JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah...

112
i JPNF Edisi 13 2015

Transcript of JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah...

Page 1: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

iJPNF Edisi 13 2015

Page 2: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

ii JPNF Edisi 13 2015

PelindungKepala BP PAUDNI Regional II

PenasehatKepala Seksi Informasi dan Kemitraan

RedakturEko Yunianto

EditorWidya Ayu Puspita

Putu Ashintya Widhiartha

SekretariatM. Subchan Sholeh

Alief HabibiyFerdiana Rosyidah

Alamat RedaksiGedung Pusat BPPAUDNI Regional II

Jl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya 60117Telp. 031 5945101 – 5925972

Fax. 031 5953787

Page 3: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

iiiJPNF Edisi 13 2015

Jurnal PNFEdisi 13 2015

Implementasi Program Pendidikan Non Formal (PNF) Melalui Pelatihan Keterampilan Berbasis Potensi Lokal (Pengolahan Kerang Salju Bagi Istri Nelayan di Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya) [Ali Yusuf]

Tinjauan Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini[Nining Ratnaningsih]

Aplikasi Konsep Desa Wisata (Kodewa) Sebagai Solusi Mengurangi Laju Urbanisasi dengan Menggali Potensi dan Budaya Lokal (Kampung Inggris Pare-Kediri Sebagai Percontohan) [Sugiarto]

Merumuskan Peran Pendidikan Nonformal dalam Pencapaian Sustainable Development Goals [Putu A. Widhiartha]

Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berorientasi Nilai Budaya Bagi Komunitas Bali di Gorontalo [Mohamad Zubaidi]

Pelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan (Studi Kasus Pada Masyarakat Urban di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung Kota Surabaya)[Heryanto Susilo]

Page 4: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

iv JPNF Edisi 13 2015

Page 5: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

vJPNF Edisi 13 2015

KATA PENGANTAR

Usai Millenium Development Goals (MDGs), terbitlah Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan baru pembangunan global ini tengah menjadi isu aktual dengan target waktu pencapaian hingga tahun 2030. Program yang memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan MDGs ini memuat isu-isu seperti penghapusan kemiskinan dan kelaparan, peningkatan kesehatan dan pendidikan, pemberdayaan kota yang berkelanjutan, perang melawan perubahan iklim, dan perlindungan laut dan kemaritiman. Sebagai salah satu tujuan SDGs, pendidikan menjadi salah satu isu strategis.

Secara khusus, JPNF mengulas soal peran-peran yang bisa dilakukan pendidikan dalam upaya pencapaian SDGs. Peran pendidikan nonformal menjadi sangat penting karena memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki pendidikan formal dalam menjangkau berbagai kelompok masyarakat.

Ragam tema lainnya juga tersaji dalam JPNF edisi 2 tahun 2015 ini. Seperti PAUD, kursus, dan pendidikan masyarakat. Topik yang diulas dari kajian teoritis dan hasil riset ini antara lain pengaruh lingkungan terhadap PAUD, strategi menekan urbanisasi dengan konsep desa wisata, dan pelatihan keterampilan berbasis potensi lokal.

Ulasan hasil riset maupun kajian para penggiat PAUDNI dari berbagai lembaga dalam edisi ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk melahirkan ide-ide segar dalam peningkatan mutu dan kualitas program PAUDNI. Agar PAUDNI sebagai pendidikan alternatif dapat memberi manfaat nyata bagi masyarakat yang terbelakang, tertinggal dan tak terjangkau.

Kepala Balai

Pria Gunawan SH, MSiNIP.19620320 199203 1 001

Page 6: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

vi JPNF Edisi 13 2015

Page 7: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

1JPNF Edisi 13 2015

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL(PNF) MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN BERBASIS POTENSI LOKAL (Pengolahan Kerang Salju Bagi Istri Nelayan Di Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya)

Ali Yusuf

AbstractThe Implementation of Non Formal Education Throught Skills Training Based On Local Potential (with processing mussels for wives of fishermen in the village of Cumpat village Kedung Cowek district of Bulak Surabaya)” through one the school outdoor education program that aims to provide skills training and skill for the wives of fishermen in order to boat on the fishing village Cumpat family. This program is held through learning in practice with the assess directly the success rate of such activites. Through this program are enthusiastic and the spirit of very high to participants seen from the response. The average of program successful rate is about 90%. Packaging and marketing are also given in the program and not only produce but the skill of entrepreneurship. By utilizing the potential of area in this training can crate new product of process shellfish namely snow scallops. Keywords: Non Formal Education Program, Training, Shellfish Snow

AbstrakPelaksanaan Pendidikan Non Formal Melalui Pelatihan Keterampilan Berdasar Potensi Lokal (dengan pengolahan kerang salju untuk istri nelayan di Desa Cumpat Kecamatan Kedung Cowek, Bulak, Surabaya), melalui salah satu program pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk memberikan pelatihan keterampilan dan keahlian untuk para istri nelayan di desa nelayan Cumpat. Program ini diselenggarakan melalui pembelajaran teori dan praktek dengan menilai secara langsung tingkat keberhasilan kegiatan

Page 8: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

2 JPNF Edisi 13 2015

tersebut. Melalui program ini antusiasme dan semangat yang sangat tinggi dari peserta terlihat dari hasil tanggapan peserta. Rata-rata tingkat keberhasilan program sekitar 90%. Materi pengemasan dan pemasaran juga diberikan dalam program ini termasuk materi kewirausahaan. Dari upaya memanfaatkan potensi lokal dalam pelatihan ini bisa dihasilkan produk baru dari pengolahan kerang khususnya kerang salju.Kata kunci: Non Formal Program Pendidikan, Pelatihan, Kerang Salju

PENDAHULUANKesulitan dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang

diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

Pendidikan nonformal akan membantu tantangan dan kesulitan dalam kehidupan baik yang diakibatkan oleh faktor lingkungan maupun oleh potensi atau sumber daya alam yang tidak bersahabat melalui banyak program pendidikan nonformal ini akan membantu mereka keluar dari kesulitan yang sedang menghadang mereka. Dengan adanya pendidikan nonformal tersebut akan mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada melalui analisis kebutuhan warga sekitar.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia yaitu dengan melaksanakan pelatihan. Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Jalal, Supriadi, 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah

Page 9: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

3JPNF Edisi 13 2015

dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah.

Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat

Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya, ini teletak pada bagaian timur Surabaya yaitu daerah pesisir, mayoritas warganya berprofesi sebagai nelayan, pendidikan di daerah ini sudah dapat dikatakan luamayan menjangkau pada semua kalangan, untuk pendidikan bagi anak sudah tersedia di balai desa setempat yaitu PAUD, dan di desa ini juga sudah ada lembaga sekolah dasar dan untuk sekolah SMP dan SMA pun letaknya tidak begitu jauh dari desa tersebut, jadi mayoritas pendidikan masyarakat setempat masih menjangkau standar wajib 9 tahun belajar.

Pendidikan nonformal juga berbasis masyarakat yaitu dijelaskan dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, bahwa arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan itu maka perlu adanya pelatihan yang berbasis potensi daerah tersebut. Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu.Dengan demikian pelatihan merupakan proses membantu para tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa latihan berhubungan dengan efektivitas pekerjaan individu tenaga kerja dan hubungan antar tenaga kerja yang dikembangkan guna memudahkan pencapaian tujuan.

Dalam UU sisdiknas No. 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut :

Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis 1.

Page 10: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

4 JPNF Edisi 13 2015

masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan 2. dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat 3. bersumber-dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh 4. bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana 5. dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat

dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya.Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.

Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip prinsip sebagai berikut:

Self determination1. (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.Self help2. (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.

Page 11: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

5JPNF Edisi 13 2015

Leadership development3. (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.Localization4. (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.Integrated delivery of service5. (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.Reduce duplication of service6. . Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.Accept diversity7. (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.Institutional responsiveness8. (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.Lifelong learning9. (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.Tujuan pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat mengarah

pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian

Page 12: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

6 JPNF Edisi 13 2015

terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisasi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisasi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain .

Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal setidak-tidaknya mempersyaratkan lima hal (Sudjana, 1984). Pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh. Kedua, ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah.

Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata. Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kelima, aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.

Page 13: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

7JPNF Edisi 13 2015

Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pendidikan tersebut sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang tepat akan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Pembangunan/pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan.

Pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat sebagai istilah-istilah yang dimaksud dalam pembahasan ini mengandung arti yang bersamaan.Pengembangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan, bila dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan suatu ketimpangan, sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk mencoba lebih seimbang diantara keduanya.pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat tersebut menunjukkan suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi untuk memajukan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yang dilakukan di dalam satu kesatuan wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa terdiri dari daerah pedesaan atau daerah perkotaan. Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan kualitas kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau lingkungannya ke arah yang lebih baik.

Program pelatihan untuk para istri nelayan ini masih mulai dirintis oleh salah seorang wanita yang tergugah hatinya untuk mencoba memanfaatkan hasil nelayan di Desa Cumpat, Kelurahan Kedung Cowek, Surabaya ini cukup banyak dengan harga jual yang murah.Ide muncul untuk mencoba memberdayakan masyarakat sekitar dimulai dari istri para nelayan untuk menambah penghasilan keluarga. Faktor ekonomi yang menjadi alasan utama dalam pelatihan pemanfaatan kerang ini. Lingkungan yang kurang mendukung dengan skill minim yang dimiliki masyarakat sekitar mengakibatkan tidak berkembangnya kreativitas mereka dan menyebabkan kurangnya penghasilan yang mereka miliki. Kurang memahami dan mengikuti perkembangan teknologi juga merupakan faktor yang menghambat perkembangan

Page 14: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

8 JPNF Edisi 13 2015

mereka untuk menjadi masyarakat yang maju.Secara geografis wilayah ini sangat dekat dengan pantai, karena itu

mayoritas masyarakat disini berkerja sebagai nelayan dan para istrinya hanya berdiam diri di rumah sesuai tugas rumah tangga yang ada. Desa Cumpat ini juga terletak jauh dari perkotaan, masih terlihat kumuh dan sangat gersang. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang berada didaerah lain jarang untuk berkunjung ke desa ini kecuali ada acara atau event besar yang diadakan pemerintah kota.

Minimnya pendidikan dan skill yang dimiliki oleh para istri nelayan menyebabkan pendapatan dalam rumah tangga mereka hanya bergantung pada suami mereka yang hanya sebagai nelayan, oleh sebab itu dengan adanya permasalahan tersebut perlu adanya solusi untuk dapat menambah pendapatan mereka melalui pelatihan ini yang bertujuan menambah skill para ibu nelayan agar bisa lebih mandiri dan mengingkatkan pendapatan mereka.

Dengan melalui implementasi Program PNF Melalui Pelatihan Keterampilan Berbasis Potensi Lokal (Pengolahan Kerang Salju Bagi Istri Nelayan di Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya) maka peserta didik dapat menambah skill dan ketrampilan untuk meningkatan perekonomian mereka.

PEMBAHASANPelatihan Berbasis Potensi Lokal

Jumlah kemiskinan di Indonesia pada tahun 2013 meningkat yaitu pada bulan September 2013 sebesar 28,55 juta jiwa tercatat sebagai penduduk miskin dan meningkat sebesar 11.47 persen dibandingkan maret 2013 meningkat sebesar 480 ribu jiwa, jumlah yang fantastis ini lebih besar berada di pulau Jawa. Kemiskinan ini salah satu penyebabnya yaitu pendidikan yang kurang merata pada semua kalangan masyarakat Indonesia banyak masyarakat yang belum menggapai pendidikan formal maka oleh sebab itu pendidikan nonformal memiliki peranan untuk melengkapi pendidikan formal yaitu membantu memberikan pendidikan melalui jenjang nonformal salah satu program pendidikan nonformal tersebut yaitu pelatihan, yaitu pelatihan memiliki banyak ragam salah satunya yaitu pelatihan keterampilan berbasis potensi lokal yang ada di salah satu daerah yang ada di Indonesia.

Peningkatan keterampilan masyarakat melalui pelatihan ini

Page 15: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

9JPNF Edisi 13 2015

mendorong untuk membantu kearah kemandirian dalam kehidupan mereka dan berperan penting dalam rangka memberantas pengangguran dan kemiskinan di daerah seluruh Indonesia. Pengembangan sektor perekonomian melalui pemanfaatan potensi lokal daerah ini merupakan sasaran program pendidikan nonformal. Sebelum menentukan salah satu jenis pelatihan maka harus diadakan tindakan analisis kebutuhan sumber belajar dimana kebutuhan merupakan kesenjangan antara keadaan dengan apa yang seharusnya terjadi sehingga dapat diketahui jenis pelatihan apa yang harus diterapkan agar sejalan dengan visi misi yang sudah direncanakan diawal.

Sebelum melakukan sebuah kegiatan pelatihan maka hal yang perlu diperhatikan saat menganalisis kebutuhan dan sumber belajar yaitu:

Melihat keadaan daerah tersebut1. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk 2. memperoleh informasi yang dibutuhkan

Menganalis kebutuhan masyarakat sekitara. Melihat potensi yang dapat menunjang keberhasilan kegiatan b. pelatihanMerumuskan dan merencanakan kegiatan pelatihanc.

Setelah dilakukannya analisis kebutuhan warga belajar akan mempermudah dalam melaksanakan sebuah kegaitan pelatihan karena jika pada dasarnya kunci mengajar pda tataran orang dewasanya yaitu mereka menginginkan adanya feedback yaitu timbale balik antara tutor dan warga belajar agar tidak seakan- akan tutor yang menggurui dan warga belajar akan merasa percaya diri jika ada feedback yang dilakukan, kunci yang selanjutnya yaitu sesuai apa yang warga belajar inginkan jadi ini juga merupakan sebuah dasar diadakannya sebuah analisis kebutuhan warga belajar. Jadi, setiap kegiatan program PNF harus diperhatikan sasaran yang sedang dihadapi sehingga dapat diketahui strategi dan metode yang digunakan saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Implementasi program PNF melalui Pelatihan Berbasis Potensi Lokal ini merupakan salah satu jenis pelatihan dimana dapat membantu masyarakat sekitar untuk mengelola potensi yang ada di daerah tersebut untuk lebih menghasilkan ekonomi sesuai yang telah direncanakan bersama. Jenis pelatihan ini dianggap lebih efektif dan efisien karena masyarakat dapat meningkatkan nama daerah tersebut

Page 16: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

10 JPNF Edisi 13 2015

melalui pengangkatan potensi mereka untuk diolah menjadi makanan yang memiliki daya jual tinggi. Penyajian Hasil Pelatihan

Implementasi Program PNF Melalui Pelatihan Keterampilan Berbasis Potensi Lokal (Pengolahan Kerang Salju Bagi Istri Nelayan di Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya) merupakan program pendidikan nonformal yang berada pada tataran pendidikan nonformal berbasis masyarakat yang dilakukan atas analisis potensi daerah yang dapat dimanfaatkan dalam membangun sebuah perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Untuk melaksanakan sebuah kegiatan harus membuat kerangka pemecahan masalah terlebih dahulu, berikut merupakan kerangka pemecahan masalah kegiatan pelatihan :

Gambar 1. Kerangka Pemecahan MasalahDari kerangka pemecahan masalah tersebut maka alur yang pertama

yaitu analisis situasi, yakni sudah digambarkan pada pendahuluan. Lokasi terletak di daerah pesisir yang memiliki potensi besar dari hasil laut. Sumber perekonomian yang mereka miliki sebagian besar

Page 17: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

11JPNF Edisi 13 2015

bersumber dari hasil lautan. Pendidikan yang seadanya memicu masyarakat tesebut untuk hanya sekedar berdiam dan memanfaatkan potensi yang ada dengan sederhana tanpa berfikir untuk mengolahnya menjadi lebih tinggi tingkat jualnya. Motivasi sangat dibutuhkan untuk merangsang para warga tersebut terutama pada sasarannya para ibu atau istri nelayan yang hanya menjadi seorang ibu rumah tangga biasa. Minimnya keterampilan mereka dikarenakan pendidikan dan lingkungan yang kurang peka terhadap kemajuan teknologi yang sangat pesat.

Dari uraian kerangka tersebut maka dalam pelaksanaannya yang pertama yaitu melihat potensi yang ada di daerah tersebut kebetulan daerah ini berada di dekat pantai yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan dan salah satu hasil nelayan yaitu kerang, yang jika kerang dijual dengan keadaan biasa tanpa olahan akan hanya mendapatkan uang yang sedikit dan apabila diolah lebih baik lagi yaitu berupa makanan ringan pasti akan meningkat daya jualnya dan yang berimbas pada peningkatan ekonomi mereka. Dengan seperti itu melalui program labsite salah satu kelompok mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah diadakannya sebuah pelatihan di desa tersebut dengan tujuan Bambang Wahyudi (dalam Sugiarto, 2005:14) mengemukakan tujuan khusus dari suatu pelatihan, yaitu: (a). Meningkatkan produktivitas, (b). Meningkatkan kualitas, (c). Meningkatkan mutu perencanaan tenaga kerja, (d). Meningkatkan semangat tenaga kerja, (e). Sebagai balas jasa tidak langsung, (f). Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, (g). Mencegah kekadaluwarsaan, (g). Kesempatan mengembangkan diri. Dengan tujuan pelatihan itu maka pelatihan ini membawakan sebuah resep olahan kerang yang bernama “Kerang Salju”.

Dalam proses pelatihan ini sistem pembelajarannya menggunakan metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL) metode ini merupakan kombinasi antara materi dan praktek secara langsung. Proses evaluasi kegiatan pelatihan ini melalui evaluasi proses yaitu fasilitator secara langsung melihat dan mengamati proses pembelajaran selanjutnya yaitu evaluasi hasil atau produk yaitu melihat ketercapaian peserta didik dalam menyelesaikan sebuah produk pelatihan.

Dari pendapat para peserta pelatihan yang merupakan evaluasi dari kegiatan pelatihan ini, dapat disimpulkan hasilnya dari sejumlah

Page 18: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

12 JPNF Edisi 13 2015

aspek penilaian. Cara penyampaian materi atau dalam penjelasan resep kerang salju memiliki penilaian yang sangat baik. Dari 53% peserta pelatihan dan 45% penilaian baik jadi dapat dikatakan sangat baik dalam segi penyampaian. Selanjutnya ketepatan dalam menjawab pertanyaan peserta pelatihan juga mendapatkan penilaian yang tinggi yaitu 53% sangat baik dan 5% baik. Dari aspek pelayanan terhadap peserta pelatihan mendapat angka 53% baik, teknis pelatihan mendapat angka 53% sangat baik, metode yang diberikan dalam pelaksanaan pelatihan mendapatkan angka 67% baik, media dalam pembelajaran mendapatkan nilai yang sangat tinggi yaitu 74% sangat baik.

Untuk alat yang digunakan dalam pelatihan mendapat angka 67% sangat baik, kemampuan komunikasi dengan peserta pelatihan yaitu 74% sangat baik, aspek manfaat yang diperoleh peserta didik mendapatkan angka 53% sangat baik serta yang terakhir berupa manfaat dan respon terhadap pelatihan sebanyak 60% sangat baik dan 40% lainnya terkategori baik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program pelatihan ini peserta didik mampu menyerap materi yang diberikan dengan baik. Peserta pelatihan juga menginginkan adanya perkembangan dan kelanjutan dari pelatihan ini karena angka yang tinggi dari penilaian tersebut maka dapat dikatakan pula kegiatan pelatihan ini berjalan dengan baik dan sukses.

Partisipasi peserta pelatihan dapat dikatakan tinggi karena mencapai angka 97%. Melihat tingginya antusiasme peserta, diharapkan mereka dapat berkembang dan makin maju dalam berwirausaha khususnya dalam pengembangan pengolahan kerang.

Pelatihan diberikan kepada 15 istri nelayan yang dibagi dalam tiga kelompok kecil dengan satu pendamping di setiap kelompok. Pembagian ini menjadikan pembelajaran lebih efektif. Pendampingan dilakukan selama delapan kali pertemuan dengan kurun waktu kurang lebih satu bulan. Dalam waktu itu diharapkan pendampingan dapat berjalan efektif.

Pelaksanaan pelatihan dilaksanakan di Sentra Ikan Bulak (SIB). Pada pelaksanaannya setiap pergantian resep selalu diberikan modul berisi resep yang dibutuhkan atau yang sudah terjadwal. Dengan demikian program dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Program ini dikatakan berhasil apabila dapat diterima peserta sebesar 90% serta

Page 19: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

13JPNF Edisi 13 2015

berkurangnya angka pengangguran di daerah tersebut.Pelaksanaan program pelatihan pemanfaatan kerang di Desa

Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya telah dilaksanakan dengan baik. Target dari pendampingan telah mencapai 100% dimana kegiatan inti dari pelatihan telah terlaksana dan kehadiran peserta mencapai 97%. Para peserta hampir seluruhnya mengikuti pertemuan yang telah disepakati sejak awal.

Melibatkan peserta didik yang aktif merupakan strategi yang diandalkan karena pelatihan akan dapat diterima peserta dengan baik, sehingga program yang diberikan merupakan pemecahan masalah dalam masyarakat tersebut.

Secara kognitif peserta pelatihan mengalami peningkatan, yaitu:Peserta pelatihan memahami bahan- bahan untuk mengelola 1. kerangPeserta pelatihan dapat mengelola kerang dengan bermacam 2. variasiPeserta dapat mengembangkan pengelolaan kerang dengan 3. berbagai model Peserta mampu memproduksi resep yang sudah diberikan4. Kemandirian untuk mengembangkan sebuah usaha merupakan

tolok ukur keberhasilan dari pendampingan.

PENUTUPImplementasi program PNF melalui Pelatihan Ketrampilan

Berbasis Potensi Lokal (Pengolahan Kerang Salju bagi Istri Nelayan di Desa Cumpat Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak Surabaya) ini merupakan salah satu program pendidikan nonformal yaitu kegiatan pelatihan yang menitik beratkan pada potensi daerah tersebut melalui pengolahan kerang yang dijadikan makanan ringan yang memiliki daya jual tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar selain itu juga menambah skill dan ketrampilan masyarakat selain itu juga dapat mengisi waktu luang mereka untuk mrnghasilkan tambahan pendapatan.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 15 peserta pelatihan dengan didampingi 6 fasilitator yang memiliki tugas berbeda- beda. Dengan hasil data yang diperoleh yaitu antusias peserta pelatihan maupun fasilitator sangat tinggi terlihat dari apresiasi kehadiran dalam kegiatan pelatihan.

Page 20: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

Yusuf, Pelatihan Berbasis Potensi Lokal

14 JPNF Edisi 13 2015

SARANMelalui kegiatan pelatihan ini maka diharapkan banyak inovasi yang

muncul untuk meningkatkan pendapatan dan kreatifitas masyarakat sekitar. Kesadaran untuk para warga juga sangat penting untuk lebih mengoptimalkan dan memaksimalkan kegiatan pelatihan seperti ini dan perlunya bimbingan yang sangat ekstra karena sangat minimnya keterampilan yang dimiliki oleh para istri nelayan.

DAFTAR PUSTAKAhttp://henny2011.wordpress.com/2011/05/14/konsep-pelatihan/

(Diakses pada tanggal 24 November 2014 pukul 10.01 WIB)http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/pendidikan-

nonformal/ (Diakses pada tanggal 24 November 2014 pukul 10.01 WIB)

Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa, (1981). Pendidikan Sosial, Usaha Nasional,Surabaya

Sudjana SF, Djudju. (1983). Pendidikan Nonformal (Wawasan-Sejarah-Azas), Theme, Bandung.

