Jurnal Fix

download Jurnal Fix

of 32

description

1

Transcript of Jurnal Fix

Homework jurnal tentang infeksi saluran kemih (ISK) perkemihan 1

Disusun oleh :Ivon Machda Rosalia12.11.01.14

PRODI S1-KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA2015

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, karena atas limpahan Rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan jurnal ini sampai selesai.Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna untuk menyempurnakan jurnal ini.

Surabaya 01 juni 2015Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..KATA PENGANTARDAFTAR ISI...BAB I PENDAHULUAN..A. Latar Belakang....1B. Tujuan.........2BAB II Tinjauan pustaka BAB III Analisa jurnal .BAB IV pembahasan jurnal..BAB V Kesimpulan dan saranDAFTAR PUSTAKA

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar BelakangInfeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatisbila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosonga kandung kemih kurang efektif , mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas menurun. Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin,hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli Desember). Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluan kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi.

B. TUJUAN1. UMUM Untuk mengetahui gambaran penykit tentang infeksi saluran kemih dan pananganannya2. KHUSUS a. Untuk memenuhi tugas perkemihan1b. Untuk memenuhi standart ujian akhir semester

C. MANFAATJurnal infeksi saluran kemih atau isk akan memberikan pengetahuan dan wawasan kepada mahasiswa keperawatan sehingga dalam penerapannya dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi saluran perkemihan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Definisia. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa disertai gejala. (Smeltzer & Bare, 2002, 1428).b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan organism memperbanyak diri dalam saluran kemih. Pada umumnya adalah bacterial, meskipun infeksi jamur, virus dan parasit juga terjadi.c. Infeksi Saluran Kemih atau urinarius Troctus infection adalah sutatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)

B.Anatomi Sistem Perkemihana. GinjalGinjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk seperti kacang. Terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutup atas ginjal kanan terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120 sampai 150 gram. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, terbagi menjadi dua bagian yaitu: bagian eksternal yang disebut Korteks, dan bagian internal disebut Medula.Dilihat dari permukaan anterior, struktur ginjal terdiri dari; arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening yang keluar dan masuk melalui hilus, ureter.Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior.Aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya 25% dari curah jantung.Dilihat dari potongan longitudinal, struktur ginjal terdiri dari: Kapsula, Korteks, Piramid medula, nefron (terdiri dari glomerulus dan tubulus: proksimal, ansa Henle, distal), kaliks (minor dan mayor), pelvis ginjal dan ureter.Penyakit ginjal dimanifestasikan dengan adanya perubahan struktur ginjal, yaitu adanya perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm.b. UreterUreter merupakan pipa panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Setiap ureter memiliki panjang 10 sampai 12 inci, Organ ini menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih. Organ ini berfungsi sebagai pipa untuk menyalurkan urin ke kandung kemih.c. Vesica Urinaria (Kandung Kemih)Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang sebagian besar dindingnya terdiri dari otot polos disebut muskulus detrusor yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis. Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat BAK. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urin dan mendorong kemih keluar tubuh dibantu oleh uretra.d. UretraUretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci dan pada laki-laki sekitar 8 inci.e. Meatus urinarius (Muara uretra)

Fisiologi Sistem PerkemihanGinjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh. Fungsi utama ginjal mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior.Aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya 25% dari curah jantung.Urin terbentuk di nefron. Proses pembentukan urin dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus. Ketika darah berjalan melewati sruktur ini, filtrasi terjadi. Air, elektrolit dan molekul kecil akan dibiarkan lewat, sementara molekul besar (protein, sel darah merah dan putih, trombosit) akan tetap tertahan dalam aliran darah. Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrat. Di dalam tubulus ini sebagian substansi secara selektif diabsorpsi ulang ke dalam darah,sebagian lagi disekresikan dari darah ke dalam filtrate yang mengalir disepanjang tubulus. Filtrat ini akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis ginjal. Kemudian urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih (tempat sementara urin disimpan). Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.Fungsi utama ginjal adalah :1. Fungsi Ekskresia. Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah ekskresi air.b. Mempertahankan kadar elektrolit plasma.c. Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3.d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (urea, asam urat dan kreatinin)1. Fungsi Non Ekskresia. Menghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah.b. Menghasilkan eritropoietin untuk stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.c. Metabolisme vitamin D.d. Degradasi insulin.e. Menghasilkan prostaglandin.

A. Etiologi:a. Factor Predisposisi:1) Imun yang menurun2) Bakteri: Eschericia Colli, Klebsielle, streptococcusb. Factor Presipitasi:1) Kehamilan2) Obstruksi kandung kemih (batu uretra)3) Diabetes

