astana gede

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan tertentu. Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah itu. Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak terkait. Oleh karena itu, menulis laporan merupakan tahap akhir yang penting dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca. Jadi, dapat disimpulkan belajar menulis karya ilmiah itu sangat penting. Supaya di setiap proses dan tahapannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, pentingnya belajar menulis karya ilmiah juga dapat memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian sehingga dalam ii

description

contoh makalah astana gede

Transcript of astana gede

Page 1: astana gede

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan

tertentu. Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah

mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah

itu. 

Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek

penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang

diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian

harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran

akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak

terkait. Oleh karena itu,  menulis laporan merupakan tahap akhir yang penting

dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang

membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan  pembaca.

Jadi, dapat disimpulkan belajar menulis karya ilmiah itu sangat

penting. Supaya di setiap proses dan tahapannya sesuai dengan aturan yang

berlaku. Selain itu, pentingnya belajar menulis karya ilmiah juga dapat

memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian sehingga dalam

pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan mudah dipahami oleh

pembaca. Sehingga kami membuat makalah penulisan karya ilmiah ini

sebagai bahan pembelajaran.

1.2 Dasar Pemikiran

Agar pembahasan tidak meluas kemana-mana, maka penulis

mengambil dasar pemikiran karya ilmiah ini yaitu “Situs Astana Gede

Kawali”.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah dalam pembuatan makalah ini adalah

sebagai berikut :

ii

Page 2: astana gede

1. Bagaimana sejarah kerajaan Kawali itu ?

2. Bagaimana keberadaan situs Astana Gede dan peninggalannya ?

3. Bagaimana upaya pengembangan dan pelestarian nilai budaya situs Astana

Gede ?

1.4 Batasan Masalah

Adapun Batasan Masalah dalam penulisan Kaarya Tulis ini sebagai

berikut :

1. Sejarah Kerajaan Panjalu

2. Keberadaan Situs Astana Gede dan peninggalannya

3. Upaya pengembangan dan pelestarian nilai budaya situs Astana Gede

1.5 Tujuan Penulisan

1. Memenuhi salah satu tuga mata pelajaran Bahasa Indonesia

2. Menambah pengetahuan siswa mengenai masalah yang berkaitan dengan

mata pelajaran tertentu yang membutuhkan penggambaran atau bukti

visual langsung .

3. Memperluas cakrawala siswa mengenai lingkungan hidup yang menambah

rasa cinta terhadap tanah air, serta meningkatkan kesegaran jasmani dan

daya kreasi seni.

4. Menambah pengetahuan siswa dalam rangaka penelitian, riset serta teknik

menyusun Karya Tulis.

1.6 Metose dan Teknik Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini,

adalah sebagai berikut :

Metode Observasi

Yaitu metode penelitian yang langsung mengunjungi objek karya tulis,

yakni daerah situs Astana Gede Kawali.

Interview

Metode pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan

narasumber.

ii

Page 3: astana gede

Metode Kepustakaan

Yaitu metode penelitian dengan mengumpulkan data yang berasal dari

beberapa buku sumber yang dianggap relevan.

Metode Searching Internet

Yaitu metode dengan mencari data dan mengumpulkan data dari internet

yang berhubungan dengan judul karya tulis ini.

1.7 Sistematika Penulisan

ii

Page 4: astana gede

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kerajaan Kawali

Kerajaan Kawali tidak diketahui secara pasti pada zaman

pemerintahan siapakah pusat Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali. Akan

tetapi, berdasarkan prasasti-prasasti yang terdapat di Astanagede (Kawali),

dapat diketahui bahwa setidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala

Wastu Kancana, pusat kerajaan sudah berada di sana. Istananya bernama

Surawisesa. Disebutkan dalam prasasti-prasasti tersebut bahwa baginda raja

telah membuat selokan di sekeliling kerajaan dan desa-desa untuk rakyatnya.

Astana Gede Kawali dijadikan sebagai pusat pemerintahan yaitu pada

masa pemerintahan: Prabu Ajiguna Linggawisesa, Prabu Ragamulya, Prabu

Linggabuana, Rahyang Niskala Wastukancana dan Dewa Niskala.

