JUDUL 1

45
ANALISIS KINERJA STRUKTUR PADA BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN KOLOM PIPIH MENGGUNAKAN METODE ANALISIS PUSHOVER (STUDI KASUS : GEDUNG HOLLAND PARK CONDOTEL BATU) Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Akademik dalam Menyelesaikan Program Sarjana Teknik Oleh : Lulus Rizqono Subroto 201210340311178 JURUSAN TEKNIK SIPIL

description

eyfowehfow

Transcript of JUDUL 1

Page 1: JUDUL 1

ANALISIS KINERJA STRUKTUR PADA BANGUNAN BERTINGKAT

DENGAN KOLOM PIPIH MENGGUNAKAN METODE ANALISIS PUSHOVER

(STUDI KASUS : GEDUNG HOLLAND PARK CONDOTEL BATU)

Diajukan Kepada

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Akademik dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Teknik

Oleh :

Lulus Rizqono Subroto

201210340311178

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016

Page 2: JUDUL 1

I. JUDUL : ANALISIS KINERJA STRUKTUR PADA BANGUNAN

BERTINGKAT DENGAN KOLOM PIPIH MENGGUNAKAN METODE

ANALISIS PUSHOVER (STUDI KASUS : GEDUNG HOLLAND PARK

CONDOTEL BATU)

II. PENDAHULUAN

II.1. Latar Belakang

Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi

secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi

energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng

tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi

(seismic wave) sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Indonesia

merupakan negara kepulauan dengan status rawan gempa bumi. Hampir setiap tahun

Indonesia dilanda gempa mulai dari skala kecil maupun besar yang tidak dapat diprediksi

kapan waktu terjadinya, dan biasanya terjadi di dekat batas lempeng. Letak geografis

Indonesia yang berada di pertemuan perbatasan tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-

Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia yang mengakibatkan Indonesia menjadi

daerah rawan gempa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya rusak gempa bumi adalah

kekuatan gempa bumi, kedalaman gempa bumi, jarak hiposentrum gempa bumi, lama getaran

gempa bumi, kondisi tanah setempat, dan kondisi bangunan.

Salah satu struktur yang memiliki peranan besar dalam mempertahankan integritas

struktur bangunan secara keseluruhan adalah struktur kolom. Struktur kolom sangat

menentukan perilaku struktur secara keseluruhan dalam memikul beban-beban horizontal

(gempa). Bangunan bertingkat dengan kolom pipih merupakan bangunan dengan kolom yang

memiliki perbedaaan inersia penampang. Kondisi ini tentunya akan memberikan dampak pada

kekakuan struktur bangunan secara keseluruhan. Kolom dengan inersia yang lebih besar akan

lebih kuat dalam menerima beban gempa dari pada kolom dengan inersia yang lebih kecil.

Hal ini akan sangat merugikan apabila arah gempa terjadi pada kolom dengan kekakuan yang

kecil. Kekakuan global struktur kolom ditentukan oleh orientasi sumbu kuat dari kolom-

kolom dalam setiap lantai. Kondisi ini akan menghasilkan rasio kekakuan struktur dalam arah

sumbunya akan berbeda-beda.

Pada SRPMK, SNI 2847:2013 pasal 21.6.1 mensyaratkan dimensi kolom ditentukan

dengan rasio sisi peampang terpendek dan terpanjang adalah minimal 0,4 dengan lebar

minimum 300 mm. Proyek Holland Park Condotel tower Amsterdam & Denhag

Page 3: JUDUL 1

menggunakan kolom utama dengan dimensi 20/80. Rasio sisi penampang adalah 0,25 dan

lebar minimum 200 mm. Kondisi ini tidak sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 21.6.1. Dalam

kajian ini akan menganalisis perilaku dinamis struktur dari gedung Holland Park Condotel

tower Amsterdam & Denhag dengan analisis statik beban dorong (pushover) untuk

mengevaluasi perilaku seismik struktur. Adapun perilaku dinamis yang di tinjau dalam studi

tugas akhir ini terbatas pada waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan

antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve).

II.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat dijadikan acuan analisis dalam tugas akhir ini

adalah bagaimana menganalisis kinerja struktur dengan menggunakan metode beban dorong

(Pushover Analysis) yang ditinjau berdasarkan waktu getar alami, gaya geser dasar,

simpangan dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva

kapasitas (capacity curve).

