JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND...

26
1 KEMANGKIRAN GURU SMP DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND THE ANALYSIS OF THE CAUSATIVE FACTORS Yaya Jakaria Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e-mail: [email protected] ABSTRAK Kajian ini secara umum bertujuan untuk memproleh data/informasi tentang tingkat kemangkiran guru di SMP dalam rangka memberikan alternatif saran kebijakan tentang upaya peningkatan kehadiran guru guna pencapaian hasil belajar yang lebih bermutu. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey dan descriptive research.Kajian ini dilakukan di 20 kabupaten/kota yang ikut program BERMUTU sebagai sampel lokasi yang ditentukan secara cluster random sampling berdasarkan distribusi geografi 10 wilayah dan pertimbangan sebaran populasi jumlah guru di kabupaten/kota pada wilayah tersebut. Dari 20 kabupaten/kota terpilih ditentukan SMP sampel secara acak yang ikutserta Program BERMUTU, untuk masing-masing kabupaten/kota tersebut dipilih rata-rata 8 (delapan) SMP. Adapun total sampel SMP terpilih adalah sebanyak149 SMPN. Responden dalam penelitian ini terdiri atas Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan Guru SMP (1.067 orang). Hasil kajian antara lain : (1). Tingkat kemangkiran guru SMP pada hari sidak (H) ternyata cukup tinggi , yakni rata-rata 13,96%; (2) Secara keseluruhan penyebab utama kemangkiran guru adalah karena penugasan sekolah dan ini cukup besar (33,3%); (3) upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi agar pembelajaran berjalan apabila guru mangkir adalah sebagian besar sekolah (67,7%) menempuh upaya dengan menerapkan tata tertib sekolah, dan 49% memberikan biaya transportasi;dan (4) Kemangkiran guru di SMP berdampak negatif terhadap proses pembelajaran, karena dapat menyebabkan pembelajaran tidak berjalan efektif (61,52%), menurunkan prestasi hasil belajar siswa (73,62%), dan citra sekolah (67,06%). Selain itu, dampak lain yang mungkin timbul adalah timbulnya perkelahian/pelanggaran (26,15%). Kata Kunci: Kemangkiran Guru, Prestasi Belajar, dan Proses Pembelajaran ABSTRACT This study aims to gather data and information on the level of junior secondary teachers’ truancy in order to propose alternatives of policy recommendation concerning efforts to escalate teachers’ presence which lead to quality learning achievements. Survey methods and descriptive research are used in this study. 20 districts/municipalities which take part in BERMUTU (Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) program set forth as the sample location based on cluster random sampling, taking into consideration the geographical distribution of 10 localities and the population of teachers distribution within the said districts/municipalities. Out of each appointed district/municipality an average of 8 Junior Secondary School (SMP) which participated in BERMUTU were randomly appointed. A total number of 149 state SMP were selected, with Head of district/municipalities Office of Education (147 person) and SMP teachers (1067

Transcript of JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND...

Page 1: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

1  

KEMANGKIRAN GURU SMP DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA

JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND THE ANALYSIS OF THE CAUSATIVE FACTORS

Yaya Jakaria Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kajian ini secara umum bertujuan untuk memproleh data/informasi tentang tingkat kemangkiran guru di SMP dalam rangka memberikan alternatif saran kebijakan tentang upaya peningkatan kehadiran guru guna pencapaian hasil belajar yang lebih bermutu. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey dan descriptive research.Kajian ini dilakukan di 20 kabupaten/kota yang ikut program BERMUTU sebagai sampel lokasi yang ditentukan secara cluster random sampling berdasarkan distribusi geografi 10 wilayah dan pertimbangan sebaran populasi jumlah guru di kabupaten/kota pada wilayah tersebut. Dari 20 kabupaten/kota terpilih ditentukan SMP sampel secara acak yang ikutserta Program BERMUTU, untuk masing-masing kabupaten/kota tersebut dipilih rata-rata 8 (delapan) SMP. Adapun total sampel SMP terpilih adalah sebanyak149 SMPN. Responden dalam penelitian ini terdiri atas Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan Guru SMP (1.067 orang). Hasil kajian antara lain : (1). Tingkat kemangkiran guru SMP pada hari sidak (H) ternyata cukup tinggi , yakni rata-rata 13,96%; (2) Secara keseluruhan penyebab utama kemangkiran guru adalah karena penugasan sekolah dan ini cukup besar (33,3%); (3) upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi agar pembelajaran berjalan apabila guru mangkir adalah sebagian besar sekolah (67,7%) menempuh upaya dengan menerapkan tata tertib sekolah, dan 49% memberikan biaya transportasi;dan (4) Kemangkiran guru di SMP berdampak negatif terhadap proses pembelajaran, karena dapat menyebabkan pembelajaran tidak berjalan efektif (61,52%), menurunkan prestasi hasil belajar siswa (73,62%), dan citra sekolah (67,06%). Selain itu, dampak lain yang mungkin timbul adalah timbulnya perkelahian/pelanggaran (26,15%).

Kata Kunci: Kemangkiran Guru, Prestasi Belajar, dan Proses Pembelajaran

ABSTRACT

This study aims to gather data and information on the level of junior secondary teachers’ truancy in order to propose alternatives of policy recommendation concerning efforts to escalate teachers’ presence which lead to quality learning achievements. Survey methods and descriptive research are used in this study. 20 districts/municipalities which take part in BERMUTU (Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) program set forth as the sample location based on cluster random sampling, taking into consideration the geographical distribution of 10 localities and the population of teachers distribution within the said districts/municipalities. Out of each appointed district/municipality an average of 8 Junior Secondary School (SMP) which participated in BERMUTU were randomly appointed. A total number of 149 state SMP were selected, with Head of district/municipalities Office of Education (147 person) and SMP teachers (1067

Page 2: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

2  

person) as the respondents. It was revealed that : (1) the level of teachers’ truancy on the day of the surprise inspection was fairly high, at an average of 13,96%; (2) in general the main reason of teachers’ truancy was school assignments (33,3%); (3) schools efforts to overcome the problem so that the teaching learning process can proceed in the absence of teachers were most schools (67,7%) operationalize the school’s code of conduct, and 49% provide transportation expense, and (4) teachers’ truancy negatively impacts the learning process, as it leads to ineffective students’ learning (61,52%), declined students’ learning achievements (73,62%), and school image (67,06%). Furthermore, other potential negative impacts was the occurance of fights/violations (26,15%).

Key Words : teachers’ truancy, learning achievement, learning process

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu upaya untuk mencerdaskan bangsa seperti yang diamanatkan dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melalui pendidikan yang diatur dalam

Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Manusia Indonesia diharapkan akan meningkat kualitasnya melalui pendidikan. Kualitas

tersebut dapat diukur berdasarkan Human Development Index atau Indek Pembangunan

Manusia (IPM). IPM Indonesia tahun 2008 adalah berada di urutan 7 dari 9 negara

lingkungan ASEAN atau urutan 3 dari bawah di atas Myanmar dan Cambodia (skor Indonesia

107) yang menunjukkan bahwa kualitas manusia Indonesia masih relatif rendah.

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pendidikan, antara lain

kurikulum, guru, sarana dan sarana pendidikan, lingkungan, manajemen pendidikan, dan

potensi anak itu sendiri. Namun dari berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan

tersebut, faktor guru merupakan faktor yang penting, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor

kunci dalam keberhasilan pendidikan. Guru adalah faktor dominan dalam proses pendidikan

dan salah satu masukan instrumental yang sangat penting dalam proses belajar mengajar.

Dapat dinyatakan bahwa proses pendidikan di sekolah sangat tergantung pada guru.

