JUDUL 1
-
Upload
lulus-rizqyono-subroto -
Category
Documents
-
view
13 -
download
5
description
Transcript of JUDUL 1
ANALISIS KINERJA STRUKTUR PADA BANGUNAN BERTINGKAT
DENGAN KOLOM PIPIH MENGGUNAKAN METODE ANALISIS PUSHOVER
(STUDI KASUS : GEDUNG HOLLAND PARK CONDOTEL BATU)
Diajukan Kepada
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Akademik dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Teknik
Oleh :
Lulus Rizqono Subroto
201210340311178
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
I. JUDUL : ANALISIS KINERJA STRUKTUR PADA BANGUNAN
BERTINGKAT DENGAN KOLOM PIPIH MENGGUNAKAN METODE
ANALISIS PUSHOVER (STUDI KASUS : GEDUNG HOLLAND PARK
CONDOTEL BATU)
II. PENDAHULUAN
II.1. Latar Belakang
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi
secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi
energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng
tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi
(seismic wave) sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan status rawan gempa bumi. Hampir setiap tahun
Indonesia dilanda gempa mulai dari skala kecil maupun besar yang tidak dapat diprediksi
kapan waktu terjadinya, dan biasanya terjadi di dekat batas lempeng. Letak geografis
Indonesia yang berada di pertemuan perbatasan tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-
Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia yang mengakibatkan Indonesia menjadi
daerah rawan gempa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya rusak gempa bumi adalah
kekuatan gempa bumi, kedalaman gempa bumi, jarak hiposentrum gempa bumi, lama getaran
gempa bumi, kondisi tanah setempat, dan kondisi bangunan.
Salah satu struktur yang memiliki peranan besar dalam mempertahankan integritas
struktur bangunan secara keseluruhan adalah struktur kolom. Struktur kolom sangat
menentukan perilaku struktur secara keseluruhan dalam memikul beban-beban horizontal
(gempa). Bangunan bertingkat dengan kolom pipih merupakan bangunan dengan kolom yang
memiliki perbedaaan inersia penampang. Kondisi ini tentunya akan memberikan dampak pada
kekakuan struktur bangunan secara keseluruhan. Kolom dengan inersia yang lebih besar akan
lebih kuat dalam menerima beban gempa dari pada kolom dengan inersia yang lebih kecil.
Hal ini akan sangat merugikan apabila arah gempa terjadi pada kolom dengan kekakuan yang
kecil. Kekakuan global struktur kolom ditentukan oleh orientasi sumbu kuat dari kolom-
kolom dalam setiap lantai. Kondisi ini akan menghasilkan rasio kekakuan struktur dalam arah
sumbunya akan berbeda-beda.
Pada SRPMK, SNI 2847:2013 pasal 21.6.1 mensyaratkan dimensi kolom ditentukan
dengan rasio sisi peampang terpendek dan terpanjang adalah minimal 0,4 dengan lebar
minimum 300 mm. Proyek Holland Park Condotel tower Amsterdam & Denhag
menggunakan kolom utama dengan dimensi 20/80. Rasio sisi penampang adalah 0,25 dan
lebar minimum 200 mm. Kondisi ini tidak sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 21.6.1. Dalam
kajian ini akan menganalisis perilaku dinamis struktur dari gedung Holland Park Condotel
tower Amsterdam & Denhag dengan analisis statik beban dorong (pushover) untuk
mengevaluasi perilaku seismik struktur. Adapun perilaku dinamis yang di tinjau dalam studi
tugas akhir ini terbatas pada waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan
antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve).
II.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat dijadikan acuan analisis dalam tugas akhir ini
adalah bagaimana menganalisis kinerja struktur dengan menggunakan metode beban dorong
(Pushover Analysis) yang ditinjau berdasarkan waktu getar alami, gaya geser dasar,
simpangan dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva
kapasitas (capacity curve).
II.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari studi tugas akhir ini adalah menganalisis kinerja struktur untuk
mengevaluasi perilaaku seismik struktur dengan analisis beban dorong (Pushover Analysis)
yang ditinjau berdasarkan waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan
antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve).
