JPNF Vol. 14, No.1 2016 -...

91
i JPNF Vol. 14, No.1 2016

Transcript of JPNF Vol. 14, No.1 2016 -...

Page 1: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

iJPNF Vol. 14, No.1 2016

Page 2: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

ii JPNF Vol. 14, No.1 2016

PelindungKepala BP PAUDNI Regional II

PenasehatKepala Seksi Informasi dan Kemitraan

RedakturEko Yunianto

EditorWidya Ayu Puspita

Putu Ashintya Widhiartha

SekretariatM. Subchan Sholeh

Alief HabibiyFerdiana Rosyidah

Alamat RedaksiGedung Pusat BP-PAUD dan Dikmas Jawa TimurJl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya 60117

Telp. 031 5945101 – 5925972Fax. 031 5953787

email. [email protected],id

Page 3: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

iiiJPNF Vol. 14, No.1 2016

JURNAL PNFEdisi 14 2016

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR[Kasrani Latirf]

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PROGRAM SURVIVAL ENGLISH MELALUI ZESTFUL LEARNING STRATEGY[Santoso]

MODEL PEMBELAJARAN TUNA AKSARA TINGKAT DASAR MELALUI PENDEKATAN BUHUTA WALAMA LO TIHEDU DI DESA IPILO KABUPATEN GORONTALO UTARA[Abdul Rahmat, Bambang Kunaedi]

PENERAPAN COLLABORATIVE LEARNING PADA KOMUNITAS KREATIF DI INDONESIA[Putu A. Widhiartha]

PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL SEBAGAI WUJUD EDUCATION FOR ALL DI PKBM AZ ZAHRA BALAS KLUMPRIK WIYUNG - SURABAYA[Wiwin Yulianingsih]

PENANGANAN KETERLAMBATAN BICARA ANAK USIA 3 – 6 TAHUN (Studi Kasus Pada 2 Lembaga Paud Di Kota Surabaya Dan Kabupaten Malang Tahun 2016)[Widya Ayu Puspita]

Page 4: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

iv JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena ber-kat rahmat dan hidayah-Nya, Redaksi Jurnal Pendidikan Non Formal (JPNF) BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur telah berhasil menyelesaikan penyusunan JPNF Edisi 1 Tahun 2016.

Ada yang baru dalam tampilan JPNF kali ini seiring dengan persiapan pen-gajuan akreditasi untuk JPNF. Ukuran, sistematika, tipografi dan desain tata le-tak naskah diupayakan sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pengajuan akreditasi untuk jurnal.

Untuk edisi kali ini, JPNF menyajikan beragam tema bagi para pembaca. Para penulis mengulas hasil risetnya atau kajian teoritis di bidang PAUD, pendidikan keaksaraan, dan pendidikan masyarakat (Dikmas). Tema pendidikan masyarakat diwakili oleh upaya pendekatan berbeda dalam pembelajaran aksara dan Baha-sa Inggris serta wacana kolaborasi pembelajaran untuk membangun komunitas kreatif. Tersaji pula tema PAUD terkait penanganan keterlambatan bicara serta evaluasi pelaksanaan program PAUD. Ada pula ulasan tentang peran strategis pendidikan non formal dalam mewujudkan pendidikan bagi semua atau educa-tion for all (EFA).

Ulasan para akademisi, dan praktisi dari berbagai lembaga dalam edisi ini diharapkan mampu menjadi inspirasi untuk melahirkan ide-ide segar dalam pen-ingkatan mutu dan kualitas program PAUD dan Dikmas. Agar PAUD dan Dik-mas sebagai pendidikan alternatif dapat memberi manfaat nyata bagi masyarakat yang terbelakang, tertinggal dan tak terjangkau.

Kepala Balai

Drs. Dadan Supriatna, M.PdNIP. 196212311992121001

Page 5: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

1JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

Kualitas penyelenggaraan PAUD menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan guna mencapai hasil yang efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi untuk menemukan hal-hal yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah dalam penyelenggaraan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan Kabupaten Paser Kalimantan Timur, guna mengoptimalkan perkembangan anak didik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Informan kunci sebagai sumber data meliputi, kepala PAUD, guru dan orang tua. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan: (1) wawancara mendalam (2) observasi, dan (3) dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan derajat kepercayaan atau kredibilitas (credibility), ketergantungan (dependability) dan konfirmabilitas (confirmability). Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode CIPP yaitu terdiri dari komponen konteks (Context), masukan (Input), proses (Process), hasil (Product).

Hasil evaluasi menemukan bahwa: (1) tingkat pendidikan kepala sekolah dan guru di sebagian lembaga-lembaga PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan belum sesuai dengan kriteria dalam standar PAUD, 78% guru masih berlatar pendidikan SMA, (2) 80% guru-guru belum pernah mendapatkan pelatihan tentang pendidikan anak usia dini, (3) Fasilitas gedung tempat dilaksanakan proses belajar mengajar rata-rata masih sangat minim, karena tidak ada ruang UKS, dapur, gudang, dan perpustakaan, (4) Fasilitas alat belajar di kelas yang berupa APE sangat minim dalam jenis maupun jumlahnya sehingga sering terjadi anak mendapat alat bermain yang tidak sesuai dengan tema, (5) Fasilitas tempat belajar mengajar di luar kelas sangat tidak memadai karena halaman sekolah rata-rata belum ditata sebagaimana layaknya tempat yang menyenangkan, aman bagi anak-anak untuk bermain dan mengenal lingkungan, (6) Pembinaan kepada kepala sekolah dan guru-guru berupa pelatihan pembuatan kurikulum, Program Semester (Prosem), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM) dan studi banding belum serius diupayakan. Dari hasil evaluasi ini telah dibuat rekomendasi untuk pemerintah beserta pihak-pihak yang berwenang yang berupa pernyataan bahwa untuk dapat mencapai kualitas hasil belajar yang tinggi pada anak usia dini, harus ada pendidikan dan pelatihan (Diklat) bagi pendidik dan tenaga kependidikan berupa diklat dasar dan diklat lanjutan serta peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatan kualitas PAUD. Selain itu, pengesahan peraturan daerah yang mengatur keberadaan PAUD sehingga sehingga memiliki keleluasaan dalam melaksanakan amanah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.

Kata kunci: Evaluasi, PAUD, Kurikulum, APE

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN PASER,

KALIMANTAN TIMUR

Kasrani Latief

Abstrak

Page 6: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

2 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

As the quality of early childhood education for children in the golden age (0-6 years) became one of the factors that must be considered in order to achieve effective and efficient results. The purpose of this study was to evaluate to find things that do not meet the standards set by the government in early childhood in the district Tanjung Harapan, Paser in East Kalimantan in order to improve the learning outcomes of students. This study used a qualitative approach. Key informants as a data source includes, head of early childhood, teachers and parents. Data was collected by using: (1) in-depth interviews (2) observation, and (3) documentation. Checking the validity of the data carried by the de-gree of confidence or credibility, dependence and confirmability. Data analysis was performed using the CIPP method which consists of com-ponents of context, Input, Process, Product.

The evaluation found that: (1) the level of education principals and teachers in the majority of early childhood institutions in the district of Tanjung Hara-pan is not in accordance with the criteria in the standard of early childhood education, 78% of teachers are from high school education. (2) 80% of teachers have never received training in early childhood education. (3) The facilities of the building where the teaching and learning process implemented on average are still very minimal, because there is no infirmary, kitchen, warehouse, and a library. (4) Facilities learning tool in the classroom that known as APE was minimal in the type and number so very often kids got to play instruments that do not fit the theme. (5) The facilities of learning outside the classroom is very inadequate because the school yard in average has not laid out as befits a fun, safe for children to play and get to know the environment. (6) Guidance to principals and teachers in the form of making training of curriculum, Semester Program Activity, Weekly Action Plan (RKM) and comparative study has not been seriously pursued. From the results of this evaluation have made recom-mendations to governments as well as the authorities in the form of a statement that in order to achieve quality learning outcomes are higher in early child-hood, there must be education and training (Training) for educators and educa-tion personnel provided by recognized training institutions, or university, or a resource that has competences. In addition, review of the regional regulations/PERDA governing the existence of early childhood education so that the struc-ture of early childhood education, but a stand alone so that it has flexibility in implementing the mandate of Pasal 28 UU No. 20 year 2003

Keywords: evaluation, early childhood education, curriculum, educational toy

Abstract

Page 7: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

3JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

PENDAHULUANLatar Belakang Masalah

Anak merupakan dambaan bagi se-tiap orang tua, sehingga selalu diharap-kan memiliki masa depan yang lebih baik dari orang tuanya, tetapi tidak semua orang tua memahami cara men-didik yang baik. (Halim, 2001).

Sujud (1998) mengatakan bahwa pada anak memiliki masa strategis sekaligus masa kritis. Masa strategis karena masa ini merupakan masa peka untuk memperoleh stimulasi dan pem-belajaran yang memungkinkan anak dikondisikan untuk memperoleh ke-berhasilan dalam kehidupannya. Masa kritis karena jika terjadi salah asuh pada anak sehingga tidak memperoleh stimulan dan perlakuan yang tepat maka perkembangan anak pada masa selanjutnya akan mengalami gangguan. Dengan demikian jelas bahwa pendidi-kan anak usia dini merupakan suatu ke-butuhan yang sangat penting baik bagi anak maupun orang tua itu sendiri.

Namun sampai sekarang dalam penyelenggaraan PAUD masih ditemu-kan beberapa permasalahan, dian-taranya rendahnya kualitas guru dan terbatasnya sarana/prasarana untuk kegiatan PAUD. Permasalahan lainnya adalah pembelajaran yang monoton dan berfokus pada guru, minimnya alat peraga dan buku pegangan untuk ba-han ajar. Permasalahan-permasalahan tersebut harus menjadi perhatian uta-ma untuk memulai perbaikan penye-lenggaraan pendidikan bagi anak usia dini.

Salah satu upaya pemerintah da-lam mengatasi masalah tersebut ada-lah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 137 tahun 2014 tentang standar PAUD yang ter-diri atas (1) Standar Tingkat Pencapa-ian Perkembangan Anak Usia Dini se-lanjutnya disebut STPPA; (2) Standar Isi; (3) Standar Proses; (4) Standar Pe-nilaian; (5) Standar Pendidik dan Ten-aga Kependidikan; (6) Standar Sarana Prasarana; (7) Standar Pengelolaan;

dan (8) Standar Pembiayaan. Standar PAUD diharapkan menjadi standar acuan minimal bagi masyarakat dan stakeholders dalam memberikan pe-layanan pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini. Untuk memper-mudah pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tersebut dibuatlah petunjuk teknisnya (Juknis) penyeleng-araan PAUD untuk jalur formal, non-formal dan informal sebagai pedoman dalam penyelengaraan PAUD. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemu-kan ketidaksesuaian dengan 8 standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 137 Tahun 2014, termasuk pelaksanaan PAUD di wilayah Kecamatan Tanjung Harapan, Kabupaten Paser Kaliman-tan Timur. Selain itu, di Kecamatan Tanjung Harapan jangkauan pendidi-kan anak usia dini masih terbatas dari segi jumlah maupun aksesibilitasnya. Sebagian besar orang tua dan anak-anak mengalami kesulitan menjangkau lokasi PAUD yang rata-rata lebih dari 5 km.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis memilih melakukan pe-nelitian untuk disertasi doktor dengan judul: “Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Wilayah Pe-sisir Kabupaten Paser”. Evaluasi ter-hadap pelaksanaan program PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan penting untuk dilakukan. Hasil evaluasi akan memperlihatkan sejauh mana standar PAUD telah diterapkan dalam program PAUD di wilayah pesisir Kecamatan Tanjung Harapan. Selanjutnya akan di-jadikan acuan dalam menentukan hal-hal yang harus dilakukan agar program pengembangan PAUD dapat terlaksana sesuai yang diharapkan.

Rumusan Masalah Bagaimanakah keberadaan landasan 1. formal penyelenggaraan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan ?Bagaimanakah prosedur rekrut-2. men peserta didik, rekrutmen tenaga pendidik, rekrutmen tenaga kepen-

Page 8: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

4 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

didikan, pengembangan kurikulum, kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan dan pembiayaan pada penyelenggaraan PAUD di Kecama-tan Tanjung Harapan ?Bagaimanakah kegiatan pembela-3. jaran di sekolah yang terdiri dari: perencanaan, pembelajaran, pelak-sanaan, dan penilaian pada penye-lenggaraan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan ?Bagaimanakah hasil belajar peserta 4. didik PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan ?

Tujuan PenelitianTujuan Umum 1. Secara umum penelitian ini bertu-juan untuk menjelaskan efektivi-tas program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kecamatan Tanjung HarapanTujuan Khusus2. Secara rinci tujuan yang hendak di-capai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :

Memperoleh gambaran secara a. lengkap dan jelas tentang aspek konteks, yang meliputi landasan formal penyeleggaraan program PAUD. Memperoleh gambaran secara b. lengkap dan jelas tentang as-pek Input, meliputi rekrutmen peserta didik, rekrutmen tena-ga pendidik, rekrutmen tenaga kependidikan, pengembangan kurikulum, kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasa-rana pendidikan, pengelolaan dan pembiayaan pada penyeleng-garaan PAUD di Kecamatan Tan-jung Harapan. Memperoleh gambaran secara c. lengkap dan jelas tentang aspek proses, meliputi Perencanaan, pembelajaran, pelaksanaan, dan penilaian pada penyelenggaraan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan.

Memperoleh gambaran secara d. lengkap dan jelas tentang aspek produk, meliputi hasil belajar pe-serta didik PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan.

Manfaat Apabila tujuan penelitian ini ter-

capai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

Manfaat Yuridis 1. Pengembangan Kebijakan dalam peningkatan Kualitas PAUD di Ka-bupaten PaserManfaat Teoritis2. Menambah hasanah ilmu pengeta-huan bidang manajemen pedidikan mengenai program pendidikan anak usia dini (PAUD) secara langsung dan tidak langsung.Manfaat praktis3. Pengelola PAUD sebagai bahan in-formasi tentang PAUD dalam rangka meningkatkan profesionalismenya.

Pendidik dan Tenaga Kependidi-a. kan dapat memanfaatkan sebagai bahan informasi dalam melak-sanakan peran dan pungsinya da-lam mendukung program PAUD.Orang tua dan masyarakat dapat b. memanfaatkan sebagai bahan masukan sehingga dapat mem-bantu dan memfasilitasi pengem-bangan PAUD.Para Peneliti di bidang pendidi-c. kan dapat memanfaatkan sebagai bahan kajian lebih lanjut menge-nai evaluasi program PAUD.Bagi Pemerintah dapat dijadikan d. bahan kajian untuk menentukan kebijakan dalam peningkatan Kualitas PAUD.

METODE PENELITIANPendekatan penelitian yang dipak-

ai dakam penelitian evaluasi menggu-nakan metode Kualitatif. Dalam Joint Committe, evaluasi merupakan peneli-tian yang sistimatik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Pendekatan penelitian berfokus

Page 9: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

5JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

pada fenomena yang akan diteliti oleh seorang peneliti. Adapun fenomena yang diteliti berkaitan dengan Stan-dar PAUD. Setiap penelitian memiliki teknik untuk mendekati suatu obyek penelitian yang akan diteliti, sehing-ga dapat mengungkapkan fenomena-fenomena secara alami dan mendalam dan penentuan pendekatan yang di-ambil akan memberikan petunjukyang jelas dari berbagai rencana penelitian yang akan dilakukan oleh seorang pe-neliti.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Metode evaluasi digunakan untuk mengetahui kualitas program yang su-dah dijalankan, yaitu dengan cara mem-bandingkan dengan suatu standar yaitu standar PAUD yang telah ditetapkan pemerintah. Evaluasi meliputi hal-hal mengenai perencanaan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pelayanan kesehatan, termasuk juga pengelolaan dan penilaian hasil belajar.

Adapun desain model dalam peneli-tian disesuaikan dengan model evaluasi yang dipilih untuk penelitian ini yaitu model CIPP sebagai berikut :

Model CIPP disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar pembuatan keputusan dalam evaluasi sistem den-gan analisis yang berorientasi pada perubahan berencana. Dengan metode ini diharapkan akan dihasilkan penila-ian yang tepat atas pelaksanaan pro-gram PAUD yaitu tentang kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan-

nya. Desain Model Penelitian adalah memastikan bahwa evaluasi akan di-lakukan menurut organisasi yang tera-tur dan menurut aturan evaluasi yang baik semua orang yang terlibat dalam evaluasi adalah orang yang tepat, di-lakukan pada waktu yang tepat, dan di tempat yang tepat seperti yang telah direncanakan, maka harus dibuat de-sain evaluasi program. Desain evalu-asi program (Carol tayler Fitz-Gibbon & Lynn Lyons Morris), suatu desain adalah rencana yang menunjukkan bila evaluasi akan dilakukan dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikum-pulkan selama proses evaluasi. Pada dasarnya suatu desain ialah bagaimana mengumpulkan informasi yang kom-paratif sehingga hasil program yang dievaluasi dapat dipakai untuk menilai manfaat dan besarnya program apakah akan diperlukan atau tidak.

Lebih lanjut, desain penelitian da-lam evaluasi merupakan suatu rencana tindakan untuk memperoleh data mela-lui pertanyaan hingga kesimpulan. Un-tuk melakukan penelitian ini maka di-tentukan data yang akan di ambil dari sumber data. Sesuai dengan metode CIPP yang akan dipakai dalam melak-sanakan evaluasi.

Penelitian ini akan menggunakan instrumen wawancara, observasi, stu-di dokumen dan angket, pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh in-formasi yang dibutuhkan dalam rang-ka mencapai tujuan penelitian dengan menggunakan sumber primer dan sum-ber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang lengsung memberi-kan kepada pengumpul data meliputi wawancara dan observasi sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul, dalam hal ini bisa melalui studi terhadap dokumen yang sudah ada.

Penelitian evaluasi ini menggu-nakan analisis kualitatif dan analisis deskriptif. Analisis kualitatif dilaku-kan dengan mengorganisasikan data,

Konteks

Masukan

Proses

Hasil

Fokus

Fokus

Fokus

Fokus

Analisis Data

Analisis Data

Analisis Data

Keputusan Hasil

Keputusan Proses

Keputusan Masukan

Rekomendasi

Analisis Data

Keputusan Konteks

Gambar 1. Model CIPP

Page 10: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

6 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

menjabarkannya ke dalam uint-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yanga akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat disampaikan kepada orang lain.

PEMBAHASANKomponen Konteks (Context)

Hasil evaluasi pada komponen konteks menunjukkan bahwa Lemba-ga PAUD Daya Taka, PAUD Kuncup Harapan, PAUD Al Misbah dan KB Tunas Karya, PAUD Harapan Bangsa, dan TK Guna Mulya hanya memiliki beberapa dokumen sebagai landasan pijak dalam menyelenggarakan PAUD. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Peraturan Menteri Pen-didikan Nasional/Permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD, dokumen tentang pendirian sekolah, Tata cara penyelenggaraan pendidikan anak usia dini serta penerimaan peser-ta didik baru. Jadi Lembaga-lembaga PAUD dan TK di Kecamatan Tanjung Harapan tersebut belum memiliki se-mua dokumen yuridis yang menjadi ladasan formal bagi penyelenggaraan PAUD. Namun dari sisi pemanfaatan dokumen sebagai sumber pengetahuan, masih perlu diupayakan untuk meman-faatkan isi dokumen-dokumen yang ada agar semua pihak yang terlibat da-lam epnyelenggaraan pendidikan anak usia dini di wilayah ini, memiliki cara pandang yang sama (point of view) ter-hadap pendidikan anak usia dini.

Komponen Masukan (Input)Peserta didik

Hasil evaluasi menemukan peserta didik di lembaga PAUD Daya Taka, PAUD Kuncup Harapan, PAUD Al Misbah dan KB Tunas Karya, PAUD Harapan Bangsa, dan TK. Guna Mu-lya terbagi dalam dua kelompok usia yaitu kelompok usia 4 - 5 tahun dis-ebut kelompok A. Selain itu kelompok anak usia 5 - 6 tahun disebut kelompok B. semuanya ada 12 kelompok belajar dimana masing-masing kelompok bela-

jarnya di fasilitasi oleh 1 - 2 orang guru sebagaimana yang diperlihatkan pada tabel 4.1.

Hasil wawancara dengan guru, diperoleh informasi bahwa jumlah ini dikarenakan pertama saat perekrutan panitia membatasi kuota anak usia 4 -5 tahun hanya 1 kelas (rombongan belajar) saja. Perekrutan anak kelom-pok usia 4 - 5 rata-rata lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak da-lam rombongan belajar anak usia 5 - 6 tahun. Hal ini karena dalam setiap lem-baga PAUD di wilayah ini tidak mem-punyai pengasuh untuk mendampingi guru memfasilitasi anak didik usia 4 - 5 tahun dalam proses belajar mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Peserta didik kelompok usia 4 - 5 tahun masih membutuhkan perhatian ekstra dari guru dan pengasuh dalam berkeg-iatan maupun proses belajar mengajar. Temuan lain adalah terkait publikasi sekolah saat memasuki tahun ajaran baru. Untuk menarik minat orang tua calon murid baru, lembaga-lembaga paud melakukan beberapa cara (pola rekutmen) (1) bekerjasama dengan Desa memberi informasi kepada masyarakat (2) memasang spanduk (3) Informasi diantara orang tua peserta didik di lingkungannya masing-masing (mouth to mouth), antara orang tua murid dengan orang tua calon murid dilingkungan tempat tinggal masing-masing.

PendidikTemuan evaluasi menunjukkan

bahwa lembaga-lembaga ini memiliki guru-guru dengan pendidikan yang mayoritas lulusan SMA, hanya ada 6 orang guru dan kepala sekolah yang pendidikan S1 bidang pendidikan dan 1 orang yang berpendidikan S1 non pendidikan seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.2. Guru-guru ini mayori-tas belum pernah mendapat pelatihan terkait bidang pendidikan dan penga-jaran yang digelutinya, pada tabel 4.3.

Page 11: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

7JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

Padahal standar PAUD mengharuskan pendidik yang ada di lembaga-lembaga PAUD menamatkan pendidikan sar-jana/S1 jurusan pendidikan/psikologi dan memiliki beberapa kompetensi yang disyaratkan.

Tenaga KependidikanKepala sekolah lembaga PAUD

Kuncup Harapan dan Daya Taka memi-liki latar belakang pendidikan SMA dan pernah mengikuti pelatihan. Selebihnya dari lembaga PAUD yang diobservasi, diketahui empat lembaga PAUD lain-nya dipimpin oleh kepala sekolah yang mempunyai latar belakang pendidikan S1 pendidikan dan non pendidikan. Rata-rata lembaga-lembaga PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan dip-impin oleh kepala sekolah perempuan. Para kepala sekolah semuanya pernah mengikuti pelatihan. Namun untuk staf belum pernah mendapatkan pelatihan terkait bidang pengajaran dan peker-jaan yang mereka geluti.

Temuan lain adalah bahwa dari 6 lembaga paud di Kecamatan Tanjung Harapan hanya ada 2 staf administrasi laki-laki dan selebihnya perempuan, mempunyai latar belakang pendidikan SMA dan bertugas membantu kepala sekolah. Perlu diketahui bahwa tu-gas seorang staf administrasi adalah membantu pekerjaan-pekerjaan kepala sekolah dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan kompetensi yang diatur, maka makin baik sifat bantuan staf maka seharusnya makin efektif dan efisien pekerjaan kepala sekolah.

Isi Program Kurikulum

Evaluasi pada tahap ini menemu-kan bahwa lembaga-lembaga belum memperhatikan Beberapa komponen penting dalam kurikulum 2013 adalah : KTSP, Kalender Pendidikan, Program Tahunan, Program Semester, Rencana Kerja Mingguan, Rencana Kerja Har-ian, Komponen-komponen penilaian.

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam penyelengga-

raan pendidikan di TK/PAUD. Apakah lembaga PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan memiliki kurikulum yang di-jadikan acuan dalam menyelenggara-kan kegiatan belajar mengajar?.

Hasil penelusuran dokumen pada lembaga PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan,dari data yang dihimpun, lem-baga PAUD disini memiliki kurikulum yang dijadikan acuan. Namun kuriku-lum yang dipakai sebagai acuan bu-kan disusun oleh lembaga PAUD disini tetapi dari lembaga PAUD lain sehing-ga sekolah melakukan modifikasi terh-adap kurikulum tersebut untuk menye-suaikan dengan kondisi yang ada.

Dari hasil wawancara yang dikon-firmasi dengan data angket, kepala sekolah menginformasikan bahwa kurikulum lembaga PAUD di Kecama-tan Tanjung Harapan diadop dari Dinas Pendidikan Kabupaten komponennya meliputi : KTSP, Kalender Pendidikan, Program Tahunan, Program Semes-ter, Rencana Kerja Mingguan, Rencana Kerja Harian, Komponen-komponen penilaian.

Dan pihak sekolah melakukan mod-ifikasi terhadap kurikulum sesuai den-gan kondisi fasilitas sarana dan prasa-rana sekolah, akan tetapi keberadaan dokumennya tidak dapat diperlihatkan, embaga PAUD hanya sedikit melaku-kan modifikasi untuk disesuaikan den-gan kondisi sekolah dan APE yang dimiliki oleh masing-masing lembaga. Kondisinya kurang memenuhi kebutu-han pendidikan anak usia dini.

Alokasi WaktuPembagian waktu belajar kelom-

pok usia 4 - 6 tahun dari empat lembaga PAUD adalah 150 menit yang dimulai dari jam 08.00 sampai jam 10.30. Per-temuan dilakukan ada yang sepanjang minggu dari Senin sampai Saptu, efek-tif dalam 17 minggu per semester, tetapi ada juga yang melaksanakan proses belajar mengajar dengan mengada-kan pertemuan dari hari Senin sampai Kamis.

Page 12: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

8 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

Kalender PendidikanKalender Pendidikan adalah pen-

gaturan waktu untuk kegiatan pembe-lajaran anak selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun aja-ran, minggu efektif belajar, waktu pem-belajaran efektif, dan hari libur.

Kalender Pendidikan juga berisi program kegiatan tahunan yang men-cakup kegiatan-kegiatan perayaan hari besar nasional, kegiatan-kegia-tan puncak tema, kegiatan-kegiatan lembaga(misal: rekreasi dan pentas seni).

Penyusunan Kalender Pendidikan disesuaikan dengan karekteristik dan kondisi masing-masing lembaga. Pent-ingnya menyusun kalender pendidikan : pertama sebagai acuan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dalam me-nyusun kegiatan pembelajaran seta-hun dan kedua sebagai imformasi bagi orang tua tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dan diikuti peserta didik dalam kurun waktu seta-hun.

Dari hasil wawancara Kalender Pendidikan diperoleh dari Dinas Pen-didikan Kabupaten Paser dan lembaga melakukan modifikasi menyesuaikan dengan program yang sudah disusun.

Berdasarkan uraian diatas, kesimp-ulan yang dapat diambil dari Kalender Pendidikan, sudah memenuhi standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan sangat menunjang bagi pengem-bangan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan

Lembaga mempunyai kalender pendidikan walaupun terkesan dibuat secara sederhana pada kertas folio, dan ada yang ditulis tangan namun kalen-der ini dapat menunjukkan bagaimana pengaturan kegiatan belajar menga-jar di lembaga-lembaga tersebut. Ini artinya lembaga-lembaga PAUD di wilayah Tanjung Harapan sudah mam-pu melakukan perencanaan kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu seta-hun.

Sarana dan PrasaranaSarana dan prasarana sangat minim,

terlihat pada beberapa hal seperti ge-dung sekolah, beberapa lembaga PAUD di Tanjung Harapan kurang didukung oleh transportasi yang memadai untuk mencapai lokasi tempat belajar menga-jar dilaksanakan. Dari segi lokasi, ter-dapat 4 lembaga PAUD yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal peserta didik. sehingga cukup berbahaya bagi anak didik pergi sekolah bila tidak di-antar dan dijemput oleh orang tuanya.

Hal ini dapat berarti lokasi berdi-rinya lembaga-lembaga PAUD di Ke-camatan Tanjung Harapan belum se-luruhnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam standar PAUD.

Dalam hal prasarana lainnya, ban-gunan-bangunan dari lembaga PAUD tersebut dibangun permanen walaupun sangat sederhana. Selanjutnya pada sarana outdoor (halaman), dari evaluasi menemukan bahwa rata-rata sekolah di PAUD belum mempunyai alat bermain diluar kelas atau sangat minim dalam jumlah maupun jenisnya.

PengelolaanEvaluasi pada tataran ini memperli-

hatkan bahwa lembaga-lembaga PAUD telah memiliki visi dan misi dan tujuan pendidikan yang dirumuskan bersama oleh kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.

Kemudian dalam misi yang di-jabarkan kedalam tujuh poin, dimana pada poin pertama berbunyi melak-sanakan pembelajaran yang tertib dan menyenangkan, kondisi ini sangat rel-evan dengan pembiasaan yang dilaku-kan lembaga/satuan PAUD di Kecama-tan Tanjung Harapan setiap harinya. Dari sisi realisasi visi, misi dan tujuan sekolah, temuan evaluasi menunjuk-kan bahwa Lembaga-lembaga PAUD mengalami kendala berupa terbatasnya sumber daya manusia, terbatasnya uang, dan sosialisasi yang masih kurang untuk menjalankan ketiga unsur terse-but.