II.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari studi tugas akhir ini adalah menganalisis kinerja struktur untuk

mengevaluasi perilaaku seismik struktur dengan analisis beban dorong (Pushover Analysis)

yang ditinjau berdasarkan waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan

antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve).

II.4. Manfaat Penelitian

Maanfaat yang dapat diperoleh dari studi tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh kekuatan gempa bumi yang diterima oleh gedung.

2. Memberikan pemahaman tentang analisis beban dorong (Pushover Analysis).

3. Memberikan pemahaman terhadap penggunaan software SAAP 2000 v11

khususnya dalam desain struktur beton portal 3 dimensi yang dianalisis dengan

analisis beban dorong (Pushover Analysis).

4. Memberikan pemahaman tentang waktu getar alami, gaya geser dasar, simpangan

dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas struktur, dan memperlihatkan kurva

kapasitas (capacity curve).

5. Dapat dijadikan bahan referensi dalam menganalisis kinerja struktur bangunan

gedung bertingkat pada proyek sipil.

Page 4: JUDUL 1

6. Bagi rekan-rekan mahasiswa dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyusun

tugas akhir dan bahan kuliah struktur tahan gempa.

II.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Adapun ruang lingkup dan batasan masalah dalam analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Struktur yang digunakan merupakan struktur beton bertulang.

2. Bangunan yang ditinjau adalah bangunan bertingkat yang terdiri atas 8 lantai

(termasuk lantai atap).

3. Gedung dirancang berada di wilayah gempa zona 3 pada tanah pasir berlanau dan

pasir berkerikil agak padat hingga padat, fungsi bangunan adalah sebagai hotel.

4. Analisa gaya gempa berdasarkan SNI 03-1726-2012 dengan peta gempa (Peta

Hazard Gempa Indonesia 2010).

5. Jenis pondasi yang digunakan adalah bore pile dan tiang pancang

6. Kolom utama yang akan dianalisis adalah kolom pipih

7. Analisis struktur ditinjau dalam 3 dimensi menggunakan software SAAP 2000 v11

8. Perilaku inelastik bangunan akibat gaya gempa yang diitinjau adalah waktu getar

alami, gaya geser dasar, simpangan dan simpangan antar tingkat, faktor daktilitas

struktur, dan kurva kapasitas (capacity curve).

9. Tidak meninjau aspek ekonomis dan keindahan gedung.

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung

Menurut suharjanto (2013), gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi

(lempeng bumi) secara tiba-tiba (sudden slip). Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena

adanya sumber gaya (force) sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun dari

bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden slip, getaran pada

bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau berupa getaran kecil

yang sulit dirasakan oleh manusia.

Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti kebumian, menyimpulkan bahwa hampir 95

persen lebih gempa bumi alamiah yang cukup besar biasa terjadi di daerah batas pertemuan

antar lempeng yang menyusun kerak bumi dan di daerah sesar atau fault. Gempa bumi yang

paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempeng kompresional dan transisional.

Ada tiga pendekatan untuk mengantisipasi terjadinya gempa agar tidak menimbulkan

dampak yang besar. Pertama, pendekatan struktural yakni mengikuti kaidah-kaidah konstruksi

Page 5: JUDUL 1

yang benar dan memasukkan parameter kegempaan dalam mendirikan bangunan. Kedua,

pendekatan non-struktural dengan membuat peta rawan bencana gempa. Informasi potensi

gempa ini dimasukkan dalam perencanaan wilayah. Ketiga, intensif melakukan sosialisasi

kepada masyarakat terhadap pemahaman dan pelatihan penyelamatan dampak gempa.

Menurut SNI-1726-2002 pasal 1.3 dilakukannya perencanaan ketahanan gempa untuk

struktur gedung bertujuan untuk :

a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat gempa

yang kuat.

b. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga masih

dapat diperbaiki.

c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi

gempa ringan sampai sedang

d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.

