Jurnal

download Jurnal

of 15

description

jurnal

Transcript of Jurnal

  • 41

    HUBUNGAN PENDAPATAN DAN KURS DI INDONESIA

    Oleh : Ulfia dan Aliasuddin

    ABSTRAK

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan sebab akibat

    antara pendapatan dan kurs di Indonesia. Untuk menganalisis hubungan kausalitas tersebut digunakan model granger causality. Uji dilakukan dengan menggunakan uji Wald. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Kantor Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik dan instansi terkait serta berbagai data yang dipublikasikan melalui berbagai tulisan ilmiah. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 dari 1996.1 sampai dengan 2008.4. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pendapatan berpengaruh terhadap kurs dan kurs berpengaruh terhadap pendapatan. Karena pendapatan berpengaruh terhadap kurs dan kurs berpengaruh terhadap pendapatan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara pendapatan dan kurs. Untuk ke depannya diharapkan adanya upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas kurs rupiah sehingga kestabilan ekonomi dapat tercapai. Pengaruh kurs terhadap variabel makro lainnya dapat diuji dan diteliti. Kata Kunci: pendapatan, kurs, Indonesia.

    ABSTRACT

    The study examines the causality relationship between national income

    and exchange rate in Indonesia and Granger causality approach is used to analyze the relationship. Wald test is employed in this study. Quarterly data are used in the study, run from 1996.1 to 2008.4 or sample size is 52 quarters. The result shows that national income and exchange rate have causality relationship. Increase in income has effect on exchange rate, and exchange rate fluctuations have also effect on income. Based on the government, government should control the exchange rate fluctuations because the fluctuations have significant effects on macroeconomic variables. Keywords: income, exchange rate, Indonesia.

    1Ulfia adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala 2Aliasuddin adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

  • 42

    LATAR BELAKANG PENELITIAN

    Banyak negara yang melakukan hubungan kerjasama dengan luar negeri sehingga menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antarnegara. Pembangunan ekonomi pada hakikatnya merupakan proses kegiatan yang mengubah struktur ekonomi dari bersifat tradisional menjadi struktur ekonomi industri, melalui investasi modal dan investasi sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemakmuran penduduk yang dicerminkan dengan kenaikan pendapatan nasional atau pendapatan per kapita.

    Pembangunan ekonomi dengan melakukan hubungan luar negeri membawa suatu dampak ekonomis pada suatu negara yaitu terjadi perdagangan internasional antar negara-negara di dunia. Perdagangan internasional selama beberapa dasawarsa terakhir merupakan salah satu faktor pendorong utama bagi meningkatnya integritas perekonomian dunia.

    Dengan adanya perdagangan internasional inilah maka muncul masalah baru yaitu perbedaan mata uang yang digunakan baik di negara yang menjadi pengimpor maupun pengekspor maka menimbulkan suatu perbedaan nilai tukar mata uang (kurs). Secara operasional, masalah ini dapat diatasi dengan pasar valuta asing (valas) yaitu tempat di mana berbagai mata uang dari berbagai negara diperjual-belikan (Puspopranoto, 2004:203). Risiko pertukaran internasional meliputi risiko mata uang (karena berfluktuasinya nilai tukar), risiko kredit (akibat penyebaran geografis yang lebih luas dan kesulitan mencari informasi mengenai peminjaman yang prospektif), dan risiko negara (tergantung pada faktor politik, ekonomi, budaya rakyat dan pemerintah).

    Akibat yang ditimbulkan oleh perbedaan mata uang yang menimbulkan suatu perbedaan nilai tukar mata uang (kurs), sehingga diperlukan penukaran mata uang agar memudahkan hubungan antar negara. Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi lainnya.

    Indonesia telah melakukan perdagangan dengan negara lain jauh sebelum terjadinya krisis ekonomi di negara-negara kawasan ASEAN tahun 1997, Indonesia mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Laju pertumbuhan PDB berada dalam kisaran 7 persen pertahun, inflasi umumnya berada di bawah dua digit, dan kurs rupiah terhadap mata uang asing utamanya dolar Amerika Serikat sangat stabil (Ulfa, 2003:21).