Page 13: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

9JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

Hal lain yang diperoleh terkait eval-uasi konteks adalah lembaga-lembaga PAUD memiliki struktur organisasi sekolah dan komite serta ijin pendirian TK/PAUD yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan setempat.

PembiayaanSaat observasi ditemukan bahwa

sumber pembiayaan TK dan PAUD di Kecamatan Tanjung Harapan berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan orang tua peserta didik dalam bentuk uang sekolah. Hanya dari sisi peman-faatan terlihat adanya ketimpangan diantara pos pengeluaran yang ada. Besaran biaya yang digunakan lemba-ga-lembaga PAUD di wilayah ini un-tuk biaya operasional pendidikan tidak sebesar pengeluaran untuk pos lainnya, dimana 43%-53% untuk gaji, 22%-26% untuk tunjangan hari raya, 10%-14% untuk administrasi, 12%-17% untuk pengadaan APE seperti yang diperli-hatkan pada gambar 4.13.

Jika dikaitkan dengang kondisi sarana yang ada di lembaga-lemba-ga PAUD ini, akan kelihatan bahwa mereka belum mampu memanfaatkan keuangan yang ada untuk membiayai kebutuhan pendidikan yang berhubun-gan langsung dengan proses belajar anak, termasuk alokasi dana untuk meningkatkan kompetensi guru dan staf administrasi (capacity building).

Komponen Proses (Process)Perencanaan pembelajaran

Temuan evaluasi memperlihatkan perencanaan kegiatan semester tidak dilakukan oleh pihak sekolah. Peren-canaan kegiatan semester dan RKM disusun bersama melalui Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK) dengan alasan supaya lebih kompak. Masih dari temuan evaluasi didapati bahwa program semester dan RKM yang telah disusun, kemudian didistribusikan ke lembaga-lembaga PAUD.

Hal ini menggambarkan kondisi di lapangan bahwa sesungguhnya gu-ru-guru PAUD di Kecamatan Tanjung

Harapan belum paham cara menyusun kurikulum dan program semester, han-ya sebagian yang sudah mengerti cara membuat RKM, sehingga salah satu up-aya untuk mengatasinya adalah dibuat kesepakatan diantara guru-guru yang terikat dalam wadah IGTKI untuk me-nyusun kegiatan pembelajaran TK/PAUD secara bersama-sama.

Sisi lainnya adalah, kondisi ini menunjukkan Dinas Pendidikan belum maksimal memberikan bimbingan dan pembinaan dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang serius tentang pembua-tan kurikulum, RKS dan RKM kepada guru-guru PAUD sampai tingkat Keca-matan.

Dalam penyusunan rencana keg-iatan harian (RKH), temuan evaluasi menunjukkan pembuatan RKH dilaku-kan oleh guru di sekolah yang bersang-kutan. Tanpa adanya schedule yang dibuat oleh kepala sekolah, guru-guru bebas menyusun RKH, bisa untuk sem-inggu, atau penyusunan bisa dilakukan sehari sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung. Rata-rata guru menga-takan hampir tidak ada kendala yang berarti pada pembuatan RKH karena pengalaman mengajar yang tinggi, na-mun masih ditemukan adanya perbe-daan format antara guru yang satu den-gan yang lain.

Pelaksanaan PembelajaranEvaluasi pada bagian pelaksanaan

pembelajaran umumnya menunjuk-kan hasil yang kurang maksimal jika dibandingkan dengan aturan dalam standar PAUD. Terlihat di setiap lem-baga PAUD sudah ada penataan ling-kungan ruang kelas dan pengorganisa-sian kegiatan, namun masih terkesan kaku. Rata-rata lembaga PAUD mem-punyai ruang kelas yang sudah diset/ditata secara permanen, yaitu area dan peralatan telah ditetapkan pada lokasi masing-masing dengan maksud tidak akan berubah lagi pada kegiatan bela-jar, sampai anak didik menyelesaikan program belajarnya di PAUD.

Page 14: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

10 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa guru tidak melakukan penataan ulang untuk kegiatan belajar hari-hari berikutnya, meski sebenarnya guru mempunyai otoritas untuk mengubah lingkungan kelas, guna mendukung proses kegiatan belajar yang menarik, dan tidak membosankan bagi anak didik.

Selain itu, temuan observasi mem-perlihatkan bahwa penggunaan APE pada saat kegiatan selalu sama. Meskip-un dari sisi keamanan sudah sesuai bagi anak karena umumnya material APE terbuat dari pelastik dan kayu, namun dari sisi kesehatan sangat relatif karena ada sebagian APE yang tidak terawat, usang dan berdebu. Alat-alat ini juga tidak sepenuhnya sesuai dengan fungsi stimulasi yang telah direncanakan kar-ena terkesan hanya untuk memenuhi syarat yaitu setiap area ada material-nya tanpa mempertimbangkan sebet-ulnya material apa yang sesuai dengan area serta bidang pengembangan anak.

Temuan lain tentang pengorganisa-sian kegiatan menunjukkan kegiatan pembelajaran lebih dominan dilaku-kan dalam ruang kelas, kegiatan di luar kelas hanya waktu bermain pada jam istirahat, olah raga dan apel bendera. Meski pengelolaan kegiatan sudah ter-diri atas kegiatan pembuka, inti, dan penutup, namun ditemukan tidak ada perbedaan antara pengelolaan kegiatan dalam kelompok besar maupun kelom-pok kecil karena semua kegiatan ber-pusat kepada guru.

Penilaian Pembelajaran Temuan evaluasi memperlihatkan

bahwa teknik penilaian pada peserta didik di TK. Guna Mulya dan lima lem-baga PAUD lainnya relatif sesuai den-gan aturan dalam standar PAUD meski tidak semua teknik ini dipakai karena yang dominan digunakan hanya mela-lui pengamatan dan unjuk kerja.

Hal lain yang ditemukan, penila-ian anak dilakukan secara kualitatif atau melalui narasi/deskripsi yang

menjelaskan capaian anak didik, dan sebagian dari lembaga PAUD member-ikan penilaian dengan cara memberi tanda bintang. Tiap jumlah bintang mewakili kemampuan anak didik. Na-mun demikian, penilaian yang dilaku-kan sudah memperhatikan tingkat pen-capaian perkembangan peserta didik, walaupun status kesehatan masih be-lum ditemukan.

Komponen Hasil (Product)Hasil Belajar

Evaluasi pada tataran hasil belajar memperlihatkan bahwa laporan hasil belajar anak dilaporkan sesuai den-gan tingkat pencapaian perkembangan anak yang diatur dalam standar PAUD. Artinya tiap aspek pengembangan anak dijelaskan tingkat ketercapaiannya.

Sejauh ini masih ada kelemahan yang berkaitan dengan cara melaku-kan penilaian yang digunakan oleh sebagian lembaga-lembaga PAUD di wilayah Kecamatan Tanjung Harapan, dimana kemajuan (progress) semua pe-serta didik dicatat secara umum (gen-eral) atau dengan kata lain dianggap sama antara anak yang satu dengan anak lainnya. Fakta yang ada adalah tiap anak didik mempunyai karakter yang berbeda-beda, sehingga mencatat secara individu akan membantu pen-didik dalam menilai anak secara lebih rinci/mendalam.

Buku laporan penilaian perkemban-gan anak memakai format buku lapo-ran yang dikeluarkan dinas pendidikan kabupaten. Ada beberapa tahapan yang dikerjakan guru dalam membuat lapo-ran hasil belajar anak, yaitu pertama melakukan/menulis penilaian harian dalam buku rencana kegiatan harian/RKH, kedua memindahkan catatan pe-nilaian harian ke buku rekapitulasi, ke-tiga melakukan analisa perkembangan anak per individu berdasarkan hasil re-kapitulasi jumlah bintang yang diper-oleh anak, keempat, memindahkan ha-sil analisa ke dalam buku raport, dan kelima menyerahkan buku laporan/

Page 15: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

11JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

raport anak kepada orang tua peserta didik.

KESIMPULAN Kesimpulan

Hasil evaluasi program pada imple-mentasi standar PAUD pada Lembaga PAUD di Kecamatan Tanjung Hara-pan dengan menggunakan model CIPP, antara lain:

Komponen konteks 1. Lembaga PAUD di Kecamatan Tan-jung Harapan belum memiliki semua dokumen yuridis yang menjadi lan-dasan formal bagi penyelenggaraan PAUD.Komponen masukan :2.

Peserta didik pada Lembaga a. PAUD terbagi ke dalam dua kel-ompok usia, yakni usia 4-5 dan usia 5-6 tahun. Tenaga pendidik dan kependidi-b. kan, lembaga memiliki guru den-gan pendidikan setingkat SMA, DII PGTK dan S1Isi program, kurikulum yang di-c. pakai dari dinas pendidikan ka-bupaten, Sarana dan prasarana, relatif d. baik, seperti gedung sekolah, luas tanah, Pengelolaan, lembaga memiliki e. visi-misi dan tujuan pendidikan yang dirumuskan bersama oleh kepala sekolah, pendidik, dan komite sekolah. Pembiayaan, sumber pembiayaan f. berasal dari pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, dan peserta didik dalam bentuk uang seko-lah.

Komponen Proses, meliputi :3. Perencanaan kegiatan semester, a. dan penyusunan RKM dan RKH disusun bersama melalui wadah IGTKI Pelaksanaan meliputi ruang kelas b. ditata secara permanen, kegiatan pembelajaran dilakukan di ruang kelas, kegiatan sudah terdiri dari pembuka, inti, dan penutup,

Penilaian dilakukan dengan c. memberi tanda bintang, jumlah bintang mewakili kemampuan anak didik.

Komponen hasil 4. Progress peserta didik dicatat secara general (digabung). Buku laporan pe-nilaian perkembangan anak memakai format buku laporan yang dikeluar-kan dinas pendidikan propinsi.

SaranPelaksanaan standar PAUD belum

berjalan secara efektif. Tingkat pendidi-kan yang belum sesuai dengan aturan main, rendahnya pemahaman guru dan kepala sekolah terhadap fungsi dan tujuan PAUD berdampak pada penye-lenggaraan pendidikan di lembaga ini. Oleh karenanya ada rekomendasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki pelaksanaan stan-dar PAUD pada Lembaga PAUD di Ke-camatan Tanjung Harapan, yaitu:

Lembaga PAUD hendaknya memiliki 1. dokumen-dokumen sebagai landasan pijak penyelenggaraan PAUD.Lembaga perlu mengalokasikan dana 2. untuk kegiatan diklat baik diklat dasar maupun lanjutan, studi band-ing, seminar atau lokakarya baik bagi guru maupun kepala sekolah guna peningkatan kemampuan sehingga pendidik memiliki kapasitas setara dengan pendidik yang memiliki latar belakang pendidikan S1 PAUD, serta mengupayakan pendidik mengikuti penyetaraan ke S1 PAUD.Guru perlu melakukan kegiatan 3. pembelajaran bersama anak di kelas secara variatif melalui field visit, mengubah setting kelas, pembelaja-ran dilakukan di luar kelas atau out-door dan menerapkan metode belajar student center, perlu meningkatkan ketersediaan sarana mengajar dan belajar anak yang bervariasi dengan cara menyiapkan materi belajar yang terus berganti sesuai dengan tema belajar agar anak tidak bosan dan dapat belajar banyak hal. Lembaga PAUD hendaknya melaku-4.

Page 16: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

12 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

kan penilaian kemajuan (progress) anak dicatat secara individu untuk membantu pendidik dalam menilai anak secara rinci dan mendalam.Pemerintah daerah, khususnya Dinas 5. Pendidikan Kabupaten Paser har-us membangun kesadaran bersama bahwa Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) penting untuk mencerdas-kan generasi di masa yang akan da-tang, sehingga perlu melakukan pen-etapan kebijakan Anggaran PAUD guna diklat guru, beasiswa dan sa-rana dan prasarana serta peninjauan Perda Pendidikan.

Page 17: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

13JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

DAFTAR PUSTAKAAnwar dan Ahmad, Arsyad. Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.

2007.Arri Handayani. Peningkatan Kualitas Pos Paud Melalui Pengembangan Program

Holistik Integratif, Jurnal Penelitian PAUDIA, Volume 1 No. 1 November 2011.

Asfandiyar, Andi Yudha. Kenapa Guru Harus Kreatif?. Jakarta: Mizan Media Utama, (2009)

Awit Pripasci Putri. Studi Multikasus Pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Anak Saleh Dan Taman Harapan di Kota Malang. Skripsi Jurusan Administrasi Pendidikan - Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Malang. 2008

CHA, Wahyudi dan Damayanti, Dwi Retna.Program Pendidikan Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam. Jakarta: Grasindo. 2005

Cucu Eliyarti, Pemilihan dan Sumber Belajar Untuk Usia Dini. Dirjen DIKTI: Jakarta, 2005

Isjoni, Apa dan Mengapa PAUD (makalah), tersedia: Khatami.com-Majelis Kajian Tasawuf http://nurulkhatami.com. Generated: 14 May, 2009.

Isjoni, Pendidikan Anak Usia Dini (Riau Pos) tersedia: Khatami.com-Majelis Kajian Tasawuf http://nurulkhatami.com, Generated 14 May, 2009.

Indrawati, Maya dan Nugroho, Wido. Mendidik dan Membesarkan Anak Usia Pra-Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2006

Jalal, F. Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Usia Dini. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta. 2002

Jalal, F. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya PADU, Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. 2002

Jalal, F. Arah dan Kebijakan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Makalah dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Pendidikan Non Formal, Kerjasama Dirjen PLS Depdiknas dengan Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Program Pascasarjana UNJ. Jakarta: Jurnal PADU. 2004

Martini, Jamaris, Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini, Assesmen Perkembangan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Jamak, Jakarta: Direktorat PADU. 2004

Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007

Rahman, S. Hibana, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jogyakarta: PT.Grafindo Liter Media. (2005)

Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka. 1993

Siti Zaenab, Manajemen Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Multikasus pada Tiga PAUD di Kota Mataram). Disertasi Program Studi Manajemen Pendidikan. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. 2012

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung; Alfabeta Press. 2010

Surahman Susilo, dkk. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta; PGTKI Press. 2005

Sumirah, dkk. Panduan Penyelanggaraan Program POS PAUD. Yogyakarta: CV. Postmo Plus. 2007

Sanjaya, Wina. Buku Materi Pokok Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung, Sekolah Pascasarjana UPI. 2007

Page 18: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

14 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini Santoso, Zetsfull Learning Strategy

Sukmadinata, Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Rosdakarya. 2008

Suyanto Slamet, M. Ed, Drs. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT. Grasindo, Cetakan ke-1. 2005

Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan In Formal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Data PAUDNI 2013.

Tientje, Nurlaila N.Q. Mei dan Iskandar, Yul. Pendidikan Anak Dini Usia Untuk Mengembangkan Multipel Inteligensi. Jakarta: Dharma Graha Group. 2004

Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003

Page 19: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Latief, Evaluasi Pembelajaran Anak Usia dini

15JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

AbstractEnglish language competence is an issue and a challenge for Indonesian

work force in the era of the Asean Economic Community (AEC). In an effort to improve English competency of Indonesian people BPPAUD DIKMAS East Java has developed a model of learning and teaching English, named Survival English Program through Zestful Learning Strategy. Zestful Learning Strat-egy (ZLS) is a way of teaching effectively, efficiently and vigorously involving physical and non-physical strength. This model is established by considering the ability of learners in completing the material to communicate in the work environment. In order to achieve the goals, the structure of the curriculum is divided into three programs, they are Survival English, English for Communi-cation and Advanced Communication in English.

Keywords: learning strategies, English competency

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PROGRAM SURVIVAL ENGLISH MELALUI

ZESTFUL LEARNING STRATEGY

Santoso

AbstrakKompetensi bahasa Inggris menjadi permasalahan dan tantangan tersediri

bagi bangsa Indonesia di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sebagai upaya turut meningkatkan kompetensi bahasa Inggris masyarakat Indonesia BPPAUD DIKMAS Jawa Timur menyusun sebuah model pembelajaran bahasa Inggris Survival English Program through Zestful Learning Strategy. Strategi Zestful Learning (ZL) adalah cara mengajar yang efektif, efisien dan penuh semangat yang melibatkan kekuatan fisik dan nonfisik. Model ini disusun dengan memperhatikan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan materi untuk berkomunikasi di lingkungan pekerjaan. Untuk itu, penyusunan kurikulum dibagi menjadi tiga program, yaitu: Survival English, English for Communication dan Advanced Communication in English.

Kata Kunci: strategi pembelajaran, kompetensi bahasa Inggris

Page 20: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

16 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy Santoso, Zetsfull Learning Strategy

PENDAHULUANManusia berkomunikasi dengan

kuantitas yang tidak terhingga dalam kehidupanya sehari-hari. Segela aktiv-itas manusia tidak akan pernah terjadi tanpa adanya proses komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non-verbal dalam rangka menyampaikan gagasan, pikiran, persaan dan pendapatnya. Se-jak dimulai dari bangun tidur hing-ga tidur kembali di malam hari, bisa dibayangkan berapa kali seseorang mendengar dan berbicara, berapa lama ia membaca koran atau membaca ber-bagai macam iklan komersial di jalan-jalan, berapa lama ia menulis surat, laporan, tulisan ilmiah dan sebagain-ya, berapa kali dan berapa lama dosen menjelaskan kuliah di dalam kelas dan berapa lama dan berapa kali pula ma-hasiswa mendengarkan dan menanya-kan perkuliahan kepada dosen atau te-man sekelasnya. Jika dihitung ternyata banyak sekali waktu yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dalam aktivitasnya selama satu hari.

Bahasa Inggris merupakan salah satu di antara bahasa asing yang ter-dapat di Indonesia. Bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa asing yang pertama sesuai dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 096/1967 tanggal 12 Desember 1967. Terpilihnya bahasa Inggris se-bagai bahasa asing pertama di Indo-nesia di antara bahasa asing lainnya didasarkan pada beberapa pertimban-gan seperti yang diutarakan Kartono (1980:125) bahwa bahasa nasional kita pada saat ini belum dapat dipakai se-bagai alat komunikasi dengan dunia luar dalam rangka politik luar negeri dan untuk menjalin persahabatan den-gan bangsa-bangsa lain, dan kenyataan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa komunikasi internasional, bahasa ilmu pengetahuan, teknologi modern, per-dagangan, politik, dan dipakai hampir disemua bidang, maka bahasa Inggris jelas harus diberi prioritas pertama un-tuk dipelajari di antara bahasa-bahasa

asing yang lain.Keberadaan kompetensi berbahasa

Inggris tersebut menjadi permasalahan dan tantangan tersediri bagi bangsa Indonesia manakala era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadikan ba-hasa Inggris sebagai alat komunikasi utama.

Berdasarkan Permendikbud RI no-mor 69 tahun 2015, Balai Pengem-bangan Pendidikan Anak Usia Dini, pendidikan masyarakat (BP-PAUD DIKMAS) Jawa Timur memiliki tugas melaksanakan pengembangan mutu pendidikan anak usia dini dan pendidi-kan masyarakat. Untuk menjalank-an tugas tersebut BPPAUD DIKMAS memiliki salah satu fungsi pokok yakni “pengembangan program”.

Atas dasar penjelasan diatas tim pengembang model menyusun sebuah model pembelajaran bahasa Inggris Survival English Program through Zestful Learning Strategy. Setrategi pembelajaran ini merupakan gagasan baru atas dasar problema pembelaja-ran bahasa Inggris yang dianggap sulit dan membosankan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, baik dikalangan pelajar, pendidik dan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian diharap-kan setrategi pembelajaran Zestful Learning (ZL) dapat memberikan solu-si pembelajaran bahasa Inggris atau pelajaran lain yang efektif, efisien dan menyenangkan.

KAJIAN TEORIDasar atau teori yang digunakan

dalam model pembelajaran bahasa Ing-gris Survival English Program through Zestful Learning Strategy ini adalah sebagai berikut:Pola-pola Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai ha-sil dari pengalamannya dalam ber-interaksi dengan lingkungan. Bela-jar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seorang. Pembelaja-

Page 21: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

17JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

ran pada hakitanya merupakan suatu proses interaksi antara pendidik den-gan peserta didik, baik interaksi se-cara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengann menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengunakan ber-bagai pola pembelajaran.

Barry Morris (1963:11)mengkal-sifikasikan empat pola pembelajaran yang digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Pola Pembelajaran Tradisional 11.

TUJUAN PENETAPAN ISI DAN METODE

GURU SISWA

Pola Pembelajaran Tradisional 22.

TUJUAN PENETAPAN ISI DAN METODE

GURU DENGAN MEDIA SISWA

Pola Pembelajaran Guru dan 3. Media

TUJUAN PENETAPAN ISI DAN METODE

GURU SISWA

MEDIA Pola Pembelajaran Bermedia 4.

TUJUAN PENETAPAN ISI DAN METODE MEDIA SISWA

Pola-pola pembelajaran di atas memberikan gambaran bahwa seir-ing dengan pesatnya perkembangan media pembelajaran, baik software maupun hadware, akan membawa pe-rubahan bergesernya peran pendidik sebagai penyampai pesan. Pendidik atau guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik dapat memperoleh informasi dari ber-bagai media dan sumber belajar, baik

itu dari majalah, modul, siaran radio pembelajaran, televisi pembelajaran, media komputer atau yang sering kita kenal dengan pembelajaran berbasis komputer (CBL), baik model drill, tu-torial, simulasi maupun instructional games ataupun dari internet. Seka-rang ini atau di masa yang akan da-tang, peran pendidik tidak hanya se-bagai pengajar (transmitter), tetapi ia harus mulai berperan sebagai director of learning, yaitu sebagai pengelola belajar yang memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik melalu pemang-gataan dan optimalisasi berbagai

sumber belajar. Bahkan, bukan tidak mungkin dimasa yang akan datang peran media sebagai sumber informasi utama dalam kegiatan pembelajaran berbasis komputer (computer based in-struction), di sini peran pendidik han-ya sebagai fasilitator belajar saja.

Program Survival English Kurikulum Berbasis Kompetensi

ini disusun dengan memperhatikan kemampuan peserta didik dalam me-

Page 22: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

18 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy Santoso, Zetsfull Learning Strategy

nyelesaikan materi pelajaran untuk berkomunikasi di lingkungan peker-jaan. Untuk itu, penyusunan kuriku-lum ini telah dibagi menjadi tiga pro-gram, yaitu program Survival English, English for Communication dan Ad-vanced Communication in English. Se-dangkan standar kompetensi lulusan (SKL) pembelajaran bahasa Inggris program Survival English adalah ket-erampilan berbahasa Inggris minimal

untuk dapat melakukan fungsi sosial dalam masyarakat dengan menggu-nakan struktur kalimat dan kosa kata sederhana, sehingga kompetensi dasar ini dapat membantu dalam memper-siapkan sumber daya manusia di era masayarakat ekonomi ASEAN (MEA). Adapun materi yang harus dikuasi un-tuk mendapatkan kompetensi lulusan pada Survival English Program ada-lah:

No Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1 Exchanging personal information

Initiating a conversation1.1 Introducing oneself1.2 Introducing others1.3 Leave taking1.4

2. Dealing with requests 2.1 Identifying requests2.2 Making requests2.3 Responding to requests

3. Talking over the telephone

3.1 Greeting over the phone 3.2 Leaving a message3.3 Taking a message

4. Locating personal items

4.1 Identifying personal items 4.2 Asking the location of personal items4.3 Describing the location of personal items

5. Expressing an apology 5.1 Asking for an apology 5.2 Stating regret5.3 Accepting an apology

6. Describing quantity 6.1 Identifying prices6.2 Asking about prices 6.3 Giving information about prices6.4 Selecting a purchase6.5 Making payment

7. Buying and selling currencies

7.1 Identifying currencies7.2 Talking about major foreign currencies7.3 Asking for exchange rate7.4 Requesting smaller denominations of currencies

8. Describing one’s family 8.1 Naming family members8.2 Asking information about family members8.3 Giving information about family members8.3 Talking about relationships in one’s extended family

9. Talking about personal routines

9.1 Identifying personal routines9.2 Classifying personal routines9.3 Comparing one’s personal routines

10. Talking about one’s physical appearance

10.1 Identifying parts of the body10.2 Identifying physical features10.3 Classifying physical features10.4 Describing one’s appearance

Page 23: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

19JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

No Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

11. Expressing one’s emotion

11.1 Identifying types of emotions11.2 Asking about one’s emotions11.3 Expressing emotions11.4 Responding to others’ concern

12. Conveying good wishes 12.1 Congratulating others12.2 Complimenting others12.3 Wishing others on anniversaries

13. Describing places of interest

13.1 Identifying places of interest13.2 Classifying places of interest13.3 Matching description with places of interest13.4 Recommending places to visit

14. Talking about common tropical illnesses

14.1 Identifying common tropical illneses14.2 Mentioning common tropical illnesses symptomns14.3 Recommending medication

15. Eating out 15.1 Discussing a menu 15.2 Recommending dishes15.3 Ordering meals

16. Exchanging information with people from other countries

16.1 Asking about one’s origin16.2 Giving information about one’s origin16.3 Asking about one’s nationality 16.4 Giving information about one’s nationality16.5 Asking about one’s national language16.6 Giving information about one’s national language

17. Talking about leisure activities

17.1 Identifying leisure activities17.2 Classifying leisure activities17.3 Making plans for leisure activities

18. Talking about favorite childhood activities

18.1 Identifying favorite childhood activities18.2 Asking about one’s favorite childhood activities18.3 Describing one’s favorite childhood activities

19. Talking about past experiences

19.1 Asking about one’s past experiences19.2 Giving information about one’s past experiences19.3 Describing one’s unforgetable past experiences

20. Talking about public transportation

20.1 Identifying means of public transportation20.2 Classifying means of public transportations20.3 Comparing means of public transportation

21. Talking about one’s house

21.1 Mentioning location of one’s house21.2 Identifying one’s parts of the house21.3 Describing the neighborhood

22. Talking about food 22.1 Asking about one’sfavorite food22.2 Stating one’s favorite food22.3 Comparing food

Zesftul LearningMenurut Cambridge Dictionaries

Online dalam http://dictionary. cam-bridge.org /dictionary/english/zestful. Zestful berasal dari kata full of zest, kata tersebut menjadi zestful, yang maknanya adalah full of energy and en-thusiasm, dalam bahasa Indonesia ada-

lah “penuh kekuatan dan semangat”. Sedangkan learning memiliki makna “to acquire knowledge of or skill in by study, instruction, or experience” artin-ya bagaimana cara memperoleh penge-tahuan atau keterampilan melalui bela-jar, pengenalan atau pengalaman yang telah dilaluinya. Learning is the most

Page 24: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

20 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy Santoso, Zetsfull Learning Strategy

general term. It may refer to knowledge obtained by systematic study or by trial and error. Jadi pembelajaran adalah istilah yang paling umum yang meru-juk pada pengetahuan yang diperoleh studi sistematis atau dengan trial and error. Dari pemahaman tersebut kami simpulkan secara sederhana bahwa Zestful Learning adalah cara melaku-kan pembelajaran yang mengunakan kekuatan secara penuh baik kekua-tan fisik atau nonfisik yang dilakukan dengan penuh semangat. Dari penjela-san ini, kami artikan Zestful Learning adalah sebuah strategi pembelajaran untuk mendapatkan kompetensi pem-belajaran bahasa Inggris sesuai dengan tujuan pembelajaran. Strategi ini tidak hanya memberikan pembelajaran kom-petensi materi ajar tetapi juga mem-berikan motivasi dan membangunkan kesadaran soft skills.

Strategi PembelajaranStrategi pembelajaran adalah cara-

cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyam-paikan materi pembelajaran yang ber-tujuan untuk memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tu-juan pembelajaran dapat dikuasain-ya di akhir kegiatan belajar. Zestful Learning adalah cara melakukan pem-belajaran yang mengunakan kekuatan secara penuh baik kekuatan fisik atau nonfisik yang dilakukan dengan penuh sem angat, artikan Zestful Learning adalah sebuah strategi pembelajaran untuk mendapatkan kompetensi pem-belajaran bahasa Inggris sesuai den-gan tujuan pembelajaran.

