PELAKSANAAN KODE ETIK DALAM ... -...
-
Upload
truongtuong -
Category
Documents
-
view
234 -
download
7
Transcript of PELAKSANAAN KODE ETIK DALAM ... -...
1
PELAKSANAAN KODE ETIK DALAM MENJALANKAN JABATAN NOTARIS
CODE OF ETHICS IN RUNNING NOTARY SERVICE
Sulhan, Syamsul Bachri, Wiwie Heryani
Program Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi: Sulhan Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081242960077 Email : [email protected]
2
ABSTRAK
Pelaksanaan kode etik dalam menjalankan jabatan notaris dalam pelaksanaannya harus berdasarkan Kode Etik Notaris Indonesia dalam kenyataannya fungsi pengawasan oleh Dewan Kehormatan tidak optimal. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui dan memahami bentuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh profesi notaris, (2) mengetahui dan memahami urgensi sanksi kode etik terhadap terwujudnya profesionalisme notaris. Penelitian ini berbentuk penelitian socio-legal research, selain mengkaji hukum secara teoritik dan normatif, juga akan mengkaji hukum dalam pelaksanaannya. Kemudian data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Dari penelitian menunjukkan bahwa pertama, Bentuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh notaris terdiri dari publikasi/promosi diri, pemasangan papan nama, kantor Perwakilan, penetapan Honorarium disebabkan karena implikasi pemberian sanksi terhadap notaris yang melakukan pelanggaran kode etik tidak memberikan efek jera dan juga karena implikasi dari sanksi yang diberikan kepada notaris hanya berdampak pada keanggotaannya dalam Ikatan Notaris Indonesia dan tidak berdampak sama sekali terhadap pelaksanaan jabatannya sebagai notaris. Kedua, Urgensi penerapan sanksi perdata, sanksi administrasi dan sanksi etika terhadap notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris sangat penting sebagai upaya untuk terwujudnya profesionalisme notaris, karena hanya dengan penerapan sanksi yang tegas akan memberikan efek secara langsung kepada notaris sehingga tidak lagi melakukan pelanggaran terhadap kode etik. Kata Kunci :Kode etik notaris.
ABSTRACT
Protection Implementation of the code of conduct in performing notarial office in the implementation of the Code must be based in reality Notary Indonesia by the oversight functions of the Honorary Board is not optimal. This study aims to (1) know and understand the form of code violations committed by the notary profession, (2) know and understand the urgency of sanctions against the establishment of a code of conduct notary professionalism. This research studies the form of socio-legal research, in addition to reviewing the theoretical and normative law, also will examine the law in practice. Then the primary data and secondary data were analyzed qualitatively and presented descriptively. Of research shows that first, Forms code violations committed by a notary consists of publications / self promotion, signage installation, Representative office, honoraria determination because the implications of sanctions against notaries who violate the code of ethics does not provide a deterrent effect and also because of the implications of the sanction given to notaries only affects membership in the Indonesian notaries Association and has no impact at all on the implementation of his position as a notary. Second, Urgency civil sanctions, administrative sanctions and penalties against the notary ethics violations Notary Code of Ethics is very important in order to realize the professionalism of a notary, because only with the application of strict sanctions will give direct effect to the notary so it no longer violates the code ethics.
Keywords: Code of conduct notary.
3
PENDAHULUAN
Notaris merupakan profesi hukum sehingga profesi notaris merupakan suatu profesi
mulia (nobile officium). Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena profesi notaris sangat
erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas
hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta yang
dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang
atas suatu kewajiban, oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus
mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (Anshori,
2009).
Profesi notaris sebagai suatu keahlian tentu baru bisa dilaksanakan kalau yang
bersangkutan melalui pendidikan kekhususan, bahkan pelaksanaan tugas notaris merupakan
pelaksanaan tugas jabatan yang esoteric, yaitu suatu profesi yang memerlukan pendidikan
khusus dan kemampuan yang memadai untuk menjalankannya (Adjie, 2009).
Kode Etik Notaris pada dasarnya berisikan pengaturan tentang hal-hal sebagai berikut:
1). Etika notaris dalam menjalankan tugasnya; 2). kewajiban-kewajiban profesional notaris;
3). etika tentang hubungan notaris dengan kliennya; 4). etika tentang hubungan dengan
sesama rekan notaris; 5) .larangan-larangan bagi notaris (Fuady, 2005).