    Krisis ini merupakan fenomena perekonomian yang membawa dampak perubahan besar baik dari sisi perubahan kebijakan moneter sampai perubahan perilaku variabel-variabel makro yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah perubahan perilaku kurs sebagai dampak perubahan sistem yang diterapkan. Krisis ekonomi menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, di mana pada awal tahun 1997 hanya berkisar Rp.2.500,- per-satu dollar Amerika Serikat meningkat menjadi Rp.17.000,- (Utami, 2003:124). Melemahnya nilai rupiah menyebabkan beban hutang badan usaha semakin besar

  • 43

    jika dinilai dengan rupiah dan pada akhirnya berujung pada menurunnya profitabilitas badan usaha.

    Setelah krisis terjadi kurs rupiah masih mengalami penurunan yang sangat drastis dan menyebabkan kondisi ekonomi melemah. Kurs rupiah secara simultan mendapatkan tekanan yang cukup berat karena besarnya capital out flow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Fluktuasi kurs ini bagi sebagian orang dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

    Ketidakstabilan kurs mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional. Maka pasar maupun otoritas moneter harus melakukan langkah-langkah antisipasi untuk meredam dampak negatif berfluktuasinya kurs terhadap perekonomian sehingga tetap stabil. Pertumbuhan ekonomi berakibat pada peningkatan pendapatan. Kemudian berdampak pada peningkatan barang impor, dan bertendensi terhadap depresiasi mata uang domestik. Berikut data perkembangan GDP di Indonesia selama 1999 hingga 2008.

    Perkembangan Gross Domestic Product (GDP) pada tahun 2000 yang sangat tinggi, namun pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan mengalami fluktuasi, dikarenakan pengaruh pendapatan nasional yang berfluktuasi di Indonesia. Sehingga penurunan pertumbuhan ekonomi mencapai 9,07 persen di tahun 2002 dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 23,09 di tahun 2001, namun pada tahun 2004 level pertumbuhan ekonomi meningkat yaitu sebesar 13,16 persen. Pertumbuhan terus berfluktuasi sampai tahun 2007 sebesar 19,77 persen yang dilihat menurut harga berlaku dan kembali naik di tahun 2008 sebesar 41,07 persen.

    Namun apabila dilihat menurut harga konstan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami hal yang sama pada tahun 2001 penurunannya negatif yaitu -75,86 persen dari 13,16 persen pada tahun 2000, karena kondisi moneter yang kurang stabil pada tahun ini. Sedangkan pada tahun 2002 mulai naik lagi sebesar 1,39 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian terus mengalami fluktuasi pada tahun-tahun berikutnya hingga pertumbuhan ekonomi mencapai level 22,97 persen pada tahun 2008, hal ini menandakan mulai membaiknya sistem perekonomian sehingga kemajuan ekonomi Indonesia terus bergerak dan mulai stabilnya situasi politik dalam negeri juga keamanan karena kepemimpinan presiden yang bijaksana maka para investor-investor asing mulai percaya pada pasar Indonesia untuk menanamkan modal di Indonesia. Dengan sendirinya berpengaruh serta berdampak langsung pada perkembangan kurs di Indonesia karena pemulihan pertumbuhan perekonomian.

    Perkembangan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dalam data per tahun selama periode 1999-2008 menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Perkembangan kurs pada tahun 2000 merupakan perkembangan yang paling tinggi yaitu mencapai 35,14 persen di antara tahun-tahun berikutnya. Hal ini disebabkan oleh baiknya kondisi perekonomian yang ada di Indonesia sebelum terjadinya berbagai peristiwa yang menunjukkan betapa kurs rupiah dapat terguncang oleh berbagai variabel non-ekonomi di samping isu-isu ekonomis. Faktor-faktor non-ekonomi yang berpengaruh adalah tidak menentunya kondisi

  • 44

    politik dalam negeri dan berbagai petikaian baik horizontal maupun vertikal di beberapa daerah yang dapat merusak citra Indonesia di luar negeri.