Pada masa pemerintahan Prabu Linggabuana terjadi peristiwa

berdarah. Peristiwa berdarah tersebut merupakan sejarah pahit bagi Kerajaan

Sunda, dimana telah terjadi penghianatan yang dilakukan oleh Mahapatih

Gajahmada Dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Sunda merupakan satu-

satunya kerajaan di Nusantara yang tidak bisa ditundukan oleh Kerajaan

Majapahit, sehingga sumpah dari Mahapatih Gajahmada yang disebut

Sumpah Palapa belum bisa diwujudkan. Niat Raja Majapahit yang pada

waktu itu rajanya Prabu Hayam Wuruk untuk mempersunting Putri dari

Kerajaan Sunda (Dyah Pitaloka / Citraresmi / Candra Kirana) dijadikan

sebagai alat untuk mewujudkan agar sumpahnya bisa tercapai. Suatu waktu

rombongan dari Kerajaan Sunda yang dipimpin langsung oleh Prabu

Linggabuana untuk menikahkan putrinya dengan Prabu Hayam Wuruk

sampai di lokasi Bubat. Rombongan diminta oleh Patih Gajahmada untuk

menyerahkan Putri Kerajaan Sunda sebagai upeti kepada Kerajaan Majapahit

sebagai tanda bahwa Kerajaan Sunda telah takluk kepada Kerajaan

Majapahit. Prabu Linggabuana tidak bisa menerima perlakuan itu, akibatnya

terjadilah perang di Bubat itu. Rombongan dari Kerajaan Sunda gugur

ii

Page 5: astana gede

dimedan Bubat, termasuk Putri Kerajaan Sunda yang memilih untuk mati

daripada dijadikan sebagai upeti bukan permaisuri.

Dengan adanya peristiwa itu maka pemerintahan di Kerajaan Sunda

Kawali sementara waktu dipegang oleh Prabu Bunisora adik dari Prabu

Linggabuana. Setelah putra mahkota Rahyang Niskala Wastukancana dewasa

dan dinobatkan menjadi Raja Kawali pemerintahan dipegang oleh beliau. 

Selanjutnya dilanjutkan oleh putranya Prabu Dewa Niskala. Penerus dari

Prabu Dewa Niskala yaitu Jayadewata memindahkan pemerintahan dari

Kawali ke Pakuan Pajajaran.

Niskala Wastu Kencana memiliki dua orang putra dari istri yang

berbeda. Keduanya mewarisi tahta yang sederajat, yakni Sunda di Galuh dan

Sunda di Pakuan. Setelah Wastu Kancana wafat pada tahun 1475, kerajaan

Sunda dipecah, Sunda Galuh yang berpusat di Keraton Surawisesa diperintah

oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala sedangkan Sunda

Pakuan yang berpusat di Keraton Sri Bima diperintah oleh Sang Haliwungan

dengan gelar Prabu Susuktunggal (Pakuan).

Kisah penyatuan kerajaan Sunda warisan Wastu Kancana tidak

terlepas dari adanya peristiwa di Galuh. Pada masa tersebut, tahta Sunda di

Kawali sudah diwariskan kepada Dewa Niskala, dan ia di anggap ngarumpak

larangan yang berlaku di keraton Galuh. Mungkin pada waktu dikatagorikan

dengan pelanggaran moral.

Masalah moralitas di wilayah Galuh sangat mewarnai perubahan

jalannya sejarah Sunda, ditenggarai dari kisah Smarakarya Mandiminyak

(Amara) dengan Pwah Rababu, istri Sempakwaja yang membuahkan

perebutan tahta Galuh. Kisah selanjutnya adalah Kisah Dewi Pangrenyep.

Didalam versi cerita tradisional, seperi pantun dan babad, kisah ini

diabadikan didalam lalakon Ciung Wanara. Demkian pula didalam kisah

Dewa Niskala yang dianggap ngarumpak tabu keraton dengan cara menikahi

putri hulanjar dan sekaligus istri larangan.

Dari masing-masing kisah tersebut sebenarnya dapat disimpulkan,

bahwa keraton Galuh memiliki tradisi yang sangat menghormati moralitas,

pada masa itu diatur dalam suatu bentuk etika hidup dan kenegaraan, yang

ii

Page 6: astana gede

disebut Purbatisti – Purbajati, bahkan memiliki sanksi yang tegas, dikucilkan

dari lingkungan atau diturunkan dari tahtanya.