B. Klasifikasi:ISK secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu :a. Infeksi saluran kemih bawah (sistitis, uretritis dan prostatitis):1) UretritisMerupakan suatu inflamasi pada uretra, kuman penyebab tersering adalah kuman gonorrhoe atau kuman lain yang biasanya terjadi karena infeksi asending. (Smeltzer & Bare, 2002, 1436)2) Sistitis dan ProstatitisMerupakan peradangan pada Vesika urinaria. Pada wanita menginfeksi uretra distal veriko urinaria dinamakan Sistitis sedangkan pada pria menginfeksi bagian prostat dan vesika urinaria yang disebut Prostatitis. (Smeltzer & Bare, 2002, 1432)b. Infeksi saluran kemih atas ( Ureteritis, glomerulonefritis, Pyelonefritis)1) UreteritisSuatu peradangan pada ureter. Penyebab Adanya infeksi pada ginjal maupun kandung kemih. Aliran urine dari ginjal ke buli-buli dapat terganggu karena timbulnya fibrosis pada dinding ureter menyebabkan striktura dan hydronephrosis, selanjutnya ginjal menjadi rusak, dan mengganggu peristaltik ureter.2) PyelonefritisInflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenkim maupun renal pelvis (pyelum=piala ginjal) dan bakteri menyebar melalui limfatik.Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dibedakan menjadi:a) ISK Uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. b) ISK Complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut : Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. Kelainan faal ginjal :GGA maupun GGK Gangguan daya tahan tubuh. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen seperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C. Patofisiologi:Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui meatus uretra bisa karena terkontaminasi dengan feses, kateterisasi, sistoskopi maupun berasal dari infeksi darah dan limfe yang terinfeksi mikroorganisme). Pada normalanya kandung kemih mampu membersihkan dirinya dari sejumlah besar bakteri dalam 2 hari sejak masuknya bakteri kedalam kandung kemih. Akan tetapi infeksi dapat terjadi karena bakteri mencapai kandung kemih, melekat pada mukosa dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan kandung kemih.Distensi kandung kemih mengurangi aliran darah ke lapisan mukosa dan submukosa sehingga jaringan menjadi lebih rentan terhadap bakteri. Urine yang tersisa didalam kandung kemih menjadi lebih basa sehingga kandung kemih merupakan tempat yang yang ideal untuk pertumbuhan organisme. Kolonisasi organisme tersebut mengiritasi dan menimbulkan peradangan pada mukosa yang selanjutnya menyebar ke sistem urinarius.Bila jaringan yang mengalami inflamasi dialiri urine maka akan menimbulkan nyeri dan ras terbakar selama berkemih.demam, menggigil, mual, muntah serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan uretra yang sering menyebabkan darah bercampur dalam urine.Ketika infeksi tidak teratasi dan menetap akan menyebar ke traktus urinarius bagian atas (ginjal) yang mengiritasi jaringan-jaringan ginjal yang terjadi secara berulang yang kemudian akan menimbulkan jaringan parut pada ginjal. Adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal, batu, neoplasma, dan hipertrofi prostate.

D. Manifestasi Klinis:Manifestasi klinis menurut , Smeltzer & Bare, 2002, 1436) :a. Mukosa memerah dan edema b. Terdapat cairan eksudat yang purulent c. Ada Ulserasi pada uretra d. Adanya nanah awal miksi e. Nyeri pada awal miksi f. Kesulitan untuk memulai miksi g. Disuria (nyeri waktu berkemih) h. Peningkatan frekuensi berkemih i. Perasaan ingin berkemih j. Adanya sel-sel darah putih dalam urin k. Nyeri punggung bawah atau suprapubic l. Demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah. m. Menggigil n. Nyeri pinggang o. Badan terasa lemasp. Menahan kencing

E. Pemeriksaan Diagnostik:Menurut (Smeltzer & Bare, 2002, 1436)a. Pemeriksaan Laboratorium1) UrinalisisMemperlihatkan adanya bakteriuria, sel darah putih (leukosit), dan endapan sel darah merah (eritrosit). Dimana Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif (+) bila terdapat > 5 leukosit/lpb (lapang pandang besar) sedimen air kemih Hematuria positif (+) bila terdapat 5-10 eritrosit/lpb sediment air kemih. Hematuria bias disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2) Bakteriologisa) Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik (102 103 organisme koliform/mL urin (+) piuria)b) Hitung koloni bila terdapat sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.3) Metode Tesa) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes untuk pengurangan nitrat).b) Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria.c) Tes Griess positif : terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.4) Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)Untuk mengetahui apakah terdapat organisme menular secara seksual misalnya pada Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (Klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya:1) Sistoskopi: untuk melihat dalam kandung kemih dan uretra (tidak dilakukan secara rutin)2) Pielografi retrograde: untuk melihat kontur dan ukuran ureter dan ginjal3) Sistometri: untuk mengkaji kapasitas pengisian kandung kemih dan efektivitas detrusorreflux (otot untuk mencegah aliran balik)4) Intravenous pyelogram (IVP): untuk melihat ginjal dan kandung kemih5) Voiding cystourethrogram (VCUG): untuk melihat adanya refleks vesikoureteral dan abnormalitas

F. Penatalaksanaan:Menurut (Coyle & Prince, 2005).a. Terapi tanpa obat pada ISK: Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri fecesb. Terapi antibiotik idealnya harus dapat ditoleransi dengan baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam urin dan mempunyai spektrum aktivitas terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi dan jenis mikroorganisme yang menginfeksi.Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat dibedakan atas:1) Terapi antibiotika dosis tunggal2) Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari3) Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu4) Terapi dosis- rendah untuk supresic. Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.d. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat yang berkelanjutan perlu dipikirkan kemungkinan adanya: Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan, Interansi obat, Efek samping obat, Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal seperti efek nefrotosik obat dan Efek toksisitas obatG. Komplikasi:a. Prostatitis Peradangan pada kelenjar prostatb. Epididimis c. Striktura uretra d. Sumbatan pada vasoepididinal