II.4. Manfaat Penelitian
Maanfaat yang dapat diperoleh dari studi tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh kekuatan gempa bumi yang diterima oleh gedung.
2. Memberikan pemahaman tentang analisis beban dorong (Pushover Analysis).
3. Memberikan pemahaman terhadap penggunaan software SAAP 2000 v11
khususnya dalam desain struktur beton portal 3 dimensi yang dianalisis dengan
analisis beban dorong (Pushover Analysis).
4. Memberikan pemahaman tentang waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan
dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva
kapasitas (capacity curve).
5. Dapat dijadikan bahan referensi dalam menganalisis kinerja struktur bangunan
gedung bertingkat pada proyek sipil.
6. Bagi rekan-rekan mahasiswa dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyusun
tugas akhir dan bahan kuliah struktur tahan gempa.
II.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Adapun ruang lingkup dan batasan masalah dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Struktur yang digunakan merupakan struktur beton bertulang.
2. Bangunan yang ditinjau adalah bangunan bertingkat yang terdiri atas 8 lantai
(termasuk lantai atap).
3. Gedung dirancang berada di wilayah gempa zona 3 pada tanah pasir berlanau dan
pasir berkerikil agak padat hingga padat, fungsi bangunan adalah sebagai hotel.
4. Analisa gaya gempa berdasarkan SNI 03-1726-2012 dengan peta gempa (Peta
Hazard Gempa Indonesia 2010).
5. Jenis pondasi yang digunakan adalah bore pile dan tiang pancang
6. Kolom utama yang akan dianalisis adalah kolom pipih
7. Analisis struktur ditinjau dalam 3 dimensi menggunakan software SAAP 2000 v11
8. Perilaku inelastik bangunan akibat gaya gempa yang diitinjau adalah waktu getar
alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas
struktur, dan kurva kapasitas (capacity curve).
9. Tidak meninjau aspek ekonomis dan keindahan gedung.
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung
Menurut suharjanto (2013), gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi
(lempeng bumi) secara tiba-tiba (sudden slip). Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena
adanya sumber gaya (force) sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun dari
bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden slip, getaran pada
bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau berupa getaran kecil
yang sulit dirasakan oleh manusia.
Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti kebumian, menyimpulkan bahwa hampir 95
persen lebih gempa bumi alamiah yang cukup besar biasa terjadi di daerah batas pertemuan
antar lempeng yang menyusun kerak bumi dan di daerah sesar atau fault. Gempa bumi yang
paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempeng kompresional dan transisional.
Ada tiga pendekatan untuk mengantisipasi terjadinya gempa agar tidak menimbulkan
dampak yang besar. Pertama, pendekatan struktural yakni mengikuti kaidah-kaidah konstruksi
yang benar dan memasukkan parameter kegempaan dalam mendirikan bangunan. Kedua,
pendekatan non-struktural dengan membuat peta rawan bencana gempa. Informasi potensi
gempa ini dimasukkan dalam perencanaan wilayah. Ketiga, intensif melakukan sosialisasi
kepada masyarakat terhadap pemahaman dan pelatihan penyelamatan dampak gempa.
Menurut SNI-1726-2002 pasal 1.3 dilakukannya perencanaan ketahanan gempa untuk
struktur gedung bertujuan untuk :
a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat gempa
yang kuat.
b. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga masih
dapat diperbaiki.
c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi
gempa ringan sampai sedang
d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
Menurut SNI-1726-2012 pasal 7.1.1 prosedur analisis dan desain seismik yang
digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya adalah sebagai
berikut :
a. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal
yang lengkap, yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi
energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan
kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.
b. Gerak tanah desain harus diasumsikan terjadi sepanjang setiap arah horizontal
struktur bangunan gedung.
c. Kecukupan sistem struktur harus ditunjukkan melalui pembentukan model
matematik dan pengevaluasian model tersebut untuk pengaruh gerak tanah desain.
d. Gaya gempa desain, dan distribusinya di sepanjang ketinggian struktur bangunan
gedung harus ditetapkan berdasarkan salah satu proseddur yang sesuai yang
ditunjukkan dalam pasal 7.6.
e. Gaya dalam serta deformasi yang terkait pasa komponen-elemen struktur bangunan
gedung tersebut harus ditentukan.
f. Prosedur alternatif yang disetujui tidak boleh dipakai untuk menentukan gaya
gempa dan distribusinya kecuali bila gaya-gaya dalam dan deformasi yang terkait
pada komponen/elemen strukturnya ditentukan menggunakan model yang konsisten
dengan prosedur yang diadopsi.
