JURNAL
-
Upload
novita-dewi -
Category
Documents
-
view
252 -
download
0
Transcript of JURNAL
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 1/10
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH“Capsicum annum Linn ”TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti di CIMAHI
Novita Dewi, Emma Mardliyah, Lutfhi NurlaelaFakultas Kedokteran Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi
ABSTRAK
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus,ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti . Hingga saat ini obat dan vaksin untuk mencegahDBD belum ditemukan, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah pengendalian vektordengan menggunakan larvasida sintetik yang ternyata berbahaya bagi lingkungan. Olehkarena itu, diperlukan larvasida yang bersifat ramah lingkungan, salah satunya adalah cabaimerah (Capsicum annum Linn). Capsaicin yang terkandung dalam cabai merah diketahuimemiliki efek mematikan terhadap larva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuikemampuan daya bunuh ekstrak etanol cabai merah (EECM) dan hubungannya dengan
peningkatan konsentrasi EECM terhadap larva Aedes aegypti . Metode yang digunakanadalah eksperimental laboratorium. Konsentrasi yang dipakai adalah EECM 0,02%, 0,09%,0,16%, 0,23%, dan 0,30% dengan kontrol(-) berisi air dan kontrol(+) berisi temefos.Duapuluh larva dimasukkan ke dalam gelas plastik yang berisi 100 ml air, CMC(Carboxylmethyl Cellulose ), dan EECM. Data yang diukur adalah jumlah kematian larvasetelah pengamatan 24 jam. Analisis data mengunakan Anova, apabila terdapat perbedaan(p<0,01) dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian didapatkan EECM memilikiperbedaan yang signifikan (p= .000). Terdapat perbedaan efektivitas pada konsentrasiEECM 0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30%, sedangkan pada EECM 0,02% dengankontrol(-) dan 0,30% dengan kontrol(+) tidak terdapat perbedaan efektivitas. EECM memilikidaya bunuh terhadap larva Aedes aegypti , semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi dayabunuhnya.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Larva Aedes aegypti , Ekstrak Etanol Cabai Merah
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit virus yang
ditansmisikan oleh nyamuk yang paling
cepat pertumbuhannya di dunia.
Diperkirakan DBD terjadi sebanyak 50 juta
setiap tahunnya dan sekitar 2,5 miliyar
orang tinggal di negara-negara endemik.
Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke
seluruh provinsi di Indonesia dan saat ini
DBD sudah endemis di banyak kota besar,
bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah
terjangkit di daerah pedesaan. Pada tahun
2007, di Indonesia dilaporkan 150.000
kasus DBD dengan lebih dari 25.000
kasus yang dilaporkan terjadi di Jakarta
dan Jawa Barat.1,2
Penyakit DBD disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk, yaitu nyamuk Aedes
aegypti (Ae. aegypti ) yang juga
merupakan vektor utama DBD. Penyakit
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 2/10
DBD ini dapat menyerang semua orang
dan dapat mengakibatkan kematian
terutama pada anak serta sering
menimbulkan kejadian luar biasa atau
epidemik.3
Banyak teknologi yang telah
dikembangkan untuk mengendalikan
vektor DBD, baik yang berbasis alam,
fisik-mekanik, maupun kimia, namun
bahan aktif yang digunakan sebagai
insektisida tidak selalu efektif dan ada
yang sudah menunjukkan resistensi. Untuk
mengantisipasi peristiwa tersebut banyak
peneliti melakukan eksplorasi bahan aktif
insektisida dan larvasida yang berasal dari
tanaman, seperti tanaman selasih ataupun
biji nimba.3
Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Madhumathy, Aivazi dan
Vijayan (2007) dilaporkan bahwa ekstrak
etanol cabai merah (Capsicum annum
Linn ) yang mengandung capsaicinoids
bisa digunakan sebagai larvasidal nyamuk
Anopheles stephensi dan Culex
quinquefasciatus .4 Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan daya
bunuh ekstrak etanol cabai merah (EECM)
dan hubungannya dengan peningkatan
konsentrasi EECM terhadap larva Aedes
aegypti .
BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian
eksperimental yang dilaksanakan di
laboratorium, dan rancangan penelitian
yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap.