    Selanjutnya pada tahun 2002 perkembangan kurs mengalami penguatan sebanyak 11,76 persen dari Rp 10.255 menjadi Rp 9.049. Penguatan ini terkait dengan upaya pemerintah menjalankan program reformasi ekonomi (pada masa pemerintahan presiden Megawati), sepanjang tahun 2002 rupiah dinilai dan ditetapkan sebagai mata uang yang terkuat di kawasan Asia sebagaimana termuat pada data Pacific Exchange Rate Service, penguatan ini juga mengakibatkan kurs lebih melonggarkan Bank Indonesia dalam menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

    Tahun 2004 kurs rupiah kembali melemah di mana berada pada posisi Rp. 10.263 atau sebesar 0,02 persen, disebabkan karena situasi politik yaitu penyelenggaraan pemilu di Indonesia, menyebabkan investor masih menunggu dan waspada, mereka cenderung melihat kondisi politik yang stabil. Di samping itu banyaknya permintaan mata uang dollar untuk membeli barang-barang impor yang disebabkan karena ketika pertumbuhan ekonomi tinggi maka permintaan barang-barang impor juga meningkat.

    Nilai tukar pada tahun 2007 terus berfluktuasi dalam tingkat wajar, walaupun masih menguat pada kisaran Rp 9.400 atau 2,17 persen, inflasi dan perdagangan internasional Indonesia yang terus membaik karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi pada tahun 2008 nilai tukar kembali mengalami depresiasi yaitu dari Rp 9.400 menjadi Rp 10.700 atau sebesar 1,38 persen.

    PDB Indonesia mengalami penurunan yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam negeri seperti keadaan perekonomian pasca krisis 1997. Di mana sebelumnya terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan (depresiasi), yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia, situasi politik yang kurang stabil, hingga keamanan yang kurang kondusif serta faktor lain yang juga mempengaruhinya.

    Pada tahun 2000 sampai 2002 terjadi lonjakan pada indeks PDB sebesar 24,14 persen, di akibatkan karena inflasi yang sempat mengalami kenaikan yang bersumber dari nilai tukar yang bergejolak akibat perubahan kondisi sosial politik yang terjadi serta meningkatnya harga BBM karena dikuranginya subsidi. Dan kemudian terus meningkat di tahun-tahun berikutnya, hingga berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs) dengan negara-negara lain dalam melakukan perdagangan.

    Selain itu model Mundell-Fleming juga menjelaskan tentang adanya pengaruh nilai tukar terhadap GDP. Di mana model ini menekankan interaksi di antara pasar barang dan pasar uang atau model IS-LM, yang berasumsi bahwa tingkat harga adalah tetap menunjukkan apa yang menyebabkan fluktuasi jangka-pendek dalam pendapatan agregat (sama dengan pergeseran kurva permintaan agregat). Model ini juga membuat satu asumsi penting yaitu mengkaji tentang suatu perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Sehingga bisa meminjamkan atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan dunia, berakibat tingkat bunga perekonomian suatu negara ditentukan oleh tingkat bunga dunia maka akhirnya bisa memusatkan perhatian pada peran

  • 45

    kurs (exchange rate). Berdasarkan masalah yang terjadi di atas, maka hubungan antara pendapatan nasional dan kurs ini perlu diteliti agar diketahui apakah terjadi hubungan sebab akibat antara kedua variable tersebut.

    LANDASAN TEORITIS

    Konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara maka perlu diketahui tingkat pertambahan pendapatan nasional dan besarnya pendapatan per kapita. Untuk menghitung pendapatan nasional dalam hal ini digunakan Produk Domestik Bruto (PBD) atau Gross Domestic Product (GDP). Istilah tersebut merujuk pada pengertian: Nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksikan oleh sebuah perekonomian dalam suatu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (beralokasi) dalam perekonomian tersebut (Rahardja, 2004:204).

    Menurut Sukirno (2004: 35), GDP adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara-negara tersebut dan negara asing. Sedangkan menurut Todaro (2003:56) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian (baik yang dilakukan oleh penduduk warga negara maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan). PDB terbagi atas harga berlaku dan harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar (Alfirman, 2006:34).

    Terdapat tiga metode perhitungan pendapatan nasional yang banyak digunakan oleh setiap negara (Putong, 2003:162), yaitu (i) Pendekatan Produksi (Output Approach). Pendekatan produksi digunakan untuk menentukan besarnya pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif. Di antaranya pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa output yang dihasilkan suatu sektor perekonomian berasal dari output sektor lain. Sehingga jika tidak berhati-hati akan terjadi perhitungan ganda (double counting) atau bahkan multiple counting. Untuk menghindari hal tersebut maka yang harus dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) masing-masing sektor (Rahardja, 2004:208); (ii) Pendekatan Pendapatan (Income Approach). Sedangkan menurut pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima atau diperoleh oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Balas jasa dari faktor-faktor produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya; dan (iii) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach). Menurut pendekatan pengeluaran, PDB merupakan nilai total dari pengeluaran pada