Keyakinan dan ketaatan Keraton Galuh demikian menjadikan suatu

hal yang lumrah ketika nyusud kagirangna, karena Cikal Bakal Galuh adalah

Kendan yang didirikan oleh Resi Manikmaya, resi sekaligus penguasa. Pada

periode berikutnya para keturunan Galuh menciptakan keseimbangan dengan

membentuk negara Galunggung sebagai negara agama (kabataraan) yang

memiliki kekuatan untuk mengontrol perilaku penguasa Galuh. Ketaatan

Galuh terhadap Galunggung nampak pula ketika masa Demunawan

menginisiasi Perjanjian Galuh, sehingga pada periode berikutnya sangat

wajar, ketika Dewa Niskala dipaksa untuk mengundurkan diri karena

dianggap ngarumpak larangan.

Peristiwa Dewa Niskala didalam sejarah resmi sangat terkait pula

dengan eksodusnya keluarga Keraton Majapahit ke Kawali, pasca huru hara

di Majapahit yang menjatuhkan Brawijaya V. Pada masa tersebut Majapahit

mendapat serangan beruntun dari Demak dan Girindrawardana. Keluarga

keraton Majapahit mengungsi ke Pasuruan, Blambangan dan Supit Udang,

namun tak kurang pula yang mengungsi ke Kawali disebelah barat Majapahit.

Kisah pelarian keluarga keraton Majapahit yang menuju wilayah

Galuh tiba di Kawali. Mereka dipimpin oleh Raden Baribin, saudara seayah

Prabu Kretabhumi. Mereka disambut dengan senang hati oleh Dewa Niskala.

Raden Baribin kemudian di jodohkan dengan Ratu Ayu Kirana, putri Prabu

Dewa Niskala. Putri ini adiknya Banyakcatra atau Kamandaka, bupati Galuh

di Pasir Luhur dan Banyakngampar bupati Galuh di Dayeuh Luhur.

Sayangnya Dewa Niskala dianggap ‘ngarumpak larangan’ karena

menikahi seorang rara hulanjar dan istri larangan (wanita terlarang) dari salah

satu rombongan para pengungsi. Rara hulanjar sebutan untuk wanita yang

telah bertunangan. Masalah hulanjar sama halnya dengan aturan di Majapahit,

yakni perempuan yang masih bertunangan dan telah menerima Panglarang,

tidak boleh diperistri kecuali tunangannya telah meninggal dunia atau

membatalkan pertunangannya.

ii

Page 7: astana gede

Wanita terlarang (Istri larangan) di dalam tradisi Sunda pada masa itu

ada tiga macam. Hal ini sebagaimana rujukan dari Carita Parahyangan dan

Siksa Kandang Karesian, yaitu : (1) gadis atau wanita yang telah dilamar dan

lamarannya diterima, gadis atau wanita terlarang bagi pria lain untuk

meminang dan mengganggu, (2) Wanita yang berasal dari Tanah Jawa,

terlarang dikawin oleh pria Sunda dan larangan tersebut dilatar belakangi

peristiwa Bubat, dan (3) ibu tiri yang tidak boleh dinikahi oleh pria yang

ayahnya pernah menikahi wanita tersebut.

Sejatinya suatu larangan akan ditaati jika mengandung sanksi, karena

suatu larangan tanpa sanksi hanya bersifat himbauan maka tidak memiliki alat

pemaksa. Demikian pula di dalam hukum adat, seseorang akan dikenakan

sanksi jika ia melanggar keseimbangan adat, dalam hal ini ada ketentuan adat

yang dilanggar Dewa Niskala, yakni Purbatisti Prbajati (tradisi) keraton

Galuh yang selalu diamanatkan oleh Wastu Kencana dan leluhur sebelumnya.

2.2 Keberadaan Situs Astana Gede dan Peninggalannya

Astana Gede Kawali merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sunda-

Galuh. Raja-raja yang pernah bertahta di tempat ini adalah Prabu Ajiguna

Linggawisesa,yang dikenal dengan sebutan sang lumah ing kiding,kemudian

Prabu Ragamulya atau Aki Kolot,setelah itu Prabu Linggabuwana yang gugur

pada peristiwa bubat,Rahyang Niskala Wastukancana yang meninggalkan

beberapa prasasti di Astana Gede, dan Dewa Niskala anak dari Rahyang

Wastukancana.