KERANGKA BERPIKIRKerangka Berpikir Model Pembe-

lajaran Zestful Leatning Strategy

Dari gambar kerangka berfikir dia-tas dapat dijelaskan:

Sebelum pembelajaran bahasa Ing-1. gris program Survival English mela-lui ZLS ini, maka kita harus mema-hami terlebih dahulu kondisi calon

Gambar 1 Kerangka Berpikir Pembelajaran melalaui Strategi ZL

peserta didik. Dalam hal ini kita sebut sebagai raw input, yaitu: ko-disi calon peserta didik yang bersifat malas, kompetensi bahasa Inggris rendah, belum tumbuh kesadaran belajar. Berikutnya kita siapkan in-

Page 25: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

21JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

strumental input, yaitu bahan ajar, naskah model ZLS, kurikulum ZLS, dan panduan ZLS. Pembelajaran pada peserta didik da-2. pat dimulai manakala sudah tersedia raw input dan instrumental input. Sebagai raw input terdiri dari mini-mal: peserta didik yang telah teri-dentifikasi, Narasumber teknis (NST) atau instruktur yang telah memiliki pemahamanan tentang pembelaja-ran melalui Zestful Learning Strat-egy. Sedangkan instrumental input. Model Zestful Learning (ZLS), Kuri-kulum ZLS , Bahan ajar ZLS. Setelah pembelajaran pada peser-3. ta didik berlangsung, baik melalui proses pelatihan atau dengan belajar sendiri sesuai strategi ZL, maka kita dapat merasakan dampak langsung hasil dari proses pembelajaran terse-but (motivasi pada diri peserta didik meningkat) atau kita sebut sebagai output. Output atau dampak lang-sung dari pembelajaran tersebut ada-lah kompetensi mendengar (listen-ing), berbicara (speaking), membaca (reading), Menulis (writing). Namun demikinan fokus utama dalam pem-belajaran Survival English ini adalah Speaking. Lahirnya semangat belajar yang 4. kreatif, inovatif dan adaftif yang kita sebut sebagai outcome dari proses pembelajaran pada peserta didik ini akan menumbuhkan warga belajar (WB) yang memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar lebih lanjut dan mendalam. Pada hasil outcome ini

diharapkan dapat berdampak pada diri dan lingkungannya menjadi lingkungan yang mendukung dalam percepatan kemampuan mengua-sai tema pembelajaran yang sedang diperlukan.

METODE PENELITIANPenelitian ini tergolong penelitian

pengembangan. Penelitian pengemban-gan atau Research and Development (R&D) sering diartikan sebagai proses atau langkah-langkah untuk mengem-bangkan suatu produk baru atau me-nyempurnakan produk yang telah ada, baik berupa buku, modul, alat bantu pembelajaran atau yang lainnya.

Menurut Borg and Gall (1983:772) mendefiniskan penelitian pengem-bangan sebagai progses yang diguna-kan untuk mengembangkan dan mem-validasi produk pendidikan. Secara umum langkah-langkah dan penelitian pengembangan mencakup: a) potensi dan masalah, b) mengumpulkan infor-masi, c) desain produk, d) validasi de-sain, e) perbaikan desain, f) uji coba produk, g) revisi produk, h) ujicoba pemakaian, i) revisi produk lanjut, j) pembuatan produk masal.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil Pengembangan Program Pembelajaran

Untuk mengimplimentasikan pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris Survival English Pro-gram through Zestful Learning Strat-egy dapat diilustrasikan sebagai beri-kut:

ZESTFUL LEARNING PROCESS

STU

DEN

TS

ORI

ENTA

TIO

N O

F AW

AKEN

IING

HO

LIST

IC P

OW

ER M

ETHO

D

TEACHING LEARNING PROCESS

SPIRITUAL TECHNIQUE FISICAL TECHNIQUE

SURVIVAL ENGLISH MATERIAL

THE HIGHLIGHT THEME

OF LEARNING

THE RESULT:

Motivated Curious Pleased Excited Happy

Gambar 2 Purwarupa Model Pembelajaran Bahasa Inggris Survival English through Zestful Learning Strategy.

Page 26: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

22 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy Santoso, Zetsfull Learning Strategy

Dari purwarupa model di atas dapat dijelaskan bahwa mulai dari proses penerimaan peserta didik ke-mudian masuk pada zona pembe-lajran Zestful Learning, kemudian Orientasi Awaken Holistic Power Method yaitu upaya awal yang me-nentukan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pembe-lajaran, Teaching Learning Process yaitu pelaksanaan pembelajaran untuk membangunkan konsentrasi dan semangat belajar dengan cara melibatkan unsure spiritualitas dan unsur fisik. The Highlight Theme of Learning yaitu puncak evaluasi pembelajaran dari seluruh rangka-ian pembelajaran sebelum mengiku-ti uji kompetensi. Adapun bentuk-bentuk puncak tema dapat berupa tanya jawab, drama, berpidato yang diselenggarakan di luar kelas. The Results (hasil pembelajaran), yaitu perseta didik dan pendidik merasa puas dan mencerminkan rmotiva-si dalam proses belajar mengajar, senang, gembira dan menyenang-kan.

Pembahasan pembelajaran Bahasa Inggris Survival English Program

Kurikulum Berbasis Kompetensi ini disusun dengan memperhatikan kemampuan peserta didik dalam me-nyelesaikan materi pelajaran untuk berkomunikasi di lingkungan peker-jaan. Untuk itu, penyusunan kurikulum ini telah dibagi menjadi tiga program, yakni program: Survival English, Eng-lish for Communication dan Advanced Communication in English. Pembagian ini berdasar pada kurikulum berba-sis kompetensi yang tidak lagi menge-nal tingkatan (leveling) seperti tingkat dasar (elementary), terampil (interme-diate) dan mahir (advanced). Tingkatan ini telah diubah menjadi Survival Eng-lish sebagai pengganti tingkat dasar

satu dan dua, English for Communica-tion sebagai pengganti tingkat terampil satu dan dua, dan Advanced Commu-nication in English sebagai penggan-ti tingkat mahir. Sedangkan standar kompetensi lulusan (SKL) program Survival English adalah sebuah pros-es pembelajaran bahasa Inggris untuk mendapatkan keterampilan berbaha-sa Inggris minimal untuk melakukan fungsi sosial dalam masyarakat dengan menggunakan struktur kalimat dan kosa kata sederhana. Untuk mendap-atkan kompetensi tersebut dibutuhkan waktu pembelajaran sebanyak 144 jam pelajaran.

Berdasar kurikulum dan SKL pro-gram Survival English di atas, model pembelajaran bahasa Inggris melalui Zestful Learning Strategy ini dibagi menjadi 5 tahapan yaitu: rekrutmen pe-serta didik, orientasi Awakening Holis-tic Power Method, Teaching Learning Process, Highlight Theme of Learning, the Results

Rekrutmen peserta didikUntuk menentukan peserta didik

program survival English melalui Zest-ful Learning Strategy ini agar meng-hasilkan kualitas yang memiliki kom-petensi maka, ditentukan kriteria peserta didik sebagai berikut:

Usia minimal 15 tahun 1. Memiliki kemauan belajar bahasa 2. InggrisBersedia mengikuti program secara 3. penuhSehat Jasmani dan rohani4. Pendidikan minimal SLTP/sederajat5.

Orientation of Awakening Holistic Power Method

Orientasi Awaken Holistic Power Method merupakan kegiatan awal un-tuk membangunkan kesadaran berba-hasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis) bagi calon peserta didik melalui berbagai teknik yang melibat-kan unsur spiritual dan fisik.

Kegiatan ini bertujuan menggali potensi dan membangkitkan motivasi

Page 27: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

23JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

belajar selama program pembelajaran berlangsung dengan cara memberikan sugesti positif, menumbuhkan cita-cita, membangkitkan rasa ingin tahu, men-ciptakan lingkungan fisik, emosional dan sosial yang positif, menghilangkan rasa takut, dan mengajak perserta didik terlibat penuh sejak awal. Dari porses inilah akhirnya terjadi budaya belajar dan saling menghargai serta mendu-kung suasana belajar baik secara lahir dan batin yang pada akhir kegiatan ini terjadi kesepahaman cara belajar dan kontrak belajar.

Teaching Learning ProcessProses pembelajaran bahasa Ing-

gris melalui Zestful Learning Strategy

ini dititikberatkan pada perubahan pola pikir dan perilaku belajar bahasa Inggris yang penuh semangat dan ber-tindak aktif, positif, sabar serta meny-enangkan. Kurikulum Berbasis Kom-petensi khususnya program Survival English yang membutuhkan waktu 144 jam, dalam pola pembelajaran ZLS dapat dimampatkan menjadi 80 jam dengan proses pembelajarannya harus lebih banyak melakukan praktek baik yang berupa game, simulasi maupun dalam setting nyata. Untuk memu-dahkan penguasaan materi disusunlah tema-tema pembelajaran sebagai pen-jabaran standar kompetensi lulusan se-bagai berikut:

NO INDOOR MATERIAL

ALOKASI WAKTU

(Jam Pelajaran)T P JUMLAH

1 Getting to know each others 1 2

50

2 Talking about personal routine 1 13 Talking about Leisure time 1 14 Describing places of interest 1 25 Expressing one’s emotion 1 16 Describing one’s family 1 27 Talking about one’s physical appearance 1 1

8Buying and selling currencies/Describing Quantity

1 2

9 Talking about common tropical illness 1 110 Dealing with request 1 211 Locating personal items 1 112 Talking about one’s house 1 213 Public transportation 1 114 Expressing an apology 1 215 Handling Telephone 1 116 Eating out & Producing favorite food 1 217 Past experiences 1 118 Favorite childhood activities 1 219 Exchanging information with foreigners 1 220 Conveying good whishes 1 1

OUTDOOR MATERIAL1 Highlight Theme of Learning 30 30

Total Jam Pembelajaran 80 JP

STRUKTUR PROGRAM PEMBELAJARAN

Dari tabel struktur program pem-belajaran bahasa Inggris melalui Zest-ful Learning Strategy tersebut dapat

dijelaskan bahwa materi pembelajaran dikelompokan menjadi dua kelompok yakni; kelompok indoor material dan

Page 28: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

24 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy Santoso, Zetsfull Learning Strategy

kelompok outdoor material.Kelompok pembelajaran materi in-

door, dilaksanakan di sebuah ruangan yang representatif dan nyaman untuk memberikan materi yang terkait den-gan kompetensi survival English den-gan total jam pembelajaran 50 Jam.

Sedangkan kelompok pembelaja-ran outdoor material, yaitu pembela-jaran yang berfungsi untuk evaluasi kompetensi dalam bentuk unjuk kom-petensi melalui praktek berbahasa In-ggris baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang dikemas dalam pembelaja-ran di luar kelas. Adapun tujuan akhir dari pembelajaran outdoor ini adalah terbentuknya pengalaman berbahasa Inggris melalui praktek langsung di masyarakat.

Highlight Theme of LearningHighlight Theme of Learning pada

pengembangan program pembelaja-ran Zestful Learning Strategy adalah puncak evaluasi pembelajaran dari seluruh rangkaian pembelajaran sebe-lum mengikuti uji kompetensi. Untuk mengetahui tingkat daya serap materi berbahasa Inggris yang telah diajarkan dilakukan dengan cara unjuk kemam-puan, baik dalam bentuk: listening, speaking, reading, and writing. Adapun bentuk-bentuk puncak tema dapat berupa tanya jawab, drama, berpidato yang diselenggarakan di luar kelas. The Highlight Theme of Learning ini diti-tikberatkan pada kompetensi berbicara (speaking), adapun untuk kompetensi mendengar, membaca dan menulis di-jadikan sebagai kompetensi lanju-tan yang harus diperoleh. Kompetensi tersebut menjadi tanggung jawab per-sonal yang dapat diperoleh dalam pros-es praktek langung dengan penutur ba-hasa Inggris.

The resultsHarapan hasil yang diperoleh

dari proses pembelajaran bahasa Ing-gris melalui strategi Zestful Learning ini adalah peserta didik dan pendidik merasa puas yang tercermin dalam

sikap:Termotivasi dalam proses belajar 1. mengajarMunculnya rasa ingin tahu dan 2. berkeinginan untuk memperdalam pemahamanSenang, gembira, dan menyenang-3. kan

KESIMPULANDari uraian pendahuluan, kerangka

berpikir, kajian teoritis, hasil dan pem-bahasan di atas dapat ditarik kesimpu-lan antara lain:

Kurikulum Berbasis Kompetensi 1. (SKL) program: Survival English yang semula memerlukan 144 jam pelajaran, dapat dimampatkan men-jadi 80 jam pelajaran melalui pembe-lajaran dengan menggunakan Zestful Learning Strategy. Untuk mendapatkan hasil pembe-2. lajaran yang maksimal perlu dipilih peserta didik yang sesuai dengan kri-teria program pembelajaran Survival English.Orientasi 3. Awaken Holistic Power Method merupakan kegiatan awal untuk membangunkan kesadaran berbahasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis) bagi calon peserta didik melalui berbagai teknik yang melibatkan unsur spiritual dan fisik. Kegiatan ini bertujuan meng-gali potensi dan membangkitkan mo-tivasi belajar selama program pem-belajaran berlangsung dengan cara memberikan sugesti positif, menum-buhkan cita-cita, membangkitkan rasa ingin tahu, menciptakan ling-kungan fisik, emosiol dan sosial yang positif, menghilangkan rasa takut, dan mengajak perserta didik terlibat penuh sejak awal. Dari proses inilah akhirnya terjadi budaya belajar dan saling menghargai serta mendukung suasana belajar baik secara lahir dan batin yang pada akhir kegiatan ini memunculkan kesepahaman cara be-lajar dan kontrak belajar.Proses pembelajaran bahasa Inggris 4.

Page 29: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

25JPNF Vol. 14, No.1 2016

Santoso, Zetsfull Learning Strategy

melalui Zesful Learning Strategy ini dititikberatkan pada perubahan pola pikir dan perilaku belajar bahasa In-ggris yang penuh semangat dan ber-

tindak aktif, positif, sabar serta me-nyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.Alfa Mitri Suhara, 2013. Keefektivan Model VAK Dalam Pembelajaran Menulis

Deskriptif (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Lawang Kidul, Sumatera Selatan) Universitas Pendidikan Indonesia.

Ali, Nashir. 1987. Jalan Memintas dalam Mendidik. Jakarta: Balai Pustaka.Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta .PT Rineka Cipta.Borg and Gall (1983). Education Research, An Introduction. New York and

London. Longman Inc.De Porter, Bobbi. 2000. Quantum Learning (cetakan VII). Bandung: Mizan Media

Utama.https://untungkasirin.wordpress.com/2011/11/20/belajar-bahasa-asing-teori-

pendekatan/http://www.kompasiana.com/panser/strategi-pembelajaranPribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian

Karya.Ramly, Amir Tengku. 2008. Pumping Talent Memahami Diri, Memompa

Bakat. Bandung: Pumping Publisher.Ramly, Amir Tengku. 2008. Menjadi Guru Idola. Bogor: Pumping Publisher.Sadulloh, Uyo. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology. Third edition. New York : Allyn &

Bacon.Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pengajaran. Jakarta: Bumi

Aksara.De Porter, Bobbi. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning

di Ruang Kelas. Editor, Mike Hernacki.Diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung: Kaifa.

Russel, Lou.2011. The Accelerated Learning Fieldbooks. Bandung: Nusa MediaMeier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbooks: Panduan Kreatif dan

Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.

Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.

Page 30: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

26 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

AbstractWalamma Buhuta Lo Tihedu is a local specific approach for basic level

literacy of Gorontalo province. Buhuta itself implies bond, walama means binding and tihedu implies neighbors. Therefore it can be interpreted as the community who use the neighborhood (Rukun Tetangga) for the basic level literacy. With illiterate citizens, who are members of a Rukun Tetangga, inter-vened with basic literacy program, eventually we expect they can read, write, count, understand bahasa, and the basic knowledge. In addition it can provide opportunities to actualize themselves.

Keywords: neighborhood, literacy, local wisdom

MODEL PEMBELAJARAN TUNA AKSARA TINGKAT DASARMELALUI PENDEKATAN BUHUTA WALAMA LO TIHEDU

DI DESA IPILO KABUPATEN GORONTALO UTARA

Abdul RahmatBambang Kunaedi

PENDAHULUANPada tahun 2014 angka tuna aksara

usia 15 – 59 tahun di Provinsi Goron-talo berjumlah 15.122 jiwa dan telah diintervensi melalui APBD sebanyak 3.000 jiwa. Sehingga pada akhir tahun 2014 jumlah tuna aksara di Provinsi Gorontalo menjadi 12.122 jiwa.

Isu strategis yang nampak dalam kaitannya dengan penuntasan tuna ak-sara tingkat dasar antara lain : kurang akuratnya data mengenai penduduk penyandang tuna aksara, kurangnya sosialisasi tentang program penuntasan tuna aksara, kurang kreatifnya metode yang digunakan dalam penuntasan tuna

aksara, masih enggannya masyarakat penyandang tuna aksara untuk mengi-kuti program penuntasan tuna aksara, belum dimanfaatkannya wadah komu-nikasi masyarakat yang berbasis bu-daya sebagai sarana penuntasan tuna aksara.

Penanganan penuntasan tuna ak-sara masih bersifat konvensional seh-ingga membutuhkan waktu yang lama dan kurang diminati oleh masyarakat penyandang tuna aksara dimana mera-sa malu sehingga enggan untuk mengi-kuti program tersebut. Melihat kondisi tersebut pemerintah berusaha maksimal menuntaskan masyarakat tuna aksara

AbstrakPenuntasan tuna aksara tingkat dasar dengan pendekatan Buhuta Walama

Lo Tihedu merupakan pendekatan spesifik lokal dari provinsi Gorontalo dimana buhuta mengandung makna ikatan, walama mengandung arti mengikat dan tihedu mengandung arti tetangga. Sehingga dapat diartikan sebagai rukun tetangga yang memanfaatkan rukun tetangga dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar. Warga masyarakat penyandang tuna aksara yang tergabung dalam satu rukun tetangga diintervensi dengan program keaksaraan dasar agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar yang dapat memberikan peluang untuk dapat mengaktualisasikan diri mereka.

Kata kunci: ikatan, tetangga, dan pembelajaran tuna aksara

Page 31: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

27JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

melalui program Keaksaraan Tingkat Dasar termasuk di Kabupaten Goron-talo Utara yang berjumlah 1.490 orang. Khusus untuk desa Ipilo Kecamatan Gentuma Raya sebagai lokasi pelaksa-naan area proyek perubahan berdasar-kan pendataan yang telah dilakukan di-mana jumlah penduduknya 1.042 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 290 dan yang menyandang tuna aksara tingkat dasar berjumlah 147 orang.

Dari isu strategis tersebut diatas maka terpilih yang menjadi prioritas untuk mempercepat penuntasan tuna aksara dasar adalah belum dimanfaat-kannya wadah komunikasi masyarakat yang berbasis budaya sebagai sarana penuntasan tuna aksara tingkat dasar. Salah satu spesifik lokal dalam masyar-kat Gorontalo yang bisa dimanfaat-kan sebagai pendekatan dalam penun-tasan tuna aksara tingkat dasar yaitu pendekatan buhuta walama lo tihedu yang memanfaatkan rukun tetangga dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar. Warga masyarakat penyandang tuna aksara yang tergabung dalam satu rukun tetangga diintervensi dengan program keaksaraan dasar agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengeta-huan dasar yang dapat memberikan pe-luang untuk dapat mengaktualisasikan diri mereka.

Pelaksanaan program ini berbeda dengan cara konvensional yang seka-rang dilaksanakan yaitu selama 6 bu-lan dalam menyelesaikan penuntasan tuna akasara tingkat dasar. Sedangkan kalau menggunakan pendekatan spesi-fik lokal Buhuta Walama Lo Tihedu me-merlukan waktu 2 bulan. Hal ini dapat mengurangi waktu penuntasan tuna ak-sara dan penghematan biaya sehingga mempercepat penuntasan tuna aksara tingkat dasar.

Melihat kondisi tersebut diatas maka pentingnya upaya meningkat-kan kemampuan beraksara masyarakat dengan penerapan penedekatan spesifik lokal. Sehingga area perubahan yang

diusulkan menjadi proyek perubahan adalah:”Percepatan Penuntasan Tuna Aksara Tingkat Dasar Melalui Pendeka-tan Buhuta Walama Lo Tihedu di Desa Ipilo Kecamatan Gentuma Raya Kabu-paten Gorontalo Utara Provinsi Goron-talo”. Karena dengan melek aksara adalah jantung pembelajaran pendidi-kan sepanjang hayat untuk meningkat-kan indeks pembangunan manusia.

KAJIAN TEORITISButa aksara yang ada di Indonesia

sebenarnya telah ada sejak zaman pen-jajahan. Dari pihak negara penjajah memang telah disengaja agar rakyat In-donesia menjadi lebih terbelakang dan bodoh-bodoh agar nantinya tidak mer-ugikan mereka yang menjajah. Pada masa tersebut, tidak ada sekolah untuk rakyat yang bukan keturunan “nin-grat”, sehingga rakyat Indonesia yang miskin sama sekali tidak ada kesempa-tan untuk mengenyam pendidikan dan terjadilah buta aksara. Hal ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat Indonesia sendiri, karena menjadikan penjajah makin lama menduduki Indo-nesia.

Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan menulis, me-lainkan berpotensi menimbulkan se-rangkaian dampak yang sangat luas. Kesuksesan penuntasan buta aksara bisa meningkatkan indeks atau kuali-tas pembangunan manusia. Dan se-baliknya, kegagalan penuntasan buta aksara akan berdampak negatif, tidak cuma pada penurunan indeks pem-bangunan manusia, tapi juga menjadi penghambat pembangunan pada sektor lainnya. Pemberantasan buta aksara tidak dapat langsung dilaksanakan. Namun memerlukan waktu dan peran-cangan program yang tepat.

Buta aksara disinyalir menjadi salah satu penghambat suksesnya wa-jib belajar 9 tahun. Dan berdasarkan penelitian, kalau orangtua buta aksara, maka ada kecenderungan anaknya tak sekolah; jikapun sekolah, berpotensi untuk putus sekolah.

Page 32: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

28 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

Tinggi dan masih bertambah-nya jumlah buta aksara karena masih ditemukan banyak siswa usia SD yang tidak sekolah atau putus sekolah. Putus sekolah anak SD ini, lanjutnya menjadi penyumbang terbesar bagi bertambah-nya jumlah buta aksara di Indonesia karena menurut penelitian UNESCO, jika peserta pendidikan sekolah dasar mengalami putus sekolah khususnya ketika dia masih duduk di kelas I hing-ga kelas III, maka dalam empat tahun tidak menggunakan baca tulis hitung-nya, maka mereka akan menjadi buta aksara kembali. Belum lagi masih ban-yak anak Indonesia yang belum memi-liki kesempatan untuk masuk sekolah karena orang tua atau keluarganya tidak mampu. Kondisi ini memaksa orang tua untuk mempekerjakan anak mereka untuk mendatangkan pemasu-kan tambahan bagi keluarga. Indonesia dapat dikatakan negara yang tergolong cepat dalam pemberantasan buta ak-sara. Bahkan hal ini telah diakui oleh badan-badan dunia seperti UNESCO, UNICEF, serta WHO. Hal ini menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi pemer-intah Indonesia khususnya. Oleh kar-ena itu, setiap tahunnya pemerintah mempunyai target sendiri dalam upaya memberantas buta aksara.

Kegiatan pembelajaran buta aksara pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang pal-ing efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode be-lajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara men-gorganisir peserta agar mereka melaku-kan kegiatan belajar, baik dalam ben-tuk kegiatan teori maupun praktek. (Mappa. 1994)

Metode pembelajaran yang dap-at digunakan dalam kegiatan belajar,

harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta un-tuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih ber-sifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyera-pan materi.

METODE PENELITIANPengembangan model ini dilaku-

kan di Desa Ipilo Kecamatan Gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara mu-lai bulan Maret 2014- Maret 2015. Desa ini adalah desa di sebuah pesisir pantai utara Provinsi Gorontalo. Desa ini ser-ing disebut sebagai kampung nelayan karena penduduk di desa ini banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Pen-duduk di desa ini dominan beragama muslim. Lingkungan desa ini asri dan nyaman dengan pemandangan alam yang ada.

Pengembangan model ini didesain dengan menerapkan pendekatan model dan pengembangan (research and de-velopment). Borg dan Gall (1989;624) berpendapat, bahwa Research and De-velopmet (R & D) adalah sebagai suatu strategi yang bertujuan untuk menin-gkatkan kualitas pendidikan. Model dengan menggunakan pendekatan R & D bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan dan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui basic re-search. Langkah-langkah dalam pelak-sanaaan R & D sebagaimana dinyatakan Borg dan Gall (1989:624) adalah: (1) dimulai dengan meneliti dan mengum-pulkan informasi, melalui bacaan lit-eratur, melakukan observasi, serta me-nyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan, (2) merencanakan dan membuat prototipe komponen yang akan dikembangkan,termasuk mend-efinisikan kemampuan/keterampilan yang akan dikembangkan, merumus-kan tujuan, menentuan urutan kegia-tan, serta membuat skala pengukuran

Page 33: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

29JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

khusus, (3) mengembangkan prototipe awal, seperti mempersiapkan buku teks dan mengangkat evaluasi,(4) melakukan uji coba terbatas terhadap model awal, (5) merevisi model awal, (6) melakukan uji coba lapangan, (7) melakukan revisi

hasil uji coba, (8) mengoperasionalkan model yang telah teruji, (9) melakukan revisi akhir terhadap model, dan (10) melakukan diseminasi atau penyebaran model.

STUDI PENDAHULUAN

MODEL KONSEPTUAL Rasionalisasi, Asumsi Pengembangan Model,

Tujuan Pengembangan, Komponen Pengembangan, Indikator Keberhasilan, dan Prosedur Pelaksanaan

PRAKTISI PAKAR VALIDASI MODEL

Ujicoba Terbatas

Implementasi Model

MODEL YANG DIREKOMENDASIKAN

LANGKAH-LANGKAH MODEL

POTENSI LOKAL

Data dikumpulkan melalui wawan-cara, observasi, studi dokumentasi, dan diskusi kelompok fokus. Wawan-cara dan observasi digunakan untuk mengamati kondisi objektif. Studi dokumentasi dan diskusi kelompok fokus digunakan untuk mengungkap data yang diperlukan.

Gambar 1 :Tahapan Pengembangan Model

HASIL DAN PEMBAHASANDeskripsi Hasil Penelitian

Dalam rangka mewujudkan per-cepatan penuntasan tuna aksara ting-kat dasar melalui pendekatan buhuta walama lo tihedu adalah dengan men-etapakan aksi sebagaimana dijelaskan melalui milestone maka capaian proyek

Page 34: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

30 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

perubahan adalah sebagai berikut :

NO MILESTONE KEGIATAN SCHEDULE

JANGKA PENDEK1. Terciptanya dukungan

stakeholder tentang implementasi pendekatan buhuta walama lo tihedu dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar

Melaksanakan pertemuan dengan 1. Kepala dinas Dikbudpora provinsi Gorontalo Bapak Dr. H. Weni Liputo, M.M terkait dengan pokok-pokok pikiran rencana aksi area perubahan. Melaksanakan pertemuan dengan 2. dengan kepala Bidang PAUDNI Dikbudpora provinsi Gorontalo bapak Drs, H.Tahir Biki, M.M terkait dengan pokok-pokok pikiran rencana aksi area perubahan.

