JURNAL -ANGGA NUGRAHA
-
Upload
aroma-harum -
Category
Documents
-
view
133 -
download
0
description
Transcript of JURNAL -ANGGA NUGRAHA
ANALISIS KAFEIN DALAM BIJI KOPI (Coffea sp.) TERHADAP
INFERTILITAS WANITA
ANGGA NUGRAHAFakultas Kedokteran Universitas Lampung
No. Telpon: 085363047351. Email: [email protected]
Kopi merupakan komoditas unggulan perkebunan Provinsi Lampung, dalam secangkir kopi mengandung sekitar 85mg kafein. Kafein merupakan senyawa alkaloid dengan nama 1, 3, 7 - trimethylxanthine atau 1, 3, 7 – trimetil – 2 , 6 – dioxopurin. Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan efek kafein terhadap infertilitas pada wanita.. Metode penulisan dengan cara informasi data sekunder dari beberapa hasil penelitian serta penelusuran pustaka. Dari hasil penelitian dan penelusuran pustaka didapatkan bahwa kafein memiliki efek penurunan infertilitas pada wanita dengan cara menghambat kontraksi otot polos dinding tuba fallopi dan menimbulkan efek psikis berupa kecemasan yang mengganggu hormon kehamilan pada wanita.
Kata kunci : kafein, tuba fallopi, infertilitas, cemas.
PENDAHULUAN
Penggunaan tanaman yang memiliki khasiat
pengobatan telah lama digunakan oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini didukung
oleh wilayah Indonesia yang beriklim tropis
sehingga memiliki kekayaan alam yang
melimpah. Tanaman kopi cukup dikenal
masyarakat Indonesia, terutama
pemanfaatan biji kopi yang diolah menjadi
minuman berbagai kalangan.
Dari Data statistik Dinas Perkebunan
Provinsi Lampung menunjukan kopi
merupakan komoditas unggulan pada tahun
2009 dengan luas lahan 162,954 Ha. dan
hasil produksi mencapai 145,191 ton.
(Dinas Perkebunan Provinsi Lampung,
2009)
Pada data Statistik Perkebunan 2009-2011
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal
Perkebunan mengatakan bahwa pencapaian
produksi kopi Lampung pada tahun 2010
mencapai 145.053 ton. (Kementrian
Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan,
Statistik Perkebunan 2009-2011)
1
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa
Provinsi Lampung memiliki potensi besar
dalam bidang perkebunan kopi,
pemanfaatan kopi sebagai minuman
memiliki keuntungan dan kerugian
tersendiri. Jika dikonsumsi dalam batas
sewajarnya kopi justru memiliki efek yang
menguntungkan tetapi apabila dikonsumsi
berlebihan, kandungan kafein dalam kopi
bisa menyebabkan beberapa gangguan
dalam tubuh.
Kafein (C8H10N4O2) yang juga dikenal
dengan nama 1, 3, 7 - trimethylxanthine
atau 1, 3, 7 – trimetil – 2 , 6 – dioxopurin
diklasifikasikan sebagai alkaloid. Kafein
merupakan produk akhir dari metabolisme
nitrogen pada beberapa tanaman. Kafein
dalam bentuk murni sebagai kristal putih,
memiliki massa molar 194,19 gram /mol,
mudah larut dalam air dan dalam banyak
pelarut organik. Dan lebih dari enam puluh
tanaman, termasuk kopi, teh, biji kola, dan
coklat, menghasilkan kafein dari purin
xanthine. Dengan demikian, kafein
merupakan kandungan alami dalam kopi,
teh, cokelat, dan minuman cola. (BPOM-RI
2012).
Dari beberapa literatur, diketahui bahwa
kopi dan teh banyak mengandung kafein
dibandingkan jenis tanaman lain, karena
tanaman kopi dan teh menghasilkan biji
kopi dan daun teh dengan sangat cepat,
sementara penghancurannya sangat lambat.
Berikut adalah kandungan kafein dalam
beberapa produk :
Tabel 1Kandungan Kafein dalam
Makanan/Minuman
ProdukKandungan
kafein
Secangkir Kopi
Secangkir Teh
Sebotol Coco cola
Minuman energy
(kratingdaeng, M-150,
Galin Bugar, dll )
85 mg
35 mg
35 mg
50 mg
(Putra dan Hermanto, 2003).
