanah dan Air serta
Produksi Total Tambak
Produktivitas tambak di Kabupaten Demak
berkisar antara 300 dan 2.120 kg/ha/siklus dengan
rata-rata 1.105 kg/ha/siklus (Tabel 1). Produksi ini
merupakan produksi total yaitu produksi udang
windu dan ikan bandeng yang dipolikulturkan di
tambak Kabupaten Demak. Hasil yang diperoleh
ini lebih tinggi daripada produksi total (udang
windu dan ikan bandeng) di tambak Kabupaten
Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan yang berkisar
antara 100 dan 3.050 kg/ha/siklus dengan rata-rata
499 kg/ha/siklus (Mustafa dan Ratnawati, 2007).
Udang windu dan ikan bandeng adalah komoditas
yang dapat dipolikulturkan di tambak
(Ranoemihardjo, Kahar & Lopez 1979; Eldani dan
Primavera, 1981). Kedua komoditas tersebut
secara umum menuntut kondisi lingkungan yang
relatif sama, tetapi menempati relung ekologi yang
berbeda dalam tambak. Perbedaan habitat makanan
dari kedua komoditas tersebut yang menyebabkan
tidak terjadi kompetisi di antaranya (Eldani dan
Primavera, 1981). Konsep dasar dari polikultur
adalah jika dua atau lebih spesies ikan yang cocok
dipelihara secara bersama-sama akan
meningkatkan produksi (Shang, 1986).
Jenis tanah yang umum dijumpai di kawasan
pertambakan Kabupaten Demak adalah tanah
aluvial nonsulfat masam. Rata-rata potensial
redoks tanah tambak di Kabupaten Demak bernilai
negatif yaitu rata-rata -102 mV yang menunjukkan
bahwa tanah dalam kondisi tereduksi yang dapat
menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi
organisme akuatik seperti senyawa H2S, NO2 dan
NH3. Hal ini sebagai akibat dari tambak yang
seluruhnya berisi air karena digunakan untuk
polikultur udang windu dan ikan bandeng,
sehingga terbentuk kondisi reduksi pada tanah
dasar tambak. Potensial redoks tanah yang bernilai
negatif juga menunjukkan adanya penumpukan
bahan organik dalam kondisi anaerob (Avnimelech
dan Ritvo, 2003). Walaupun pembudidya tambak
di Kabupaten Demak melakukan pengeringan
dasar tambak pada saat persiapan tambak yang
menyebabkan potensial redoks tanah tambak
secara umum bernilai positif, tetapi karena telah
mengalami penggenangan menyebabkan potensial
redoks tanah bernilai negatif. Seperti dikatakan
oleh Ponnamperuma (1972) bahwa potensial
redoks mengalami penurunan dari +700 mV
sampai –300 mV pada tanah sulfat masam yang
digenangi.
Kualitas tanah tambak di Kabupaten Demak
disajikan pada Tabel 1. pHF dan pHFOX tanah
tambak di Kabupaten Demak rata-rata 6,84 dan
6,64. Nilai selisih antara pHF dan pHFOX (pHF -
pHFOX) yang rendah ini yaitu rata-rata 0,42 unit
menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten
Demak tidak memiliki potensi kemasaman yang
tinggi. Nilai pHF – pHFOX mencapai rata-rata 3,08
unit di tambak tanah sulfat masam Kabupaten
Pohuwato, Provinsi Gorontalo (Mustafa, Hasnawi,
Athirah, Sommeng & Ali, 2014); 5,59 unit di
tambak tanah sulfat masam Kecamatan Malangke,
Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan
(Hasnawi dan Mustafa, 2010) dan 6,27 unit di
tambak tanah sulfat masam Kecamatan Malili,
Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan
(Ratnawati, Hasnawi & Mustafa, 2014).
Semua bahan organik mengandung karbon (C)
berkombinasi dengan satu atau lebih unsur lainnya.
Kandungan bahan organik yang rendah
menyebabkan terhambatnya perkembangan
makanan alami, sedangkan kandungan bahan
organik yang terlalu tinggi akan menyebabkan
tingginya kebutuhan oksigen untuk
mendekomposisikannya. Kandungan bahan
organik tanah di tambak Kabupaten Demak
bervariasi dari 0,87 sampai 4,69% dengan rata-rata
2,76%. Kandungan bahan organik tanah tambak ini
tergolong rendah dan cukup berdasarkan kriteria
dari Boyd et al. (2002). Hal ini juga menunjukkan
bahwa tanah tambak di Kabupaten Demak tidak
tergolong sebagai tanah organosol atau tanah
gambut. Tanah gambut adalah tanah yang dicirikan
dengan kandungan bahan organik yang melebihi
26% (Boyd et al., 2002).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
70
Kebanyakan nitrogen (N) dalam tanah dasar
tambak terkandung dalam bahan organik.
Kandungan N total tanah tambak Kabupaten
Demak rata-rata 0,07%. Menurut Karthik et al.
(2005), kandungan N total tanah tambak yang lebih
besar dari 0,05% tergolong baik untuk budidaya
tambak. Analisis konsentrasi N total tanah
dilakukan, bukan hanya untuk mengetahui
konsentrasi N total tanah, tetapi juga untuk
mengetahui rasio C:N tanah. Tampaknya, rasio
C:N tanah tambak di Kabupaten Demak tergolong
tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata 18,40:1. Telah
dilaporkan sebelumnya bahwa rasio C:N tanah
gambut biasanya lebih besar dari 31:1 (Mustafa,
1998; Barchia, 2006). Rasio C:N tanah yang ideal
untuk tambak adalah 8:1 sampai 12:1 (Boyd, 2008).
Kandungan PO4 lebih besar dari 60 ppm dalam
tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight
atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang
sangat mudah diatasi (Karthik et al., 2005). Oleh
karena itu, kandungan fosfat dalam tanah tambak
Kabupaten Demak tergolong rendah sebab hanya
berkisar antara 3,27 dan 53,01 ppm dengan rata-
rata 20,75 ppm.
Kandungan unsur beracun seperti Fe dan Al dalam
tanah tambak Kabupaten Demak tergolong rendah
yaitu rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm. Di tambak
tanah sulfat masam yang dicirikan dengan
kandungan Fe dan Al yang tinggi dapat mencapai
4.955,7 dan 636,0 ppm di Kabupaten Luwu,
Provinsi Sulawesi Selatan (Mustafa dan Sammut,
2010).
Rata-rata fraksi pasir 52,0% dan fraksi liat 32% di
tambak Kabupaten Demak. Tekstur tanah yang
demikian tergolong tekstur yang masih dapat
mendukung usaha budidaya tambak. Tanah tambak
sering dijumpai bertekstur halus dengan
kandungan liat minimal 20-30% untuk menahan
peresapan ke samping (Boyd, 1995). Pengelolaan
kualitas air mempunyai peran yang sangat penting
pada keberhasilan budidaya tambak termasuk
polikultur antara udang windu dan ikan bandeng.
Air merupakan media hidup bagi udang windu dan
ikan bandeng, berpengaruh terhadap kesehatan
dan pertumbuhannya.
Kualitas air menentukan keberadaan berbagai jenis
organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik
terhadap organisme akuatik yang dibudidayakan
maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem
tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai
optimum dapat menyebabkan kegagalan budidaya
tambak, sebaliknya kualitas air yang optimum
dapat mendukung pertumbuhan dan penghidupan
organisme akuatik yang dibudidayakan.
Kualitas air tambak di Kabupaten Demak dapat
dilihat pada Tabel 1. Salinitas air berkisar dari 7
sampai 34 ppt dengan rata-rata 23 ppt. Hal ini
merupakan suatu kondisi yang sangat
menguntungkan, sebab salinitas air relatif mudah
diatur sesuai dengan tuntutan komoditas yang
dibudidayakan, terutama pada lokasi yang dekat
dengan sumber air tawar dan air asin. Udang
windu mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas
air 3-45 ppt, namun untuk pertumbuhan optimum
diperlukan salinitas air 15-25 ppt (Poernomo,
1988). Ikan bandeng dapat tumbuh optimum pada
salinitas air 15-30 ppt (Ismail, Poernomo, Sunyoto,
Wedjatmiko, Dharmadi & Budiman, 1993).
Pertumbuhan udang terhambat pada pH air lebih
kecil dari 6,4 (Wickins, 1984) atau lebih besar dari
8,9 (Furukawa, Hidare & Hiramo, 1973). Seperti
halnya dengan udang, klekap juga membutuhkan
pH air netral yaitu 7,0-8,0 untuk tumbuh optimum
(Ballesteros dan Mendoza, 1976). Pada pH air 7,0-
8,5 akan dijumpai pertumbuhan ikan bandeng yang
baik (Ismail et al., 1993) dan diklasifikasikan
sebagai kelas S1 (sangat sesuai) dalam kriteria
kesesuaian lahan dari faktor kualitas air untuk
untuk budidaya ikan bandeng di tambak (Mustafa,
2012). Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa tambak
di Kabupaten Demak memiliki pH air tergolong
netral sampai basa. Telah dilaporkan sebelumnya,
bahwa tambak di Kabupaten Demak tergolong
tanah aluvial nonsulfat masam, sehingga pH airnya
tergolong netral sampai
Nitrat adalah bentuk utama N di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan alga akuatik. Nitrat tidak bersifat
racun terhadap organisme akuatik. Dari Tabel 1
terlihat bahwa kandungan NO3 air tambak di
Kabupaten Demak berkisar antara 0,0235 sampai
6,0652 mg/L dengan rata-rata 1,6354 mg/L.
Kandungan NO3 ini juga tergolong tidak terlalu
tinggi. Kandungan NO3 pada perairan alami
hampir tidak pernah lebih besar dari 0,1 mg/L.
Kandungan NO3 lebih besar dari 5 mg/L
menggambarkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia
dan tinja hewan (Effendi, 2003).
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
71
Tabel 1. Statistik deskriptif produksi total, kualitas tanah, dan kualitas air di tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi JawaTengah
Table 1. Total production of statistic description, sold quality, and water quality on “ tambak “ in
Karangtengah and Sayung, Demak, Central java
Faktor/Variabel Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Standar
Produksi:
Produksi total (kg/ha/siklus) 300 2.120 1.105 661
Kualitas Tanah:
Potensial redoks (mV) -209 176 -102 121
pHF 5,45 7,82 6,84 0,62
pHFOX 4,00 7,75 6,64 2,01
pHF– pHFOX -0,68 3,95 0,42 0,84
pHH2O 7,72 8,54 8,29 0,23
pHKCl 6,96 8,00 7,66 0,25
Bahan Organic (%) 0,87 4,69 2,76 1,12
N total (%) 0,02 0,11 0,07 0,03
InRasio C:N 4,30 84,31 18,40 14,31
PO4 (ppm) 3,27 53,01 20,75 17,26
Fe (ppm) 82,8 1.025,3 529,6 236,0
Al (ppm) 0,1 300,8 205,0 90,0
Pasir (%) 36 88 52 19
Debu (%) 6 32 18 9
Liat (%) 0 48 30 18
Kualitas Air:
Salinitas (ppt) 7 34 23 6
pH 6,19 8,02 7,43 0,53
NO3 (mg/L) 0,0235 6,0652 1,6354 1,5759
NO2 (mg/L) 0,0001 0,2580 0,0268 0,0703
NH3 (mg/L) 0,1052 0,7830 0,3472 0,2211
PO4 (mg/L) 0,0372 0,4593 0,1216 0,1204
Bahan organik total (mg/L) 20,60 54,77 36,91 11,15
Sumber: Statistik Kabupaten Demak
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara NH3 dan
NO3 (nitrifikasi) dan antara NO3dan gas nitrogen
(N2) (denitrifikasi). Nitrit kurang beracun
dibandingkan dengan NH3, tetapi tetap sangat
beracun karena menghambat kemampuan darah
dalam membawa oksigen. Kandungan NO2 air
tambak Kabupaten Demak berkisar 0,0001 sampai
dengan 0,2580 mg/L dengan rata-rata 0,0268 mg/L
yang tergolong tidak terlalu tinggi. Kandungan
NO2 pada perairan relatif kecil karena segera
dioksidasi menjadi NO3. Perairan alami
mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan
sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (CCREM,
1987). Di perairan, kandungan NO2 jarang
melebihi 1 mg/L (Sawyer dan McCarty, 1978).
Kandungan NO2 yang lebih besar dari 0,05 mg/L
dapat bersifat racun bagi organisme akuatik yang
sangat sensitif (Moore, 1991).
Amonia dapat berada dalam bentuk tak terionisasi
yaitu NH3 atau bentuk ion NH4+, dimana NH3 lebih
beracun daripada NH4 (Poernomo, 1988), jumlah
keduanya dikenal sebagai nitrogen-amonia total
atau total ammonia-nitrogen (TAN) (Montoya,
Lawrence, Grant & Velasco, 2002). Amonia
merupakan bentuk utama ekskresi N dari
organisme akuatik. Sumber utama NH3 adalah
bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran
ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan
organik tersuspensi. Dekomposisi bahan organik,
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
72
terutama yang banyak mengandung protein,
menghasilkan amonium (NH4+) dan NH3. Bila
proses lanjut dari dekomposisi (nitrifikasi) tidak
berjalan lancar, maka dapat terjadi penumpukan
NH3 sampai pada kandungan yang membahayakan
bagi ikan. Amonia dapat menembus bagian
membran sel lebih cepat daripada NH4 (Colt dan
Armstrong, 1981). Kandungan NH3 0,05-0,20
mg/L sudah menghambat pertumbuhan organisme
akuatik pada umumnya. Apabila kandungan NH3
lebih besar dari 0,20 mg/L, perairan bersifat racun
bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty,
1978). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap
kandungan NH3 yang terlalu tinggi, karena dapat
mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah
dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi.
Menurut Djajadiredja, Jangkaru & Omiarsa (1980),
perairan yang mengandung NH3 tidak lebih besar
dari 0,1 mg/L dianggap perairan normal,
sedangkan jika mengandung lebih besar dari 1
mg/L dianggap perairan tercemar. Berdasarkan
dari beberapa pendapat tersebut menunjukkan
bahwa kandungan NH3 tergolong cukup tinggi di
tambak Kabupaten Demak yang berkisar antara
0,1052 dan 0,7830 mg/L dengan rata-rata 0,3472
mg/L.
Unsur fosfor (P) di perairan tidak ditemukan dalam
bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat
dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa
partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Dugan, 1972).
Kandungan PO4 pada perairan alami jarang
melebihi 1 mg/L (Boyd, 1988). Berdasarkan
kandungan PO4, perairan diklasifikasikan menjadi
tiga yaitu: perairan dengan kesuburan rendah, yang
memiliki kandungan PO4 berkisar antara 0-0,02
mg/L; perairan dengan tingkat kesuburan sedang,
yang memiliki kandungan PO4 0,021-0,05 mg/L;
dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang
memiliki kandungan PO4 0,051-0,10 mg/L (Liaw,
1969). Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan
bahwa kualitas air tambak di Kabupaten Demak
tergolong tingkat kesuburan sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
Bahan organik total air menggambarkan
kandungan bahan organik total suatu perairan yang
terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan
koloid. Bahan organik total di perairan terdapat
sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari
bahan organik yang mengalami dekomposisi
(detritus) dan bahan-bahan organik total yang
berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai.
Kandungan bahan organik total air di tambak
Kabupaten Demak berkisar 20,60 dan 54,77 mg/L
dengan rata-rata 36,91 mg/L (Tabel 1). Kandungan
bahan organik total dalam air laut biasanya rendah
dan tidak melebihi 3 mg/L. Menurut Reid (1961),
perairan dengan kandungan bahan organik total
lebih besar dari 26 mg/L adalah tergolong perairan
yang subur.
3.2. Hubungan Kualitas Tanah dan Air dengan
Produksi Total Tambak
Telah disebutkan sebelumnya bahwa variabel
kualitas tanah merupakan variabel independen dan
variabel eksogen dalam penelitian ini. Dari 14
variabel kualitas tanah (Tabel 1) yang dianalisis
ternyata hanya 2 variabel yang mempengaruhi
produksi total (udang windu dan ikan bandeng)
di tambak Kabupaten Demak yaitu: bahan organik
dan PO4 (Gambar 2). Bahan organik tanah
berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh
langsung sebesar 0,404 (P<0,01) terhadap produksi
total, sedangkan PO4 tanah berpengaruh nyata
dengan pengaruh langsung sebesar 0,267 (P<0,10)
terhadap produksi total. Dari 7 variabel kualitas
air yang merupakan variabel perantara, dependen
dan endogen dalam penelitian ini, ternyata ada 3
variabel yang mempengaruhi produksi total
tambak di Kabupaten Demak yaitu: PO4, salinitas
dan NO3 (Gambar 2). Seperti telah dilaporkan
sebelumnya oleh Deepak dan Singh (2014) bahwa
kondisi fisika-kimia air berpengaruh langsung
terhadap sintasan, pertumbuhan, reproduksi dan
distribusi ikan. Fosfat air berpengaruh nyata
(P<0,10) terhadap produksi total, sedangkan
salinitas dan NO3 air berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap produksi total dengan pengaruh
langsung masing-masing 0,117, -0,414 dan 0,377.
Kedua variabel kualitas tanah yang berpengaruh
terhadap produksi total tersebut ternyata
berpengaruh nyata terhadap kualitas air tambak.
Dalam hal ini, pengaruh nyata kualitas tanah
terhadap produksi total juga melalui variabel
perantara kualitas air. Dari Gambar 2 terlihat
bahwa bahan organik tanah berpengaruh sangat
nyata (P<0,01) terhadap NO3 air dengan pengaruh
langsung -0,416, sedangkan PO4 tanah
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap PO4
dan NO3 air dengan pengaruh langsung masing-
masing 0,586 dan 0,540. Pengaruh langsung
(direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
73
effect) dan pengaruh total (total effect)
antarvariabel secara lengkap tersaji pada Tabel 2.
Di antara variabel kualitas tanah yang
mempengaruhi produksi total yaitu bahan organik
dan PO4, ternyata kedua variabel kualitas tanah
tersebut juga saling mempengaruhi. Pengaruh
bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara
langsung melalui proses mineralisasi atau secara
tidak langsung dengan membantu pelepasan P
yang terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan
ketersediaan P dalam tanah dapat ditingkatkan
dengan penambahan bahan organik melalui lima
aksi yaitu: (a) melalui proses mineralisasi bahan
organik yang melepaskan P mineral (PO4), (b)
melalui aksi dari asam organik atau senyawa
pengkhelat yang lain dari hasil dekomposisi,
terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Fe
dan Al yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, (c)
bahan organik akan mengurangi jerapan PO4
karena asam humat dan asam fulvat berfungsi
melindungi sesquioksida dengan memblokir lokasi
pertukaran, (d) penambahan bahan organik mampu
mengaktifkan proses dekomposisi bahan organik
asli tanah dan (e) membentuk kompleks fosfo-
humat dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan
lebih tersedia, sebab PO4 dijerap bahan organik
secara lemah. Dikatakan pula oleh Kassila et al.
(2001), akumulasi bahan organik tanah atau
sedimen dalam kondisi anaerob dapat
meningkatkan pelepasan PO4 dari CaCO3≈P yang
labil dalam tanah atau sedimen tambak dan
meningkatkan produktivitas fitoplankton yang
bertanggung jawab untuk memperbaharui
akumulasi bahan organik.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa bahan
organik tanah berpengaruh terhadap produksi total
tambak di Kabupaten Demak dengan pengaruh
total 0,619 yang menunjukkan bahwa 61,90%
produksi total tambak dipengaruhi oleh bahan
organik tanah dan sisanya sebesar 38,10%
dipengaruhi oleh variabel kualitas tanah lainnya
serta pengaruhnya bersifat positif yang artinya
peningkatan bahan organik tanah akan
meningkatkan produksi total. Bahan organik tanah
seringkali menjadi bahan pertimbangan dalam
pengelolaan budidaya tambak. Bahan organik
tanah dapat mempengaruhi sifat kimia, biologi dan
fisikatanah. Bahan organik yang terdekomposisi
dapat menjadi sumber N, sehingga kesuburan
tanah tambak dapat meningkat yang berdampak
pula pada peningkatan makanan alami dan
produksi tambak. Bahan organik dapat menjadi
sumber makanan bagi mikroorganisme, sehingga
kondisi tanah dasar juga dapat lebih baik yang
berdampak pada peningkatan produksi tambak.