Senin , 26 September 2014

Melaksanakan pertemuan dengan 3. Stakeholder lainnya yaitu Kepala Desa Ipilo Bapak Irvan Olii dan Sekcam Gentuma Raya Bapak Grace Mangosa, S.Pd. berkaitan dengan pokok-pokok pikiran rencana aksi area perubahan.(Dokumentasi terlampir)

Senin, 29 September 2014

2. Terbitnya sk tim kerja rencana aksi area perubahan

Penyiapan undangan1. Melakukan pertemuan dengan 2. stakeholder calon anggota tim kerja baik dari unsur internal BPKB maupun Eksternal stakeholder terkaitPembentukan TIM pelaksana proyek 3. perubahanMembuat SK Tim Kerja Penyiapan 4. Proyek Perubahan Penandatanganan SK Tim Kerja Proyek 5. Perubahan oleh Kadis Dikbudpora Provinsi Gorontalo Bapak Dr. H. Weni Liputo, MM.(Dokomentasi dan SK Terlampir)

7 November 2014

Jumat, 7 November 2014

6. Rapat persiapan pelaksanaan kegiatan sosialisasi dengan seluruh anggota TIM Kerja (Dokumentasi terlampir)

Sabtu, 8 November 2014

3 Terlaksananya pembekalan tutor dalam menerapkan pendekatan buhuta walama lo tihedu dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar

Penyiapan materi pembekalan yang 1. meliputi :

Dikdatik Metodik- Silabus- RPP- Evaluasi Pembelajaran.-

(Materi dan dokumentasi terlampir)

Selasa, 10 November 2014

Pelaksanaan Pembekalan Tutor2. Tutor direkrut dari unsur Sekretaris - Desa, Ketua Tim Penggerak PKK, dan unsur masyarakat di dusun.Bertempat di auala balai desa Ipilo- Dihadiri Tutor, Pamong Belajar - BPKB, Penilik PAUDNI Kecamatan Gentuma Raya, dan Kepala Desa IpiloMateri pembekalan meliputi : - Dikdaktik Metodik Pembelajaran, dan Evaluasi Pembelajaran

Selasa, 12 November 2014

Page 35: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

31JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

NO MILESTONE KEGIATAN SCHEDULE

4 Terciptanya pemahaman stakeholders tentang rencana implementasi pendekatan buhuta walama lo tihedu dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar

Pelaksanaan pertemuan dalam rangka 1. sosialisasi proyek perubahan Penandatanganan kesepakatan 2. dukungan implementasi pendekatan Buhuta Walama lo Tihedu dapam Penuntasan Tuna Aksara Tingkat Dasar dengan stakeholdersPelaksanaan Sosialisasi pada hari 3. Kamis, tanggal 13 November 2014 dilaksanakan di Aula BPKB Provinsi Gorontalo.(Undangan, Daftar hadir, Notulen Rapat, Pernyataan Dukungan dan Dokumentasi terlampir) Pelaksanaan Sosialisasi pada hari 4. Jumat, tanggal 14 November 2014 dilaksanakan di Aula Balai Desa Ipilo Kecamatan gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. (Undangan, Daftar hadir, Notulen Rapat, Pernyataan Dukungan dan Dokumentasi terlampir)

Kamis dan jumat - 13 – 14 November 2014

5. Jadwal pelaksanaan pendekatan buhuta walama lo tihedu dalam penuntasan tuna aksara tingkat dasar

Penyiapan materi pembekalan1. Kesepakatan jadwal pelaksanaan 2. kegiatan yaitu :

Pembelajaran dilaksanakan empat - kali pertemuan dalam seminggu yaitu hari Senin, Rabu, Kamis dan SabtuSatu kali tatap muka selama 4 jam - pelajaranTempat pembelajaran di Aula balai - desa Ipilo dan rumah ketua dusun Bihe JayaPelaksanaan pembelajaran dari - tanggal 17 November 2014 sampai dengan tanggal 3 Januari 2015

(Dokumentasi terlampir)

Hari Jumat, Tanggal 14 November 2014

6. Terlaksananya kegiatan percepatan penuntasan tuna aksara tingkat dasar dengan pendekatan buhuta walama lo tihedu.

Pertemuan pembelajaran minggu I 1. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal, 17,19,20, dan 22 November 2014

Pertemuan minggu ke II2. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal 24,26,27, dan 29 November 2014

Pertemuan minggu ke III3. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal, 1,3,4, dan 6 Desember 2014

Pertemuan minggu ke IV4. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal 8, 10,11, dan 13 Desember 2014

Pertemuan minggu ke V5. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal, 15,17,18, dan 20 Desember 2014

Page 36: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

32 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

NO MILESTONE KEGIATAN SCHEDULE

Pertemuan minggu ke VI6. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal 22, 24, dan 27 Desember 2014

Pertemuan Minggu ke VII7. Hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu Tanggal 29, dan 31, Desember 2014

Pertemuan ke VII8. Kamis dan SabtuTanggal 1 dan 3 Januari 2015

Pertemuan ke VIII9. (Daftar Hadir Peserta, Daftar Hadir Tutor, Jadwal Kegiatan Pembelajaran, Pekerjaan Rumah Peserta, Hasil Ujian Peserta, dan Dokumentasi Terlampir)

5 -7 Januari 2015

7. Penerbitan sertifikat sukma sebanyak 50 lembar

Penyiapan Blanko Sertifikat1. Januari 2015 8 Penulisan Sertifikat9

Penandatangan Sertifikat10 Penyerahan Sertifikat SUKMA 11 sebanyak 50 lembar kepada peserta tuna aksara tingkat dasar ( Dokumentasi dan Sertifikat SUKMA terlampir)

8. Pembuatan laporan Pengetikan naskah laporan1. 9-11 Jan. 2015Pelaksanaan Ujian Reformer2. 14 Januari 2015Penggandaan dan Penjilidan Laporan3. 15 Januari 2015

JANGKA MENENGAH

Replikasi penuntasan tuna aksara tingkat dasar dengan pendekatan buhuta walama lo tihedu.

Pilot Project1. Evaluasi Pemantapan2.

Tahun 2015

JANGKA PANJANG

Perluasan akses penyelenggaraan program penuntasan tuna aksara tingkat dasar dengan pendekatan buhuta walama lo tihedu.

Pelaksanaan program penuntasan tuna 1. aksara tingkat dasar di seluruh provinsi Gorontalo dengan menggunakan pendekatan Buhuta Walama Lo TiheduSetiap tahun program dilaksanakan 2. dalam 3 (tiga) angkatan.

Tahun 2015 -2016

PEMBAHASANPendekatan Buhuta Walama Lo

Tihedu di Desa Ipilo merupakan suatu model pendidikan yang menjangkau semua wilayah pengetahuan, sebuah pendidikan yang sangat tergantung pada keputusan masyarakat; yang menyediakan informasi dan fasilitas yang dibutuhkan, menghormati pi-lihan masyarakat, dan terlibat dalam keyakinan akan suatu perbaikan kes-eimbangan masyarakat; seperti partisi-patif dan teknik pengambilan keputu-

san secara komunal (bersama). Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu bertujuan untuk membangkitkan kesadaran kri-tis sebagai upaya pencerahan dan pen-bebasan dari keterbelakangan. Sifat dari Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu adalah dialogis, partisipatif, dan men-gasah kemampuan komunitas membuat keputusan kolektif serta memberikan pengetahuan motivasi, keterampilan dan keahlian pengembangan organ-isasi. Adapun dari sisi metode, Model

Page 37: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

33JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu mengguna-kan prinsip model pendidikan orang dewasa (andragogi). Prinsip ini men-dudukan tiap orang sejajar, memiliki pengetahuan, wawasan pengalaman, dan keterampilan, berkemampuan men-sistematiskan pengalamannya. Melalui proses itulah disusun teknik pemeca-han masalah yang penyajiannya ber-bentuk “daur belajar” dari pengalaman berstruktur, menekankan kemampuan analisa bersama menarik kesimpulan logis dari pengalaman bersama.

Untuk mengfungsikan sebagaima-na konsep dasarnya Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Wala-ma Lo Tihedu mempunyai karakteristik sebagai berikut;

Meletakkan manusia sebagai subjek 1. pendidikan yaitu melalui komunikasi sebagai hakikat keberadaan manusia. Komunikasi dicapai dengan melalui tindakan dialogika yang tidak me-maksakan tidak memanipulasi dan tidak menjinakan. Oleh karena itu dalam pemahaman dasar ini, keper-cayaan terhadap kemampuan para petani di kabupaten Sukabumi lebih ditekankan para pendamping, kare-na mereka adalah pelaku perubahan, lebih dari itu manusia yang merupa-kan bagian dari masyarakat adalah makhluk praktis yang senantiasa be-raktivitas dan disertai refleksi secara konsisten. Aktivitas manusia adalah teori dan praktek. itulah refleksi dan tindakan.Meletakkan realita sebagai objek 2. pada yaitu tidak menggangap fasili-tas sebagai entitas yang statis tetapi realitas dipahami sebagai proses dan perubahan. Pemikiran yang tidak memisahkan dirinya dari tindakan, tetapi senantiasa bergumul dengan masalah-masalah keduniawian tan-pa menghadapi resiko.Tidak tergantung pada ruang dan 3. waktu. Artinya proses pendidikan tidak dibatasi oleh waktu dan tem-pat, tetapi dalam hal ini yang lebih

penting adalah prosesnya bukan tar-get oriented. Bukan seberapa banyak warga belajar memiliki pengetahuan, tetapi lebih ditekankan bagaima-na warga belajar memahami suatu pengetahuan didapat, didiskusikan, diolah, dianalisis, dan diterapkan.Dialogis. Proses pendidikan yang 4. mana antara pendamping Bina Desa dan para petani berada dalam posisi yang sama sebagai subjek peruba-han. Dialogis tidak memperlebar kontradiksi yang tidak mendukung proses humanisasi. Dengan kata lain dialog adalah hubungan 2 (dua) subjek yang setara dan memiliki ke-pentingan dan kebutuhan yang sama untuk membahas realitas bersama dengan keihklasan dan keterbukaan.Materi dan objek pendidikan ber-5. dasarkan kebutuhan dan realitas para petani. Menjangkau semua wilayah pengetahuan, keahlian dan kesadaran para petani untuk mem-perkuat dan membebaskan dirinya dari penindasan. upaya ini dilakukan sejauh hasil dari kajian-kajian dan pemikiran-pemikiran masalah yang muncul.Model Pendidikan Tuna Aksara 6. Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu ini memiliki sasaran yang hendak dicapai yaitu penguatan masyarakat, yang meliputi:

Menghidupkan kembali nilai a. musyawarah; yakni mencari pe-nyelesaian masalah melalui dia-log bersama.Penguatan kesadaran transfor-b. matif; yakni bentuk kesadaran yang tidak hanya menyadari pen-indasan yang dialami, lebih jauh dapat melakukan tindakan untuk merubah penindasan tersebut.Penguatan organisasi masyarakat; c. yakni mendorong dari luar dan merubah dari dalam diri masyarakat untuk mengorgani-sir seluruh kekuatan dan potensi yang dimiliki masyarakat. Penguatan jaringan atau komu-d.

Page 38: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

34 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

nikasi antar organisasi; yakni membentuk aliansi bersama da-lam melakukan proses pengem-bangan masyarakat.Penguatan ekonomi masyarakat; e. sebagai upaya percepatan pen-ingkatan taraf hidup yang lebih baik.Penemuan jati diri; yakni tumbuh f. dan berkembangnya kemandirian dalam masyarakat.

Dalam melakukan sasaran di atas Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu memakai subyek pendidikannya ada-lah semua peserta yang terlibat da-lam pendidikan, yaitu; 1) Subyek uta-manya adalah kaum marginal, yakni masyarakat yang berada dalam posisi terasing atau terpinggirkan, baik se-cara individual (malas, bodoh), mau-pun secara struktural (ketimpangan, tidak memihak dan otoriter). 2) Pen-damping kaum marginal, yakni orang yang dengan kesadarannya memiliki kepedulian untuk menjadi teman/saha-bat bagi kaum marginal dalam upaya merubah realitasnya yang tidak ma-nusiawi menjadi realitas yang manu-siawi atau melakukan transformasi dan demokratisasi secara bersama-sama. 3) Anggota kelompok masyarakat yang peduli terhadap demokratisasi, yakni stake holders Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu.

Dalam kegiatan pendidikan tidak semua warga belajar mampu berkon-setrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap warga belajar terhadap proses pendidikan juga bermacam-macam; ada yang cepat, ada yang se-dang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap warga belajar terhadap proses pembe-lajaran yang dilakukan pendamping. Cepat lambatnya penerimaan warga belajar menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.

Terhadap perbedaan daya serap

warga belajar sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengaja-ran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok warga belajar boleh jadi mereka mudah me-nyerap proses berlangsungnya Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu bila meng-gunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok warga belajar yang lain mereka lebih mudah menyerap proses belajar bila pendamping meng-gunakan metode demonstrasi atau ek-sperimen, atau metode-metode lain-nya. Karena itu, dalam kegiatan Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu, pendamp-ing harus memiliki strategi agar warga belajar dapar melakukan proses bela-jar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu harus menguasai teknik-teknik pe-nyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah strategi pendidikan musyawarah sebagai alat untuk men-capai tujuan yang dicita-citakan.

Ada empat strategi dasar dalam proses pelaksanaan Model Pendidikan Tuna Aksara Pendekatan Buhuta Wala-ma Lo Tihedu:

Mengidentifikasi serta menetap-g. kan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian warga belajar se-bagai mana yang diharapkan. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah. Tujuan pendidikan musyawarah yang dirumuskan harus transparan dan konkrit, sehingga mudah dipahami oleh warga belajar.Memilih sistem pendekatan ber-h. dasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat yang dianggap paling tepan dan efektif untuk mencapai sasaran.Memilih dan menetapkan prose-i. dur, metode, dan teknik belajar yang dianggap paling tepat dan

Page 39: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

35JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

efektif. Metode atau teknik pe-nyajian untuk memotivasi warga belajar agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalaman-nya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya warga belajar terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk menge-mukakan pendapatnya sendiri. oleh karena itu, pendamping di-tuntut memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang relevan.Menerapkan norma-norma atau j. kriteria keberhasilan dari pros-es pembelajaran, sehingga pen-damping mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran un-tuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan yang telah dilaku-kan. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya, set-elah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan pen-didikan musyawarah merupakan salah satu strategi yang tidak da-pat dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.

Kendala Internal dan EksternalKendala Eksternal1. Bertepatan dengan proyek HTI seh-ingga kehadiran peserta tuna aksara dalam kegiatan pembelajaran secara klasikal kurang masimal dan ada se-bagian peserta tuna aksara merasa malu untuk belajar secara klasikal.Kendala Internal2. Tidak dijumpai kendala yang signifi-kan karena tim kerja bekerja dengan maksimal dalam menyukseskan pro-gram proyek perubahan.

Adapun strategi dalam mengatasi kendala eksternal tersebut diatas ada-lah dengan menggunakan pendekatan buhuta walama lo tihedu dengan cara sebagai berikut :

Tutor Kunjung yaitu tutor mengun-1. jungi perserta tuna aksara dirumah-nya yang tidak sempat mengikuti

kegiatan tutorial secara klasikalTutor Sebaya yaitu peserta tuna ak-2. sara yang memiliki kompetensi lebih bertindak sebagai tutor memberi-kan bimbingan pada rekannya yang kurang atau belum menguasai kom-petensi yang dipelajarinya dengan cara berdiskusi.Tutor keluarga yaitu anggota keluar-3. ga bertindak sebagai tutor membela-jarkan peserta tuna aksara dirumah masing- masing dalam mengerjakan pekerjaan rumah berkaitan dengan kompetensi yang dipelajarinya.Tutor Tetangga yaitu : tetangga ber-4. tindak sebagai tutor membelajarkan peserta tuna aksara dalam lingkun-gan tetangga apabila dalam lingkun-gan keluarga tidak ada yang melek aksara.Tutor Pendamping terdiri dari Pe-5. nilik, Pamong Belajar Kepala Desa, atau Kepala Dusun bertindak se-bagai tutor pada saat-saat tertentu baik dalam pertemuan klasikal mau-pun non klasikal.

KESIMPULANKesimpulan

Pendidikan keaksaraan dasar merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang tuna aksara agar da-pat membaca, menulis, berhitung, ber-bahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar yang dapat memberikan peluang untuk dapat mengaktualisasikan diri mereka.

Percepatan penuntasan tuna aksara tingkat dasar menggunakan spesifik lokal akan lebih efektif dan efisen yaitu antaranya menggunakan pendekatan Buhuta Walama lo Tihedu yang meru-pakan spesifik lokal Provinsi Goron-talo, dimana segenap unsur aparat desa diberdayakan menjadi tutor dalam per-cepatan penuntasan tuna aksara. Mela-lui rukun tetangga kegiatan penuntasan tuna aksara akan lebih cepat terealisasi hal ini dikarenakan adanya saling men-genal antar warga masyarakat yang ada dalam satu wilayah dusun atau rukun

Page 40: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

36 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

tetangga dimana adanya rasa kepedu-lian dan kekeluargaan diantara mer-eka.

RekomendasiPenuntasan tuna aksara merupakan 1. tanggung jawab berasama terutama bagi kepala desa dan ketua rukun tetangga (RT) atau ketua dusun (ka-dus) yang mengetahui persis kondisi

masyarakatnya harus berperan aktif dalam menjalankan program terse-but.Pelaksanaan program penuntasan 2. tuna aksara tingkat dasar di seluruh provinsi Gorontalo agar mengguna-kan pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka CiptaIryanto, Asep. 2011. Andragogi Sebuah Pembeda Dalam Pelatihan. Diakses

pada tanggal 25 Maret 203 dari http://sumberilmupendamping.wordpress.com/2011/03/16/andragogi-sebuah-pembeda-dalam-pelatihan-bagian-1/

Knowles, Malcolm. 1979. The Adult Learning (thirt Edition), Houston, Paris, London, Tokyo: Gulf Publishing Company.

Malik, Halim. 2011. Teori Andragogi dan Penerapannya. Diakses pada tanggal 25 Maret 203 dari: http://edukasi.kompasiana.com.

Mappa, Syamsu. 1994. Teori belajar Orang Dewasa. Jakarta: Departemen P dan K

Sudjana, H.D. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.Kamil, M, (2007), Developing Nonformal Education Through From Kominkan

in Japan,Tsukuba Center For Recearch in International Cooperation in Educational Development (University of Tsukuba)

Knowles, M. (1975). Self-Directed Learning. Chicago: Follet. Sihombing,Umberto, (2000), Potret Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

di Indonesia Tahap Perkembangan, Jakarta, Dian AnestaSudjana, H.D. (2000). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah.

Bandung: Falah Production. A.G. Lunandi, 1986, Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta: PT. Gramedia.Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik), http://www.e-smartschool.com/sptPendidikan/artikel13.

aspArif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.Esrom, dkk., 2001, Pendampingan komunitas Pedesaan, Jakarta: Sekretaris Desa

Bina.Hikamawan, Rusydi. Andragogi, Pendidikan Untuk Pendewasaan, http://pelajarislam.wordpress.

com/2007/10/23/ andragogi-pendidikan-untuk-pendewasaan/, 23 Oktober 2007.

http://www.jugafasilitator.com/article/49/tahun/2006/bulan/10/tanggal/10/id/184/Jim Ife, 1996, Community development (Creating community alternatives vision,

analisis and practice), Sydney: Longman.Kamil, M, (2007), Developing Nonformal Education Through From Kominkan

in Japan,Tsukuba Center For Recearch in International Cooperation in Educational Development (University of Tsukuba)

Khairudin, 1992, Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Liberty.

Page 41: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

37JPNF Vol. 14, No.1 2016

Rahmat, Kunaedi, Pendekatan Buhuta Walama Lo Tihedu

Knowles, 1979, Modern practice of edult education from paedagogy to andragogy, Chicago: Fiolet Publishing Company.

Knowles, M. (1975). Self-Directed Learning. Chicago: Follet. Kuntoro, Sodiq, A., 1994, Pengembangan metodologi pembelajaran orang dewasa;

pokok-pokok hasil uji coba IKIP Yogyakarta, Ckrawala Pendidikan, Nomor 1, tahun XII.

Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.Mansour Fakih, dkk., 2001, Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis,

Yogyakarta: INSIST.Marzuki, M. Shaleh, 1984, Bagaimana Orang Dewasa Belajar, Malang: FIP IKIP

Negeri.S, Bambang., Lukman. Kelemahan dan Keunggulan Teori Belajar Andragogi, http://

www.geocities.com/teknologipembelajaran/andragogi.htmlSidjabat, B, S. Prinsip Pedagogi dan Andragogi dalam Pembelajaran, http://www.

tiranus.net/?p=20, Diakses 10 Maret 2008.Sihombing,Umberto, (2000), Potret Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

di Indonesia Tahap Perkembangan, Jakarta, Dian AnestaSjafri Sairin, 1992, Pembinaan Masyarakat Desa: beberapa alternatif pendekatan

(Makalah disampaikan pada lokakarya “Pelaksanaan pengembangan pola dasar pengabdian pada masyarakat IAIN Seluruh Indonesia 10 s/d 15 Agustus 1992), Yogyakarta.

Sudjana, H.D. (2000). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production.

Suryadi, A., 1989, Dakwah Islam dan pembangunan masyarakat desa, Bandung: CV Mandar Maju.

Wuradji, 2003, Pengembangan Masyarakat, sasaran, arah, dan tujuannya (Makalah disampaikan pada seminar tentang :Pengembangan masyarakat yang diadakan oleh Jurusan PMI Fak. Dakwah tanggal 10 -12 Oktober 2003, di Wisma Joglo Yogyakarta).

Page 42: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

38 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

AbstracThe creative community has an important role in the development of the

creative industry in Indonesia. This community provides a platform to learn, discuss, finding solutions, and various other activities with a favorable climate for the creative industries. They have proved their importance in order to make the members of the community can improve the quality of its products while opening wider marketing opportunities In a creative community, collaborative learning emerged. It accelerates the transfer of knowledge and skills among its members. Transfer of knowledge and skills is what makes the learning out-comes in the creative community are often more successful to be immediately applied in the real world rather than learning the same theme in educational institutions such as schools or courses.

Keywords: creative industry, creative community, collaborative learning

PENERAPAN COLLABORATIVE LEARNING PADA KOMUNITAS KREATIF DI INDONESIA

Putu A. Widhiartha

AbstrakKomunitas kreatif memiliki peran penting dalam pengembangan industri

kreatif di Indonesia. Komunitas ini menyediakan platform untuk belajar, berdiskusi, mencari solusi, dan berbagai kegiatan lainnya dengan iklim yang menguntungkan bagi industri kreatif. Mereka telah membuktikan pentingnya kehadiran mereka dalam upaya peningkatan kualitas produk-produk anggota komunitas kreatif sambil membuka peluang pemasaran yang lebih luas. Dalam komunitas kreatif, pembelajaran kolaborasi muncul. Ini mempercepat transfer pengetahuan dan keterampilan di antara para anggotanya. Transfer pengetahuan dan keterampilan yang membuat hasil pembelajaran di komunitas kreatif sering lebih berhasil untuk segera diterapkan di dunia nyata daripada belajar tema yang sama di lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.

Kata kunci : industri kreatif, komunitas kreatif, pembelajaran kolaborasi

Page 43: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

39JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

PENDAHULUANPemerintah Indonesia menyadari

bahwa industri kreatif dapat menja-di salah satu pilar dari perekonomian bangsa. Saat ini dari data Kementerian Pariwisata pada tahun 2014 perkem-bangan ekonomi kreatif menunjukkan gambaran yang positif, di mana sektor ini tumbuh 5,76 persen atau di atas ra-ta-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen, dengan nilai tam-bah sebesar Rp 641,8 triliun atau 7 pers-en dari PDB nasional Dari sisi tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 11,8 juta tenaga kerja atau 10,7 persen dari angkatan kerja nasional, diikuti dengan jumlah unit usaha mencapai angka 5,4 juta unit atau 9,7 persen dari total unit usaha. Sementara itu, aktivitas ekspor industri ini pun baik, yakni mencapai Rp118 triliun atau 5,7 persen dari total ekspor nasional.

Sejauh ini, Kemeterian Pariwisata mengelompokkan bidang-bidang yang masuk dalam industri kreatif adalah periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, de-

sain fesyen, video, film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni per-tunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengem-bangan.

Dari 15 subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan di atas, terdapat tiga subsektor yang memberikan kon-tribusi dominan terhadap PDB, yaitu kuliner sebesar Rp209 triliun atau 32,5 persen, fesyen sebesar Rp182 triliun atau 28,3 persen dan kerajinan sebesar Rp93 triliun atau 14,4 persen. Melihat lebih dalam pada kinerja ekspor indus-tri fesyen dan kerajinan, ekspor indus-tri fesyen mencapai Rp76,7 triliun atau meningkat 8 persen dibandingkan ta-hun 2012. Sejalan dengan fesyen, pada industri kerajinan pun terdapat pen-ingkatan kinerja ekspor yakni menca-pai Rp21,7 triliun atau meningkat 7,6 persen dibandingkan tahun sebelum-nya. Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menunjukkan perkembangan in-dustri kreatif di Indonesia.

Gambar I Grafik Kontribusi Ekonomi Kreatif pada Ekonomi Indonesia (sumber data: Kementerian Pariwisata 2015)

Page 44: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

40 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

Mencermati sejarah perkembangan industri kreatif di Indonesia peran ko-munitas tidak dapat dianggap sepele. Komunitas kreatif berperan besar da-lam menumbuhkan iklim yang kondusif bagi perkembangan ekonomi kreatif. Banyak pelaku industri kreatif mem-pelajari keterampilan, membuat dan memasarkan hasil produknya awalnya melalui komunitas. Komunitas kreatif ini menjadi semacam media konsul-tatif, ruang dialog, dan lembaga fasili-tasi yang bersifat terbuka bagi mereka yang ingin memulai bisnis industri kre-atif atau sekedar menambah penge-tahuan dan keterampilan. Komunitas kreatif juga tidak dibatasi oleh ruang atau tempat seperti pengertian klasik dari komunitas tetapi dapat berupa komunitas daring (online) yang meng-gunakan internet sebagai sarana berin-teraksi.

Pengertian komunitas kreatif menurut (Suhodo, 2009 dalam Arini, 2016) adalah kelompok sosial yang ter-diri dari individu kreatif yang memiliki ketertarikan yang sama pada satu hal. Komunitas kreatif ini seringkali tidak berorientasi keuntungan secara finan-sial tetapi murni menjadi tempat saling berbagi pengetahuan dan keterampilan dari para anggotanya. Biasanya ang-gota mendaftar saat mereka menda-patkan masalah berkaitan dengan pengetahuan yang berhubungan den-gan komunitas tersebut dan mencoba mencari solusi dengan bertanya pada para anggota komunitas. Setelah ber-tanya dan berdiskusi banyak di antara mereka akhirnya menjadi pengunjung tetap pada komunitas tersebut dan ak-tif dalam berbagai diskusi dan berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan anggota lainnya.

2010 2011 2012 2013 2014

Nilai Tambah Ekonomi Kreatif (trilliun rupiah) 473 527 579 642 716

Nilai Ekspor Ekonomi Kreatif (trilliun rupiah) 96.7 105.19 110.14 118.96 126.62

Tabel I Kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap Ekonomi Indonesia (sumber data: Kementerian Pariwisata 2015)

Komunitas kreatif dapat juga menjadi promotor atau pemasar bagi produk-produk anggotanya, termasuk mengorganisir berbagai pameran dan festival sebagai etalase dari berbagai produk anggota komunitas kreatif. Se-bagai contohnya berbagai pameran dan festival berikut ini semuanya dipromo-tori oleh komunitas, antara lain: Braga Festival (Bandung), Jember Fashion Carnaval (Jember), Bali Fashion Week (Bali), Biennale (Jogja) dan Festival Kota Tua (Jakarta).

Kehadiran komunitas kreatif se-bagai wadah belajar bersama sebe-narnya adalah suatu bentuk pencarian jalan keluar dari para anggotanya saat sistem pendidikan formal yang diada-kan pemerintah tidak lagi sesuai den-gan kebutuhan mereka.Bisa jadi karena materi pelajaran yang tidak sesuai, bi-aya yang terlalu mahal, ruang lingkup yang sebatas hanya pada pembelajaran keterampilan tanpa memikirkan tindak lanjut dan berbagai penyebab lainnya.

PEMBAHASAN Collaborative Learning pada Komunitas Kreatif

Ditinjau dari perspektif pendidi-kan, komunitas kreatif adalah sebuah contoh nyata dari eksistensi dan keber-hasilan Collaborative Learning. Collab-orative learning sendiri menurut (Smith dan Macregor 1992) adalah sebuah istilah dari pendekatan-pendekatan pada pendidikan yang mengutamakan upaya bersama dalam mencapai tu-juan. Upaya bersama tersebut dapat melibatkan peserta didik, pendidik, bahkan masyarakat. Mereka bersama-sama mencari pemahaman, solusi, dan arti dari sebuah topik pembelajaran.

Page 45: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

41JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

Pada Collaborative Learning aktifitas ditekankan pada peserta didik yang bersama-sama mengeksplorasi sumber dan bahan belajar untuk membangun pemahaman mereka.

Pada era teknologi informasi saat ini collaborative learning tidak lagi harus dilaksanakan secara tatap muka. Adanya internet, media sosial, telepon pintar, forum dan komunitas online membuat collaborative learning dapat terjadi meskipun para anggota kelom-pok tidak berada di lokasi yang sama.

Dinamika kolaboratif dibangun dengan rasa saling percaya. Interaksi yang intensif antar anggota komunitas dalam situasi yang nyaman seringkali menjadi stimulan untuk saling mem-belajarkan. Situasi yang nyaman da-pat dicapai apabila tidak ada rasa ce-mas secara emosional terhadap anggota komunitas yang lain. Untuk mencapai pembelajaran kolaboratif memerlu-kan adanya rasa saling mengenal dan kepercayaan antar anggota komunitas terutama untuk saling respek dan me-mahami terhadap apa yang disampai-kan para anggota.

Di komunitas para anggotanya leb-ih mudah untuk mempelajari hal baru karena tidak ada ikatan struktur yang

hirarkis. Walaupun ada tokoh yang di-tuakan tetapi pengambilan keputusan pada tiap permasalahan anggota tidak-lah berpusat pada tokoh tersebut. Se-bagai contoh di sebuah komunitas yang diketuai si A, saat si B dan si C memu-tuskan untuk mempelajari sesuatu hal baru mereka tidak perlu meminta ijin pada si A. Semuanya tidak terikat se-cara kaku seperti halnya pada lembaga pendidikan atau kantor.

Kvan (2000) di dalam Zulaikha (2014) secara tegas membedakan kolab-orasi dengan kerjasama dan koordinasi. Kolaborasi memerlukan hubungan yang langgeng dan komitmen bersama dalam mencapai tujuan.Sedangkan kerjasama lebih bersifat luas tanpa suatu tujuan atau struktur yang pasti. Sebaliknya koordinasi lebih terstruktur dan men-genal struktur hirarki. Hubungan pada koordinasi juga bersifat formal.