Batas konsumsi kafein maksimum yang di
anjurkan oleh BPOM-RI dalam Surat
2
Keputusan Kepala Badan POM adalah 150
mg/hari dibagi minimal dalam 3 dosis. Kopi
dapat mengandung 50-200 mg kafein per
cangkir tergantung penyeduhan. Untuk teh
dapat mengandung 40-100 mg kafein per
cangkir. Berdasarkan Surat Keputusan
tersebut diatas, batas kandungan kafein
dalam minuman adalah 50 mg per sajian.
(BPOM-RI, 2004)
Sebuah studi tentang hubungan antara
penurunan kesuburan wanita terhadap
konsumsi kafein di Amerika Serikat
menunjukan bahwa wanita yang
mengkonsumsi kafein 300 mg/hari atau
setara dengan tiga cangkir kopi memiliki
resiko penurunan kesuburan hingga 27%
dan wanita yang mengkonsumsi kafein
kurang dari 300 mg/hari hanya mengalami
penurunan fertilitas sekitar 10%. (Hatch EE
dan Bracken MB. 1993). Bukan hanya
penurunan kesuburan pada wanita tetapi
konsumsi kafein dalam dosis yang tinggi
oleh wanita hamil juga bisa menyebabkan
keguguran, hal ini telah diteliti oleh De-
Kun Li, dkk dalam American Journal of
Obstetrics and Gynecology pada tahun
2008.
Kafein mempunyai efek relaksasi otot
polos, terutama otot polos bronchus,
merangsang susunan saraf pusat, otot
jantung, dan meningkatkan diuresis.
a. Jantung, kadar rendah kafein dalam
plasma akan menurunkan denyut
jantung, sebaliknya kadar kafein dan
teofilin yang lebih tinggi menyebabkan
tachicardi, bahkan pada individu yang
sensitif mungkin menyebabkan aritmia
yang berdampak kepada kontraksi
ventrikel yang premature.
b. Pembuluh darah, kafein menyebabkan
dilatasi pembuluh darah termasuk
pembuluh darah koroner dan pulmonal,
karena efek langsung pada otot
pembuluh darah
c. Sirkulasi Otak, Resistensi pembuluh
darah otak naik disertai pengurangan
aliran darah dan PO 2 di otak, ini diduga
3
merupakan refleksi adanya blokade
adenosine oleh Xantin (Farmakologi UI,
1995)
Infertilitas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk mengandung
(hamil) setelah selama 12 bulan melakukan
hubungan seksual tanpa pengaman (alat
kontrasepsi). Spektrum infertilitas
mencakup berkurangnya laju konsepsi atau
dibutuhkannya intervensi medis hingga
penyebab infertilitas yang ireversibel
(sterilitas). (Siti, 2009)
Fungsi menstruasi yang abnormal
merupakan penyebab tersering infertilitas
pada perempuan. Kelainan tersebut dapat
bermanifestasi sebagai menore atau siklus
menstruasi yang pendek atau tidak teratur.
Penyakit tuba dapat disebabkan oleh
penyakit panggul inflamasi, apenditis,
endometriosis, perlengketan daerah
panggul, operasi daerah tuba dan riwayat
penggunaan spiral/intrauterine device
(IUD). Endometriosis didefinisikan sebagai
adanya kelenjar atau stroma endometrial di
luar rongga endometrium dan otot uterus.
Endometriosis mungkin pula tidak
menunjukan manifestasi klinis dan hanya
bisa disingkirkan secara tepat dengan
laparoskopi. (Siti, 2009)
Penelitian kedokteran juga menemukan
bahwa peningkatan kadar prolaktin dan
kadar Lutheinizing Hormon (LH)
berhubungan erat dengan masalah psikis.
Kecemasan dan ketegangan cenderung
mengacaukan kadar LH, serta kesedihan
dan murung cenderung meningkatkan
prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat
mengganggu pengeluaran LH dan menekan
hormon gonadotropin yang mempengaruhi
terjadinya ovulasi. (Kasdu, 2001)
Kesuburan wanita secara mutlak
dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis
dan anatomis, di mana proses fisiologis
tersebut berasal dari sekresi internal yang
mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini
kesuburan wanita itu merupakan satu unit
4
psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor psikis dan faktor
organis atau fisis. Kesulitan- kesulitan
psikologis ini berkaitan dengan koitus dan
kehamilan, yang biasanya mengakibatkan
ketidakmampuan wanita menjadi hamil.