Subjek penelitian yang digunakan
adalah larva nyamuk Ae. aegypti instrar III
yang dikembangbiakkan di Laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran Unjani.
Bahan-bahan yang digunakan
adalah larva nyamuk Ae. aegypti instar II
sebanyak 140 ekor sebagai hewan uji,
EECM sebagai bahan penelitian, temefos,
air, dan Carboxylmethyl Cellulose (CMC)
sebagai pelarut EECM.
Cara pemeriksaan didahului dengan
pembuatan ekstrak, kemudian dilakukan
pengembangbiakkan larva dan uji
larvasida. Pembuatan ekstrak dilakukan
dengan menyiapkan 1 kg cabai merah
yang diblender kasar dan dimaserasi
dengan etanol 95% selama 24 jam
sebanyak 3 kali, setelah itu cabai merah
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 3/10
tersebut disaring dan difiltrasi. Selanjutnya
menguapkan pelarut dengan
menggunakan evaporator sampai etanol
dalam ekstrak tersebut tidak menetes.
Setelah EECM selesai dibuat
dilanjutkan dengan pengembangbiakkan
larva. Larva yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari lingkungan
Fakultas Kedokteran Unjani, kemudian
larva diidentifikasi dan dimasukkan dalam
bak penampungan hingga menjadi
nyamuk. Setelah larva tersebut menjadi
nyamuk kemudian dipindahkan ke dalam
kelambu yang telah berisi marmut dan bak
penampungan yang dikelilingi kertas
saring. Nyamuk betina yang berada pada
kelambu akan menghisap darah marmut
hingga kenyang dan selanjutnya akan
meletakkan telurnya dalam bak
penampungan atau kertas saring.
Kemudian kertas saring tersebut
dipindahkan ke bak penampungan lain
yang telah berisi air, rendam telur dalam
air hingga menetas dan didapatkan
stadium larva yang akan digunakan, yaitu
larva instar III.
Setelah EECM dan larva siap,
dilanjutkan dengan uji larvasida. Pertama
menyiapkan 7 buah gelas plastik
berukuran 250 ml sebagai wadah
penelitian. Kemudian isi setiap gelas
sesuai dengan konsentrasi yang telah
ditentukan. Konsentrasi yang digunakan
dalam penelitian ini dibagi menjadi 7
kelompok, kelompok 1 berisi 100 ml air
sebagai kontrol (-), kelompok 2 sampai 6
berisi 100 ml EECM dengan konsentrasi
yang berurutan mulai dari 0,02%, 0,09%,
0,16%, 0,23%, dan 0,30%, dan kelompok
7 berisi 100 ml temefos 0,01% sebagai
kontrol (+). Selanjutnya masukkan 20
larva ke dalam masing-masing gelas dan
masukkan gelas-gelas tersebut ke dalam
kelambu untuk mencegah nyamuk yang
berasal dari luar masuk dan meletakkan
telurnya. Lakukan penghitungan jumlah
larva yang mati pada setiap gelas setelah
24 jam. Selanjutnya mengamati pada
konsentrasi berapakah yang paling efektif
membunuh larva. Pada setiap kelompok
perlakuan diulangi sebanyak 3 kali.
Langkah-langkah uji larvasida seperti yang
telah diuraikan di atas dapat dilihat pada
bagan 1.
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 4/10
Bagan 1 Uji Larvasida5
Bagan 1 Uji Larvasida5
Jumlah larva yang mati dihitung
setelah 24 jam. Jika kematian larva pada
kontrol (-) mencapai 5-20%, maka jumlah
angka kematian dari yang diberi perlakuan
harus dikoreksi menurut Abbot’s formula.6
Mortality (%) =
100
Keterangan:X = Persentase larva yang hidup pada
kontrolY = Pertentase larva yang hidup pada
sampel
Data yang diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan one-analysis of
variance (Anova satu arah) untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan
efektivitas dari setiap konsentrasi EECM.
Anova dapat dipakai apabila memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Distribusi data adalah normal atau
hampir normal (p> 0,01).
2. Varians kedua kelompok sama, yang
disebut sebagai homogen.