Pada kenyataannya dalam praktik ada notaris yang melakukan semacam “promosi”
dalam menjalankan profesinya. Promosi adalah setiap upaya pemasaran yang fungsinya
adalah untuk memberikan informasi atau meyakinkan para konsumen secara aktual atau
potensial mengenai kegunaan (merits) suatu produk atau jasa (tertentu) dengan tujuan untuk
mendorong konsumen baik melanjutkan atau memulai pembelian produk atau jasa perusahaan
pada harga (tertentu) (Sastradipoera, 2003).
Notaris merupakan suatu profesi oleh karena itu, terhadapnya perlu adanya aturan
etika profesi dalam bentuk kode etik, di samping itu perlu juga bernaung dalam suatu
organisasi profesi notaris yang disebut dengan INI (Fuady, 2005).
Aliran yuridis dogmatis yang pemikirannya bersumber pada positivistis yang
beranggapan bahwa hukum sebagai sesuatu yang otonom mandiri, tidak lain hanyalah
kumpulan aturan yang tertulis saja dan tujuan pelaksanaan hukum dalam hal ini sekedar
menjamin terwujudnya kepastian hukum. Menurut aliran ini selanjutnya, meskipun aturan
hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar
bagi mayoritas warga masyarakat, hal ini tidaklah menjadi masalah, asalkan kepastian hukum
dapat terwujud (Ali, 2002).
4
Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris hukum dalam masyarakat
hingga sekarang dirasakan masih dibutuhkan dan disegani. Seorang notaris sebagai seorang
pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu
yang ditulis serta ditetapkannya (konstantir) adalah benar, karena notaris adalah pembuat
dokumen yang kuat dalam suatu proses hokum (Kie, 2000).
Notaris adalah pejabat umum yang berfungsi menjamin otentisitas pada tulisan-
tulisannya (akta). Notaris diangkat oleh penguasa negara dan kepadanya diberikan
kepercayaan dan pengakuan dalam memberikan jasa bagi kepentingan masyarakat. Hanya
orang-orang yang sudah dikenal kejujurannya serta mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dibidang hukum sajalah yang diizinkan untuk memangku jabatan notaris. Oleh karena itulah
pemegang jabatan notaris harus menjaga keluhuran martabat jabatannya dengan menghindari
pelanggaran aturan dan tidak melakukan kesalahan profesi yang dapat menimbulkan kerugian
kepada orang lain (Tamrin 2011).
Pejabat Umum adalah seseorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan
diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena notaris
ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan (gezag) dari
pemerintah (Alam, 2004).
Profesi notaris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tradisi sistem civil law. Dalam
tradisi tersebut, profesi notaris termasuk pejabat umum yang diberikan delegasi kewenangan
untuk membuat akta-akta yang isinya mempunyai kekuatan bukti formal dan berdaya
eksekusi. Jenis notariat demikian disebut notaris fungsional (notariat functionnel). Notaris
profesional (notariat professionnel) dalam tradisi sistem common law, akta-aktanya tidak
mempunyai kekuatan seperti disebutkan kendati organisasi profesi ini diatur oleh pemerintah
(Shidarta, 2006).
Tujuan dari penelitian dalam tesis ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Profesi Notaris dan untuk mengetahui dan
memahami urgensi sanksi kode etik terhadap terwujudnya profesionalisme notaris.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kota Makassar karena dinilai menjadi representasi
kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan. Kota Makassar juga memiliki jumlah penduduk
terbanyak di Sulawesi Selatan, sehingga dengan jumlah penduduk yang besar tersebut maka
5
juga akan terdapat transaksi yang membutuhkan jasa notaris. Selain itu Kota Makassar juga
merupakan kota yang menjadi sentra perekonomian di Kawasan Timur Indonesia.