Menurut Brussaard (1994) serta Bot dan Benites
(2005) organisme tanah termasuk mikroorganisme
menggunakan bahan organik tanah sebagai
makanan dan dari hasil dekomposisi bahan organik
akan dihasilkan berbagai nutrien (N, P dan S) yang
dilepaskan ke dalam tanah dalam berbagai bentuk
yang dapat digunakan oleh tanaman. Bahan
organik dapat berfungsi sebagai granulator yaitu
memperbaiki struktur tanah tambak menjadi lebih
baik, sehingga kondisi tambak juga menjadi lebih
baik untuk produksi. Seperti dikatakan oleh Bot
dan Benites (2005) bahwa salah satu peran penting
bahan organik tanah adalah menjadi perekat
partikel tanah untuk membentuk struktur tanah
terbaik. Dekomposisi bahan organik menjadi
humus menciptakan partikel molekul humus yang
berfungsi sebagai “semen” dari fraksi pasir, debu
dan liat dari tanah dalam agregat yang tidak mudah
hancur dalam air (Christensen, 1986). Telah
disebutkan sebelumnya bahwa kandungan bahan
organik tanah tambak di Kabupaten Demak relatif
rendah sehingga peningkatan bahan organik tanah
dapat meningkatkan produksi total tambak. Telah
dilaporkan pula bahwa fraksi pasir adalah fraksi
dari tekstur tanah yang dominan di tanah tambak
Kabupaten Demak (berkisar antara 36 dan 88%
dengan rata-rata 52%), sehingga pemberian bahan
organik dapat memperbaiki struktur tanah dan
mengurangi porositas pematang. Bahan organik
tanah merupakan salah satu bahan pembentuk
agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai
perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi
agregat tanah, sehingga bahan organik menjadi
penting dalam pembentukan struktur tanah. Pada
tanah berpasir yang banyak mengandung pori
makro yang tidak dapat menahan air, maka
penambahan bahan organik akan meningkatkan
pori berukuran menengah dan menurunkan pori
berukuran makro sehingga meningkatkan
kemampuan tanah dalam menahan air. Oleh karena
itu peningkatan kandungan bahan organik tanah
dapat mengurangi porositas pematang tambak,
sehingga ketinggian air tambak relatif dapat
dipertahankan yang berdampak pada kondisi
tambak yang lebih baik untuk udang windu dan
ikan bandeng yang dibudidayakan. Sebagai akibat
dari banyaknya pengaruh bahan organik tanah
terhadap kualitas tanah lainnya menjadi penyebab
munculnya pengaruh tidak langsung yang cukup
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
74
besar dari bahan organik tanah terhadap produksi
total tambak di Kabupaten Demak seperti terlihat
pada Tabel 2.
Fosfor merupakan faktor pembatas produktivitas
primer di tambak. Fosfor memainkan peran
penting dalam fotosintesis, respirasi, cadangan dan
transferenergi, pembelahan sel, pembesaran sel dan
beberapa proses lainnya (Price, 2006). Pengaruh
total dari PO4 tanah terhadap produksi total tambak
di Kabupaten Demak sebesar 0,329 yang berarti
32,90% produksi total tambak dipengaruhi oleh
PO4 tanah, di mana pengaruh PO4 tanah bersifat
positif yang berarti peningkatan kandungan PO4
tanah berdampak pada peningkatan produksi total
tambak di Kabupaten Demak. Hal ini dapat
dimengerti, sebab kandungan PO4 tanah di tambak
Kabupaten Demak tergolong rendah (rata-rata
20,75 ppm), sehingga dengan peningkatan
kandungan PO4 tanah akan meningkatkan produksi
total di tambak. Telah disebutkan sebelumnya
bahwa kandungan PO4 tanah lebih besar dari 60
ppm tergolong sangat baik baik untuk budidaya
tambak (Karthik et al., 2005).
Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi
tanaman tingkat tinggi dan alga akuatik, sehingga
unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tanaman
dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi
tingkat produktivitas perairan. Davis dan Cornwell
(1991) mengemukakan korelasi positif antara
kandungan PO4 dengan klorofil-a. Mungkin inilah
salah satu penyebab terjadinya peningkatan
produksi total tambak di Kabupaten Demak seiring
dengan peningkatan kandungan PO4 dalam tambak.
Udang windu dan ikan bandeng merupakan
organisme eurihalin, namun karena dibudidayakan
untuk tujuan komersial, kisaran salinitas air yang
optimum perlu dipertahankan. Salinitas air
memainkan peran penting bagi udang windu dan
ikan bandeng yang dibudidayakan melalui
osmoregulasi mineral tubuh dari air di sekitarnya.
Salinitas air sangat berpengaruh terhadap produksi
total tambak di Kabupaten Demak dengan
pengaruh total -0,760 (Gambar 2 dan Tabel 2)
yang berarti 76,00% produksi total tambak
dipengaruhi oleh salinitas air, di mana penurunan
salinitas air akan meningkatkan produksi total.
Telah dilaporkan bahwa udang windu dan ikan
bandeng tumbuh dengan baik pada salinitas air
optimum berturut-turut 15-25 (Poernomo, 1988)
dan 15-30 ppt (Ismail et al., 1993), yang
merupakan kondisi salinitas air yang paling ideal
untuk budidaya pembesaran di tambak karena
memberikan kondisi lingkungan yang sesuai
dengan tingkat osmotik cairan tubuh udang windu
dan ikan bandeng. Telah dilaporkan pula bahwa
produksi polikultur udang windu dan ikan bandeng
tertinggi di tambak didapatkan pada salinitas air
16,3 ppt (Mustafa et al., 2007). Oleh karena
salinitas air di tambak Kabupaten Demak mencapai
34 ppt, sehingga penurunan salinitas air sampai
mendapatkan salinitas air optimum bagi udang
windu dan ikan bandeng menyebabkan
peningkatan produksi total tambak. Hal ini
didukung dengan kenyataan bahwa di berbagai
daerah di Indonesia telah berkembang budidaya
udang dan ikan bandeng pada lahan tambak
bersalinitas air rendah (lebih kecil dari 10 ppt)
untuk mencegah terjangkitnya penyakit penyebab
kematian udang (Sudradjat dan Wedjatmiko, 2010).
Lapisan teroksidasi (oxydized layer) akan
ditemukan pada dasar tambak yang merupakan
lapisan sedimen paling atas yang mengandung
oksigen. Lapisan ini sangat bermanfaatdan harus
dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya
(Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi
dekomposisi aerobik yang menghasilkan antara
lain: karbon dioksida (CO2), NH3 dan nutrien yang
lainnya. Pada sedimen anaerobik, beberapa
mikroorganisme mendekomposisikan material
organik dengan reaksi fermentasi yang
menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan
senyawa organik lainnya sebagai hasil
metabolisme. Menurut Boyd (2002), beberapa
mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2
dari NO3, NO2, ferro (Fe2+
), SO4 dan CO2 untuk
mendekomposisikan bahan organik dengan
mengeluarkan N2, NH3, H2S, dan metan (CH4)
sebagai hasil metabolisme. Dari uraian tersebut
diduga pengaruh total dari bahan organik tanah
yang menyebabkan penurunan kandungan NO3 air
dalam mempengaruhi produksi total tambak
sebagai akibat dari NO3 air yang dimanfaatkan
oleh mikroorganisme dalam mendekomposisikan
bahan organik tanah tambak di Kabupaten Demak,
seperti yang ditunjukkan oleh pengaruh total
sebesar -0,182 (Gambar 2 dan Tabel 2).
Fosfor yang ada dalam tambak berasal dari pupuk
serta dari pakan. Fosfor dimanfaatkan oleh
fitoplankton dalam bentuk PO4 dan terakumulasi
dalam tubuh ikan/udang melalui rantai makanan.
Fosfat yang tidak diserap oleh fitoplankton akan
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
75
Keterangan:
CoT : bahan organik tanah SalA : salinitas air PoT : fosfat tanah NoA : nitrat air
PoA : fosfat air Prod : produksi total
Gambar 2. Diagram hasil analisis jalur kualitas tanah terhadap kualitas air dan produksi
total di tambak Kecamatan Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak,
Provinsi Jawa Tengah
Figure 2. Analysis of result quality road of sold depend on water quality and total production in
“tambak“ Karangtengah and Sayung, Demak, Central Java Sumber: Hasil analisis data
Tabel 2. Nilai pengaruh langsung, tidak langsung dan total setiap korelasi dalam analisis
jalur untuk kualitas tanah, kualitas air dan produksi total di tambak Kecamatan
Karangtengah dan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah
Table 2. Direct value, nondirect value and total corelation in road analysis for sold quality, water quality
and total production in “tambak“ Karangtengah and Sayung, Demak, Central Java
Korelasi dalam
Analisis Jalur
Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh Total
CoT PoA 0,050 0,254 0,304
CoT SalA -0,342 -0,123 -0,465
CoT NoA -0,416 0,234 -0,182
PoT PoA 0,586 0,022 0,608
PoT SalA -0,084 -0,148 -0,232
PoT NoA 0,540 -0,180 0,360
CoT Prod 0,404 0,215 0,619
PoT Prod 0,267 0,062 0,329
PoA Prod 0,117 0,016 0,133
SalA Prod -0,414 -0,346 -0,760
NoA Prod 0,377 0,057 0,434 Sumber: Hasil analisis data
Keterangan:
CoT : bahan organik tanah SalA : salinitas air PoT : fosfat tanah NoA : nitrat air
PoA : fosfat air Prod : produksi total
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
76
diiikat oleh tanah. Oleh karena itu, pengaruh tidak
langsung dari PO4 tanah terhadap produksi total
tambak di Kabupaten Demak melalui pengaruhnya
terhadap PO4 air (Gambar 2), diduga sebagai
akibat PO4 yang ada dalam tambak yang tidak
diikat oleh tanah akan larut dalam air.
Kemampuan tanah mengikat PO4 dipengaruhi oleh
kandungan liat tanah. Semakin tinggi kandungan
liat pada tanah, semakin meningkat kemampuan
tanah mengikat fosfat. Dari Gambar 2 dan Tabel 2
menunjukkan bahwa PO4 air berpengaruh terhadap
produksi total dengan pengaruh total sebesar 0,133.
Variabel kualitas air lain yang berpengaruh
terhadap produksi total tambak di Kabupaten
Demak adalah NO3 dengan pengaruh total sebesar
0,434 yang berarti 43,40% produksi total tambak
dipengaruhi oleh NO3 air dan sisanya yaitu sebesar
56,60% disebabkan oleh variabel kualitas air
lainnya serta pengaruh NO3 air bersifat positif di
mana peningkatan kandungan NO3 air akan
meningkatkan produksi total tambak. Nitrat
merupakan salah satu bentuk N yang dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman
akuatik selain NH4 dan N2. Nitrat adalah bentuk
utama N di perairan alami dan merupakan nutrien
yang penting untuk budidaya tambak sebab NO3
inilah yang dimanfaatkan tanaman dan alga akuatik.
Chu (1943) mendapatkan bahwa kandungan NO3
yang optimum untuk pertumbuhan plankton adalah
0,9-3,5 mg/L. Smayda (1983) menyatakan bahwa
plankton secara umum lebih suka memanfaatkan N
dalam bentuk NO3, NO2 dan NH3, sehingga dalam
kondisi ini, NO3 yang dimanfaatkan lebih dahulu
untuk pertumbuhannya. Dari Tabel 1 terlihat
bahwa rata-rata kandungan NO3 air di tambak
adalah 1,6354 mg/L, sehingga peningkatan
kandungan NO3 air sampai batas tertentu dapat
meningkatkan produksi total tambak di Kabupaten
Demak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kualitas tanah dan air tambak di Kabupaten
Demak dapat mendukung usaha budidaya tambak
sistem polikultur udang windu dan ikan bandeng
dengan produksi total antara 300 dan 2.120
kg/ha/siklus atau rata-rata 1.105 kg/ha/siklus.
Hasil analisis jalur dari 14 variabel kualitas tanah
yang dianalisis ternyata hanya 2 variabel yang
mempengaruhi produksi total yaitu: kandungan
bahan organik dan fosfat, sedangkan dari 7
variabel kualitas air, ternyata ada 3 variabel yang
mempengaruhi produksi total tambak Kabupaten
Demak yaitu kandungan fosfat, salinitas dan nitrat.
Kedua variabel kualitas tanah tersebut juga
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap
produksi total tambak melalui pengaruhnya
terhadap fosfat, salinitas dan nitrat air. Aplikasi
pupuk organik dan pupuk anorganik yang
mengandung fosfat pada tanah serta aplikasi pupuk
anorganik yang mengandung fosfat dan nitrogen
pada air serta penurunan salinitas air diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas tambak di
Kabupaten Demak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan banyak terima kasih kepada
Muhammad Arnol dan Rosiana Sabang atas
bantuannya di lapangan; Rahmiyah dan Kamariah
atas bantuannya dalam analisis kualitas tanah di
laboratorium; serta Sitti Rohani, Andi Sahrijanna
dan Kurnia atas bantuannya dalam analisis air di
laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Yusrial, F. dan Sutono. (2006). Penetapan tekstur
tanah. Dalam: Kurnia, U., Agus, F., Adimihardja,
A. dan Dariah, A. (eds.), Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,
Bogor.hlm. 43-62.
Ahern, C.R., Blunden, B., Sullivan, L.A.and McElnea,
A.E. (2004). Soil sampling, handling, preparation
and storage for analisys of dried samples. In:
Acid Sulfate Soils Laboratory Methods
Guidelines. Queensland Department of Natural
Resources, Mines and Energy, Indooroopilly,
Queensland. pp. B1-1-B1-5.
Amir, M.F. (2006). Mengolah dan Membuat
Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian
Ilmiah. EDSA Mahkota, Jakarta. 201 hlm.
Anonim. (2011). Peningkatan dan Pemuktakhiran Data
Perikanan: Rumah Tangga Perikanan (RTP)
Budidaya Tambak. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Demak, Demak.116 hlm.
APHA (American Public Health Association).(2005).
Standard Methods for Examination of Water and
Wastewater. Twentieth edition APHA-AWWA-
WEF, Washington, 1185 pp.
Athirah, A., Asaf, R. dan Ratnawati, E. (2013). Faktor
lingkungan yang mempengaruhi produktivitas
menggunakan aplikasi analisis jalur di tambak
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
77
bandeng Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa
Barat. Jurnal Kelautan Nasional, 8(1), 35-47.
Avnimelech, Y. and Ritvo, G. (2003). Shrimp and fish
pond soils: processes and management..
Aquaculture, 220, 549-567.
Ballesteros, O.Q., and Mendoza, S.P. (1976). Brackish
fishpond management. In: Lopez, A.M. (ed.),
Pond Construction and Management. Western
Visayas Federation of Fish Producers Inc., Iloilo
City. pp. 19-27.
Barchia, M.F. (2006). Gambut: Agroekosistem dan
Transformasi Karbon. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta. 196 hlm.
Bot, A. and Benites, J. (2005). The Importance of Soil
Organic Matter: Key to Drought-resistant Soil
and Sustained Food Production. FAO Soils
Bulletin 80.Food and Agriculture Organization
of the United Nations, Rome.79 pp.
Boyd, C.E. (1988). Water Quality in Warmwater Fish
Ponds. Fourth printing.Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University,
Alabama.359 pp.
Boyd, C.E. (1992). Shrimp pond bottom soil and
sediment management. In: Wyban, J. (ed.),
Proceedings of the Special Session on Shrimp
Farming. World Aquaculture Society, Baton
Rouge, Louisiana. pp. 166-181.
Boyd, C.E. (1995). Bottom Soils, Sediment, and Pond
Aquaculture. Chapman and Hall, New York.348
pp.
Boyd, C.E. (2002). Understanding pond pH. Global
Aquaculture Advocate, June: 2 pp.
Boyd, C.E. (2008). Pond bottom soil analyses. Global
Aquaculture Advocate September/October: 91-
92.
Boyd, C.E., Wood, C.W. and Thunjai, T. (2002).
Aquaculture Pond Bottom Soil Quality
Management. Pond Dynamics/Aquaculture
Collaborative Research Support Program Oregon
State University, Corvallis, Oregon.41 pp.
Brussaard, L. (1994). Interrelationships between
biological activities, soil properties and soil
management. In: Greenland, D.J. and Szabolcs
(eds.), Soil Resilience and Sustainable Land Use.
CAB International, Wallingford, UK. pp. 309-
329.
CCREM (Canadian Councilof Resource and
Environment Ministers). (1987). Canadian
Water Quality Guidelines. Canadian Councilof
Resource and Environment Ministers, Task
Force on Water Quality Guidelines. Environment
Canada. Ottawa, Ontario. Canada; 6 Chapters
plus XXII Appendices.
Christensen, B.T. (1986). Straw incorporation and soil
organic matter in macro-aggregates and particle
size separates. Journal of Soil Science, 37, 125-
135.
Chu, S.P. (1943). The influence the mineral
composition of the medium on the growth of
planktonic algae. Part II: The influence of the
concentration of inorganic nitrogen and
phosphate phosphorus. Journal of Ecology,
31(2), 109-148.
Colt, J.E. and Armstrong, D.A. (1981). Nitrogen
toxicity to crustaceans, fish, and molluscs. In:
Allen,L.J. and Kinney,E.C. (eds.), Proceedings
of the Bio-engineering Symposium for Fish
Culture. American Fisheries Society, Bethesda,
MD.pp. 34-37.
Davis, M.L. and Cornwell, D.A. (1991). Introduction to
Environmental Engineering. Second edition. Mc-
Graw-Hill, Inc., New York.822 pp.
Deepak, S. and Singh, N.U. (2014). The relationship
between physico-chemical characteristics and
fish production of Mod sagar reservoir of Jhabua
District, MP, India. Research Journal of Recent
Sciences, 3, 822-826.
Djajadiredja, R., Jangkaru, Z. dan Omiarsa, S. (1980).
Mekanisme dalam usaha peningkatan dan guna
air tawar untuk budidaya ikan secara intensif.
Dalam: Lokakarya Nasional Teknologi Tepat
Guna Bagi Pengembangan Air Payau. Lembaga
Penelitian Perikanan Darat, Bogor. 9 hlm.
Draper, N.R. and Smith, H. (1981). Applied Regression
Analysis.Second edition. John Wiley & Sons,
New York. 709 pp.
Dugan, P.R. (1972). Biochemical Ecology of Water
Pollution. Plenum Press, New York. 159 pp.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 258
hlm.
Eldani, A. and Primavera, J.H. (1981). Effect of
different stocking combination of growth,
production and survival rate of milkfish (Chanos
chanos Forskal) and prawn (Penaeus monodon
Fabricius) in polyculture in brackishwater
ponds.Aquaculture 23: 59-72.
Everitt, B.S. and Dunn, G. (2001). Applied Multivariate
Data Analysis.Second edition. Arnold, London.
342 pp.
Eviati dan Sulaeman. (2009). Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Petunjuk Teknis Edisi
2. Balai Penelitian Tanah, Bogor. 234 hlm.
Furukawa, I., Hidare, H. and Hiramo, K. (1973).
Production of prawn seed by marine yeast.
Research Report Faculty of Agriculture
Miyosaki University, 20(1), 93-110.
Grasshoff, K. (1976). Methods of Seawater Analysis.
Verlag Chemie, Weinheim, New York. 317 pp.
Hanafi, A. (1990). Socio-economic and managerial
profiles of brackishwater aquaculture in South
Sulawesi. Jurnal Perikanan Budidaya Pantai,
6(2), 97-114.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
78
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. (2011). Evaluasi
Kesesuaian Lahan & Perencanaan Tataguna
Lahan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 352 hlm.
Hasnawi dan Mustafa, A. (2010). Karakteristik,
kesesuaian, dan pengelolaan lahan untuk
budidaya tambak di Kabupaten Luwu Utara,
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset
Akuakultur, 5(3), 449-463.
Ismail, A., Poernomo, A., Sunyoto, P., Wedjatmiko,
Dharmadi dan Budiman, R.A.I. (1993).
Pedoman Teknis Usaha Pembesaran Ikan
Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Jakarta. 93 hlm.
