JURNAL

10
 UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH“Capsicum annum Linn TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti di CIMAHI  Novita Dewi, Emma Mardliyah, Lutfhi Nurlaela Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi ABSTRAK Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti . Hingga saat ini obat dan vaksin untuk mencegah DBD belum ditemukan, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah pengendalian vektor dengan menggunakan larvasida sintetik yang ternyata berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan larvasida yang bersifat ramah lingkungan, salah satunya adalah cabai merah (Capsicum annum Linn) . Capsaicin yang terkandung dalam cabai merah diketahui memiliki efek mematikan terhadap larva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya bunuh ekstrak etanol cabai merah (EECM) dan hubungannya dengan peningkatan konsentrasi EECM terhadap larva Aedes aegypti . Metode yang digunakan adalah eksperimental laboratorium. Konsentrasi yang dipakai adalah EECM 0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30% dengan kontrol(-) berisi air dan kontrol(+) berisi temefos. Duapuluh larva dimasukkan ke dalam gelas plastik yang berisi 100 ml air, CMC (Carboxylmethyl Cellulose ), dan EECM. Data yang diukur adalah jumlah kematian larva setelah pengamatan 24 jam. Analisis data mengunakan Anova, apabila terdapat perbedaan (p<0,01) dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian didapatkan EECM memiliki perbedaan yang signifikan (p= .000). Terdapat perbedaan efektivitas pada konsentrasi EECM 0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30%, sedangkan pada EECM 0,02% dengan kontrol(-) dan 0,30% dengan kontrol(+) tidak terdapat perbedaan efektivitas. EECM memiliki daya bunuh terhadap larva Aedes aegypti , semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi daya bunuhnya. Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Larva Aedes aegypti , Ekstrak Etanol Cabai Merah PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit virus yang ditansmisikan oleh nyamuk yang paling cepat pertumbuhannya di dunia. Diperkirakan DBD terjadi sebanyak 50 juta setiap tahunnya dan sekitar 2,5 miliyar orang tinggal di negara-negara endemik.  Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia dan saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan. Pada tahun 2007, di Indonesia dilaporkan 150.000 kasus DBD dengan lebih dari 25.000 kasus yang dilaporkan terjadi di Jakarta dan Jawa Barat. 1,2  Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Ae. aegypti ) yang juga merupakan vektor utama DBD. Penyakit

Transcript of JURNAL

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 1/10

 

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH“Capsicum annum Linn ”TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti di CIMAHI 

Novita Dewi, Emma Mardliyah, Lutfhi NurlaelaFakultas Kedokteran Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus,ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti . Hingga saat ini obat dan vaksin untuk mencegahDBD belum ditemukan, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah pengendalian vektordengan menggunakan larvasida sintetik yang ternyata berbahaya bagi lingkungan. Olehkarena itu, diperlukan larvasida yang bersifat ramah lingkungan, salah satunya adalah cabaimerah (Capsicum annum Linn). Capsaicin  yang terkandung dalam cabai merah diketahuimemiliki efek mematikan terhadap larva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuikemampuan daya bunuh  ekstrak etanol cabai merah (EECM) dan hubungannya dengan

peningkatan konsentrasi EECM terhadap larva Aedes aegypti . Metode yang digunakanadalah eksperimental laboratorium. Konsentrasi yang dipakai adalah EECM 0,02%, 0,09%,0,16%, 0,23%, dan 0,30% dengan kontrol(-) berisi air dan kontrol(+) berisi temefos.Duapuluh larva dimasukkan ke dalam gelas plastik yang berisi 100 ml air, CMC(Carboxylmethyl Cellulose ), dan EECM. Data yang diukur adalah jumlah kematian larvasetelah pengamatan 24 jam. Analisis data mengunakan Anova, apabila terdapat perbedaan(p<0,01) dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian didapatkan EECM memilikiperbedaan yang signifikan (p= .000). Terdapat perbedaan efektivitas pada konsentrasiEECM 0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30%, sedangkan pada EECM 0,02% dengankontrol(-) dan 0,30% dengan kontrol(+) tidak terdapat perbedaan efektivitas. EECM memilikidaya bunuh terhadap larva Aedes aegypti , semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi dayabunuhnya.

Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Larva Aedes aegypti , Ekstrak Etanol Cabai Merah

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD)

merupakan penyakit virus yang

ditansmisikan oleh nyamuk yang paling

cepat pertumbuhannya di dunia.

Diperkirakan DBD terjadi sebanyak 50 juta

setiap tahunnya dan sekitar 2,5 miliyar

orang tinggal di negara-negara endemik. 

Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke

seluruh provinsi di Indonesia dan saat ini

DBD sudah endemis di banyak kota besar,

bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah

terjangkit di daerah pedesaan. Pada tahun

2007, di Indonesia dilaporkan 150.000

kasus DBD dengan lebih dari 25.000

kasus yang dilaporkan terjadi di Jakarta

dan Jawa Barat.1,2 

Penyakit DBD disebabkan oleh

virus dengue yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk, yaitu nyamuk Aedes 

aegypti  (Ae. aegypti ) yang juga

merupakan vektor utama DBD. Penyakit

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 2/10

 

DBD ini dapat menyerang semua orang

dan dapat mengakibatkan kematian

terutama pada anak serta sering

menimbulkan kejadian luar biasa atau

epidemik.3 

Banyak teknologi yang telah

dikembangkan untuk mengendalikan

vektor DBD, baik yang berbasis alam,

fisik-mekanik, maupun kimia, namun

bahan aktif yang digunakan sebagai

insektisida tidak selalu efektif dan ada

yang sudah menunjukkan resistensi. Untuk

mengantisipasi peristiwa tersebut banyak

peneliti melakukan eksplorasi bahan aktif

insektisida dan larvasida yang berasal dari

tanaman, seperti tanaman selasih ataupun

biji nimba.3 

Pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Madhumathy, Aivazi dan

Vijayan (2007) dilaporkan bahwa ekstrak

etanol cabai merah (Capsicum annum 

Linn ) yang mengandung capsaicinoids  

bisa digunakan sebagai larvasidal nyamuk

Anopheles stephensi  dan Culex 

quinquefasciatus .4 Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kemampuan daya

bunuh ekstrak etanol cabai merah (EECM)

dan hubungannya dengan peningkatan

konsentrasi EECM terhadap larva Aedes 

aegypti .

BAHAN DAN METODE

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian

eksperimental yang dilaksanakan di

laboratorium, dan rancangan penelitian

yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap.

Subjek penelitian yang digunakan

adalah larva nyamuk Ae. aegypti instrar III

yang dikembangbiakkan di Laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran Unjani.

Bahan-bahan yang digunakan

adalah larva nyamuk Ae. aegypti  instar II

sebanyak 140 ekor sebagai hewan uji,

EECM sebagai bahan penelitian, temefos,

air, dan Carboxylmethyl Cellulose  (CMC)

sebagai pelarut EECM.

Cara pemeriksaan didahului dengan

pembuatan ekstrak, kemudian dilakukan

pengembangbiakkan larva dan uji

larvasida. Pembuatan ekstrak dilakukan

dengan menyiapkan 1 kg cabai merah

yang diblender kasar dan dimaserasi

dengan etanol 95% selama 24 jam

sebanyak 3 kali, setelah itu cabai merah

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 3/10

 

tersebut disaring dan difiltrasi. Selanjutnya

menguapkan pelarut dengan

menggunakan evaporator sampai etanol

dalam ekstrak tersebut tidak menetes.

Setelah EECM selesai dibuat

dilanjutkan dengan pengembangbiakkan

larva. Larva yang digunakan dalam

penelitian ini diambil dari lingkungan

Fakultas Kedokteran Unjani, kemudian

larva diidentifikasi dan dimasukkan dalam

bak penampungan hingga menjadi

nyamuk. Setelah larva tersebut menjadi

nyamuk kemudian dipindahkan ke dalam

kelambu yang telah berisi marmut dan bak

penampungan yang dikelilingi kertas

saring. Nyamuk betina yang berada pada

kelambu akan menghisap darah marmut

hingga kenyang dan selanjutnya akan

meletakkan telurnya dalam bak

penampungan atau kertas saring.