Desain Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian socio-legal research, selain mengkaji hukum
secara teoritik dan normatif, juga akan mengkaji hukum dalam pelaksanaannya. Kesesuaian
antara hukum dalam perspektif normatif dan hukum dalam perspektif empiris merupakan
sebuah tuntutan realitas untuk mengefektifkan hukum dalam kehidupan.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan notaris di Makassar, Pengurus INI
Kota Makassar, Dewan Kehormatan Notaris (DKN) Kota Makassar dan Majelis Pengawas
Daerah (MPD) Kota Makassar, dan pakar hukum.
Sampel dalam penelitian ini adalah: Notaris Kota Makassar sebanyak 10 (sepuluh)
orang, Pengurus INI Kota Makassar 3 (tiga) orang, Dewan Kehormatan Notaris Kota
Makassar 3 (tiga) orang , Majelis Pengawas Daerah Kota Makassar 3 (tiga) orang. Jadi total
sampel yang menjadi Responden dalam penelitian ini yaitu: 19 (tsembilan belas orang) orang.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Wawancara
dengan mendatangi responden dengan melakukan tanya jawab langsung, tipe pertanyaan
teratur dan terstruktur, Kuesioner dengan menyediakan daftar pertanyaan tertulis yang
disusun secara sistematis yang ditujukan kepada responden, dan Dokumentasi untuk
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara deduksi
logis (syllogisme) yaitu suatu analisis yang ditujukan terhadap data sesuai dengan landasan
teori untuk memahami sifat-sifat fakta atau gejala yang benar-benar berlaku baik yang positif
maupun normatif, kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menguraikan, menggambarkan,
dan menjelaskan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
HASIL
Kondisi geografis Kota Makassar menjadi kota yang sangat strategis dilihat dari
sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul
jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.Selama ini
kebijakan makro pemerintah yang menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan
produk-produk Kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan
6
secara optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat
berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia
dan percepatan pembangunannya. Dengan demikian, Makassar memiliki keunggulan
komparatif dibanding wilayah lain di Kawasan Timur Indonesia.
Luas wilayah Kota Makassar kurang lebih 175,77 Km² daratan dan termasuk 11
pulau di Selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km². Adapun
jumlah kecamatan di Kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan.
Kota Makassar merupakan kota yang multi etnis karena penduduk Kota Makassar
kebanyakan dari Suku Makassar dan Suku Bugis selebihnya berasal dari Suku Toraja,
Mandar, Buton, Tionghoa, Jawa dan lain-lain, sehingga jumlah penduduk di Kota
Makassar sebesar kurang lebih 1,6 juta jiwa.
Berdasarkan data dokumen yang diperoleh mengenai jumlah notaris di Kota
Makassar di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Propinsi
Sulawesi Selatan, maka sampai bulan Februari Tahun 2013 terdapat 137 orang notaris.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) huruf (b) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor: M-01.HT.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan
bahwa setiap ada 50.000 (lima puluh ribu) jiwa di daerah kota dapat diangkat minimal 1
(satu) notaris. Jumlah Penduduk Kota Makassar kurang lebih 1,6 juta jiwa orang, maka
berarti jumlah notaris yang diperlukan Kota Makassar sekitar 32 orang notaris..Jumlah
notaris di Kota Makassar 137 orang berarti kuota untuk notaris untuk wilayah Makassar
sudah melebihi kuota sebagaimana yang diatur dalam peraturan.
Meskipun dalam menetapkan jumlah notaris yang diperlukan di suatu daerah bukan
hanya melihat pertimbangan dari jumlah penduduk tapi melainkan ada unsur lain seperti
tingkat perkembangan kegiatan usaha dan jumlah rata-rata akta yang dibuat di daerah
Kota Makassar, tapi berdasarkan keterangan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Propinsi Sulawesi Selatan kuota untuk penempatan notaris di kota Makassar
sudah ditutup, namun pada sisi lain jumlah masyarakat membutuhkan jasa notaris juga
sangat tinggi, oleh karena itu bahwa salah satu faktor yang menjadi pemicu seringnya
terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh notaris baik dalam menjalankan jabatan sebagai
notaris maupun dalam menjunjung tinggi nilai-nilai Kode Etik Notaris adalah jumlah
notaris yang tidak seimbang lagi dengan jumlah penduduk.