JURNAL 1.Perbandingan Levofloxacin dengan Ciprofloxacin Peroral dalam Menurunkan Leukosituria Sebagai Profilaksis Isk pada Kateterisasi di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan ketika kuman tumbuh dan berkembang biak di dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis bakteriuria dan leukosituria. ISK pasca kateterisasi merupakan penyebab terbesar infeksi nosokomial, dengan sumber kuman bisa dari penyebaran ascending (seperti penggunaan kateter), hematogen maupun limfogen. Antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk mencegah infeksi, mengingat tingginya kemungkinan ISK pasca kateterisasi. Flouroquinolon saat ini masih direkomendasikan untuk profilaksis ISK, namun akhir-akhir ini banyak laporan tentang resistensi terhadap golongan ini, terutama ciprofloxacin. Ciprofloxacin adalah golongan fluoroquinolon generasi kedua sedangkan Levofloxacin merupakan generasi ketiga. Di RSUP DR M Djamil, khususnya di SMF Urologi belum ada data mengenai perbandingan keefektifan levofloxacin dan ciprofloxacin ini terhadap profilaksis ISK. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian keefektifan levofloxacin dibandingkan dengan ciprofloxacin dalam menurunkan insiden leukosituria sebagai profilaksis ISK pada pasien yang dipasang kateter Foley. Metode: Subjek diambil dari 30 pasien yang akan dipasang kateter Foley, yang dibagi atas dua kelompok atas 15 pasien. Setelah pemasangan dilakukan urinalisis untuk menentukan kadar leukosit 5%). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan keefektifan antara Levofloxacin oral 750 mg dengan Ciprofloxacin oral 750 mg dalam menurunkan insiden leukosituria sebagai terapi profilaksis terhadap ISK pada pasien yang dipasang Foley catheter.2. Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) Terhadap Antibakteri di PekanbaruInfeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, tetapi bacteries lebih sering. antibakteri adalah pengobatan empiris untuk ISK. Pola resistensi antibakteri ISK dapat diubah oleh tempat dan waktu.Tes kultur urin dan uji kepekaan akan membantu kita untuk memilih pengobatan yang efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ISK di Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ISK resistancy bakteri sebagian besar ditemukan di Gram bacateria negatif dengan penisilin dan 1 st sefalosporin antibiotik.3. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012ISK merupakan infeksi bakteri pada saluran kemih, dimana antibiotik merupakan terapi lini pertamanya. Penggunaan antibiotik di Negara berkembang pada pasien rawat inap sebesar 30-80%, 20-65% penggunaannya dianggap tidak tepat, sehingga dapat menimbulkan gejala resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat frekuensi dan durasi pemberian pada pasien ISK. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dikerjakan secara retrospektif dengan melihat data rekam medik pasien ISK untuk menjelaskan atau memberikan gambaran karakteristik setiap variabel penelitian meliputi: Karakteristik pasien, Karakteristik klinis dan Rasionalitas penggunaan obat. Hasil rasionalitas pengobatan yang didapatkan adalah sebagai berikut : tepat indikasi 96,5%, tepat obat 66,7%, tepat dosis 53%, tepat frekuensi pemberian antibiotik 53% dan tepat durasi penggunaan antibiotik 49,4%. Penggunaan antibiotik pada pasien ISK di instalasi rawat inap RSUD Undata Palu tahun 2012 belum dapat dikatakan rasional.4. POLA BAKTERI PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI BLU RSUP PROF. dr. R. D. KANDOU MANADOInfeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang paling umum didapat di RS yang mengakibatkan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Pola kuman penyebab ISK akan berperan penting dalam keberhasilan pengobatan ISK. Bervariasinya penyebab ISK, luasnya spektrum organisme yang menjadi penyebab, serta sedikitnya uji klinis yang telah dilaksanakan, mempersulit penyusunan antimikroba pilihan yang dapat digunakan dalam terapi ISK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman khususnya bakteri penyebab ISK, yang merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini menggunakan metode penelitian prospektif yang dianalisis secara deskriptif pada 30 sampel urin selama bulan November sampai Desember 2012 di Instalasi Rawat Darurat Medik RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa insidensi ISK tertinggi adalah pada kelompok umur 50-59 tahun. Perempuan lebih sering menderita ISK daripada laki-laki. Dari penelitian ini, Escherichia coli merupakan mikroorganisme tersering yang menyebabkan ISK.

5. PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DENGAN DAN TANPA KOMORBID INFEKSI SALURAN KEMIHInfeksi Saluran Kemih (ISK) adalah salah satu infeksi yang sering terjadi di rumah sakit dan kebanyakan kasusnya berhubungan dengan pemakaian kateter urin. ISK nosokomial meningkatkan mortalitas, morbiditas (lama rawat inap), dan biaya rumah sakit. Belum ada data rinci dan spesifik tentang hubungan kejadian ISK nosokomial dan semakin lama waktu rawat inap pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang.6. PENGARUH MODE PERSALINAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH POSTPARTUMInfeksi saluran kemih merupakan penyakit infeksi yang biasa terjadi yang berhubungan dengan mode persalinan. Infeksi saluran kemih memberikan morbiditas dan biaya yang tinggi. Peningkatan morbiditas akibat infeksi saluran kemih terjadi pada 95% ibu postpartum. Terdapat indikasi keterlibatan pengaruh mode persalinan dalam menyebabkan ISK postpartum Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Sampel adalah 36 ibu postpartum yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta dipilih secara consecutive sampling. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan cara kultur urin. Uji statistik memnggunakan uji chi square.7. POLA BAKTERI INFEKSI SALURAN KEMIH DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE NOVEMBER 2010 NOVEMBER 2012Saluran kemih manusia merupakan organ-organ yang bekerja untuk mengumpul dan menyimpan urin serta organ yang mengeluarkan urin dari tubuh, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode infeksi saluran kemih (ISK) daripada pria. Diketahui bahwa hubungan seksual dapat menyebabkan ISK. Hal ini sebagian besar dianggap sebagai proses mekanis dimana bakteri masuk ke dalam saluran kemih selama melakukan hubungan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola bakteri pada pasien ISK di Poliklinik Kulit dan Kelamin. Metode yang digunakan ialah deskriptif retrospektif. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 Januari 2013 bertempat di Poliklinik Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel yang diperoleh 36 orang. Berdasarkan umur, jenis kelamin dan hasil pemeriksaan laboratorium, Isk terbanyak ditemukan pada kelompok umur 16-26 tahun (41,7%), jenis kelamin laki-laki 31 orang (86,1%), dan bakteri diplokokus gram (-) yang positif pada 31% sampel. Simpulan: Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan bakteri yang ditemukan ISK lebih sering ditemukan pada laki-laki berumur 16-26 tahun tanpa diplokokus Gram positif.8. HUBUNGAN ANTARA PEMASANGAN KATETER TETAP DENGAN KEJADIANINFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LAPATARAI KABUPATEN BARRUInfeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita diatas rata-rata 65 tahun dan 2.5- 11% pada pria di atas 65 tahun. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial tersering yang mencapai kira-kira 40-60%.Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan Pemasangan Kateter (prosedur pemasangan kateter,perawatan kateter, lama kateter terpasang) dengan kejadian infeksI saluran kemih pada pasien rawat inap RSUD Lapatarai Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan,dengan jumlah populasi sebanyak 30 responden. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif melalui desain cross Sectional Study.Sampel ditarik secara total sampling dengan jumlah 30 responden. Hasil analisis bivariat diperoleh ada hubungan antara pemasangankateter dengan kejadian ISK ( = 0,007< =0,05), terdapat hubungan antara perawatan kateter dengan kejadian ISK ( = 0,035< =0,05) dan terdapat hubungan antara lama kateter terpasang dengan kejadian ISK ( =0,003< =0,05). Disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemasangan kateter, perawatan kateter, dan lama kateter terpasang dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien rawat inap di RSUD Lapatarai Kabupaten Barru. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada pihak Rumah sakit Lapatarai agar lebih memperhatikan prosedur awal untuk pasien yang akan di pasang kateter tetap sehingga dapat mencegah infeksi saluran kemih yang diakibatkan oleh pemasangan kateter tetap.9.PENGARUH TOILET TRAINING TERHADAP KEJADIAN ISK BERULANG PADA ANAK PEREMPUAN USIA 1 5 TAHUNISK merupakan suatu masalah medis yang sangat sering, dengan perjalanan alamiah yang tak terduga. Banyak infeksi sembuh spontan, tapi ada juga yang berkembang dan merusak ginjal, atau menyebabkan sepsis gram negatif. Penatalaksanaan ISK menyeluruh memerlukan pengetahuan termasuk pathophysiology dan perawatan medis berdasarkan klinis. Kebanyakan ISK pada anak disebabkan bakteri yang masuk ke uretra dan asenderen menuju saluran kemih.Bakteri yang secara normal hidup dalam usus besar dan keluar kedalam feses adalah penyebab infeksi terbanya. Selama training jamban, anak mungkin belum mengerti cara cebok setelah BAB(berak), sehingga bakteri kemudian masuk kedalam uretra dan menyebabkan ISK. Hal terbesar yang menjadi perhatian tentang ISK pada anak adalah bahwa dapat menyebabkan kerusakan ginjal menetap dan membentuk skar.Skar berulang dapat menyebabkan hipertensi dan mengurangi fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal. Hal ini sering terjadi saat usia toilet training dan memudahkan bakteria berkembang dalam urine. Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal dan komplikasi jangka pendek danjangka panjang dengan menghilangkan infeksi secara cepat dan menyeluruh. Proses mengajar toilet training pada anak adalah suatu task universal, dimana orang tua menyambut dengan berbagai derajad stress dan keberhasilan. Sejak akhir tahun 1950 telah ada trend untuk menuntun anak menggunakan jamban atau setting toilet-training dengan cara mereka sendiri.10. HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIANINFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAPPENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012Infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% ISK terjadi setelah instrumenisasi, terutama oleh kateterisasi. Infeksi ini terjadi akibat ketidakmampuan dalam mengendalikan maupun menghindari faktor resiko. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2012. Jenis penelitian adalah correlation study. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 35 perawat yang bekerja di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh. Pengumpulan data dengan lembar observasi yang terdiri dari 27 item pernyataan dan 2 item hasil laboratorium. Metode analisis data dengan menggunakan uji statistik Fisher Exact, hasil penelitian adalah ada hubungan antara pemasangan kateter (P-value 0,019) dengan kejadian infeksi saluran kemih di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh. Saran bagi perawat adalah agar dapat meningkatkan teknik aseptik serta perawatan yang dilakukan pada kateterisasi sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter.

BAB IIIANALISA DATANoIdentitas PenelitianTujuan PenelitianMetodelogi PenelitianHasil Penelitian