Apabila hasil anova diperoleh nilai
yang signifikan, maka dilakukan uji
Duncan untuk mencari letak
perbedaannya.7,8
Tempat dan waktu penelitian
dilakukan di Laboratorium Parasitologi
7 buah gelas plastik 250 ml
Gelas 1 Gelas 4Gelas 3Gelas 2 Gelas 5 Gelas 6 Gelas 7
100 mlair
100 mlEECM0,16%
100 mlEECM0,09%
100 mlEECM0,02%
100 mlEECM0,23%
100 mlEECM0,30%
100 mltemefos0,01%
Memasukkan 20 larva instar III pada setiap gelas
Memasukkan gelas ke dalam kelambu
Melakukan pengamatan 24 jam kemudian
Menghitung larva yang mati pada setiap gelas
Mengamati konsentrasi berapa yang paling efektif
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 5/10
Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi, mulai
dari bulan Oktober sampai bulan
Desember 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian EECM
terhadap larva Ae. aegypti , yang diberi
perlakuan selama 24 jam dan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali, didapatkan
hasil jumlah larva yang mati dalam 24 jam
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pada
Tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi
konsentrasi EECM semakin banyak
kematian larva yang terjadi. Kematian
larva dalam 24 jam pada kelompok 1 yang
merupakan kontrol (-) adalah 0%, maka
jumlah angka kematian yang diberi
perlakuan tidak perlu dikoreksi dengan
Abbot’s formula. Kematian sebesar 0%
yang terjadi pada kelompok 1 tersebut
sama seperti pada kelompok 2 yang berisi
EECM 0,02%. Kematian sebesar 100%
terjadi pada kelompok 6 yang berisi EECM
0,30% dan kelompok 7 yang berisi
temefos. Terdapat persentase kematian
larva yang sama menunjukkan bahwa
keduanya memiliki efektivitas yang sama
dalam membunuh larva.
Berdasarkan uji normalitas, data
yang diperoleh dalam penelitian ini
berdistribusi normal sehingga dapat
dilakukan uji statistik menggunakan
Anova. Berdasarkan hasil uji Anova pada
Tabel 2 didapatkan p< 0,01, dapat dilihat
pada kolom signifikan dengan nilai
p=0,000. Hal tersebut menunjukkan
bahwa EECM memiliki perbedaan efek
yang signifikan atau bermakna.
Karena hasil uji Anova signifikan,
maka dilanjutkan dengan uji Duncan yang
ditunjukkan pada Tabel 3. Pada Tabel 3
tersebut dapat dilihat bahwa dari setiap
kelompok perlakuan ada yang berada
dalam satu kolom dan kolom berbeda.
Kelompok perlakuan yang berada dalam
kolom berbeda memiliki perbedaan
efektivitas dari setiap konsentrasi dalam
membunuh larva, seperti pada kelompok
perlakuan 1 sampai 5 yang berisi EECM
0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30%.
Pada kelompok perlakuan yang berada
dalam satu kolom yang sama
menunjukkan bahwa tidak memiliki
perbedaan efektivitas dalam membunuh
larva, yaitu kelompok 5 dan 7 yang berisi
EECM 0,30% dan temefos 0,01%, hal
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 6/10
tersebut menunjukkan bahwa EECM
0,30% memiliki daya bunuh yang setara
dengan temefos. Selain itu, kelompok 1
dan 2 yang berisi kontrol (-) dan EECM
0,02% juga berada dalam satu kolom dan
sama-sama tidak memiliki daya bunuh
terhadap larva, karena pada kelompok
perlakuan tersebut tidak ditemukan larva
yang mati. Uji Duncan yang dilakukan
menunjukkan hasil yang sama dengan
hasil penelitian yang ditunjukkan pada
Tabel 1, setiap konsentrasi memiliki
efektivitas yang berbeda, dapat dilihat dari
perbedaan jumlah larva mati pada setiap
konsentrasinya. Semakin tinggi
konsentrasi semakin banyak kematian
larva yang terjadi.
