jurnal
-
Upload
sachriana-said -
Category
Documents
-
view
87 -
download
5
description
Transcript of jurnal
Hidronefrosis dan gagal ginjal yang mengikuti penatalaksanaan
yang tidak adekuat dari neuropathic bladder pada pasien dengan
cedera medulla spinalis: laporan kasus untuk pencegahan
komplikasi.
Subramanian Vaidyanathan1*, Fahed Selmi1, Kottarathil Abraham Abraham2, Peter
Hughes3, Gurpreet Singh4 and Bakul Soni1
Abstrak
Latar belakang : Kateter kondom diindikasikan untuk pasien dengan cedera
medulla spinalis dimana tekanan intravesika selama fase penampungan dan
pengeluaran urin dalam batas normal. Penggunaan kateter kondom yang tidak
dimonitor dapat menyebabkan komplikasi yang serius.
Laporan kasus: Seorang laki-laki, 32 tahun, mengalami paraplegia komplit
setinggi T-11 pada tahun 1985. Lelaki ini lalu menggunakan kateter kondom.
Sebelas tahun setelah mengalami cedera medulla spinalis, tidak ditemukan
gambaran batu radiopak pada urografi intravena, gambaran ginjal, ureter dan buli-
buli normal. Kadar urea dalam darah dan kreatinin masih dalam batas normal.
Setahun kemudian, tes fungsi ginjalnya menunjukkan tekanan detrusor 100 cm
H2O ketika kontraksi detrusor diinisiasi dengan pengetukan daerah suprapubik.
Pasien ini disarankan untuk melakukan kateterisasi intermitten dan mengkonsumsi
obat anti-kolinergik secara oral; tapi pasien ini ingin melanjutkan penggunaan
kateter kondom. Sembilan tahun kemudian, pasien ini mengalami hidronefrosis
bilateral dan gagal ginjal. Dilakukan pemasangan drainase dengan kateter uretra.
Lima bulan kemudian, pemeriksaan ultrasound dari traktus urinarius
menunjukkan ginjal yang normal tanpa ada tanda-tanda hidronefrosis.
Kesimpulan : Pasien cedera medulla spinalis dengan tekanan intravesika yang
tinggi tidak seharusnya menggunakan kateter kondom, pasien-pasien seperti ini
mempunyai resiko mengalami hidronefrosis dan gagal ginjal. Kateter intermitten
bersama dengan obat anti muskarinik dapat menjadi pilihan tepat untuk
penatalaksaan neuropathic bladder.
Latar Belakang
Hidronefrosis pada penderita cedera medulla spinalis sering dihubungkan dengan
kerusakan saraf, infeksi saluran kemih, dan tekanan balik; pentingnya masing-
masing faktor tergantung dari masing-masing individu yang mengalami. [1]
munculnya hidronefrosis yang berhubungan dengan disfungsi neuropathic
bladder telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan intravesika yang mendorong
ureter untuk memompa urine ke dalam kandung kemih dengan tekanan tinggi
sampai terjadi hidronefrosis. [2] Rosen dkk [3] merekomendasikan, bahwa semua
pasien dengan cedera medulla spinalis yang tidak menggunakan kateter harus
tetap di-follow up secara reguler dengan interval tidak lebih dari 6 bulan.
Perubahan pada resistensi pengeluaran urine dapat terjadi kapanpun, bahkan
bertahun-tahun setelah cedera. Ketika sesuatu terjadi, misalnya, peningkatan
spastisitas, yang mungkin akan dikaitkan dengan peningkatan resistensi spincter,
maka pasien harus diperiksa untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda obstruksi.