Kassila, J., Hasnaoui, M., Droussi, M., Loudiki, M. and
Yahyaoui, A. (2001). Relation between
phosphate and organic matter in fish-pond
sediments of the Deroua fish farm (Béni-Mellal,
Morocco): implications for pond management.
Hydrobiologia, 450(1-3), 57-70.
Karthik, M., Suri, J., Saharan, N. and Biradar, R.S.
(2005). Brackish water aquaculture site selection
in Palghar Taluk, Thane District of Maharashtra,
India, using the techniques of remote sensing and
geographical information system. Aquacultural
Engineering, 32, 285-302.
Liaw, W.K. (1969). Chemical and biological studies of
fishponds and reservoirs in Taiwan. Rep. Fish
Culture Res., Fish. Series, Chin. Am. Joint
Commission on Rural Reconstruction 7:1-43.
Menon, R.G. ( 1973). Soil and Water Analysis: A
Laboratory Manual for the Analysis of Soil and
Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan,
Palembang. 190 pp.
Montoya, R.A., Lawrence, A.L., Grant, W. E. and
Velasco, M. (2002). Simulation of inorganic
nitrogen dynamics and shrimp survival in an
intensive shrimp culture system. Aquaculture
Research, 33, 81-94.
Moore, J.W. (1991). Inorganic Contaminants of Surface
Water. Springer-Verlag, New York. 334 pp.
Mustafa, A. (1998). Budi daya tambak di lahan gambut
dan permasalahannya: studi kasus di Sulawesi
Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, XVII(3), 73-
82.
Mustafa, A. (2012). Kriteria kesesuaian lahan untuk
berbagai komoditas di tambak. Media
Akuakultur, 7(2), 108-118.
Mustafa, A., Hasnawi, Athirah, A., Sommeng, A. dan
Ali, S.A. (2014). Karakteristik, kesesuaian,
pengelolaan lahan untuk budidaya di tambak
Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurnal
Riset Akuakultur, 9(1), 135-149.
Mustafa, A., Rachmansyah dan Hanafi, A. (2007).
Kelayakan lahan untuk budi daya perikanan
pesisir. Dalam: Susilo, D.S.I., Wiadnyana, N.N.,
Wijayanti, E., Basmal, J., Asnawi, Supangat, A.,
Hanggono, A. dan Insan, I. (eds.), Prosiding
Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan
Perikanan Tahun 2007. Badan Riset Kelautan
dan Perikanan, Jakarta. hlm. 141-159.
Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2005). Faktor
pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi
rumput laut (Gracilaria verrucosa) di tambak
tanah sulfat masam (studi kasus di Kabupaten
Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 11(7), 67-77.
Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2007). Faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi produktivitas
tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Jurnal Riset Akuakultur, 2(1), 117-133.
Mustafa, A. dan Ratnawati, E. (2013). Karakteristik dan
pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi
ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak tanah
sulfat masam Kabupaten Konawe Selatan,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset
Akuakultur, 8(2), 325-338.
Mustafa, A. and Sammut, J. (2007). Effect of different
remediation techniques and dosages of
phosphorus fertilizer on soil quality and klekap
production in acid sulfate soil-affected
aquaculture ponds. Indonesian Aquaculture
Journal, 2(2), 141-157.
Mustafa, A. and Sammut, J. (2010). Dominant factors
effecting seaweed (Gracilaria verrucosa)
production in acid sulfate soils-affected ponds of
Luwu Regency, Indonesia. Indonesian
Aquaculture Journal, 5(2), 147-162.
Mustafa, A., Sapo, I. Hasnawi dan Sammut, J. (2007).
Hubungan antara faktor kondisi lingkungan dan
produktivitas tambak untuk penajaman kriteria
kelayakan lahan: 1. Kualitas air. Jurnal Riset
Akuakultur, 2(3), 289-302.
Ndome, C.B., Udo, I.U., Akpan, I.I. and Udom, C.
(2012). Effect of water quality and bottom soil
properties on the diversity and abudance of
macrobenthic in some tropical grow-out earthen
fish ponds. Ecologia, 2(1), 12-22.
Parsons, T.R., Maita, Y. and Lalli, C.M. (1989). A
Manual of Chemical and Biological Methods for
Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford.
173 pp.
Poernomo, A. (1988). Pembuatan Tambak Udang di
Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai
Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros.40
hlm.
Ponnamperuma, F.N. (1972). The chemistry of
submerged soils. Advances in Agronomy, 24, 29-
96.
Price, G. (2006). Australian Soil Fertility Manual.Third
edition. CSIRO Publishing, Collingwood. 168
pp.
Ranoemihardjo, B.S., Kahar, A. and Lopez, J.V.
(1979). Results of polyculture of milkfish and
shrimp at the Karanganyar provincial
demonstration ponds. Bulletin of Brackishwater
Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak
di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah - Akhmad Mustafa dan Admi Athirah
79
Aquaculture Development Center, 5(1&2), 334-
350.
Ratnawati, E., Hasnawi, dan Mustafa, A. (2014).
Kesesuaian lahan aktual untuk budidaya udang
windu di tambak Kabupaten Luwu Timur
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset
Akuakultur, 9(1), 151-164.
Reid, G.K. (1961). Ecology of Inland Waters and
Estuaries. Van Nostrand Reinhold Co., New
York. 375 pp.
Rutherford, R.D. and Choe, M.K. (1993). Statistical
Model for Causal Analysis. John Wiley & Sons,
Inc., New York. 216 pp.
Salam, M.A., Ross, L.G. and Beveridge, C.M.M.
(2003). A comparison of development
opportunities for crab and shrimp aquaculture in
southwestern Bangladesh, using GIS modeling.
Aquaculture, 220, 477-494.
Sarwono, J. (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis
dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 321
hlm.
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. (1978). Chemistry for
Environmental Engineering. Third edition.
McGraw-Hill Book Company, New York. 532
pp.
Shang, Y.C. (1986). Pond production systems: stocking
practices in pond fish culture. In: Lannan, J.E.,
Smitherman, R.O. and Tchobanoglous, G.
(eds.), Principles and Practices of Pond
Aquaculture. Oregon State University Press,
Corvallis, Oregon. pp. 85-96.
Smayda, T. (1983). The phytoplankton of estuaries. In:
Ketchum, B.H. (ed.), Estuaries and Enclosed
Seas. Ecosystem of the World 26. Elsevier,
Amsterdam. pp. 65-102.
Stevenson, F.J. (1982). Humus Chemistry: Genesis,
Composition, Reactions. John Wiley & Sons,
New York. 433 pp.
Streiner, D.L. (2005). Finding our way: an introduction
to path analysis.The Canadian Journal of
Psychiatry, 50(2), 115-122.
Strickland, J.D.H. and Parsons, T.R. (1972). A Pactical
Handbook of Seawater Analysis.Bulletin 167,
Second edition.Fisheries Research Board of
Canada, Ottawa.310 pp.
Sudradjat, A. dan Wedjatmiko. (2010). Budi Daya
Udang di Sawah dan Tambak. Penebar Swadaya,
Jakarta. 74 hlm.
Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori &
Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi,
Yogyakarta. 311 hlm.
Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat: Arti &
Interpretasi. Cetakan pertama. Rineka Cipta,
Jakarta. 359 hlm.
Sutrisyani dan Rohani, S. (2009). Panduan Praktis
Analisis Kualitas Air Payau. Cetakan kedua.
Diedit: Rachmansyah, Atmomarsono, M. dan
Mustafa, A. Pusat Riset Perikanan Budidaya,
Jakarta. 55 hlm.
Treece, G.D. ( 2000). Site selection. In: Stickney, R.R.
(ed.), Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley
& Sons, Inc., New York. pp. 869-879.
Wickins, J.F. (1984). The effect of reduced pH on
carapace calcium, strontium and magnesium
levels in rapidly growing prawns (Penaeus
monodon Fabricius). Aquaculture, 41, 49-60.
Widarjono, A. (2010). Analisis Statistika Multivariat
Terapan. Edisi pertama. UPP STIM YKPN,
Yogyakarta. 358 hlm
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 65-79
80
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
81
STUDI PENENTUAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DI WILAYAH PERAIRAN TELUK SALEH, SUMBAWA, NTB
STUDY OF LOCATION DETERMINATION FOR SEAWEED CULTURE DEVELOPMENT IN
SALEH BAY, SUMBAWA, NTB
Komang Iwan Suniada1 dan B. Realino S.
2
1Balai Penelitian dan Observasi Laut
Br. Dangin Berawah, Ds. Perancak, Jembrana Bali 82251
Telp (0365) 44266, Fax (0365) 44270 2Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan
E-mail : [email protected]
Diterima tanggal: 11 Maret 2014, diterima setelah perbaikan: 18 Juli 2014, disetujui tanggal: 24 Juli 2014
ABSTRAK
Studi ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang mendorong peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan budidaya perikanan. Teluk Saleh yang
terletak di Pulau Sumbawa NTB merupakan salah satu lokasi yang potensial untuk pengembangan budidaya laut.
Tujuan dari studi ini adalah memberikan informasi kepada pemerintah setempat mengenai daerah yang sesuai untuk
pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Saleh. Studi ini menggunakan data yang bersumber dari data
satelit penginderaan jauh (Terra/Aqua MODIS dan Landsat), data survey lapangan serta data sekunder. Data satelit
penginderaan jauh digunakan untuk menghasilkan informasi suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a serta untuk
pemetaan dasar perairan; data survey lapangan yang diukur adalah nitrat, fosfat, salinitas, pH, DO, Total Dissolves Solid
(TDS), kecepatan arus dan kecerahan perairan; sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data bathymetri. Data-
data tersebut kemudian diberi bobot dan skor yang disesuaikan dengan komoditi rumput laut yang akan dibudidayakan.
Perangkat lunak Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode tumpang susun (overlay) digunakan untuk
menganalisis parameter-parameter tersebut di atas, dimana semakin tinggi skornya menunjukkan daerah tersebut
semakin sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Studi ini menghasilkan informasi bahwa area yang
potensial bagi pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Saleh adalah sekitar 25.532 Ha.
Kata kunci: budidaya rumput laut, penginderaan jauh, Sistem Informasi Geografi, Teluk Saleh
ABSTRACT
This study was carried out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Republic of
Indonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture, especially by developing seaweed culture
around Sumbawa regency. The aim of this study is to provide information about potential area for seaweed culture
around Teluk Saleh water territory, Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara.Remote sensing data (Terra/Aqua MODIS
and Landsat satellite image), field survey data and secondary data were used for this study. Remote sensing data were
used to produce sea surface temperature (SST), chlorophyll-a information and bottom substrate mapping; field survey
data provided nitrate, phosphate, salinity, pH, DO, TDS, flow velocity, water transparency while secondary data was
used to provide bathymetry information. Geographical Information System software was used to analyze this study by
using overlay technique for all parameter, which had previously been weighted and scored based on the criteria of
aquatic habitat suitability for seaweed culture. Higher score indicates that the area more suitable for seaweed culture
activities.The results showed that the potential area suitable for seaweed culture around Teluk Saleh water territory,
Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara is about 25.532 Ha.
Keywords: seaweed culture, remote sensing, Geographic Information System, Saleh Bay
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
82
PENDAHULUAN
Kabupaten Sumbawa merupakan kabupaten yang
mengembangkan rumput laut sebagai salah produk
unggulan di bidang perikanan dan kelautan. Sejak
tahun 2010 hingga 2012, kawasan budidaya
rumput laut di wilayah Kabupaten Sumbawa
berkembang pesat, sehingga Pemerintah Pusat
memberikan predikat sebagai kabupaten berkinerja
terbaik dan menjadikannya kabupaten percontohan
komodi ekspor rumput laut.
Sementara ini, Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Sumbawa telah menetapkan 6 kawasan
pengembangan budi daya rumput laut, meliputi
kawasan timur, yakni Labuhan Aji-Tarano,
Labuhan Sangoro-Maronge, Labuhan Kuris-Lape,
Labuhan Terata-Lape dan Tanjung Bele-Moyo
Hilir. Kemudian di kawasan tengah ada di Pulau
Medang-Labuhan Badas dan di kawasan Barat
tepatnya di Labuhan Mapin-Alas Barat.
Teluk Saleh, yang secara administratif berada di
tiga kabupaten yakni Kabupaten Sumbawa, Dompu
dan Bima, merupakan perairan yang menjadi
prioritas pengembangan budidaya rumput laut
dengan harapan selain adanya sumber usaha baru
yang akan berpengaruh bagi pendapatan
masayarakat pesisir,juga sedikit demi sedikit
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap
kegiatan penangkapan ikan yang cenderung
menurun.
Proses penentuan lokasi budidaya yang tepat
merupakan salah satu faktor yang penting untuk
menunjang keberhasilan suatu kegiatan budidaya
rumput laut. Parameter-parameter perairan penting
yang harus diperhatikan antara lain, kriteria
topografi lokasi (keterlindungan dari angin dan
ombak besar), parameter fisik perairan (suhu,
kecepatan arus, kekeruhan perairan, kecerahan
perairan) parameter kimia (konsentrasi nitrat,
fosfat, oksigen terlarut, pH, salinitas) dan
parameter biologi yaitu organisme yang merugikan
maupun fitoplankton berbahaya (Ambas, 2006;
Sulma, Mannopo, & Indarto, 2008; FPIK Unri,
2008). Informasi mengenai daerah potensial bagi
pengembangan budidaya rumput laut disusun
dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geografis yang telah dipergunakan secara luas di
dunia, diantaranya untuk budidaya kerang-
kerangan di Baynes Sound, Canada (Carswell,
Cheesman & Anderson, 2006), site selecton untuk
mangrove oyster raft di Pulau Margarita,
Venezuela (Buitrago, Rada, Hernandez &
Buitrago, 2005), pemodelan parameter lingkungan
untuk budidaya laut di Sinola State, Mexico
(Aguilar-Manjarez and Ross, 1995), site selection
di Canary Island, Tenerife (Perez, Ross, Telfer, &
del Campo Barquin, 2003), lokasi yang sesuai
untuk Japanese scallop di Teluk Funka, Hokkaido
(Radiarta Saitoh, & Miyazono, 2008), pemilihan
lokasi budidaya di Teluk Tomini (Utojo, Mansyur,
Tangko, Hasnawi & Mulia, 2007), site selection
untuk budidaya di Teluk Kupang (Hartoko &
Kangkan, 2009), budidaya ikan kerapu di Perairan
Morotai (Suniada, 2011) serta budidaya rumput
laut di wilayah perairan Sumba Timur (Suniada,
Realino & Indriyawan, 2012).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi mengenai daerah potensial
bagi pengembangan budidaya rumput laut pada
wilayah penelitian, sehingga dapat dijadikan
sebagai masukan bagi pemerintah daerah setempat
untuk pengembangan kawasan budidaya di
wilayah perairan Teluk Saleh.
BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di wilayah perairan Teluk
Saleh antara Kecamatan Lape-Lopok, Plampang
dan Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa,
NTB (825’- 8
45’ LS dan 117
35’- 118
10’ BT)
karena daerah tersebut merupakan salah satu lokasi
potensial bagi pengembangan rumput laut di
Kabupaten Sumbawa. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada 27 stasiun pengamatan, dan
dilaksanakan pada tanggal 31 Mei – 7 Juni 2012
antara jam 09.00 WITA sampai dengan jam 16.00
WITA.Sebaran pengambilan data bersifat acak dan
dianggap mewakili daerah dekat pantai, daerah
yang jauh dari pantai serta daerah-daerah disekitar
Pulau Rakit, Pulau Ngali dan Pulau Liang yang
merupakan pulau-pulau besar yang ada di dalam
Teluk. Beberapa parameter seperti suhu, salinitas,
pH, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen; DO),
kecepatan arus, kecerahan perairan, Muatan
Padatan Tersuspensi (MPT) diukur langsung di
lokasi pengamatan, sedangkan parameter nitrat dan
fosfat dianalisis di Laboratorium Riset Kelautan
BPOL, Perancak, Bali.
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
83
2.2. Alat dan Bahan Survey Lapangan
Alat dan bahan yang digunakan pada saat survey
pengambilan data lapangan diantaranya adalah:
wahana survey yang berupa kapal nelayan, GPS,
salinometer, pH meter, water quality checker,
water sampler, current meter, seichi disk, botol
sampel 1000 ml, serta coolbox untuk menyimpan
sampel air.
2.3. Data yang Digunakan
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
data satelit, data insitu dan data sekunder.Data
satelit digunakan untuk mengetahui konsentrasi
suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a
permukaan laut serta prediksi sebaran substrat
dasar. Sebaran suhu dan konsentrasi klorofil-a
permukaan laut diidentifikasi menggunakan data
Satelit Aqua/Terra MODIS level 2 dengan resolusi
spasial 1 km, sedangkan untuk prediksi sebaran
substrat dasar menggunakan data Landsat 5 dengan
resolusi 16 m yang diakuisisi pada tanggal 7 Maret
2012. Data Terra/Aqua MODIS yang digunakan
adalah data pada periode Juni 2011 – Juli 2012
dengan jumlah data sebanyak 59 data yang bebas
awan pada lokasi penelitian.
Data insitu yang diambil adalah parameter-
parameter perairan yang berhubungan dengan
kegiatan budidaya rumput laut, diantaranya adalah
nitrat, fosfat, suhu permukaan, salinitas, pH, DO,
kecepatan arus, kecerahan perairan dan juga
parameter kekeruhan perairan yaitu kandungan
muatan padatan tersuspensi (MPT). Data suhu,
salinitas, pH, DO, kecepatan arus, kecerahan
perairan dan MPT dapat diukur dan diketahui
langsung dengan menggunakan alat ukur portable,
sedangkan parameter nitrat dan fosfat dapat
diketahui setelah dilakukan analisis di
laboratorium. Pengamatan dan pengambilan data
sampel air dilakukan di sekitar perairan Teluk
Saleh, Kabupaten Sumbawa pada 27 titik stasiun
pengamatan (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi survey, titik pengukuran dan pengambilan sampel
Figure 1. Location of survey, measurement and sampling Sumber: Peta Dishidros TNI AL
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
84
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini
adalah:
- Data bathymetri atau kedalaman perairan di
sekitar wilayah penelitian dengan skala
1:200.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS
TNI AL. Data tersebut belum berupa data
digital, sehingga perlu di-scan terlebih dahulu,
kemudian digitasi sehingga akhirnya berbentuk
data bathymetri digital untuk mempermudah
proses klasifikasi selanjutnya pada software
image processing.
- Data mengenai keadaan umum Kabupaten
Sumbawa yang diperoleh dari website Propinsi
Nusa Tenggara Barat.
2.4. Penentuan Lokasi untuk Budidaya Rumput
Laut
Penentuan lokasi pengembangan budidaya rumput
laut di wilayah perairan Teluk Saleh diperoleh
dengan memanfaatkan data kualitas perairan serta
data satelit penginderaan jauh. Informasi suhu
permukaan laut, klorofil-a permukaan bersumber
pada data citra satelit Aqua/Terra MODIS serta
informasi prediksi sebaran substrat dasar diperoleh
dengan menggunakan data citra satelit Landsat.
Selain itu, data kedalaman perairan (bathymetri)
juga diperlukan pada studi ini. Perez et al. (2003)
menyatakan bahwa secara umum, suhu dan muatan
tersuspensi merupakan faktor yang penting untuk
menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan
budidaya, sedangkan menurut Hartoko dan
Kangkan (2009) parameter utama yang perlu
diperhatikan untuk budidaya rumput laut adalah
faktor kesuburan perairan yaitu parameter nitrat
dan fosfat. Dengan kajian ini, diharapkan dapat
dijadikan acuan bagi pemerintah daerah setempat
dalam menetapkan kawasan yang sesuai bagi
lokasi perikanan budidaya, khususnya budidaya
rumput laut. Diagram alir site selection di wilayah
perairan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut
Figure 1. Flowchart of determination for seaweed culture Sumber: Hartoko dan Kangkan, 2009
Suitable Area for Seaweed Culture
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
85
Kesuburan suatu perairan merupakan faktor yang
paling penting bagi kegiatan budidaya rumput laut
(Hartoko dan Kangkan, 2009), sehingga bobot
yang tinggi diberikan kepada parameter nutrien
yaitu konsentrasi nitrat dan fosfat. Bobot tertinggi
berikutnya adalah tingkat kecerahan perairan yang
berkaitan erat dengan penetrasi cahaya matahari ke
kolom air. Penetrasi cahaya ke kolom air sangat
erat kaitannya dengan proses fotosintesis rumput
laut yang menggunakan energi matahari sebagai
sumber energi.