Tilaar, H.A.R (1997) Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Grasindo, Jakarta, Cetakan Pertama.

ht tp ://vent idanokarsa .b logspot .com/2009/05/eva luas i -pembelajaran.html (Diakses pada tanggal 25 November 2014 pukul 21.43 WIB)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerang (Diakses pada tanggal 29 November 2014 pukul 20.37 WIB)

http://id.swewe.net/word_show.htm/?91288_1&Noble_scallop_shell_kerang (Diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 20.47 WIB)

http://pemudaindonesiabaru.blogspot.com/2012/09/panduan-cara-menulis-artikel-ilmiah.html(Diakses pada tanggal 08 Desember 2014 pukul 14.40 WIB)

http://www.voaindonesia.com/content/bps-inflasi-kemiskinan-meningkat-pada-2013/1822602.html(Diakses pada tanggal 08 Desember 2014 pukul 14.57 WIB)

http://harisnst33.blogspot.com/2011/09/identifikasi-kebutuhan-pembelajaran.html(Diakses pada tanggal 08 Desember 2014 pukul 15.17 WIB)

Page 21: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

15JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

TINJAUAN PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Nining Ratnaningsih

Abstract Environment is very influential factor in the process of early childhood education learners. As we realize that family environment, social environment, and school environment, are very much involved in determining the success of early childhood education learners process. There are four patterns of relation between the learners and their environments. They are disharmony, utility, participation, and adaptation. Considering the very young learners of early childhood education, they are not critical and receptive toward their environments so the ways they respond to the environment are influenced by how their parents and teachers percept them. Either physical or non-physical environment commonly characterizes their psychology, physiology, and behavior.

Abstrak Lingkungan adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pendidikan peserta didik pendidikan anak usia dini. Seperti kita sadari bahwa lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan sekolah sangat terlibat dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan peserta didik pendidikan anak usia dini. Ada empat pola hubungan antara peserta didik dan lingkungan mereka, yaitu: ketidakharmonisan, utilitas, partisipasi, dan adaptasi. Mengingat usia peserta didik sangat muda pada pendidikan anak usia dini, mereka tidak kritis dan cenderung menerima terhadap kondisi lingkungan mereka, sehingga cara mereka menanggapi lingkungan dipengaruhi oleh bagaimana orang tua dan guru mempengaruhi persepsi mereka. Hal ini berlaku bagi lingkungan fisik maupun non-fisik yang biasa membentuk psikologi, fisiologi, dan perilaku mereka.Keywords : Environment, Physiology, Psychology.

Page 22: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

16 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

LATAR BELAKANGProses pendidikan maupun proses pengajaran membutuhkan proses

interaksi pada sebuah kondisi tempat, waktu, program, materi ajar, guru, cara evaluasi dan tujuan. Di samping itu, baik keberhasilan proses pendidikan maupun proses pengajaran ditentukan oleh faktor-faktor yang sama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor psikologis di antaranya faktor minat, sikap, bakat, dan kecerdasan anak. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jadi secara eksternal keberhasilan proses pendidikan ditentukan oleh kondisi keluarga, apakah orang tua dalam hal ini memahami tujuan dan proses pendidikan anaknya. Sistem dalam keluarga harus diarahkan mendukung sistem yang dibangun di sekolah bagi anaknya.

Faktor kedua adalah lingkungan masyarakat. Apabila sistem nilai yang dipegang oleh masyarakat tidak sama dengan yang ada di sekolah dan di keluarga, besar kemungkinan proses pendidikan juga akan gagal. Alasannya intensitas anak berada di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat lebih besar jika dibandingkan dengan intensitasnya di sekolah.

Dengan kata lain, keberhasilan proses pendidikan ditentukan oleh faktor eksternal yaitu lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Ketiga lingkungan ini hendaknya selalu berusaha mensinergikan tujuan pendidikan, proses pendidikan dan aparatur yang terlibat dalam proses pendidikan yang diinisiasi oleh lembaga penyelenggara pendidikan. Lembaga pendidikan bertanggung jawab mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pendidikan kepada lingkungan, keluarga anak, dan kepada para tokoh masyarakat.

Permasalahan yang sering muncul tentang pengaruh lingkungan terhadap anak adalah pengaruh lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah terhadap keberhasilan anak secara psikologis, fisiologis dan perilaku belum disadari secara luas oleh para penyelenggara pendidikan.

Kegagalan memahami pengaruh lingkungan secara psikologis oleh ketiga pihak tersebut diatas sebagai pihak yang bertanggung jawab menyebabkan gagalnya proses pendidikan yang ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dari anak.

Page 23: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

17JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

PSIKOLOGI LINGKUNGANPendidikan ilmiah tentang dampak lingkungan terhadap perilaku

manusia telah dimulai sejak lahirnya psikologis ilmiah, yaitu ketika para psikolog abad ke 19 mengamati persepsi manusia tentang rangsang-rangsang lingkungan seperti: cahaya, tekanan dan suara. Dengan ditemukannya psikologi perilaku pada awal abad ke 20 para psikolog mulai mempelajari peristiwa-peristiwa lingkungan yang dianggap sebagai penguat (reinforcer) proses belajar manusia, penampilan dan interaksi sosial. Tidak lama kemudian Lewin (1951) memberikan rumusan perilaku (behavior = B) sebagai fungsi dari kepribadian (personality = P) dan lingkungan (environment = E) dengan bentuk rumus (B = ≠ (P.E)). Kemudian para psikolog kembali melakukan penelitian dengan fokus perhatian pada rekayasa lingkungan dan faktor-faktor manusia dan mengamati dampak lingkungan seperti: panas dan dingin yang sangat berbeda, tingkat kebisingan suara, ukuran ruangan terhadap tampilan dan efisiensi kerja manusia.

Psikologi lingkungan adalah sebagai ilmu yang membahas hubungan tibal balik antara perilaku dan lingkungan baik lingkungan buatan maupun lingkungan alami. Lingkungan disini termasuk kepadatan (crowding) dan jarak pribadi (personal space) yang mencakup komponen fisik dan sosial. Berikut ini beberapa definisi psikologi lingkungan. Psikologi lingkungan adalah sebagai disiplin yang memperhatikan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisiknya (Heimstra dan MCFarling, 1994). Psikologi lingkungan dapat diartikan sebagai upaya untuk membentuk hubungan empiris dan teoritis antara perilaku dan pengalaman seseorang dengan lingkungan bentuk-bentukannya (Bell dan Fisher, 1999). Jadi bisa kita simpulkan bahwa psikologi lingkungan adalah studi tentang hubungan timbal balik antara perilaku manusia dengan lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial.

Woodworth (dalam Gerungan, 1978 : 55) mengatakan bahwa pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu dan lingkungannya, yaitu :

Individu dapat bertentangan dengan lingkungannya.1. Untuk menjaga kelestarian atau kelangsungan hidupnya, individu dengan sangat terpaksa harus menentang atau melawan lingkungan yang mengganggunya bahkan membahayakan hidupnya. Individu akan mempertahankan diri dari berbagai ancaman dan gangguan

Page 24: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

18 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

lingkungan. Individu dapat menggunakan lingkungannya2. Selain menentang atau melawan lingkungan, individu juga bisa me-manfaatkan atau menggunakan lingkungan. Hal ini terjadi karena lingkungan dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang positif seperti bermacam-macam makanan, minuman, air, kayu dan se-bagainya.Individu dapat berpartisipasi dengan lingkungannya3. Tidak selamanya lingkungan bersifat statis, tetapi bersifat dinamis dan berubah-ubah. Dengan kata lain lingkungan melalui suatu proses tertentu dapat diubah-ubah atau dibentuk oleh manusia. In-dividu bisa berpartisipasi aktif dalam menjaga dan mengatur ling-kungan tempat tinggalnya yang nyaman dan asri dan sebagainya.Individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya4. Dalam hubungan ini individu kadang-kadang harus mengubah lingkungan untuk kepentingan dirinya sendiri atau mengubah di-rinya sendiri sesuai tuntutan lingkungan tempat dia berada.

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKUKebisingan1. Secara umum kebisingan atau suara mempunyai dua dampak kepada

manusia yaitu dampak secara fisiologis dan dampak secara psikologis. Dampak terhadap manusia sekitar secara fisiologis yaitu berupa kehilangan pendengaran. Suara yang keras (sekitar 150 dB/desibel) dapat memutuskan gendang pendengaran dan bagian-bagian lainnya dari syaraf pendengaran. Kerusakan pada organ pendengaran juga terjadi pada tingkat suara antara 90–120 dB secara permanen maupun temporal dan juga merusak sel-sel kecil saluran selaput telinga

Selain berdampak berupa kehilangan pendengaran, kebisingan bisa juga menyebabkan gangguan kesehatan fisik berupa ketegangan pembangkitan (arousal dan stres). Ketegangan sangat berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi dan bisul. Kebisingan dalam intensitas yang sangat tinggi bisa menimbulkan penyakit mental seperti sakit kepala, kebencian, ketidakstabilan emosi, kehilangan daya argumentasi, kecemasan, impotensi seksual dan perubahan suasana hati.

Selain itu kebisingan dapat mempengaruhi psikologi, contohnya

Page 25: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

19JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

timbul perubahan perilaku sosial seperti menimbulkan jarak antar pribadi. Dengan kebisingan 84 dB akan menyebabkan kehilangan rasa suka terhadap orang lain. Kebisingan selain itu juga bisa menyebabkan perilaku agresif dan kehilangan rasa keinginan menolong orang lain. Kebisingan yang bisa menyebabkan perilaku agresif adalah pada 60 dB.

Cuaca 2. Salah satu faktor penentu adalah temperatur. Di sini akan dibahas

pengaruh temperatur atau cuaca panas dan dingin terhadap perilaku manusia. Hasil penelitian menunjukkan hal beragam tentang pengaruh cuaca atau temperatur tinggi yaitu :

Cuaca panas tidak mempengaruhi tampilan kerja seseorang• Cuaca panas dapat menggangu tampilan kerja• Cuaca panas dapat meningkatkan (memperbaiki) tampilan kerja• Di sisi lain cuaca panas bisa mempengaruhi perilaku sosial. Pengaruh

tersebut berupa menurunnya daya tarik atau atraksi atau atraksi karena pengaruh cuaca panas yang tidak menyenangkan. Selain itu cuaca panas akan menyebabkan perilaku seseorang menjadi agresif.

Selain cuaca panas, cuaca dingin juga yang terus menerus akan mengakibatkan penyakit sesak napas dan radang tenggorokan. Cuaca dingin (160C) bisa menyebabkan seseorang memiliki perasaan negatif. Konsekuensinya cuaca dingin juga bisa menyebabkan perilaku agresif seperti bahaya pada cuaca panas. Pengaruh cuaca dingin (130C) bisa mempengaruhi tampilan kerja berupa menurunnya efisiensi dalam hal waktu reaksi, keahlian atau kecakapan kerja dan kecekatan/ keterampilan dsb. Dan cuaca dibawah 130C akan memperngaruhi tampilan kerja seseorang.

Polusi Udara 3. Sudah dikenal luas bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap

kesehatan manusia. Menghirup udara kotor terus menerus bisa mengakibatkan kerusakan pada organ pendengaran dan pengelihatan, penyakit parkinson, epilepsi, sakit kepala, kelelahan, gangguan pada ingatan dan gejala-gejala kegilaan, sukar tidur, kejengkelan, depresi dan penyakit kanker.

Pengaruh polusi udara yang mengandung konsentrasi karbondioksida (CO) terutama pada 25 sampai 125 ppm (part per million) di jalan raya jam sibuk. Selama 90 menit dengan konsentrasi monoksida 50

Page 26: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

20 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

ppm bisa memengaruh tampilan kerja berupa menurunnya kecepatan reaksi (respons) menurunnya keterampilan manual dan menurunnya keterampilan manual dan menurunnya konsentrasi perhatian.

Pengaruh polusi udara terhadap perilaku sosial ada dua kemungkinan. Pertama apabila persoalan polusi udara menjadi sesuatu yang perlu dibahas diantara penghirup ini akan mengeratkan hubungan. Tetapi kalau tidak menjadi sesuatu yang perlu dibahas akan merenggangkan hubungan sosial. Pada polusi udara tingkat tinggi akan menyebabkan perilaku agresif.

Angin 4. Hembusan angin yang cukup kencang akan menyebabkan hal-hal

sebagai berikut :Secara signifikan dapat menggoyahkan bada sehingga tidak bisa • berjalan dengan lurus.mengurangi waktu efektif sekitar 20 hingga 26 detik ketika memakai • jas hujan.mengurangi waktu efektif sekitar 30% ketika memasang penutup • kepalameningkatkan frekuensi kedipan mata sekitar 12 hingga 18 kedipan • setiap menitnya.mengurangi waktu efektif dalam memilih kata-kata dari sauatu • surat kabarmenyebabkan banyak air yang tumpah pada saat menuangkan air • ke dalam gelas mengakibatkan munculnya perasaan dan pemahaman yang negatif • tentang anginpada saat angin hangat dan kering yang berasal dari daerah

pegunungan di Amerika bertiup dilaporkan sering terjadi depresi, ketegangan dan kecelakaan lalu lintas. Selain itu angin gurun pasir yang panas bisa i banding menurunkan sektor-sektor intelegensia, gangguan emosi, bersifat ekspresif. Di Amerika angin ribut bisa meningkatkan kenakalah siswa, kriminalitas dan kejahatan remaja.

Kepadatan 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja

pada tempat padat lebih cemas dan tidak senang. Pengaruh kepadatan terhadap perasaan negatif lebih kuat terjadi pada laki-laki dibanding pada wanita dalam kondisi kepadatan yang tinggi akan mendorong

Page 27: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

21JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

laki-laki untuk lebih berkompetensi dan mendorong wanita untuk lebih bersosialisasi antar sesamanya.

Pengaruh lain kepadatan terhadap perilaku sosial adalah penarikan diri dari keramaian sehingga mereka lebih nyaman berada pada tempat yang tidak padat dan bisa berdiskusi tentang sebuah topik lebih nyaman di tempat yang tidak terlalu padat. Pengaruh selanjutnya dari kepadatan terhadap tingkah laku pro sosial adalah bahwa orang yang tinggal di tempat padat terdapat tingkah laku kurang menolong. Dalam hal tingkah laku agresif, laki-laki dalam kepadatan menunjukkan perilaku agresif dan wanita tidak.

PEMBAHASANUpaya yang bisa dilakukan supaya semua pihak memahami dan

menyadari bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku anak. Pemerintah perlu secara rutin menyadarkan pihak sekolah penyelenggara pendidikan bahwa unsur-unsur lingkungan fisik dan non fisik menjadi faktor penentu keberhasilan proses pendidikan. Adapun faktor lingkungan fisik diantaranya gunung, laut, sungai, huta, matahari, dan sebagainya. Faktor lingkungan non fisik adalah lingkungan sosial dimana diantar individu terdapat interaksi antar anggota yang satu dengan anggota yang lain.

Langkah berikutnya adalah kemudian pihak sekolah mensosiallisasikan pemahamannya tentang pengaruh lingkungan terhadap kepribadian fisik dan perilaku anak kepada pihak orang tua peserta didik. Sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah ialah dengan cara mengundang para orang tua ke sekolah secara periodik.

Selanjutnya baik pemerintah maupun sekolah sebagai lembaga pendidikan bersama-sama mencerdaskan masyarakat umum terutama tentang pengaruh lingkungan terhadap perilaku fisik dan kepribadian anak pra sekolah dan anak usia sekolah.

Berikut dibawah ini ialah cara anak-anak berinteraksi dengan lingkungannya.

Menentang Lingkungana. Anak-anak dalam upaya menjaga keberadaanya dengan terpaksa mereka harus melawan dan menentang lingkungannya yang dianggap menggangu atau membahayakannya. Dalam hal ini orang tua di keluarga anak harus memahami betul

Page 28: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

22 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

anaknya tinggal pada lingkungan yang tidak cocok. Dan kalau lingkungan ini terjadi di sekolahnya para pengelola pendidikan juga harus menyadari bahwa anak didiknya tidak cocok dengan lingkungan sekolahnya.Menggunakan lingkunganb. Pada lingkungan seperti ini, anak-anak dapat memanfaatkan lingkungan karena lingkungannya dapat memberikan pengaruh positif kepada anak-anak. Dalam hal ini lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah sudah sesuai kebutuhan anak. Pada lingkungan yang seperti ini orang tua dan sekolah harus membantu memfasilitasi anak, memanfaatkannya seoptimal mungkin sehingga kejiwaan dan perilakunya tumbuh maksimal dan positif.Berpartisipasi dengan lingkunganc. Pada lingkungan seperti ini anak-anak dapat berpartisipasi aktif dalam rangka mengikuti perubahan lingkungannya. Partisipasi anak pada lingkungannya menunjukkan adanya saling ketergantungan dan saling memanfaatkan. Orang tua dan sekolah harus menciptakan suasana yang mendorong anak peduli pada lingkungan sehingga terbentuk pribadi dan perilaku positif. Menyesuaikan diri dengan lingkungand. Dalam keadaan tertentu orang tua harus mengubah lingkungannya supaya anak merasa nyaman atau sebaliknya orang tua harus mampu mengubah pribadi dan perilakunya supaya anaknya bisa hidup nyaman dengan lingkungannya. Hal ini juga bisa terjadi di lingkungan sekolah

Dibawah ini adalah bentuk-bentuk lingkungan yang berpengaruh pada pribadi dan perilaku anak :

Kebisingan1. Secara umum kebisingan mempunyai dampak fisiologis dan psikol-ogis , secara fisiologis kebisingan bisa menurunkan pendengaran anak secara permanen atau temporal. Orang tua dan para pendidik perlu memperhatikan daya dengar anak-anak didiknya. Apabila ada anak didik yang bermasalah pada pendengarannya, orang tua dan guru harus segera cek lingkungannya.

Page 29: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

23JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

Pengaruh secara psikologis kebisingan bisa mempengaruhi anak berupa ketegangan, darah tinggi, kebencian, kehilangan daya argu-mentasi, ketidakstabilan emosi, kecemasan, impotensi dan peruba-han suasana hati, kebencian pada orang lain, pada laki-laki : agresif, tidak ada keinginan menolong orang lain.Cuaca2. Cuaca atau temperatur panas atau dingin bisa berpengaruh ter-hadap kejiwaan dan perilaku anak-anak peserta didik. Ada tiga tingkatan pengaruh cuaca panas pada perilaku anak didik yaitu : mempengaruhi perilaku, menggangu perilaku dan meningkatkan perilaku atau memperbaiki perilaku belajar. Selain itu cuaca panas bisa mempengaruhi perilaku sosial anak berupa menurunnya daya tarik karena cuaca panas tidak menyenangkan. Cuaca panas juga bisa membuat perilaku anak menjadi agresif. Selain cuaca panas, cuaca dingin bisa menyebabkan anak mengalami sesak napas dan radang tenggorokan. Cuaca 16 0C bisa menyebabkan anak memiliki perasaan negatif, namun cuaca dingin juga bisa menyebabkan peri-laku agresif pada anak didik. Cuaca dingin 13 oC bisa menurunkan tampilan belajar anak, tidak efisiensinya waktu reaksi, menurunnya harapan belajar, kecekatan atau keterampilan anak.Orang tua dan pihak sekolah hendaknya mengatasi kondisi cuaca ekstrim dengan cara menyiapkan alat pendingin atau penghangat.Polusi Udara3. Terhadap perilaku sosial polusi udara akan menyebabkan hubungan antar anak-anak semakin erat apabila masalah polusi udara menjadi masalah yang perlu dibahas. Kalau polusi tidak menjadi hal yang perlu dibahas diantara mereka orang tua dan sekolah, hubungan mereka menjadi renggang.Angin4. Angin sangat berpengaruh terhadap perilaku anak-anak didik teru-tama tiupan angin kencang dalam bentuk goyangan pada saat ber-jalan, tidak efektif karena harus pakai jaket dan penutup kepala, kedipan mata terganggu, tidak nyaman saat membaca, air di tump-ah pada saat dituang kedalam gelap. Terhadap psikologi anak-anak angin hangat dan kering bisa menyebabkan anak-anak depresi, ketegangan dan kecelakaan lalu lintas, menurunkan intelegensia, gangguan emosi dan ekspresif. Selain itu angin dapat mendorong

Page 30: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

24 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

anak-anak melakukan kriminalitas dan kenakalan.Kepadatan5. Lingkungan pendidikan dan tempat tinggal yang padat penduduk akan menyebabkan anak-anak didik mengalami gangguan psikolo-gis, fisiologis, perilaku para anak didik bisa mengalami gangguan cemas dan tidak senang terutama anak laki-laki. Mereka juga bisa mengalami gangguan perilaku secara sosial seperti menarik diri dari keramaian sehingga mereka merasa lebih nyaman di tempat yang tidak padat. Anak-anak yang tinggal di tempat padat memiliki tingkah laku yang tidak suka menolong sesamanya. Selain itu anak yang tinggal di tempat padat lebih sering melihat sisi jeleknya orang lain. Kepadatan juga menyebabkan menurunnya prestasi dan sua-sana hati anak didik.

KESIMPULANAda tiga macam lingkungan yang berhubungan dengan keberhasilan

sebuah proses pendidikan nonformal yaitu, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan lembaga pendidikannya sendiri. Lingkungan dapat dibagi secara umum menjadi lingkungan fisik dan non fisik.

Anak-anak akan mengalami empat macam pola hubungan dengan lingkungannya, yaitu bersifat bertentangan, memanfaatkan, berpartisipasi dan menyesuaikan diri. Dalam cara membangun pola hubungan mereka dengan lingkungannya, anak-anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang tua dan pendidik mempersepsi lingkungannya. Hal ini dikarenakan anak dengan usia yang sangat belia belum mempu berfikir kritis dan masih tergantung para orang tua dan para pendidiknya.

Faktor lingkungan baik fisik maupun non fisik dapat berpengaruh kepada unsur psikologi, fisiologi dan perilaku anak didik. Anak yang masih sangat reseptif sangat rentan dengan lingkungan yang bising, cuaca, polusi udara, angin dan kepadatan yang ekstrim. Jadi dapat disimpulkan bahwa selain unsur fisiologis, unsur psikologis atau kepribadian perilakunya adalah hasil dari sebuah bentukan lingkungan. Hasil bentukan inilah yang kemudian mewarnai berhasil tidaknya proses pendidikan anak usia dini.

Page 31: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

25JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

DAFTAR PUSTAKABandura, A.1973. Agression: A Social Learning Analysis. Prentice Hall,

New JerseyBell, P.A. Fisher, JD. Ecal.1978. Environmental Psychology. W.B Saunders

Company, PhiladelphiaBaron, R.A, and Byrne.D.1977.Environment and Social Behavior. Allyn

and Bogon, Inc., MassachusettesCohen, S. And Glass,S.C. et al. 1977. Environment and Health. Prantice-

Hall, New JerseyProshansky, H.M. 1976. Environment Psycholog and The Real World.

Saunders Company, PhiladelphiaSarwono, S.W. 1995. Psikologi Lingkungan. Gramedia, JakartaSichran, 1987. Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan.

Erlangga, JakartaSommer,B.and Sommer. R. 1991. A Practical Guide to Behavioral Research:

Tools and Techniques. Oxford University Press,New YorkStokols. P. (ed). 1977. Perspective on Environment and Behavior. Plenux,

New York

Page 32: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

26 JPNF Edisi 13 2015

Ratnaningsih, Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Usia Dini

Page 33: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

27JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

APLIKASI KONSEP DESA WISATA (KODEWA) SEBAGAI SOLUSI MENGURANGI LAJU URBANISASI DENGAN MENGGALI POTENSI DAN BUDAYA LOKAL (KAMPUNG INGGRIS PARE-KEDIRI SEBAGAI PERCONTOHAN)

Sugiarto

AbstractThe government’s efforts in creating a conducive climate for the birth of a perfect market, one solution that can be used is through the organization of local governments that rely on regional competitiveness based on the potential of the region. The assumption is very simple, if all districts / cities which numbered approximately 440-based competitive local potential, then nationally Indonesia has a bargaining position that can answer the global challenges. Given the country to be able megolah flexibility and solve development problems in the area, it will open opportunities to explore the potential of local and regional development to build Indonesia’s competitiveness with other countries.Seeing exposure to the above, to enhance competitiveness based on local potential, the author of the theme of a Tourist Village Character of English Village, located in Pare Kediri regency, East Java. Village is known as Bahasa village is predominantly rural with fluent english is suitable to be used as tourist villages not only in terms of nice scenery but also the culture and art is in it also deserves to be exhibited. Tourist Village offers tourists here to enjoy the real life of the area. In addition there is the tour program to enjoy the area attractions around the area. Tourists will be invited to enjoy the scenery and also lives in the village as well as introducing the culture is so typical kediri like kuda lumping art.The purpose of writing this paper is to provide development solutions Kampung Inggris, Pare with the concept of character-based rural tourism and the potential advantages of local culture capable of improving welfare.