Secara administrasi Situs Astana Gede  berada di Kampung Indrayasa,

Desa Kawali, Kecamatan kawali, Kabupaten Ciamis. Situs ini berada di kaki

Gunung Sawal bagian timur. Tanah situs ini berstatus tanah desa. Jarak dari

ibukota Ciamis kurang lebih 21 km ke arah utara menuju Cirebon. Sedangkan

untuk mencapai lokasi Situs Astana Gede Kawali dari ibukota Kecamatan

Kawali dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau kendaraan roda

empat kurang lebih 1,5 km ke arah  barat dengan kondisi  jalan yang telah

diaspal dan baik.

ii

Page 8: astana gede

Situs Astana Gede berada pada ketinggian kurang lebih 365 meter dari

permukaan air laut dengan luas kurang lebih 5 Ha. Sebelah barat Situs

tersebut terdapat sumber mata air Cikawali yang tidak pernah kering walau

musim kemarau. Batas situs ini yaitu, sebelah utara Sungai Cikadondong,

sebelah timur parit kecil dari Sungan Ciguntur, sebelah selatan Sungai

Cibulan, dan sebelah barat Sungai Cigarunggung. Lingkungan situs ini

berupa hutan lindung yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi cukup

rapatsehingga kelembaban situs cukup tinggi dengan suhu kurang lebih 22

derajat celcius. Kondisi lingkungan tersebut akan berakibat pada pelestarian

objek warisan budaya bangsa yang mempunyai nilai historis-arkeologis.

Situs ini diduga kuat pada awalnya merupakan Situs Prasejarah dari

kronologi megalitik. Indikasi  yang dapat dilihat adalah berupa tinggalan,

Punden Berundak dengan teras-terasnya dan menhir (batu tegak). Tetapi

selanjutnya area situs digunakan pada masa Klasik (Hindu-Budha) dengan

indikasi temuan prasasti sejumlah enam buah.

Punden Berundak diduga memiliki tiga teras dengan susunan batu,

antar teras tidak begitu tampak jelas karena terdapat susunan batu sudah

banyak yang hilang terutama pada teras bawah. Teras Utama merupakan teras

teratas dengan ukuran 15meter x 13,5 meter dan tinggi teras 50-70 cm. Teras

1 ini berpagar bambu yang dianyam, dibagian tengahnya terdapat makam

yang dipercaya oleh masyarakat sekitar  sebagai makam Kiai Adipati

Singacala seorang tokoh penyebar Agama Islam pertama di daerah Kawali.

Sekelilingnya makam  menggunakan jirat dengan susunan batu empat persegi

panjang, membujur utara-selatan. Melihat dari bentuk nisan dapat diduga

bahwa makam ini kemungkinan baru, tidak sejaman dengan tinggalan punden

berundak ataupun prasasti. Sedangkan susunan batu yang membatasi makam

tersebut dengan menyusun susunan batu yang ada di bangunan punden

tersebut.

Teras 2 memiliki ketinggian 20-40 cm, berpagar besi. Pada teras ini

terdapat sejumlah peninggalan yang diberi cungkup sebagai pelindung,

dengan pagar dari kayu. Teras berbentuk empat persegi dengan ukuran

panjang sisi utara 27,6 meter; sisi barat 25,65 meter; sisi selatan 27,6 meter;

ii

Page 9: astana gede

dan sisi timur 26,15 meter. Adapun jenis peninggalan yang di Teras 2 ini,

terdiri dari pelinggih (batu datar), menhir, Prasasti 1 (1a dan 1b), Prasasti 2,

Prasasti 5 dan Prasasti 6.

Teras 3 memiliki selisih ketinggian dengan Teras 2 kurang lebih 20-30

cm dan yang masih tampak sisa-sisa susunan terasnya yaitu pada sisi

baratlaut. Di Teras 2 inilah Prasasti 3 dan Prasasti 4 ada.

a. Prasasti Kawali 1

Prasasti ini terletak di tenggara batu Pelinggih, telah diberi cungkup

dengan atap dari sirap. Bangunan cangkup ini dilengkapi dengan pagar

kayu dan lantai dari susunan batu kali yang disemen dan batu prasasti

menyatu dengan lantai tersebut.