Menurut SNI-1726-2012 pasal 7.1.1 prosedur analisis dan desain seismik yang

digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya adalah sebagai

berikut :

a. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal

yang lengkap, yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi

energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan

kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.

b. Gerak tanah desain harus diasumsikan terjadi sepanjang setiap arah horizontal

struktur bangunan gedung.

c. Kecukupan sistem struktur harus ditunjukkan melalui pembentukan model

matematik dan pengevaluasian model tersebut untuk pengaruh gerak tanah desain.

d. Gaya gempa desain, dan distribusinya di sepanjang ketinggian struktur bangunan

gedung harus ditetapkan berdasarkan salah satu proseddur yang sesuai yang

ditunjukkan dalam pasal 7.6.

e. Gaya dalam serta deformasi yang terkait pasa komponen-elemen struktur bangunan

gedung tersebut harus ditentukan.

f. Prosedur alternatif yang disetujui tidak boleh dipakai untuk menentukan gaya

gempa dan distribusinya kecuali bila gaya-gaya dalam dan deformasi yang terkait

pada komponen/elemen strukturnya ditentukan menggunakan model yang konsisten

dengan prosedur yang diadopsi.

Page 6: JUDUL 1

Menurut suharjanto (2013), sebuah bangunan atau elemen yang daktail biasanya tak

kuat menahan tegangan. Perancang harus memastikan bahwa elemen-elemen tersebut disusun

dengan baik untuk menghindari keruntuhan akibat tegangan. Bangunan satu dan dua lantai

biasanya dirancang sebagai bangunan elastis. Rancangan daktail sebaiknya diaplikasikan pada

semua jenis bangunan, termasuk bangunan elastis. Bangunan yang memiliki ductility

cenderung akan bertahan lebih lama daripada bangunan biasa. (Catatan: bahan atau unsur

yang rapuh/getas atau brittle bisa hancur tiba-tiba jika sudah melewati batas elastisitasnya.)

Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang

besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang

menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan

yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam

kondisi di ambang keruntuhan.

Mekanisme kerusakan yang boleh terjadi adalah yang bersifat daktil dan mampu

mendisipasikan energi secara stabil.

Melibatkan sebanyak mungkin elemen untuk mendisipasikan energy.

Perlu perencanaan hirarki keruntuhan, baik dilevel material, penampang, elemen

maupun struktur desain kapasitas.

Diperlukan pen-detail-an yang memadai dan pembatasan drift / deformasi struktur.

Gambar 3.1 Perilaku Struktur Daktail pada saat terjadi gempa berulang atau siklik

Sumber : Suharjanto (2013)

Page 7: JUDUL 1

Gambar 3.2 Perilaku Struktur Tak-Daktail pada saat terjadi gempa berulang atau siklik

Sumber : Suharjanto (2013)

III.2. Hierarki Kerusakan Struktur

Struktur bangunana terdiri atas : a) tanah pendukung; b) struktur fondasi; c) struktur

kolom; d) struktur balok; e) struktur plat lantai; f) struktur atap dan g) elemen non-

struktur (tembok, partisi, ceyling dsbnya). Apabila terjadi gempa bumi maka secara

logika sederhana hierarki kerusakan yang dikehendaki mempunyai urutan yang terbalik

dari yang telah disebut. Antara tembok partist/ceyling dan struktur atap mempunyai

fungsi timbal-balik, sehingga mana yang boleh rusak terlebih dahulu akan bergantung

pada jenis struktur. Apabila struktur atap didukung oleh balok ring dan kolom maka

tembok boleh rusak terlebih dahulu. Namun demikian apabila struktur atap didukung

oleh tembok, maka hal ini menjadi saling bergantung. Hierarki kerusakan elemen

struktur secara logika dapat ditentukan dengan jelas yaitu agar struktur tetap berdiri

tegak maka kolom harus lebih kuat daripada balok. Hierarki kerusakan terus berlanjut

sampai pada tanah pendukung. Dengan memperhatikan hal tersebut maka dari filosofi

desain akhirnya sudah sampai pada prinsip kolom kuat balok lemah (strong column

weak beam).

Page 8: JUDUL 1

Gambar 3.3 Mekanisme runtuh pada portal terbuka

Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)

III.2.1.Mekanisme Runtuh Pada Kolom

Apabila ujung - ujung kolom dalam sutu tingkat mulai leleh, maka proses deformasi

yang mengakibatkan simpangan beralan terus tanpa adanya tambahan beban sampai pada

kondisi simpangan ultimit ∆u . pada kondisi simpangan ultimit, pada ujung - ujung totom

pada suatu saat telah terbentuk sendi plastik setebal lsp' dan lsp yang tunjukkan seperti pada

Gambar 3.4. Pada saat sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom, maka kelengkungan

telah sampai pada kondisi iltimit, sehingga kelengkungannya bernotasi φ’ku,i dan φku,i. Bila

tebal sendi plastis masing-masing adalah lsp' dan lsp, maka sudut rotasi yang terjadi oleh

adanya sendi plastis pada tingkat ke -i, θi tersebut adalah :