1Nama Pengarang : marwazi sofyanAlfarinoelkardiusJudul : Perbandingan Levofloxacin dengan Ciprofloxacin Peroral dalam Menurunkan Leukosituria Sebagai Profilaksis Isk pada Kateterisasi di RSUP. Dr. M. Djamil PadangTempat : RSUP.Dr.M.Djamil padangMengetahui perbandingan levofloxacin dengan ciprofloxacin peroral dalam menurunkan leukosituria sebagai profilaksis iskJenis penelitian ini merupakan eksprimental dengan membandingkan antara dua kelompok sampel yang dipasang foley catheter dimana masing-masing kelompok diberikan Levofloxacin 750 mg peroral dan Ciprofloxacin 750 mg peroral,kemudian dibandingkan hasil urinalisanya dengan penilaian leukosit dalam urin sebelum pemberian antibiotik tersebut diatas dan 3 hari setelah pemasangan foley chateter. Data dikumpulkan dan diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi setelah terdapat hasil dari urinalisa. Analisa data dilakukan secara non-parametrik.rata-rata kadar leukosit pasien yang berada pada kelompok yang akan diberikan obat Levofloxacin oral 750 mg hampir sama dibandingkan rata-rata kadar leukosit pasien pada kelompok yang akan diberikan obat Ciprofloxacin oral 750 mg yaitu 6.3002.455: 6.0332.475/ LPB dengan hasil p value = 0,769. Sedangkan pada uji urinalisa II, rata-rata kadar leukosit pasien yang berada pada kelompok yang telah diberikan obat Levofloxacin oral 750 mg sedikit lebih kecil dibandingkan rata-rata kadar leukosit pasien yang berada pada kelompok yang telah diberikan obat Ciprofloxacin oral 750 mg yaitu 1.1670.724 : 1.7000.775/ LPB dengan hasil p value = 0,061. Selanjutnya, rata-rata penurunan kadar leukosit pasien pada kelompok yang telah diberikan obat Levofloxacin oral 750 mg lebih besar dibandingkan rata-rata kadar leukosit pasien pada kelompok yang telah diberikan obat Ciprofloxacin oral 750 mg yaitu 5.1332.167 : 4.3331.877/ LPB dengan hasil p value = 0,289. Berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara efektifitas Levofloxacin 750 mg peroral dengan Ciprofloxacin 750 mg peroral dalam penurunan kadar leukosit pada urin.

2Nama Pengarang : Rita EndrianiFauzia AndriniJudul : Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)Terhadap Antibakteri di PekanbaruTempat : Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas RiauJl. Diponegoro No. 1 PekanbaruUntuk mengetahui pola resistensi bakteri penyebab infeksi saluran perkemihan.Penelitian ini merupakan penelitian prospektif yang dilaksanakan selama 10 bulan. Subjek penelitianadalah penderita yang didiagnosis klinis/ suspect ISK oleh dokter yang merawatnya di Pekanbaru. Sampel penelitian ini adalah urin penderita yang didiagnosis klinis/ suspect ISK di Pekanbaru yang datang ke laboratorium Mikrobiologi FK UNRI yang sebelumnya telah menyatakan kesediaannya dengan menandatangani formulir informed consent. Urin yang dikumpulkan adalah berupa urin arus tengah (midstream urine).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan 107 pasien yang memeriksakan urinnya,hanya 50 sampel urin yang menunjukan biakan bakteriuria yang bermakna. Hasil identifikasi koloni bakteri dari 50 sampel urin pasien-pasien tersebut diperoleh koloni bakteri Gram positif dan Gram negatif yang dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil uji resistensi bakteri- bakteri tersebut terhadap antibakteri Escherichia coli memiliki resistensi yang tinggi terhadap clindamycin, pipemidic acid, penicillin G,streptomycin masing-masing sebesar 100%. Klebsiella sp. memiliki resistensi yang tinggi terhadap ampicilin,azstreonam, amoxycilin, cephalexin, cefuroxime,clindamycin, dan cefadroxil sebesar 100%.Pseudomonas sp. memiliki resistensi yang tinggi.

3Nama Pengarang : Aldy wijaya febriantoAlwiyah mukaddasJudul: Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012Tempat: RSUD Undata Palu thun 2012Untuk mengetahui rasionalitas penggunaaan antibiotic pada pasien infeksi saluran perkemihan Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medik pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang menjalani rawat inap di RSUD Undata Palu dari tanggal 1 Januari 2012 31 Desember 2012.Pasien perempuan lebih rentan menderita penyakit ISK dibandingkan dengan pasien laki-laki. Penyebabnya adalah karena uretra perempuan lebih pendek sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih yang letaknya dekat dengan daerah perianal (Sukandar, 2009). Dari 57 data yang diteliti terdapat 17 pasien (29,8%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 40 pasien (70,2%) yang berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain menunjukan hasil yang hampir sama yaitu 71,3% pasien perempuan dan 28,7% yang berjenis kelamin laki-laki

4Nama Pengarang :Shirby A. Ch. Sumolang Dwi Prasetyo, John PorotuoJudul : POLA BAKTERI PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI BLU RSUP PROF. dr. R. D. KANDOU MANADO Tempat :di Instalasi Rawat Darurat Medik RSUP Prof. dr. R. D.

Untuk mengetahui pola kuman khususnya bakteri penyebab ISK, yang merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manadopeneelitian prospektif yang dianalisis secara deskriptif yang dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi Rawat Darurat Medik (IRDM) RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Sampel penelitian adalah semua pasien suspect ISK yang akan dilakukan pemeriksaan kultur urine di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado periode November sampai Desember 2012.

Dari penelitian yang dilakukan pada penderita ISK di Instalasi Rawat Darurat Medik RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado periode November 2012 Desember 2012, didapatkan 30 sampel penelitian dengan 15 hasil kultur urine positif. Dari distribusi kasus ISK berdasarkan umur, ditemukan peningkatan angka kejadian ISK yaitu pada kelompok umur 40 49 tahun (23,3%) dengan angka kejadian tertinggi yaitu pada kelompok umur 50 - 59 tahun (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian ISK meningkat seiring bertambahnya usia. ISK sering muncul pada orang-orang yang lebih tua baik dalam komunitas dan dalam perawatan jangka panjang. Sejumlah faktor predisposisi yang mengakibatkan ISK pada berdasarkan jenis kelamin pada pasien ISK terlihat bahwa sebagian besar pasien ISK berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 pasien (60%). Sementara pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 pasien (40