Page 34: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

28 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

This scientific work is a theoretical study using the method of writing done with a descriptive analysis that is divergent. In this type of method, problems are described later in the search for theories associated with and related to the themes that will diangkat.Sifat divergent at this writing is intended that the previous theme of the writing comes from the theory then developed extensively and sought their application in everyday life. So the pattern of thinking which is widely used (divergent).The process of analysis and interpretation of data based on a rational consideration of logic by connecting one variable with another variable, to be explored further with the theory that support. Analysis conducted with analyzing the problem and reinforced by the theory related to topics raised.Keyword: Kampung Inggris Pare, Village Tourism Concept, Potential, Local Culture

AbstrakSalah satu solusi yang dapat digunakan dalam usaha pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya pasar yang sempurna, adalah melalui penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertumpu pada daya saing daerah berbasis potensi daerah. Asumsinya sangat sederhana, yaitu jika seluruh kabupaten/kota di Indonesia, yang berjumlah kurang lebih 440, memiliki daya saing berbasis potensi daerah, maka secara nasional Indonesia memiliki bargaining position yang dapat menjawab tantangan global. Dengan diberikannya keleluasaan daerah untuk dapat mengolah dan memecahkan masalah pembangunan di daerah, maka akan terbuka peluang untuk menggali potensi daerah dan pembangunan daerah untuk membangun daya saing dengan negara-negara lain.Melihat paparan di atas, untuk meningkatkan daya saing berbasis potensi daerah, penulis mengangkat tema sebuah Desa Wisata Berkarakter yaitu Kampung Inggris, Pare yang terletak di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Desa yang terkenal dengan sebutan english village, yaitu desa yang

Page 35: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

29JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

mayoritas penduduknya fasih dengan bahasa Inggris, dan ini cocok untuk dijadikan desa wisata, bukan hanya dari segi pemandangan alam yang bagus tetapi juga budaya dan kesenian yang ada di dalamnya. Desa Wisata menawarkan wisatawan untuk dapat menikmati kehidupan asli dari daerah tersebut. Selain itu ada program tour untuk menikmati daerah wisata di sekitar daerah tersebut. Wisatawan akan diajak menikmati pemandangan alam dan juga kehidupan di desa sekaligus mengenalkan budaya Kediri yang begitu khas seperti seni kuda lumping. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan solusi pembangunan Kampung Inggris, Pare dengan konsep desa wisata berkarakter, berbasis keunggulan potensi dan budaya lokal mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Karya ilmiah ini adalah kajian teoritis dengan menggunakan metode penulisan dilakukan dengan analisis deskriptif yang bersifat divergen. Pada metode jenis ini, masalah dideskripsikan kemudian dicari teori-teori yang berhubungan dan berkaitan dengan tema yang akan diangkat. Sifat divergen pada penulisan ini dimaksudkan bahwa sebelumnya tema penulisan berasal dari teori kemudian dikembangkan secara luas dan dicari pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pola berpikir yang digunakan secara meluas (divergen).Proses analisis dan interpretasi data berdasarkan pada pertimbangan logika yang rasional dengan menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya, untuk selanjutnya ditelaah dengan teori yang mendukung. Kata kunci: Kampung Inggris Pare, Konsep Desa Wisata, Potensi, Budaya Lokal

PENDAHULUANSumber daya manusia (SDM) sebagai ujung tombak pembangunan

suatu bangsa merupakan faktor penting dalam menghadapi era globalisasi. Semakin meningkatnya kualitas SDM akan meningkatkan daya saing suatu bangsa sehingga mampu meningkatkan nilai strategis politik, ekonomi, sosial dan budaya di dunia internasional. Sumber

Page 36: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

30 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Daya Manusia yang berkualitas sangat diperlukan untuk memacu perkembangan suatu daerah/wilayah. Kualitas SDM suatu bangsa dapat diukur secara internasional melalui Human Development Index (HDI). United Nation Development Program (UNDP) menilai tiga dimensi pembangunan manusia dalam menentukan nilai HDI, antara lain rata-rata usia harapan hidup (indeks kesehatan), angka melek aksara dan rata-rata lama pendidikan (indeks pendidikan) dan pengeluaran keluarga (indeks ekonomi). Human Development Index masyarakat Indonesia berada pada peringkat ke-104 (1995), ke-109 (2000), ke-110 (2002), ke-112 (2003), dan ke-112 (2004) dan ke-110 (2005) (Depdiknas, 2005:16). Lebih ironis lagi pada tahun 2007 Human Development Index masyarakat Indonesia tidak mengalami peningkatan tetapi mengalami penurunan terjun peringkat ke-112 (Warta Unair, Juli-Agustus 2007). Posisi Indonesia dilihat dari kriteria penentuan HDI adalah menempati urutan ke 108 dari 177 negara dengan skor 0,711. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, peringkat Indonesia sangat jauh tertinggal dari Singapura yang berada pada peringkat 25, Malaysia pada peringkat 61, dan Thailand pada peringkat 74. Berdasarkan Human Development Report dari UNDP, Human Development Index (HDI) Indonesia tahun 2010 menempati peringkat 111, dua peringkat di bawah Vietnam. Pada tahun 2012 peringkat HDI Indonesia terjun bebas ke peringkat 121dari 187 Negara dan pada tahun 2013 HDI Indonesia naik lagi ke peringkat 108 (Human Development Report, 2014).

Masalah pengangguran juga merupakan penghambat pemerintah dalam meningkatkan daya saing global. Tingkat pengangguran di kota dipicu oleh fenomena urbanisasi. Data memperlihatkan bahwa suatu negara atau daerah dengan tingkat perekonomian yang lebih tinggi, juga memiliki tingkat urbanisasi yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Negara-negara industri pada umumnya memiliki tingkat urbanisasi di atas 75 persen, sementara negara berkembang, tingkat urbanisasinya masih sekitar 35 sampai 40 persen (www.sinarharapan.co.id/berita/0611/10/opi01.html tgl 7-11-08 jam 8.44).

Untuk mengurangi laju urbanisasi, pembangunan di tiap-tiap daerah harus dimaksimalkan sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah melalui penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertumpu pada daya saing daerah berbasis potensi daerah. Asumsinya sangat sederhana, jika

Page 37: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

31JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

seluruh kabupaten/kota yang berjumlah kurang lebih 440 memiliki daya saing berbasis potensi daerah, maka secara nasional Indonesia memiliki bargaining position yang dapat menjawab tantangan global.

Daya saing berbasis potensi daerah terletak pada kemampuan suatu daerah untuk menjadi unggul berdasarkan atas sumber-sumber yang dimilikinya. Kemampuan menjadi unggul merupakan proses pengelolaan yang dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi atas sumber-sumber yang dimilikinya. Salah satu daerah yang mempunyai potensi daerah yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga banyak SDM nya yang keluar daerah hanya untuk mencari pekerjaan adalah Pare (kampunginggris.wordpress.com).

grejo juga dikenal mempunyai potensi pengembangan kursus Bahasa Inggris. Lebih dari 20 buah lembaga bimbingan belajar menawarkan kursus Bahasa Inggris dengan program program D2, D1 atau short course untuk mengisi waktu liburan. Dalam hal ini, kota Pare sebagai pusat belajar Bahasa Inggris (english village) yang murah, efisien dan efektif sudah terkenal hingga keluar Pulau Jawa.

Melihat paparan di atas, sebagai solusi mengurangi laju urbanisasi dengan cara menggali potensi daerah untuk menuju daya saing lokal, penulis mengangkat tema sebuah Desa Wisata yaitu Kampung Inggris, Pare yang terletak di Kabupaten Kediri, Jawa Timur sebagai proyek percontohan.

Konsep pengangkatan Kampung Inggris, Pare sebagai desa wisata ini berbeda dengan desa wisata yang sudah ada di Indonesia saat ini. Desa wisata Kampung Inggris, Pare bertujuan untuk mengembangkan potensi daerah yang ada sebagai tempat pariwisata yang di dalamnya juga terdapat program pendidikan. Kita menonjolkan sumber daya manusia yang ada yakni yang mampu berbahasa Inggris dengan baik. Dengan begitu semua program pariwisata yang disediakan menggunakan bahasa Inggris. Dengan adanya program desa wisata (kodewa) nanti, menjadikan kampung Inggris sebagai daerah wisata yang cukup potensial sebagai daerah yang perekonomiannya mapan, sehingga penduduk setempat dapat berkontribusi serta dan manghambat laju urbanisasi dengan alasan perekonomian.

Page 38: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

32 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

METODEMetode penulisan dilakukan dengan analisis deskriptif yang bersifat

divergen. Pada metode jenis ini, masalah dideskripsikan kemudian dicari teori-teori yang berhubungan dan berkaitan dengan tema yang akan diangkat. Sifat divergen pada penulisan ini dimaksudkan bahwa sebelumnya tema penulisan berasal dari teori kemudian dikembangkan secara luas dan dicari pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pola berpikir yang digunakan secara meluas (divergen)

Prosedur atau cara pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui telaah pustaka dan studi literatur. Adapun sumber-sumber referensi yang digunakan antara lain:

Buku-buku acuan 1. (textbook)Buletin dan jurnal,2. E-book 3. (Electronic Book)Situs-situs internet4. Proses analisis dan interpretasi data berdasarkan pada pertimbangan

logika yang rasional dengan menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya, untuk selanjutnya ditelaah dengan teori yang mendukung. Analisis dilakukan dengan analisis permasalahan dan diperkuat oleh teori yang berhubungan dengan topik yang diangkat. Selanjutnya, peneliti menggunakan pendekatan sosiokultural. Pendekatan sosiokultural dalam Ilmu Komunikasi membahas bagaimana berbagai pengertian, makna, norma, peran, dan aturan yang ada bekerja dan saling berinteraksi dalam proses komunikasi. Pendekatan ini menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui suatu proses interaksi yang terjadi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya. Tradisi sosiokultural lebih terfokus pada pola-pola interaksi antar-manusia daripada hal-hal yang terkait dengan sifat atau jiwa yang dimiliki seorang individu. Interaksi adalah proses dan tempat di mana berbagai makna, peran, aturan, dan nilai budaya yang saling bekerja. Sosiokultural memberikan arti sangat penting bagi konteks yang terkait dengan bentuk-bentuk komunikasi dan makna yang muncul. Simbol memberikan makna yang berbeda-beda ketika komunikator berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya. Simbol dan makna yang dinilai penting bagi kelompok sosial dan budaya tertentu mampu memikat para peneliti dari tradisi sosiokultural ini.

Page 39: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

33JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

HASILKampung inggris yang kini telah berkembang menjadi menjadi

kampung bahasa, atau ada juga yang menyebutnya kampung kursus, merupakan salah satu potensi yang terdapat di kota Pare dan telah dikenal oleh masyarakat luas, tak hanya di Indonesia namun juga dikenal sampai di luar negeri. Kampung bahasa adalah sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat tempat kursus-kursus bahasa asing. Kampung ini berawal dari sebuah interaksi dan tradisi masyarakat Desa Tulungrejo dan Desa Pelem dalam usahanya balajar bahasa asing. Kampung bahasa berdiri secara alami, dalam artian tidak ada intervensi atau campur tangan pemerintah dalam menciptakan kampung bahasa ini.

Kegiatan belajar di Kampung Bahasa ini memang sengaja dikonsep dengan gaya pembelajaran berbasis rumah. Jadi peserta kursus bisa belajar di emperan, di gubuk, di halaman rumah, bahkan ada yang di bawah pohon. Suasana-suasana yang seperti ini yang tidak pernah dijumpai di pelatihan bahasa inggris yang lain. Untuk saat ini, kondisi di kampung bahasa semakin lama semakin berkembang. Tidak hanya bahasa inggris saja yang dipelajari di lokasi tersebut, namun juga bahasa arab, bahasa perancis, bahasa jerman, bahasa jepang, bahasa korea, dan bahasa mandarin. Istilah kampung inggris sebenarnya kurang sesuai jika diterapkan pada kondisi saat ini, karena kampung inggris yang ada sekarang, menjadi lebih global dengan tambahan bahasa asing yang diajarkan, dan lebih tepatnya bisa disebut dengan kampung bahasa.

Dari situ munculah sebuah forum yang menamakan dirinya sebagai forum kampung bahasa, Forum ini lahir, dari kepedulian aktivis kampung inggris untuk mempertahankan tradisi belajar bahasa inggris di wilayah Pare dan sekitarnya. Bergerak secara dinamis dan independent dalam rangka mengembangkan kampung bahasa agar lebih dinamis, dan bisa bersinergi dengan masyarakat desa. Dari forum kampung bahasa inilah, pemerintah kabupaten Kediri bisa mengkomunikasikan peran sertanya dalam mengakomodir keperluan-keperluan kampung bahasa Pare untuk membangun brand dan Konsep Desa Wisata (Kodewa) yang melambangkan kota Pare dan Kabupaten Kediri, sehingga cepat dikenal oleh publik.Konsep Desa Wisata (Kodewa)

Konsep desa wisata yang ditawarkan memiliki beberapa program

Page 40: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

34 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

diantaranya adalahRancang Bangun Daerah1.

Maksud dari program ini adalah memberikan sebuah rancangan pembangunan untuk kampung Inggris Pare, dimana programnya meng-gunakan dasar analisis kekurangan dan kelebihan dari bangunan-bangu-nan yang sudah ada di kampung tersebut. Selama bangunan yang sudah ada dapat digunakan, dalam praktek penelitian ini bangunan tersebut dioptimalkan fungsi dan keguanaannya. Tata letak dan penataan dengan mengundang tim konsultan dan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kediri agar kegunaannya lebih ergonomis dan mengundang wisatawan untuk datang. Berikut penjelasan secara rinci bangunan yang diusulkan, antara lain :

Pusat Pagelaran dan Pameran Budayaa. Pusat pameran budaya ini akan dibangun di pusat kampung Inggris Pare. Tempat pagelaran ini berfungsi sebagai tempat pertunjukan kesenian daerah yang berasal dari daerah setempat dan dari daerah di sekitarnya. Pertunjukan-pertunjukan yang diadakan disini memakai bahasa inggris. Contohnya saja, wayang, teater, karawitan, ludruk, tari-tarian, dll. Pusat Pameran Produk Lokalb. Pusat pameran produk lokal ini dibangun untuk memasarkan produk-produk lokal kampung Inggris, Pare. Produk-produk lokal unggulan seperti madu lebah, sawo manila, bawang merah, biji mente dan blinjo serta produk khas seperti tahu kuning dan gethuk pisang dan juga hasil dari industri menengah bertaraf internasional, seperti industri plywood dan pengembangan bibit-bibit pertanian dapat dipasarkan disini. Tempat Bermainc. Tempat bermain ini digunakan sebagai daya tarik rekreasi bagi keluarga yang memiliki anak yang masih kecil. Jadi meskipun daerah ini dijadikan desa wisata yang menonjolkan kekhasan budaya dan karakter daerah (pemakaian bahasa Inggris), tetapi masih dapat digunakan sebagai tujuan wisata yang bersifat me-nyenangkan dan sekaligus hiburan bagi masyarakatnya untuk berlibur di akhir pekan.

2. Pemberdayaan MasyarakatDengan dibangunnya desa wisata ini, maka secara langsung

Page 41: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

35JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Secara langsung, contohnya saja dengan adanya Pusat Pameran Produk Lokal, maka aktivitas perdagangan di kampung Inggris tersebut meningkat. Penjualan produk-produk yang mereka tawarkan tersebut akan berdampak pula pada perekonomian masyarakat kampung Inggris tersebut khususnya dan pada perekonomian daerah Pare pada umumnya. Secara tidak langsung, contoh masyarakat sekitar dapat memperlancar dan mengasah bahasa Inggrisnya karena secara otomatis apabila mereka memasuki kawasan bangunan-bangunan tersebut akan berhadapan dengan orang-orang yang berbahasa Inggris. Ini dapat menjadikan motivasi bagi mereka untuk berbahasa Inggris dengan aktif.

3. Wisata Dengan memberikan program paket wisata, akan menambah

daya tarik desa kampung Inggris Pare ini. Program desa wisata yang ditawarkan oleh tim peneliti memiliki keunikan tersendiri. Pada saat memasuki wilayah desa ini, maka wisatawan akan diidentifikasikan oleh tim pemandu kodewa menjadi beberapa kategori yaitu sangat lancar bahasa Inggris, lancar bahasa Inggris, dan tidak lancar bahasa Inggris. Wisatawan yang sangat lancar berbahasa iIggris ini akan diberikan tanda merah. Aturannya adalah mereka diwajibkan memakai bahasa inggris di area desa tersebut. Untuk kategori lancar berbahasa Inggris akan diberikan tanda kuning. Kategori ini adalah kategori dimana dia bisa berbahasa Inggris tetapi masih kurang aktif, sehingga aturannya mereka boleh berbicara memakai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penduduk sekitar wajib menggunakan bahasa Inggris jika berbicara dengan kategori ini. Untuk kategori terakhir, akan diberikan tanda hijau. Kategori ini memiliki taraf kemampuan berbahasa inggris yang masih kurang, sehingga diperbolehkan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia..

Paket wisata ini akan menawarkan daerah-daerah yang menjadi unggulan desa tersebut. Wisatawan akan dibawa ke wisata alam gunung kelud, air terjun dolo dan daerah-daerah wisata yang lain. Selain itu juga di bawa di daerah wisata yang memiliki kekhasan budaya seperti Pemandian ”Canda-Bhirawa” Corah, alun-alun ”Ringin Budo” serta candi Tegowangi dan Surowono

Page 42: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

36 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Paket wisata lain yang ditawarkan adalah sistem penginapan di rumah penduduk atau homestay, sehingga dapat melihat kebudayaan masyarakat sekitar. menikmati kultur dan kehidupan asli daerah sekitar. Daerah kampung inggris Pare juga cocok untuk dijadikan arena outbond. Bagi wisatawan yang memiliki rasa berpetualang yang tinggi dapat mengikuti program ini.

Tipe desa wisata yang dikembangkan dengan Kodewa adalah tipe terstruktur dimana lahan terbatas dari desa Pelem dan Tulungrejo akan dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut seperti yang telah disebutkan diatas. Penggunaan tipe terstruktur akan menumbuhkan citra daerah tersebut sehingga mampu menembus pasar internasional.

Pendekatan pengembangan desa wisata yang digunakan di kampung Inggris Pare adalah pendekatan fisik. Pendekatan ini merupakan pengembangan desa wisata melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. Di kampung Inggris Pare dikembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala kecil.

Karakteristik desa wisata dikampung Inggris Pare yang paling ditonjolkan adalah penggunaan bahasa Inggris yang digunakan masyarakat daerah sekitar. Dampak dan Manfaat Bagi Masyarakat Sekitar

Program ini akan memiliki beberapa dampak dan manfaat bagi masyarakat sekitar. Berikut beberapa dampaknya :

Bidang ekonomi1. Beberapa program yang penulis tawarkan, akan mempengaruhi perekonomian penduduk sekitar. Pembentukan desa wisata di kampung Inggris Pare akan mempengaruhi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dinama LPE ini merupakan salah satu aspek in-dikator daya saing daerah. LPE diukur dari pertumbuhan sektor pertanian, perdagangan, hotel, restoran serta industri pengolahan. Dengan adanya pusat pameran produk lokal, penjualan komoditas unggulan, dan homestay, produk khas akan meningkat dan ini akan mempengaruhi LPE.Pendidikan2.

Page 43: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

37JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Program ini akan meningkatkan kualitas pendidikan penduduk setempat, khususnya kemampuan berbahasa inggris. Dan sebagai desa wisata yang menonjolkan bahasa inggris, diharapkan akan memacu pemerintah dan perangkat setempat untuk selalu mening-katkan kualitas pendidikan daerah tersebut. Selain itu merangsang para insan-insan pendidikan antara lain : guru, pelajar untuk bela-jar berbahasa inggris di desa wisata ini.Bidang Sosial Budaya 3. Dengan terbentuknya desa wisata ini, akan selalu menjaga dan melestarikan budaya yag dimilikinya. Dibangunnya desa wisata khususnya Pusat Pagelaran dan Pameran Budaya ini dapat memacu masyarakatnya untuk mempelajari sejarah kebudayaan dan asal mula berdirinya kampung Inggris ini sehingga muncul rasa men-cintai terhadap potensi yang ada di kampung tersebut. Dengan pemakaian Kodewa pada kampung Inggris Pare, maka

masyarakatnya akan melakukan penyesuaian dan beberapa coping untuk mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi pada sekitarnya. Pemakaian Kodewa pada kampung Inggris Pare akan menuntut penduduk sekitarnya untuk melakukan penyesuaian pada perilaku dan kebiasaan hidup mereka yang baru. Dengan demikian, dengan pembentukan Kodewa, diharapkan masyarakat dapat berubah ke arah positif dimana akan meningkatkan potensi mereka menuju daya saing global.

Terjadinya urbanisasi karena beberapa faktor, yaitu faktor penarik dan pendorong. Dengan terbentuknya desa wisata kampung Inggris Pare ini, akan memperbaiki perekonomian dan fasilitas-fasilitas yang ada di desa tersebut sehingga desa tersebut akan menjadi daya tarik tersendiri oleh masyarakat sekitar. Adanya lingkungan desa yang dapat menyediakan kebutuhan hidup dan menarik akan terbentuk hubungan timbal balik positif antara lingkungan dan masyarakatnya. Ketika kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi, maka masyarakat akan berfikir lebih jauh untuh melakukan urbanisasi.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanAdapun hal-hal yang dapat disimpulkan dari karya tulis ini adalah:

Kampung Inggris Pare dapat dijadikan desa wisata (Kodewa) 1.

Page 44: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

38 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

dengan menggunakan analisis kelemahan dan kelebihan.Program Kodewa dapat meningkatkan perekonomian masyarakatnya 2. dan menekan laju urbanisasi sehingga mampu menuju daya saing global berbasis keunggulan potensi lokal.Pemakaian program Kodewa pada kampung Inggris Pare akan 3. menuntut penduduk sekitar untuk beradaptasi, menyesuaikan diri dan melakukan coping dalam mengatasi perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.

SaranDari paparan diatas ada beberapa saran sebagai berikut :

Untuk mempercepat aplikasi Kodewa memerlukan kerjasama 1. antara penduduk lokal, pemerintah dan instansi-instansi pendukung lainnya untuk memujudkan masyarakat yang madani sehingga masyarakat desa tidak perlu lagi mencari mata pencaharian di kota karena didesa hal ini sudah terpenuhiPerlu adanya komunikasi antara Pemerintah Kabupaten Kediri 2. untuk mengkomunikasikan brand kota Pare kepada Publik melalui Kampung Bahasa, meliputi :

Komunikasi Pemerintah melalui kegiatan kepariwisataan a. Komunikasi Pemerintah melalui media promosi pariwisata, b. media tradisional, serta media komunikasi berbasis internet dan teknologi Komunikasi melalui media massa c.

3. Perlunya Kerjasama Pemerintah Kabupaten Kediri dalam Menjalin Hubungan dengan Stakeholder, meliputi :

Pengadaan Informasi Pariwisata dengan Asosiasi Perusahaan a. Tour and Travel.Pengawasan Siaran Media dengan Komisi Penyiaran Indonesia b. dan Pengadaan Jaringan Internet Sekolah Dasar. Gathering c. dan Sarasehan dengan Media Massa.

Untuk mempercepat terlaksananya aplikasi Kodewa, perlu 4. dibentuk tim khusus untuk pemercepatan Kodewa di Kampung Inggris Pare ini, tentunya tim ini di isi oleh orang – orang yang ahli dibidangnya.Selama ini ijazah dari alumni kursus di Kampung Bahasa Inggris 5. Pare sering menjadi permasalahan keabsahannya, untuk itu lembaga – lembaga perlu di akreditasi dan menjalin komunikasi

Page 45: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

39JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

dengan dinas terkait terutama Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKADokumentasi Kecamatan, Kecamatan Pare Dalam Angka 2012. Hasan, Erliana. 2005. Komunikasi Pemerintahan. Bandung: Refika

Aditama. Hankinson, G. 2007, “The management of destination brands: Five guiding

principles based on recent developments in corporate branding theory” Journal of Brand Management. vol. 14 No. 3. Merrilees, Miller and Herington, 2009, Antecedents of residents’ city brand

attitudes Journal of Business Research No. 62. Morissan. 2013. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. Pendit, Nyoman S. (1994). Ilmu Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

(338,479, pen) Ross, Glenn F. (1998). Psikologi Pariwisata. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia (338.479, ross)Rakhmat, Jalaluddin. 1995. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung :

Remaja Rosdakarya. Sumiharjo, Tumar.(2008). Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Melalui

Pengembangan Daya Saing berbasis Potensi Daerah. Bandung : Fokus Media

Wahab, Salah, Ph.D,.(1996). Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita (338.479, wah)

Yoeti, Oka A, Drs,. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Kota. Jakarta: PT.