Gambar 3.4 Mekanisme runtuh pada kolom dan dristibusi kelengkungan

Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)

III.2.2.Mekanisme Runtuh Pada Balok

Page 9: JUDUL 1

Pada mekanisme runtuh di balok, maka sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung

balok, dan juga ujung bawah kolom dasar. Asumsi yang umumnya diambil adalah sendi

plastik terjadi secara bersamaan pada ujung-ujung balok. Kondisi seperti ini jarang terjadi

apalagi pada struktur yang termasuk gravity load dominared (struktur relatif rendah, bentang

balok besar dan terletak didaerah gempa rendah). Pada mekanisme runtuh jenis ini, maka

portal bertingkat akan menjadi seperti Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Mekanisme runtuh pada balok dan letak sendi plastis

Sumber : Widodo Pawirodikromo (2012)

Menurut Widodo (2001), beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah

menurut waktu, maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar atau menimbulkan

gerakan. Dalam hal ini bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan pada umumnya

dikatakan bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran. Dengan

demikian pada pembebanan dinamik, akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak ada

pada pembebanan statik.

III.3. Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis)

Menurut SNI-1726-2012, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis

nonlinier statik, yang dalam analisisnya pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan

gedung dianggap sebagai beban statik pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya

ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan sehingga menyebabkan

terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian

dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar

sampai mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai mencapai kondisi plastik.

Tujuan analisis beban dorong adalah mengevaluasi perilaku seismik struktur terhadap

beban gempa rencana, yaitu memperoleh nilai faktor daktilitas aktual dan faktor reduksi

Page 10: JUDUL 1

gempa aktual struktur, memperlihatkan kurva kapasitas (capacity curve), dan memperlihatkan

skema kelelehan (distribusi sendi plastis) yang terjadi (Pranata, 2006).

Metode analisis statik beban dorong merupakan metode dengan pendekatan nonlinier

statik, yang dapat digunakan pada struktur bangunan gedung beraturan, dengan karakteristik

dinamik mode tinggi yang tidak dominan. Salah satu hasil analisis yang mempunyai manfaat

penting yaitu kurva kapasitas.

III.3.1.Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis)

Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukkan hubungan antara

gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat beban lateral yang diberikan pada

struktur dengan pola pembebanan tertentu sampai pada kondisi ultimit atau target peralihan

yang diharapkan (Gambar 2.1).

Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi

leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Perubahan perilaku struktur dari linier menjadi

non-linier berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan

kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis akibat momen

lentur terjadi pada struktur jika beban yang bekerja melebihi kapasitas momen lentur yang

ditinjau. Semakin banyak sendi plastis yang terjadi berarti kinerja struktur semakin bagus

karena semakin banyak terjadi pemancaran energi melalui terbentuknya sendi plastis sebelum

kapasitas struktur terlampaui (Pranata, 2006).

Gambar 3.6 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan sebagai

beban dorong. Pola pembebanan umumnya berupa respon ragam-1 struktur (atau dapat juga

berupa beban statik ekivalen) berdasarkan asumsi bahwa ragam struktur yang dominan adalah

ragam-1. Beban dorong statik lateral diberikan pada pusat massa sampai dicapai target

Page 11: JUDUL 1

perpindahan. Tujuan lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan

deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi letak bagian struktur yang kritis.

Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk

pendetailan atau stabilitasnya (Dewobroto, 2005).

Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :

1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman

besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun

kurva pushover.

2. Membuat kurva pushover berdasarkan pola distribusi gaya lateral terutama yang

ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi

hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa.

3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik

kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan

maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.

4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target

perpindahan. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika

memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan

deformasi maupun kekuatan. Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya

relatif sangat banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh

komputer (fasilitas pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara built-in pada

program SAAP 2000, mengacu pada FEMA - 440).

Proses pushover bisa dilakukan dengan prosedur load-controlled atau displacement-

controlled. Prosedur load-controlled digunakan jika beban yang diaplikasikan telah diketahui

nilainya. Misalnya, beban gravitasi bisa diaplikasikan dalam pushover load-controlled.

Prosedur displacement-controlled biasanya digunakan jika beban yang bisa ditahan oleh suatu

struktur belum diketahui dengan pasti sehingga beban tersebut ditingkatkan sampai struktur

mencapai suatu nilai simpangan target (Aisyah dan Megantara, 2011).