(Purba, 2011)
Oleh sebab itu, penulis melakukan
penelusuran pustaka efek kafein terhadap
infertilitas wanita. Bentuk penelusuran
pustaka terutama yang berhubungan dengan
penelitian-penelitian efek antiimplantasi,
efek estrogenik dan faktor psikis yang
ditimbulkan kafein terhadap fertilitas
wanita.
PEMBAHASAN
Salah satu faktor yang berhubungan dengan
infertilitas telah disepakati bahwa
penghantaran oocyte melalui tuba fallopi
(Croxatto, 2002). Pada mencit, tuba fallopi
menunjukan aktifitas elektrik spontan atau
disebut dengan slow waves. (Dixon dkk.,
2009). Dalam studi yang sama
menunnjukan bahwa gelombang lambat
yang dihasilkan oleh populasi sel
pacemaker yang disebut dengan Oviduct
Interstitial Cells of Cajal (ICC-OVI).
Normalnya, pada siklus bulanan, satu ovum
dikeluarkan dari folikel ovarium masuk ke
dalam rongga abdomen didekat dua tuba
fallopi yang mempunyai ujung berfimbria.
Ovum ini kemudian berjalan melewati salah
satu tuba fallopi menuju uterus; jika ovum
tersebut sudah dibuahi oleh sperma, akan
tertanam dalam uterus, tempat ovum
tersebut akan berkembang menjadi fetus,
plasenta, dan membran fetus dan akhirnya
menadi seorang bayi. (Guyton, 2007).
Kafein merupakan obat yang banyak
digunakan untuk studi otot polos, dan
diketahui minimal memiliki tiga efek besar:
1. Stimulasi pelepasan Ca2+ dari reseptor
ryanodine (RyR) di kanal membran
plasma sel atau store-operated calcium
channels (SOC channels).
2. Penghambatan reseptor IP3.
5
3. Penghambatan nukleotida siklik
phosphodiesterases (PDEs).
Pada penelitian lain mengemukakan bahwa
efek kafein pada otot tuba fallopi tidak
dipengaruhi oleh ryanodine, hal ini
menunjukan bahwa efek ini terutama bukan
karena stimulasi obat sehingga melepaskan
ion Ca2+. Lebih jauhnya, berbeda dengan
hiperpolarisasi yang disebabkan oleh
kafein, reseptor IP3 antagonis 2-aminoethyl
diphenylborinate (2-APB) menyebabkan
depolarisasi. (Dixon dkk. 2011)
Dalam beberapa studi sebelumnya tentang
dinding otot polos, peningkatan cAMP
mengakibatkan hiperpolarisasi dan
penghambatan aktifitas listrik dan akitifitas
mekanik secara spontan. (Von der Weid
dkk, 1996)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Dixon dkk pada tahun 2011, ia menemukan
pemberian kafein pada myosalpinx
menyebabkan hiperpolarisasi membran
tergantung dosis dan penurunan frekuensi
pacemaker myosalpinx pada tuba fallopi.
Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa
kafein menghambat kontraksi otot tuba
fallopi yang merupakan efek peningkatan
kadar cAMP sitosol ketika kafein
menghambat pada PDEs. Saat
hiperpolarisasi yang disebabkan oleh
pembukaan kanal Katp , membran potensial
mengalami pergeseran dan juga membuka
kanal Ca2+ sehingga terjadi relaksasi.
Hiperpolarisasi yang menyebabkan aktifasi
kanal Katp tersebut menyebabkan
penghambatan kontraksi otot tuba fallopi
secara spontan yang merupakan mekanisme
penting untuk menghantar telur sepanjang
tuba fallopi. Oleh karena itu jelaslah
mengapa wanita yang mengkonsumsi
kafein tinggi memakan waktu lebih lama
untuk hamil dibanding wanita yang tidak
mengkonsumsi kafein.
Selain itu, efek konsumsi kafein dapat
menimbulkan kecemasan dan gangguan
tidur. (MediaKom KemenKes-RI, 2011)
6
Penelitian kedokteran juga menemukan
bahwa peningkatan kadar prolaktin dan
kadar Lutheinizing Hormon (LH)
berhubungan erat dengan masalah psikis.