Kateter kondom adalah pilihan yang lebih nyaman bagi pasien dengan
cedera medulla spinalis, tapi pilihan ini terkadang dapat menyebakan berbagai
masalah dan komplikasi yang berat. Newman dan Price [4] menemukan
bakteriuria pada lebih dari 50% pasien yang menggunakan kateter kondom. Lesi
pada penis dapat terjadi sekunder akibat pemakaian kondom yang ketat yang
digunakan dalam waktu yang lama. Hal lain yang biasa terjadi adalah lesi pada
kulit akibat reaksi alergi terhadap bahan yang dikandung oleh kondom, biasanya
alergi terhadap latex. Wyndaele dkk [5] menyimpulkan bahwa kateter kondom
dapat diindikasikan pada pasien laki-laki dengan cedera medulla spinalis dengan
inkontinensia urin, dengan syarat pasien tersebut tidak mempunyai lesi pada
penis, dan tekanan intravesika pasien selama fase penyimpanan dan fase
pengeluaran secara urodinamik aman. Kami melaporkan seorang pasien dengan
paraplegia, yang menangani kandung kemihnya dengan kateter kondom; selama
dua puluh tahun setelah cedera medulla spinalis, dan pasien ini telah mengalami
hidronefrosis bilateral dan gagal ginjal. Kasus ini menggambarkan bahaya dari
kateter kondom pada pasien cedera medulla spinalis dengan tekanan intravesika
yang tinggi.
Presentasi Kasus:
Seorang laki-laki, 32 tahun, kulit putih dan berkebangsaan Inggris terpukul pada
bagian punggung dan kepala oleh pipa yang berat ketika sedang bekerja di bagian
pengeboran lepas pantai pada tahun 1985. Dia mengalami fraktur pada vertebra T-
12 dengan paraplegia komplit setinggi T-11. Pada pasien ini kemudian dilakukan
fiksasi pada vertebra torakalis bagian bawah dengan Harrington rods. Setahun
kemudian, pengait bagian distal Harrington rod bergeser disertai pembengkokan
ringan. Oleh karena itu, Harrington rod tersebut dilepas. Segera setelah cedera
medulla spinalis, pasien ini dipasangkan kateter uretra. Dua bulan setelah cedera
medulla spinalis, pasien ini diberi injeksi intramuskuler Ubretid (Distigmine
Bromide) dan dipasangkan kateter kondom. Urografi intravena menunjukkan
gambaran sistem pelvicalyceal yang masih jelas, gambaran ureter yang normal,
buli-buli dengan tepi yang halus. Sebelas tahun setelah menderita cedera medulla
spinalis, urografi intravena tidak menunjukkan adanya batu radiopak, serta
gambaran kedua ginjal, ureter dan buli-buli masih normal.
Tiga belas tahun setelah cedera medulla spinalis, pasien ini mulai
mengalami infeksi saluran kemih yang berulang. Urografi Intravena menunjukkan
batu staghorn pada ginjal kiri tanpa eksresi dari zat kontras setelah dua jam;
sistem pelvicalyceal kanan dan ureter normal; outline buli-buli normal. MAG-3
renogram menunjukkan fungsi relative dari ginjal kiri 21%, dan 79% pada ginjal
kanan. JJ stent dimasukkan ke ureter kiri dan dilakukan extracorporeal shock
wave lithotripsy pada batu di ginjal kiri. Biopsi pada buli-buli menunjukkan
sistitis folikuler dan sistitis glandularis. Urotelium mengandung beberapa sel
inflamasi tapi tidak ada tanda-tanda displasia atau malignansi. Pasien ini
disarankan untuk melakukan kateterisasi sendiri.
Empat belas tahun setelah cedera medulla spinalis, tidak ada batu radiopak
pada urografi intravena. Kedua ginjal mengekskresikan kontras. Enam belas tahun
setelah menderita cedera medulla spinalis, MAG-3 renogram menunjukkan fungsi
relatif 13% dari ginjal kiri dan 87% dari ginjal kanan. Kadar urea dalam darah: 6.2
mmol/L; kreatinin: 91mmol/L.