  • 46

    perekonomian suatu negara selama periode tertentu. Menurut pendekatan ini ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian (Rahardja, 2004:212), yaitu (a) Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption). Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk mengkonsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis pakai dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dipakai lebih dari setahun (non- durable goods). Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi (Sukirno, 2004: 38). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah digolongkan sebagai investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (anak yang sedang bersekolah) tidak digolongkan sebagai konsumsi karena bukan merupakan perbelanjaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian; (b) Konsumsi Pemerintah (Government Consumption). Item yang termasuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir. Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah; (c) Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure). Pengeluaran ini dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki kemampuan menciptakan atau meningkatkan nilai tambah. Termasuk dalam Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi. Untuk mengetahui berapa potensi produksi, akan lebih akurat bila dihitung adalah investasi neto (net investment), yaitu investasi bruto dikurangi penyusutan. Sehingga lebih menunjukkan bahwa pendekatan pengeluaran, lebih mempertimbangkan barang-barang modal yang baru (newly capital goods); dan (d) Ekspor Neto (Net Export). Item yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada impor. Begitu juga sebaliknya. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia).

    Perdagangan internasional selama beberapa dasawarsa terakhir yang semakin meningkat merupakan salah satu faktor pendorong utama bagi meningkatnya integrasi perekonomian dunia. Tidak terdapat perbedaan yang hakiki antara perdagangan dalam negeri dan perdagangan internasional. Akan tetapi, perbedaan yang utama antara perdagangan dalam negeri dan perdagangan internasional adalah menyangkut penggunaan mata uang yang berbeda, sehingga perlu adanya suatu nilai tukar. Seperti halnya apabila suatu barang ditukar dengan barang yang lainnya, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Mengenai nilai tukar (kurs) mata uang asing ini, banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya masing-masing dengan cara pengungkapan yang berbeda, tetapi pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama.

    Menurut Puspopranoto (2004:212) harga mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain yang disebut dengan nilai tukar (kurs). Menurut Todaro (2003:60) bahwa nilai tukat resmi dari suatu negara adalah nilai tukar di mana bank sentral bersedia untuk melakukan transaksi mata uang setempat dengan mata uang asing di pasar valuta asing yang ditunjukkan. Nilai tukar resmi ini terdiri dari harga jual, harga beli, dan kurs tengah. Sedangkan

  • 47

    menurut Sukirno (2004:397) kurs adalah jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing.

    Nilai tukar ini bisa berubah-ubah, tergantung pergerakan pasar dan bisa juga disengaja oleh pemerintah. Kurs terbentuk oleh interaksi antara rumah tangga-rumah tangga, perusahaan-perusahaan, dan lembaga-lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing (valas) untuk keperluan transaksi internasional. Pasar yang memperdagangkan valas disebut sebagai pasar valas atau foreign exchange market.

    Para ekonom (Mankiw, 2000: 192-193) membedakan antara dua kurs: kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs riil menyatakan tingkat yang memungkinkan untuk memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut tems of trade.

    Nilai tukar nominal dan volalitasnya berpengaruh melalui capital outflow dan money market. Apresiasi/depresiasi nilai tukar akan memicu arbitrage atas foreign exchange yang tercermin dari pergerakan capital flow. Rendahnya volatilitas kurs juga berdampak pada rendahnya interest rate mengingat berkurangnya risiko, sehingga akan mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pengaruh melalui money market berasal dari motif memegang uang dalam bentuk valuta asing untuk spekulasi. Apresiasi/depresiasi kurs dan volatilitas tentunya turut berdampak pada besaran valuta asing yang dipegang.

    Banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap kurs ini. Nadenichek (2000), misalnya, meneliti pengaruh kurs terhadap pendapatan dari negara maju yaitu Amerika dan Jepang. Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh negatif kurs terhadap pendapatan. Sementara itu, studi yang sama dilakukan oleh Snchez Fung (2000) di negara berkembang. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan dari kurs terhadap pendapatan.