Kecemasan dan ketegangan cenderung
mengacaukan kadar LH, serta kesedihan
dan murung cenderung meningkatkan
prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat
mengganggu pengeluaran LH dan menekan
hormon gonadotropin yang mempengaruhi
terjadinya ovulasi (Kasdu, 2001)
Keadaan wanita yang lebih rileks ternyata
lebih mudah hamil dibandingkan dengan
wanita yang selalu dalam keadaan stres.
Adapun perasaan tertekan atau tegang yang
dialami wanita tersebut berpengaruh
terhadap fungsi hipotalamus yang
merupakan kelenjar otak yang mengirimkan
sejumlah sinyal untuk mengeluarkan
hormon stres keseluruh tubuh. Hormon
stress yang terlalu banyak keluar dan lama
akan mengakibatkan rangsangan yang
berlebihan pada jantung dan melemahkan
sistem kekebalan tubuh. Kelebihan hormon
stres juga dapat mengganggu keseimbangan
hormon, sistem reproduksi ataupun
kesuburan. Pernyataan ini seperti
dikemukakan oleh Mark Saver pada
penelitiannya tahun 1995, mengenai
Psychomatic Medicine yang menjelaskan
bahwa wanita dengan riwayat tekanan jiwa
kecil kemungkinan untuk hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak
mengalaminya. Hal ini terjadi karena
wanita tersebut mengalami
ketidakseimbangan hormon (hormon
estrogen). Kelebihan hormon estrogen akan
memberikan sinyal kepada hormon
progesteron untuk tidak berproduksi lagi
karena kebutuhannya sudah mencukupi.
Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon
progesteron yang berpengaruh terhadap
proses terjadinya ovulasi. (Kasdu, 2001)
Efek psikis terutama yang ditimbulkan oleh
konsumsi kafein ini juga berdampak pada
kesuburan wanita, sehingga dapat
mempengaruhi proses kehamilan.
7
KESIMPULAN
Kafein memiliki efek penghambatan
kontraksi dinding otot tuba fallopi melalui
konduktans regulasi cAMP dan
menimbulkan efek psikis berupa kecemasan
yang mengganggu hormon kehamilan pada
wanita.
DAFTAR RUJUKAN
Badan POM. 2004. Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Tanggal Akses 24 Juni 2012.
Badan POM. 2012. Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman. Tanggal Akses 24 Juni 2012.
Croxatto HB. 2002. Physiology of gamete and embryo transport through the fallopian tube. Reprod Biomed Online 4: 160–169.
De-Kun Li, dkk. 2008. Maternal caffeine consumption during pregnancy and the risk of miscarriage: a prospective cohort study. Tanggal Akses 25 Juni 2012.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2009. 7 Komoditas Unggulan Provinsi Lampung. Tanggal Akses 24 Juni 2012.
Dixon. Dkk. 2009. Inhibitory effect of caffeine on pacemaker activity in the oviduct is mediated by cAMP-regulated conductances. Tanggal Akses 3 Juli 2012.
Farmakologi UI ; 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi ke 4, Percetakan Gaya Baru. Jakarta.
Guyton, Arthur C. Dkk. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Terjemahan
Awal Luqman dkk. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hatch EE, Bracken MB (1993). Association of delayed conception with caffeine consumption. Am J Epidemiol 138: 1082–1092. Diakses Tanggal 25 Juni 2012
Kasdu, D. 2001. Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan, Jakarta : Puspa Swara.
MediaKom Kementerian Kesehatan RI. 2011. Majalah MediaKom Edisi XXVIII. Jakarta. Tanggal Akses 28 Juli 2012.
M. Wien Winarno, Dian Sundari. 1997. Analisis Informasi Tanaman Obat untuk Kontrasepsi Tradisional. Jakarta.
Purba, Amril. 2011. Analisis Histopatologi Plasenta Mencit (Mus Musculus Strain DD Webster) pasca pemberian kafein. Universitas Sumatera Utara, Medan. Tanggal akses 8 Juli 2012.
Putra Evan Sinly, dan Hermanto Sindhu. 2003. Kafein, Senyawa bermanfaat atau beracunkah . Diakses Tanggal 24 Juni 2012
Siti setiati. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publishing. Jakarta.
Statistik Perkebunan Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Potensi Kopi di Lampung. Tanggal Akses 24 Juni 2012.
von der Weid PY (1998). ATP-sensitive K+ channels in smooth muscle cells of guinea-pig mesenteric lymphatics: role in nitric oxide and beta-adrenoceptor agonist-induced hyperpolarizations. Br J Pharmacol 125: 17–22.
8