Aktifitas berbagi informasi pun berbeda, pada kerjasama hal ini hanya dilakukan jika diperlukan, pada koor-dinasi aktifitas berbagi informasi bi-asanya ada tetapi bersifat hirarkis, sedangkan pada kolaborasi dipastikan ada. Lebih lanjut perbedaan ketiganya menurut Kvan dapat diamati pada ta-bel berikut ini:

Kerjasama (Cooperation)

Koordinasi(Coordination)

Kolaborasi(Collaborative)

Hubungan antar anggota komunitas

Informal Formal Tahan lama dan tanpa batasan yang pasti

Komitmen Tanpa tujuan yang pasti

Tujuan dan cara mencapainya sudah dirumuskan

Komitmen penuh untuk tujuan bersama

Aktifitas berbagi informasi

Hanya jika diperlukan Biasanya ada DIpastikan ada

Wewenang Sesuai aturan organisasi

Ditentukan oleh individu-individu pada organisasi

Ditentukan oleh komunitas sendiri

Resiko Rendah Cukup Tinggi

Tabel 2 Perbedaan Cooperation, Coordination, dan Collaborative

Page 46: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

42 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

Pada collaborative learning ada beberapa ciri khas yang menjadikan pendekatan pembelajaran ini bisa ber-jalan dengan baik pada komunitas kreatif di Indonesia. Ciri-ciri tersebut antara lain:

Interaksi1. Karakter orang-orang di komunitas kreatif umumnya egaliter dan tidak suka adanya hirarki. Walaupun de-mikian mereka mengikuti berbagai peraturan yang merupakan kesepak-atan bersama. Anggota baru umum-nya akan diterima apabila mereka bersikap rendah hati dan mau berba-gi. Di komunitas kreatif daring dike-nal adanya netiquette (net etiquette). Suatu norma kesopanan interaksi antar anggota yang disepakati ber-sama. Interaksi yang egaliter namun tetap ada norma yang disepakati bersama ini merupakan iklim yang sesuai un-tuk collaborative learning. Seseorang yang ingin belajar keterampilan kre-atif biasanya akan sulit bertanya atau mendapatkan masukan yang berharga di suasana formal dan hi-rarkis seperti kantor atau sekolah. Hal yang berbeda akan mereka dap-atkan di komunitas Partisipasi2. Partisipasi keanggotaan komunitas kreatif biasanya bervariasi. Para to-koh biasanya berasal dari kalangan profesional sedangkan para anggota beragam. Bisa dari mahasiswa dan pelajar yang sekedar ingin mempela-jari hal baru hingga para profesional yang ingin menambah pengetahuan dan keterampilan dari rekan sejawat Cara Kerja3. Orang-orang di komunitas kreatif adalah orang-orang yang sangat me-nyukai apa yang dilakukannya. Mer-eka berinvestasi untuk pendidikan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Tidak jarang mereka mengadakan acara dengan mengundang pakar atau profesional yang kompeten dengan dana sendiri

untuk berbagi hal-hal baru di dunia mereka Kemitraan dan Jaringan4. Komunitas kreatif biasanya tidak berkembang sendiri, mereka mem-buat jaringan kerja dengan komu-nitas lain. Tidak jarang anggotanya pun merangkap menjadi anggota di komunitas lain. Hal ini memberikan kemungkinan akan terbentuknya kemitraan dan jaringan yang lebih luas dalam melakukan berbagai ak-tifitas di komunitas.Sebagai sebuah wadah untuk belajar 5. bersama komunitas memiliki potensi yang besar pula dari segi ekonomi. Anggota-anggota komunitas belajar bersama sering berbagi order dan pekerjaan kepada sesama anggotan-ya yang kompeten. Sebagai con-tohnya anggota komunitas animator dan programer komputer profesional seringkali membangun reputasi dan mendapatkan pekerjaan setelah mer-eka menjadi anggota komunitas.Secara garis besar collaborative learning pada komunitas kreatif da-pat digambarkan pada diagram beri-kut ini:

Pengetahuan dan Keterampilan Anggota

Komunitas

Sumber Belajar/ Pengelola Komunitas

Memunculkan ide Mengorganisasi ide Sinergi Intelektual

Pengalaman

Aplikasi Nyata

Input dari Luar/Masyarakat

Gambar 2 Bagan Collaborative Learning pada Komunitas Kreatif

Untuk membangun suatu komu-nitas kreatif ada beberapa unsur yang harus ada. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah:

Tempat. 1. Pada sebuah komunitas tempat ada-lah sebuah wadah untuk berkum-pul, berdiskusi, belajar, dan bahkan memasarkan hasil belajar para ang-gotanya.Di era tekonologi informasi ini tempat tidak lagi harus berupa

Page 47: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

43JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

tempat secara fisik tetapi dapat beru-pa situs internet di mana para ang-gotanya dapat berkumpul dan bertu-kar informasi. Tokoh2. Tokoh di sini adalah orang-orang yang dianggap paling mumpuni dari segi keilmuan yang dipelajari di ko-munitas dan dianggap telah berpen-galaman mengetahui seluk beluk bidang tersebut. Tokoh tidak harus menjadi sumber belajar utama tetapi dapat memberikan pandangan profe-sionalnya pada setiap topik menarik yang dibahas di komunitas. Pengelola3. Pengelola adalah orang yang men-gelola tempat komunitas melakukan aktifitasnya. Pada komunitas online pengelola adalah admin yang bertu-gas menjaga keberlangsungan situs. Pengelola juga harus bisa menjadi penengah yang baik apabila terjadi perdebatan di antara anggota ko-munitas. Pengelola pun harus tegas memberikan sanksi apabila ada ang-gota komunitas yang melanggar per-aturan yang disepakati bersama. Anggota4. Anggota komunitas adalah orang-orang yang terhubung melalui komu-nitas dan sepakat mengikuti aturan-aturan yang berlaku di komunitas. Anggota biasanya bergabung dengan komunitas karena adanya keingi-nan untuk belajar dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibagikan pada komunitas tersebut.Pendanaan5. Pendanaan pada sebuah komunitas biasanya ditanggung bersama oleh

para anggotanya dalam bentuk uang kas. Kadangkala ada juga sponsor yang bersedia mendanai berbagai kegiatan komunitas apabila diang-gap menguntungkan dari sisi bisnis. Dana yang ada digunakan oleh ko-munitas untuk mempelajari hal-hal baru dan mendanai pemeliharaan tempat atau peralatan yang mereka miliki.

KESIMPULANDari uraian di atas dapat disimpul-

kan beberapa hal sebagai berikut:Komunitas kreatif memiliki per-1. an yang penting dalam turut serta mengembangkan industri kreatif di Indonesia. Komunitas ini menye-diakan wadah belajar, berdiskusi, mencari solusi, dan berbagai aktifi-tas lain dengan iklim yang kondusif bagi pelaku industri kreatif dalam mengembangkan usaha mereka. Adanya pelaku ekonomi kreatif di dalam komunitas membuat para ang-gota komunitas dapat meningkatkan kualitas produknya sekaligus mem-buka peluang pemasaran yang lebih luas.Di dalam sebuah komunitas kre-2. atif munculnya collaborative learn-ing mempercepat terjadinya transfer pengetahuan dan keterampilan antar anggotanya. Transfer pengetahuan dan keterampilan inilah yang mem-buat hasil belajar di komunitas kre-atif seringkali lebih berhasil untuk segera diterapkan di dunia nyata daripada belajar tema yang sama di lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.

Page 48: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

44 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

DAFTAR PUSTAKA

Smith, Barbara L. and MacGregor, Jean T. (1992). What is Collaborative Learning, Pennsylvania State University, Pennsylvania

Setiawan, Iwan (2012). Agribisnis Kreatif: Pilar Wirausaha Masa Depan, Kekuatan Dunia Baru Menuju Kemakmuran Hijau, Penebar Swadaya Grup, Jakarta

Simatupang, T. M., S. Rustiadi and D. B. M. Situmorang (2012), Enhancing the Competitiveness of the Creative Services Sectors in Indonesia in Tullao, T. S. and H. H.Lim (eds.), Developing ASEAN Economic Community (AEC) into A Global Services Hub,ERIA Research Project Report 2011-1, Jakarta: ERIA, pp.173-270.

Zul Fahmi, Fikri (2014). Creative Economy Policy in Developing Countries: The Case of Indonesia, 54th ERSA Congress, Saint Petersburg

Zulaikha, Ellya (2014). Collaborative Learning in the Rural Indonesian Craft Industry, Queensland University of Technology, Brisbane

----- (2015). LAKIP Kementerian Pariwisata 2015, Kementerian Pariwisata, Jakarta

Arini, Widiastuti dan Sutriadi, Ridwan (2016). Menganalisis Komunitas Kreatif di Kota Cimahi, Menuju Kota Komunikatif, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK Volume 5 No 1, Bandung

http://www.bareksa.com/id/text/2016/02/23/di-era-digital-seberapa-besar-industri-kreatif-dorong-ekonomi-indonesia/12785/news diakses 1 September 2016

.

Page 49: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Widhiartha, Collaborative Learning Pada Komunitas Kreatif Di Indonesia

45JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN NON FORMAL SEBAGAI WUJUD EDUCATION FOR ALL DI PKBM AZ ZAHRA BALAS KLUMPRIK

WIYUNG - SURABAYA

Wiwin Yulianingsih

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan

hambatan program pendidikan non formal meliputi 1) pendidikan kesetaraan, 2) pendidikan keaksaraan, 3)pelatihan keterampilan bagi perempuan, 4) kelompok bermain/play group, 5) penyuluhan keorangtuan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud education for all. Penelitian menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pendidikan non formal dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud education for all, dapat berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini dilihat dari lima aspek yaitu warga belajar, sumber belajar, ragi belajar dan dana belajar serta partisipasi masyarakat. Masyarakat disekitar lembaga Az Zahra dapat memanfaatkan dengan baik eksistensi Az Zahra dengan adanya layanan program PNF, hal itu sebagai wujud dari masyarakat education for all yang terdiri dari ragam PNF, yaitu : PAUD (KB-TK), Kekasaraan Fungsional, Pendidikan Kesetaraan, Parenting Education dan Pemberdayaan Perempuan.

Kata kunci : Partisipasi, program PNF, dan pendidikan untuk semua

AbstractThis research is aimed to describe the implementation and barriers in non

formal education, including 1) equality education, 2) literacy education, 3) skills training for women, 4) play group, 5) parental counseling in increasing community participation as a form of education for all. The research employs qualitative descriptive research. Data collection techniques in this study using interviews, observation and documentation. Based on the results, it can be con-cluded that non-formal education program can be able to improve community participation as a form of education for all. The program could run well and it can be is seen from five aspects, namely learners, learning resources, study funds, and public participation. Community around the agency Az Zahra can make use of the existence of Az Zahra with their program non formal education program. This is as a form of public education for all which consist of a variety of non formal education, namely: early childhood (KB-TK), Functional Equiva-lency Education Literacy, Parenting Education and Women’s Empowerment.

Keywords: Participation, programe PNF and education for all

Page 50: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

46 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

PENDAHULUAN Manusia dan pendidikan adalah

dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketika ada manusia maka di sana ada pendidikan. Oleh karena itu, para ahli sepakat bahwa kehad-iran manusia memunculkan kehadiran pendidikan secara langsung. Manusia sebagai makhluk yang selalu berkem-bang mempunyai corak kehidupan se-suai dengan kondisi lingkungannya yang terus menerus berubah sepan-jang masa. Perubahan corak kehidupan dan perkembangan tersebut membawa dampak yang sangat luas pada segala aspek kehidupan manusia tersebut.

Pendidikan mempunyai fungsi se-bagai penolong individu dalam rang-ka mengatasi persoalan kehidupan yang meliputi penerapan informasi dan teknologi yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan. Roger A (Santoso, 2010:3) menyebutkan “edu-cation was also been to be the poten-sial savior”(pendidikan juga dipandang menjadi penyelamat). Pendidikan se-bagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan individu sehing-ga pendidikan selalu dapat membantu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi individu demi peningkatan kualitas kehidupan sesuai dengan tu-juannya. Oleh karena itu pendidikan dipandang sebagai proses berkelanju-tan yang dibimbing oleh tujuan pening-katan kualitas kehidupan.

Perkembangan pendidikan masyarakat di era reformasi ter-masuk dipengaruhi komitmen dunia memenuhi deklarasi Dakar tentang Education for All (EFA) pada ta-hun 2000, yang berisi enam komit-men, yaitu: (1) meningkatkan dan memajukan pendidikan usia dini khususnya bagi anak yang rentan, atau kurang beruntung; (2) memas-tikan pada tahun 2015 semua anak, khususnya perempuan, yang berasal dari etnis minoritas, dijamin memi-liki akses dan menyelesaikan wajib

belajar yang bebas biaya dan bermu-tu baik; (3) memastikan kebutuhan belajar semua pemuda dan orang dewasa dipenuhi melalui akses ke program keterampilan hidup (life skill) dan pembelajaran yang te-pat; (4) mencapai kemajuan 50% ditingkat orang dewasa, khususnya bagi perempuan dan kesetaraan pada pendidikan dasar dan berkesi-nambungan untuk semua penduduk dewasa; (5) menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah dan meraih kesetaraan gender, dengan fokus memastikan akses penuh dan setara dan penca-paian pendidikan dasar bagi perem-puan; (6) meningkatkan semua as-pek mutu pendidikan dan menjamin semuanya berjalan dengan baik, sehingga hasil pembelajaran yang bisa dikenali dan diukur dapat di-capai oleh semua, khususnya dalam baca, tulis, hitung dan keterampilan hidup yang penting.

Mencermati tujuan umum dari kerangka aksi Dakar di atas, titik beratnya adalah upaya bangsa un-tuk memenuhi pendidikan dasar dalam bentuk pemberian pendidi-kan keaksaraan bagi semua warga negara yang karena berbagai kesu-litan, kemiskinan, keterbelakangan, sosial ekonomi serta budaya, tidak berkesempatan atau tidak memper-oleh akses pendidikan. Ini meru-pakan tanggung jawab negara dan semua komponen bangsa untuk me-menuhinya.

Bagi bangsa Indonesia, deklarasi Dakar merupakan suatu dorongan untuk menjalankan amanah Un-dang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidi-kan”. Pernyataan yang lebih tegas terdapat dalam UUD 1945 hasil

Page 51: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

47JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

amandemen, pasal 31 ayat (2) bahwa “Setiap warga negara wajib mengi-kuti pendidikan dasar dan pemer-intah wajib membiayai”. Pasal 28C ayat (1) menyatakan bahwa “Set-iap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pen-didikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknolo-gi, seni dan budaya, demi mening-katkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pasal dan ayat-ayat UUD 1945 ini ditu-angkan secara konsisten ke dalam peraturan-peraturan di bawahnya, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional.

Dalam kerangka pendekatan pendidikan yang berkaitan dengan apa yang menjadi kebutuhan warga masyarakat di kecamatan Wiyung kota Surabaya, maka formula kebutuhan pendidikan yang bersifat kebutuhan sosial (setidaknya berdimensi sosial), keberadaan pendidikan non formal sangat dibutukan oleh masyarakat. Di Wilayah kecamatan wiyung berdeka-tan dengan beberapa kawasan pabrik di jalan mastrip perbatasan kabupaten gresik, daerah tersebut banyak kary-awan yang lulusan SD, DO SD dan SMP. Karyawan tersebut berasal dari kelurahan Balas Klumprik yang tiap pagi mulai sampai sore hari bekerja di kawasan pabrik genteng dan keramik di jalan mastrip. Di Kelurahan Balas Klumprik yang berdekatan dengan pe-rumahan pondok maritim juga terda-pat para pembantu rumah tangga yang bekerja di perumahan tersebut. Ter-masuk wilayah tersebut banyak anak usia dini dan para ibu yang menunggu anak-anak sedang belajar di PAUD Az Zahra.

Sehingga dengan kondisi masyarakat tersebut diatas, tingkat pendidikan yang rendah, kebutuhan

belajar masyarakat yang tinggi. Dibu-tuhkan pendidikan non formal untuk menjembatani kebutuhan pendidikan bagi para pekerja pabrik dan kary-awan, para pembantu tumah tangga dan para ibu yang memiliki anak usia dini. Layanan pendidikan non formal sebagai wujud dari education for all di Kelurahan Balas Klumprik kecamatan Wiyung sangat dibutuhkan untuk klas-ifikasi masyarakat DO SD, lulusan SD, lulusan SMP dan para orangtua wali murid PAUD di PKBM Az Zahra.

Rumusan MasalahRumusan masalah yang akan diba-

has dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana pelaksanaan program 1. pendidikan non formal meliputi (1) Pendidikan kesetaraan, (2). Pen-didikan keaksaraan, (3). Pelatihan keterampilan bagi perempuan, (4). Kelompok Bermain/Play Group, (5). Penyuluhan keorangtuaan da-lam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud education for all.Bagaimana deskripsi tentang ham-2. batan dan upaya pada program pen-didikan non formal meliputi (1) Pen-didikan kesetaraan, (2). Pendidikan keaksaraan, (3). Pelatihan keterampi-lan bagi perempuan, (4). Kelompok Bermain/Play Group, (5). Penyulu-han keorangtuaan dalam meningkat-kan partisipasi masyarakat sebagai wujud education for all.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum penelitian ini adalah 1. mengetahui optimalisasi pendidikan non formal untuk meningkatkan par-tisipasi masyarakat sebagai wujud educatian for all di lembaga PNF Az Zahra Balas Klumprik Wiyung Sura-baya

Tujuan Khusus adalahMendeskripsikan pelaksan-a. aan program pendidikan non formal meliputi (1) pendidi-

Page 52: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

48 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

kan kesetaraan, (2). pendidikan keaksaraan, (3). Pelatihan ket-erampilan bagi perempuan, (4). Kelompok Bermain/Play Group, (5).penyuluhan keorangtuan da-lam meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud edu-cation for all.Mendeskripsikan hambatan dan b. upaya pada program program pendidikan non formal meli-puti (1) pendidikan kesetaraan, (2). pendidikan keaksaraan, (3). Pelatihan keterampilan bagi perempuan, (4). Kelompok Ber-main/Play Group, (5).penyuluhan keorangtuan dalam meningkat-kan partisipasi masyarakat seba-gai wujud education for all.

Definisi Istilah Partisipasi Masyarakat adalah kei-kutsertaan atau keterlibatan warga masyarakat dalam penyelenggaraan program pendidikan non formal.

Program Pendidikan Non Formal ada-lah layanan pendidikan diluar sistem persekolahan yang sistematis, terorga-nisir untuk mencapai tujuan pembela-jaraan dan meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan serta sikap para peserta didik. Program yang di-maksud adalah pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, pendidikan bagi perempuan, kelompok bermain dan penyuluhan keorangtuaan.

Education For All adalah salah satu kes-epakatan dunia dalam deklarasi dakkar tentang EFA, bahwa bangsa berupaya memenuhi pendidikan dasar dalam bentuk pemberian pendidikan keak-saraan bagi semua warga negara yang karena berbagai kesulitan, kemiskinan, keterbelakangan, sosial ekonomi ser-ta budaya, tidak berkesempatan atau tidak memperoleh akses pendidikan. Ini merupakan tanggung jawab negara dan semua komponen bangsa untuk memenuhinya.

KAJIAN TEORI Program PNF

Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 1 dan 3, disebutkan bah-wa pendidikan non formal diseleng-garakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini me-liputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidi-kan kepemudaan, pendidikan pember-dayaan-perempuan ,pendidikan keak-saraan, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang di tunjukan un-tuk mengembangkan kemampuan pe-serta didik.

Sedangkan dalam kajian istilah ten-tang Pendidikan Non Formal dimulai adanya istilah Pendidikan Sosial dan berjalan waktu perkembangan zaman, maka tahun 90 an lebih dikenal dengan istilah Pendidikan Luar Sekolah, se-dangkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional no 20 Tahun 2003 memberikan cakupan tentang jalur pendidikan, meliputi jalur formal yang dilakukan dalam persekolahan dan ber-sifat formal, sedangkan pendidikan non formal dan jalur pendidikan informal, kedua jalur tersebut adalah bagian atau cakupan dari penyelenggaraan Pendidi-kan Luar Sekolah. Disebutkan tentang satuan yaitu Pasal 1 ayat 10 “Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan pada jalur pendidikan for-mal, nonformal dan informal pada set-iap jenjang dan jenis pendidikan”

Menurut Cooms P, pengertian pen-didikan non formal adalah beberapa kegiatan pendidikan yang terorganisir, yang diselenggarakan diluar sistem for-mal baik sendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam mencapai tujuan pembelaja-raan.

Untuk mencapai tujuan tersebut

Page 53: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

49JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

maka banyak macam tipe dari program PLS. Menurut Boyle (Faisal,2002: 22), menyebutkan ada tiga tipe program PLS, yaitu (1) tipe program develop-mental, (2) tipe program institusional,

dan (3) tipe program informasional. Jika tipe itu di analisis dari berbagai aspek maka akan telihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Tipe Program Pendidikan Luar Sekolah

FaktorTipe Program PLS

Developmental Intitutional InformationalTujuan Menentukan dan

memecahkan masalah individu, kelompok atau komunitas

Tumbuh dan berkembangnya kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan kompetensi individu

Meluasnya informasi

Sumber Sasaran Terutama mengembangkan pemenuhan kebutuhan atau pemecahan masalah

Terutama mengembangkan disiplin atau bidang pengetahuan dari guru atau lembaga

Terutama dari hasil informasi baru yang berasal dari hasil riset, hukum dan aturan baru.

Pengguna-an Pengetahuan

Pengetahuan atau konten digunakan untuk membantu pemecahan masalah

Fokusnya penguasaan konten atau pengetahuan yang disampaikan

Konten diteruskan kepada klien untuk dipergunakan segera

Keterlibatan warga belajar

Terlibat dalam menetapkan masalah atau kebutuhan dan menetapkan luas dan bentuk program

Terlibat dalam pnerapan pengalaman belajar

Terlibat terutama sebagai penerima informasi

Peran pendidik/ programer

Memfasilitasi keseluruhan proses pendidikan, mulai dari identifikasi masalah sampai evaluasi, termasuk pula promosi, legitimasi dan pengkomunikasikan hasil

Menyebarkan pengetahuan melalui proses belajar mengajar

Memenuhi permintaan informasi

Standar keefektifan

Keefektifan diukur dengan kualitas pemecahan masalah dan tingkat pengembangan ketrampilan pemecahan masalah, individual, kelompok, dan masyarakat

Keefektifannya diukur dengan seberapa baik WB menguasai bahan ajar atau kompetensi yang diharapkan

Keefektifan program diukur dengan banyaknya orang yang terjangkau program dan seberapa banyak informasi tersebar

Dari Tipe Program PLS di atas tersebut yang berwujud ragam program pendidikan non formal yang ada di Yayasan Az Zahra, maka dapat dikata-kan bahwa program tersebut termasuk kategori tipe program bersifat institu-sional atau melembaga dan develop-mental. Tipe tersebut adalah bagian terminologi dalam Pendidikan Luar Sekolah dan merupakan bagian dari implementasi pendidikan non formal. Ragam PNF yang ada di Az Zahra ada-lah beberapa kegiatan pendidikan yang terorganisir, untuk memberikan bentuk layanan kepada sasaran para peserta didik meliputi pendidikan kesetaraan,

pendidikan keaksaraan, pelatihan ket-erampilan bagi perempuan, kelompok bermain dan penyuluhan keorangtu-aan.

Kebutuhan Belajar MasyarakatDalam kerangka pendekatan pen-

didikan yang berkaitan dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, maka formula kebutuhan pendidikan yang bersifat kebutuhan sosial (setidaknya berdimensi sosial) dapat mengacu pada model Brandshaw, dalam Yulianingsih (2013) yaitu:

Kebutuhan normatif, yaitu yang 1. mempunyai pengertian kesenjan-

Page 54: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

50 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

gan individu atau kelompok setelah dibandingkan dengan standar norma yang telah ditetapkan pada kehidu-pan masyarakat;Kebutuhan terasa, hampir mempu-2. nyai kesamaan dengan keinginan, ke-butuhan macam ini sifatnya langsung dirasakan oleh seseorang mengenai kekurangan yang perlu dipenuhinya;Kebutuhan yang dinyatakan, biasan-3. ya kebutuhan macam ini merupakan kebutuhan langsung dari kebutuhan terasa;Kebutuhan komperatif, yaitu kebu-4. tuhan yang muncul setelah mem-bandingkan dengan kondisi yang berbeda;Kebutuhan masa datang, yaitu 5. proyeksi kebutuhan yang diduga akan muncul pada masa yang akan datang.

Kebutuhan belajar yang dirasakan sama oleh setiap individu dalam suatu kelompok disebut kebutuhan belajar kelompok yang pada umumnya da-pat dipenuhi melalui kegiatan belajar bersama atau kegiatan belajar kelom-pok. Dan belajar kelompok adalah ”... is a group whose purpose is to ensure that group members learn specific sub-ject matter, information, knowledge, skills, and prosedures. Learning is the primary purpose of the group” (...ada-lah satu kelompok yang bertujuan un-tuk menjamin bahwa anggota-anggota kelompok belajar bahan belajar, infor-masi, pengetahuan, keterampilan dan prosedur khusus. Pembelajaran adalah tujuan utama dari kelompok).

Johnstone dan Rivera (Dalam San-toso, 2010:166), mengklasifikasikan ke-butuhan pembelajaran sebagai berikut:

Kebutuhan belajar yang berkaitan 1. dengan tugas pekerjaan.Kebutuhan belajar yang berhubun-2. gan dengan kegemaran dan rekreasi.Kebutuhan belajar yang berkaitan 3. dengan keagamaan.Kebutuhan belajar yang berhubun-4. gan dengan penguasaan bahasa dan pengetahuan umum

Kebutuhan belajar yang 5. berkaitan dengan kerumah-tang-gaanKebutuhan belajar yang 6. berkaitan dengan penampilan diriKebutuhan belajar yang ber-7. hubungan dengan pengetahuan ten-tang peristiwa baru.Kebutuhan belajar yang ber-8. hungan dengan usaha dibidang per-tanian.Kebutuhan belajar yang ber-9. hubungan dengan pelayanan jasa.

Partisipasi MasyarakatPartisipasi sebagai “ikut serta”, Par-

tisipasi adalah keterlibatan seseorang atau kelompok baik secara fisik, men-tal, fikiran dan berbagai interaski lain-nya dengan maksud untuk mencapai tu-juan tertentu secara bertanggungjawab. Turinda (2009) menjelaskan definisi partisipasi masyarakat sebagai proses ketika sebagai individu maupun kelom-pok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan peman-tauan kebijakan-kebijakan yang lang-sung mempengaruhi kebijakan mereka. Dijelaskan oleh Conyers (1991) dalam Turinda (2009), partisipasi masyarakat dianggap sangat penting yang disesua-kan dengan bentuk-bentuk partisipasi menurut Santoso S. Hamijoyo adalah sebagai berikut :

Partisipasi buah pikiran yaitu me-1. nyumbangkan ide/gagasan, pendap-at, pengalaman untuk keberlangsun-gan suatu kegiatan.Partisipasi tenaga, dalam berbagai 2. kegiatan untuk perbaikan atau pem-bangunan desa, pertolongan bagi orang lain, partisipasi spontan atas dasar sukarela.Partisipasi harta benda, me-3. nyumbangkan materi berupa uang, barang dan penyediaan sarana atau fasilitas untuk kepentingan pro-gram.Partisipasi keterampilan yaitu 4. berupa pemberian bantuan skill yang

Page 55: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

51JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

dia miliki untuk perkembangan pro-gram.Partisipasi sosial, yaitu keterli-5. batan dalam kegiatan-kegiatan so-sial demi kepentingan bersama.

Dalam penelitian ini, ruang lingkup partisipasi yang tercakup didalamnya adalah partisipasi keterampilan dimana melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan atau pelati-han yaitu bantuan skill yang dimiliki

untuk pengembangan program.Masyarakat selalu memiliki alasan

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam kehidupannya, termasuk dalam hal ini adalah keterlibatannya dalam berbagai hal yang oleh Turindra (2009) dibedakan dalam berbagai tipi-logi partisipasi masyarakat, dibawah ini merupakan karakteristik partisipasi masyarakat yang juga diperkuat da-lam Pedoman Teknis Program PPAUD

(2007:5-6), diantaranya adalah :Tabel 1.2

Jenis PartisipasiNo. Jenis Partisipasi Penjelasan

1. Partisipasi Pasif/Manipulatif Karakteristik masyarakat diberitahu hal-hal yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelaksanaan proyek yang memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas pada kalangan profesional diluar kelompok sasaran.

2. Partisipasi Informatif Memiliki karakteristik bahwa masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatif Karakteristik masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembuatan keputusan bersama, dan para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan atau tindak lanjut)

4. Partisipasi Intensif Memiliki karakteristik masyarakat memberikan korban atau jasanya untuk memperoleh imbalan berupa intensif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaraan atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.

5. Partisipasi Fungsional Karakteristik bahwa masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati, pada tahap awal masyarakat tergantung pihak luar namun secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif Memiliki karakteristik bahwa masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragamaan perspektif dalam proses belajar mengajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan mereka sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

7. Partisipasi self mobilization (Mandiri)

Memiliki karakteristik masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki. Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

Dalam penelitian ini, partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah partisipasi interaktif Yaitu masyarakat dalam fokus penelitian ini melihat par-tisipasi masyarakat sekitar dengan kehadiran ragam atau program pen-didikan non formal Az Zahra dengan

berbagai program yang dikelola.