Menurut suharjanto (2013), sebuah bangunan atau elemen yang daktail biasanya tak
kuat menahan tegangan. Perancang harus memastikan bahwa elemen-elemen tersebut disusun
dengan baik untuk menghindari keruntuhan akibat tegangan. Bangunan satu dan dua lantai
biasanya dirancang sebagai bangunan elastis. Rancangan daktail sebaiknya diaplikasikan pada
semua jenis bangunan, termasuk bangunan elastis. Bangunan yang memiliki ductility
cenderung akan bertahan lebih lama daripada bangunan biasa. (Catatan: bahan atau unsur
yang rapuh/getas atau brittle bisa hancur tiba-tiba jika sudah melewati batas elastisitasnya.)
Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang
besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan
yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam
kondisi di ambang keruntuhan.
Mekanisme kerusakan yang boleh terjadi adalah yang bersifat daktil dan mampu
mendisipasikan energi secara stabil.
Melibatkan sebanyak mungkin elemen untuk mendisipasikan energy.
Perlu perencanaan hirarki keruntuhan, baik dilevel material, penampang, elemen
maupun struktur desain kapasitas.
Diperlukan pen-detail-an yang memadai dan pembatasan drift / deformasi struktur.
Gambar 3.1 Perilaku Struktur Daktail pada saat terjadi gempa berulang atau siklik
Sumber : Suharjanto (2013)
Gambar 3.2 Perilaku Struktur Tak-Daktail pada saat terjadi gempa berulang atau siklik
Sumber : Suharjanto (2013)
III.2. Hierarki Kerusakan Struktur
Struktur bangunana terdiri atas : a) tanah pendukung; b) struktur fondasi; c) struktur
kolom; d) struktur balok; e) struktur plat lantai; f) struktur atap dan g) elemen non-
struktur (tembok, partisi, ceyling dsbnya). Apabila terjadi gempa bumi maka secara
logika sederhana hierarki kerusakan yang dikehendaki mempunyai urutan yang terbalik
dari yang telah disebut. Antara tembok partist/ceyling dan struktur atap mempunyai
fungsi timbal-balik, sehingga mana yang boleh rusak terlebih dahulu akan bergantung
pada jenis struktur. Apabila struktur atap didukung oleh balok ring dan kolom maka
tembok boleh rusak terlebih dahulu. Namun demikian apabila struktur atap didukung
oleh tembok, maka hal ini menjadi saling bergantung. Hierarki kerusakan elemen
struktur secara logika dapat ditentukan dengan jelas yaitu agar struktur tetap berdiri
tegak maka kolom harus lebih kuat daripada balok. Hierarki kerusakan terus berlanjut
sampai pada tanah pendukung. Dengan memperhatikan hal tersebut maka dari filosofi
desain akhirnya sudah sampai pada prinsip kolom kuat balok lemah (strong column
weak beam).
