Jurnal Ilmiah Pendidikan...

105

Transcript of Jurnal Ilmiah Pendidikan...

Page 1: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu
Page 2: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan

Pembelajaran

Volume 15,

Nomor 3, Oktober 2018

Publish by

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Page 3: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Volume 15, Nomor 3, Oktober 2018

Pembelajaran

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran adalah Jurnal Ilmiah yang diterbitkan oleh Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Penerbitan jurnal ini bertujuan untuk mewadahi

artikel-artikel hasil penelitian pada bidang pendidikan dan pembelajaran. Pada akhirnya, jurnal

ini dapat memberikan deskripsi tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat akademik. Jurnal ini terbit 3 kali setahun

(Maret, Juni, Oktober)

Executive Director

Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd. Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha

Responsibility Association Prof. Dr. I Nyomann Kanca, M.S. Universitas Pendidikan Ganesha

Prof Dr. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd. Universitas Pendidikan Ganesha

Editor in Chief Dr. I Wayan Widiana, S.Pd., M.Pd Universitas Pendidikan Ganesha

Associate Editors Prof. Dr. Putu Budiadnyana, M.Si, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Dr. Nyoman Dantes, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Drs. Sariyasa, M.Sc., Ph.D, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Dr. Made Candiasa, M.Ikom, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. Drs. Putu Sariartha, M.S, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. Made Gunamanta, S.T., MM, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Dr. Drs. I Wayan Rasna, M.Pd, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. Gede Artawan, M. Pd, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Dr. Ni Nyoman Padmadewi, M.A, Universitas Pendidikan Ganesha

Prof. Dr. Ni Nyoman Padmadewi, M.A, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. I Nyoman Tika, M.Si, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. Kadek Yota Ernanda Aryanto, S.Kom.,MT, Universitas Pendidikan Ganesha

Dr. rer.nat I Gusti Ngurah Agung Suryaputra, ST., M.Sc, Universitas Pendidikan Ganesha

Dra. Ni Luh Putu Artini, MA., Ph.D, Universitas Pendidikan Ganesha

I Wayan Mudianta, S.Pd, M.Phil.,Ph.D, Universitas Pendidikan Ganesha

I Ketut Arthana, S.T.,M.Kom, Universitas Pendidikan Ganesha

Nyoman Laba Jayanta, Universitas Pendidikan Ganesha

Admin and IT Suport

I Gede Putu Banu Astawa, S.T., M. Ak, Universitas Pendidikan Ganesha

Ni Putu Sri Ayuni, S.Si.,M.Si, Universitas Pendidikan Ganesha

Luh Budiastiti, S.E, Universitas Pendidikan Ganesha

I Ketut Wira Udayana, S.Kom, Universitas Pendidikan Ganesha

Editor address:

Udayana Street, Singaraja, Bali, Indonesia, 81116

Telp. (0362) 22928

Website: http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPP

Page 4: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Volume 15, Nomor 3, Oktober 2018

Pembelajaran

Discourse

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran diterbitkan oleh Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha pada tahun 2018. Kehadiran JIPP diharapkan dapat

mengoptimalkan kinerja penelitian di bidang Pendidikan dan Pembelajaran melalui publikasi

ilmiah. Penerbitan JIPP dilaksanakan tiga kali setahun, yaitu, Maret, Juni, dan Oktober. Pada

penerbitan edisi Oktober 2018 ini, ditampilkan sembilan artikel. Sembilan artikel bertuliskan

tentang efektivitas pembelajaran di dalam kelas. Efektivitas tersebut di uji dengan menerapkan

berbagai model pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Inovasi

yang dilakukan ini menunjukkan bahwa secara umum beberapa model inovatif yang

dikembangkan ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan. Oleh karena

itu, publikasi ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk melakukan pengelolaan kelas

secara baik. Secara detail efektifitas pembelajarn dikelas masing-masing temuan diuraikan

sebagai berikut.

Pertama, I Wayan Wijania dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul

Kontribusi Kepemimpinan Pelayan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja

Terhadap Kinerja Guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kecenderungan

kepemimpinan pelayan kepala sekolah digugus PAUD Jempiring berada dalam kategori baik.

Terdapat kontribusi yang signifikan kepemimpinan pelayan kepala sekolah dengan kinerja guru

dengan koefisien kontribusi (rx1y) sebesar 0,572, determinasi sebesar 32,70%, dan sumbangan

efektif (SE) sebesar 16,50% (2) Kecenderungan motivasi kerja guru di Gugus PAUD Jempiring

berada dalam kategori baik. Terdapat kontribusi yang signifikan antara motivasi kerja dengan

kinerja guru, dengan koefisien kontribusi (rx2y) sebesar 0,460, determinasi sebesar 21,20%.dan

sumbangan efektif (SE) sebesar 11,60% 3) Kecenderungan disiplin kerja Guru di gugus PAUD

Jempiring berada dalam kategori baik. Terdapat kontribusi yang signifikan disiplin kerja

dengan kinerja guru, dengan koefisien kontribusi (rx3y) sebesar 0,855, determinasi sebesar

73,10% dan sumbangan efektif (SE) sebesar 53,80%. 4) Secara simultan terdapat kontribusi

yang signifikan antar kepemimpinan pelayan kepala sekolah , motivasi kerja dan disiplin kerja

terhadap kinerja guru di gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar Utara, dengan koefisien

kontribusi (ry123) sebesar 0,905 dan determinasi (R2) sebesar 81,90%.

Kedua, N.L.M.T. Pratiwi dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul

Pengembangan Buku Cerita Anak Dengan Menginsersi Budaya Lokal Dalam Tema

Kegemaranku Untuk Kelas I Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil

pengembangan buku cerita anak berjudul “Luh Gendis Sang Penari” dapat memuat budaya lokal

berbasis muatan pelajaran yang terkait dengan kompetensi sikap spiritual seperti (berprilaku

syukur dan toleransi dalam beribadah), sikap sosial seperti (toleransi, kerja sama dan tanggung

jawab), membaca awal seperti (membaca nyaring dan lancar dengan kalimat sederhana) dan

menulis awal seperti (menulis kata sederhana). Setelah mengimplementasikan buku cerita

tersebut dalam pembelajaran, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa buku cerita anak

tersebut efektif digunakan sebagai buku pendamping pada Kurikulum 2013.

Ketiga, I Wy. Ariyastana dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul Insersi

Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Materi dan Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa (1) insersi nilai-nilai karakter bangsa pada materi pembelajaran

bahasa Indonesia ditemukan 5 nilai-nilai karakter bangsa; (2) sementara pada proses

pembelajaran bahasa Indonesia ditemukan 9 nilai - nilai karakter bangsa dari 18 nilai-nilai

karakter bangsa; dan (3) berdasarkan hasil wawancara, guru yang diteliti atas nama Ni Nyoman

Mendri, S.Pd berkaitan dengan kendala yang dihadapi guru pada proses pembelajaran terletak

pada karakter setiap siswa. Siswa memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga menyulitkan

guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter bangsa dalam kegiatan belajar mengajar.

Page 5: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Keempat, I Wayan Lasmawan dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul

Integrasi Budaya Lokal Dalam Muatan Sikap Pembelajaran Anak Kelas Tinggi Pada Tema

Daerah Tempat Tinggalku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) muatan sikap spiritual yang

muncul yaitu berperilaku syukur dan toleransi dalam beribadah. (2) Muatan sikap sosial yang

muncul yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri. Nilai budaya lokal

yang dapat digunakan untuk mengembangkan sikap spiritual dan sosial berupa: (a) permainan

barong-barongan, poh-pohan, dan megoak-goakan. (b) Mendengarkan cerita Lubdaka, I

Durma, dan Cupak Teken Gerantang. Gending rare ratu anom dan merah putih bendera

titiange. (c) Salam budaya lokal berupa Om Suastiastu dan Om Santih, Santih, Santih Om. (d)

Kewajiban bersembahyang berupa mebanten saiban dan mebanten canang. Berdasarkan temuan

tersebut dihasilkan pemetaan aktivitas budaya lokal yang dapat digunakan untuk

mengembangkan sikap spiritual dan sosial pada pembelajaran tema daerah tempat tinggalku.

Kelima, N.L.P. Tiyani dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul Potensi

Dukungan Budaya Lokal Dalam Pembelajaran Kurikulum 2013 : Kasus Muatan Sikap Pada

Tema Berbagai Pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa muatan sikap spiritual yang

muncul yaitu ketaatan beribadah, berperilaku syukur dan toleransi dalam beribadah. Muatan

sikap sosial yang muncul yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri. Potensi

budaya lokal yang mendukung muatan sikap spiritual ketaatan beribadah adalah kegiatan

sembahyang seperti mebanten saiban dan mesegeh; berperilaku syukur didukung oleh

mendengarkan satua seperti Bawang Teken Kesuna; dan toleransi dalam beribadah didukung

oleh salam budaya lokal seperti Om Swastiastu dan Om Shanti, Shanti, Shanti Om. Potensi

budaya lokal yang mendukung muatan sikap sosial jujur adalah mendengarkan satua seperti I

Lutung Teken I Kekua; disiplin didukung oleh permainan tradisional seperti magoak-goakan dan

meong-meongan; tanggung jawab didukung oleh bernyanyi gending rare seperti Putri Cening

Ayu; peduli didukung oleh mendengarkan satua seperti Bawang Teken Kesuna; dan percaya diri

didukung oleh mendengarkan satua seperti Pan Balang Tamak.

Keenam, Putu Indra Kusuma dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul

Pengaruh Model Pembelajaran Resolusi Konflik Terhadap Hasil Belajar PKn Ditinjau Dari

Sikap Sosial Siswa Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngura Rai Denpasar Utara. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara siswa yang

mengikuti model pembelajaran resolusi konflik dan kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional. (2) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan

sikap social terhadap hasil belajar PKn. (3) pada siswa yang memiliki sikap social tinggi

terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti model

pembelajaran Resolusi Konflik dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional. (4) pada siswa yang memiliki sikap social rendah terdapat perbedaan hasil belajar

PKn antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Resolusi Konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Ketujuh, I.W. Sudiarta dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul Pengaruh

Metode Jolly Phonics Terhadap Kemampuan Membaca Dan Menulis Permulaan Bahasa Inggris

Pada Anak Kelompok B TK Mahardika Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)

terdapat perbedaan kemampuan membaca permulaan Bahasa Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan anak yang belajar secara konvensional pada anak

kelompok B TK Mahardika (F = 4,871 dengan p < 0,05), (2) terdapat perbedaan kemampuan

menulis permulaan Bahasa Inggris antara anak yang belajar menggunakan metode Jolly Phonics

dengan anak yang belajar secara konvensional pada anak kelompok B TK Mahardika (F =

25,780 dengan p < 0,05), (3) secara simultan terdapat perbedaan kemampuan membaca

permulaan dan menulis permulaan bahasa Inggris antara anak yang belajar menggunakan

metode Jolly Phonics dengan anak yang belajar secara konvensional pada anak kelompok B TK

Mahardika.

Kedelapan, Ni Ketut Luh Megawati dari Universitas Pendidikan Ganesha yang

berjudul Pengaruh Penerapan Pendekatan Pembelajaran Whole Language Terhadap

Keterampilan Menulis Ditinjau dari Motivasi Berprestasi di Kelas IV SD Gugus I Kuta Utara.

Page 6: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) terdapat perbedaan keterampilan menulis antara siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran whole language dan siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran konvensional, 2) terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan

pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan menulis, 3) pada siswa yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi, terdapat perbedaan keterampilan menulis antara siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran whole language dansiswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran konvensional, 4) pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi

rendah terdapat perbedaan keterampilan menulis antara siswa yang mengikuti pendekatan

pembelajaran whole language dan siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran

konvensional.

Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu yang

berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Siklus Belajar Sabda-Pratyaksa-Anumana (Spa)

Terhadap Pemahaman Konsep Ipa Dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Kubu

Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan 1) terdapat perbedaan

pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran

siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung (harga F untuk

Pillai’s Trace, Wilks’Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s largest Root =12,884; p < 0,05),

2) terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti model

pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung

(harga Ftest of between-subjectts effects = 9,991;(p < 0,05), dan 3) terdapat perbedaan sikap

ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang

mengikuti model pengajaran langsung (harga Ftest of between-subjectts effects = 15,371; p

< 0,05). Hasil deskripsi statistik dan uji lanjut LSD menyatakan bahwa untuk pemahaman

konsep IPA dan sikap ilmiah model pembelajaran siklus belajar SPA lebih unggul dari pada

model pengajaran langsung (LSDhit< |∆µ|).

Demikian wacana ini dikemukakan untuk dapat digunakan sebagai bahan renungan

ilmiah bagi para pembaca yang budiman. Selamat membaca.

Page 7: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Volume 15, Nomor 3, Oktober 2018

Pembelajaran

Table of Contents

I Wayan Wijania. Kontribusi Kepemimpinan Pelayan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja dan Disiplin

Kerja terhadap Kinerja Guru ............................................................................................................. 176-184

N.L.M.T. Pratiwi. Pengembangan Buku Cerita Anak dengan Menginsersi Budaya Lokal dalam Tema

Kegemaranku untuk Kelas I Sekolah Dasar ...................................................................................... 185-196

I Wy. Ariyastana. Insersi Nilai-Nilai Karakter Bangsa pada Materi dan Proses Pembelajaran Bahasa

Indonesia ........................................................................................................................................... 197-208

I Wayan Lasmawan. Integrasi Budaya Lokal dalam Muatan Sikap Pembelajaran Anak Kelas Tinggi

pada Tema Daerah Tempat Tinggalku.. ............................................................................................ 209-219

N.L.P. Tiyani. Potensi Dukungan Budaya Lokal dalam Pembelajaran Kurikulum 2013 : Kasus Muatan

Sikap pada Tema Berbagai Pekerjaan .............................................................................................. 220-229

Putu Indra Kusuma. Pengaruh Model Pembelajaran Resolusi Konflik terhadap Hasil Belajar PKn

Ditinjau dari Sikap Sosial Siswa Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngura Rai Denpasar Utara. .. 230-240

I.W. Sudiarta. Pengaruh Metode Jolly Phonics terhadap Kemampuan Membaca dan Menulis Permulaan

Bahasa Inggris pada Anak Kelompok B TK Mahardika Denpasar ................................................... 241-252

Ni Ketut Luh Megawati. Pengaruh Penerapan Pendekatan Pembelajaran Whole Language terhadap

Keterampilan Menulis Ditinjau dari Motivasi Berprestasi di Kelas IV SD Gugus I Kuta Utara ....... 253-263

I Gede Dungulan. Pengaruh Model Pembelajaran Siklus Belajar Sabda-Pratyaksa-Anumana (SPA)

terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Kubu Tahun

Pelajaran 2010/2011. ......................................................................................................................... 264-272

Editor address:

Udayana Street, Singaraja, Bali, Indonesia, 81116

Telp. (0362) 22928

Website: http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPP.

Page 8: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 176

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN PELAYAN KEPALA SEKOLAH, MOTIVASI KERJA DAN

DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA GURU

I Wayan Wijania

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail :[email protected],

ABSTRAK

Kinerja guru di gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar Utara menunjukan

kecenderungan rendah yangmenyebabkan rendahnya mutu pendidikan.Rendahnya knerja

tersebut diduga dipengaruhi banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Faktor internal tersebut seperti: disiplin kerja, etos kerja, motivasi kerja, minat, dan lain-

lain. Sedangkan faktor eksternal seperti: kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah,

komitmen organisasi, iklim kerja, dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kontribusi kepemimpinan pelayan kepala sekolah, motivasi kerja dan

disiplin kerja terhadap kinerja guru. Penelitian ini diadakan di Gugus PAUD Jempiring

Kecamatan Denpasar Utara, menggunakan pendekatan ex-post facto dengan populasi

subyek yaitu guru PAUD sejumlah 45 orang.Teknik pengambilan sampel menggunakan

teknik sampel jenuh.Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan

kuisioner. dengan menggunakan model skala Likert. Data dianalisis dengan

menggunakan regresi sederhana, regresi ganda, dan analisis korelasi parsial.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa (1) Kecenderungan kepemimpinan pelayan kepala

sekolah digugus PAUD Jempiring berada dalam kategori baik. Terdapat kontribusi yang

signifikan kepemimpinan pelayan kepala sekolah dengan kinerja guru dengan koefisien

kontribusi (rx1y) sebesar 0,572, determinasi sebesar 32,70%, dan sumbangan efektif (SE)

sebesar 16,50% (2) Kecenderungan motivasi kerja guru di Gugus PAUD Jempiring

berada dalam kategori baik. Terdapat kontribusi yang signifikan antara motivasi kerja

dengan kinerja guru, dengan koefisien kontribusi (rx2y) sebesar 0,460, determinasi

sebesar 21,20%.dan sumbangan efektif (SE) sebesar 11,60% 3) Kecenderungan

disiplin kerja Guru di gugus PAUD Jempiring berada dalam kategori baik. Terdapat

kontribusi yang signifikan disiplin kerja dengan kinerja guru, dengan koefisien

kontribusi (rx3y) sebesar 0,855, determinasi sebesar 73,10% dan sumbangan efektif (SE)

sebesar 53,80%. 4) Secara simultan terdapat kontribusi yang signifikan antar

kepemimpinan pelayan kepala sekolah , motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap

kinerja guru di gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar Utara, dengan koefisien

kontribusi (ry123) sebesar 0,905 dan determinasi (R2) sebesar 81,90%.

Kata-kata kunci: kepemimpinan pelayan kepala sekolah, motivasi kerja, disiplin

kerja, kinerja guru

ABSTRACT

The performance of teachers’ in Pre-school Jempiring clusters North of Denpasar

showed a low tendency that caused the low quality of education. The low level of work

is answered by many factors, both internal and external factors. Internal factors such as:

work discipline, work ethic, work motivation, interests, etcetera. With external factors

such as: principal leadership, school culture, organizational commitment, work climate,

etcetera. Therefore this study aims at knowing whether or not (1) there is a significant

contribution of principal servant leadership (X1) on teachers’ performance (Y), (2)

Page 9: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 177

there is a significant contribution of work motivation (X2) on teachers’ performance

(Y), (3) there is a significant contribution of work discipline (X3) on teachers’

performance (Y) and (4) there is a significant contribution of principal servant leadership

(X1), work motivation (X2), and work discipline on teachers’ performance (Y). This

research is an ex-post facto research with the population of subject were the teachers’ in

Pre-school Jempiring clusters North of Denpasar, which consist of 45 people. In this

Study the data were collected by using questionnaires for all variables. The

questionnaires were constructed by using Likert scale model. The data were analyzed by

using simple regression, multiple regression, and partial correlation analysis. The result

of statistical analysis shows that (1) the tendency of principal servant leadership at

Jempiring clusters Pre-school North of Denpasar is in good category. There is a

significant contribution of principal servant leadership on teachers’ performance with

the contribution coefficient (rx1y) 0.572, the determination 32.70% and effective

contribution of 16,50%. (2) The tendency of workmotivation at Jempiring clusters Pre-

school North of Denpasar is in good category. There is a significant contribution of

work motivation on teachers’ performance, with contribution coefficient (rx2y) 0,460,

determination equal to 21,20% and effective contribution of 11,60%. (3) The tendency of

work discipline at Jempiring clusters Pre-school North of Denpasar is in good category.

There is a significant contribution of work discipline on teachers’ performance with a

contribution coefficient (rx3y) of 0.855, determination of 73.10% and effective

contribution of 53,80%. (4) Simultaneously, there is a significant contribution of

principal servant leadership, work motivation and work discipline on teachers’

performance at Jempiring clusters Pre-school North of Denpasar, with contribution

coefficient (ry123) 0,905 and determination (R2) equal to 81,90%

Keywords: servant leadership of principle, work motivation, work discipline,

teachers’ performance

PENDAHULUAN

Pendidikan yang baik merupakan

kebutuhan yang utama bagi setiap

orang.Dalam UUD 45 pasal 31 disebutkan

bahwa Setiap orang berhak mendapatkan

pendidikan, pendidikan itu adalah hak asasi

bagi setiap warga negara. Masa depan bangsa

sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan

yang didapatkan oleh warga masyarakatnya.

Berbicara mengenai pendidikan kita

tidak bisa lepas dari yang namanya profesi

guru. Terkait dengan besarnya peran seorang

guru Sathya Sai Baba (dalam Sheela Sridhar,

2014) mengatakan “Jika seorang siswa

melakukan kesalahan maka hanya sisiwa

tersebut yang akan menderita karena

kesalahannya, tetapi bila seorang guru yang

melakukan kesalahan maka ribuan sisiwa

akan tercemari”, Profesi guru adalah profesi

yang sangat penting, bahkan lebih penting

dari profesi dokter. Kalau dokter salah

mendiagnosis akan membahayakan nyawa

satu orang, namun kalau seorang guru salah

mendiagnosis dan mendidik maka 1000

nyawa atau lebih dari 10 generasi akan

terbunuh potensinya, dan untuk menebus

semua ini tidak bisa dibayar dengan uang

karena waktu/usia yang telah lewat tidak akan

pernah kembali lagi.

Namun saat ini khususnya di

Indonesia masih sangat banyak guru yang

memiliki kinerja yang sangat rendah.Susanto

(2016) mengatakan “ kinerja guru berarti hasil

kerja atau prestasi kerja guru dalam mencapai

tujuan organisasi sekolah”. Tinggi rendahnya

kinerja seorang guru dipengaruhi oleh banyak

hal. Salah satu pihak yang berperan penting

dalam meningkatkan kinerja guru adalah

kepala sekolah.Seorang kepala sekolah adalah

sosok yang semestinya bisa menjadi tauladan

bagi guru sehingga guru bisa bercermin dari

sosok kepala sekolah.

Kepala sekolah semestinya tidak

sekedar hanya memerintah bawahannya tanpa

Page 10: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 178

ada sedikitpun keterlibatan langsung dari

didrinya sendiri terhadap pekerjaan yang

diperintahkan.Hal ini sesui dengan pendapat

Padmabhushan (2010) yang menyatakan

bawa“sebelum memerintahkan suatu hal

seorang pemimpin harus terlebih dahulu

menjadi (to be), kemudian mengerjakan (to

do), melihat (to see) setelah itu baru

memerintahkan/mengucapkan (to tell)”.

Dalam hal ini model kepemimpinan pelayan

kepala sekolah sanagt penting karena model

kepemimpinan ini diharapkan mampu

melayani orang lain dari pada meminta orang

lain untuk melayani dirinya sendiri.

Sebagaimana dikatakan Spears (dalam Lantu,

2007) bahawa, karakteristik utama yang

membedakan kepemimpinan pelayan dengan

model kepemimpinan lainnya adalah

keinginan untuk melayani hadir sebelum

adanya keinginan untuk memimpin.

Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas

kepemimpinan akan menjadi pemimpin, sebab

itu cara yang paling efektif untuk melayani.

Larry Spear, Dr. Jim Laub dan Kathleen

Petterson (dalam Lantu, 2007) berpendapat

ada beberapa karakteristik kepemimpinan

pelayan, dan dari pendapat ke tiga ali tersebut

karakteristik kepemimpinan pelayan dapat

dirangkum menjadi beberapa dimensi yaitu :

(1) melayani dengan tulus, (2) renda hati, (3)

Pesuasif, (4) membangun komunitas, (5)

memberdayakan pihak lain.

Hal lain yang juga mungkin bisa

mempengaruhi kinerja seorang guru adalah

motivasi kerja.Uno (dalam Suyadnya, 2013)

mengatakan bahwa motivasi kerja merupakan

salah satu faktor yang turut menentukan

kinerja seseorang. Dorongan/motivasi yang

muncul melalui faktor internal dan eksternal

akan membuat guru memiliki kinerja yang

bagus dalam melaksanakan tugas dan

kewajibanya. Uno (dalam Jelantik, 2015)

mengatakan secara implisit motivasi kerja

kerja guru tampak melalui dimensi: (1)

tanggung jawab dalam melakukan kerja, (2)

prestasi yang dicapainya, (3) pengembangan

diri, serta (4) kemandirian dalam bertindak.

Motivasi yang ada pada diri seseorang

merupakan kekuatan pendorong yang

mewujudkan suatu perilaku guna mencapai

tujuan kepuasan dirinya.Seringkali orang

berpendapat bahwa motivasi kerja dapat

ditimbulkan apabila mendapatkan imbalan

yang baik dan adil, namun kenyataan

meskipun sudah diberi imbalan yang baik

tetapi pekerjaannya belum maksimal. Setiap

manusia tentu mempunyai dasar alasan

mengapa seseorang bersedia melakukan jenis

kegiatan atau pekerjaan tertentu, mengapa

orang yang satu bekerja dengan giat,

sedangkan yang lain biasa saja. Semua ini ada

dasar dan alasnya yang mendorong seseorang

bekerja seperti itu, atau dengan kata lain pasti

ada motivasinya.

Selain gayakepemimpinan pelayanan

kepala sekolah dan memotivasi kerjauntuk

meningkatkan kinerja guru, juga diperlukan

disiplin kerja yang tinggi. Disiplin kerja erat

kaitannya dengan aturan.Shofiyanti (2012)

mengatakan bahwa “ Disiplin adalah suatu

bentuk tingkah laku di mana seseorang

menaati suatu peraturan dan kebiasaan-

kebiasaan sesuai dengan waktu dan

tempatnya”. Disiplin yang baik

mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab

seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan

kepadanya.Novitasari (dalam Saputra, 2016)

menyatakan bahwa dimensi disiplin kerja

adalah sebagai berikut. (1) penggunaan

waktu secara efektif, (2) ketaatan terhadap

peraturan yang telah ditetapkan, (3)

tanggungjawab dalam pekerjaan dan

tugas.Disiplin harus ditegakan dalam

lingkungan sekolah, sebab tanpa disiplin kerja

yang baik, maka apa yang menjadi tujuan

sekolah akan sulit dicapai. Disiplin yang

diterapkan di sekolah akan memberikan

pengaruh terhadap perubahan kinerja guru

yang semakin baik. Disiplin kerja adalah

sebuah semangat kerja yang dilandasi atas

ketaatan dan kepatuhan pada aturan yang telah

disepakti bersama dalam suatu organisasi

ataupun sebuah lembaga sekolah.

Kenyataan di lapangan sangat berbeda

dengan idealisme aturan-aturan, teori serta

harapan dari masyarakat tentang pendidikan

yang bermutu.Kenyataannya masih banyak

guru yang tidak disiplin, tidak memiliki

motivasi kerja, kepala sekolah tidak optimal

dalam memanajemen sekolah sehingga kinerja

guru menjadi sanagat rendah yang berakibat

pada redahnya mutu pendidikan.

Page 11: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 179

Fenomena ini terjadi di gugus PAUD

Jempiring kecamatan Denpasar Utara. Di sana

ada beberapa gejala yang terjadi diantaranya

kepala sekolah menjalankan tugasnya dengan

gaya kepemimpinannya masing-masing,

berusaha bekerja untuk kemajuan lembaga

yang mereka pimpin. Namun sering kepala

sekolah merasa bahwa diri mereka berada di

posisi yang lebih tinggi dari guru dan staf.

Kepala sekolah terkadang terlalu banyak

memerintah dan menyalahkan guru tanpa ada

keterlibatan langsung dan solusi nyata yang

diberikan, sehingga terjadi kesenjangan

diantara guru dan kepala sekolah.Hal ini

membuat guru merasa tidak nyaman dan

bekerja dibawah tekanan. Kalau situasi ini

terus dibiarkan maka akan berdampak pada

rendahnya kinerja guru. Situasi kerja seperti

yang digambarkan diatas memang perlu kita

carikan jalan keluar.

Sebenarnya ada beberapa kepala

sekolah yang sudah berusaha melakukan hal

yang terbaik yang mereka mampu, namun

tetap saja guru memiliki kinerja yang

rendah.Banyak guru yang kurang disiplin baik

disiplin kehadiran, disiplin mengajar sesuai

aturan yang ditetapkan, disiplin membuat

administrasi dan lain sebagainya.Tanpa

disiplin yang tinggi maka sangat sulit bagi

guru untuk memiliki kinerja yang bagus.

Selain itu juga masih banyak guru di

gugus PAUD Jempiring Denpasar yang

memiliki motivasi kerja yang sangt

rendah.Kurangnya kepekaan dan inisiatif

dalam mengambil pekerjaan yang mesti

diselesaikan. Kebiasaan menunggu perintah

dari kepala sekolah baru bekerja dan jarang

ada guru yang mau bekerja secara total untuk

kemajuan sekolah.

Kurangnya sarana dan prasarana

penunjang yang ada di Gugus PAUD

Jempiring Denpasar Utara juga bisa

mempengaruhi rendahnya kinerja guru.

Karena sekarang kita hidup di era digital, mau

tidak mau sekolah mestinya melengkapan

sarana dan prasarana penunjang khususnya

sarana penunjang Teknologi Informasi. Kala

seandainya suatu lembaga tidak mengikuti

perkembangan teknologi informasi maka

lembaga tersebut akan sangat banyak

ketingalan. Hal ini juuga bisa menyebakna

rendahnya kinerja guru dan perkembangan

dari suatu lembaga pendidikan PAUD.

Adapun Penelitian yang sejenis yaitu

penelitian dari Ismail (2017) yang

menyatakan bahwa Kepemimpinan Kepala

Sekolah memberikan pengaruh langsung

terhadap Kinerja Mengajar Guru Sebesar 11,4

% dan secara tidak langsung berpengaruh

terhadap Kinerja Mengajar Guru sebesar 57,9

%. Selain itu, terdapat penelitian dari Gutteres

(2016) dengan hasil penelitiannya yaitu Gaya

kepemimpinan mempengaruhi kinerja guru

SMUN 02 Baucau secara positif dan

signifikan. Hasiltersebut dapat diartikan

bahwa semakin tepat gaya kepemimpinan

yang diterapkan, maka kinerja para guru akan

semakin baik. Kinerjaguru dapat ditingkatkan

ketika para guru mempunyai motivasi kerja

yang lebih baik. Dari kedua penelitian

tersebut meneliti bagaiman kinerja guru,

namun dalam penelitian ini, peneliti mencoba

meneliti bagaimana kontribusi kepemimpinan

pelayan kepala sekolah, motivasi kerja dan

disiplin kerja terhadap kinerja guru .

Untuk membuktikan secara ilmiah yang

didukung oleh data empiris tentang

kesenjangan antara harapan dan kenyataan

dalam hal ini kinerja guru, maka dipandang

perlu mengadakan penelitian kontribusi

kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap

kinerja guru di Gugus PAUD Jempiring

kecamatan Denpasar Utara.

Berdasarkan uraian dalam latar

belakang masala di atas, maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Apakah terdapat kontribusi yang

signifikan kepemimpian pelayan kepala

sekolah terhadap kinerja guru di gugus

PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara?

2. Apakah terdapat kontribusi yang

signifikan motivasi kerja terhadap kinerja

guru di gugus PAUD Jempiring

Kecamatan Denpasar Utara?

3. Apakah terdapat kontribusi yang

signifikan disiplin kerja terhadap kinerja

guru di gugus PAUD Jempiring

Kecamatan Denpasar Utara?

Page 12: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 180

4. Apakah terdapat kontribusi yang

signifikan kepemimpinan pelayan,

motivasi kerja dan disiplin kerja secara

bersama-sama terhadap kinerja guru di

gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis

penelitian kuantitatif dengan jumlah sampel

sebanyak 45 orang.Yang diambil secara

sampel jenuh.Penelitian ini termasuk

penelitian ex-post pacto karena tidak

melakukan manipulasi terhadap gejala yang

diteliti dan gejalanya secara wajar telah ada

dilapangan.Data diambil menggunakan pola

instrument tertutup berupa kuesioner tentang

Kinerja guru, kepemimpinan pelayan kepala

sekolah, motivasi kerja dan disiplin kerja.

Instrumen yang dipakaidalam penelitian ini

menggunakan skalaLikert dengan 5 (lima)

gradasi,yaitu setiap pernyataan dalam

kuisioner tersedia 5 alternatif jawaban.

Adapun ketentuan dari masing-masing pola

adalah sebagai berikut:

a) Bila responden memilih alternatif

Selalu (S), maka diberikan skor 5

untuk pernyataan positif.

b) Bila responden memilih alternatif

Sering (SR), maka diberikan skor 4

untuk pernyataan positif.

c) Bila responden memilih alternatif

Kadang-kadang (KK), maka diberikan

skor 3 untuk pernyataan positif.

d) Bila responden memilih Kurang

(KR), maka diberikan skor 2 untuk

pernyataan positif.

e) Bila responden memilih alternatif

Tidak Pernah (TP), maka diberikan

skor 1 untuk pernyataan positif.

Sebelum instrumen digunakan terlebih

dahulu diuji validitasnya.Validitas konstruk

diuji oleh dua orang pakar dibidangnya.

Validasi isi instrumen diuji dengan

mengkontribusikan semua butir item dengan

total skor dengan rumus product moment,

sedangkan reliabilitas instrumen dilakukan

dengan menggunakan rumus Alpha cronbach.

Teknik analisis datanya menggunakan teknik

analisis deskriptif, analisis kontribusi dan

analisis regresi serta perhitungannya

menggunakan bantuan komputer program

SPSS 17.0.

Kegiatan analisis data terdiri atas kegiatan

pengolahan data dan analisis statistik.

Kegiatan pengolahan data meliputi: (l)

menyunting data secara manual. Penyuntingan

data dilakukan untuk menghindari adanya

data yang tidak jelas atau kesalahan dalam

pengisian instrumen sehingga tidak memenuhi

syarat untuk dianalisis, (2) mentabulasi data,

dan (3) mengolah data dalam bentuk sesuai

kebutuhan.

Untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu

dilakukan analisis data yang telah

dikumpulkan, Dalam melakukan analisis data

untuk penelitian ini ada tiga tahapan yang

dilalui yakni:(l) tahap deskripsi data (2) tahap

pengulangan persyaratan analisis, dan (3)

tahap pengujian hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berdasarkan rumusan masalah

terdapat hasil penelitian berupa data

kuantitatif dengan empat jenis data yaitu,

kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

motivasi kerja, disiplin kerja dan kinerja

guru..

Hasil analisis data menunjukkan

secara umum rata-rata skor kepemimpinan

pelayan kepala sekolah diperoleh sebesar

162,27dengan simpangan baku (standar

deviasi) sebesar 19,34. Hasil ini menunjukkan

bahwa kecenderungan kepemimpinan pelayan

kepala sekolah dapat dikategorikan sangat

baik

Hasil analisis data menunjukkan

Secara umum rata-rata skor variabel motivasi

kerja diperoleh sebesar 125,36, dengan

simpangan baku (standar deviasi) sebesar

15,043. Hasil ini menunjukkan bahwa

kecenderungan motivasi kerja guru di PAUD

Page 13: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 181

Gugus Jempiring dapat dikategorikan sangat

baik

Hasil analisis data secara umum skor

rata-rata disiplin kerja diperoleh sebesar 143

dengan simpangan baku (standar deviasi)

sebesar 15,39. Hasil ini menunjukkan bahwa

kecenderungan disiplin kerja dapat

dikategorikan sangat baik

Hasil analisis data Secara umum skor

rata-rata variabel kinerja guru PAUD

diperoleh sebesar 196,33 dengan simpangan

baku (standar deviasi) sebesar 22,57. Hasil ini

menunjukkan bahwa kecenderungan kinerja

guru di PAUD Gugus Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara dapat dikategorikan sangat

baik

Tabel 1. Rangkuman Statistik dari Variabel Kepemimpinan Pelayan Kepala Sekolah, MotivasiKerja

dan Disiplin Kinerja Guru di Gugus PAUD Jempiring kecamatan Denpasar Utara.

Variabel

Statistik X1 X2 X3 Y

Jumlah Sampel 45 45 45 45

Rata-rata 162,56 129 146,06 197,44

Median 168 125 147 196

Modus 152 114 130 192

Standar Deviasi 19,74 15,04 15,39 22,57

Ragam/Variance 390,03 226, 28 236.95 509.409

Skor Minimum 113 88 103 136

Skor Maksimum 190 151 165 230

Rentangan 77 63 62 94

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang didapatkan dipakai

untuk mejawab permasalahan atau

kesenjangan yang ditemukan.Berdasarkan

Hasil analisis statistik menemukan bahwa

terdapat kontribusi yang signifikan antara

kepemimpinan pelayan dengan kinerja guru

di GugusPAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara dengan persamaan garis

regresi Ŷ = 60,570 + 0,842.X1 dengan thitung

sebesar 3,583. Hal ini berarti bahwa

kepemimpinan pelayan memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap kinerja

guru di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara.Dalam penelitian ini juga

ditemukan hubungan antara kepemimpinan

pelayan kepala sekolah dengan kinerja guru

di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpara Utara dengan koefisien kontribusi

sebesar 0,572 dan determinasi sebesar 32,70%

atau kepemimpinan pelayan kepala sekolah

memberikan kontribusi sebesar 32,7% dan

Sumbangan Efektif (SE) = 16,50% terhadap

kinerja guru. Besarnya koefisien kontribusi

yang sebesar 0,572 ini menunjukkan pengaruh

yang kuat antara kepemimpinan pelayan

kepala sekolah terhadap kinerja guru.

Kepemimpinan pelayan kepala

sekolah adalah kepemimpinan yang melayani

bawahan dengan dilandasi energi cinta kasih

sebagai pendorong semangat dan spirit

seorang guru untuk melakukan yang terbaik.

Hal ini sesui dengan pendapat Patterson

(dalam Lantu, 2007) seorang pemimpin

pelayan yaitu seorang pemimpin pelayan

mesti memiliki cinta kasih dan moral dimana

seorang pemimpin melakukan sesuatu secara

tepat sasaran yang didasari atas cintakasi yang

tulus atau dengan kata lain seorang

pemimpinmelakukan hal yang baik dengan

alasan yang benar pada saat yang tepat. Hal

tersebut juga sejalan dengan penelitian sejenis

Page 14: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 182

yaitu penelitian dari Ismail (2017) yang

menyatakan bahwa Kepemimpinan Kepala

Sekolah memberikan pengaruh langsung

terhadap kinerja mengajar guru. Selain itu,

juga penelitian dari Gutteres (2016) dengan

hasil penelitiannya yaitu Gaya kepemimpinan

mempengaruhi kinerja guru .Hasiltersebut

dapat diartikan bahwa semakin tepat gaya

kepemimpinan yang diterapkan, maka kinerja

para guru akan semakin baik.

Hasil analisis statistik menemukan

bahwa terdapat kontribusi yang signifikan

antara motivasi kerja dengan kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpara

Utaradengan persamaan garis regresi Ŷ =

86,019+ 0,889X2 dengan thitung sebesar 0.161.

Hal ini berarti bahwa motivasi kerja memiliki

kontribusi yang signifikan terhadap kinerja

guru di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpara Utara.

Dalam penelitian ini juga ditemukan

hubungan antara motivasi kerja dengan

kinerja guru di Gugus PAUD Jempiring

Kecamatan Denpara Utara dengan koefisien

kontribusi sebesar 0,460 dan determinasi

sebesar 21,20 % atau motivasi kerja

memberikan kontribusi sebesar 21,2% dan

sumbangan efektif (SE) = 11,60% terhadap

kinerja guru. Besarnya koefisien kontribusi

yang sebesar 0,460 ini menunjukan hubungan

yang kuat antara motivasi kerja dengan

kinerja guru. Menurut McClelland (dalam

Mangkunegara 2011) mengatakan bahwa

pegawai akan mampu mencapai kinerja

maksimal jika ia memiliki motivasi kerja yang

tinggi.

Hasil analisis statistik menemukan

bahwa terdapat kontribusi yang signifikan

antara disiplin kerja dengan kinerja guru

dengan persamaan garisY= 1,912 + 1,339 X 3

dengan t hitung sebesar 10,125 Hal ini berarti

bahwa disiplin kerja memberikan kontribusi

yang signifikan terhadap kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara. Dalam penelitian ini juga ditemukan

hubungan antara disiplin kerja dengan kinerja

guru di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara dengan koefisien kontribusi

sebesar 0,855 dan determinasi sebesar 73,10%

dan sumbangan efektif (SE) = 53,90%.

Besarnya koefisien kontribusi yang sebesar

0,855 ini menunjukan kontribusi yang sangat

kuat antara disiplin kerja terhadap kinerja

guru di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara. Hasil analisis juga

menunjukan bahwa disiplin kerja memberi

kontribusi yang signifikan terhadap kinerja

guru di Gugus PAUD Jempiring Kecamatan

Denpasar Utara.

Temuan emperis ini didukung oleh

pendapat para ahli seperti pendapat

Susanto,(2016) “ Pembinaan disiplin kerja

merupakan upaya yang dilakukan oleh

seorang pimpinan kepada bawahannya untuk

menumbuhkan, memajukan sikap dan

kemampuannya agar kualitas pekerjaannya

semakin meningkat sehingga tujuan

organisasinya pun akan meningkat” .

Hasil analisis statistik menemukan

bahwa terdapat kontribusi yang signifikan

antara kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

motivasi kerja dan disiplin kerja dengan

kinerja guru di Gugus PAUD Jempiring

Kecamatan Denpasar Utara dengan persamaan

garis regresi Ŷ=-48,245 + 0,302.X1+ 0,014.

X2 + 0,743. X3 dengan Fhitung sebesar 60,063.

Hal ini berarti bahwa kepemimpinan pelayan

kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin

kerja secara bersama-samamemiliki kontribusi

yang signifikan terhadap kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara.Dalam penelitian ini juga ditemukan

hubungan antara kepemimpinan pelayan

kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin

kerja dengan kinerja gurudi Gugus PAUD

Jempiring Kecamatan Denpasar Utara dengan

koefisien kontribusi sebesar 0,905 dan

determinasi sebesar 81,9% atau

kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

motivasi kerja dan disiplin kerja memberikan

kontribusi sebesar 81,90% terhadap kinerja

guru. Besarnya koefisien kontribusi yang

sebesar 0,905 ini menunjukan hubungan yang

sangat kuat antara kepemimpinan pelayan

kepala sekolah, motivasi kerja dan disiplin

kerja terhadap kinerja guru. Hasil penelitian

ini sejalan dengan pendapat menurut

McClelland (dalam Mangkunegara 2011)

mengatakan bahwa pegawai akan mampu

mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki

motivasi kerja yang tinggi.

Page 15: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 183

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data,

observasi, dan wawancara pada penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa.(1) Terdapat

kontribusi yang signifikan antara

kepemimpinan pelayan dan kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara (2) Terdapat kontribusi yang signifikan

antara motivasi kerja dan kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara (3) Terdapat kontribusi yang signifikan

antara disiplin kerja dan kinerja guru di

Gugus PAUD Jempiring Kecamatan Denpasar

Utara (4) Terdapat kontribusi yang signifikan

kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

motivasi kerja dan disiplin kerja bersama-

sama dengan kinerja guru di Gugus PAUD

Jempiring Kecamatan Denpasar Utara Dari kontribusi masing-masing variabel

tersebut berarti bahwa masing-masing

variabel saling menguatkan dalam

meningkatkan kinerja guru. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa semakin baik

kepemimpinan pelayan kepala sekolah,

semakin tinggi motivasi kerja dan semakin

bagus disiplin kerja, maka kinerja guru akan

semakin meningkat

DAFTAR RUJUKAN

Agung, Anak Agung Gede. 2016. Statistika

Dasar untuk Pendidikan.

Yogyakarta: Deepublish

Agustiningrum, Adri et al. 2012 “Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja

Pegawai”https://www.scribd.com/doc/

185133021/Jurnal-Gaya-

Kepemimpinan- dan-Motivasi-Kerja-

Terhadap-Kinerja-Pegawai.(dinduh

09 Pebruari 2017)

Arifah, Fita Nur. 2016. Menjadi Guru

Teladan, Kreatif, Inspiratif,

Motivatif &Profesional. Yogyakarta:

Araska

Bagus, Denny. 2009. “Jurnal Manajemen, Bahan

Kuliah Manajemen”.http:// jurnal-sdm.

blogspot.co.id/2009/07 /teori-

kepemimpinan-dari-

maxwell.(diunduh tanggal 12

Januari 2017)

Duha, Timotius. 2014. Perilaku Organisasi.

Yogyakarta : Deepublish

Guterres ,Luis Aparicio.2016.”Pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja Guru”. Dalam E-

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana 5.3(2016) :429-

454 ISSN : 2337-3067. Universitas

Udayana

Ismail, Taufik. 2017. “Kepemimpinan,

Kompensasi, Motivasi Kerja, dan

Kinerja Guru SD Negeri “. Dalam

Jurnal Administrasi Pendidikan

Vol.XXIV No.1 April 2017. Koperasi

KGKP GURUMINDA Cimahi Utara

Jelantik, Ketut A.A. 2015. Menjadi Kepala

Sekolah yang

Profesional.Yogyakarta :

Deepublish

Lantu, Donald et.al. 2007. Servant

Leadership. Yogyakarta: Gradien

Book

Mangkunegara, Arnawa Prabu. 2011.