Kehadiran guru dalam proses belajar tatap muka sangat penting karena guru adalah

orang yang secara periodik berinteraksi dengan peserta didik. Dengan demikian, pada

dasarnya upaya peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat komitmen dan

profesionalitas guru dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah, apalagi pada tingkat

Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Page 3: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

3  

Sebagai konsekuensi dari peran sentral guru adalah kehadiran guru dalam proses

pembelajaran peserta didik pada hari-hari belajar yang ditetapkan. Ketidakhadiran

(kemangkiran) guru dalam kelas akan mempengaruhi proses pembelajaran. Berbagai

penelitian menunjukkan apapun alasan kemangkiran guru dalam tugasnya berdampak pada

peningkatan dana operasional sekolah, menurunnya citra sekolah, dan kinerja sekolah, serta

menurunnya prestasi siswa (khususnya di daerah-daerah terpencil).

Tingkat kemangkiran guru dalam mengajar di Indonesia masih belum banyak dikaji dan

diteliti secara mendalam. Namun dari berbagai sisi, kemangkinan guru memiliki dampak yang

signifikan terhadap tingkat prestasi belajar siswa. Hasil penelitian Bank Dunia dan Universitas

Harvard (2004) di delapan negara berkembang (Bangladesh, Equador, India, Indonesia, Peru,

Papaua New Guinea, Zambia dan Uganda) dengan fokus utama angka absensi guru SD di

pedesaan, diperoleh angka rata-rata guru mangkir sebesar 19%. Angka kemangkiran guru

tertinggi terjadi di Uganda yang mencapai 39%, di India sebesar 25%, Zambia sebesar 17%,

Bangladesh sebesar 16%, Equador dan Papua New Guinea sebesar 15% dan terkecil Peru rata-

rata guru mangkir sebesar 11 %. Di Indonesia tingkat kemangkiran guru SD mencapai 19%.

Rumusan Masalah

Dalam studi ini, kajian akan dikembangkan berdasarkan rumusan masalah yang

mendasarinya yang dispesifikkan menjadi pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Seberapa tinggi tingkat kemangkiran guru?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan guru mangkir?

3. Upaya apa yang dilakukan sekolah untuk mengatasi kelas agar pembelajaran tetap berjalan?

4. Upaya apa yang dilakukan sekolah dan dinas pendidikan untuk mengurangi kemangkiran

guru?

5. Apa kebijakan daerah yang dilakukan untuk mengatasi kemangkiran guru?

6. Bagaimanakah dampak kemangkiran guru terhadap proses pembelajaran, prestasi siswa,

dan citra sekolah?

Tujuan

Secara umum tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat kemangkiran guru SMP.

Data yang dikumpulkan memungkinkan pemangku kepentingan untuk memetakan tingkat

kemangkiran guru berdasarkan indikator yang terukur dan memanfaatkan temuan penelitian

Page 4: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

4  

sebagai bahan masukan dalam pembuatan keputusan untuk meningkatkan kehadiran guru di

kelas.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi

tentang:

1. Tingkat kemangkiran guru;

2. Faktor-faktor penyebab guru mangkir;

3. Upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi kelas agar pembelajaran tetap berjalan

ketika guru mangkir;

4. Upaya yang dilakukan sekolah dan dinas pendidikan untuk mengurangi kemangkiran guru;

5. Kebijakan daerah yang dilakukan untuk mengatasi kemangkiran guru;

6. Dampak kemangkiran guru terhadap proses pembelajaran, prestasi siswa, dan citra sekolah.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

Konsep Kemangkiran Guru

Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru mempunyai peranan yang sangat

penting. Hal ini disebabkan guru merupakan key person yang berhadapan langsung dengan

siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Kehadiran guru merupakan kunci bagi

terwujudnya kegiatan pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran.

Menurut Hoy & Miskel (2008), berbagai studi tentang sekolah bermutu di berbagai

negara maju menunjukkan bahwa salah satu indikator output sekolah bermutu adalah

rendahnya tingkat kemangkiran guru dan siswa di sekolah. Penelitian tersebut mengungkapkan

pula bahwa tingkat kemangkiran guru berkaitan erat dengan peningkatan dana yang harus

dikeluarkan sekolah untuk membiayai guru pengganti dan juga citra sekolah. Sekolah yang

gurunya banyak mangkir dikategorikan sebagai sekolah yang tidak bermutu atau citranya

kurang baik di masyarakat.

Kehadiran guru dalam proses belajar tatap muka adalah sangat penting karena guru

adalah orang yang secara periodik berinteraksi dengan peserta didik. Dengan demikian, pada

dasarnya upaya peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat komitmen dan

profesionalitas guru dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah. Peran guru sangat

esensial karena siswa memerlukan bimbingan dan layanan yang lebih intens sesuai dengan

Page 5: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

5  

karakteristik perkembangan peserta didik. Oleh karena itu ketidakhadiran (kemangkiran) guru

dalam kelas akan mempengaruhi proses pembelajaran.

Kemangkiran didefinisikan oleh Ivatts (2010) sebagai kegagalan seseorang (guru) untuk

melaporkan atau untuk bekerja sesuai dengan yang telah dijadualkan. Dalam prakteknya, ada

dua jenis kemangkiran guru. Pertama, kemangkiran karena melaksanakan tugas-tugas lembaga

yang lain dan ditetapkan secara legal (seperti mengikuti pelatihan atau rapat dinas) atau karena

alasan kesehatan (seperti sakit keras atau melahirkan). Kedua, kemangkiran karena problem

pribadi guru dan suasana kerja yang tidak kondusif, seperti halnya malas, faktor ekonomi,

tidak taat aturan, atau kerja mau enak sendiri.

Dalam studi ini, Kemangkiran guru didefinisikan sebagai guru yang tidak hadir sesuai

jadual yang sudah ditetapkan. Tingkat kemangkiran guru dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Rumus 2

X = Guru mata pelajaran yang di UN kan di SMP yang dijadualkan mengajar hari tertentu tetapi tidak hadir/tidak datang mengajar.

Y = Seluruh guru mata pelajaran yang di UN kan dan dijadualkan pada hari itu di SMP tersebut.

Tingkat kemangkiran guru dalam penelitian ini dilihat dari tiga keadaan, yakni

kemangkiran guru pada saat peneliti datang ke sekolah (hari H), serta pada satu hari (H-1) dan

dua hari (H-2) sebelum peneliti datang ke sekolah. Pengukuran tingkat kemangkiran pada hari

H, dilakukan dengan menggunakan data primer dimana peneliti langsung datang ke sekolah

terpilih tanpa memberi tahu sekolah yang bersangkutan terlebih dahulu (sidak).

Penghitungan tingkat kemangkiran guru sehari (H-1) dan dua hari (H-2) sebelum

kedatangan peneliti adalah untuk melihat konsistensi kemangkiran. Tingkat kemangkiran guru

pada satu dan dua hari sebelum peneliti datang dihitung dari dokumen absensi guru yang ada

di sekolah, informasi kepala sekolah, informasi teman guru, dan informasi dari siswa, serta

jadual mengajar.

∑ X

∑ Y

% Kemangkiran Guru SMP   =

Page 6: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

6  

Kebijakan Pemerintah Indonesia Terkait Disiplin Guru

Dalam rangka peningkatan kualifikasi dan penerapan sertifikasi guru sesuai Undang-

Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah Indonesia beserta

Pemerintah Belanda dan Bank Dunia menyepakati untuk bekerjasama dalam penyelenggaraan

program BERMUTU atau Better Education through Reformed Management and Universal

Teacher Upgrading. Program ini difokuskan pada upaya peningkatan mutu pendidikan melalui

peningkatan kompetensi dan kinerja guru. Salah satu indikator kunci untuk mengukur

peningkatan kualitas dan kinerja guru melalui Program BERMUTU adalah pengurangan

kemangkiran guru di kabupaten/kota pelaksana Program BERMUTU.