Batu prasasti berbentuk empat persegi tidak sama sisi. Prasasti

menghadap kea rah baratlaut,terlihat pada arah hadap permukaan batu

yang terdapat tulisannya. Diduga kuat sebelum penulisan pesan-pesan,

permukaan batu terlebih dahulu melalui proses pembentukan dengan

perataan dan penghalusan permukaan menggunakan benda keras dan

pemberian garis. Inskripsi tulisan terdiri 10 baris, dengan huruf dan bahasa

Sunda Kuno. Pada setiap baris diberi garis, seolah-olah tulisan dibatasi

dengan garis. Pada sudut kiri atas dan baris pertama terdapat atribut

(regalia) yang mempunyai cakra dengan jenis seperti trisula pada keempat

sisinya. Disamping pada permukaan atas, inskripsi tulisan terdapat juga

pada keempat sisi batu (selatan, barat, utara dan timur), tetapi tidak diberi

garis.

Oleh Hasan Djafar, prasasti ini dibagi dua yaitu dengan sebutan

Prasasti 1a yaitu untuk menyebutkan inskripsi tulisan yang ada di

permukaan atas (10 baris) dan Prasasti 1b untuk inskripsi tulisan yang ada

pada sisi-sisinya (keempat sisi).

b. Prasasti Kawali 2

Prasasti ini terletak 2,5 meter sebelah timur laut dari Prasasti 1.

Objek telah diberi cungkup (2,65x2,23 m) dengan atap sirap kayu dan

lantai susunan batu kali yang siberi semen. Sedangkan batu prasasti yang

ii

Page 10: astana gede

berupa batu tegak (up right-stone), berdiri menyatu dengan lantai, di

bagian bawahnya (sebelah tenggara) terdapat tiga buah batu yang seolah-

olah menopang posisi prasasti yang terlihat agak miring kea rah baratdaya.

Dengan memperhatikan permukaan batu tersebut, dapat dinyatakan

bahwa prasasti ini menghadap ke arah timur laut. Sebelum permukaan batu

dipahatdengan inskripsi tulisan, terlebih dahulu melalui proses

penghalusan. Sehingga diperoleh permukaan cukup rata dan halus. Prasasti

ini tidak memiliki tanda atau hiasan.

Inskripsi tulisan menggunakan tulisan dan bahasa Sunda kuno,

berjumlah 7 baris yang dipahatkan pada permukaan batu. Pada bagian

bawah diberi garis bawah.

c. Prasasti 3 Batu Tapak Berinskripsi)

Prasasti ini terletak 25 meter sebelah selatan dari Prasasti 1. Objek

Prasasti 3 ini telah diberi cungkup sebagai pelindung dari hujan dan terik

matahari. Atap cungkup menggunakan sirap kayu da berlantai susunan

batu kali yang disemen, sedangkan objek prasasti sendiri tidak menyatu

dengan lantai. Sekeliling cangkup diberi pagar kayu setinggi 90 cm,

dengan pintu sebelah selatan. Kurang lebih Batu Prasasti 3 terletak 12

meter sebelah tenggara dari batu pelinggih.

Pada sisi selatan masih terdapat relief, yaitu sepasang telapak kaki

dan telapak tangan kiri yang menghadap ke arah utara atau pahatan.

Kurang Kurang lebih objek batu prasasti berbentuk segi lima tidak sama

sisi. Permukaan batu kemungkinan besar mengalami proses penghalusan

meskipun masih terdapat permukaan berlubang. Inskripsi tulisan hanya

satu baris yang diletakan sisi barat, menggunakan huruf dan bahasa Sunda

kuno. Inskripsi tulisan tersebut dibaca dari arah barat. Pada pebelah

atasnya (sisi utara permukaan batu) terdapat pahatan (guratan) yang

terbagi dalam 5 kolom dan 9 baris, sehingga jumlahnya 45 kotak.

ii

Page 11: astana gede

d. Prasasti Kawali 4

20 meter sebelah baratlaut lingga semu. Prasasti ini telah dilindungi

dengan cungkup (2,69x1,67 m), beratap sirap kayu dan lantai susunan batu

kali yang disemen. Objek terbuat dari batu andesit berbentuk batu tegak

(up right-stone) dengan posisi agak miring ke arah baratdaya. Batu prasasti

ini berdiri menyatu dengan lantai. Disebelah baratdaya terdapat batu

panjang dalam posisi rebah.

Permukaan batu yang terdapat inskripsi tulisan kemungkinan besar

mengalami proses penghalusan. Prasasti ini menghadap kea rah timur laut.

Pada permukaan batu ini hanya terdapat dua baris inskripsi tulisandengan

menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Kondisi objek relatif

terpelihara, meskipun pada sisi timurlaut bagian bawah terdapat jasad

renik, moss. Menurut kepercayaan masyarakat setempat Batu Prasasti ini

disebut juga Batu ‘Panyandungan’. Menurut legenda, di Astana Gede

Kanjeng Raja Prabu Wastu Kancana sering menghilang (ngaleungit).