Manajemen Sumberdaya Manusia

Perusahaan. Bandung : Remaja

Rosdakarya Offset

Mulianto, Sindu dkk. 2006. Panduan Lengkap

Supervisi Diperkaya Perspektif

Syariah Menuju Supervise Yang

Profesional, Beretos Kerja Tinggi

dan Amanah. Jakarta: PT Elex

Media komputindo

Nurfitriana, Wirda. 2015. “Penelitian Ex-Post

Facto Bidang Pendidikan”

http://wirdanurfitrian.blogspot.co.id/

2015/05/penelitian-ex-post-facto-

bidang.html

Padmabhusan. 2010. Sai Baba’s Mahavakya

onLeadhership Book for Youth,

Parents,and Teachers. Prashanti

Nilayam-515 134 Anantapur

Distric, Andrapradesh, India: Sri

Sathya Sai Sadhana Trust,

Publications Devision

Ranoh, Ayub. 2011. Kepemimpinan

Karismatis. Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia

Page 16: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs

Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _____________________________________________________________ 184

Ratmini, Luh Komang. 2011.“Kontribusi

Motivasi Kerja, Etos Kerja, Dan

Pengalaman Mengajar Terhadap

Kinerja Guru Bahasa Inggris Pada

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

di Kecamatan

Karangasem”.Terdapat pada http:

//pasca.undiksha.ac.id/e-journal

/index.php/jurnal_ap/article/view/14

2

Ridwansyah, Ardhi. 2012. Leadership 3.0

Seni Kepemimpinan Horisontal

Untuk Semua Orang. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama

Roof, Jonathan. 2013. Jalan Setapak Menuju

Tuhan. Jakarta : Yayasan Sri Sathya

Sai Baba Indonesia Devisi

Penerbitan dan Publikasi

Roscahyo, Agung. 2013. “Jurnal Ilmu &

Riset Manajemen Vol. 2 No. 12

(2013)” Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Indonesia (STIESIA)

Surabaya.

https://ejournal.stiesia.ac.id/jirm/arti

cle/viewFile/410/401

Diunduh tanggal 9 Pebruari 2017

Setiawan, Rony, dkk. 2015, Pengaruh

Kepemimpinan Pelayan terhadap

Kinerja Pelayanan Publik Pegawai

Negeri Sipil pada Pemerintah Kota

Bekasi. Tersedia pada http:

//mpsi.umm.ac.id /files/ file/ 323-

330%20 Rony%20S.pdf

Sofiyanti, Sri. 2012. Hidup Tertib. Jakarta :

PT Balai Pustaka (Persero)

Sridhar, Sheela. 2014. Good Teachers +

Good Sudents = Good Nation.

Nigeria: Central Coordinator Sri

Sathya Sai Organization, Africa,

Region 93 Chairman, The African

Institute of Sathya Sai Education.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sugono, Dendy et.al. 2008. Kamus Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional

Sulistyo, Joko. 2012. 6 Hari Jago SPSS 17.

Yogyakarta: Cakrawala

Susanto, Ahmand. 2016. Konsep, Strategi dan

Implementasi Manajemen

Peningkatan Kinerja Guru. Jakarta:

Prenadamadia Group

Suwuh, Meisy . 2015. “The Influence Of

Leadership Style, Motivation, and

Work Discipline on Employee

Performance at Bank Sulut Kcp

Likupang”Jurnal EMBA 611 Vol.3

No.4 Desember 2015, Hal. 611-619

Sam Ratulangi University

Manado.https://media.neliti.com/me

dia/ publications/2857-EN-the-

influence-of-leadership-style-

motivation-and-work-discipline-on-

employee-per.pdf (diakses 23 Maret

2107)

Suyadnya, I Gusti Pt. Ngurah. 2013. Korelasi

Kepemimpinan Situasional Kepala

Sekolah, Motivasi Kerja dan Iklim

Kerja Terhadap Kinerja Guru pada

Guru SMA Negeri 1 Tampaksiring.

Tesis (tidak diterbitkan). Pasca

Sarjana Program Studi Administrasi

Pendidikan, Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja.

Thaief, Ilham et.al. 2015. “Effect of Training,

Compensation and Work Discipline

against Employee Job Performance

(Studies in the Office of PT. PLN

(Persero) Service Area and Network

Malang)” Review of European

Studies; Vol. 7, No.11

URL:http://dx.doi.org/10.5539/resv

7n11p23( diakses 10 Maret 2017)

Page 17: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 185

PENGEMBANGAN BUKU CERITA ANAK DENGAN MENGINSERSI BUDAYA LOKAL DALAM TEMA KEGEMARANKU

UNTUK KELAS I SEKOLAH DASAR

N.L.M.T. Pratiwi

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku cerita berdasarkan muatan sikap dan literasi dini pada tema Kegemaranku serta mengetahui efektivitasnya dalam pembelajaran. Pengembangan buku cerita anak dilakukan dengan menginsersi budaya lokal. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan menggunakan Model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). Hasil pengembangan buku cerita anak berjudul “Luh Gendis Sang Penari” dapat memuat budaya lokal berbasis muatan pelajaran yang terkait dengan kompetensi sikap spiritual seperti (berprilaku syukur dan toleransi dalam beribadah), sikap sosial seperti (toleransi, kerja sama dan tanggung jawab), membaca awal seperti (membaca nyaring dan lancar dengan kalimat sederhana) dan menulis awal seperti (menulis kata sederhana). Setelah mengimplementasikan buku cerita tersebut dalam pembelajaran, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa buku cerita anak tersebut efektif digunakan sebagai buku pendamping pada Kurikulum 2013.

Kata kunci: literasi dini, budaya lokal, buku cerita anak, sikap

ABSTRACT

This research was purposed to develop storybooks based on the content of attitude and early literacy on the theme of My Passion, and to know its effectiveness in learning. The developing of children storybook was done by inserting the local culture. The type of this research is Research and Development by using ADDIE Model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The result of the developing of children storybook titled “Luh Gendis Sang Penari” can contain local culture based on the content of the lesson related to the competence of spiritual attitudes (behave in gratitude and tolerance in worship), social attitudes (tolerance, collaboration and responsibility),early reading(reading aloud and fluently with simple sentences), and early writing (writing a simple word). After implementing the storybook in the learning, the result obtained indicating that the children storybook is effective to use as a companion book in the 2013 curriculum.

Keywords: earlyliteracy, local culture, children’s story books, attitude

Page 18: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 186

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah proses membantu anak berkembang secara optimal dengan potensi dan sistem nilai yang diyakininya serta serasi dengan persyaratan dan tuntutan masyarakat (Dantes,2014).Dalam menghadapi perkembangan ipteks, tantangan masa depan, serta untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional, seperti yang dirumuskan dalam pasal 3 UU No.20/2003 yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, pemerintah melalui Kemdikbud, mengembangkan Kurikulum 2013 secara nasional.

Kurikulum 2013 merupakan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (Kurniasih, 2014).

Tujuan penggunaan kurikulum 2013 adalah untuk membentuk peserta didik yang memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Oleh karena itu, Kurikulum 2013 saat ini dibuat seiring dengan kemerosotan karakter bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini. Selain itu, penyebab perlunya mengembangkan kurikulum 2013 adalah beberapa hasil dari riset internasional yang dilakukan oleh Global Institute dan Programme for International Student Assessment (PISA) merujuk pada suatu simpulan bahwa prestasi peserta didik Indonesia tertinggal dan terbelakang (Mulyasa, 2013). Oleh kerena itu, terbitnya Kurikulum 2013 untuk semua satuan pendidikan dasar dan menengah, merupakan salah satu langkah sentral dan strategis dalam kerangka penguatan karakter menuju bangsa Indonesia yang madani. Kurikulum 2013

mengedepankan sikap yaitu sikap sosial dan sikap spiritual. Sikap spiritual dipandang sebagai perwujudan dari bentuk interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sementara itu sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perubahan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial.

Selain pembelajaran sikap sebagai proses untuk membantu peserta didik menjadi lebih baik, pembelajaran literasi juga tidak kalah pentingnya ditekankan kepada peserta didik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan literasi atau membaca dan menulis anak di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian PIRLS (Progress In International Reading Literacy Study) tahun 2006 yang menunjukkan bahwa rata – rata kemampuan memahami bacaan siswa SD dan Mi di Indonesia memperoleh skor 405 yang masih di bawah skor rata – rata 500 dan menduduki peringkat 41 dari 45 negara yang diteliti ( I. Mullis, Martin, Kennedy, & Fo, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi yang dilakukan di sekolah belum berhasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, literasi dini hal yang penting untuk dikembangkan di sekolah dasar untuk membentuk perilaku dan kecakapan hidup yang diharapkan di dalam bermasyarakat.Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Sulhan (2006:91) menyatakan bahwa “kemampuan literasi (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis) merupakan kemampuan dasar yang perlu dikuasai anak dalam meraih cita-citanya”. Penelitian menunjukkan dengan jelas bahwa kemampuan literasi yang baik membantu anak untuk lebih mudah belajar membaca dan meningkatkan tingkat kesuksesan anak di sekolah (Senechal & LeFevre, 2002). Kesulitan belajar maupun kesulitan dalam menerima informasi akan dialami oleh anak jika kemampuan dasar tersebut gagal dikuasainya. Oleh karena itu, literasi dini merupakan hal yang penting yang harus dikuasai oleh siswa di kelas rendah karena dalam cakupan keterampilan berbahasa Indonesia penguasaan literasi

Page 19: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 187

dini menyiapkan siswa agar mampu dan terampil menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta sebagai dasar untuk mengembangkan keterampilan berbahasa siswa di kelas selanjutnya. Sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yang bermuara pada pembentukan karakter maka kemampuan literasi dini sangat diperlukan untuk menunjang pembentukan karakter tersebut.

Karakteristik anak SD diantaranya adalah berpikir naratif, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Salah satu kegiatan yang mereka senangi adalah mendengarkan berbagai cerita atau dongeng. Menurut Taro dalam Guna (2014) “dunia anak adalah dunia yang seharunya diisi dengan aktivitas bermain, mendengar cerita, dan juga bernyanyi”. Mendengarkan dongeng sangat diminati oleh anak-anak yang berimbas secara langsung pada diri sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Marhaeni, dkk (2006) menunjukkan bahwa buku pelajaran Kurikulum 2013 khususnya untuk kelas awal dalam pengemasannya masih lebih banyak berorientasi ekspositori. Sedangkan menurut Oktariyanti (2016) anak-anak usia dini memiliki proses berpikir yang lebih naratif bukan ekspositoris. Tentu saja pembelajaran yang bersifat ekspositoris ini tidak sesuai dengan karakter anak didik yang belum bisa memahami hal-hal yang abstrak. Penggunaan buku yang bersifat ekspositoris ini bukanlah suatu yang buruk karena siswa pun akan mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman dari belajar dengan menggunakan buku ini. Namun, mengingat karakter peserta didik yang sangat tertarik dengan pembelajaran bersifat naratif, sangatlah logis apabila buku ajar yang telah disediakan didampingi juga dengan buku cerita bersifat naratif yang sejalan dengan tema-tema yang harus diajarakan dalam penerapan Kurikulum 2013.Selain itu cerita yang sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan muatan materi pelajaran khususnya di kelas 1 juga sulit dicari. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai muatan sikap dan

literasi yang bisa dimasukkan ke dalam cerita anak, yang nantinya bisa digunakan untuk membelajarkan anak tentang sikap dan kemampuan membaca menulis yang sesuai dengan Kurikulum 2013 khusunya di kelas 1 (Oktariyanti, 2016). Muatan sikap dan literasi yang dimasukkan juga haruslah yang terdapat muatan budaya lokal. Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Menurut Taylor (1993) Orang lain merupakan bagian dari lingkungan.Pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993). Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya.

Berdasarkan asumsi itu bahwa penting adanya bahan buku pelajaran bersifat naratif dengan memasukkan unsur budaya lokal di dalamnya. Penelitian Marhaeni,dkk (2006) juga telah mengajukan buku cerita anak yang dapat menjadi buku pendamping tersebut dan telah menghasilkan prototipe yang akan mendampingi pelajaran.Prototipe tersebut harus dikembangkan menjadi sebuah buku cerita yang menarik untuk dapat dinimati siswa. Alasan mendasar pemilihan cerita anak sebagai pendamping buku pelajaran tersebut, berakar pada karakteristik anak usia SD kelas awal, yang bersifat operational konkrit, anak suka cerita, dan bepikir naratif. Anak-anak belum mampu berpikir secara abstrak untuk memahami konten mata pelajaran, mereka belajar melalui pendidikan yang konkrit. Sehingga, pembelajaran diharapkan berlangsung melalui cerita-cerita yang mudah dipahami oleh siswa.

Page 20: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 188

Melalui cerita atau dongeng yang baik, sesungguhnya anak tidak hanya memperoleh kesenangan atau hiburan saja, akan tetapi mendapatkan pendidikan yang jauh lebih luas dan juga dapat menyentuh berbagai aspek pembentukan sikap anak didik. Murtiningsih (2001) mengatakan bahwa kegiatan bercerita dapat mengembangkan kreativitas siswa, melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif dan bertanggung jawab, serta sikap menghargai.Cerita akan lebih mereka ingat daripada hafalan mata pelajaran tertentu (Mukhlason, 2015: 86). Cerita sangat efektif digunakan untuk meningkatkan kecerdasan moral anak (Ahyani, 2010). Penelitiannya membuktikan bahwa siswa yang diajar dengan teknik bercerita memiliki kecerdasan moral yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak diajar dengan bercerita. Pengembangan karakter di dalam cerita yaitu pengembangan tokoh (characters) dan penokohan (characterization) mengkonstruk pemahaman dan meningkatkan kecerdasan moral dan emosional siswa sehingga lebih jujur, lebih peka, lebih disiplin dan bertanggung jawab. Proses pertumbuhan karakter ini bergantung pada proses pemahaman dan pembelajaran di masing-masing individu dan juga bergantung pada karakter peserta didik apakah mampu dan mau memahami karakter dan meningkatkan kualitas karakternya sendiri. Dari pembelajaran berbasis cerita ini, literasi dapat ditingkatkan dan karakter juga tertanam kuat sejak dini serta melalui pembelajaran berbasis cerita ini, pembelajaran dalam tema-tema itu akan lebih cepat diserap oleh anak. Jadi, agar hasil penelitian Marhaeni dkk (2006) berhasil, maka pengembangan buku cerita anak berdasarkan prototipe yang telah disusun harus direalisasikan. Sehingga, perlu adanya tindak lanjut berupa pembuatan buku cerita anak yang mencakup keseluruhan materi masing-masing tema pada anak-anak di kelas usia dini. Buku cerita anak yang telah jadi, nantinya mendampingi buku pelajaran Kurikulum 2013 yang telah ada

sebelumnya. Otomatis hal ini akan menuntut guru untuk mampu bercerita dengan baik saat proses pembelajaran berlangsung.

Mengacu pada permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan buku cerita berdasarkan muatan sikap dan literasi dini dengan memasukkan budaya lokal pada tema Kegemaranku serta mengetahui efektivitasnya dalam pembelajaran. METODE

Pengembangan buku cerita ini mengadaptasi design prototipe teoritik buku cerita yang dikembangkan oleh Oktariyanti (2016) sehingga pengembangan buku cerita dalam penelitian ini melalui tahapan Development, Implementation, Evaluation).

Tahap 1 Development adalah tahap pengembangan cerita berdasarkan analisis dan desain yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya.Pada tahap 2 Implementation, implementasi yang digunakan adalah implementasi terbatas. Setelah buku cerita “Luh Gendis Sang Penari” mengalami penyempurnaan atas masukan dari 2 ahli dan 2 guru, maka buku cerita tersebut dapat dicobakan sebagai buku pendamping buku pelajaran Kurikulum 2013 di kelas I. Setelah mengembangkan dan mengimplementasikan buku cerita tersebut, selanjutnya dilakukan tahap Evaluation. Tahap 3 Evaluation dilakukan untuk mengetahui efektivitas buku cerita yang telah dihasilkan untuk digunakan dalam proses pembelajaran mendampingi buku pelajaran Kurikulum 2013 dengan menggunakan rumus besaran efektivitas sebagai berikut.

Keterangan; M= Rata-rata sampel; Ʃx= Jumlah nilai; N= Banyaknya subjek yang dilibatkan / individu yang menjadi sampel.

Page 21: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 189

Keterangan; = Rata-rata populasi yang ditetapkan / mengacu pada KKM minimal; SMI = Standar Maksimal Ideal; N = Banyaknya subjek yang dilibatkan / individu yang menjadi sampel.

Keterangan; t = Koefisien t-test; M = Rata-rata sampel; = Rata-rata populasi yang ditetapkan / mengacu pada KKM minimal; Ʃx2 = Jumlah skor kuadrat; (Ʃx)2= Kuadrat dari jumlah jumlah skor; N=

Banyaknya subjek yang dilibatkan / individu yang menjadi sampel.

Keterangan; ES= Kemurnian efektivitas, t= Koefisien t-test; N= Banyaknya subjek yang dilibatkan / individu yang menjadi sampel. Setelah dilakukan perhitungan, kemudian dikategorikan berdasarkan tabel efektivitas sebagai berikut.

Tabel 01. Efek Size (ES)

Efek Size (ES) Keterangan

ES < 0,2 Kurang Efektif

Efektif

Sangat efektif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berhasil dilakukan dengan melalui tahapan Development, Implementation,dan Evaluation. Hasil penelitian pada tahapan Development yaitu

telah dikembangkan sebuah cerita anak berdasarkan pada aspek kajian sikap spiritual, sikap sosial, membaca awal dan menulis awal. Adapun tahap pengembangannya disajikan pada tabel berikut.

Tabel 02.Tahap Pengembangan Buku Cerita Berdasarkan Aspek Kajian Sikap dan Literasi Dini

No

.

Aspek

Kajian

Temuan

Muatan

Pembelajaran

Budaya Lokal yang Mendukung Halaman pada

Buku Cerita

1. Nilai –

nilai

sikap

spiritual

Berprilaku

Syukur

Kewajiban bersembahyang /

mebanten seperti : Yadnya sesa

/ mebanten saiban, Mebanten

canang, Sembahyang purnama

tilem.

3,16, 22

2. Nilai –

nilai

sikap

Toleransi Mengucapkan salam budaya

lokal seperti : Om swastyastu,

Om santi, santi, santi om,

4

Page 22: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 190

sosial Selamat pagi, Selamat siang.

Kerja sama Saling membantu dalam

aktivitas bermain seperti :

Metajogan, megangsingan,

megala – gala, meong – meong,

lelipi ngalih ikuh, engkeb –

engkeban, gobak sodor,

engklek, polo – poloan, curik –

curik, mecingklak.

10,12

Tanggung

jawab

Patuh pada aturan dan hukum

dalam aktivitas bermain seperti :

Metajogan, megangsingan,

megala – gala, meong – meong,

lelipi ngalih ikuh, engkeb –

engkeban, gobak sodor,

engklek, polo – poloan, curik –

curik, mecingklak.

8, 9

3. Membac

a awal

Membaca

Nyaring

- 1– 23

4. Menulis

awal

Menulis kata

sederhana

-

2

Cerita anak yang telah dikembangkan berjudul “Luh Gendis Sang Penari”. Tokoh dalam cerita tersebut yaitu Luh Gendis, Dek Rai, Mang Ayu dan Bu Dewi. Cerita ini menceritakan tentang seorang gadis yang bernama Luh Gendis yang memiliki dua orang teman yang bernama Dek Rai dan Mang Ayu. Mereka memiliki kegemaran yang sama yaitu gemar menari tarian Bali. Mereka mengikuti latihan menari disebuah sanggar tari. Guru tari mereka bernama Bu Dewi. Berkat kesabaran gurunya dalam melatih menari dan berkat ketekunan Luh Gendis dan dua orang temannya dalam latihan menari, akhirnya mereka dinobatkan menjadi sang juara dalam perlombaan menari. Selain itu, didalam buku cerita tersebut dilengkapi

dengan catatan guru dan orang tua siswa yang nantinya berguna dalam menggunakan buku cerita tersebut. Pada tahap Implementation, buku cerita yang dihasilkan tersebut kemudian diujicobakan sebagai buku pendamping buku pelajaran Kurikulum 2013 di kelas I SD. Buku cerita yang dihasilkan digunakan sebanyak 6 kali dalam 1 minggu. Dalam satu minggu terdapat 6 pembelajaran yang menggunakan buku cerita anak tersebut. Agar mempermudah guru menggunakan buku cerita dalam proses pembelajaran, maka dibuatkan sebuah skenario pembelajaran. Adapun skenario pembelajaran dengan menggunakan buku cerita sebagai pendamping buku kurikulum 2013 yaitu sebagai berikut.

Page 23: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 191

Tabel 03: Skenario Penggunaan Buku Cerita di Kelas I SDTema Kegemaranku

No Kegiatan Siswa di Buku Siswa Kegiatan Guru Saat Menggunakan Buku Cerita

1. Membuka Tema Buku Cerita dibacakan secara keseluruhan

2. Pembelajaran 1

Menyanyikan lagu Andaikan Aku Punya Sayap.

Selain menyanyikan lagu “Aku Punya Sayap”, guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Meong-Meong” yang ada pada (hal.10)

Mendiskusikan dan memperagakan gerakan cepat dan gerakan lambat.

Guru membacakan buku cerita (hal.6-7). Halaman tersebut memperlihatkan Luh Gendis dan teman – temannya sedang latihan menari. Setelah membacakan buku cerita pada halaman tersebut guru bisa mengajak siswa mendiskusikan gerakan cepat dan lambat pada tarian.

Mengenal hal – hal yang harus dilakukan dengan adik di rumah.

Guru membacakan buku cerita (hal.8-10). Halaman tersebut memperlihatkan kegiatan yang dapat dilakukan Luh Gendis bersama teman – temannya di sanggar tari.

3. Pembelajaran 2

Memahami dan memperagakan gerakan meliukkan tubuh.

Guru membacakan buku cerita (hal.13-15). Halaman tersebut memperlihatkan kegiatan latihan menari yang dilakukan oleh Luh Gendis dan teman – temannya.

Membaca puisi tentang persahabatan.

-

4. Pembelajaran 3

Mengenal dan menyanyikan lagu Ayo Makan Bersama

Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Meong – Meong” dengan gembira.

Page 24: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 192

No Kegiatan Siswa di Buku Siswa Kegiatan Guru Saat Menggunakan Buku Cerita

Menunjukkan hal – hal baik yang harus dilakukan terhadap adik.

Guru membacakan buku cerita (hal.2-4). Halaman tersebut memperlihatkan hal – hal yang baik yang dilakukan oleh gendis seperti bertanggung jawab dalam menyiapkan perlengkapan menarinya sebelum latihan, berdoa sebelum berangkat latihan menari, berpamitan kepada kedua orang tuanya sebelum berangkat menari.

Belajar pengurangan dengan menghitung mundur.

-

5.

Pembelajaran 4

Mempraktikkan rangkaian gerakan meliukkan tubuh.

Guru membacakan buku cerita (hal.16-17). Halaman tersebut memperlihatkan Luh Gendis dan kedua orang temannya sedang lomba menari. Pada halaman tersebut guru dapat mengajak siswa untuk mempraktikkan gerakan meliukkan tubuh.

Bernyanyi dan menari lagu Kepala Pundak Lutut Kaki dengan gerakan lambat dan cepat.

Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Meong – Meong” dengan gembira.

Mengenal dan menyanyikan lagu Terima Kasihku.

-

6. Pembelajaran 5

Mengenal dan menyanyikan lagu bunda piara.

Guru membacakan cerita (hal. 9-10) dan guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Meong – Meong”dengan gembira.

Melakukan operasi hitung bilangan.

-

7. Pembelajaran 6

Mengenal dan menyanyikan lagu Ruri Abangku.

Guru dapat membacakan cerita (hal.9-10) dan guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Meong – Meong”dengan gembira.

Page 25: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 193

No Kegiatan Siswa di Buku Siswa Kegiatan Guru Saat Menggunakan Buku Cerita

Mendiskusikan hal – hal yang harus dilakukan terhadap adik.

Guru membacakan cerita (hal.19-22). Pada halaman tersebut memperlihatkan hal – hal baik yang dilakukan oleh Luh Gendis seperti bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada gurunya karena berkat kesabaran gurunya dalam melatih menari, Luh Gendis dan kedua orang temannya berhasil mendapat juara.

Membedakan cerita pengurangan.

-

8. Menutup Tema

Guru membacakan sekali lagi buku cerita secara keseluruhan dan bersama siswa menyimpulkan pesan-pesan yang tersirat dalam buku cerita secara sederhana.

Guru membacakan sekali lagi buku cerita secara keseluruhan dan bersama siswa menyimpulkan pesan-pesan yang tersirat dalam buku cerita secara sederhana.

Tahap terakhir adalah Evaluation.

Tahap ini menjelaskan evaluasi dari pelaksanaan pembelajaran mengunakan buku cerita anak sebagai pendamping buku pelajaran Kurikulum 2013. Pada instrumen jenis kuesioner yang diberikan kepada guru , terdapat 16 indikator dari dimensi sikap dan keaktifan siswa. Hasil keenam belas indikator tersebut dibahas sebagai berikut(1) berperilaku syukur memiliki efektivitas sebesar 1,78 (Sangat Efektif); (2) bersikap toleransi dalam beribadah memiliki efektivitas sebesar 2,41 (Sangat Efektif); (3) sikap toleransi terhadap sesama memiliki efektivitas sebesar 1,95 (Sangat Efektif); (4) sikap kerjasama memiliki efektivitas sebesar 1,78 (Sangat Efektif); (5) berperilaku penuh tanggung jawab memiliki efektivitas sebesar 1,24 (Sangat Efektif); (6) aktif membaca nyaring memiliki efektivitas sebesar 0,91 (Sangat Efektif); (7) aktif membaca (bersuara lancar dengan kalimat sederhana dan membuat kalimat terdiri dari 3-5 kata) memiliki efektivitas sebesar 0,67 (Efektif); (8) aktif

membacakan pengalaman cerita dengan lafal dan intonasi yang benar memiliki efektivitas sebesar 0,78 (Efektif); (9) aktif menjiplak dan menebalkan memiliki efektivitas sebesar 1,17 (Sangat Efektif); (10) aktif menjiplak dan menebalkan memiliki efektivitas sebesar 0,93 (Efektif); (11) menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan huruf lepas memiliki efektivitas sebesar 0,54 (Efektif); (12) aktif menulis beberapa kalimat sederhana (terdiri atas 3-5 kata) dengan huruf seimbang memiliki efektivitas sebesar 0,48 (Efektif); (13) aktif menulis kalimat yang didiktekan oleh guru dengan huruf seimbang memiliki efektivitas sebesar 0,66 (Efektif); (14) menemukan makna atau nilai-nilai yang tersirat dalam cerita memiliki efektivitas sebesar 0,51 (Efektif); (15) mengikuti cerita sampai selesai memiliki efektivitas sebesar 0,99 (Sangat Efektif); dan (16) aktif tanya jawab mengenai cerita memiliki efektivitas sebesar 1,15 (Sangat Efektif).Data tersebut disajikan dalam bentuk grafik berikut.

Page 26: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 194

Gambar1:Grafik Efektivitas Buku Cerita “Luh Gendis Sang Penari” sebagai Pendamping Buku Pelajaran Kurikulum 2013

Pada grafik terlihat indikator kedua

yaitu sikap toleransi dalam beribadah

memiliki skor sangat tinggi karena sikap

toleransi siswa mengalami peningkatan dari

yang biasanya siswa masih sering

mengganggu temannya yang sedang

beribadah, kini siswa sudah bisa toleransi

dalam beribadah di kelas. Sedangkan pada

grafik terlihat indikator kedua belas yaitu

aktif menulis beberapa kalimat sederhana

terdiri atas 3-5 kata dengan huruf seimbang

memiliki skor sangat rendah karena

beberapa siswa kemampuannya masih

kurang dalam menulis kalimat sederhana

dan masih perlu latihan. Berdasarkan

gambar grafik efektivitas buku cerita “Luh

Gendis Sang Penari” sebagai pendamping

buku pelajaran Kurikulum 2013 terlihat

bahwa dari keenam belas indikator syarat

kualitas buku cerita anak yang baik, 10

indikator memiliki kategori “Sangat Efektif”

dan 6 indikator lainnya memiliki kategori

“Efektif”. Ini berarti buku cerita anak “Luh

Gendis Sang Penari” efektif dan layak

digunakan sebagai pendamping buku

pelajaran pada tema Kegemaranku dalam

rangka mengoptimalkan hasil belajar sikap

dan literasi dini peserta didik kelas 1

Sekolah Dasar. Hal tersebut didukung oleh

penelitian (Sri Astuti,2014) yang berjudul

“Penggunaan Metode Bercerita dengan

Media Gambar dalam Upaya Meningkatkan

Kemampuan Berbahasa dan Sikap Mandiri

Anak Kelompok A TK Negeri Pembina

Bangli Tahun Ajaran 2012/2013’’

menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran

menggunakan metode bercerita dengan

media gambar secara signifikan dapat

meningkatkan kemampuan berbahasa dan

sikap mandiri anak sesuai indikator yang

diharapkan.Begitu juga dengan Izzaty (2014)

mengemukakan bahwa pada penelitian

tersebut produk yang dikeluarkan berupa buku

bacaan tematik yang dapat digunakan

pendidik TK dalam mengenalkan membaca

pada anak Taman Kanak-kanak.

PENUTUP

Berdasarkan temuan pencatatan dokumen dan hasil wawancara, maka dalam penelitian ini diperoleh simpulan bahwa buku cerita yang berjudul “Luh Gendis Sang Penari” telah dikembangkan berdasarkan aspek kajian sikap dan literasi

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Ind

ikat

or

1

Ind

ikat

or

2

Ind

ikat

or

3

Ind

ikat

or

4

Ind

ikat

or

5

Ind

ikat

or

6

Ind

ikat

or

7

Ind

ikat

or

8

Ind

ikat

or

9

Indikator…

Indikator…

Indikator…

Indikator…

Indikator…

Indikator…

Indikator…

Efektivitas Buku Cerita "Luh Gendis Sang Penari"

Sebagai Pendamping Buku Pelajaran Kurikulum 2013

Efektivita

s Buku

Cerita

"Luh

Gendis

Sang

Penari"

Sebagai

Pendampi

ng Buku

Pelajara…

Page 27: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 195

dini dan buku cerita yang dihasilkan efektif digunakan sebagai buku pendamping buku Kurikulum 2013 yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas I Sekolah Dasar khususnya tema Kegemaranku dikarenakan siswa mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dalam sikap maupun literasi dininya.Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat diajukan beberapa saran guna peningkatan kualitas pembelajaran dalam menerapkan kurikulum 2013 pada anak sekolah dasar sebagai berikut. (1) Bagi pendidik disarankan agar mampu meningkatkan ide-ide kreatifnya khususnya dalam membuat buku cerita anak sebagai pendamping buku Kurikulum 2013, (2) Bagi siswa disarankan agar lebih meningkatkan perhatian dan minat dalam mendengarkan cerita anak guna menumbuhkan motivasi belajar yang akan membantu siswa dalam pengembangan sikap maupun literasi dini, (3) Mengingat keterbatasan waktu dan pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini, maka disarankan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan guna menyempurnakan buku cerita anak yang diajukan dalam penelitian ini, serta untuk penyempurnaan penelitian ini perlu pula dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan evaluasi dari penggunaan buku cerita, sehingga tujuan akhir dalam penelitian ini tercapai yaitu menghasilkan buku cerita anak yang akan difungsikan sebagai formula pelajaran pada tema-tema di kelas awal.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, L. N., 2010. “Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan. Yogyakarta: Madina.

Astuti, S., A.A.I.N. Marhaeni,&N.Tika. 2014. “Penggunaan Metode Bercerita dengan Media Gambar dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa dan Sikap Mandiri Anak Kelompok A TK Negeri Pembina Bangli Tahun Ajaran 2012/2013”,

Vol 4 Tahun 2014. Denpasar: Universitas Pendidikan Ganesha.

Bruning, J L., 1977. Computational Hndbook of Statistic. United States ofAmerica: Library of Congress Cataloging in Publication

Dantes, N., 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Guna, I.G.M.D., 2014. Made Taro Mendongeng dan Bermain Sepanjang Waktu. Yogyakarta: Media Kreative.

Izzaty, Rita Eka, Nur Cholimah & Rina

Wulandari. 2014. Pengembangan

Buku Cerita Tematik Sebagai Media

Pembelajaran Pengenalan Membaca

Pada Anak Prasekolah. Jurnal

Pendidikan Anak. Volume 3, Nomor 2

(hlm. 489-500)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikulum 2013. Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah.

Kurniasih, B., 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kata Pena.

Mukhlason, A., 2015. “Artikel Umum Bacaan Cerita Anak Usia SD, Karakteristik, dan Jenisnya”. Tersedia pada: http://akhmad_mukhlason-fib12.web.unair.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juli 2016).

Mullis, I., Martin, M., Kennedy, A., & Foy, P. 2007. Progress in international reading literacy study. Pirls 2006 report. In: Lynch School of Education, Boston College, Chestnut Hill, MA: TIMMS & PIRLS International Study Centre. International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA).

Mulyasa, E., (2013).Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013; Perubahan dan Pengembangan

Page 28: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 196

Kurikulum 2013 Merupakan Persoalan Penting dan Genting, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Murtiningsih. 2001. Pengembangan Kreativitas Siswa SD Melalui Kegiatan Bercerita, Jurnal Ilmiah Guru “COPE”. No 02. Vol 15.

Oktariyanti, A.A.I.N. Marhaeni, & N. Dantes. 2016. Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Bermuatan Budaya Lokal melalui Analisis Muatan Sikap dan Literasi Dini pada Pemebelajaran Tema Kegemaranku Kurikulum 2013 Kelas I Sekolah Dasar. Denpasar: Universitas Pendidikan Ganesha

Sulhan, N., 2006. Pembangunan Karakter Pada Anak : Manejemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya: Intellectual Club.

Senechal, M., & LeFevre, J-A. (2002). Parental Involvement in the Development of Children’s Reading Skill: A Five-Year Longitudinal Study. Child Development, 73, 445-460.

Taylor, L. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education, With Particular Reference to Atitude Development.Spring & Summer Edition, Vol. 15, Number 2&3. Center for Teaching/learning of Mathematics. University of Colorado-Denver.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta.

Page 29: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 197

INSERSI NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA PADA MATERI DAN

PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

I Wy. Ariyastana

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1)penginsersiannilai-nilai karakter bangsa

pada materi bahasa Indonesia (2) penginsersian nilai-nilai karakter bangsa pada proses

pembelajaran bahasa Indonesia, dan (3) kendala yang dihadapi guru bahasa Indonesia di

dalam menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa pada proses pembelajaran bahasa

Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia SMP Negeri 2

Mengwi dan objek penelitian ini adalah nilai-nilai karakter bangsa pada materi dan proses

pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi. Metode

yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi (untuk memperoleh data

penginsersian nilai-nilai karakter bangsa pada materi pembelajaran bahasa Indonesia),

observasi (untuk memperoleh data penginsersian nilai-nilai karakter bangsa pada proses

pembelajaran bahasa Indonesia), dan wawancara (untuk memperoleh data kendala yang

dihadapi guru bahasa Indonesia dalam menanamkan nilai-nilai karakter bangsa pada

proses pembelajaran bahasa Indonesia). Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa (1) insersi nilai-nilai karakter bangsa pada materi

pembelajaran bahasa Indonesia ditemukan 5 nilai-nilai karakter bangsa; (2) sementara

pada proses pembelajaran bahasa Indonesia ditemukan 9 nilai - nilai karakter bangsa dari

18 nilai-nilai karakter bangsa; dan (3) berdasarkan hasil wawancara, guru yang diteliti atas

nama Ni Nyoman Mendri, S.Pd berkaitan dengan kendala yang dihadapi guru pada proses

pembelajaran terletak pada karakter setiap siswa. Siswa memiliki karakter yang berbeda-

beda, sehingga menyulitkan guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter bangsa dalam

kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa (1)

sudah terdapat insersi nilai-nilai karakter bangsa pada materi pembelajaran bahasa

Indonesia; (2) telah ditemukan nilai-nilai karakter bangsa pada proses pembelajaran

bahasa Indonesia; dan (3) kendala yang dihadapi guru terletak pada karakter setiap siswa

berbeda-beda. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini dapat digunakan sebagai

referensi bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam

penginsersian nilai-nilai karakter pada proses pembelajaran bahasa Indonesia. Hendaknya

guru dapat menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa dengan baik dalam proses

pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Dari pihak sekolah dan dinas pendidikan

hendaknya memberikan pelatihan kembali terkait dengan Kurikulum 2013.

Kata Kunci : nilai-nilai karakter bangsa, pembelajaran bahasa Indonesia

Page 30: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 198

ABSTRACT

This study aimed at describing (1) inserted of character values nation in Indonesian

subject matters (2) Inserted of values nation character in Indonesian teaching and learning

process (3) the problems of teacher in inserted nation character values in Indonesian

learning material and process. The subjects of the study was an Indonesian teacher

education SMP Negeri 2 Mengwi and the object of this study was inserted of character

values Indonesian nation material and learning process Indonesian language in the second

semester of the Class VIII in SMP Negeri 2 Mengwi. The methods used to collecting data

were documentation ( to obtain data inserted of character values Indonesian nation on

Indoneisan learning), observations (to obtain data inserted of values nation character in

Indonesian teaching and learning process ), and interviews ( to obtain data problems of

teacher in inserted nation character values in Indonesian learning material and process ).

The data were analyzed descriptive qualitative. The finding showed (1) inserted of

character values nation in Indonesian subject matters had been found 5 character values

nation ; (2) while in Indonesian learning material and process had been found 9 values of

18 character values nation; and (3) based on interview results, the teacher who studied was

named Ni Nyoman Mendri, S.Pd relating to the problems of teacher in inserted nation

character values in Indonesian learning material and process based on each student.

Students have different characters; it made the teachers got difficulties to implant the

values of the national character in learning activities. Based on these findings it can be

concluded (1) that there have been inserted of character values nation in Indonesian

subject matters; (2) it has been found the values of national character in Indonesian

language learning process; and (3) the problem that faced by teachers lies on the character

of each student are different. Based on these findings, this study can be used as a reference

for the development and advancement of knowledge, especially inserted of character

values in the process of learning the Indonesian language. Teachers should be able giving

this inserted well in the implementation process of learning Indonesia. The schools and

education authorities should provide retraining relating to the curriculum in 2013.

Keywords: national character values, Indonesian language learning

PENDAHULUAN

Kurikulum merupakan salah satu unsur

yang memberikan kontribusi yang signifikan

dalam mewujudkan proses berkembangnya

kualitas potensi peserta didik. Tidak dapat

disangkal bahwa kurikulum yang

dikembangkan dengan berbasis pada

kompetensi sangat diperlukan sebagai

istrumen untuk mengarahkan peserta didik

menejadi (1) manusia berkualitas yang mampu

dan proaktif menjawab tantangan zaman yang

selalu berubah; (2) manusia terdidik yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu,

cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum

berbasis kompetensi merupakan salah satu

strategi pembangunan pendidikan nasional

sebagaimana yang diamanatkan dalam

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Di dalam penjelasan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada bagian umum dijelaskan bahwa

pembaruan pendidikan memerlukan strategi

tertentu dan salah satu strategi tertentu dan

salah satu strategi pembangunan pendidikan

nasional ini adalah pengembangan dan

pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.

Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 juga mengatur bahwa standar nasional

pendidikan digunakan sebagai acuan

pengembangan kurikulum, tenaga

Page 31: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 199

kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, dan pembiayaan. Selanjutnya di

dalam penjelasan pasal 35 dinyatakan bahwa

kompetensi lulusan merupakan kualifikasi

kemampuan lulusan yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan

standar nasional yang telah disepakati.

Kurikulum 2013 secara terbatas mulai

dilaksanakan tahun 2013 pada sekolah-sekolah

yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan

secara selektif.Kurikulum 2013 merupakan

pengembangan dari kurikulum sebelumnya

untuk merespons berbagai tantangan-

tantangan internal dan eksternal. Titik tekan

pengembangan kurikulum 2013 adalah

penyempurnaan pola pikir, penguatan tata

kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan

materi, penguatan proses pembelajaran, dan

penyesuaian beban belajar agar dapat

menjamin kesesuaian antara apa yang

diinginkan dan apa yang dihasilakan.

Pengembangan kurikulum menjadi amat

penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya

serta perubahan masyarakat pada tataran lokal,

nasional, regional, dan global di masa depan.

Aneka kemajuan dan perubahan itu

melahirkan tantangan internal dan eksternal di

bidang pendidikan. Oleh karena itu,

implementasi kurikulum 2013 merupakan

langkah strategis dalam menghadapi

globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia

di masa depan.

Pendidikan karakter adalah segala

sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu

mempengaruhi karakter peserta didik. Guru

membantu membentuk watak peserta didik.

Hal ini mencakup keteladanan bagaimana

perilaku guru, cara guru berbicara atau

menyampaikan materi, bagaimana guru

bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Pendidikan adalah selalu berkaitan

dengan hubungan social manusia, manusia

sejak lahir tidak dapat hidup sendiri tetapi

membutuhkan orang lain, sedangkan karakter

bersifat lebih subjektif hal tersebut dikatakan

demikian karena berkaitan dengan struktur

antopologis manusia dan tindakannya dalam

memaknai kebebasan.

Pendidikan karakter harus diberikan

pada pendidikan formal khususnya lembaga

pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA, SMK, MAK dan Perguruan Tinggi

melalui pembelajaran, dan ekstrakurikuler,

penciptaan budaya satuan pendidikan, dan

pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal

adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga

kependidikan.

Pendidikan karakter memiliki esensi

dan makna yang sama dengan pendidikan

moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya

adalah membentuk pribadianak, supaya

menjadi manusia yang baik, warga

masyarakat, dan warga negara yang baik.

Adapun kriteria manusia yang baik, warga

masyarakat yang baik, dan warga negara yang

baik bagi suatu masyarakat atau bangsa,

secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,

yang banyak dipengaruhi oleh budaya

masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,

hakikat dari pendidikan karakter dalam

konteks pendidikan di Indonesia adalah

pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai

luhur yang bersumber dari budaya bangsa

Indonesia sendiri, dalam rangka membina

kepribadian generasi muda.

Terkait dengan betapa pentingnya

peranan nilai-nilai karakter bangsa dalam

kegiatan pembelajaran, maka peneliti

mengambil penelitian yang memfokuskan

pada insersi nilai-nilai karakter bangsa pada

materi dan proses pembelajaran bahasa

Indonesia kelas VIII semester II SMP Negeri

2 Mengwi, yang dilihat dari segi materi

pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran

sertakendala-kendala guru di dalam

menanamkan nilai-nilai karakter bangsa dalam

pembelajaran.

Hasil penelitian tentang nilai-nilai

karakter bangsa pernah dilakukan oleh Sujud

(2014) menemukan bahwa banyak makna

pendidikan dari pembangunan karakter yang

dapat dieksplorasi melalui sejarah lokal. Hasil

penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk acuan

upaya perbaikan karakter bangsa terutama

melalui sosialisasi di lingkungan sekolah.

Supardi (2014) juga menemukan bahwa

terdapat perbedaan nilai-nilai karakter bangsa

(kemandirian, kedisiplinan, tenggang rasa,

kegotongroyongan, ketahanmalangan, dan

kreativitas) ditinjau dari adanya organisasi dan

kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Sehingga

Page 32: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 200

dapat diberikan saran bahwa dalam

pengembangan nilai-nilai karakter bangsa

(kemandirian, kedisiplinan, tenggang rasa,

kegotongroyongan, ketahanmalangan, dan

kreativitas) dapat melalui kegiatan

ekstrakurikuler pramuka.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah rancangan

deskriptif kualitatif. Rancangan ini digunakan

sebagai prosedur mengidentifikasi fenomena

yang terjadi di lapangan dengan apa adanya,

tanpa unsur rekayasa dan secara alamiah.

Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan

tujuan penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan

tentang penerapan nilai-nilai karakter bangsa

dalam materi dan proses pembelajaran serta

kendala-kendala guru bahasa Indonesia dalam

menanamkan nilai-nilai karakter bangsa dalam

proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas

VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi.

Sementara itu, Subjek dalam penelitian ini

adalah guru bahasa Indonesia SMP Negeri 2

Mengwi yang dianggap memiliki pengetahuan

dan pengalaman menginsersikan nilai-nilai

karakter bangsa pada materi bahasa Indonesia

dan proses pembelajaran bahasa Indonesia

berupa teks diskusi. Peneliti memilih satu guru

bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII

SMP Negeri 2 Mengwi yaitu, Ni Nyoman

Mendri, S.Pd. Kelas VIII C dipilih sebagai

sampel karena kelas ini heterogen dengan

peserta didik yang memiliki kompetensi yang

beragam.

Objek penelitian ini adalah insersi

nilai-nilai karakter bangsa pada materi dan

proses pembelajaran bahasa Indonesia. Ada

tiga variable yang berhubungan dengan objek

penelitian ini, yaitu (1) insersi nilai-nilai

karakter bangsa pada materi bahasa Indonesia

kelas VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi,

(2) insersi nilai-nilai karakter bangsa pada

proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas

VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi (3)

kendala yang dialami guru bahasa Indonesia

pada proses pembelajaran bahasa Indonesia

kelas VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi.

Pengumpulan data dalam penelitian

deskripsi ini adalah untuk menjawab

pertanyaan peneliti yang berkaitan dengan

keadaan yang terjadi sesuai dengan fakta yang

terjadi di lapangan. Metode pengumpulan data

tersebut yaitu, (a) metode dokumentasi,

digunakan untuk mencatat temuan pada materi

pelajaran bahasa Indonesia berdasarkan

Kurikulum 2013 di kelas VIII semester II

SMP Negeri 2 Mengwi. Sejumlah besar fakta

dan data tersimpan dalam bahan yang

berbentuk dokumentasi.Sebagian besar data

yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,

catatan harian, cenderamata, laporan, artefak,

foto, dan sebagainya.Sifat utama data ini

terbatas pada ruang dan waktu sehingga

memberi peluang kepada peneliti untuk

mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di

waktu silam (Darmadi, 2013).

Berdasarkan hal tersebut, persiapan

tertulis yang dikumpulkan peneliti berupa

materi pembelajaran bahasa Indonesia.Teknik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumen dari petikan-petikan materi

pembelajaran. Materi pembelajaran bahasa

Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teks diskusi. Pengumpulan data dengan

metode dokumentasi dilakukan dengan

mengumpulkan perangkat pembelajaran

berupa rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) semester genap yang dibuat guru

sebelum melaksanakan pembelajaran di

kelas.(b) metode observasi, digunakan untuk

mendapatkan data mengenai penginsersian

nilai-nilai karakter bangsa pada materi dan

proses pembelajaran bahasa Indonesia yang

diadakan oleh guru kelas VIII SMP Negeri 2

Mengwi. Penelitian ini menggunakan metode

observasi langsung, yakni peneliti

mengadakan pengamatan secara langsung

dalam situasi yang sebenarnya.Metode

observasi yang digunakan adalah metode

observasi partisipasi pasif karena peneliti

bukan merupakan bagian dari subjek yang

diteliti, namun ikut dalam kegiatan

penelitian.Hal ini peneliti lakukan agar tidak

terjadi bias terhadap data yang ingin

dikumpulkan. Dalam mengobservasi aktivitas

belajar, peneliti tidak hanya mengobservasi

kegiatan siswa dalam pembelajaran, tetapi

juga kegiatan kegiatan guru dan interaksi-

interaksi yang terjadi dalam pembelajaran

tersebut.