Secara khusus peraturan yang mengatur mengenai disiplin PNS telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,

yang telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Aturan

Disiplin PNS. Peraturan pemerintah tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan

perkembangan situasi dan kondisi saat ini dalam upaya mewujudkan PNS yang handal,

profesional, dan bermoral tersebut. Kemudian secara khusus ketentuan yang mengatur cuti

guru tercantum dalam PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru pasal 50 dan 51.

Penelitian Terkait Kemangkiran Guru

Hasil penelitian Bank Dunia dan Universitas Harvard (2004) di delapan negara

berkembang (Bangladesh, Equador, India, Indonesia, Peru, Papaua New Guinea, Zambia dan

Uganda) dengan fokus utama angka absensi guru SD di pedesaan, diperoleh angka rata-rata

guru mangkir sebesar 19%. Angka kemangkiran guru tertinggi terjadi di Uganda yang

mencapai 39%, di India sebesar 25%, Zambia sebesar 17%, Bangladesh sebesar 16%, Equador

dan Papua New Guinea sebesar 15% dan terkecil Peru rata-rata guru mangkir sebesar 11 %.

Di Indonesia tingkat kemangkiran guru SD mencapai 19%. Berdasarkan studi tersebut, dalam

konteks Indonesia, hampir dipastikan setiap harinya ada satu guru SD mangkir dari tugasnya

dengan berbagai alasan dan penyebabnya. Menurut penelitian tersebut, penyebab tingginya

angka kemangkiran guru antara lain adalah lemahnya kontrol pejabat dan masyarakat terhadap

sekolah, penyakit dan kemiskinan, pelatihan, serta benturan kepentingan dan peran guru

(wanita).

Apapun penyebabnya, dampak kemangkiran guru mengakibatkan proses pembelajaran

tidak berlangsung secara baik dan berdampak pada rendahnya mutu hasil belajar siswa (ILO,

2004).

Page 7: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

7  

Berbagai penelitian menunjukkan apapun alasan kemangkiran guru dalam tugasnya

berdampak pada peningkatan dana operasional sekolah, menurunnya citra sekolah, dan kinerja

sekolah, serta menurunnya prestasi siswa (khususnya di daerah-daerah terpencil). Skidmore

(1984) menemukan bahwa ketidaklancaran belajar di kelas berkontribusi terhadap rendahnya

capaian hasil belajar. Masalah lain yang timbul akibat kemangkiran guru adalah resistensi guru

untuk berubah serta motivasi yang rendah (Ferkich & Grassi, 1987). Sementara itu, Hoy &

Miskel (2008) menemukan berbagai studi tentang sekolah bermutu di berbagai negara maju

menunjukkan bahwa salah satu indikator output sekolah bermutu adalah rendahnya tingkat

kemangkiran guru dan siswa di sekolah.

Kerangka Berpikir

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat kemangkiran guru SMP

dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Kemangkiran guru sendiri dapat disebabkan

oleh kendala pribadi dan kendala organisasi. Gambar 1 memperlihatkan kerangka konsep

yang digunakan dalam penelitian ini.

Diagram 1. Kerangka Pikir Studi Kemangkiran Guru

Sumber: S.R. Rhodes & R.M. Streers dalam K.D. Scott & J.C. Wimbush, Teacher Absenteism in Secondary Education, Educational Administration Quarterly, 4 November 1991, 27(4): 509.

Kehadiran guru untuk mengajar dipengaruhi oleh motivasi untuk hadir mengajar pada

jadual yang sudah ditentukan. Motivasi kehadiran sendiri dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (1)

kebiasaan yang ada di sekolah, (2) budaya kehadiran, dan (3) tujuan, nilai, serta tingkah laku

guru. Kehadiran juga dipengaruhi oleh kendala untuk hadir yang secara umum dapat

Faktor Kemangkiran:Sakit dan Kecelakaan Urusan Keluarga 

M l h T t i

Kesanggupan  untuk Hadir

Motivasi K h di

 

Kehadiran

 

Sikap Karyawan,

 

Budaya Absen

 

Praktek Organisasi

Page 8: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

8  

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) sakit dan kecelakaan, (2) keperluan keluarga, dan (3)

masalah transportasi.

METODOLOGI DAN RUANG LINKUP

Justifikasi Pendekatan yang Digunakan

Gabungan antara observasi kelas, wawancara dengan Kepala Dinas dan Kepala

Sekolah, pengisian kuesioner oleh guru, serta tes beberapa mata pelajaran yang dilakukan

siswa merupakan pendekatan komprehensif yang tepat untuk mendapatkan tingkat data

kemangkiran guru dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.

Wawancara.

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang terkait dengan profil guru, kondisi

terkait transportasi yang dialami guru, dan kebijakan disiplin (kehadiran) guru di sekolah,

peraturan dan penerapan peraturan tentang disiplin guru serta pola kehadiran guru.

Wawancara dilakukan dengan semua pihak yang terkait dengan masalah kehadiran guru, yaitu

Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah, dan guru. Wawancara dipilih karena dengan

wawancara dapat dilakukan probing untuk lebih mempertajam data.

Observasi Kelas.

Cara yang paling efektif untuk melihat tingkat kemangkiran guru adalah dengan melihat

langsung, melakukan observasi keadaan kelas. Selain untuk melihat kehadiran guru di kelas,

observasi perlu dilakukan untuk melihat proses belajar di kelas dimana guru hadir dan di kelas

dimana guru mangkir.

Pengerjaan tes.

Siswa pada sekolah terpilih diminta untuk mengerjakan tes matapelajaran yang di UN -

kan. Hasil tes digunakan untuk membandingkan prestasi siswa yang diajar oleh guru yang

hadir dan guru yang mangkir. Pada dasarnya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan

untuk memprediksi hasil belajar siswa seperti melihat nilai ulangan harian, nilai raport,

pemberian tugas, dan pengerjaan tes. Nilai ulangan harian dan nilai raport tidak dipilih untuk

digunakan dalam penelitian ini karena peneliti tidak memiliki kontrol untuk memastikan

bahwa nilai yang tertera merupakan nilai murni, pemberian tugas pun tidak dipilih karena

memerlukan waktu untuk memeriksa hasilnya.

Page 9: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

9  

Kelebihan pendekatan yang digunakan.

Penelitian ini menerapkan pendekatan yang komprehensif dalam pengumpulan data

yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Wawancara, observasi, dan

pengerjaan tes merupakan rangkaian proses pengumpulan data yang saling melengkapi. Data

yang diperoleh dari satu macam instrumen dielaborasi melalui instrumen yang lain untuk

memastikan kelengkapan dan keakuratan data. Secara khusus, kelebihan dari rangkaian

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Data diperoleh dari seluruh sumber yang terkait dengan masalah kehadiran/kemangkiran guru

di SMP (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, kepala Sekolah, Guru, siswa);

Data diperoleh dari sumber primer maupun sekunder (Paraturan-peraturan di Dinas

Pendidikan dan sekolah serta Daftar hadir Guru);

Data yang diperoleh diverifikasi oleh pihak terkait;

Data yang diperoleh mencakup data kuantitatif (seperti jumlah hari hadir dan jumlah guru

mangkir) dan data kualitatif (penilaian guru terhadap biaya transportasi yang harus

dikeluarkan dan penerapan peraturan kedisiplinan guru);

Satuan pendidikan yang dianalisis mencakup SMP.