Tujuh belas tahun setelah cedera medulla spinalis, pemeriksaan
urodinamik menunjukkan adanya refluks vesikoureter grade I pada bagian kanan
ketika fase pengisian; tidak ada refluks vesikoureter yang terlihat di bagian kiri.
Kontraksi reflex detrusor 20-30 cm H2O. Pada saat kontraksi, bladder neck
terbuka dan tidak ada eksaserbasi dari refluks vesikoureter. Kontraksi detrusor
diawali dengan mengetuk daerah suprapubik dan tekanan detrussor meningkat
hingga 100 cm H2O (gambar I)
Pasien ini disarankan untuk menggunakan kateter secara intermitten dengan obat
anti-kolinergik, tetapi pasien ini memilih untuk menjalankan cara pengobatan
yang sebelumnya.
Delapan belas tahun setelah cedera medulla spinalis, urografi intravena
menunjukkan batu staghorn pada pole atas dari ginjal kiri. Dilakukan perkutaneus
nefrolithotripsi pada batu di ginjal kiri. Dua puluh empat tahun setelah cedera
medulla spinalis, urografi intravena menunjukkan densitas kalsifikasi berdiameter
1 mm pada pole bawah dan 5 mm densitas pada pole atas dari ginjal kiri. Juga
terdapat hidronefrosis kanan dengan sedikit tekanan pada pelviureteric junction
kanan tapi tanpa obstruksi yang nyata. Kontras terlihat sepanjang ureter kiri.
Terdapat dilatasi pada bagian bawah ureter kanan; kedua sistem terlihat
melakukan pengisian secara progresif sepanjang pemeriksaan, dimana hal ini
menunjukkan derajat kenaikan tekanan didalam buli-buli (gambar 2). Tidak ada
obstruksi batu yang terlihat dari sisi manapun.
Dua puluh enam tahun setelah cedera medulla spinalis, pasien ini
menggigil dan merasakan nyeri tajam yang menusuk pada ginjal kiri. Pemeriksaan
ultrasound menunjukkan hidronefrosis bilateral yang sedang hingga berat, dengan
penipisan korteks ginjal. CT-Scan menunjukkan hidronefrosis bilateral yang
cukup berat, dan hidroureter bilateral derajat sedang yang meluas hingga ke
vesicoureteric junction (gambar 3A & 3B). Ditemukan batu sepanjang 7 mm pada
pole atas ginjal kiri, 4 mm dan 2 mm pada pole bawah ginjal kiri, tapi tidak ada
batu pada ureter. Terlihat penipisan korteks ginjal bilateral (lebih nampak pada
ginjal kanan), yang menunjukkan bahwa hidronefrosis bilateralnya tidak secara
akut. Ada penebalan sirkumferens yang bermakna dan gambaran trabekulasi pada
saat kontraksi di buli-buli (gambar 4).
Tes darah menunjukkan: Kalium: 5.6 mmol/L; Urea: 38.2 mmol/L;
Kreatinin: 418 umol/L; kalsium: 1.97 mmol/L; Fosfat: 1.92 mmol/L; Bikrabonat:
17 mmol/L. Gentamicin 160 mg diberikan secara intravena. Contoh urin, yang
diambil setelah pemberian antibiotik tidak menunjukkan adanya pertumbuhan.
Setelah berdiskusi dengan pasien, akhirnya drainase kateter uretra
dilakukan. Pasien ini diberi 15 gr kalsium resonium 4 kali sehari dengan air. 1 gr
sodium bikarbonat 3 kali sehari setelah makan, 1 gr kalsium asetat 3 kali sehari
pada saat makan. Kondisi pasien membaik secara bermakna. Pasien ini disarankan
untuk mengkonsumsi Trospium klorida 20 mg pada hari lainnya.