Page 33: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 201

Untuk mempermudah pelaksanaan

observasi, peneliti akan menggunakan

instrumen observasi. Instrumen observasi

yang digunakan adalah model cacatan

lapangan, yaitu alat observasi yang digunakan

untuk mencatat segala fenomena yang ada di

lapangan atau tempat penelitian berlangsung.

Dengan menggunakan instrument catatan

lapangan ini, peneliti dapat mencatat semua

peristiwa yang ada di lapangan ini, peneliti

dapat mencatat semua peristiwa yang ada di

lapangan dengan apa adanya.

Teknik observasi yang digunakan

adalah teknik observasi tanpa partisipasi.

Peneliti tidak ikut secara aktif dalam PBM,

tetapi mengamati penginsersian nilai-nilai

karakter bangsa dalam proses belajar mengajar

bahasa Indonesia dan (c) metode wawancara

ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan

data mengenai kendala guru dalam

menanamkan nilai-nilai karakter bangsa pada

proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas

VIII semester II SMP Negeri 2 Mengwi.

Dalam metode wawancara peneliti datang

berhadapan muka secara langsung dengan

responden atau subjek yang diteliti.Hasil

wawancara dicatat sebagai informasi penting

dalam penelitian. Pada wawancara ini

dimungkinkan peneliti dengan responden

melakukan tanya jawab secara interaktif.

Wawancara harus dilaksanakan

dengan efektif, artinya dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data

sebanyak-banyaknya.Bahasa harus jelas,

terarah. Suasana harus tetap rileks agar data

yang diperoleh adalah data yang objektif dan

dapat dipercaya (dalam Arikunto, 1993 : 198).

Data yang diperoleh melalui metode

wawancara ini juga untuk melengkapi data

yang didapat lewat metode observasi,

sehingga data yang diperoleh lengkap dan

mendalam.Dengan demikian, metode

wawancara ini merupakan triagulasi

pengumpulan data atas data observasi.Metode

wawancara yang digunakan dalam penelitian

ini adalah wawancara tidak terstuktur.

Wawancara tidak terstruktur adalah

wawancara bebas, yakni peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

mengumpulkan data (Sugiyono,2009). Peneliti

memilih wawancara tidak terstruktur karena

kelebihannya yang tidak dimiliki oleh

wawancara terstruktur, yaitu pewawancara

dapat memperoleh gambaran yang lebih luas

tentang masala hang diteliti. Meski dalam

wawancara tidak terstruktur tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun sitematis, namun ada baiknya bila

pewawancara mencatat pokok-pokok

pertanyaan yang penting yang sesuai dengan

tujuan wawancara.

Instrumen utama penelitian ini adalah

peneliti sendiri karena data itu harus

dikumpulkan, diseleksi, danb ditafsirkan oleh

peneliti sendiri.Peneliti kualitatif sebagai

human instrument berfungsi menetapkan

fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data,

menafsirkan data, dan membuat kesimpulan

atas temuannya.Untuk mengecek keabsahan

data maka peneliti menggunakan trigulasi data

dengan tujuan agar data ang diperoleh lebih

valid.Adapun trigulasi yang dipakai peneliti

meliputi trigulasi metode, trigulasi teori, dan

trigulasi dengan ahli atau teman sejawat.

Analisis data dilakukan dengan tiga

langkah. Ketiga langkah tersebut meliputi: (a)

tabulasi data, dinyatakan sebagai proses

pemanduan atau penyatupaduan sejumlah data

dan informasi yang diperoleh peneliti dari

setiap sasaran penelitian, menjadi mudah

dibaca atau dianalisis.

Tabulasi data merupakan proses

pengolahan data ang dilakukan dengan cara

memasukan data ke dalam tabel. Atau dapat

dikatakan bahwa tabulasi data adalah

penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar

untuk memudahkan dalam pengamatan dan

evaluasi.Hasil tabulasi data ini dapat menjadi

gambaran tentang hasil penelitian, karena

data-data ang diperoleh dari lapangan sudah

tersusun dan terangkum dalam tabel-tabel

yang mudah dipahami maknanya.Selanjutnya

peneliti bertugas untuk memberi penjelasan

atau keterangan dengan menggunakan kalimat

atas data-data yang telah diperoleh.(b) reduksi

data, adalah proses membuat rangkuman,

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada

hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal

penting, mencari tema dan pola, serta

Page 34: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 202

membuang data yang tidak perlu. Proses ini

akan berlangsung terus-menerus selama dan

setelah pengumpulan data dilakukan. Proses

reduksi data dalam penelitian ini diawali

dengan kegiatan pengumpulan data melalui

dokumentasi terhadap perencanaan

pembelajaran yang terdepat dalam RPP yang

dibuat guru. Dalam melakukan dokumentasi,

hanya data-data yang berkaitan dengan

pengintegrasian nilai-nilai karakter bangsa

dalam proses pembelajaran yang

dikumpulkan. Kemudian berlanjut pada data

yang peneliti peroleh dari hasil observasi,

yakni mengenai pelaksanaan pembelajaran

yang dilakukan guru di kelas.Temuan-temuan

yang didapat dihubungkan dengan

perencanaan pembelajaran yang telah dibuat

oleh guru. Sudah sesuaikah, adakah berlebihan

atau hal yang kurang akan penelitian catat apa

adanya seperti yang ada di lapangan.

Berikutnya data mengenai hambatan-

hambatan yang dihadapi oleh guru pada

menyusun perencanaan dan setelah kegitan

pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.

Data-data yang tidak berhubungan dengan hal-

hal yang sudah peneliti sebelumnya sebutkan

akandiabaikann. Selanjutnya data tersebut

akan diringkas kembali untuk memilih data-

data yang diperlukan dan menghilangkan data

yang tidak penting. Proses pemilihan ini

dilakukan untuk mencerminkan adanya

reduksi data terutama untuk data berupa

rekaman wawancara yang masih berupa dialog

dan catatan lapangan yang belum tersusun

rapi. (c) penyajian data/deskripsi data, setelah

data-data mengalami proses reduksi

sebelumnya, data-data tersebut akan

diklasifikasi sesuai dengan submasalah-

submasalah yang ada dalam rumusan masalah,

kemudian disusun secara sitematis agar data

tersebut mudah diinterpretasikan.

Setelah data yang peneliti peroleh

diklasifikasikan, data-data tersebut kemudian

dideskripsikan apa adanya menggunakan kata-

kata sebagaimana yang terjadi tanpa adanya

perhitungan statistik. Proses penyajian dapat

dilakukan dengan cara menampilkan dan

membuat hubungan antara fenomena untuk

memaknai bagaimana sebenarnya insersi nilai-

nilai karakter bangsa dalam materi dan

pelaksanaan pembelajaran serta cara guru

mengungkapkan insersi nilai-nilai karakter

bangsa dalam materi dan pelaksanaan

pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII

semester II SMP Negeri 2 Mengwi serta (d)

penarikan kesimpulan, langkah terakhir dalam

analisis data adalah penarikan simpulan yang

didasarkan pada hasil temuan proses pada

penyajian data. Pada tahap ini, peneliti

merumuskan kesimpulan berdasrkan data yang

diperoleh dan menyajikan secara deskriftif

kualitatif. Dalam proses ini disimpulkan

bagaimana insersi nilai-nilai karakter bangsa

pada materi dan pelaksanaan pembelajaran

serta kendala yang ditemukan guru di dalam

menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa

pada pelaksanaan pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas VIII semester II SMP

Negeri 2 Mengwi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teks diskusi dalam materi bahasa

Indonsia kelas VIII semester II telah

mengandung berbagai nilai-nilai karakter.

Akan tetapi, insersi nilai-nilai karakter dalam

materi pembelajaran bahasa Indonesia hanya

terdapat 5 nilai-nilai karakter dari jumlah

keseluruhan sebanyak 18 nilai-nilai karakter

bangsa yang telah ditetapkan oleh

pemrintah.Nilai-nilai karakter bangsa yang

terkandung dalam teks diskusi dalam materi

bahasa Indonesia kelas VIII semester II adalah

(1) nilai karakter disiplin, adalah tindakan

yang menunjukan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan. Nilai

karakter disiplin dalam materi bahasa

Indonesia adalah sebagai berikut.

“Teks diskusi Bolehkah Siswa

Membawa Telepon Seluler ke Sekolah

(BSMTSKS). Banyak sekolah,

terutama sekolah dasar dan sekolah

menengah pertama, melarang

siswanya membawa telepon seluler,

tetapi banyak juga sekolah yang

memperbolehkan siswanya membawa

telepon seluler dengan berbagai

persyaratan.Sebagian orang

menganggap bahwa membawa telepon

seluler ke sekolah diperbolehkan,

tetapi banyak juga yang menganggap

bahwa membawa telepon seluler ke

sekolah diperbolehkan, tetapi banyak

Page 35: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 203

juga yang menganggap bahwa

membawa telepon seluler ke sekolah

tidak diperbolehkan.Dengan demikian,

pelanggaran siswa membawa telepon

seluler ke sekolah menuai

perdebatan.”

(BSMTSKS/117)

Disiplin adalah sikap mental seseorang

yang mengandung kerelaan mematuhi,

ketentuan, peraturan, dan norma yang berlaku

dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab.

Tanggung jawab, baik yang berhubungan

dengan waktu maupun terhadap kewajiban

dan hak. Di dalam petikan BSMTSKS/117

dipaparkan sebuah isu yang berkaitan dengan

boleh tidaknya siswa membawa telepon ke

sekolah. Pada kutipan tersebut ada dua isu

yang berkaitan erat dengan tindakan disiplin

yang seharusnya di laksanakan di skolah yaitu,

yang pertama ternyata banyak sekolah

terutama sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama, melarang siswanya membawa

telepon sekolah dan yang kedua yaitu, sekolah

memperbolehkan siswanya membawa telepon

seluler dengan berbagai pesyaratan. (2) nilai

karakter toleransi adalah sikap dan tindakan

yang menghargai perbedaan agama, suku,

etnis, pendapat, sikap, dan tindakan yang

berbeda dari dirinya. Nilai karakter toleransi

dalam teks diskusi materi bahasa Indonesia

adalah sebagai berikut.

“Masyarakat yang setuju siswa boleh

membawa telepon seluler ke sekolah

memiliki alasan, yaitu orang tua dapat

menghubungi anaknya baik secara

langsung maupun tidak

langsung.Dengan membawa telepon

seluler, setidaknya orang tua merasa

nyaman karena dapat berkomunikasi

dengan anaknya jika terjadi perubahan

jadwal, kondisi darurat, dan

sejenisnya. Jika siswa tidak membawa

telepon seluler sedangkan orang tua

perlu segera menghubungi, orang tua

harus menghubungi kantor sekolah.

Akibatnya, waktu yang berharga bisa

hilang. Apalagi, saluran telepon di

kantor sekolah sedang sibuk. Sekolah

juga harus mengirim seseorang untuk

menghubungi siswa yang

bersangkutan dan menyampaikan

pesan atau memanggilnya ke kantor

untuk menerima telepon. Di samping

itu, salah satu keuntungan dari

penggunaan telepon seluler di sekolah

adalah telepon seluler dapat digunakan

sebagai alat bantu, terutama telepon

seluler yang dilengkapi dengan

beberapa aksesoris, seperti kalkulator,

kamera, dan internet. Aplikasi ini

dapat dimanfaatkan untuk membantu

dalam bidang akademik.

Sementara itu, masyarakat

yang tidak setuju siswa membawa

telepon seluler ke sekolah mengatakan

bahwa aplikasi yang tersedia di

telepon seluler dapat memengaruhi

konsentrasi siswa dalam pembelajaran.

Ketika telepon seluler berdering di

kelas, meskipun hanya mode getar,

kegiatan pembelajaran akan

terganggu. Hal itu akan merugikan

seluruh kelas. Di samping itu, siswa

dapat menggunakan telepon seluler

untuk kegiatan melawan hukum

seperti pencurian, dan

sejenisnya.Aplikasi internet di telepon

seluler memberikan kesempatan untuk

melakukan kecurangan.Siswa dapat

pergi ke internet untuk mencari

jawaban pada saat ulangan.Siswa bisa

membawa teks contekan dalam

telepon seluler.Kadang-kadang, hanya

anak-anak dari keluarga mampu yang

memiliki telepon seluler.Hal ini dapat

menyebabkan banyak masalah sosial,

seperti kecemburuan, pencurian, dan

pelecehan.Proses penyesuaian di

sekolah menjadi agak sulit karena

adanya kesenjangan sosial.”

Salah satu sikap yang harus benar-

benar ditanamkan kepada generasi muda

bangsa saat ini, termasuk di dalamnya pelajar

dan mahasiswa adalah toleransi dan

penghormatan atas perbedaan

pendapat.Lingkungan pendidikan, terutama

sekolah, pondol pesantren, dan kampus,

merupakan lembaga yang memiliki peran

utama dalam pembentukan sikap dan karakter

bangsa. Baik atau buruknya karakter bangsa

ini, sangat ditentukan oleh bagaimana proses

pendidikan dijalankan. Toleransi adalah salah

Page 36: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 204

satu nilai dalam pendidikan karakter.Toleransi

berarti sikap dan tindakan menghargai,

menghormati, dan mengapreasiasi prestasi

yang diraih oleh orang lain serta berbagai

perbedaan yang ada. Sikap toleransi dan

penghormatan atas perbedaan pendapat ini

sangat penting untuk kita aplikasikan di dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam teks diskusi BSMTSKS/120,

terdapat dua argument mendukung dan

menentang yang membahas isu tentang boleh

tidaknya siswa khususnya sekolah dasar dan

sekolah menengah pertama membawa telepon

seluler ke sekolah.Jelas sekali terdapat

perbedaan sebuah pendapat.Jika saja setiap

insan manusia di dunia ini mampu menerima

yang namanya perbedaan sungguh indah dan

damainya hidup ini.(3) nilai karakter peduli

sosialadalah sikap dan tindakan yang selalu

ingin memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang membutuhkan. Nilai peduli

social dalam teks diskusi dalam materi bahasa

Indonsia adalah sebagai berikut.

“Kadang-kadang, hanya anak-anak dari

keluarga mampu yang memiliki telepon

seluler.Hal ini dapat menyebabkan banyak

masalah sosial, seperti kecemburuan,

pencurian, dan pelecehan.Proses penyesuaian

di sekolah menjadi agak sulit karena adanya

kesenjangan sosial.”

(BSMTSKS/120)

Kepedulian sosial yaitu sebuah sikap

keterhubungan dengan kemanusiaan pada

umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota

komunitas manusia.Kepedulian sosial adalah

kondisi alamiah spesies manusia dan

perangkat yang mengikat masyarakat secara

bersama-sama. Oleh karena itu, kepedulian

sosial adalah minat atau ketertarikan kita

untuk membantu orang lain. Lingkungan

terdekat kita yang berpengaruh besar dalam

menentukan tingkat kepedulian sosial

kita.Lingkungan yang dimaksud di sini adalah

keluarga, teman-teman, dan lingkungan

masyarakat tempat kita tumbuh.Karena

merekalah kita mendapat nilai-nilai tentang

kepedulian sosial. Nilai-nilai yang tertanam

itulah yang nanti akan menjadi suara hati kita

untuk selalu membantu dan menjaga sesama.

Dalam teks diskusi, BSMTSKS/120 kutipan

pernyataan argumen menentang terdapat

kalimat yang menyatakan kepedulian terhadap

anak-anak yang berasal dari keluarga tidak

mampu. Kepedulian sosial yang di maksud

bukanlah untuk mencampuri urusan orang

lain, tetapi lebih pada membantu

menyelesaikan permasalahan yang di hadapi

orang lain dengan tujuan kebaikan dan

perdamaian.(4) nilai karakter jujur,adalah

perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

dan pekerjaan. Nilai karakter jujur dalam teks

diskusi dalam materi bahasa Indonesia adalah

sebagai berikut.

“Aplikasi internet di telepon seluler

memberikan kesempatan untuk

melakukan kecurangan.Siswa dapat

pergi ke internet untuk mencari

jawaban pada saat ulangan.Siswa bisa

membawa teks contekan dalam

telepon seluler”.

(BSMTSKS/120)

Jujur adalah sikap atau sifat seseorang

yang menyatakan sesuatu dengan

sesungguhnya dan apa adanya, tidak

ditambahi ataupun tidak dikurangi serta

perilaku yang mencerminkan kesatuan antara

pengetahuan, perkataan, dan perbuatan

sehingga menjadikan orang yang bersangkutan

sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Sifat

jujur ini harus dimiliki oleh setiap manusia,

karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip

dasar dari cermin akhlak seseorang.Jujur juga

dapat menjadi cerminan dari kepribadian

seseorang bahkan kepribadian bangsa.Oleh

sebab itulah, kejujuran bernilai tinggi dalam

kehidupan manusia.dan (5) nilai karakter

tanggung jawab.Nilai karakter tanggung jawab

adalah sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang

seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, social, dan

budaya) negara dan Tuhan yang Maha Esa.

Nilai karakter tanggung jawab dalam materi

bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

“Diharapkan semua pihak, baik

orangtua, guru, pemerintah maupun

siswa untuk bersama-sama mencegah

dampak-dampak negatif yang

ditimbulkan dari internet.Pemerintah

Page 37: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 205

diharapkan dapat memblokir situs-

situs yang tidak baik.Orang tua juga

diharapkan dapat lebih memperhatikan

anaknya agar anak dapat terus

terpantau dan tidak terjerumus ke

dalam hal-hal yang tidak baik.”

(DIBP/126)

Tanggung jawab bersifat kodrati, yang

artinya tanggung jawab itu sudah menjadi

bagian kehidupan manusia bahwa setiap

manusia dan yang pasti masing-masing orang

akan memikul suatu tanggung jawabnya

sendiri-sendiri. Apabila seorang tidak mau

bertanggung jawab, maka tentu ada pihak lain

yang memaksa untuk tindakan tanggung

jawab tersebut. Dalam teks dikusi DIBP/127,

dipaparkan dalam bagian simpulan orang tua

juga diharapakan dapat lebih memperhatiakn

anaknya agar anak dapat terus terpantau dan

tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak

baik.Artinya disini dijelaskan secara tidak

langsung bahwa sudah seharusnya sebagai

orang tua memiliki kewajiban dan tanggung

jawab untuk mengawasi dan memantau

perkembangan dari anak.

Berikut adalah paparan dari teks diskusi

“Bolehkah Siswa Membawa Telepon Seluler

ke Sekolah?dan Dampak Internet bagi Pelajar.

Berdasarkan hasil observasi yang

dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 5

Januari 2017, guru atas nama Ni Nyoman

Mendri, S.Pd memulai pembelajaran dngan

tahap pendahuluan. Guru mengucapkan salam

kepada para siswa dan berdoa bersama

(religius). Siswa secara serentak menjawab

salam dari guru dan berdoa bersama (religius).

Setelah itu, guru mengabsen peserta didik,

sementara peserta didik mempersiapkan diri

untuk memulai kegiatan pembelajaran

(disiplin). Dilanjutkan dengan guru

menagajukan pertanyaan tentang keterkaitan

pengetahuan sebelumnya dengan materi yang

akan dipelajari (rasa ingin tahu), siswa

diharapkan dapat merespon atas pertanyaan

dari guru tentang keterkaitan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan

dipelajari (rasa ingin tahu) guru

menyampaikan informasi tentang Kompetensi

Dasar (KD), tujuan pembelajaran, dan manfaat

pembelajaran (disiplin). Peserta didik

menyimak dengan seksama penjelasan

cakupan materi dan penjelasan urain kegiatan

pembelajaran (disiplin).

Pada kegiatan inti tahap mengamti,

siswa mengamti teks diskusi dengan cermat

dan membaca buku teks (tanggung

jawab).Kemudian pada tahap menanya siswa

mengajukan pertanyaan.Selanjutnya pada

tahap menanya siswa mengajukan pertanyaan

sehubungan dengan masalah yang dihadapi

(rasa ingin tahu).Kemudian guru

mengarahkan peserta didik membentuk

kelompok dengan anggota 5-6 orang

(disiplin) siswa merespon arahan dari guru di

dalam kelas (disiplin). Guru memfasilitasi

terjadinya interaksi antara peserta didik

dengan guru dan atau peserta didik dengan

berbagai sumber dan siswa melakukan

kegiatan diskusi (demokratis). Selanjutnya

guru memonitor kegiatan diskusi serta

membimbing kelompok siswa yang

mengalami kesulitan (bertanggung jawab)

siswa aktif bersama anggota kelompok

menggali informasi melalui buku

pembelajaran (gemar membaca).

Pada tahapan mengolah data siswa

mendiskusikan informasi yang diperoleh

sehingga mendapatkan jawaban atas masala

hang diajukan (demokrasi) guru berperan

sebagai narasumber dan fasilitator dalam

menjawab pertanyaan peserta didik yang

mengalami kesulitan dengan bahasa yang baik

dan santun (bersahabat komunikatif)

sementara siswa menyimak setiap jawaban

dan penjelasan yang disampaikan guru

(bersahabat komunikatif).

Pada tahapan mengomunikasikan

masing-masing kelompok peserta didik

mempresentasikan pengertian diskusi, tujuan,

dan jenis-jenis dan struktur isi teks diskusi

(tanggung jawab) guru memberikan

konfirmasi melalui berbagai sumber untuk

memecahkan masala hang dihadpi peserta

didik, siswa menyimak penjelasan yang

disampaikan guru (tanggung jawab)

Pada tahapan terakhir yaitu kegiatan

penutup siswa menyampaikan hambatan-

hambatan yang dialami pada saat memahami

pembelajaran (jujur).Menyimpulkan kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan (tanggung

jawab). Guru menanggapi dan memberikan

saran atas hambatan-hambatan yang dialami

Page 38: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 206

peserta didik selama kegiatan pembelajaran,

sementara siswa menyimak saran yang di

sampaikan guru (komunikatif). Memberikan

informasi mengenai proses pembelajaran pada

pertemuan berikutnya (tanggung jawab) siswa

menyimak informasi mengenai proses

pembelajaran selanjutnya (disiplin) pada

tahapan paling akhir yaitu, guru menutup

pelajaran dengan mengucapkan salam dan

siswa merespon salam dari guru (religious).

Kutipan data di atas merupakan

gambaran pelaksanaan yang dilakukan oleh

guru. Pada proses pelaksanaan pembelajaran

bahasa Indonesia tersebut telah terinsersi nilai-

nilai karakter bangsa dengan baik, dan

penginsersian pndidikan karakter tersebut

berupa nilai religious, jujur, disiplin, kerja

keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin

tahu, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar

membaca, dan tanggung jawab. Nilai karakter

tersebut tidak disampaikan secara tegas oleh

guru pada saat pembelajaran sehinga terkesan

penerapannya dilakukan tanpa di sadari.

Pelaksanaan pembelajaran idealnya

mengacu pada RPP.Namun dalam penelitian

ini, guru melakukan penyesuaian di lapangan

sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sadirman (2014)

bahwa tidak dapat diingkari banyak peristiwa

atau bentuk interaksi di lapangan meskipun

tidak direncanakan, kadang-kadang akan

menimbulkan pengalaman baru sehingga

dijadikan pengetahuan dan pengalaman.

Dalam proses pelaksanaan

pembelajaran, nilai karakter yang paling

dominan muncul adalah nilai karakter

tanggung jawab dan displin. Sejalan dengan

yang diungkapkan Mulyasa (2014), dalam

rangka menyukseskan pendidikan karakter,

guru harus mampu menumbuhkan disiplin

peserta didik. Guru harus mampu membantu

peserta didik mengembangkan pola

perilakunya, meningkatkan standar

perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai

alat untuk menegakan disiplin. Disiplin yang

tinggi pula.

Penerapan pendidikan karakter bangsa

secara terintegrasi memang sudah tepat yaitu

sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh

Zubaedi (2011), bahwa format pembelajaran

pndidikan karakter secara terpadu dipandang

relevan dalam upaya mewujudkan karakter

bangsa yang sedang terpuruk. Hal ini sejalan

juga dngan konsep penerapan sikap dalam

kurikulum 2013, yaitu KI-1 (sikap spiritual)

dan KI-2 (sikap social) diajarkan secara tidak

langsung (indirect teaching) melalui KI-3

(pengetahuan) dan KI-4 (keterampilan).

Dalam pendidikan karakter, motivasi

merupakan sebuah hal yang baik dalam

membangun karakter dan menentukan

keberhasilan dari upaya pembangunan

karakter tesebut. Sebagai seorang guru wajib

memberikan motivasi yang lebih kepada siswa

dalam rangka menghadapi permasalahannya

bukan malah menakut-nakuti siswa dan

membuatnya down karena masa depan siswa

bukan hanya didasarkan pada nilai yang

tertera di laporan hasil belajar melainkan juga

pada sikap dan perilaku siswa di dalam dan di

luar sekolah. Motivasi yang membangun

karakter siswa dengan demikian maka akan

terlihat sejauh mana keberh asilan dalam

membentuk karakter siswa.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran, guru harus mampu

membangkitkan motivasi belajart peserta didik

sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Sementara kendala dalam konteks penelitian

ini adalah faktor yank membatasi atau

menghalangi penginsersian nilai-nilai karakter

bangsa pada proses pembelajaran Bahasa

Indonesia kelas VIII Semester II SMP Negeri

2 Mengwi dalam pencapaian sasaran tujuan

pembelajaran. Hasil penelitian ini kendala

yang dihadapi guru bahasa Indonesia kelas

VIII SMP Negeri 2 Mengwi dalam

menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa

pada proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Kendala yang dihadapi guru dalam

menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa

pada proses pembelajaran yaitu, kesulitan

dalam menghadapi karakter setiap siswa.

Setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-

beda. Ada yang memiliki karakter baik, nakal,

pendiam, pemalu, penurut, susah diatur. Untuk

menumbuhkan ataupun menginsersikan nilai-

nilai karakter bangsa kepada siswa yang baik

dan penurut saat kegiatan pembelajaran, itu

tidak jadi masalah. Namun, untuk

menumbuhkan nilai-nilai karakter bangsa

Page 39: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 207

kepada siswa yang memiliki karakter nakal,

pendiam, bahkan pemalu, guru mengalamni

kesulitan untuk menginsersikan dalam proses

pembelajaran karena siswa yang demikian

sulit untuk diatur dan diberitahu agar bersedia

menunjukan sikap menghargai dan

mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia

sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa

dengan menggunakan bahasa Indonesia

dengan baik dan benar saat menyampaikan

informasi baik lisan maupun tulisan karena itu

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Hasil penelitian terkait pernah dilakukan

oleh Suwija (2012) telah menyimpulkan

bahwa bahwa pendidikan karakter bangsa

telah menjadi wacana nasional yang patut

direvitalisasi bersama-sama untuk dapat

disosialisasikan pada setiap kesempatan guna

menjaga stabilitas bangsa, sekaligusmencapai

tujuan pembangunannasional.Octavita (2017)

menyatakan bahwa dengan mengintregasikan

nilai-nilai karakter dalam proses belajar

mengajar, para siswa tidak hanya memiliki

kemampuan kognitif, tetapi mereka mampu

menerapkan semua nilai yang terkandung

dalam pendidikan karakter baik dalam

kehidupan di sekolah maupun di masyarakat

PENUTUP

Berdasarkan masalah yang diajukan,

hasil kajian penginsersian nilai-nilai kartakter

bangsa pada materi dan proses pembelajaran

bahasa Indonesia kelas VIII semester II SMP

Negeri 2 Mengwi dapat disimpulkan bahwa,

insersi nilai-nilai karakter bangsa pada materi

pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII

semester II SMP Negeri 2 Mengwi

menunjukan bahwa telah ditemukan nilai-nilai

karakter bangsa. Insersi nilai-nilai karakter

bangsa pada materi pembelajaran diinsersikan

walaupun tidak terlalu banyak dicantumkan

dan hanya beberapa nilai karakter saja.

Penginsersian nilai-nilai karakter pada

proses pelaksanaan pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas VIII semester II SMP

Negeri 2 Mengwi menunjukan bahwa telah

ditemukan nilai-nilai karakter pada proses

pelaksanaan pembelajaran.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh

guru bahasa Indonesia kelas VIII semester II

SMP Negeri 2 Mengwi yaitu dalam

pelaksanaan terletak pada karakter setiap

siswa. Siswa memiliki karakter yang berbeda-

beda, sehingga menyulitkan guru dalam

menginsersikan nilai-nilai karakter bangsa

dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan dengan temuan dalam

penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin

diberikan melalui penelitian ini yakni,

Siapapun yang akan memanfaatkan

pendidikan karakter, penelitian ini dapat

digunakan sebagai referensi bagi

perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan khususnya dalam penginsersian

nilai-nilai karakter pada proses pembelajaran

bahasa Indonesia.

Hendaknya guru dapat menginsersikan

nilai-nilai karakter bangsa dengan baik dalam

proses pelaksanaan pembelajaran bahasa

Indonesia agar tujuan pembelajaran dapat

dicapai secara maksimal. Dari pihak sekolah

dan dinas pendidikan hendaknya memberikan

pelatihan kembali terkait dengan Kurikulum

2013, agar penginsersian nilai-nilai karakter

bangsa dapat berjalan dengnan baik dalam

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

Demikianlah seluruh proses penelitian

ini penulis akhiri dengan hasil tentu belum

mencapai kesempurnaan, walaupun harapan

yang terkandung sungguh tiada

batas.Akhirnya tulisan ini dipersembahkan

bagi keperluan perkembangan, pembinaan,

pelestarian bahasa, dan sastra Indonesia

khususnya dalam rangka peningkatan ilmu

pengetahuan bagi guru pengajar bahasa dan

sastra Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Yunus. 2012. Desain Sistem

Pembelajaran Dalam Konteks

Kurikulum 2013. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung.

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian.

Malang: UMM.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Battistich, Victor. 2007. Character Education,

Prevention, and Positif Youth

Page 40: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 _______________________________________________________________ 208

Development. Illinois: University of

Missouri, St Louis

Damayanti, Deni 2014.Panduan Implementasi

Pendidikan Karakter Di Sekolah.

Yogyakarta: Araska.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-Dimensi

Metode Penelitian Pendidikan dan

Sosial. Pontianak: Alfabeta.

Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20

tahun 2003, Sistem Pendidikan

Nasional, http://www.depdiknas.go.id

Materi Pelatihan Guru Implementasi

Kurikulum 2013 SMP/MTS: Bahasa

Indonesia (2013). Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

Mulyasa.2014 .Manajemen Pendidikan

Karakter. Jakarta: Bumi Aksara

Octavita, Rr. Astri Indriana & Ria Saraswati.

2017. Integrasi Pendidikan

BerkarakterDalam Pembelajaran

Bahasa Inggris. Jurnal Terapan

Abdimas. Volume 2 (hlm. 33-40)

Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 81a.Implementasi Kurikulum

2013. Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Prenanda Media Group

Setyosari, Puniji. 2013. Metode Penelitian

Pendidikan dan Pengembangan.

Jakarta: Kencana

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R & D. Bandung. Alfa Beta.

Sujud P.J, Slamet, Blasius Suprapta &Sonny

Wedhanto. 2014. Eksplorasi Nilai-

Nilai Pendidikan Karakter BangsaDari

Sejarah Lokal MalangMulaiZaman

Prasejarah Sampai Masa Hindu-Budha

Abad XI.Jurnal Sejarah dan Budaya.

Volume 8, Nomor 1 (hlm. 83-95)

Supardi, Haryanto & Huri Suhendri. 2014.

Efektivitas Pengembangan Nilai-Nilai

Karakter Bangsa Melalui

Ekstrakurikuler Pramuka. Edutech.

Volume 1, Nomor 3 (hlm. 374-385)

Suwija, I Nyoman. 2012. Nilai –Nilai

Pendidikan Karakter Dalam

Pembelajaran Bahasa Bali. Jurnal

Pendidikan Karakter. Volume 2,

Nomor 2 (hlm. 67-80)

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter.

Jakarta: Kencana Prenanda Media

Group

Page 41: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 __________________________________________________________ 209

INTEGRASI BUDAYA LOKAL DALAM MUATAN SIKAP PEMBELAJARAN ANAK

KELAS TINGGI PADA TEMA DAERAH TEMPAT TINGGALKU

I Wayan Lasmawan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan: (1) nilai sikap

spiritual dan sosial pada pembelajaran tema Daerah Tempat Tinggalku, (2) serta nilai

budaya lokal dalam aktivitas umum anak kelas tinggi yang dapat digunakan untuk

mengembangkan sikap spiritual dan sosial pada pembelajaran. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan variabel nilai sikap, muatan

pembelajaran, dan nilai budaya lokal. Subjek penelitian terdiri dari 11 narasumber

yaitu budayawan,guru kelas dan orang tua siswa. Instrumen yang digunakan yaitu

lembar pencatatan dokumen dan pedoman wawancara. Temuan penelitian

menunjukkan: (1) muatan sikap spiritual yang muncul yaitu berperilaku syukur dan

toleransi dalam beribadah. (2) Muatan sikap sosial yang muncul yaitu jujur, disiplin,

tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri. Nilai budaya lokal yang dapat

digunakan untuk mengembangkan sikap spiritual dan sosial berupa: (a) permainan

barong-barongan, poh-pohan, dan megoak-goakan. (b) Mendengarkan cerita Lubdaka,

I Durma, dan Cupak Teken Gerantang. Gending rare ratu anom dan merah putih

bendera titiange. (c) Salam budaya lokal berupa Om Suastiastu dan Om Santih, Santih,

Santih Om. (d) Kewajiban bersembahyang berupa mebanten saiban dan mebanten

canang. Berdasarkan temuan tersebut dihasilkan pemetaan aktivitas budaya lokal yang

dapat digunakan untuk mengembangkan sikap spiritual dan sosial pada pembelajaran

tema daerah tempat tinggalku.

Kata kunci: budaya lokal, muatan pembelajaran, muatan sikap

ABSTRACT

The purpose of this research aims to Analyze and describe (1) the spiritual and social

attitudes from theme Daerah Tempat Tinggalku (2) The value of local culture in the

general activities of high-class children that used to develop spiritual and social

attitudes on learning. This research use the descriptive qualitative survey method

.Variables of spiritual and social attitudes, the content of learning, and the local

culture. Subject of research is deep interview with experts culture, class teacher, and

parents of student. Instruments used recording documents and interview, The research

findings show: (1) spiritual attitudes that behave gratitude and tolerance of worship.

(2) social attitudes are honest, disciplined, responsible, polite, caring, and confident.

The value of local culture develop spiritual and social attitudes include: (a) barong-

barongan, poh-pohan, and megoak-goakan. (b) Listening story Lubdaka, I Durma, and

Cupak teken Gerantang. Gending rare ratu anom and merah putih bendera titiange.

(c) cultural local greetings Om Suastiastu and Om Santih, Santih, Santih Om (d)

Obligation to pray like mebanten saiban,mebanten canang. Based on the findings,

resulting mapping of local cultural activities content that can be used to develop

spiritual and social attitudes in learning theme daerah tempat tinggalku.

Keywords : Attitude content, local culture

Page 42: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 210

PENDAHULUAN

Pendidikan formal menjadi primadona

sebagai wadah untuk membentuk SDM yang

berkualitas. SDM yang berkualitas

dipandang tidak hanya terkait tingkat

kecerdasannya, melainkan seseorang yang

memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Dantes

(2014:64) menyatakan, “kehidupan

masyarakat dewasa ini makin terobsesi

dengan kehidupan-kehidupan material yang

makin mendesak untuk dipenuhi, sehingga

pembangunan sains teknologi pun semakin

mengarah kepemenuhan aspek-aspek

kehidupan material, dan cenderung

mengarah pada memudarnya nilai-nilai

kemanusiaan sebagai dasar pengembangan”.

Permasalahan memudarnya nilai-nilai

kemanusiaan harus diatasi perlahan dengan

menanamkan nilai-nilai moral pada setiap

individu.

Suatu pedoman yang digunakan untuk

menjalankan penanaman moral pada dunia

pendidikan agar tidak menyimpang dari

tujuan pendidikan nasional adalah

kurikulum. Kurikulum adalah perangkat

mata pelajaran dan program pendidikan yang

diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara

pendidikan yang berisi rancangan pelajaran

yang akan diberikan kepada peserta

pelajaran dalam satu periode jenjang

pendidikan. Kurikulum merupakan salah

satu unsur yang memberikan kontribusi

untuk mewujudkan proses berkembangnya

kualitas potensi peserta didik. Kurikulum

2013 dikembangkan berbasis pada

kompetensi sangat diperlukan sebagai

instrumen untuk mengarahkan peserta didik

menjadi: (1) manusia berkualitas yang

mampu dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah; (2) manusia

terdidik yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan

(3) warga negara yang demokratis,

bertanggung jawab (kemendikbud, 2014:2).

Dalam penerapannya, kurikulum 2013

tentu saja memiliki alasan atau tantangan

untuk dikembangkan dalam perbaikan

pendidikan. Tantangan tersebut datang dari

arah eksternal maupun internal. Tantangan

Internal yang dimaksud meliputi (a)

Pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional

Pendidikan yang meliputi standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar

sarana dan prasarana, standar pengelolaan,

standar pembiayaan, dan standar penilaian

pendidikan. (b) Perkembangan penduduk

Indonesia dilihat dari pertumbuhan

penduduk usia produktif. Penduduk dengan

usia produktif merupakan modal besar bagi

suatu negara apabila penduduk tersebut

memiliki kompetensi dan keterampilan

untuk suatu proses pembangunan. Namun,

apabila sebaliknya penduduk dengan usia

produktif tersebut tidak memiliki kompetensi

dan keterampilan maka hanya akan

menambah beban negara dan memicu

tumbuhnya suatu negara tanpa SDM yang

berkualitas. Tantangan eksternal, yang

dihadapi dunia pendidikan antara lain

berkaitan dengan tantangan masa depan,

kompetensi yang diperlukan di masa depan,

persepsi masyarakat, perkembangan

pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai

fenomena negatif yang mengemuka.

Dalam kaitannya dengan pencapaian

kurikulum tantangan tersebut perlu

ditindaklanjuti agar tidak semakin

menyimpang. Ciri khas pada kurikulum

2013 adalah adanya kompetensi inti yang

menyungsung proses pendidikan.

Kompetensi inti terdiri dari empat jenis

kompetensi yaitu; Kompetensi Inti 1 tentang

sikap spiritual, Kompetensi Inti 2 tentang

sikap sosial, Kompetensi Inti 3 tentang

pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 tentang

keterampilan. Keempat kompetensi ini

diimplementasikan pada proses

pembelajaran. KI 1 dan KI 2 dibelajarkan

secara tidak langsung sehingga sikap

spiritual dan sosial ini akan memberikan

dampak pengiring bagi KI 3 dan KI 4.

Segala tuntutan yang dikemas pada

kurikulum 2013 tidak terlepas dari suatu

pengantar makna yaitu “bahasa”. Bahasa

merupakan alat yang digunakan sebagai alat

penyampaian informasi atau maksud yang

ingin ditujukan secara lisan maupun tulisan.

(Abidin.2015:19) menyatakan “bahasa

secara hakiki memiliki keterhubungan

dengan kegiatan berpikir manusia, karena

selanjutnya bahasa berfungsi sebagai

penghela, pembawa, dan pengembang ilmu

Page 43: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 211

pengetahuan”. Siswa pada sekolah dasar

perlu ditananamkan kemampuan berbahasa

agar mampu memahami makna dari setiap

materi yang disajikan.

Berdasarkan tuntutan tersebut serta

untuk menjawab tantangan eksternal dan

internal yang telah dikemukakan,

pembelajaran pada siswa kelas tinggi harus

disesuaikan dengan tuntutan kurikulum

2013. Secara praktis untuk mencapai tujuan

pembentukan kurikulum 2013 tersebut selain

RPP, buku guru, dan buku siswa yang telah

dirancang sesuai kurikulum 2013, diperlukan

juga suatu penunjang yang dipandang dalam

pelaksanaanya lebih menanamkan nilai-nilai

luhur suatu bangsa. Penanaman nilai-nilai

budaya dan moral dapat dilakukan melalui

upaya komunikasi dan kebiasaan anak dalam

melakukan aktivitas. Hal ini sejalan dengan

penelitian Trisna (2013) yang menyatakan

melalui pembelajaran bahasa (alat

komunikasi) diharapkan realisasi pendidikan

karakter pada anak usia sekolah dasar dapat

dioptimalkan, mengingat bahasa disamping

sebagai salah satu unsur kebudayaan,

memungkinkan pula manusia memanfaatkan

pengalaman-pengalaman mereka,

mempelajari dan mengambil bagian dalam

pengalaman pengalaman itu, serta belajar

berkenalan dengan nilai-nilai dasar

berkehidupan yang sangat dibutuhkan dalam

bermasyarakat.

Atas dasar pemikiran tersebut, dapat

dipahami aktivitas anak dan pembentukan

karakter berwawasan kearifan lokal memiliki

tujuan yang sejalan yaitu membentuk

manusia yang mempunyai pemahaman,

sikap, dan perilaku yang berkarakter dan

memiliki nilai-nilai luhur. Kearifan lokal

yang dimaksud berupa budaya yang dimiliki

oleh suatu wilayah. Berkaitan dengang

budaya dalam penelitiannya Oduolowu

(2014) mengatakan “Culture is an important

aspect of background knowledge and it

influences all aspects of life. Culture has a

major impact on all components of learning

process.” Yang artinya (Budaya merupakan

aspek penting dari latar belakang

pengetahuan dan budaya mempengaruhi

semua aspek kehidupan. Selain itu budaya

memiliki dampak besar pada semua

komponen proses pembelajaran). Dalam

penelitiannya terkait pentingnya budaya

lokal Mulyaningsih (2013) juga menyatakan

pembelajaran berbasis budaya merupakan

strategi penciptaan lingkungan belajar dan

perancangan pengalaman belajar yang

mengintegrasikan budaya sebagai bagian

dari proses pembelajaran. Pembelajaran

berbasis budaya lokal berlandaskan pada

pengakuan terhadap budaya sebagai bagian

yang mendasar dan penting bagi pendidikan

dan perkembangan pengetahuan.

Salah satu komponen pembelajaran

yang dikembangkan melalui pembentukan

karakter berwawasan kearifan lokal adalah

sikap. Sikap yang maksud dalam penelitian

ini adalah sikap spiritual dan sikap sosial.

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan

pembelajaran yang mampu mendukung

penanaman aspek sikap spiritual dan sosial

dalam pembelajaran berbasis budaya lokal.

Salah satu upaya dalam pembelajaran yang

mampu menarik minat siswa adalah

kegiatan/aktivitas berbudaya lokal. Dengan

aktivitas yang diselipkan pada muatan

pembelajaran, peserta didik akan memaknai

tiap aktivitas seperti bermain, bercerita/

mesatua, Bernyanyi/ gending rare,

kebiasaan memberi salam, dan kewajiban

bersembahyang sehingga aspek sikap yang

sengaja diselipkan melekat pada benak

peserta didik secara tidak langsung. Agar

berkaitan dengan tema pembelajaran yang

berlangsung, diperlukan adanya suatu

analisis sikap yang terkandung pada tema

pembelajaran tersebut.

Berdasarkan hal tersebut dilakukan

suatu penelitan yang bertujuan untuk

menganalisis muatan sikap siswa kelas tinggi

dalam pembelajaran. Agar berkaitan dengan

tema pembelajaran, analisis sikap dikaitkan

dengan pengembangan sikap berbasis

budaya lokal. Hal ini dilakukan untuk

menghasilkan sebuah pemetaan aktivitas

budaya lokal terkait muatan sikap yang bisa

dimasukkan kedalam aktivitas anak yang

berbasis budaya lokal, yang nantinya bisa

digunakan untuk membelajarkan anak

tentang sikap – sikap terkandung pada

muatan pembelajaran yang sesuai dengan

kurikulum 2013 untuk mendukung

pencapaian tema daerah tempat tinggalku di

kelas 4 SD.

Page 44: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 212

Tujuan dari penelitian ini antara lain

(1) Menganalisis dan mendeskripsikan nilai-

nilai sikap spiritual dan sikap sosial yang

termuat pada pembelajaran tema daerah

tempat tinggalku. (2) Menganalisis dan

mendeskripsikan nilai-nilai budaya lokal

yang muncul dalam aktivitas umum anak

kelas tinggi yang dapat digunakan untuk

mengembangkan nilai sikap spiritual dan

sosial pada pembelajaran tema daerah

tempat tinggalku.

METODE

Metode penelitian ini menggunakan

deskriptif kualitatif karena penelitian ini

ditujukan untuk mendeskripsikan nilai sikap

spiritual dan sosial, serta nilai budaya lokal

yang terkait dengan aktivitas anak kelas

tinggi. Pendeskripsian dilakukan secara

mendalam dan bermakna sehingga hasilnya

dapat digunakan sebagai bahan dalam

memetakan aktivitas anak kelas tinggi sesuai

muatan sikap dan pembelajaran sebagai

suplemen pada tema Daerah Tempat

Tinggalku kelas 4 Sekolah dasar.

Variabel-variabel dalam penelitian ini

adalah: (1) Nilai - nilai sikap spiritual dan,

sikap sosial, (2) budaya lokal dalam

kehidupan anak kelas tinggi sekolah dasar.

Analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan metode analisis

deskriptif kualitatif.

Data tentang muatan nilai-nilai sikap

spiritual dan sosial pada kurikulum 2013

yang didukung oleh data tentang budaya

lokal dalam kehidupan anak kelas tinggi

berupa aktivitas anak kelas tinggi yang

dikumpulkan dengan metode pencatatan

dokumen dan wawancara. Dokumen yang

digunakan meliputi buku guru, buku siswa

tema Daerah Tempat Tinggalku kelas 4 SD.