Kemudian kertas saring tersebut

dipindahkan ke bak penampungan lain

yang telah berisi air, rendam telur dalam

air hingga menetas dan didapatkan

stadium larva yang akan digunakan, yaitu

larva instar III.

Setelah EECM dan larva siap,

dilanjutkan dengan uji larvasida. Pertama

menyiapkan 7 buah gelas plastik

berukuran 250 ml sebagai wadah

penelitian. Kemudian isi setiap gelas

sesuai dengan konsentrasi yang telah

ditentukan. Konsentrasi yang digunakan

dalam penelitian ini dibagi menjadi 7

kelompok, kelompok 1 berisi 100 ml air

sebagai kontrol (-), kelompok 2 sampai 6

berisi 100 ml EECM dengan konsentrasi

yang berurutan mulai dari 0,02%, 0,09%,

0,16%, 0,23%, dan 0,30%, dan kelompok

7 berisi 100 ml temefos 0,01% sebagai

kontrol (+). Selanjutnya masukkan 20

larva ke dalam masing-masing gelas dan

masukkan gelas-gelas tersebut ke dalam

kelambu untuk mencegah nyamuk yang

berasal dari luar masuk dan meletakkan

telurnya. Lakukan penghitungan jumlah

larva yang mati pada setiap gelas setelah

24 jam. Selanjutnya mengamati pada

konsentrasi berapakah yang paling efektif

membunuh larva. Pada setiap kelompok

perlakuan diulangi sebanyak 3 kali.

Langkah-langkah uji larvasida seperti yang

telah diuraikan di atas dapat dilihat pada

bagan 1.

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 4/10

 

 

Bagan 1 Uji Larvasida5 

Bagan 1 Uji Larvasida5 

Jumlah larva yang mati dihitung

setelah 24 jam. Jika kematian larva pada

kontrol (-) mencapai 5-20%, maka jumlah

angka kematian dari yang diberi perlakuan

harus dikoreksi menurut Abbot’s formula.6 

Mortality (%) = 

100 

Keterangan:X = Persentase larva yang hidup pada

kontrolY = Pertentase larva yang hidup pada

sampel

Data yang diperoleh akan dianalisis

dengan menggunakan one-analysis of 

variance  (Anova satu arah) untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan

efektivitas dari setiap konsentrasi EECM.

Anova dapat dipakai apabila memenuhi

syarat sebagai berikut:

1. Distribusi data adalah normal atau

hampir normal (p> 0,01).

2. Varians kedua kelompok sama, yang

disebut sebagai homogen.

Apabila hasil anova diperoleh nilai

yang signifikan, maka dilakukan uji

Duncan untuk mencari letak

perbedaannya.7,8 

Tempat dan waktu penelitian

dilakukan di Laboratorium Parasitologi

7 buah gelas plastik 250 ml

Gelas 1 Gelas 4Gelas 3Gelas 2 Gelas 5 Gelas 6 Gelas 7

100 mlair

100 mlEECM0,16%

100 mlEECM0,09%

100 mlEECM0,02%

100 mlEECM0,23%

100 mlEECM0,30%

100 mltemefos0,01%

Memasukkan 20 larva instar III pada setiap gelas

Memasukkan gelas ke dalam kelambu

Melakukan pengamatan 24 jam kemudian

 

Menghitung larva yang mati pada setiap gelas

Mengamati konsentrasi berapa yang paling efektif

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 5/10

 

Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi, mulai

dari bulan Oktober sampai bulan

Desember 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian EECM

terhadap larva Ae. aegypti , yang diberi

perlakuan selama 24 jam dan dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali, didapatkan

hasil jumlah larva yang mati dalam 24 jam

yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pada

Tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi

konsentrasi EECM semakin banyak

kematian larva yang terjadi. Kematian

larva dalam 24 jam pada kelompok 1 yang

merupakan kontrol (-) adalah 0%, maka

  jumlah angka kematian yang diberi

perlakuan tidak perlu dikoreksi dengan

  Abbot’s formula. Kematian sebesar 0%

yang terjadi pada kelompok 1 tersebut

sama seperti pada kelompok 2 yang berisi

EECM 0,02%. Kematian sebesar 100%

terjadi pada kelompok 6 yang berisi EECM

0,30% dan kelompok 7 yang berisi

temefos. Terdapat persentase kematian

larva yang sama menunjukkan bahwa

keduanya memiliki efektivitas yang sama

dalam membunuh larva.

Berdasarkan uji normalitas, data

yang diperoleh dalam penelitian ini

berdistribusi normal sehingga dapat

dilakukan uji statistik menggunakan

Anova. Berdasarkan hasil uji Anova pada

Tabel 2 didapatkan p< 0,01, dapat dilihat

pada kolom signifikan dengan nilai

p=0,000. Hal tersebut menunjukkan

bahwa EECM memiliki perbedaan efek

yang signifikan atau bermakna.

Karena hasil uji Anova signifikan,

maka dilanjutkan dengan uji Duncan yang

ditunjukkan pada Tabel 3. Pada Tabel 3

tersebut dapat dilihat bahwa dari setiap

kelompok perlakuan ada yang berada

dalam satu kolom dan kolom berbeda.

Kelompok perlakuan yang berada dalam

kolom berbeda memiliki perbedaan

efektivitas dari setiap konsentrasi dalam

membunuh larva, seperti pada kelompok

perlakuan 1 sampai 5 yang berisi EECM

0,02%, 0,09%, 0,16%, 0,23%, dan 0,30%.

Pada kelompok perlakuan yang berada

dalam satu kolom yang sama

menunjukkan bahwa tidak memiliki

perbedaan efektivitas dalam membunuh

larva, yaitu kelompok 5 dan 7 yang berisi

EECM 0,30% dan temefos 0,01%, hal

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 6/10

 

tersebut menunjukkan bahwa EECM

0,30% memiliki daya bunuh yang setara

dengan temefos. Selain itu, kelompok 1

dan 2 yang berisi kontrol (-) dan EECM

0,02% juga berada dalam satu kolom dan

sama-sama tidak memiliki daya bunuh

terhadap larva, karena pada kelompok

perlakuan tersebut tidak ditemukan larva

yang mati. Uji Duncan yang dilakukan

menunjukkan hasil yang sama dengan

hasil penelitian yang ditunjukkan pada

Tabel 1, setiap konsentrasi memiliki

efektivitas yang berbeda, dapat dilihat dari

perbedaan jumlah larva mati pada setiap

konsentrasinya. Semakin tinggi

konsentrasi semakin banyak kematian

larva yang terjadi. 

Tabel 1 Jumlah Larva yang Mati dalam 24 jam

KelompokPengulangan

1 2 3 4 5 6 7

1 0 0 2 11 17 20 202 0 0 2 10 16 20 203 0 0 2 10 16 20 20

Jumlah 0 0 6 31 49 60 60Rata-rata 0 0 2 10,33 16,33 20 20

Persentase 0% 0% 10% 51,67% 81,67% 100% 100%Keterangan:1 : kontrol (-) yang berisi air2 : konsentrasi EECM 0,02%3 : konsentrasi EECM 0,09%4 : konsentrasi EECM 0,16%5 : konsentrasi EECM 0,23%6 : konsentrasi EECM 0,30%7 : kontrol (+) yang berisi temefos 0,01%

Tabel 2 Hasil Anova pada Pengamatan 24 Jam

Sum of Squares 

dfMean 

Square F Signifikan

Beetween Groups  1511,905 6 251,984 2645,833 ,000Within Groups  1,333 14 ,095

Total 1523,238 20

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 7/10

 