Pradnya Paramita (338.479, yoe)

Page 46: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

40 JPNF Edisi 13 2015

Sugiarto, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Page 47: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

41JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

MERUMUSKAN PERAN PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PENCAPAIAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

Putu A. Widhiartha

AbstractHaving succeeded in achieving the Millennium Development Goals (MDGs), countries around the world agree to formulate new goals for development around the world, known as the Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs expected to be reached at the latest in 2030 with consisted of 17 objectives and 169 targets. All the goals and targets will not be achieved without the understanding and awareness of community members. To reach an understanding and awareness of community, the role of non-formal education is crucial since non-formal education has a variety of features that are not held by formal education in order to reach different groups of people. This article aims to provide an understanding of how non-formal education can play an active role in achieving the SDGs.

AbstrakSetelah berhasil dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), negara-negara di seluruh dunia kembali bersepakat untuk merumuskan tujuan baru bagi pembangunan di seluruh dunia yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs diharapkan dapat dicapai paling lambat pada tahun 2030 dengan terdiri dari 17 tujuan dan 169 target. Semua tujuan dan target tersebut tidak akan dapat dicapai tanpa adanya pemahaman dan kesadaran dari anggota masyarakat. Untuk mencapai pemahaman dan kesadaran tersebut peran pendidikan nonformal menjadi sangat penting karena pendidikan nonformal memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki pendidikan formal untuk menjangkau berbagai kelompok masyarakat. Artikel ini bertujuan memberikan pemahaman tentang bagaimana pendidikan nonformal dapat berperan aktif dalam pencapaian SDGs. Keywords: Sustainable Development Goals, SDGs

Page 48: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

42 JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

PENDAHULUANKepala pemerintahan dan kepala negara yang bertemu di markas

besar PBB di New York pada sidang umum PBB tanggal 25-27 September 2015 telah merumuskan tujuan bersama yang ingin dicapai dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan berusaha mencapai SDGs yang diagendakan dapat dicapai sepenuhnya pada tahun 2030 para pemimpin negara sepakat untuk mengakhiri kemiskinan dan kelaparan di seluruh penjuru dunia, memerangi ketidaksetaraan di dalam dan antar negara, membangun masyarakat yang damai, adil dan inklusif, melindungi hak asasi manusia dan mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dan menjamin perlindungan bagi bumi dan sumber daya alamnya. Pada siding umum tersebut diputuskan juga untuk menciptakan kondisi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif, kemakmuran bersama dan lapangan pekerjaan yang layak bagi semua dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan yang berbeda dan kapasitas masing-masing negara.

Limabelas tahun silam Millenium Development Goals (MDGs) telah disepakati. MDGs menyediakan kerangka kerja yang penting untuk pembangunan berkelanjutan dan telah menghasilkan capaian-capaian yang menggembirakan. Walaupun demikian hasil yang diharapkan tidak merata, terutama bagi negara-negara Afrika, negara-negara pulau atau kepulauan kecil dan negara-negara yang terletak jauh dari laut. Capaian MDGs di negara-negara tersebut sangat kurang terutama dari sisi angka kematian ibu dan bayi pada persalinan, tingkat kesehatan balita dan kesehatan reproduksi. Dengan demikian fokus pada jangka waktu berikutnya akan diarahkan ke negara-negara tersebut untuk dapat mencapai tingkat yang sama dengan negara-negara lain.

Kerangka kerja yang disepakati jauh lebih luas daripada MDGs. Bersamaan dengan prioritas pembangunan berkelanjutan seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan, lingkungan, penyediaan pangan dan nutrisi, kerangka kerja yang baru juga meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, termasuk di dalamnya perdamaian dan masyarakat inklusif. Tata cara dan implementasi juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyusunan berbagai program yang akan disusun.

Kelompok kerja telah mengumumkan 17 SDGs dengan 169 target yang saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Tidak pernah

Page 49: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

43JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

sebelumnya dalam sejaran PBB para pemimpin dunia membuat kesepakatan bersama untuk sebuah agenda yang sangat luas dan universal. SDGs telah membuka sebuah jalan kerjasama dengan prinsip win-win yang dapat membawa kemajuan bersama bagi seluruh negara di dunia. Dalam melakukan berbagai tindakan untuk mencapai target ditekankan pula konsistensi pada penerapan hukum-hukum internasional dan saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing negara. Berikut ini adalah 17 SDGs:

Tujuan 1. Mengentaskan kemiskinan dalam segala bentuknya di 1. mana-manaTujuan 2. Mengkahiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan 2. peningkatan gizi dan mempromosikan pertanian berkelanjutanTujuan 3. Menjamin hidup sehat dan mendukung kesejahteraan 3. untuk semua orang pada berbagai kelompok usiaTujuan 4. Menjamin pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan adil 4. serta mendukung kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semuaTujuan 5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua 5. perempuan dan anak perempuanTujuan 6. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan yang 6. berkelanjutan dari air dan sanitasi bagi semuaTujuan 7. Menjamin akses ke energi modern yang terjangkau, 7. handal, berkelanjutan bagi semuaTujuan 8. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan 8. dan inklusif, membuka lapangan kerja penuh dan produktif, dan pekerjaan yang layak bagi semuaTujuan 9. Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan 9. industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, dan mendukung inovasi Tujuan 10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara10. Tujuan 11. Membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman, 11. tangguh dan berkelanjutanTujuan 12. Menjamin pola konsumsi dan produksi berkelanjutan12. Tujuan 13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan 13. iklim dan dampaknya *Tujuan 14. Melestarikan dan menyokong pemanfaatan samudera, 14. laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutanTujuan15. Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan 15.

Page 50: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

44 JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

pemanfaatan ekosistem darat mengelola hutan berkelanjutan, memerangi penggundulan hutan, menghentikan dan mengembalikan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayatiTujuan 16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif 16. untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua tingkatanTujuan 17. Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi 17. kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan

* Sidang umum mengakui bahwa Konvensi Kerangka Kerja PBB ten-tang Perubahan Iklim adalah forum utama internasional ataupun antar pemerintah dalam rangka negosiasi respon global terhadap perubahan iklim.

Dari 17 tujuan tersebut, tujuan ke-4 adalah yang paling berorientasi pendidikan, tujuan ke -4 tersebut mempunyai target-target capaian antara lain:

Paling lambat tahun 2030 menjamin semua anak laki-laki dan 1. perempuan menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah yang bebas, setara dan berkualitas mengarah hasil belajar yang relevan dan efektif.Paling lambat tahun 2030, menjamin semua anak laki-laki dan 2. perempuan memiliki akses pada pengembangan anak usia dini yang berkualitas, perawatan dan pendidikan prasekolah sehingga mereka siap untuk pendidikan dasarPaling lambat tahun 2030, menjamin akses yang sama bagi semua 3. wanita dan pria untuk pendidikan terjangkau dan berkualitas bagi pendidikan teknis, pendidikan kejuruan dan pendidikan lanjutan, termasuk perguruan tinggiPaling lambat tahun 2030, secara substansial meningkatkan jumlah 4. remaja dan dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknis dan kejuruan, untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak dan kewirausahaanPaling lambat tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam 5. pendidikan dan menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan kejuruan untuk mereka yang rentan, termasuk penyandang disabilitas, masyarakat adat dan anak-anak

Page 51: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

45JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

yang berada dalam situasi rentanPaling lambat tahun 2030, memastikan bahwa semua pemuda dan 6. proporsi terbesar dari orang dewasa, baik laki-laki dan perempuan, mampu membaca dan menghitungPaling lambat tahun 2030, memastikan bahwa semua peserta didik 7. memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui pendidikan untuk pembangunan dan cara hidup yang berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan bebas kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya untuk pembangunan berkelanjutan

Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan bagi a. anak-anak, penyandang disabilitias dan sensitif gender dan memberikan lingkungan belajar yang aman, bebas kekerasan, inklusif dan efektif untuk semuaPaling lambat tahun 2020, secara substansial memperluas b. secara global jumlah beasiswa yang tersedia untuk negara-negara berkembang, khususnya negara-negara terbelakang, negara berbentuk pulau kecil dan negara-negara Afrika, untuk pendaftaran di pendidikan tinggi, termasuk pelatihan kejuruan dan teknologi informasi dan komunikasi, teknis, teknik dan program ilmiah, di negara-negara maju dan negara berkembang lainnyaPaling lambat 2030, secara substansial meningkatkan pasokan c. guru yang berkualitas, termasuk melalui kerjasama internasional untuk pelatihan guru di negara-negara berkembang, terutama negara-negara terbelakang dan negara berkembang yang berbentuk pulau kecil

PERAN PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PENCAPAIAN SDGS

Bagaimana pendidikan dapat berperan dalam pencapaian SDGs menurut Shohel dan Howes (2006) pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu:

Pendidikan tentang pembangunan berkelanjutan1. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan2.

Page 52: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

46 JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Pendidikan menuju pembangunan berkelanjutan 3. Pada tingkatan pertama, pendidikan tentang pembangunan

berkelanjutan, konsep-konsep SDGs diperkenalkan untuk meningkatkan pemahaman publik tentang apa itu SDGs dan kenapa penting bagi tiap-tiap negara di dunia untuk mencapainya. Tingkatan berikutnya yaitu pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan mengarahkan pada perubahan perilaku peserta didik agar mereka menerapkan nilai-nilai SDGs dalam kehidupan sehari-hari. pada tingkatan tertinggi yaitu pendidikan menuju pembangunan berkelanjutan adalah membangun pemahaman akan nilai-nilai SDGs melalui pemikiran mandiri oleh peserta didik yang menjadi sasaran.

Gambar I Tingkatan peran pendidikan dalam pencapaian SDGsWalaupun demikian konsep pembangunan berkelanjutan masih

harus mengalami berbagai adaptasi agar sesuai dengan konteks lokal. Indonesia adalah negara dengan karakteristik unik, walaupun dianggap salah satu negara yang telah berhasil mencapai MDGs tetapi ada beberapa kondisi yang dapat menjadi hambatan dan tantangan dalam suksesnya pencapaian SDGs. Karakteristik unik Indonesia tersebut antara lain:

Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar (hampir 1. 250juta jiwa)Kondisi geografis yang terpencar-pencar karena berbentuk 2. kepulauanKepadatan penduduk yang belum merata (sebagian besar di pulau 3. Jawa dan Bali)Disparitas ekonomi yang besar 4. Negara dengan jenis suku, agama, dan bahasa yang sangat 5. beragamTingkat pendidikan yang tidak merata (Banyak yang telah berhasil 6. menyelesaikan pendidikan tinggi, tetapi banyak juga yang putus sekolah pada pendidikan dasar)

Page 53: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

47JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

Pada kondisi demikian pendidikan nonformal dapat menjadi lebih dari suatu alat untuk mencapai SDGs. Pendidikan nonformal menjadi sebuah pendekatan metodis yang unik, sesuai, dan tidak terpisahkan dari segala upaya pencapaian SDGs itu sendiri. Karakteristik pendidikan nonformal yang penting untuk pencapaian SDGs antara lain:

Berfokus pada kebutuhan masyarakat1. Fleksibel dan tidak terikat pada bentuk-bentuk baku pembelajaran 2. formalMemicu pemikiran kritis dan memperluas pengetahuan dan 3. wawasanAdaptif pada perubahan 4. Menghindari diskriminasi dan pengkultusan pada individu5. Mengakomodasi gaya belajar masing-masing individu6. Sejak pertama kali dimunculkan istilah pendidikan nonformal

telah memiliki spektrum yang luas, mulai dari kegiatan pelatihan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah formal. pembelajaran inovatif yang fleksibel dan berlangsung di mana saja, metode yang ditujukan untuk pengembangan keterampilan praktis, termasuk masalah-masalah kesehatan, sanitasi, buta aksara, dan masalah lainnya untuk diterapkan dalam situasi kehidupan nyata. Sebagai alternatif untuk pendidikan formal, pada dasarnya pendidikan nonformal secara keseluruhan memberikan tekanan untuk perubahan dan perkembangan di sistem pendidikan secara lebih luas. Beberapa bentuk aktifitas pendidikan nonformal dalam turut serta mendorong pencapaian SDGs di Indonesia antara lain adalah:

Penyadaran masyarakat melalui kurikulum1. Menerapkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dapat

ditanamkan melalui berbagai program dan kurikulum. Pendidikan nonformal dapat digunakan untuk mempromosikan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dalam arti yang lebih luas. Dari hasil penelitian Shohel dan Howes (2005) di Bangladesh membuktikan bahwa lulusan pendidikan dasar nonformal lebih sadar kesehatan dan isu-isu lingkungan daripada lulusan pendidikan formal. Secara umum, pada penelitian tersebut pendidikan nonformal memberikan lebih banyak perhatian pada penjelasan tentang kesehatan dan perilaku tidak sehat yang harus dihindari, dan adanya saran bahwa penjelasan ini agar diteruskan kepada anggota lain dari keluarga. Dari sudut

Page 54: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

48 JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

pandang relevansi pendidikan, kurikulum pendidikan nonformal lebih berorientasi kehidupan sehari-hari daripada pendidikan formal. Kurikulum utama nonformal seringkali didasarkan pada kurikulum pendidikan formal tetapi dilengkapi dengan penekanan khusus pada kebutuhan kelompok sasaran.

Mengenai jadwal dan kurikulum, pendidikan nonformal sangat fleksibel. Di dalam proses belajar mengajar peserta didik dapat ikut memutuskan subyek apa yang mereka ingin lakukan. Pendidik memfasilitasi peserta didik antara lain dengan memberikan perhatian khusus pada topik yang menjadi titik berat dari kurikulum. Segala kelebihan ini membuat kurikulum pendidikan nonformal dapat meraih target-target dari pembangunan berkelanjutan dengan lebih efektif dan efisien. Dengan segala kelebihan tersebut, ditunjang keterampilan para pendidik pendidikan nonformal, kurikulum dapat diarahkan untuk pencapaian SDGs.

Mengembangkan pengetahuan dan wawasan 2. Pendidikan nonfomal yang fleksibel membuka kesempatan bagi

meluasnya topik dan tema pembelajaran. Dalam mencapai target-target SDGs sangat tidak memungkinkan apabila segenap pemangku kepentingan tidak mempunyai pengetahuan dan wawasan yang memadai. Model program top-down dengan berbagai kelengkapan dipersiapkan oleh pemerintah telah terbukti kurang efektif dibandingkan cara belajar adaptif dan mengantisipasi segala pengetahuan dan wawasan baru yang mungkin muncul selama proses belajar.

Pada proses belajar di pendidikan nonformal pengetahuan dan wawasan pendidik menjadi pembeda kualitas karena ikatan dengan kurikulum yang tidak terlalu ketat. Pendidik yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas akan mempercepat transfer berbagai pengetahuan dan wawasan yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat dalam peran serta mereka untuk mencapai SDGs.

Memicu aksi sosial di masyarakat3. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan peran serta aktif

masyarakat dalam upaya mencapai perubahan kondisi yang diinginkan. Peran serta masyarakat tidak dapat diprediksi secara pasti, karena berbeda dengan perilaku peserta didik pada ranah pendidikan formal. Pendidikan nonformal dapat mengakomodasi kompleksitas yang terjadi dalam berbagai hal yang berhubungan dengan ketidakpastian

Page 55: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

49JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

peran serta masyarakat tersebut dan menjadi pemicu munculnya aksi sosial di tingkat akar rumput.

Pendidikan nonformal memiliki potensi untuk mengintegrasikan isu-isu lintas kurikuler seperti pendidikan kesehatan, sosial dan budaya, pemahaman ekonomi, dan pendidikan lingkungan. Hal ini akan melibatkan berbagai aksi sosial dari berbagai unsur di masyarakat, tidak hanya pada lingkup di satuan pendidikan nonformal tetapi hingga ke masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut walaupun sifatnya lokal akan mengarah kepada berbagai perubahan sosial sehingga dampaknya pun akan menjadi sebuah perubahan global seperti amanat SDGs.

KESIMPULAN Dengan selesainya dekade MDGs maka saat ini negara-negara

yang tergabung dalam PBB telah bersepakat untuk merumuskan SDGs sebagai tujuan baru bagi arah pembangunan di seluruh dunia. Berbagai target SDGs yang diupayakan paling lambat hendak dicapai pada tahun 2030 membutuhkan pemahaman dan kesadaran serta aksi sosial dari seluruh umat manusia akan pentingnya mencapai kondisi yang menjadi cita-cita bersama tersebut.

Dalam memunculkan pemahaman dan menumbuhkan kesadaran tersebut dan memicu berbagai aksi sosial tersebut pendidikan memegang peranan penting. Pendidikan nonformal sebagai bentuk pendidikan yang fleksibel dan mampu menjangkau setiap anggota masyarakat tanpa memandang tingkatan, usia, ataupun kelompok sosial telah terbukti berperan besar dalam capaian MDGs. Dengan demikian ada alasan kuat bagi pendidikan nonformal untuk kembali mengambil peran besar dalam upaya pencapaian SDGs, terutama di Indonesia, melalui berbagai bentuk program dan aksi seperti yang sudah berhasil dilakukan pada dekade MDGs.

DAFTAR PUSTAKAShohel, M.M.C dan Howes, A.J. 2005. “Tube-well area is so filthy!”

Reexamining the relevance of formal and nonformal primary education from pupils’ perspectives. The 8th UKFIET international Conference on Education and Development. Oxford.

Shohel, M.Mahruf C. dan Howes, Andrew J., 2006. Nonformal Education for Sustainable Development: A Bangladeshi Perspective. The 10th APED International Conference on Education. Bangkok.

Page 56: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

50 JPNF Edisi 13 2015

Widhiartha, Aplikasi Konsep Desa Wisata

-----. 2015. Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development. UN Department of Economic and Social Affairs. New York

Page 57: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

51JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL BERORIENTASI NILAI BUDAYA BAGI KOMUNITAS BALI DI GORONTALO

Mohamad Zubaidi

AbstractOne of the efforts to develop human potential through education is the implementation of functional literacy education program. Functional literacy is a program that aims to eradicate illiteracy for some people who still do not have the ability in reading, writing, numeracy and communication, because the ability of reading, writing and numeracy have become one variable of four indicators to determine Human Development Index (HDI) in a country or region. Balinese community who lives in Gorontalo, mainly located in transmigration area who still strongly and steadily holding the ancestral tradition in their daily life. The power of tradition that comes from Hinduism values becomes a strong base in developing the value of meaningfullness in functional literacy learning. This study aimed to develop functional literacy learning model with cultural value oriented in order to improve the working life of Balinese community. The result of the implementation of the developed model showed that functional literacy learning with cultural value oriented based on Trihita Karana values was able to establish the value of the meaningfullness learning it self. The meaningfulness value of the learning reflected in the form of people’s “self-awareness” when contributing in every learning process. The effectiveness of the developed model also reflected from the result of learning evaluation that can improve functional literacy competencies in a better way compared with the group that did not receive the treatment. Keyword: functional literacy, cultural values orientations

Page 58: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

52 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

AbstrakSalah satu upaya untuk mengembangkan potensi manusia melalui pendidikan adalah melalui pelaksanaan pendidikan keaksaraan fungsional. Keaksaraan fungsional adalah program yang bertujuan untuk memberantas buta huruf bagi sebagian orang yang masih tidak memiliki kemampuan dalam membaca, menulis, berhitung dan komunikasi. Sebab kemampuan membaca, menulis, dan berhitung telah menjadi salah satu variabel dari empat indikator untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu negara atau wilayah.Masyarakat Bali yang tinggal di Gorontalo, terutama berlokasi di daerah transmigrasi yang masih kuat dan terus memegang tradisi leluhur dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kekuatan tradisi yang berasal dari nilai-nilai agama Hindu menjadi dasar yang kuat dalam mengembangkan nilai kebermaknaan dalam pembelajaran keaksaraan fungsional.Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran keaksaraan fungsional dengan nilai budaya yang berorientasi untuk meningkatkan kerja-kerja dalam kehidupan masyarakat Bali. Hasil pelaksanaan model yang dikembangkan menunjukkan bahwa pembelajaran keaksaraan fungsional dengan nilai budaya yang berorientasi pada nilai-nilai Trihita berdasarkan Karana mampu membangun nilai kebermaknaan belajar itu sendiri. Nilai kebermaknaan pembelajaran yang tercermin dalam bentuk “kesadaran diri sendiri” ketika memberikan kontribusi dalam setiap proses pembelajaran. Efektivitas model yang dikembangkan juga tercermin dari hasil evaluasi yang dapat meningkatkan kompetensi keaksaraan fungsional dengan cara yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak menerima perlakuan seperti ini.

Page 59: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

53JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia menempatkan pembangunan bidang pendidikan menjadi prioritas utama, hal ini karena bidang pendidikan memiliki andil yang sangat besar dalam pembangunan manusia. Salah saru indikator kemajuan suatu negara direpresentasikan oleh tingkat pengetahuan baik dalam IPM maupun IPG adalah Angka Melek Huruf (AMH) usia 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis. Data Pusat Statistik, tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang buta aksara mencapai angka 9,5%. Sementara itu, perkembangan AMH pada tahun 2012 menunjukkan bahwa laki-laki 95,78% dan perempuan mencapai 90,67%, hal ini berarti sisa garapan untuk menuntaskan buta aksara usia 15 tahun keatas menyisakan 9,33% untuk perempuan dan 4,22% untuk laki-laki. Lambatnya perkembangan AMH, maka Kemendiknas menargetkan capaian penduduk buta aksara usia dewasa 2013 adalah 4,03% dan 2014 adalah 3,83%.

Dalam rangka mengembangkan kualitas pendidikan keaksaraan, maka sejak tahun 2008 pemerintah melalui direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) telah mengadopsi sistem penyelenggaraan pendidikan keaksaraan yang dikembangkan oleh UNESCO melalui program Literacy Initiative For Empowerment (LIFE). Di Indonesia LIFE diwujudkan dalam bentuk program kerangka kerja Aksara agar Berdaya (AKRAB) yang dilaksanakan pada tahun 2009. Program yang dilakukan merupakan salah satu bentuk upaya mengatasi permasalahan buta huruf sebagai bentuk pemberdayaan pada masyarakat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa dari seluruh jumlah penduduk Gorontalo pada tahun 2009 terdapat 17,34% yang masih buta aksara, berbagai faktor penyebab tingginya penyandang buta aksara di Gorontalo, salah satunya adalah kemiskinan dan pengangguran.

Sehubungan dengan proses percepatan pemberantasan buta aksara melalui program keaksaraan fungsional, maka perlu ada upaya yang harus dilakukan terhadap sistem pembelajaran keaksaraan fungsional bagi pencapaian tuntasnya pemberantasan buta aksara secara berkelanjutan. Program pendidikan keaksaraan fungsional di Provinsi

Page 60: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

54 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

Gorontalo, salah satunya adalah program yang diselenggarakan bagi komunitas Bali yang bermukim di kawasan transmigrasi, tyaitu di Desa Trirukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Masih terdapatnya sebagian komunitas bali yang buta aksara, komunitas ini juga mempunyai tradisi yang ajeg dalam memegang tradisi yang dibawa oleh leluhur mereka. Peran agama Hindu bagi komunitas Bali di Wonosari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam segala aspek kehidupan sekalipun terdapat berbagai faktor yang saling mempengaruhi dalam proses tranformasi nilai sosial budaya.

