jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab4_410-4
-
Upload
nuy-el-mansyuri -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
Transcript of jtptiain-gdl-s1-2006-muhfahrudi-1390-bab4_410-4
-
111
BAB IV
METODE DETEKSI DINI GANGGUAN MENTAL DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA
A. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah Psikologis Sehat lahiriah dan batiniah (jasmani dan rohani) merupakan cita-cita
setiap orang. Kriteria sehat tidak hanya dipandang dari satu segi saja,
melainkan berbagai segi yang ikut berperan dalam menentukan seseorang itu
dianggap sehat, terlebih sehat secara psikologis (mental). Dalam hal ini orang
bisa dikatakan sehat secara psikologis akan bersentuhan terhadap beberapa
aspek yang melingkupinya, sehingga bisa dikatakan sehat secara utuh. Aspek-
aspek tersebut adalah aspek psikologis, aspek sosial budaya, dan aspek agama,
yang masing-masing memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan konsepsi
tentang kesehatan mental (mental health).
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan
zaman pengertian atau pemahaman mengenai kesehatan juga mengalami
kemajuan. Pemahaman klasik menganggap bahwa kesehatan mental itu
bersifat terbatas dan sempit. Secara umum kesehatan mental hanya dipahami
terbatas pada terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa. Dari
pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental hanya
diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan atau menderita penyakit
jiwa saja. Padahal kesehatan mental sangat dibutuhkan bagi orang merindukan
ketenteraman dan kebahagiaan hidup. Adapun persoalan gangguan mental,
dalam hal ini tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan kesehatan mental.
Karena dari sini kita akan mengetahui tentang gangguan mental itu sendiri.
Kondisi mental yang sehat yaitu terkait dengan pertama, bagaimana kita
memikirkan, merasakan dan melakukan berbagai situasi kehidupan yang kita
hadapi sehari-hari. Kedua, bagaimana kita memandang diri sendiri, kehidupan
sendiri, dan orang lain dan ketiga bagaimana kita mengevaluasi berbagai
alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan
-
112
mental adalah penting bagi setiap fase kehidupan. Kesehatan mental terentang
dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang secara fluktuatif
akan mengalami rentangan tersebut. Tidak sedikit orang, pada waktu-waktu
tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang
kehidupannya. Dalam hal ini yang menjadi pokok permasalahan terhadap
kesehatan mental yaitu adanya gangguan-gangguan metal.
Terkait dengan pengertian kesehatan mental, Zakiyah Darajat (1975)
mengemukakan, bahwa kesehatan mental adalah Terwujudnya keharmonisan
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.1 Kesehatan
mental dapat juga diartikan sebagai Suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain. Fungsi-
fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan
hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain, sehingga
dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan
ragu dan bimbang serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin
(konflik).2 Secara sederhana dapat dipahami kondisi mental yang tidak
terganggu alias-mental yang sehat (mental health) adalah:
1. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurosis) dan
dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychosis), serta penyakit jiwa
campuran lain (psychopath).
2. Dapat menyesuaikan diri, yakni adanya kemampuan untuk menyesuaian
diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan dengan lingkungan
dimana ia tinggal.
3. Dapat memanfaatkan segala potensi, bakat, dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang
lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa, dan
1Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), hlm. 10-11 2 Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm.10-12.
-
113
4. Membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan
jiwa dalam hidup.3
Musthafa Fahmi berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh DR.
M. Sholihin, M.Ag, dijelaskan kesehatan mental adalah keadaan yang
mendorong seseorang dengan cara aktif, luas, lengkap dan tidak terbatas
untuk menyesuaikan diri dengan dirinya dan dengan lingkungan sosialnya.
Hal ini membawa pada kehidupan yang serasi, dan terhindar dari
goncangan, serta penuh vitalities (semangat hidup), dapat menerima
dirinya, dan dalam dirinya tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan
ketidakserasian sosial, juga tidak melakukan hal-hal yang tidak wajar.
Sebaliknya ia melakukan hal-hal yang wajar yang menunjukkan kestabilan
jiwa, emosi, dan pikiran dalam bersikap dan bertingkahlaku. 4
Dalam rentang sejarah peradaban manusia, para ahli telah berusaha
untuk mencari penyebab gangguan (kerusakan) psikologis (mental). secara
umum mereka memfokuskan pada empat faktor yaitu; faktor supernatural,
faktor biologis, proses psikologis dan keadaan sosial.
Dalam perspektif supernatural atau demonological, berpendapat bahwa
gangguan mental (jiwa) dan tingkah laku serta kepribadian yang abnormal,
mereka mendasarkan bahwa kondisi kejiwaan orang tersebut diakibatkan atau
terpengaruh oleh dari kekuatan ghaib yang berasal dari dewa, setan, guna-
guna, sihir dan ruh jahat, dimana peristiwa ini dianggap sebagai tanda-tanda
mistis. Hal ini didasarkan pada penelitian dan penemuan arkeolog, yang
menemukan sebuah tengkorak kepala manusia yang berlubang, diyakininya
bekas operasi pengeboran, yang disebut sebagai trephining atau operasi
trepanasi. Pengeboran ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai jalan keluar
ruh-ruh jahat yang diusirnya, yang tengah bersarang dalam diri manusia, cara
demikian ini dianggap sebagai metode penyembuhan. Teknik ini pada zaman
modern sekarang ini dikembangkan juga sebagai metode untuk penyembuhan
3 Syamsu Yusuf LN, Mental Hygiene; Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian
Psikologi dan Agama, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 19. 4 M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf,
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 60.
-
114
terhadap orang yang terkena gangguan mental ataupun sakit jiwa, yang
disebut dengan teknik psikosurgis (psychosurgical).5 Disamping teknik ini
juga dilakukan teknik exorcism yaitu praktek pengusiran setan, membebaskan
manusia dari ruh-ruh jahat. Dan pada masayarakat tradisional sekarang ini pun
masih kerap dilakukannya, dan juga memiliki anggapan bahwa orangan yang
mengalami gangguan mental (sakit jiwa/ gila), mereka meyakininya, bahwa
orang tersebut terkena guna-guna, sihir atau kerasukan setan, jin dan ruh halus
yang jahat.
Pada masa sekarang gangguan mental digolongkan menjadi dua tipe,
yakni tipe gangguan mental yang jahat dan tipe gangguan mental yang baik
(memberi kebajikan), dan hanya para pendeta, rahib, biarawan, kiai dan orang
pintar (dukun/ pemimpin kepercayaan adat) saja yang hanya diperbolehkan
untuk mengobatinya, begitu juga pada masyarakat sekarang, apabila ada yang
sakit mental pengobatan pertama dipastikan lari pada orang pintar (kiai,
dukun, dan ahli supranatural). Untuk penanganan para penderita gangguan
mental tersebut, mereka dipasung, dirantai, dikucilkan (dibuang ke hutan),
memenjarakan, dibunuh dan dibakar hidup, yang pada intinya diperlakukan
sangat tidak manusiawi.6
Sementara itu menurut pandangan kedua mengatakan bahwa
kerusakan mental disebabkan oleh faktor-faktor biologis, bukan faktor
supernatural. Pandangan ini pertama kali digagas oleh seorang filosof Yunani,
yaitu Hippocrates dan Tabib Galen. Dia mengatakan bahwa kerusakan
psikologis dalam diri seseorang itu diakibatkan oleh ketidakseimbangan
ramuan empat cairan yang ada dalam tubuh, senada dengan ide tersebut orang
China juga menyatakan bahwa penyakit mental (jiwa) itu disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan unsur yin dan yang, yang ada dalam tubuh.
Pendekatan semacam inilah yang pada saat ini menghasilkan suatu teknik
pengobatan dengan pendekatan neurobiological, yakni suatu hasil anamnesis
yang menjelaskan bahwa penyakit mental itu berkaitan langsung dengan
5 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), hlm. 11.
6 Ibid.11-12.
-
115
gangguan yang terdapat pada anatomi dan cairan kimiawi yang terdapat dalam
otak dan juga oleh proses yang bersifat biologis yang lain, dan pendekatan
inilah yang berkembang pesat pada zaman modern saat ini.7 Dan para
penderita gangguan mental tersebut harus diperlakukan humanis dan diobatai
secara wajar layaknya seperti orang yang menderita penyakit fisik, serta
dihargai martabat kemanusiaannya.
Para ahli psikologi melihat penyebab terjadinya gangguan mental
sangat kompleks. Dari kacamata biologi secara organis (model organis) sebab
utama penyakit mental yang berakibat pada tingkah laku abnormal adalah
adanya kerusakan pada jaringan-jaringan otot atau gangguan biokhemis pada
otak, akibat kerusakan (defect) genetis, disfungsi dari endokrin, infeksi atau
luka-luka. Sebagaimana pendapat Wilhelm Griesinger dalam bukunya the
pathology and therapy of mental illness (1984) yang dikutip oleh Kartini
Kartono menyatakan penyakit jiwa/mental itu merupakan penyakit jasmani,
khususnya sakit pada otak karena itu tidak ada bedanya dengan penyakit tubuh
lainnya. Secara psikologis bahwa faktor pencetus gangguan mental ialah
disebabkan adanya pola belajar yang pathologist atau pola belajar yang
salah pernyataan ini diasumsikan dari pola asuh orang tua yang salah dan
individu yang sakit jiwa itu tidak pernah belajar memuaskan kebutuhan sendiri
secara efisien, tidak mampu beradaptasi dengan orang lain dan lingkungannya
secara efektif, akibat dari proses belajar yang salah ini seseorang banyak
terbentur macam-macam kesulitan, konflik batin, tenggelam dalam dunia
fantasi, jadi neurotis dan mengembangkan pola respon yang tidak adekwat.8
Paul Meehl melihat penderita schizophrenia itu adalah seorang yang memiliki
reaksi emosional yang datar, tanpa gairah hidup, dan fungsi inteleknya
mengalami sedikit disorganisasi, jelas bahwa pengalaman-pengalaman belajar
yang negatif itu beroperasi sebagai predisposisi genetis untuk memprodusir
gangguan klinis-mental.9 Begitu juga Sigmund Freud dan juga Pavlov melihat
7Ibid., 13. 8 Ibid., hlm., 13-14. 9 Ibid, hlm., 15.