Education For AllPerkembangan pendidikan

masyarakat di era reformasi termasuk dipengaruhi komitmen unia memenuhi deklarasi Dakar tentang Education for All (EFA) pada tahun 2000, tujuan

Page 56: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

52 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

umum dari kerangka aksi Dakar di atas, titik beratnya adalah bagaimana seba-gai bangsa berupaya memenuhi pen-didikan dasar dalam bentuk pemberi-an pendidikan keaksaraan bagi semua warga negara yang karena berbagai kesulitan, kemiskinan, keterbelakan-gan, sosial ekonomi serta budaya, tidak berkesempatan atau tidak memperoleh akses pendidikan. Ini merupakan tang-gung jawab negara dan semua kom-ponen bangsa untuk memenuhinya.

Deklarasi Dakar merupakan suatu dorongan untuk menjalankan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pernyataan yang lebih tegas terdapat dalam UUD 1945 hasil amandemen, pasal 31 ayat (2) bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membi-ayai”. Pasal 28C ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengem-bangkan diri melalui pemenuhan kebu-tuhan dasarnya, berhak mendapat pen-didikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kuali-tas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pasal dan ayat-ayat UUD 1945 ini dituangkan secara kon-sisten ke dalam peraturan-peraturan dibawahnya, khususnya Undang-Un-dang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kebutuhan pendidikan kaitannya dengan kebutuhan masyarakat terse-but di atas sejalan dengan prinsip Edu-cation for All. Prinsip Education for All yang dilandasi oleh semangat filosofis konsep pendidikan sepanjang hayat (lifelong education), telah mengubah persepsi dan gerakan pembangunan pendidikan dalam memperhatikan se-mua lapisan dan golongan masyarakat yang sama dalam memperoleh pendidi-kan dasar (pendidikan tingkat minimal) dan pendidikan berkelanjutan. Sebagai suatu gerakan yang berindikasi kepada pemerataan, dalam pelaksanaannya

sangat mempertimbangkan berbagai kemungkinan kelembagaan pendidikan yang sudah ada tumbuh berkembang di masyarakat (keluarga, organisasi kemasyarakatan dan lain-lain) untuk didayagunakan sebagai sarana penca-paian target. Seperti pendapat Dave (Santoso, 2010:39). Life long educa-tion is a proces accomplishing personal, sosial and professional development througtout the life-span of individuals in order to enchance the qualites of life the both individualis and their collec-tives. It is a comphrehensive and unifing idea which includes formal, non formal and informal learning for acquiring and enhacing enlighment so as to attain the possible development in different stages and domain of life.

Pendidikan yang menganut prin-sip pendidikan sepanjang hayat, maka layaknya semua lapisan masyarakat sebagai anggota masyarakat mendapat porsi yang wajar dalam pembinaan dan pengembangannya untuk mencapai ke-mandirian.

METODE PENELITIANPenelitian tentang partisipasi

masyarakat melalui program pendidi-kan non formal sebagai wujud educa-tion for all di Az Zahra Balas Klumprik Kota Surabaya merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang disajikan secara deskriptif, atau den-gan kata lain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Yang akan melihat secara langsung dan men-dalam tentang peningkatan partsipasi masyarakat melalui ragam pendidikan non formal sebagai wujud education for all.Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian yang akan di-lakukan oleh tim peneliti menggunakan langkah langkah sebagai berikut :

Page 57: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

53JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

Subjek Penelitian Subjek yang dimaksud dalam pe-

nelitian ini adalah ketua penyeleng-gara adapaun pihak peserta didik dan masyarakat adalah merupakan sumber data atau informan kunci (key infor-man) karena mereka merupakan orang yang mempunyai tanggung jawab mem-berikan apa saja yang diikuti pada pro-gram pendidikan non formal sedangkan masyarakat di sekitar sebagai informan dengan tujuan untuk cross check atau pengecekan data dan informasi yang disampaikan oleh ketua penyelenggara, struktur organisasi, dengan tujuan va-liditas data yang ada, apakah data yang disampaikan sesuai dengan yang terjadi di lapangan atau tidak sehingga hasil-nya dapat dipertanggungjawabkan.

Teknik Pengumpulan Data Wawancara

Peneliti melaksanakan wawancara kepada pengelola, pimpinan lembaga pendidikan non formal Az Zahra, pen-gurus, pendidik/tutor dan beberapa kepada peserta didik mulai dari pen-didikan kesetaraan, peserta pelatihan, orangtua PAUD serta masyarakat seki-tar. Penentuan informan dalam peneli-tian ini menggunakan teknik purposif

dengan memilih orang yang dianggap mengetahui secara jelas tentang kei-kutsertaannya mengikuti program pen-didikan non formal.

ObservasiMetode observasi merupakan me-

tode pengumpulan data yang meng-gunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Dalam penelitian ini yaitu pengamatan langsung secara menda-lam dengan menggunakan instrumen pengamatan dan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Penggunaan metode ini diharapkan dapat mem-perkuat atau memperkaya data yang diperoleh.

DokumentasiStudi dokumentasi dalam penelitian

ini yaitu dengan mempelajari dokumen yang ada baik berupa buku pedoman, juklak dan juknis, perencanaan pro-gram ataupun bentuk lain yang sangat terkait dan menunjang dalam optimal-isasi penyelenggaraan pendidikan non formal untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud education for all .

Teknik Analisis DataDalam penelitian mengenai ini

Page 58: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

54 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

menggunakan deskriptif secara naratif yaitu menggambarkan data dengan menguraikan secara jelas sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya kemudian disusun sebuah kesimpulan. Model analisis data yang digunakan dengan melakukan penggabungan data yang diperoleh dari wawancara dan analisis dari dokumen yang mendukung menge-nai kasus-kasus, atau situasi dan kon-disi yang terjadi di lapangan, kemudian menganalisis satu persatu dengan sal-ing mengkaitkan, menghubungkan dan saling mengorganisasikannya dengan pola-pola yang saling mendukung op-timalisasi penyelenggaraan pendidikan non formal untuk meningkatkan parti-sipasi masyarakat sebagai wujud edu-cation for all dan pada akhirnya dapat diambil kesimpulan. Selain itu, anali-sis data dalam penelitian ini dilakukan sejak awal pengumpulan data sampai akhir pengumpulan data dan bersifat terbuka, artinya setiap hasil pengum-pulan data masih mungkin berubah dalam arti dapat diperbaiki dan disem-purnakan berdasarkan data yang baru masuk.

Untuk memperoleh data yang efisien, maka dilakukan dengan penye-derhanaan hasil perolehan data dengan model interaktif yang disusun secara terinci dan sistematis. Hal ini sesuai dengan pendapat Matthew B. Miles dan Michael Huberman (1992: 16-20) mengatakan bahwa ada tiga komponen yang digambarkan ke dalam interaktif model yaitu sebagai berikut.

Reduksi Data1. Data yang disusun dalam bentuk uraian direduksi, dirangkum dan dipilih yang dianggap penting untuk mencari polanya. Memfokuskan pada pemecahan masalah, penemuan, pe-maknaan atau menjawab pertanyaan penelitian. Proses reduksi data ber-langsung terus menerus selama pene-litian berlangsung.Display2. DataDalam penelitian ini data disajikan secara sistematis dalam bentuk ura-

ian deskriptif yang mudah dibaca atau dipahami baik secara keseluru-han maupun bagian-bagiannya da-lam konteks sebagai satu kesatuan. Kesimpulan dan Verifikasi Data3. Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data yang di-kumpulkan. Verifikasi dilakukan dengan melihat kembali reduksi data atau display data dan sudah dilaku-kan selama penelitian berlangsung, sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari data yang dianalisis dan tetap bersifat longgar dan terbuka.

Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data yang digunakan

menggunakan empat cara untuk me-nentukan. Yaitu kredIbilitas, transfer-abilitas, dependabilitas dan konfirm-abilitas. (Sugiono, 2014:368-378).

Kredibilitas1. Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang tinggi , dengan kriteria ini data dan informasi yang dikumpulkan harus mengandung nilai kebenaran, yang berarti bahwa hasil penelitian kualitatif harus dapat dipercaya oleh para pembaca yang kritis dan dapat diterima oleh orang-orang atau in-forman yang memberikan informasi kemudian dikumpulkan selama pen-gumpulan informasi berlangsung.Untuk kriteria ini, data yang diper-oleh peneliti dengan wawancara pada warga sekitar yang mengikuti ragam PNF di PKBM Az Zahra dan dik-roscek dengan pengelola, para tutor dan warga sekitar lokasi penelitian kelurahan Balas Klumprik Wiyung Surabaya. Wawancara ini dilakukan sesuai standar teori, setelah data ter-kumpul hasil dari wawancara diter-apkan ke dalam analisis data, agar data benar-benar bisa dibuktikan kebenarannya.Kegiatan nyata yang dilakukan pada saat penelitian adalah sebagai beri-kut:

Perpanjangan pengamatan : men-a.

Page 59: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

55JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

gadakan observasi secara terus menerus terhadap subjek yang diteliti guna memahami gejala yang lebih mendalam sehingga peneliti mengetahui aspek yang penting, terfokus dan relevan dengan topik penelitian. Triangulasi : mengecek keab-b. sahan data dengan berbagai sumber diluar data dan temuan penelitian sebagai bahan pertim-bangan, yaitu dengan cara mem-bandingkan apa yang dikatakan secara pribadi, dengan data hasil wawancara dan dengan isi doku-men terkait.Diskusi teman sejawatc. Menurut Sugiono (2014:376) yaitu mengeksplor hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan re-kan sejawat. Dalam penelitian ini peer debriefing dilakukan untuk mendiskusikan hasil-hasil yang diperoleh untuk memperoleh kes-impulan benar yang tidak hanya menurut peneliti tetapi dengan pihak lain.Menggunakan bahan referensid. Dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk mem-buktikan data yang telah ditemu-kan oleh peneliti. Dalam lapo-ran penelitian, data-data yang dikemukakan dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik sehingga data atau hasil peneli-tian lebih dapat dipercaya.

Transferabilitas2. Dengan teknik ini peneliti meminta bantuan orang lain termasuk para warga belajar di lembaga Az-Zahra yang diteliti untuk membaca laporan hasil penelitian atau abstraksinya, dari tanggapan mereka diharapkan diperoleh masukan, sejauh mana ha-sil penelitian ini mampu dipahami oleh pembaca terutama tentang kon-teks dan fokus penelitian. Dependabilitas3. Agar hasil penelitian dapat dipertah-

ankan dan dipertanggungjawabkan maka pihak yang independen, seperti teman sejawat yang memahami dan mengerti tentang fokus yang diteliti, tim peneliti dan teman sejawat perlu dilibatkan dalam mengkaji seluruh hasil penelitian. Diskusi teman seja-wat. Konfirmabilitas4. Disini dimaksudkan untuk menilai data hasil penelitian yang dilakukan untuk menilai data hasil penelitian yang dilakukan apakah terkait den-gan informasi serta interpretasi yang didukung oleh materi yang tersedia pada penelusuran atau pelacakan audit trial. Hal ini dilakukan agar temuan penelitian dengan data yang terhimpun melalui pelacakan terh-adap, catatan catatan lapangan, me-tode pengumpulan data dan teknik analisis data menjadi absah.

HASIL DAN PEMBAHASANPelaksanaan Kegiatan Program PNF

Aspek Identifikasi : Identifikasi ke-butuhan belajar masyarakat dibutuh-kan untuk mengetahui apa saja yang menjadi permasalahan dalam konteks pendidikan non formal, sehingga mere-ka dapat mengikuti program PNF yang ada di PKBM.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh pe-neliti kepada pihak penyelenggara Aspek Sosialisasi : Sosialisasi kepada masyarakat di sekitar PKBM Az Zah-ra dan masyarakat pada umumnya keberadaan lembaga memiliki ber-bagai macam program PNF. Rekut-men: Tahapan ketiga dilakukan agar masyarakat diklasifikasikan sesuai den-gan program yang diminati dan sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat. Pelaksanaan : Pelaksanaan program pendidikan non formal menggunakan sepuluh patokan dikmas, antara lain unsur warga belajar, sumber belajar, pamong belajar, sarana dan prasarana, tempat belajar, dana belajar, ragi bela-jar, kelompok belajar, program belajar

Page 60: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

56 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

dan hasil belajar. Pada Penelitian ini yang digunakan ada 4 yaitu warga be-lajar, sumber belajar, dana belajar, ragi belajar dan hasil belajar.

Warga Belajar1. Warga belajar atau peserta didik adalah setiap orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk mengikuti suatu pembelajaraan. Da-lam undang-undang sistem pendidi-kan nasional pasal 1 ayat 4 warga belajar adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan po-tensi diri melalui proses pembelaja-raan yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peser-ta didik adalah seseorang yang ingin belajar atau memperoleh pendidikan. Peserta didik adalah seseorang yang memiliki hak untuk memperoleh layanan pendidikan dari pemerintah atau masyarakat luas sesuai kebu-tuhan dan kemampuannya. Mereka memiliki karakteristik yang berbe-da-beda dan mempengaruhi proses belajarnya. Para warga belajar yang dimaksud adalah mereka para warga masyarakat di sekitar lokasi Az Zah-ra Balas Klumprik Wiyung Surabaya yang memiliki latar belakang pen-didikan rendah, kemampuan ekono-mi minim, dan memiliki hasrat atau keinginan belajar yang tinggi.Sumber Belajar merupakan sarana 2. utama dalam mendukung tercapa-inya kegiatan pembelajaraan. Sum-ber belajar dalam kegiatan pembela-jaraan dapat berupa benda ataupun manusia. Seperti pendapat Rusman (2007:64), sumber belajar merupa-kan salah satu komponen yang mem-bantu dalam proses belajar menga-jar. Sumber belajar adalah tidak lain daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar atau se-bagian keseluruhan, Dana Belajar adalah himpunan ha-3. sil usaha masyarakat dalam ben-tuk jasa, barang dan tempat yang dicanangkan khusus untuk meng-ingkatkan pengetahuan, memahri-

kan keterampilan meluhurkan budi pekerti masyarakat. Sumberdana itu tergantung pada potensi alam dan kemampuan masyarakat itu, sumber dana dapat berasal dari bumi mau-pun dalam bentuk uang. Dana bela-jar yang digunakan dalam pelaksan-aan kegiatan Az Zahra ada beberapa sumber. Yaitu dari dana BOP yang berasal dari dinas pendidikan dan swadaya dari peserta didik. Adapun untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut.Ragi belajar seperti dalam penger-4. tiannya merupakan zat yang dapat menumbuhkan proses belajar spon-tan yang mendatangkan hasil dan menghasilkan ragi baru untuk be-lajar lebih lanjut. Pada proses pen-didikan non formal yang menjadi ragi belajarnya adalah pemberian re-ward. Ragi belajar adalah suatu zat yang dapat menjadi dalam proses be-lajar yang dapat mendapatkan aneka ragam hasil termasuk menghasilkan ragi baru dapat mencetuskan proses lebih lanjut.

Pemberian yang diberikan bukan bermaksud appapun melainkan adalah untuk memotivasi agar peserta tersebut semangat dalam mengikuti, program PNF dan dengan adanya ragi tersebut peserta akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Motivasi peme-brian reward ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Samsudin (2005) mem-berikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kel-ompok kerja agar mereka mau melak-sanakan sesuatu yang tetap ditetap-kan.

Page 61: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

57JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

NO. NAMA PROGRAM PELAKSANAAN UNSUR DIKMAS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT

1. Pendidikan Kesetaraan

Pendidikan kesetaraan atau lebih dikenal dengan kejar paket B setara SMP dan kejar paket C setara SMA, dilaksanakan oleh PKBM Az Zahra setiap hari Senin, Selasa dan Rabu.

Warga belajar: Peserta didik 1. yang mengikuti kejar paket B dan C adalah bagi mereka yang DO SMP dan DO SMA atau bagi mereka yang belum pernah mengeyam pendidikan di SMP dan SMA.Sumber belajar : Tutor yang 2. sudah memiliki pengalaman dan kompeten di S.1 PLS dan Bidangnya, S.1 bidang studi.Dana Belajar :adanya uang 3. pendaftaraan dan spp setiap bulan serta pembayaran untuk UTS dan UAS.Ragi Belajar : Dapat 4. mengikuti UTS, UAS, kenaikan kelas dan dapat mengikuti ujian nasional kesetaraan.

Partisipasi masyarakat sangat tinggi, karena dibutuhkan pekerjaan, tingkat pendidikan dan ijazah sangat diperlukan. Hal ini menjadikan pendidikan kesetaraan sangat diminati bagi mereka yang membutuhkan.

2. Pendidikan Keaksaraan (Percepatan Pembrantasan Buta Huruf)

Keaksaraan dilaksanakan pada bulan Juli – Desember menyesuaikan dengan anggaran dana dari pemerintan

Warga belajar: Peserta didik 1. yang mengikuti mereka yang belum pernah mengeyam pendidikan di di SD atau DO Kelas 1, 2 dan 3. Usia 15-60 tahun.Sumber belajar : Tutor yang 2. sudah memiliki pengalaman dan kompeten di Bidangnya, S.1 PLS.Dana Belajar :Bantuan dana 3. dari pemerintah. Iuran pada saat kegiatan praktek.Hasil Belajar : memiliki 4. Sertifikat SUKMA (Sertifikat Melek Aksara)

Partisipasi masyarakat di kelompok keaksaraan juga tinggi, terbukti dengan adanya praktek pembuatan kue kering dll, masyarakat membawa peralatan

3 Pelatihan Keterampilan Bagi Perempuan

Pelatihan 1. dilaksanakan pada bulan Juli – Desember menyesuaikan dengan anggaran dana dari pemerintan.Swadaya 2. Masyarakat.Pada saat labsite 3. mahasiswa PLS.

1. Warga belajar: Peserta didik yang mengikuti mereka adalah perempuan usia produktif, ibu rumah tangga.

2. Sumber belajar : Tutor yang sudah memiliki pengalaman dan kompeten di Bidangnya, S.1 PLS dan didampingi oleh instruktur keterampilan.

3. Dana Belajar :Bantuan dana dari pemerintah. Iuran pada saat kegiatan praktek.

4. Hasil Belajar : memiliki skill yang dapat diimplementasikan dalam mendapatkan penghasilan.

Partisipasi masyarakat pada program pelatihan bagi perempuan usia produktif juga tinggi, terbukti dengan jumlah peserta yang hadir pada awal pembelajaraan sampai akhir pembelajaraan stabil. Bahkan diantara ibu-ibu pengantar anak-anaknya di KB mengikuti kegiatan pelatihan.

Page 62: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

58 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

NO. NAMA PROGRAM PELAKSANAAN UNSUR DIKMAS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT

4. Kelompok Bermain dan TK Az Zahra

Pelaksanaan program kelompok bermain dilakukan pada hari senin, rabu, dan sabtu

1. Warga belajar: Peserta didik adalah anak-anak usia dini mulai dari umur 3 tahun – 4 atau 5 tahun (usia anak yang akan memasuki TK A). sedangkan TK A adalah mereka anak-anak usia 5 Tahun.

2. Sumber belajar : Tutor yang sudah memiliki pengalaman dan kompeten di Bidangnya, S.1 PG PAUD dan atau PLS.

3. Dana Belajar :Bantuan dana dari pemerintah. Spp 30 ribu perbulan, TK 40 Ribu perbulan. Serta saat awal masuk KB uang pangkal dan lain-lain Rp. 1.000.000

4. Hasil Belajar : belajar melalui bermain, mempersiapkan anak-anak memasuki jenjang berikutnya, di TK dan SD.

Tingkat partisipasi masyarakat juga tinggi terlihat dari jumlah peserta didik yang stabil, tidak mengalami penurunan.

5. Penyuluhan Keorangtuaan

Dilaksanakan setiap satu bulan satu kali atau bahkan dua bulan satu kali kegiatan penyuluhan.

1. Warga belajar: orangtua dari peserta didik PAUD meliputi orangtua KB dan TK.

2. Sumber belajar : Tutor yang sudah memiliki pengalaman dan kompeten di Bidangnya, PLS.

3. Dana Belajar :dari PKBM dan Lab.PLS

4. Hasil Belajar : memberikan pemahaman kepada orangtua tentang cara mendampingi anak-anak belajar di rumah, cara komunikasi dengan anak dan tentang kesehatan dan gizi bagi anak-anak usia dini.

Tingkat partisipasinya juga tinggi, karena semua orangtua mengikuti penyuluhan kegiatan ini.

Partisipasi adalah ikut sertanya se-sorang untuk ambil bagian secara, ak-tif dengan melibatkan mental, emosi dan rasa tanggung jawab dalam me-nentukan hal-hal yang menyangkut dan mempengaruhi hidupnya. Apabila pengertian partisipasi tersebut dikait-kan dengan program program pendidi-kan non formal, maka akan tampak ada dua hal pokok yang terkandung dida-lamnya, yaitu: 1) adanya keterlibatan mental dan emosi terhadap program pendidikan non formal , 2) peserta didik memiliki perasaan tangung jawab da-

lam pelaksanaan kegiatan itu.Tingkat partisipasi program pen-

didikan non formal sangat dipengaruhi oleh motivasi. Secara teoritis, motivasi muncul akibat adanya dorongan yang mempengaruhl kebutuhan. Kebutu-han mempengaruhi motif, dan motif itu sendiri akan menciptakan motivasi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa kebutuhan (needs) yang menentukan dorongan (drive), dan dorongan yang menentukan perilaku. Adapun jenis-jenis kebutuhan yang dimaksud ada-lah:

Page 63: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

59JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

Berdasarkan Kebutuhan Belajar 1. (Learning Needs Based)Kebutuhan belajar adalah setiap ke-inginan atau kehendak yang dirasa-kan dan dinyatakan oleh seseorang, masyarakat atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan, keter-ampilan, nilai, dan atau sikap terten-tu melalui kegiatan pembelajaran. Sumber informasi tentang kebutu-han belajar adalah peserta didik atau calon peserta didik, masyarakat dan atau organisasi. Pentingnya kebutu-han belajar didasarkan atas asumsi bahwa peserta didik akan belajar se-cara efektif apabila semua komponen program pembelajaran dapat mem-bantu peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajamya. Berorientasi Pada Tujuan Kegiatan 2. Pembelajaran (Learning Goals and Objectives Oriented)Kegiatan pembelajaran partisipasi direncanakan dan dilaksanakan un-tuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Da-lam perencanaan tujuan belajar dis-usun dan dirumuskan berdasarkan kebutuhan belajar. Tujuan belajar itu pun dengan mempertimbangan latar belakang pengalaman peser-ta didik, potensi yang dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada lingkungan kehidupan mereka, serta kemungkinan hambatan dalam keg-iatan pembelajaran. Oleh karena itu kebutuhan belajar, potensi, dan sum-ber-sumber serta kemungkinan ham-batan perlu diidentifikasi terlebih dahulu supaya tujuan belajar bisa dirumuskan secara tepat dan proses kegiatan pembelajaran partisipatif dapat dirancang dan dilaksanakan dengan efektif.Berpusat Pada Peserta Didik (3. Par-ticipant Centered)Kegiatan pembelajaran yang dilaku-kan berdasarkan atas dan disesuaikan dengan latar belakang kehidupan pe-serta didik. Latar belakang tersebut perlu menjadi perhatian utama dan

dijadikan dasar dalam menyusun rencana kegiatan pembelajaran par-tisipatif. Peserta didik diikutserta-kan pula dalam kegiatan identifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber, serta kemungkinan hambatan serta dalam kegiatan merumuskan tujuan belajar. Para peserta didik diikutser-takan dan memegang peranan pent-ing dalam perencanaan, pelaksan-aan, dan evaluasi kegiatan belajar. Dengan berpusat pada peserta didik, mengandung makna bahwa peserta didik lebih banyak berperan dalam proses pembelajaran partisipatif.Berangkat dari Pengalaman Belajar 4. (Experiential learning)Kegiatan pembelajaran disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang telah dikuasai peser-ta didik atau pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dengan cara-cara belajar (learn-ing styles) yang biasa dilakukan pe-serta didik. Untuk itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah, karena pemeca-han masalah merupakan pembelaja-ran yang lebih banyak menumbuh-kan partisipasi para peserta didik.

Dari prinsip-prinsip pembelajaran partisipatif tersebut dapat diketahui bahwa program pendidikan non formal diselenggarakan atas keinginan dari lembaga. Warga belajar/peserta didik dipersilahkan mengikuti salah satu pro-gram yang ada PKBM Az Zahra sesuai dengan kebutuhanm, minat, bakat dan kemampuan karena lembaga PKBM Az Zahra menyediakan program “cafe-taria” dan calon peserta didik dibebas-kan untuk memilih salah satu program tersebut. Berikut hasil penelitian ten-tang hambatan dan upaya yang dilaku-kan adalah sebagai berikut pada tabel,

Page 64: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

60 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

Tabel 1.4Hambatan dan Upaya yang dilakukan

NO. NAMA PROGRAM HAMBATAN UPAYA YANG DILAKUKAN

1. Pendidikan Kesetaraan Dalam segi pelaksanaan 1. pembelajaraan : peserta didik motivasinya naik turun. Terkadang dalam satu kelas pada satu program jumlahnya sesuai dengan daftar hadirnya, terkadang sedikit.Jadwal pembelajaraan 2. terkadang kurang sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Motivasi kepada peserta 1. didik.Tata tertib pelaksanaan 2. pembelajaraan di kejar paket A, B dan C.

2. Pendidikan Keaksaraan (Percepatan Pemberantasan Buta Huruf)

Hambatan yang dialami oleh kelompok KF adalah kurang sarana prasana terkait dengan kemudahan membaca, yaitu berupa kaca mata baca.

Berupaya untuk mencari sponsor, untuk memberikan kaca mat abaca setiap peserta didik KF.

3. Pelatihan Keterampilan Bagi Perempuan

Hambatan hanya ada di pendanaan saja., karna membutuhkan sarana prasarana termasuk bahan-bahan apa saja yang kaan dipelajari dalam pelaksanaan kegiatan keterampilan bagi ibu-ibu disekitar lembaga Az zahra

Mencari tambahan dana- Swadaya-

4. PAUD (TK dan KB) Lokasi Az Zahra berdekatan 1. dengan PPT sehingga adanya persaingan.

Promosi- Adanya reward: diskon bagi - 10 pendaftar pertama,diakhir pembelajaraan rekreasi anak dan kedua orangtua gratis

5. Penyuluhan Keorangtuaan Terkait dengan waktu 2. pelaksanaan, beberapa peserta ada yang bekerja di pabrik, jualan dan PRT. Ada diantara peserta tidak bisa hadir.

Adanya kesepakatan antara - pengelola, narasumber dan peserta penyuluhan keorangtuaan.

KESIMPULAN Kesimpulan

Pelaksanaan program pendidikan non formal untuk meningkatkan parti-sipasi masyarakat sebagai wujud educa-tion for all, dapat berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini dilihat dari lima as-pek yaitu warga belajar, sumber belajar, ragi belajar dan dana belajar serta parti-sipasi masyarakat. Para pekerja pabrik, pembantu rumah tangga dan anak usia dini serta wali murid disekitar lembaga Az Zahra dapat memanfaatkan dengan baik eksistensi Az Zahra dengan ragam layanan program PNF adalah sebagai wujud dari masyarakat education for

all yang terdiri dari : PAUD (KB-TK), Kekasaraan Fungsional, Pendidikan Kesetaraan, Parenting Education dan Pemberdayaan Perempuan.

SARANSebaiknya lembaga Az Zahra dapat 1. menyelenggarakan program PNF yang lain untuk lebih meningkatkan partisipasi di sekitar wilayah Balas Klumprik kecamatan Wiyung.Lembaga Az Zahra dapat bekerjasa-2. ma atau bermitra dengan lembaga lain seperti program CSR untuk pen-ingkatan kualitas layanan dan sarana prasana

Page 65: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

61JPNF Vol. 14, No.1 2016

Yulianingsih, Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pendidikan Nonformal

DAFTAR PUSTAKA

Ach Fatchan. 2015. Education Model “Bandongan”for Farmers Society of Agricultural Skills Training in The Bakground of Sosioculture”Pesantren”in East Jawa”.

Ach. Rasyad. 2015. Artikel Jurnal Internasional : International Education Studies; Vol. 8, No. 8; 2015 ISSN 1913-9020 E-ISSN 1913-9039 Published by Canadian Center of Science and Education “Developing a Parenting Training Model of Character Education for Young Learners from Poor Families by Using Transformative LearningApproach.

Faisal, Sanapiah. 2002. Pendidikan Non-Formal. Surabaya: Usaha Bersama.Ishak Abdulhak 2000. Strategi Membangun Motivasi Dalam Pembelajaraan Orang

Dewasa Bandung. CV. Andira.Marzuki Saleh, 2012. Pendidikan Non Formal : Dimensi dalam Keaksaraan

Fungsional, Pelatihan dan Andragogi. Bandung. Remaja Rosdakarya.Santoso, Slamet. 2010. Kumpulan materi mata kuliah Konsep Dasar PLS. Tidak

diterbitkan.Sudjana, 2001. Pendidikan Luar Sekolah : Wawasan, Sejarah Perkembangan,

Falsafah, Teori Pendukung dan Azaz. Bandung. Falah Production.--------------- (2004). Pendidikan Non Formal, Wawasan, Sejarah Perkembangan,

Falsafah, Teori Pendukung, Azas. Bandung : Falah Production.Sugiyono. 2014. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitaif, kualitatif

dan R & D. Bandung : Alfabeta.Turinda,Azis.2009. Pengertian Partisipasi. Online.Teresedia:http://turindaatp.

blogspot.com/2009/06/pengertian-partisipasi.html.Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.Yulianingsih, Wiwin. 2014. Implementasi Education For All : Pendidikan Berbasis

Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. BPPAUDNI Regional II Surabaya. Jurnal Pendidikan Non Formal. BPPAUDNI Regional II Surabaya.