Selama menghilang ternyata beliau sedang mengelilingi batu

panyandungan selama 7 kali sambil tidak bernafas. Selesai mengelilingi

batu panyandungan Beliau merasa pusing kepalanya. Kemudian Beliau

memberikan peringatan kepada orang-orang yang ingin memadu

(nyandung) bahwa rasa pusingnya seperti orang yang sedang mengelilingi

batu 7 kali.

e. Prasasti Kawali 5

4 meter sebelah tenggara linggasemu. Prasasti ini telah dilindungi

dengan bangunan cungkup (2,69x1,67 m), beratap sirap kayu dan lantai

susunan batu kali yang disemen. Objek terbuat dari batu andesit berbentuk

batu tegak (up right-stone) dengan posisi agak miring ke arah baratdaya.

Batu prasasti ini berdiri menyatu dengan lantai. Disebelah baratdaya

terdapat batu panjang dalam posisi rebah.

Permukaan batu yang terdapat inskripsi tulisan kemungkinan besar

mengalami proses perataan dan penghalusan. Prasasti ini menghadap ke

arah timur laut. Pada permukaan batu ini hanya terdapat dua baris inskripsi

ii

Page 12: astana gede

tulisan dengan menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Menurut Dr.

J. Noorduyn prasasti ini seharusnya dibaca “a(j)nana” yang berarti

“perintahnya”, perintah dari Sri Maharaja Prabu Raja Wastu. Kondisi

objek relatif terpelihara, meskipun pada sisi timurlaut bagian bawah

terdapat jasad renik, moss.

f. Prasasti Kawali 6

Prasasti ini terletak 2.5 meter sebelah baratlaut dari Prasasti 1.

Objek telah diberi cungkup (2,65x2,23 m), berpagar dari kayu setinggi 123

cm, beratap sirap kayu dan lantai susunan batu kali yang diberi semen.

Sedangkan batu prasasti yang berupa lempengan batu datar berbentuk segi

empat, menyatu dengan lantai.

Permukaan batu yang terdapat inskripsi yang relatif datar,

kemungkinan besar telah mengalami perataan atau penghalusan. Prasasti

menghadap ke arah baratlaut, terlihat pada arah hadap permukaan batu

yang terdapat tulisannya. Inskripsi tulisan terdiri 6 baris dengan

menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno. Pada setiap garis tidak diberi

garis seperti prasasti 1. Pada sudut kiri atas atau baris pertama terdapat

gambar flora yang mempunyai ukuran lebih besar daripada hiasan yang

ada di Prasasti 1. Prasasti 6 ini ditemukan menyusul setelah prasasti dan

objek lainnya ditangani, yaitu pada tanggal 3 Oktober 1995 oleh Juru

Kunci situs Kawali, Bapak Sopar ketika sedang membersihkan lahan situs.

Regalia berupa pahatan cakra yang ada pada Prasasti Kawali 6 ini

sama seperti pada Prasasti Kawali 1. Tanda tersebut berupa roda cakra dari

kepercayaan agama Budha, sedangkan trisula berasal dari kepercayaan

agama Ciwa. Keduanya menunjukan pada waktu itu sudah ada

kepercayaan agama Ciwa dan agama Budha yang lama sebelumnya

memang sudah ada di tanah Sunda.

ii

Page 13: astana gede

2.3 Upaya Pengembangan dan Pelestarian Nilai Budaya Situs Astana Gede

Peninggalan sejarah di Astana Gede oleh sebagian kecil masyarakat

Kawali masih dianggap keramat atau dikeramatkan. Karena dianggap

keramat, penemuan batu tulis atau prasasti di Astana Gede,bagi

masyarakat Kawali ternyata belum menunjukan reaksi yang positif. Dalam

arti, belum merasa bangga dengan peninggalan sejarah yang ditinggalkan

oleh nenek moyang. Hal ini dimungkinkan masih kurangnya pengetahuan

yang dimiliki oleh masyarakat tentang pentingnya benda-benda

peninggalan sejarah tersebut.

Sebagai cagar budaya yang termasuk objek wisata apabila situs ini

benar-benar dipelihara, ditingkatkan lagi daya tariknya maka sudah tentu

hal ini akan menimbulkan kemajuan dalam bidang ekonomi. Selain itu

juga akan terwujud sesuai dengan masyarakat dari Pariwisata yang salah

satunya adalah turut serta meningkatkan taraf hidup atau perekonomian

bagi masyarakat sekitar.