-
116
masalah gangguan mental itu akibat dari proses belajar, sebagaimana dalam
pernyataannya:
Bukan luka-luka anatomist atau kesalahan-kesalahan biochemist yang menjadi sebab-musabab bagi tingkah laku yang pathologis akan tetapi dari proses belajar dari individu yang bersangkutan. (Freud)10
Tingkah laku abnormal itu adalah bentuk kebiasaankebiasaan yang maladaptive. (Pavlov).11
Karena itu secara konsekuen mereka menganggap gangguan mental
ialah sebagai bentuk tingkah laku lahiriyah (eksternal) dan tidak memandang
sebagai bentuk konflik internal. Dalam hal ini Freud menambahkan dalam
psikoanalisisnya, sebagaimana yang dikemukakan di depan bahwa kondisi
kejiwaan individu itu dipengaruhi oleh tiga unsur yang ada dalam diri yaitu Id,
Ego dan super Ego. Menurut teori ini sumber dari semua gangguan
psikis/mental itu terletak di dalam individu itu sendiri yaitu berupa perang
batin antara dorongan-dorongan yang infantile melawan pertimbangan-
pertimbangan yang matang dan rasional, maka symptom-symptom yang
bersifat lahiriyah berupa tingkah laku abnormal itu merupakan bentuk
permukaan dari gangguan intrapsikhis yang serius.12 Dalam hal ini gangguan
mental itu ialah akibat dari pertentangan psikologis. Bagi Freud pertentangan
tersebut muncul karena konflik yang kuat antara keinginan, harapan, dan cita-
cita yang bersifat insting (id) dengan permintaan atau tuntutan lingkungan dan
masyarakat, yakni konflik antara tuntutan ideal dan realitas yang telah ada
sejak kecil. Aliran ini juga mengaitkan kerusakan mental dengan personalitas,
dengan teorinya yang cognitive- behavioral theories, yang mengemukakan
bahwa gangguan mental itu akibat hasil dari pelajaran yang telah diterima
(past learning) dan kondisi yang dihadapi, atau disebut juga kondisi traumatik.
Disamping aliran-aliran di atas mazhab psikologi Humanistic atau
phenomenology, menyatakan bahwa gangguan mental ataupun penyakit jiwa
secara umum, itu bisa muncul manakala aktualisasi diri dipenjara, sebagai
10 Ibid. 11 Ibid, hlm 16. 12 Ibid., 16-18.
-
117
bentuknya yaitu biasanya perasaan gagal, karena hal ini ialah merupakan
ekspresi kondisi kejiwaan yang sebenarnya oleh karena setiap aktualisasi yang
diharapkan atau diinginkan tidak pernah terealisasi atau tersalurkan. Apa bila
hal ini terjadi maka sebagai akibatnya yaitu persepsi orang yang
mengalaminya akan terdistorsi, dan semakin besar distorsi yang ada, maka
semakin serius kerusakan pada kondisi mental (jiwa) seseorang.13
Secara umum dapat dikatakan bahwa baik penjelasan psikologi dan
neurobiological tidak dapat menjelaskan secara detail tentang berbagai bentuk
abnormalitas mental ataupun jiwa. Karena abnormalitas ada yang disebabkan
oleh kerusakan biologis maupun psikologis dan bahkan ada yang berkaitan
dengan persoalan sosial. Sebab faktor sosio-kultural dapat menciptakan
perbedaan aturan sosial, stressor, peluang dan pengalaman bagi manusia yang
berbeda usia, gender, tradisi dan bahkan norma, yang semua itu biasanya
dapat membantu mempermudah timbulnya berbagai penyakit mental ataupun
penyakit jiwa secara umum. Hal inilah yang biasanya digunakan oleh mazhab
sosiologi dalam menyikapi berbagai gangguan mental ataupun gangguan
kejiwaan.
Seperti halnya pada penyakit fisik, suatu gangguan bisa surut, menetap
atau berlanjut, apa bila seseorang memiliki daya tahan yang baik, dan mampu
untuk melawan gangguan, maka perjalanan penyakit bisa surut dengan
sendirinya. Sementara itu apabila daya tahan tidak mampu membendung dan
tidak mampu untuk melawan maka yang timbul ialah positif menderita suatu
penyakit yang menetap. Dan begitu juga apabila daya tahan mengalami
kegagalan dalam membendung dan melawan, maka yang terjadi ialah
perjalanan penyakit berkembang terus.
Hal ini tidak hanya terjadi pada gangguan fisik saja melainkan juga
bisa pada kondisi psikologis ataupun mental. Misalnya yang semula hanya
merasakan gangguan ringan, kemudian berkembang terus menerus tanpa ada
penanggulangan dan perhatian serius maka puncaknya yaitu kondisi
psikologis (mental) benar-benar mengalami gangguan (sakit).
13 Zainal Abidin, Analisis Eksitensial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2002), hlm. 70
-
118
Sementara itu untuk mengetahui kriteria mental yang sakit atau tidak,
terlebih dahulu harus tahu dahulu mengenai kriteria mental (jiwa) yang sehat.
Dan gangguan mental itu pasti terkait dengan masalah kesehatan mental.
Para penderita kekalutan mental (gangguan mental) biasanya individu
mengalami macam-macam frustasi, kekecewaan, dihadapkan pada persoalan-
persoalan atau konflik-konflik, baik konflik antar manusia maupun konflik
intern dalam diri pribadi. selalu mengalami banyak ketegangan batin dan
gangguan emosional disebabkan konflik batin (hati nurani) atau ditekan oleh
sangsi-sangsi sosial dengan segenap tuntutannya. Jika problem psikologis ini
terus berlangsung atau kronis, maka hal itu akan banyak menimbulkan
macam-macam gangguan mental (penyakit mental). Jadi kondisi seseorang
yang terganggu mentalnya biasanya berangkat dari kondisi psikologis yang
kacau dan tidak kunjung dapat jalan keluar. Sementara itu orang yang tidak
terganggu mentalnya (sehat mentalnya) ialah sebaliknya dari kondisi tersebut.
Menurut mazhab psikoanalisa, mental yang sehat ialah adanya
kemampuan Aku yang Agung (super-ego) untuk membuat sintesis antara
berbagai alat-alat diri dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai kepada
penyelesaian pertarungan yang timbul antara alat-alat diri.14 Sedangkan
menurut paradigma mazhab behaviorisme melihat mental yang sehat ialah
adanya kesanggupan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dan
dinamik yang dapat menolongnya berinteraksi dengan orang lain dan mampu
menghadapi suasana apapun.15 Mazhab eksistensialisme mengemukakan,
kesehatan mental adalah bilamana manusia itu mampu menikmati wujudnya,
yang berarti ia mampu memahami dan menikmati wujudnya, menyadari
potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan bebas untuk mencapai apa yang
dikehendaki dengan cara yang dipilihnya. Sementara itu mazhab humanistic
melihat orang yang memiliki mental yang sehat adalah orang yang memiliki
kesempurnaan jiwanya, yakni orang yang dapat memilih apa yang benar dan
dapat mengerjakan apa yang dipandangnya benar, atau seseorang yang mampu
14 Hasan Langgulung , Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: al-Husna, 1986), hlm. 18 15 Ibid., hlm.24.
-
119
mengaktualisasikan segala potensi, keinginan, harapan dan cita-cita yang
dianggap baik dan benar yang ada dalam dirinya. Paradigma humanistic ini
melihat orang yang menderita secara psikologis ialah orang yang selalu
menghindari sifat-sifat baik yang ada dalam diri.16
Menurut ilmu kedokteran (psychiatry) mental yang sehat adalah
dimana satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional secara optimal, dan perkembangan tersebut selaras dengan keadaan
orang lain. Dengan demikian kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang
harmonis (serasi) antara individu dengan lingkungannya.17
Adapun ciri orang yang memiliki kepribadian dengan mental yang
sehat, itu biasanya memperlihatkan reaksi-reaksi personal yang cocok, tepat
terhadap stimulasi eksternal. Maka dari itu reaksi-reaksi keabnormalan pada
tingkat psikologis dan sosial (mental hygiene) biasanya diukur dengan:
kelakuan individu di tengah kelompok tempat hidupnya, reaksi tersebut
dikatakan normal apabila tepat dan sesuai dengan ide dan pola tingkah laku
yang sesuai dengan lingkungannya. Oleh karena itu kepribadian dengan
mental yang sehat itu ditandai dengan: integrasi kejiwaan, kesesuaian perilaku
sendiri dengan tingkah laku sosial, adanya kesanggupan melaksanakan tugas-
tugas hidup dan tanggung jawab sosial, dan efisien dalam menghadapi realitas
kehidupan.18 Dan secara psikologis ciri orang yang terganggu mentalnya ialah
adanya ketidakmampuan individu dalam menghadapi realitas, yang
membuahkan banyak konflik mental pada dirinya. Biasanya penderita yang
tidak sehat mentalnya adalah individu yang tidak mampu atau sengaja tidak
mau memikul tanggung jawab kedewasaan. Pada kondisi semacam ini
penderita disiksa dan dihantui oleh frustasi dan konflik-konflik jiwa sendiri,
dan selalu berusaha lari dari realitas yang dirasakan seperti tidak ada
penyelesaiannya (jalan keluar) atau tidak tertanggung lagi, kemudian dia
menciptakan satu dunia fantasi atau imajiner, yang dianggap lebih cocok dan
16 Ibid., hlm. 30. 17 Dadang Hawari, Psikiater, ( Solo: PT. Amanah Bunda Sejahtera, 1997), hlm. 12 18 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam
Islam, (Bandung , Mandar Maju, 1989), hlm. 11-12.
-
120
lebih enak serta sesuai dengan harapan dan impian. Perasaan-perasaan
semacam inilah yang selalu menghiasi dirinya, sehingga apa yang
dilakukannya tidak disadari sehingga memunculkan perilaku yang tidak
wajar.19 Jadi orang yang terganggu mentalnya biasanya berawal dari
ketidakmampuan individu dalam menghadapi realitas hidup dan selalu
melarikan diri dalam dunia khayali sendiri.
Pandangan-pandangan dari kacamata psikologis tersebut di atas lebih
bersifat subyektif dalam memberikan kriteria atau membatasi terhadap apa
yang dinamakan dengan kondisi mental yang sehat, karena hanya menerapkan
kriteria intern yang bermuara pada keserasian, keharmonisan, dan kesesuaian
antara dorongan-dorongan psikologis kaitannya dengan tuntutan hidup dan
kebutuhan yang bersifat individual.