Penelitian ini pada dasarnya menformulasikan pembelajaran yang berlandaskan pendidikan keaksaraan yang berbasis andragogi dengan berorientasi pada nilai budaya masyarakat. Proses pembelajaran orang dewasa dalam program keaksaraan fungsional yang berorientasi pada nilai dan budaya akan melihat sebagai bentuk pengalaman, konsep diri, orientasi terhadap belajar dan kesiapan untuk belajar, karena pada dasarnya nilai budaya bagi orang dewasa merupakan pengalaman yang telah melekat. Nilai budaya juga sebagai konsep diri (self concept) yang menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Identifikasi Masalah PenelitianIdentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

Tingginya buta aksara (17,34%) di Provinsi Gorontalo menjadi salah 1. satu faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di Gorontalo; Penyelenggaraan program keaksaraan fungsional belum sepenuhnya 2. memberikan nilai keberfungsian bagi penyandang buta aksara, hal ini terlihat pada perbandingan capaian angka melek huruf 2011 sebesar 95,72% dan 2012 sebesar 95,77% (BPS Kab. Boalemo 2013); Pembelajaran keaksaraan fungsional sebagai sebuah pemberdayaan 3. bagi masyarakat penyandang buta aksara selama ini belum menunjukkan dampak pada peningkatan kualitas hidup warga belajar, baik sosial, budaya maupun ekonomi. Hal ini terlihat masih tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Boalemo 251.713 (21,90%) penduduk miskin (BPS. 2013) dan di desa Tri Rukun masih terdapat 76 pra KS dan 77 Keluarga sejahtera 1 (BPS Kab. Boalemo. 2013)Komunitas Bali sebagai komunitasi yang berada di kawasan 4. transmigrasi di Provinsi Gorontalo, merupakan komunitas yang

Page 61: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

55JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

masih memegang nilai budaya yang bersumber dari akar nilai-nilai keagamaan pada setiap aspek kehidupan.

Rumusan MasalahFokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana

Pengembangan Model Pembelajaran Program Keaksaraan Fungsional berorientasi Nilai Budaya dalam rangka peningkatan kehidupan berkarya bagi komunitas Bali di Gorontalo?” fokus masalah tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan berikut ini.

Bagaimana orientasi nilai budaya pada komunitas Bali di Gorontalo 1. dalam konteks proses pembelajaran keaksaraan fungsional di masyarakat? Bagaimana model konseptual pembelajaran keaksaraan fungsional 2. yang berorientasi pada nilai budaya? Bagaimana implementasi pengembangan model pembelajaran 3. Keaksaraan Fungsional berorientasi pada nilai budaya bagi komunitas Bali di Gorontalo khususnya di desa Tri Rukun?Bagaimana efektivitas pengembangan model pembelajaran 4. Keaksaraan Fungsional berorientasi nilai budaya bagi komunitas Bali di Gorontalo khususnya di desa Tri Rukun?Bagaimana dampak pengembangan model pembelajaran Keaksaraan 5. Fungsional berorientasi nilai budaya terhadap kehidupan berkarya bagi komunitas Bali di Gorontalo khususnya di desa Tri Rukun?

KAJIAN PUSTAKAOrientasi nilai budaya dan Kebudayaan

Definisi tentang kebudayaan dalam arti terbatas dapat mencakup pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasrat dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya adalah keindahan (Koentjaraningrat, 2004, hlm.1), namun demikian beberapa ahli juga melihat suatu kebudayaan dalam arti yang luas, di mana kebudayaan dipandang sebagai suatu totalitas dari hasil pikiran, karya, hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan karena suatu sebab dapat dicetuskan oleh manusia melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2004, hlm. 5).

Pandangan Geertz (1973, hlm.89) kebudayaan dilihat sebagai suatu “an historically transmitted pattern of meanings embodied in symbols, a system

Page 62: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

56 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

of inherited conceptions expressed in symbolic forms by means of which men communicate, perpetuate, and develop their knowledge about and attitudes toward life...

Kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat yang masih tradisional, dianggap sebagai suatu yang masih bersifat abstrak, karena itu dalam konteks ideasional, kebudayaan berfungsi sebagai suatu pola yang membentuk prilaku yang khas suatu kelompok masyarakat. Namun demikian kebudayaan tidak berada dalam setiap kepala seseorang (Geertz. 2000, hlm. 12), walaupun dalam konteks ini kebudayaan tidak bersifat fisik, namun kebudayaan bukanlah sebuah entitas yang tersembunyi, karena kebudayaan pada dasarnya tidak dapat dibatasi dalam ruang dan waktu, ia terus berkembang kemana arah manusia menghendaki. Karena itu jua kebudayaan tidak bisa hanya disebut subjektif atau objektif, namun juga bisa dalam bentuk materialisme, idealisme, behavioris, impresionis dan positivis.

Dalam kaitannya dengan orientasi nilai budaya dalam suatu masyarakat, sistem nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dalam konsep kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Manusia yang telah memegang konsep nilai budaya menjadikan pandangan hidup dalam segala tindakan, prilaku, dan perbuatannya. Sistem nilai budaya dalam suatu masyarakat dianggap abstrak terhadap adat yang dikembangkannya, hal ini tidak lepas bahwa nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberikan arah dan orientasi pada kehidupan (Koentjaraningrat, 2009, hlm. 153) baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi masyarakat.

Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia. Kelima masalah dasar tentang orientasi nilai budaya suatu masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 63: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

57JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

Tabel 1. Kerangka Lima Masalah Dasar Orientasi Nilai Budaya Manusia

MASALAH DASAR DALAM HIDUP ORIENTASI NILAI BUDAYA

Hakikat hidup Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik

Hakikat karya Karya itu untuk nafkah hidup

Karya itu untuk kedudukan,

kehormatan, dsb

Karya itu untuk menambah kaya

Persepsi manusia tentang waktu

Orientasi ke masa kini Orientasi ke masa lalu

Orientasi ke masa depan

Pandangan manusia terhadap alam

Manusia tunduk kepada alam yang

dasyat

Manusia menjaga keselarasan dengan

alam

Manusia menguasai alam

Hakikat hubungan manusia dengan sesama manusia

Orientasi kolateral (horisontal), rasa ketergantungan

kepada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat

Orientasi vertikal,rasa

ketergantungan kepada tokoh, tokoh

atasan dan berpangkat

Individualisme menilai tingi usaha atas kekuatan sendiri

Sumber; Koentjaraningrat (2009, hlm.157)Kelima masalah dasar dalam tiap orientasi manusia memberikan

pandangan hidup atau word view bagi manusia yang menganutnya. Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan yang berkembang pada tiap kehidupan masyarakat sangatlah penting. Oleh karena itu, pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sistem perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.Perspektif Keaksaraan Fungsional

Istilah keaksaraan dari waktu ke waktu berbeda, setiap negara merumuskan keaksaraan sesuai dengan konteks dan permasalahanya. Keaksaraan di Indonesia dirumuskan sebagai suatu kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung, sementara di negara lain bisa diartikan sebagai pengembangan kemampuan kognitif dan keterampilan untuk meningkatkan standar hidup (Arif, tt, hlm. 16). Konsep keaksaraan secara tajam dikemukakan oleh UNESCO (2006, hlm.53), di mana keaksaraan (literacy) merupakan kemampuan yang dicapai seseorang dalam hal menulis, berhitung dan membaca sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam perkembangannya, keaksaraan

Page 64: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

58 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

tidak hanya dipandang sekedar menulis, berhitung dan membaca, namun keaksaraan juga telah mencakup berbagai aspek pengetahuan yang berkembang di masyarakat.

Fungsional (functional) diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan kecakapannya secara efektif dan fungsional dalam kehidupan sehari-hari dalam kelompoknya serta memungkinkan dia menggunakan kecakapan untuk pembangunan masyarakat (Arif. tt, hlm. 18). Dengan demikinan, dari pendapat tersebut jelas bahwa keaksaraan fungsional merupakan kemampuan dalam membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan kemampuan dasarnya untuk kepentingan mengembangkan dirinya. Secara sederhana keaksaraan fungsional juga diartikan sebagai pendidikan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis. Sementara itu, pemahaman keaksaraan fungsional yang dikemukakan oleh UNDP (Darkenwald and Merriam, 1982, hlm. 206) justru lebih menekankan pada kemampuan pengetahuan umum yang bersifat dasar dan kemampuan dalam bekerja, meningkatkan produktivitas, serta meningkatkan partisipasi dalam kehidupan bernegara dan pemahaman yang lebih baik terhadap lingkungannya.

Keaksaraan fungsional, sesuai dengan konsep dan pengertian tersebut mempunyai tujuan bagaimana mengupayakan kemampuan, pemahaman dan penyesuaian guna mengatasi kondisi hidup dan pekerjaannya. Lebih lanjut keaksaraan fungsional juga mempunyai tujuan untuk menjanjikan perubahan pada level individu dan masyarakat, adanya persamaan (equality), kesempatan dan pemahaman global. Dari beberapa pendapat tersebut mengindikasikan bahwa tujuan keaksaraan fungsional diharapkan pertama membuka jalan untuk mencari/mendapatkan sumber-sumber kehidupan; kedua melaksanakan kehidupan sehari hari secara efektif dan efisien; ketiga mengunjungi dan belajar pada lembaga yang dibutuhkan, keempat menggali, mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap pembeharuan untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan; dan kelima mampu memecahkan masalah kehidupan sendiri dan kehidupan masyarkat sekitarnya.Keaksaraan Fungsional dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat

Keaksaraan fungsional sebagai upaya pemberian kemampuan keaksaraan bagi penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas agar

Page 65: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

59JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan, dan berbicara untuk mengkomunikasikan teks lisan dan tulis dengan menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia serta mampu memfungsikan pengetahuannya dalam kehidupan masyarakat (life together) secara baik dan benar. Secara teoritis Pembelajaran keaksaraan fungsional pada dasarnya tetap mengacu pada konsep pembalajaran orang dewasa, seperti yang telah dikemukakan terdahulu. Namun demikian, dalam konteks pelaksanaan ia merupakan program pembelajaran yang bersifat developmental, karena inti dari program pembelajaran ini adalah bagaimana memberdayakan mengembangkan kemampuan baik secara ekonomi atau sosial dalam suatu masyarakat yang dengan berbagai sebab yang terbelenggu dan tidak berdaya.

Namun yang seharusnya menjadi pertanyaan adalah apakah keaksaraan fungsional mampu memberdayakan masyarakat? Bisakah pendidikan keaksaraan memberikan hasil (result, out come) memberdayakan bagi para warga belajar yang mengikutinya. Jawabannya sudah barang tentu bisa ya bisa juga tidak. Semua jawaban tersebut akan sangat bergantung pada pelaksanaan pembelajaran keaksaraan itu sendiri, jika pembelajaran keaksaraan dalam pelaksanaannya tidak mempunyai makna yang dalam, dalam artian hanya mengajarkan aspek keberfungsian dari keaksaraan itu sendiri atau keaksaraan lebih dimaknai sebagai subject matter ala sekolah (school view of literacy) dengan maksud supaya warga belajar bisa menguasai keterampilan teknikal baca tulis guna memperbanyak jumlah warga masyarakat yang bebas buta huruf, maka bukan tidak mungkin keaksaraan hanya sebagai simbol dari suatu proyek besar, dan jangan harap keaksaraan bisa memberdayakan masyarakat serta mempunyai dampak sosial bagi warga belajar. Keaksaraan sebagai bentuk investasi bagi pemberdayaaan masyarakat akan nampak sia-sia seperti dikemukakan oleh Marrifeald “The social impacts of literacy appear to be the guiding purpose for public investment in literacy education” (Faisal,2005, hlm. 2).

Pemberdayaan merupakan bentuk kegiatan yang alternatif dalam pembangunan masyarakat. Karena pada hakekatnya, proses pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai depowerment dari sistem kekuasaan yang mutlak-absolut (intelektual, religius, politik, ekonomi dan militer), kekuatan yang mendominasi pada yang lemah, membarikan akses berbagai bentuk penindasan terhadap yang lemah,

Page 66: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

60 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

termsuk didalamnya adalah persoalan pendidikan. Namun dalam perkembangannya, konsep ini digantikan oleh sistem baru yang berlandaskan idiil manusia & kemanusiaan (Humanisme). Persepektif pemberdayaan pada dasarnya mirip dengan aliran yang berbentuk kekuatan (power) yang hanya bermuara pada proses dehumanisasi terhadap keberadaan manusia (eksistensi manusia). Dengan demikian, Pemberdayaan dalam suatu masyarakat merupakan suatu proses yang dapat dilakukan dengan membangun kesadaran manusia sebagai mahluk yang mempunyai kebebasaan dalam bertindak, berfikir dan berkarya. Karena itu tidak heran jika Suzanne Kindervatter (1979;13) menyatakan bahwa “people gaining an understanding of and control over social, economic, and political force in order to improve heir standing in socity...”. pemberdayaan sebagai suatu kekuatan yang bertujuan untuk membentuk pemahaman dan pengendalian terhadap keadaan sosial, ekonomi dan kekuatan politik agar lebih meningkat dalam suatu masyarakat..

Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam pelaksanaan pembelajaran keaksaraan fungsional, sudah selayaknya menggunakan pendekatan yang cenderung melibatkan masyarakat, jika keaksaraan itu sendiri akan memberikan makna bagi proses terjadinya perubahan karena dalam pemberdayaan memiliki berbagai demensi yang terkait dengan kebutuhan masyarakat seperti pemahaman terhadap struktur sosial masyarakat, latar belakang kehidupan sosial ekonomi. Namun jika keaksaraan sebagai proses, maka pemberdayaan tidak lepas dari strategi pembelajaran, pengelolaan pembelajaran dan sistem evaluasi, ia harus mempunyai makna bagi peserta didik, pemahaman terhadap dirinya sebagai anggota masyarakat, sehingga ia mampu menjadi agen perubahan (social agent), pengawasan terhadap masyarakat (social control). Keaksaraan juga harus berdampak pada kehidupan ekonomi serta peningkatan struktur dalam masyarakat.

Guna meningkatkan kemampuaan pengetahuan dan keterampilan penduduk buta aksara, maka strategi yang perlu dikembangkan meliputi: pertama pendekatan yang bersifat partisipatif; kedua lintas sektoral, yaitu melakukan kerja sama dengan berbagai sektor kesehatan, keagamaan, dan pemerintah daerah; ke tiga pengoptimalan pendidikan keberaksaraan; dan ke empat pendekatan kebutuhan yaitu dengan menawarkan pemecahan masalah pendidikan yang dapat langsung menjawab kebutuhan masyarakat miskin dan pengangguran.

Page 67: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

61JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

METODOLOGI PENELITIANMetode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode research and development (penelitian dan pengembangan), khususnya penelitian dan pengembangan dalam pendidikan (research based development), dimana konsep dalam penelitian ini lebih ditekankan pada proses mengembangkan dan menvalidasi suatu produk pembelajaran. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian dan pengembangan, maka desain penelitian ini menggunakan desain sequential exploratory, Creswell (2010, hlm. 317) menyatakan bahwa desain sequential exploratory melibatkan pengumpulan data dan analisis data kualitatif pada tahap pertama, yang kemudian diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil data tahap pertama. Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Trirukun kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Sementara itu, subjek penelitian ini adalah keseluruhan penyandang buta aksara yang berada di desa Tri Rukun kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. Adapun sasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah; 1) Masyarakat yang berusia 15 tahun keatas, dengan prioritas penduduk buta aksara usia 15-44 tahun; 2) Kelompok masyarakat yang secara permanen tidak punya kemampuan membaca, menulis dan berhitung; 3) Secara khusus akan diprioritaskan pada kelompok perempuan yang tidak mempunyai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung; 4) Beragama Hindu Bali dan mengerti bahasa daerah Bali; 6) Secara admisistratif, kelompok sasaran bertempat tinggal di Desa Tri Rukun Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo.

Teknik pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, karena itu dalam pengumpulan data penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan angket. Sementara sesuai dengan tujuan penelitian, analisis data dalam penelitian dan pengembangan model pembelajaran digunakan analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Analisis data kualitatif merujuk pada pendapat Miles dan Hubermen (1992, hlm. 16) terdiri dari tiga tahap yaitu Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verivikasi.

Sementara untuk mengukur tingkat kepercayaan data maka

Page 68: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

62 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

dilakukan (1) kepercayaan (Credibility), (2) keteralihan (Transferability), (3) kebergantungan (dependability) dan, (4) kepastian (confirmability) (Guba dalam Maleong. 2004, hlm. 324). Sementara Analisis data kuantitatif, digunakan adalah analisis varian (analisis of variance) atau ANOVA. Dengan menggunakan analisis uji-t, untuk itu proses analisa data digunakan bantuan statistical product and service solution (SPSS) versi 20.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANGambaran Umum dan Orientasi Nilai Budaya Bali di Desa Tri Rukun

Konsep budaya komunitas Bali di desa Tri Rukun juga menyangkut berbagai simbol komunal atau pribadi. Sebagaimana masyarakat Bali di daerah asalnya, komunitas Bali di Tri Rukun dalam susunan simbolis yang terkait dengan Landasan Hakikat Hidup mencakup berbagai Konsep hidup bagi kalangan ummat Hindu itu sendiri yang pada akhirnya mempunyai tujuan untuk mencapai mokshartham jagadhitaya iti dharma dengan melaksanakan kerangka hidup manusia yang terdiri dari dharma, artha, kama dan moksa (catur purusartha). Konsep hakikat hidup manusia bagi umat Hindu dapat digambarkan sebagai berikut:

MOKSA

DHARMA

ARTHAKAMA

Gambar 2. Konsep Hakikat Hidup Bagi Ummat Hindu Implementasi terhadap dharma bagi ummad Hindu dilakukan

dalam bentuk perbuatan baik (cubhakarma) yaitu kehidupan harus bersumber pada kesusilaan dimana segala bentuk tingkah laku yang baik dan mulia harus selaras dengan ketentuan dharma. Konsep perbuatan baik tersebut mengandung makna bahwa tiap kehidupan

Page 69: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

63JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

diharuskan berprilaku bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (wacika) dan berbuat yang jujur (kayika). implementasi dari hakikat hidup juga dalam bentuk usaha membahagiakan sesama mahluk (maitri) hidup, bakti dengan beramal dan berderma (dana), prilaku untuk tidak mementingkan diri sendiri (arimbhawa) dan memegang teguh apa yang di ucapkan (satya), jujur dalam mempertahankan kebenaran (arjawa). Jika semua perbuatan hidup didasarkan pada dharma, maka menurut keyakinan ummad Hindu, setiap manusia akan mencapai tujuan hidup tertinggi (moksa).

Sementara itu, konsep hubungan manusia dengan hakikat karya bagi komunitas Bali di desa Tri Rukun lebih mengacu pada kemampuan seseorang dalam memelihara kelangsungan hidup dengan bekerja dan bekerja dengan baik merupakan perbuatan dharma dan ia merupakan tuntutan hidup. kelangsungan hidup manusia harusmengacu pada catur marga, yaitu Bhakti Marga suatu usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan mengutamakan aktifitas bekerja dan berusaha dengan tidak terlalu mengharapkan hasilnya untuk kepentingan diri sendiri. Implementasi hakikat karya juga dimaknai sebagai bentuk usaha dalam memperbaiki diri untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Oleh karena itu “hidup adalah kerja, dan kerja adalah dharma untuk mendapatkan artha dan kama agar bisa mencapai moksa”.

Hakikat waktu merupakan hakikat yang menghubungkan manusia antara masa lalu dengan masa sekarang. Hubungan waktu dengan kehidupan manusia bagi komunitas Bali di Tri Rukun sangat erat dengan nilai-nilai kesucian dan kesakralan waktu itu sendiri. Secara kultural, mereka memberi garis batas pada unit-unit waktu tertentu. Penelitian Geertz (2000, hlm.34) menyatakan bahwa waktu merupakan bentuk pengejewantahan diri dalam pengalaman-pengalaman manusia, karena itu dalam tradisi Hindu, waktu diukur menurut ukuran atau hitungan yang berkaitan dengan makna sosial, intelektual dan religius. Penentuan berbagai kegiatan baik upacara keagamaan, atau kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan harus ditentukan waktunya, atau dicari hari pasarannya sesuai dengan kalender Bali. Adanya hari-hari suci bagi umat Hindu di Tri Rukun merupakan bentuk implementasi dari hubungan manusia dengan waktu. Tujuan berlakunya hari-hari suci dimaksudkan untuk mencapai kerahayuan dan kesejahteraan buana alit atau buana agung.

Page 70: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

64 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

Hakikat hubungan manusia bagi komunitas Hindu di Tri Rukun, lebih menekankan adanya perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, dan setiap perbedaan dituntut untuk saling rukun dan menghormati berbagai perbedaan antar manusia. Konsep hakikat manusia tidak hanya didasarkan pada manusia sebagai mahluk sosial, namun manusia sebagai mahluk individu. Namun yang paling mendasar adalah bahwa kehidupan manusia bersama sang Pencipta, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia lain dituntut untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis, serasi dan selaras, ketiganya disebut sebagai Trihita Karana.

Hakikat hubungan manusia dengan alam ditandai dengan beberapa pandangan komunitas Bali di Tri Rukun, diantaranya dengan mengolah alam demi kepentingan kehidupan dan penghidupan. Keselarasan antara manusia dan alam diciptakan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Mengelola alam juga sebagai bentuk dharma bagi kelangsungan hidup manusia. alam memberikan keuntungan bagi manusia dan manusia mempunyai tugas untuk menjaga dan memanfaatkan alam.

Berdasarkan orientasi nilai budaya komunitas Bali di desa Tri Rukun maka rancangan Model Konseptual Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berorientasi Nilai Budaya Dalam Rangka Meningkatkan Kehidupan Berkarya terfokus pada hal sebagai berikut; (1) Perencanaan pembelajaran. (2) Sasaran belajar; (3) Sarana Belajar; (4) Kurikulum, (5) Waktu belajar; (6) Ragi belajar; (7) Panti belajar; (8) Tutor; (9) Srategi pembelajaran; (10) Pengawasan; (11) Evaluasi; Berdasarkan rancangan tersebut, maka model konseptual pengembangan pembelajaran keaksaraan Fungsional tingkat dasar meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah; (1) rasional model, (2) landasan yuridis, (3) tujuan pengembangan (4) sasaran, (5) strategi penerapan model, (6) langkah-langkah penerapan model, (7) strategi pembelajaran model, (8) kurikulum pengembangan model, (9) pamong belajar atau tutor, (10) metode pembelajaran, (11) sarana dan sumber belajar, (12) evaluasi pembelajaran. Konsep pembelajaran Keaksaraan Fungsional berorientasi nilai budaya dengan kehidupan berkarya pada pengembangan model pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut;

Page 71: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

65JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

Bagan 1. Konsep Pembelajaran Keaksaraan Berorientasi Nilai Budaya dalam rangka meningkatkan Kehidupan Berkarya

Guna memudah memudahkan penerapan pengembangan model dalam penelitian ini maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan; 4) pengawasan; dan 5) evaluasi. Sementara itu strategi penerapan model digunakan strategi partisipatori dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Beberapa prinsip yang digunakan dalam pendekatan ini adalah 1) mengutamakan komunitas warga yang tidak bisa membaca, menulis, berhitung; 2) pemberikan akses seluas-luasnya pada berbagai komponen masyarakat; 3) masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator. Proses berlangsungnya pembelajaran ini dapat digambarkan pada bagan berikut ini;

Bagan 2. Proses Model Pembelajran Keaksaraan Fungsional Berorientasi Nilai Budaya

Page 72: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

66 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

Implementasi Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Pada Komunitas Bali

Implementasi pengembangan model diawali dengan uji kelayakan. Tahapan ini dilakukan untuk melihat apakah model yang dikembangkan sudah benar-benar layak untuk diujicobakan pada sampel ujicoba. Oleh karena itu, dalam penelitian dan pengembangan ini digunakan uji ahli dengan melibatkan berbagai komponen ahli dan profesional dalam proses pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, khususnya dalam pembelajaran keaksaran fungsional dan nilai budaya Bali. Selanjutnya dilakukan pra ujicoba, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan dengan kesiapan pelaksanaan ujicoba. Oleh karena itu, dalam pra ujicoba ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan evaluasi.