Metode wawancara digunakan dengan

tujuan menggali informasi dari narasumber

(budayawan, guru kelas 4SD, dan orang tua

siswa kelas 4SD) tentang nilai-nilai budaya

lokal berupa aktivitas anak kelas tinggi yang

mendukung nilai spiritual dan sosial serta

muatan pembelajaran yang disesuaikan

dengan aktivitas budaya lokal anak kelas

tinggi sebagai suplemen pencapaian

kurikulum 2013 pada pembelajaran dengan

tema Daerah Tempat Tinggalku kelas 4

Sekolah Dasar.

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah lembar pencatatan

dokumen dan pedoman wawancara. Lembar

pencatatan dokumen digunakan untuk

mengkaji muatan pembelajaran pada buku

guru dan buku siswa tema Daerah Tempat

Tinggalku kelas 4 SD. Pedoman ini

menggunakan pola dikotomi dengan kategori

muncul dan tidak muncul. Pedoman

wawancara digunakan untuk menggali

informasi dari narasumber terkait nilai-nilai

budaya lokal yang muncul dalam aktivitas

umum anak kelas tinggi serta dikaji

relevansinya untuk mendukung pemetaan

budaya lokal dalam pembelajaran.

Sebelum instrumen digunakan perlu

dilakukan pengujian untuk mengetahui

tingkat validitas pedoman pencatatan

dokumen terkait dengan nilai-nilai sikap

spiritual dan sosial serta pedoman

wawancara. Validasi dilakukan dengan cara

melakukan expert judgment oleh ahli di

bidang kurikulum dan psikologi. Hasil

evaluasi kemudian diformulasikan dengan

menggunakan teknik analisis mengacu pada

formula yang dikembangkan oleh Robert

Gregory. Rentang nilai yang diperoleh dari

Hasil validasi instrumen pencatatan

dokumen dalam penelitian ini menunjukan

kriteria sangat tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional

mengamanahkan agar pendidikan tidak

hanya memberi kesempatan untuk

membentuk insan Indonesia yang cerdas

semata, tetapi juga berkarakter, sehingga

nantinya akan lahir generasi bangsa yang

tumbuh berkembang dengan karakter yang

bernafaskan nilai luhur dan agama. Terkait

hal tersebut pada kurikulum 2013

permendikbud nomor 67 tahun 2013

memaparkan, nilai sikap spiritual untuk

sekolah dasar yaitu menerima, menjalankan,

dan menghargai ajaran agama yang

dianutnya.

Berdasarkan hasil analisis data

ditemukan bahwa nilai-nilai sikap spiritual

yang muncul pada tema Daerah Tempat

Page 45: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 213

Tinggalku adalah berprilaku syukur dan

toleransi dalam beribadah. Berkaitan

dengan budaya lokal temuan pada aktivitas

kelas tinggi berupa aktivitas bermain yang

dapat mendukung sikap spiritual berupa

berprilaku syukur pada pembelajaran

contohnya permainan barong-barongan

barongan (permainan ini merupakan

permainan yang mengarahkan anak

mengakui kebesaran Tuhan dengan

mensyukuri manifestasinya dalam wujud

barong), bade-badean , megambel-

gambelan, siap sampian (permainan

tradisional terkait kepercayaan spiritual dari

Gianyar), perang tipat (permainan

tradisional terkait kepercayaan spiritual dari

Badung). Sedangkan terkait sikap spiritual

berupa toleransi dalam beribadah,

permainan budaya lokal yang mendukung

adalah main kepur (berkaitan dengan sikap

toleransi/ hidup rukun yang mengajak siswa

menerima kekalahan / kemenangan), curik-

curik (permainan yang melibatkan kelompok

sehingga anak bersyukur dengan menerima

karakteristik temannya), dan lain-lain.

Kegiatan yang mendukung pada aktivitas

mendengarkan satua / cerita untuk

memancing sikap spiritual berupa perilaku

bersyukur pada suplemen pembelajaran

contohnya satua I Pepet teken Busuan

(menanamkan pesan yang dapat

menumbuhkan rasa syukur dan sikap suka

menolong), I cupak ajak i gerantang

(menanamkan prilaku syukur dengan

mengakui kebesaran Tuhan yang bisa

menyebabkan hukum karmaphala terjadi),

Dalem balingkang (mengisahkan terjalinnya

suatu hubungan dalam 2 kultur “hindu dan

budha” tanpa membedakan agama yang

dianut/toleransi agama), Lubdaka, awatara

( ke dua kisah tersebut adalah cerita yang

berkaitan dengan kebesaran Tuhan sebagai

sang pencipta). Pada aktivitas megending

rare berupa perilaku bersyukur yang dapat

diselipkan dan mendukung penanaman sikap

spiritual pada suplemen pembelajaran

contohnya gending curik-curik (lagu "Curik-

curik" sesungguhnya sebuah gending yang

memesankan bahwa semua ciptaan Tuhan di

dunia ini sama saja, entah dia normal atau

dalam keadaan cacat fisik kita harus

menerimanya), bebeke putih jambul (makna

putih “suci” dan jambul “terletak diatas”

pada lirik lagu menunjukan kebesaran Tuhan

yang harus dihormati dan disyukuri), made

cenik (pada lirik “batu cina bais lantang

cunguh barak” mengartikan banyak tourist

yang berdatangan ke Bali khususnya badung

dan gianyar. Sebagai rakyat bali kita harus

mensyukuri hal tersebut namun dengan tetap

menjaga kelestarian alam dan budaya),

jenggot uban (bersyukur menerima

karakteristik individu yang dilihat dari

perbedaan usia). Temuan pada aktivitas

mengucapkan salam yang mendukung

pembelajaran berupa perilaku bersyukur

contohnya salam keagamaan Panganjali /

Om Swastiastu, Paramashanti / Om Santi

Santi Santi Om (salam ini dipergunakan

untuk pertemuan dan perpisahan dalam umat

hindu. Salam tersebut dapat menumbuhkan

sikap spiritual anak karena dengan

mengucapkan salam anak sudah belajar

untuk bersyukur), Salam sehubungan dengan

waktu Rahajeng semeng, rahajeng siang,

rahajeng wengi. Temuan pada Aktivitas

kewajiban bersembahyang yang dapat

mendukung sikap spiritual pada

pembelajaran contohnya kewajiban

sembahyang / mebanten canang dan

mesegeh dapat meningkatkan nilai spiritual

anak, terutama dalam hal bersyukur karena

anak dapat menerapkan mebanten sebagai

wujud terimakasih atas pemberian sang

pencipta.

Sikap spiritual sangat penting

ditanamkan pada anak kelas tinggi. Hal ini

ditujukan agar anak selalu bersyukur atas

rahmat yang diberikan oleh Tuhan. Dengan

adanya rasa syukur dan sikap toleransi pada

anak maka hal ini dapat menumbuhkan

karakter yang baik pada siswa khususnya

anak kelas tinggi. Sejalan dengan konsepsi

karakter, Dantes (2008) menyatakan pada

umumnya pendidikan karakter mempunyai

dua tujuan utama, yaitu membantu peserta

didik menjadi bijak (smart) dan membantu

mereka menjadi orang yang baik. Baik,

dalam arti nilai-nilai moral yang seimbang,

yakni nilai-nilai yang dapat memperkokoh

martabat manusia dan mengembangkan

kebaikan individu dan masyarakat.

Mengacu pada temuan penelitian

tentang pendidikan karakter, Dewi (2016)

Page 46: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 214

menegaskan bahwa peserta didik secara aktif

mengembangkan potensinya melalui

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, akhlak mulia, kecerdasan,

dan ketrampilan.

Temuan ini juga didukung oleh hasil

wawancara dengan budayawan Ida Pandita

Mpu Jaya Acharya Nanda yang

mengemukakan bahwa nilai spiritual sangat

penting ditanamkan kepada anak kelas tinggi

untuk menanamkan prilaku bersyukur,

sehingga akan membentuk karakter anak

untuk selalu bersyukur kepada Ida Sang

Hyang Widi atas segala karunia yang telah

diberikan, dan memahami rasa syukur

tersebut dipersembahkan untuk siapa saja

yang dalam hal ini menyangkut pada konsep

Tri Hitta Karana.

Pada kurikulum 2013 ditetapkannya

sikap sosial yang juga merupakan salah satu

kompetensi inti (KI-2) dalam permendikbud

nomor 67 tahun 2013. Sikap sosial dalam

KI-2 meliputi memiliki prilaku jujur,

disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan

percaya diri dalam berinteraksi dengan

keluarga, teman, dan guru.

Nilai sikap sosial yang muncul pada

tema Daerah Tempat Tinggalku terdiri dari

enam dimensi yaitu jujur, disiplin,

tanggung jawab, santun, peduli, percaya

diri. Sikap sosial didukung oleh budaya

lokal permainan Bali seperti permainan

medagang-dagangan (menanamkan

kejujuran), ngejuk lindung (menanamkan

kejujuran), sepit-sepitan (menanamkan

kejujuran dan tanggung jawab), megale-

galean (tanggung jawab dan disiplin),

meong-meong (kepedulian), mepoh-pohan

(disiplin), dur, gemblung, dengkleng,

megoak-goakan, metek-tekan,engkeb-

engkeban, mekedeng-kedengan, bale

bunder, mekering-keringan (seluruh

permainan tersebut menanamkan sikap

disiplin menaati aturan, tanggung jawab,

percaya diri dan berani). Juga didukung oleh

aktivitas mendengarkan satua / cerita

yang dapat diselipkan untuk memancing

sikap sosial pada buku cerita anak contohnya

satua I Pepet teken Busuan (kejujuran), I

Cupak ajak i Gerantang (bertanggung

jawab), siap selem (peduli dan bertanggung

jawab), I kancil teken i kakua (percaya diri

dan disiplin), sapuh leger (peduli), men

sugih teken men tiwas (tanggung jawab,

peduli), I Durma (tanggung jawab dan

disiplin), I kakua teken I angsa (disiplin), I

puuh teken i lipi awan (kedisiplinan), pan

balan tamak (kedisiplinan). Temuan pada

aktivitas megending rare yang dapat

diselipkan untuk memancing dan

mendukung sikap sosial pada suplemen

kegiatan pembelajaran contohnya gending

putri cening ayu (peduli, tanggung jawab

dan disiplin), Goak maling (disiplin),

Bebeke putih jambul (disiplin), ratu anom

(peduli), juru pencar (peduli), made cenik

(tanggung jawab), jenggot uban (peduli),

merah putih bendera titiange (percaya diri).

Selain itu didukung oleh aktivitas

mengucapkan salam yang dapat diselipkan

untuk memancing sikap sosial pada

suplemen kegiatan pembelajaran contohnya

salam keagamaan Panganjali / Om

Swastiastu, Paramashanti / Om Santi Santi

Santi Om, (disiplin,santun) Salam

sehubungan dengan waktu Rahajeng

semeng, rahajeng siang, rahajeng wengi,

dan Astungkara (disiplin,santun). Serta

didukung oleh aktivitas kewajiban

bersembahyang yang dapat diselipkan

untuk memancing sikap sosial adalah

mebanten saiban dan mebanten canang

(aktivitas ini dapat menanamkan sikap sosial

berupa kedisiplinan, tanggung jawab, dan

kepercayaan diri apabila anak melalukannya

dengan baik).

Dengan menyelipkan aktivitas umum

tersebut, anak akan terbiasa melakukan sikap

sosial yang diterapkan secara langsung

dalam kesehariannya. Secara tidak langsung

lingkungan yang dihadapi anak akan

bermanfaat sebagai media pembentukan

karakter dengan sikap sosial yang anak

miliki. Temuan ini diperkuat dengan hasil

penelitian Cakra (2015) yang menyatakan

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

sosial adalah faktor indogen: faktor pada diri

anak itu sendiri seperti faktor imitasi,

sugesti, indentifikasi, simpati dan faktor

eksogen: faktor yang berasal dari luar seperti

lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, dan lingkungan sekolah. Faktor

tersebut dapat dilihat dari kemampuan anak

bersosialisasi dalam lingkungannya. Sikap

Page 47: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 215

sosial terbentuk secara langsung dari

pengalaman pengalaman yang individu

alami semasa hidupnya. Diantara berbagai

aspek yang memengaruhi sikap sosial,

kebudayaan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap, karena

kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakat serta memberi corak pengalaman

individu yang menjadi anggota kelompok

masyarakat.

Aktivitas budaya lokal anak seperti

bermain, mendengarkan cerita, bernyanyi,

mengucapkan salam, dan kewajiban

sembahyang memiliki aspek nilai, norma,

aturan sebagai pengembang sikap sosial bagi

anak. Sejalan dengan hal tersebut

Oktariyanti (2016) menyebutkan

pengalaman interaksi sosial sangat berperan

dalam mengembangkan kemampuan berpikir

anak. Bentuk-bentuk aktivitas mental yang

tinggi diperoleh dari konteks sosial dan

budaya tempat anak berinteraksi dengan

teman-temannya atau orang lain juga sangat

membantu perkembangan sikap sosial anak.

Berkaitan dengang budaya dalam

penelitiannya Oduolowu (2014) juga

mengatakan “Culture is an important aspect

of background knowledge and it influences

all aspects of life. Culture has a major

impact on all components of learning

process.” Yang artinya (Budaya merupakan

aspek penting dari latar belakang

pengetahuan dan budaya mempengaruhi

semua aspek kehidupan. Selain itu budaya

memiliki dampak besar pada semua

komponen proses pembelajaran).

Komponen proses pembelajaran tidak

terlepas dari muatan dan materi disetiap

pembelajaran. Muatan pembelajaran yang

terdapat dalam tema Daerah Tempat

Tinggalku terdiri dari 5 muatan

pembelajaran. Ke-5 muatan pembelajaran ini

juga dianalisis untuk menemukan cakupan

materi yang muncul dan dikaitkan dengan

budaya lokal setempat. Hal ini ditujukan

untuk mengembangkan sikap dalam muatan

pembelajaran yang berbudaya lokal.

Pada muatan pembelajaran Bahasa

Indonesia tema 8 Daerah Tempat Tinggalku

muncul secara terfokus pada buku guru dan

buku siswa yaitu mengenai teks cerita

(narasi sederhana), konteks sosial yang

melatari jenis teks, paralinguistik, kalimat

sederhana, genre tanggapan, dan

kelompok kata. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan kepada budayawan, guru

kelas 4 SD, dan orang tua siswa aktivitas

permainan yang mendukung kegiatan

pembelajaran dan berkaitan dengan muatan

sikap dalam pembelajaran B.I adalah

permainan sepit-sepitan (yang menunjukkan

permainan ini berkaitan dengan B.I adalah

pertanyaan yang ada pada kartu tanya

permainan sepit-sepitan ini). Sedangkan

tidak ditemukan aktivitas anak kelas tinggi

lainnya seperti satua, nyanyian / gending

rare, mengucapkan salam, dan kewajiban

sembahyang yang berkaitan dengan muatan

pembelajaran bahasa Indonesia.

Pada muatan pembelajaran PPKn tema

8 Daerah Tempat Tinggalku cakupan materi

yang muncul adalah materi mengenal

karakteristik individu, norma dalam

masyarakat, kandungan moral dalam

pancasila, persatuan dan kesatuan

bangsa. Budaya lokal pada aktivitas

bermain yang dapat diselipkan dan

mendukung nilai sikap pada materi PPKn

dalam pembelajaran contohnya permainan

megale-galean, mekedeng-kedengan/

mepaid-paidan, megoak-goakan, ninting

ogoh-ogoh ( permainan ini mengandung

nilai dalam pancasila sila ke-5 yaitu

bekerjasama). meong-meongan (permainan

yang mengajak siswa untuk saling menolong

dalam mengalahkan perbuatan buruk

“penerapan pancasila sila ke-2”), Poh-pohan

(permainan yang secara langsung mengajak

siswa untuk memahami lingkungan dan

menjaga kelestarian lingkungan “penerapan

sila ke 1 pancasila”), mekering-keringan

(mengajarkan anak untuk selalu bertanggung

jawab terhadap tugasnya), ngejuk lindung

(pemainan ini mengajarkan anak untuk

mampu membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk dalam kehidupan, hal ini

berkaitan dengan materi norma dalam

masyarakat), siap sampian, perang tipat

(permainan dari beberapa daerah di Bali

yang berkaitan dengan materi

keanekaragaman budaya). Aktivitas

mendengarkan satua / cerita yang

mendukung munculnya budaya lokal dalam

materi PPKn adalah satua Siap selem

Page 48: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 216

(memahami karakteristik), I Pepet teken i

Busuan (norma dalam masyarakat), rare

Angon (nilai moral dalam pancasila), I

Cupak ajak Gerantang (nilai moral dalam

pancasila), men tiwas teken men sugih

(norma dalam masyarakat), lubdaka, I Puuh

teken i lipi awan, Pan Balang Tamak,

dalem balingkang, kakua teken lutung (ke

lima cerita tersebut menanamkan nilai moral

dalam pancasila dan norma dalam

masyarakat). Aktivitas megending rare

yang dapat mendukung materi PPKn pada

pembelajaran adalah gending curik-curik,

putri cening ayu, jenggot uban, ratu anom,

Merah putih bendera titiange,Juru pencar,

made cenik (lagu-lagu tersebut disetiap

liriknya menanamkan nilai-nilai yang

terkandung pada sila pancasila dan nilai

moral dalam pancasila). Aktivitas

kewajiban bersembahyang yang

mendukung muatan pembelajaran PPKn

adalah Banten saiban, Banten sehubungan

dengan hari suci “purnama/tilem” banten

canang, dan mesegeh (kewajiban mebanten

tersebut mengarahkan anak untuk

memahami dengan mebanten artinya anak

mensyukuri anugerah yang diberikan oleh

Tuhan. Bersyukur erat kaitannya dengan

materi nilai moral dalam pancasila yaitu

pengamalan sila pertama pancasila).

Pada muatan pembelajaran IPA tema 8

Daerah Tempat Tinggalku cakupan materi

yang muncul pada buku guru dan buku siswa

tema Daerah Tempat Tinggalku hanya satu

cakupan materi yaitu materi gaya dan

gerak. Budaya lokal dalam permainan yang

berkaitan dengan muatan pembelajaran IPA

pada materi gaya dan gerak yaitu permainan

mekedeng-kedengan dalam bahasa

Indonesia dinamakan tarik tambang.

Permainan ini berkaitan dengan gaya dan

gerak karena dalam melakukan permainan

ini diperlukan pemberian gaya tarik, gaya

dorong, dan pengaruh gaya terhadap gerak

benda. Permainan lainnya yang sama-sama

memerlukan gaya untuk mempengaruhi

gerak benda adalah permainan sepit-sepitan,

tek-tek, main gemblung, dur-duran, main

kepur. Budaya lokal pada aktivitas

mendengarkan satua / cerita yang dapat

mendukung materi IPA adalah I kancil

teken kakua. Budaya lokal pada aktivitas

megending rare yang mendukung muatan

pembelajaran IPA adalah gending made

cenik (pada lagu terdapat lirik; montor

Badung ke Gianyar jika diartikan montor

adalah sebuah kendaraan yang bergerak dari

Badung ke Gianyar. “proses perpindahan

gerak benda”). Gending bebeke putih

jambul (lirik lagu “mekeber ngaja-

nganginan” menjelaskan perpindahan gerak

benda).

Pada muatan pembelajaran IPS tema 8

Daerah Tempat Tinggalku materi yang

muncul pada muatan pembelajaran IPS

adalah mengenai wilayah geografis tempat

tinggal Indonesia, aktivitas ekonomi, dan

keragaman ekonomi masyarakat. Budaya

lokal pada aktivitas bermain yang

mendukung materi IPS pada pembelajaran

contohnya permainan sepit-sepitan

(permaianan ini dijadikan awal dimulainya

permaianan/ kuis menebak wilayah geografis

Indonesia, sepit-sepitan berguna sebagai

penentu regu yang berhak menjawab

pertanyaan pada kartu pertanyaan terkait

wilayah geografis Indonesia), dengkleng ,

megale-galean, melayangan (memahami

wilayah geografis dan batas wilayah),

medagang-dagangan (proses ekonomi).

Budaya lokal aktivitas mendengarkan

satua / cerita yang mendukung materi IPS

pada suplemen pembelajaran contohnya

Men sugih teken men tiwas, Dalem

Balingkang, I cupak ajak gerantang, Selat

Bali (terkait materi (memahami wilayah

geografis dan batas wilayah serta kehidupan

ekonomi). Budaya lokal aktivitas

megending rare yang mendukung materi

IPS pada suplemen pembelajaran contohnya

gending juru pencar (keadaan geografis

suatu wilayah seperti pada lagu yaitu “di laut

banyak ikan besar”), curik-curik (dalam

lagu terdapat lirik yang berkaitan dengan

unsur kegiatan ekonomi), made cenik

(diungkapkan pada lirik makna tersirat

berupa akibat pengaruh globalisasi banyak

tourist yang berdatangan ke Bali dan kita

diingatkan untuk selalu melestarikan dan

melindungi Budaya Bali), ketut garing

(mengenal berbagai wilayah dan

karakteristiknya yang ada di Bali). Pada

aktivitas kewajiban sembahyang Budaya

lokal yang mendukung muatan IPS adalah

Page 49: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 217

mebanten Banten saiban, Banten

sehubungan dengan hari suci

“purnama/tilem” banten canang, dan

mesegeh (mebanten dilakukan untuk

memperoleh pengetahuan letak geografis

lingkungan rumah terkait dimana banten

tersebut harus dihaturkan apapun jenisnya).

Pada muatan pembelajaran SBdP tema

8 Daerah Tempat Tinggalku cakupan materi

yang muncul yaitu apresiasi dan kreasi

karya seni rupa, seni tari, seni musik /

lagu daerah, apresiasi dan kreasi karya

seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi.

Budaya lokal pada aktivitas bermain yang

mendukung materi SBdP contohnya

permainan poh-pohan, curik-curik , meong-

meong (ketiga lagu tersebut mengandung

materi karya seni musik/lagu daerah),

megambel-gambelan (karya seni musik),

merangde-rangdean (karya tiga dimensi),

gasing tradisional (karya bentuk tiga

dimensi) , Budaya lokal pada aktivitas

mendengarkan satua / cerita yang

mendukung materi SBdP pada pembelajaran

contohnya ratu anom dan janger. Budaya

lokal pada aktivitas kewajiban

sembahyang yang penting diselipkan pada

muatan pembelajaran SBdP adalah

mebanten canang (melalui mebanten

canang anak akan mulai mencari tahu cara

membuat canang yang nantinya akan

mengarahkan pada materi apresiasi karya

seni rupa dalam bentuk pembuatan canang

dalam mencipta karya seni 3D).

Berdasarkan hasil temuan di atas dapat

dilihat ternyata muatan sikap sangat banyak

dapat didukung oleh budaya lokal Bali.

Selain hal tersebut, pada umumnya muatan

pembelajaran secara tidak langsung juga

menanamkan muatan sikap sehingga dalam

penelitian ini muatan pembelajaran juga

dianalisis untuk memetakan budaya lokal

Bali dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan

agar guru lebih mudah dalam menentukan

budaya lokal apa saja yang bisa ditanamkan

nilai sikap dan sekaligus dapat diselipkan

pada tiap pembelajaran. Hasil ini telah

dibuktikan atas temuan penelitian

Mulyaningsih (2013) yang menyatakan

pembelajaran berbasis budaya merupakan

strategi penciptaan lingkungan belajar dan

perancangan pengalaman belajar yang

mengintegrasikan budaya sebagai bagian

dari proses pembelajaran. Pembelajaran

berbasis budaya lokal berlandaskan pada

pengakuan terhadap budaya sebagai bagian

yang mendasar dan penting bagi pendidikan

karakter dan perkembangan pengetahuan.

Paparan mengenai aktivitas anak kelas

tinggi yang dikaitkan dengan budaya lokal

Bali tersebut akan sangat baik jika

dimanfaatkan sebagai suplemen anak dalam

belajar. Melalui pembelajaran yang

melibatkan aktivitas keseharian anak

berbasis budaya lokal dapat menciptakan

pembelajaran menjadi lebih menarik dan

siswa bisa diarahkan untuk memaknai

aktivitas yang disuguhkan melalui

penugasan yang berkaitan dengan tema. Hal

ini didukung oleh hasil penelitian Arnasih

(2015) yang menyatakan Peserta didik selalu

power full dalam belajar, karena mereka

dihadapkan pada siatuasi belajar yang dekat

dengan lingkungan, dipancing dengan cerita-

cerita menarik sesuai dengan kebutuhan dan

potensinya. Hasil penelitian yang dilakukan

Sudarmiani(2013) menyatakan revitalisasi

budaya lokal yang relevan diperlukan untuk

membangun pendidikan karakter. Hal ini

dikarenakan kearifan lokal di daerah pada

gilirannya akan mampu mengantarkan siswa

untuk mencintai daerahnya dan mampu

mewujudkan ketahanan daerah. Berkaitan

dengan hal tersebut budaya lokal juga

dipandang penting diterapkan pada

pendidikan. Dalam pendidikan formal

pembentukan sikap yang baik dapat

diterapkan. Pernyataan tersebut telah

dibuktikan pada penelitian Parsons and

Carlone (2013) yang menyatakan

“Maintaining culture as an explanatory

construct for educational settings. the

concept of culture its explanatory potential

for the injustice and inequity tied up with

science and science education's history and

for science education's potential to use its

power for the good of the people and the

environment, and to challenge inequitable

social structures. Science education, with

cultural lenses, can be used as a tool for

counter-hegemony”.

Berdasarkan hal tersebut aktivitas

budaya lokal yang diselipkan pada muatan

pembelajaran akan mengarahkan peserta

Page 50: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 218

didik memaknai tiap aktivitas pembelajaran

serta aspek sikap yang sengaja diselipkan

melekat pada benak siswa secara tidak

langsung dan bermanfaat dalam

pembentukan karakter dan sikap siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dalam penelitian ini dapat

ditarik suatu simpulan bahwa budaya lokal

Bali memiliki potensi yang besar bagi

pembentukan karakter yang mengarah pada

muatan sikap spiritual dan sikap sosial, serta

penanaman sikap pada muatan pembelajaran.

Nilai-nilai budaya lokal yang muncul dalam

aktivitas umum anak kelas tinggi yang

mendukung nilai sikap spiritual dan sosial

pada pembelajaran tema daerah tempat

tinggalku kelas 4 SD adalah: Permainan

tradisional seperti: megale-galean,

mekedeng-kedengan/ mepaid-paidan, Poh-

pohan, Ngejuk lindung, Mekering-

keringan, Siap sampian, Perang tipat, dan

lain-lain. Satua Bali seperti: Siap selem, I

Pepet teken i Busuan, Rare Angon, I Sapuh

leger ubdaka, , I Puuh teken i lipi awan,

Pan balang tamak, Dalem balingkang, dan

lain-lain. Gending rare seperti: putri cening

ayu, jenggot uban, ratu anom, Merah putih

bendera titiange, Juru pencar, made cenik,

dan lain-lain. Salam budaya lokal seperti:

Om swastiastu, Om Santih,

Santih,Santih,Santih, Om. Kebiasaan

sembahayang seperti: mebanten saiban dan

mebanten canang.

Berdasarkan hasil dan manfaat

penelitian yang diperoleh maka dapat

diajukan saran sebagai berikut; Kepada guru-

guru disarankan secara kreatif dalam

menggunakan budaya lokal untuk

dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Selain itu perlu pengembangan pemetaan

aktivitas anak kelas tinggi ini menjadi

suplemen seperti pedoman guru untuk

melangsungkan proses pembelajaran tema

daerah tempat tinggalku kelas 4 SD. Hasil

penelitian ini juga dapat digunakan sebagai

salah satu alternatif yang bisa menanamkan

sikap spiritual, sosial, serta menarik minat

anak dalam proses pembelajaran di kelas.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin,Y. 2015. Pembelajaran Multiliterasi

Sebuah Jawaban Tantangan

Pendidikan Abad Ke-21 Dalam

Konteks Ke Indonesiaan. Bandung :

PT. Refika Aditama.

Arnasih, N.W., A.A.I.N.,Marhaeni, I.B.P.,

Arnyana. 2015. “Pengaruh

Implementasi Pembelajaran Tematik

Berbantuan Cerita Terhadap Aktivitas

Dan Prestasi Belajar Calistung Siswa

Kelas Iii Sd Di Gugus V Kecamatan

Tegallalang Kabupaten Gianyar”. E-

Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha.

Volume 4

Cakra,G., N.,Dantes , K.,Widartini. 2015.

“Pengaruh Penggunaan Metode

Pembelajaran Bermain Peran Terhadap

Sikap Sosial Dan Kemampuan

Berbicara Bahasa Indonesia Siswa

Kelas Vi Sd N 29 Dangin Puri Tahun

Pelajaran 2014/2016”. E-Journal

Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha. Volume 5 No.1

Dantes, N. 2008. “Pendidikan

Teknohumanistik (Suatu Rangkaian

Perspektif Dan Kebijakan Pendidikan

Menghadapi Tantangan Global)”.

Jurnal Penelitian Pendidikan dan

Humaniora. Singaraja: Lembaga

Penelitian Undiksha.

-------- 2014. Landasan Pendidikan Tinjauan

dari Dimensi

Makropedagogis.Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Dewi,W.K., N.Dantes, A.A.I.N., Marhaeni.

2016. “Pengembangan Prototipe Buku

Cerita Anak Berbasis Budaya Lokal

Melalui Analisis Muatan Sikap Dan

Literasi Dini Pada Pembelajaran Tema

Kegiatanku Kurikulum 2013 Kelas 1

Sekolah Dasar”. E-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha. Volume 6 No.1

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

2014. Implementasi Kurikulum 2013

Tahun 2014. Badan Pengembangan

Page 51: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ___________________________________________________________ 219

Sumber Daya Manusia Pendidikan dan

Kebudayaan

Mulyaningsih, S.S. W.,Lasmawan.

M.,Sutama. 2013. “Pengaruh Model

Problem Solving Berbasis Budaya

Lokal terhadap Motivasi Berprestasi

dan Prestasi Belajar IPS”. E-Journal

Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha. Volume 3

Oduolowu, E. 2014. “Effect of Storytelling

on Listening Skills of Primary One

Pupil in Ibadan North Local

Government Area of Oyo State,

Nigeria”. International Journal of

Humanities and Social Science. Vol.4,

No. 9

Oktariyanti, N.,Dantes, A.A.I.N.,Marhaeni.

2016. “Pengembangan Prototipe Buku

Cerita Anak Bermuatan Budaya Lokal

Melalui Analisis Muatan Sikap Dan

Literasi Dini Pada Pembelajaran Tema

Kegemaranku Kurikulum 2013 Kelas

1 Sekolah Dasar”. E-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha. Volume 6 No.1

Parsons, E.C., and H.B. Carlone. 2013.

“Culture and science education in the

21st century: Extending and making

the cultural box more inclusive”.

Journal of Research in Science

Teaching. Volume 50. No.1.

Permendikbud. Nomor 67. 2013. Tentang

Kerangka Dasar Dan Struktur

Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah

Sudarmiani. 2013. “Membangun Karakter

Anak dengan Budaya Kearifan Lokal

dalam Proses Pembelajaran di

Sekolah”. E-Journal IKIP PGRI

Madiun. Volume 1 No.1.

Trisna, G.A.P.S., A.A.I.N.,Marhaeni,

N.,Sudiana. 2013. “Analisis Pokok-

Pokok Materi Pendidikan Karakter

Berbasis Folklor Bali dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia di

Sekolah Dasar”. E-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha. Volume 3

Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta :

Kementerian pendidikan dan

kebudayaan Republik Indonesia

Page 52: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 220

POTENSI DUKUNGAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM

2013 : KASUS MUATAN SIKAP PADA TEMA BERBAGAI PEKERJAAN

N.L.P. Tiyani

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected],

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis dan mendeskripsikan nilai sikap

spiritual, (2) menganalisis dan mendeskripsikan nilai sikap sosial, (3) menganalisis

dan mendeskripsikan nilai budaya lokal dalam aktivitas anak kelas tinggi yang

mendukung muatan sikap spiritual dan sikap sosial pada tema Berbagai Pekerjaan

Kelas IV Sekolah Dasar. Metode penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif

kualitatif dengan variabel nilai sikap spiritual, nilai sikap sosial, dan nilai budaya

lokal. Subjek penelitian ini adalah: budayawan, guru kelas IV, dan orang tua siswa.

Instrumen yang digunakan adalah pencatatan dokumen dan pedoman wawancara,

kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil temuan menunjukkan muatan

sikap spiritual yang muncul yaitu ketaatan beribadah, berperilaku syukur dan

toleransi dalam beribadah. Muatan sikap sosial yang muncul yaitu jujur, disiplin,

tanggung jawab, peduli, dan percaya diri. Potensi budaya lokal yang mendukung

muatan sikap spiritual ketaatan beribadah adalah kegiatan sembahyang seperti

mebanten saiban dan mesegeh; berperilaku syukur didukung oleh mendengarkan

satua seperti Bawang Teken Kesuna; dan toleransi dalam beribadah didukung oleh

salam budaya lokal seperti Om Swastiastu dan Om Shanti, Shanti, Shanti Om. Potensi

budaya lokal yang mendukung muatan sikap sosial jujur adalah mendengarkan satua

seperti I Lutung Teken I Kekua; disiplin didukung oleh permainan tradisional seperti

magoak-goakan dan meong-meongan; tanggung jawab didukung oleh bernyanyi

gending rare seperti Putri Cening Ayu; peduli didukung oleh mendengarkan satua

seperti Bawang Teken Kesuna; dan percaya diri didukung oleh mendengarkan satua

seperti Pan Balang Tamak.

Kata kunci: budaya lokal, muatan sikap, muatan spiritual

ABSTRACT

This research aimed to (1) analyze and describe the values of spiritual attitudes, (2)

analyze and describe the values of social attitudes, (3) Analyze and describe local

cultural values in high-grade children activities that support the content of spiritual

attitudes and social attitudes on theme Berbagai Pekerjaan 4th grade elementary

school. This research method used descriptive qualitative design with the variable of

spiritual attitude value, social attitude value, and local culture value. The subjects of

this research were: humanist, 4th grade teacher, and parents of students. The

instruments used are document recording and interview guidance, then analyzed

descriptively qualitative. The findings show the contents of spiritual attitudes that

arise that is the obedience of worship, gratitude and tolerance in worship. The

contents of social attitudes that arise are honest, disciplined, responsible, caring, and

confident. The potential of local culture that supports the spiritual attitudes of

obedience is worship activities such as mebanten saiban and mesegeh; Gratitude is

supported by listening to satua like Bawang Teken Kesuna; And tolerance in worship

supported by local cultural greetings such as Om Swastiastu and Om Shanti, Shanti,

Shanti Om. The potential of a local culture that supports the content of honest social

Page 53: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 221

attitudes is to listen satua such as I Lutung Teken I Kekua; Discipline is supported by

traditional games such as magoak-goakan and meongan-meongan; Responsibility is

supported by singing gending rare such as Putri Cening Ayu; Caring is supported by

listening to satua like Bawang Teken Kesuna; And self-confidence is supported by

listening to satua like Pan Balang Tamak.

Keywords: local culture, social attitude, spiritual attitude.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah bagian hakiki dari

kehidupan masyarakat yang merupakan

upaya dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan

globalisasi selalu memegang peranan

penting dalam perkembangan dan perubahan

yang terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sementara itu, kemajuan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan globalisasi tidak terlepas dari

pendidikan. Hal tersebut menjadi tantangan

eksternal bagi dunia pendidikan. Menurut

UU Nomor 20 Tahun 2003, “pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara”, yang sekaligus merupakan

tantangan internal bagi pendidikan. Menurut

Marhaeni (2015:1), pendidikan yang relevan

harus bersandar pada empat pilar

pendidikan, yaitu (1) learning to know, yaitu

peserta didik mempelajari pengetahuan (2)

learning to do, yaitu peserta didik

menggunakan pengetahuannya untuk

mengembangkan keterampilan, (3) learning

to be, yaitu peserta didik belajar

menggunakan pengetahuan dan keterampilan

untuk hidup, (4) learning to live together,

yaitu peserta didik belajar untuk menyadari

bahwa adanya saling ketergantungan

sehingga diperlukan adanya saling

menghargai antara sesama manusia.

Pendidikan merupakan tanggung

jawab bersama antara keluarga, masyarakat

dan pemerintah baik dalam bentuk formal,

nonformal, maupun informal. Salah satu

upaya pemerintah bagi pendidikan di

Indonesia yaitu dengan mengembangkan

kurikulum pembelajaran. Kurikulum

menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum merupakan salah satu unsur yang

memberikan kontribusi untuk mewujudkan

proses berkembangnya kualitas potensi

peserta didik.

Pemerintah selalu mengupayakan

pengembangan kurikulum yang disesuaikan

dengan lingkungan serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu,

pemerintah mengembangkan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi

Kurikulum 2013. Kemendikbud (2014:2)

memaparkan bahwa “Kurikulum 2013

dikembangkan berbasis pada kompetensi

yang sangat diperlukan sebagai instrumen

untuk mengarahkan peserta didik menjadi

(1) manusia berkualitas yang mampu dan

proaktif menjawab tantangan zaman yang

selalu berubah, (2) manusia terdidik yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan (3) warga negara

yang demokratis, bertanggung jawab”.

Kurikulum 2013 telah dirancang untuk

menghadapi tantangan masa depan dan

fenomena negatif yang terjadi di masyarakat.

Tantangan masa depan dimaksudkan bahwa

siswa harus dipersiapkan dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta

keterampilan yang digunakan sebagai bekal

menggapai kesuksesan di masa depan.

“Sementara berbagai fenomena negatif di

masyarakat dimaknai sebagai perilaku yang

ditunjukkan siswa yang jauh dari akhlak

mulia, seperti perkelahian antar pelajar,

narkoba, kecurangan ujian, dan gejolak

masyarakat lainnya” sebagaimana

dinyatakan oleh Fadlillah (2014: 16).

Pelaksanaan kurikulum 2013 tidak hanya

Page 54: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 222

menekankan pada pengembangan

kemampuan kognitif saja, melainkan juga

mengembangkan sikap spiritual dan sikap

sosial siswa.

Dalam kurikulum 2013 menuntut

adanya keseimbangan pada aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan sehingga

pendidikan mampu mencetak peserta didik

yang nantinya menjadi manusia yang

berakhlak mulia, berguna bagi nusa dan

bangsa, serta menjadi manusia yang unggul.

Hal ini dapat dibuktikan dengan

dikembangkannya Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) yaitu, Standar Kompetensi

pada kurikulum KTSP menjadi Kompetensi

Inti pada kurikulum 2013. Terdapat empat

Kompetensi Inti (KI) yang dikembangkan

dalam Kurikulum 2013, yaitu KI 1 (sikap

spiritual), KI 2 (sikap sosial), KI 3

(pengetahuan), serta KI 4 (penerapan

pengetahuan/keterampilan).

Dengan diterapkannya kurikulum 2013

yang mengembangkan sikap spiritual dan

sosial, maka menimbulkan adanya

pembelajaran sikap yang terintegrasi disetiap

muatan pembelajaran. Kompetensi sikap

spiritual mengacu pada KI 1 yaitu menerima

dan menjalankan ajaran agama yang

dianutnya. Sikap spiritual atau sikap religius

mencakup menghayati dan mengamalkan

ajaran agama yang dianutnya sebagai bentuk

rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sikap spiritual ditunjukkan dengan perilaku

beriman, bertaqwa, dan bersyukur terhadap

karunia yang telah diberikan oleh Tuhan

Yang Maha Esa. Berdasarkan Permendikbud

No 67 Tahun 2013, sikap spiritual ini

mencakup menerima dan menjalankan ajaran

agama yang dianutnya sebagai bentuk rasa

syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sejalan dengan pendapat Zubaedi (2011:85)

yang menyatakan bahwa nilai-nilai sikap

spiritual ada empat indikator yaitu: ketaatan

beribadah, berperilaku syukur, berdoa

sebelum dan sesudah melakukan kegiatan,

dan toleransi dalam beribadah.

Sikap sosial mengacu pada KI 2 sesuai

Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 yaitu

memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung

jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam

berinteraksi dengan keluarga, teman, guru

dan tetangganya. Sikap ditujukan pada suatu

objek, dan objek sikap itu ada bermacam-

macam, satu diantaranya adalah situasi

dalam aspek kehidupan di lingkungan

spiritual maupun lingkungan sosial. Sikap

spiritual dipandang sebagai perwujudan dari

bentuk interaksi vertikal dengan Tuhan Yang

Maha Esa. Pengertian sikap spiritual

menurut Agustian (2009:13), adalah

kemampuan untuk memberi makna spiritual

terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan

serta hanya berprinsip kepada Tuhan.

Sementara itu, sikap sosial adalah kesadaran

individu yang menentukan perubahan yang

nyata, yang berulang-ulang terhadap objek

sosial. Menurut Rakhmat (2008:39), “sikap

adalah kecenderungan bertindak,

berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.

Dengan demikian, sikap dapat menentukan

cara seseorang dalam menghadapi individu

lain di kelompoknya dan individu di luar

kelompoknya yang disebut dengan sikap

sosial”.

Di dalam perkembangannya sikap

banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-

norma atau kelompok masyarakat. Hal ini

akan mengakibatkan perbedaan sikap antara

individu satu dengan yang lain karena

perbedaan pengaruh atau lingkungan yang

diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa

interaksi manusia, terhadap objek tertentu

atau suatu objek. Pembentukan dan

perubahan sikap tidak terjadi dengan

sendirinya. Sikap terbentuk dalam

hubungannya dengan suatu objek, orang,

kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan

antar individu, hubungan di dalam

kelompok, komunikasi surat kabar, buku,

poster, radio, televisi dan sebagainya.

Terdapat banyak kemungkinan yang

mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan

yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari

banyak memiliki peranan.

Selain aspek kehidupan dalam

lingkungan sosial, kebudayaan lokal juga

memberikan pengaruh besar terhadap

pembentukan sikap. Sebab, kebudayaan turut

serta dalam memberi dinamika pada sikap

anggota masyarakat serta memberi corak

pengalaman individu-individu yang menjadi

anggota kelompok masyarakat. Dalam

pembelajaran, nilai-nilai budaya

diintegrasikan sebagai alat bagi proses

belajar untuk memotivasi siswa dalam

Page 55: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 223

mengaplikasikan pengetahuan, bekerja

secara kooperatif (dalam tim), dan

mempersepsikan keterkaitan antara berbagai

bidang ilmu. Pembelajaran tersebut

mendorong terjadinya proses imaginatif,

metaforik, berpikir kreatif, dan juga sadar

budaya. Pembelajaran dengan budaya lokal

juga menjadikan budaya sebagai arena bagi

siswa untuk mentransformasikan hasil

observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk

dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam

dan kehidupannya. Melalui pembelajaran

tersebut, siswa tidak sekedar meniru dan atau

menerima saja informasi yang disampaikan,

melainkan bisa menciptakan makna,

pemahaman dan arti dari informasi yang

diperolehnya. Menurut Made Taro dalam

Dwi Guna (2014:47) “dunia siswa adalah

dunia yang seharusnya diisi dengan aktivitas

bermain, mendengar cerita, dan juga

bernyanyi”.

Ditemukan beberapa penelitian tentang

budaya lokal yang dapat mengembangkan

sikap siswa yaitu penelitian oleh Oka

Anggreni, Marhaeni, dan Dantes (2016)

yang mengatakan bahwa pengembangan

nilai-nilai sikap spiritual pada anak melalui

kebiasaan mebanten memberikan beberapa

manfaat yaitu membiasakan anak bersyukur,

mengingatkan anak untuk selalu berbuat

baik, dan membelajarkan anak untuk

bertanggung jawab. Selain itu, penelitian

oleh Handayani, Dantes, dan Lasmawan

(2013) yang mengatakan bahwa aspek

percaya diri mengalami peningkatan dengan

penerapan permainan tradisional meong-

meongan digunakan sebagai salah satu

alternatif strategi pembelajaran yang

menarik. Penelitian tersebut menguatkan arti

bahwa budaya lokal memiliki potensi

dukungan bagi pengembangan sikap pada

anak.

Salah satu tantangan internal bagi

dunia pendidikan adalah perkembangan

kognitif siswa, khususnya siswa di usia

sekolah dasar. Berdasarkan teori kognitif,

anak usia sekolah dasar, berada pada tahapan

operasional konkret. Konkret mengandung

makna proses belajar beranjak dari hal-hal

yang konkret, yakni yang dapat dilihat,

didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik,

dengan lingkungan sebagai sumber belajar.

Anak di usia sekolah dasar memiliki

karakteristik senang bermain, banyak

bergerak, dan mendengarkan cerita fantasi

yang membuatnya tertarik. Pemanfaatan

lingkungan dan aktivitas budaya lokal seperti

bermain permainan tradisional,

mendengarkan cerita rakyat, menyanyikan

lagu-lagu daerah akan menghasilkan proses

dan hasil belajar yang lebih bermakna dan

bernilai, sebab selain memberikan

pembelajaran tentang kehidupan, hal tersebut

juga dapat mengembangkan sikap siswa

dalam menjalani kehidupannya.

Namun saat ini kebiasaan atau

aktivitas yang mengandung budaya lokal

mulai berkurang. Pesatnya perkembangan

teknologi seperti saat ini, tanpa disadari telah

mengubah perilaku anak di dalam

kesehariannya. Aktivitas bermain,

mendengarkan cerita, bernyanyi, dan lain

sebagainya yang mengandung budaya lokla

yang dulunya biasa dilakukan oleh anak,

sekarang tidak lagi populer di kehidupan

anak-anak. Bahkan sebagian anggota

masyarakat beranggapan dengan pesatnya

kemajuan teknologi aktivitas yang

mengandung nilai budaya lokal tidak lagi

dibutuhkan dalam ranah pendidikan,

mengingat aktivitas anak melalui aktivitas

yang mengandung budaya lokal sudah cukup

digantikan dengan penggunaan teknologi

modern. Seiring dengan perkembangan

teknologi tersebut, masyarakat seolah

terpinggirkan dari budaya lokal sendiri.

