Jurnal Etik
-
Upload
alvin-gunawan -
Category
Documents
-
view
94 -
download
21
Transcript of Jurnal Etik
JURNAL ETIKKelompok 4
Page 2
MUSLIM PATIENTS AND CROSS-GENDER INTERACTIONS IN
MEDICINE: AN ISLAMIC BIOETHICAL PERSPECTIVE
Downloaded from jme.bmj.com on October 21, 2011
Page 3
ABSTRAK
Dokter pasien dengan berbagai macam keadaan hambatan bagi pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Kompetensi budaya sikap beradaptasi seseorang petugas kesehatan terhadap budaya yang ada pada populasi pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Meningkatkan kompetensi budaya sebagai cara untuk mengurangi kesenjangan kesehatan yang timbul dari perbedaan dalam nilai-nilai dan budaya antara pasien dan penyedia.
Nilai-nilai islam yang menjelaskan bagaimana sikap seorang petugas kesehatan muslim masih belum banyak ditelusuri.
Dalam upaya untuk mengeksplorasi dampak Islam pada hubungan antara pasien dan petugas kesehatan, kami menyajikan perspektif bioetika Islam dihubungkan dengan gender antara hubungan dokter pasien.
Page 4
ABSTRAK
SkenarioKlinik
Cara berpakaian
Pengucilan anggota lawan
jenis
Kontak Fisik
• Dasar-dasar hukum Islam
• Pertimbangan etika
• Mengembangkan pedoman etikolegal terkait hubungan gender dalam konteks medis
Rekomendasi Praktik
Page 5
SKENARIO KASUS
Seorang wanita 35 tahun datang ke UGD mengeluh nyeri pada kaki setelah jatuh. Pada dokumentasi keperawatan tercatat bahwa pasien telah menolak untuk membuka pakaian dan ditemani oleh seorang laki-laki saat pemeriksaan.
Ketika Anda masuk ke kamar pemeriksaan, Anda melihat seorang perempuan Afrika-Amerika yang mengenakan hijab. Anda mengulurkan tangan Anda untuk memperkenalkan diri, dan dia menanyakan Apakah disini terdapat dokter wanita?
Kasus Vignette
Page 6
PENDAHULUAN
Dilema etik muncul saat kebudayaan dan pertimbangan medis bertabrakan dengan nilai-nilai yang dipegang pasien.
Kebudayaan juga berpengaruh terhadap konsep kesehatan pasien, pemahaman dan persepsi penyakit, keyakinan mereka tentang risiko kesehatan dan harapan terhadap hubungan dokter-pasien.
Tantangan muncul sebagai kesenjangan kesehatan beberapa pasien minoritas bisa melupakan pengobatan karena pemikiran yang berbeda dari penyakit, atau mungkin menunda pengobatan karena konflik budaya, atau pengalaman diskriminasi dan kurangnya akomodasi
Pada akhir jurnal ini di jelaskan mengenai rekomendasi praktik untuk interaksi antar lawan jenis yang menjadi sensitivitas sendiri bagi kaum muslim
Page 7
ISLAM, UMAT MUSLIM, DAN PERBEDAAN PELAYANAN KESEHATAN
Page 8
Islam adalah sebuah kepercayaan monoteis yang meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi terakhir.
Muslim harus memiliki Iman didalam hatinya, dan harus mempraktikkan iman tersebut dalam kehidupan sehari-harinya (ihsan dan / atau akhlak).
Tradisi yang dimiliki oleh Islam selama 14 abad telah berkembang dan beradaptasi menjadi jalan yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh waktu, tempat dan konteks tradisi tersebut terjadi.
Page 9
Sunni dan Syi’ah
MUSLIM
Sunni
Syi’ah
Mayoritas
10-20%
PERSAMAAN
• Tauhid
• Praktik Ibadah
• Struktur Hukum
PERBEDAAN
• Otoritas Agama
• Kenabian
Page 10
Perbedaan Pelayanan Kesehatan Terhadap MuslimNilai-nilai dan konsep Islam tentang terapi Perbedaan dalam pencarian pelayanan kesehatan
Nilai-nilai dan praktik kultural perbedaan tatalaksana
Meningkatkan pengetahuan umat Muslim akan meningkatkan kebiasaan dan nilai-nilai umat Muslim dalam kesehatan
Page 11
Perbedaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Muslim
Di AS pertumbuhan Islam termasuk cepat. Di dominasi oleh afro-amerika, Asia Selatan, dan Arab
Usia harapan hidup yang rendah, meningkatnya angka kejadian penyakit, lebih spesifiknya morbiditas dan mortalitas dalam populasi tsb
Page 12
TANTANGAN
Perbedaan yang nyata dari pelayanan kesehatan kepada Muslim di dunia Barat menyebabkan timbulnya beberapa tantangan.
Pertama, umat Muslim terdiri dari berbagai ras, suku, dan etnis.
Penelitian yang sistematis hanya terfokus pada satu etnis atau kelompok saja.