Tabel 1 Jumlah Larva yang Mati dalam 24 jam
KelompokPengulangan
1 2 3 4 5 6 7
1 0 0 2 11 17 20 202 0 0 2 10 16 20 203 0 0 2 10 16 20 20
Jumlah 0 0 6 31 49 60 60Rata-rata 0 0 2 10,33 16,33 20 20
Persentase 0% 0% 10% 51,67% 81,67% 100% 100%Keterangan:1 : kontrol (-) yang berisi air2 : konsentrasi EECM 0,02%3 : konsentrasi EECM 0,09%4 : konsentrasi EECM 0,16%5 : konsentrasi EECM 0,23%6 : konsentrasi EECM 0,30%7 : kontrol (+) yang berisi temefos 0,01%
Tabel 2 Hasil Anova pada Pengamatan 24 Jam
Sum of Squares
dfMean
Square F Signifikan
Beetween Groups 1511,905 6 251,984 2645,833 ,000Within Groups 1,333 14 ,095
Total 1523,238 20
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 7/10
Tabel 3 Hasil Uji Duncan
Kelompok Perlakuan NSubset for alpha = 0,01
1 2 3 4 51 3 ,00
6 3 ,002 3 2,003 3 10,334 3 16,335 3 20,007 3 20,00
Signifikan 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000Keterangan:1 : kontrol (-) yang berisi air2 : konsentrasi EECM 0,02%3 : konsentrasi EECM 0,09%4 : konsentrasi EECM 0,16%
5 : konsentrasi EECM 0,23%6 : konsentrasi EECM 0,30%7 : kontrol (+) yang berisi temefos
Kematian larva yang terjadi
semakin meningkat sesuai dengan
kenaikan konsentrasi EECM, hal ini
disebabkan oleh kandungan capsaicin
yang terdapat dalam EECM juga semakin
meningkat. Capsaicin yang terkandung
dalam cabai merah memiliki efek
mematikan (toksik) dan menghambat
aktivitas makan (antifeedant ) larva yang
bersifat sementara atau permanen
tergantung potensi atau kekuatan
senyawa tersebut.9
Kematian pada larva terjadi akibat
capsaicin yang terkandung pada cabai
merah. Capsaicin tidak mudah larut dalam
air, namun mudah larut dalam alkohol.
Oleh karna itu digunakan pelarut dalam
penelitian ini untuk melarutkan capsaicin
adalah etanol. Dalam pembuatan EECM
digunakan alat untuk menguapkan pelarut
menggunakan evaporator . Alat ini bekerja
sederhana, yaitu menguapkan pelarut dan
menyisakan ekstrak tumbuhan dalam
labu. Maka dalam EECM yang digunakan
dalam penelitian ini sudah tidak
terkandung etanol.9
Dalam penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Madhumathy, Aviazi, dan
Vijayan (2007), EECM memiliki sifat
larvasidal pada larva nyamuk Culex
quinquefasciatus dengan konsentrasi
sebesar 0,0097% dan 0,022% serta pada
larva nyamuk Anopheles stephensi
sebesar 0,011% dan 0,027% terjadi
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 8/10
kematian larva sebesar 50% dan 90%
dalam 24 jam. Dalam penelitian tersebut
diungkapkan bahwa dalam 18 jam larva
menjadi tidak bergerak (inactive ) dan jatuh
ke dalam dasar gelas, tidak bergerak yang
dimaksudkan larva bersifat pasif. Secara
mikroskopis pada larva yang telah mati
tampak ekstrak tertelan dan masuk ke
dalam saluran pencernaan larva dan bisa
menyebabkan neurotoksik.4
Mekanisme bagaimana larvasida
dapat menyebabkan neurotoksik diduga
berlangsung melalui rangkaian kejadian
berikut: interaksi larvasida dengan
makromolekul tertentu dalam sistem saraf
menyebabkan kelumpuhan sistem otot
dan kelainan perilaku, kegagalan sistem
pernafasan (pertukaran udara),
ketidakseimbangan kandungan zat dalam
cairan tubuh, dan keracunan sel hingga
mengakibatkan kematian. Neurotoksik
yang terjadi pada larva masih hidup dapat
dilihat dengan ciri larva mengalami curling
up , agitasi, dan larva bergerak lebih cepat
secara tidak terkendali, lumpuh, dan
akhirnya larva tersebut akan mati.4,9
Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa EECM memiliki daya bunuh
terhadap larva Ae. aegypti , dengan EECM
0,30% yang memiliki daya bunuh paling
kuat dan setara dengan temefos yang
biasa digunakan di masyarakat.