Generasi muda yang dapat mengakses

informasi tanpa batas melalui teknologi

mulai mengenyampingkan kearifan lokal dan

bahkan mulai perlahan-lahan meninggalkan

budayanya. Padahal dalam pembelajaran

khususnya untuk mengembangkan sikap

pada anak, pemanfaatan budaya lokal dapat

digunakan untuk mengawali kegiatan

pembelajaran. Namun mengenai sikap

spiritual (KI1) dan sikap sosial (KI2), serta

aspek-aspek budaya lokal dalam

pembelajaran kurikulum 2013 belum

teridentifikasi secara jelas. Berdasarkan hal

tersebut, dilakukanlah penelitian untuk

mengetahui muatan sikap spiritual, muatan

sikap sosial, nilai budaya lokal serta potensi

dukungan budaya lokal dalam pembelajaran

kurikulum 2013 yang nantinya bisa

digunakan untuk membelajarkan anak

tentang sikap spiritual dan sikap sosial yang

Page 56: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 224

sesuai dengan kurikulum 2013 untuk

mendukung pencapaian tema Berbagai

Pekerjaan di kelas IV Sekolah Dasar.

Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah: 1) menganalisis dan

mendeskripsikan nilai-nilai sikap spiritual

yang termuat pada pembelajaran tema

Berbagai Pekerjaan Kelas IV Sekolah

Dasar; 2) menganalisis dan mendeskripsikan

nilai-nilai sikap sosial yang termuat pada

pembelajaran tema Berbagai Pekerjaan

Kelas IV Sekolah Dasar; dan 3)

menganalisis dan mendeskripsikan nilai

budaya lokal dalam aktivitas anak kelas

tinggi yang mendukung muatan sikap

spiritual dan sikap sosial pada tema

Berbagai Pekerjaan Kelas IV Sekolah

Dasar.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif karena penelitian ini

ditujukan untuk mendeskripsikan muatan

sikap spiritual, sikap sosial, dan nilai budaya

lokal yang terkait dengan aktivitas anak

kelas tinggi sekolah dasar.

Subjek yang terlibat dalam penelitian

ini adalah: 3 orang budayawan, 7 orang guru

kelas IV Sekolah Dasar, dan 3 orang tua

siswa kelas IV Sekolah Dasar.

Variabel dalam penelitian ini adalah:

(1) Nilai-nilai sikap spiritual, (2) Nilai-nilai

sikap sosial, dan (3) Budaya lokal dalam

kehidupan anak kelas tinggi sekolah dasar.

Data tentang muatan sikap spiritual

dan sikap sosial diperoleh dengan

menggunakan metode pencatatan dokumen.

Metode pencatatan dokumen digunakan

dalam mengkaji muatan sikap spiritual dan

muatan sikap sosial pada buku guru dan

buku siswa tema Berbagai Pekerjaan kelas

IV Sekolah Dasar. Sedangkan, data tentang

nilai-nilai budaya lokal dalam aktivitas anak

kelas tinggi sekolah dasar diperoleh dengan

menggunakan metode wawancara. Metode

wawancara digunakan dalam menggali

informasi dari narasumber (3 orang

budayawan, 7 orang guru kelas IV Sekolah

Dasar, dan 3 orang tua siswa kelas IV

Sekolah Dasar) tentang nilai-nilai budaya

lokal berupa aktivitas anak kelas tinggi yang

mendukung nilai-nilai sikap spiritual dan

sikap sosial pada tema Berbagai Pekerjaan

Kelas IV Sekolah Dasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 4 sikap spiritual yang tercantum

dalam Permendikbud Nomor 67 Tahun

2013, sikap spiritual yang muncul pada tema

Berbagai Pekerjaan Kelas IV Sekolah yaitu

ketaatan beribadah, berperilaku syukur,

dan toleransi dalam beribadah. Nilai sikap

spiritual pada kompetensi ketaatan

beribadah muncul pada indikator perilaku

patuh dalam melakasanakan ajaran agama

yang dianutnya dan indikator melaksanakan

ibadah sesuai ajaran agama yang muncul

pada buku guru dalam muatan pembelajaran

PPKn. Nilai sikap spiritual pada kompetensi

berperilaku syukur, muncul pada indikator

menjaga kelestarian alam, tidak merusak

tanaman yang muncul pada buku guru dan

buku siswa dalam muatan pembelajaran IPA.

Nilai sikap spiritual pada kompetensi

toleransi dalam beribadah, muncul pada

indikator tindakan yang menghargai

perbedaan dalam beribadah, menghormati

teman yang berbeda agama, berteman tanpa

membedakan agama, tidak mengganggu

teman yang sedang beribadah, menghormati

hari besar keagamaan lain, tidak

menjelekkan ajaran agama lain, dan hidup

rukun berdampingan dengan berbagai agama

yang muncul pada buku guru dalam muatan

pembelajaran PPKn.

Nilai sikap spiritual ketaatan

beribadah terintegrasi dalam muatan

pembelajaran PPKn (kandungan dan nilai

moral Pancasila). Dari hasil wawancara,

penanaman nilai sikap spiritual ketaatan

beribadah dapat didukung dengan budaya

lokal yang melekat pada aktivitas anak kelas

tinggi yaitu bermain permainan tradisional

seperti: barong-barongan, banten-

bantenan, magoak-goakan, dan mabubuh-

bubuhan; mendengarkan cerita/satua

seperti: Bawang Teken Kesuna; bernyanyi

gending rare seperti: Bebeke Putih Jambul;

mengucapkan salam seperti: Om Swastiastu

dan Om Santhi, Santhi, Santhi Om;

kegiatan sembahyang seperti: mebanten

saiban dan mesegeh. Nilai sikap spiritual

berperilaku syukur terintegrasi dalam

muatan pembelajaran IPA (sumber daya

Page 57: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 225

alam). Dari hasil wawancara, penanaman

nilai sikap spiritual berperilaku syukur

dapat didukung dengan budaya lokal yang

melekat pada aktivitas anak kelas tinggi

yaitu bermain permainan tradisional seperti:

barong-barongan, banten-bantenan, dan

mabubuh-bubuhan; mendengarkan

cerita/satua seperti: Bawang Teken Kesuna;

bernyanyi gending rare seperti: Bebeke

Putih Jambul dan Putri Cening Ayu;

mengucapkan salam seperti: Om Swastiastu

dan Om Santhi, Santhi, Santhi Om;

kegiatan sembahyang seperti: mebanten

saiban dan mesegeh. Nilai sikap spiritual

toleransi dalam beribadah terintegrasi

dalam muatan pembelajaran PPKn

(kandungan dan nilai moral Pancasila). Dari

hasil wawancara, penanaman nilai sikap

spiritual toleransi dalam beribadah dapat

didukung dengan budaya lokal yang melekat

pada aktivitas anak kelas tinggi yaitu

kegiatan sembahyang seperti: mebanten

saiban dan mesegeh. Hasil penelitian

tersebut, sejalan dengan penelitian Oka

Anggreni, Marhaeni, dan Dantes (2016)

yang mengatakan bahwa pengembangan

nilai-nilai sikap spiritual pada anak melalui

kebiasaan mebanten memberikan beberapa

manfaat yaitu membiasakan anak bersyukur,

mengingatkan anak untuk selalu berbuat

baik, dan membelajarkan anak untuk

bertanggung jawab. Temuan tersebut juga

didukung oleh pendapat budayawan yang

merupakan seorang dalang dengan karya dan

inovasinya yang terkenal dalam

pewayangan, yaitu I Wayan Nardayana,

S.Sn.,M.Fil.H. (dalang Wayang Cenk Blong)

yang mengemukakan bahwa rasa syukur

yang dirasakan dapat diungkapkan melalui

kebiasaan sembahyang seperti mebanten

saiban dan mesegeh yang merupakan wujud

ketaatan beribadah dan perilaku syukur

terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas berkah

yang telah diterima dengan cara

menghaturkan sebagian dari makanan yang

dimiliki kepada Tuhan dan alam semesta.

Sikap spiritual yakni ketaatan beribadah,

berperilaku syukur, dan toleransi dalam

beribadah didukung dengan melakukan

kewajiban bersembahyang, seperti mebanten

saiban yaitu persembahan makanan setelah

selesai memasak dan mesegeh yaitu

persembahyangan yang dilakukan pada saat

kajeng kliwon (rerainan yang datangnya 15

hari sekali) dan purnama tilem (hari bulan

penuh dan bulan mati). Anak melakukan

kegiatan mebanten setiap pagi, sore hari,

atau hari-hari rainan tertentu seperti kajeng

kliwon dan purnama tilem. Dengan

menjalankan kewajiban mebanten anak akan

memperoleh manfaat berupa ketenangan

batin berkaitan dengan keyakinannya kepada

Tuhan Yang Maha Esa, menanamkan rasa

syukur, taat beribadah, rela berkorban

dengan tulus ikhlas, serta memunculkan

keyakinannya terhadap hal-hal yang

berhubungan dengan meta fisik atau yang

tidak terlihat. Taat beribadah akan

diwujudkan anak melalui disiplin dengan

waktu sembahyang, sehingga anak tumbuh

menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Hal tersebut sebagai bentuk ketaatan

beribadah serta rasa syukur karena telah

diberi makanan, kesehatan dan kebahagiaan.

Sikap spiritual toleransi juga akan tumbuh

dengan mengucapkan salam budaya lokal

seperti Om Suastiastu dan Om Shanti,

Shanti, Shanti Om. Dari kebiasaan

mengucapkan salam budaya lokal anak

terbiasa untuk menghargai orang lain, yang

berarti pula anak memiliki sikap toleransi.

Selain itu, budayawan Made Taro juga

berpendapat bahwa penanaman nilai

berperilaku syukur dapat ditanamkan melalui

mendengarkan satua Bawang Teken Kesuna

yang menceritakan tentang kejahatan Kesuna

terhadap Bawang. Namun, meski pun

Kesuna selalu berbuat jahat kepada Bawang,

Bawang tidak pernah membalas perbuatan

Kesuna dengan kejahatan. Bawang tidak

memiliki rasa dendam dengan Kesuna dan

selalu berbuat baik hingga akhirnya Bawang

hidup berbahagia karena buah dari perbuatan

baiknya. Dari satua ini, anak akan belajar

untuk selalu berbuat baik, dan bersyukur.

Selain satua Bawang Teken Kesuna

tersebut, ada juga satua I Belog yang

diwarnai dengan kisah lucu I Belog yang

bodoh hingga melakukan hal-hal yang

merugikan dirinya sendiri. Melalui cerita ini,

anak memperoleh pelajaran bahwa agar tidak

mengalami kerugian seperti yang dialami I

Belog, maka dia harus rajin belajar, taat

beribadah, dan bersyukur karena

mendapatkan kesempatan bersekolah dan

menuntut ilmu. Selanjutnya, satua Siap

Page 58: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 226

Selem yang ceritanya hampir sama dengan I

Belog, hanya saja pada satua Siap Selem

tokoh utamanya pintar dan banyak akal

sehingga terbebas dari marabahaya.

Kemudian, satua Lutung Teken Kakua

yaitu Lutung memperdaya kakua yang

dianggap bodoh. Dengan niat jahatnya,

Lutung memperdaya Kekua untuk

keuntungannya sendiri hingga akhirnya

Lutung mengalami kerugian karena

kecurangannya dan keserakahannya tersebut.

Lutung mengalami kerugian karena sudah

menghianati kerjasama yang telah disepakati

bersama Kakua. Melalui cerita ini, anak

mendapat pendidikan karakter untuk selau

bersyukur dengan apa yang telah dimiliki

dan tidak boleh memiliki rasa iri pada orang

lain.

Ditemukan juga penelitian yang

berpendapat bahwa penggunaan dongeng

atau cerita dapat meningkatkan pemahaman

dan pembentukan sikap serta perkembangan

bahasa anak. Penelitian Nengah Sardi,

Marhaeni, dan Nyoman Jampel (2015)

tentang pengaruh pembelajaran dengan

teknik bercerita dongeng terhadap

kemampuan berbahasa dan motivasi anak

kelompok B TK Kunti II Dalung yang

menunjukkan hasil bahwa, terdapat

perbedaan secara simultan kemampuan

berbahasa dan motivasi berbahasa anak yang

mengikuti teknik bercerita dongeng dengan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan strategi konvensional.

Sudah terbukti dongeng berbasis budaya

lokal dapat mengembangkan sikap sosial dan

mampu membentuk karakter, menciptakan

karakter baru, dan memasukkan nilai-nilai

karakter di dalam tokoh-tokoh cerita.

Hal tersebut menguatkan arti

pentingnya budaya lokal yang melekat dalam

aktivitas anak seperti kegiatan

bersembahyang (mebanten) dan mendengar

cerita (satua) dalam mengembangkan sikap

spiritual sehingga dapat dimanfaatkan secara

kreatif oleh guru pada pembelajaran tema

Berbagai Pekerjaan sesuai Kurikulum 2013.

Dari 6 sikap sosial yang tercantum

dalam Permendikbud Nomor 67 Tahun

2013, sikap sosial yang muncul pada tema

Berbagai Pekerjaan Kelas IV Sekolah yaitu

jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,

dan percaya diri. Nilai sikap sosial pada

kompetensi jujur, muncul pada indikator

mengerjakan soal penilaian tanpa mencontek

dan indikator mengatakan dengan

sesungguhnya apa yang terjadi/yang

dialaminya dalam kehidupan sehari-hari

muncul pada buku guru maupun buku siswa

dalam muatan pembelajaran PPKn, Bahasa

Indonesia, Matematika, dan IPS. Nilai sikap

sosial pada kompetensi disiplin muncul pada

indikator tertib dalam melaksanakan tugas

yang muncul pada buku guru dalam muatan

pembelajaran PJOK. Nilai sikap sosial pada

kompetensi tanggung jawab, muncul pada

indikator menunjukkan prakarsa untuk

mengatasi masalah dalam kelompok yang

muncul pada buku guru dalam muatan

pembelajaran PPKn dan IPA. Nilai sikap

sosial pada kompetensi peduli, muncul pada

indikator menjaga keasrian, keindahan dan

kebersihan lingkungan sekolah yang muncul

pada buku guru dalam muatan pembelajaran

IPA. Nilai sikap sosial pada kompetensi

percaya diri, muncul pada indikator berani

mengemukakan pendapat dan indikator

mengemukakan pendapat terhadap suatu

topik atau masalah yang muncul pada buku

guru dalam muatan pembelajaran PPKn,

Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS.

Nilai sikap sosial jujur terintegrasi

dalam muatan pembelajaran PPKn

(kandungan dan nilai moral Pancasila). Dari

hasil wawancara, penanaman nilai sikap

sosial jujur dapat didukung dengan budaya

lokal yang melekat pada aktivitas anak kelas

tinggi yaitu bermain permainan tradisional

seperti: makering-keringan; mendengarkan

cerita/satua seperti: I Lutung Teken I

Kekua; bernyanyi gending rare seperti:

Putri Cening Ayu; kegiatan sembahyang

seperti: mebanten saiban dan mesegeh.

Nilai sikap sosial disiplin terintegrasi dalam

muatan pembelajaran PJOK (bela diri

pencak silat). Dari hasil wawancara,

penanaman nilai sikap sosial disiplin dapat

didukung dengan budaya lokal yang

melekat pada aktivitas anak kelas tinggi

yaitu bermain permainan tradisional seperti:

makering-keringan dan meong-meongan;

mendengarkan cerita/satua seperti: Bawang

Teken Kesuna; kegiatan sembahyang

seperti: mebanten saiban dan mesegeh.

Nilai sikap sosial tanggung jawab

terintegrasi dalam muatan pembelajaran

Page 59: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 227

PPKn (kandungan dan nilai moral Pancasila)

dan IPA (menjaga dan melestarikan sumber

daya alam). Dari hasil wawancara,

penanaman nilai sikap sosial tanggung

jawab dapat didukung dengan budaya lokal

yang melekat pada aktivitas anak kelas

tinggi yaitu mendengarkan cerita/satua

seperti: Bawang Teken Kesuna; bernyanyi

gending rare seperti: Putri Cening Ayu;

kegiatan sembahyang seperti: mebanten

saiban dan mesegeh. Nilai sikap sosial

peduli, terintegrasi dalam muatan

pembelajaran IPA (menjaga dan

melestarikan sumber daya alam). Dari hasil

wawancara, penanaman nilai sikap sosial

peduli dapat didukung dengan budaya lokal

yang melekat pada aktivitas anak kelas

tinggi yaitu mendengarkan cerita/satua

seperti: Bawang Teken Kesuna; bernyanyi

gending rare seperti: Putri Cening Ayu.

Nilai sikap sosial percaya diri terintegrasi

dalam muatan pembelajaran PPKn

(kandungan dan nilai moral Pancasila),

Bahasa Indonesia (cerita narasi dan teks

dongeng), IPA (menjaga dan melestarikan

sumber daya alam), IPS (kelembagaan

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan

bangsa Indonesia). Dari hasil wawancara,

penanaman nilai sikap sosial percaya diri

dapat didukung dengan budaya lokal yang

melekat pada aktivitas anak kelas tinggi

yaitu bermain permainan tradisional seperti:

ngejuk lindung dan makering-keringan;

mendengarkan cerita/satua seperti: Pan

Balang Tamak. Hasil penelitian tersebut,

sejalan dengan penelitian Handayani, dkk

(2013) yang mengatakan bahwa aspek

percaya diri mengalami peningkatan dengan

penerapan permainan tradisional meong-

meongan digunakan sebagai salah satu

alternatif strategi pembelajaran yang

menarik. Untuk menentukan siapa yang

bertugas sebagai kucing, tikus, dan jaring

ditentukan dengan undian. Permainan ini

juga wajib diiringi lagu yang harus mereka

nyanyikan (permainan tradisional banyak

yang sekaligus disertai dengan menyanyikan

lagu sekar rare). Lirik lagunya: “Meong-

meong alih je bikule, bikul gede-gede buin

mokoh-mokoh kereng pesan ngerusuhin. Juk

meong, juk bikul, juk meong, juk bikul”.

Permainan tradisional meong-meongan

dapat mengembangkan sikap sosial yang

terdiri dari kepercayaan diri, dislipin,

tanggung jawab, dan kerjasama.Temuan

tersebut juga didukung oleh pendapat

budayawan yang merupakan seorang pendiri

Sanggar Kukuruyuk, yaitu Made Taro yang

mengemukakan bahwa terdapat permainan

tradisional yang dapat mengembangkan

sikap sosial pada anak seperti permainan

tradisional makering-keringan dan ngejuk

lindung yang dapat menumbuhkan rasa

percaya diri dan kejujuran pada anak.

Permainan tradisional makering-keringan

yaitu bermain sembunyi-sembunyian

(mengkeb-mengkeban), dengan jumlah

pemain minimal 3 orang, satu orang sebagai

pencari dan yang lainnya bersembunyi, dan

anak yang ditemukan pertama kali akan

menjadi pencari pada sesi berikutnya.

Disamping pada aktivitas bermain, pada

aktivitas bernyanyi gending rare ditemukan

pula sikap sosial tanggung jawab yang

tersirat pada gending Putri Cening Ayu,

yaitu seorang anak perempuan yang

bertanggung jawab dalam melaksanakan

tugas menjaga rumah pada saat ditinggal

ibunya ke pasar. Selain itu, temuan

penelitian juga didukung oleh pendapat

budayawan Ida Pandita Mpu Jaya Acharya

Nanda juga yang mengemukakan bahwa

kewajiban bersembahyang seperti mebanten

saiban dan mesegeh juga merupakan bentuk

tanggung jawab anak kepada orang tua dan

Tuhan.

Kegiatan mebanten juga dapat

berdampak pada sikap sosial yakni jujur,

disiplin, dan peduli. Melalui kegiatan

mebanten, kejujuran, kedisiplinan, rasa

tanggung jawab dan kepedulian anak akan

tumbuh. Anak akan terbiasa jujur pada diri

sendiri dan orang lain bahwa mereka sudah

melaksanakan kegiatan mebanten dengan

benar. Anak akan disiplin pada waktu

contohnya dalam melaksanakan kegiatan

mebanten saiban yang harus dilaksanakan

setelah selesai memasak. Selanjutnya, anak

juga merasa memiliki kepedulian kepada

alam sekitar dengan memberikan

persembahan melalui kegiatan mebanten.

Untuk sikap sosial percaya diri dapat

tumbuh dengan melakukan aktivitas bermain

permainan tradisional seperti: makering-

keringan, meong-meongan, magala-

galaan, dan lain sebagainya. Selain itu, anak

Page 60: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 228

diwajibkan untuk patuh pada aturan

permainan yang menumbuhkan kedisiplinan

anak pada saat bermain.

Hal tersebut menguatkan arti

pentingnya nilai budaya lokal yang melekat

dalam aktivitas anak kelas tinggi seperti

bermain permainan tradisional misalnya

makering-keringan dan ngejuk lindung,

bernyanyi gending rare misalnya Putri

Cening Ayu, serta kegiatan bersembahyang

misalnya mebanten saiban dan mesegeh

dalam mengembangkan sikap sosial

sehingga dapat dimanfaatkan secara kreatif

oleh guru pada pembelajaran tema Berbagai

Pekerjaan sesuai Kurikulum 2013.

PENUTUP

Nilai-nilai sikap spiritual yang termuat

pada pembelajaran tema Berbagai

Pekerjaan Kelas IV Sekolah Dasar adalah

ketaatan beribadah, berperilaku syukur,

dan toleransi dalam beribadah. Nilai-nilai

sikap sosial yang termuat pada tema

Berbagai Pekerjaan kelas IV Sekolah

Dasar adalah jujur, disiplin, tanggung

jawab, peduli, dan percaya diri. Potensi

budaya lokal yang mendukung muatan sikap

spiritual kompetensi ketaatan beribadah

adalah kegiatan sembahyang seperti

mebanten saiban dan mesegeh; kompetensi

berperilaku syukur didukung oleh

mendengarkan satua seperti Bawang Teken

Kesuna; dan kompetensi toleransi dalam

beribadah didukung oleh salam budaya lokal

seperti Om Swastiastu dan Om Shanti,

Shanti, Shanti Om. Potensi budaya lokal

yang mendukung muatan sikap sosial

kompetensi jujur adalah mendengarkan

satua seperti I Lutung Teken I Kekua;

kompetensi disiplin didukung oleh

permainan tradisional seperti magoak-

goakan dan meong-meongan; kompetensi

tanggung jawab didukung oleh bernyanyi

gending rare seperti Putri Cening Ayu;

kompetensi peduli didukung oleh

mendengarkan satua seperti Bawang Teken

Kesuna; dan kompetensi percaya diri

didukung oleh mendengarkan satua seperti

Pan Balang Tamak.

Budaya lokal Bali yang termuat dalam

aktivitas anak seperti bermain permainan

tradisional Bali, mendengarkan cerita rakyat

Bali (satua), bernyanyi gending rare,

mengucapkan salam budaya lokal Bali, dan

kegiatan sembahyang (mebanten) memiliki

potensi yang besar dalam mendukung

muatan sikap spiritual dan sikap sosial pada

tema Berbagai Pekerjaan kurikulum 2013.

Berkenaan dengan hasil penelitian

yang diperoleh, maka beberapa saran yang

dapat diajukan adalah 1) bagi peneliti lain

perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

nilai budaya lokal yang dapat digunakan

untuk mengembangkan nilai sikap spiritual

siswa Sekolah Dasar; 2) bagi peneliti lain

perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

nilai budaya lokal yang dapat digunakan

untuk mengembangkan nilai sikap sosial

siswa Sekolah Dasar; 3) bagi guru

disarankan untuk secara kreatif dalam

memanfaatkan budaya lokal seperti aktivitas

bermain permainan tradisional,

mendengarkan cerita rakyat dalam hal ini

satua Bali, bernyanyi gending rare,

kebiasaan mengucapkan salam, dan kegiatan

sembahyang seperti mebanten untuk dimuat

dalam proses pembelajaran guna

mengembangkan nilai sikap spiritual dan

sikap sosial siswa Sekolah Dasar.

DAFTAR RUJUKAN

Agustian, A. G. 2009. Rahasia Sukses

Membangun Kecerdasan Emotional

dan Spiritual (ESQ). Jakarta: Arya.

Anggreni, N.L.O., A.A.I.N. Marhaeni, dan

N. Dantes. 2016. “Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Anak

Bermuatan Budaya Lokal Melalui

Analisis Muatan Sikap dan Literasi

Dini pada Pembelajaran Tema Diriku

Kurikulum 2013 Kelas 1 Sekolah

Dasar”. Jurnal Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha. Vol.

6, No. 1.

Dwi, G. 2014. Made Taro Mendongeng dan

Bermain Sepanjang Waktu.

Yogyakarta: Media Kreativa.

Fadlillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum

2013 Dalam Pembelajaran SD/MI,

SMP/MTs, & SMA/MA. Yogyakarta:

PT Ar-ruzz Media.

Page 61: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 229

Handayani, K.D., N. Dantes, dan W.

Lasmawan. 2013. ”Penerapan

Permainan Tradisional Meong-

Meongan untuk Perkembangan Sikap

Sosial Anak Kelompok B Taman

Kanak-Kanak Astiti Dharma Penatih

Denpasar”. Jurnal Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha. Vol.

3, No. 1.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2013. Permendikbud No 67 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan

Struktur Kurikulum SD/MI. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Pendidikan dan Kebudayaan.Departemen. Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2014. Materi Pelatihan Guru

Implementasi Kurikulum 2013 Tahun

2014. Jakarta: Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Pendidikan

Dan Kebudayaan dan Penjaminan

Mutu Pendidikan.

Marhaeni, A.A.I.N. 2013. Landasan dan

Inovasi Pembelajaran. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Rakhmat, J. 2008. Psikologi Komunikasi.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sardi, N.N., A.A.I.N. Marhaeni, dan N.

Jampel. 2014. ”Pengaruh

Pembelajaran dengan Teknik Bercerita

Dongeng Terhadap Kemampuan

Berbahasa dan Motivasi Anak

Kelompok B TK Kunti II Dalung”.

Jurnal Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha. Vol. 4, No. 1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan

Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya

dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Page 62: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 230

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN RESOLUSI KONFLIK TERHADAP HASIL

BELAJAR PKn DITINJAU DARI SIKAP SOSIAL SISWA KELAS V SD GUGUS

KOLONEL I GUSTI NGURA RAI DENPASAR UTARA

Putu Indra Kusuma

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar PKn antara siswa

yang mengikuti Model Pembelajaran Resolusi Konflik dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Gugus Kolonel I Gusti Ngutah Rai

Denpasar Utara. Penelitian ini menggunakan rancangan Faktorial Design 2x2.

Sampel penelitian diambil secara acak yang berjumlah 80 siswa. Pegumpulan data

menggunakan tes hasil belajar untuk data hasil belajar dan kuesioner untuk

memperoleh data sikap social siswa. Teknik analisis data menggunakan Anava Dua

Jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan hasil belajar PKn

antara siswa yang mengikuti model pembelajaran resolusi konflik dan kelompok

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. (2) terdapat pengaruh interaksi

antara model pembelajaran dengan sikap social terhadap hasil belajar PKn. (3) pada

siswa yang memiliki sikap social tinggi terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara

kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Resolusi Konflik dan kelompok

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. (4) pada siswa yang memiliki

sikap social rendah terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang

mengikuti model pembelajaran Resolusi Konflik dan kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : hasil belajar PKn, model pembelajaran resolusi konflik, sikap sosial

ABSTRACT

This study aims to find out the significant difference of learning outcomes of Civics

between groups of students who follow the Conflict Resolution Learning Model with

groups of students who follow conventional learning in grade V students Colonel I

Gusti Ngutah Rai North Denpasar. This research uses 2x2 Design Factorial Design.

The population in this study is 143 students. The sample of research was taken

randomly, amounting to 80 students. Data collection uses learning result test for

learning result data and questionnaires to obtain students' social attitude data. Data

analysis technique using Anava Dua Lane. The results showed that: (1) there was a

difference in learning outcomes of Civics between groups of students who followed

conflict resolution learning models and groups of students following the conventional

learning. (2) there is an interaction effect between the learning model and the social

attitude toward the learning outcomes of Civics. (3) in groups of students who have

high social attitudes there are differences in learning outcomes of Civics between

groups of students who follow the Conflict Resolution learning model and groups of

students who follow conventional learning. (4) in groups of students who have low

Page 63: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 231

social attitudes there are differences in learning outcomes of Civics between groups

of students following the Conflict Resolution learning model and groups of students

following conventional learning.

Keywords: civic learning outcomes, conflict resolution modeling model, social

attitude

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan faktor utama

dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia. Mengingat pentingnya peranan

pendidikan dalam pembangunan nasional,

kebijakan pendidikan merupakan kebijakan

yang utama. Pendidikan dalam hal ini di

pandang sangat penting bagi sebagian besar

masyarakat Indonesia. Masyarakat yang

berpendidikan akan menjadi modal utama

bagi kemajuan suatu negara, karena itu

pendidikan di Indonesia mendapat perhatian

khusus dari pemerintah. Pemerintah

mengharapkan pendidikan di setiap jenjang

terlaksana dengan optimal dan mampu

membentuk peserta didik yang berkualitas.

Suatu pembelajaran tidak hanya

mempelajari konsep, teori dan fakta tetapi

juga aplikasinya dalam kehidupan sehari-

hari. Materi pembelajaran tidak hanya

tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat

hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun

atas materi yang kompleks yang memerlukan

analisis, aplikasi dan sistesis (Trianto, 2007).

Pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar,

peserta didik dibelajarkan dalam beberapa

mata pelajaran. Salah satunya adalah

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

merupakan mata pelajaran yang wajib

diajarkan kepada siswa kelas I sampai kelas

VI. Jadi guru sebagai pendidik mempunyai

kewajiban untuk mengajarkan Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) kepada peserta

didik. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn), kemampuan berpikir kritis siswa

diharapkan menjadi lebih baik, dan hasil

belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

juga diharapkan di atas Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) di sekolah.

Dengan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn), diharapkan mampu

membina peserta didik untuk memiliki

pengetahuan, nilai-nilai dan sikap yang baik

guna menjadikannya sebagai warga negara

yang baik. Lasmawan (2010) menyebutkan

melalui PKn siswa dapat belajar dan melatih

potensi dirinya secara optimal tentang tata

cara hidup, menghadapi masalah dan

menyelesaikan masalah berdasarkan

peraturan formal yang berlaku, sehingga

terwujudnya stabilitas nasional yang

kondusif. Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) di sekolah dasar secara umumnya

memiliki tujuan untuk mempersiapkan

peserta didik sebagai warga negara yang

memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap

dan nilai-nilai yang menyangkut tentang

kehidupan bermasyarakat. Sejalan dengan

tujuan di atas, Sutoyo (2011:6) menyebutkan

bahwa “tujuan pendidikan kewarganegaraan

adalah untuk menumbuhkan wawasan dan

kesadaran bernegara, sikap serta perilaku

yang cinta tanah air, bersendikan

kebudayaan bangsa, wawasan nusantara dan

ketahanan nasional kepada peserta didik

yang menguasai ilmu pengetahuan dan seni

yang dijiwai nilai-nilai pancasila”.

Berdasarkan penjelasan tersebut,

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

memiliki peran yang sangat penting dalam

pendidikan. Siswa diharapkan dapat

memahami materi Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) dengan baik,

sehingga kemampuan sikap sosialnya tinggi

dan hasil belajarnya di atas Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). Tetapi harapan

tersebut sepertinya belum tercapai pada

kenyataan. Berdasarkan hasil observasi

tentang pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) di sekolah dasar,

ditemukan permasalahan bahwa sebagian

besar siswa memiliki sikap sosial yang

masih rendah dan hasil belajar Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) di bawah KKM.

Rendahnya sikap sosial siswa pada pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

dibuktikan dengan hasil observasi. Hasil

tersebut membuktikan bahwa sikap sosial

Page 64: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 232

siswa pada pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) masih rendah.

Rendahnya hasil belajar siswa

diakibatkan cara mengajar guru yang masih

berpusat pada guru. Semua materi dijelaskan

oleh guru, siswa hanya sebagai pendengar

dan pencatat yang baik. Pembelajaran seperti

itu dikenal dengan model pembelajaran

konvensional. Pembelajaran konvensional

yang menekankan metode ceramah dapat

menyebabkan kurangnya kemampuan

peserta didik dalam mengeksplorasi materi

pelajaran secara mandiri.

Suasana belajar dengan model

pembelajaran konvensional akan semakin

menjauhkan peranan pendidikan

kewarganegaraan dalam upaya

mempersiapkan warga negara yang baik dan

mampu bermasyarakat. Karena kondisi

pembelajaran dengan model pembelajaran

konvensional yang didominasi oleh ceramah

akan menempatkan guru sebagai sumber

informasi (Teacher Center) sehingga siswa

hanya sebagai objek pembelajaran yang

menerima pengetahuan dari guru saja.

Dalam pembelajaran, seharusnya siswa

diberikan kebebasan untuk berlatih

mengemukakan pendapat dan

mengeksplorasi pengetahuan secara mandiri.

Kegiatan seperti itu akan melatih sikap

sosial. Sehingga siswa akan lebih berani

dalam mengemukakan pendapatnya untuk

memberikan solusi terhadap suatu

permasalahan yang menjadi topik

pembicaraan. Untuk merealisasikan

pembelajaran seperti itu, guru harus

merancang suatu pembelajaran yang tepat.

Karena dalam kegiatan pembelajaran di

sekolah selain hasil belajar yang perlu

ditingkatkan tetapi perlu dipantau oleh guru

juga yaitu sikap siswa, salah satunya sikap

sosial yang dimiliki oleh siswa, karena jika

hasil belajar siswa baik namun sikap sosial

siswa tidak baik di sekolah maka siswa

menjadi memiliki sifat yang individualis

karena tidak memiliki sikap sosial yang baik

di sekolah. Jika sikap sosial yang dimiliki

siswa baik maka sosialisasi siswa di sekolah

maupun dirumah akan baik juga sehingga

membuat siswa menjadi siswa yang

memiliki pengetahuan yang luas juga

memiliki sikap sosial yang baik pula

Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan dilapangan proses pembelajaran

disekolah dasar pembelejaran dikelas

cenderung berpusat pada guru sehingga

membuat siswa kurang kreatif akibat kurang

kesempatan siswa dalam membentuk

pengetahuannya sendiri dalam pembelajaran

dikelas. Pada sekolah dasar guru di kelas

masih merasa nyaman dengan mengajar

menggunakan metode ceramah, di mana

pada metode tersebut guru sebagai pusat

informasi yang berfungsi sebagai pusat

informasi yang menerangkan materi

sedangkan siswa hanya melihat,

mendengarkan, dan mencatat materi yang

disampaikan oleh guru. Hal tersebut

mengakibatkan siswa menjadi kurang kreatif

dalam membentuk pengetahuannya sendiri

yang siswa menjadi pasif dalam setiap

pembelajaran dikelas karena tidak adanya

kesempatan bertanya maupun berdiskusi

baik antara siswa dengan guru atau siswa

dengan siswa.

Di gugus Kolonel I Gusti Ngurah

Rai, dominan guru dalam mengajar dikelas

masih sangat senang berada di zona nyaman

mengajar yaitu menggunakan metode

ceramah, yang mengakibatkan siswa menjadi

kurang termotivasi dalam belajar yang dapat

mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa

disekolah. Untuk meningkatkan hasil belajar

siswa dikelas, salah satunya adalah

memerlukan guru yang kreatif yang dapat

membuat pembelajarn di kelas menjadi lebih

menarik dan menyenangkan dan disukai oleh

siswa.

Guru berperan sebagai perancang

pembelajaran, pengelola pembelajaran,

penilai hasil pembelajaran peserta didik,

pengarah pembelajaran dan pembimbing

peserta didik. Dalam hal ini seorang guru

harus kreatif dalam merencanakan

pembelajaran agar siswa menjadi aktif dan

kreatif yang pada akhirnya adalah suatu

pemahaman siswa terhadap materi yang

dipelajarainya. Proses pembelajaran akan

berhasil dengan baik jika mengikut sertakan

siswa untuk memilih, menyusun dan ikut

Page 65: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 233

terjun pada situasi pembelajaran. Dengan

melibatkan siswa dalam pembelajaran

mereka akan bertanggung jawab untuk

melakukan rencana yang telah mereka susun.

Terkait dengan itu, maka cara yang

dapat dilakukan oleh guru adalah memilih

model pembelajaran resolusi konflik. Model

pembelajaran resolusi konflik dipandang

mampu memberikan pemahaman terhadap

suatu masalah dan mampu melatih siswa

dalam menyelesaikan permasalahan. Selain

itu, model pembelajaran ini menawarkan

sejumlah solusi kepada guru untuk

menjadikan pembelajaran itu menarik.

Dengan demikian model resolusi konflik

merupakan suatu model pembelajaran yang

dipandang relevan untuk dikembangkan

dalam merealisasikan tujuan pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan. Menurut

Lasmawan (2012:20) Model resolusi konflik

ialah kemampuan dan keterampilan siswa

dalam menyikapi dan memecahkan serta

mengambil tindakan terhadap berbagai

fenomena dan masalah-masalah sosial

budaya yang terjadi di lingkungan

masyarakatnya (lokal, regional, nasional, dan

internasional) dengan bersandar pada nilai-

nilai dan budaya masyarakat dimana mereka

hidup dan berkembang. Dalam pembelajaran

resolusi konflik, belajar dan membelajarkan

merupakan dua sisi yang saling melengkapi

satu sama lainnya. Artinya dalam proses

belajar mengajar, guru dapat membelajarkan

siswa dan siswa itu sendiri juga dapat belajar

dan sekaligus membelajarkan diri dengan

siswa yang lainnya. Dengan pola

pembelajaran seperti ini, maka pusat

pembelajaran bukan lagi pada guru,

melainkan pada siswa itu sendiri.

Montgomery (dalam Lasmawan,

2012:20) menyatakan bahwa Model resolusi

konflik (MRK) merupakan suatu model

pembelajaran yang didasari oleh suatu

pandangan bahwa ada hubungan kausalitas

antara fenomena sosial, budaya, dan

kemampuan serta tanggungjawab sosial

individu bagi kehidupan masyarakat secara

siklus yang pada akhirnya membuat

kehidupan manusia lebih baik dan mapan di

tengah-tengah keharmonian. Selain itu,

Lasmawan (2012:20) juga menyatakan

bahwa Model resolusi konflik (MRK) adalah

kemampuan dan keterampilan siswa dalam

menyikapi dan memecahkan serta

mengambil tindakan terhadap berbagai

fenomena dan masalah-masalah sosial

budaya yang terjadi di lingkungan

masyarakatnya (lokal, regional, nasional, dan

internasional) dengan bersandar pada nilai-

nilai sosial dan budaya masyarakat dimana

mereka hidup dan berkembang. Ciri-ciri

model pembelajaran resolusi konflik dalam

pembelajaran PKn Menurut Lasmawan

(2012:21) ciri – ciri model pembelajaran

resolusi konflik dalam pembelajaran PKn

adalah sebagai berikut : (1) Identifikasi, (2)

Eksplorasi, (3) Eksplanasi, (4) Negosiasi

Konflik, (5) Resolusi Konflik.

Hasil belajar merupakan tingkat

keberhasilan siswa setelah melalu

pengalaman – pengalam melalui

pembelajaran yang dilakukan siswa.

Menurut Suprihatiningrum (2012 : 37) hasil

belajar sangat erat kaitannya dengan belajar

atau poses belajar. Hasil belajar pada

sasarannya dikelompokkan dalam dua

kelompok, yaitu pengetahuan dan

keterampilan. Pengetahuan dibedakan

menjadi empat macam, yaitu pengetahuan

tentang fakta – fakta, pengetahuan tentang

prosedur, pengetahuan konsep, dan

keterampilan untuk berinteraksi. Sedangkan

pengertian hasil belajar menurut Bloom, et

al. dalam Kurniawan (2014 : 10)

dibagimenjadi tiga bagian yaitu kognitif,

afektif, dan psikomotor.

Kemudian selain hasil belajar sikap

sosial siswa juga merupakan peranan yang

sangat penting dalam proses pembelajaran.

Menurut Ahmadi (2009:149) sikap adalah

kesadaran individu yang menentukan

perbuatan yang nyata dalam kegiatan-

kegiatan sosial. Sedangkan Widoyoko

(2014:44) menyatakan sikap adalah

kesadaran individu untuk melakukan

perbuatan dalam kegiatan sosial.Sugiantari

(2013 : 4) Sikap social adalah kesadaran

individu yang menentukan perbuatan yang

nyata, yang berulang-ulang terhadap objek

sosial. Menurut Mudjijono (dalam Dewi,

Page 66: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 234

2015:37) mengembangkan sikap sosial yang

terdiri dari toleransi, kerjasama,

bermusyawarah, dan tanggung jawab. Dalam

penelitian ini telah dibatasi hanya mengkaji

tentang hasil belajar pada aspek kognitif

saja.

Adapun tujuan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut: (1) Untuk

mengetahui perbedaan hasil belajar PKn

antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran resolusi konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional pada siswa Kelas

V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai

Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2016/2017.

(2) Untuk mengetahui pengaruh interaksi

antara model pembelejaran dengan Sikap

Sosial terhadap hasil belajar PKn pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah

Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran

2016/2017. (3) Untuk mengetahui perbedaan

hasil belajar PKn antara siswa yang

mengikuti model Resolusi Konflik dan siswa

yang mengikuti model pembelejaran

konvensional siswa Kelas V SD Gugus

Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara

Tahun Pelajaran 2016/2017 pada siswa yang

memiliki sikap sosial tinggi. (4) Untuk

mengetahui perbedaan hasil belajar PKn

antara siswa yang mengikuti model Resolusi

Konflik dan siswa yang mengikuti model

pembelejaran konvensional siswa Kelas V

SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai

Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2016/2017

pada siswa yang memiliki sikap sosial

rendah.

Berdasarkan uraian yang terdapat

pada latarbelakang dan kajian pustaka maka

hipotesis penelitian ini adalah sebagai

berikut. (1) Terdapat perbedaan hasil belajar

PKn antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran resolusi konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional pada siswa Kelas

V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai

Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2016/2017.

(2) Terdapat pengaruh interaksi antara model

pembelejaran dengan Sikap Sosial terhadap

hasil belajar PKn pada siswa Kelas V SD

Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar

Utara Tahun Pelajaran 2016/2017. (3) Pada

kelompok siswa yang memiliki Sikap sosial

tinggi terdapat perbedaan hasil belajar PKn

antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran Resolusi Konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensioanal pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah

Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran

2016/2017. (4) Pada kelompok siswa yang

memiliki sikap sosial rendah terdapat

perbedaan hasil belajar PKn antara

kelompok siswa yang mengikuti model

pembelajaran Resolusi Konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensioanal pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti Ngurah

Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran

2016/2017.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitina

eksperimen semu (quasi eksperiment)

dengan rancangan penelitian Faktorial

Design 2x2 yaitu desain yang terdiri dari dua

kelompok yakni kelompok eksperimen dan

kelompok control. Populasi dalam peelitian

ini adalam siswa kelas V SD Gugus Kolonel

I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara yang

terdiri dari 5 sekolah dengan banyak siswa

143 orang. Melalui teknik random samping,

terpilih SD N 2 Ubung dan SD N 3 Ubung

sebagai kelas eksperimen (Model

Pembelajaran Resolusi Konflik), SD N 4

Ubung dan SD N 6 Ubung sebagai kelas

control (dengan pembeleaaran

konvensional).

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah nilai hasil belajar PKn

dan sikap sosial siswa. Hasil belajar PKn

diukur dengan tes hasil belajar PKn yang

disusun dan dikembangkan dari materi pada

tema 7. Tes yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tes pilihan ganda yang terdiri dari

25 butir soal.

Instrumen yang digunakan untuk

mengukur sikap sosial siswa adalah

kuesioner sikap sosial. Instrument sikap

sosial terdiri dari 30 butir pernyataan

negative dan positif. Instrument ini

Page 67: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 235

menggunakan skala Likert yang teridiri dari

lima pilihan respon. Data yang diperloeh

berupa data pilah, yang digunakan sebagai

dasar untuk memilih siswa yang memiliki

sikap sosial tinggi dan sikap sosial rendah.

untuk analisis data penelitian,

pengujian yang dilakukan adalah uji

normalitas dan uji homogenitas varians. uji

normalitas menggunakan Teknik Kolmogrof

– Smirnov dan Saphiro – Wilk dengan

bantuan program SPSS Uji hipotesis dalam

penelitian ini dilakukan melalui metode

statistik dengan menggunakan formula

ANAVA dua jalan. Hasil perhitungannya

dilakukan dengan menggunakan program

SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini meneliti tentang

perbedaan hasil belajar PKn siswa sebagai

dampak dari implementasi Model

Pembelajaran Reolusi Konflik dan

pembelajaran konvensional ditinjau dari

sikap sosial siswa. Penelitian ini

menggunakan rancangan Faktorial Design

2x2, dengan analsis hipotesisnya

menggunakan Anava dua jalur. Ringkasan

analisis data dapat diperhatikan pada tabel

dibawah ini.

Data

Statistik A1 A2 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

Mean ( ̅) 84,72 80,75 88,70 80,75 75,85 85,65

Standar

Deviasi (SD) 6,50 6,74 4,97 5,35 4,97 4,22

Varians ( ) 42,25 45,37 24,75 28,72 24,77 17,82

Skor

Minimum 70 67 80 70 67 77

Skor

Maksimum 100 93 100 90 83 93

Jangkauan/Re

ntangan 30 26 20 20 16 16

Smirnov(sig.) 0,053 0,082 0,200 0,085 0,200 0,188

Hasil analisis menunjukkan bahwa

keseluruhan nilai signifikansi dari

perhitungan kolmogorov-smirnov lebih

tinggi dari 0,050. Ini berarti hasil belajar

PKn siswa dari semua kelompok berasal

dari populasi yang terdistribusi secara

normal. Uji hipotesis dalam penelitian ini

dilakukan melalui metode statistik dengan

menggunakan formula ANAVA dua jalur.