III.4. Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa

Menurut Tjokrodimulyo (2007), struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan

(tidak rusak dan tidak runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata

(dalam perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa. Dalam perencanaan

bangunan tahan gempa struktur yang didesain harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

Page 12: JUDUL 1

a. Di bawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun dengan

probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus dapat

berespon elastik tanpa mengalami kerusakan baik pada elemen struktural (balok,

kolom, pelat dan pondasi struktur) dan elemen non struktural (dinding bata,

plafond dan lain lain).

b. Di bawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang 50-100 tahun) struktur

bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah

diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok di muka kolom, yang diistilahkan sendi

plastis, struktur pada tahap ini disebut tahap First Yield yang merupakan

parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik (tidak rusak)

dan kondisi plastis (rusak) tetapi tidak roboh atau disingkat sebagai kondisi

batas antara beban gempa ringan dan gempa kuat.

c. Di bawah gempa kuat (gempa dengan periode ulang 200-500 tahun dengan

probabilitas 20%-10% dalam kurun waktu umur gedung) resiko kerusakan harus

dapat diterima tapi tanpa keruntuhan struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat

gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-tempat tertentu sehingga mudah

diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.

III.5. Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan

III.5.1.Prinsip Dasar Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan

Prinsip-prinsip dasar perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan dan

pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gempa yaitu :

1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah

dimana struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.

2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu diperhatikan. Dalam

pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan, unsur-unsur struktur

bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan

struktur secara menyeluruh.

3. Konsistensi sistim struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistim struktur

yang dilaksanakan harus terjaga.

4. Materi beton yang digunakan haruslah memiliki daya tahan yang tinggi

dilingkungannya.

Page 13: JUDUL 1

5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus terikat dengan

kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap

sistem struktur.

6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam tahapan

konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai dengan kaidah yang

berlaku.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa besarnya gaya gempa yang diterima

struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik gempa yang tejadi,

karakteristik tanah dimana bangunan berada dan karakteristik struktur bangunan.

Karakteristik struktur bangunan yang berpengaruh diantaranya bentuk bangunan, massa

bangunan, beban gravitasi yang bekerja, kekakuan dan lain-lain.

III.5.2.Pembebanan Pada Struktur

Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu

dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik

pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang

lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Jenis

beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi :

a. Beban Lateral, yang terdiri atas :

1) Beban Gempa

Besarnya simpangan horisontal (drift) bergantung pada kemampuan struktur dalam

menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur memiliki kekakuan yang besar untuk

melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horisontal yang lebih

kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar.

Menurut SNI-1726-2012 pasal 7.5.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa

Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa

ditetapkan sebagai berikut: 100 persen gaya untuk satu arah ditambah 30 persen gaya untuk

arah tegak lurus. Kombinasi yang mensyaratkan kekuatan komponen maksimum harus

digunakan.

2) Beban Angin

Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan

struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang struktur. Beban angin tidak

memberi konstribusi yang besar terhadap struktur dibandingkan dengan beban yang

lainnya. Menurut Schodek (1999), besarnya tekanan yang diakibatkan angin pada suatu

Page 14: JUDUL 1

titik akan tergantung kecepatan angin, rapat massa udara, lokasi yang ditinjau pada

stuktur, perilaku permukaan struktur, bentuk geometris struktur, dimensi struktur.

b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas :

1) Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan

suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-

barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung

tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.

Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus

dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap aman. Menurut

Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu

bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban ini mencakup beban

peluang untuk berat manusia, perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku,

lemari arsip ,perlengkapan mekanis dan sebagainya.

Tabel 3.1 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No Lantai Gedung Beban Satuan

1.Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang

disebut dalam no 2.200 Kg/m2

2.

Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-

gudang tidak penting yang bukan untuk took, pabrik

atau bengkel.

125 Kg/m2

3.Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba,

restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit.250 Kg/m2

4. Lantai ruang olah raga. 400 Kg/m2

5. Lantai dansa. 500 Kg/m2

6.

Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk

pertemuan yang lain dari yang disebut dalam no 1 s/d

5, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang

rapat, bioskop dan panggung penonton dengan

tempat duduk tetap.

400 Kg/m2

7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap 500 Kg/m2

Page 15: JUDUL 1

atau untuk penonton berdiri.