Tingkat kecerahan perairan dipengaruhi oleh
banyaknya partikel-partikel pada kolom air.
Partikel yang dikenal dengan istilah muatan
padatan tersuspensi (MPT) tersebut bila semakin
tinggi konsentrasinya pada suatu perairan akan
menyebabkan perairan tersebut menjadi semakin
keruh. Proses erosi yang terbawa oleh aliran sungai
ataupun yang langsung masuk ke badan air
merupakan salah satu penyebab utama tingginya
padatan tersuspensi di perairan. Selain itu adanya
proses pengadukan dasar perairan akibat pasang
surut juga memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap tingginya kekeruhan perairan.
Sastrawijaya (2000) dalam Sulma et al. (2008)
menambahkan bahwa padatan tersuspensi dalam
air umumnya terdiri dari fitoplankton,
zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan,
lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah
industri. Bahan-bahan yang tersuspensi di perairan
alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika
jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai
kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi
cahaya matahari ke kolom air (Effendi, 2000 dalam
Sulma et al., 2008). Batas kandungan TSM yang
diperbolehkan berdasarkan baku mutu air laut
untuk biota laut adalah lebih kecil dari 80 mg/L.
Sedangkan kondisi perairan dikatakan ideal jika
memiliki nilai di bawah 20 mg/L (Akbar dan
Sudaryanto, 2002 dalam Sulma et al., 2008).
Bottom substrate berkaitan erat dengan metode
budidaya yang akan dilakukan. Secara umum,
bottom substrate dibedakan menjadi 3 kategori,
yaitu karang, pasir dan berlumpur. Jika bottom
substrate cenderung terdiri dari karang ataupun
pecahan-pecahan karang, biasanya kondisi perairan
akan menjadi lebih jernih daripada perairan yang
berpasir atau berlumpur, sehingga teknik budidaya
rumput laut yang biasa digunakan adalah dengan
metode tenggelam. Berbeda halnya jika kondisi
perairan adalah berpasir atau berlumpur, maka
teknik budidaya yang digunakan adalah metode
terapung karena pasir atau lumpur akan dapat
menyebabkan keruhnya perairan dan mengganggu
sistem respirasi dan fotosintesis rumput laut yang
dibudidayakan.
Untuk menentukan lokasi yang sesusai bagi
kegiatan budidaya rumput laut dengan
menggunakan analisis spasial dan SIG, maka
kriteria yang digunakan harus mengacu pada
kriteria kondisi lingkungan yang sesuai bagi
komoditas yang akan dibudidayakan. Kriteria
tersebut akan digunakan sebagai dasar penilaian
dan pembobotan dalam analisis spasial untuk
memperoleh hasil yang paling sesuai dengan
komoditas tersebut (Tabel 1).
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Informasi Kualitas Perairan di Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB
Analisis laboratorium terhadap sampel air untuk
parameter fosfat menunjukkan bahwa rata-rata
konsentrasi fosfat sebesar 0,001 mg/m3, dengan
konsentrasi minimal terdeteksi 0,001 mg/m3 hingga
maksimal 0,0019 mg/m3 dengan sebaran yang
cenderung seragam, sedangkan untuk parameter
nitrat menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi
nitrat sebesar 0,019 mg/m3, dengan konsentrasi
minimal terdeteksi 0,004 mg/m3
dan maksimal
0,065 mg/m3 dengan pola sebaran yang cenderung
seragam pula. Senyawa nitrat dan fosfat secara
alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui
proses pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-
tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan
limbah baik limbah domestik, industri, pertanian
dan peternakan yang diuraikan oleh bakteri
menjadi zat hara (Wattayakorn, 1988 dalam
Ulqodry, Yulisman, Syahdan & Santoso, 2010).
Kondisi nitrat pada penelitian ini lebih rendah dari
yang dihasilkan oleh Radiarta et al. (2004) namun
masih berkisar pada nilai baku mutu air laut yang
dikeluarkan oleh Kementerian Lingkingan Hidup,
sedangkan nilai fosfat yang cenderung seragam
menunjukkan bahwa variasi fosfat pada laut tropis
biasanya kecil, bahkan tidak ada variasi sama
sekali karena tidak adanya variasi suhu yang
mencolok sehingga aktifitas plankton yang
memanfaatkan fosfat juga cenderung seragam
(Sidjabat, 1976 dalam Ulqodry et al., 2010).
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
86
Tabel 1. Kriteria kesesuaian kualitas perairan untuk budidaya rumput laut
Table 1. Water quality suitable criteria for seaweed culture
Parameter Bobot Tinggi Sedang Rendah
Kriteria Skala Skor Kriteria Skala Skor Kriteria Skala Skor
Nitrat 3 0.9 – 3.2 5 15 0.7 – 0.8 3 9 < 0.7 1 3
(mg/l ) 3.3 – 3.4 > 3.4
Fosfat 3 0.2 – 0.5 5 15 0.1 – 0.2 3 9 < 0.1 1 3
(mg/l ) 0.5 – 1 >1
Kedalaman (m) 3 1 - 10 5 15 11 – 15 3 9 <1 1 3
> 15
Kecerahan (m) 3 >3 5 15 1 - 3 3 9 <1 1 3
Kecepatan 3 20 – 30 5 15 10 – 20 3 9 <10 1 3
Arus (cm/s) 30 – 40 >40
Suspended 2 <25 5 10 25 – 50 3 6 >50 1 2
Matter (mg/l)
Salinitas (ppt) 2 32 – 34 5 10 30 – 32 3 6 <30 1 2
>34
Suhu (oC) 2 24 – 30 5 10 20 – 24 3 6 <20 1 2
>30
Klorofil –a
(mg/l) 1 >10 5 5 4 – 10 3 3 <4 1 1
Substrat 1 Coral 5 5 Sand 3 3 mud 1 1
Dasar
DO (mg/l) 1 >6 5 5 4 – 6 3 3 <4 1 1
pH 1 6.5 – 8.5 5 5 4 – 6.4 3 3 <4 1 1
8.5 – 9 >9.5
Total 125 75 25
Sumber: Dimodifikasi dari Hartoko dan Kangkan (2009)
Jika kisaran score total untuk parameter-parameter diatas adalah:
91.67 – 125.00 : Sangat Sesuai
58.33 – 91.67 : Sesuai
25.00 – 58.33 : Tidak Sesuai
Kedalaman perairan di daerah penelitian
menunjukan nilai hingga 290,37 m dengan rata-
rata nilai kedalaman adalah 64,57 m. Pada jarak
100 m dari bibir pantai, rata-rata kedalaman
perairan mencapai 6,36 m dengan titik terdalam
terdeteksi sekitar 79,55 m. Hingga jarak 500 m dari
bibir pantai, rata-rata kedalaman adalah 13,55 m
dengan titik terdalam terdeksi mencapai 173 m.
Kedalaman perairan yang terpengaruh oleh pasang
surut merupakan salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam budidaya rumput laut, posisi
ideal adalah ketika surut terendah rumput laut tidak
terkena sinar matahari secara langsung dan masih
memperoleh penetrasi matahari pada waktu pasang
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
87
(Sediadi et al., 2000 dalam Sulma et al., 2008)
sedangkan pada perairan yang lebih dalam,
kedalaman perairan dapat disiasati dengan
pemilihan teknik budidaya yang tepat, misalnya
dengan metode budidaya apung yang
menyebabkan rumput laut relatif mengikuti naik
turunnya pasang surut (Ambas, 2006).
Sebaran kecerahan di daerah penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata kecerahan sebesar
12,15 m, dengan kecerahan minimal terdeteksi
5,00 m hingga maksimal 19,00 m. Standar deviasi
sebaran kecerahan di daerah penelitian
menunjukkan nilai 2,33 m, hal ini menunjukkan
bahwa sebaran kecerahan di daerah penelitian
cukup beragam dengan kondisi perairan yang
relatif jernih. Budidaya rumput laut membutuhkan
perairan yang mempunyai kecerahan tinggi agar
sinar matahari dapat menembus perairan yang
dibutuhkan dalam mekanisme fotosintesa.
Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila tingginya
kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat
pantai, akibat aktivitas pasang surut.
Rata-rata kecepatan arus pada lokasi penelitian
adalah sebesar 10,9 cm/s, dengan kecepatan arus
minimal terdeteksi 9,9 cm/s hingga maksimal 11,5
cm/s. Arus merupakan salah satu parameter
penting dalam sirkulasi air, pembawa bahan
terlarut dan padatan tersuspensi serta dapat
berdampak pada keberadaan organisme penempel.
Kecepatan arus perairan untuk budidaya keramba
jaring apung di laut tidak boleh lebih dari 100
cm/detik dan kecepatan arus bawah 25 cm/dt.
Sedangkan untuk rumput laut 20-30 cm/dt dan
tiram mutiara berkisar 15-25 cm/dt.
Adanya arus di laut disebabkan oleh perbedaan
densitas masa air laut, tiupan angin terus menerus
diatas permukaan laut dan pasang-surut terutama di
daerah pantai. Pasang surut juga dapat
menggantikan air secara total dan terus menerus
sehingga perairan terhindar dari pencemaran.
Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi
kehidupan biota perairan. Arus dapat menyebabkan
ausnya jaringan jazad hidup akibat pengikisan atau
teraduknya substrat dasar berlumpur yang
berakibat pada kekeruhan sehingga terhambatnya
fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari arus
adalah menyuplai makanan, kelarutan oksigen,
penyebaran plankton dan penghilangan CO2
maupun sisa-sisa produk biota laut.
Muatan Padatan Terlarut (MPT) atau Total
Dissolved Solids (TDS) adalah benda padat yang
terlarut, yaitu semua mineral, garam, logam serta
kation-anion yang terlarut dalam air. Benda-benda
padat dalam air tersebut berasal dari banyak
sumber organik seperti daun, lumpur, plankton,
serta limbah industri dan kotoran. Sumber lainnya
bisa berasal dan limbah rumah tangga, pestisida,
dan banyak lainnya. Sedangkan, sumber anorganik
berasal dari batuan dan udara yang mengandung
kasium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur,
dan mineral lain.
Hasil pengamatan MPT pada tiap stasiun
pengamatan menunjukkan bahwa perairan di
sekitar Teluk Saleh relatif jernih dengan
kandungan materi tersuspensi yang tidak begitu
tinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup, standar baku mutu padatan
tersuspensi untuk biota laut berada kisaran 20-80
mg/l, sedangkan pengukuran lapangan
menunjukkan bahwa rata-rata nilai MPT sebesar
52,2 mg/l, dengan nilai MPT minimal terdeteksi
51,7 mg/l hingga maksimal 52,5 mg/l. Hal ini
menunjukkan bahwa sebaran MPT di daerah
penelitian cukup seragam dan berada pada rentang
baku mutu untuk biota laut tersebut. Materi yang
tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap
kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari
ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi
organisme produser terutama sebagai penghasil
oksigen (Masser, 1997).
Pada survey ini pengukuran parameter salinitas
dilakukan dengan menggunakan alat ukur portabel
Eutech Salt 6+. Hasil pengukuran lapangan
disekitar daerah penelitian menunjukkan bahwa
secara umum nilai salinitas permukaan berada pada
kisaran 31 o/oo. Curah hujan akan dapat
menurunkan kadar salinitas karena air hujan
mempunyai salinitas yang rendah sedangkan
penguapan akan menyebabkan tingginya salinitas
pada suatu perairan. Sebaran salinitas di daerah
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai
salinitas sebesar 31,6 ppt, dengan nilai salinitas
minimal terdeteksi 31,3 ppt hingga maksimal 31,8
ppt. Hasil yang hampir sama diperoleh oleh
Radiarta et al. (2004) dengan rentang salinitas 22-
32 ppt, namun masih berada pada kisaran ideal
untuk budidaya rumput laut (Ambas, 2006).
Perairan yang berdekatan dengan muara tidak
dianjurkan untuk lokasi budidaya secara umum
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
88
karena kadar salinitas sangat berfluktuasi yang
diakibatkan oleh masuknya air tawar dari sungai.
Fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan biota yang dibudidayakan.
Suhu rata-rata di daerah penelitian di Teluk Saleh
yang diperoleh dari citra satelit Aqua MODIS,
level 2 harian dengan resolusi piksel 1 km adalah
29,07 °C, dengan suhu terendah terdeteksi pada
nilai 27,28 °C, dan suhu tertinggi terdeteksi di nilai
33,23 °C. Sedangkan suhu rata-rata hasil
pengukuran langsung pada rentang waktu antara
jam 09.00 WITA sampai dengan 16.00 WITA
adalah 28,6 °C. Kisaran tersebut masih merupakan
rentang ideal untuk pertumbuhan rumput laut
berdasarkan SNI 7579.1:2010 yaitu dengan rentang
26-32°C. Substrat dasar yang bisa dideteksi
melalui sistem penginderaan jauh adalah karang,
karang mati, lamun dan pasir. Karang hidup
tersebar merata di sepanjang pesisir Teluk Saleh
dengan total luasannya mencapai 10.029,6 ha.
Karang ini tersebar di perairan dengan kedalaman
antara 0-27,22 m,dengan sebaran terbanyak di
kedalaman 0-7,9 m. Karang mati tersebar di
beberapa titik di pesisir Teluk Saleh dengan total
luasannya mencapai 863,01 ha. Karang mati ini
terdeteksi tersebar pada kedalaman 0-44.9 m
dengan sebaran tertinggi pada kedalaman 0-13.1
m. Lamun tersebar di beberapa titik di pesisir
Teluk saleh dengan total luasannya mencapai
19,92 ha. Sebaran lamun tertinggi terdapat di
daerah dengan kedalaman 0 - 8,2 m. Dasar perairan
yang sebagian besar terdiri dari karang diduga
menjadi salah satu penyebab jernihnya perairan di
sekitar Teluk Saleh. Dasar perairan dengan
pecahan karang merupakan dasar perairan yang
ideal untuk rumput laut, jika dibandingkan dengan
dasar perairan yang berlumpur.
Konsentrasi klorofil-a permukaan di daerah
penelitian di Teluk Saleh dalam penelitian ini
dipantau dari bulan Juli 2011 sampai Juni 2012.
Rata-rata konsentrasi klorofil-a permukaan yang
diperoleh dari citra satelit Aqua MODIS, level 2
harian dengan resolusi piksel 1 km adalah sebesar
0,87 mg/m3 dengan konsentrasi klorofil-a
permukaan terendah terdeteksi pada nilai 0,19
mg/m3, sedangkan konsentrasi klorofil-a
permukaan tertinggi terdeteksi di nilai 76,03
mg/m3. Standar deviasi konsentrasi klorofil-a
permukaan laut sebesar 1,70 mg/m3 menunjukkan
bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a permukaan
laut di lokasi penelitian cukup beragam. Sebaran
konsentrasi klorofil-a permukaan paling banyak
berada pada kisaran di bawah 1 mg/m3. Klorofil-a
permukaan bukanlah faktor utama dalam
penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut,
namun dapat digunakan sebagai acuan apakah pada
daerah tersebut terjadi ledakan pertumbuhan
fitoplankton akibat tingginya nutrien yang dapat
mengganggu kelangsungan budidaya rumput laut.
Sebaran DO di daerah penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata nilai DO sebesar 3,7 mg/l, dengan
nilai salinitas minimal terdeteksi 3,6 mg/l
hinggamaksimal 3,85 mg/l, nilai tersebut sedikit
lebih rendah dari standar baku mutu untuk biota
laut yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup. Rendahnya kandungan oksigen
ini didugakarena masuknya bahan-bahan organik
ke perairan, sehingga memerlukan banyak oksigen
untuk menguraikannya. Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan berkurangnya oksigendalam
air, antara lain: respirasi biota, dekomposisi bahan
organik dan pelepasan oksigen ke udara (Ulqodry
et al., 2010).
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu
parameter kimia yang penting dalam memantau
kestabilan perairan dan setiap biota laut
mempunyai nilai toleransi yang berbeda-beda
terhadap variasi pH (Simanjuntak, 2012). Sebaran
pH di daerah penelitian menunjukkan bahwa rata-
rata nilai pH sebesar 8,9, dengan nilai pH minimal
terdeteksi 8,95 hingga maksimal 9,08. Nilai
tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai ambang batas
yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup,
namun masih berada pada kisaran yang sesuai
untuk kehidupan rumput laut (Hartoko dan
Kangkan, 2009).
Sebaran spasial parameter kualitas perairan di
Teluk Saleh dapat dilihat pada Gambar 3.
3.2. Zona Potensial untuk Budidaya Rumput
Laut
Penentuan kawasan untuk pengembangan budidaya
rumput laut dengan mempertimbangkan faktor-
faktor lingkungan, terutama yang dapat dipantau
dengan menggunakan satelit penginderaan jauh
dan dipadukan dengan data lapangan, diharapkan
mampu memberikan informasi awal dalam
penataan kawasan di wilayah perairan Teluk Saleh.
Proses penentuan wilayah perairan yang sesuai
bagi kegiatan budidaya rumput laut ini disusun
dengan menggunakan beberapa parameter kualitas
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
89
perairan yaitu fosfat, nitrat, kedalaman perairan,
kecerahan, kecepatan arus, material padatan
tersuspensi, salinitas, suhu perairan, substrat dasar,
konsentrasi klorofil-a, DO dan pH. Keduabelas
parameter tersebut kemudian dianalisis pada
perangkat lunak Sistem Informasi Geografis
dengan menggunakan analisis tumpang susun
(overlay).
Sebelumnya, masing-masing parameter tersebut
telah diberi bobot dan score sehingga setelah
dilakukan overlay analisis akan terlihat secara
spasial kisaran nilai kesesuaian untuk budidaya
rumput laut (Gambar 4).
Nilai kesesuaian hasil analisis untuk budidaya
rumput laut berkisar antara 49 sampai 77.
Berdasarkan kisaran scoring yang telah ditentukan
sebelumnya, maka pada lokasi penelitianhanya
dapat dibagi menjadi dua kategori saja, yaitu
ketegori sesuai dan tidak sesuai untuk budidaya
rumput laut. Gambar 5 menunjukkan daerah yang
termasuk kedalam kategori sesuai untuk
pengembangan budidaya rumput laut dengan
luasan sekitar 25.532,57 Ha atau sekitar 24% dari
total luasan studi.
Gambar 3. Sebaran spasial kualitas perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB
Figure 3. Spatial distribution of water quality in Saleh Bay, NTB Sumber: Hasil pengolahan data
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
90
Gambar 4. Hasil analisis metode overlay pada daerah penelitian
Figure 5. Result of overlay analysis Sumber: Hasil analisis
Gambar 5. Zona potensial untuk budidaya rumput laut
Figure 5. Potential zone for seaweed culture Sumber: Hasil analisis
Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Wilayah Perairan Teluk Saleh,
Sumbawa, NTB - Komang Iwan Suniada dan B. Realino S.
91
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum kualitas perairan Teluk Saleh masih
berada dalam kondisi yang sesuai untuk
pengembangan budidaya rumput laut. Analisis
dengan menggunakan SIG menunjukkan bahwa
lokasi perairan yang potensial dan termasuk
kedalam kategori yang sesuai untuk
pengembangan rumput laut di wilayah perairan
Teluk Saleh adalah sekitar 25.532,57 Ha atau
sekitar 24% dari total luasan studi. Dengan adanya
informasi awal ini, maka kegiatan perencanaan
pengembangan wilayah perairan untuk
pembangunan sektor kelautan dan perikanan dapat
dilakukan dengan lebih terarah serta
pengembangan pola budidaya yang ramah
lingkungan wajib diterapkan sehingga kegiatan
budidaya dapat dilakukan secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar-Manjarrez, J., & Ross, L. G. (1995).
Geographical Information System (GIS)
environmental model for aquaculture
development in Sinaloa State, Mexico. Chapman
and Hall. P 103-115.
Ambas, I. (2006). Pelatihan Budidaya Laut (Coremap
Fase II Kab. Selayar). Yayasan Mattirotasi.
Buitrago J., Rada, M., Hernandez, H., & Buitrago, E.
(2005). A single-use site selection technique,
using GIS, for aquaculture planning: Choosing
location for mangrove oyster raft culture in
Margarita Island, Venezuela. Environmental
Management, 35(5), 544-556.