Selanjutnya, kebanyakan dari sumber data pelayanan kesehatan tidak menangkap adanya hubungan religius yang kemudian akan dianalisis.
Terakhir, ketika investigasi kualitatif difokuskan kepada pengaruh budaya terhadap kebiasaan umaat Muslim dalam bidang kesehatan, studi ini seringkali memandang rendah hubungan antara ekspresi kebudayaan dengan kepustakaan agama.
Page 13
ETIKA MEDIS ISLAM DAN HUKUM ISLAM
Page 14
Etika Medis Islam dan Hukum Islam
ETIKA MEDIS ISLAM :
1. Adab : Tata krama yang bertujuan untuk mempromosikan kebajikan dan perilaku yang benar ditulis dalam istilah Islam.
2. Etikolegal : Bertujuan untuk menguraikan diperbolehkannya hukum interaksi medis, prosedur dan terapi.
STRUKTUR ETIKOLEGAL ISLAM ATAU SYARIAH:
1. Sebagai putusan hukum dan undang-undang
2. Sebagai moral Islam
Page 15
SYARIAH
Tidak lagi digunakan oleh negara-negara modern sebagai sumber hukum tunggal
Tetapi digunakan sebagai etika dasar konsep komunitas muslim.
Muslim dan praktisi sama-sama bisa merujuk ke Syariah ketika membahas pilihan terapeutik, atau mencari bantuan dari ahli hukum Islam ketika menghadapi masalah yang masih diperdebatkan dan belum terjelaskan secara gamblang.
Page 16
SYARIAH dan Ushul Fiqh
Syariah sering rancu dengan istilah fiqih
Fiqih secara linguistic berkonotasi dasar wawasan atau pemikiran untuk memaknai hukum.
Ilmu yang digunakan untuk mengidentifikasi hukum dan mengelaborasikannya disebut Ushul Fiqih.
Bioetik islam dibentuk oleh dua faktor yang pertama adalah Perkataan Tuhan dan Rasul yang kedua adalah hasil pemikiran – pemikiran para ulama fiqih berdasarkan kitab suci dan sunnah.
Page 17
USHUL AL FIQH DAN SUMBER HUKUM
Page 18
Material
Alquran
Hadits
SUMBER-SUMBER FIQH
Page 19
TUGAS AHLI HUKUM
• Merumuskan fiqh dengan memperhatikan sumber hukum Islam dan prioritas yang
ditangkap dalam ushul al-fiqh• Memperhatikan pertimbangan dan prinsip-
prinsip syari'ah.• Penilaian ini sering terjebak dalam
pendapat hukum yang tidak mengikat yang disebut Fatwa.
Page 20
Pendapat Etikolegal Islam (Fatwa) Sebagai Jendela ke Bioetika Islam
Fatwa atau pendapat hukum yang tidak mengikat yang diberikan oleh jurisconsults berfungsi sebagai
jendela ke dalam pertimbangan bioetika Islam
FATWA digunakan sebagai : • Sumber teks untuk studi• Untuk memahami legalitas medis dan studi• Sumber teks untuk memperoleh dan
memprioritaskan prinsip-prinsip bioetika Islam.
Page 21
Fatwa Memiliki Dua Aspek Penting : – Mereka didirikan pada sumber hukum dan prinsip-prinsip syariah
dan dirumuskan dalam konteks pertanyaan.
– Fungsional mereka mewakili kuasi-religius dokumen yang menginformasikan tindakan dan kebijakan.
Pertimbangan Etikolegal tentang interaksi cross-gender dalam kedokteran yang digunakan dalam makalah ini adalah
sebagian besar diambil dari literatur fatwa yang masih ada.
Page 22
HUBUNGAN ANTAR GENDER DALAM ISLAM
Page 23
Hubungan Antar Gender dalam Islam
Dress code
Seclusion
Physical
contact
Page 24
CARA BERPAKAIAN (Dress Code)
Kesopanan
Berpakaian
Page 25
Al-Nur ayat 30-31
Page 26
HADIST
“Tidak sesuai (wanita melewati usia menarche) bahwa ia menampilkan bagian-
bagian tubuh nya kecuali ini dan ini 'menunjuk ke wajah dan tangan ”(Sunan Abu Dawud)
Page 27
AURAT
Laki-laki : minimal terdiri dari pusar sampai ke lutut, dan dianjurkan menutupi bahu.
Perempuan
– Di depan wanita muslim
– Didepan wanita non-muslim
– Di depan laki-laki yang bukan muhrimnya muslim ataupun non-muslim
Tujuanya??
Page 28
Peraturan ini dimaksudkan untuk
menjaga kehormatan dan martabat
manusia
Page 29
Hukum Menutup Aurat Wanita Muslim di Depan Wanita Non-Muslim
Perbedaan pendapat timbul berdasarkan interpretasi dari ayat Al-Qur'an An - Nur ayat 31 :
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. “
Page 30
Perbedaan Pendapat
Menurut Malikı dan Hanbalı hanya area antara pusar sampai lutut wajib ditutupi.