Gambar 3.3 Mekanisme runtuh pada portal terbuka
Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)
III.2.1.Mekanisme Runtuh Pada Kolom
Apabila ujung - ujung kolom dalam sutu tingkat mulai leleh, maka proses deformasi
yang mengakibatkan simpangan beralan terus tanpa adanya tambahan beban sampai pada
kondisi simpangan ultimit ∆u . pada kondisi simpangan ultimit, pada ujung - ujung totom
pada suatu saat telah terbentuk sendi plastik setebal lsp' dan lsp yang tunjukkan seperti pada
Gambar 3.4. Pada saat sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom, maka kelengkungan
telah sampai pada kondisi iltimit, sehingga kelengkungannya bernotasi φ’ku,i dan φku,i. Bila
tebal sendi plastis masing-masing adalah lsp' dan lsp, maka sudut rotasi yang terjadi oleh
adanya sendi plastis pada tingkat ke -i, θi tersebut adalah :
Gambar 3.4 Mekanisme runtuh pada kolom dan dristibusi kelengkungan
Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)
III.2.2.Mekanisme Runtuh Pada Balok
Pada mekanisme runtuh di balok, maka sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung
balok, dan juga ujung bawah kolom dasar. Asumsi yang umumnya diambil adalah sendi
plastik terjadi secara bersamaan pada ujung-ujung balok. Kondisi seperti ini jarang terjadi
apalagi pada struktur yang termasuk gravity load dominared (struktur relatif rendah, bentang
balok besar dan terletak didaerah gempa rendah). Pada mekanisme runtuh jenis ini, maka
portal bertingkat akan menjadi seperti Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Mekanisme runtuh pada balok dan letak sendi plastis
Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)
Menurut Widodo (2001), beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah
menurut waktu, maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar atau menimbulkan
gerakan. Dalam hal ini bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan pada umumnya
dikatakan bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran. Dengan
demikian pada pembebanan dinamik, akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak ada
pada pembebanan statik.
III.3. Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis)
Menurut SNI-1726-2012, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis
nonlinier statik, yang dalam analisisnya pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan
gedung dianggap sebagai beban statik pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan sehingga menyebabkan
terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian
dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar
sampai mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai mencapai kondisi plastik.
Tujuan analisis beban dorong adalah mengevaluasi perilaku seismik struktur terhadap
beban gempa rencana, yaitu memperoleh nilai faktor daktilitas aktual dan faktor reduksi
gempa aktual struktur, memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve), dan memperlihatkan
skema kelelehan (distribusi sendi plastis) yang terjadi (Pranata, 2006).
Metode analisis statik beban dorong merupakan metode dengan pendekatan nonlinier
statik, yang dapat digunakan pada struktur bangunan gedung beraturan, dengan karakteristik
dinamik mode tinggi yang tidak dominan. Salah satu hasil analisis yang mempunyai manfaat
penting yaitu kurva kapasitas.
III.3.1.Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis)
Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukkan hubungan antara
gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat beban lateral yang diberikan pada
struktur dengan pola pembebanan tertentu sampai pada kondisi ultimit atau target peralihan
yang diharapkan (Gambar 2.1).
Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi
leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Perubahan perilaku struktur dari linier menjadi
non-linier berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan
kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis akibat momen
lentur terjadi pada struktur jika beban yang bekerja melebihi kapasitas momen lentur yang
ditinjau. Semakin banyak sendi plastis yang terjadi berarti kinerja struktur semakin bagus
karena semakin banyak terjadi pemancaran energi melalui terbentuknya sendi plastis sebelum
kapasitas struktur terlampaui (Pranata, 2006).
Gambar 3.6 Kurva Kapasitas
Kurva kapasitas dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan sebagai
beban dorong. Pola pembebanan umumnya berupa respon ragam-1 struktur (atau dapat juga
berupa beban statik ekivalen) berdasarkan asumsi bahwa ragam struktur yang dominan adalah
ragam-1. Beban dorong statik lateral diberikan pada pusat massa sampai dicapai target
perpindahan. Tujuan lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan
deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi letak bagian struktur yang kritis.
Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk
pendetailan atau stabilitasnya (Dewobroto, 2005).
Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :
1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman
besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun
kurva pushover.
2. Membuat kurva pushover berdasarkan pola distribusi gaya lateral terutama yang
ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi
hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa.
3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik
kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan
maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.
4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target
perpindahan. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika
memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan
deformasi maupun kekuatan. Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya
relatif sangat banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh
komputer (fasilitas pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara built-in pada
program SAAP 2000, mengacu pada FEMA - 440).
Proses pushover bisa dilakukan dengan prosedur load-controlled atau displacement-
controlled. Prosedur load-controlled digunakan jika beban yang diaplikasikan telah diketahui
nilainya. Misalnya, beban gravitasi bisa diaplikasikan dalam pushover load-controlled.
Prosedur displacement-controlled biasanya digunakan jika beban yang bisa ditahan oleh suatu
struktur belum diketahui dengan pasti sehingga beban tersebut ditingkatkan sampai struktur
mencapai suatu nilai simpangan target (Aisyah dan Megantara, 2011).