Berdasarkan observasi ke lapangan, Astana Gede ini sering terjadi

masalah-masalah yang ditimbulkan dari masyarakat sekitarnya. Masalah

itu diantaranya:

a. Kerusakan pada salah salah satu prasasti juga sudah terjadi itu karena

ulah pengunjung yang mencoba mengangkat batu itu.

b. Ada sebagian pagar yang rusak akibat ulah para pemuda yang mencoba

masuk lewat belakang.

c. Banyak masyarakat setempat yang sengaja memakai jalan melewati

Astana Gede apabila mereka akan pergi ke sawah dan kebun mereka,

serta banyak orang yang mencari kayu bakar.

Pihak pengelola sudah berusaha memperingati mereka tetapi lama

kelamaan dengan adanya teguran pengelola menimbulkan salah paham.

Hal itu jelas bahwa masyarakat Desa Kawali belum menyadari pariwisata.

Pembinaan yang dilakukan aparat desa sudah dilakukan sudah dilakukan

tapi masyarakat belum bisa sadar wisata.

Selain  pembinaan untuk melestarikan prasasti yang ada, perlu juga

adanya pembinaan kepada masyarakat terutama para pemuda. Apabila

ii

Page 14: astana gede

suatu objek sudah berkembang maka wisatawan yang datang ke lokasi

wisata, berasal dari berbagai tempat yang mempunyai budaya yang

berbeda-beda bahkan dari luar negeri sekalipun. Disinilah perlunya

pembinaan para pemuda karena takut budaya, pengaruh dari wisatawan itu

masuk sehingga dapat berpengaruh pada jiwa mereka dari unsur

negatifnya.

Dalam hal ini tujuan dari pembinaan itu adalah upaya dalam

melestarikan peninggalan bersejarah, sedangkan yang dibina adalah

manusianya juga alamnya. Suatu rencana tanpa adanya kerjasama dari

manusianya tidak akan berjalan lancar.

Pekerjaan sebagai pemandu wisata di situs Astana Gede ini adalah

berupaya untuk menerangkan nilai sejarah yang terkandung di dalam situs

ini. Tetapi memang data-data otentik untuk menerangkan keterkaitan situs

ini dengan Kerajaan Pajajaran dirasakan masih kurang karena

keterbatasan. Mencampuradukan peristiwa tersebut dengan cerita dari lisan

yang menyangkut situs Astana Gede ini sehingga terlihat ada bumbu

dongengnya. Oleh karena itu diharapkan agar keberadaan situs Astana

Gede ini di ekspose oleh para pakar sejarawan agar tingkat keilmiahannya

bisa dipertanggungjawabkan.

Berkembangnya suatu objek wisata dapat didlihat dari banyaknya

pengunjung yang datang ke objek wisata. Pengunjung yang datang ke

Astana Gede ini dari takun ke tahun mengalami peningkatan itu sedikit

sekali, disbanding dengan objek wisata lainnya.

Jelaslah bahwa objek wisata ini kurang berkembang. Beberapa hal

yang menyebabpan objek wisata ini kurang berkembang , ada tiga hal yang

sangat berpengaruh yaitu ;

a. Faktor Dana

Sesuai dengan fungsi dana yaitu perencanaan dan pengkendalian

kegiatan, maka suatu perencanaan tidak akan terwujud apabila tidak ada

dananya.

ii

Page 15: astana gede

b. Kerjasama

Sebuah rencana tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan

harus adanya kerjasama dengan pihak lain baik secara internal maupun

eksternal.

c. Sadar Wisata

Masyarakat Desa kawali diharapkan dapat menyadari arti dan

pentingnya pariwisata setelah itu dapat menampakan sadar wisata yang

dapat menunjang Pengembangan Astana Gede Kawali. Sadar wisata ini

dapat dilakukan dengan melaksanakan dan menciptakan suasana yang

nyaman Sesuai dengan sapta pesona.

ii

Page 16: astana gede

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Kabupaten Ciamis memiliki kekayaan alam yang beragam. Sebagian

diantaranya memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah,

sebagian lagi dieksplorasi untuk kepentingan wisata. Banyak tempat yang ada

di Kabupaten Ciamis yang dapat memberikan kontribusi tersebut.