Pengumpulan Data

Unit Analisis.

Dalam penelitian ini digunakan dua unit analisis, yaitu guru dan sekolah. Guru

dijadikan unit analisis untuk menjawab pertanyan penelitian yang terkait tingkat kemangkiran

guru dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Tingkat kehadiran guru dalam penelitian

ini dihitung secara umum maupun berdasarkan karakteristik guru (seperti jenis kelamin, jarak

rumah ke sekolah, kepemilikan sertifikat pendidik, dan latar belakang pendidikan) dan sekolah

(seperti status akreditasi sekolah dan penerapan peraturan disiplin kehadiran) memerlukan

analisis pada tingkat guru.

Sekolah digunakan sebagai unit analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

terkait hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak variabel yang dalam

penelitian ini diwakili oleh kehadiran guru dan kebijakan di tingkat sekolah.

Page 10: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

10  

Teknik Pemilihan Sampel.

Penelitian ini menggunakan desain sampling: two step cluster random sampling.

Penarikan sampel pada masing-masing tingkat disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Berikut rincian dari proses penarikan sampel.

Tingkat pertama: penentuan sampel kabupaten/kota

Penentuan Sampel Kabupaten/Kota dilakukan secara two stage cluster random sampling untuk

menjamin keterwakilan seluruh bagian Indonesia. Untuk memastikan bahwa seluruh bagian

Indonesia terwakili maka pemilihan sampel kabupaten/kota dilakukan melalui dua tahapan.

Pada tahap pertama Indonesia dibagi terlebih dahulu atas 10 wilayah berdasarkan geografi.

Kesepuluh wilayah Indonesia tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Pada tahap ke dua dipilih 20 kabupaten/kota untuk menjadi sampel didasarkan populasi

jumlah guru pada daerah yang bersangkutan dan sebarannya menurut wilayah.

Tingkat ke dua: Penentuan sampel sekolah

Pemilihan SMP dilakukan secara acak untuk masing-masing kabupaten/kota yang terpilih

pada penentuan sampel Tingkat Pertama. Untuk masing-masing kabupaten/kota terpilih

ditentukan 2 sampai dengan 12 SMPN sebagai sampel.

Responden.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Dinas Pendidikan, kepala sekolah, guru,

dan siswa.

Responden Guru SMP adalah guru yang mengajar mata pelajaran yang di UN-kan yang

dijadualkan mengajar pada hari H (sidak).

Responden siswa adalah siswa yang diajar oleh guru yang menjadi responden.

Data yang Dikumpulkan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Hasil Wawancara.

Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah berupa data

tentang upaya Dinas Pendidikan dan sekolah untuk mengurangi dan mengatasi guru mangkir,

profil sekolah serta untuk mendapatkan data pola atau kebiasaan kehadiran guru.

Page 11: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

11  

Hasil wawancara guru berupa data tentang profil guru, kegiatan di sekolah dan di luar

sekolah, transportasi dari rumah ke sekolah, status keanggotaan dalam MGMP, besar

penghasilan dan tunjangan, serta persepsi terhadap disiplin dan kemangkiran guru.

Hasil Observasi kelas.

Hasil observasi berupa data kehadiran guru (datang ke sekolah, masuk dan keluar kelas,

serta pulang), aktivitas pembelajaran peserta didik/siswa, serta upaya sekolah mengatasi kelas

kosong (kelas dimana guru yang dijadualkan mengajar tidak hadir).

Data Prestasi Siswa.

Data prestasi siswa SMP dilihat dari nilai UN (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Matematika, IPA).

Dokumen.

Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup daftar absensi guru, satu

dan dua hari sebelum peneliti datang ke setiap sekolah sampel, status akreditasi sekolah, profil

sekolah, kebijakan sekolah mengurangi tingkat kemangkiran guru, dan kebijakan Dinas

Pendidikan mengatasi kemangkiran guru.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.

Berikut ini rincian dari analisis data yang dilakukan untuk menjawab enam pertanyaan

penelitian.

Tingkat kemangkiran guru dihitung dengan pendekatan berikut ini.

Rasio jumlah guru yang mangkir (pada masing-masing aspek) dengan total jumlah guru.

Rumus perhitungan disajikan pada Lampiran 2.

Perbedaan tingkat kemangkiran guru dari beragam aspek dihitung dengan uji beda.

Faktor-faktor yang menyebabkan guru mangkir dianalisis dengan statistik deskriptif

Upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi kelas agar pembelajaran tetap berjalan

dianalisis dengan statistik deskriptif menggunakan persentase dan menentukan peringkat

upaya sekolah membatasi kelas yang kosong berdasarkan jumlah responden yang memilih

upaya tertentu.

Page 12: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

12  

Upaya yang dilakukan sekolah dan dinas pendidikan mengurangi kemangkiran guru

dianalisis dengan statistik deskriptif menggunakan persentase dan menentukan peringkat

upaya mengurangi kemangkiran berdasarkan jumlah responden yang memilih upaya tertentu.

Upaya yang dilakukan sekolah dan dinas pendidikan mengatasi kemangkiran guru

dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan menentukan peringkat upaya mengurangi

kemangkiran berdasarkan jumlah responden yang memilih upaya tertentu.

Hubungan tingkat kemangkiran guru dengan prestasi belajar siswa dihitung melalui dua

cara berikut ini.

Korelasi nilai rata-rata hasil tes kompetensi mata pelajaran yang di-UN dan UASBN-kan

dengan rata-rata jumlah hari mangkir dari semua sekolah yang terambil sebagai sampel

Perbandingan antara nilai rata-rata hasil tes kompetensi mata pelajaran yang di Un dan

UASBN-kan yang diajarkan oleh guru yang mangkir dengan guru yang tidak mangkir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini dilaporkan temuan dan pembahasan penelitian kemangkiran guru dan

pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa untuk tingkat SMP.

Tingkat Kemangkiran Guru

Dalam penelitian ini, pertama digunakan pendekatan data primer dimana peneliti

langsung datang ke sekolah terpilih tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Kedua digunakan data

kehadiran yang dimiliki sekolah dua semester tahun terakhir serta satu dan dua hari sebelum

peneliti melakukan sidak.

Tingkat Kemangkiran Berdasarkan Profil

Rata-rata tingkat kemangkiran guru laki-laki lebih tinggi daripada guru perempuan

(Tabel 1) meskipun secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang nyata. Cukup menarik

juga diketemukan bahwa tingkat kemangkiran pada hari H dan H-1 relatif sama meskipun ada

perbedaan untuk H-2. Temuan ini membuktikan bahwa kecurigaan bahwa Daftar Hadir yang

ada di sekolah tidak akurat dan dapat dibantah. Disamping itu, rata-rata tingkat kemangkiran,

baik untuk laki-laki, perempuan, maupun jumlah keduanya, tidak jauh berbeda dengan median

yang mencerminkan bahwa perilaku kemangkiran dari responden relative stabil.

Page 13: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

13  

Tabel 1. Kemangkiran guru berdasarkan Jenis kelamin guru

Waktu N Mean (%) Median (%) t-values

Sig

Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total

Sidak 420 647 1067 15,48 12,98 13,96 14,51 12,49 14,62 0,661 0,512

Sidak-1 405 633 1038 15,56 12,32 13,58 10,23 10,5 11,96 0,324 0,748

Sidak-2 420 569 1063 11,90 9,13 11,67 9,13 9,45 9,59 -0,617 0,541

Mengingat perbedaan tingkat kemangkiran yang hampir tiga hari lebih banyak untuk

guru laki-laki, sekolah dan DInas Peniddikan perlu menaruh perhatian lebih dalam

menyosialisasikan peraturan disiplin dan meningkatkan kesadaran kehadiran bagi guru laki-

laki.