Keefektifan dalam membunuh
biasanya disebut dengan istilah toksisitas
(daya bunuh). Larvasida dikatakan efektif
apabila dapat membunuh setengah dari
seluruh populasi yang dinyatakan dalam
suatu konsentrasi, yaitu LC50 (LC: Lethal
Concentration ).9 Toksisitas larvasida dapat
diprediksi dengan menggunakan uji probit
digunakan untuk mengetahui nilai LC50,
LC90, dan LC99, maka perhitungan
dilanjutkan dengan uji probit.
Hasi uji Probit yang ditunjukkan
pada Tabel 4 didapatkan LC50 pada
konsentrasi 0,113, LC90 pada 0,303, dan
LC99 pada 0,457. Jika dibandingkan
dengan hasil penelitian pada Tabel 1 LC50
berada diantara konsentrasi EECM 0,16
sampai 0,23%, LC90 dan LC99 berada
diantara konsentrasi EECM 0,23 sampai
0,30%. Pada hasil penelitian didapatkan
bahwa konsentrasi EECM 0,30% dapat
membunuh larva hingga 100%, namun
pada hasil statistik EECM 0,30% baru
dapat membunuh larva sebesar 90%.
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 9/10
Tabel 4 Hasil Uji Probit
Probability 95% Confidence Limits for Dosis EECM Estimate Lower Bound Upper Bound
,010 -0,231 -0,315 -0,173…
…
…
…
… … … … … … … …
,500 0,113 0,094 0,134… … … … … … … … … … … …
,900 0,303 0,265 0,357… … ... … … … … … … … … …
,990 0,457 0,396 0,547
SIMPULAN DAN SARAN
Ekstrak etanol cabai merah memiliki
daya bunuh terhadap larva Ae. aegypti .
Semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan, maka semakin tinggi pula daya
bunuhnya terhadap larva Ae.aegypti .
Perlu penelitian lebih lanjut jika
ekstrak etanol cabai merah ingin
digunakan sebagai larvasida alternatif
secara langsung. Dan juga masih perlu
penelitian lanjutan mengenai uji toksisitas
dan cara kerja ekstrak etanol cabai merah
dalam membunuh larva Ae. aegypti dan
juga mengenai larvasida nabati lain yang
ramah lingkungan dan dapat digunakan
untuk mengendalikan vektor DBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SP. Masalah demamberdarah dengue di Indonesia. Dalam:Naskah lengkap demam berdarahdengue. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2000.
2. World Health Organization. Dengueguidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. Geneva: WHO;2009. h. 3-5.
3. Suroso T, Umar AI. Epidemiologi danpenanggulangan penyakit demamberdarah dengue (DBD) di Indonesiasaat ini. Dalam: Naskah lengkapdemam berdarah dengue. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2000.
4. Madhumathy AP, Aivazi AA, VijayanVA. Larvacidal efficacy of Capsicum annum against Anopheles stephensi and Culex quinquefasciatus . Shortresearch communication [serial online]2007 September: 223-6. Availablefrom:URL:http://www.mrcindia.org/journal/issue/443223.pdf
5. Centers for Disease Control andPrevention. Larva bioassay. [diunduh23 Februari 2001] Tersedia dari:
http://www.cdc.gov/ncidod/wbt/resistance/assay/larval
5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 10/10
6. World Health Organization.Guidelines for laboratory and fieldtesting of mosquito larvacides:Geneva: WHO;2005. h. 11.
7. Tumbelaka AR, Riono P,
Sastroasmoro S, Wirjodiarjo M,Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan ujihipotesis. Dalam: Dasar-dasarmetodologi penelitian klinis. ed 2.Jakarta: Sagung Seto; 2002. H. 240-51.
8. Dahlan MS. Statistik untuk kedokterandan kesehatan. ed 4. Jakarta:Salemba Medika; 2008.
9. Dadang, Prijono D. Prinsip,pemanfaatan, dan pengembanganinsektisida nabati. Ed 1. Bogor:Departemen Proteksi TanamanFakultas Pertanian IPB; 2008. h. 1-7,17-26, 30-4, 46-9, 120-2.