Dalam pandangan sosial dan budaya kesehatan mental yaitu segala
bentuk tingkah laku manusia yang didasarkan pada nilai-nilai atau norma-
norma kemasyarakatan, sehingga orang yang memiliki mental sehat ialah
orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri, dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat dan dengan lingkungannya dimana ia hidup
(tinggal). Dan dalam pandangan agama (spiritual). Dan dalam pandangan
agama melihat bahwa orang yang sehat tidak hanya orang yang mampu
memenuhi kriteria sehat fisik dan psikisnya, serta mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya, akan tetapi orang yang memiliki kondisi mental yang
sehat ialah seseorang yang memiliki kemampuan hidup sesuai dengan aturan
agama dan mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama yang bisa jadi
nilai dan aturan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai individual maupun
lingkungan sosial. Dengan demikian orang yang tidak mampu mengerti dan
menerima kenyataan dirinya, serta tidak sanggup atau tidak mampu
mewujudkan dirinya, hal tersebut merupakan bentuk dari kelainan dan
penyakit kejiwaan yang membawa dampak pada ketidakbahagiaan hidup.20
19 Ibid., hlm. 13. 20 Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11
-
121
Sebagaimana paradigma diathesis stress orang yang menderita
psikologisnya yang dapat mempengaruhi kondisi mentalnya yaitu adanya
interaksi antara predisposisi terhadap penyakit (diathesis) dan lingkungan,
atau kehidupan (kejadian) yang mengganggu (stress). Diathesis dapat berupa
predisposisi terhadap penyakit, sifat seseorang, sedangkan stres dapat berupa
lingkungan psikologis, sosial, fisiologis, norma/ nilai agama yang tidak
menyenangkan atau mengganggu batin (psikis).
Sementara itu WHO sebagai organisasi kesehatan se-Dunia pada tahun
1959, memberikan kriteria mengenai kondisi jiwa atau mental yang sehat.
Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dapat beradaptasi secara konstruktif meskipun dalam kenyataan buruk
baginya.
2. Merasakan puas atas jerih payah sendiri
3. Lebih buas memberi daripada menerima
4. Secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas, stress dan depressive.
5. Mampu berhubungan dengan orang lain dan saling tolong menolong dan
memuaskan
6. Dapat mengambil hikmah dari setiap problem yang dihadapi.
7. Mampu mengolah dan mengatur rasa pemuasan kepada penyelesaian yang
kreatif dan konstruktif
8. Memiliki cinta dan kasih sayang yang besar.
Pada tahun 1984 rumusan mengenai kriteria mental yang sehat di atas
disempurnakan lagi dengan menambah satu kriteria lagi yaitu elemen
spiritual (agama). Dengan demikian rumusan sehat mencakup aspek Bio-
psycho-sosio dan spiritual. Apabila seseorang tidak memenuhi kriteria
tersebut, maka kondisi personal seseorang secara psikologis dapat dinyatakan
tidak sehat (sakit).
Federasi Kesehatan Mental Dunia (world Federation for mental
Health) merumuskan mental yang sehat yaitu suatu kondisi kejiwaan yang
memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik,
intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang
-
122
lain. Mental yang sehat itu mencakup beberapa prinsip yang selalu
melingkupi kondisi psikis maupun fisiologis seseorang, dengan pandangan
bahwa; Pertama, mental yang sehat yaitu sebagai suatu konsep ideal yang
harus diupayakan, karena mental sehat merupakan tujuan yang amat tinggi
bagi seseorang. Apabila disadari bahwa kondisi mental yang sehat itu
bersifat kontinyu, jadi semampu mungkin orang mengupayakan atau untuk
mendapat kondisi sehat secara optimal, dan berusaha terus menerus untuk
mencapai kondisi sehat yang setinggi-tingginya. Kedua, mental yang sehat
yaitu sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini menegaskan
bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan dengan suatu
kondisi mental yang sehat (mental higiene). Karena salah satu ukuran utama
yang bisa menentukan kualitas hidup seseorang dapat dikatakan meningkat
itu tergantung pada peningkatan kesehatan mentalnya. Begitu juga
sebaliknya apabila kondisi mentalnya terganggu, maka ia tidak akan mampu
merasakan sejauh mana kualitas hidup yang sedang dijalaninya. Dan orang
yang tidak terganggu mentalnya ialah orang yang mampu membuat berbagai
keputusan dan tidak hanya bereaksi dan Ia adalah seorang yang ulet serta
mampu menerima perputaran nasib, bila tidak dengan ketenangan hati,
setidak-tidaknya dengan keseimbangan diri, apabila mengalami kegagalan
dalam satu bidang tidak mengurangi keseluruhan identitas dirinya.21
D.S Wright A. Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Moeljono
Notosoedirjo menilai bahwa tanda-tanda orang yang tidak terganggu
mentalnya yaitu:
a. Memiliki perasaan bahagia (happiness) dan terhindar dari ketidak
bahagian
b. Mampu bersikap efisien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan
kebutuhannya.
c. Mampu meminimalisir rasa cemas
d. Mampu menghindari dan meminimalisir rasa berdosa
21 Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapannya, (Malang:
UMM Pres, 2002), hlm. 26-27.
-
123
e. Mampu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang wajar (normal)
f. Mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara wajar
g. Memiliki sikap otonomi dan memiliki harga diri yang wajar
h. Mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain
i. Dapat melakukan kontak dan berkomunikasi dengan orang lain maupun
dengan lingkungan sekitarnya.22
Disamping pengertian di atas tanda-tanda yang menunjukkan pula
kondisi mental yang tidak terganggu, yaitu sebagai berikut.
1. Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Zakiyah
Darajat (9975) mengemukakan tentang perbedaan antara gangguan jiwa
(neuroses) dengan penyakit jiwa (psikosis), yaitu:
a. Penderita neurosis masih mengetahui dan merasakan kesukarannya,
sebaliknya yang kena psychosis tidak.
b. Penderita neurosis, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih
hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan yang kena
psikose kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi,
dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas,
dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Sebagaimana dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya.
2. Dapat Menyesuaikan Diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk
memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan
mengatasi stress, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu
dengan caracara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang normal manakala dia mampu memenuhi
kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan
diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan Norma agama.
3. Memanfaatkan Potensi Semaksimal Mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu
memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang
22 Ibid., hlm. 31.
-
124
positif din konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya.
Pemanfaatan diri itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (di rumah,
di sekolah atau di lingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi,
pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai Kebahagiaan Pribadi dan Orang lain.23
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-
responnya terhadap situasi dalam rangka memenuhi kebutuhan,
memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan orang lain Dia
mempunyai prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak orang lain demi
kepentingan dirinya sendiri, atau tidak mencari keuntungan diri sendiri di
atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya ditujukan untuk mencapai
kebahagiaan bersama.
Sementara itu Allport mengemukakan orang yang memiliki
kepribadian dengan mental yang sehat adalah mereka yang memiliki
aspirasi-aspirasi yang jelas dan memiliki arah tujuan hidup ke masa depan
yang jelas pula (directness life). Orang semacam ini jelas lebih kelihatan
sikap dan kepribadiannya dari pada orang yang memiliki kepribadian
neurotic. Orang yang memiliki arah hidup dia akan dibimbingnya menuju
ke masa depannya serta memberikan suatu alasan untuk hidup.24 Dalam
hal ini bisa dicermati melalui tabel karakteristik kepribadian yang sehat
mentalnya sebagai berikut:
23 Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11-13. 24 Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan; Model-model Kepribadian Sehat, terj, Yustinus,
(Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 35.
-
125
Tabel Karakteristik Kepribadian yang Sehat Mentalnya
Aspek Pribadi Karakteristik
Fisik: a) Perkembangannya normal.
b) Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
c) Sehat, tidak sakit-sakitan
Psikis: a) Respek din sendiri dan orang lain.
b) Memiliki insight-insight dan rasa humor.
c) Memiliki respon emosional yang wajar.
d) Mampu berpikir realistik dan objektif.
e) Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
f) Bersifat kreatif dan inovatif.
g) Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak defensif.
h) Memiliki perasaan bebas (sense of freedom) untuk
Sosial: a) Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang
b) (Affection) terhadap orang lain, serta senang untuk
memberikan pertolongan kepada orang-orang yang
c) Memerlukan pertolongan, (sikap altruis).
d) Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat,
penuh cinta kasih dan persahabatan.
e) Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang
kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku,
ras, atau warna kulit
Moral-Religius: a) Beriman kepada Tuhan, dan taat menjalankan ajaran-
Nya dan menjauhi segala yang dilarang.
b) Jujur, amanah (bertanggung jawab, dan ikhlas dalam
beramal, dan berakhlakkul karimah.
Dalam hal ini Carl Rogerss mengenalkan konsep fully functioning
(pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang
sehat. Secara singkat fully functioning person ditandai dengan:
-
126
1. Terbuka terhadap pengalaman
2. Ada kehidupan pada dirinya
3. Kepercayaan kepada organismenya
4. Kebebasan berpengalaman
5. Memiliki kreativitas.
Sikun Pribadi sebagaimana yang dikutip oleh Syamsu Yusuf LN
mengemukakan bahwa ciri atau manifestasi jiwa dan mental yang sehat adalah
sebagai berikut.
1. Perasaan aman, bebas dari rasa cemas
2. Rasa harga diri yang mantap.
3. Spontanitas dan kehidupan emosi yang hangat dan terbuka.
4. Mempunyai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi, jasmani yang
wajar, dan mampu memuaskannya.
5. Dapat belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain.
6. Tahu diri, artinya mampu menilai kekuatan dan kelemahan dirinya (baik
fisik maupun psikis) secara tepat dan objektif.
7. Mampu melihat realitas sebagai realitas dan memperlakukannya sebagai
realitas (tidak mengkhayal).
8. Toleransi terhadap ketegangan atau stress, artinya tidak panik pada saat
menghadapi masalah (fisik, psikis, dan sosial).
9. Integrasi dan kemantapan dalam kepribadian.
10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif dan konstruktif).