Penerapan sanksi akibat dari adanya pelanggaran yang dilakukan oleh notaris
khususnya pelanggaran terkait Kode Etik Notaris dinyatakan bahwa penerapan sanksi
tidak berjalan secara optimal karena Dewan Kehormatan dalam menjalankan tugasnya,
7
menjatuhkan sanksi kepada notaris yang melanggar kode etik hanya menjatuhkan sanksi
berupa teguran lisan dan tertulis, selebihnya dalam penerapan sanksi berupa
pemberhentian sementara, pemecatan, pemberhentian dengan tidak hormat
pelaksanaannya belum pernah terimplementasikan. Berdasarkan wawancara dari Ketua
Dewan Kehormatan Periode 2006 sampai 2009 bahwa untuk dapat menjatuhkan sanksi
berupa pemberhentian sementara, pemecatan, pemberhentian dengan tidak hormat kepada
notaris, Dewan Kehormatan hanya dapat memberikan rekomendasi kepada pengurus pusat
untuk selanjutnya pengurus pusat menentukan jenis sanksi yang akan dijatuhkan.
Berdasarkan rekomendasi dari Dewan Kehormatan dan prosedur untuk penerapan sanksi
tersebut akan ditentukan melalui kongres berdasarkan rekomendasi dari Dewan
Kehormatan melalui pengurus notaris.
Penegasan ini dipertegas dari wawancara yang dilakukan dengan notaris bahwa
meskipun di Kota Makassar banyak terjadi pelanggaran baik pelanggaran terhadap
pelaksanaan jabatannya maupun terkait pelanggaran kode etik, pemberian sanksi terhadap
notaris yang melakukan pelanggaran belum sepenuhnya optimal, sehingga Dewan
Kehormatan Notaris perlu melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap notaris
secara optimal pula.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil hipotesis pada penelitian yang lain ditemukan bahwa semakin
banyaknya notaris yang melakukan pemasangan papan nama penunjuk di luar lingkungan
kantor dengan mencantumkan nama notaris yang bersangkutan menimbulkan
permasalahan karena dianggap melakukan promosi, di samping bentuk promosi lainnya
seperti iklan, ucapan selamat, ucapan belasungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan
pemasaran dan kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah raga,
yang mencantumkan nama dan jabatannya. Hal ini dapat berakibat menimbulkan
persaingan tidak sehat diantara notaris terutama bagi notaris yang bertekad menegakkan
Kode Etik Notaris dengan baik (Farida, 2009).
Penelitian ini Jenis pelanggaran Kode Etik Notaris yang akan di bahas lebih
mendalam yaitu ada empat kategori jenis pelanggaran Kode Etik terdiri dari
publikasi/promosi diri, pemasangan papan nama, kantor perwakilan dan penetapan
honorarium, untuk lebih jelasnya jenis pelanggaran tersebut diurai lebih lanjut sebagai
berikut Publikasi/promosi diri yang dimaksudkan adalah jenis pelanggaran kode etik
notaris yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia
8
bahwa notaris dilarang melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara
bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media
cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk Iklan, ucapan selamat, ucapan belasungkawa,
ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial,
keagamaan, maupun olahraga.
Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait publikasi diri
adalah sebagai berikut: a). Mencantumkan nama dan jabatan sebagai notaris di media; b).
Secara aktif dan pasif melakukan publikasi melalui media; c). Publikasi oleh notaris yang
mencantumkan nama dan jabatan yang tidak dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik
ketika publikasi tersebut dilakukan di media notaris yang merupakan media yang
diterbitkan oleh Ikatan Notaris Indonesia.
Salah satu jenis unsur terkait publikasi atau promosi diri yang ditemukan yakni
publikasi dengan menggunakan media cetak dan kasus tersebut dalam penyelesaiannya
berjalan dengan baik karena pihak notaris yang melakukan pelanggaran bersedia
menghadap kepada Dewan Kehormatan Notaris dan menjelaskan kronologis kasus
tersebut. Berdasarkan keterangan dari notaris yang melakukan pelanggaran bahwa Dewan
Kehormatan telah melakukan pemanggilan kepadanya karena diindikasikan melakukan
pelanggaran Kode Etik Notaris dengan memasukkan nama dan jabatannya dalam media
cetak.