Temuan yang terkait dengan latar belakang pendidikan responden dan tingkat

kemangkiran menunjukkan bahwa mereka yang berpendidikan sarjana atau lebih, mangkir

lebih banyak (9,43%) daripada mereka yang belum berpendidikan sarjana (*,62%).

Memperhatikan UU Nomor 20 tahun 2003 dan PP No. 74 tahun 2008 yang mensyaratkan guru

untuk minimal berpendidikan S1 maka temuan ini perlu dijadikan peringatan dini. Meskipun

secara statistik tidak ditemukan perbedaan nyata antara tingkat kemangkiran mereka yng

sudah dan belum berpendidikan sarjana tetapi perbedaan satu hari mangkir tetap perlu

diperhatikan.

Temuan yang juga harus mendapat perhatian adalah tingginya tingkat kemangkiran

diantara guru yang mengajar IPA (Kimia). Dibandingkan dengan tingkat kemangkiran total

sebesar 8,85 %, tingkat kemangkiran guru IPA (Kimia) (33,33%) sangat mengkhawatirkan.

Apalagi jika mengingat IPA (Kimia) merupakan salah satu mata pelajaran yang di-UN-kan.

Guru mata pelajaran lain yang juga memiliki tingkat kemangkiran tinggi adalah Matematika

(12,33%).

Tingkat Kemangkiran Guru Berdasarkan Aspek Transportasi

Berdasarkan temuan penelitian terdahulu, makin lama waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai sekolah, makin tinggi kemungkinan guru mangkir. Pada penelitian ini tidak

demikian. Tingkat kemangkiran responden yang hanya membutuhkan waktu sedikit untuk

mencapai sekolah lebih tinggi (10%) dari mereka yng butuh waktu lebih lama (8,95%).

Page 14: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

14  

12.1210.00

6.52

10.71

0.000.00

5.00

10.00

15.00

Sangat Murah Murah Cukup Mahal Sangat Mahal

Diagram 1. Biaya yg Dibutuhkan untuk ke Sekolah (N=716)

Kondisi yang senada juga terjadi pada biaya transportasi yang dikeluarkan untuk

mencapai sekolah. Diagram 1. memperlihatkan bahwa tingkat kemangkiran responden yang

perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk transportasi justru lebih rendah daripada mereka yang

mengeluarkan biaya lebih kecil.

Tingkat Kemangkiran Guru Berdasarkan Kebijakan Sekolah

Membandingkan tingkat kemangkiran berdasarkan dimensi kebijakan sekolah yang

mencakup kepemilikan sertifikat, pemberian tugas tambahan, golongan dan status

kepegawaian, serta jumlah jam mengajar memperlihatkan hasil yang tidak diduga (Diagram

2). Responden yang sudah memiliki sertifikat pendidikan ternyata tingkat mangkirnya hampir

dua kali dari mereka yang belum memiliki sertifikat pendidikan. Penelitian ini menemukan

bahwa tingkat kemangkiran guru yang sudah memiliki sertifikat pendidikan adalah 9,82 hari,

jauh lebih tinggi dari tingkat kemangkiran guru yang belum memiliki sertifikat pendidikan

sebesar 5,88 hari.

Kemudian penelitian menemukan bahwa mereka yang sudah Golongan 4 memiliki

tingkat kemangkiran tertinggi dibandingkan guru pada golongan yang lebih rendah. Lama jam

mengajar juga menunjukkan kecenderungan yang sama.

Diagram 2. Tingkat Kemangkiran Guru Berdasarkan Aspek Kebijakan Sekolah

a. Kepemilikan Sertfikat (N=718)

b. Tugas Tambahan (N=78)

c. Golongan Kepegawaian (N=737)

d. Jumlah Jam Mengajar (N=84)

9.82

5.88

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

7.696.25

14.29

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

15.00

< 5 jam

6 ‐ 9 jam

10 ‐ 15 jam

> 15 jam

8.217.17

10.79

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

Gol 2 Gol 3 Gol 4

6.737.42

14.49

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

11.00

13.00

15.00

17.00

< 24 jam 24 jam > 24 jam

Page 15: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

15  

Temuan yang juga perlu mendapat perhatian adalah beda dua hari dalam tingkat

kemangkiran pada guru yang aktif dan tidak aktif di MGMP. Guru yang aktif lebih tinggi

(10,8%) tingkat kemangkirannya dibanding guru yang tidak aktif (7,92%). Berdasarkan

peraturan, kegiatan MGMP hanya dilakukan di waktu libur sekolah tetapi kenyataannya

kegiatan dilakukan juga di waktu sekolah.

Jika tingkat kemangkiran guru memperhatikan dimensi karakteristik guru yang

mencakup profil guru, transportasi menuju sekolah, dan kebijakan sekolah yang dirinci lagi ke

dalam 15 aspek diketahui bahwa hanya satu aspek yang secara statistik berbeda nyata

terhadap tingkat kemangkiran guru, yaitu status kepegawaian guru. Pada tingkat kepercayaan

99%, rata-rata tingkat kemangkiran guru yang berstatus PNS lebih rendah daripada tingkat

kemangkiran guru non PNS. Pada 14 aspek lainnya yang tidak ditemukan perbedaan nyata

adalah jenis kelamin, daerah asal, pendidikan, lokasi tempat tinggal sekarang, jarak dari rumah

ke sekolah, biaya transportasi, sertifikasi pendidik, tunjangan profesi, tugas tambahan, jumlah

jam mengajar, keanggotaan MGMP, dan status akreditasi. Pada Lampiran 8 disajikan

perbedaan mean untuk seluruh aspek yang diteliti.

Untuk guru yang mendapat tugas tambahan, tingkat kemangkiran tertinggi ditemukan

pada responden yang diberi tambahan tugas yang memerlukan waktu 10-15 jam sebasar 14,28

hari. Tingkat kemangkiran ini jauh di atas rata-rata tingkat kemangkiran guru SMP sebesar

8,97 hari. Meskipun demikian, responden yang mendapat tugas tambahan lebih dari 15 jam

justru tidak pernah mangkir. Data ini menuntut sekolah untuk lebih berhati-hati dalam

membuat tugas tambahan. Perlu diperhatikan jumlah jam dari tugas tambahan yang

dibebankan kepada dosen untuk menekan tingkat kemangkiran.

Page 16: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

16  

Tabel 2. Perbandingan Tingkat Kemangkiran Guru dari Beberapa Aspek

Tingkat Kemangkiran Nilai t-hitung Sig.

1. Profil a. Jenis Kelamin 0,661 0,512 b. Daerah Asal 0,167 0,918 c. Pendidikan -0,048 0,962 d. Mata Pelajaran yang Diajar 1,794 0,121

3. Transportasi a. Lokasi Sekarang 0,696 0,558 b. Jarak dari rumah ke sekolah 1,863 0,124 c. Waktu dari rumah ke sekolah 0,931 0,457 d. Sarana transportasi 0,359 0,837 e. Biaya transportasi 0,381 0,821

2. Kebijakan Sekolah a. Sertifikasi Pendidik 0,284 0,778 b. Tunjangan Profesi -0,351 0,728 c. Tugas Tambahan -0,847 0,420 d. Status Kepegawaian 5,090 0,001 e. Golongan Kepegawaian 0,602 0,551 f. Jumlah Jam Mengajar 1,179 0,315 g. Keanggotaan MGMP 1,561 1,270 h. Status Akreditasi 0,940 0,437

Faktor Penyebab Guru Mangkir

Ada 12 faktor penyebab guru mangkir. Faktor terbesar yang dikemukakan responden

adalah kesulitan transportasi. Ada kemungkinan kesulitan transportasi ini disebabkan sarana

yang kurang memadai.