8.Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam no 3.300 Kg/m2

9.Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam no 4,5,6 dan 7.500 Kg/m2

10.Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no

3,4,5,6 dan 7.250 Kg/m2

11.

Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan,

ruang arsip, took buku, took besi, ruang alat-alat dan

ruang mesin harus direncanakan terhadap beban

hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum.

400 Kg/m2

12.

Lantai gedung parkir bertingkat :

¾ Untuk lantai bawah

¾ Untuk lantai tinggkat lainnya

800

400

Kg/m2

13.

Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus

direncanakan terhadap beban hidup dari lantai yang

berbatasan dengan minimum

300 Kg/m2

Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)

2) Beban Mati

Beban mati (DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap.

Beban mati terdiri dari dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan superimpossed

deadload (SiDL). Beban superimpossed adalah beban mati tambahan yang

diletakkan pada struktur, dimana dapat berupa lantai (ubin/keramik), peralatan

mekanik elektrikal, langit-langit, dan sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu

elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume

elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah

banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau peraturan pembebanan.

Tabel 3.2 Berat Sendiri bahan Bangunan

No Lantai Gedung Beban Satuan

1. Baja 7850 Kg/m3

2. Batu alam 2600 Kg/m3

Page 16: JUDUL 1

3. Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1500 Kg/m3

4. Batu karang (berat tumpuk) 700 Kg/m3

5. Batu pecah 1450 Kg/m3

6. Besi tuang 7250 Kg/m3

7. Beton (1) 2200 Kg/m3

8. Beton bertulang (2) 2400 Kg/m3

9. Kayu (kelas 1) (3) 1000 Kg/m3

10.Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa

diayak)1650 Kg/m3

11. Pasangan bata merah 1700 Kg/m3

12. Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunug 2200 Kg/m3

13. Pasangan batu cetak 2200 Kg/m3

14. Pasangan batu karang 1450 Kg/m3

15. Pasir kering udara sampai lembab) 1600 Kg/m3

16. Pasir (jenuh air) 1800 Kg/m3

17. Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850 Kg/m3

18.Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai

lembab)1700 Kg/m3

19. Tanah lempung dan lanau ( basah) 2000 Kg/m3

20. Timah hitam (timbel) 1140 Kg/m3

Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)

Tabel 3.3 Berat Sendiri komponen Gedung

No Lantai Gedung Beban Satuan

1.

Adukan, per cm tebal :

¾ dari semen

¾ dari kapur, semen merah atau tras

21

17

Kg/m2

2.Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per

cm tebal14 Kg/m2

3.

Dinding pasangan bata merah :

¾ satu batu

¾ setengah batu

450

250

Kg/m2

4. Dinding pasangan batako : Kg/m2

Page 17: JUDUL 1

¾ Berlubang :

ƒ Tebal dinding 20 cm ( HB 20 )

ƒ Tebal dinding 10 cm ( HB 10 )

¾ Tanpa lubang

ƒ Tebal dinding 15 cm

ƒ Tebal dinding 10 cm

200

120

300

200

5.

Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya,

tanpa penggantung langit-langit atau pengaku ),

terpadu dari :

¾ Semen asbes ( eternity dan bahan lain sejenis ),

dengan tebal maksimum 4mm.

¾ Kaca, dengan tebal 3-4 mm.

11

10

Kg/m2

6.

Penggantung langit-langit ( dari kayu ), dengan

bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80

m.

40 Kg/m2

7.Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per

m2 bidang atap.50 Kg/m2

8.Penutup atap sirap dengan reng dan usuk / kaso, per m2

bidang atap.40 Kg/m2

9.Penutup atap seng gelombang ( BWG 24 ) tanpa

gording10 Kg/m2

10.Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

beton, tanpa adukan, per cm tebal.21 Kg/m2

11. Semen asbes gelombang ( tebal 5 mm ) 11 Kg/m2

12. Ducting AC dan penerangan 30,6 Kg/m2

Sumber : Peraturan pembebanan indonesia untuk bangunan gedung (1983)

III.6. Ketentuan Umum Pengaruh Gempa Pada Bangunan Gedung

III.6.1.Gempa Rencana

Pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur

bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum.

Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama

umur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.

Page 18: JUDUL 1

III.6.2.Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Gedung

Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel

3.4 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie.