Menurut notaris tersebut bahwa hal terjadi bukan inisiatif dari notaris yang
bersangkutan akan tetapi inisiatif dari perusahaan dimana notaris itu berkantor. Dalam
perjanjian kontrak antara notaris sebagai penyewa kantor dan perusahaan, maka tercantum
klausula bahwa apabila perusahaan tersebut menyampaikan ucapan selamat atau
sejenisnya melalui media cetak maka perusahaan tersebut harus mencantumkan secara
jelas mulai dari direksi beserta pengurus-pengurus perusahaan dan termasuk nama dan
jabatan notaris yang melakukan kontrak kantor pada perusahaan tersebut.
Notaris yang diindikasikan oleh Dewan Kehormatan telah melakukan pelanggaran
kode etik mengakui bahwa bentuk pemasangan nama dan jabatan seorang notaris dalam
media cetak itu merupakan bentuk pelanggaran kode etik, akan tetapi notaris juga
berpendapat bahwa kesalahan itu bukan semata-mata karena notarisnya bahkan notaris
tersebut mengemukakan tidak ada niat untuk melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris
dengan pemasangan ucapan selamat melalui media cetak.
Berdasarkan hal tersebut maka Dewan Kehormatan meminta kepada notaris
tersebut untuk memberikan bukti secara tertulis dengan meminta surat secara tertulis dari
9
perusahaan notaris tempati atau disewa. Berdasarkan surat dari perusahaan tersebut
menyatakan bahwa tidak ada inisiatif dari notaris tersebut untuk melakukanpublikasi,
bahkan dalam surat keterangan yang disampaikan perusahaan tersebut berjanji tidak lagi
mengikutkan nama dan jabatan notaris tersebut ketika menyampaikan ucapan selamat atau
sejenisnya.
Menurut salah seorang notaris di Makassar bahwa terkait dengan publikasi diri
seringkali terjadi dan kemungkinan terbesar hal tersebut bisa terjadi karena notaris pura-
pura tidak mengetahui bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran Kode Etik Notaris. Ada
juga notaris yang menyatakan bahwa publikasi diri sering terjadi karena lemahnya
penerapan atau penjatuhan sanksi terhadap Kode Etik Notaris.
Notaris lainnya menyatakan bahwa publikasi diri sering terjadi karena tidak
optimalnya Dewan Kehormatan dalam melakukan pengawasan terhadap notaris dalam
rangka penegakan Kode Etik Notaris. Terkait dengan tidak optimalnya kinerja dari Dewan
Kehormatan. Dewan Kehormatan dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya
bersifat aktif dan pasif dalam seperti yang diamanahkan oleh organisasi Ikatan Notaris
Indonesia. Bersifat aktif maksudnya Dewan Kehormatan harus proaktif turun kelapangan
melakukan pengawasan terhadap notasi teridentifikasi melakukan pelanggaran kode etik
maka Dewan Kehormatan dapat menindaklanjuti dengan melakukan pemanggilan
terhadap notaris tersebut, sedangkan kewenangan yang bersifat pasif yaitu Dewan
Kehormatan hanya menerima pelaporan dari masyarakat terkait adanya dugaan
pelanggaran dari pihak notaris.
Pemasangan papan nama yang dimaksudkan adalah jenis pelanggaran Kode Etik
Notaris yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia
bahwa memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi notaris/kantor notaris di
luar lingkungan kantor. Terkait dengan pemasangan papan nama dalam Pasal 3 ayat (9)
Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia terkait kewajiban dari notaris bahwa notaris dan orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris wajib Memasang 1 (satu) buah
papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40
cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: a). Nama lengkap dan gelar
yang sah; b). Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai
notaris; c). Tempat kedudukan; d). Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan
nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus jelas
dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk
pemasangan papan nama dimaksud.
10
Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait pemasangan
papan nama adalah sebagai berikut: a). Ketika seorang notaris memasang papan nama
lebih dari satu papan nama di lokasi berbeda yang mencantumkan nama dan jabatannya
sebagai notaris; b). Memasang papan nama yang mencantumkan nama dan jabatan lebih
dari 100 meter dari kantor; c). Melebihi batas ukuran papan nama yakni lebih dari 100 cm
x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm; d). Menyatukan papan nama sebagai
notaris dan PPAT.
Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa setiap notaris hanya boleh memasang 1
(satu) buah papan yang menunjukkan identitas dari notaris mulai dari nama, jabatan,
nomor surat keterangan pengangkatan sebagai notaris, tempat kedudukan serta nomor
telepon. Apabila ingin membuat papan penunjuk untuk menunjukkan lokasi kantor, maka
papan penunjuk tersebut hanya boleh bertuliskan notaris dan tidak memuat identitas diri
dari notaris tersebut.
Menurut salah seorang notaris di Makassar bahwa terjadinya pelanggaran terkait
papan nama itu karena tidak optimalnya Dewan Kehormatan dalam melakukan
pengawasan secara aktif maupun secara pasif. Dengan demikian disimpulkan bahwa
ketika pengawasan berjalan secara optimal yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan,
bentuk pelanggaran semacam itu tidak mungkin terjadi.
Kantor perwakilan yang dimaksudkan adalah jenis pelanggaran Kode Etik Notaris
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia bahwa
Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.
Untuk wilayah Kota Makassar notaris yang membuka kantor cabang bisa
dipastikan tidak ada, tapi dipersamakan jika seorang notaris menempatkan pegawainya di
bank tertentu dengan maksud ketika bank memerlukan koordinasi ataupun urusan dengan
notaris maka pihak perbankan dengan segera dapat menghubungi pegawai notaris tersebut
yang ditugaskan oleh notaris untuk tetap berada di bank. Dengan pelayanan yang
demikian diberikan oleh notaris maka pihak bank merasa lebih mudah lagi dalam
berkoordinasi dengan notaris tersebut, akan tetapi hal demikian merupakan suatu bentuk
pelanggaran Kode Etik Notaris yang menjurus ke arah persaingan tidak sehat antara
sesama rekan notaris.
Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait kantor
perwakilan adalah sebagai berikut: a). Membuka kantor lebih dari satu; b). Tidak
mencabut papan nama di lokasi kantor notaris sebelumnya dengan demikian dapat
11
berindikasi terhadap pembukaan kantor perwakilan; c). Menempatkan staf atau karyawan
notaris di bank tertentu.
Menurut salah seorang notaris di Makassar bahwa dalam kenyataannya ada notaris
yang sengaja menempatkan pegawainya di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
di Makassar agar hubungan dengan bank lebih mudah, berjalan lancar dan cepat, akan
tetapi setelah dilakukan wawancara dengan notaris yang dimaksud yang menempatkan
pegawainya di bank, notaris tersebut tidak mengakuinya bahkan menyatakan tidak setuju
dengan notaris yang menempatkan pegawainya di bank karena melanggar Kode Etik
Notaris. Padahal berdasarkan wawancara dari beberapa notaris di Makassar rata-rata
mengetahui bahwa notaris tersebut menempatkan pegawainya di salah satu bank swasta di
Makassar.
Dewan Kehormatan dalam hal ini seharusnya menjadi pihak yang menindaklanjuti
pihak notaris yang menempatkan pegawainya di bank, tapi sampai saat ini Dewan
Kehormatan tidak pernah melakukan tindakan apa-apa dengan dalil bahwa susah untuk
pada pembuktiannya, bahkan sangat ironi karena sampai saat ini hal tersebut masih
berjalan dan bahkan rekan-rekan notaris lainnya mengetahui adanya pelanggaran kode
etik tersebut.
Dengan demikian dinyatakan bahwa salah satu faktor pendukung untuk
menegakkan Kode Etik Notaris yaitu nurani individu dari notaris. Hal ini bermakna bahwa
harus ada kesadaran pada diri pribadi masing-masing notaris dalam menjaga keluhuran
dan budi pekerti jabatan notaris, dengan optimalisasi pelaksanaan KodeEtik Notaris dapat
member kontribusi yang besar terhadap sesama notaris dan kewibawaan organisasi dan
profesi jabatan tersebut.
Penetapan honorarium yang dimaksudkan adalah pelanggaran kode etik notaris
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (10) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia bahwa
menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah
dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.