Pemeriksaan ultrasound dilakukan 4 minggu kemudian: Pemeriksaan ini
menunjukkan adanya peningkatan perbaikan yang massif pada ke kedua ginjal,
yang mana sebelumnya sistem pengumpul mengalami distensi hebat kembali
keukuran yang hampir normal. Pemeriksaan ultrasound pada traktus urinarius
diulangi setelah 4 bulan; kedua ginjal tampak normal, baik ukuran dan teksturnya
yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidronefrosis (gambar 5 A & 5 B). Hasil tes
darah menunjukkan; Urea 18.9 mmol/L; Kreatinin 197 umol/L; Kalsium 2.28
mmol/L; Fosfat 1.28 mmol/L; Bikarbonat 26 mmol/L. Pasien ini disarankan untuk
melakukan kateterisasi intermitten dan melepas kateter uretra.
Diskusi:
Lofgren dan Norbrink [6] menyatakan bahwa untuk memperbaiki hasil dari
penatalaksanaan, tenaga kesehatan profesional harus mendengarkan, merespon,
dan menghormati, pengetahuan, pengalaman, dan keinginan pasien. Namun
beberapa pasien dengan cedera medulla spinalis mungkin tidak sepenuhnya sadar
akan dampak berbahaya dari kateter kondom yang tidak diawasi, atau drainase
kateter urinarius yang menetap dalam jangka waktu yang lama. Pasien kami telah
diberitahu bahwa dia dapat mengalami infeksi saluran kemih, refluks vesikoureter
yang bertambah buruk, dan kerusakan ginjal apabila pasien melanjutkan
penggunaan kateter kondom. Meskipun demikian, tenaga kesehatan profesional
tidak dapat membujuk pasien ini untuk menggunakan kateter uretra secara
intermitten dan mengkonsumsi obat anti-muskarinik. Kasus ini menambah
pentingnya diskusi berulang dengan pasien-pasien dengan cedera medulla spinalis
untuk menggarisbawahi kemungkinan terjadinya komplikasi yang serius seperti
hidronefrosis bilateral dan gagal ginjal akibat kateter kondom yang tidak
termonitor.
Price dkk [7] mengamati bahwa faktor-faktor yang paling sering
dihubungkan dengan penurunan fungsi ginjal adalah: (1) refluks vesikoureter, (2)
batu ginjal (3) pyelonefritis rekuren yang ditunjukkan dengan calyceal blunting,
dan (4) ulkus dekubitus rekuren, hal yang terakhir biasanya merupakan kombinasi
dengan beberapa faktor lain. Pasien kami mengalami refluks vesikoureter grade I
pada sisi kanan, batu ginja kiri dan infeksi saluran kemih. Pasien ini juga
mengalami peningkatan tekanan intravesika melebihi 100 cm H20 saat kontraksi
destrusor diinisiasi oleh perkusi pada suprapubik. Kombinasi dari tekanan
intravesika yang tinggi, refluks vesikoureter, batu ginjal, dan infeksi saluran
kemih, berakhir sebagai gagal ginjal.
Kuo dan Liu [8] memberikan injeksi detrusor OnabotulinumtoxinA 200 U
pada 33 orang pasien dengan cedera medulla spinalis kronik; injeksi ini diulang
setiap 6 bulan, sebanyak 4 kali. Para pasien diiinstruksikan untuk melakukan
kateterisasi intermitten yang bersih selama pengobatan dan waktu follow-up.
Walaupun kapasitas buli-buli rata-rata meningkat dari 207 ke 412 ml dan rata-rata
tekanan detrusor menurun dari 39.8 menjadi 20.6 cm H2O, laju flitrasi glomerulus
menurun dari 93.4 menjadi 83.5 ml/min (p=0.028). Kedua penulis ini tidak dapat
menunjukkan adanya perbaikan pada laju filtrasi glomerulus setelah periode 24
bulan pada pasien dengan cedera medulla spinalis kronik, yang mendapat injeksi
berulang OnabotulinumtoxinA pada destrusor. Kami merekomendasikan
kateterisasi intermitten dan obat antimuskarinik oral sebagai metode yang paling
baik untuk mengelolah neuropatic bladder pada pasien dengan cedera medulla
spinalis.