Tahap selanjutnya adalah ujicoba lapangan awal (preliminary field testing). Dalam ujicoba lapangan awal dilakukan secara terbatas terhadap 10 subjek penelitian sebagai penyandang buta aksara murni. Proses ujicoba dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ujicoba lapangan terbatas dilakukan dengan empat kali pertemuan. Sesuai dengan kesepakatan antara warga belajar dengan tutor, maka kegiatan ujicoba pembelajaran keaksaraan dilaksanakan pada tiap hari Selasa bertempat di Bale Banjar. Dalam pelaksanaaan uji coba pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan desain model pengembangan pembelajaran keaksaraan fungsional berorientasi pada nilai budaya yang diawali dengan upacara penyucian jiwa dalam bentuk upakara trisandya puja. Trisandya puja.

Tahap berikutnya adalah kegiatan pembelajaran membaca, berhitung dan menulis. Proses kegiatan pembelajaran diawali dengan membagikan bahan bacaaan (preview) yang terkait dengan kegiatan sehari-hari, bahan bacaan adalah bahan bacaan ringan dan menarik. Dan pada akhir kegiatan dilakukan dharma sadhana yaitu kegiatan mempraktekkan apa yang telah diajarkan dan dibelajarkan, proses ini sekaligus bentuk pengulangan terhadap apa yang telah dipelajari (review).

Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi dengan berbasis pada bentuk evaluasi diri (self evaluation). Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk melihat perkembangan kemampuan warga belajar setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan evaluasi proses bertujuan

Page 73: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

67JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

untuk melihat berbagai aspek kelemahan dan kelebihan dari proses pembelajaran secara keseluruhan.

Hasil dari proses pembelajaran pada ujicoba pertama maka dilakukan revisi Revisi (Main Product) pertama terhadap model pembelajaran. Adapun revisi pada produk model yang perlu perbaikan dari hasil ujicoba pertama dapat dijabarkan sebagai berikut; 1) kesenjangan antara hasil identifikasi kebutuhan belajar dan pembelajaran yang dilakukan; 2) pelibatan warga belajar dalam proses pembelajaran; 3) kegiatan inti pada proses pembelajaran, khususnya proses diskusi, tanya jawab dan berbagai pengalaman; 4) proses evaluasi.

Tahap selanjutnya adalah tahap Uji Coba Lapangan (main field testing). Seperti yang telah dilakukan pada tahap ujicoba pertama, pada tahap ini juga dilakukan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran dilakukan empat kali pertemuan dengan subjek yang tidak semua berbeda antara subjek pada ujicoba pertama.

Dari hasil evaluasi, perkembangan kemampuan membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi melalui treatmen model yang dikembangkan pada ujicoba pertama maupun kedua menunjukkan perkembangan yang signifikan sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.

Selanjutnya dilakukan Ujicoba lapangan lebih luas (Operational Field Testing) yaitu ujicoba terakhir yang dilakukan pada disain pembelajaran yang telah direvisi dari hasil ujicoba pertama dan kedua. Seperti pada ujicoba pertama dan kedua, tahapan pada ujicoba ketiga, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Namun yang membedakan pada ujicoba ini adalah pembagian kelompok belajar, dimana sebagian kelompok belajar dijadikan sebagai kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding, dan sebagian lain sebagai kelompok eksperimen. Dari hasil ujicoba ketiga menunjukkan bahwa perkembangan hasil belajar antara kolompok eksperimen dengan kelompok control menunjukkan adanya perbedaan, hal ini nampak pada kelompok eksperimen yang memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol.

Page 74: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

68 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

Efektivitas Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berorientasi pada Nilai Budaya

Efektifitas sebuah model pembelajaran pada dasarnya tidak hanya dilihat dari pencapaian indikator keberhasilan program pembelajaran, namun capaian indikator keberhasilan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, dalam artian bahwa terdapat keterkaitan setiap komponen pembelajaran pada setiap program pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran memperlihatkan kemajuan dalam setiap pertemuan, berbagai komponen dalam pembelajaran memberikan kontribusi penting terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran itu sendiri. Aspek-aspek yang mempengaruhi terhadap efektifitas pembelajarn meliputi identifikasi kebutuhan pembelajaran, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar. Namun demikian, Salah satu tolok ukur efektifitas dari sebuah kegiatan pembelajaran dapat dilihat adalah adanya kemajuan hasil belajar kelompok sasaran ujicoba. Dari hasil evaluasi pembelajaran dalam tiga kali uji coba menunjukkan bahwa nilai rata-rata sasaran ujicoba mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap indikator pembelajaran. Efektifitas pembelajaran keaksaraan fungsional berorientasi nilai budaya juga nampak pada uji coba ketiga, yang membendingkan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mempunyai nilai lebih baik pada seluruh indikator jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Lebih dalam lagi, bahwa efektifitas pembelajaran keaksaraan fungsional, ditentukan oleh peran faktor eksternal, hal ini nampak pada hasil Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa peran faktor eksternal yang datang dari luar mempunyai pengaruh yang kuat terhadap gaya belajar setiap warga belajar, khususnya terkait dengan pendekatan model pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai keHinduan, baik metode, bahan ajar serta peran tutor dalam melaksanakan pembelajaran. Bentuk rangsangan yang datang dari luar kemudian mempengaruhi sikap warga belajar yang direfleksikan dalam bentuk tindakan, inilah yang disebutkan oleh Alan Rogers (1992;14) sebagai input of orther experience.

Page 75: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

69JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

Dampak Pembelajaran Keaksaraan Fungsional yang Berorientasi Nilai Budaya Terhadap Kehidupan Berkarya bagi Komunitas Bali.

Salah satu aspek penting hasil implementasi pembelajaran keaksaraan fungsional berorientasi nilai budaya dalam penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan warga belajar secara mandiri terhadap kehidupan berkarya. Konsep kehidupan berkarya merujuk pada bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari proses interaksi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam (trihita kharana). Manivestasi kehidupan berkarya dalam penelitian ini tercermin pada konsep etos kerja, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial, dan kehidupan budaya.

Kehidupan sosial yang menjadi fokus analisis dalam penelitian ini adalah kehidupan yang terkait dengan aspek kebermaknaan dan keberfungsian yang berkait dengan pembelajaran tanpa mengurangi landasan konsep teori sosial yang berkembang. Dampak hasil belajar dalam kehidupan berkarya, pada aspek keberfungsian bagi kehidupan sosial juga ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi warga belajar dalam kegiatan penyuluhan-penyuluhan yang diselenggarakan oleh dasa wisma atau kegiatan sosial dalam bentuk lain, demikian pula dengan kesadaran warga belajar dalam menghargai pendapat orang lain yang telah ditunjukkan pada setiap kegiatan kemasyarakat baik yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dalam acara keagamaan. Sementara itu, perkembangan kehidupan ekonomi bagi warga belajar sebagai salah satu indikator kehidupan berkarya adalah peningkatan kehidupan ekonomi yang secara nyata diimplementasikan kedalam bentuk sikap dalam berusaha mencapai nilai ekonomi yang lebih maju dan berkembang. Kebutuhan dalam usaha meningkatkan kehidupan memberikan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan sebuah keterpanggilan sebagai bentuk pengabdian (dharma) kepada Tuhan (Sang Hyang Widi). Untuk menopang kehidupan ekonomi maka salah satu aspek penting ditentukan oleh etos kerja yang kuat. Etos kerja merujuk pada sikap dan aktivitas manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Disadari maupun tidak, di dalam kerja terkandung nilai-nilai moral maupun material. Karena itulah kerja bagi seseorang tidak lepas dari nilai-nilai tersebut. Kerja bagi komunitas bali dimaknai sebagai

Page 76: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

70 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

bentuk makarye yang berhubungan langsung dengan bentuk tanggung jawab seseorang terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakat. Setiap orang akan merasa dihargai apabila kerja (makarye) yang dilakukan mempunyai makna, dan hal itu akan memberikan penghargaan dari hasil usaha atas aktivitas yang telah dilakukan. Selama kerja itu menjadi sebuah kebutuhan dan keterpanggilan dalam eksistensinya sebagai manusia, maka hal itu akan tercipta suatu kondisi yang memacu semangatnya untuk selalu berusaha dan bekerja. Indikator terakhir dalam kehidupan berkarya dalah kehidupan budaya. Kehidupan budaya merupakan segala bentuk aktivitas yang melingkupi berbagai aspek kehidupan manusia. Namun demikian, budaya bukan merupakan kodrat yang telah dimiliki oleh manusia sejak lahir sabagai suatu pembawaan, namun budaya akan menjadi suatu yang melekat pada setiap manusia manakala manusia telah mulai belajar melalui proses interaksi dengan alam, manusia dan Mengenal keberadaan Tuhan. Salah satu peran penting pembelajaran keaksaraan fungsional berorientasi nilai budaya adalah membangun wawasan pengetahuan warga belajar agar mampu secara mandiri beradaptasi dengan lingkungannya dan mengembangkan pengetahuan budaya yang melekat dalam dirinya.

Adanya pengaruh bagi kesadaran warga belajar untuk bertanggung jawab terhadap perkembangan agama yang diyakini dan budaya yang menjadi nilai orientasi bagi kehidupan yang melingkupinya serta kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap perkembangan budaya dan agama menjadi cerminan bagi warga belajar sebagai bentuk dampak dari proses pembelajaran keaksaran fungsional.

Dari seluruh hasil temuan penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa Pendidikan sebagai bentuk proses simbolik dalam membangun budaya manusia menjadi akar dari nilai dasar orientasi nilai budaya yang menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari pada komunitas Bali di Gorontalo. Kehidupan komunitas bali yang sarat dengan nilai budaya yang bersumber dari nilai-nilai Ke-Hinduan mempunyai sifat komulatif dan kohesif yang menyatukan keanekaragaman interpretasi dan sistem keyakinan. Penyatuan dapat terjadi karena adanya proses interaksi pada setiap masyarakat sehingga menghasilkan pola interpretasi yang sama, pola tersebut diwujutkan dalam bentuk tujuan yang sama yang kemudian diwujudkan dalam suatu tindakan, tindakan yang dilakukan inilah oleh Geertz (1992)

Page 77: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

71JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

disebut sebagai simbol kebudayaan yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

Apa yang dikemukakan oleh Geertz memperlihatkan secara nyata terhadap kehidupan komunitas Bali di desa Tri Rukun sedemikian sarat dengan sifat-sifat yang tidak sekedar bersangkut paut antara simbol-simbol keagamaan dan simbol-simbol kebudayaan yang diperankan dalam kehidupan sehari-hari. Namun juga memperlihatkan bahwa setiap simbol yang diperankan mempunyai pemaknaan yang mendalam. Simbol-simbol kebudayaan yang dijalani sejalan dengan corak dan konsep pattern for behaviour yang diajukan oleh Geertz (1992), dimana ia melihat agama sebagai pola untuk melakukan tindakan dan menjadi sesuatu yang hidup dalam diri setiap individu baik dalam konteks pemaknaan sosial maupun pemaknaan personal dalam kehidupan sehari hari. Praktik agama Hindu merupakan pedoman yang dijadikan kerangka interpretasi tindakan manusia, dimana praktik keagamaan sebagai bentuk kebudayaan yang kompleks. Agama dan budaya menjadi unsur yang menyatu dalam setiap gerak langkah dan kehidupan komunitas Bali di Gorontalo, karena itu sangat wajar jika dalam kehidupan komunitas Bali di Tri Rukun sangat sulit menemukan pertentangan yang mendasar antara praktik budaya dan agama. Saratnya berbagai sifat keterkaitan manusia dengan nilai-nilai budaya (agama) menjadi cerminan ketergantungan komunitas Bali di Tri Rukun sebagai pemeluk agama Hindu yang taat dengan kelima dasar orientasi nilai budaya terkait dengan pemaknaan hakikat hidup, hakikat karya, hakikat waktu, hakikat hubungan dengan manusia dan hakikat hubungan dengan alam, dimana pemaknaan tersebut dibangun dan dibentuk sesuai dengan tujuan dasar manusia yang bersumber pada nilai-nilai keHinduan seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Hubungan kelima dasar orientasi nilai budaya dengan nilai-nilai keHinduan dapat digambarkan sebagai berikut;

Page 78: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

72 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

Gambar 3. Hubungan Orientasi Nilai Budaya dengan Nilai-nilai Agama Hindu

Domain berkarya atau makarye sebagai dampak dari proses pembelajaran mengisyaratkan pemikiran yang holistik dari warga belajar, dimana setiap tindakan manusia selalu dikaitkan dengan sifat-sifat kesatuan antara manusia dengan alam semesta dan Tuhannya. Sementara demensi sosial, ekonomi dan budaya ditempatkan sebagai bingkai dalam tata hubungan dan praktik sosial dalam kehidupan komunitas Bali. Bekerja keras sebagai bentuk tanggung jawab ekonomi, mencintai sesama sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan berdoa sebagai bentuk tanggung jawab padaTuhan menjadi domain episode kehidupan sebagai bentuk pengabdian (dharma) pada Tuhan.

Dari sinilah kita patut menyadari, bahwa dalam setiap masyarakat pada dasarnya terdapat berbagai kandungan dan “mutiara” yang bisa kita petik guna dipahami dalam sebagai bentuk pembelajaran bagi diri sendiri, seperti hakikat berkarya, yang tidak hanya sebatas kepentingan ekonomi semata, namun lebih dari itu sebagai bentuk tanggung jawab pada Tuhan, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian rasanya setiap manusia setidaknya (1) menjunjung tinggi harkat dan martabat dirinya selaku manusia, manusia yang dilahirkan sederajad; (2) saling menghormati; (3) berbuat kebaikan baik pada sesama, alam dan masyarakat

TRIHITA KARANA

HAKIKAT HIDUP

HAKIKAT BERKARYA

HAKIKAT WAKTU

HAKIKAT HUBUNGAN

DENGAN MANUSIA

HAKIKAT HUBUNGAN

DENGAN ALAM

BRAHMAN

MOKSA ATMAN (Diri Sendiri)

KARMAPALA(Perbuatan)

PUNARBHAWA (reinkarnasi)

Page 79: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

73JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

SIMPULAN DAN SARANSesuai dengan pertanyaan penelitian, maka simpulan penelitian ini

adalah sebagai berikut:Konsep orientasi nilai budaya komunitas Bali di Gorontalo 1. didasarkan pada konsep Panca Srada yaitu Brahman, Atman, Karmahala, Punarbhawa dan Moksa. Dasar dari panca Srada inilah yang menumbuhkan nilai-nilai Tri Hita Karana pada setiap komunitas Bali. Tri Hita Karana merupakan cerminan tindakan manusia terhadap hubungan manusia dengan Tuhan, Manusia dengan Manusia dan manusia dengan Alam. Kosmologis falsafah Tri Hita Karana menjadi titik awal kesadaran manusia dalam memaknai hakikat hidup manusia, hakikat alam, hakikat terhadap waktu, hakikat berkarya dan hakikat manusia itu sendiri. Model pengembangan pembelajaran keaksaran fungsional 2. dirancang berdasarkan nilai budaya yang bersumber pada konsep Trihita Kahrana dan Panca Srada. Pada takaran teoritis, prinsip-prinsip pembelajaran keaksaraan fungsional yang dikembangkan terdiri dari; 1) metode pembelajaran; 2) Strategi Pembelajaran; 3) Bahan belajar, media pembelajaran dan; 4) Evaluasi pembelajaran. Model konseptual pengembangan pembelajaran keaksaraan fungsional terdiri dari beberapa komponen pengembangan, yaitu (1) perencanaan pembelajaran; (2) sasaran belajar; (3) sarana belajar ; (4) kurikulum; (5) waktu belajar; (6) ragi belajar; (7) panti belajar; (8) tutor/pamong belajar; (9) strategi pembelajaran; (10) pengawasan dan; (11) evaluasi. Langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran meliputi dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup; (4) pengawasan; (5) evaluasi dan ; (6) pelaporan.Proses implementasi uji coba pembelajaran diawali dengan 1) 3. tahap perencanaan; 2) tahap pelaksanaan dan; 3) evaluasi. Sebelum dilaksanakan kegiatan uji coba terhadap produk awal, terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan. Selanjutnya dilakukan kegiatan ujicoba yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu tahap ujicoba lapangan awal (preliminary field testing), tahap revisi (main product revision), tahap ujicoba lapangan (main field testing), tahap ujicoba lapangan lebih luas (operational product revision) dan tahap

Page 80: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

74 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

akhir adalah model akhir (final product revision).Efektifitas pembelajaran dapat dilihat dari capaian hasil belajar 4. dari setiap kegiatan uji coba. Secara keseluruhan dalam tahapan uji coba pembelajaran keaksaraan fungsional berorientasi nilai budaya menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada setiap pertemuan mengalami peningkatan yang signifikan, dan hasil analisis uji beda pada setiap pertemuan mempunyai perbedaan yang signifikan. Demikian halnya pada ujicoba lebih luas, dimana terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok yang diberi perlakuan (eksperiment) dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan (control group). Adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa pembelajaran keaksaran fungsional berorientasi nilai budaya mampu meningkatkan kemampuan belajar bagi setiap warga belajar. Dampak dari proses pembelajaran keaksaraan fungsional 5. berorientasi nilai budaya dapat dilihat dari perkembangan kehidupan berkarya setiap warga belajar. Implikasi perkembangan kehidupan berkarya tercermin dari semangat dalam menjalani setiap pekerjaan (makarye) yang diaplikasikan dalam bentuk etos kerja yang didasarkan pada nilai keagamaan (dharma), kehidupan ekonomi yang semakin meningkat, kehidupan sosial yang tercermin dalam bentuk prilaku kehidupan sehari-hari dan kehidupan budaya tercermin dalam bentuk pengabdian pada agama, alam, dan manusia (trihita karana).

DAFTAR PUSTAKAArif, Z, tt, Studi Mengenai Tingkat Keaksaraaan di Beberapa Provinsi di

Indonesia, laporan penelitian, JakartaArif, Z.(1986). Andragogi. Bandung. Angkasa. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2010), Pembangunan

Provinsi Gorontalo, Perencanaan dengan Indeks Pembangunan Manusia. Jakarta. Bridge.

Basleman. A. (2003). Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat Melalui PLS. VISI, Nomor 14/TH XI/2003.

Bogdan, R. & Biklen, S K. (1992). Qualitative Research for Education, an Introduction To Theory and Methods. Boston:Allyn And Bacon Inc., London.

Darkenwald, G. & Marriam, S. B. (1982). Adult Education. Foundations of

Page 81: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

75JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Keaksaraan Fungsional

Practice. New York: Harper & Row Publishers.Direktorat Pendidikan Masyarakat. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan

Pemuda. (2004a). Rencana Aksi Nasional Pendidikan Keaksaraan. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.

Faisal, S. (2001), Curricula of literacy program, Paper presented in the session of international workshop of ISESCO on literacy, Malang: STAIN Malang.

Fakih, M. (ed). (2001).Ideologi dalam Pendidikan, pengantar dalam Ideologi-Ideologi Pendidikan.Yogjakarta. Pustaka Pelajar

Fraire. P. (2002). Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. (terjemah) Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Geertz. C. (1992), Kebudayaan dan Agama. Yokyakarta. Kanisius.Geertz. C. (1989). Penjaja dan Raja : Perubahan sosial dan modernisasi ekonomi

di dua kota Indonesia. Jakarta . Yayasan Obor Indonesia.Geertz. C. (2000). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta. KanisiusHufad, A. (2004). Sosialisasi identitas kekerabatan pada keluarga inti (Studi

Kasus pada Keluarga Elite Orang Menes di Banten). (Disertasi). Pasca sarjana Universitas Padjajaran. Bandung.

Kamil, M. (2009). Pendidikan Nonformal, Pengembangan Melalui Pusat kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung. Alfabeta.

Kindervatter, S. (1979). Non-Formal Education as an Empowering Process with Case studies from indonesian and Thailand. Amherst Massachusetts. Centre fo international Education. University of Manssachusett.

Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas dan pembangunan. Jakarta. Gramedia.

Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. Yokyakarta. Tiara Wacana Yokya.

Kuntoro. Sodik, A. (2007).”Pendidikan keaksaraan untuk mencerdaskan Kehidupan Masyarakat”.Visi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non Formal (PTK-PNF), 2,(1). 23-27

Kusmiadi, A. (2009). Model Pengelolaan Pembelajaran Pasca Keaksaraan Melalui Penguatan Pendidikan Kecakapan Hidup Bagi Upaya Keberdayaan Perempuan Pedesaan (Studi Pemberdayaan Perempuan Pedesaan Di Kampung Cibago, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang). Andragogia - Jurnal

Page 82: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

76 JPNF Edisi 13 2015

Zubaidi, Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional

PNFI/Volume 1/No 1, hlm. 5-28Kusnadi, W. D & Raharjan, W. (2009). Keaksaraan Fungsional di Indonesia:

Konsep, Strategi, dan Implementasi. Jakarta. Mustika Aksara.Mappa, S & Basleman. A. (1994). teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta:

Dirjendikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Matthew, B Miles & Huberman. A. Machael. (terjemah). (1992). Analisis

Data Kualitatif. Buku Sumber Tentang metode-metode Baru. Jakarta. Universitas Indonesia press.

Merrifield, J (1998), Contested ground: Performance accountability in adult basic education : Cambridge: NCSALL.

Ritzer, G & Goodman. D. J. (2007). Teori Sosiologi Modern. (terjemah). Jakarta. Prenada Media Group.

UNESCO. (2006). Handbook for Literacy and Non-Formal Education Facilitators in Africa. France. Section for Literacy and Non-formal Education Secretariat.Division of Basic Education UNESCO.

Page 83: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

77JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

PELATIHAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DALAM MENINGKATKAN KEWIRAUSAHAAN(Studi Kasus Pada Masyarakat Urban Di Kelurahan BabatanKecamatan Wiyung Kota Surabaya)

Heryanto Susilo

AbstractThe main problem in this research is how the implementation and impact of industrial training for urban community. This study aimed to obtain a clear picture of the implementation and impact of domestic industry training for the improvement of urban entrepreneurship in Babatan District of Wiyung Surabaya. This study used a qualitative approach with case study research methods and data collection techniques used were observation, interviews and documentation. Data analysis methods used by means of data collection, data reduction, data display and also final conclusion or verification.The research result can be described as: (1) Training domestic industry which was held in the Babatan village districts Wiyung Surabaya city is very beneficial to urban communities that having a business or do not have business in the domestic industry, (2) Although the development and improvement is needed to this training, but the participants motivation very high, they have a goal to apply the training materials is to improve their business, (3) After training domestic industry, urban communities have the knowledge, attitude and skills are very supportive in improving its business, (4) The participants allow it to communicate with fellow members of the group and establish useful partners to improve and expand its business, and (5) By applying the material and guidelines gained from the training, urban communities are able to open a business and who already have a business can expand their business. Their improved knowledge, attitudes and skills that can improve entrepreneurship, so that, this condition is very supportive

Page 84: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

78 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

towards improving the welfare of the family and life in everyday life, as well as the participation of the surroundings.Thus the results of this research showed positive impact on the increase especially in the urban community of entrepreneurial propensity cognition changes aimed at symptoms of behavioral change in the new of thinking ideas, creative, motivation for business, characterized by opening an independent business and increased revenue. Factors affecting the impact of, among others, the level of consciousness, intensity of self-employment, and facilitation. The recommendations can be conveyed in the training of domestic industry can be implemented and followed to the urban communities to make them more competitive in life in the city Recommendations that can be delivered is a household industry training can be carried out and continued to urban communities to make them more competitive in life in the city.Keyword: home industry training, entrepreneurship and urban communities.

AbstrakPermasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan dan dampak pelatihan industri rumah tangga bagi masyarakat urban. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pelaksanaan dan dampak pelatihan industri rumah tangga untuk peningkatan kewirausahaan masyarakat urban di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dengan cara koleksi data, reduksi data, display data dan kesimpulan/verifikasi. Temuan penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Pelatihan industri rumah tangga yang dilaksanakan di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung Kota Surabaya sangat bermanfaat bagi masyarakat urban yang yang memiliki usaha

Page 85: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

79JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

atau belum memiliki usaha di bidang usaha industri rumah tangga; (2) Meskipun dalam pelatihan masih perlu perbaikan dan peningkatan tetapi motivasi peserta pelatihan ini sangat tinggi, mereka memiliki tujuan untuk menerapkan materi pelatihan tersebut dalam meningkatkan usahanya; (3) Setelah mengikuti pelatihan industri rumah tangga, masyarakat urban memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sangat mendukung dalam meningkatkan usahanya; (4) Para peserta memungkinkan untuk berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok dan menjalin mitra yang bermanfaat dalam meningkatkan dan mengembangkan usahanya; dan (5) Dengan menerapkan materi dan pedoman yang didapat dari pelatihan, masyarakat urban mampu membuka usaha dan yang sudah memiliki usaha dapat mengembangkan usahanya. Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan tersebut dapat meningkatkan kewirausahaan, sehingga kondisi ini sangat mendukung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga dan kehidupannya dalam kehidupan sehari-hari, serta partisipasi terhadap lingkungan sekitarnya. Hasil penelitian ini menunjukkan ada dampak positif pada peningkatan kewirausahaan masyarakat urban. Terutama pada kecenderungan perubahan kognisi yang ditunjukkan dengan gejala perubahan perilaku, pemikiran ide-ide baru, kreatif, motivasi untuk usaha, ditandai dengan membuka usaha mandiri dan peningkatan pendapatan. Faktor yang mempengaruhi dampak tersebut antara lain tingkat kesadaran, intensitas melakukan wirausaha, dan adanya pendampingan. Rekomendasi yang bisa disampaikan adalah pelatihan industri rumah tangga bisa dilaksanakan dan dilanjutkan kepada masyarakat urban agar mereka lebih berdaya saing dalam menjalani kehidupan di kota. Keyword: pelatihan industri rumah tangga, kewirausahaan dan masyarakat urban.

Page 86: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

80 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

PENDAHULUANSuatu kenyataan masyarakat yang kurang beruntung yang kemudian

disebut masyarakat urban di kota besar seperti Surabaya pada umumnya menempati kawasan perumahan yang kumuh dan mempunyai tingkat kehidupan yang rendah. Masyarakat urban tersebut terdiri dari keluarga-keluarga yang menetap, artinya mereka bertempat tinggal di kelurahan-kelurahan yang telah ditata oleh pemerintah setempat, tetapi ada pula yang bertempat tinggal musiman untuk sekedar mencari nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan di pedesaan.

Pada awalnya mereka datang ke kota-kota besar seperti Surabaya disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti kesulitan perekonomian yang mereka alami di daerah-daerah pedesaan dan kemajuan kota yang mendorong mereka untuk pergi ke kota-kota besar tersebut. Perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke kota adalah karena adanya daya dorong dari desa seperti rendahnya penghasilan per kapita, pengangguran, baik yang nyata ada maupun yang tersembunyi, kurang atau tidak adanya pemilikan tanah. Selain itu juga adanya daya tarik kota seperti kesempatan kerja dengan upah menarik, daya beli penduduk, kesempatan bersekolah atau kesempatan mengikuti kursus-kursus keterampilan di bidang teknik ataupun di bidang administrasi. Kota dapat dimanfaatkan untuk berwiraswasta atau penawaran jasa lainnya.

Daerah-daerah kantong masyarakat urban tersebar hampir di wilayah perkotaan yang pada umumnya mereka menempati daerah bantaran sungai, daerah pelabuhan, daerah sekitar pasar, daerah pembuangan sampah dan daerah-daerah dimana pembangunan dilaksanakan. Kondisi ini dapat dimaklumi karena pada daerah-daerah ini menurut perhitungan masyarakat urban kurang menuntut biaya untuk kebutuhan hidup yang tinggi dan mereka mudah untuk mencari pekerjaan seadanya guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di Surabaya, daerah yang ditempati masyarakat urban cukup banyak, salah satunya menurut hasil penelitian Suyati (1995:32) yang menyatakan bahwa di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung, yang lokasinya dihuni oleh ribuan orang masyarakat urban.

Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya adalah salah satu kelurahan yang merupakan daerah perbatasan dengan Kabupaten Gresik. Keberadaannya sebagai daerah perbatasan sangat

Page 87: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

81JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

rawan dengan pengaruh metropolis yang kurang seimbang dengan potensi dan kondisi setempat sehingga muncul kondisi kemiskinan yang menjadi gambaran di perkotaan. Fungsi lingkungan sebagai tempat memenuhi kebutuhan hidup primernya menjadi semakin kabur karena orang mencari makan tidak mengelola lingkungan secara langsung.

Para pengamat pada bidang pembangunan sepakat bahwa pelibatan faktor manusia dalam pembangunan merupakan kunci pengentasan kemiskinan karena pada hakekatnya pembangunan itu adalah “proses yang berasal dari masyarakat oleh masyarakat untuk masyarakat dan berlangsung dalam masyarakat tersebut” (Soedomo, 1990:124). Penanda awal pelibatan faktor manusia dalam pembangunan adalah peningkatan kemampuan manusia untuk menjadi tenaga-tenaga profesional guna mengatasi masalah yang mereka alami secara tepat dan serentak.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh lembaga adalah dengan menyelenggarakan pelatihan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat urban untuk diberi program pelatihan dan pendampingan. Pelatihan yang diselenggarakan adalah pelatihan industri rumah tangga berupa keterampilan menjahit, pembuatan taplak meja, pembuatan keset, dan pembuatan tempe. Pelatihan itu bertujuan untuk memberikan keterampilan dalam bidang kewirausahaan dan secara jauh dapat meningkatkan penghasilan pada masyarakat urban sebagai tambahan penghasilan.

Pelatihan keterampilan industri rumah tangga ini termasuk pelatihan yang menggunakan teknologi tepat guna yang dapat dipandang sebagai pemberian pelatihan teknologi madya yang tingkat keberhasilannya dapat diandalkan dan dijadikan tumpuan bagi pelaku-pelakunya. Pada dasarnya teknologi madya merupakan keterampilan yang memiliki kaitan erat dengan potensi dan lingkungan masyarakat setempat. Dalam hal ini, Umar dan Djamal (2003:4) menyatakan bahwa teknologi madya memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakteristik dan keadaan masyarakat Indonesia. Ciri-ciri teknologi madya, yang dimaksud yaitu: 1) industri padat karya; 2) dapat dikerjakan berdasarkan keterampilan setempat; 3) menggunakan alat-alat setempat; 4) menggunakan bahan-bahan setempat; dan 5) berdasarkan suatu penelitian

Perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku masyarakat urban dengan pemberian teknologi madya menciptakan sikap dan perilaku

Page 88: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

82 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

kewirausahaan yang selama ini menjadi sikap dan perilaku yang didambakan oleh masyarakat urban tersebut. Dengan sikap dan perilaku kemandirian akan mudah diteruskan kepada upaya-upaya nyata dalam kehidupan sehari-hari yang berupa kegiatan yang produktif dan efektif sesuai dengan keahlian mereka masing-masing, seperti keterampilan menjahit, pembuatan taplak meja, pembuatan keset yang dapat dijual kepada pedagang lain di pasar, dan pembuatan tempe yang dapat dijual langsung ke pasar untuk memperoleh hasil yang cepat dalam waktu yang relatif singkat.

Pelatihan industri rumah tangga yang telah diselenggarakan memiliki makna bagi masyarakat urban, yaitu; pelatihan sebagai sebagai proses pembelajaran, pelatihan sebagai kelompok belajar, dan pelatihan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat urban. Implementasi pelatihan sebagai proses pembelajaran, yakni warga masyarakat memperoleh pengetahuan, kecakapan dan sikap yang diberikan oleh para fasilitator. Perolehan kecakapan tersebut hanya dapat terjadi karena pada diri warga masyarakat berlangsung proses pembelajaran yakni proses yang difokuskan pada orang yang belajar dan bagaimana sesuatu hendaknya diajarkan sehingga mudah dijangkau dan bermanfaat bagi peserta didik. Secara lebih luas pembelajaran tersebut diartikan sebagai “kegiatan sadar dan disengaja yang mengandung beberapa alasan bagi upaya pengembangan sumber daya manusia. Alasan pertama, kehidupan manusia merupak proses dan pengalaman belajar. Alasan kedua, pembelajaran merupakan upaya pemecahan masalah yang selalu muncul dalam kehidupan manusia. Alasan ketiga, pembelajaran adalah kegiatan untuk menumbuhkan proses belajar untuk belajar”. (Sudjana, 2005:35-36)

Sebagai proses pembelajaran, melalui pelatihan memaksa masyarakat urban untuk belajar lebih lanjut atas dasar kecakapan yang telah mereka miliki dari pelatihan tersebut. Bukti-bukti upaya pembelajaran warga belajar dapat dilihat dari adanya berbagai variasi produk yang dihasilkan, sehingga produk-produk tersebut tidak hanya layak untuk dijual tetapi juga cepat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat urban. Hal ini terlihat dari semakin terpenuhinya kebutuhan kehidupan warga belajar dan semakin meningkatnya tingkat perekonomian mereka yang selalu mereka harapkan selama ini.

Sebagai upaya pemberdayaan, penyelenggaraan pelatihan

Page 89: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

83JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

menyebabkan berkumpulnya sejumlah masyarakat urban yang melakukan kegiatan belajar dan mempunyai tujuan pembelajaran yang sama. Bersamaan dengan itu, terbentuk “kelompok belajar secara formal dan informal yang keduanya sangat membantu dalam mengatasi tugas-tugas yang semakin berat” (Bryant dan White, 1989:64). Kelompok formal dan informal tersebut pada akhirnya disebut dengan kelompok belajar, artinya “a learning group is a group whose purpose is to ensure that group members learn specific subject matter, information, knowledge, skill, and procedures. Learning is the primary purpose of the group” (Johnson, 1994).

PERMASALAHANPada umumnya masyarakat urban memiliki sedikit bekal pengetahuan

dan keterampilan sehingga mereka menghadapi permasalahan di kota-kota besar seperti kesulitan mencari kerja, tingkat kehidupan yang relatif rendah, dan hubungan dengan orang-orang untuk mencari pekerjaan. Akibatnya mereka tetap memiliki tingkat kehidupan yang rendah dan berdiam di pinggiran kota dalam perkampungan yang kumuh yang tidak layak untuk kehidupan. Oleh karena itu, mereka diberikan upaya pertolongan yang tidak hanya menggantungkan dari pemerintah tetapi juga pertolongan dari pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap keadaan kehidupan mereka yang semakin buruk.

Untuk itu diperlukan peningkatan keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk mampu memberikan dampak yang luas terhadap perkembangan dan keberadaan mereka maupun kelompok masyarakat itu sendiri. Pada gilirannya, mereka akan memperoleh pekerjaan atau membuka peluang pekerjaan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam pelatihan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini akan membahas dua permasalahan, yaitu: 1) bagaimana pelaksanaan pelatihan industri rumah tangga untuk meningkatkan kewirausahaan masyarakat urban; dan 2) bagaimana dampak pelatihan industri rumah tangga untuk meningkatkan kewirausahaan masyarakat urban. Dua permasalahan ini secara berurutan akan dibahas secara komprehensif berdasarkan hasil penelitian.

TUJUAN PENELITIANPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas

tentang dua hal yaitu:

Page 90: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

84 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan pelatihan industri 1. rumah tangga untuk meningkatkan kewirausahaan masyarakat urban.Mengetahui dan menganalisis dampak pelatihan industri rumah 2. tangga untuk meningkatkan kewirausahaan masyarakat urban.

KAJIAN TEORIPelatihan diartikan sebagai “…as learning that is provided to improve

performance on the present job the employee is prenetly doing or is being hiret to do” (Nedler, 1982:40). Definisi tersebut menekankan bahwa pelatihan sebagai proses pembelajaran, artinya individu harus mempelajari pengetahuan dan kecakapan guna meningkatkan tingkah laku dalam pekerjaan. Senada dengan pengertian di atas, Sastrodipoero (2006:122) memberikan definisi pelatihan adalah “Salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pengembangan sumber daya manusia, yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori”.

Terkait dengan industri rumah tangga yaitu berkaitan dengan suatu usaha yang dikerjakan oleh anggota keluarga. Klasifikasi industri rumah tangga (home industry) atau industri kecil di Indonesia dikutip oleh Azhari (1986: 50-51), sebagai berikut:

Industri lokal adalah kelompok jenis industri yang menggantungkan 1. kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas. Dalam pada itu target pemasarannya sangat terbatas telah menyebabkan kelompok ini pada umumnya hanya menggunakan sarana transportasi yang sederhana (misalnya: sepeda, gerobak, dan pikulan).Industri sentral adalah kelompok industri kecil yang dari satuan usaha 2. mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokkan atau wawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang barang sejenis.Industri mandiri adalah pada dasarnya dapat dideskripsikan sifat-3. sifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadaptasi teknologi produksi canggih.Kewirausahaan dalam hal ini adalah mencakup bidang industri

kecil. Alma (2005:24) kewirausahaan adalah ”kegiatan individu atau

Page 91: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

85JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

kelompok yang membuka usaha baru dengan maksud memperoleh keuntungan/laba, memelihara usaha itu, dan membesarkannya dalam bidang produksi atau distribusi barang-barang ekonomi atau jasa”. Secara terminologi yang persis sama tentang kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang hampir sama, seperti yang dikemukakan oleh Drucker (1994:27) yang dikutip oleh Indrakentjana (2003:41) bahwa ‘kewirausahaan akan tampak menjadi sifat, watak, dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya’. Lebih lanjut Drucker (1994:27) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah “ability to create the new and different”, suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sering kewirausahaan diartikan yang sama dengan entrepreneurship dalam bidang usaha.

Secara rinci Bygrave (1994:1) seperti dikutip Alma (2005:22) mengartikan “enterpreneur as the person who destroyes the existing economic order by introducing new products and services, by creating new forms of organization, or by exploiting new raw materials”. Pada intinya enterprenuer atau kewirausahaan diartikan sebagai orang yang mengganti tatanan ekonomi dengan mengenalkan hasil dan layanan, menciptakan bentuk organisasi baru atau menggali bahan-bahan mentah yang baru. Wirakusumo (2007) menyatakan dengan tegas bahwa “the bone of economy, yaitu pengendali saraf pusat perekonomian suatu bangsa”. Secara epistemologis, kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk menilai suatu usaha (start-up phase) atau suatu proses dalam mengerjakan suatu yang baru (creative) dan sesuatu yang berbeda (innovative). Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan adalah gabungan dari kreativitas, keinovasian, dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.

Masyarakat urban yang mendiami daerah-daerah pinggiran kota besar mempunyai sejarah perjalanan kehidupan yang panjang karena masyarakat urban tersebut adalah pendatang-pendatang baru dari luar kota-kota besar yang karena sesuatu hal mereka terpaksa meninggalkan daerah asalnya. Mereka inilah yang disebut para urbanisasi yang dari tahun ke tahun jumlah mereka semakin meningkat. Asal mula

Page 92: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

86 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

masyarakat urban dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:Dari sudut pandang demografi1. Urbanisasi dapat dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dan perubahan dalam jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Dalam hal ini urbanisasi dititikberatkan pada aspek demografis atau kependudukan, sebab urbanisasi yang ditimbulkan oleh eksplosi atau peledakan pen-duduk di pedesaan.Dari sudut pandang ekonomi2. Urbanisasi dapat dilihat dari perubahan struktur dalam sektor mata pencaharian. Ini dapat dilihat pada banyaknya penduduk desa yang meninggalkan pekerjaan di bidang pertanian, beralih bekerja men-jadi buruh atau pekerja yang sifatnya non agraris di kota.Pemba-hasan urbanisasi dari segi ekonomi masalah yang menyangkut mata pencaharian sektor informal atau yang lebih dikenal dengan isti-lah pedagang kaki lima atau sejenisnya merupakan suatu masalah tersendiri tetapi kait mengait dengan aspek keruangan. Dari sudut pandang perilaku3. Urbanisasi dilihat dari segi sejauhmana manusia itu dapat menye-suaikan diri terhadap situasi yang berubah baik yang disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun dengan adanya perkembangan-perkembangan baru dalam kehidupan. Hasil penyesuaian atau adaptasi para urban di daerah perkotaan mencerminkan kehidupan dan kejelian melihat dan menangkap sesuatu gejala dan hal ini ter-gantung pada latar belakang pendidikan dan mental para urban.Dari sudut pandang sosiologi4. Urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk dalam lingkun-gan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota yang dapat menimbulkan lapisan sosial baru yang menjadi beban kota karena kebanyakan dari mereka yang tidak berhasil hidup layak di kota akan menjadi penggelandang dan membentuk daerah-daerah slum.Dari sudut pandang geografi5. Urbanisasi dapat dilihat dari segi distribusi, difusi perubahan dan pola-pola menurut waktu dan tempat. Dengan persfektif tersebut di atas, maka sudah sewajarnya mempelajari hal ihwal urbanisasi dengan batasan-batasan konseptual dan operasional.

Page 93: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

87JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Masyarakat urban berasal dari kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan urbanisasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Kelompok-kelompok urbanisasi itu sampai di daerah perkotaan membentuk masyarakat yang disebut dengan masyarakat urban dan mereka berdiam di pinggiran-pinggiran kota besar.

Oleh karena itu, yang dimaksud masyarakat urban adalah “masyarakat yang segala tindakannya selalu didasarkan kepada pikiran yang sehat dengan pandangan bebas tidak terikat pada adat kebiasaan yang mengikat. Pada pikirannya lebih matang dan kreatif karena banyaknya pengalaman yang didapat dari segala peristiwa yang timbul di sekitarnya” (Mansyur,2009). Dengan demikian, masyarakat urban tersebut sangat berbeda dengan masyarakat asal mereka di pedesaan dan hal inilah yang menuntut mereka untuk selalu belajar atau berlatih dalam menghadapi masalah-masalah yang ada di sekitarnya.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif

karena dapat menghasilkan deskripsi dan analisis tentang kegiatan, proses, atau peristiwa-peristiwa penting. Selanjutnya dapat memberikan secara mendalam dan menyeluruh dan jelas terhadap situasi sosial tertentu. Miles and Huberman (1992) mengungkapkan bahwa dengan data kualitatif dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak.

Secara khusus metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus ini digunakan karena untuk mengetahui sesuatu keadaan secara intensif. Metode studi kasus ini melibatkan peneliti dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap tingkah laku seseorang individu. Dalam hal ini peneliti akan memperhatikan juga bagaimana tingkah laku tersebut berubah ketika individu terhadap lingkungannya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi agar pengumpulan datanya lebih terarah dan tepat. Observasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah observasi non-partisipatif untuk mengumpulkan data tentang keadaan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

Page 94: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

88 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

urban yang telah mengikuti pelatihan. Wawancara mendalam (dept interview) dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang pendapat subyek mengenai pelaksanaan pelatihan dan dalam pelaksanaannya, wawancara dilakukan untuk menggali data yang belum terungkap dengan observasi.

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang peserta pelatihan, kegiatan pelatihan, dan usaha-usaha subyek penelitian dalam bidang kewirausahaan dalam kehidupan sehari-hari. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang tertulis dari suatu keadaan dan kegiatan subyek penelitian Dokumentasi ini diperlukan sebagai data sekunder untuk pengayaan data penelitian yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian, dan interpretasi sekunder terhadap kejadian-kejadian. Data-data yang dikumpulkan adalah catatan non-statistik, seperti dokumen tujuan penyelenggaraan pelatihan, kehadiran peserta pelatihan, latar belakang warga belajar.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak pengumpulan data dan dikerjakan secara seksama selama di lapangan maupun setelah dari lapangan. Model analisis yang digunakan mengacu pada model yang dibuat oleh Miles dan Huberman yaitu model analisis interaktif. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi: 1) koleksi data, 2) penyederhanaan data, 3) penyajian data, dan 4) kesimpulan serta verifikasi. Teknik pemeriksanaan keabsahan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. yaitu derajat kredibiltas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

HASIL PENELITIAN Pelaksanaan Pelatihan Industri Rumah Tangga untuk Meningkatkan Kewirausahaan

Hasil penelitian dapat dideskripsikan dengan mengacu pada komponen-komponen sistem yang mendukung terselenggaranya kegiatan dengan lancar.Materi Pelatihan

Materi yang disampaikan dalam pelatihan industri rumah tangga kepada masyarakat urban sesuai dengan harapan dan keinginan peserta pelatihan.

Page 95: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

89JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Tabel 1Materi Pelatihan Industri Rumah Tangga Masyarakat Urban

di Kelurahan Babatan Kota Surabaya

No Pokok Bahasan Alokasi Waktu

Jumlah Teori Praktek

1 2 3 4 5

1 Dinamika KelompokPenguatan kelompok lokal dalam implementasi usaha

1 - 1

Menumbuhkan dan mengembangkan kelompok

1 - 1

Menumbuhkan kepemimpinan kelompok 1 - 1Meningkatkan partisipasi anggota kelompok 1 - 1

2 KewirausahaanMenumbuhkan jiwa kewirausahaanKegiatan ekonomi produksiMenghitung biaya usaha

111

222

333

3 Manajemen UsahaPerencanaan usaha 1 3 4Pelaksanaan usaha - 3 3Pemasaran usaha 1 3 4Penghitungan biaya usaha - 3 3

4 Pembuatan KesetPemilihan kain majun - 3 3Proses penjahitan 1 3 4Finishing - 3 3

5 Pembuatan TempePemelihan kedelai 1 2 2Pengolahan kedelai 1 2 3Pemasakan kedelai 1 2 3Pembungkusan tempe 1 2 3Penyimpanan tempe 1 2 3

6 Pembuatan Taplak MejaPemilihan bahan/kain 1 3 4Proses pembuatan - 3 3Finishing - 3 3Total Jam Pelajaran 21 49 71

Sumber: GBPP Pelatihan IndustriMateri pada tabel di atas diberikan dalam proses pembelajaran baik

penyampaian materi maupun kegiatan praktek pembuatan. Proses pelatihan industri rumah tangga masyarakat urban kelurahan. Pokok bahasan pada pelatihan terdiri dari 6 pokok bahasan, terbagi menjadi

Page 96: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

90 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

21 sub pokok bahasan dengan jumlah keseluruhan 71 jam x 45 menit = 3195 menit. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pelatihan

Dalam melaksanakan pelatihan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif andragogi (model pendidikan orang dewasa), yakni dengan memanfaatkan pengalaman-pengalaman warga belajar sebagai sumber belajar untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pelatihan.

Metode penyelenggaraan pelatihan industri rumah tangga menggunakan pola/sistem individu dan kelompok. Warga belajar dibagi dalam kelompok besar 20 orang pada saat memperoleh materi pelatihan yang bersifat teori. Sedangkan pada saat praktek warga belajar dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3 kelompok kecil yaitu kelompok keterampilan pembuatan keset, keterampilan pembuatan tempe, dan ketermpilan pembuatan taplak meja.

Teknik pelatihan yang digunakan dalam pelatihan industri rumah tangga, antara lain: (1) ceramah, (2) tanya jawab, (3) curah pendapat, (4) diskusi, (5) demonstrasi, (6) simulasi, (7) praktek, (8) penugasan. Media/alat pembelajaran yang digunakan antara lain: (1) papan tulis, (b) spidol (boardmaker), (c) isolatif, (d) gunting, (e) tali rapia, (f) bahan belajar (hand out). Media tersebut digunakan untuk memperlancar proses pembelajaran dalam pelatihan.

Tempat kegiatan praktek dilaksanakan di rumah salah seorang warga belajar karena di tempat tersebut tempatnya memadai dan peralatannya didukung oleh warga belajar yang lain untuk sama-sama membantu menyiapkan. Fasilitas yang dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran praktek berupa: (1) gunting, (2) pisau, (3) baskom, (4) kedelai, (5) sendok, (6) mesin jahit. Fasilitas untuk pembuatan keset dan taplak meja masing-masing peserta yang memilih keterampilan tersebut memiliki mesisn jahit dan perlatan jahit yang lain. Penilaian/Evaluasi Pelatihan

Evaluasi pelatihan industri rumah tangga dilaksanakan oleh nara sumber/fasilitator diakhir pemberian pelatihan maupun praktek. Penilaian/evaluasi dipadukan dan dipantau oleh penyelenggara. Aspek yang dievaluasi meliputi: (1) evaluasi kognitif, (2) evaluasi afektif, dan (3) psikomotor. Pada evaluasi sikap dilakukan melalui pengamatan selama

Page 97: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

91JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan dengan memberi kriteria terhadap penyampaian materi atau praktek dengan kriteria SP (Sangat Paham), P (Paham), CP (Cukup Paham), dan KP (Kurang Paham).