Selanjutnya bila diketahui ada interaksi

antara dengan sikap sosial siswa terhadap

hasil belajar PKn, maka dilanjutkan

dengan uji tukey untuk besaran pengaruh

interaksi model dengan sikapsosial

terhadap hasil belajar PKn.

Hasil perhitungan ANAVA dua

jalur dilakukan menggunakan program

SPSS dan kriteria dari pengujian hipotesis

dapat dilihat sebagai berikut.

Pengujian hipotesis pertama,

hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima (nilai signifikansi

“Model” (sig.001<0.050)). Ini berarti

terdapat perbedaan yang signifikan pada

hasil belajar siswa yang mengikuti Model

pembelajaran Resolusi Konflikdengan

siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional dalam pembelajaran PKn.

Perbedaan hasil belajar yang

signifikan antara siswa yang mengikuti

Model pembelajaran Resolusi

Konflikdengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional, disebabkan

adanya perbedaan perlakuan pada Model

pembelajaran Resolisi Konflikyang

Page 68: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 236

menekankan pembelajaran berpusat pada

aktifitas siswa, para siswa memperoleh

informasi melalui interaksi dengan

sumber – sumber belajar secara langsung

yang dirangkai apik dengan model

pembelajaran Resolusi Konflik. Dengan

menerapkan Model pembelajaran

Resolusi Konflik, siswa dapat belajar

secara langsung, berkelompok,

mengerjakan tugas bersama, dan

membuat hasil diskusi dengan keputusan

bersama, sehingga pembelajaran menjadi

menyenangkan dan bertanggung jawab

karena siswa berperan aktif dalam

pembelajaran. Model pembelajaran

Resolusi Konflik merupakan suatu model

pembelajaran yang berpusat kepada

siswa, bukan guru yang memiliki

tanggung jawab lebih besar dalam

pelaksanaan pembelajaran. Adapun

tujuan dari model pembelajaran Resolusi

Konflik ini mengembangkan kerja tim,

interaksi siswa, serta menguasai

pengetahuan secara mendalam yang tidak

mungkin diperoleh bila mereka mencoba

untuk mempelajari semua materi secara

sendirian.

Montgomery (dalam Lasmawan,

2012:20) menyatakan bahwa Model

resolusi konflik (MRK) merupakan suatu

model pembelajaran yang didasari oleh

suatu pandangan bahwa ada hubungan

kausalitas antara fenomena sosial,

budaya, dan kemampuan serta

tanggungjawab sosial individu bagi

kehidupan masyarakat secara siklus yang

pada akhirnya membuat kehidupan

manusia lebih baik dan mapan di tengah-

tengah keharmonian. Selain itu,

Lasmawan (2012:20) juga menyatakan

bahwa Model resolusi konflik (MRK)

adalah kemampuan dan keterampilan

siswa dalam menyikapi dan memecahkan

serta mengambil tindakan terhadap

berbagai fenomena dan masalah-masalah

sosial budaya yang terjadi di lingkungan

masyarakatnya (lokal, regional, nasional,

dan internasional) dengan bersandar pada

nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat

dimana mereka hidup dan berkembang.

Pembelajaran Model pembelajaran

Resolusi Konflik ini memberikan

pengalaman langsung kepada siswa dan

siswa menjadi lebih bertanggung jawab

terhadap hal yang dipelajarinya.

Pembelajaran Resolusi Konflik adalah

model pembelajaran yang terdiri dari

beberapa anggota dalam satu kelompok

dan bertanggung jawab untuk mengkaji

suatu topik atau permasalahan. Dengan

menerapkan langkah-langkah

pembelajaran Resolusi Konflik yaitu ; (1)

indetifikasi. (2) Eksplorasi. (3)

Eksplanasi. (4) Negosiasi Konflik. (5)

Resolusi Konflik.

Hal tersebut diperkuat juga dengan

penelitian yang dilakukan oleh Penelitian

yang dilakukan oleh N’au (2015) yang

berjudul Pengaruh Model Pembelajaran

Resolusi Konflik Dan Kemampuan

Berpikir Kritis Terhadap Hasil belajar IPS

siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan

Bajawa Kabupaten Ngada-NTT. Dalam

penelitian tersebut dinyatakan bahwa

model pembelajaran Resolusi Konflik

berdampak lebih baik secara signifikan

terhadap hasil belajar IPS dibandingkan

dengan hasil belajar dengan model

konvensional. Terjadinya interaksi antara

model pembelajaran dengan kemampuan

berpikir berpikir kritis dimana ditemukan

model pembelajaran Resolusi Konflik

lebih sesuai untuk siswa dengan

kemampuan berpikir kritis tinggi namun

sebaliknya kemampuan berpikir kritis

rendah lebih sesuai menggunakan model

konvensional. Hubungan dengan

penelitian dilakukan adalah penerapan

pembelajaran Resolusi Konflik terhadap

dan kemampuan berpikir kritis siswa serta

hasil belajar sehingga memiliki acuan

yang positif terhadap penelitian ini.

Hal ini berbanding terbalik dengan

pembelajaran konvensional yang sangat

jarang menggunakan sumber – sumber

belajar dalam menunjang aktifitas belajar

siswa.Ini disebabkan karena guru adalah

sumber belajar tunggal, informasi hanya

berasal dari guru hanya ditunjang buku

Page 69: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 237

bacaan sehingga tidak ada aktifitas belajar

yang menyenangkan bagi siswa.

Jadi hasil penelitian ini

membuktikan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan pada hasil belajar PKn

siswa yang mengikuti Model

pembelajaran Resolusi Konflik dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional. Hasil belajar PKn siswa

yang mengikuti Model pembelajaran

Resolusi Konflik lebih tinggi dari pada

hasil belajar PKn siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

Pengujian hipotesis kedua,

hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima (nilai signifikansi

“Model*SikapSosial” (sig.001<0.050).

Ini berarti terdapat pengaruh interaksi

yang signifikan antara model

pembelajaran dan sikap sosial siswa

terhadap hasil belajar PKn.

Diketahui bahwa hasil belajar PKn

siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor,

faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi hasil

belajar siswa, salah satunya adalah

seberapa sikap sosial siswa dalam

mengikuti pembelajaran. Demikian pula

halnya dengan faktor eksternal,

kemampuan guru menggunakan berbagai

model serta media dan sumber – sumber

belajar dalam mendesain pembelajaran.

Sikap sosial memberikan peranan

penting dalam proses belajar siswa,

Menurut Ahmadi (2009:149) sikap adalah

kesadaran individu yang menentukan

perbuatan yang nyata dalam kegiatan-

kegiatan sosial. Sedangkan Widoyoko

(2014:44) menyatakan sikap adalah

kesadaran individu untuk melakukan

perbuatan dalam kegiatan sosial.

Sikap sosial memiliki peran penting

terhadap proses belajar siswa, karena

siswa dapat berinteraksi dengan siswa

lain dan menjadikan seseorang siswa

mengalami perubahan ke arah yang lebih

baik.

Sikap sosial dapat terbentuk salah

satunya melalui interaksi sosial. Interaksi

sosial merujuk pada hubungan yang

dinamis dalam masyarakat. Interaksi

sosial di masyarakat terjadi dalam

berbagai bentuk, misalnya kerjasama,

persaingan, dan konflik. Maka untuk

menumbuhkan sikap sosial pada siswa,

dapat dilakukan dengan membangun

interaksi sosial di sekolah. Sikap sosial

yang diharapkan muncul pada diri siswa.

Mulyasa (2005:21) menyatakan sikap

sosial merupakan harapan dari tujuan

pendidikan nasional yang menyangkut:

tertib, sadar hukum, kerjasama dan dapat

berkompetensi, toleransi, menghargai

orang lain, dan dapat berkompromi.

Kosasih (2014:15) menyebutkan bahwa

sikap sosial meliputi sikap toleransi,

gotong royong, kerja sama, dan kemauan

untuk selalu musyawarah dalam

menyelesaikan suatu permasalahan

bersama. Mudjijono (dalamDewi,

2015:37) mengembangkan sikap sosial

yang terdiri dari toleransi, kerjasama,

bermusyawarah, dan tanggung jawab.

Guru sejati adalah guru yang selalu

berinovasi agar hasil belajar siswanya

tercapai optimal. Untuk memperoleh hal

tersebut salah satu yang mempengaruhi

yaitu pemilihan pendekatan pembelajaran

yang dapat mendukung proses belajar

yang lebih baik. Pendekatan dan model

pembelajaran selalu berkembang sesuai

dengan kondisi dan situasi terutama

dengan memperhatikan perkembangan

siswa. Model Resolusi Konflik sangatlah

cocok diterapkan pada siswa yang

memiliki sikap sosial tinggi, sebab dapat

memberi kesempatan kepada siswa lebih

aktif menemukan dan mengkontruksi

potensi yang dimiliki untuk memperoleh

hasil belajar yang optimal. Disisi lain

dalam pembelajaran konvensional

terutama ceramah, lebih tepat diterapkan

pada siswa yang memiliki sikap sosial

rendah. Karena pada kondisi ini siswa

cenderung pasif, sehingga mereka lebih

nyaman dengan mendengarkan informasi

/bahan pelajaran dari guru.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai dari Qhitung adalah 11,78 dan nilai

dari Qtabel adalah 2,95. Oleh karena itu,

Page 70: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 238

dapat dilihat bahwa nilai dari Qhitung lebih

besar dari Qtabel (Qhitung>Qtabel), hal ini

berarti hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima, yang artinya terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar

PKn pada siswa yang memiliki sikap

sosial tinggi ketika mereka diberikan

perlakuan menggunakan Model

pembelajaran Resolusi Konflik dan

pembelajaran konvensional.

Perbedaan hasil belajar yang

signifikan antara siswa yang mengikuti

Model pembelajaran Resolusi Konflik

dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional, disebabkan

adanya perbedaan perlakuan pada Model

pembelajaran Resolusi Konflik yang

menekankan aktivitas belajar siswa lebih

banyak daripada aktivitas guru. Hal ini

terjadi karena proses dalam Model

pembelajaran Resolusi Konflik bersifat

student centered, siswa memperoleh

informasi melalui pembelajaran yang

inovatif dan menyenangkan sehingga

menumbuhkan sikap sosial siswa.

Segala kegiatan tersebut berperan

positif terhadap kontruksi pemahaman

siswa dalam mencapai hasil belajar yang

terbaik. Bagi siswa yang memiliki sikap

sosial tinggi sangat senang dengan

pembelajaran Resolusi Konflik, sehingga

dalam pembelajaran mereka lebih rajin,

tekun, tahan terhadap tantangan, dan tidak

mudah putus asa dalam mencapai tujuan

yang diharapkan. Sedangkan bagi siswa

yang memiliki sikap sosial rendah

cendrung pasif, tidak suka aktivitas

belajar yang ribet, sehingga hasil yang

diperoleh kurang maksimal.Ini berarti

bagi siswa yang memiliki sikap sosial

tinggi dapat memperoleh hasil belajar

yang lebih baik dari siswa yang memiliki

sikap sosial rendah. Tetapi dalam keadaan

siswa yang sama-sama punya sikap sosial

tinggi, bila diperlakukan dengan cara

berbeda maka hasil belajarnya pun akan

berbeda, siswa yang memiliki sikap sosial

tinggi dapat mencapai hasil belajar yang

lebih baik ketika mengikuti Model

pembelajaran Resolusi Konflik dari pada

pembelajaran konvensional.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

nilai dari Qhitung adalah 4,49 dan nilai dari

Qtabel adalah 2,95. Oleh karena itu, dapat

dilihat bahwa nilai dari Qhitung lebih besar

dari Qtabel (Qhitung>Qtabel), hal ini berarti

hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima atau terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar

PKn pada siswa yang memiliki

sikapsosial rendah ketika mereka

diberikan perlakuan menggunakan Model

pembelajaran Resolusi Konflik dan

pembelajaran konvensional.

Perbedaan hasil belajar yang

signifikan antara siswa yang mengikuti

Model pembelajaran Resolusi dengan

seting saintifik dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran konvensional,

disebabkan adanya perbedaan perlakuan

pada Model pembelajaran Resolusi

Konflik yang menekankan aktivitas

belajar siswa lebih banyak daripada

aktivitas interaksi guru dan siswa. Hal ini

terjadi karena proses dalam Model

Resolusi Konflik bernuansa student

centered, siswa memperoleh informasi

melalui interaksi dengan segala sumber

belajar yang ada disekitarnya tidak hanya

guru semata.

Seperti telah dijelaskan di atas,

bahwa bagi siswa yang punya sikap sosial

rendah dalam proses pembelajaran

cendrung lebih pasif, kurang adanya

kreatifitas di kelas, kurang bersemangat

dalam kerja kelompok, tidak inovatif,

selalu menunggu perintah, dan hanya

menerima stimulus dari guru. Akibat

kurangnya sikap sosial dan semangat

dalam mengikuti pembelajaran sudah

pasti kualitas hasil belajarnya pun akan

rendah.

Kondisi siswa yang kurang

keinginan dari dalam diri untuk

membangun pengetahuannya sendiri, jika

diberikan tugas mandiri untuk menjadi

kelompok ahli tertentu dalam

pembelajaran, cendrung kurang berhasil.

Bagi siswa yang punya sikap sosial

Page 71: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 239

rendah lebih nyaman pada kondisi yang

tidak terlalu terikat dan hanya menerima

pesan dari guru tanpa dibebani tanggung

jawab yang terlalu berat, sehingga peran

guru lebih banyak mendominasi. Jadi

pada siswa yang memiliki sikap sosial

rendah lebih tepat menggunakan

pembelajaran konvensional, terutama

melalui ceramah.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan permasalahan,

pembahasan dan ringkasan diatas dapat di

kemukakan beberapa temuan yaitu : (1)

Terdapat perbedaan hasil belajar PKn

antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran resolusi konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti

Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun

Pelajaran 2016/2017. (2) Terdapat

pengaruh interaksi antara model

pembelejaran dengan Sikap Sosial

terhadap hasil belajar PKn pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti

Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun

Pelajaran 2016/2017. (3) Pada kelompok

siswa yang memiliki Sikap sosial tinggi

terdapat perbedaan hasil belajar PKn

antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran Resolusi Konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensioanal pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti

Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun

Pelajaran 2016/2017. (4) Pada kelompok

siswa yang memiliki sikap sosial rendah

terdapat perbedaan hasil belajar PKn

antara kelompok siswa yang mengikuti

model pembelajaran Resolusi Konflik dan

kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensioanal pada siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I Gusti

Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun

Pelajaran 2016/2017.

Saran

Diharapkan guru mampu

meningkatkan kemampuan

profesionalitas dalam mengelola

pembelajaran khususnya muatan materi

PKn, dengan menerapkan model

pembelajaran Resolusi Konflik. Melalui

penerapan pembelajaran model

pembelajaran Resolusi Konflik siswa

secara tidak langsung merasakan dan

memahami materi apa yang telah didapat

dengan belajar secara langsung dengan

berinraksi dengan siswa lainnya dan

menyebabkan sikap sosial siswa menjadi

lebih baik. Sehingga sangat relevan

diterpakan di Sekolah Dasar.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, A. 2009. Psikologi Sosial.

Jakarta : PT. Rineka Cipta

Dewi, I. U. 2015. Pengaruh Pendekatan

Saintifik Bermuatan Resolusi

Konflik Terhadap Sikap Sosial

Dan Hasil Belajar IPS Siswa

Kelas V SD Gugus Kolonel I

Gusti Ngurah Rai, Denpasar

Utara. Tesis (tidak diterbitkan).

Program Studi Pendidikan Dasar

Pasca Sarjana Universitas

Pendidikan Ganesha. Singaraja.

Kurniawan, D. 2014. Pembelajaran

TEMATIK (Teori, Praktik, dan

Penilaian). Bandung : Alfabeta.

Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan

Pembelajaran Implementasi

Kurikulum 2013. Bandung:

Yrama Widya.

Lasmawan, W. 2010. Menelisik

Pendidikan IPS. Singaraja:

Mediakom Indonesia Press Bali

Lasmawan, W. 2012. Pembelajaran

Inovatif Dalam pendidikan IPS,

(makalah) disampakan pada

seminar pendidikan dan

Page 72: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________ 240

pelatihan profesi guru (PLPG)

Singaraja. UNDIKSHA

Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis

Kompetensi Konsep,

Karakteristik, Implementasi, dan

Inovasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya Offset.

N’au, M. I. K. M. 2015. “Pengaruh Model

Pembelajaran Resolusi Konflik

Dan Kemampuan Berpikir Kritis

Terhadap Hasil belajar IPS

siswa kelas V SD Gugus II

Kecamatan Bajawa Kabupaten

Ngada-NTT”. e-Journal

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Dasar

Volume 5 Tahun 2015, hal 5-8..

Sugiantari, N. P. “Pengaruh Implementasi

Model Resolusi Konflik

Terhadap Sikap Sosial Dan

Prestasi Belajar IPS Pada Siswa

Kelas V SD Gugus 2 Sahadewa

Di Lelateng” e-Journal Program

Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha Jurusan

Pendidikan Dasar Volume 3

Tahun 2013, hal 4.

Suprihatiningrum, J. 2014. Strategi

Pembelajaran. Yogyakarta :

AR-RUZZ MEDIA.

Sutoyo. 2011. Pendidikan

Kewarganegaraan untuk

Perguruan Tinggi. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Widoyoko, E. P. 2014. Penilaian Hasil

Pembelajaran Di Sekolah.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Page 73: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 241

PENGARUH METODE JOLLY PHONICS TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA

DAN MENULIS PERMULAAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK KELOMPOK B TK

MAHARDIKA DENPASAR

I.W. Sudiarta

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode jolly phonics

terhadap kemampuan membaca dan menulis permulaan bahasa inggris pada anak

kelompok B TK Mahardika. Populasi penelitian ini adalah siswa kelompok B TK

Mahardika dengan jumlah 43 orang. Sampel penelitian sebanyak 29 orang

ditentukan dengan teknik random sampling. Rancangan penelitian ini adalah

posttest only control group design. Data keterampilan membaca dan menulis

permulaan dikumpulkan dengan lembar observasi. Analisis data menggunakan

MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan

kemampuan membaca permulaan Bahasa Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan anak yang belajar secara

konvensional pada anak kelompok B TK Mahardika (F = 4,871 dengan p < 0,05),

(2) terdapat perbedaan kemampuan menulis permulaan Bahasa Inggris antara

anak yang belajar menggunakan metode Jolly Phonics dengan anak yang belajar

secara konvensional pada anak kelompok B TK Mahardika (F = 25,780 dengan p

< 0,05), (3) secara simultan terdapat perbedaan kemampuan membaca permulaan

dan menulis permulaan bahasa Inggris antara anak yang belajar menggunakan

metode Jolly Phonics dengan anak yang belajar secara konvensional pada anak

kelompok B TK Mahardika.

Kata kunci : jolly phonics, membaca permulaan, menulis permulaan.

ABSTRACT

This research aims to investigate the effect of Jolly Phonics method towards

English basic reading and writing skills of students in group B TK Mahardika.

Population in this research was 43 students. 29 students were selected as sample

using random sampling technique. The design of this research was Posttest Only

Control Group design. English basic reading and writing skills data were

collected using observation sheets. Data were analyzed using MANOVA. Based

on this research, the results show that: First, there was a difference in English

basic reading skills between students who followed Jolly Phonics method and

students who followed conventional method in group B TK Mahardika (F =

4,871 with p < 0,05). Second, there was a difference in English basic writing

skills between students who followed Jolly Phonics and students who followed

conventional method in group B TK Mahardika (F = 25,780 dengan p < 0,05).

Third, there was a difference in English basic reading and writing skills between

students who followed Jolly Phonics method and students who followed

conventional method in group B TK Mahardika.

Keywords : english basic reading and basic writing skills, jolly phonics

Page 74: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 242

.

PENDAHULUAN

Pendidikan anak usia dini merupakan

pendidikan yang paling mendasar dan

menempati posisi yang sangat strategis

dalam pengembangan sumber daya manusia.

Anak usia dini adalah anak yang berada

pada rentang usia lahir sampai enam tahun

yang merupakan rentang usia kritis dan

sekaligus strategis dalam posisi pendidikan,

pendidikan anak usia dini dapat

mempengaruhi hasil pendidikan tahap

selanjutnya (Depdiknas, 2005:2). Periode

usia ini merupakan periode kondusif untuk

menumbuh kembangkan berbagai

kemampuan fisiologis, kognitif, bahasa,

sosial emosional dan spiritual.

Semakin pesat arus globalisasi, maka

semakin tak terbataslah ruang dan waktu.

Seorang anak yang terlahir pada era seperti

ini dihadapkan dengan kondisi dimana

warga belajar harus menguasai bahasa

Inggris yang dalam politik bahasa nasional

kita sebut sebagai bahasa asing pertama.

Berdasarkan pada asumsi akan hilangnya

batasan antara satu negara dengan negara

lain, dapat kita pastikan bahwa bahasa

Inggris akan mengambil sebagian tempat

dari bahasa Indonesia dalam hal komunikasi.

Penguasaan bahasa Inggris ini menjadi salah

satu prioritas perencanaan pemerintah kita

khususnya di jalur pendidikan baik itu

formal, nonformal, maupun informal.

Jika melihat pada sistem pendidikan

formal, seorang murid mulai diajarkan

bahasa Inggris pada level sekolah lanjutan

tingkat pertama, (meskipun sudah ada

beberapa sekolah dasar dan taman kanak-

kanak yang mulai memasukan pelajaran

bahasa Inggris dalam kurikulum). Di sini

jelas muncul permasalahan yang sangat

kontradiktif dengan teori psikologi

perkembangan yang menyatakan bahwa usia

0-6 tahun adalah masa dimana anak

seharusnya mulai belajar bahasa.

Hal ini dapat dibuktikan dengan

menempatkan seorang anak pada sebuah

lingkungan yang menggunakan bahasa

tertentu, mereka dengan sendirinya ia akan

menguasai bahasa tersebut. Prinsip

pembelajaran bahasa Inggris menurut Brown

(2000: 55) salah satunya adalah

automaticity. Belajar bahasa Inggris

seharusnya bisa dimunculkan dengan

otomatis, tanpa terlalu menyulitkan dalam

menganalisis bahasa, berpikir terlalu

mendalam tentang struktur atau grammer,

dan secara sadar mengingatingat aturan

bahasa. Dengan latar belakang pada

kenyataan-kenyataan ini dapat kita katakan

bahwa semakin dini anak belajar bahasa baik

itu bahasa ibu, bahasa Indonesia, maupun

bahasa asing maka semakin mudah anak

tersebut menguasainya.

Selain kemampuan kognitif,

kemampuan bahasa juga menjadi

kemampuan dasar yang paling penting untuk

anak sekolah dan harus dikuasai pada masa

pra sekolah. Kemampuan membaca dan

menulis yang diperoleh anak juga akan

berpengaruh terhadap konsep diri di bidang

akademik (Ruhaena, 2008). Membaca dan

menulis merupakan dua aspek kemampuan

berbahasa yang saling berkaitan dan tidak

terpisahkan. Pada waktu guru mengajarkan

menulis, para siswa tentu akan membaca dan

menulis. Demikian pula halnya dengan

aspek-aspek kemampuan berbahasa yang

lain, yakni menyimak dan berbicara.

Keempat aspek kemampuan berbahasa

tersebut memang berkaitan erat, sehingga

merupakan satu kesatuan.

Proses belajar membaca dan menulis

permulaan menjadikan anak untuk dapat

membaca dan menulis adalah proses yang

sangat penting. Keterampilan literasi sejak

usia dini menjadi penentu keberhasilan

dalam kegiatan belajar anak. Pentingnya

literasi bukan hanya dilihat dari

keterampilannya saja, tetapi yang lebih

penting adalah bagaimana sikap siswa

terhadap literasi dan motivasi mereka

berpartisipasi aktif dalam kegiatan literasi.

Kemampuan literasi awal anak dapat

memberikan dampak signifikan untuk

keberlangsungan belajar anak di jenanjang

yang lebih tinggi. Zuchdi dan Budiasih

(1996) mengungkapkan bahwa kemampuan

membaca yang diperoleh pada membaca

awal akan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan membaca lanjut.

Memperkenalkan pengetahuan baru kepada

Page 75: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 243

anak bukanlah hal yang mudah sehingga

diperlukan keseriusan oleh pendidik dalam

menyajikannya. Kesabaran dan ketelitian

menjadi faktor penting dalam tercapainya

tujuan yang diharapkan oleh pendidik.

Aktivitas dalam melatih kemampuan

membaca tingkat awal yaitu mengenalkan

rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa.

Zuchdi dan Budiasih (1996) menyatakan

bahwa membaca permulaan diberikan

secara bertahap, yakni pra-membaca, dan

membaca, Pada tahap pra-membaca siswa

diajarkan dan dibiasakan untuk melakukan

kegiatan sikap duduk yang baik waktu

membaca, cara meletakkan buku di meja,

cara memegang buku, cara membuka dan

membalik halaman buku, melihat dan

memperhatikan tulisan.

Kemampuan membaca adalah modal

utama anak dalam melanjutkan pendidikan

pada jenjang yang lebih tinggi, hal ini

dikarenakan sumber belajar yang tersedia

sebagian besar terdapat pada buku yang

mengharuskan anak untuk dapat

membacanya dengan baik untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Tingkatan dalam proses membaca

merupakan tingkatan proses pembelajaran

membaca untuk menguasai sistem tulisan

sebagai representasi visual bahasa.

Tingkatan ini sering disebut dengan

tingkatan belajar membaca (learning to

read).

Menurut Suwaryantini (2014)

kemampuan membaca merupakan sesuatu

yang vital dalam masyarakat terpelajar.

Memperkenalkan pengetahuan baru kepada

anak bukanlah hal yang mudah sehingga

diperlukan keseriusan oleh pendidik dalam

menyajikannya. Kesabaran dan ketelitian

menjadi faktor penting dalam tercapainya

tujuan yang diharapkan oleh pendidik.

Membaca permulaan merupakan proses

mental untuk mengenal, mengingat

lambang-lambang tertulis, lambang-lambang

suara mengandung arti.

Keterampilan menulis permulaan juga

memegang peranan penting dalam

keberhasilan anak di dunia pendidikan

khususnya. Tujuan menulis permulaan

menurut Subana dan Sunarti (2009) adalah

mendidik anak-anak agar ia mampu menulis.

Penanaman keterampilan menulis permulaan

harus mulai dari tingkat awal yaitu dari

pengenalan lambang-lambang bunyi dan

latihan memegang alat tulis. Menulis

merupakan suatu kegiatan yang bersifat

rekursif, yakni kegiatan yang dilakukan

secara berulang-ulang.

Ilmu pengetahuan dalam setiap anak

dapat berkembang jika kemampuan menulis

dapat dikembangkan dengan baik. Menurut

Wassid dan Dadang (2008: 58), di dalam

aktivitas menulis terjadi suatu proses yang

rumit karena melibatkan berbagai modalitas,

mencakup gerakan tangan, lengan, jari,

mata, koordinasi, pengalaman belajar, dan

kognisi, semua modalitas itu bekerja secara

terintegrasi. Oleh karena itu pelajaran

menulis terasa begitu berat dan melelahkan.

Ada juga anak yang merasa kesulitan dan

malas belajar menulis. Hal ini sering kita

jumpai pada anak usia kelas rendah.

Early literacy is an emerging set of

relationships between reading and writing

These relationships are situated in a

broader communication network of speaking

and listening, whose components work

together to help the learner negotiate the

world and make sense of experience. Young

children need writing to help them learn

about reading, they need reading to help

them learn about writing; Kathleen,et.al

(2003 : 2). Kutipan tersebut dapat diartikan

literasi dini merupakan hubungan antara

menulis dan membaca, yang kemudian

secara meluas berhubungan dengan

berbicara dan mendengarkan yang

membantu siswa untuk memahami segala

sesuatu yang ada di dunia ini, serta

menemukan arti dari pengalaman siswa.

Siswa kelas awal biasanya memerlukan

keterampilan menulis agar bisa membaca,

dan mereka juga memerlukan keterampilan

membaca agar bisa menulis.

Keterkaitan kemampuan membaca dan

menulis memang tidak dapat dipisahkan.

Namun kehidupan masyarakat kita masih

belum mampu menjadikan membaca sebagai

sebuah budaya, hal ini berdampak pada

minimnya ilmuan yang terlahir dari Negeri

ini. Yulian dalam Nurdiyanti, dkk. (2010 :

115) mengemukakan bahwa literasi bangsa

Indonesia lebih rendah dari bangsa Barat,

bahkan dalam taraf membaca pun masih

rendah. Bagi masyarakat barat, membaca

Page 76: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 244

buku di dalam bus atau di kereta itu

pemandangan biasa. Hal itu jarang

ditemukan di Indonesia. Sebab, sumber daya

manusia yang dihasilkan oleh persekolahan

di Indonesia masih merupakan masyarakat

aliterat, yakni sumber daya manusia yang

bisa membaca, namun lebih memilih untuk

tidak membaca.

Wachid dalam Nurdiyanti (2010 : 115)

mengemukakan bahwa faktor penyebab

rendahnya kemampuan membaca adalah

tradisi kelisanan yang masih mengakar di

masyarakat. Masyarakat tempo dulu lebih

memanjakan tradisi lisan (dengar) daripada

tradisi literasi (baca tulis), selain itu, sistem

persekolahan masih kurang memberi

peluang bagi tradisi literasi kepada peserta

didik.

Literasi dini memfokuskan

pembelajaran bahasa pada anak usia dini

(early childhood) khususnya kemampuan

membaca dan menulis permulaan. Anak usia

dini merupakan pribadi unik yang mampu

menarik perhatian orang dewasa.

Karakteristik anak usia dini seperti yang

disebutkan oleh NAEYC (National

Association For The Education Of Young

Children) memiliki rasa ingin tahu yang

besar, merupakan pribadi yang unik, suka

berfantasi dan berimajinasi. Merupakan

golden age ( masa emas) dalam tahap

pertumbuhan, memiliki rentang konsentrasi

yang pendek. Menyajikan berbagai

keterampilan berbahasa untuk anak usia dini

merupakan cara yang dinilai efektif untuk

melatihkan keterampilan berbahasa siswa.

Untuk ukuran anak usia dini yang

menempuh pendidikan di PAUD lebih

efektif rasanya jika memperkenalkan

keterampilan berbahasa dengan bantuan

gambar dan media pendukung yang dapat

manarik perhatian siswa.

Kegiatan dalam upaya melatihkan

keterampilan menulis untuk anak usia dini

dapat dilakukan dengan cara menuliskan

atau menggambar setiap huruf, tersendiri

berwujud kata/kalimat dengan melihat

tulisan yang ada atau dengan mendengar

bunyi tulisan huruf itu (dikte). Pokok dari

pengetahuan membaca (mengucapkan atau

menterjemahkan) huruf itu dalam wujud

bunyi (ucapan) harus diimbangi dengan

kebolehan anak menuliskan

(menggambarkan) huruf-huruf itu. Tarigan

(2009) menyatakan, menulis adalah

menurunkan atau melukiskan lambang-

lambang grafik yang menggambarkan suatu

bahasa yang dipakai oleh seseorang, sehinga

orang lain dapat membaca lambang-lambang

grafik tersebut kalau mereka memahami

bahasa dan gambaran grafik tersebut.

Permasalahan yang muncul kini adalah

rendahnya kemampuan membaca dan

menulis permulaan pada anak. Siswa

cenderung menerima begitu saja materi yang

diberikan oleh guru tanpa memberikan

respon berupa pendapat ataupun sanggahan.

Kesulitan menganalisis makna dari sebuah

kata atau bacaan. Siswa terkadang keliru

bahkan salah dalam memaknai sebuah kata

atau bacaan. Permasalahan serupa

ditemukan dalam jurnal penelitian Ruhaena

(2008) yang menyatakan bahwa anak

membutuhkan kebebasan untuk

mengekspresikan dirinya. Caranya dapat

melalui menulis dan melukis. Sayangnya

pengajaran menulis di Indonesia kurang

mengembangkan imajinasi anak sehingga

masih kesulitan untuk mengekspresikan ide-

idenya. Pada akhirnya rata-rata kemampuan

membaca dan menulis anak Indonesia

tergolong rendah.

Hal ini mendorong pendidik harus

mencari solusi dalam memecahkan masalah

tersebut. Pendidik memerlukan metode

pembelajaran yang efektif sebagai pengantar

anak mencapai keberhasilan belajar

membaca dan menulis. Kemampuan anak

untuk mengenali kata saat membaca

dipengaruhi oleh cara pengajaran atau

metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Aktivitas belajar yang relevan dapat

memberikan pengaruh positif terhadap

kemampuan berbahasa siswa. Menyajikan

pembelajaran yang menyenangkan dan

sesusai dengan karakteristik anak usia dini

menjadi kunci keberhasilan tercapainya

tujuan yang ditetapkan pendidik.

Pemilihan model pembelajaran,

menentukan efektivitas proses belajar

membaca dan tingkat keberhasilan anak

(Petscher dkk, 2011). Dengan adanya

pengembangan kurikulum yang mengacu

pada kemampuan dasar peserta didik yang

diimplementasikan dalam pembelajaran

yang dilaksanakan di sekolah, maka perlu

Page 77: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 245

dilakukan pembaharuan dalam pembelajaran

yang dilakukan dengan mengambil semua

hal yang baik dari pandangan

pengembangan kurikulum yang dikenal.

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan,

maka pembelajaran di kelas hendaknya

mencerminkan sebuah pembelajaran dengan

menekankan pada pencapaian tujuan belajar

baik itu ranah afektif, kognitif, maupun

psikomotor, (Bloom dalam Arikunto,2006).

Kegiatan belajar bahasa di PAUD

guru masih cenderung menggunakan model

pembelajaran konvensional. Secara garis

besar kegiatan pembelajaran dengan model

pembelajaran konvensional meliputi 1)

kegiatan pendahuluan yang meliputi

apersepsi dan motivasi; 2) kegiatan inti yang

meliputi eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi; 3) kegiatan penutup yang

meliputi kegiatan menyimpulkan hasil

pembelajaran,penilaian dan refleksi, umpan

balik dan tindak lanjut. Berdasarkan

langkah-langkah model pembelajaran

konvensional terlihat bahwa langkah

pembelajaran masih bersifat umum, aktivitas

belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran

bahasa sangat minim yang berdampak pada

kemampuan membaca dan menulis

permulaan siswa akan informasi dapat

diterimanya sangat rendah. Penerapan model

pembelajaran konvensioal dalam suatu kelas

akan menjadi kelas pasif dan kegiatan

pembelajaran menjadi tidak bermakna. Hal

tersebut terjadi karena siswa tidak diberikan

kesempatan untuk mengungkapkan ide

ataupun mengaplikasikannya dalam bentuk

demonstrasi.

Pengembangan kemampuan membaca

dan menulis siswa dapat dilakukan dengan

mengembangkan model pembelajaran dalam

kegiatan pembelajaran dikelas. Metode Jolly

Phonics merupakan salah satu cara

mengajarkan anak membaca dan menulis

yang menggunakan pendekatan bottom up

process dan top-down secara seimbang,yaitu

mulai dengan mengajarkan unit terkecil

bunyi untuk dapat membaca dan

memberikan konteks cerita dalam

pengajaran huruf. Model ini adalah suatu

cara mengajarkan membaca dan menulis

dengan mengajarkan bunyi huruf-huruf

secara multisensori, kemudian menggunakan

cara sintesa bunyi untuk membaca kata. Hal

ini dapat dilakukan dalam metode Jolly

Phonics dengan selalu memperkenalkan

kosakata danmengajarkan kemampuan

mengeja yang tepat sehingga kesalahan

membacaditekan dan kelancaran membaca

tercapai. Dalam metode Jolly Phonics

pengajaran bunyi huruf, kata selalu diiringi

dengan latihan menulis sehingga anak

diajarkan cara penulisan huruf yang tepat.

Dengan latihan ini dapat diharapkan anak

terampil menulis untuk mendukung

penyelesaian tugas-tugasnya. Tujuan

dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbedaan kemampuan

membaca dan menulis permulaan bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode jolly phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika Denpasar.

METODE

Penelitian ini merupakan eksperimen

semu dengan desain eksperimen post test

only control group design. Populasi

penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok

B TK Mahardika tahun pelajaran 2016-2017

dengan jumlah 43 orang, yang terdiri dari

tiga kelas. Teknik yang digunakan dalam

menentukan sampel penelitian adalah

random sampling, pengacakan dilakukan

terhadap kelas. Hasil pengacakan

menetapkan kelas B2 yang jumlah siswanya

16 orang sebagai kelas eksperimen

sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas

B1 yang jumlah siswanya 13 orang.

Penelitian ini menggunakan variabel

bebas (x) berupa metode jolly phonics yang

dilaksanakan pada kelompok eksperimen

dan pendekatan pembelajaran konvensional

yang dilaksanakan pada kelompok kontrol,

sedangkan variabel terikat pada penelitian

ini adalah kemampuan membaca permulaan

(Y1) dan kemampuan menulis permulaan

(Y2).

Pengumpulan data mengenai

kemampuan membaca dan menulis

permulaan menggunakan lembar observasi

berdasarkan rubrik penilaian kemampuan

membaca dan menulis permulaan. Aspek

yang diukur untuk kemampuan membaca

permulaan terdiri dari dua aspek yaitu

membiasakan diri bersikap dengan benar

saat membaca dan membaca nyaring.

Page 78: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 246

Sedangkan untuk kemampuan menulis

permulaan terdapat empat aspek yang diukur

yaitu: (1) bersikap dengan benar saat

menulis, (2) menjiplak dan menebalkan, (3)

menyalin, serta (4) menulis huruf, kata, dan

kalimat sederhana dengan huruf lepas.

Hasil penelitian dianalisis secara

bertahap, yaitu: deskripsi data, uji prasyarat,

dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang

dilakukan adalah uji normalitas sebaran data,

uji homogenitas varians, dan uji korelasi

antar variabel terikat.

Uji hipotesis pertama dan kedua

menggunakan anava satu jalan sedangkan

untuk hipotesis ketiga menggunakan

MANOVA dikarenakan penelitian ini

menyelediki pengaruh satu variabel bebas

terhadap dua variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian hipotesis dilakukan untuk

menjawab rumusan masalah dalam

penelitian ini.Tahap pengujian hipotesis

penelitian yang telah dilaksanakan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan membaca dan menulis

permulaan antara dua kelompok perlakuan.

Hasil pengujian hipotesis disajikan sebagai

berikut.

Uji hipotesis pertama penelitian ini

menggunakan rumus Anava A, dengan

ringkasan yang disajikan sebagai berikut.

Tabel 01. Tabel Ringkasan Uji Hipotesis Pertama

Berdasarkan uji analisis hipotesis

penelitian ini ditemukan hasil sebesar Fhitung

= 4,871 sedangkan Ftabel(sign.=0,036) = 3,35. Ini

berarti Fhitung > Ftabel(sign.=0,036). Dengan

demikian hipotesis alternatif yang

menyatakan terdapat perbedaan kemampuan

membaca permulaan Bahasa Inggris antara

anak yang belajar menggunakan metode

Jolly Phonics dengan anak yang belajar

secara konvensional pada anak kelompok B

TK Mahardika dapat diterima. Berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh, maka terlihat bahwa penerapan

metode Jolly Phonics dapat memberikan

pengaruh yang lebih baik dibandingkan

dengan pembelajaran konvensional.

Perbedaan kemampuan membaca permulaan

Bahasa Inggris anak terjadi karena

perbedaan perlakuan yang diberikan kepada

kedua kelompok tersebut. Berdasarkan hasil

post test terhadap kemampuan membaca

permulaan Bahasa Inggris anak, kelompok

yang diberikan penerapan metode Jolly

Phonics memiliki nilai rata-rata yang lebih

tinggi yaitu 90,31 dibandingkan dengan nilai

rata-rata dari kelompok yang dibelajarkan

secara konvensional yaitu 85,04. Metode pembelajaran Jolly Phonics

merupakan metode pembelajaran yang

dirancang untuk membantu mengajarkan

anak membaca dengan mengenal suara

alfabet dan 42 suara Bahasa Inggris yang

dapat diproduksi dari 26 huruf yang ada.

Melalui metode ini anak belajar untuk

menguasai suara dengan cara yang

menyenangkan, sehingga cocok untuk

diterapkan pada anak usia dini. Penerapan

metode ini menggunakan teknik mensintesis

bunyi untuk mengajarkan bunyi-bunyi huruf

dan juga pendekatan multisensorik, yang

mana anak-anak belajar bagaimana

menggunakan bunyi huruf untuk membaca

suatu suku kata atau kata.

Melalui Jolly Phonics, anak-anak

mengenal 42 bunyi huruf, kemudian belajar

memadukan bunyi-bunyi tersebut menjadi

suatu kata yang bermakna, dan mengenal

kata-kata tidak beraturan dalam Bahasa

Inggris. Pengimplementasian metode Jolly

Phonics pada proses pembelajaran baca tulis

meliputi beberapa tahap yaitu: (1)

Sumber Variabel Terikat JK Df RJK F Sign

Antar Kemampuan

Membaca 203,893 1 203,893 4,871 ,036

Dalam Kemampuan

Membaca 1130,245 27 41,861

Total Kemampuan

Membaca 1334,138 28

Page 79: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 247

pengenalan huruf dari bunyinya, (2) menulis

huruf secara benar, (3) mengeja suku kata

dan kata, mengidentifikasi bunyi huruf

dalam kata, (4) pengenalan kosa kata bahasa

Inggris, serta (5) cara membaca kata bahasa

Inggris yang sulit (tricky words). Tahapan-

tahapan dalam metode ini sangat

berpengaruh dalam perkembangan

kemampuan membaca Bahasa Inggris anak

usia dini yang mana dalam penelitian ini

meliputi dua aspek, yaitu (1) membiasakan

diri bersikap dengan benar saat membaca

dan (2) membaca nyaring.

Pada tahap pertama yaitu

mengajarkan bunyi huruf. Sebelum memulai

tahap ini anak diajak untuk membiasakan

diri bersikap dengan benar saat membaca

yang meliputi sikap duduk yang benar,

jarang pandang terhadap objek bacaan, cara

memegang dan membuka buku bacaan. Hal

ini dimaksudkan agar anak memiliki posisi

yang nyaman sehingga dapat belajar dengan

lebih baik. Setelah anak sudah dalam posisi

yang benar dan nyaman untuk belajar, maka

pengajaran bunyi huruf dapat mulai

dilakukan. Tahap ini dilakukan dengan cara

mengasosiasikan setiap bunyi huruf dengan

gerakan yang mudah diingat dalam konteks

cerita yang menarik. Gerakan ini membantu

anak untuk membuat asosiasi dengan bunyi

huruf sehingga mampu mengingat visual

huruf dan bunyinya dengan lebih cepat dan

bertahan lebih lama. Pendekatan

multisensori yang digunakan dalam metode

Jolly Phonics dengan kekhasannya dalam

mengasosiasikan setiap bunyi huruf dengan

gerakan yang mudah diingat, merupakan

cara belajar aktif secara sensoris

bereksplorasi dan berpartisipasi. Setelah

anak mengenal bunyi huruf dengan baik

maka anak sudah siap untuk belajar mengeja

suku kata dan kata-kata dalam Bahasa

Inggris.

Kelima tahapan pada metode Jolly

Phonics mengajak anak untuk belajar

membaca dari struktur terkecil sampai ke

satuan huruf yang bermakna (kata). Hal ini

sesuai dengan indikator-indikator pada aspek

membaca nyaring yang meliputi: (1)

mengenal huruf dan membacanya sebagai

suku kata, (2) mengenal huruf dan

membacanya sebagai kata, (3) membaca

nyaring (didengar siswa lain) kata

menggunakan lafal yang tepat sehingga

dapat dipahami orang lain, dan (4) membaca

nyaring (didengar siswa lain) kata dengan

lancar.

Metode Jolly Phonics selain efektif

mengembangkan kemampuan membaca

anak, juga mampu meningkatkan perhatian

anak dalam menerima materi, anak juga

menjadi menunjukkan sikap antusias dan

partisipasi mereka dalam kegiatan

pembelajaran. Anak yang awalnya pasif dan

tidak mau mengeluarkan suara menjadi

mulai aktif untuk mengucap bunyi. Hal ini

dapat terjadi karena metode Jolly Phonics

adalah metode belajar yang menyenangkan

bagi anak, khususnya bagi anak usia dini

yang masih senang bermain.

Hal tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nasrawi &

Al-Jamal (2017) yang berjudul “The Effect

of Using Jolly Phonics on Jordanian First

Grade Pupils Reading” menyatakan bahwa

The Jolly Phonics strategy suited the pupils

under study more, which in turn, help them

in their reading achievement. Hal ini

diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Evi

Faustina dan Masitha Achmad Syukri (2014)

yang berjudul ”The Effectiveness of Jolly

Phonics in Teaching a 4 Year Old

Indonesian Child to Read English Text”

menyatakan bahwa Jolly Phonics is

effective teach reading regular words by

sounding and blending. Dari hasil kedua

penelitian tersebut penerapan metode Jolly

Phonics efektif dalam mengembangkan

kemampuan membaca anak, terutama pada

anak usia dini. Anak diajak untuk belajar

membaca dari struktur terkecil yaitu bunyi

huruf. Mengingat pengetahuan tentang bunyi

huruf dan fonologis sangat penting dalam

pengembangan kemampuan membaca anak,

maka dapat dipahami bahwa penerapan

metode Jolly Phonics efektif dalam

meningkatkan kemampuan membaca

permulaan Bahasa Inggris anak.

Implementasi metode jolly phonics

yang memperkenalkan kata dari struktur

yang paling kecil berupa huruf dengan

memanfaatkan media pembelajaran yang

relevan juga memberi dampak positif

terhadap hasil belajar anak. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil penelitian Jauhari,

Marhaeni, dan Sutama (2013) yang

Page 80: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 248

menyimpulkan bahwa “terdapat perbedaan

hasil belajar membaca permulaan pada siswa

yang mengikuti penggunaan media audio

visual dan pada siswa tidak menggunakan

media audio visual.” Dampak positif dari

inovasi kegiatan pembelajaran dan

pemanfaatan media pembelajaran telah

terbukti dapat meningkatkan hasil belajar

anak.