III.4. Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa
Menurut Tjokrodimulyo (2007), struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan
(tidak rusak dan tidak runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata
(dalam perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa. Dalam perencanaan
bangunan tahan gempa struktur yang didesain harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Di bawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun dengan
probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus dapat
berespon elastik tanpa mengalami kerusakan baik pada elemen struktural (balok,
kolom, pelat dan pondasi struktur) dan elemen non struktural (dinding bata,
plafond dan lain lain).
b. Di bawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang 50-100 tahun) struktur
bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah
diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok di muka kolom, yang diistilahkan sendi
plastis, struktur pada tahap ini disebut tahap First Yield yang merupakan
parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik (tidak rusak)
dan kondisi plastis (rusak) tetapi tidak roboh atau disingkat sebagai kondisi
batas antara beban gempa ringan dan gempa kuat.
c. Di bawah gempa kuat (gempa dengan periode ulang 200-500 tahun dengan
probabilitas 20%-10% dalam kurun waktu umur gedung) resiko kerusakan harus
dapat diterima tapi tanpa keruntuhan struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat
gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-tempat tertentu sehingga mudah
diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.
III.5. Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan
III.5.1.Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan
Prinsip-prinsip dasar perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan dan
pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gempa yaitu :
1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah
dimana struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.
2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu diperhatikan. Dalam
pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan, unsur-unsur struktur
bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan
struktur secara menyeluruh.
3. Konsistensi sistim struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistim struktur
yang dilaksanakan harus terjaga.
4. Materi beton yang digunakan haruslah memiliki daya tahan yang tinggi
dilingkungannya.
5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus terikat dengan
kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap
sistem struktur.
6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam tahapan
konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai dengan kaidah yang
berlaku.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa besarnya gaya gempa yang diterima
struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik gempa yang tejadi,
karakteristik tanah dimana bangunan berada dan karakteristik struktur bangunan.
Karakteristik struktur bangunan yang berpengaruh diantaranya bentuk bangunan, massa
bangunan, beban gravitasi yang bekerja, kekakuan dan lain-lain.
III.5.2.Pembebanan Pada Struktur
Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu
dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik
pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang
lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Jenis
beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi :
a. Beban Lateral, yang terdiri atas :
1) Beban Gempa
Besarnya simpangan horisontal (drift) bergantung pada kemampuan struktur dalam
menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur memiliki kekakuan yang besar untuk
melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horisontal yang lebih
kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar.
Menurut SNI-1726-2012 pasal 7.5.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa
Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa
ditetapkan sebagai berikut: 100 persen gaya untuk satu arah ditambah 30 persen gaya untuk
arah tegak lurus. Kombinasi yang mensyaratkan kekuatan komponen maksimum harus
digunakan.
2) Beban Angin
Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan
struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang struktur. Beban angin tidak
memberi konstribusi yang besar terhadap struktur dibandingkan dengan beban yang
lainnya. Menurut Schodek (1999), besarnya tekanan yang diakibatkan angin pada suatu
titik akan tergantung kecepatan angin, rapat massa udara, lokasi yang ditinjau pada
stuktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometris struktur, dimensi struktur.
b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas :
1) Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-
barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung
tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.
Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus
dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap aman. Menurut
Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu
bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban ini mencakup beban
peluang untuk berat manusia, perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku,
lemari arsip ,perlengkapan mekanis dan sebagainya.
Tabel 3.1 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No Lantai Gedung Beban Satuan
1.Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang
disebut dalam no 2.200 Kg/m2
2.
Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-
gudang tidak penting yang bukan untuk took, pabrik
atau bengkel.
125 Kg/m2
3.Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba,
restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit.250 Kg/m2
4. Lantai ruang olah raga. 400 Kg/m2
5. Lantai dansa. 500 Kg/m2
6.
Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk
pertemuan yang lain dari yang disebut dalam no 1 s/d
5, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang
rapat, bioskop dan panggung penonton dengan
tempat duduk tetap.
400 Kg/m2
7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap 500 Kg/m2
atau untuk penonton berdiri.