    Utami dan Mudjilah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul: Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi, yaitu dalam penelitiannya menyebutkan secara empiris terbukti bahwa suku bunga, dan nilai tukar terhadap dollar Amerika secara parsial mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga saham badan usaha selama krisis ekonomi di Indonesia.

    Ulfa (2003) dalam penelitiannya yang berjudul: Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah: Analisis Stabilitas Exchange Rates Indonesia Pasca Krisis 1997, dengan kesimpulan sebagai berikut: Stabilitas kurs yang merupakan salah satu dari tujuan makroekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi pergerakan dan fluktuasi kurs, seperti, suku bunga, jumlah uang beredar, dan neraca pembayaran. Keterpurukan rupiah berhasil terangkat (apresiasi rupiah) ketika masa pemerintahan Presiden Habibie. Sedangkan stabilitas kurs berdasarkan hasil penelitian ini pasca krisis 1997-1998, adalah paling baik pada periode pemerintahan Presiden Megawati di mana paling berhasil dalam mengendalikan stabilitas kurs rupiah.

  • 48

    Kharie (2006) dalam penelitiannya yang berjudul: Hubungan Kausalitas Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengambang dan Mengambang Terkendali. Kharie menjelaskan bahwa dari aspek pertumbuhan ekonomi, perubahan output riil di bawah sistem nilai tukar mengambang dipengaruhi perubahan suku bunga riil instrumen kebijakan, nilai tukar riil mata uang domestik dan harga-harga masing-masing dengan dinamika hubungan yang bersifat positif, negatif, dan positif.

    Trihadmini (2007) dalam penelitiannya yang berjudul: Pengaruh Perubahan Sistem Nilai Tukar dari Managed Floating ke Free Floating Terhadap Pass-Through Effect dan Volatility, Serta Implikasinya Terhadap Efektifitas Kebijakan Moneter di Indonesia : Harga pasar (price market) yang terjadi tidak semata-mata ditentukan oleh perubahan nilai tukar, tetapi dipengaruhi oleh kebijakan moneter melalui suku bunga dan uang beredar. Derajat pass-through periode free floating lebih besar dibandingkan dengan periode managed floating, yang mengkonfirmasi semakin besar derajat keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian global, sehingga perubahan harga menjadi lebih sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap variabel makro ekonomi lebih besar pada periode free floating, karena pada managed floating, nilai tukar cenderung tetap sehingga dampaknya terhadap perekonomian relatif kecil.

    Suselo (2008) juga dalam penelitiannya yang berjudul: Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dalam penelitiannya menyebutkan pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari suatu proses interaksi antara sisi aggregate demand dan aggregate supply. Faktor-faktor dari sisi AD dan AS bersama-sama berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap pertumbuhan ekonomi bisa didekomposisikan sesuai dengan jalur yang dilaluinya, yakni melalui ekspor impor dan investasi. Besarnya impor dipengaruhi oleh nilai tukar riil (terkait dengan daya saing dari sisi harga), ekspor dan capital flow (melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan valuta asing untuk mengimpor), serta GDP (impor akan naik seiring dengan peningkatan GDP). Di sisi lain besarnya nilai ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar riil (terkait dengan daya saing dari sisi harga) dan GDP dunia (terutama GDP negara-negara tujuan ekspor).

    METODE PENELITIAN

    Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas tentang hubungan pendapatan dan kurs Indonesia dengan kurun waktu penelitian 13 tahun mulai tahun 1996.1 sampai dengan 2008.4 dengan menggunakan data kuartalan sebanyak 52 sampel. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data pendapatan dalam hal ini Gross Domestic Product (GDP), data kurs Indonesia.

  • 49

    METODE ANALISIS

    Hubungan antara pendapatan dan kurs diduga bersifat kausalitas atau saling mempengaruhi. Pengujian ini dilakukan dengan model granger causality dan juga secara ekonometrika yang diformulasikan sebagai berikut: (Gujarati, 2004:200).

    PDB = 1

    13

    1210 ePDBKurs jt

    k

    jjit

    p

    ii

    ...................... (1)

    Kurs = 2

    13

    1210 eKursPDB jt

    k

    jjit

    p

    ii

    ...................... (2)

    Di mana KURS adalah nilai tukar (Exchange Rate); PDB adalah pendapatan nasional; dan adalah konstanta; 2i dan 2i, Kurst-i,j dan PDBt-i,j adalah operator Lag; p dan k adalah i, j = 1, 2, 3,.p dan k; dan e1dan e2 adalah residual.