Diantaranya objek wisata sejarah yang mempunyai daya tarik tinggi karena

mempunyai nilai khusus dalam bentuk nilai-nilai luhur pada masa lampau,

yaitu situs yang berada di Kawali.

Kawali adalah sebuah kota kecamatan yang berada di kabupaten

Ciamis propinsi Jawa Barat-Indonesia. Kawali merupakan aset yang sangat

berharga bagi kabupaten Ciamis. Dari kota kecil ini kita akan banyak

menemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat penting. Karena

peninggalan-peninggalan tersebut menyangkut sejarah peninggalan akar

budaya Sunda, baik berupa makam-makam petinggi Kerajaan Sunda sebelum

Kawali jadi pusat ibukota kerajaan (yang berada di Winduraja Kawali)

maupun peninggalan-peninggalan raja-raja yang pernah bertahta di Kawali

yang berada di Astana Gede Kawali.

Astana Gede Kawali merupakan lokasi peninggalan sejarah yang

berlokasi disebelah barat kota Kawali kurang lebih 1 km. Tepatnya berada di

Kampung Indrayasa Desa Kawali Kecamatan Kawali. Keadaan lingkungan

situs ini merupakan hutan lindung yang ditumbuhi dengan berbagai jenis

tumbuhan tanaman keras. Pasa masa kerajaan Sunda Galuh Astana Gede

Kawali merupakan tempat suci yang bernama Kabuyutan Sanghiang Lingga

Hiang.

3.2 Saran

Kegiatan Karya wisata juga berguna untuk menambah wawasan

peserta didik . Disana Kami lebih tahu, betapa indahnya Alam Ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa. Dari Situlah kami ingin meninggalkan pesan yaitu : Bagi

ii

Page 17: astana gede

pelajar khususnya dan bagi masyarakat umumnya dengan adanya Objek

Wisata Situ Panjalu marilah kita jaga kelestariaannya serta adanya

perkembangan agar pada waktu kelak nanti para generasi penerus bisa

mengetahuinya.

ii

Page 18: astana gede

DAFTAR PUSTAKA

Dadan Wildan, Tanpa Tahun (T.th) Upaya Inventarisasi Dokumentasi

Katalogisasi dan Konservasi Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan

Sebagai Aset Warisan Budaya di Kabupaten Ciamis. (Hasil

Seminar). Ciamis Tanpa Penerbit.

Djaja.(2002).Astana Gede Kawali. Ciamis : Tanpa Penerbit (Tp) .

Edi S. Ekadjati. (1980). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung : Giri

Mukti Pusaka.

Siti Dloyana K., dkk (1995). Situs Astana Gede Kawali. Bandung : Departemen

pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan Balai Kajian

Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat

http://ai-wulan.blogspot.com/2012/10/artikel-ilmiah.html

ii

Page 19: astana gede

Lampiran

GAMBAR-GAMBAR OBJEK

ii

Page 20: astana gede

ii

Page 21: astana gede

KATA PENGANTAR

Alkhamdulillah Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT

yang telah memberikan segenap rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga

kami dapat menyelesaikan Laporan Karya Tulis Situs Astana Gede ini tepat pada

waktunya.

Kami menyadari Karya Tulii terwujud berkat adanya bantuan dari

berbagai pihak, maka dari itu kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu.

Tak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pula dengan Karya Tulis ini

masih jauh dari kata sempurna, semua itu karena keterbatasan ilmu yang kami

miliki. Maka dari kami harapkan berbagai kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan Karya Tulis ini.

Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami selaku

penulis, umumnya bagi pembaca sekalian. Amiin.

Lumbung, April 2015

Penulis

ii

Page 22: astana gede

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2 Dasar Pemikiran .................................................................. 1

1.3 Rumusan Masalah ............................................................... 1

1.4 Batasan Masalah ................................................................. 2

1.5 Tujuan Penulisan.................................................................... 2

1.6 Teknik dan Metode Penulisan ........................................... 2

1.7 Sistematika Penulisan .......................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 4

2.1 Sejarah Kerajaan Kawali ...................................................... 4

2.2 Keberadaan Situs Astana Gede dan peninggalannya ........... 7

2.3 Upaya Pengembangan dan Pelestarian Nilai Budaya .......... 13

BAB III PENUTUP ................................................................................. 16

3.1 Simpulan .............................................................................. 16

3.2 Saran ...................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

ii