Tabel 3.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa

Page 19: JUDUL 1
Page 20: JUDUL 1

Tabel 3.5 Faktor Keutamaan Gempa

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.3.Kombinasi Beban Terfaktor dan Beban Layan

III.6.3.1. Kombinasi Beban Metoda Ultimit

a. 1,4D

b. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)

c. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + 0,5(Lr atau 0,5W)

d. 1,2D + 1,0W + L + ),5(Lr atau R)

e. 1,2D + 1,0E + L

f. 0,9D + 1,0W

g. 0,9D + 1,0E

III.6.3.2. Kombinasi Beban Untuk Metoda Tegangan Ijin

1. D

2. D + L

3. D + (Lr atau R)

4. D + 0,75L+ 0,75(Lr atau R)

5. D + (0,6W atau 0,7E)

6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75L + 0,75(Lr atau R)

7. 0,6D + 0,6 W

8. 0,6D + ),7E

III.6.4.Klasifikasi Kelas Situs

Page 21: JUDUL 1

Tabel 3.6 Klasifikasi Situs

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.5.Wilayah Gempa

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1(percepatan

batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons

spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada pasal 14

dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50

tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

Page 22: JUDUL 1

Gambar 3.7 Peta Respon Spekta 0,2 detik Probabilitas 2 % dalam Kurun Waktu 50 Tahun

Gambar 3.8 Peta Respon Spekta 1 detik Probabilitas 2 % dalam Kurun Waktu 50 Tahun

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.6.Parameter Spektrum Respon Percepatan Gempa

Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah,

diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor

amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda

pendek Fa dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik

Fv. Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek SMS dan perioda 1 detik

Page 23: JUDUL 1

SM1 yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan

berikut ini :

SMS = Fa x Ss ............................................................. (1)

SM1 = Fv x S1 .............................................................. (2)

Keterangan:

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;

S1 =parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik

Tabel 3.7 Koefisien Situs Fa

Tabel 3.8 Koefisien Situs Fv

Sumber : SNI-1726-2012

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik,

SD1 , harus ditentukan melalui perumusan berikut ini :

SDS = ......................................................... (3)

Page 24: JUDUL 1

SD1 = ......................................................... (4)

Catatan : Kala ulang gempa 500 th besarnya biasanya 1,5 kali dari beban yg semestinya.

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah

dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus

dikembangkan dengan mengacu Gambar 1 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0 , spektrum respons percepatan desain, Sa , harus

diambil dari persamaan :

........................................... (5)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama

dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari TS , spektrum respons percepatan desain, S a ,

diambil berdasarkan persamaan :

........................................... (6)

Keterangan:

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;

SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;

T = perioda getar fundamental struktur.

T0 =

Ts =

Page 25: JUDUL 1

Gambar 3.9 Spektrum Respon Desain

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.7.Kategori Desain Seismik

Tabel 3.9 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Perioda

Pendek

Tabel 3.10 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Perioda

1 Detik

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.8.Kombinasi Sistem Perangkai dalam Arah yang Berbeda

Sistem penahan-gaya gempa yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan

gaya gempa di masing-masing arah kedua sumbu ortogonal struktur. Bila sistem yang berbeda

digunakan, masing-masing nilai R, Cd, dan Ω0 harus dikenakan pada setiap sistem, termasuk

batasan sistem struktur yang termuat dalam Tabel 3.11.

Page 26: JUDUL 1

Tabel 3.11 Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa

Page 27: JUDUL 1
Page 28: JUDUL 1

Sumber : SNI-1726-2012

III.6.9.Geser Dasar Seismik (shear base)

Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai

dengan persamaan berikut :

V = Cs x W ........................................... (7)Keterangan:

Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan 7.8.1.1;

W = berat seismik efektif menurut 7.7.2.

Koefisien respons seismik, Cs , harus ditentukan sesuai dengan Persamaan 8

........................................... (8)

Keterangan:

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek

seperti ditentukan dalam 6.3 atau 6.9

R = faktor modifikasi respons dalam Tabel 9

Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan 4.1.2.

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 22 tidak perlu melebihi berikut ini :

Page 29: JUDUL 1

Cs harus kurang dari

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 sama dengan atau

lebih besar dari 0,6g , maka Cs harus tidak kurang dari :

Keterangan:

di mana Ie dan R sebagaimana didefinisikan dalam 7.8.1.1, dan

SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0 detik,

seperti yang ditentukan dalam 6.10.4

T = perioda fundamental struktur (detik) yang ditentukan 7.8.2

S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan yang

ditentukan sesuai 6.10.4

III.6.10. Waktu Perioda Bangunan

Perioda fundamentalstruktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh

menggunakan properti struktur dan karateristik deformasi elemen penahan dalam

analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur, T , tidak boleh melebihi hasil koefisien

untuk batasan atas pada perioda yang dihitung Cu dari Tabel 3.11 dan perioda fundamental

pendekatan, Ta , yang ditentukan sesuai dengan 7.8.2.1. Sebagai alternatif pada pelaksanaan

analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur, T , diijinkan secara langsung

menggunakan perioda bangunan pendekatan, Ta , yang dihitung sesuai dengan 7.8.2.1.