Tabel 3 Hasil Uji Duncan

Kelompok Perlakuan NSubset for alpha = 0,01

1 2 3 4 51 3 ,00

6 3 ,002 3 2,003 3 10,334 3 16,335 3 20,007 3 20,00

Signifikan 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000Keterangan:1 : kontrol (-) yang berisi air2 : konsentrasi EECM 0,02%3 : konsentrasi EECM 0,09%4 : konsentrasi EECM 0,16%

5 : konsentrasi EECM 0,23%6 : konsentrasi EECM 0,30%7 : kontrol (+) yang berisi temefos

Kematian larva yang terjadi

semakin meningkat sesuai dengan

kenaikan konsentrasi EECM, hal ini

disebabkan oleh kandungan capsaicin  

yang terdapat dalam EECM juga semakin

meningkat. Capsaicin  yang terkandung

dalam cabai merah memiliki efek

mematikan (toksik) dan menghambat

aktivitas makan (antifeedant ) larva yang

bersifat sementara atau permanen

tergantung potensi atau kekuatan

senyawa tersebut.9

Kematian pada larva terjadi akibat

capsaicin  yang terkandung pada cabai

merah. Capsaicin  tidak mudah larut dalam

air, namun mudah larut dalam alkohol.

Oleh karna itu digunakan pelarut dalam

penelitian ini untuk melarutkan capsaicin  

adalah etanol. Dalam pembuatan EECM

digunakan alat untuk menguapkan pelarut

menggunakan evaporator . Alat ini bekerja

sederhana, yaitu menguapkan pelarut dan

menyisakan ekstrak tumbuhan dalam

labu. Maka dalam EECM yang digunakan

dalam penelitian ini sudah tidak

terkandung etanol.9 

Dalam penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Madhumathy, Aviazi, dan

Vijayan (2007), EECM memiliki sifat

larvasidal pada larva nyamuk Culex 

quinquefasciatus  dengan konsentrasi

sebesar 0,0097% dan 0,022% serta pada

larva nyamuk Anopheles stephensi  

sebesar 0,011% dan 0,027% terjadi

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 8/10

 

kematian larva sebesar 50% dan 90%

dalam 24 jam. Dalam penelitian tersebut

diungkapkan bahwa dalam 18 jam larva

menjadi tidak bergerak (inactive ) dan jatuh

ke dalam dasar gelas, tidak bergerak yang

dimaksudkan larva bersifat pasif. Secara

mikroskopis pada larva yang telah mati

tampak ekstrak tertelan dan masuk ke

dalam saluran pencernaan larva dan bisa

menyebabkan neurotoksik.4 

Mekanisme bagaimana larvasida

dapat menyebabkan neurotoksik diduga

berlangsung melalui rangkaian kejadian

berikut: interaksi larvasida dengan

makromolekul tertentu dalam sistem saraf

menyebabkan kelumpuhan sistem otot

dan kelainan perilaku, kegagalan sistem

pernafasan (pertukaran udara),

ketidakseimbangan kandungan zat dalam

cairan tubuh, dan keracunan sel hingga

mengakibatkan kematian. Neurotoksik

yang terjadi pada larva masih hidup dapat

dilihat dengan ciri larva mengalami curling 

up , agitasi, dan larva bergerak lebih cepat

secara tidak terkendali, lumpuh, dan

akhirnya larva tersebut akan mati.4,9

Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa EECM memiliki daya bunuh

terhadap larva Ae. aegypti , dengan EECM

0,30% yang memiliki daya bunuh paling

kuat dan setara dengan temefos yang

biasa digunakan di masyarakat.

Keefektifan dalam membunuh

biasanya disebut dengan istilah toksisitas

(daya bunuh). Larvasida dikatakan efektif

apabila dapat membunuh setengah dari

seluruh populasi yang dinyatakan dalam

suatu konsentrasi, yaitu LC50 (LC: Lethal 

Concentration ).9 Toksisitas larvasida dapat

diprediksi dengan menggunakan uji probit

digunakan untuk mengetahui nilai LC50,

LC90, dan LC99, maka perhitungan

dilanjutkan dengan uji probit.