11. Kemampuan belajar dari pengalaman.
12. Kemampuan menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu dengan norma-
norma kelompok, dimana kita jadi anggotanya (tidak melanggar aturan-
aturan yang telah disepakati bersama atau ditentukan dalam kelompok).
13. Kemampuan tidak terikat oleh kelompok. (Mempunyai pendirian sendiri,
dapat menilai baik-buruk, benar-salah tentang kelompoknya).25
25 Syamsu Yusuf. LN, , op. cit, hlm. 21.
-
127
Uraian di atas, menunjukkan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan
mental yang terganggu yaitu mempunyai ciri-ciri sebaliknya, yaitu dari
ciri-ciri tersebut di atas dan ditambah dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy).
2. Perasaan tidak aman (insecurity).
3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
4. Kurang memahami diri (self understanding)
5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
6. Ketidakmatangan emosi.
7. Kepribadiannya terganggu.
8. Mengalami pathology dalam struktur sistem syaraf.26
Maslow dan Minttelemenn melihat bahwa orang yang sehat
mentalnya yaitu:
1. Memiliki rasa aman yang memadai (adequate feeling of security), yakni
memiliki perasaan rasa aman dalam berhubungan baik dalam pekerjaan,
sosial, keluarga dan dimana ia tinggal.
2. Memiliki kemampuan untuk menilai diri sendiri yang memadai
(adequate sel-evaluation), yang mencakup; pertama, harga diri yang
memadai, yakni merasa ada nilai yang sebanding pada diri sendiri dan
prestasinya. Kedua, memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang
secara moral masuk akal, yakni dengan perasaan yang tidak diganggu
oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal
yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak
umum yang selalu ada dalam sepanjang kehidupan di masyarakat.
3. Memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengan orang lain hal
(adequate spontaneity and emotionality). Hal ini ditandai oleh
kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti
hubungan persahabatan dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang
cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol, dan adanya
kemampuan untuk menyenangi diri sendiri.
26 Ibid., hlm. 23.
-
128
4. Mempunyai kontak yang efisien dengan realitas (efficient contact with
reality), dalam hal ini setidaknya bisa mencakup dalam tiga hal, pertama
tiada fantasi yang berlebihan, kedua mempunyai pandangan yang realistis
dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengan
kemampuan menghadapi hidup sehari-hari, misal sakit dan kegagalan, dan
ketiga kemampuan untuk berubah jika situasi eksternal tidak dapat
dimodifikasi atau mampu bekerjasama atau bersosialisasi dengan orang
lain tanpa adanya tekanan (cooperation with the inevitable).
5. Memiliki keinginan- keinginan jasmani yang memadai dan
kemampuan untuk memuaskannya(Adequate bodily desires and
ability to gratify them). Hal ini ditandai dengan (a) suatu sikap yang
sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi
bukan dikuasai; (b) kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan
dari dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih
kembali dari kelelahan; (c) kehidupan seksual yang wajar, keinginan
yang sehat untuk memuaskan tanpa rasa takut dan konflik; (d) kemam-
puan bekerja; (e) tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk
mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.
6. Mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar (Adequate self-
knowledge). Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui tentang: motif,
keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan
rendah diri, dan sebagainya; dan (b) penilaian yang realistis terhadap
milik dan kekurangan. Penilaian diri yang jujur adalah dasar kemampuan
untuk menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk menanggalkan
(tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting atau pikiran jika beberapa
di antara hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat diterima.
Hal itu akan selalu terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat.
7. Kepribadian yang utuh dan konsisten (Integration and consistency of
personality). Ini bermakna (a) cukup baik perkembangannya, kepandaian
nya, berminat dalam beberapa aktivitas; (b) memiliki prinsip moral dan
kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan kelompok; (c)
-
129
mampu untuk berkonsentrasi; dan (d) tiadanya konflik-konflik besar
dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya.
8. Memiliki tujuan hidup yang wajar (Adequate life goal). Ha1 ini berarti
(a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai; (b) mempunyai usaha
yang cukup dan tekun mencapai tujuan: dan (c) tujuan itu bersifat baik
untuk diri sendiri dan masyarakat.
9. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman (Ability to learn from
experience). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak
hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia
praktek, tetapi elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu,
tidak terjadi kekakuan dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas
pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah kemampuan untuk belajar
secara spontan. Ability to satisfy the requirements of the group
(kemampuan memuaskan tuntutan kelompok). Individu harus: (a) tidak
terlalu menyerupai anggota kelompok yang lain dalam cara yang
dianggap penting oleh kelompok; (b) terinformasi secara memadai dan
pada pokoknya menerima cara yang berlaku dari kelompoknya; (c)
berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat yang dilarang
kelompoknya; (d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang
diharapkan oleh kelompoknya: ambisi, ketepatan; serta persahabatan,
rasa tanggung jawab, kesetiaan, dan sebagainya, serta (e) minat dalam
aktivitas rekreasi yang disenangi kelompoknya.
10. Mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya
(Adequate emancipation from the group or culture). Hal ini mencakup:
(a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik dan yang lain adalah
jelek setidaknya; (b) dalam beberapa hal bergantung pada pandangan
kelompok; (c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk
(menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan (d) untuk
beberapa tingkat toleransi; dan menghargai terhadap perbedaan budaya.27
27 Moeljono Notosoedirjo, op. cit, hlm. 28-29.
-
130
Dalam hal ini Golden Allport (1950), yang dilangsir oleh Victor E.
Frankl menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan
bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup yang
disebutnya dengan proses becoming. Orang yang matang jika: pertama,
memiliki kepekaan pada diri secara luas, kedua hangat dalam berhubungan
dengan orang lain, ketiga keamanan emosional atau penerimaan diri keempat
persepsi yang realistik, ketrampilan dan pekerjaan, kelima mampu menilai
diri secara objektif dan memahami humor, dan keenam menyatunya
filosofi hidup.28
Rogers seorang ahli psikologi jebolan Columbia University
Teachers College yang terkenal dengan teori terapinya client centered
therapi, berpendapat bahwa orang yang memiliki kepribadian dan
mental yang sehat adalah orang yang mampu menyesuaikan diri dan
mampu bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam
kondisi-kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dan mereka
memiliki kreatifitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-
perubahan traumatic sekalipun. Jadi Rogers melihat bahwa orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang memiliki ketangguhan dalam
menghadapi kehidupan serta memiliki daya imajinasi-kreatif untuk
mengatasi problem yang dihadapinya.29 Disamping itu orang yang
memiliki orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang terbuka
sepenuhnya terhadap semua pengalaman, memiliki perasaan dan rasa
tanggung jawab terhadap orang lain serta memiliki tujuan-tujuan dan
maksud-maksud yang jelas. Sementara itu Eric Fromm memandang
bahwa orang yang sehat mentalnya ialah orang-orang yang memuaskan
kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif dan orang-
orang yang terganggu mentalnya (sakit-psikologisnya) ialah orang-orang
yang memuaskan kebutuhan-kebutuhannya secara irasional. Dan Fromm
juga menambahkan individu dengan mentalnya yang sehat ialah individu
28 Ibid., 30 29 Duane Schultz, op. cit.,, hlm. 55.
-
131
yang memiliki cinta dengan sepenuhnya, memiliki kreatifitas, memiliki
kemampuan-kemampuan pikir yang sangat berkembang, mengamati
dunia dan diri secara obyektif dan memiliki suatu perasaan identitas
yang kuat. Fromm menyebutnya mental dan kepribadian yang sehat
dengan istilah orientasi produktif, yakni suatu konsep yang senada
dengan Alport yaitu kepribadian yang matang dan aktualisasi diri
konsepnya Maslow.30 Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kepribadian dengan mental yang sehat yaitu orang-orang yang produktif
yang tidak hidup dalam dunia subjektif, dan frame of reference-nya
berdasarkan pikiran, bukan emosi, keputusan yang diambil dan pilihan-
pilihan diadakan bukan hanya karena dirasa baik, akan tetapi karena
tampaknya secara logis tepat dan benar.
Sementara itu untuk memahami sejauh mana kondisi kesehatan
mental. Menurut Schneiders, (1964) sebagaimana yang dikutip oleh
Moeljono Notosoedirjo, ada lima belas prinsip, yang dibagi dalam tiga
kategori, dimana hal ini harus diperhatikan untuk memahami kesehatan
mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
a) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang
tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
b) Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik,
perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai
pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.
c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan
pengendalian diri, yang meliputi pengendalian pemikiran,
imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
30 Ibid., hlm. 71.
-
132
d) Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan
penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri
sendiri.
e) Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang
meliputi: penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status
atau harga dirinya sendiri.
f) Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus
menerus memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi
did jika kesehatan dan penyesuaian mental yang hendak dicapai.
g) Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan
pengembangan terus-menerus dalam diri seseorang mengenai
kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan,
ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati, dan
moral.
h) Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental
tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang
baik.
i) Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan
adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi
dan mengubah kepribadian.
j) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang
terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan,
emosionalitas dan perilaku.
k) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar
mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental
dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkannya.
2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan
lingkungannya, meliputi:
a) Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan
interpersonal yang sehat, khususnya di dalam kehidupan
keluarga.
-
133
b) Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada
kecukupan dalam kepuasan beraktifitas.
c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang
realistik yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan,
meliputi:
a) Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan
kesadaran atas realitas terbesar daripada dirinya yang menjadi
tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
b) Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan
yang konstan antara manusia dengan Tuhannya.
c) Kesehatan mental itu dapat diperoleh melalui penyadaran diri
bahwa diluar dirinya ada kekuatan yang mengatur hidup dan
nasibnya.31
Sementara itu untuk melihat atau menilai apakah seseorang terganggu
mentalnya atau tidak ataupun menilai kepribadiannya dengan mentalnya yang
sehat. Hal ini bisa dikenali melalui beberapa karakteristik-karakteristik
ataupun gejala-gejala yang ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan.
Adapun karakteristik-karakteristik yang dapat dinilai, sebagaimana keterangan
dalam-bab-bab sebelumnya yaitu:
1. Penampilan fisik
2. Temperamen, yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada pada orang
yang bersangkutan.