Carswell, B., Cheesman, S., & Anderson, J. (2006).
The use of spatial analysis for environmental
assessment of sellfish aquaculture in Bayness
Sound, Vancouver Island, British Columbia,
Canada. Aquaculture, 253, 408-414.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
(2008). Identifikasi dan Pemetaan
Pengembangan Budidaya Rumput Laut di
Wilayah Coremap II Kabupaten Bintan.
Laporan Akhir. Pekanbaru.
Hartoko, A., & Kangkan, A. L. (2009). Spatial
modelling for mariculture site selection based on
ecosystem parameter at Kupang Bay, East Nusa
Tenggara Indonesia. International Journal of
Remote Sensing and Earth Science, 6, 57-64.
Masser, M. P. (1997). Cage culture: Site selection and
water quality. Auburn University and publish by
Southern Regional Aquaculture Centre.
Retrieved November 11, 2010, from
http://www.thefishsite.com/articles/323/cage-
culture-site-selection-and-water-quality.
Perez, O. M., Ross, L. G., Telfer, T. C., & del Campo
Barquin, L. M. (2003). Water quality
requirement for marine fish cage site selection in
Tenerife (Canary Island): Predictive modelling
and analysis using GIS. Aquaculture, 224, 51-
68.
Radiarta, I N., Saputra, A., & Priono, B. (2004).
Pemetaan kelayakan lahan untuk pengembangan
usaha budidaya laut di Teluk Saleh, Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 10(5), 19-32.
Radiarta, I N., Saitoh, S. I., & Miyazono, A. (2008).
GIS-based multi-criteria evaluation models for
identifying suitable site for Japanesse scallop
(Mizuhupecten yessoensis) aquaculture in Funka
Bay, Southwestern Hokkaido, Japan.
Aquaculture, 284, 127-135.
Simanjuntak, M. (2012). Kualitas air laut ditinjau dari
aspek zat hara, oksigen terlarut dan pH di
perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 290-303.
Sulma, S., Mannopo, A. K. S., & Indarto, D. (2008).
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk
kajian potensi budidaya perikanan laut.
Laporan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan
Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN.
Suniada, K. I. (2011). Utilization of remote sensing
satellite data to determine a suitable area for
mariculture around Morotai Island – North
Maluku. Proceeding 2nd
CReSOS International
Symposium on South East Environment
Problems and Satellite Remote Sensing, 89-96.
Suniada, K. I., Realino, B., dan Indriyawan, M. W.
(2012). Pemanfaatan data satelit penginderaan
jauh untuk penentuan lokasi budidaya rumput
laut di Desa Kaliuda, Kec. Pahungalodu, Kab.
Sumba Timur - NTT. Ecotrophic, 7(1), 16-27.
Ulqodry, T. Z., Yulisman, Syahdan, M., & Santoso.
(2010). Karakteristik dan sebaran nitrat, fosfat
dan oksigen terlarut di perairan Karimunjawa
Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains, 13, 35-41.
Utojo, Mansyur, A., Tangko, A. M., Hasnawi, & Mulia,
T. (2007). Pemilihan lokasi budidaya ikan,
rumput laut dan kerang mutiara yang ramah
lingkungan di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan.
BBRPBL. 200-210.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 81-91
92
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
93
PENGEMBANGAN PERANGKAT KERAS ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN
IKAN BERBASIS LAYAR SENTUH
DEVELOPMENT OF ELECTRONIC FISHING LOG BOOK HARDWARE BASED TOUCH
SCREEN
Hadhi Nugroho dan Agus Sufyan
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta
E-mail: [email protected]
Diterima tanggal: 9 Maret 2014, diterima setelah perbaikan: 24 Juli 2014, disetujui tanggal: 28 Juli 2014
ABSTRAK
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan (P3TKP) sejak 2011 telah mengembangkan
teknologi elektronik log book penangkapan ikan, yaitu perangkat keras yang memiliki fungsi input data tangkapan ikan
secara elektronik dan dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal. Pada 2011 telah dikembangkan perangkat keras
elektronik log book berbasis keypad. Namun, alat ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu semua data harus dimasukkan
ke dalam alat dengan menggunakan kode angka, ukuran displai LCD kecil, serta ukuran alat yang relatif besar. Untuk
itu, pada 2012 dikembangkan perangkat keras elektronik log book berbasis layar sentuh. Kemudian pada 2013
dilakukan penyempurnaan dan pengembangan perangkat keras elektronik log book berupa perubahan ukuran layar
sentuh menjadi lebih besar, penambahan power bank sebagai baterai cadangan untuk suplai tenaga listrik alat,
penggunaan antena GSM internal, serta proses pengunduhan data dari alat ke dalam komputer. Dari proses perancangan
perangkat keras, telah dihasilkan prototipe perangkat keras elektronik log book. Kemudian dilakukan pengujian untuk
mengetahui keberhasilan dalam perancangan perangkat keras. Pengujian tersebut terdiri dari pengujian ARM dan LCD
layar sentuh, pengujian pengiriman data, pengujian daya tahan baterai, serta pengujian di lapangan (di atas kapal
nelayan). Hasil pengujian tersebut di antaranya adalah data tangkapan ikan dan data rekam jejak kapal secara otomatis
dapat dilihat di situs web, daya tahan baterai selama 13 jam, serta data hasil inputan yang dapat diunduh secara manual.
Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa perangkat keras yang dibuat telah berhasil bekerja dengan baik.
Pengembangan ini diharapkan mampu memberikan kemudahan kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log
book sehingga diharapkan dapat menggantikan penggunaan log book secara manual dengan kertas.
Kata kunci: elektronik log book, perangkat keras, layar sentuh, ARM, baterai
ABSTRACT
Research and Development Center of Marine and Fisheries Technology (P3TKP) since 2011 has developed an
electronic log book for fisheries, which has a function to input the fisheries catches data electronically and equipped
with a track record function from the vessel. In 2011, P3TKP has developed an electronic log book with keypad base. It
has several weaknesses, in which the data must be entered into the electronic log book by using a numeric code, the size
of LCD display too small, and the size of the device is the relatively large. In 2012 to overcome the weaknesses from the
past device, P3TKP has developed an electronic log book hardware with touch screen base. In 2013, P3TKP has made
the improvement and development of electronic log book hardware, which changes the size of the touch screen becomes
larger, the addition of the power bank as a backup battery power supply for electric power, the use of an internal GSM
antenna, and changes in the process of downloading data from the device to the computer. From the hardware design
process, it has produced a prototype of electronic log book. The device design process produces a new prototype of
electronic log book and testing the device to determine success in the design of hardware. The testing consisted of
testing the ARM and LCD touch screen, testing data transmission, battery life testing, and testing in the field (on fishing
boat). The results of these tests include the fish catch data and the vessel tracking data can be viewed on the website,
battery life for 13 hour, and the input data of which can be downloaded manually. From the test results, it is obtained
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
94
that the hardware has been successfully made to work well. This improvement is expected to provide convenience to the
fishermen in the use of electronic log book which is expected to replace the use of the log book manually with paper.
Keywords: electronic log book, hardware, touch screen, ARM, battery
PENDAHULUAN
Penerapan log book penangkapan ikan di
Indonesia diatur oleh Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. PER.18/MEN/2010 tentang
Log Book Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri
tersebut menegaskan bahwa setiap kapal
perikanan yang memiliki Surat Izin Penangkapan
Ikan (SIPI) wajib mengisi log book yang diisi
pada setiap operasi penangkapan ikan.
Namun pada kenyataannya, penggunaan log book
secara manual menggunakan kertas selama ini
ternyata banyak mengalami kendala bagi nelayan.
Kendala-kendala tersebut antara lain adalah
banyaknya data yang harus dituliskan pada kertas
log book mengakibatkan tulisan menjadi kecil dan
tidak mudah terbaca. Kasus lainnya, kertas yang
mudah basah dan sobek serta masalah kerahasiaan
lokasi penangkapan menyebabkan log book tidak
diiisikan secara benar. Selain itu dirasakan
penerapan log book masih belum memberikan
manfaat langsung kepada nelayan, sehingga
mereka tidak merasa memiliki kewajiban untuk
melakukan pengisian hasil penangkapannnya pada
form log book yang sudah ditetapkan (Marzuki,
2010).
Untuk mengatasi kendala dalam pengisian log
book penangkapan ikan secara manual
menggunakan kertas, Pusat Pengkajian dan
Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan
(P3TKP) sejak 2011 telah mengembangkan
teknologi elektronik log book penangkapan ikan,
dengan komunikasi data menggunakan teknologi
dan jaringan GPRS (General Packet Radio
Service). Elektronik log book penangkapan ikan,
yang kemudian cukup disebut elektronik log book
merupakan perangkat keras yang memiliki fungsi
input data tangkapan ikan secara elektronik dan
dilengkapi dengan fungsi rekam jejak kapal
(Marzuki dan Nugroho, 2013). Elektronik log
book diharapkan dapat menggantikan pengisian
log book secara manual dengan menggunakan
kertas. Sebagai tahap awal, P3TKP pada 2011
telah mengembangkan perangkat keras elektronik
log book berbasis keypad (Gambar 1).
Alat ini berukuran panjang 27 cm dan lebar 23
cm. Bagian utama alat ini adalah LCD (Liquid
Crystal Display) untuk menampilkan tulisan,
keypad untuk melakukan input data, antena GPS
(Global Positioning System), antena GSM/GPRS,
adaptor, dan casing. Kedua antena tersebut
(antena GPS dan antena GSM/GPRS)
menggunakan antena eksternal, yang harus
terhubung ke perangkat keras menggunakan
kabel. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor
oseanografi berupa sensor suhu, yang dapat
dipasang jika akan digunakan untuk mengukur
suhu permukaan laut. Alat ini hanya mengenal
angka saja, sehingga semua masukan yang
diperlukan harus dikonversikan ke dalam bentuk
angka terlebih dahulu. Sebagai contoh, data nama
ikan harus dimasukkan dengan kode angka
tertentu yang sudah ditetapkan.
Gambar 1. Perangkat keras elektronik log book
berbasis keypad
Figure 1. The hardware of keypad based electronic log
book Sumber: Dokumentasi pribadi
Prinsip kerja elektronik log book ini adalah
sebagai berikut. Data penangkapan ikan, data
posisi, data suhu, serta data lainnya yang masuk
ke dalam alat akan langsung dikirim ke web
server melalui jaringan GPRS (General Packet
Radio Service). Jika tidak terdapat sinyal GPRS,
maka data tersebut akan disimpan sementara di
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
95
perekam data (data logger). Setelah menerima
kembali sinyal GPRS, maka semua data yang
tersimpan di perekam data akan terkirim secara
otomatis ke web server.
Perangkat elektronik log book ini sudah berhasil
memasukkan dan mengirimkan data penangkapan
ikan secara elektronik. Namun, alat ini memiliki
beberapa kelemahan. Semua data harus
dimasukkan ke dalam alat dengan menggunakan
kode angka, sehingga hal ini menjadi sulit dan
tidak praktis, karena nelayan harus menghafal
nama-nama ikan dengan kode angka. Selain itu,
ukuran displai LCD juga kecil, sehingga tampilan
hurufnya agak sulit dibaca oleh nelayan. Ukuran
alat yang besar juga membuat alat ini agak berat
dan tidak mudah untuk dibawa dengan tangan.
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada
penggunaan perangkat keras elektronik log book
berbasis keypad, maka P3TKP pada tahun 2012
telah mengembangkan perangkat keras elektronik
log book berbasis layar sentuh. Hal yang perlu
dipikirkan dalam penggunaan elektronik log book
adalah bagaimana agar nelayan dapat
memasukkan data ke dalam elektronik log book
dengan upaya minimum tanpa mengganggu
aktivitasnya di atas kapal (Kourti dan Kotsakis,
2007). Dengan menggunakan layar sentuh,
tampilan akan lebih mudah dilihat dan dipahami
(user friendly), sehingga tidak menimbulkan
kesulitan bagi nelayan untuk melakukan pengisian
data penangkapan ikan.
Dibanding dengan piranti masukan lainnya, layar
sentuh dapat dikatakan sebagai piranti masukan
yang paling sederhana, intuitif, dan mudah
dipelajari. Antar muka layar sentuh
memungkinkan pengguna untuk menjalankan
sistem komputer dengan menyentuh simbol pada
layar (Sofyan, 2001).
Sistem layar sentuh secara umum terdiri dari tiga
komponen dasar, yaitu sensor sentuh, kontroler,
dan software driver (Sofyan, 2001). Sensor layar
sentuh adalah panel kaca transparan dengan
permukaan yang responsif terhadap sentuhan.
Menyentuh layar dapat menyebabkan perubahan
tegangan atau sinyal. Perubahan ini digunakan
untuk menentukan lokasi sentuhan pada layar.
Kontroler berfungsi untuk memproses masukan
dari sensor dan mengirimkan data yang terjadi ke
komputer melalui antar muka serial atau bus.
Sedangkan software driver memungkinkan layar
sentuh berinteraksi dengan sistem operasi
komputer. Komponen-komponen pada sistem
layar sentuh dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil pengembangan perangkat keras elektronik
log book berbasis layar sentuh pada tahun 2012
dapat dilihat pada Gambar 3. Alat ini berukuran
panjang 18 cm, lebar 11 cm, dan tebal 4 cm,
dengan layar sentuh berukuran 3,5 inch. Secara
fisik, ukuran alat ini sudah lebih kecil dibanding
dengan ukuran alat sebelumnya. Kelengkapan alat
ini adalah antena GPS (Global Positioning
System) untuk melacak posisi koordinat, antena
GSM/GPRS untuk komunikasi data, serta adaptor.
Kedua antena tersebut (antena GPS dan antena
GSM/GPRS) masih menggunakan antena
eksternal. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor
suhu sebagai sensor oseanografi.
Gambar 2. Komponen-komponen pada sistem layar
sentuh
Figure 2. Components of touch screen system Sumber: Willy (2013)
Gambar 3. Perangkat keras elektronik log book
berbasis layar sentuh tahun 2012
Figure 3. The hardware of touch screen based
electronic log book years 2012 Sumber: Dokumentasi pribadi
Alat ini bekerja dalam arus dan tegangan searah
(DC). Oleh karena itu, untuk menyalakan alat, alat
harus dihubungkan dengan adaptor yang berfungsi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
96
sebagai penyearah sebelum dihubungkan ke
sumber listrik bolak-balik (AC). Setelah alat
menyala, akan terjadi proses booting terminal
yang berlangsung selama 1-2 menit dan proses
loading selama 3-4 menit. Setelah proses loading,
maka alat otomatis akan langsung masuk ke menu
aplikasi dan siap digunakan. Jika kabel adaptor
dicabut, maka alat akan langsung mati. Saat
operasional di kapal, sejak kapal berangkat dari
pelabuhan, melakukan operasi penangkapan ikan,
dan kembali lagi ke pelabuhan, perangkat keras
elektronik log book harus selalu menyala. Sebab,
alat ini juga dilengkapi dengan fitur rekam jejak
kapal. Dengan fitur ini, elektronik log book
diprogram untuk mengirimkan data posisi
koordinat setiap periode tertentu secara otomatis,
sehingga pergerakan kapal dapat dipantau
(Marzuki dan Nugroho, 2013). Oleh karena itu,
untuk operasional di kapal, alat harus selalu
terhubung ke sumber listrik.
Elektronik log book berbasis layar sentuh ini
memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan
elektronik log book berbasis keypad, yaitu
tampilan lebih mudah dilihat dan dipahami (user
friendly) serta tidak perlu menggunakan kode
angka untuk melakukan input data tangkapan ikan
(Marzuki dan Nugroho, 2013). Selain itu, ukuran
alat yang lebih kecil menjadikan alat ini lebih
praktis dan mudah dibawa untuk operasional di
atas kapal.
Meskipun begitu, setelah dilakukan uji coba pada
nelayan di atas kapal, ada beberapa kelemahan
pada alat ini. Ukuran layar sentuh yang kecil
menyebabkan tulisan yang terbaca juga kecil. Alat
yang harus selalu terhubung ke sumber listrik juga
menimbulkan persoalan, karena suplai listrik di
kapal saat beroperasi di tengah laut tidak selalu
tersedia selama 24 jam dengan alasan
penghematan bahan bakar. Selain itu, kabel antena
GSM/GPRS yang terlalu panjang juga
merepotkan nelayan dalam mengoperasikan alat.
Selain itu, setelah mendapat masukan dari pihak
Ditjen Perikanan Tangkap - Kementerian
Kelautan dan Perikanan selaku penyelenggara
sistem log book penangkapan ikan di Indonesia,
sistem penyimpanan data pada alat elektronik log
book juga harus diubah. Semua data pada
elektronik log book selama operasi penangkapan
ikan selain harus terkirim ke web server, juga
harus tetap tersimpan di perekam data dan dapat
diunduh oleh pihak pelabuhan perikanan saat
kapal mendarat kembali di pelabuhan.
Untuk itu, di tahun 2013 dilakukan
pengembangan perangkat keras elektronik log
book. Pengembangan tersebut adalah perubahan
ukuran layar sentuh menjadi lebih besar,
penambahan pengisi baterai portabel (power
bank) sebagai baterai cadangan untuk suplai daya
listrik alat, penggunaan antena GSM internal,
serta perubahan sistem penyimpanan data di mana
data elektronik log book dapat diunduh ke dalam
komputer melalui antarmuka USB (Universal
Serial Bus). Pembatasan masalah pada tulisan ini
hanya membahas tentang perangkat keras alat
yang dibuat, tidak membahas perangkat lunak
tampilan aplikasi pada elektronik log book.
BAHAN DAN METODE
2.1. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan/komponen untuk membuat
perangkat keras elektronik log book adalah
sebagai berikut:
1. FriendlyARM Mini2440
ARM adalah sebuah single board computer
berbasis mikroprosesor. Desain yang
sederhana membuat prosesor ARM cocok
untuk aplikasi berdaya rendah. Hal ini
membuat prosesor ARM mendominasi pasar
mobile electronic dan embedded system di
mana membutuhkan daya dan harga yang
rendah (Anonim, 2014). Pada penelitian ini
digunakan ARM dengan merk dan tipe
FriendlyARM® Mini2440. ARM tersebut
berukuran 10 x 10 cm, serta menggunakan
mikroprosesor Samsung S3C2440 ARM9
(Guangzhou FriendlyARM Computer Tech
Co., Ltd. 2013). Bagian utama dari ARM
tersebut adalah CPU, LCD layar sentuh,
perangkat antar muka, power supply, dan
sistem operasi. Layar sentuh yang digunakan
berukuran 7 inch. (Gambar 4)
2. Sensor suhu DS1820
Sensor suhu merupakan suatu komponen
elektronika yang dapat menangkap perubahan
temperatur lingkungan lalu mengkonversinya
menjadi besaran listrik. Pada penelitian ini,
sensor suhu yang digunakan adalah DS1820.
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
97
DS18B20 (Gambar 5) adalah sensor suhu
yang menyediakan 9 bit untuk pengukuran
suhu dalam derajat celcius. Komunikasi
sensor ini melaluli I-wire bus yang berarti
hanya membutuhkan satu jalur data untuk
berkomunikasi dengan mikrokontroler. Sensor
ini beroperasi untuk rentang temperatur -55ºC
hingga 125ºC dan memiliki keakurasian ±
0,5ºC (Dallas Semiconductor, 2013). Sensor
suhu DS1820 terdiri dari 3 pin. Pin GND
terhubung ke pentanahan (grounding), pin DQ
sebagai input/ouput data, dan pin VDD
terhubung ke catu daya 5 V.
Gambar 4. FriendlyARM
® Mini2440
Figure 4. FriendlyARM®
Mini2440 Sumber: Guangzhou FriendlyARM Computer Tech Co. Ltd.
(2013)
Gambar 5. Sensor suhu DS1820 Figure 5. Temperature sensor DS1820
Sumber: Dallas Semiconductor (2013)
3. Mikrokontroler AVR ATmega8
Mikrokontroler AVR merupakan seri
mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel
berbasis arsitektur RISC (Reduced Instruction
Set Computer). Hampir semua instruksi
dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR tidak
perlu menggunakan osilator eksternal karena
di dalamnya sudah terdapat osilator internal.
