Jurnal BM
-
Upload
anita-carolina -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of Jurnal BM
Gangguan Kuantitatif Platelet
Beberapa penyakit bawaan menyebabkan trombositopenia, termasuk immune
thrombocytopenia purpura (ITP) dan thrombotic thrombocytopenia purpura (TTP). Contoh
dari trombositopenia yang diperoleh secara sekunder terhadap gangguan medis lain termasuk
pengasingan platelet pada pasien splenomegali, kegagalan produksi platelet pada penyakit
myeloproliferatif seperti leukemia, AIDS yang berhubungan dengan trombositopenia, yang
tergantung pada efek HIV pada megakaryosit. Iatrogenik menginduksi trombositopenia,
sehingga terjadi penekanan pada sum-sum tulang akibat kemoterapi dan kadang terlihat
sebagai komplikasi dari terapi heparin. Perawatan untuk pasien trombositopenia biasanya
meliputi transfusi platelet.
Gangguan Kualitatif Platelet
Gangguan kualitatif platelet bawaan terjadi bersamaan dengan von Willebrand’s disease.
Faktor von Willebrand mempunyai peran pada perlekatan platelet dan pada keseimbangan
faktor VIII, sehingga pasien dengan von Willebrand’s disease memiliki gangguan perlekatan
kualitatif platelet. Gangguan kualitatif platelet sekunder pada kondisi medis lainnya terlihat
pada pasien urenik dengan gagal ginjal yang memperlihatkan penurunan perlekatan platelet.
Iatrogenik menginduksi perubahan kualitas platelet yang terjadi bersamaan dengan
clopidogrel (Plavix) dan dengan pengobatan non-steroidal anti-inflammatory (NSAID).
Aspirin menjadi perhatian khusus karena efek terhadap perlekatan platelet yang irreversibel.
Untuk membalikkan efek aspirin, penggunaan aspirin harus dihentikan dalam waktu yang
cukup agar produksi jumlah platelet menjadi adekuat. Perawatan dari masalah kualitatif
platelet biasanya mencakup perawatan etiologi yang mendasar (misalnya dialisis untuk
mengkoreksi uremia atau pantangan mengkonsumsi aspirin selama 7-10 hari sebelum
melakukan pembedahan). Untuk von Willebrand’s disease, DDAVP (desmopressin, analog
sintesis vasopressin) efektif, sebagaimana menginduksi pelepasan faktor von Willebrand dari
sel endotel yang segera meningkat pada faktor von Willebrand.
Gangguan Faktor Koagulasi
Banyak kondisi yang terlihat secara umum pada faktor koagulasi termasuk hemofilia A
(defisiensi faktor VII), hemofilia B (defisiensi faktor IX) dan von Willebrand’s disease
(ketidakstabilan faktor VIII). Koagulapati bawaan dikoreksi dengan kombinasi ulang
pergantian faktor (VIII atau IX) dengan plasma beku atau dengan cryoprecipitate.
Penambahan untuk menghasilkan pelepasan faktor von Willebrand dari sel endotelial,
DDAVP juga menyebabkan faktor VIII dilepaskan dari hati, menghasilkan 3-5 peningkatan
dalam plasma faktor VIIIdalam 30 menit, jadi DDAVP bermanfaat dalam hemofilia A (tapi
tidak pada hemofilia B). von Willebrand’s disease mempunyai banyak subtipe dan DDAVP
bermanfaat untuk beberapa subtipe tapi tidak untuk jenis lain. Kondisi medis lainnya
mempengaruhi koagulasi protein termasuk defisiensi vitamin K dan gagal ginjal kronis
seperti penjelasan sebelumnya. Iatrogenik menginduksi koagulapati terlihat pada efek dari
warfarin (mempengaruhi koagulasi jalan ekstrinsik dan diukur dari prothrombin time (PT)
dan INR) dan dengan heparin (mempengaruhi koagulasi jalan intrinsik dan diukur dengan
partial thromboplastin time (PTT) aktif).
Pada pasien dengan kondisi hematologi mempengaruhi perdarahan yang berlebihan, bedah
oral dan maksilofasial dapat juga mempertimbangkan pengukuran lokal untuk mencegah
kerusakan lanjut dari pembekuan darah. Sebagai contoh, asam epsilon aminokaproik dan
asam traneksamik (agen fibrinolitik) keduanya dapat digunakan secara topikal sebagai obat
kumur intra oral.
Sistem Imunologi
HIV/AIDS
HIV adalah retrovirus yang berikatan dengan reseptor CD4 dari sel pejamu, termasuk
leukosit, menyebabkan kerusakan dalam imunitas sel mediasi. Pasien dengan
immunokompresi memiliki resiko terhadap bakteri oportunistik, virus, jamur dan infeksi
protozoa (contohnya sarkoma kaposi, limfoma non-Hodgkin). HIV ditularkan melalui
mekanisme darah dan kontak seksual mempengaruhi beberapa sistem organ dengan
komplikasi jantung dan pernapasan, saraf (contoh AIDS, demensia), gangguan ginjal (HIV
yang berhubungan dengan nepropati), kelainan hematologi (AIDS yang berhubungan dengan
trombositopenia) dan yang lainnya. Walaupun waktu paparan HIV dengan waktu
perkembangan HIV berlangsung jauh dan sangat lama, masa periode inkubasinya dilaporkan
sekitar 10 tahun. Obat yang digunakan untuk mengobati HIV/AIDS bertujuan untuk
menghambat transkripsi, inhibisi protease virus dan menutup jalan HIV ke sel.
Dua tes spesifik yang sering digunakan pada pasien HIV/AIDS. Pengukuran virus sangat
penting, tidak hanya untuk mendiagnosa penyakit tapi juga memantau efektifitas dari terapi
antivirus. Level dari immunosupresi dievaluasi dari perhitungan CD4 dimana berkorelasi
dengan faktor resiko infeksi oportunistik. Perhitungan CD4 juga penting dalam menentukan
kapan waktu untuk terapi antivirus selanjutnya. Jumlah CD4 normal 600 sel/µl. Pada pasien
asimtomatik, terapi antivirus dianjurkan ketika jumlah CD4 350 sel/µl.
Pada pasien AIDS yang akan dilakukan pembedahan oral dan maksilofasial diperlukan tes
laboratorium sebelum bedah. Termasuk pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati, tes
koagulasi, blood urea nitrogen (BUN), kadar kreatinin untuk mengevaluasi HIV yang
berhubungan dengan neuropati, radiografi dada dan EKG untuk mengevaluasi komplikasi
jantung dan pernafasan, dan perhitungan CD4 untuk pasien dengan penyakit imun. Pada
pasien dengan virus yang diketahui rendah atau tidak terdeteksi dan normal CD4 tidak ada
penanganan khusus untuk pembedahan. Bagaimanapun, pasien dengan jumlah CD4 yang
rendah harus dilindungi dengan antibiotik profilaktik.
Sistem Saraf
Kelainan Seizure (Kejang)
Kejang terbagi menjadi berbagai variasi, dapat berupa generalisata atau lokalisata, tonic-
clonic (grand mal) atau absence (petite mal). Kejang tonic-clonic generalisata dapat
ditentukan dalam banyak kondisi, seperti demam tinggi (khususnya anak-anak), hipoksia
serebral, celah intra kranial, lesi okupasi (contohnya tumor otak), trauma kepala, stroke,
meningitis, obat inhalasi (etanol), overdosis anastesi lokal, dan lain-lain. Epilepsi adalah
kelainan saraf yang sering kambuh yang berhubungan dengan aktifasi abnormal dari jalan
kortikal.