3. Kecerdasan (inteligensi)
4. Arah minat dan pandangan hidup
5. Sikap sosial
6. Cara pembawaan diri (bersikap sikap atau bertingkah laku) dan
7. Kecenderungan patologis
31 Moeljono Notosoedirjo, op. cit., hlm. 31-33.
-
134
Sebagaimana penelitian Yang dilakukan oleh E. Fromm, ia mengambil
suatu kesimpulan dan mengemukakan bahwa orang yang sehat dan sakit
mentalnya yaitu dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Orientasi Resepsi (penerimaan)
Segi Negatif Segi Positif
o Menerima o Responsif o Taat o Sederhana o Sangat menarik o Dapat menyesuaikan diri dalam
masyarakat
o Idealistik o Sensitif o Sopan o Optimistis o Penuh kepercayaan o Halus
o Pasif, tanpa inisiatif o Tidak berpendapat, tidak mempunyai
ciri
o Submissive (bersikap tunduk) o Tanpa kebanggaan o Bersifat parasit (taknormal) o Bersikap merendahkan diri tanpa
kepercayaan diri
o Tidak realistis o Bersifat pengecut o Lemah o Impian khayal o Berakal bulus (picik) o Sentimental
Orientasi Exploitative (pengambilan)
o Aktif o Sanggup mengambil
inisiatif
o Sanggup mengemukakan tuntutan
o Bangga o Impulsif o Keyakinan pada diri sendiri o Menawan hati
o Exploitative o Agresif
o Egosentris
o Angkuh o Gegabah o Congkak o Menggoda
-
135
Segi Penimbunan (pemeliharaan)
o Praktis o Ekonomis o Hati-hati o Agresif o Sabar o Waspada o Tabah, ulet o Sabar atas tekanan o Tenang sekali o Tertib o Metodis o Loyal (setia)
o Tidak berdaya khayal (tidak imajinatif) o Kikir o Curiga o Dingin o Lesu o Cemas o Kepala batu o Lamban o Tidak berdaya o Suka menonjolkan keilmuannya o Gangguan pikiran (obsesional) o Suka menguasai (posesif)
Segi pemasaran (penukaran)
o Dengan maksud tertentu o Sanggup berubah o Kelihatan muda o Melihat kedepan o Berpandangan terbuka o Suka bergaul o Mengadakan eksperimen o Tidak dogmatis o Efisien o Ingin tahu o Cerdas o Dapat, menyesuaikan diri o Toleran (cooperative) o Jenaka o Dermawan
o Opportunitis o Tidak konsisten o Kekanak-kanakan o Tanpa masa depan atau masa lalu o Tanpa prinsip dan nilai-nilai o Tidak sanggup sendirian o Tanpa tujuan o Relativistis o Terlalu aktif o Tidak bijaksana o Intellectualistis o Tidak suka membeda-bedakan o Masa bodoh o Pandir o Royal
-
136
Dari kedua segi tersebut di atas yakni segi positif dan segi negatif
menunjukkan bahwa segi positif menunjukkan sifat dari psikologis (mental)
yang sehat dan segi negatif menunjukkan dari sifat psikologis (mental) yang
tidak sehat.
Dari kriteria-kriteria di atas apa bila kita secara sungguh-sungguh
dalam mengamati (mendiagnostik), dengan mudah akan diketahui kondisi
mental ataupun kepribadian seseorang, karena gejala jiwa yang ditunjukkan
sepenuhnya, murni lahir dari dalam diri, baik yang bermasalah maupun yang
tidak. Disamping itu yakni untuk mengetahui sejauh mana kondisi mental
(mendeteksi), ada beberapa model pendekatan untuk mengetahui kondisi
mental, pendekatan tersebut yaitu; pendekatan dengan model psikodinamik,
sebagaimana yang dilakukan oleh Freud, menunjukkan bahwa gangguan
kejiwaan yang bisa berakibat pada kerusakan mental yaitu ditimbulkan oleh
konflik-konflik psikologis yang tertekan di alam ketaksadaran manusia. Dan
melalui pendekatan biomedis mengemukakan bahwa gangguan kejiwaan itu
diakibatkan oleh ketidakseimbangan kondisi tubuh, seperti fungsi tubuh yang
dominan, penyakit, faktor genetik dan kondisi sistem saraf, yang tidak normal,
diduga menjadi faktor pemicu munculnya gangguan mental ataupun perilaku
menyimpang (abnormal).32
Penting untuk diketahui dan dicermati yaitu mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan atau memicu terjadinya kekalutan mental, yakni faktor
internal: kondisi, pikiran, perasaan, emosi, kehendak, sikap dan tingkah laku.
Dan faktor ekstern: psikososial dan psikoreligius (stressor). Karena dimensi-
dimensi inilah yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental,
jiwa, psikologis dan kepribadian.
32 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 218.
-
137
Upaya Pencegahan.
Penderita gangguan mental pada akhir-akhir ini sering terjadi dan
terus bertambah yang terjadi di dalam masyarakat dan ini dialami oleh
seluruh negara. Gangguan mental ini baik yang timbul dari dalam diri
individu maupun disebabkan stressor yang diakibatkan oleh perubahan-
perubahan sosial yang begitu cepat, perkembangan teknologi begitu pesat,
disertai oleh kemajuan di segala bidang, menjadikan problema-problema
yang dihadapi masyarakat semakin kompleks. Seperti banyaknya persaingan
(kompetisi) yang tidak sehat, perlombaan dalam hidup dan pertentangan,
karena semakin banyaknya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi,
sehingga semakin sukar orang mencapai ketenangan hidup.
Perlu dimengerti juga bawa tidak serta merta bahwa kehilangan
ketenangan hidup itu tidaklah tergantung kepada faktor-faktor dari luar.
Seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya, melainkan
lebih tergantung kepada cara dan sikap diri dalam menghadapi faktor-faktor
tersebut. Disinilah perlu diperkuat kondisi kesehatan mental, orang yang
sehat mentalnya, meskipun menghadapi goncangan ekonomi yang tidak
stabil, akan tetap tenang dan tidak lekas putus asa, pesimis atau apatis.
Sebaliknya, bagi orang yang terganggu keadaan mentalnya, akan
mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Pengaruh itu meliputi perasaan,
pikiran/kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan.33
Pengaruh gangguan kesehatan mental terhadap perasaan meliputi
rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu
(bimbang) dan sebagainya. Gangguan terhadap pikiran, seperti sering lupa,
tidak mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu yang penting, kemampuan
berpikir menurun sehingga seolah-olah ia tidak lagi cerdas, pikirannya tidak
dapat digunakan dan sebagainya.34 Sementara itu, gangguan terhadap
kelakuan sangat beragam bentuknya. Seperti tindak kriminal, agresif
(menyerang), destruktif (merusak), dan sebagainya. Bagi kalangan pemuda
33 Yusuf Burhanuddin, cit., hlm. 19-22. 34 Ibid.
-
138
atau remaja, kelakuan-kelakuan yang demikian itu sering diistilahkan
dengan kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Mengenai
penyebabnya, Soerjono Soekanto berpendapat: Keinginan-keinginan
pribadi yang tidak terpenuhi mungkin akan menimbulkan keinginan-
keinginan untuk menyimpang dari norma-norma yang berlaku, oleh
karena norma-norma tersebut kurang mampu untuk memberikan
peluang-peluang bagi tercapainya keinginan-keinginan pribadi, maka
kemungkinan akan menyebabkan tingkah-laku yang menyimpang
atau yang dinamakan deviant behavior.35
Adapun gangguan mental terhadap kesehatan badan (jasmani)
sering disebut dengan psikosomatik, yaitu penyakit pada tubuh yang
disebabkan oleh mental. Para ahli jiwa telah banyak meneliti gangguan--
gangguan mental/jiwa, yang secara keseluruhan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga golongan. Pertama, mereka yang diserang oleh gangguan
mental karena pembawaan, sehingga si penderita sangat menyulitkan,
merugikan diri sendiri serta lingkungannya. Golongan ini sering
dinamakan psikopat. Kedua, psikosa yaitu gangguan kejiwaan karena
berbagai sebab, sehingga integrasi seseorang penderita rusak sama
sekali. Akibatnya kepribadian seseorang menjadi terganggu dan
selanjutnya tidak mampu menyesuaikan diri dan memahami problem.
Di antara sebabnya, karena keracunan akibat minuman keras, obat-
obat atau narkotika, akibat penyakit yang kotor (sipilis, gonorhoe),
dan lain-lain, sehingga terjadi kerusakan pada anggota tubuh, seperti
otak, sentral syaraf atau kehilangan kemampuan berbagai kelenjar,
syaraf-syaraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan
tugasnya.36
Golongan ketiga, psikoneurosa), atau perpecahan pribadi (self-
devision). Ini disebabkan oleh karena alam sadar (Ego) menggantungkan
nasibnya pada alam moral (Superego), sedang alam bawah sadar (ID)
35M. Solihin, op .cit., hlm.63. 36 Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm. 134.
-
139
berusaha minta pemuasan. Keadaan yang demikian itu yang menjadikan
adanya konflik. Konflik bila tidak segera diatasi akan menjadi krisis psikis,
sehingga pribadi seseorang terbawa ke alam neurosa. Zakiah Darajat
membedakan antara neurosa dengan psikosa. Orang yang kena neurosa, masih
mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose
tidak. Di samping itu orang yang kena neurosa kepribadiannya tidak jauh dari
realitas, dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan
bagi orang yang kena psychose, kepribadiannya dari segala segi (tanggapan,
perasaan/emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada
integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
Mengobati penyakit yang disebabkan karena gangguan mental, para
ahli biasanya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mencari sebab-sebab
timbulnya gangguan tersebut. Misalnya, teknik hipnotis, sugesti
psikoanalisa, dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menggunakan cara self
sugesti, tanpa bantuan orang lain.
Tidak ada insan yang kalis dari cobaan hidup. Setiap manusia pasti
pernah dan akan selalu mengalami kesulitan-kesulitan hidup, ketakutan-
ketakutan dan ketegangan-ketegangan. Takut akan hal-hal yang diduga bisa
mengancam eksistensinya, dan takut akan kejadian-kejadian baru yang akan
atau belum dialaminya. Takut pada hal-hal yang belum pasti. Karenanya,
unsur ketakutan dan ketegangan itu menjadi fungsi psikis yang esensial
dalam kehidupan manusia, seperti halnya lapar dan dahaga. Akan tetapi hal ini
kalau terus berlarut-larut terpendam dan terpelihara dalam diri bisa berakibat
buruk pada kondisi psikologis (mental) yang dapat berpengaruh pada kondisi
tubuh secara menyeluruh, baik fisik maupun psikis.