    Sebelum persamaan (1) dan persamaan (2) diestimasi, maka tahap pertama adalah menentukan jumlah lag yang sesuai dengan data. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC) dengan Schwartz Bayesin Criterion (SBC) nilai AIC dan SBC terkecil pada lag tertentu digunakan sebagai penentu jumlah lag tersebut, dimana persamaan awal dari persamaan (3) dan (4) (Enders, 1995:88) yaitu:

    AIC = T ln (residual sum of squares) + 2n

    (3)

    SBC = T ln (residual sum of squares) + n ln (T)

    (4)

    Di mana n adalah jumlah nilai parameter (p + q + possible constant term); T adalah jumlah sampel digunakan.

    Uji hipotesis dilakukan terhadap persamaan (1) dan (2) dengan menggunakan uji Wald. Hipotesis untuk persamaan (1) pendapatan berpengaruh terhadap kurs Indonesia. Hipotesis nol ditolak jika Wald hitung lebih besar dari X2 tabel. Ini berarti bahwa pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs. Hipotesis nol untuk persamaan (2) adalah kurs tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hipotesis nol ditolak jika Wald hitung lebih besar dari X2 tabel maka berarti kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan.

  • 50

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sebagai perekonomian kecil dan terbuka maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari perkembangan perekonomian dunia. Fluktuasi perekonomian dunia turut mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia. Perkembangan ekonomi Indonesia ini dapat dilihat dari perkembangan PDB, dalam hal ini digunakan indeks perkembangan PDB atas harga berlaku dan konstan.

    Gambar 1 memperlihatkan perkembangan indeks PDB harga berlaku dan harga konstan. Dilihat dari kuartalan pertama hingga kuartalan keempat dari tahun 1996 hingga 2008 indeks PDB yang naik turun di setiap kuartalannya disebabkan karena kondisi perekonomian yang tidak begitu stabil, selain disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi juga disebabkan oleh situasi politik dan keamanan yang

    juga sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sumber : Bank Indonesia, diolah (2009).

    Gambar 1. Indeks PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan Periode tahun 1996.1-2008.4

    Perkembangan perekonomian ini tidak terlepas dari perkembangan perdagangan internasional. Salah satu aspek yang sangat penting dalam perdagangan internasional adalah kurs. Perkembangan kurs ini juga perlu ditampilkan agar diketahui bagaimana keadaan kurs Indonesia.

    Indonesia sebagaimana negara lainnya juga memiliki mata uang sendiri, yaitu mata uang rupiah. Mata uang yang dimiliki oleh negara-negara di berbagai belahan dunia tersebut semuanya bertujuan guna memudahkan dalam bertransaksi berbagai macam kebutuhan akan barang-barang dan jasa-jasa (Reza, 2008:36). Mata uang dari dua negara yang berbeda dipertukarkan di pasar terbuka berdasarkan kekuatan penjualan dan pembelian dari mata uang kedua negara. Bilamana kekuatan pembelian dari mata uang berubah, nilai tukar mungkin berubah juga (Puspopranoto, 2004:204).

  • 51

    Kurs rupiah merupakan salah satu nilai tukar di Asia yang dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi yang cenderung melemah terhadap mata uang asing lainnya yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti mata uang dollar Amerika Serikat. Salah satu penyebabnya dapat diketahui dengan terjadinya krisis keuangan Indonesia tahun 1997 sampai dengan sekarang masih merupakan permasalahan yang belum teratasi secara baik. Peran serta pemerintah tidak dapat dipungkiri lagi dalam mengatur kestabilan keuangan Indonesia melalui instrumen nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat.

    Perkembangan kurs rupiah pada tahun 2007 menguat pada kuartal kedua di mana memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah yaitu sebesar Rp 9.054 bahkan mencapai negatif yaitu -0,70 persen, hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah sebelumnya Rp 9.118 per dollar AS dengan pertumbuhan 1,09 persen mengalami depresiasi dari kurs kuartalan I. Karena turunnya mata uang dollar AS yang disebabkan situasi politik di Amerika Serikat yang agak tergoncang akibat pemilihan presiden yang berimbas pada sistem perekonomian dunia sehingga pada satu sisi menguntungkan bagi seluruh usaha, akan tetapi hal ini dapat merugikan pada beberapa negara pengimpor karena sangat berpengaruh dengan keadaan ini.