8.Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut
dalam no 3.300 Kg/m2
9.Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut
dalam no 4,5,6 dan 7.500 Kg/m2
10.Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no
3,4,5,6 dan 7.250 Kg/m2
11.
Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan,
ruang arsip, took buku, took besi, ruang alat-alat dan
ruang mesin harus direncanakan terhadap beban
hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum.
400 Kg/m2
12.
Lantai gedung parkir bertingkat :
¾ Untuk lantai bawah
¾ Untuk lantai tinggkat lainnya
800
400
Kg/m2
13.
Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus
direncanakan terhadap beban hidup dari lantai yang
berbatasan dengan minimum
300 Kg/m2
Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)
2) Beban Mati
Beban mati (DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap.
Beban mati terdiri dari dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan superimpossed
deadload (SiDL). Beban superimpossed adalah beban mati tambahan yang
diletakkan pada struktur, dimana dapat berupa lantai (ubin/keramik), peralatan
mekanik elektrikal, langit-langit, dan sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu
elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume
elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah
banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau peraturan pembebanan.
Tabel 3.2 Berat Sendiri bahan Bangunan
No Lantai Gedung Beban Satuan
1. Baja 7850 Kg/m3
2. Batu alam 2600 Kg/m3
3. Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1500 Kg/m3
4. Batu karang (berat tumpuk) 700 Kg/m3
5. Batu pecah 1450 Kg/m3
6. Besi tuang 7250 Kg/m3
7. Beton (1) 2200 Kg/m3
8. Beton bertulang (2) 2400 Kg/m3
9. Kayu (kelas 1) (3) 1000 Kg/m3
10.Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa
diayak)1650 Kg/m3
11. Pasangan bata merah 1700 Kg/m3
12. Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunug 2200 Kg/m3
13. Pasangan batu cetak 2200 Kg/m3
14. Pasangan batu karang 1450 Kg/m3
15. Pasir kering udara sampai lembab) 1600 Kg/m3
16. Pasir (jenuh air) 1800 Kg/m3
17. Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850 Kg/m3
18.Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai
lembab)1700 Kg/m3
19. Tanah lempung dan lanau ( basah) 2000 Kg/m3
20. Timah hitam (timbel) 1140 Kg/m3
Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)
Tabel 3.3 Berat Sendiri komponen Gedung
No Lantai Gedung Beban Satuan
1.
Adukan, per cm tebal :
¾ dari semen
¾ dari kapur, semen merah atau tras
21
17
Kg/m2
2.Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per
cm tebal14 Kg/m2
3.
Dinding pasangan bata merah :
¾ satu batu
¾ setengah batu
450
250
Kg/m2
4. Dinding pasangan batako : Kg/m2
¾ Berlubang :
ƒ Tebal dinding 20 cm ( HB 20 )
ƒ Tebal dinding 10 cm ( HB 10 )
¾ Tanpa lubang
ƒ Tebal dinding 15 cm
ƒ Tebal dinding 10 cm
200
120
300
200
5.
Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya,
tanpa penggantung langit-langit atau pengaku ),
terpadu dari :
¾ Semen asbes ( eternity dan bahan lain sejenis ),
dengan tebal maksimum 4mm.
¾ Kaca, dengan tebal 3-4 mm.
11
10
Kg/m2
6.
Penggantung langit-langit ( dari kayu ), dengan
bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80
m.
40 Kg/m2
7.Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per
m2 bidang atap.50 Kg/m2
8.Penutup atap sirap dengan reng dan usuk / kaso, per m2
bidang atap.40 Kg/m2
9.Penutup atap seng gelombang ( BWG 24 ) tanpa
gording10 Kg/m2
10.Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan
beton, tanpa adukan, per cm tebal.21 Kg/m2
11. Semen asbes gelombang ( tebal 5 mm ) 11 Kg/m2
12. Ducting AC dan penerangan 30,6 Kg/m2
Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)
III.6. Ketentuan Umum Pengaruh Gempa Pada Bangunan Gedung
III.6.1.Gempa Rencana
Pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur
bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum.
Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama
umur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.
III.6.2.Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Gedung
Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel
3.4 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie.