Jika kita mengalami ketegangan-ketegangan dan ketakutan-ketakutan
yang tidak menyenangkan, janganlah khawatir. Akan tetapi harus mulai
waspada, jika gelora-gelora emosi menjadi meluap-luap, sering timbul, dan
berulang kali berlangsung secara kronis, sehingga dapat menyebabkan
timbulnya ketidakimbangan dan kegoncangan-kegoncangan hebat dalam
kepribadian. Lebih-lebih kalau gangguan itu tidak mau lenyap dari hati, dan
-
140
tidak mau lenyap dalam tempo yang lama. Karena ketakutan-ketakutan yang
terus diciptakan akan menambah buruk suasana kondisi psikis. Yang
diperlukan adalah ketenangan dan kewaspadaan serta mencari faktor
pencetusnya dan dengan segera menyelesaikan konflik tersebut apalah telah
diketahui faktor pencetusnya, inilah yang dinamakan orang yang memiliki
jiwa atau mental yang sehat.
Jika seseorang mendapatkan keruwetan-keruwetan batin, mengalami
maladjustment, konflik-konflik dalam diri sendiri yang serius, atau
mengidap bentuk kekalutan mental lainnya, atau kurang sehat mentalnya,
upaya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi problem tersebut. Dalam
hal ini ada beberapa teknik treatment yang bisa dilakukan oleh individu untuk
menanggulangi ataupun mencegah agar tidak mengalami gangguan mental/
jiwa tersebut.
Ada beberapa treatment yang dapat dilakukan atau diterapkan oleh
individu untuk mencegah ataupun mengurangi timbulnya gangguan mental.
Adapun teknik atau treatment tersebut adalah:
a) Berusaha Memahami diri Sendiri Perlu dimengerti bahwa setiap pribadi itu merupakan satu totalitas
kepribadian yang rumit dan kompleks (unities multiplex) dengan ciri-
cirinya yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan respons yang
khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Karena itu selidikilah
pribadi itu, yakni bagaimana kepribadian yang dimilikinya. Apakah
tergolong pada tipe genius yang unik, biasa, atau kepribadian yang rentan
down terhadap setiap jenis problem atau konflik.
Berusaha mengenai kepribadian atau diri sendiri adalah penting,
karena dengan mengenal siapa saya, akan dengan mudah mengatasi
setiap persoalan yang menimpa, karena sudah mengenal tipe, watak dan
kepribadian yang kita miliki. Dan orang yang tahu siapa dirinya itulah
orang yang memiliki kecerdasan dan metal yang sehat.
-
141
b) Mencari Sebab-Sebab Timbulnya Konflik (Faktor Pencetus) Sadarilah dengan segera setiap persoalan yang dihadapi, lalu cari
lah penyebab dari setiap pemicu yang dirasa dapat mengganggu kesehatan
mental. Setelah mengetahui faktor pencetusnya dengan segeralah
mengambil tindakan untuk ,menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut
yang dapat mengganggu kondisi mental.
Hal yang paling efektif untuk menjaga kesehatan mental yaitu
janganlah terlalu berat menanggapi satu persoalan atau satu problematika
hidup yang tidak menguntungkan. Hindarilah konflik-konflik dan krisis-
krisis yang tidak perlu, lalu belajar menghadapi setiap situasi dengan
kepala dingin, serta penuh kepercayaan diri. Dan yakinlah bahwa hikmah
dibalik peristiwa. Dan janganlah menganggap sesuatu hambatan sebagai
satu kegagalan, tetapi setiap peristiwa, konflik, problem yang menimpa,
jadikanlah pelajaran dan ambil hikmahnya serta selalu bangkit dan
tanamam kan dalam diri bahwa hidup dan diri kita adalah segala-galanya.
c) Menggunakan Mekanisme Penyelesaian yang Positif Jika mengalami kekalutan mental, usahakanlah dapat
menyelesaikan konflik-konflik batin dengan menggunakan mekanisme
pemecahan (solving mechanism) yang positif, diantaranya dengan,
resignasi, bekerja lebih giat, dan berusaha lebih tekun, dan mau bersikap
dewasa dan digunakan pula cara sublimasi dan yang terpenting adalah
berfikir dan bersikap serta bertindak secara rasional.
Adapun mekanisme penyelesaian yang positif bisa dilakukan
adalah sebagai berikut:
- Melakukan substitusi: yaitu mengubah rasa-rasa yang negatif dalam
bentuk tingkah laku yang positif-kreatif dan aktif. Bisa
menyenangkan orang lain, dan bisa memuaskan diri sendiri dengan
jalan yang wajar.
- Melakukan sublimasi: yaitu mengubah rasa-rasa egosentrisme,
egoisme, serta dorongan-dorongan yang rendah lainnya ke dalam
-
142
bentuk tingkah laku yang lebih terpuji dan lebih mulia, serta sesuai
dengan harkat manusia berbudaya.
- Resignation atau resignasi ialah tawakal dan pasrah kepada Ilahi,
"narima", bisa menerima segala keadaan dan kesulitan dengan
tenang dan batin yang sehat serta berpikir positif terhadap cobaan
(problem) yang dihadapi.
- Besinnung ialah berfikir secara mendalam dan mawas diri, dengan
jalan mengadakan distansi terhadap segenap realitas yang tengah
dihadapi. Sehingga mampu mengorganisir aktivitas sendiri, yakni
mencari kemungkinan-kemungkinan serta perspektif-perspektif
hidup baru, dan bisa keluar dari impasse (jalan buntu).
- Melakukan kompensasi: kegagalan, dan kekalahan dalam salah satu
bidang supaya diimbangi dengan usaha untuk mencapai sukses
dalam bidang lain, dengan jalan berusaha lebih giat lagi.
d) Menanamkan Ni Lai-Ni Lai Spiritual dan Ni Lai-Ni Lai Kepercayaan Terhadap Tuhan
Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang Hakekat-Abadi
atau Ilahi (hidup beragama) itu bisa memberikan kekuatan dan stabilitas
bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik ini memberikan kemam-
puan/daya tahan dan tambahan energi untuk berjuang. Sebab semua nilai
religius, spiritual dan transendental yang tersembunyi di balik atau jauh di
belakang nilai-nilai materiil dan bersifat indrawi itu, pada hakekatnya
selalu mengandung unsur kebenaran serta keabadian sepanjang masa, dan
memberikan kebahagiaan sejati kepada segenap ummat manusia.
Barang siapa bisa menangkap arti serta nilai-nilai abadi tersebut,
akan dapat menemukan kebahagiaan dan ketenangan sejati. Imannya akan
teguh dan kokoh dalam menghadapi segala cobaan hidup serta macam-
macam kesulitan, karena ia bersikap pasrah menerima segala ujian hidup,
dan penuh keyakinan pada kekuasaan Tuhaan. Kehidupan yang
diimbangi dengan kepercayaan terhadap Tuhan, seseorang akan
-
143
memperoleh keamanan (security) batin, sehingga tercipta menciptakan
sasana yang sehat lahir dan batin.
Disamping metode tersebut di atas, perlu juga dilakukan oleh
seseorang agar kondisi mentalnya selalu sehat. Adapun metodenya adalah
sebagai berikut.
a) Mengeluarkan dan Membicarakan Kesulitan
Jika ada satu masalah yang mengganggu batin, janganlah
disimpan dan disembunyikan. Uraikan kesulitan tersebut pada seorang
yang anda percayai misalnya pada suami/isteri, orang tua, dokter,
teman (sahabat, pacar, atau siapaja), guru, dan seterusnya. Dengan
jalan mengeluarkan ganjalan hati itu akan ringanlah beban batin, serta
dapat membantu diri melihat persoalan dari segi yang lebih terang dan
lebih obyektif. Dengan demikian orang lain itu bisa ikut terlibat mem-
bantu menyelesaikan masalah dengan saran-sarannya dan ikut
memecahkan kesukaran tadi.
b) Menghindari Kesulitan Untuk Sementara Waktu
Terutama jika anda menghadapi satu masalah yang berat dan
sulit pelik, hindari atau tinggalkan untuk sementara waktu masalah
tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku, melihat bioskop atau
pertandingan, main sport, rekreasi atau bepergian pendek (berekreasi),
tanpa memikirkan kepelikan telah menimpa. Jika tetap bersitegang
hati hendak mengurus kesukaran-kesukaran dengan rasa yang gelap
(buntek), maka hal ini malah akan memperkeruh suasana persoalan
yang sedang dihadapi. Dan tidak akan mampu menemukan jalan
keluar yang baik. Dengan mengalihkan persoalan tersebut yakni
diantaranya melakukan rekreasi atau mencari hiburan, ketika kembali
pada persoalan yakni pada kesulitan-kesulitan, disaat menghadapi
persoalan tersebut bisa menghadapi persoalan tersebut dengan
suasana yang lebih tenang, dan dalam kondisi yang lebih baik secara
emosional dan secara intelektual.
-
144
c) Menyalurkan Kemarahan dan Sakit Hati
Kemarahan dan sakit hati adalah sebagai pola tingkah laku
(pattern of behaviour) sering membuat anda jadi menyesal; dan
membuat diri anda jadi ketolol-tololan. Jika anda berhasrat menggem-
pur seseorang dengan satu ledakan serangan kemarahan, cobalah
menunda terjadinya ledakan tadi sampai esok hari. Disamping itu
sibukkanlah diri sendiri; misalnya dengan berkebun, berburu, main
sport, atau berjalan jalan melihat keindahan alam, dan lain-lain.
Dengan menghapus kemarahan dan sakit hati yang
sudah hampir meletus, pastilah anda akan lebih mampu dan
lebih siap menghadapi segala kesulitan secara intelegen dan
rasional. Sebab kemarahan-kemarahan hebat dan sakit hati
yang berlangsung lama, berulang-ulang kembali dan kronis
sifatnya itu dapat menyebabkan timbulnya tekanan darah
tinggi/hypertension dan gejala-gejala neurosa yang gawat.
d) Bersedia Menjadi Pengalah yang Baik
Jika anda sering bertengkar dengan orang lain, selalu keras
kepala atau mau menang sendiri, dan selalu mau menentang, ingatlah
bahwa tingkah laku tersebut adalah kekanak-kanakan Berpeganglah
teguh pada pendirian sendiri, jika sekiranya anda yakin berdiri di pihak
yang benar akan tetapi berlakulah selalu. Tenang dan bersedia
mengaku salah, jika pendirian anda ternyata kemudian memang salah.