Page 66: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

62 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

AbstrakPerkembangan bicara pada anak usia dini merupakan aspek yang sangat

penting, karena mempengaruhi perkembangan bahasa, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek lainnya. Apabila anak mengalami keterlambatan bicara sejak usia dini dan tidak dideteksi serta distimulasi dengan tepat, anak dapat mengalami keterlambatan bicara. Apabila tidak tertangani pula, maka pada saat anak memasuki jenjang pendidikan dasar, dapat mengalami kesulitan belajar. Oleh karena itu, penting sekali upaya untuk melakukan deteksi dan stimulasi dini yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi atau angka kejadian keterlambatan bicara serta upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan oleh pendidik, sehingga dapat dirancang program stimulasi yang tepat.

Penelitian dilakukan pada dua lembaga PAUD, yaitu PAUD Agripina, Kota Surabaya dan PAUD Islam Al Husna, Lawang, Kabupaten Malang pada tahun 2016, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan dari penelitian ini adalah orangtua, pendidik, pengelola dan anak. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara dan panduan pengamatan (observasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadi keterlambatan bicara adalah sekitar 10% dari jumlah keseluruhan anak pada satu lembaga PAUD. Penanganan keterlambatan bicara sudah dilakukan di lembaga PAUD sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan pendidik, karena tidak semua lembaga PAUD memiliki guru pendamping. Beberapa penanganan yang telah dilakukan antara lain memberikan stimulasi seperti terapi meniup, senam lidah (menjulurkan lidah ke kanan – ke kiri – ke depan), latihan meniup dan menirukan suku kata bilabial (pa, ma, ba), motorik kasar terutama yang berkaitan dengan keseimbangan, dan latihan menirukan kata-kata yang pendek. Kegiatan tersebut ada yang dilakukan bersama-sama dengan anak lain, tetapi ada pula yang dilakukan di luar kegiatan pembelajaran yang reguler.

Tindak lanjut dari kegiatan penelitian tersebut adalah pengembangan program stimulasi yang akan dilakukan oleh pendidik adalah yang bersifat sederhana dan praktis, serta ditekankan untuk mengatasi keterlambatan bicara yang bersifat fungsional, dengan fokus pengembangan program adalah mengoptimalkan kematangan organ/fungsi bicara pada anak. Program stimulasi yang dikembangkan hendaknya memiliki alur yang dimulai dari deteksi Dini, dilanjutkan dengan stimulasi/intervensi dini, penilaian, hingga alur rujukan.

Kata kunci : Keterlambatan bicara, bilabial, stimulasi, intervensi

PENANGANAN KETERLAMBATAN BICARA ANAK USIA 3 – 6 TAHUN

(Studi Kasus Pada 2 Lembaga Paud Di Kota Surabaya Dan Kabupaten Malang Tahun 2016)

Widya Ayu Puspita

Page 67: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

63JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Abstract

Early childhood speech development is an important aspect, because influ-ence language development and another aspects. If speech delay is undetected early, the children will suffer speech delay, development disorder, and it can cause “multiple burden” to children development. Speech delay is the delay of speech process when compare to the children in the same age. All the early childhood education teacher must understand steps of speech development, so we can create right stimulation.

Research is conducted at PAUD Agripina, Surabaya and PAUD Islam Al Husna, Malang District, in 2016, by qualitative approach. Informant are par-ents, teachers, children, and headmaster. Instrument research are observation form and indepth interview guide. The result show that speech delay preva-lence was 10%. Speech delay stimulation is suitable to teacher knowledge and skill, because not all the school have shadow teacher. Some stimulations are blowing, tongue exercise, speech imitation, gross motor exercises, and billabi-als word imitation. Those activities can be conducted classical (together in a class) or individually.

From all those results, the next steps is program development, to overcome speech delay, focus on functional speech delay to mature speech organs. Stimu-lation prgram is followed by early detection, early stimulation/intervention, assessment and referral system.

Key words : Speech delay, billabials, stimulation, intervention

PENDAHULUANPendidikan anak usia dini meme-

gang peranan yang sangat strategis da-lam upaya menyiapkan generasi yang berakhlak mulia, cerdas, sehat dan tangguh. Peran strategis tersebut terjadi karena pendidikan anak usia dini mer-upakan pendidikan yang fundamental, yaitu meletakkan dasar-dasar perkem-bangan yang akan mempengaruhi perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 butir 14 menya-takan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak la-hir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidi-kan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan belajar dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pendidikan harus dipersiapkan

secara terencana dan bersifat holistik sebagai dasar anak memasuki pendidi-kan lebih lanjut.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 137 tahun 2014 me-nyebutkan bahwa terdapat enam pro-gram pengembangan dalam Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu program pengem-bangan nilai-nilai agama dan moral, kognitif, fisik motorik, bahasa, sosial emosional dan seni. Program pengem-bangan tersebut bertujuan memberikan suasana belajar, lingkungan belajar ser-ta orang dewasa sekeliling anak yang menyenangkan, sehingga anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Sua-sana, lingkungan serta orang dewasa diharapkan menjadi faktor pendukung bagi berkembangnya seluruh potensi anak, sehingga kelak menjadi generasi emas sesuai dengan harapan.

Dalam perwujudan program bela-jar tersebut, hendaknya memperhati-kan karakteristik dan kebutuhan anak yang beragam, termasuk terkait dengan

Page 68: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

64 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

fase pertumbuhan dan perkembangan anak yang unik. Terkait perkembangan anak, salah satu hal yang perlu menda-patkan perhatian adalah anak dengan keterlambatan bahasa dan bicara. Hal ini penting diperhatikan karena bicara merupakan salah satu kemampuan yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa, serta kemampuan anak pada aspek yang lainnya. Kemampuan ber-bahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kemampuan berbahasa sensitif terhadap keter-lambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemam-puan kognitif, sensori motor, psikolo-gis, emosi dan lingkungan disekitar anak (Soetjiningsih, 2003).

Tumbuh kembang optimal dapat tercapai apabila ada interaksi antara anak dan orang tua, terutama peran-an orang tua sangat bermanfaat bagi proses perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dap-at segera mengenali kelainan proses perkembangan anaknya sejak dini (Soetjiningsih, 2003). Dalam peman-tauan perkembangan anak ada empat aspek yang dapat dinilai, yaitu mo-torik kasar, motorik halus, personal sosial dan bahasa (Hartanto, 2011).

Setiap anak memiliki potensi un-tuk berekembang secara optimal pada semua aspek perkembangan temarsuk perkembangan bahasa. Menurut Chom-sky (1982) terdapat mekanisme bawaan sejak lahir yang khusus untuk pembe-lajaran bahasa. Mekanisme bawaan ini juga disebut dengan Perangkat Perole-han Bahasa (Language Acquisition De-vice). Perangkat tersebut memungkink-an anak untuk memproses dan belajar berbahasa - berbicara dari apa yang dipaparkan disekitarnya. Hanya saja terdapat faktor gangguan organik dan minimnya stimulasi dari lingkungan yang dapat mengakibatkan keterlam-batan bicara (speech delay)

Beberapa data menunjukkan angka kejadian anak dengan keterlambatan

bicara (speech delay) cukup tinggi. Gangguan komunikasi dan gangguan kognitif merupakan bagian dari gang-guan perkembangan anak, terjadi pada sekitar 8%.

Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan orang tua (di luar gangguan pendengaran dan celah pada palatum) angka kejadiannya 0,9% pada anak dibawah umur 5 tahun dan 1,94% pada anak usia 5 sampai dengan 14 tahun. Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasar-kan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4% sampai dengan 5% (Soetjiningsih, 2003).

Berdasarkan data kunjungan pasien di ruang poli tumbuh kembang RS Dr. Kariadi Semarang selama bulan Juni sampai November 2004 dimana 100 dari 250 jumlah kunjungan melakukan pemeriksaan Denver Developmental Screening Test (DDST) dan dari 100 ditemukan gangguan bahasa sebanyak 75% kasus lain antara lain malnutrisi, retardasi mental dan ADHD (hiper-aktif dan autisme). Hartanto (2011), menerangkan selama tahun 2007 di po-liklinik tumbuh kembang anak RS Dr. Kariadi Semarang didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang dengan keluhan terlambat bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan perkembangan bahasa.

Anak yang mengalami kelainan bahasa pada prasekolah 40% hingga 60% akan mengalami kesulitan be-lajar dalam bahasa tulis dan mata pelajaran akademik. Sidiarto (2002) menyebutkan bahwa anak yang diru-juk dengan kesulitan belajar spesifik, lebih dari 60% mempunyai keterlam-batan bicara. Rice (2007) menyebut-kan, apabila disfasia perkembangan tidak diatasi secara dini, 40% sampai dengan 75% anak akan mengalami kesulitan untuk membaca.

Page 69: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

65JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Dari berbagai kegiatan yang di-lakukan oleh BP PAUD dan DIKMAS Propinsi Jawa Timur seperti monitor-ing, bimbingan teknis, pendampingan maupun dari diskusi secara informal dengan pendidik dan pengelola PAUD pada tahun 2014-2016, didapatkan in-formasi bahwa jumlah anak tersebut cukup banyak, bahkan ada pendidik yang menyampaikan bahwa jumlah sekitar 10% dari total anak dalam satu kelompok usia. Pendidik juga menya-takan kesulitan menangani anak-anak tersebut, karena tidak memiliki keahl-ian atau keterampilan.

Penanganan gangguan bicara akan optimal apabila sejak awal diketahui penyebabnya. Diantara berbagai pe-nyebab gangguan bicara, deprivasi lingkungan merupakan ranah yang dapat diintervensi oleh pendidik dan orang tua melalui stimulai yang tepat. Deprivasi lingkungan merupakan ben-tuk kurangnya stimulasi dan dukun-gan sosial yang dipengaruhi oleh faktor tingkat ekonomi orang tua, lingkungan, pendidikan orang tua, pola asuh, status gizi, dan pengetahuan orang tua. Seba-liknya, interaksi anak dengan lingkun-gan sekitarnya yang sarat dengan aktiv-itas bicara dan bahasa, menjadi faktor yang kondusif untuk menimilaisir dan menangani gangguan bicara dan baha-sa. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Vygotsky (1978) dengan teori interak-sionisme tentang pemerolehan bahasa yang menyebutkan bahwa perkemban-gan bicara dipengaruhi oleh interaksi sosial. Adapaun pada anak interaksi sosial yang utama dilakukan dengan orang tua.

Berdasarkan hal tersebut, penge-tahuan orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan bahasa terhadap anak. Sebelum anak me-masuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang menyenangkan bagi proses perkembangan bahasa

anak. Proses perkembangan bahasa yang optimal dapat terjadi melalui pemberian stimulasi yan tepat, dima-na hal ini sangat penting bagi anak anak yang mengalami keterlambatan berbicara

Pada usia 3-6 tahun, kesiapan ke-mampuan bahasa dan bicara merupa-kan hal yang penting terkait dengan kesiapan anak untuk memasuki tahap perkembangan dan jenjang pendidi-kan berikutnya. Pada usia 3-6 tahun sebagian besar anak sudah berada di lembaga pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, dilakukan penelitian pendahuluan, untuk mendapatkan data awal terkait dengan prevalensi dan pro-gram stimulasi yang selama ini dilaku-kan. Penelitian pendahuluan dilakukan di dua lembaga PAUD, yang masing-masing berada di Kota Surabaya dan Kabupaten Lawang. Pertimbangan pemilihan kedua okasi ini adalah pada prevalensi anak dengan keterlambatan bicara yang cukup tinggi, sehingga da-pat ditemukan berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya hal tersebut. Identifikasi berbagai faktor penyebab sangat penting untuk merancang pro-gram stimulasi selanjutnya.

MasalahBagaimana penanganan keterlam-

batan bicara pada anak usia 3 – 6 tahun yang telah dilaksanakan oleh lembaga PAUD?

TujuanTujuan Umum

Mendapatkan informasi mengenai penanganan keterlambatan bicara anak usia 3 – 6 tahun dengan yang telah di-laksanakan oleh lembaga PAUD

Tujuan KhususMendapatkan informasi mengenai 1. prevalensi anak usia 3 – 6 tahun dengan keterlambatan bicara di lem-baga PAUD.Mendapatkan informasi mengenai 2. penanganan keterlambatan bicara

Page 70: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

66 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

anak usia 3 – 6 tahun yang telah di-laksanakan oleh lembaga PAUD

KAJIAN PUSTAKATahap-Tahap Perkembangan Bicara

Setiap anak tumbuh dan berkem-bang secara bertahap dan berbeda, baik dalam irama maupun kecepatannya. Demikian pula dengan perkembangan bicara, setiap anak menunjukkan ke-mampuan yang berbeda-beda, meskip-un dalam usia maupun jenis kelamin yang sama. Namun demikian, ada pe-drkembangan yang bersifat univer-sal. Oleh karena itu, penting bagi pen-didik dan orang tua untuk memahami perkembangan bicara pada anak, agar mengetahui apabila terdapat gangguan. Secara umum, perkembangan bicara pada anak disajikan berikut ini.

Usia 0 - 12 bulan1. Pada usia 0 – 12 bulan, bayi mulai

menggunakan suara untuk “berkomu-nikasi” dengan lingkungan. Tahap awal perkembangan bicara adalah mengoceh (babbling). Seiring pertambahan usia (di usia sekitar 9 bulan), anak mulai menggabungkan suara dan mengucap-kan kata seperti “mama” dan “dada” (tanpa tahu maknanya). Sebelum usia 12 bulan, anak mulai tertarik ketika mendengar suara. Apabaila ditemukan bayi yang sepertinya memandang ses-uatu tapi tidak bereaksi maka harus di-waspadai sebagai kemungkinan adalah hambatan atau gangguan pendengaran (hearing loss).

2. Usia 12 - 15 bulanPada usia ini anak mulai menguasai

satu atau dua kata bermakna (di luar kata “mama” atau “dada”). Biasanya kata-kata awal yang mereka kuasai adalah kata benda. Mereka juga mulai mengerti dan mampu mengikuti per-intah sederhana, seperti, “Papa ambil-kan bola, ya?” Respon anak juga sudah mulai terlihat kompleks. Oleh karena itu, apabila kita berkomunikasi dengan anak pada usia ini hendaknya tepat, benar, pelan dan sederhana, sehingga

dapat dipahami dan diikuti oleh anak. Usia 18 - 24 bulan3.

Anak memiliki sekitar 20 kosaka-ta di usia 18 bulan, dan berkembang menjadi 50 atau lebih kosakata ketika berusia 2 tahun. Pada usia 2 tahun, anak juga mulai belajar menggabung-kan 2 kata sederhana. Mereka mulai bisa mengikuti 2 perintah sekaligus, misalnya, “Ambil bolanya dan tolong letakkan di meja, ya”. Oleh karena itu, seringlah mengajak anak berbica, agar kemampuan bicara anak semakin berkembang.

4. Usia 2 - 3 tahunPada usia ini, kemampuan anak

berbicara dan berbahasa berkembang sangat pesat. Orangtua seringkali me-nyaksikan “ledakan” kemampuan berbahasa anak di tahap usia ini. Ko-sakata anak meningkat pesat. Anak juga mulai mengalami perkembangan kemampuan untuk menggabungkan 3 atau lebih kata menjadi 1 kalimat, mis-alnya, “Letakkan di meja, ya?” Anak mulai bisa mengenal warna dan konsep perbandingan, misalnya besar - kecil, tinggi – rendah, banyak – sedikit, pan-jang – pendek.

Indikator Perkembangan BicaraBeberapa literatur mengungkap-

kan bahwa keterlambatan bicara dan bahasa dapat dialami oleh 5 sampai 8% anak usia prasekolah. Agar dapat mengetahui waktu yang tepat bahwa anak dikatakan terlambat bicara, maka terlebih dahulu perlu dikenali tahapan perkembangan bicara normal.

Usia 0 - 6 bulan1. Pada saat dilahirkan, bayi hanya

dapat menangis untuk melakukan ko-munikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk untuk menyat-akan keinginannya. Tangisan bayi mer-upakan satu-satunya alat komunikasi pada saat itu. Pada usia 2-3 bulan, bayi mulai dapat membuat suara-suara sep-erti “aah” atau “uuh” yang dikenal dengan istilah cooing. Bayi juga mulai senang bereksperimen dengan berbagai

Page 71: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

67JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

bunyi yang dapat dihasilkannya, misal-nya suara menyerupai berkumur. Bayi juga mulai bereaksi terhadap orang lain dengan mengeluarkan suara. Setelah usia 3 bulan, bayi akan mencari sumber suara yang didengarnya dan menyukai mainan yang mengeluarkan suara (So-etjiningsih, 2003).

Mendekati usia 6 bulan, bayi dapat berespons terhadap namanya sendiri dan mengenali emosi dalam nada bi-cara. Cooing berangsur menjadi bab-bling, yakni mengoceh dengan suku kata tunggal, misalnya “papapapapa,” “dadadadada,” “bababababa,” “mama-mamama.” Bayi juga mulai dapat men-gatur nada bicaranya sesuai emosi yang dirasakannya, dengan ekspresi wajah yang sesuai. Oleh karena itu, kita harus mewaspadai apabila tidak ada babbling pada bayi, karena kemungkinan ini merupakan tanda awal kemungkinan keterlambatan bicara.

Usia 6 - 12 bulan2. Perkembangan bicara dan baha-

sa pada bayi berkembang sangat pe-sat. Pada usia 6 - 9 bulan, bayi mulai mengerti nama-nama orang dan benda serta konsep-konsep sederhana, seperti “ya”, “tidak,” “habis”. Saat babbling, ia menggunakan intonasi atau nada bi-cara seperti bahasa ibunya. Ia pun da-pat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” dan “papa” tanpa arti.

Pada usia 9-12 bulan, ia sudah da-pat mengucapkan “mama” dan “papa” (atau istilah lain yang biasa diguna-kan untuk ibu dan ayah atau pengasuh utama lainnya) dengan arti. Ia menen-gok apabila namanya dipanggil dan mengerti beberapa perintah sederhana (misal “lihat itu,” “ayo sini”). Ia meng-gunakan isyarat untuk menyatakan ke-inginannya, misalnya menunjuk, mer-entangkan tangan ke atas untuk minta digendong, atau melambaikan tangan (dadah). Ia suka membeo, menirukan kata atau bunyi yang didengarnya. Pada usia 12 bulan bayi sudah mengerti sekitar 70 kata. Hal yang perlu diwas-padai adalah bayi tidak menunjuk den-

gan jari pada usia 12 bulan, ekspresi wajah kurang pada usia 12 bulan.

Usia 12 - 18 bulan3. Pada usia ini, anak biasanya sudah

dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, dapat mengangguk atau mengge-lengkan kepala untuk menjawab per-tanyaan, menunjuk anggota tubuh atau gambar yang disebutkan orang lain, dan mengikuti perintah satu langkah (“Tolong ambilkan mainan itu”). Ko-sakata anak bertambah dengan pesat, pada usia 15 bulan, bayi baru dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, na-mun pada usia 18 bulan kosakatanya telah mencapai 5 - 50 kata. Pada akhir masa ini, anak sudah bisa menyatakan sebagian besar keinginannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, harus di-waspadai apabila tidak ada kata yang memiliki makna pada usia 16 bulan.

Usia 18 - 24 bulan4. Dalam kurun waktu ini anak menga-

lami perkembangan bicara dan bahasa yang pesat, sehingga dikatakan “leda-kan bicara dan bahasa.” Hampir setiap hari anak memiliki kosakata baru, yang didapatkan dari lingkunga. Anak dapat membuat kalimat yang terdiri atas dua kata bermakna (“mama makan,” “naik sepeda”, “turun tangga”) dan dapat mengikuti perintah pendek yang seder-hana. Pada fase ini anak akan senang mendengarkan cerita. Pada usia dua ta-hun, sekitar 50 persen bicaranya dapat dimengerti orang lain. Orangtua perlu waspada adalah apabila tidak ada kali-mat yang terdiri atas 2 kata, yang dapat dimengerti, pada saat anak anak beru-sia 24 bulan.

Usia 2 - 3 tahun5. Setelah usia 2 tahun, hampir semua

kata yang diucapkan anak telah dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah biasa menggunakan kalimat 2 sampai 3 kata, dan mendekati usia 3 tahun anak dapat mengucapkan 3 kata atau lebih, dan bahkan mulai menggunakan ka-limat tanya. Anak dapat menyebutkan nama dan kegunaan benda-benda yang sering ditemui, mengenal warna, dan

Page 72: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

68 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

senang bernyanyi atau menceritakan pendapatnya. Oleh karena itu, perlu di-waspadai apabila anak mengucapkan kalimat yang sulit dimengerti.

Usia 3 - 6 tahun6. Anak pada usia 3 – 6 tahun tertarik

mendengarkan cerita dan percakapan di sekitarnya. Anak dapat menyebut-kan nama, umur, dan jenis kelaminnya, serta menggunakan kalimat yang lebih panjang (lebih dari 4 kata) pada saat berbicara. Pada usia 4 tahun, bicaran-ya sepenuhnya dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah dapat menceri-takan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang dialami atau dili-hatnya.

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bicara

Banyak faktor-faktor yang mem-pengaruhi keterampilan berbicara anak usia dini. Perbedaan keterampilan itu dikarenakan stimulasi yang diterima, lingkungan tempat tinggal, kesehatan, jenis kelamin dan berbagai faktor yang lain. Keterampilan berbicara menga-lami proses belajar yang unik karena t digunakan sehari-hari.

Menurut Tarmasyah (1996) faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa dan bicara diantaranya:

Kondisi jasmani dan kemampuan 1. motorikKondisi jasmaniah anak meliputi kondisi fisik yang sehat, dan ini ten-tunya berpengaruh pada kemam-puan gerakan anak yang lincah dan penuh energi. Anak yang demikian mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekitarnya, kemu-dian benda tersebut diasosikan men-jadi sebuah pengertian. Untuk selan-jutnya pengertian tersebut dilahirkan dalam bentuk bahasa dan diucapkan (bicara). Anak yang mempunyai kon-disi fisik yang normal akan mempu-nyai konsep bahasa yang lebih dari anak yang kondisi fisiknya tergang-gu. Dengan demikian kemampuan berbahasa dan keterampilan berbi-

cara setiap anak akan berbeda.Kesehatan umum2. Kesehatan secara umum menunjang perkembangan setiap anak termasuk didalamnya kemampuan bahasa dan keterampilan berbicara. Anak yang mengidap penyakit tidak mempunyai kebebasan dalam mengenal lingkun-gan sekitarnya secara utuh sehingga kurang mampu mengekspresikan-nya. Anak yang sehat akan mampu mengenal lingkungan dan mengek-spresikan secara utuh dalam bentuk bahasa dan berbicara. Lebih lanjut Tarmansyah (1996: 53) mengungkap-kan“…. adanya gangguan pada kes-ehatan anak, akan mempengaruhi dalam perkembangan bahasa dan bicara. Hal ini terjadi sehubungan dengan berkurangnya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dari lingkungan. Selain itu, anak yang kesehatannya kurang baik menjadi berkurang minatnya untuk ikut aktif melakukan kegiatan, sehingga me-nyebabkan kurangnya masukan yang diperlukan untuk membentuk konsep bahasa dan perbendaharaan penger-tian. Menurut Hurlock (1978: 186) faktor yang menimbulkan perbedaan dalam belajar berbicara, anak yang sehat akan cepat belajar berbicara apabila dibandingkan dengan anak yang tidak sehat, karena ada moti-vasi untuk bergabung dengan kelom-pok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.Kecerdasan3. Kecerdasan pada anak usia dini meli-puti fungsi mental intelektual. Anak yang memiliki intelegensi tinggi akan mampu berbicara lebih awal, sedan-gkan anak yang memiliki intelegensi rendah akan terlambat dalam ke-mampuan berbahasa dan berbicara. Berdasarkan hal tersebut menunjuk-kan bahwa kecerdasan atau intele-gensi berpengaruh terhadap kemam-puan bahasa dan bicara. Menurut Hurlock (1978: 186), anak yang memi-liki kecerdasan tinggi belajar berbi-

Page 73: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

69JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

cara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih ung-gul apabila dibandingkan dengan anak yang tingkat kecerdasannya rendah, sehingga, kelancaran keter-ampilan berbicara pada anak yang memiliki kecerdasan yang baik, um-umnya tidak mengalami hambatan. Kondisi lingkungan4. Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak adalah lingkungan bermain, baik di rumah, sekitar rumah, maupun di sekolah. Oleh karena itu, lingkun-gan yang baik dapat menimbulkan minat berkomunikasi anak. Proses perolehan bahasa anak diawali den-gan kemampuan mendengar kemu-dian meniru suara. Oleh karena itu, anak tidak akan mampu berbahasa dan berbicara apabila tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan hal-hal yang pernah didengarnya. Lingkungan yang baik adalah yang memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dari pengalaman yang pernah didengarnya, kemudian mengekspresikan pengalaman dalam bahasa lisan, baik dari pengalaman mendengar, melihat, ataupun mem-baca. Sosial ekonomi5. Kondisi sosial ekonomi dapat mem-pengaruhi perkembangan bahasa dan bicara. Hal ini dikarenakan so-sial ekonomi seseorang memberi-kan dampak terhadap hal-hal yang berkaitan kemampuan berbicara dan berbahasa. Nutrisi dapat mem-pengaruhi kesehatan. Nutrisi yang bergizi akan memberikan pengaruh positif untuk perkembangan sel otak. Perkembangan sel otak inilah yang akhirnya digunakan untuk mencer-na semua rangsangan dari luar seh-ingga rangsangan tersebut melahir-kan respon dalam bentuk berbahasa dan berbicara. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kondisi so-sial ekonomi yang tinggi dapat me-menuhi kebutuhan akan nutrisi anak

yang memadai. Menurut Hurlock (1978: 186) anak dari kelompok sosial ekonomi tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbi-cara apabila dibandingkan dengan anak dari kelompok yang keadaan ekonominya lebih rendah. Penyebab utama adalah anak dari kelompok ekonomi lebih tinggi biasanya lebih banyak didorong untuk berbicara dan dibimbing untuk melakukannya.Kedwibahasaan (penggunaan dua 6. bahasa)Kedwibahasaan adalah kondisi ke-tika seseorang berada di lingkungan yang menggunakan dua bahasa atau lebih. Kondisi demikian dapat mem-pengaruhi atau memberikan aki-bat bagi perkembangan bahasa dan berbicara. Meskipun ada anggapan bahwa anak usia dini dapat belajar bahasa yang berbeda sekaligus, na-mun jika dalam penggunaannya ber-samaan dan bahasa yang digunakan berbeda, maka dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak.Neurologi7. Beberapa faktor neurologis yang mempengaruhi perkembangan baha-sa dan bicara anak menurut Tarman-syah (1996) meliputi:

Struktur susunan syarafa. Fungsi susunan syarafb. Peranan susunan syarafc. Pola hubungan syaraf dengan or-d. gan bicara

Keterlambatan BicaraPerkembangan bicara anak usia

dini dapat saja mengalami gangguan atau keterlambatan. Salah satu bentuk gangguan perkembangan yang paling sering adalah keterlambatan bicara. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat

Page 74: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

70 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

luas dan banyak, dan terdapat be-berapa risiko yang harus diwaspadai. Anak dikatakan mengalami keterlam-batan apabila kemampuan berbicara di bawah rata-rata perkembangan anak seusianya.

Sebenarnya, pada anak yang tidak mengalami gangguan bicara dan ba-hasa juga perlu dilakukan stimulasi ke-mampuan bicara dan bahasa sejak lahir, bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimu-lasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahasa akan lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasi dan interaksi sosial. Anak yang memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi sosial luas, biasanya men-galami perkembangan sosial emosional yang sangat baik.

Penyebab Keterlambatan BicaraPenyebab keterlambatan bicara

sangat banyak dan luas, mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ yang ber-tanggung jawab atas pemrosesan suara. Keterlambatan bicara pada anak da-pat disebabkan karena kelainan organ-ik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa pene-litian menunjukkan penyebab keterlam-batan bicara adalah adanya gangguan hemisfer/belahan otak yang dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Pada beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga disebabkan karena di luar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua baha-sa. Apabila penyebabnya karena ling-kungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.

Beberapa penyebab keterlambatan bicara adalah sebagai berikut.