Perioda fundamental pendekatan Ta, dalam detik, harus ditentukan dari persamaan

berikut:

........................................... (9)

Keterangan:

hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur,

dan koefisien Ct dan x ditentukan dari Tabel 3.13.

Page 30: JUDUL 1

Tabel 3.12 Koefisien untuk Batas pada Perioda yang Dihitung

Tabel 3.13 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x

Sumber : SNI-1726-2012

Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda fundamental pendekatan Ta,

dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12

tingkat di mana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton

atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m :

........................................... (10)

Keterangan:

N = jumlah tingkat

III.6.11. Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Gaya gempa lateral Fx (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari

persamaan berikut :

........................................... (11)

Dan

........................................... (12)

Keterangan :

Cvx = faktor distribusi vertikal

Page 31: JUDUL 1

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, dinyatakan dalam

kilonewton (kN)

wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur (W ) yang ditempatkan atau

dikenakan pada tingkat i atau x

hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam meter (m)

k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut : untuk

struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k = 1,

untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2,

untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus

sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

III.6.12. Distribusi Horizontal Gaya Gempa

Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari

persamaan berikut:

........................................... (13)

Keterangan:

Ft adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di Tingkat i, dinyatakan dalam

kilo newton (kN). Geser tingkat desain gempa (Vx) (kN) harus didistribusikan pada berbagai

elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada

kekakuan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.

III.6.13. Kinerja Struktur

3.6.13.1. Pengaruh P-delta

Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat, gaya dan momen elemen struktur

yang dihasilkan, dan simpangan antar lantai ingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak

disyaratkan untuk diperhitungkan bila koefisien stabilitas (T) seperti ditentukan oleh

persamaan berikut sama dengan atau kurang dari 0,10 :

........................................... (14)

Keterangan:

Px = beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x,dinyatakan dalam kilo

newton (kN); bila menghitung Px, faktor beban individu tidak perlu melebihi 1,0;

∆ adalah simpangan antar lantai tingkat desain seperti didefinisikan dalam 7.8.6, terjadi

secara serentak dengan Vx, dinyatakan dalam milimeter (mm)

Page 32: JUDUL 1

Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan 4.1.2

Vx = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x1 (kN)

hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x , dinyatakan dalam milimeter (mm);

Cd = faktor pembesaran defleksi dalam Tabel 3.10.

Koefisien stabilitas (T) harus tidak melebihi θmax yang ditentukan sebagai berikut:

........................................... (15)

Dimana E adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat

antara tingkat x dan x-1. Rasio ini diijinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0.

Jika koefisien stabilitas (θ) lebih besar dari 0,10 tetapi kurang dari atau sama

dengan θmax, faktor peningkatan terkait dengan pengaruh P-delta pada perpindahan dan gaya

komponen struktur harus ditentukan dengan analisis rasional. Sebagai alternatif,

diijinkan untuk mengalikan perpindahan dan gaya komponen struktur dengan 1,0/(1 –θ). Jika

θ lebih besar dari θmax, struktur berpotensi tidak stabil dan harus didesain ulang.

Jika pengaruh P-delta disertakan dalam analisis otomatis, Persamaan 15 masih

harus dipenuhi, akan tetapi, nilai θ yang dihitung dari Persamaan 14 menggunakan hasil

analisis P-delta diijinkan dibagi dengan (1 + θ) sebelum diperiksa dengan Persamaan 15.

3.6.13.2. Simpangan antar Lantai Tingkat dan Deformasi

Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) seperti ditentukan dalam 7.8.6, 7.9.2, atau

12.1, tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (∆a) seperti didapatkan dari

Tabe 3.13 untuk semua tingkat.

Tabel 3.14 Simpangan antar Lantai Ijin

Page 33: JUDUL 1

Gambar 3.10 Penentuan Simpangan Antar Lantai

Sumber : SNI-1726-2012