Sungguhpun anda benar-benar ada di pihak yang benar, adalah
lebih mudah bagi anda sekiranya anda kadangkala bersedia mengalah.
Jika anda ikhlas berbuat sedemikian ini, maka anda akan mengalami
bahwa lawan juga akan bersedia mengalah pada saat lain. Hasilnya
ialah: Akan terbebas dari tekanan-tekanan batin clan konflik-
konflik, akan menemukan cara penyelesaian internal dan eksternal
yang praktis, juga akan mendapatkan kepuasan, dan dapat mencapai
status kematangan pribadi.
-
145
e) Berbuat Suatu Kebaikan Untuk Orang Lain; Dan Memupuk Sosialitas
(Kesosialan)
Jika anda terlalu sibuk dengan diri sendiri atau terlalu terlibat
dalam kesulitan-kesulitan sendiri, cobalah berbuat sesuatu demi
kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa
harga-diri, rasa berpartisipasi di dalam masyarakat, dan bisa
memberikan arti atau satu nilai hidup dan juga dapat memberikan rasa
kepuasan dan keindahan, karena diri merasa berguna. Perbuatan tadi
akan membawa kepada penelitian diri sendiri, distansi diri, dan
introspeksi. Dan bisa lebih cepat keluar dari gangguan batin,
egosentrisme, serta ketegangan-ketegangan. Semua itu akan dapat
menumbuhkan rasa kehangatan, rasa simpati dan rasa kasih sayang
pada sesama manusia, dan akan memupuk kesehatan jiwa maupun
raga.
f) Menyelesaikan Satu Tugas dalam Satu Saat
Bagi orang yang selalu menanggung banyak kecemasan, dan
dalam keadaan stress, suatu tugas yang ringan dan biasa pun akan
merasa merupakan beban yang berat baginya. Jika terjadi sedemikian,
pilihlah satu tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan paling
dahulu dengan mengesampingkan hal-hal lain atau tugas-tugas lain.
Jika anda dapat menyelesaikan kesukaran yang pertama, maka
kesulitan-kesulitan yang lain dengan mudah akan dapat mudah
diatasinya. Jika merasa tidak mampu memecahkan satu persoalan,
maka bertanyalah pada diri sendiri, apakah tidak terlalu ambisius,
tidak menganggap harga diri sendiri terlalu tinggi dan terlampau
penting, sehingga melebih-lebihkan kemampuan sendiri
(overestimate). Dan apakah diri tidak terlalu banyak menuntut pada
hal-hal yang sulit dicapai?
g) Jangan Menganggap Diri Terlampau Super
Ada orang yang merasa takut memutuskan sesuatu, karena ia
merasa tidak dapat mencapainya sesuai dengan apa yang dicita-
-
146
citakan, sebab tidak sesuai dengan standard normatif yang dipeluknya.
Biasanya ia menginginkan kesempurnaan (perfection) di dalam segala
hal. Maka kecenderungan-kecenderungan semacam ini merupakan
pangkal permulaan dari kegagalan-kegagalan. Tentukan secara tegas
apa yang hendak anda capai. Lalu konsentrasikan segenap tenaga serta
fikiran guna mencapainya, yaitu suatu obyek yang diperkirakan akan
memberikan kepuasan paling banyak pada diri. Curahkan segenap
kemampuan anda dalam usaha ini tapi hendaknya jangan
membebani diri sendiri dengan satu tugas dan cita-cita yang
sekiranya tidak akan sanggup capainya. Dan janganlah terlalu
percaya, optimis bahwa bisa menyelesaikan dan mencapai satu
kesempurnaan. Sebab kesempurnaan yang sejati itu hanya ada pada
Tuhan.
h) Mau Menerima Segala Kritik Dengan Lapang Dada (Terbuka)
Ada orang-orang yang terlalu banyak mengharap dari orang
lain. Dia akan merasa sangat kecewa, juga merasa tidak enak hati, dan
mengalami frustrasi jika ada orang lain yang tidak bisa memuaskan
dirinya, terlebih lagi jika orang lain itu tidak sesuai dengan norma atau
standard ukuran sendiri dan kemauannya. Maka ingatlah bahwa hidup
individu dan kehidupan bersama demi ketenteraman, dan kebahagiaan
insani. Kooperasi merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam
kehidupan bersama, kalau manusia masih mau mempertahankan
hidupnya dan ingin tenteram batinnya.
Terbuka terhadap kritik yang dilontarkan orang lain dan mau
menerima dengan lapang dada, serta mau menjadikan kritikan
tersebut sebagai koreksi diri sendiri, dengan demikian rasa angkuh
dan kesombongan akan lenyap, yang muncul adalah rasa kedamaian
dan ketenteraman batin. Dan tanamkan dalam diri bahwa kritikan
orang lain adalah sebagai bentuk perhatian akan eksistensi kita,
bahwa orang lain, masyarakat, atau lingkungan sekitar masih
memperhatikan, dan dengan demikian akan ditemukan kesadaran
-
147
bahwa diri kita masih diharapkan dan sangat berarti bagi lingkungan
dimana kita tinggal.
i) Menjadikan Diri Sendiri Menjadi Bermakna
Banyak dari seseorang merasa dirinya ditinggalkan, dilupakan,
diremehkan dan disia-siakan oleh orang lain. Seringkali baik sadar
maupun secara tidak sadar siapapun akan merasakan peristiwa
sedemikian ini. Maka dari pada mengkerut takut, sedih hati dan kecil
hati, serta mengundurkan diri, akan lebih sehat jika mau berlaku
praktis dan aktif. Yaitu dengan jalan; mengambil inisiatif, mengajukan
usul-usul konkrit, dan berbuat yang positif, baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain.
Sebagaimana yang dikemukan oleh Maslow bahwa aktualisasi
diri adalah merupakan kebutuhan pokok yang harus dicapainya. Tanpa
menjadikan diri sendiri menjadi manusia yang bermakna mustahil
aktualisasi diri dapat terwujud. Dengan demikian menjadikan diri
menjadi bermakna yaitu salah satunya dengan melakukan hal-hal yang
positif, dan memandang bahwa pentingnya kehidupan ini. Dengan
berpikiran demikian maka perasaan dan pikiran negatif pada diri
sendiri dengan sendirinya akan sirna, dan menjadikan mental menjadi
sehat.
Pada umumnya kesukaran-kesukaran emosional dan konflik-konflik
itu timbul disebabkan oleh soal-soal praktis dan kecil-kecil yang terjadi sehari-
hari. Misalnya terlibat dalam kesulitan keuangan, kerumitan pekerjaan kantor,
kenakalan- kenakalan anak bagi orang tua, gangguan-gangguan dalam
perkawinan, kesulitan-kesulitan dalam percintaan, dan seterusnya. kebiasaan
dan sikap hidup seseorang yang sifatnya sangat agresif dan terlalu ambisius,
juga sering menyebabkan timbulnya berbagai konflik batin, yang bisa merusak
sistem syaraf dan sistem organik lainnya, pada ujungnya menimbulkan
kelainan-kelainan mental bahkan sampai timbul kegilaan (schizophrenia).
-
148
Jadi, baik faktor-faktor luar/ekstern maupun faktor-faktor intra yang
ada pada diri sendiri itu sering menyebabkan timbulnya konflik-konflik dan
ketegangan syaraf; dan membuat problem yang sudah ada menjadi semakin
sukar. Maka dalam keadaan yang amat sulit-rumit ini kadang kala perlu
mendapatkan pertolongan dari orang lain, dari pihak luar, berupa konsultasi
atau bimbingan (guidance) untuk mendapatkan wawasan baru dan kecerahan
hati.
Pengejaran ketenangan batin, atau dengan istilah lebih populer,
pengejaran kesehatan mental yang baik itu merupakan perjuangan manusia
yang universal sifatnya, dan tidak akan pernah kunjung selesai (selesai berarti
orangnya mati). Dan hanya sedikit saja jumlah orang di dunia ini yang
dikaruniai Tuhan dengan kualitas-kualitas pribadi yang baik dan
lingkungan sosial atau lingkungan ekstern yang menguntungkan, yang
langsung bisa menjamin kebahagiaannya. Maka usaha untuk mencapai
ketenangan batin, serta kebersihan jiwa atau mental dan kebahagiaan lahir-
batin itu merupakan satu perjuangan tersendiri. Hal ini mengandung
pengertian ada satu perjuangan untuk lebih mengerti diri sendiri dan lebih
memahami orang lain serta situasi lingkungan sekitar. Juga berarti secara
etis harus lebih bertanggung jawab, dan sanggup memecahkan kesulitan
sendiri; di samping itu juga lebih berani menghadapi segala tantangan
hidup.
Jika sekiranya tidak mampu memecahkan kesulitan tersebut, cobalah
minta bantuan kepada orang lain yang lebih kuat, lebih matang, dan lebih
mengerti dari pada anda sendiri. Maka salah satu landasan asasi yang kokoh
bagi kesehatan mental ialah: kepercayaan; yaitu memiliki kepercayaan pada
kemampuan dan kesanggupan sendiri, dan menaruh kepercayaan pada orang
lain, agar kita bisa tumbuh dan berkembang dengan lancar. Sebab kepercayaan
pada kesanggupan diri sendiri dan kepercayaan pada orang lain itu menjadi
landasan bagi sosialitas manusia untuk hidup bergotong-royong, dan bisa ikut
memecahkan macam-macam kesulitan hidup secara kooperatif. Juga harus
ada kepercayaan pada nilai-nilai spiritual, nilai-nilai moral, serta norma-
-
149
norma kemanusiaan yang luhur dan baik serta ditambah dengan kepercayaan
pada hari depan sendiri, pada masa esok yang lebih baik dan lebih cerah,
berkat ketekunan dan segala usaha. Kepercayaan semacam inilah yang bisa
membuat, dan mampu melepaskan ketegangan dan tekanan-tekanan batin
yang serius, sebab hal ini dapat merusak kepribadian dan mental.