5Nama Pengarang :Gloria Sheila Ratna Utari1,Purnomo hadiJudul : PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PASIEN DENGAN DAN TANPA KOMORBID INFEKSI SALURAN KEMIHTempat : RSUP Dr. Kariadi SemarangPenelitian untuk Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan lama rawat inap pasien dengan komorbid ISK dan pasien tanpa komorbid ISKPenelitian dilakukan secara retrospektif melalui sampel catatan medis pasien rawat inap RSUP Dr. Kariadi periode 1 Januari 201131 Desember 2012. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok ISK dan non ISK; masing-masing berjumlah 98 catatan medis. Sampel kelompok ISK dipilih secara simple random; sedangkan kelompok non ISK dipilih dengan proses matching. Kedua jenis sampel kemudian diperbandingkan dari segi lama rawat inap.Nilai tengah dari lama rawat inap pasien dengan komorbid ISK adalah 12 hari, dengan lama perawatan minimal 4 hari dan maksimal 83 hari. Nilai tengah lamanya rawat inap pasien tanpa komorbid ISK adalah 11 hari, dengan lama rawat inap minimal 4 hari dan maksimal 59 hari. Hasil uji komparasi Wilcoxon menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan lama rawat inap yang bermakna antara pasien dengan komorbid ISK dan tanpa komorbid ISK karena nilai p=0,108 (p>0,05).

6Nama Pengarang :Yerlian MaryamRebriarina hapsariJudul :PENGARUH MODE PERSALINAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH POSTPARTUMTempat : RSUD DIponegoroUntuk mengetahui pengaruh mode persalinan caesar terhadap kejadian infeksi saluran kemih postpartum.Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Sampel adalah 36 ibu postpartum yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi serta dipilih secara consecutive sampling. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan cara kultur urin. Uji statistik memnggunakan uji chi square.variabel usia tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok partus normal dengan kelompok partus caesar (p=0.312). Hasil perhitungan usia rata-rata pasien partus normal 26.56 dan rata-rata pasien partus caesar 26.06. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa jumlah partus tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok partus caesar dengan partus normal (p=0.176). kedua kelompok masing-masing memiliki jumlah proporsi partus paling banyak partus anak ke 1, dan proporsi partus dengan jumlah paling sedikit adalah partus anak ke 4. Dari data diatas dapat diasumsikan bahwa usia ibu postpartum dan jumlah partus antara dua kelompok subjek penelitian tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam karakteristik subjek penelitian.

7Nama Pengarang : Ayu R MelatiJhon porotuoFredine s ,rares

Judul : POLA BAKTERI INFEKSI SALURAN KEMIH DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE NOVEMBER 2010 NOVEMBER 2012Tempat : RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADOMengetahui pola bakteri pada pasien ISK di Poliklinik Kulit dan Kelamin. Metode yang digunakan ialah deskriptif retrospektif.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif, yaitu suatu metode yang digunakan dalam penelitian yang berdasarkan pengumpulan data yang nantinya akan diolah menurut beberapa variable agar tercapainya suatu validitasBerdasarkan penelitian yang dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode November 2010 November 2012 maka ditemukan 18 pasien (50,0%) didiagnosis Gonorrheae, 13 pasien (36,1%) didiagnosis Urethritis Gonorrheae, 4 pasien (11,1%) didiagnosis Non-Gonococcal Urethritis, 2 pasien (5,6%) didiagnosis IGNS, 1 pasien (2,8%) didiagnosis Erosi penis, 1 pasien (2,8%) didiagnosis Bacterial Vaginosis yang dilakukan pemeriksaan Gram di laboratorium.

8Nama Pengarang : Muhlis hartawanHamzah tazasukriyadiJudul : HUBUNGAN ANTARA PEMASANGAN KATETER TETAP DENGAN KEJADIANINFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LAPATARAI KABUPATEN BARRUTempat : di rawat INAP DI RSUD LAPATARAI KABUPATEN BARRUmengetahui hubungan Pemasangan Kateter (prosedur pemasangan kateter,perawatan kateter, lama kateter terpasang) dengan kejadian infeks saluran kemih pada pasien rawat inap RSUD Lapatarai Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah populasi sebanyak 30 responden.Penelitian deskriptif eksploratif melalui desain cross Sectional Study.Sampel ditarik secara total sampling dengan jumlah 30 responden. Hasil analisis bivariat diperoleh ada hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian ISK ( = 0,007< =0,05), terdapat hubungan antara perawatan kateter dengan kejadian ISK ( = 0,035< =0,05) dan terdapat hubungan antara lama kateter terpasangdengan kejadian ISK ( =0,003< =0,05). Pada penelitian ini dari 30 responden didapatkan 15 responden (56,7%) yang memiliki pemasangan kateter yang sesuai, sebanyak 10 responden (33,3%) ada yang infeksi,dan sebanyak 5 responden (16,7%) yang tidak ada infeksiSedangkan dari 15 responden (43,3%) yang memiliki pemasangan kateter yang tidak sesuai, sebanyak 2 responden (6,7%)yang ada infeksi, dansebanyak 13 responden (43,3%) yang tidak ada infeksi.Berdasarkananalisa Chi-square, diperoleh p = (0,003) yangmenunjukkan penolakan terhadap hipotesis nol (H0) dan penerimaan terhadap hipotesis alternatif (Ha).