Lima faktor lainnya adalah sudah meminta ijin resmi (12,7%), ditugaskan melakukan

kegiatan yang tidak berkaitan dengan tugas mengajar (11,5%), ditugaskan mengikuti pelatihan

(8,9%), sakit dengan keterangan (8,9%), dan mengajar di waktu yang berbeda dengan waktu

yang sudah dijadualkan (8,6%). Dari lima faktor terbesar penyebab kemangkiran ini, ada dua

faktor (ditugaskan sekolah) yang berada dalam kontrol sekolah. Kegiatan yang ditugaskan

kepada guru ini dibutuhkan sekolah sehingga sekolah harus menugaskan guru untuk itu.

Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan

Dari jumlah responden penelitian, hanya 96 responden yang memberi jawaban

pertanyaan tentang pengetahuan mereka tentang upaya yang sudah dilakukan sekolah untuk

menghindari terjadinya guru mangkir. Rendahnya jumlah responden yang menjawab ini dapat

disebabkan responden tidak memperhatikan atau responden tidak peduli terhadap upaya yang

Page 17: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

17  

sudah dilakukan sekolah. Rendahnya jumlah responden yang menjawab pertanyaan ini

sungguh memprihatinkan.

Diagram 3. Upaya Sekolah untuk Menghindari Guru Mangkir (N=96, respons ganda)

Dari 96 responden yang menjawab pertanyaan tentang upaya sekolah menghindari guru

mangkir, 67,7% diantaranya mengatakan bahwa sekolah sudah menerapkan tata tertib

(Diagram 3). Sebanyak 49% responden juga menyatakan bahwa bantuan biaya transpor

sudah dikeluarkan sekolah untuk menghindari guru yang mangkir. Kebijakan sekolah

memberikan biaya transport mungkin ada kaitannya dengan pernyataan mayoritas responden

bahwa kesulitan transportasi merupakan faktor terbesar penyebab guru mangkir.

Upaya Mengurangi Tingkat Kemangkiran Guru

Persepsi Guru

Sebagian besar (71,33%) respsonden menyatakan bahwa sekolah sudah melakukan

beragam upaya untuk menghindari guru mangkir. Pada Diagram 4 disajikan 14 upaya yang

telah dilakukan sekolah untuk menghindari guru mangkir dan upaya yang paling banyak

diketahui responden adalah melakukan pembinaan baik rutin maupun insidentil (31,53%).

Upaya yang cukup banyak juga dikemukakan oleh responden adalah teguran (14,49%).

Diagram 4. Upaya Menghindari Kemangkiran Guru

a. Sekolah (N=704)

Page 18: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

18  

b. Dinas Pendidikan (N=497)

Sementara itu, hanya 50,83% dari keseluruhan responden yang mengatakan mengetahui

upaya yang sudah dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk menghindari

kemangkiran guru. Jumlah responden yang mengetahui upaya sekolah menghindari

kemangkiran guru jauh lebih tinggi dari jumlah responden yang mengetahui upaya Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat mengadopsi

pendekatan yang digunakan sekolah dalam mensosialisasikan upaya menghindari

kemangkiran guru (lihat Diagram 4. b.).

Pengetahuan mengenai upaya yang telah dilakukan untuk mengindari kemangkiran

guru, baik yang dilakukan sekolah maupun Dinas Pendidkan Kabupaten/Kota, diperlukan

karena 93% responden mengakui dan tahu ada rekan sesama guru yang pernah mangkir pada

tahun pelajaran 2009/2010. Dari responden yang mengetahui ada rekan guru yang mangkir,

32% diantaranya mengatakan bahwa guru yang mangkir tersebut tidak diberi hukuman.

Pendapat responden tentang perlu tidaknya guru yang mangkir diberi sanksi di sajikan pada

Diagram 5 Alasan yang paling banyak dikemukakan responden untuk tidak menjatuhkan

sanksi bagi guru yang mangkir adalah jika guru mangkir dengan alasan yang pasti, jelas, atau

kuat (97,38%). Mangkir dengan surat ijin juga masih bisa ditolerir oleh 28,89% responden.

Selain ada 3,66% responden yang menyatakan bahwa sanksi yang diberikan cukup dalam

bentuk teguran.

Pada sisi lain, 68% guru yang mengetahui ada rekan guru yang mangkir tetapi sekolah

sudah menjatuhkan sanksi mengatakan bahwa bentuk sanksi yang paling banyak diberikan

adalah pemberian teguran atau peringatan, baik lisan maupun tertulis (Diagram 6). Disamping

itu, 10,07% responden sepakat bahwa sanksi moral dapat dikenakan pada guru yang mangkir.

Page 19: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

19  

Diagram 5. Jika Ya, Sanksi yang diberikan Diagram 6. Jika “Tidak”, Perlu diberi sanksi?

(N=427) (N=382)

Disamping melakukan beragam upaya untuk menghindari guru yang mangkir, sekolah

dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota juga diakui responden sudah melakukan beragam

upaya untuk mengatasi guru mangkir. Diagram 7.a meringkas upaya sekolah dan Dinas

Pendidikan kabupaten/Kota untuk mengatasi masalah yang muncul karena guru mangkir.

Upaya yang paling banyak dilakukan sekolah adalah melakukan pembinaan, bimbingan, dan

pengingatan oleh kepala sekolah kepada guru (23,33%). Disamping itu, 16,8% responden

menyepakati bahwa teguran merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah karena

guru mangkir.

Upaya lain yang menurut responden dapat dilakukan sekolah untuk mengatasi guru

yang mangkir adalah menyediakan guru pengganti. Upaya ini layak untuk dilakukan di

sekolah dengan jumlah murid (dan guru) yang relatif besar tetapi untuk sekolah kecil dengan

jumlah murid dan guru yang terbatas, biaya yang dikeluarkan sekolah untuk menyediakan

guru pengganti dapat menimbulkan masalah baru. Teguran dari kepala sekolah juga

merupakan salah satu alternatif upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk mengatasi guru

yang mangkir.

Page 20: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

20  

Diagram 7.a. Upaya Mengatasi Masalah karena Guru yang Mangkir

a. Sekolah (N=750, respons ganda)

b. Dinas (N=480)

Upaya yang paling banyak diusulkan untuk dilakukan Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota guna mengatasi kelas kosong karena guru mangkir adalah mengangkat guru

baru (Diagram 7.b). Disamping pengangkatan guru baru, pembimbingan dan pembinaan serta

penyuluhan merupakan salah satu upaya yang juga banyak dikemukakan responden. Seperti

halnya upaya menghindari guru mangkir, evaluasi, monitoring, dan supervisi kehadiran guru

oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota juga dimunculkan oleh responden sebagai salah satu

upaya untuk mengatasi akibat dari kemangkiran guru.

Persepsi Sekolah dan Dinas Pendidikan

Menurut responden ada sebanyak 87,63% menyatakan bahwa dua upaya terbesar yang

telah dilakukan sekolah adalah membuat tata tertib dan memanggil guru yang mangkir.

Pembuatan tata tertib kembali dimunculkan responden sebagai salah satu upaya mengurangi

Page 21: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

21  

tingkat kemangkiran guru. Kemunculan pembuatan tata teritb secara konsisten pada beberapa

aspek terkait kemangkiran guru perlu diperhatikan.