Tidak ketinggalan pula sebagai bentuk upaya pencengah terhadap
gangguan mental yaitu dengan menyediakan tempat-tempat konsultasi dan
menyediakan tempat bimbingan dan penyuluhan, dan rumah sakit jiwa, serta
memperbanyak tenaga ahli dalam bidang kejiwaan (psikolog dan psikiter),
dengan adanya sarana semacam ini ketika ada seseorang yang sedang
mengalami kekalutan mental dan gangguan kejiwaan lain yang tidak dapat
diselesaikan dengan sendiri, dengan segera ada tempat untuk menyelesaikan
persoalan tersebut. Dan juga sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan
mental dalam lingkungan psikologi mengembang sebuah terapi. Banyak model
terapi yang dapat diterapkan sebagai perawatan dan penyembuhan problema
psikis yang dialami manusia. Model-model terapi yang dimaksud di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Terapi client centered, yaitu menaruh kepercayaan dan meminta tanggung
jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalah-
masalahnya.
b. Terapi realitas, yaitu terapi jangka pendek yang berfokus pada saat
sekarang, menekankan kekuatan pribadi clan pada dasarnya merupakan
jalan agar para penderita dapat belajar bertingkah laku yang lebih realistik
sehingga dapat mencapai keberhasilan.7
c. Terapi relaksasi, yaitu terapi yang bisa dijalankan oleh penderita dengan
tujuan mengurangi ketegangan dan kepenatan, penderita dilatih untuk
melakukan relaksasi.
d. Terapi perilaku, yaitu terapi yang bermaksud agar penderita berubah, baik
sikap maupun perilakunya terhadap obyek atau situasi yang menakutkan.
Secara bertahap, klien dilatih dan dibimbing menghadapi berbagai objek
atau situasi yang menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan
-
150
berulang ulang sampai pada akhirnya penderita dapat melakukannya tanpa
bantuan dari orang lain. Sudah tentu, latihan perilaku ini didahului dengan
pemberian psioterapi untuk memperkuat kepercayaan diri.
e. Terapi keagamaan, yaitu terapi yang digunakan dengan pendekatan
keagamaan. Terapi jenis ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh agama yang secara implisit mengandung
terapi. Namun, terapi jenis ini rentan sekali terjadi perdebatan. Terapi ini
biasanya dimaksudkan agar seseorang bebas dari rasa cemas, tegang,
depresi.
Dalam menanggulangi gangguan mental bisa juga menggunakan
metode psikofarmaka, yakni mengatasi gangguan psikologis dengan
menggunakan obat-obatan. Fungsinya yaitu untuk memulihkan fungsi
gangguan neuro-transmitter (sinyal pengantar saraf) di susunan saraf otak
(limbic system). Sebagaimana diketahui sistem limbic tersebut merupkan
bagian dalam otak yang mengatur fungsi alam pikiran. Perasaan dan
perilaku, atau dengan kata lain mengatur fungsi psikis (kejiwaan/psikologis).
Cara kerja psikofarmaka ialah dengan jalan memutuskan jaringan atau
sirkuit psiko-neuro-imunologi, sehingga stressor-stressor yang dialami tidak
lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ
tubuh lainnya. Penggunaan psikofarmaka ini bisa dilakukan dengan
mengikuti resep atau saran dari dokter ahli kejiwaan (psikiater).37
Dengan metode dan teknik-teknik serta sarana-saran di atas ialah
sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap terjadinya gangguan mental.
Dengan menggunakan metode dan sarana tersebut gangguan mental dapat
diobati dan dicegah dengan sedini mungkin.
37Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm.130.
-
151
B. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah Psiko-Sufistik (Tasawuf).
Tasawuf sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membantu
membersihkan jiwa manusia dari penyakit jiwa yang dapat menghambat
manusia untuk dekat dengan Tuhannya. Jiwa, hati, ruh, nafs (mental)
merupakan perhatian pokok dalam tasawuf, supaya selalu dalam kondisi suci
dan bersih, karena jiwa, hati dan nafs yang bersih (sehat) dengan sendirinya
manusia akan memperoleh kesehatan baik fisik maupun mental, sehingga bisa
membentuk manusia berkepribadian. Dan dapat pula menjadikan manusia
yang bermakna dalam hidupnya, dan juga menjadikan manusia berguna baik
dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia. Di hadapan Tuhan dapat
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, sedangkan
dihadapan manusia mampu bersosialisasi dan bermasyarakat dengan baik,
serta dihargai keberadaannya.
Dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang bisa memberikan
kehidupan dan kebermaknaan atas diri manusia tersebut. Kedua dimensi
tersebut ialah dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Maka dari itu kita
mempunyai kewajiban untuk menjaga kedua dimensi tersebut, agar jangan
sampai rusak (sakit), supaya kita masih bisa dianggap sebagai manusia yang
sempurna (normal). Seperti halnya fisik (tubuh) menjaga dan membersihkan
atau mensucikan adalah suatu kewajiban bagi manusia. Begitu juga terhadap
mental (jiwa), kita juga mempunyai kewajiban untuk menjaga dan
membersihkan atau mensucikannya. Karena ketidaksucian bisa menimbulkan
suatu penyakit baik penyakit jasmani (fisiologis) maupun penyakit psikis
(jiwa, mental maupun psikologis). Sebagai contohnya hati dan pikiran-pikiran
yang kotor (tidak sehat) dapat mengakibatkan pada kondisi jasmani maupun
pada kondisi kejiwaan terganggu, pada akhirnya dapat menimbulkan kelainan-
kelainan pada kepribadian kita.38
38 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi, terj, Andi Haryadi, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2000), hlm. 128-130.
-
152
Persoalan gangguan mental merupakan persoalan yang sangat pelik
dan komplek, karena faktor yang mempengaruhinya sangatlah bervariatif.
Walaupun demikian tasawuf (psiko-sufistik) memiliki pandangan sendiri
terhadap persoalan gangguan mental ataupun gangguan jiwa secara umum.
Dalam tasawuf persoalan mental dalam pandangannya tidak bisa lepas dengan
masalah spiritual, yakni yang mengandung makna semangat yang tumbuh dari
individu, sehingga dapat diketahui potensi yang ada dalam dirinya. Dalam
kacamata tasawuf masalah mental dan spiritual tercakup dalam jiwa gambaran
segala, sifat, watak atau karakter, pembawaan, dan perilaku semuanya ada
pada jiwa. Dan para sufi berkeyakinan bahwa apa yang terjadi dalam diri
individu disamping dikarenakan oleh individu itu sendiri, juga karena
kehendak Tuhan. Sebagaimana sakit jiwa atau sakit mental dan penyakit fisik,
semua itu merupakan kehendak dari Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Insan ayat. 30, yang artinya; tidak kamu menghendaki,
kecuali Allah yang menghendaki, juga dalam Surat Al-Hadid, 22, tidak ada
bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah (ditentukan) di
dalam buku sebelum kami wujudkan. Hal ini sebagaimana yang dipercaya
oleh kaum Jabariyah.39
Dalam pandangan psiko-sufistik (tasawuf) bahwa gangguan mental
merupakan penyakit yang datang secara langsung dari Tuhan, yang mana
faktor penyebabnya dari individu itu sendiri, yang diakibatkan oleh kondisi
jiwa (ruhani) dan hati yang kotor, sehingga Tuhan menambah penyakit yang
ada dalam diri mereka. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah dalam surat,
Al-Baqarah ayat. 10.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS: Al-Baqarah: 10).40
39 Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 37 40Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah,/ Penafsir, 1996, hlm. 10.
-
153
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kondisi jiwa dan hati yang
kotor atau buruk akan memicu terjadinya gangguan jiwa (mental) yang lebih
parah. Dan tuhan membara hukuman pada orang yang sakit jiwanya akibat
tidak taat kepadanya dengan hukuman yang pedih. Seperti sakit jiwa
(mental),ini merupakan hukuman secara langsung dari tuhan yang sangat
pedih, karena orang yang sakit jiwa (gila) atau mental hidupnya sudah tidak
berarti, baik dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia, dan dalam
masyarakat keberadaannya menjadi manusia cacat peran dan keberadaannya
sulit diterima. Maka dari itu memelihara jiwa, hati dan ruhani adalah
kewajiban yang utama, karena jiwa, hati, dan ruhani merupakan cerminan dari
perilaku kita. Apa bila kondisi ruhani (jiwa) buruk, maka tidak menutup
kemungkinan mentalnya akan menjadi buruk pula, dan dapat berpengaruh
pada perilaku dan kepribadian. Disinilah ruhani (jiwa) yang paling
diperhatikan dalam tasawuf yang harus senantiasa dipelihara dan dijaganya.
Dalam pandangan tasawuf ruhani manusia itu mencakup unsur-unsur,
roh, akal, nafs, dan qalb, maka dari itu tasawuf memandang bahwa gangguan
mental maupun kesehatan mental itu mencakup totalitas rohani yang
mencakup unsur-unsur tersebut. Secara sederhana dapat dipahami bahwa
gangguan mental yang terjadi pada diri manusia itu akibat tidak harmonisnya
atau tidak beresnya pada unsur jiwa tersebut, karena mentalitas manusia
sebagian besar terbentuk dan dipengaruhi oleh unsur-unsur dalam jiwa.
Dengan demikian kehidupan manusia dalam pandangan tasawuf itu
ditentukan oleh ruh apabila ruh itu hilang maka yang terjadi adalah kematian
jasmani (fisik). Seseorang tidak hanya cukup mengandalkan ruh dan jasmani
saja, seseorang bisa dianggap menjadi manusia, akan tetapi manusia juga perlu
pelengkap yang bisa membentuk manusia yang sebenarnya. Karena manusia
yang hanya diberi ruh dan jasmani saja, itu tidak ada bedanya dengan mahkluk
yang lain. Adapun pelengkap tersebut yaitu, akal, nafs, dan hati (qalb). Dan
yang membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang baik atau jelek tak lain
adalah ketiga komponen jiwa tersebut.
-
154
Dikarenakan dalam diri manusia itu terdapat beberapa dimensi yaitu
roh (nyawa), akal, qalb (hati) nafs (nafsu). Keempat istilah ini tidak asing lagi
dalam kajian dalam tasawuf, karena kajian tasawuf tak jauh dari