Ketua Ikatan Notaris Indonesia wilayah Sulawesi Selatan dan Barat menyatakan
selama ini honor minimal tidak pernah dibicarakan selama UUJN diberlakukan tapi pada
masa Peraturan Jabatan Notaris para notaris pernah membuat kesepakatan tentang batas
minimal dengan jumlah lima ratus ribu rupiah per akta. Pada saat UUJN diberlakukan
maka seakan-akan kesepakatan yang telah terjadi tidak berlaku lagi. Oleh karena itu
seharuanya organisasi harus membicarakan kembali tentang batas minimal honorarium
notaris. Dengan belum adanya kesepakatan dari perkumpulan mengenai batas minimum
12
sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
sehingga berdampak pada adanya persaingan tidak sehat antara sesama notaris
sebagaimana dalam Pasal 4 ayat (9) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia bahwa
melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah
timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan notaris.
Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait honorarium
adalah sebagai berikut: a). Menetapkan honor lebih dari 1%; b). Menetapkan honor di
bawah hasil kesepakatan perkumpulan; c). Nilai Nominal honorararium dibawa lima ratus
ribu rupiah) per akta.
Menurut salah seorang pakar Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
bahwa terkait penetapan honorarium, selain menetapkan honorarium maksimum,
seharusnya ada juga batasan minimum terkait honorarium yang diterima oleh notaris atas
pelayanan hukum yang diberikan kepada kliennya. Urgensi Dengan penetapan honorarium
maksimum dan minimum yaitu penetapan honorarium maksimum dimaksudkan agar tidak
ada unsur pemerasan dalam penetepan honor notaris yang sangat tinggi terkait pemberian
pelayanan jasa hukum kepada klien, sedangkan pentingnya penetapan honorarium
minimum dimaksudkan untuk menghindari persaingan tidak sehat antara sesama rekan
notaris.
Berdasarkan hal tersebut seharusnya disepakati adanya batas maksimum dan
minimum dalam penetapan honorarium agar terwujud suatu keseragaman terkait tarif
pelayanan jasa oleh notaris sehingga dapat berimplikasi pada keluhuran jabatan notaris
dan meminimalisir timbulnya persaingan tidak sehat antara sesama notaris.
Menurut salah seorang notaris bahwa ada hal esensial yang lebih penting harus
diurusi oleh Dewan Kehormatan selain mempermasalahkan honorarium, karena terkait
honorarium pembuktiannya susah dibuktikan, oleh karena saran dari notaris tersebut
sebaiknya Dewan Kehormatan lebih fokus terhadap jenis pelanggaran kode etik lainnya
yang jauh lebih penting untuk ditindak lanjuti.
Pelaksanaan penegakan Kode Etik Notaris dari Dewan Kehormatan belum optimal
karena tugas tersebut bukan merupakan pekerjaan utama dari Dewan Kehormatan, akan
tetapi pekerjaan tersebut dijalani sebagai wujud tanggung jawab kepada negara dalam
melakukan pengawasan terhadap penegakan Kode Etik Notaris, selain itu tidak
optimalnya kinerja dari Dewan Kehormatan karena tidak adanya honor bagi Dewan
Kehormatan.
13
Tidak optimalnya kinerja dari Dewan Kehormatan dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya karena tidak adanya SOP (Standard of Procedur). SOP penting dalam
rangka sebagai penegasan dalam melakukan fungsi-fungsi serta kewenangan yang dimiliki
Dewan Kehormatan, SOP diperlukan sebagai dasar pemeriksaan dan pengawasan terhadap
notaris, agar supaya tidak terjadi pemeriksaan yang bersifat subjektif dan penentuan
keputusan oleh Dewan Kehormatan atas pelanggaran tersebut.
Penerapan sanksi sangat penting dalam rangka mewujudkan profesionalisme
notaris, olehnya itu ketika sanksi-sanksi yang telah ada dan belum memberikan kontribusi
besar terhadap peningkatan profesionalisme kerja notaris, maka seharusnya ada sanksi
tambahan yang diberlakukan yang tentunya terlebih dahulu disepakati oleh sesama notaris
yaitu sanksi berupa denda, karena sanksi denda tentu akan memberikan efek secara
langsung ketika seorang notaris melakukan pelanggaran terkait Kode Etik Notaris.