Tabel 3.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Tabel 3.5 Faktor Keutamaan Gempa
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.3.Kombinasi Beban Terfaktor dan Beban Layan
III.6.3.1. Kombinasi Beban Metoda Ultimit
a. 1,4D
b. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
c. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + 0,5(Lr atau 0,5W)
d. 1,2D + 1,0W + L + ),5(Lr atau R)
e. 1,2D + 1,0E + L
f. 0,9D + 1,0W
g. 0,9D + 1,0E
III.6.3.2. Kombinasi Beban Untuk Metoda Tegangan Ijin
1. D
2. D + L
3. D + (Lr atau R)
4. D + 0,75L+ 0,75(Lr atau R)
5. D + (0,6W atau 0,7E)
6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75L + 0,75(Lr atau R)
7. 0,6D + 0,6 W
8. 0,6D + ),7E
III.6.4.Klasifikasi Kelas Situs
Tabel 3.6 Klasifikasi Situs
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.5.Wilayah Gempa
Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1(percepatan
batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons
spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada pasal 14
dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50
tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.
Gambar 3.7 Peta Respon Spekta 0,2 detik Probabilitas 2 % dalam Kurun Waktu 50 Tahun
Gambar 3.8 Peta Respon Spekta 1 detik Probabilitas 2 % dalam Kurun Waktu 50 Tahun
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.6.Parameter Spektrum Respon Percepatan Gempa
Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah,
diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor
amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda
pendek Fa dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik
Fv. Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek SMS dan perioda 1 detik
SM1 yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan
berikut ini :
SMS = Fa x Ss ............................................................. (1)
SM1 = Fv x S1 .............................................................. (2)
Keterangan:
SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;
S1 =parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik
Tabel 3.7 Koefisien Situs Fa
Tabel 3.8 Koefisien Situs Fv
Sumber : SNI-1726-2012
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik,
SD1 , harus ditentukan melalui perumusan berikut ini :
SDS = ......................................................... (3)
SD1 = ......................................................... (4)
Catatan : Kala ulang gempa 500 th besarnya biasanya 1,5 kali dari beban yg semestinya.
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah
dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus
dikembangkan dengan mengacu Gambar 1 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :
1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0 , spektrum respons percepatan desain, Sa , harus
diambil dari persamaan :
........................................... (5)
2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan SDS.
3. Untuk perioda lebih besar dari TS , spektrum respons percepatan desain, S a ,
diambil berdasarkan persamaan :
........................................... (6)
Keterangan:
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;
T = perioda getar fundamental struktur.
T0 =
Ts =
Gambar 3.9 Spektrum Respon Desain
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.7.Kategori Desain Seismik
Tabel 3.9 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Perioda
Pendek
Tabel 3.10 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Perioda
1 Detik
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.8.Kombinasi Sistem Perangkai dalam Arah yang Berbeda
Sistem penahan-gaya gempa yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan
gaya gempa di masing-masing arah kedua sumbu ortogonal struktur. Bila sistem yang berbeda
digunakan, masing-masing nilai R, Cd, dan Ω0 harus dikenakan pada setiap sistem, termasuk
batasan sistem struktur yang termuat dalam Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sumber : SNI-1726-2012
III.6.9.Geser Dasar Seismik (shear base)
Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut :
V = Cs x W ........................................... (7)Keterangan:
Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan 7.8.1.1;
W = berat seismik efektif menurut 7.7.2.
Koefisien respons seismik, Cs , harus ditentukan sesuai dengan Persamaan 8
........................................... (8)
Keterangan:
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek
seperti ditentukan dalam 6.3 atau 6.9
R = faktor modifikasi respons dalam Tabel 9
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan 4.1.2.