9Nama Pengarang :Susi Nataliarochmanadji

Judul : PENGARUH TOILET TRAINING TERHADAP KEJADIAN ISK BERULANG PADA ANAK PEREMPUAN UMUR 1-5 TAHUNTempat : RSDK dan RS Kodya SemarangMengatahui pengaruh toilet training terutama cara cebok dari depan kebelakangterhadap berkurangnya kejadian ISK berulang.Penelitian ini merupakan suatu quasi experimental yang meneliti 32 anak perempuan, dibagi atas 16 anak dalam kelompok intervensi dan 16 anak dalam kelompok kontrol. Sampel diambil dengan cara stratified random sampling. Setiap orang tua atau pengasuh (babysitters atau pembantu)menjawab kuesioner, 16 dengan toilet training dan 16 hanya menjawab kuesioner (kelompok kontrol). Subyek penelitian didapat dari 2 klinik di RSDK dan RS Kodya Semarang dan kelompok intervensi dilakukan toilet training selama periode 3 bulan untuk tiap anak pada rumah mereka.Subyek dilatih tiap 2 minggu dan kemudian di follow up dengan test dan menjawab kuesioner, hingga 6 bulan. Pada bulan ke6, dari semua subyek dikumpulkan sampel mid stream urine untuk dikultur.bahwa pada kelompok kontrol sebagian besar menggunakan air PAM untuk cebok, dijumpai 5 anak (45,5%) yang menderita ISK menggunakan air sumur untuk cebok. Pada kelompok perlakuan jumlah anak yang menderita ISK yang menggunakan air PAM dan air sumur untuk cebok jumlahnya hampir sama. Pada kelompok perlakuan dijumpai 1 anak menggunakan air sungai untuk cebok, tetapi anak tersebut tidak menderita ISK. Secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna pada kejadian ISK berdasarkan jenis air yang digunakan untuk cebok pada kelompok kontrol dan perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel perancu terhadap hubungan kejadian ISK dengan pemberian perlakuan toilet trainning dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Pada uji regresi logistik dimasukkan juga faktor-faktor yang secara teoritis dapat berpengaruh pada kejadian ISK walaupun dalam analisis bivariat tidak bermakna. Hasil uji regresi logistik terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISK ditampilkan pada tabel 10. Besarnya pengaruh dinyatakan sebagai besaran rasio Odd (Odd Ratio=OR).

10Nama Pengarang :MarlinaromiaJudul : HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH TAHUN 2012Tempat :RSUDZA Banda Aceh untuk mengetahui hubungan antara pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2012.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi (correlation study). Menurut Notoatmodjo (2010), penelitian studi korelasi merupakanpenelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variable pada sekelompok subjekPengumpulan data dilakukan selama 48 hari dimulai tanggal 03 Agustus -20 September 2012 di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh dengan jumlah responden35 orang. Teknik pengumpulan datadilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan tentang prosedur kateterisasi sebanyak 2 item pernyataan dan table observasi hasil laboratorium sebanyak 2 item observasi yaitu untuk melihat adanya bakteriuria dan piuria.

BAB IVPEMBAHASANInfeksi saluran kemih pasca kateterisasi merupakan porsi terbesar dari infeksi nosokomial. Dalam menegakkan diagnosa ISK harus didasarkan pada manifestasi klinis dengan bakteriuria dan leukosituria. Walaupun sedemikian sempurnanya cara pemasangan kateter, infeksi masih saja terjadi. Mengingat tingginya kemungkinan ISK pasca keteterisasi seperti tersebut diatas maka perlu diberikan antibiotik profilaksis pada saat pemasangan kateter. Antibiotik golongan florokuinolon saat ini masih direkomendasikan sebagai antibiotik profilaksis terhadap ISK. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan efektifitas antara Levofloxacin oral dengan Ciprofloxacin oral dalam menurunkan insiden terjadinya leukosituria sebagai salah satu indikator dalam menegakkan diagnosa ISK sebagai tindakan profilaksis terhadap ISK pasca kateterisasi urin dalam hal ini foley catheter. Telah dilakukan penelitian terhadap 30 orang pasien yang ada indikasi kateterisasi, dimana setelah dilakukan pemasangan foley chateter langsung lakukan urinalisa pertama yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing kelompok diberikan Levofloxacin oral 750 mg (kelompok A) dan Ciprofloxacin oral 750 mg (kelompok B). Gambaran leukosit dalam urin pada urinalisa pertama tidak boleh >10/LPB, karena leukosit dalam urin akan bermakna bila >10/LPB (leukosituria/pyuria). Dari Urinalisa pertama tersebut didapatkan gambaran leukosit dalam urin pada 15 sampel kelompok A yang akan diberikan Levofloxacin oral 750 mg sebanyak 3 orang dengan leukosit 5/LPB dan dari 15 sampel pada kelompok B yang akan diberikan Ciprofloxacin oral 750 mg didapatkan 5 orang dengan leukosit 5/LPB . Berdasarkan analisa diatas didapatkan bahwa semua sampel tidak menunjukkan gambaran leukosituria pada urinalisa sebelum pemberian Levofloxacin oral 750 mg atau Ciprofloxacin oral 750 mg dan setelah dilakukan uji statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna kadar leukosit dalam urin antara pasien pada kedua kelompok tersebut diatas. Pada hari ke 3 setelah pemasangan Foley catheter, masing-masing kelompok (A dan B) dilakukan urinalisa kedua. Dari urinalisa kedua didapatkan gambaran leukosit dalam urin pada 15 sampel kelompok A sebanyak 7 orang dengan leukosit 5/LPB sedangkan gambaran leukosit dalam urin pada 15 sampel kelompok B didapatkan 3 orang dengan leukosit 5/LPB . Setelah dilakukan uji statistik didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna kadar leukosit dalam urin antara pasien pada kolompok A dibandingkan dengan pasien pada kelompok B. Berdasarkan dari data hasil urinalisa pertama dan kedua diatas menunjukkan bahwa Levofloxacin dan Ciprofloxacin yang diberikan secara oral dengan dosis 750 mg adalah sama-sama efektif dalam menurunkan kadar leukosit dalam urin, dimana secara teoritis sesuai dengan yang direkomendasikan dalam Guidelines Urologi dan yang ditulis dalam beberapa literatur bahwa antibiotik golongan fluorokuinolon merupakan antibiotik terpilih sebagai profilaksis terhadap ISK. Kemudian dilakukan uji statistik dengan membandingkan efektifitas masing-masing antara Levofloxacin dan Ciprofloxacin yang diberikan secara oral dengan dosis 750 mg dalam penurunan kadar leukosit dalam urin pada masing-masing kelompok sampel (Kelompok A diberikan Levofloxacin dan kelompok B diberikan Ciprofloxacin) didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna tingkat efektifitas antara Pemberian Levofloxacin oral dengan Ciprofloxacin oral dalam menurunkan insiden leukosituria sebagai profilaksis ISK pada pasien yang dipasang Foley catheter. Hal ini memang tidak sesuai dengan teori dari beberapa literatur yang mengatakan bahwa Levofloxacin merupakan antibiotik golongan fuorokuinolon generasi ketiga, dimana daya antibakterinya lebih kuat dan spektrumnya lebih luas bila dibandingkan dengan Ciprofloxacin yang merupakan golongan fluorokuinolon generasi kedua. Tetapi kedua antibiotik yang sama-sama merupakan golongan fluorokuinolon ini merupakan antibiotik yang mempunyai daya antibakteri yang kuat terhadap bakteri yang menyebabkan ISK, sehingga sampai saat ini masih direkomendasikan sebagai antibiotik profilaksis ISK.