Selain itu, kelebihan AVR adalah memiliki
Power-On Reset, yaitu tidak perlu ada tombol
reset dari luar karena cukup hanya dengan
mematikan supply, maka secara otomatis
AVR akan melakukan reset (Hadi, 2008).
ATmega8 merupakan salah satu seri
mikrokontroler AVR. Mikrokontroler ini
mampu mengeksekusi instruksi dengan
kecepatan maksimum 16 MIPS pada frekuensi
16 MHz. Mikrokontroler ini bekerja pada
tegangan antara 4,5 – 5,5 V (Atmel
Corporation, 2003).
Gambar 6. Konfigurasi pin mikrokontroler
ATmega8
Figure 6. ATmega8 microcontroller pin
configuration Sumber: Atmel Corporation (2003)
Mikrokontroler AVR ATmega8 memiliki 32
pin. Fungsi beberapa di antaranya adalah: pin
4 (VCC) untuk suplai tegangan digital; pin 3,
5, 21 untuk pentanahan (ground).
Mikrokontroler AVR ATmega8 pada
perangkat keras elektronik log book ini
berfungsi untuk membaca data suhu dari
sensor suhu, lalu mengirim data suhu tersebut
ke ARM untuk diproses dan ditampilkan di
LCD layar sentuh.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
98
4. Modul GSM/GPRS dan GPS
Modul GSM/GPRS digunakan untuk
komunikasi data menggunakan jaringan
GSM/GPRS, sedangkan modul GPS
digunakan untuk melihat posisi koordinat
lintang dan bujur. Kedua fungsi tersebut
digabungkan ke dalam satu modul. Modul
yang digunakan adalah SIM908 yang
diproduksi oleh Shanghai SIMCom Wireless
Solutions. Modul ini berbentuk chip IC
(integrated circuit) berukuran 30 x 30 x 3,2
mm.
SIM908 memiliki 80 pin. Fungsi beberapa di
antaranya adalah: pin 62-63 untuk power supply;
pin 6-9 untuk antarmuka LCD; pin 31-36 untuk
antar muka keypad; pin 15-16 untuk antarmuka
GPS/debug; pin 17-20 untuk antarmuka SIM card;
pin 59 untuk antarmuka antena GSM; pin 79
untuk antar muka antena GPS. Di bagian atas
modul ini, terdapat SIM card holder sebagai
tempat untuk memasang SIM card untuk
melakukan komunikasi data selular (Shanghai
SIMCom Wireless Solutions, 2011).
Gambar 7. Konfigurasi pin SIM908
Figure 7. SIM908 pin configuration Sumber: Shanghai SIMCom Wireless Solutions (2011)
5. Kartu SIM
Kartu SIM (Subscriber Identity Module)
adalah sebuah chip memori portabel yang
digunakan dalam beberapa model telepon
seluler (Syariman, 2012). Kartu SIM ini
berfungsi sebagai nomor identitas perangkat
bagi operator jaringan seluler.
6. Pengisi baterai portabel (power bank)
Pengisi baterai portabel, atau yang lebih
dikenal dengan nama power bank adalah
sebuah alat yang digunakan untuk
memasukkan energi listrik ke dalam baterai
yang bisa diisi ulang tanpa harus
menghubungkan alat tersebut pada outlet
listrik. Pengisi baterai ini disebut portabel
karena berbeda dengan pengisi baterai yang
harus dihubungkan pada outlet listrik, pengisi
portabel dapat digunakan tanpa harus
menghubungkan pada perangkat listrik.
Pengisi baterai portabel ini memiliki daya
tampung energi listrik sehingga ketika daya
tersebut telah habis terpakai, energi listrik
harus kembali diisi kembali dengan cara
menghubungkan kabel dengan outlet lisrtik
(Anonim, 2014).
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
99
Pengisi baterai portabel yang digunakan
adalah merk Sturdy, dengan kapasitas 15000
mAh. Baterai yang digunakan adalah baterai
Lithium Ion (Li-ion). Tegangan dan arus
masukan sebesar 5 V - 1 A, sedangkan
keluaran sebesar 5 V - 1,5 A dan 5 V - 2A
(dual output). Lama pengisian baterai 14-16
jam. Memiliki ukuran 123 x 77 x 23 mm.
Gambar 8. Power bank merk Sturdy kapasitas
15000 mAh
Figure 8. Sturdy power bank with capacity
15000mAh Sumber: Dokumentasi pribadi
7. Adaptor
Adaptor adalah alat yang digunakan untuk
mengubah tegangan bolak-balik (AC) menjadi
tegangan searah (DC). Komponen utama di
dalam sebuah adaptor adalah transformator
step down dan dioda. Transformator step
down berfungsi untuk menurunkan tegangan
listrik, sedangkan dioda berfungsi untuk
menyearahkan tegangan listrik yang
dihasilkan transformator step down tersebut.
Adaptor yang digunakan memiliki input 100-
240V dan 0,8A, serta output 5V dan 4,9A.
Gambar 9. Adaptor
Figure 9. Adaptor Sumber: Dokumentasi pribadi
8. Antena GSM/GPRS
Antena GSM/GPRS berfungsi untuk
memancarkan dan menerima data ke jaringan
GSM/GPRS melalui udara. Antena yang
digunakan menggunakan antena internal,
yaitu antena yang dipasang di dalam
perangkat keras. Kelebihannya adalah tidak
memerlukan kabel yang panjang sehingga
memudahkan dalam penggunaan/
pengoperasian perangkat keras.
Gambar 10. Antena GSM/GPRS
Figure 10. (GSM/GPRS antenna) Sumber: Dokumentasi pribadi
9. Antena GPS
GPS (Global Positioning System) merupakan
sistem untuk menentukan posisi dan navigasi
secara global dengan menggunakan satelit
(Abidin, 1995). Antena GPS berfungsi
sebagai sensor untuk mencari koordinat di
mana elektronik log book berada. Koordinat
ini diukur dalam lintang dan bujur. Antena
GPS yang digunakan adalah merk ROHS,
memiliki frekuensi 1575,42 MHz dan
tegangan 3-5 V.
Gambar 11. Antena GPS
Figure 11. GPS antenna Sumber: Dokumentasi pribadi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
100
10. Kotak casing
Kotak casing digunakan untuk meletakkan
semua komponen yang digunakan dalam
merancang perangkat keras elektronik log
book. Kotak casing tersebut terbuat dari bahan
plastik. Berukuran panjang 23 cm, lebar 15
cm, dan tebal 7 cm.
2.2. Perancangan Perangkat Keras Semua komponen untuk membuat perangkat keras
elektronik log book ini kemudian dirancang.
Diagram blok rangkaian perangkat keras
elektronik log book dapat dilihat pada Gambar 12.
Rangkaian komponen tersebut kemudian diatur
dan dipasang pada kotak pembungkus (casing
box). Tata letak komponen-komponen tersebut
pada kotak pembungkus dapat dilihat pada
Gambar 13 dan Gambar 14.
Gambar 12. Diagram blok rangkaian perangkat keras elektronik log book
Figure 12. Block diagram of electronic log book hardware circuit Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 13. Tata letak komponen pada kotak pembungkus (tampak atas)
Figure 13. Lay out of components at casing box (above view) Sumber: Dokumentasi pribadi
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
101
Gambar 14. Tata letak komponen pada kotak pembungkus (tampak samping)
Figure 14. Lay out of components at casing box (side view) Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 15. Perangkat keras elektronik log book berbasis layar sentuh tahun 2013
Figure 15. The hardware of electronic log book touchscreen based year 2013 Sumber: Dokumentasi pribadi
2.3. Pengujian Perangkat Keras Pengujian dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan dalam perancangan perangkat keras.
Pengujian tersebut terdiri dari pengujian ARM dan
LCD layar sentuh, pengujian pengiriman data,
pengujian daya tahan baterai, serta pengujian di
lapangan (di atas kapal nelayan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari perancangan dan perakitan, dihasilkan
perangkat keras elektronik log book seperti
Gambar 15.
Alat ini berukuran panjang 23 cm, lebar 15 cm,
dan tebal 7 cm, dengan layar sentuh berukuran 7
inch. Ukuran alat lebih besar dari perangkat keras
tahun 2012, karena ukuran layar sentuh lebih besar
2 kali dan ada tambahan ruang untuk tempat power
bank. Tetapi ukuran ini masih lebih kecil
dibanding dengan perangkat keras tahun 2011.
Jadi alat masih praktis dan mudah dibawa untuk
operasional di atas kapal. Antarmuka yang ada
pada alat ini adalah kabel power dan adaptor
5V/4,9A, sensor suhu, dan antena GPS.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
102
(a) (b)
Gambar 16. Antarmuka elektronik log book
a. Sensor suhu dan kabel power, b. Antena GPS
Figure 16. Interface of electronic log book
a. Temperature sensor and power cable, b. GPS antenna Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 17. Proses booting dan loading alat
Figure 17. Booting and loading process of device Sumber: Dokumentasi pribadi
Pengujian perangkat keras dilakukan dengan
menyalakan alat terlebih dahulu. Sensor suhu dan
antena GPS dipasang, kemudian alat diberi catu
daya 5 volt yang dihasilkan melalui adaptor 220 V.
Alat akan melakukan proses booting selama 20
detik dan proses loading selama 4 menit.
Setelah proses loading selesai, maka alat otomatis
akan langsung masuk ke menu aplikasi, yang dapat
dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 merupakan tampilan menu aplikasi
yang tampil pada layar sentuh elektronik log book
setelah alat selesai melakukan proses loading.
Menu aplikasi yang ada pada elektronik log book
adalah:
1. Data Kapal, berfungsi untuk input data kapal,
data alat tangkap, data daerah penangkapan,
serta data pelabuhan keberangkatan dan
pendaratan.
2. Seting Alat, berfungsi untuk input data waktu
dan aktivitas penangkapan ikan.
3. Tangkapan, berfungsi untuk input data hasil
tangkapan.
4. Catatan, berfungsi untuk input catatan
nakhoda/kapten kapal.
5. GPS, berfungsi untuk melihat posisi koordinat,
arah (heading) kapal, laju kapal, dan kekuatan
sinyal GPRS.
6. Info Cuaca, berfungsi untuk meminta
informasi cuaca.
7. PPDPI, berfungsi untuk meminta informasi
koordinat peta prakiraan daerah penangkapan
ikan.
8. Harga Ikan, berfungsi untuk meminta
informasi harga ikan.
9. Suhu, berfungsi untuk melihat dan
mengirimkan data suhu dari sensor suhu.
10. Emergensi, berfungsi untuk mengirim data
kondisi darurat di atas kapal.
11. SMS Info, berfungsi untuk melihat SMS yang
masuk.
12. SMS Request, berfungsi untuk mengirim SMS
ke nomor server.
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
103
13. SIM Card, berfungsi untuk mengecek nomor
kartu SIM dan sisa pulsa yang tersedia.
14. Konfigurasi, berfungsi untuk mengubah data
kapal.
Gambar 18. Tampilan menu aplikasi elektronik log book
setelah proses loading
Figure 18. Display of application menu at electronic log
book after loading process Sumber: Dokumentasi pribadi
Setelah proses loading alat selesai dan alat siap
untuk dioperasikan, dilakukan pengujian
pengiriman data. Sebagai contoh, dilakukan
pengiriman data hasil tangkapan ikan pada menu
“Tangkapan”. Alat siap untuk melakukan proses
penyimpanan dan pengiriman data jika indikator
pada bagian atas layar sentuh menunjukkan warna
hijau berkedip-kedip. Hal ini bisa dilihat pada
Gambar 19.
Jika tombol “KIRIM DATA” pada menu tersebut
disentuh, maka data hasil tangkapan ikan tersebut
akan tersimpan di perekam data dan terkirim ke
web server jika terdapat sinyal GPRS. Jika tidak
terdapat sinyal GPRS, maka data tersebut akan
tersimpan di perekam data dan akan terkirim ke
web server setelah mendapat sinyal GPRS.
Gambar 19. Indikasi warna hijau pada layar sentuh
menunjukkan alat siap untuk menyimpan dan mengirim
data
Figure 19. Green indicator at touch screen showing the
device is ready to storing and sending data Sumber: Dokumentasi pribadi
Setelah tombol “KIRIM DATA” tersebut, maka
indikator pada bagian atas layar sentuh
menunjukkan warna merah berkedip-kedip. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Indikasi warna merah pada layar sentuh
menunjukkan sedang ada proses penyimpanan dan
pengiriman data
Figure 20. Red indicator at touch screen showing that
being there is the process of storing and sending data Sumber: Dokumentasi pribadi
Indikasi warna merah tersebut menunjukkan
bahwa sedang ada proses penyimpanan dan
pengiriman data pada alat. Proses ini berlangsung
sekitar 1-2 menit. Jika saat indikator pada layar
sentuh masih berwarna merah dan dilakukan
pengiriman data lainnya, maka akan muncul pesan
seperti pada Gambar 21.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
104
Gambar 21. Pesan yang muncul pada saat indikator
masih berwarna merah
Figure 21. Messages that appear when the indicator is
still red Sumber: Dokumentasi pribadi
Setelah proses penyimpanan dan pengiriman data
selesai dilakukan, maka indikator pada layar
sentuh akan kembali berwarna hijau berkedip-
kedip.
Kemudian, untuk melihat data yang dikirim dari
alat ke web server, dapat dilakukan dengan
membuka alamat situs http://167.205.110.252/e-
logbook. Berikut adalah contoh tampilan di
internet untuk data hasil penangkapan ikan.
Gambar 22 menunjukkan tampilan data hasil
penangkapan ikan di web. Data nama ikan, jumlah
ikan, dan berat tangkapan merupakan data yang
berasal dari pengisian pada elektronik log book.
Sedangkan data tanggal, waktu, ID device, lintang
(latitude), dan bujur (longitude) merupakan data
yang terkirim secara otomatis pada saat melakukan
pengisian data hasil penangkapan ikan. ID device
merupakan nomor identitas dari alat elektronik log
book yang mewakili identitas kapal.
Dari data seperti yang terlihat pada Gambar 22,
dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
antena GSM internal, data dari elektronik log book
tetap dapat terkirim ke web server.
Alat ini juga dilengkapi dengan fitur rekam jejak
kapal (vessel tracking). Dengan fitur ini, alat diatur
agar dapat mengirim posisi koordinat setiap 30
menit sekali secara otomatis. Untuk pengujian,
dilakukan pemasangan elektronik log book di atas
kapal dan dilakukan pengujian di tengah laut
(Gambar 23).
Gambar 22. Data hasil penangkapan ikan di web
Figure 22. Catch data in the web Sumber: Dokumentasi pribadi
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
105
Gambar 23. Pengujian pemasangan elektronik log book
di atas kapal
Figure 23. The trial of installation an electronic log
book on vessel Sumber: Dokumentasi pribadi
Hasil pengujian fitur rekam jejak kapal dapat
dilihat pada Gambar 24.
Dari hasil pengujian tersebut, terlihat bahwa alat
berhasil mengirim data rekam jejak kapal setiap 30
menit sekali. Jika data koordinat tersebut diplotkan
di google map, hasilnya dapat dilihat pada Gambar
25.
Untuk pengujian daya tahan baterai, dilakukan
dengan mengisi baterai alat sampai penuh. Setelah
baterai penuh, kabel power dicabut, kemudian alat
didiamkan tanpa dilakukan proses pengiriman data
apapun, kecuali pengiriman data rekam jejak kapal
setiap 30 menit. Dari pengujian tersebut, diperoleh
hasil bahwa daya tahan baterai sekitar 13 jam.
Semua data yang tersimpan pada perekam data
(data logger) elektronik log book dapat diunduh ke
komputer. Untuk mengunduh data tersebut,
elektronik log book harus dalam keadaan menyala.
Komputer yang akan digunakan juga harus diinstal
program untuk mengunduh data tersebut.
Elektronik log book kemudian dihubungkan ke
komputer menggunakan konverter (Gambar 26).
Salah satu kabel konektor pada konverter tersebut
dihubungkan ke elektronik log book melalui
antarmuka sensor suhu, sedangkan kabel konektor
lainnya dihubungkan ke komputer melalui
antarmuka USB. Pada komputer, program untuk
mengunduh data elektronik log book dijalankan.
Tampilan program tersebut dapat dilihat pada
Gambar 27.
Gambar 24. Hasil pengujian fitur rekam jejak kapal di web
Figure 24. Trial result of vessel tracking in the web Sumber: Dokumentasi pribadi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
106
Gambar 25. Tampilan data rekam jejak kapal selama uji coba elektronik log book dilihat dengan Googlemap
Figure 25. Display of vessel tracking data during the trial of electronic log book seen with Googlemap Sumber: Googlemap
Gambar 26. Konverter untuk mengunduh data elektronik log book ke dalam komputer
Figure 26. Converter to download the data of electronic log book to the computer Sumber: Dokumentasi pribadi
Setelah program di komputer di-set (siap untuk
menerima data), maka pengiriman data dari
elektronik log book dapat dilakukan dengan cara
memasukkan password kemudian menekan tombol
“Download Data” yang ada di menu “Konfigurasi”
pada elektronik log book (Gambar 28).
File yang diunduh kemudian dapat disimpan di
komputer. Format data tersebut pada komputer
adalah .txt. Contoh data yang diunduh dari
elektronik log book dapat dilihat pada Gambar 29.
Dari pengujian yang sudah dilakukan tersebut,
telah berhasil dilakukan pengembangan perangkat
keras elektronik log book penangkapan ikan
berbasis layar sentuh. Pengembangan ini
diharapkan mampu memberikan kemudahan
kepada nelayan dalam menggunakan elektronik log
book sehingga diharapkan dapat menggantikan
penggunaan log book secara manual yang selama
ini menggunakan kertas. Pengembangan ini juga
diharapkan dapat memudahkan pihak pelabuhan
perikanan dalam memperoleh data log book secara
cepat dan akurat sehingga data tersebut dapat
digunakan oleh stakeholder untuk mengelola
sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Teknologi elektronik log book penangkapan ikan
ini juga dapat diintegrasikan dengan Sistem
Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI)
yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Perikanan
Tangkap, KKP dan diterapkan di pelabuhan-
pelabuhan perikanan. Melalui SILOPI ini, nelayan/
nakhoda kapal perikanan menyerahkan formulir
log book (kertas) yang sudah diisi kepada petugas
pelabuhan perikanan. Petugas pelabuhan kemudian
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
107
Gambar 27. Tampilan program untuk mengunduh data elektronik log book
Figure 27. The display of program to download the data of electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 28. Tampilan menu “Konfigurasi” pada elektronik log book.
Figure 28. The display of “Konfigurasi” menu at electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
108
Gambar 29. Contoh data yang diunduh dari elektronik log book
Figure 29. Examples of data downloaded from electronic log book Sumber: Dokumentasi pribadi
akan melakukan verifikasi terhadap data log book
tersebut. Data log book yang sudah diverifikasi ini
kemudian akan dimasukkan ke dalam SILOPI.
Karena formulir log book dari nelayan jumlahnya
banyak, maka proses input data ke dalam SILOPI
juga membutuhkan waktu yang lama. Selain itu,
juga ada kemungkinan petugas pelabuhan salah
dalam memasukkan data ke dalam SILOPI.
Apabila teknologi elektronik log book
diintegrasikan dengan SILOPI, maka data dari
elektronik log book dapat langsung masuk ke
kolom-kolom di SILOPI secara otomatis sehingga
petugas pelabuhan tidak perlu memasukkan data
log book satu per satu ke dalam SILOPI. Petugas
pelabuhan cukup melakukan verifikasi terhadap
data tersebut. Hal ini dapat menghemat waktu,
tenaga, biaya, serta mengurangi penggunaan
kertas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Telah dihasilkan perangkat keras elektronik log
book penangkapan ikan berbasis layar sentuh,
sebagai pengembangan elektronik log book P3TKP
tahun 2011 dan 2012. Pengembangan tersebut
adalah:
Ukuran layar sentuh menjadi 7 inch.
Penambahan pengisi baterai portabel
(power bank) kapasitas 15000 mAh.
Penggunaan antena GSM internal
(dipasang di dalam perangkat keras).
Sistem penyimpanan dan pengambilan
data pada elektronik log book.