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 22 tidak perlu melebihi berikut ini :
Cs harus kurang dari
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 sama dengan atau
lebih besar dari 0,6g , maka Cs harus tidak kurang dari :
Keterangan:
di mana Ie dan R sebagaimana didefinisikan dalam 7.8.1.1, dan
SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0 detik,
seperti yang ditentukan dalam 6.10.4
T = perioda fundamental struktur (detik) yang ditentukan 7.8.2
S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan yang
ditentukan sesuai 6.10.4
III.6.10. Waktu Perioda Bangunan
Perioda fundamentalstruktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam
analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur, T , tidak boleh melebihi hasil koefisien
untuk batasan atas pada perioda yang dihitung Cu dari Tabel 3.11 dan perioda fundamental
pendekatan, Ta , yang ditentukan sesuai dengan 7.8.2.1. Sebagai alternatif pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur, T , diijinkan secara langsung
menggunakan perioda bangunan pendekatan, Ta , yang dihitung sesuai dengan 7.8.2.1.
Perioda fundamental pendekatan Ta, dalam detik, harus ditentukan dari persamaan
berikut:
........................................... (9)
Keterangan:
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur,
dan koefisien Ct dan x ditentukan dari Tabel 3.13.
Tabel 3.12 Koefisien untuk Batas pada Perioda yang Dihitung
Tabel 3.13 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x
Sumber : SNI-1726-2012
Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan Ta,
dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12
tingkat di mana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton
atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m :
........................................... (10)
Keterangan:
N = jumlah tingkat
III.6.11. Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral Fx (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari
persamaan berikut :
........................................... (11)
Dan
........................................... (12)
Keterangan :
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, dinyatakan dalam
kilonewton (kN)
wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur (W ) yang ditempatkan atau
dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam meter (m)
k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut : untuk
struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k = 1,
untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2,
untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus
sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2
III.6.12. Distribusi Horizontal Gaya Gempa
Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari
persamaan berikut:
........................................... (13)
Keterangan:
Ft adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di Tingkat i, dinyatakan dalam
kilo newton (kN). Geser tingkat desain gempa (Vx) (kN) harus didistribusikan pada berbagai
elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada
kekakuan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.
III.6.13. Kinerja Struktur
3.6.13.1. Pengaruh P-delta
Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat, gaya dan momen elemen struktur
yang dihasilkan, dan simpangan antar lantai ingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak
disyaratkan untuk diperhitungkan bila koefisien stabilitas (T) seperti ditentukan oleh
persamaan berikut sama dengan atau kurang dari 0,10 :
........................................... (14)
Keterangan:
Px = beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x,dinyatakan dalam kilo
newton (kN); bila menghitung Px, faktor beban individu tidak perlu melebihi 1,0;
∆ adalah simpangan antar lantai tingkat desain seperti didefinisikan dalam 7.8.6, terjadi
secara serentak dengan Vx, dinyatakan dalam milimeter (mm)
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan 4.1.2
Vx = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x1 (kN)
hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x , dinyatakan dalam milimeter (mm);
Cd = faktor pembesaran defleksi dalam Tabel 3.10.
Koefisien stabilitas (T) harus tidak melebihi θmax yang ditentukan sebagai berikut:
........................................... (15)
Dimana E adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat
antara tingkat x dan x-1. Rasio ini diijinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0.
Jika koefisien stabilitas (θ) lebih besar dari 0,10 tetapi kurang dari atau sama
dengan θmax, faktor peningkatan terkait dengan pengaruh P-delta pada perpindahan dan gaya
komponen struktur harus ditentukan dengan analisis rasional. Sebagai alternatif,
diijinkan untuk mengalikan perpindahan dan gaya komponen struktur dengan 1,0/(1 –θ). Jika
θ lebih besar dari θmax, struktur berpotensi tidak stabil dan harus didesain ulang.
Jika pengaruh P-delta disertakan dalam analisis otomatis, Persamaan 15 masih
harus dipenuhi, akan tetapi, nilai θ yang dihitung dari Persamaan 14 menggunakan hasil
analisis P-delta diijinkan dibagi dengan (1 + θ) sebelum diperiksa dengan Persamaan 15.
3.6.13.2. Simpangan antar Lantai Tingkat dan Deformasi
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) seperti ditentukan dalam 7.8.6, 7.9.2, atau
12.1, tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) seperti didapatkan dari
Tabe 3.13 untuk semua tingkat.
Tabel 3.14 Simpangan antar Lantai Ijin
Gambar 3.10 Penentuan Simpangan Antar Lantai
Sumber : SNI-1726-2012