Hasi uji Probit yang ditunjukkan

pada Tabel 4 didapatkan LC50 pada

konsentrasi 0,113, LC90 pada 0,303, dan

LC99 pada 0,457. Jika dibandingkan

dengan hasil penelitian pada Tabel 1 LC50 

berada diantara konsentrasi EECM 0,16

sampai 0,23%, LC90 dan LC99 berada

diantara konsentrasi EECM 0,23 sampai

0,30%. Pada hasil penelitian didapatkan

bahwa konsentrasi EECM 0,30% dapat

membunuh larva hingga 100%, namun

pada hasil statistik EECM 0,30% baru

dapat membunuh larva sebesar 90%.

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 9/10

 

Tabel 4 Hasil Uji Probit

Probability 95% Confidence Limits for Dosis EECM Estimate Lower Bound Upper Bound 

,010 -0,231 -0,315 -0,173…

 …

 …

 …

 …  …  …  … …  …  …  … 

,500 0,113 0,094 0,134…  …  …  … …  …  …  … …  …  …  … 

,900 0,303 0,265 0,357…  … ... … …  …  …  … …  …  …  … 

,990 0,457 0,396 0,547

SIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak etanol cabai merah memiliki

daya bunuh terhadap larva Ae. aegypti .

Semakin tinggi konsentrasi yang

digunakan, maka semakin tinggi pula daya

bunuhnya terhadap larva Ae.aegypti .

Perlu penelitian lebih lanjut jika

ekstrak etanol cabai merah ingin

digunakan sebagai larvasida alternatif

secara langsung. Dan juga masih perlu

penelitian lanjutan mengenai uji toksisitas

dan cara kerja ekstrak etanol cabai merah

dalam membunuh larva Ae. aegypti  dan

  juga mengenai larvasida nabati lain yang

ramah lingkungan dan dapat digunakan

untuk mengendalikan vektor DBD.

DAFTAR PUSTAKA 

1. Soedarmo SP. Masalah demamberdarah dengue di Indonesia. Dalam:Naskah lengkap demam berdarahdengue. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2000.

2. World Health Organization. Dengueguidelines for diagnosis, treatment,

prevention and control. Geneva: WHO;2009. h. 3-5.

3. Suroso T, Umar AI. Epidemiologi danpenanggulangan penyakit demamberdarah dengue (DBD) di Indonesiasaat ini. Dalam: Naskah lengkapdemam berdarah dengue. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2000.

4. Madhumathy AP, Aivazi AA, VijayanVA. Larvacidal efficacy of Capsicum annum  against Anopheles stephensi and Culex quinquefasciatus . Shortresearch communication [serial online]2007 September: 223-6. Availablefrom:URL:http://www.mrcindia.org/journal/issue/443223.pdf

5. Centers for Disease Control andPrevention. Larva bioassay. [diunduh23 Februari 2001] Tersedia dari:

http://www.cdc.gov/ncidod/wbt/resistance/assay/larval

5/14/2018 JURNAL - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a9316a54e20 10/10

 

6. World Health Organization.Guidelines for laboratory and fieldtesting of mosquito larvacides:Geneva: WHO;2005. h. 11.

7. Tumbelaka AR, Riono P,

Sastroasmoro S, Wirjodiarjo M,Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan ujihipotesis. Dalam: Dasar-dasarmetodologi penelitian klinis. ed 2.Jakarta: Sagung Seto; 2002. H. 240-51.

8. Dahlan MS. Statistik untuk kedokterandan kesehatan. ed 4. Jakarta:Salemba Medika; 2008.

9. Dadang, Prijono D. Prinsip,pemanfaatan, dan pengembanganinsektisida nabati. Ed 1. Bogor:Departemen Proteksi TanamanFakultas Pertanian IPB; 2008. h. 1-7,17-26, 30-4, 46-9, 120-2.