Diagram 4.4.2.1 Upaya Sekolah Mengurangi Tingkat Kemangkiran

a. Secara Umum

Perlunya keseimbangan antara pemberian penghargaan dan sanksi terhadap guru yang mengikuti/ melanggar tata tertib diungkapkan oleh responden (Diagram 6.4.2.1).

 

 

Dari hasil temuan terhadap upaya yang menurut responden telah dilakukan sekolah

untuk menghindari guru mangkir, responden menyatakan bahwa mayoritas guru yang mangkir

diberi penjelasan tentang disiplin guru (88,89%). Temuan ini sejalan dengan temuan masih

ada sejumlah guru yang belum mengetahui peraturan disiplin guru. Sementara itu, bentuk

penghargaan yang dikemukakan responden beragam, mulai dari memberi Surat Keterangan

Mengajar (52.,05%), meningkatkan kesejahteraan (45,78%), memberi promosi (45,68%),

sampai memberi predikat guru teladan (38,27%). 

Teguran yang pernah diberikan kepada guru yang mangkir juga beragam, mulai dari

teguran lisan (80%), tertulis (42,6%), sampai teguran melalui online (11,27%).

Kebijakan untuk Mengatasi Kemangkiran Guru

Kebijakan Disiplin Guru dan Akibat Kemangkiran Guru

Lebih dari 70% guru mengetahui peraturan disiplin guru yang dikeluarkan oleh

Kemdiknas, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun sekolah (tabel 4.5.1.1.). Meskipun

demikian, dari 794 responden guru, 87% diantaranya mengaku pernah mangkir. Data ini

mengindikasikan bahwa mengetahui keberadaan peraturan saja tidak cukup untuk membuat

guru tidak mangkir. Tingginya persentase guru yang paling tidak pernah mangkir satu hari

dalam satu tahun terakhir ini terjadi meskipun guru mengakui bahwa kemangkiran guru

mempengaruhi proses belajar, prestasi siswa, maupun citra sekolah.

Page 22: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

22  

Tabel 3. Pengetahuan tentang Kebijakan terkait Disiplin Guru (dalam persen)

Sumber Kebijakan N Tahu Tidak Tahu

Kemdiknas 474 78 22Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 381 70 30Sekolah 730 85 5Lainnya 131 44 56

Kebijakan Daerah

Dari mereka yang merespon pertanyaan ini, sebagian besar setuju bahwa Daerah sudah

melakukan kontrol untuk memastikan bahwa peraturan disiplin guru telah diterapkan

(84,81%). Jumlah responden yang hampir sama juga menyatakan bahwa peraturan sudah

disosialisasikan ke sekolah dan guru (84,66%). Penyusunan tata tertib berada pada peringkat

ketiga dari jawaban responden (79,87%). Urutan pilihan responden ini mencerminkan bahwa

penyusunan tata tertib berada di bawah penerapan tata tertib.

Hasil temuan menunjukkan upaya yang dilakukan Daerah untuk mengatasi

kemangkiran guru adalah dengan memanggil guru yang bersangkutan, ini dilakukan untuk

menjelaskan PP Nomor 53 tahun 2010 dan disiplin guru pada umumnya. Teguran kepada

guru yang mangkir diberikan dalam beragam bentuk, mulai dari peringatan, teguran lisan

(68,25%), sampai teguran tertulis (terbanyak) (75,31%). Disamping teguran, Daerah seperti

juga sekolah, memberikan penghargaan kepada guru yang disiplin hadir melalui pemberian

predikat guru teladan (57,45%), memberi promosi (46,43%), dan memberi Surat Keterangan

mengajar (43,93%).

Dampak Kemangkiran Guru terhadap Proses Pembelajaran, Prestasi Siswa, dan Citra

Sekolah

Di temukan indikasi bahwa kemangkiran guru di SMP berdampak negatif terhadap

proses pembelajaran. Indikasi tersebut nampak dari 61,52% responden menyatakan bahwa

guru yang mangkir dapat menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan efektif yang pada

akhirnya akan menyebabkan penurunan prestasi siswa.

Kemangkiran guru SMP cenderung berdampak negatif pula terhadap prestasi siswa. Ini

terbukti dari sebagian besar (73,62%) reponden guru menyatakan kemangkiran yang tinggi

dapat menurunkan prestasi hasil belajar siswa. Dari analisis statistik tampak pula bahwa hasil

penelitian menunjukkan besarnya korelasi antara nilai UN siswa SMP dengan tingkat

kemangkiran guru sebesar -0,268 (r = -0,268). Artinya bila tingkat kemangkiran guru semakin

Page 23: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

23  

meningkat maka nilai UN semakin menurun atau sebaliknya. Namun setelah diuji secara

statistik, hubungan ini tidak signifikan (sig. =0,241).

Tingkat kemangkiran guru SMP ternyata juga berpotensi negatif terhadap citra sekolah.

Hal tersebut terlihat dari adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat kemangkiran

guru semakin buruk citra sekolah dihadapan siswa dan masyarakat. Informasi dari responden

guru menunjukan hampir semua responden guru (67,06%) menyatakan bahwa tingkat

kemangkiran guru yang tinggi akan berakibat buruk terhadap citra sekolah yang dinilai kurang

baik (32,94%).

Menurut responden efek negatif lain yang ditimbulkan oleh kemangkiran guru adalah

timbulnya perkelahian/pelanggaran (26,15%), tidak punya daya saing (21,54%), dan tidak

percaya pada guru (21,54%).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tingkat Kemangkiran Guru SMP

Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kemangkiran guru SMP pada hari sidak (H)

ternyata cukup tinggi, yakni mean 13,96% dan Median 14,62%. Namun, tingkat kemangkiran

guru SMP tersebut masih lebih rendah dari tingkat kemangkiran guru SD hasil penelitian Bank

Dunia tahun 2004 yang sebesar 19%.

Perbedaan kemangkiran guru berdasarkan karakteristik guru dan sekolah

Dari 15 karakteristik guru dan sekolah diketahui bahwa hanya satu aspek yang secara

statistik berbeda nyata terhadap tingkat kemangkiran guru yaitu satus kepegawaian guru.

Artinya, rata-rata tingkat kemangkiran guru yang berstatus PNS lebih rendah daripada tingkat

kemangkiran guru non PNS. Pada 14 aspek lainnya yang tidak ditemukan perbedaan nyata

adalah jenis kelamin, daerah asal, pendidikan, lokasi tempat tinggal sekarang, jarak dari rumah

ke sekolah, biaya transportasi, sertifikasi pendidik, tunjangan profesi, tugas tambahan, jumlah

jam mengajar, keanggotaan KKG, dan status akreditasi.

Faktor Penyebab Guru Mangkir

Terdapat 12 faktor yang merupakan penyebab guru mangkir. Penyebab utama

kemangkiran guru yang banyak dikemukakan oleh guru adalah kesulitan transportasi (13,5%),

berikutnya adalah ijin resmi keperluan di luar sekolah (12,7%), ditugaskan oleh sekolah untuk

Page 24: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

24  

melaksanakan kegiatan yang tidak terkait tugas mengajar (11,4%), ditugaskan mengikuti

pelatihan (8,9%), ditugaskan oleh sekolah untuk menghadiri rapat (8,5%) dan ditugaskan ke

sekolah lain (4,5%). Secara keseluruhan penyebab kemangkiran guru karena penugasan ini

cukup besar (33,3%) dan menjadi penyebab yang dominan pada kemangkiran guru SMP.

Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan

Sekolah telah berupaya agar para guru tidak mangkir dan pembelajaran tetap berjalan.