Volume prostat dan level Prostate Specific Antigen lebih rendah pada laki-
laki dengan cedera medulla spinalis dan berbanding terbalik dengan usia pasien
pada saat mengalami cedera medulla spinalis. Belum jelas apakah efek ini
dimediasi secara langsung atau tidak langsung oleh gangguan dari suplai saraf ke
prostat. Penelitian terhadap 113 orang penderita dengan cedera medulla spinalis
(rata-rata berusia 61.3 tahun) dan 109 orang dengan usia yang sama menunjukkan
prostat lebih kecil secara signifikan pada pasien dengan cedera medulla spinalis,
dengan menggunakan scan ultrasound dan pemeriksaan colok dubur. Kadar serum
testosterone lebih rendah pada pasien dengan cedera medulla spinalis
dibandingkan dengan subjek yang normal [9]. Subjek kasus ini mengalami
paraplegia komplit sebagai akibat dari cedera medulla spinalis, ketika berumur 32
tahun. oleh karena itu, pada pasien ini kecenderungan untuk pembesaran kelenjar
prostat menurun. Walaupun demikian, terjadinya kelainan prostat (hipertrofi
prostat atau kanker prostat) tidak dapat dihilangkan pada pasien dengan cedera
medulla spinalis.
Komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien sangat penting.
NICE, dari Inggris [10] merekomendasikan bahwa saran yang diberikan kepada
pasien seharusnya didukung oleh informasi tertulis berdasarkan bukti sesuai
dengan kebutuhan pasien. Pengobatan, perawatan dan informasi yang telah
diberikan sebelumnya kepada pasien, haruslah sesuai dengan kebiasaan yang ada.
Hal itu juga harus gampang diakses oleh orang-orang dengan kebutuhan
tambahan, seperti mereka yang mengalami keterbatasan fisik, sensoris, ataupun
proses belajar. Kami telah mulai menyediakan informasi tertulis kepada pasien
dengan cedera medulla spinalis tentang adanya kemungkinan komplikasi dari
kateter kondom yang tidak termonitor dan drainase kateter permanen pada
penggunaan jangka panjang (kateter suprapubik maupun kateter uretra).
Hoffman dkk [11] dari Northwest Regional Spinal Cord Injury System,
University of Washington, Seattle, WA, USA membuat kuliah personal dan
diskusi berkala yang disebut forum SCI dan merekamnya untuk dapat dilihat dari
website mereka. Internet memiliki potensi untuk menyediakan informasi
kesehatan yang mudah digunakan untuk orang-orang yang hidup dengan
kecacatan. Media video membantu membangun pemahaman akan informasi
kesehatan, dibandingkan hanya melihat informasi tertulis. Itulah keuntungan dari
media digital dan internet yang membuat kemungkinan berbagi informasi yang
lebih menarik dan berguna bagi penderita cedera medulla spinalis. Pada spinal
unit kami, kami mengadakan sesi edukasi kepada pasien. Kami berusaha untuk
menerbitkan open access journals agar para tenaga kesehatan profesional, dan
pasien dengan cedera medulla spinalis dapat memperoleh informasi tentang
cedera medulla spinalis ketika mencari informasi diinternet.
Kesimpulan
Kateter kondom seharusnya hanya digunakan pada pasien dengan cedera medulla
spinalis dengan tekanan intravesika normal saat berkemih. Kasus ini
menggambarkan bahwa kateter kondom pada pasien dengan cedera medulla
spinalis dengan tekanan intravesika yang tinggi dapat berakibat hidronefrosis
bilateral dan gagal ginjal.
Persetujuan
Persetujuan tertulis didapatkan dari pasien untuk publikasi dari Laporan Kasus
beserta gambarannya. Salinan dari persetujuan tertulis pasien tersedia untuk
tinjauan oleh Editor-In-Chief jurnal ini.