Tabel 2Penilaian Peserta Pelatihan Terhadap Tingkat Pemahaman

dan Penguasaan Materi Pelatihan

No Materi/Pokok Bahasan Tingkat Pemahaman/

Penguasaan Materi KetSP P CP KP

1 Dinamika Kelompok - 13 (65%) 7 (35%) - Prosentase tingkat pemahaman dan penguasaan materi: SP (Sangat Paham)P (Paham)CP (Cukup Paham)KP (Kurang Paham)

2 Kewirausahaan 2 (10%) 15 (75%) 3 (15%) -

3 Manajemen Usaha 2 (19%) 16 (80%) 2 (10%) -

4 Teknik Pembuatan Keset 2 (10%) 16 (80%) 2 (10%) -

5 Teknik Pembuatan Tempe - 14 (70%) 6 (30%) -

6 Teknik Pembuatan Taplak Meja

- 16 (80%) 4 (20%) -

Jumlah rata-rata 5% 75% 20% -

Sumber Data: Laporan Penyelenggaran Industri Rumah Tangga

Pengawasan terhadap kelangsungan dan keberhasilan pelatihan industri rumah tangga dilakukan oleh pihak penyelenggara secara berkala mengadakan monitoring (pemantauan). Hasil pelatihan dapat digunakan sebagai sumber pencaharian untuk menambah pendapatan masyarakat urban. Penyelenggara pelatihan industri rumah tangga berperan dalam: 1) Pembinaan manajemen kelompok, 2) Pemberian modal atau dana usaha kelompok, dan 3) Pembinaan pembukuan sederhanaDampak Pelatihan Industri Rumah Tangga untuk Meningkatkan Kewirausahaan

Dampak pelatihan terhadap peningkatan kewirausahaan usaha secara mandiri dan kelompok yang diperoleh warga belajar adalah dengan adanya potensi yang dimiliki oleh lingkungan sekitar Kelurahan Babatan. Hal ini baik secara langsung ataupun tidak langsung menjadikan warga belajar memiliki usaha mandiri dan dapat menambah penghasilan. Dengan adanya pelatihan industri rumah tangga maka warga belajar dapat meningkatkan usaha dan menghasilkan pendapatan

Page 98: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

92 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

yang layak guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat diandalkan atau dijadikan sebagai sumber mata pencaharian.

Dampak pelatihan industri rumah tangga, warga belajar telah memiliki keterampilan usaha dan dapat berusaha mandiri/kelompok sehingga warga belajar tersebut memperoleh penghasilan. Sebagai dampak dari pelatihan menunjukkan bahwa pendapatan, ekonomi, pendidikan, sikap wirausaha meningkat. Pengembangan kewirausahaan yang dilakukan adalah melalui peningkatan jumlah produksi, pengelolaan usaha, pemasaran, dan menjalin kemitraan.

Berdasarkan hasil observasi dan wancara yang dilakukan kepada warga belajar, penyeleggara dan tokoh masyarakat sekitar dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Warga belajar menyatakan merasa bangga dan senang karena setelah 1. mengikuti pelatihan sekarang bisa membantu suami yang hanya bekerja tidak tetap, sehingga ada tambahan pendapatan keluarga dengan membuat keset sehingga. Suaminya selalu memberikan semangat kepada istrinya untuk melakukan kegiatan itu dengan rajin, tekun, ulet, jujur dan sabar.Warga belajar merasa senang dan bangga karena setelah mengikuti 2. pelatihan industri rumah tangga telah memiliki usaha lain yaitu membuat tempe disamping sebagai pedagang warung kecil-kecilan di rumahnya. Di sela-sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga dengan dua orang anak mau terus belajar meningkatkan usahanya dan lebih-lebih bisa membantu suaminya yang hanya sebagai tukang becak. Dia merasa bersyukur karena keterampilan yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai salah satu kepercayaan diri dalam menambah pendapatan keluarga dan menurutnya, walaupun sedikit dan kecil-kecilan tetapi bisa dirasakan olehnyaWarga belajar, menyatakan jika sebelumnya hanya sebagai penjahit 3. kain majun yang dijadikan lap di pabrik-pabrik, maka sekarang memiliki pengembangan usaha yakni dalam pembuatan taplak meja. Setelah mengikuti pelatihan industri rumah tangga warga belajar memiliki tambahan penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Sekarang dia dapat bekerjasama dengan anggota kelompok lain yang sama memiliki usaha dalam pembuatan taplak meja.

Page 99: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

93JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Tabel 3Perubahan Sikap Kewirausahaan Masyarakat Urban Setelah

Mengikuti Pelatihan Industri Rumah Tangga

No Sikap Wirausaha Setelah Pelatihan

1 Percaya diri: Ketidaktergantungan individu, dan optimis

Memiliki keberanian untuk usaha di bidang industri rumah tangga.Memiliki kepercayaan diri untuk menjalankan usaha industri rumah tangga

2 Berorientasi pada tugas dan hasil: Kebutuhan untuk ketekunan, kerja keras, mempunyai dorongan yang kuat, dan inisiatif

Bekerja keras, tekun mengembangkan kemampuan di bidang industri rumah tangga.Merasa tidak puas dengan hasil usaha yang telah dilakukan.

3 Pengambilan resiko: Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar

Berani menanggung resiko dalam usahanya.Berani menambah jumlah produksi secara mandiri.

4 Kepemimpinan: Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain.

Mudah menyesuaikan diri dengan kelompok usaha.Mudah bergaul dengan orang lain/masyarakat.

5 Keorisinilan : Inovatif dan kreatif

Aktif mencari dan menjajagi perkembangan pasar.Mampu memanfaatkan peluang.

6 Berorientasi ke masa depan: Pandangan ke depan

Bekerja lebih giat untuk menambah penghasilan.Bersemangat untuk memajukan dan bekerja usaha di industri rumah tangga

Sumber Data: Hasil Analisis Data

PEMBAHASANTinjauan Pelaksanaan Pelatihan Industri Rumah Tangga untuk Meningkatkan Kewirausahaan

Pelaksanaan pelatihan sebagai suatu proses yang merupakan kegiatan berlangsungnya belajar itu sendiri. Belajar pertama dimulai dari diri seseorang sehingga orang itu melakukan proses belajar. Belajar merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah laku. Penyesuaian tingkah laku manusia yang terwujud karena belajar dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Proses belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia menjalani

Page 100: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

94 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

situasi tadi (Gagne dalam Ngalim, 1996:84). Selanjutnya dikemukakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan

di dalam kepribadian yang menyatakan di sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian” Berkaitan dengan belajar Gagne dalam Djudju Sudjana (1993:68) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui usaha orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah”. Menurut Sudjana (2005) berkaitan dengan proses pelatihan memberikan formula pembelajaran (termasuk kegiatan pelatihan) yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Pb = fb (mS x yz). “Pembelajaran adalah fungsi (f) untuk membelajarkan (m) peserta didik (S) terhadap materi pelatihan (x) untuk mencapai hasil belajar (y) dan menimbulkan belajar (z)”.

Berdasarkan rumus formula pembelajaran di atas dapat diketahui bahwa fungsi pembelajaran adalah untuk membantu, membimbing, melatih, memelihara, merawat, menumbuhkan, mendorong, membentuk, meluruskan, menilai, dan mengembangkan kemampuan warga belajar, baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menimbulkan pengaruh positif bagi hidup dan penghidupan warga belajar. Pelaksanaan suatu pelatihan merupakan proses transformasi pengetahuan, keterampilan dan sikap dari sumber belajar kepada warga belajar. Pelaksanaan pelatihan industri rumah tangga tidak terlepas dari kurikulum yang telah ditetapkan, yang meliputi tujuan pelatihan yaitu memberikan pengetahuan dan keterampilan di bidang industri rumah tangga agar memiliki sikap kewirausahaan yang mendukung pengembangan usaha masyarakat urban.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan gambaran proses penyusunan kurikulum pelatihan yang bersifat partisipatif. Walaupun temuan tersebut tidak komprehensif, namun paling tidak dari aspek keterlibatan warga belajar, instruktur dan penyelenggara, temuan tentang proses penyusunan kurikulum ini memperkuat konsep tentang pengembangan kurikulum integrated dan partisipatif dalam program pelatihan. Mengenai pendekatan dalam pembelajaran orang dewasa sesuai dengan pendapat Zainudin Arif (1996:4) dalam Asep Mulyana yang menyatakan bahwa ‘orang dewasa memiliki pengalaman oleh karena itu orang dewasa merupakan sumber belajar yang kaya’. Oleh

Page 101: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

95JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

karena itu dalam proses pelatihan lebih ditekankan penggunaan yang sifatnya menyadap pengalaman mereka seperti kelompok diskusi, latihan praktek, demonstrasi, dan bimbingan konsultatif. Dengan pendekatan tersebut lebih banyak melibatkan diri dan partisipasi peserta dalam proses pembelajaran, maka makin aktif peserta dalam proses pembelajaran, makin banyak pula terjadi belajar pada dirinya. Sedangkan peran pendidik adalah membelajarkan, yaitu upaya pendidik untuk membantu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dengan kata lain membelajarkan adalah kegiatan sistematis dan dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk membantu peserta didik agar melakukan kegiatan belajar. (Sudjana, 2005:8).

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa metode dan teknik pelatihan dalam kegiatan pelatihan industri rumah tangga berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, diskusi, demonstrasi, simulasi, praktek, penugasan. Penentuan metode pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti yang dikemukakan oleh Ishak Abdulhak, (1996: 52-55) bahwa yang perlu diperhatikan dalam penetapan metode pembelajaran adalah: faktor tujuan pembelajaran, dan faktor sarana penunjang. Dengan demikian dalam kegiatan pembelajaran pelatihan industri rumah tangga metode pembelajaran bervariasi dan penerapannya disesuaikan dengan tujuan, situasi, kondisi dan kebutuhan. Pemilihan metode dan teknis tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberi dorongan, menumbuhkan minat belajar, menciptakan iklim belajar yang kondusif, menambah energi untuk melahirkan kreativitas, mendorong untuk menilai diri sendiri dalam proses dan hasil belajar, serta mendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar (Ishak Abdulhak, 1996).

Pelaksanaan penilaian proses sesuai dengan pendapat Sudjana (2005:70) yang menyatakan bahwa “penilaian proses bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan rencana yang telah ditetapkan”. Selanjutnya Sudjana (2005:208) mengemukakan bahwa “evaluasi terhadap proses kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mendiagnosis tingkat kesesuaian antara kebutuhan belajar dan rencana kegiatan pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran dalam menjembatani jarak atau perbedaan antara kemampuan saat ini dengan kemampuan yang diinginkan”.

Page 102: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

96 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Evaluasi perorangan dapat dilakukan oleh diri warga belajar itu sendiri (self evaluation), dan evaluasi oleh sumber belajar, jenis evaluasi yang digunakan berupa teknik test dan non test. Teknik tes dilakukan dengan tes lisan, tulisan dan perbuatan (praktek), sedangkan teknik non tes dilakukan kuesioner (tanya jawab), refleksi dan observasi (pengamatan).

Penilaian dilakukan melalui evaluasi diri baik secara perorangan atau kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Zainudin Arif (1996: 3) bahwa “evaluasi pembelajaran orang dewasa menekankan kepada evaluasi diri sendiri. Sumber belajar lebih banyak membantu warga belajar untuk menilai sejauh mana mereka memperoleh kemajuan dalam proses belajarnya”. Dilihat dari tahapan penilaian, temuan pelaksanaan penilaian disini belum merujuk kepada kriteria penilaian ideal dalam menyelenggarakan pelatihan. Dimana penilaian secara konseptual, dapat dilaksanakan pada tahap penilaian proses dan hasil belajar. Namun dari aspek keterlibatan warga belajar (masyarakat urban) dalam penilaian, temuan penelitian ini memperkuat konsep penilaian oleh diri sendiri (warga belajar) yang dikenal dengan self evaluation. Artinya berdasarkan karakteristik warga belajar yang dapat dikategorikan lower/tingkat bawah dilihat dari aspek sosial ekonomi, ternyata para masyarakat urban dapat melakukan penilaian hasil belajarnya secara individual (penilaian oleh dirinya).Dampak Pelatihan Industri Rumah Tangga untuk Meningkat-kan Kewirausahaan

Kemampuan yang diperoleh tersebut diharapkan dapat menjadikan warga belajar lebih berdaya. Oleh karena itu, perolehan pengetahuan, keterampilan dan sikap bukan tujuan akhir dari proses pemberdayaan, akan tetapi lebih jauh lagi adalah bagaimana memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik individu maupun kelompok secara bersama.

Kartasasmita (1996:2) menyatakan bahwa memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dengan kata lain memberdayakan yaitu memupukkan dan memandirikan masyarakat. Sehubungan dengan upaya pelatihan yang telah ditempuh dari kegiatan

Page 103: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

97JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

pelatihan industri rumah tangga pada warga belajar, menunjukkan dampak positif diri yaitu telah membawa perubahan dari warga belajar tersebut untuk dapat memberdayakan dirinya sendiri. Terutama dalam hal: (a) perolehan kegiatan yang menghasilkan di rumah sebagai sumber mata pencaharian, perubahan peningkatan pendapatan, peningkatan kesehatan, pendidikan, dan status sosial ekonomi, (b) dampak untuk individu meliputi: sikap berwirausaha, dan kemampuan berusaha mandiri dan kelompok, dan (c) menjalin kemitraan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kindervater (1979) bahwa proses “pemberdayaan adalah setiap usaha pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian dan kepekaan anggota kelompok (warga belajar) terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga pada akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.

Pemberdayaan kelompok sesuai dengan pendapat Kartasamita (1995) yang menyatakan bahwa, dalam upaya memberdayakan masyarakat (kelompok) harus dilakukan melalui tiga pendekatan: (a) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). (b) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. (c) memberdayakan mengandung makna sebagai perlindungan. Dalam proses pemberdayaan harus dihindari yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat.Memperoleh pekerjaan/sumber mata pencaharian

Dari hasil pelatihan mengikuti pelatihan industri rumah tangga, menunjukkan bahwa warga belajar telah memanfaatkan perolehan hasil pelatihannya dengan memproduksi keset, tempe, dan taplak meja. Dampak pelatihan industri rumah tangga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:70) bahwa “dampak pembelajaran adalah sejauhmana hasil belajar mempunyai dampak terhadap perikehidupan peserta didik. Dampak ini berkaitan dengan peningkatan taraf hidup peserta didik, seperti dalam lingkungan kerja, upaya membelajarkan orang lain, dan partisipasinya dalam pembangunan masyarakat atau dalam lingkungannya”.

Page 104: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

98 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Sikap dan peningkatan berwirausahaPengetahuan warga belajar telah meningkat dari keadaan

sebelumnya. Warga belajar telah memiliki keyakinan kuat terhadap apa yang dilakukan sekarang ini, yaitu telah mencoba dan berusaha untuk berwirausaha/mengembangkan usaha, baik itu dilakukan secara pribadi atau perorangan maupun secara berkelompok. Kemitraan

Dalam rangka pengembangan usaha, warga belajar telah melakukan kemitraan dengan berbagai pihak. Keberadaan dan peranan mitra sangat membantu terhadap kelancaran dan keberhasilan usaha yang dilakukan kelompok.Pendidikan

Dampak dari pelaksanaan pendidikan/pelatihan industri rumah tangga bagi masyarakat urban di Kelurahan Babatan, pada dasarnya bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga belajar bidang usaha rumah tangga sesuai dengan bakat dan minatnya serta mengoptimalkan segala potensi sumber daya yang ada, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri (berkelompok) yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Dengan demikian dampak pelatihan industri rumah tangga yang termasuk dalam jenis kecakapan hidup dengan yang dikemukakan Sudjana (2005:70) bahwa dampak pembelajaran adalah “sejauh mana hasil belajar mempunyai dampak terhadap kehidupan warga belajar. Dampak ini berkaitan dengan peningkatan taraf hidup warga belajar, seperti dalam kehidupan sosial ekonomi, penerapan perolehan belajar dalam lingkungan kerja, upaya membelajarkan orang lain, dan partisipasinya dalam pembangunan masyarakat atau dalam lingkungannya.”PENUTUP

Pelaksanaan pelatihan industri rumah tangga atas kebutuhan dari 1. warga belajar, sehingga dalam mengikuti proses pembelajaran warga belajar sangat antusias serta mempunyai motivasi yang tinggi untuk mempelajari secara mendalam mengenai industri rumah tangga.Dampak pelatihan adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan 2. dan sikap yang bermuara pada peningkatan pendapatan warga belajar dilihat dari konsepsi pembangunan masyarakat, mencerminkan

Page 105: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

99JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

bahwa pelatihan telah berkontribusi pada peningkatan ekonomi masyarakat urban dan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

DAFTAR PUSTAKAAbdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran dan Pendidikan Orang

Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual. __________. (1996). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran

Orang Dewasa. Bandung: AGTA Manunggal Utama.Arif, Z. (1996). Andragogi. Bandung: PT. Rineka Cipta.Alma, B. (2005). Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum.

Bandung: Afabeta.Bogdan, R. dan Taylor , S.J. (1993). Kualitatif Dasar-dasar Penelitian.

Surabaya: Usaha Nasional.Bryant, C dan Lousie, G. (1989). Manajemen Pembangunan Untuk

Negara Berkembang. Jakarta: LP3ES.Gagne, M.R. (1996). The Conditions of Learning and Theory of

Instruction. Florida: Florida State University.Hinzen, H. (1991). Adult Education And Development. German:

Thenee Druck, Bonn. Johnson, DW, et.all. (1994). Cooperative Learning in the Classroom.

Alexandria, VA: Association of Supervision and Curriculum Development.

Kartasamita, G. (1995). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar Pada Masyarakat. Yogyakarta: UGM . Tidak Diterbitkan.

Kindervater, S. 1979. Nonformal Education as An Empowering process Which Case Studies from Indonesia and Thailand. Massachusetts: Centre for International Education University of Massachusetts.

Mansyur, MC. (1989). Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional.

Miles, M.B dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Nedler, L. (1982). Designing Training Program: Critical Events Model. London: Addison Nesley Publishing Company.

Nugent, JB dan Jotopoulos, RA. (1988). Ilmu Ekonomi Pembangunan

Page 106: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

100 JPNF Edisi 13 2015

Susilo, Pelatihan Industri Rumah Tangga

Ortodoks Berhadapan Dengan Dinamika Konsentrasi dan Menganalisis. Jakarta: PT. Galilea Indonesia.

Soedomo, M. (1990). Pembangunan Masyarakat. Malang: Lembaga Pengabdian Masyarakat IKIP Malang.

Sudjana, D. (2004). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production

________. (2004). Pendidikan Nonformal, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung dan Azas. Bandung: Falah Production.

________. (2005). Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production.

________. (2005). Evaluasi Pendidikan Non Formal. Bandung: Falah Production.

Suryana. (2000). Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.Suyati, S. (1995). Pelatihan Keterampilan Industri Rumah Tangga

untuk Meningkatkan Penghasilan Bagi Keluarga Pemulung di Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Surabaya. Tidak Diterbitkan.

Trisnamansyah, S. (2007). Metode Penelitian. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Umar, F dan Jamal, A. (2003). Teknologi Tepat Guna dan Pedesaan. Tanjungkarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 107: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

101JPNF Edisi 13 2015

Penulis Jurnal PNF

Ali Yusuf, lahir di Banyuwangi, 27 Agustus 1972. Menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu pada Jurusan Bahasa dan Sastra Arab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998) dan meraih gelar Magister Pendidikan dari Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Yogyakarta (2003). Selain mengabdi sebagai pengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dia juga aktif melakukan pemberdayaan masyarakat di bidang PAUD, dan pendidikan kecakapan hidup di Surabaya dan Gresik, Jawa Timur.Nining Ratnaningsih, bertugas sebagai pamong belajar (PB) di Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal, dan Informal (BPPAUDNI) Regional II Surabaya. Lahir di Subang, Jawa Barat, 4 April 1964, Nining meraih gelar Sarjana Ekonomi di STIE Satya Widya Surabaya (2004) dan Magister Manajemen di STIE Mahardhika Surabaya (2004). Sugiarto. bertugas sebagai staf Seksi Fasilitasi Sumber Daya (FSD) di Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal, dan Informal (BPPAUDNI) Regional II Surabaya. Lahir di Kediri, 10 Mei 1986, Sugiarto menyelesaikan Sarjana Psikologi di Universitas Airlangga Surabaya (2009). Putu Ashintya Widhiartha. Lahir di Surabaya tanggal 22 Juli 1977. Menyelesaikan S1 di Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) tahun 2000 dan S2 Teknologi Informasi di Ritsumeikan University Jepang. Jabatan saat ini adalah Pamong Belajar pada BP-PAUDNI Reg. II.Mohamad Zubaidi, menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada tahun 1993, lalu meraih gelar Magister Pendidikan di Universitas Negeri Malang (2005). Dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Gorontalo ini menamatkan studi S3 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, pada tahun 2014. Saat ini, pria kelahiran Sumenep, Madura, 22 Oktober 1966 ini menjabat sebagai Ketua Jurusan PLS FIP Universitas Negeri Gorontalo..Heryanto Susilo, lahir di Cirebon, 13 Mei 1981. Menamatkan studi

Page 108: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

102 JPNF Edisi 13 2015

Strata Satu pada jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tahun 2005 dan meraih gelar Magister Pendidikan pada jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tahun 2008. Selain mengajar di almamaternya, jurusan PLS Unesa, dia juga banyak terlibat dalam penelitian dan pendampingan masyarakat dalam pelatihan keterampilan dan pemberdayaan kewirausahaan.

Page 109: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

103JPNF Edisi 13 2015

PETUNJUK BAGI PENULIS

Artikel yang ditulis meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian 1. di bidang kependidikan dan pembelajaran, utamanya Pendidikan Nonformal dan Informal. Naskah dibuat dalam program MS Word dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1.0, dengan ukuran kertas A4, dan panjang naskah maksimum 15 halaman. Pengiriman naskah dalam bentuk attachment e-mail ditujukan ke alamat: [email protected] Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan 2. ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi.Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format 3. esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar-kecil di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 16 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring ), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:

PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)

Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)

Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis 4. (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 150 kata); kata kunci;

Page 110: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

104 JPNF Edisi 13 2015

pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis 5. (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 150 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka 6. terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung 7. (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: ( Davis , 2002: 47). Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini 8. dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.Buku:Anderson , D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education . Berkeley: McCutchan Publishing Co.

Buku kumpulan artikel:Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.

Artikel dalam buku kumpulan artikel:Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Repre-sentation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.

Artikel dalam jurnal atau majalah:Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri.

Page 111: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

105JPNF Edisi 13 2015

Transpor , XX (4): 57-61.

Artikel dalam koran:Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Seko-lah Pengunggulan? Majapahit Pos , hlm. 4 & 11.

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):Jawa Pos. 22 April, 1995 . Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. Dokumen resmi:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian . Jakarta: Depdikbud.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pen-didikan Nasional . 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

Buku terjemahan:Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan . Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usa-ha Nasional.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Ban-gunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi . Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MA-LANG.

Makalah seminar, lokakarya, penataran:Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah . Makalah disaji-kan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin , 9-11 Agustus.

Internet (karya individual):Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm , (Online), http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/sur-vey.html , diakses 12 Juni 1996).

Page 112: JPNF Edisi 13 2015pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_2_2015.pdfPelatihan Industri Rumah Tangga dalam Meningkatkan Kewirausahaan ... Usai Millenium Development Goals ...

106 JPNF Edisi 13 2015

Internet (artikel dalam jurnal online):Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pen-didikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , di-akses 20 Januari 2000).

Internet (bahan diskusi):Wilson, D. 20 November 1995 . Sum-mary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List , (On-line), ([email protected] , diakses 22 November 1995).

Internet (e-mail pribadi):Naga, D.S. ([email protected] ). 1 Ok-tober 1997. Artikel untuk JIP . E-mail kepada Ali Saukah ([email protected] ).Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti 9. ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Universitas Negeri Malang, 2000) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris menggunakan ragam baku. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) 10. yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh 11. penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Penyunting tidak berkewajiban mengembalikan artikel yang tidak dimuat. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau 12. penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.