Diketahui bahwa sebagian besar sekolah (67,7%) menempuh upaya dengan menerapkan tata

tertib sekolah, dan 49% memberikan biaya transportasi, sedangkan sekolah yang lain dengan

memberikan hadiah dan pembinaan serta penyusunan tata tertib sekolah.

Upaya Sekolah dan Dinas Pendidikan Mengurangi Tingkat Kemangkiran Guru

Ada berbagai upaya sekolah untuk mengurangi tingkat kemangkiran, terbesar (87,63%)

sekolah menyatakan membuat tata tertib sekolah dan berupaya memanggil guru yang mangkir

untuk pembinaan. Sekolah yang lain (62,38%) berupaya memberikan penghargaan supaya

guru lebih rajin bekerja, sebaliknya beberapa sekolah memberikan teguran (41,05%) dan

memberikan sanksi kepada guru yang mangkir (28,40%).

Kebijakan Daerah untuk Mengatasi Kemangkiran Guru.

Sebagaian besar sekolah menyatakan bahwa Dinas pendidikan mengatasi tingkat

kemangkiran guru dengan melakukan kontrol untuk memastikan penerapan tata tertib

(88,81%), melakukan sosialisasi peraturan sampai ke sekolah (84,66%), menyusun tata tertib

(79,87%). Ada Dinas Pendidikan yang berupaya memberikan pembinaan dan tindakan yang

agak tegas, misalnya memanggil guru yang mangkir (68,71%), memberikan teguran (46,25%),

memanggil kepala sekolah (42,4%), dan bahkan memberikan sanksi (31,57%); tetapi

sebaliknya beberapa Dinas pendidikan memberikan penghargaan supaya para guru lebih rajin

untuk bekerja (44,2%).

Dampak Kemangkiran Guru SMP terhadap Proses Pembelajaran, Prestasi Belajar

Siswa, dan Citra Sekolah

Kemangkiran guru di SMP berdampak negatif terhadap proses pembelajaran, karena

dapat menyebabkan pembelajaran tidak berjalan efektif (61,52%), menurunkan prestasi hasil

belajar siswa (73,62%), dan citra sekolah (67,06%). Selain itu, dampak lain yang mungkin

timbul adalah timbulnya perkelahian/pelanggaran (26,15%), tidak punya daya saing (21,54%),

dan tidak percaya pada guru (21,54%).

Page 25: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

25  

Saran

Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan sekolah perlu menerapkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru Dan

Pengawas Satuan Pendidikan secara konsisten dan dilaksanakan sampai pada tingkat

pemenuhan kewajiban guru dalam kegiatan mengajar tatap muka sesuai dengan jadual

mengajar yang telah ditetapkan. Beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling

banyak 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu perlu dikontrol secara tertib di tingkat

pelaksanaan mengajar agar diketahui pemenuhan kewajiban guru, sekaligus untuk

meminimalisir kemangkiran guru dalam mengajar.

Sekolah dan Kepala Dinas serta instansi pemangku kepentingan lain, hendaknya lebih

bijaksana dalam mengatur dan menentukan para guru yang diminta bertugas, baik untuk rapat

dinas, pelatihan, seminar, maupun mengikuti kegiatan pembinaan lainnya. Penugasan kepada

guru diharapkan bukan pada guru yang sedang terjadual dan memiliki tanggungjawab

mengajar. Rekomendasi ini diajukan terkait dengan tingginya faktor “penugasan/dinas”

sebagai penyebab kemangkiran guru.

Pembinaan guru yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan Sekolah perlu

ditata dan dikembangkan lebih baik agar guru lebih disiplin dan kemangkiran guru dapat

ditekan seminimal mungkin. Oleh sebab itu upaya dinas pendidikan mengatasi tingkat

kemangkiran guru dengan menetapkan aturan tatatertib, sosialisasi aturan sampai sekolah,

mengontrol dan memastikan penerapan tata tertib, dan memberi penghargaan kepada guru

yang melaksanakan disilin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Demikian pula tindakan tegas

dengan teguran atau sanksi kepada guru yang sering mangkir dan memanggil kepala

merupakan upaya yang baik agar para guru lebih rajin untuk bekerja .

Sekolah-sekolah yang memiliki karakteristik tertentu dapat menempuh upaya untuk

meningkatkan kehadiran guru sampai tingkat kemangkiran yang minim. Sekolah yang berada

di lokasi yang sulit dijangkau karena alasan geografis atau kepadatan lalu lintas dapat

menambah insentif, khusus bagi guru karena alasan kesulitan transportasi. Dengan tambahan

uang trasnsportasi diharapkan guru di lokasi tersebut selalu hadir sesuai dengan jadual yang

ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu ditempuh pula strategi pengaturan distribusi

guru, khususnya penempatan guru baru di setiap daerah dengan alternatif pertimbangan asal

dan tempat tinggal guru.

Page 26: JUNIOR SECONDARY SCHOOL TEACHER’ TRUANCY AND …sippendidikan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/pdf... · Kepala Dinas Kabupaten/Kota (20 orang), Kepala Sekolah (147 orang), dan

 

26  

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, D. (2001). Guru dan Masa Depan Bangsa. Harian Kompas, 16 Oktober 2001.

Atwool, N. (1999). Attachment in the school setting. New Zealand Journal of Educational Studies, 34(2): 309-322.

Creemers, B., Peters, T., & Reynolds, D. (1989). School Effectiveness and School Improvement. Lisse, The Netherland: Swiss & Zeitlinger

Castetter, W.B. (1981). The Personnel Function in Educational Administration. London: Macmillan

Chung, K. H & Megginson, L.C. (1981). Organizational Behavior, Developing Managerial Skill. Cambridge: Harper& Row, Publisher,

Depdikbud. (1988). Sistem Pembinaan Profesional Guru. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Ehrenberg, R.G., Rees, D.I., & Ehrenberg, E.L. (1991). School District Leave Policies, Teacher Absenteeism, and Student Achivement. Journal of Human Resources, 26(1): 72-105

Fisher, D.L., & Fraser, B.L. (1990). School Climate. SET Research Information for Teacher No. 2 Melbourne: Australian Council for Educational Research.

Hoy, W.K & Hannum, J.W. (1997). Middle School Climate: An Empirical Assessment of Organisational Health and Student Achievement. Educational Adminsitration Quarterly, 33(3): 209-311.

Ivatts, A. R. (2010). Literature Review on: Teacher Absenteeism. Roma Education Fund, 1:21.

Kirkpatrick, D. L (1998). Evaluating Training Programs: The Four Level (@nd). San francisco: Berrett_koehler Publisher. Inc.

Norton, M.S., (1998). Teacher Absenteeism: A Growing Dilema in Education. Contemporary Education, 69(2): 95-99

Ormrod, J. E. (2003). Educational Psycology, Developing Learners (4ed). New Jersey: Merrill. Pearson Education. Inc.

Rhodes, S.R. & Streers, R.M. Teacher Absenteism in Secondary Education, Educational Administration Quarterly, 4 November 1991, 27(4): (506-429).

Sujana, N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Supriadi, D. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita karya Nusa.

Sutermeister, R.A. (1986). People and Productivity. New York: McGraww-Hill Inc.

UNESCO. (1996). What Makes a Good Teacher? Children Speak Their Minds. Paris.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Thomas, A. (1986). The School Productivity. New York: McGraww-Hill Inc.

Widoyoko, E. P. (2009). Analisis Pengaruh Kinerja Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa. Laporan Penelitian.

William, B. W. & Davis, K. (1996). Resources and Personnel Management. New York: McGraww-Hill Inc.