    Penguatan tersebut ditopang oleh membaiknya faktor fundamental seperti peningkatan surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Penguatan kurs rupiah pada tahun 2007 disertai dengan pergerakan yang relatif stabil pada setiap kuartalan, tercermin dari nilai volatilitas yang berada pada level rendah sebesar 0,70 persen, di mana sebelumnya kurs rupiah melemah atau terdepresiasi sebesar 1,09 persen pada kuartalan pertama dan terus berfluktuasi pada kuartalan berikutya.

    Namun setelah periode tersebut, kurs rupiah cenderung melemah pada tahun 2008. Pada kuartalan keempat sebesar Rp 10.950 dengan pertumbuhannya mencapai 16,76 persen dibandingkan dengan kurs sebelumnya pada kuartalan ketiga sebesar Rp 9.378 dengan pertumbuhan 1,66 persen.

    Hubungan Pendapatan dan Kurs

    Untuk mengetahui hubungan antara kurs dan PDB, digunakan model Granger Causality dan dengan pengukuran EasyReg International. Tahap pertama estimasi dilakukan untuk meneliti lag dengan menggunakan Akaike, Hannan-Quinn dan Schwarz. Penentuan dilakukan dengan melihat nilai terendah dari masing-masing lag yang telah di estimasi. Berdasarkan Tabel 1 nilai terendah menurut Akaike terdapat pada lag = 2. Sedangkan menurut Hanna-Quinn dan Schwan kriteria terdapat pada lag = 1. Namun, dalam kasus ini digunakan kriteria Akaike dengan lag 2 karena dapat menggambarkan pengaruh dari masing masing variabel yang ada, sehingga hasilnya terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

    Tabel 1. Hasil Penentuan Lag Kurs Rupiah P = 2

    Informasi kriteria:

    p Akaike Hannan-Quinn Schwarz

  • 52

    1 3.64079E+01 3.64948E+01 3.66352E+01 2 3.63999E+01 3.65455E+01 3.67823E+01 3 3.65715E+01 3.67765E+01 3.71120E+01 4 3.66673E+01 3.69324E+01 3.73690E+01 5 3.67862E+01 3.71121E+01 3.76523E+01 6 3.68665E+01 3.72537E+01 3.79001E+01 p = 2 1 1

    Sumber : Hasil Estimasi.

    Setelah menentukan lagnya, tahap kedua estimasi ulang dengan lag 2 agar dapat dilakukan uji signifikansi dari kedua variabel Kurs dan Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil uji pengaruh kurs rupiah terhadap PDB disajikan di Tabel 2.

    Tabel 2. Hasil Uji Signifikansi Kurs Rupiah dan PDB

    Wald Test X2 Statistik 5% 10%

    Wald 1110.47 9.49 7.78 Sumber : Hasil Estimasi.

    Dari pengujian kurs terhadap pendapatan dengan metode Granger Causality. Hipotesis nol dalam uji ini adalah kurs tidak berpengaruh terhadap PDB. Berdasarkan hasil penelitian dari Tabel 2 nilai statistik Wald sebesar 1110.47 jauh lebih besar dari X2 tabel baik pada 95 persen maupun 90 persen. Sehingga diperoleh hasil perhitungan hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB. Selanjutnya dilakukan pengujian sebaliknya yaitu pengaruh PDB terhadap kurs, metode yang digunakan adalah sama yaitu dengan menggunakan model Granger Causality, dilakukan pengujian hipotesis terhadap persamaan (2). Tahap pertama yaitu menentukan lagnya, di mana menggunakan Akaike, Hannan-Quinn dan Schwarz. Dari hasil perhitungan diperoleh lag = 2. Tahap selanjutnya estimasi dengan lag = 2 untuk menguji pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap kurs. Hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Hasil Uji Signifikansi PDB dan Kurs Rupiah

    Wald Test X2

    Statistik 5% 10%

  • 53

    Wald 88.66 9.49 7.78 Sumber : Hasil Estimasi

    Dari pengujian tersebut, hipotesis nol yang diuji pada bagian ini adalah produk domestik bruto tidak berpengaruh terhadap kurs. Hasil perhitungan diperoleh nilai Statistik Wald sebesar 88,66 yang lebih besar dari X2 baik pada 95 persen maupun 90 persen. Dengan demikian, hipotesis nol ditolak dan dapat disimpulkan bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs.