Hasil pengembangan elektronik log book ini sudah
berhasil diuji diantaranya: penggunaan pengisi
baterai portabel yang dapat menyimpan listrik
Pengembangan Perangkat Keras Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Berbasis Layar Sentuh - Hadhi Nugroho dan
Agus Sufyan
109
selama 13 jam, pengiriman data menggunakan
antena GSM internal berhasil dilakukan, serta data
elektronik log book bisa diunduh dari alat dan
disimpan di komputer.
Pengembangan perangkat keras ini diharapkan
dapat memberikan kemudahan kepada nelayan
dalam menggunakan elektronik log book sehingga
diharapkan dapat menggantikan penggunaan log
book kertas.
Teknologi elektronik log book penangkapan ikan
ini juga dapat diintegrasikan dengan Sistem
Informasi Log Book Penangkapan Ikan (SILOPI)
yang sudah dikembangkan oleh Ditjen Perikanan
Tangkap, KKP dan diterapkan di pelabuhan-
pelabuhan perikanan. Hal ini dapat menghemat
waktu, tenaga, biaya, serta mengurangi
penggunaan kertas.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. H. (1995). Penentuan Posisi dengan GPS
dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya Paramita.
Anonim. (2014). Arsitektur ARM. Diakses 3 Februari
2014 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/
Arsitektur_arm.
Anonim. (2014). Pengisi Baterai Portabel. Diakses 3
Februari 2014 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/
Pengisi_Baterai_Portabel.
Atmel Corporation. (2003). 8-bit AVR with 8 Kbytes In-
System Programmable Flash: ATmega8 -
ATmega8L. Diakses 9 April 2013 dari:
http://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/
pdf/80247/ATMEL/ATMEGA8.html.
Dallas Semiconductor. (2013). DS 1820: 1–WireTM
Digital Thermometer. Diakses 20 Februari 2013
dari: http://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/
pdf/58548/dallas/ds1820.html.
Guangzhou FriendlyARM Computer Tech Co. Ltd.
(2013). FriendlyARM Mini2440. Diakses 13
Desember 2013 dari:
http://www.friendlyarm.net/dl.php?file=mini244
0_overview.pdf.
Hadi, M.S. (2008). Mengenal Mikrokontroler AVR
ATMega16. Diakses 10 Juli 2013 dari:
http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/
2008/08/sholihul-atmega16.pdf .
Kourti, N., and Kotsakis, E. (2007). Electronic Logbook
for Small Vessels (A Preliminary Study).
European Commission - Joint Research Center -
Institute for the Protection and Security of the
Citizen. Luxembourg. 13p.
Marzuki, M. I. (2011). Membangun elektronik log book
perikanan untuk menunjang pengelolaan sumber
daya ikan yang berkelanjutan. Bunga Rampai:
Application of Sustainable Development
Technology in Indonesia. Jakarta: Pusat
Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi
Kelautan dan Perikanan. Pp. 53-59.
Marzuki, M. I. dan Nugroho, H. (2013). Rancang
bangun elektronik log book perikanan berbasis
GPRS untuk mendukung pengelolaan perikanan
berkelanjutan. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Terbaik Tahun 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan. Pp 164-179.
Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan
dan Perikanan. (2011). Rancang Bangun
Elektronik Log Book Perikanan Berbasis GPRS.
Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. PER.18/MEN/2010 tentang
Log Book Penangkapan Ikan. Jakarta.
Shanghai SIMCom Wireless Solutions. (2011). SIM908
Hardware Design V1.00.
Sofyan, A. F. (2001). Teknologi layar sentuh menambah
kenyamanan kios informasi. Jurnal Ilmiah DASI,
2(1), 42-47.
Syariman, P. (2012). Perkembangan dan Aplikasi
Telemetri dalam Bidang Sumber Daya Air di
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pekerjaan Umum. 44 hlm.
Willy. (2013). Layar Sentuh. Diakses 13 Desember
2013 dari: http://www.mdp.ac.id/materi/2012-
2013-1/TI412/111068/TI412-111068-879-7.pdf.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 93-109
110
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua
Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 111
TOTAL HEMOSIT, GLUKOSA DAN SURVIVAL RATE UDANG MANTIS
(Harpiosquilla raphidea) PASCA TRANSPORTASI DENGAN DUA
SISTEM YANG BERBEDA
TOTAL HEMOSIT, GLUCOSE AND SURVIVAL RATE MANTIS SHRIMP
(Harpiosquilla raphidea) POST TRANSPORTATION
WITH TWO DIFFERENT SYSTEM
M. Yusuf Arifin1, Eddy Supriyono
2 dan Widanarni
2
1Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Akuakultur Institut Pertanian Bogor, 2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor
Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor, Telp. 0251-86287552
Email: [email protected]
Diterima tanggal: 7 Juli 2014, diterima setelah perbaikan: 28 Juli 2014, disetujui tanggal: 31 Juli 2014
ABSTRAK
Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu krustasea yang bernilai ekonomis tinggi. Saat
ditransportasi udang cenderung mengalami stres, oleh sebab itu dibutuhkan teknologi transportasi untuk meminimalisir
tingkat stres. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan efek stres pada udang mantis dari dua metode
transportasi yang berbeda yaitu, transportasi sistem kering dan transportasi basah. Respon stress yang diamati adalah
jumlah total hemosit (THC), konsentrasi glukosa dan kelangsungan hidup. Sampel diambil pada waktu 0, 1, 3, 6, 12, 24,
72, 168 dan 336 jam pasca transportasi. Data dianalisis dengan Uji-T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
THC lebih tinggi pada sistem kering dibanding sistem basah terutama pada jam ke-72. Konsentrasi glukosa dengan
sistem basah lebih tinggi dari sistem kering pada jam ke-0 dan jam ke-24. Tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi pada
sistem kering dari pada sistem basah. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa transportasi sistem kering lebih baik karena
menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan waktu pulih yang lebih cepat.
Kata kunci: Mantis, THC, glukosa, stres, transportasi
ABSTRACT
Mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) is a crustaceans of high economic value. Currently transported shrimp tend
experience stress, therefore the technology needed to minimize transport stress levels. Objec of this study to compare
the effects of stress on mantis shrimp from the two different methods of transport, namely, the transport system wet and
dry. Stress response observed was THC, concentration glucose and survival. Samples were taken at time 0, 1, 3, 6, 12,
24, 72, 168 and 336 hours post-transport. Data analyzed by T-test. Results of this study indicate that the amount of
THC was higher in the dry than the wet system especially at 72nd. Concentration of glucose with a wet system higher
the dried at 0 and 24 hour. Survival rate higher in the dry system of the wet. This study suggests that dry transport
system better because it produces a lower stress response and a faster recovery.
Keywords: Mantis, THC, glucose, stress, transportation
PENDAHULUAN
Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)
merupakan salah satu crustacea yang memiliki
bentuk fisik menyerupai belalang sembah
(manthis). Nama daerah untuk udang ini yaitu
pangko, udang ketak, atau udang nenek. Istilah
udang ronggeng digunakan untuk nama dagang
dan nama dalam bahasa Indonesia, sedangkan
dalam bahasa Inggris udang ini dikenal dengan
nama manthis shrimp (Mashar, 2011; Dini, Kasim
& Palupi, 2013). Udang ini memiliki nilai
ekonomis tinggi, harga per-ekor udang mantis
untuk ekspor ke Hongkong dan Taiwan berkisar
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119
112
antara Rp 20.000 sampai Rp. 70.000 untuk kelas A
(> 25 cm), dan kelas B (20-25 cm), dengan volume
ekspor berkisar antara 10-15 ton/minggu (Kompas,
2004). Berdasarkan data DKP Kabupaten Tanjung
Jabung Barat (2010) hasil tangkapan udang mantis
terus meningkat dari 1.300.000 ekor pada tahun
2003, meningkat menjadi 2.500.000 ekor di tahun
2009. Meningkatnya hasil tangkapan tersebut
dikhawatirkan akan menurunkan populasi udang
mantis di alam. Salah satu solusi yang dapat
ditempuh untuk mengantisipasi hal tersebut adalah
melalui kegiatan budidaya.
Transportasi benih/bibit udang merupakan langkah
awal dalam kegiatan budidaya pembesaran udang.
Adanya jarak dan waktu yang dibutuhkan selama
proses transportasi dapat menyebabkan stres pada
benih. Menurut Verghese (2003), transportasi
merupakan salah satu penyebab stress pada proses
pengangkutan lobster hidup. Lebih lanjut menurut
Lorenzon, Giulianini, Martinis, & Ferrero (2007)
transportasi dapat meyebabkan stres dan
mempengaruhi kondisi fisiologis pada lobster
Homarus americanus.
Respon stres yang disebabkan oleh perubahan
kondisi lingkungan dapat ditandai dengan adanya
perubahan fisiologis dalam jangka pendek atau
jangka panjang yang menyebabkan pengalihan
energy sumberdaya untuk proses vital, proses
tersebut dapat merusak atau mengancam kondisi
homeostasis (Buchanan, 2000). Dalam kondisi
stres terjadi realokasi energy metabolik aktivitas
investasi (seperti pertumbuhan dan reproduksi)
menjadi aktivitas untuk memperbaiki homeostasi,
seperti respirasi, pergerakan, regulasi hidromineral
dan perbaikan jaringan. Kebutuhan energi untuk
memperbaiki homeostasi selama stres dipenuhi
oleh proses glikogenolisis dan glukoneogenesis
yang menghasilkan glukosa (Hastuti, Mokoginta,
Dana & Sutardi, 2004).
Stres berpengaruh pada sistem kekebalan ikan
melalui jalur metabolik (Hastuti et al., 2004;
Leland, Butchera, Broadhursta, Patersonc &
Mayer, 2013; Yeh, Li, Tsui, Lin & Chen, 2010).
Hemosit memainkan peranan penting dalam sistem
imun crustacea. Menurut Maharani, Sunarti,
Triastuti & Juniastuti (2009), komposisi
hemolymph dapat diukur dan dapat digunakan
sebagai penilaian kesehatan crustacea melalui
karakteristik dan aktivitas sistem pertahanan
terhadap agen infeksius yang diperankan oleh
hemosit. Hemosit berperan dalam fagositosis,
enkapsulasi, degranulasi dan agregasi nodular
terhadap patogen atau partikel asing. Menurut
Lorenzon, Francese, Smith & Ferrero (2001),
pengaruh transportasi pada jumlah total hemosit
(THC) pada Cancer pagurus diduga
menggambarkan imunosupresi yang mungkin
menyediakan celah bagi patogen oportunis untuk
masuk kedalam tubuh. Lebih lanjut menurut
Lorenzon, Giulianini, Libralato & Martinis (2008),
transportasi menyebabkan terjadinya penurunan
THC yang signifikan, terutama pada transportasi
sistem basah.
Transportasi sistem basah umumnya digunakan
untuk distribusi jarak dekat dengan waktu yang
relatif singkat. Menurut Hasan (2007) transportasi
ikan hidup menggunakan media air untuk jarak
jauh tidak efektif karena memerlukan biaya
pengangkutan yang besar, kapasitas angkut kecil
dan resiko kematian yang tinggi. Dalam sistem
tertutup dengan kepadatan tinggi, kematian benih
disebabkan oleh rendahnya oksigen terlarut (DO),
akumulasi amoniak dan CO2, suhu yang tinggi, dan
terjadinya kanibalisme karena saat transportasi
berlangsung biota tidak diberi makan. Transportasi
sistem kering mempunyai beberapa kelebihan,
yaitu dapat mengurangi stres, menurunkan
kecepatan metabolisme dan penggunaan oksigen,
mengurangi mortalitas akibat perlakuan fisik, tidak
mengeluarkan feses dan tidak perlu media air
sehingga daya angkut lebih besar (Berka, 1986).
Lebih lanjut menurut Lorenzon et al. (2008),
transportasi dengan media air dapat menyebabkan
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
transportasi tanpa air.
Sampai saat ini penelitian tentang transportasi ikan
hidup sistem basah sudah sering dilakukan,
begitupun dengan sistem kering untuk kebutuhan
konsumsi. Namun demikian, penelitian transportasi
sistem kering untuk kebutuhan budidaya belum
pernah dilakukan baik itu ukuran benih untuk
pembesaran maupun calon induk. Khusus untuk
udang mantis, secara ilmiah memang belum pernah
diteliti, baik itu transportasi sistem basah maupun
sistem kering. Oleh karena itu perlu kiranya
dilakukan penelitian tentang transportasi udang
mantis untuk kebutuhan budidaya dengan
mengkaji respon stress pasca transportasi.
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua
Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 113
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan selama 3 bulan terhitung dari
bulan April hingga Juni 2014 yang berlangsung di
Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Perlakuan yang sudah
dilakukan adalah 2 jenis metode transportasi yaitu
transportasi sistem kering tanpa media pengisi
yang diinjeksi oksigen (selanjutnya disebut sebagai
TKTM-O2), dan transportasi sistem basah dengan
media air (selanjutnya disebut sebagai TB).
Air yang digunakan adalah air laut dengan salinitas
20 ‰, suhu 30°C, pH 7, dan DO > 5 mg/l. Nilai
parameter tersebut digunakan atas dasar hasil
penelitian Mashar dan Wardiatno (2011) bahwa
perairan yang sesuai untuk kehidupan udang
mantis adalah dengan salinitas 19 – 28 ‰, suhu 30
- 33°C, pH 7,5 – 8,0, dan DO 5,2 – 8,0 mg/L.
Untuk pengangkutan ikan hidup sistem kering
digunakan selongsong yang terbuat dari plastik
mika, dimana selongsong tersebut berfungsi
sebagai tempat penyimpanan udang. Wadah
kemasan yang digunakan berupa box styrofoam
dengan ukuran 40x25x15cm dengan ketebalan 2,5
cm.
Biota uji yang digunakan adalah udang mantis
hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tanjung,
Jabung Timur, Propinsi Jambi. Udang mantis
terlebih dahulu diadaptasikan di dalam wadah
pemeliharaan selama 7 hari sebelum perlakuan.
Udang mantis uji yang digunakan adalah yang
sehat, bugar, tidak cacat fisik, dan tidak sedang
dalam fase ganti kulit (moulting). Udang yang
digunakan berukuran panjang 15-18cm dengan
bobot 82-87 gram/ekor.
2.1. Prosedur Penelitian
Uji transportasi dilakukan selama 12 jam. Untuk
perlakuan transportasi sistem kering, terlebih
dahulu udang mantis dibius menggunakan metode
penurunan suhu secara bertahap. Suhu pembiusan
yang digunakan mengacu dari hasil penelitian
Suparno, Wibowo, Suryaningrum & Suherman
(1994), dan Wibowo, Setiabudi, Suryaningrum &
Sudrajat (1994) yaitu dengan suhu 15°C.
Penurunan suhu dilakukan dengan kecepatan 5-
10°C/jam atau 0,4-0,8°C/menit (Suryaningrum,
Utomo & Wibowo, 2005). Udang yang telah
terbius di masukkan ke dalam selongsong yang
terbuat dari plastik mika, kemudian disusun sejajar
di dalam kotak styrofoam yang sebelumnya diberi
lubang untuk sirkulasi oksigen. Pada bagian
samping kiri dan kanan susunan udang diberi sekat
sebagai tempat es batu yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu agar udang tetap pingsan.
Styrofoam ditutup dan kemudian di lakban.
Selanjutnya dimasukkan kedalam kantong plastik,
kemudian dilakukan injeksi oksigen dan kantong
plastik diikat dengan karet.
Untuk perlakuan sistem basah, benih udang
dikemas ke dalam kantong plastik yang diisi air
laut salinitas 25‰ yang sebelumnya sudah diaerasi
selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan injeksi
oksigen murni dengan perbandingan 1:2, dimana 1
bagian air dan 2 bagian oksigen.
2.2. Pembugaran Udang
Setelah dilakukan transportasi selama 12 jam,
kemasan dibuka dan udang mantis diangin-
anginkan selama 3-5 menit (Suwandi, Novriani &
Nurjanah, 2008). Hal ini bertujuan agar gas amonia
yang terbentuk selama transportasi menguap.
Selanjutnya udang mantis dimasukkan kedalam
akuarium dengan ketinggian air setengah dari
badan udang (Frose, 1997; Suryaningrum, Syamidi
& Ikasari, 2007). Suhu air awal disamakan dengan
suhu didalam kemasan saat dibongkar. Suhu air
dinaikkan perlahan dengan kecepatan 5-10 °C /jam
hingga suhu air mencapai 30°C. Penambahan air
juga dilakukan perlahan seiring dengan kenaikan
suhu hingga mencapai ketinggian 30 cm.
2.3. Pemeliharaan Pasca Transportasi
Udang mantis ditebar ke dalam akuarium dengan
ukuran 100x50x60cm sebanyak 10 ekor. Menurut
Mashar dan Wardiatno (2011), habitat udang
mantis (Harpiosguilla raphidea) adalah dasar
perairan berlumpur dengan tipe substrat lempung
berpasir, dan udang mantis cenderung berlindung
dalam lubang di dalam substrat lumpur dengan
diameter dan kedalaman lubang yang bervariasi
sesuai dengan ukurannya. Lebih lanjut menurut
Dini et.al (2013) substrat pasir dan pasir
berlempung merupakan habitat yang sesuai bagi
kehidupan udang mantis. Oleh karena itu untuk
memberikan kenyamanan pada mantis, maka setiap
akuarium diberi shelter dari pipa paralon sebagai
tempat berlindung mantis. Pemeliharaan udang
dilakukan selama 14 hari yang diberi pakan berupa
ikan rucah dengan frekuensi tiga sampai empat
kali/hari.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119
114
2.4. Parameter Uji
Pengambilan hemolim mantis diambil pada bagian
titik kaki jalan paling belakang dekat abdomen.
Pengamatan konsentrasi glukosa dan THC
dilakukan pada udang normal (sebagai nilai basal),
dan udang perlakuan yaitu pada jam ke 0 (saat
pembongkaran), jam ke 1, 3, 6, 12, 24, 72, 168 dan
336 pasca transportasi.
Parameter uji pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Parameter uji penelitian
Table 1. Parameters of test research
No Parameter Metode
1 THC Blaxhall & Daisley (1973)
2
3
Glukosa
Survival Rate
Calorimetric
Zonneveld & Huisman (1991)
Sumber: Hasil studi literatur
2.5. Jumlah Total Hemosit (THC)
Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml di bagian
pangkal kaki jalan dengan syringe 1 ml yang sudah
berisi antikoagulan Na-sitrat sebanyak 0,1 ml,
kemudian dihomogenkan selama 5 menit. Tetesan
pertama hemolim pada syringe dibuang,
selanjutnya diteteskan ke haemositometer dan
dihitung jumlah selnya per ml di bawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran 40 kali. Rumus yang
digunakan menurut Blaxhall and Daishley (1973),
yaitu; Total Hemosit = [(rata-rata total sel) x
(1/volume kotak besar) x (faktor pengencer)].
2.6. Kadar Glukosa
Kadar glukosa diukur dengan metode Wedemeyer
& Yasutake (1977). Sampel hemolim yang
ditampung dalam tabung evendop disentrifuse
selama 10 menit dengan kecepatan putaran 1000
rpm untuk memisahkan plasma hemolim.
Selanjutnya plasma hemolim sebanyak 0.5 µl
ditambahkan ke dalam 3,5 ml reagen warna ortho-
toluidin dalam asam asetat glasial. Campuran
tersebut dimasukkan dalam air mendidih selama 10
menit. Setelah didinginkan dalam suhu ruang,
konsentrasi glukosa hemolim diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 635 nm.
Selanjutnya nilai absorbansinya dikonversi
menjadi kadar glukosa hemolim dalam mg/100 ml.
Kadar glukosa hemolim dihitung berdasarkan
persamaan yang dikemukakan oleh Wedemeyer
dan Yasutake (1977).
xGStAbsSt
AbsSpGD (1)
Keterangan:
GD = Konsentrasi glukosa hemolim (mg/dl)
AbsSp = Absorbansi sampel
AbsSt = Absorbansi standat
GSt = Konsentrasi glukosa standar (mg/dl)
2.7. Tingkat Kelangsungan Hidup
Data kelangsungan hidup didapatkan dengan
pengamatan jumlah udang yang hidup.
Kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR),
dihitung dengan rumus;
%100
0x
N
NtSR
Keterangan :
SR = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah individu pada akhir perlakuan
(hari ke-t)
N0 = jumlah individu pada awal perlakuan
(hari ke-0)
2.8. Analisis Data
Data yang diperoleh akan ditabulasi ke dalam
Microsoft excel dan selanjutnya dianalisis secara
statistik dengan SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan uji terhadap beberapa
parameter pasca transportasi, dilakukan
pengambilan hemolim pada udang yang tanpa
diberi perlakuan, dimana data tersebut digunakan
sebagai parameter acuan. Nilai gambaran hemolin
udang mantis pada kondisi normal disajikan pada
pada Tabel 2.
Tabel 2. Gambaran hemolim udang mantis pada kondisi
normal.
Table 2. Overview hemolim mantis shrimp under
normal conditions
Parameter Nilai konsentrasi
THC 5.1 ± 0.2x10⁷ Cell/ml
Glukosa 37.24 ± 0.8 mg/dl Sumber: Hasil analisis laboratorium
(2)
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua
Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 115
3.1. Gambaran Hemolim Saat Pembongkaran
Pada saat pembongkaran yaitu setelah 12 jam
transportasi, dilakukan pengambilan sampel
hemolim pada setiap perlakuan.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa saat pembongkaran
jumlah total hemosit (THC) pada perlakuan
TKTM-O2 (1,97 ± 0,15x10⁷Cell/ml) lebih tinggi
dari perlakuan TB (0,93 ± 4,30x10⁷Cell/ml),
namun keduanya lebih rendah dari jumlah THC
pada kondisi normal (5,1 ± 0,2x10⁷Cell/ml).
Tabel 3. Gambaran hemolim udang mantis saat
pembongkaran (jam ke-0).
Table 3. Overview hemolim mantis shrimp when
demolition (h-0)
Parameter TKTM-O2 TB
THC 1,97±0,15 Cell/ml a 0,93±0,15 Cell/ml
a
Glukosa 46,88±10,12 mg/dl a 68,37±5,26 mg/dl
b
Sumber: Hasil analisis laboratorium
Rendahnya total hemosit pada kedua perlakuan
menunjukkan bahwa udang dalam kondisi stress
yang disebabkan oleh paparan udara dan suhu saat
transportasi. Namun demikian jumlah total hemosit
pada perlakuan TKTM-O2 lebih tinggi dari
perlakuan TB. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
transportasi mempengaruhi jumlah total hemosit
udang mantis, dimana perlakuan TKTM-O2
mampu meminimalisir tingkat stress dibandingkan
perlakuan TB. Menurut Lorenzon et al. (2008),
transportasi menyebabkan terjadinya penurunan
THC yang signifikan, terutama pada transportasi
sistem basah. Penurunan THC pada krustasea
sering disebabkan oleh kondisi stres; khususnya
dikarenakan adanya peningkatan suhu dan lamanya
pemaparan udara (Le Moullac, Soyez, Sauliner,
Ansquer, Avarre & Levy, 1998). Lebih lanjut
diungkapkan oleh Cheng, Lu & Chen (2005) yang
mengamati pengaruh suhu terhadap respon imun
udang vannamei, menunjukkan bahwa perlakuan
suhu 24, 28 dan 32°C selama 24 sampai 96 jam
akan menurunkan total hemosit sekitar 12-16%.
Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian
ini, dimana pada saat pembongkaran suhu air pada
perlakuan TB mencapai 30±0.58°C.
Untuk konsentrasi glukosa pada saat
pembongkaran (Tabel 3) terjadi perbedaan yang
signifikan (P<0,05) antara kedua perlakuan,
dimana perlakuan TB (68,37 ± 5,26 mg/dl) lebih
tinggi dari pada perlakuan TKTM-O2 (46,88 ±
10,12 mg/dl). Tingginya konsentrasi glukosa pada
perlakuan TB disebabkan adanya kebutuhan
energy yang meningkat saat udang dalam kondisi
stress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lorenzon et al.
(2008), bahwa kadar glukosa darah pada Cancer
pagurus meningkat pada saat kedatangan awal.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kadar glukosa darah
pada C. pagurus tergantung pada sistem
transportasi, dimana peningkatan konsentrasi
glukosa berkaitan dengan mobilisasi penyimpanan
energi dalam kondisi stres karena ketersediaan O2
rendah. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil
penelitian ini, dimana pada saat pembongkaran
konsentrasi oksigen terlarut didalam air media
pengangkutan cukup rendah yaitu sebesar 4,6 ±
0,44 mg/L.
3.2. Jumlah Total Hemosit (THC) Pasca
Transportasi
Hemosit memainkan peranan penting dalam sistem
imun krustasea. Hemosit berperan dalam
fagositosis, enkapsulasi, degranulasi dan
agregasinodular terhadap pathogen atau partikel
asing (Sahoo, Das, Mohanty, Pilai & Mohanty,
2008). Stres berpengaruh pada sistem kekebalan
ikan melalui jalur metabolik (Hastuti et al., 2004;
Yeh et al., 2010; Leland et al., 2013;). Selanjutnya
Menurut Maharani et al. (2009), komposisi
hemolymph dapat diukur dan dapat digunakan
sebagai penilaian kesehatan crustacea melalui
karakteristik dan aktivitas sistem pertahanan
terhadap agen infeksius yang diperankan oleh
hemosit.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa jumlah total hemosit
pada kedua perlakuan meningkat mendekati nilai
normal, namun pada jam ke-72 terjadi perbedaan
secara signifikan (P<0.05), dimana nilai THC pada
perlakuan TKTM-O2 (4,77 ± 0,312x10⁷ Cell/ml)
lebih tinggi dari pada perlakuan TB (2,93
±0,512x10⁷Cell/ml). Hal tersebut menunjukkan
bahwa udang pada perlakuan TKTM-O2 lebih
cepat pulih mendekati nilai normal dari pada
perlakuan TB, dimana udang pada perlakuan TB
(4.97±0.76x10⁷Cell/ml) baru mendekati nilai
normal pada jam ke-168.
Rendahnya total hemosit sebelum jam ke-72
menunjukkan bahwa udang dalam kondisi stress
yang disebabkan oleh paparan udara dan suhu saat
transportasi serta udang masih dalam proses
adaptasi dengan lingkungan yang baru. Menurut
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119
116
Jussila (1997), beberapa faktor yang
mempengaruhi total hemosit antara lain intervensi
pathogen, mekanisme molting dan kondisi
lingkungan. Penurunan THC pada krustasea sering
disebabkan oleh kondisi stres; khususnya,
dikarenakan adanya peningkatan suhu dan lamanya
pemaparan udara (Le Moullac et al., 1998). Lebih
lanjut diungkapkan oleh Cheng et al. (2005) yang
mengamati pengaruh suhu terhadap respon imun
udang vannamei, menunjukkan bahwa perlakuan
suhu akan menurunkan total hemosit sekitar 12-
16%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem
transportasi menyebabkan stress yang ditandai
dengan menurunya jumlah total hemosit. Hal ini
sesuai dengan pendapat Lorenzon et al. (2001),
Pengaruh transportasi pada THC di C. pagurus
diduga menggambarkan imunosupresi yang
mungkin menyediakan celah bagi patogen
oportunis untuk masuk ke dalam tubuh. Lebih
lanjut menurut Lorenzon et al. (2008), transportasi
menyebabkan terjadinya penurunan THC yang
signifikan, terutama pada transportasi sistem
basah. Dari pendapat yang sama dikatakan bahwa
transportasi C. pagurus mengakibatkan adanya
respon stres yang berujung pada perubahan
fisiologi dan imunokompetensi yang berakibat
mempengaruhi kemampuannya untuk menahan
infeksi bakteri.
Gambar 1. Jumlah total hemosit (THC) udang mantis
pasca transportasi. Huruf berbeda pada waktu yang
sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai
dinyatakan ± sebagai standar error.
Figure 1. The total number hemosit (THC) mantis
shrimp post-transport. Different letters at the same time
showed significantly different (P <0.05). Values are
expressed as ± standard error. Sumber: Hasil pengolahan data
3.3. Konsentrasi Glukosa Pasca Transportasi
Pada Gambar 2 terlihat bahwa dari jam ke-3
konsentrasi glukosa cenderung terus menurun
mendekati nilai normal, namun pada jam ke-24
secara signifikan (P<0,05) konsentrasi glukosa
untuk perlakuan TB (62,70 ± 4,31 mg/dl) lebih
tinggi dari perlakuan TKTM-O2 (50,63 ± 3,02
mg/dl), dimana pada jam tersebut konsentrasi
glukosa pada perlakuan TKTM-O2 lebih cepat
turun mendekati nilai pada kondisi normal,
sedangkan perlakuan TB baru mendekati kondisi
normal pada jam ke-72.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udang pada
perlakuan TKTM-O2 telah melewati fase stress
pada jam ke-24, dimana pada waktu tersebut udang
tidak lagi memanfaatkan glukosa di dalam
hemolim sebagai sumber energi, sehingga
konsentrasi glukosa akan menurun ke titik normal.
Mengatasi kondisi stres memerlukan kemampuan
hewan untuk menyediakan cukup energi di dalam
jaringan untuk menghadapi beban allostatic yang
dapat diperoleh dari glukosa dan protein (McEwen
dan Wingfield, 2003). Peningkatan konsentrasi
glukosa berkaitan dengan mobilisasi penyimpanan
energi dalam kondisi stres sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolisme anaerob menghasilkan
produksi dan akumulasi laktat (Lorenzon et al.,
2008).
Gambar 2. Konsentrasi glukosa udang mantis pasca
transportasi. Huruf berbeda pada jam yang sama
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai dinyatakan
± sebagai standar error.
Figure 2. Concentrations of glucose transport after the
mantis shrimp. Different letters at the same time showed
significantly different (P <0.05). Values are expressed
as ± standard error. Sumber: Hasil pengolahan data
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua
Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 117
Berdasarkan data pada Gambar 2 dapat diartikan
bahwa sistem transportasi mempengaruhi
kecepatan waktu pulih udang mantis. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Lorenzon et al. (2008),
bahwa tingkat glukosa pada hemolymph
dipengaruhi oleh sistem transportasi dan waktu
pemulihan.
3.4. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat
kelangsungan hidup udang mantis pasca
transportasi berbeda secara signifikan (P<0.05),
dimana tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan
TKTM-O2 (93.3 ± 1.15%) lebih tinggi dari pada
perlakuan TB (63.3 ± 1.53%).
Tingginya kelangsungan hidup pada perlakuan
TKTM-O2 terkait dengan kemampuan udang
untuk mengatasi stress yang terjadi selama
transportasi, karena pada saat tersebut udang dalam
kondisi motil. Proses metabolisme akan berkurang
pada saat kondisi motil atau pingsan, sehingga
aktivitas fisiologis, kebutuhan oksigen, dan
produksi CO2 dalam berespirasi menjadi rendah
(Nitibaskara, Wibowo & Uju, 2006).
Gambar 3. Tingkat kelangsungan hidup udang mantis
pasca transportasi. Nilai dinyatakan ± sebagai standar
error.
Figure 3. Mantis shrimp survival rate after transport.
Values are expressed as ± standard error. Sumber: Hasil analisis
Untuk perlakuan TB yang tingkat kelangsungan
hidupnya lebih rendah disebabkan karena udang
mantis mengalami stress, hal ini diduga terkait
dengan meningkatnya suhu air media transportasi
dari 25 ± 0,58°C pada awal transportasi menjadi 30
± 0,58°C pada akhir transportasi. Tingginya suhu
tersebut menyebabkan aktivitas metabolisme
udang mantis meningkat, sehingga konsumsi
oksigen juga meningkat, sementara ketersediaan
oksigen di dalam media terbatas. Selain itu
peningkatan kecepatan berespirasi juga
menyumbang dalam penurunan kualitas air media
transportasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wibowo (1993), bahwa tingginya suhu media
dapat menyebabkan aktivitas metabolisme lobster
meningkat, menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat pula sehingga persediaan oksigen yang
terbatas dalan media kemasan akan berkurang dan
akhirnya tidak mencukupi kebutuhan dan
menyebabkan tingginya tingkat kematian.
Berdasarkan hasil analisis respon stress yang diuji
(THC dan glukosa) menunjukkan bahwa stress
udang mantis lebih tinggi pada perlakuan TB dari
pada perlakuan TKTM-O2. Kondisi tersebut
terbukti selama berlangsungnya proses
pemulihan/pemeliharaan pasca transportasi,
dimana udang mantis pada perlakuan TKTM-O2
lebih cepat pulih dibanding perlakuan TB.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Transportasi sistem kering tanpa media pengisi
yang diinjeksi oksigen (TKTM-O2) merupakan
transportasi yang paling baik untuk pengangkutan
udang mantis (Harpiosquilla raphidea) karena
menghasilkan respon stress yang lebih rendah dan
waktu pulih yang lebih cepat, serta menghasilkan
kelangsungan hidup sebesar 93,3 %.
Saran
Perlu kiranya dilakukan pengkajian respon stress
terhadap beberapa variabel fisiologi lainnya seperti
hormon, produk metabolism.
DAFTAR PUSTAKA Berka, R. (1986). The Transport of Live Fish. A Review.
EIFAC Tech. Pap. FAO.(48),52.
JURNAL KELAUTAN NASIONAL, Vol. 9, No. 2, Agustus 2014, Hal. 111-119
118
Blaxhall, P., and Daisley, K. (1973). Some blood
parameters of the rainbow trout I. The Kamloops
Variety. J. Fish Biol. 5, 1-8.
Buchanan, K. L. (2000). Stress and The Evolution of
Condition-dependent Signal. see front matter ©
2000 Elsevier Science Ltd. All rights reserved.
15(4).
Cheng, A., Lu, W., and Chen, J. C. (2005). Effect of
Water Temperature on The Immune Response of
White Shrimp Litopenaeus vannamei to Vibrio
alginolyticus. Departement of Aguaculture,
National Pingtung University of Science and
Technology, Pintung 912, Taiwan.
Dini, L., Kasim, M., dan Palupi, R. D. (2013).
Kelimpahan dan komposisi ukuran panjang
Udang Ronggeng (Lysiosquilla maculata) pada
habitat yang berbeda di perairan Kauduma Desa
Petetea’a Kabupaten Buton Utara. Jurnal Mina
Laut Indonesia, 1(1), 1–11.
[DKP] Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. (2010). Laporan tahunan Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Tahun 2009. Tanjung Jabung
Barat. Jambi.
Frose, R. (1997). How to transport live fish in plastic
bags. Technical Paper FAO. Rome. 4p
Hasan, D. (2007). Pengujian transportasi ikan hidup
ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan jambal siam
(Pangasius sutchi F) dengan metode anestasi.
Berkala Perikanan Terubuk, 35(1), 135-146.
Hastuti, S., Mokoginta, I., Dana, D., dan Sutardi, T.
(2004). Resistensi terhadap stres dan respons
imunitas ikan gurami (Osphronemus Gouramy,
Lac.) yang diberi pakan mengandung kromium-
ragi. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, 11(1), 15-21.
Jussila, J. (1997). Physiological Responses of Astacid
and Parastacid Crayfishes (Crustecea:
Decapoda) to Condition of Intensive Culture
(Vol. 67). Kuopio University Publications C.
Naturan and Environmental Sciences.
Kompas. (2004). Udang Ketak Kuala Tungkal
Ditangkarkan di Hongkong. www.kompas. com,
Diakses 27 April 2014.
Le Moullac, G., Soyez, C., Sauliner, D., Ansquer, D.,
Avarre, J., and Levy, P. (1998). The effect of
hypoxic stress on the immune response and
resistance to vibriosis of the shrimp P.
stylirostris. Fish Shellfish Immunol, 8, 621–629.
Leland, J. C., Butchera, P. A., Broadhursta, M .K.,
Patersonc, B. D., and Mayer, D. G. (2013).
Damage and physiological stress to juvenile
eastern rock lobster (Sagmariasus verreauxi)
discarded after trapping and hand collection.
Journal of Fisheries Research, 137, 63– 70.
Lorenzon, S., Francese, M., Smith, V. J., and Ferrero, E.
A. (2001). Heavy metals affect the circulating
haemocyte number in the shrimp Palaemon
elegans. Fish Shellfish Immunol, 11, 459–472.
Lorenzon, S., Giulianini, P. G., Martinis, M., and
Ferrero, E. A. (2007). Stress effect of different
temperatures and air exposure during transport
on physiological profiles in the American
Lobster Homarus americanus. Journal of
Comparative Biochemistry and Physiology, Part
A 147, 94–102.
Lorenzon, S., Giulianini, P. G., Libralato, S., Martinis,
M., and Ferrero, E. A. (2008). Stress effect of
two different transport sistems on the
physiological profiles of the crab Cancer
pagurus. Journal of Aquaculture, 278, 156–163.
Maharani, G., Sunarti, Triastuti, J. dan Juniastuti, T.
(2009). Kerusakan dan jumlah hemosit udang
Windu (Penaeus monodon Fab.) yang
mengalami zoothamniosis. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 1(1), 21-30.
Mashar, A., dan Wardiatno, Y. (2011). Distribusi
spasial udang mantis Harpiosquilla raphidea dan
Oratosquillina gravieri di Kuala Tungkal,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi
Jambi. Jurnal Pertanian-UMMI, 1(1).
Mashar, A. (2011). Pengelolaan Sumberdaya Udang
Mantis (Harpiosquilla raphidea Fabricius,1978)
Berdasarkan Informasi Biologi di Kuala Tungkal
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Tesis,
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
McEwen, B. S., and Wingfield, J. C. (2003). The
concept of allostasis in biology and biomedicine.
Horm. Behav., 43 (1), 2–15.
Nitibaskara, R., Wibowo, S., dan Uju. (2006).
Penanganan dan Transportasi Ikan Hidzip untuk
Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Sahoo, P. K., Das, A., Mohanty, B. K., Pilai, B. R., and
Mohanty, J. (2008). Dietary-1,3 glucan improve
the immunity and disease resistance of
freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii
Challenged with Aeromonas hydrophyla.
Aquaculture Research, 39, 1574-1578.
Suparno, Wibowo, S., Suryaningrum, T.D., da
Suherman, M. (1994). Studi penggunaan metoda
penurunan suhu bertahap dalam transportasi
sistem kering untuk lobster hijau pasir (Panulirus
humarus). Jurnal Penelitian Pasca Panen
Perikanan, 79, 37-55.
Suryaningrum, Th. D., Utomo, B. S. B., dan Wibowo, S.
(2005). Teknologi Penanganan dan Transportasi
Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan
dan Perikanan.
Suryaningrum, Th. D., Syamidi dan Ikasari. (2007).
Teknologi penanganan dan transportasi lobster
air tawar. Squalen 2(2), 37-42.
Total Hemosit, Glukosa dan Survival Rate Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Pasca Transportasi dengan Dua
Sistem yang Berbeda - M. Yusuf Arifin, Eddy Supriyono dan Widanarni 119
Suwandi, R., Novriani, A., dan Nurjanah. (2008).
Aplikasi rak dalam wadah penyimpanan untuk
transportasi lobster air tawar (Cherax
Quadricarinatus) tanpa media air. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan, 11(1).
Verghese, B. (2003). Some Immunobiological Aspects
of the Spiny Lobster Panulirus homarus
(Linnaeus, 1758). Central Marine Fisheries
Research Institute (Indian Council Of
Agricultural Research) Kochi-682 014.
Wedemeyer, G. A., and Yasutake, W. T. (1977).
Clinical Methods for the Assessment of the
Effects of Environmental Stress on Fish Health.
(Vol. 89). Washington DC (US) Department of
the Interior Fish and Wildlife Service.
Wibowo, S. (1993). Penerapan Teknologi Penanganan
dan Transportasi Ikan Hidup di Indonesia.
Jakarta: Sub BPPL, Slipi.
Wibowo, S., Setiabudi, E., Suryaningrum, D., dan
Sudrajat, Y. (1994). Pengaruh penurunan suhu
bertahap terhadap aktivitas lobster hijau pasir
(Panulirus humarus). Jurnal Penelitian Pasca
Panen Perikanan, (79), 24-36.
Yeh, S.T., Li, C.C., Tsui, W.C., Lin, Y.C., and Chen,
J.C. (2010). The protective immunity of white
shrimp Litopenaeus vannamei that had been
immersed in the hot-water extract of Gracilaria
tenuistipitata and subjected to combined stresses
of Vibrio alginolyticus injection and temperature
change. Fish Sellfish Immunol, 29(2), 271-278.
Zonneveld, N., Huisman, E. A., dan Boon, J. H. (1991).
Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Top Related