DAFTAR PUSTAKAArikunto, S. (2002). Prosedur penelitian:Suatu pendekatan praktek edisirevisi (edisi keempat) . Jakarta: Pt.Rineka Cipta. (2009). Prosedurpenelitian: Suatu pendekatanpraktek (edisi revisi). Jakarta: PT.Rineka CiptaDarmadi . (2008). Konsep dasarkeperawatan. Jakarta: EGCBudiarto, E. (2002). Biostatistik untukkedokteran dan kesehatanmasyarakat. Jakarta: EGCCorwin, E.J. (2009). Patofisiologi: Bukusaku (Nike budhi subekti,penerjemah). Jakarta: EGCKozier, B., Erb, G., Berman, A., Synder,S.J. (2010). Buku ajar keperawatanfundamental (Esty wahyuningsih,penerjemah). Jakarta: EGCNotoatmodjo S. (2010). Metodologipenelitian kesehatan edisi Revisi.Jakarta: Penerbit Rineka CiptaPotter, P. A. & Perry A.G. (2005). Bukuajar keperawatanfundamental.(vols 1-2). Jakarta:EGCSmeltzer S. C. & Bare B. G. (2005).Keperawatan medikal bedah

1. Burkit H.J. Problem Diagnosis and Management. In: Essensial Surgery. London: Churchill Livingstone;1992.p. 405-482.2. Cravens D.D. Urinary Catheter Management. American Family Physician. 2000. http/www.findarticles.com/cf_O/m3225/2_61/59486856/print.jhtml.3. Purnomo B.B. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV Infomedika; 2000: 200-2144. Eko, Titin Nugraheni. Pemeriksaan Mikroskopis Urine untuk Diagnosis Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus. Semarang : Universitas Diponegoro. 2003.5. Hargreave T.B. Bladder and Prostate. In: Farquhansons Text Book of Operative surgery. 8th ed.London : Churchill Livingstone. 1995 : 621-653.6. Blandy JP . Lectures Notes on Urology.3th ed. Bleckwell-Scientific Publication. 1983. p. 159-2217. Brown R.B. Clinical Urology Illustrated. ADIS Health Schience Press. 1982: 54-59.8. Bahnson RR . Physiology of The Kidney, Ureter, and Bladder in Basic Science Review for Surgeous. edited by Simmons and Steed. D L WB Sondrs Company. 1990:270-287.9. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran : Berkemih (Review of Medical Physiology). Edisi 10. Diterjemahkan oleh : Adji Dharma. EGC. 1983 : 626-628.10. Rochani. Retensio Urin dalam Kedaruratan Non Medik dan Bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2000: 95-98.11. Reksoprawiro S. Ilmu Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan. Surabaya : Departemen/SMF Ilmu Bedah FK Unair/RS Dr. Soetomo.12. Kasatpibal N, Norgaard M, Sorensen H. Risk of Surgical Site Infection and Eficiency of Antibiotic Prophylaxix : A Cohort Study of Appendectomy1. Schollum J. Urinary tract infection. In: Barrat J, Opham P, Harris K, editors. Oxford desk reference: nephrology. 1st ed. New York: Oxford University Press; 2009. p. 243.2. Torpy JM. Urinary tract infection.The journal of the American Association. 2012;307(17):1877.3. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner and suddarths textbook of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia4. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman : Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 1359.pada penderita infeksi saluran kemih. Indonesian journal of clinical pathology and medical laboratory. 2006;12:110-11.5. Clarkson MR, Magee CN, Brenner BM. Pocket companion to brenner & rectors the kidney. 8th ed. 2010. p. 314-21.6. Beveridge L, Davey PG, Phillips G, McMurdo MET. Optimal management of urinary tract infection in older people. Dovepress journal. 2011;6:173-74.7. Minardi D, dAnzeo G, Cantoro D, Conti A, Muzzonigro G. Urinary tract infection in women. Dovepress journal. 2011;4:335-37.8. Mahesh E, Medha Y, Indumathi VA, Kumar PS, Khan MW, Punith K. Community-acquired urinary tract infection in the elderly. BJMP. 2011;4(1):407.9. Madappa T. Escherichia coli infections. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/217485-overview#showall10. Bien J, Sokolova O, Bozko P. Role of uropathogenic escherichia coli virulensi factors in development of urinary tract infection and kidney damage. International journal of nephrology. 2012;2012:1.