Urgensi sanksi kode etik sangat penting dalam rangka terwujudnya
profesionalisme notaris karena dalam kerangka efektifnya peraturan diperlukan adanya
sanksi, sebab sanksi akan memberikan efek memaksa dan jera terhadap pihak-pihak yang
melakukan pelanggaran. Dengan demikian dikatakan bahwa setiap peraturan memiliki
sifat memaksa sebagai bentuk perlindungan hukum hanya saja pihak yang terkait dalam
penegakan Kode Etik Notaris tidak menjalankan serta tidak menerapkan secara efektif
penjatuhan sanksi bagi notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris.
Dalam upaya penjatuhan sanksi kepada notaris juga mengandung makna bahwa
notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik menurut
undang-undang jabatan notaris sekaligus sebagai jabatan yang terhormat sehingga secara
organisasi maupun secara pribadi perlu dijaga martabat dan kewibawaannya sebagai
pembuat akta otentik. Honorarium
KESIMPULAN DAN SARAN
Bentuk Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh profesi notaris terdiri dari
publikasi/promosi diri, pemasangan papan nama, kantor Perwakilan, penetapan. Hal ini
disebabkan terjadi karena merupakan implikasi penjatuhan sanksi terhadap notaris yang
melakukan pelanggaran kode etik tidak memberikan efek jera dan juga karena implikasi dari
sanksi yang dijatuhkan kepada notaris hanya berdampak pada keanggotaannya dalam Ikatan
Notaris Indonesia dan tidak berdampak sama sekali terhadap pelaksanaan jabatannya sebagai
notaris.
14
Urgensi penerapan sanksi perdata, sanksi administrasi dan sanksi etika terhadap
notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris sangat penting sebagai upaya untuk
terwujudnya profesionalisme notaris, karena hanya dengan penerapan sanksi yang tegas akan
memberikan efek secara langsung kepada notaris sehingga tidak lagi melakukan pelanggaran
terhadap kode etik. Selain itu pengurus dari Dewan Kehormatan juga harus melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai garis organisasi sehingga terwujudnya profesionalisme
notaris bukan hanya dari notaris tapi juga dari pengurus Dewan Kehormatan.
Dewan Kehormatan perlu mengadakan penindakan yang tegas untuk memberikan efek
jera kepada notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris yang terdiri dari
publikasi/promosi diri, pemasangan papan nama, kantor Perwakilan dan penetapan
Honorarium karena dengan penindakan akan menegakkan nilai-nilai kehormatan terhadap
jabatan dan organisasi notaris.
Dewan Kehormatan yang berwenang untuk menegakkan Kode Etik Notaris
hendaknya terdiri dari 5 (lima) orang, dengan komposisi 2 (dua) orang dari unsur notaris, 1
(satu) orang dari unsur akademisi, 1 (satu orang) dari unsur lembaga pemerintah terkait dan 1
(satu) orang dari unsur pemerhati hukum supaya Dewan Kehormatan dapat bekerja secara
optimal, akan tetapi jika Dewan Kehormatan tidak dapat bekerja secara optimal maka
sebaiknya pelanggaran atas Kode Etik Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris.
DAFTAR PUSTAKA Adjie, Habib. (2009). Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik. Bandung: Refika Aditama. Alam, Wawan Tunggu. (2004). Memahami Profesi Hukum. Bandung: Milenia Populer Ali, Ahmad. (2002). Menguak Tabir Hukum. Jakarta: Gunung Agung. Anshori,Abdul Ghofur. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan
Etika. Yogyakarta: UII Press. Farida. (2005). Penggunaan Hak Ingkar Dalam Pemberian Kesaksian oleh Notaris dalam
Perkara Perdata dan Pidana. Bandung:Tesis Universitas Padjadjaran. Fuady Munir. (2002). Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Bandung: Citra
Aditya Bakti. _________. (2005). Profesi Mulia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Kie, Tan Thong. (2000). Buku I Studi Notarial Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar
Baru. Sastradipoera, Komaruddin. (2003). Manajemen Marketing Suatu Pendekatan Ramuan
Marketing. Bandung: Kappa Sigma. Sidharta. (2006). Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir.
Bandung:Refika. Tamrin, Husni.(2001). Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.