Hanafı tidak setuju dan berpendapat bahwa wanita non-Muslim mirip dengan laki-laki non-muhrim, maka hanya wajah, tangan dan kaki yang boleh terlihat.
Dalam Shafii kedua pendapat dianggap valid
Di depan laki-laki yang Bukan Muhrimnya Muslim ataupun Non-Muslim
Menurut ijma : seorang wanita muslim harus menutupi tubuhnya kecuali tangan, wajah, dan kaki.
Page 31
2. Pengasingan (Seclusion)
“Ketika seorang laki-laki non-muhrim dan perempuan sendirian
'Setan' adalah'Ketiga di antara mereka " (Shahih al-Bukhari)
.
• Situasi di mana seorang pria dan seorang wanita keduanya terletak di tempat tertutup saja dan di mana hubungan seksual antara mereka dapat terjadi
Khalwah
Dilarang
Page 32
3. Kontak Fisik Antara Kedua Jenis Kelamin.
Janganlah datang atau mendekati perzinahan, karena ia
suatu yang memalukan (perbuatan) dan yang jahat, membuka
jalan (untuk kejahatan lainnya) '
(17:32)
• Terlarang bagi seseorang yang bukan mahramnya melakukan kontak fisik untuk mencegah keinginan yang tidak diperbolehkan
• Menurut Ijma, larangan dimaksudkan untuk mencegah 3 hal : kekhawatiran akan keinginan seksual, kenikmatan sentuhan oleh keduanya, dan kekhawatiran akan terjadinya kontak fisik yang lebih jauh
Page 33
HUBUNGAN GENDER DALAM KONTEKS MEDIS
Page 34
Hubungan Gender Dalam Konteks Medis
Hukum islam mengizinkan terjadinya perubahan dari hukum asal
pada kasus seperti ini jika dalam keadaan gawat darurat, sesuai
dengan kaidah usul fiqh «al-dharurat tubiihul mahdzuurat»
( yang Darurat memperbolehkan yang terlarang ). Pengecualian ini
berlaku selama keadaan daruratnya ada, jika sudah tidak
diperlukan lagi maka hukum akan kembali keasal.
Page 35
PRACTICE RECOMMENDATIONS
Page 36
1. Cara Berpakaian (Dress Code)
Pada saat pemeriksaan fisik pasien membuka pakaian tidak
ditunjang dengan fasilitas untuk menutupi yang layak
Komunikasi yang efektif harus menjelaskan kepada pasien
tentang keperluan mengganti busana mereka menjelaskan
bagian tubuh mana yang akan kita periksa.
Page 37
2. Pengasingan (Seclusion)
Kebanyakan pasien mungkin merasa cemas ketika berhadapan
dengan dokter terutama dirasakan selama pemeriksaan dalam.
Standarnya membutuhkan pendamping ketika sedang melakukan
pemeriksaan, sebaiknya dari jenis kelamin yang sama dengan
pasien.
Hanya dengan menjaga pintu sedikit terbuka atau memiliki pintu
dengan celah jendela akan memenuhi persyaratan hukum islam.
Page 38
3.Kontak Fisik (Physical Contact)
Kontak fisik diluar dari pemeriksaan medis dapat di interpretasikan
dalam cara yang berbeda dan tunduk pada norma-norma budaya.
Kontak fisik diluar dari pemeriksaan harus selalu di jaga dengan
hati-hati.
Seperti:
– Penggunaan termometer oral pada pasien perempuan
– Memakai sarung tangan untuk pasien laki-laki yang akan
diperiksa oleh dokter perempuan
Page 39
Resolusi Kasus
Sebaiknya dokter mengatakan kepada pasien “ Mohon maaf sayangnya saat ini tidak ada dokter wanita, adakah cara lain yang akan membuat anda lebih nyaman?”
Pasien mengatakan ia seorang muslim dan merasa tidak nyaman jika seorang laki-laki memeriksa dan melihat ke balik pakaiannya.
Setelah berdiskusi dokter dan pasien setuju bahwa pemeriksaan fisik dilakukan oleh perawat wanita dengan pengawasan langsung oleh dokter
Setelah anamnesis dan pemeriksaan, dokter dapat memberikan terapi yang sesuai dengan penyakit pasien.
Kasus Vignette
Page 40
KESIMPULAN
Page 41
Kebudayaan dibentuk oleh KEPERCAYAAN dalam beragama dan
nilai-nilai, dimana ke duanya sangat berperan dalam membentuk
prilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
“Culture is like the air we breathe, invisible but essential for life, often perceived only when quickly moving in the opposite direction”
Page 42
Penyedia layanan kesehatan harus menyadari pentingnya budaya dalam kehidupan pasien
Mentoleransi dan berusaha memahami nilai-nilai yang dianut pasien
Meminimalkan konsekuensi negatif dari perbedaan budaya dalam setiap pertemuan klinis.