    Setelah uji Wald yang telah dilakukan maka pendapatan berpengaruh terhadap kurs, yaitu ketika pendapatan meningkat yang dipengaruhi oleh kurs yang meningkat, sehingga impor menurun dan nilai tukar rupiah terdepresiasi. Sedangkan kurs berpengaruh terhadap pendapatan, yaitu ketika kurs meningkat maka ekspor juga meningkat, sehingga nilai mata uang rupiah terapresiasi dan pertumbuhan PDB juga akan meningkat. Karena pendapatan berpengaruh terhadap kurs dan kurs berpengaruh terhadap pendapatan maka terjadilah hubungan kausalitas antara pendapatan dan kurs.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Berdasarkan nilai perhitungan statistik Wald sebesar 1110,47 jauh lebih besar dari X2 tabel baik pada 95 persen maupun 90 persen. Sehingga perhitungan tersebut menolak hipotesis nol, yang berarti kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB. Sementara itu, Berdasarkan hasil perhitungan nilai Statistik Wald sebesar 88,66 yang lebih besar dari X2 baik pada 95 persen maupun 90 persen. Dengan demikian, hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs. Berdasarkan uji kausalitas Granger maka pengaruh dari masing-masing variabel, penelitian ini memiliki hubungan kausalitas antara PDB dan kurs. Hubungan kausalitasnya bersifat dua arah, yaitu PDB berpengaruh terhadap kurs dan sebaliknya.

    SARAN

    Diharapkan adanya upaya pemerintah untuk menjaga kestabilan kurs rupiah sehingga kestabilan ekonomi dapat tercapai. Diharapkan kepada pemerintah untuk melihat pengaruh kurs terhadap variabel makro lainnya sehingga dapat diuji dan diteliti lagi.

  • 54

    DAFTAR PUSTAKA

    Alfirman, Luky dan Edy Sutriono. (2006). Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal Keuangan Publik, Vol.4, No.1, April 2006, Jakarta. Hal 25-66. Enders, Walter. (1995). Applied Econometric Time Series. New York : John Willey & Sons, Inc. Gujarati, Damodar. (2006). Ekonometrika Dasar. Alih bahasa : Sumarno Zain, Erlangga, Jakarta. Kharie, Latif. (2006). Hubungan Kausalitas Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengambang dan Mengambang Terkendali. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2006, Jakarta. Hal 75-112. Mankiw, Gregory N, (2003). Teori Makroekonomi. Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta. Nadenichek, J. (2000). The Japan us Trade Imbalance A Real Business Cycle Respective. Japan and the Ward Economy, 12, PP. 255-271. Puspopranoto, Sawaldjo. (2004). Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan : Konsep, Teori, dan Realita. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Putong, Iskandar. (2003). Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. (2004). Pengantar Ilmu ekonomi. Edisi Revisi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Reza, Muhammad. (2008). Faktor faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar (Kurs) Valuta Asing di Indonesia. Skripsi (tidak dipublikasikan), FE Unsyiah. Banda Aceh. Snchez Fung, J. R. (2000). Money demand, PPP and Macroeconomic Dynamics in A Small Developping Economy. University of kent Warking paper. Sukirno, Sardono. (2004). Makroekonomi : Teori Pengantar. Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suselo, Sri Liani, Hilde Dameria Sihaloho, dan Tarsidin. (2008). Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Januari 2008, Jakarta. Hal 181-221. Todaro, M.P. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi kedelapan, Alih bahasa : Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Trihadmini, Nuning. (2007). Pengaruh Perubahan Sistem Nilai Tukar dari Managed Floating Ke Free Floating Terhadap Pass-Through Effect dan Volatility, serta Implikasinya Terhadap Efektivitas Kebijakan Moneter di Indonesia. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol.7 No.3 September 2007, Jakarta. Hal. 83-97. Ulfa, Almizan. (2003). Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah: Analisis Stabilitas Exchange Rates Indonesia Pasca Krisis 1997. Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol.6 No.2, Desember 2003. Jakarta. Hal 21-43.

  • 55

    Utami, Mudji dan Mudjilah Rahayu. (2003). Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.5, No.2, September 2003, Universitas Kristen Petra. Hal 123-131.