Berdasarkan pemaparan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan membaca permulaan Bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika.

Uji hipotesis kedua penelitian ini

menggunakan rumus Anava A, dengan

ringkasan yang disajikan sebagai berikut.

Tabel 02. Tabel Ringkasan Uji Hipotesis Kedua

Sumber Variabel Terikat JK Df RJK F Sign

Antar Kemampuan

Menulis 324,934 1 324,934 25,78 ,000

Dalam Kemampuan

Menulis 340,308 27 12,604

Total Kemampuan

Menulis 665,241 28

Berdasarkan uji analisis hipotesis

penelitian ini ditemukan hasil sebesar Fhitung

= 25,780 sedangkan Ftabel(sign.=0,036) = 3,35. Ini

berarti Fhitung > Ftabel(sign.=0,036). Dengan

demikian hipotesis alternatif yang

menyatakan terdapat perbedaan kemampuan

menulis permulaan Bahasa Inggris antara

anak yang belajar menggunakan metode

Jolly Phonics dengan anak yang belajar

secara konvensional pada anak kelompok B

TK Mahardika dapat diterima. Hasil ini

menunjukkan bahwa penerapan model Jolly

Phonics lebih efektif digunakan dibanding

pembelajaran secara konvensional yang

biasa diterapkan di dalam kelas terhadap

kemampuan menulis permulaan Bahasa

Inggris. Perbedaan kemampuan menulis

permulaan Bahasa Inggris anak terjadi

karena perbedaan perlakuan yang diberikan

kepada kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan hasil post test terhadap

kemampuan menulis permulaan Bahasa

Inggris anak, kelompok yang diberikan

penerapan metode Jolly Phonics memiliki

nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 84,54

dibandingkan dengan nilai rata-rata dari

kelompok yang dibelajarkan secara

konvensional yaitu 77,72.

Dasar utama dalam menulis

diperkenalkan pertama kali di pendidikan

anak usia dini. Kegiatan menulis yang

dilakukan biasanya mulai dari mencoret-

coret hingga membuat bentuk huruf. Anak

usia dini memerlukan kegiatan yang

menyenangkan dan edukatif dalam

memperkenalkan kemampuan tersebut

kepada mereka.

Pada penelitian ini, aspek menulis

permulaan Bahasa Inggris yang diukur

meliputi (1) bersikap dengan benar dalam

menulis, (2) menjiplak dan menebalkan, (3)

menyalin, dan (4) menulis huruf, kata dan

kalimat sederhana dengan huruf lepas.

Keempat aspek ini dapat diajarkan pada

anak melalui metode Jolly Phonics. Pada

tahapan kedua Jolly Phonics anak dilatih

untuk menulis huruf dengan benar. Sebelum

mulai belajar menulis huruf, guru terlebih

dahulu mengenalkan siswa cara memegang

dan menggunakan alat tulis seperti pensil

dan kertas. Setelah anak dirasa siap, maka

kegiatan belajar menulis dapat mulai

dilakukan. Cara mengajarkan penulisan

huruf berdasarkan Jolly Phonics adalah

sebagai berikut: (1) Guru mencontohkan

bagaimana formasi huruf yang benar di

papan tulis; (2) Guru kemudian

menuliskannya di udara. Pada saat ini, anak-

anak memperhatikan dan kemudian

mengikuti gerakannya, sambil menyebutkan

bunyi huruf tersebut; (3) Anak- anak

kemudian diberikan Sound Sheet, yang

terdiri atas contoh dari huruf dengan

formasinya yang ditunjukkan melalui tanda

panah dan nomor. Agar pembelajaran lebih

Page 81: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 249

menarik, guru juga mengajak anak untuk

mewarnai berbagai bentuk huruf yang

dipelajari, sehingga pembelajaran menjadi

lebih menyenangkan dan anak-anak dapat

lebih cepat dalam mengingat berbagai

bentuk huruf tersebut.

Metode Jolly Phonics memberikan

sebuah pengalaman belajar yang

menyenangkan bagi anak. Mengandalkan

berbagai kegiatan yang mampu

membangkitkan imajinasi dan minat belajar

anak. Metode ini melibatkan sumber belajar

yang beragam dalam implementasinya, dan

anak-anak juga diberikan rangsangan untuk

aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan

belajar yang dilakukan pada metode ini

mengemas sebuah kegiatan belajar yang

berbeda dengan yang biasa diterapkan di

sekolah. Pembelajaran diatur agar anak tidak

menyadari bahwa kegiatan yang

dilakukannya adalah bagian dari belajar.

Pembelajaran konvensional cenderung

memberikan pengalaman belajar kepada

anak melalui kegiatan mencontohkan, dalam

artian guru hanya memberikan contoh

kepada siswa sehingga siswa hanya dapat

menirukan apa yang ditulis guru. Guru

menjadi satu-satunya sumber belajar,

sehingga besar dampaknya jika guru sampai

salah memberikan konsep pembelajaran.

Melalui kegiatan pembelajaran dengan

metode Jolly Phonics anak dapat dengan

leluasa melaksanakan kegiatan belajar sesuai

imajinasinya, peranan guru hanya

memberikan fasilitas dan memberikan

konfirmasi jika anak mengalami kekeliruan.

Kebanyakan kesulitan yang dialami

anak dalam hal keterampilan menulis adalah

karena kemampuan motorik halus anak

belum berkembang dengan baik, sehingga

anak perlu diberi banyak latihan dan

bimbingan. Mengingat anak masih dalam

usia dini, pemberian latihan diharapkan tidak

terlalu membebani anak, sehingga

dibutuhkan pembelajaran yang

menyenangkan dan terasa seperti bermain

bagi anak, oleh karenanya metode Jolly

Phonics tepat untuk diterapkan pada anak

usia dini. Selain faktor motorik anak,

kesulitan menulis anak dapat terjadi kar ena

anak belum mampu mengidentifikasi huruf

yang menyusun suatu kata yang diucapkan

seseorang, sehingga ketika anak diminta

untuk menuliskannya dalam bentuk tulisan

(dikte) mereka sering mengalami kesulitan

seperti ada huruf yang salah atau kurang,

terutama huruf atau kata berbahasa Inggris

yang memiliki pelafalan berbeda dengan

huruf atau kata berbahasa Indonesia. Melalui

Jolly Phonics, anak diajar untuk belajar

mengenal bunyi huruf sambil

memperhatikan lambang hurufnya. Dengan

teknik ini, anak mampu mengidentifkasi

huruf-huruf yang menyusun suatu kata yang

diucapkan melalui bunyi huruf-huruf

penyusunnya. Setelah mengenali huruf-huruf

tersebut, maka anak menjadi lebih mudah

menuliskan kata-kata tersebut dengan benar

dalam bentuk tulisan.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh

penelitian yang dilakukan Ogbemudia dkk.

(2013) yang berjudul “The Efficacy of Jolly

Phonics Instructional Strategy on The

Writing Ability of Junior Primary Pupils in

Uyo Senatorial District of Akwa Ibom State

Nigeria” yang menyimpulkan bahwa “Jolly

Phonics Instructional Strategy has been

found to be effective in facilitating the

identification of letter sounds in words for

writing ability and blending of letter sounds

for reading ability". Penelitian ini

menunjukkan bahwa melalui penerapan

metode Jolly Phonics terbukti efektif dalam

mengembangkan kemampuan menulis anak.

Pengenalan bunyi huruf pada metode ini

dipercaya menjadi salah satu kemampuan

penting yang dapat membantu siswa dalam

menulis huruf. Selain itu, pembelajarannya

yang memanfaatkan flashcard atau kartu

huruf terbukti membantu siswa dalam

mengenal huruf-huruf ketika menulis.

Efektifitas pembaruan dalam kegiatan

pembelajaran dengan mengintegrasikan

media pembelajaran menarik di dalamnya

mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Janawati, Sudiana, dan

Dantes (2013) yang menyimpukan bahwa

“terdapat perbedaan secara signifikan

kemampuan menulis permulaan antara siswa

yang belajar dengan menggunakan

pembelajaran kartu kata dalam permainan

domino dan siswa yang belajar dengan

model pembelajaran konvensional.”

Penelitian tersebut mempertegas bahwa

kegiatan pembelajaran yang dikemas

Page 82: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 250

bervariasi dengan melibatkan media yang

sesuai dengan karakteristik perkembangan

anak dapat mengoptimalkan capaian tujuan

pembelajaran tersebut.

Berdasarkan pemaparan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan menulis permulaan Bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika.

Uji hipotesis ketiga penelitian ini

menggunakan rumus Manova, dengan

ringkasan yang disajikan sebagai berikut.

Tabel 03. Tabel Ringkasan Uji Hipotesis Ketiga

Statistik Nilai F Nilai Signifikansi (sig.) Simpulan

Pillai’s Trace 19,412 0,000 Signifikan

Wilks’ Lambda 19,412 0,000 Signifikan

Hotelling’s Trace 19,412 0,000 Signifikan

Roy’s Largest Root 19,412 0,000 Signifikan

Hasil analisis menunjukan bahwa

harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’

Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s

Largest Root memiliki nilai signifikansi

lebih kecil dari pada 0,05. Maka dari itu,

harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’

Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s

Largest Root signifikan. Jadi H0 ditolak dan

H1 diterima, yang berarti secara simultan

terdapat perbedaan kemampuan membaca

permulaan dan menulis permulaan bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika.

Melalui model pembelajaran Jolly

Phonic, pengajaran membaca dan menulis

yang diberikan meliputi pengenalan huruf

dari bunyinya, menulis huruf secara benar,

mengeja suku kata dan kata,

mengidentifikasi bunyi huruf dalam kata,

pengenalan kosa kata, serta cara membaca

kata yang sulit (tricky words).

Sebelum memulai kegiatan belajar

membaca dan menulis, terlebih dahulu anak

dibiasakan untuk bersikap dengan benar. Hal

ini dimaksudkan agar anak dapat mengikuti

kegiatan pembelajaran dengan baik. Apabila

anak pada posisi sikap belajar yang benar

maka kegiatan belajar akan berlangsung

dengan nyaman, yang secara tidak langsung

memberikan dampak positif dalam

pengembangan kemampuannya selama

proses pembelajaran. Melalui metode Jolly

Phonics, sesuai dengan tahapan-tahapannya,

kegiatan belajar membaca dan menulis

permulaan anak dimulai dari mengenalkan

struktur satuan bunyi terkecil hingga

mengenal frase atau kata. Hal ini sesuai

dengan aspek-aspek kemampuan membaca

dan menulis permulaan yang diukur dalam

penelitian ini, sehingga melalui penerapan

metode Jolly Phonics dapat berpengaruh

positif terhadap perkembangan kemampuan

membaca dan menulis permulaan Bahasa

Inggris anak usia dini.

Metode Jolly Phonics merupakan

suatu metode yang sudah terstruktur secara

hierarkis dan sistematis dalam proses

pengajaran baca tulis. Kondisi ini membuat

tugas belajar membaca dan menulis sebagai

suatu kegiatan yang tidak membebani anak,

tetapi lebih dirasakan sebagai kegiatan

bermain yang lebih menyenangkan dan

membuat anak bersemangat. Pengajaran

Bahasa Inggris bagi anak yang berbahasa ibu

bukan Bahasa Inggris perlu menekankan

pada kosa kata. Penerapan metode Jolly

Phonics ini tepat karena selalu

memperkenalkan kosakata dan mengajarkan

kemampuan mengeja pada anak. Selain itu,

teknik pengelompokan huruf yang

didasarkan pada tingkat kesulitan,

memudahkan anak menguasai dan membuat

anak percaya diri ia mampu, sehingga

penerapan metode ini secara efektif dapat

memberikan pengaruh positif bagi

perkembangan kemampuan membaca dan

menulis permulaan Bahasa Inggris anak.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh

penelitian sebelumnya oleh Lisnawati

Ruhaena (2008) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran

Jolly Phonics terhadap Kemampuan Baca-

Tulis Permulaan Bahasa Indonesia dan

Bahasa Inggris pada Anak Prasekolah”

Page 83: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 251

membuktikan bahwa penggunaan metode

pengajaran Jolly Phonics efektif untuk

meningkatkan kemampuan membaca dan

menulis Bahasa Inggris pada anak

prasekolah. Penelitian lain juga memperkuat

pernyataan tersebut, di antaranya adalah

penelitian dari Farokhbakht (2015) yang

berjudul “The Effect Of Using Synthetic

Multisensory Phonics In Teaching Literacy

On EFL Young Learners Literacy Learning”

yang menyatakan bahwa ”the synthetic

multisensory method of Jolly Phonics

programme can be succesfully implemented

in EFL classrooms for teaching literacy to

young beginners”. Dari beberapa penelitian

tersebut, terbukti bahwa anak prasekolah

yang mendapat pembelajaran metode Jolly

Phonics menunjukkan peningkatan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan pengajaran

yang menggunakan metode reguler. Hal ini

karena metode Jolly Phonics merupakan

suatu metode yang terstruktur secara

sistematis pada proses baca-tulis dan

disesuaikan dengan perkembangan anak usia

dini. Kondisi ini membuat suasana

pembelajaran menjadi hal yang tidak

membebani anak, tetapi dirasa sebagai

kegiatan bermain yang menyenangkan,

sehingga anak menjadi lebih bersemangat

dalam belajar.

Berdasarkan pemaparan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa secara simultan

terdapat perbedaan kemampuan membaca

permulaan dan menulis permulaan bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika.

PENUTUP Berdasarkan analisis hasil

penelitian dan pembahasan di atas maka

dapat disimpulkan dari seluruh hasil

penelitian ini yaitu: (a) Terdapat perbedaan

kemampuan membaca permulaan bahasa

Inggris antara anak yang belajar

menggunakan metode Jolly Phonics dengan

anak yang belajar secara konvensional pada

anak kelompok B TK Mahardika; (b)

Terdapat perbedaan kemampuan menulis

permulaan bahasa Inggris antara anak yang

belajar menggunakan metode Jolly Phonics

dengan anak yang belajar secara

konvensional pada anak kelompok B TK

Mahardika; (c) Secara simultan terdapat

perbedaan kemampuan membaca permulaan

dan menulis permulaan bahasa Inggris

antara anak yang belajar menggunakan

metode Jolly Phonics dengan anak yang

belajar secara konvensional pada anak

kelompok B TK Mahardika.

Sebagai pertimbangan dalam

peningkatan kualitas pembelajaran maka

dapat diajukan beberapa saran sebagai

berikut. Pertama, Bagi Siswa, Anak

diharapkan menjadi lebih aktif dalam

mengikuti pembelajaran sehingga

pembelajaran menjadi lebih bermakna dan

ilmu yang diperoleh lebih lama diingat;

Kedua, Bagi Guru, Para guru taman kanak-

kanak, khusunya guru di TK Mahardika

hendaknya dapat menjadikan hasil penelitian

ini sebagai masukan dan pertimbangan

untuk menerapkan metode pembelajaran

Jolly Phonics dalam membelajarkan

keterampilan membaca dan menulis

permulaan Bahasa Inggris pada anak

sehingga hasil yang diperoleh optimal;

Ketiga, Bagi Sekolah, Sekolah hendaknya

menyediakan sarana yang maksimal untuk

menunjang pembelajaran agar anak semakin

termotivasi untuk belajar sehingga dapat

membantu meningkatkan mutu sekolah;

Keempat, Bagi Pemangku Jabatan; Perlu

mempersiapkan fasilitas maupun workshop

bagi para guru agar dapat melakukan

sharing/diskusi dalam materi model-model

pembelajaran inovatif. Kelima, Bagi peneliti

lain yang tertarik metode pembelajaran

Jolly Phonics hendaknya dapat melanjutkan

penelitian ini dengan subjek yang lebih luas

baik dengan mengkombinasikannya dengan

model, metode ataupun strategi yang lainnya

pada subjek dan materi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan.Jakarta : Bumi

Aksara.

Brown, D. 2000. Teaching by Principle: An

Interactive Approch to Language

Pedagogy. New York: Longman.

Depdiknas. 2005. Pedoman Pengembangan

Fisik / Motorik di Taman Kanak-

kanak. Jakarta.

Page 84: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Okotober 2018 _________________________________________________________ 252

Duffy, K. et.al. 2003. Visual Literacy and

the Use of Images in the

Secondary Language Arts

Classroom. Running head Visual

Literacy. Maryland: St. Mary's

College.

Janawati, D.P.A., I.N. Sudiana., N. Dantes.

2013. Pengaruh Implementasi

Pembelajaran Kartu Kata Dalam

Permainan Domino Terhadap

Peningkatan Kemampuan

Membaca Menulis Permulaan

Siswa. e-Journal Program

Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha. Jurusan

Pendidikan Dasar. Volume 3

Tahun 2013.

Jauhari, S., A.A.I.N. Marhaeni., I.M.

Sutama. 2013. Pengaruh

Implementasi Strategi Dia

Tampan Berbantuan Media Audio

Visual Terhadap Hasil Belajar

Membaca Permulaan. e-Journal

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha.

Program Studi Pendidikan Dasar.

Volume 3 Tahun 2013.

Nurdiyanti, E. dkk. 2010. “Pembelajaran

Literasi Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia Pada Siswa Kelas V

Sekolah Dasar”,

http://download.portalgaruda.org

/article.php?article, 2010 diakses

tanggal 23 Desember 2016. Jilid

13: 115-128

Petscher, Y., Y.S. Kim., B.R. Foorman.

2011. The Importance of

Predictive Power in Early

Screening Assessments:

Implications for Placement in the

Response to Intervention

Framework. Assessment for

Effective Intervention. 36(3) 158–

166. DOI:

10.1177/1534508410396698

Ruhaena, L. 2008. “Pengaruh Metode

Pembelajaran Jolly Phonics

Terhadap Kemampuan Baca-

Tulis Permulaan Bahasa

Indonesia dan Bahasa Inggris

pada anak Prasekolah”. Jurnal

Penelitian Humaniora, Volume 9,

No.2, Agustus 2008:192-206.

Surakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah.

Subana, M., Sunarti. 2009. Strategi Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia

berbagai Pendekatan, Metode

Teknik dan Media Pengajaran.

Bandung : CV. Pustaka Setia.

Suwaryantini, N. M., M. Sulastri., N.K.

Suarni. 2014. “Pengaruh Media

Kartu Berseri Melalui Model

Pembelajaran Terpadu Tipe

Webbed Terhadap Hasil Belajar

Membaca Permulaan”. Jurnal

Universitas Pendidikan Ganesha.

Volume 2(1).

Tarigan, H.G. 2009. Pengkajian Peragmatik.

Bandung: Angkasa.

Wassid, I., D. Sunendar. 2008. Strategi

Pembelajaran Bahasa. Bandung:

Rosdakarya.

Zuchdi, D., Budiasih.1996. Pendidikan

Sastra dan Bahasa Indonesia di

Kelas Rendah. Jakarta:

Depdikbud.

Page 85: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 252

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN WHOLE LANGUAGE

TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS DITINJAU DARI MOTIVASI

BERPRESTASI DI KELAS IV SD GUGUS I KUTA UTARA

Ni Ketut Luh Megawati

Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail :[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan

pembelajaran whole language terhadap keterampilan menulis ditinjau dari motivasi

berprestasi di kelas IV SD Gugus I Kuta Utara.Penelitian ini adalah penelitian

eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2 x 2.Populasi berjumlah 483

orang siswa, dan sampel berjumlah 100 orang siswa ditarik secara random. Data

motivasi berprestasi dikumpulkan dengan kuesioner dan data keterampilan menulis

dikumpulkan dengan tes kinerja.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Anava dua jalur (Anava AB) dan uji t-scheffee. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: 1) terdapat perbedaan keterampilan menulis antara siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran whole language dan siswa yang mengikuti pendekatan

pembelajaran konvensional, 2) terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan

pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan menulis, 3) pada siswa

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, terdapat perbedaan keterampilan menulis

antara siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran whole language dansiswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran konvensional, 4) pada siswa yang

memiliki motivasi berprestasi rendah terdapat perbedaan keterampilan menulis

antara siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran whole language dan siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: keterampilan menulis, motivasi berprestasi, pendekatan whole language

ABSTRACT

This research aimed at investigating the effect of the implementation of Whole

Language learning approach on writing skill viewed from achievement motivation of

fourth grade students in elementary schools of Cluster I North Kuta. It was an

experimental research with 2x2 factorial design. The population was 483 students,

while the sample was 100 students taken randomly. The data of achievement

motivation were collected by using questionnaire and the data of writing skill were

collected by using performance test. The data were analyzed by using two-way

Anova and t-scheffee test. The research showed that: 1) there was a difference of

writing skill between students following whole language learning approach and those

following conventional learning approach, 2) there was an interaction between

learning approach and achievement motivation on writing skill, 3) for students with

high achievement motivation, there was a difference of writing skill between students

following whole language learning approach and those following conventional

learning approach, 4) for students with low achievement motivation, there was a

difference of writing skill between students following whole language learning

approach and those following conventional learning approach.

Keywords: achievement motivation, Whole Language learning approach, writing skill.

Page 86: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 253

PENDAHULUAN

Di era globalisasi persaingan dan

kompetisi semakin terbuka, pendidikan

sebagai transformasi pengembangan sumber

daya manusia harus diorientasikan dan

ditekankan agar terselenggaranya

pendidikan yang bermakna, sebab

pendidikan bermakna akan dapat memberi

kontribusi positif bagi kehidupan, dan dapat

memenuhi tuntutan kehidupan di masa

mendatang.Persaingan yang ketat

mengakibatkan tuntutan mutu pendidikan

merupakan suatu keharusan sehingga

pendekatan dalam pendidikan yang selama

ini berlangsung sudah tidak relevan.

Pendidikan hari ini harus memberi

kesempatan kepada setiap individu untuk

dapat belajar sepanjang hayat

mengembangkan pengetahuan, sikap dan

keterampilannya. Untuk itu Pendidikan

harus disandarkan pada empat pilar

pendidikan dari UNESCO yaitu, (1)

Language to know, yakni belajar untuk

mengetahui, (2) Language to do, yakni

belajar untuk melakukan, (3) Language to

be, yakni belajar untuk menjadikan sesuatu,

(4) Language to live together, yakni belajar

untuk hidup bersama (Dellors,1996 dalam

Dantes, 2014:38, dan Marhaeni, 2012:116).

Berdasarkan paparan di atas, dalam

proses pembelajaran guru harus berani

melakukan berbagai terobosan dan inovasi

pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak

lagi menempatkan peserta didik sebagai

obyek belajar yang berperan sebagai

penerima informasi secara pasif, melainkan

sebagai subyek yang berperan aktif dalam

setiap proses pembelajaran dengan cara

menggali pengalamannya sendiri. Hal ini

sejalan dengan perspektif konstruktivisme

yang memandang bahwa pengetahuan tidak

dapat ditransfer begitu saja dari seseorang

kepada orang lain, tetapi harus

diintepretasikan sendiri oleh masing-masing

individu. Oleh sebab itu pembelajaran harus

ditekankan pada aktifitas peserta didik untuk

membangun sendiri pengetahuannya serta

dapat mengaitkan dengan kehidupan nyata

mereka sehari- hari.

Sebagai perancang dan pelaksana

dalam pembelajaran, Pemilihan pendekatan,

strategi, metode, serta teknik pembelajaran

yang merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan dalam proses pembelajaran

merupakan prioritas utama bagi guru.

Pendekatan yang diterapkan akan

menentukan strategi, metode dan teknik

yang akan digunakan. Pendekatan yang akan

diterapkan hendaknya pendekatan yang

berpusat pada aktivitas siswa (students

centered aproach ) bukan yang berpusat

pada aktivitas guru (teacher centered

aproach).Pendekatan yang berpusat pada

siswa menuntut guru untuk

mengembangkan pembelajaran yang

memungkinkan dapat dijadikan wahana bagi

siswa untuk terlibat aktif dalam memahami

dunia yang begitu kompleks.

Menurut undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

standar isi, secara garis besar pembelajaran

bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

diarahkan untuk meningkatkan keterampilan

peserta didik untuk berkomunikasi dalam

bahasa Indonesia dengan baik dan benar,

baik secara lisan maupun tulis, serta

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya

kesastraan manusia Indonesia.

Kenyataannya pembelajaran Bahasa

Indonesia di SD selama ini, tidak diarahkan

untuk mengembangkan keterampilan untuk

berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih

banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai

alat komunikasi.Siswa hafal langkah-

langkah berpidato, tetapi mereka bingung

ketika mereka disuruh berbicara di muka

umum. Demikian juga siswa hafal

bagaimana cara membuat karya tulis, tetapi

ketika harus menulis mereka bingung dari

mana harus memulai. Gejala-gejala

semacam ini merupakan gejala umum dari

hasil proses pendidikan kita. Pendidikan di

sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan

berbagai bahan ajar yang harus dihafal.

Proses pendidikan kita tidak pernah

diarahkan membentuk manusia yang cerdas,

memiliki keterampilan memecahkan

masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk

membentuk manusia yang kreatif dan

inovatif. Salah satu penyebabnya adalah

keterbatasan pengetahuan guru tentang

berbagai pendekatan pembelajaran yang

Page 87: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 254

inovatif. Implikasinya dalam pembelajaran,

guru sering kebingungan bila mengajarkan

materi Bahasa Indonesia. Bahkan beberapa

guru sering mengeluhkan betapa sulitnya

mengajar materi Bahasa Indonesia terutama

menulis. Dan akhirnya yang terjadi dalam

pembelajaran guru memutuskan

menggunakan pendekatan yang sama setiap

hari. Gejala ini akhirnya berdampak pada

hasil belajar siswa yang masih rendah, dan

juga dapat dilihat pada perolehan hasil ujian

nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia

yang masih belum memenuhi target

pencapaian.

Pembelajaran bahasa yang seharusnya

menyenangkan ternyata jauh dari harapan.

Bahasa yang semula merupakan hal yang

mudah dan memgasyikkan berubah menjadi

hal yang sulit (Goodman, 1986 dalam Puji

Santosa 2010:2.2). Hal ini disebabkan,

karena di sekolah bahasa diajarkan secara

terpisah-pisah. Membaca diajarkan pada jam

yang berbeda dengan menulis. Dengan

sistem mengajar seperti ini siswa tidak

mendapatkankeempat

keterampilanberbahasa yang utuh seperti

yang mereka dapatkan sebelum memasuki

dunia pendidikan. Materi yang diajarkan

sering tidak relevan dengan kehidupan

nyata siswa sehari-hari, sehingga mereka

kurang termotivasi untuk belajar bahasa

(Puji Santosa, 2010). Untuk memperbaiki

pengajaran bahasa, di beberapa negara,

seperti Inggris, Australia, New Zaeland,

Kanada, dan Amerika Serikat sudah mulai

menerapkan pendekatan whole language

pada sekitar tahun 80-an (Routman, 1991,

dalam Puji Santosa). Namun di Indonesia

konsep tentang pendekatan pembelajaran

whole lamguage dalam pembelajaran bahasa

di SD masih sangat minim.

Pendekatan whole language adalah

salah satu pendekatan pembelajaran bahasa

yang menyajikan pembelajaran bahasa

secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky,

1991;Froese, 1990; Goodman, 1986;

Weaver, 1992, dalam Puji Santosa). Para

ahli whole language berkeyakinan bahwa

bahasa merupakan satu kesatuan (whole)

yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Rigg,

1991, dalam Puji santosa, 2010). Oleh

karena itu pengajaran keempat keterampilan

berbahasa yang terdiri dari menyimak,

berbicara, membaca dan menulis disajikan

dalam waktu yang bersamaan, serta

komponen bahasa seperti tata bahasa dan

kosa kata disajikan secara utuh, terpadu,

bermakna dan dalam situasi nyata atau

autentik.

Pendekatan whole language didasari

oleh paham constructivism yang menyatakan

bahwa siswa membentuk sendiri

pengetahuannya melalui peran aktifnya

dalam belajar secara utuh (whole) dan

terpadu (integrated) (Roberts, 1996 dalam

Puji Santosa). Whole language adalah cara

untuk menyatukan pandangan tentang

bahasa, tentang pembelajaran dan tentang

orang-orang yang terlibat dalam

pembelajaran.

Menurut Routman (1991) dan

Froese (1991) komponen-komponen whole

language yaitu reading aloud, journal

writing, sustained silent reading, shared

reading, guided reading, guided writing,

independent reading, independent writing.

Komponen-komponen tersebut memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

mendapatkan keempat keterampilan

berbahasa secara utuh terpadu dalam situasi

nyata atau autentik.Dan hal ini telah

dibuktikan melalui sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Anderson dkk.(1988),

membaca bebas (independent reading) yang

diberikan 10 menit sehari dapat

meningkatkan keterampilan membaca.

Ciri-ciri kelaswhole

languagememberi gambaran bagaimana

pembelajaran berlangsung di kelas. Ciri-ciri

tersebut terdiri dari, (1) kelas whole

language penuh dengan barang cetakan.

Hasil karya siswa menghiasi dinding dan

bulletin board, Salah satu sudut kelas diubah

menjadi perpustakaan yang dilengkapi

dengan berbagai jenis buku seperti majalah,

koran, kamus, buku petunjuk dan berbagai

barang cetak lainnya.(2)di kelas whole

language siswa belajar melalui contoh atau

model. (3) di kelas whole language siswa

bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat

keterampilannya. (4) peserta didik berbagi

tanggung jawab dalam pembelajaran. Guru

berperan sebagai fasilitator dan siswa

mengambil alih beberapa tanggung jawab

yang biasanya dilakukan oleh guru.(5)

peserta didik terlibat aktif dalam

Page 88: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 255

pembelajaran bermakna. Mereka secara aktif

terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang

membantu mengembangkan rasa tanggung

jawab dan tidak tergantung. (6) peserta didik

berani mengambil resiko dan bebas

bereksperimen. Hasil tulisan mereka

dipajang tanpa koreksi. (7) peserta didik

mendapat balikan (feedback) positif baik

dari guru maupun temannya.

Pembelajaran bahasa tidak boleh

ditafsirkan sebagai mengajarkan memahami

dan menggunakan bahasa, tetapi harus

dipahami sebagai mengajak siswa berlatih

memahami dan menggunakan bahasa dalam

kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam

merancang pembelajaran Bahasa Indonesia

di SD, guruhendaknya mencermati fungsi

dari keempat aspek utama keterampilan

berbahasa tersebut. Sebab melalui keempat

aspek keterampilan berbahasa tersebut,

seseorang dapat menyerap berbagai

informasi, menyampaikan hasil pikiran, ide-

ide, penalarannya kepada orang lain secara

bebas tanpa beban instruksi. Keempat aspek

keterampilan berbahasa itu merupakan satu

kesatuan yang tak terpisahkan. Keterampilan

berbahasa tersebut harus diperoleh secara

autentik, holistik, dan bertujuan.

Keterampilan, menulis merupakan

keterampilan berbahasa yang paling

konpleks. Kegiatan menulis merupakan

kegiatan yang produktif dan ekspresif.

Karena dalam menuangkan ide-ide, pesan,

dan perasaan, sehingga menjadi sebuah

tulisan yang dapat dipahami oleh pembaca,

penulis harus memiliki keterampilan dalam

menggunakan grafologi, struktur bahasa, dan

kosa kata, serta memiliki pengetahuan

bahasa yang memadai (Morsey, 1986 : 122).

Lado (dalam Tarigan, 1998:2)

mengemukakan bahwa “menulis adalah

melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang

dipahami oleh seseorang.Menulis menurut

Marhaeni ( dalam Dantes, 2012) adalah

“suatu serial aktivitas yang berulang-ulang

dalam menuangkan pikiran dalam

tulisan”.Keterampilantersebut tidak didapat

dengan mudah dan dalam waktu yang

singkat, melainkan diperoleh melalui proses

panjang yang berulang-ulang menuju ke

tingkat yang lebih sempurna. Dan dalam

penelitian ini aspek-aspek keterampilan

menulis dapat dirinci menjadi lima aspek

yaitu: 1) isi tulisan yang merupakan tuangan

ide-ide pikiran, 2) organisasi, 3) struktur

kalimat, 4) kosakata dan gaya, 5)

penggunaan mekanik (Dantes, 2012: 182).

Begitu kompleksnya keterampilan

menulis bila dibandingkan dengan

keterampilan berbahasa lainnya sehingga

pendekatan yang selama ini digunakan

sudah tidak relevan.Pendekatan yang

diterapkan hendaknya pendekatan yang

memungkinkan siswa mendapatkan segala

yang mereka butuhkan.Dan keempat

keterampilan berbahasa harus diperoleh

siswa secara utuh, tepadu dalam situasi

nyata atau autentik.

Penelitian tentang pengembangan

bahasa tulis pada siswa menunjukkan hasil

yang relatif konsisten. Siswa belajar bahasa

tulis hanya apabila mereka benar-benar

tenggelam dalam lingkungan bahasa yang

mereka pelajari. Lingkungan yang kaya akan

bahan cetakan, alat peraga, buku-buku,

tanda-tanda, gambar-gambar, pajanan

bervariasi dan label-label merupakan cairan

yang mencelupkan dan menenggelamkan

anak-anak hingga mereka menghirup

komponen bahasa secara bawah sadar.

Dukungan yang tepat mampu

menciptakan atmosfer yang bebas untuk

menggunakan bahasa, yang dalam

kesempatan tersebut, memahami makna

lebih penting dari kesalahan yang dibuat.

Suasana yang kondusif, menyenangkan dan

berlangsung dalam situasi nyata atau

autentik, dapat menumbuhkan motivasi

siswa untuk terus berlatih agar keterampilan

siswa dalam memahami dan menggunakan

bahasa tulis mencapai prestasi tertinggi

(Musfiroh,2009).

Dalam belajar, motivasi berkaitan erat

dengan tujuan yang hendak dicapai oleh

individu yang sedang belajar. Bila seseorang

yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan

yang hendak dicapai berguna atau

bermanfaat baginya, maka motivasi belajar

akan muncul dengan kuat. Motivasi yang

kuat akan mendorong sesorang untuk meraih

prestasi, dan terus berupaya untuk menjadi

yang terbaik.

Adalah tugas guru untuk merangsang

agar siswa memiliki motivasi dalam belajar.

Sebagai motivator guru memiliki tanggung

Page 89: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 256

jawab yang besar untuk membangkitkan

motivasi siswa. Sebab motivasi sebagai

daya penggerak dapat mendorong siswa

untuk terus bersaing secara sehat dalam

rangka mencapai prestasi tertinggi,

mengungguli dirinya sendiri dan orang lain.

Berdasarkan paparan diatas, dapat

diduga bahwa keterampilan menulis dan

motivasi siswa untuk berprestasi pada

pembelajaran bahasa Indonesia dengan

penerapan pendekatan pembelajaran whole

language akan berbeda dengan keterampilan

menulis dan motivasi siswa untuk

berprestasi pada pembelajaran yang

menggunakan pendekatan pembelajaran

konvensional. Hal ini dapat dilihat dari

perbedaan karakteristik atau ciri-ciri dari

kedua pendekatan pembelajaran tersebut.

Namun seberapa jauh pengaruh pendekatan

pembelajaran whole language berpengaruh

terhadap keterampilan menulis dan motvasi

siswa untuk berprestasi, khususnya siswa

kelas IV Sekolah Dasar Gugus 1 Kuta Utara,

belum dapat diungkapkan. Oleh karena itu,

peneliti ingin mengkaji lebih jauh masalah

ini melalui penelitian yang berjudul

“Pengaruh Penerapan Pendekatan

Pembelajaran Whole LanguageTerhadap

Keterampilan Menulis Ditinjau dari

Motivasi Berprestasi siswa di Kelas IV SD

Gugus 1 Kuta Utara”.

Adapun tujuan penelitian ini

adalah(1)mendeskripsikan dan mengetahui

perbedaan keterampilan menulis pada siswa

yang menggunakan pendekatan

pembelajaran whole language dengan siswa

yang menggunakan pendekatan

pembelajarankonvensional, (2)mengetahui

pengaruh interaksi antara pendekatan

pembelajaran dengan motivasi berprestasi

siswa terhadap keterampilan menulis, (3)

mendeskripsikan dan mengetahui perbedaan

keterampilan menulis antara siswa yang

mengikutii pendekatan pembelajaran whole

languagedan pendekatan pembelajaran

konvensional pada siswa yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi, (4)

mendeskripsikan dan mengetahui perbedaan

keterampilan menulis antara siswa yang

mengikuti pendekatan pembelajaran whole

language dan pendekatan pembelajaran

konvensional pada siswa yang memiliki

motivasi berprestasi rendah.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen semuyang menggunakan

rancanganfaktorial 2x2.

Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa kelas IV SD Gugus I Kuta Utara tahun

pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 483

orang siswa, dan jumlah sampelpada

penelitian ini berjumlah 100 orang siswa

yang terdiri dari SD NO. 6 Dalung 54 orang

siswa dan SD.NO 2 Dalung 46 orang

siswa.Seluruh sampel berasal dari kelas-

kelas yang setaraDan pemilihan sampel

dilakukan dengan cararandom sampling..

Sebelum pengambilan sampel, terlebih

dahulu dilakukan uji kesetaraan kelas.Hal ini

dilakukan untuk memastikan kelas-kelas

yang dijadikan sampel adalah kelas-kelas

yang setara dan dapat digunakan untuk

penelitian.Uji kesetaraan dianalisa dengan

Anava satu jalur dan diproses menggunakan

aplikasi SPSS.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data motivasi

berprestasi dan data keterampilan menulis.

Data mengenai motivasi berprestasi siswa

dikumpulkan menggunakan kuesioner yang

penilaiannya menggunakan skala likert. Data

mengenai keterampilan menulis

dikumpulkan dengan instrumen berupa tes

kinerja yang dilengkapi dengan panduan

penskoran berupa rubrik analitik. Dalam

penyusunan instrumen terlebih dahulu dibuat

kisi-kisi dan untuk keterampilan menulis,

berpedoman pada landasan kurikulum KTSP

2006.

Sebelum tes digunakan untuk

mengambil data, terlebih dahulu dilakukan

expert judgment oleh dua orang pakar guna

mendapatkan kualitas tes yang baik. Setelah

itu dilakukan uji coba instrumen untuk

mengetahui kesahihan ( validitas ) dengan

bantuan Pearson's Product Moment, dan

keterandalan ( reliabilitas ) dengan

menggunakan Alfa crombach

Hasil validasi instrumen motivasi

berprestasi siswa, diperoleh 32 instrumen

yang dinyatakan valid dari 40 butir soal

sebelum divalidasi. Dan selanjutnya 32

instrumen yang dinyatakan valid dapat

digunakan dalam penelitian.Koefisien

reliabilitas tes motivasi berprestasi adalah

Page 90: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 257

0,883, menurut kriteria reliabilitas tes

motivasi berprestasi tergolong sangat tinggi.

Untuk reliabilitas instrumen keterampilan

menulis dibantu dengan menggunakan

SPSS(Intraclass Reliability Test). Koefisien

reliabilitas keterampilan menulis bernilai

0,917.Apabila dikonsultasikan menggunakan

kriteria yang dibuat oleh Guilford, maka

dapat disimpulkan bahwa instrumen

Keterampilan Menulis memiliki reliabilitas /

kekonsistenan yang sangat tinggi.

Uji prasyarat yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah uji normalitas sebaran

data dan uji homogenitas varians.Analisis

statistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis adalah menggunakan Anava dua

jalan (Anava AB).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis uji normalitas sebaran

data menunjukkan bahwa keseluruhan nilai

signifikansi dari perhitungan Kolmogorov-

Smirnov lebih tinggi dari 0,050.Hal ini

berarti keterampilan menulis siswa dari

semua kelompok berasal dari populasi yang

terdistribusi secara normal.

Perhitungan uji homogenitas

menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari

perhitungan Levene Statisticadalah sig. =

0,124 di atas 0,050. Hal ini berarti

keterampilan menulis siswa berasal dari

populasi yang homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat, yaitu

uji normalitas dan uji homogenitas varians

dapat disimpulkan bahwa data dari semua

kelompok berasal dari populasi yang

berdistribusi normal dan mempunyai varians

yang sama atau homogen.Oleh karena itu uji

hipotesis dapat dilakukan.

Data dalam penelitian ini dapat

dikelompokkan menjadi: (1) data

keterampilan menulis siswa yang

menggunakan pendekatan pembelajaran

whole language, (2) data keterampilan

menulis yang menggunakan pendekatan

pembelajaran konvensional, (3) data

keterampilan menulis kelompok siswa yang

menggunakan pendekatan pembelajaran

whole language yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi, (4) data keterampilan

menulis kelompok siswa yang menggunakan

pendekatan pembelajaran whole language

yang memiliki motivasi berprestasi rendah,

(5) data keterampilan menulis kelompok

siswa yang menggunakan pendekatan

pembelajaran konvensional yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi, (6) data

keterampilan menulis kelompok siswa yang

menggunakan pendekatan pembelajaran

konvensional yang memiliki motivasi

berprestasi rendah.

Uji hipotesis dalam penelitian ini

dilakukan dengan analisis varians (Anava)

dua jalurdengan program SPSS 16.0dan

dilanjutkan dengan uji t-test.

Hasil ANAVA dua jalan disajikan

dalam tabel 0.1 di bawah ini.

Tabel 0.1.Ringksasan ANAVA Dua Jalan Keterampilan Menulis

Sumber Jumlah Kuadrat db Rerata Kuadrat F Sig,

Antar A 495.925 1 495.925 38.700 .000

Antar B 1197.778 1 1197.778 93.470 .000

Antar AB 106.898 1 106.898 8.342 .005

Dalam 1230.202 96 12.815

Total 3096.828 99

Hasiluji hipotesis pertama

menyatakan signifikansi antar A=0.000

(sig.<0,050). Ini berarti hipotesis nul (H0)

ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hal

ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan keterampilan menulis siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran

whole language dengan siswa yang

mengikuti pendekatan pembelajaran

konvensional.

Temuan penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sumayasa

(2015)bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar antara siswa yang mengikuti

pendekatan saintifik dan siswa yang

mengikuti pendekatan konvensional. Hasil

penelitian tersebut juga menemukakan

bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran saintifik lebih baik

daripada hasil belajar siswa yang mengikuti

pendekatan konvensional.

Page 91: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 258

Berdasarkan analisis data dan teori

yang mendukung serta hasil penelitian yang

relevan, telah terbukti bahwa pendekatan

pembelajaran whole language lebih baik

daripada pendekatan pembelajaran

konvensional. Hal ini disebabkan karena

dalam pendekatan whole language siswa

memperoleh keempat keterampilan

berbahasa secara utuh dan terpadu dalam

situasi nyata atau autentik. Siswa tidak

dilatih bagaimana cara-cara menulis

melainkan diajak memahami dan

menggunakan bahasa dalam kehidupan

sehari-hari secara lisan maupun tertulis.

Delapan komponen dan ciri-ciri

pendekatan whole language memberikan

kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif

dalam berbagai kegiatan langsung. Siswa

bebas memilih bacaan yang disukainya,

siswa berbagi tanggung jawab dengan

temannya, dan siswa mengerjakan tugas

sesuai kemampuan dan keterampilannya,

bebas dari beban instruksi dari guru. Dan

hasil karya siswa di apresiasi dan dipajang di

kelas. Semua itu menunjukkan bahwa

pembelajaran berlangsung dalam suasana

yang kondusif, menyenangkan dan penuh

makna.

Sebaliknya pembelajaran dengan

pendekatan konvensional, keempat

keterampilan berbahasa disajikan secara

terpisah-pisah. Pelajaran membaca diajarkan

di jam yang berbeda dengan menulis.

Implikasinya siswa tidak mendapatkan

keempat keterampilan berbahasa secara

menyeluruh, terpadu dan dalam situasi nyata

atau autentik. Siswa tidak diajak memahami

dan menggunakan bahasa dalam kehidupan

sehari-hari melainkan siswa diajarkan cara-

cara menulis, dengan aturan-aturan tertentu.

Keadaan ini membuat siswa gamang

menulis. Sebagai sebuah proses, menulis

merupakan kegiatan yang berulang-ulang

dan tidak mengenal urutan tertentu.

Akibatnya Siswa hafal cara-cara menulis

ketika disuruh menulis mereka bingung

harus mulai dari mana. Semua tugas

dikerjakan atas instruksi guru. Siswa tidak

memiliki kesempatan untuk terlibat langsung

dalam berbagai kegiatan. Siswa tidak bebas

memilih bacaan yang disukainya, dan semua

tanggung jawab ada di tamgan guru

sehingga pembelajaran berpusat pada guru.

Akibatnya siswa tidak memiliki kesempatan

untuk berkembang sesuai kemampuan dan

keterampilannya.

Hasil analisis uji hipotesiskedua

menyatakan nilai signifikansi antar AB

=0,005 (p<0,05). Ini berarti hipotesis nul

ditolak dan hipotesis alternatif diterima atau

terdapat pengaruh interaksi yang signifikan

antara pendekatan pembelajaran dan

motivasi berprestasi siswa terhadap

keterampilan menulis.

Temuan penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh

Agetania (2014). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

interaksi yang signifikan antara pendekatan

pembelajaran dengan motivasi belajar

terhadap kemampuan menulis siswa.

Hal ini tidak terlepas dari motivasi

siswa untuk berprestasi berbeda antara siswa

yang bermotivasi tinggi dan siswa yang

bermotivasi rendah. Begitu pula dalam

kemampuan menulis, siswa yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi tentu kemampuan

menulisnya berbeda dengan siswa yang

memiliki motivasi berprestasi rendah, pada

penerapan pendekatan whole language

maupun pendekatan konvensional.

Siswa yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi akan berusaha dengan

gigih untuk mencapai kberhasilan. namun

sebaliknya siswa dengan motivasi

berprestasi rendah memandang kesuksesan

adalah sesuatu keberuntungan tidak didapat

melalui usaha atau kegigihan. Lebih jauh

Suarni (2004:49) mengemukakan bahwa

individu yang memiliki motivasi berprestasi

tinggi lebih sensitive terhadap tanda-tanda

yang berkaitan dengan peningkatan prestasi

dan bertendensi sadar dan realitas terhadap

dirinya dan terhadap prestasi yang ingin

dicapai.

Hasil analisis data dan didukung oleh

teori serta hasil penelitian yang relevan telah

membuktikan bahwa terdapat interaksi yang

signifikan antara pendekatan pembelajaran

dan motivasi berprestasi terhadap

keterampilan menulis siswa di kelas IV SD

Gugus I Kuta Utara.

Ringkasan analisis t-Scheffe uji

hipotesis ketiga dapat dilihat pada tabel

0.2.di bawah ini

Page 92: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 259

Tabel 0.2.Analisis t-Scheffe Uji Hipotesis Ketiga

Grup

thit ttab (0.05) Keterangan A1B1 A2B1

Rerata 85,129 78,587

6,502 ttab(0.05,dk=99) = 1,962

Ho ditolak

HA diterima

N 27 23

RJKdal 12,574

Hasil analisis uji hipotesis ketiga

dengan t-scheffe menyatakan t hitung =

6.502 lebih besar daripada t tabel=1,962 (t

hitung>t tabel), ini berarti hipotesis nul

ditolak dan hipotesis alternatif diterima atau

terdapat perbedaan yang signifikan

keterampilan menulis siswa yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi yang mengikuti

pendekatan pembelajaran whole language

dengan pendekatan pembelajaran

konvensional. Siswa yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi keterampilan menulisnya

lebih tinggi ketika mengikuti pendekatan

whole language, daripada siswa yang

mengikuti pendekatan konvensional.

Temuan hasil penelitian di atas sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Samiasih (2013)yang menyatakan bahwa

motivasi berprestasi memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar memahami

wacana.Siswa yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi terdapat perbedaan hasil

belajar memahami wacana atara siswa yang

mengikuti metode SQ3R dengan metode

KWL.Teori yang mendukung temuan ini

adalah Veroff (dalam Suarni, 2004),

menyimpulkan bahwa individu yang

mempunyai motivasi berprestasi tinggi

dalam melakukan tugasnya hasilnya berbeda

dengan individu yang mempunyai motivasi

berprestasi rendah.

Paparan di atas telah membuktikan

bahwa siswa yang memiliki motivasi

breprestasi tinggi sangat tepat bila

mengikuti pembelajaran dengan pendekatan

whole language.Sebab delapan komponen

dan karakteristik pendekatan whole

language memberikan ruang kepada siswa

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi

untuk membangun pengetahuan

danmengembangkanketerampilannya. Siswa

mendapatkan segala yang ia butuhkan dan

keempat keterampilan berbahasa didapatkan

secara terpadu dalam situasi nyata atau

autentik dan dalam suasana yang kondusif

dan penuh makna.

Berdasarkan analisis data dan teori

yang mendukung serta hasil penelitian yang

relevan telah membuktikan bahwa

keterampilan menulis siswa yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi dengan

pendekatan pembelajaran whole language

lebih baik daripada siswa yang menikuti

pendekatan pembelajaran konvensioal di

kelas IV SD Gugus 1 Kuta Utara.

Ringkasan analisis t-Scheffe uji

hipotesis keempat dapat dilihat pada tabel

0.3 di bawah ini.

Page 93: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 260

Tabel 0.3. Analisis t-Scheffe Uji Hipotesis Keempat

GROUP thit ttab (0.05)

Keterangan

A1B2 A2B2

Rerata 76,111 79,587

3,454 ttab(0.05,dk=99) =

1,962

Ho ditolak

HA diterima

N 27 23

RJKdal 12,574

Hasil analisis uji hipotesis keempat

dengan t-scheffe menunjukkan Q hitung=

3,454 lebih besar daripada Q tabel =1,962

(Q hitung> Q tabel), ini berarti hipotesis nul

ditolak dan hipotesis alternatif diterima. atau

terdapat perbedaan yang signifikan

keterampilan menulis siswa yang memiliki

motivasii berprestasi rendah yang mengikuti

pendekatan pembelajaran whole language

dengan siswa yang mengikuti pendekatan

pembelajaran konvensional. Dan

keterampilan menulis kelompok siswa yang

menggunakan pendekatan pembelajaran

konvensional signifikan pada siswa yang

memiliki motivasi berprestasi rendah.

Temuan hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Tastra (2013) yang meneliti tentang

pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar

menulis ditinjau dari motivasi berprestasi

siswa,yang menemukan bahwa, pada siswa

yang memiliki motivasi berprestasi rendah

dengan model pembelajaran konvensional

hasil belajarnya lebih baik daripada siswa

yang mengikuti model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

Temuan tersebut didukung oleh Suarni

(2014) menyatakan individu yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi adalah individu

yang bertendensi sadar dan realistis terhadap

dirinya dan terhadap prestasi yang ingin

dicapai. Individu juga menyadari bahwa

prestasi yang besar tidak dapat dicapai

dalam waktu yang singkat dan dengan cara

yang mudah, oleh karenanya secara mental

mereka lebih suka berusaha dengan gigih

daripada mengharapkan nasib semata-mata.

Pemikirannya lebih terarah ke masa depan,

dengan usaha dan antisipasi serta prediktif

yang logis, bila dibandingkan dengan orang-

orang yang mempunyai motivasi berprestasi

rendah.

Berdasarkan paparan di atas

pendekatan pembelajaran whole

languagekurang cocok bagi siswa yang

memiliki motivasi berprestasi rendah.Sebab

siswa yang memiliki motivasi berprestasi

rendah dalam pembelajaran cendrung pasif,

tidak menyukai tantangan, kesuksesan

adalah keberuntungan bukan didapat dari

kegigihan.Siswa dengan motivasi berprestasi

rendah lebih suka bekerja atas instruksi

bukan membangun dan menemukan

sendiri.Mereka berpandangan bahwa

pengetahuan tidak didapat melalui peran

aktifnya dalam belajar, melainkan hanya

ditransfer dari guru.Sehingga dalam

pembelajaran mereka kurang kreatif,

berfikiran linier dan lebih suka menerima

informasi yang sudah jadi.Bila diberi

tanggung jawab untuk menggali informasi,

menemukan masalah dan mencari solusinya,

cenderung kurang berhasil. Karakteristik

siswa dengan motivasi berprestasi rendah

lebih tepat dengan penerapan pendekatan

pembelajaran konvensional, dimana dalam

proses pembelajaran mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut: 1) pemilihan informasi

ditentukan oleh guru, 2) Siswa secara pasif

menerima informasi, 3) pembelajaran

bersifat abstrak dan teoritis, 4) pemberian

tumpukan informasi kepada siswa sampai

saatnya diperlukan, 5) cenderung terfokus

pada satu bidang (disiplin ilmu tertentu), 6)

melatih siswa untuk berfikir linier.

Berdasarkan analisis data dan

didukung oleh teori, serta hasil penelitan

yang relevan telah membuktikan bahwa,

pada siswa yang memiliki motivasi

berprestasi rendah dengan mengikuti

pendekatan konvensional keterampilan

menulisnya lebih baik daripada siswa yang

mengikuti pendekatan whole language pada

siswa kelas IV SD Gugus 1. Kuta Utara

tahun pelajaran 2016/2017.

Page 94: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 261

Pendekatan pembelajaran whole

language adalah salah satu pendekatan

pembelajaran bahasa yang inovatif yang

menyajikan keempat keterampilan berbahasa

secara utuh, terpadu.Karakteristik dan

komponen-komponen whole language

memberikan ruang dan waktu bagi siswa

untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan

langsung bebas dari beban instruksi.

Pendekatan pembelajaranwhole

languagemerupakan pendekatan

komprehensif, karena dapat membantu siswa

membangun hubungan yang bermakna

antara sekolah dengan kehidupan nyata

sehari-hari, sehingga dapat menumbuhkan

motivasi siswa untuk berprestasi. Sebab apa

yang dipelajari bermanfaat bagi dirinya.

Bahasa merupakan satu kesatuan yang

utuh (whole) yang tidak dapat dipisah-

pisahkan (Rigg, 1991, dalam Puji Santosa,

2010).Oleh karena itu keempat keterampilan

berbahasa yang terdiri dari menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis disajikan

dalam waktu yang bersamaan secara utuh,

terpadu, bermakna dan dalam situasi nyata

atau autentik.

Berdasarkan paparan di atas,

penerapan pendekatan pembelajaran whole

language dalam pembelajaran bahasa

merupakan langkah tepat sebab keempat

keterampilan berbahasa diperoleh siswa

secara utuh, terpadu, bermakna dan dalam

situasi nyata atau autentik.

Selain pendekatan, motivasi siswa

untuk berprestasi merupakan faktor yang

tidak dapat diabaikan dalam

pembelajaran.Setap individu memiliki

motivasi yang berbeda dalam belajar.Veroff

(1969 dalam Suarni, 2004), menyimpulkan

bahwa individu yang mempunyai motivasi

berprestasi tinggi dalam melakukan tugasnya

hasilnya berbeda dengan individu yang

mempunyai motivasi berprestasi rendah.

Adalah tugas guru sebagai perancang

dan pelaksana pembelajaran di kelas, dapat

memilih pendekatan yang sesuai serta

memperhatikan karakteristik siswa. Salah

satunya adalah guru harus mampu

membangkitkan gairah serta mendorong

siswa agar memilikii motivasi untuk

berprestasi.Untuk itu pengetahuan guru

tentang berbagai pendekatan yang inovatif

harus ditingkatkan agar terwujud

pembelajaran yang optimal.

Pendekatan yang diterapkan

hendaknya pendekatan yang berpusat pada

aktivitas siswa (students centered aproach),

bukan yang berpusat pada aktivitas guru

(teacher centered aproach). Sebab

pendekatan yang berpusat pada aktivitas

siswa menuntut guru untuk mengembangkan

pembelajaran yang memungkinkan dapat

dijadikan wahana bagi siswa untuk terlibat

aktif dalam memahami dunia yang begitu

kompleks.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang telah diuraikan diatas

ditemukan bahwa (1) terdapat perbedaan

keterampilan menulis siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran whole

languagedengan siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran konvensional pada

siswa kelas IV SD. Gugus I Kuta Utara

Tahun Pelajaran 2016/2017, (2) terdapat

pengaruh interaksi antara pendekatan

pembelajaran dengan motivasi berprestasi

terhadap keterampilan menulis,(3)siswa

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi,

terdapat perbedaan keterampilan menulis

antara siswa yang mengikuti pendekatan

pembelajaran whole language dengan siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran

konvensional,(4)siswa yang memiliki

motivasi berprestasi rendah, terdapat

perbedaan keterampilan menulis siswa yang

mengikuti pendekatan pembelajaran whole

language dengan siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan simpulan di atas adapun

saran-saran yang dapat diajukan dalam

penelitian ini sebagai berikut.Pertama,

pendekatan pembelajaran whole language

sebagai salah satu pendekatan bahasa yang

inovatif perlu diperkenalkan kepada para

guru, siswa dan praktisi pendidikan sebagai

pendekatan alternatif karena telah terbukti

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

di kelas sehingga tercipta pembelajaran yang

Page 95: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 262

bermakna, di tengah dominasi penerapan

pendekatan konvensional.Kedua,dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran

whole language, siswa yang memiliki

motivasi berprestasi tinggi akan terus

terpacu untuk mencapai prestasi, sehingga

mengarah kepada peningkatan keterampilan

menulis, akan tetapi sebaliknya siswa

dengan motivasi berprestasi rendah dapat

mengarah kepada penurunan keterampilan

menulis. Sehubungan dengan itu sebagai

pendidik yang profesional, guru hendaknya

terus berupaya menciptakan suasana

pembelajaran yang menyenangkan dan

kondusif serta memperhatikan karakteristik

siswa yang memiliki motivasi berprestasi

rendah, agar dapat memotivasi siswa untuk

mencapai prestasi tinggi.Ketiga,para kepala

sekolah hendaknya dapat memfasilitasi

kegiatan-kegiatan guru yang dapat

meningkatkan pengetahuan tentang berbagai

pendekatan inovatif sebagai alternatif dalam

pembelajaran, dalam rangka mewujudkan

pembelajaran yang optimal.

DAFTAR RUJUKAN

Agetania, N. L. P. Dantes, N. Marhaeni,

A.A.I.N. 2014 Pengaruh Pendekatan

Pembelajaran Berbantuan BET

(Buklet Edukatif tematik) Terhadap

Kemampuan Menulis Ditinjau dari

Motivasi Belajar Siswa Kelas II SD

di Gugus V Kecamatan Sukasada.e-

journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Dasar

(Volume 4 Tahun 2014). Diakses

tanggal 22 Juli 2017.

Candiasa, 2011. Pengujian Instrumen

Penelitian Disertai Aplikasi

ITEMAN dan BIGSTEPS.Singaraja :

Undiksha Press.

Dantes,N. 2012. Metode Penelitian.

Yogjakarta : CV Andi Offset

Iskandarwassid. Dadang S. 2016. Strategi

Pembelajaran Bahasa. Bandung :

Sekolah Pascasarjana Universitas

Indonesia Dengan PT Remaja

Rosdakarya.

Meha, N. Adiyati, F.R. 2014. Implementasi

Whole Language Approach Sebagai

Pengembangan Model Pembelajaran

Berbahasa Awal Anak Usia 5-6

Tahun di Paud Non Formal.Jurnal

Pendidikan, Volume 15, Nomor 2,

September 2014, 68-82. Jakarta

:Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Diakses tgl. 12 Juli 2017

Musfiroh, T. 2009. Menumbuhkembangkan

Baca Tulis Anak Usia Dini. Jakarta :

PT Grasindo.

Samiasih, G.A. Yudana, I.M. Marhaeni,

A.A.I.N. 2013.Pengaruh Metode

Membaca Terhadap hasil Belajar

Memahami Wacana ditinjau Dari

Motivasi Berprestasi Pada Siswa

Kelas XI IPA SMA Negeri I

Penebel.e-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha Program Studi Administrasi

Pendidikan (volume 4 Tahun 2013).

Diakses tgl. 12 Juli 2017

Santosa, P. 2010. Materi Pembelajaran

Bahasa Indonesia SD. Jakarta :

Universitas Terbuka.

Sardiman, A.M. 2012. Interaksi Dan

Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada.

Suarni, N.K. 2004.Meningkatkan Motivasi

Berorestasi Siswa Sekolah

Menengah Umum di Bali dengan

Strategi Pengelolaan Diri Model

Yates.Disertasi. (Tidak Diterbitkan).

Yogjakarta.PPS.UGM Yogjakarta.

Sukyadi. D. 2010. Approaches to Teaching

Early Reading : Whole Language or

Pho-nic Approach ? TEFLIN

Journal.

Sumayasa, I.N. Marhaeni, A.A.I.N. Dantes,

N. 2015. Pengaruh Implementasi

Pendekatan Saintifik Terhadap

Page 96: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 263

Motivasi Belajar Dan hasil Belajar

Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas

VI Di sekolah Dasar Se Gugus VI

Kecamatan Abang Karangasem. e-

journalProgram Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Dasar

(volume 5 Tahun 2015),(diakses

tanggal 12 Juli 2017).

Tarigan, H.G. 2013.Menulis Sebagai Suatu

Keterampilan Berbahasa. Bandung :

Angkasa.

Tastra, K. Marhaeni, A.A.I.N.

Lasmawan,W. 2013. Pengaruh

model pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Terhadap Hasil

BelajarMenulis Ditinjau dari

Motivasi Berprestasi Siswa Kelas

VII SMP Negeri 4 Mendoyo.e-

Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Pendidikan Dasar (volume 3

Tahun 2013).Diakses tanggal 12 Juli

2017.

.

Page 97: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR SABDA-PRATYAKSA-

ANUMANA (SPA) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA DAN SIKAP ILMIAH

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 KUBU TAHUN PELAJARAN 2010/2011

I Gede Dungulan

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Karangasem, Indonesia

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis 1) perbedaan pemahaman konsep

IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar

SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung (direct instruction), 2)

perbedaan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran

siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung (direct

instruction), dan 3) perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model

pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang mengikutipengajaran langsung

(direct instruction). Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan

The Posttest Only Control Group Design.Populasi penelitian ini adalah siswa kelas

VIII SMP Negeri 4 Kubu tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 118 orang.

Sampel berjumlah 80 orang diambil dengan cara random kelas. Data penelitian

berupa pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah. Data pemahaman konsep IPA

dikumpulkan dengan menggunakan metode instrumen tes, dan data sikap ilmiah

dikumpulkan dengan menggunakan metode instrumen angket. Data dianalisis dengan

teknik Multiple Analysis of Varian (MANOVA), dan dilanjutkan dengan uji Least

Significant Difference (LSD) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian

menunjukkan 1) terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara

siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang

mengikuti model pengajaran langsung (harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’Lambda,

Hotelling’s Trace dan Roy’s largest Root =12,884; p < 0,05), 2) terdapat perbedaan

pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus

belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung (harga Ftest of

between-subjectts effects = 9,991;(p < 0,05), dan 3) terdapat perbedaan sikap ilmiah

antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang

mengikuti model pengajaran langsung (harga Ftest of between-subjectts effects =

15,371; p < 0,05). Hasil deskripsi statistik dan uji lanjut LSD menyatakan bahwa

untuk pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah model pembelajaran siklus belajar

SPA lebih unggul dari pada model pengajaran langsung (LSDhit< |∆µ|).

Kata kunci : model siklus belajar SPA, pengajaran langsung, pemahaman konsep, sikap ilmiah.

ABSTRACT The purpose of this research were to analyze 1) the differrence of science concept

understanding and the scientific attitude between students who learnt by using the

SPA learning cycle model to those who followed the direct instruction model, 2) the

differrence of science concept understanding between the students who used the SPA

learning cycle model to those who used the direct instruction model, and 3) the

differrence of scientific attitude between students who followed the SPA learning

cycle model to those who used the direct instruction model. The type of the research

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 264

Page 98: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

was quasy experiment by using the post test only controll group design. The

population of the research was grade VIII of SMP Negeri 4 Kubu students, in the

academic year 2010/2011 with 118 people. The 80 samples were taken by classical

random sampling. The data of the research were science concept understanding and

the students’s scientific attitude. Science concept understanding data were taken by

the test instrument method and the students’s scientific attitude data were taken by the

questionnaire instrument method. The data were analized by Multiple Analysis of

Varian (MANOVA) technique, and continued by the Least Significant Difference

(LSD). Hypothesis control was done in 5% significant level. The result of the

research showed that 1) there was a differrence of science concept understanding and

the scientific attitude between students who learnt by using the SPA learning cycle

model to those who followed the direct instruction model (F value of Pillai’s Trace,

Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace and Roy’s largest Root= 12.884( p < 0.05), 2) there

was a differrence of science concept understanding between the students who used the

SPA learning cycle model to those who used the direct instruction model (F value of

test of between subjects effects = 9.991; p < 0.05), and 3) there was a differrence in

scientific attitude between students who followed the SPA learning cycle model to

those who used the direct instruction model (F value of test between subjects effects =

15.371; p<0.05). The result of descriptive statistic and the LSD examination showed

that the science concept understanding and student’s scientific attitude of SPA

learning cycle model was better than the direct instruction model (LSDhit< |∆µ|).

Keywords: SPA learning cycle model, direct instruction, concept understanding,

scientific attitude.

PENDAHULUAN Pengembangan kemampuan dalam

bidang sains merupakan salah satu kunci

keberhasilan peningkatan kemampuan dalam memasuki dunia teknologi. Kualitas

pendidikan sains merupakan salah satu

indikator yang sangat penting bagi kualitas

sumber daya manusia. Sains menurut Depdiknas (2004: 3) merupakan cara

mencari tahu tentang alam semesta secara

sistematis untuk menguasai pengetahuan,

fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip,

proses penemuan, dan memiliki sikap

ilmiah. Perkembangan sains bukan hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta (produkilmiah) tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Definisi di atas, membawa implikasi bahwa hakikat

sains menyangkut tiga hal pokok yaitu 1) produk ilmiah, 2) proses ilmiah, dan 3) sikap ilmiah. Menurut KTSP, pembelajaran sains

diarahkan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dengan ”mencari tahu dan berbuat” agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Artinya, model pembelajaran sains yang ideal dilakukan adalah memadukan antara

pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk hand on activity dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari operasional

konkrit ke operasional formal. Hakikat pembelajaran sains adalah suatu upaya pengembangan kompetensi sains yaitu mengembangkan sejumlah kompetensi

adaftif yang sesuai dengan perubahan kondisi saat ini menuju kondisi masa depan. Kompetensi merupakan pengetahuan,

ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Belajar sains merupakan cara yang ideal untuk memperoleh kompetensi (ketrampilan, memelihara sikap-sikap, dan mengembangkan pemahaman konsep-konsep

yang berkaitan dengan pengalaman sehari-

hari). Ketrampilan, sikap, dan pemahaman

konsep tidak bias saling dipisahkan sehingga

terjadi suatu inter relasi. Jika pembelajaran sains dilakukan

dengan memberikan pengalaman langsung

untuk mengembangkan kompetensi siswa sudah dilakukan dengan benar, maka prestasi belajar sains siswa diyakini menjadi tinggi. Namun pada kenyataannya, hasil

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 265

Page 99: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

belajar sains (IPA) siswa masih tergolong

rendah. Rendahnya hasil belajar sains siswa

di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi 1)

faktor guru, 2) faktor siswa, 3) faktor sarana,

alat dan media yang tersedia, dan 4) faktor

lingkungan (Wina Sanjaya, 2009). Guru berperan bukan hanya sebagai model dan

teladan bagi siswa, tetapi juga sebagai

pengelola pembelajaran (manager of learning). Faktor siswa meliputi asfek latar

belakang (pupil formative experiences) dan

sifat yang dimilikinya (pupil properties).

Faktor sarana, alat, dan media sangat membantu guru dalam penyelenggaraan

proses pembelajaran. Faktor lingkungan

meliputi organisasi kelas dan iklim sosial-

psikologis. Dalam pembelajaran sains guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas

tinggi, keterampilan metodologi yang

handal, rasa percaya diri yang tinggi dan

berani mengemas serta mengembangkan materi. Secara akademik guru dituntut untuk

terus menggali informasi ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan materi yang diajarkan

dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian

tertentu saja. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru dalam pembelajaran adalah mendesain model pembelajaran yang kreatif, inovatif, bermakna dan menyenangkan serta berkelanjutan. Ada banyak model pembelajaran yang diterapkan oleh guru

yang disesuaikan dengan jenis dan karakter

materi ajar pada kurikulum. Kenyataan yang

ada sekarang adalah 1) sebagian besar guru

masih mengelola pembelajaran secara

konvensional sehingga kurang mampu

menumbuhkan sikap ilmiah dalam sains, 2) guru kurang variatif dalam menerapkan

model pembelajaran yang meyebabkan

siswa kurang tertarik untuk belajar sains, 3)

guru kurang cermat memilih model pembelajaran berdasarkan standar

kompetensi yang harus dibahas, dan 4)

penilaian yang dilakukan selama ini masih

bersifat konvensional artinya belum banyak guru melaksanakan penilaian autentik

sehingga penilaian yang dilakukan belum

mencerminkan kemampuan kinerja ilmiah

siswa. Fakta tersebut didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

ISSN 1858 – 4543

Faktor siswa meliputi latar belakang (pupil formative experiences) dan sifat yang dimilikinya (pupil properties). Dalam pembelajaran konvensional yang berlangsung selama ini, kemampuan awal (prior knowledge) siswa dan potensi dasar yang dimiliki siswa belum banyak mendapat perhatian. Padahal pengetahuan awal (prior knowledge) sebagai konstruksi personal mempunyai pengaruh yang penting dalam proses pembelajaran. Setiap siswa yang datang ke sekolah, sesungguhnya sudah membawa gagasan-gagasan tentang peristiwa-peristiwa (Sadia, 1996). Ditinjau dari potensi dasar yang dimiliki siswa, agama Hindu memandang ada tiga potensi dasar yang secara alamiah dimiliki oleh manusia (siswa) yang disebut tri premana (sabda, bayu, idep) (Subagia, 2007). Ketiga potensi dasar itu menjadi pijakan penting dalam pengembangan pembelajaran karena keberadaannya saling mendukung satu dengan yang lainnya.

Faktor lingkungan meliputi iklim

soisal-psikologis. Pendidikan sains tidak bisa

dilepaskan dari pengaruh sosial budaya

dimana sains itu dibelajarkan, bahkan potensi-

potensi kearifan lokal (local genius) yang ada

pada suatu daerah harus diberdayakan untuk

mendukung pendidikan itu sendiri. Subagia

dan Wiratma (2005), dalam penelitiannya

mendapatkan bahwa ada sejumlah potensi

kearifan lokal masyarakat Bali (Hindu) yang

mengandung nilai-nilai pembelajaran atau

pendidikan, baik yang ada dalam dokumen

tertulis maupun yang diterapkan masyarakat

dalam kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan

hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa

model siklus belajar berdasarkan kearifan

lokal masyarakat Bali (Hindu) dapat

digunakan sebagai alternatif model

pembelajaran dengan mengembangkan potensi

dasar yang dimiliki pebelajar yaitu potensi

tenaga (bayu), potensi suara (sabda), dan

potensi akal pikiran (idep). Potensi dasar yang

dimiliki siswa apabila dikaitkan dengan proses

pembelajaran melahirkan model siklus belajar

yang diberi nama siklus belajar tri premana,

yang terdiri dari pratyaksa pramana, sabda

pramana, dan anumana pramana. Pratyaksa

pramana adalah cara belajar yang dilakukan

dengan cara melihat

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 266

Page 100: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

langsung materi pelajaran. Sabda pramana

adalah cara belajar yang dilakukan dengan

memperoleh informasi langsung dari sumber belajar yang dapat dipercaya. Anumana pramana adalahcara belajar yang dilakukan melalui penalaran terhadap materi pelajaran

yang tidak dapat dijangkau secara langsung. Penalaran materi pelajaran dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

yang dimiliki sebelumnya. Model SPA adalah model pembelajaran yang menggunakan guruatau buku teks sebagai sumber belajar untuk mengawali pelajaran

(sabda). Pengetahuan yang diperoleh dari informasi yang diberikan guru atau yang diperoleh dari buku-buku teks

digunakan sebagai pemandu untuk mengadakan observasi (pratyaksa).

Pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan pertama dan kedua dipakai untuk membangun pemahaman terhadap obyek-obyek pelajaran lainnya yang sejenis.Model

siklus belajar SPA telah terbukti meningkatkan penguasaan konsep dan ketrampilan proses IPA (Sutrisna, 2009).

Namun demikian, keberhasilan model siklus belajar SPA dalam meningkatkan penguasaan konsep dan ketrampilan proses IPA belum menjamin bias meningkatkan pemahaman konsep dan sikap ilmiah siswa.

Karena kinerja ilmiah yang ada pada buku rapor SMP untuk mengukur proses sains tidak hanya terdiri dari ketrampilan proses

saja, tetapi juga sikap ilmiah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut dalam suatu penelitian. Pemahaman konsep IPA adalah kemampuan untuk menjelaskan,

mengidentifikasi, dan menerapkan konsep-

konsep IPA yang dimiliki siswa sebagaire fleksi dari pencapaian standar kompetensi. Sikap ilmiah adalah suatu sikap pendirian yang tercermin dalam pola tindakan yang

selalu berorientasi pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah dalam memecahkan masalah terhadap stimulus tertentu yang dihadapinya. Peter C. Gega (1977)

mengemukakan ada empat kriteria pokok aspek yang termasuk dalam sikap ilmiah (scienctific attitude), yaitu rasa ingin tahu (coriousity), berpikir kritis (critical thinking), ketekunan, dan memiliki kemampuan menyelidiki. Harlen (1992) menjabarkan dimensi sikap ilmiah menjadi

ISSN 1858 – 4543

dimensi rasa ingintahu, dimensi resfek

terhadap bukti dan fakta, dimensi

kemampuan untuk mengubah pandangan, dimensi berpikir kritis. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan perbedaan

pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah

antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa

yang mengikuti model pengajaran langsung

(direct instruction) baik secara bersama-sama maupun secara terpisah. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoretis maupun empiris. Secara

teoretis diharapkan bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu kependidikan

khususnya model pembelajaran yang

berbasis kearifan lokal (local genius) dengan

tetap berorientasi pada pembelajaran konstruktivistik. Secara praktis hasil

penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam mencari

alternatif penyusunan program pembelajaran bagi para guru sains.

2. METODE PENELITIAN Design penelitian ini adalah eksperimen

semu (quasi experiment), karena tidak

mungkin lagi mengacak siswa yang sudah tersusun secara permanen dalam kurun

waktu satu semester hanya untuk melakukan

suatu eksperimen. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah ”The Posttest Only Control Group Design”.Rancangan ini

digunakan karena semua kelas VIII yang ada

di SMP Negeri 4 Kubu dalam keadaan

setara setelah diuji dengan uji beda (t-test) terhadap nilai rapor mata pelajaran IPA

Semester Ganjil. Populasi penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4

Kubu tahun pelajaran 2010/2011 yang

berjumlah 118 orang. Sampel ditentukan

dengan menggunakan sampel kelas. Kelas diundi untuk menentukan dua kelas sampel

dari tiga kelas populasi yang ada. Mengundi

kelas sampel untuk menentukan kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Hasil undian menetapkan kelas VIII B sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas

kontrol. Prosedur penelitian yang menjadi

tahapan-tahapan pada penelitian ini adalah menyusun rancangan instrument tes,

melakukan

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 267

Page 101: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

validasi perangkat pembelajaran dan

instrument penelitian, melaksanakan revisi

perangkat pembelajaran dan rancangan instrument pengambilan data, melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran siklusbelajar SPA dan pada kelas control dengan menerapkan model pengajaran

langsung, mengadakan tes akhir pada pada

masing-masing kelas untuk mengetahui pemahaman konsep siswa, menyebarkan

angket untuk mengetahui sikap ilmiah siswa,

menganalisis data pemahaman konsep dan

sikap ilmiah siswa. Dalam penelitian ini ada dua data yang dikumpulkan, yaitu data

pemahaman konsep dan data sikap ilmiah.

Data pemahaman konsep diperoleh dengan

menggunakan instrumen tes, dan data sikap ilmiah dicari dengan metode angket.

Sebelum instrumen diujicobakan kepada

responden, indikator dan butir-butir tes yang disusun terlebih dahulu dikonsultasikan

kepada dua orang pakar (expert judges)

untuk dilakukan penilaian mengenai

validitas isi (content validity). Langkah

selanjutnya adalah uji coba instrumen. Data

yang diperoleh pada uji coba instrumen

kemudian dianalisis. Analisis uji coba

instrumen meliputi uji validitas butir, reliabilitas tes, daya beda, dan derajat kesukaran. Sebuah butir dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Kesejajaran antara validitas butir dengan skor total dapat diartikan sebagai korelasi. Teknik korelasi yang dipakai menghitung validitas butir tes

adalah korelasi point-biserial (γpbi) dengan

rumus :

M P Mt p

(γpbi) = S

t q

(Candiasa, 2010: 32) Daya beda tes adalah kemampuan

suatu tes untuk membedakan kemampuan siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang mampu dalam suatu kelompok. Untuk mengetahui daya beda suatu tes yang berbentuk pilihan ganda digunakan rumus berikut.

d U L N

(Candiasa, 2010: 109)

ISSN 1858 – 4543

Taraf kesukaran butir yang

dinyatakan dengan indeks kesukaran butir

didefinisikan sebagai proporsi peserta tes yang menjawab butir tersebut dengan benar. Untuk soal pilih ganda dapat menggunakan rumus:

I NB

(Candiasa, 2010: 81).

Releabilitas menunjuk pada sebuah

pengertian bahwa suatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai

alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang

memiliki reliabilitas tinggi akan

memberikan hasil relatif sama, sekalipun instrumen tersebut digunakan dalam waktu

yang berbeda. Dalam penelitian ini soal

berbentuk pilihan ganda dengan skor 1 dan 0

(dikotomi) dengan asumsi tingkat kesukaran butir tes tidak homogen, sehingga

reliabilitasnya dihitung dengan rumus KR- 20. Rumus KR-20 yang digunakan adalah sebagai berikut.

n S 2 pq

r t n 1 S 2

11

t

(Candiasa, 2010: 105) Angket sikap ilmiah disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.

Sebelum instrumen sikap ilmiah digunakan sebagai instrumen penelitian, indikator dan butir-butir tes yang disusun terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dua orang pakar

untuk menentukan validitas isi (content validity). Rumus yang digunakan sama dengan instrumen pemahaman konsep. Langkah selanjutnya adalah uji coba instrumen. Data yang diperoleh dari ujicoba instrumen sikap ilmiah tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas butir, dan reliabilitas tes. Untuk mengukur validitas butir sikap ilmiah yang merupakan tes non dikotomi (politomi) ditentukan dengan korelasi Product Momment Carl Pearson dengan rumus :

rxy

N XY ( X )(Y )

N X 2 ( X 2 )N Y 2 (Y 2 )

(Candiasa, 2010: 38) Sesuai dengan anjuran Arikunto bahwa untuk tes prestasi belajar yang berbentuk uraian atau angket dan skala bertingkat

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 268

Page 102: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

(rating scale) reliabilitasnya diuji dengan rumus Alpha (Arikunto, 2006 :197).

r ( n )( 1 i 2 )

n 1 2

11 t

(Candiasa, 2010: 120). Untuk mendeskripsikan data pemahaman

konsep IPA digunakan statistik deskriptif

Penilaian Acuan Patokan (PAP). Untuk

mendeskripsikan data sikap. Uji hipotesis

dalam penelitian ini dilakukan melalui uji

multivariat yang bertujuan untuk meneliti

pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat secara bersama-sama atau terpisah. Ada 3 hipotesis yang akan diuji dalam

penelitian ini.

Hipotesis I :

µ

PK1 µ

PK2

H0 : µ

SI1 = µ

SI2

melawan

µ

PK1 µ

PK2

Ha : µ

SI1 µ

SI2 Hipotesis II :

H0 :

µPK1 =

µPK2 melawan

Ha :

µPK1

µPK2

Hipotesis III :

H0 :

µSI1 =

µSI2 melawan

Ha :

µSI1 =

µSI2

3. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pemahaman konsep IPA dalam penelitian ini merupakan nilai yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal

pemahaman konsep sebagai refleksi dari

pencapaian standar kompetensi menjelaskan, mengidentifikasi, dan menerapkan konsep IPA dengan skor tiap butir soal adalah 0 dan 1. Sikap ilmiah adalah skor yang diperoleh siswa sebagai cermin pola tindakan terhadap dimensi 1) rasa ingin tahu, 2) resfek terhadap bukti dan fakta, 3) kemampuan

untuk mengubah pandangan, dan 4) berpikir kritis dengan menggunakan skala Likert 1 sampai 5 setiap butir pernyataan.Secara

umum hasil penelitian ini disajikan dalam

Tabel 1.

Tabel 1 Deskripsi Umum Hasil Penelitian

Hasil Penelitian

Siklus Pengajaran

N Statis Belajar SPA Langsung

Pemah Sik Pemah Sik o. tik

aman ap aman ap

Konse Ilmi Konse Ilmi

p ah p ah

1 Jumla 40 40 40 40

h data

2 Mean 63,00 140, 56,40 131,

68 60

3 Medi 64,00 141, 56,00 132, an 50 00

4 Modu 64,00 134, 44,00 130, s 00 00

5 Stand 8,533 8,83 10,078 11,6

ar 0 8

Devia

si

6 Varia 72,821 77,9 101,57 136, ns 69 9 349

7 Mini 48,00 125, 40,00 105,

mum 00 00

8 Maksi 80,00 154, 76,00 154,

mum 00 00

9 Jumla 2520,0 562 2256,0 526

h 0 7,00 0 4,00

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui

ada perbedaan hasil baik untuk pemahaman

konsep maupun sikap ilmiah antara

kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dengan

kelompok siswa yang mengikuti model

pengajaran langsung. Secara statistic

deskriptif, perbandingan pemahaman konsep dan sikap ilmiah antara siswa yang

mengikuti model pembelajaran siklus belajar

SPA dan model pengajaran langsung berturut-turut disajikan pada Tabel 2 dan

Tabel 3.

Tabel 2 Perbandingan Statistik Deskriptif Nilai Pemahaman Konsep antara SPA dan Pengajaran Langsung

No Nilai/kategori SPA Pengajaran

Langsung

1 Rata-rata 63,00 56,40

2 Minimum 48,00 40,00

3 Maksimum 80,00 76,00 JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 269

Page 103: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

4 Sangat Baik 0 0

5 Baik 25,0% 10,0%

6 Cukup 57,5% 47,5%

7 Kurang 17,5% 22,5%

8 Sangat 0 20,0% Kurang

Tabel 3 Perbandingan Statistik Deskriptif

Sikap Ilmiah antara SPA dan Pengajaran

Langsung

N Skor/klasifika SPA Pengajara

o si n

Langsung

1 Rata-rata 140,6 131,60 8

2 Minimum 125,0 105,00

0

3 Maksimum 154,0 154,00 0

4 Sangat Baik 0 0

5 Baik 65,0% 40,0%

6 Sedang 35,0% 60,0%

7 Rendah 0 0

8 Sangat Rendah 0 0

Simpulan penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik Multiple Analysis of Varian (MANOVA). Setelah semua uji persyaratan yang meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varian, uji homogenitas matrik varian/covarian, dan uji kolinieritas terpenuhi, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis MANOVA. Uji MANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan beberapa variabel terikat dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hipotesis pertama keputusannya diambil dengan analisis Pillai’s Trace, Wilks’Lambda, Hotelling,s Trace dan Roy’s largest Root,yang memiliki signifikansi p < 0,05. Artinya harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s largest Root semuanya signifikan. Dengan demikian hipotesis nul (Ho) yang berbunyi “Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung (direct instruction)”, ditolak. Artinya, secara

bersama-sama pemahaman konsep IPA dan

sikap ilmiah siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA berbeda

secara signifikan dengan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah siswa yang mengikuti model pengajaran langsung.

Keputusan pada hipotesis kedua

diambil berdasarkan, test of between-subjectts

effects. Pemahaman konsep memiliki harga F

= 9,991 dengan angka signifikansi sebesar

0,002 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan pemahaman konsep yang terjadi

benar-benar disebabkan oleh perbedaan model

belajar yang diterapkan. Dengan demikian

hipotesis nul (Ho) yang berbunyi ”Tidak

terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA

antara siswa yang mengikuti model

pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa

yang mengikuti model pengajaran langsung

(direct instruction)”,ditolak. Artinya,

pemahaman konsep IPA antara siswa yang

mengikuti model pembelajaran siklus belajar

SPA berbeda secara signifikan dengan

pemahaman konsep IPA siswa yang

mengikuti model pengajaran langsung. Keputusan pada hipotesis ketiga

diambil berdasarkan, test of between-

subjectts effects. Harga F = 15,371 dengan

angka signifikansi 0,001 (p <0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa perbedaan sikap ilmiah yang terjadi benar-benar disebabkan oleh

perbedaan model belajar yang diterapkan.

Dengan demikian hipotesis nul (Ho)yang

berbunyi “Tidak terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model

pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa

yang mengikuti model pengajaran langsung

(direct instruction)”, ditolak. Artinya, sikap ilmiah siswa yang mengikuti model siklus

belajar SPA berbeda secara signifikan

dengan sikap ilmiah siswa yang mengikuti

model pengajaran langsung. Pengujian dilanjutkan dengan uji

Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui model belajar mana yang lebih unggul diantara keduanya. Harga mutlak

perbedaan nilai rata-rata pemahaman konsep |∆µ|adalah 6,600 dengan signifikansi 0,02 (p < 0,05), sedangkan dengan uji LSD diperoleh hasil 4,155. Harga mutlak perbedaan skor rata-rata sikap ilmiah antara siswa yang yang mengikuti model

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 270

Page 104: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran

PPs Universitas Pendidikan Ganesha

pembelajaran siklus belajar SPA dengan

siswa yang mengikuti model pengajaran

langsung adalah |∆µ|= 9,075 dengan signifikansi p < 0,05, sedangkan dengan uji LSD diperoleh hasil 4,606.Dengan demikian

LSDhit<|∆µ|, sehingga dapat disimpulkan

bahwa baik untuk pemahaman konsep

maupun sikap ilmiah, secara signifikan model pembelajaran siklus belajar SPA lebih unggul dari pada model pengajaran langsung. Jadi perbedaan pemahaman

konsep dan sikap ilmiah siswa dalam penelitian ini disebabkan oleh perbedaan

model pembelajaran yang diterapkan.

Pemahaman konsep IPA adalah kemampuan untuk menjelaskan, mengidentifikasi, dan menerapkan konsep-konsep IPA yang dimiliki siswa sebagai refleksi dari

pencapaian standar kompetensi (KTSP, 2006). Model siklus belajar SPA dalam kegiatan belajarnya mampu mencakup ketiga kompetensi pemahaman konsep IPA

tersebut. Dalam model pengajaran langsung (direct instruction) guru mendominasi jalannya pembelajaran (teacher centered),

siswa cenderung pasif hanya menerima informasi dari guru. Kegiatan belajar yang terjadi adalah mendengarkan, mencatat, latihan soal-soal, tanya jawab. Pembuktian

konsep oleh siswa tidak terlaksana dengan baik karena praktekum dilakukan oleh guru dalam bentuk demonstrasi. Pemaknaan

konsep dilakukan hanya dengan latihan soal-soal saja. Penguasaan konsep sains siswa sangat lemah dan sangat dangkal sehingga cepat hilang,karena yang terjadi adalah

proses transfer ilmu bukan menemukan

ilmu. Model siklus belajar SPA memberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi,

mengeluarkan seluruh potensi dasar yang dimiliki dalam membuktikan kebenaran informasi yang dioperolehnya dari buku atau narasumber melalui praktek, dan menuliskan

kembali apa yang telah diperolehnya dalam bentuk laporan. Siswa bisa menunjukkan sikap ilmiahnya dalam membuktikan konsep

dan menulis laporan hasil praktekumnya. Secara teoretis, Harlen (1992) menjabarkan dimensi sikap ilmiah menjadi dimensi rasa ingin tahu, resfek terhadap bukti dan fakta,

kemampuan untuk mengubah pandangan, dan berpikir kritis. Model siklus belajar SPA (sabda-pratyaksa-

ISSN 1858 – 4543

anumana) bisa mencakup semua dimensi

sikap ilmiah di atas. Sedangkan pada

pengajaran langsung, dimensi sikap ilmiah

siswa yang meliputi rasa ingin tahu, resfek

terhadap bukti dan fakta, kemampuan untuk

mengubah pandangan, dan berpikir kritis tidak

bisa dilatih dengan baik. Model pengajaran

langsung membatasi siswa dalam berkreasi

karena lebih berorientasi pada hasil akhir

tanpa memperhatikan proses. Sikap ilmiah

yang dimiliki siswa sulit berkembang. Hal ini

terjadi karena pembelajaran sepenuhya diatur

oleh guru secara ketat (teacher centered),

siswa yang sejatinya sebagai subyek

pembelajaran justru difungsikan sebagai

pendengar dan pengamat yang baik. Belajar

dengan melakukan (learning by doing) dan

ketrampilan siswa tidak mendapat perhatian.

Sedangkan IPA sebagai proses sangat

menuntut adanya ketrampilan proses dalam

pembelajarannya. Sikap ilmiah sejatinya

bisa muncul saat siswa melakukan

ketrampilan proses tersebut.

4. PENUTUP Simpulan yang diperoleh dari hasil

penelitian ini meliputi 1) terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model pengajaran langsung, 2) terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti model penajaran langsung, 3) terdapat perbedaan sikap ilmiah antara

siswa yang mengikuti model pembelajaran

siklus belajar SPA dan siswa yang mengikuti

model pengajaran langsung. Uji lanjut

Least Significant Difference (LSD) menyatakan bahwa baik untuk pemahaman konsep IPA maupun sikap ilmiah, model siklus belajar SPA lebih unggul daripada model pengajaran langsung.

Implikasi dalam pembelajaran yang muncul dalam penelitian ini adalah potensi dasar yang dimiliki siswa tidak sama dan perlu mendapat perhatian sebelum menentukan model belajar.Pemerintah

Daerah disarankan agar memotivasi para peneliti bidang pendidikan untuk menggali kearifan lokal yang lain dan mengemasnya

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 271

Page 105: Jurnal Ilmiah Pendidikan danoldpasca.undiksha.ac.id/iwlasmawan/wp-content/uploads/2019/03/Kompilasi.pdf · Kesembilan, I Gede Dungulan dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kubu

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran ISSN 1858 – 4543 PPs Universitas Pendidikan Ganesha

dalam model pembelajaran berbasis konstruktivistik.

modern yang

SMP N 2 Tabanan. Tesis. Tidak dipublikasikan.

DAFTAR RUJUKAN

Arikounto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Candiasa. 2010. Pengujian Instrumen Penelitian disertai Aplikasi Iteman dan Bigsteps. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha.

Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Menengha Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: depdiknas.

Gega, Peter. 1977. Science in Elementery Education. Canada: John Wiley and sons.

Harlen, W. 1992. The Teaching of Science. London: David Fulton Publisher.

Sadia, I W. 1996. Model Konstruktivis dalam Belajar dan Mengajar. Makalah disajikan dalam seminar metode pembelajaran MIPA di

jurusan pendidikan MIPA STKIP Singaraja tanggal 1 Maret 1996.

Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Subagia dan Wiratma. 2005. Model Siklus

Belajar Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Bali. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Subagia dan Wiratma. 2007. Potret

Pelaksanaan Pembelajaran Sains pada Berbagai Jenjang Sekolah di Bali. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran UNM . 14(1), 0854- 8315.

Sutrisna. 2009. Pengaruh Penerapan Siklus

Belajar SPA Terhadap Ketrampilan

Proses Sains dan Penguasaan

Konsep Sains Siswa Kelas VIII di

JIPP, Volume 15 Nomor 3 Oktober 2018 ____________________________________________________________ 272