Gangguan pendengaran1. Anak yang mengalami gangguan

pendengaran kurang atau tidak da-pat mendengar pembicaraan di seki-tarnya. Gangguan pendengaran selalu harus dipikirkan bila ada keterlam-batan bicara. Terdapat beberapa pe-nyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi berulang pada organ dalam sistem pendenga-ran. Kelainan bawaan biasanya kar-ena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang dikon-sumsi ibu saat hamil, atau apabila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan penden-garan bisa juga terjadi pada saat bayi, terutama jika bayi mengalami infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang be-rat (hiperbilirubin). Pengobatan den-gan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan penden-garan tetapi tingkat intelegensi nor-mal, perkembangan berbahasa sam-pai pada usia 6 - 9 bulan tampaknya normal dan tidak ada kemunduran, kemudian secara perlahan, kemam-puan menggumam akan hilang dis-usul hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali di-curigai sebagai kelainan saraf degen-eratif.Kelainan organ bicara2. Kelainan ini meliputi lidah yang pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), ke-lainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan men-julurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Kelain-an bibir sumbing bisa mengakibat-kan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara

Page 75: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

71JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.Retardasi mental3. Redartasi mental adalah kurang-nya tingkat intelegensi anak apabila dibandingkan dengan anak lain yang seusia. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bicara dan bahasa. Pada kasus redar-tasi mental, keterlambatan berbicara dan berbahasa selalu disertai keter-lambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.Herediter/bawaan atau kelainan kro-4. mosomGangguan herediter timbul karena adanya kelainan genetik yang menu-run dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua pada saat kecil. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47XXX mengalami ke-terlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bi-cara sebelum usia prasekolah. Bruce Bender berpendapat bahwa anak yang memiliki kromosom 47XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibanding-kan anak yang memiliki kelainan kromosom 47XXX.Kelainan otak5. Kelainan otak merujuk pada gang-guan berbahasa pada sistem saraf pusat, yang merupakan ketidak-sanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Anak ser-ing menggunakan mimik/perubahan bentuk wajah untuk menyatakan ke-hendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.Autisme6. Autisme adalah gangguan perkem-bangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komu-nikasi dan interaksi sosial.Gangguan

bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autisme. Mutisme selektif7. Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3 - 5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan ter-tentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu, atau kadang-ka-dang hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak di-hubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gang-guan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gang-guan komunikasi sentral dengan in-telegensi yang normal atau sedikit rendah.Gangguan emosi dan perilaku lain-8. nyaGangguan bicara biasanya meny-erta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah un-tuk dikenali. Kejadian ini biasanya disertai kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya.Alergi makanan9. Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gangguan perkem-bangan, yang salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi ma-kanan sebagai penyebab, biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkem-bangan bicaranya.

Deprivasi lingkungan10. Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsangan yang cukup dari lingkungannya. Apabila anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang ma-kan atau kekerasan (child abuse), maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan de-

Page 76: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

72 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

privasi semata-mata tetapi juga ke-lainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak. Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengaki-batkan keterlambatan bicara adalah:

Lingkungan yang sepia. Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi keterampilan bicara didapatkan dengan cara meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru, maka akan menghambat kemam-puan bicara dan bahasa pada anak.Status sosial ekonomib. Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak terampil.Proses pembelajaran yang salahc. Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembangan bi-cara dan bahasa pada anak, kare-na perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembe-lajaran dari lingkungan.Pola pengasuhan di rumahd. Bicara bisa mengekspresikan ke-marahan, ketegangan, kekacauan dan ketidaksenangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak un-tuk menjauhi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.Harapan orangtua yang berlebi-e. hanSikap orang tua yang mempu-nyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya, dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan den-gan harapan anaknya menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan meng-hambat kemampuan bicaranya.Anak kembarf. Pada anak kembar didapatkan

perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberi-kan lingkungan bicara yang bu-ruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama – sama belum bagus.Penggunaan dua bahasag. Pemakaian dua bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlam-batan bicara, namun keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian dua ba-hasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak mempu-nyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa, kecuali pada anak den-gan kecerdasan yang tinggi.Keterlambatan fungsionalh. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas-nya adalah anak tidak menunjuk-kan kelainan neurologis lain.

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digu-nakan adalah kualitatif, karena bertu-juan untuk mengumpulkan data/ infor-masi yang masih bersifat “tersembunyi (hidden)” atau data yang bersifat baru. Pendekatan ini dipilih juga dimaksud-kan untuk mendapatkan data/infor-masi secara mendalam, sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan produk selanjutnya.

Tahapan KegiatanPersiapan1.

Konsolidasi dan koordinasi den-a. gan timPenyiapan alat tulisb.

Page 77: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

73JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Penyusunan desain studi penda-c. huluanPengembangan instrumend. Penggandaan instrumene. Koordinasi dengan lokasi studi f. pendahuluan

Pelaksanaan2. Pengumpulan dataa. Pengolahan dan analisis datab. Penyusunan laporan hasil studi c. pendahuluan

Tindak lanjut3. Menyusun rencana tindak lanjut, yaitu merancang program stimulasi untuk penanganan anak dengan ke-terlambatan bicara.

Waktu dan LokasiKegiatan penelitian pendahuluan

dilakukan di :Kabupaten Malang1. PAUD Islam Al Husna, Lawang View, Kota Malang Kota Surabaya2. PAUD Agripina

SasaranSasaran penelitian pendahuluan

adalah lembaga PAUD, dengan infor-man :

Orang tua1. Anak dengan keterlambatan berbi-2. caraPendidik PAUD3. Pengelola PAUD4.

InstrumenInstrumen dalam penelitian pen-

dahuluan adalah panduan wawancara dan panduan observasi (pengamatan).

Analisis DataData akan dianalisis secara kuali-

tatif menggunakan content analysis, dengan tahapan :

Display data1. Reduksi data2. Pengolahan dan analisis3. Perumusan kesimpulan awal4.

HASIL Kondisi Satuan Pendidikan Anak Usia DiniPAUD Islam Al Husna

PAUD Islam Al Husna berada di Kabupaten Malang, tepatnya di Jl. Lawang View Tama I, Lawang, Kabu-paten Malang, PAUD ini memberikan layanan yang komprehensif bagi anak usia dini, yaitu Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan Taman Kanak-kanak (TK). Visi lem-baga tercantum dalam dokumen dan terpampang di dinding, sehingga bisa dibaca dan dilihat oleh setiap orang yang berkunjung.

Visi lembaga PAUD Islam Al Husna adalah mewujudkan lembaga PAUD yang unggul di Malang. Jabaran visi, yang berupa misi lembaga, antara lain:

Mewujudkan kurikulum PAUD yang 1. lengkap dan berorientasi ke depanMewujudkan proses pembelajaran 2. yang aktif, kreatif, menyenangkan dan inovatifMewujudkan lulusan PAUD yang 3. siap menuju jenjang berikutnyaMewujudkan sumber daya manusia 4. dan tenaga pendidikan dan kepen-didikan yang handal

Lembaga PAUD Islam Al Husna didukung oleh oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 dan memiliki kompetensi di bidang PAUD. Seluruh pendidik dan tenaga kependidikan te-lah mendapatkan pelatihan di bidang PAUD. Sasaran layanan lembaga ini tidak hanya anak-anak dengan kemam-puan rata-rata atau anak-anak keban-yakan, tetapi juga anak yang memiliki kebutuhan khusus, termasuk anak den-gan keterlambatan berbicara, baik yang ringan, sedang maupun berat. Total anak yang mengalami keterlambatan bicara di lembaga ini adalah 40 anak. Oleh karena itu, lembaga ini memiliki pendamping khusus bagi anak dengan keterlambatan bicara yang melakukan terapi wicara.

Sebaran data anak dengan keter-

Page 78: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

74 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

lambatan bicara yang adalah di PAUD Islam Al Husna disajikan berikut ini.

No. UsiaJumlah Menurut Jenis

Kelamin TotalLaki-laki Perempuan

1. 0 – 1 Tahun 1 0 12. 1 – 2 Tahun 0 0 03. 2 – 3 Tahun 5 2 74. 3 – 4 Tahun 7 1 85. 4 – 5 Tahun 1 0 16. 5 – 6 Tahun 14 2 167. 7 – 8 Tahun 3 4 7

Total 31 9 40

Tabel 1.Data Anak dengan Keterlambatan Berbicara (Speech

Delay), PAUD Islam Al Husna, Kecamatan Lawang, Kabupaten

Malang, 2016

Dari tabel di atas tampak bahwa anak yang mengalami keterlambatan bicara sebagian besar adalah laki-laki.

TPA AgripinaTPA Agripina terletak di Jalan Raya

Pandugo No. 202, Surabaya. Visi lem-baga adalah Mencetak Generasi yang berakhlak mulia, cerdas, terampil dan mandiri. Untuk mewujudkan visi terse-but, misi yang diemban oleh lembaga adalah membentuk anak yang cerdas secara intelektual, maupun emosional, kreatif, serta mandiri dengan mencip-takan suasana belajar sambil bermain yang menyenangkan agar anak berkem-bang secara optimal. TPA Agripina se-sungguhnya merupakan bagian ter-integrasi dari PAUD Agripina, yang memberikan layanan TPA, Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-Ka-nak (TK).

Secara umum, PAUD Agripina me-layani rentang usia 3 – 6 tahun, dengan data anak sebagai berikut.

Tabel 2.Data Anak di PAUD Agripina, 2016

No Usia Jumlah Menurut Jenis Kelamin

Total

Laki-laki Perempuan1. 0 – 1 Tahun - -2. 1 – 2 Tahun - -

3. 2 – 3 Tahun - -4. 3 – 4 Tahun 11 12 235. 4 – 5 Tahun 17 13 306. 5 – 6 Tahun 32 23 55

Total 60 48 108Dari tabel di atas tampak bahwa

sebagian besar peserta didik di PAUD Agripina adalah laki-laki.

Di TPA Agripina terdapat anak dengan keterlambatan berbicara, akan tetapi belum ada pendamping khusus yang menanganinya. Data anak den-gan keterlambatan berbicara di TPA Agripina disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.Data Anak dengan Keterlambatan Berbicara (Speech

Delay), TPA Agripina, Kota Surabaya, 2016

No. UsiaJumlah Menurut Jenis

Kelamin TotalLaki-laki Perempuan

1. 0 – 1 Tahun - - -2. 1 – 2 Tahun - - -3. 2 – 3 Tahun 2 1 34. 3 – 4 Tahun 1 2 35. 4 – 5 Tahun - - -6. 5 – 6 Tahun 2 1 3

Total 5 4 9Dari tabel di atas, tampak bahwa

sebagian besar peserta didik yang men-galami keterlambatan bicara adalah laki-laki.

Pemahaman dan Penanganan Anak dengan Keterlambatan Bicara

Responden memiliki pemahaman yang bervariasi terkait dengan anak berkebutuhan khusus. Beberapa penda-pat responden tersebut sebagaimana dalam kutipan wawancara sebagai ber-ikut.

“Keterlambatan bicara adalah salah satu kelainan perkembangan anak dalam kemampuan berbicara aktif dan reseptif. Biasanya keterlambatan bicara ini akibat salah asuh, kurang stimulasi wicara dan karena gangguan fisik anak.” (Resp. 01)

“Anak yang terlambat berbicara adalah anak yang belum mampu berbicara lancar atau hanya bisa

Page 79: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

75JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

mengucapkan potongan kata saja pada usia tertentu”. (Resp. 02)

Sementara itu, responden juga me-nyebutkan beberapa tanda-tanda ke-terlambatan bicara pada anak, dian-taranya :

Kemampuan menirukan pengucapan 1. kata lebih rendah apabila dibanding-kan dengan anak seusianya, misalnya kesulitan dalam mengucapkan hurufKosakata yang dimiliki lebih sedikit, 2. dan bahkan ada yang kurangKesulitan mengikuti perintah3. Kesulitan dalam menjawab pertan-4. yaanKadang-kadang diikuti oleh kesuli-5. tan dalam kontak mataLebih banyak menggunakan ba-6. hasa tubuhKesulitan dalam merangkai ka-7. limat

Terkait dengan adanya anak yang mengalami keterlambatan bicara, be-berapa stimulasi yang diberikan oleh pendidik antara lain berupa :

Terapi meniup1. Senam lidah (menjulurkan lidah ke 2. kanan – ke kiri – ke depan)Latihan meniup dan menirukan 3. suku kata bilabial (pa, ma, ba)Latihan menirukan kata-kata 4. yang pendek

Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh pendidik dalam melakukan pen-anganan atau stimulasi terhadap anak yang mengalami keterlambatan bicara antara lain :

Orangtua tidak mendukung dengan 1. latihan di rumah secara intensifAnak yang mengalami keterlambatan 2.

bicara biasanya diikuti dengan kesu-litan atau kebutuhan khusus lainnyaWaktu yang diperlukan untuk 3. melakukan stimulasi biasanya cukup lamaDiperlukan metode yang tepat untuk 4. melatih sehingga anak tidak bosanKurangnya pengetahuan pendidik 5. tentang stimulasi terhadap anak den-gan keterlambatan bicaraTidak ada pendampingan 6. bagi pendidik dan orangtua dalam melakukan stimulasi

Beberapa media pembelajaran yang diperlukan antara lain :

Gambar1. Lilin2. Balon3. Es krim, coklat atau permen4. Boneka5. Flashcard6. Puzzle7. Alat musik8. Alat permainan fisik9.

Bola10.

Profil Anak dengan Keterlambatan Bicara Profil Anak dengan Keterlambatan Bicara di PAUD Islam Al Husna

Ketika dilakukan profiling anak dengan keterlambatan berbicara, ternyata didapatkan gambaran yang sangat bervariasi. Gambaran terse-but menyangkut data kesehatan anak berdasarkan keterangan orangtua dan kondisi anak ketika berada di lembaga PAUD. Gambaran data kesehatan anak sebagai berikut.

No. Kondisi Kesehatan Anak Jumlah Anak

1. Ibu yang mengalami permasalahan kesehatan saat hamil2 Anak dilahirkan lebih lambat dari waktu persalinan yang seharusnya 43 Proses kelahiran dibantu dengan forsep, vakum, operasi, induksi 34 Saat melahirkan perlu waktu panjang 55 Bayi lahir dengan ukuran kecil 16 Terdapat tanda fisik yang berbeda dari umumnya (kuning, sisik, bentuk tengkorak

beda)-

Page 80: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

76 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

No. Kondisi Kesehatan Anak Jumlah Anak

7 Anak mengalami kesulitan untuk minum/disusui 48 Antara usia 6 – 18 bulan anak tidak memberikan respons yang memadai 39 Anak mengembangkan sikap kasar saat bergerak waktu berdiri atau duduk 1

10 Anak sering membenturkan kepala 111 Anak melompati tahapan merangkak 612 Anak terlambat untuk bicara (kurang dari 2-3 kata dalam 2 tahun) 1813 Anak mengalami sakit yang serius atau kejang di periode 18 bulan awal sejak

kelahiran5

14 Terdapat gejala eksim, asma atau alergi -15 Anak mengalami reaksi terhadap vaksinasi -16 Anak mengisap jempol setelah usia 5 tahun 317 Anak mengalami kesulitan untuk belajar berpakaian sendiri 718 Anak mengompol setelah usia 5 tahun 419 Anak mengalami masalah saat perjalanan atau mabuk perjalanan 220 Anak mengalami kesulitan menetapkan dominasi tangan atau memindahkan objek

melampui garis tengah tubuh2

Tabel 4.Gambaran Data Kesehatan Anak dengan

Keterlambatan Berbicara, PAUD Islam Al Husna, Kec. Lawang, Kab. Malang, 2016

Dari tabel di atas tampak bahwa anak dengan keterlambatan bicara memiliki profil sebagai berikut.

Pra-natal1. Ibu mengalami permasalahan a. kesehatan pada saat hamil, mis-alnya hipertensi, kandungan gula darah tinggiAnak dilahirkan melebihi waktu-b. nya (proses kehamilan melebihi 9 bulan 10 hari)

Ante-natal2. Proses kelahiran dibantu dengan a. forsep, vakum, operasi, induksiPada saat melahirkan perlu wak-b. tu panjang

Post-natal3. Anak mengalami kesulitan mi-a. num/menyusuAnak pendiamb. Anak melompati tahapan mer-c. angkakAnak terlambat untuk bicara d. (kurang dari 2-3 kata dalam 2 ta-hun)Anak mengalami sakit yang se-e. rius atau kejang di periode 18 bu-lan awal sejak kelahiranAnak masih mengompol setelah f. usia 5 tahunAnak kesulitan menandai domi-g. nasi obyek

Profil anak dengan keterlambatan bicara terkait dengan aktivitas anak di lembaga PAUD, disajikan pada tabel berikut ini.

No. Kondisi Anak di Lembaga PAUD Jumlah Anak

1. Anak mengalami masalah untuk memegang alat tulis di saat awal masa sekolah 152 Anak mengalami masalah menyampaikan mengenai waktu dari jam analog 133 Anak mengalami kesulitan mengendarai sepeda 64 Anak pernah mengalami masalah sinus atau infeksi telinga atau sakit kepala 145 Anak mengalami kesulitan menangkap bola 116 Anak banyak bergerak dan sulit diam 137 Anak sering mengalami kesalahan penyalinan huruf atau tulisan dari papan tulis 128 Anak pernah mengalami kehilangan huruf atau menulis huruf terbalik 79 Anak memegang alat tulis dengan cara yang tidak wajar 1

Page 81: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

77JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Tabel 5.Gambaran Data Profil Anak dengan Keterlambatan Berbicara ketika Berada di Lembaga PAUD, PAUD Islam Al Husna, Kec. Lawang, Kab. Malang, 2016

Dari tabel di atas tampak bahwa anak dengan keterlambatan bicara menunjukkan kecenderungan sebagai berikut.

Mengalami masalah dalam meng-a. gunakan alat tulisMengalami masalah menyampai-b. kan mengenai waktu Mengalami kesulitan mengenda-c. rai sepedaPernah mengalami masalah sinus d. atau infeksi telinga atau sakit kepalaMengalami kesulitan menangkap e. bola

No. Kondisi Anak di Lembaga PAUD Jumlah Anak

10 Anak pernah mendapat diagnosis kelemahan otot atau ADHD 111 Jika ada suara mendadak, anak bereaksi berlebihan 6

No. Kondisi Kesehatan Anak Jumlah Anak

1. Ibu yang mengalami permasalahan kesehatan saat hamil -2 Anak dilahirkan lebih lambat dari waktu persalinan yang seharusnya -3 Proses kelahiran dibantu dengan forsep, vakum, operasi, induksi -4 Saat melahirkan perlu waktu panjang -5 Bayi lahir dengan ukuran kecil -6 Terdapat tanda fisik yang berbeda dari umumnya (kuning, sisik, bentuk tengkorak beda) -7 Anak mengalami kesulitan untuk minum/disusui 18 Antara usia 6 – 18 bulan anak tidak memberikan respons yang memadai 29 Anak mengembangkan sikap kasar saat bergerak waktu berdiri atau duduk -10 Anak sering membenturkan kepala 111 Anak melompati tahapan merangkak -12 Anak terlambat untuk bicara (kurang dari 2-3 kata dalam 2 tahun) -13 Anak mengalami sakit yang serius atau kejang di periode 18 bulan awal sejak kelahiran 314 Terdapat gejala eksim, asma atau alergi 115 Anak mengalami reaksi terhadap vaksinasi 216 Anak mengisap jempol setelah usia 5 tahun -17 Anak mengalami kesulitan untuk belajar berpakaian sendiri -18 Anak mengompol setelah usia 5 tahun -19 Anak mengalami masalah saat perjalanan atau mabuk perjalanan -20 Anak mengalami kesulitan menetapkan dominasi tangan atau memindahkan objek

melampaui garis tengah tubuh-

Banyak bergerak dan sulit diamf. Sering mengalami kesalahan pe-g. nyalinan huruf atau tulisan dari papan tulisPernah mengalami kehilangan h. huruf atau menulis huruf terba-likMemegang alat tulis dengan cara i. yang tidak wajarPernah mendapat diagnosis kele-j. mahan otot atau ADHDJika ada suara mendadak, anak k. bereaksi berlebihan

Profil Anak dengan Keterlambatan 4. Bicara di TPA Agripina

Profil anak dengan keterlambatan bicara terkait dengan kondisi keseha-tan anak pada saat dilahirkan, disaji-kan pada tabel berikut ini.

Tabel 6.Gambaran Data Kesehatan Anak dengan

Keterlambatan Berbicara, TPA Agripina, Kota Surabaya, 2016

Dari tabel di atas, tampak bahwa profil kesehatan anak dengan keter-

lambatan bicara terutama teridenti-fikasi setelah anak dilahirkan sebagai berikut:

Anak kesulitan minum atau me-a. nyusu

Page 82: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

78 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Anak cenderung diam atau tidak b. merespons pada usia antara 6 – 18 bulan Anak mengembangkan sikap c. kasar saat bergerak waktu berdi-ri atau dudukAnak sering membenturkan d. kepalaAnak melompati tahapan mer-e. angkakAnak terlambat untuk bicara f.

(kurang dari 2-3 kata dalam 2 ta-hun)Anak pernah mengalami sakit g. yang serius atau kejang di periode 18 bulan awal sejak kelahiranAda gejala eksim, asma atau al-h. ergi

Profil anak dengan keterlambatan bicara terkait dengan aktivitas anak di lembaga PAUD, disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 7.Gambaran Data Profil Anak dengan Keterlambatan Berbicara ketika Berada di Lembaga PAUD, TPA Agripina,

Kota Surabaya, 2016

No. Kondisi Anak di Lembaga PAUD Jumlah Anak

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.

Anak mengalami masalah untuk memegang alat tulis di saat awal masa sekolahAnak mengalami masalah menyampaikan mengenai waktu dari jam analogAnak mengalami kesulitan mengendarai sepedaAnak pernah mengalami masalah sinus atau infeksi telinga atau sakit kepalaAnak mengalami kesulitan menangkap bolaAnak banyak bergerak dan sulit diamAnak sering mengalami kesalahan penyalinan huruf atau tulisan dari papan tulisAnak pernah mengalami kehilangan huruf atau menulis huruf terbalikAnak memegang alat tulis dengan cara yang tidak wajarAnak pernah mendapat diagnosis kelemahan otot atau ADHDJika ada suara mendadak, anak bereaksi berlebihan

13212123122

Dari tabel di atas, tampak bahwa anak dengan keterlambatan bicara (speech delay) menunjukkan kecenderungan sebagai berikut.

Mengalami masalah menggunakan alat tulis1. Mengalami masalah menyampaikan mengenai waktu 2. Kesulitan mengendarai sepeda3. Pernah mengalami masalah sinus atau infeksi telinga atau sakit kepala4. Mengalami kesulitan menangkap bola5. Banyak bergerak dan sulit diam6. Sering mengalami kesalahan penyalinan huruf atau tulisan dari papan tu-7. lisPernah mengalami kehilangan huruf atau menulis huruf terbalik8. Memegang alat tulis dengan cara yang tidak wajar9.

Pernah mendapat diagnosis kelemahan otot atau ADHD10. Jika ada suara mendadak, anak bereaksi berlebihan11.

PEMBAHASANKemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar

anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stim-ulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual (pengli-hatan), verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dan lain-lain da-pat mengoptimalkan perkembangan anak.

Page 83: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

79JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan kebu-tuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Pada tahap perkem-bangan awal anak berada pada tahap sensori motorik. Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan menin-gkatkan perhatian anak terhadap ling-kungannya, bayi akan gembira dengan tertawa-tawa dan menggerak-gerak-kan seluruh tubuhnya, tetapi bila rang-sangan itu terlalu banyak, reaksi dapat sebaliknya yaitu perhatian anak akan berkurang dan anak akan menangis.

Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan. Stimulus verbal pada periode ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak pada ta-hun pertama kehidupannya. Kualitas dan kuantitas vokal seorang anak dapat bertambah dengan stimulasi verbal dan anak akan belajar menirukan kata-ka-ta yang didengarnya. Akan tetapi, bila simulasi auditif terlalu banyak (ling-kungan ribut) anak akan mengalami kesukaran dalam membedakan berba-gai macam suara.

Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak meru-pakan stimulasi awal yang penting, karena dapat menimbulkan sifat-si-fat ekspresif misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan mata sep-erti ekspresi keheranan, dll. Selain itu anak juga memerlukan stimulasi tak-til, kurangnya stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional dan motorik. Perha-tian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak, misal-nya dengan bercakap-cakap, membe-lai, mencium, bermain dll. Stimulasi ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak, sehingga anak akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan lebih berkembang. Pada anak yang lebih besar yang su-dah mampu berjalan dan berbicara, akan senang melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap lingkungannya. Motif ini dapat diperkuat atau diper-

lemah oleh lingkungannya melalui se-jumlah rekasi yang diberikan terhadap perilaku anak tersebut. Misalnya anak akan belajar untuk mengetahui peri-laku mana yang membuat ibu senang/mendapat pujian dari ibu, dan perilaku mana yang mendapat marah dari ibu. Anak yang dibesarkan dalam lingkun-gan yang responsif akan memperlihat-kan perilaku eksploratif yang tinggi. Stimulasi verbal juga dibutuhkan pada tahap perkembangan ini. Dengan pen-guasaan bahasa, anak akan mengem-bangkan ide-idenya melalui pertan-yaan-pertanyaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya (kecerdasan).

Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan keluarg-anya, perhatian mulai teralih ke teman sebayanya. Akan sangat menguntung-kan apabila anak mempunyai banyak kesempatan untuk bersosialisasi den-gan lingkungannya. Melalui sosialisasi anak akan memperoleh lebih banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosial anak. Pada saat ini di Indonesia telah dikembangkan program untuk anak-anak prasekolah yang bertujuan untuk menstimulasi perkembangan anak sedini mungkin, dengan menggunakan APE (alat per-mainan edukatif). APE adalah alat per-mainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan den-gan usianya dan tingkat perkemban-gannya, serta berguna untuk pengem-bangan aspek fisik (kegiatan-kegiatan yang menunjang atau merangsang per-tumbuhan fisik anak), aspek bahasa (dengan melatih berbicara, menggu-nakan kalimat yang benar), aspek ke-cerdasan (dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna dll.), dan aspek sosial (khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu dan anak, keluarga, dan masyarakat).

Bermain, mengajak anak berbicara, dan kasih sayang adalah ’makanan’ yang penting untuk perkembangan anak, seperti halnya kebutuhan makan

Page 84: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

80 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

untuk pertumbuhan badan. Bermain bagi anak tidak sekedar mengisi waktu luang saja, tetapi melalui bermain anak belajar mengendalikan dan mengkoor-dinasikan otot-ototnya, melibatkan persaan, emosi, dan pikirannya. Seh-ingga dengan bermain anak mendapat berbagai pengalaman hidup, selain itu bila dikakukan bersama orang tuanya hubungan orang tua dan anak menjadi semakin akrab dan orang tua juga akan segera mengetahui kalau terdapat gang-guan perkembangan anak secara dini. Buku bacaan anak juga penting karena akan menambah kemampuan berba-hasa, berkomunikasi, serta menambah wawasan terhadap lingkungannya. Un-tuk perkembangan motorik serta per-tumbuhan otot-otot tubuh diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain, latihan-latihan atau olah raga. Anak perlu diperkenalkan dengan olah raga sedini mungkin, misalnya melempar/menangkap bola, melompat, main tali, naik sepeda dll). Seorang ahli mengata-kan bahwa prioritas untuk anak adalah makanan, perawatan kesehatan, dan bermain. Makanan yang baik, pertum-buhan yang adekuat, dan kesehatan yang terpelihara adalah penting, tetapi perkembangan intelektual juga diper-lukan. Bermain merupakan ”sekolah” yang berharga bagi anak sehingga perkembangan intelektualnya optimal.

Dari data yang didapatkan pada saat studi eksplorasi, diperoleh gamba-ran bahwa kondisi anak dengan keter-lambatan berbicara sangat bervariasi, demikian pula tanda-tanda yang dia-lami oleh anak. Tanda-tanda tersebut yang perlu dipahami oleh orangtua dan pendidik, sehingga dapat dilaku-kan stimulasi dengan tepat. Walaupun kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apa-bila seorang anak mengalami keter-lambatan perkembangan atau penyim-pangan perkembangan. Demikian pula bila terjadi penurunan kemampuan berbahasa dan bicara seorang anak kita harus lebih mewaspadainya. Mis-

alnya pada umur tertentu anak sudah bisa memanggil papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian kemampuan tersebut menghilang. Demikian pula dengan penurunan kemampuan men-gioceh, yang sebelumnya sering jadi berkurang atau pendiam. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menin-gkatkan pemahaman dan keterampilan orangtua serta pendidik dalam menge-nali dan melakukan intervensi dini, se-hingga keterlambatan berbicara dapat ditanggulangi sejak dini.

Dari gambaran latar belakang anak, tampak bahwa penyebab utama tim-bulnya keterlambatan berbicara adalah deprivasi lingkungan, yang antara lain timbul karena :

Proses pembelajaran komunikasi 1. yang tidak tepatCara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlam-batan perkembangan bicara dan ba-hasa pada anak, karena perkemban-gan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran dari ling-kungan.Pola pengasuhan di rumah2. Bicara bisa mengekspresikan ke-marahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak senangan seseorang, seh-ingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk men-jauhi kondisi yang tidak menyenang-kan tersebut.Harapan orangtua yang berlebihan3. Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang berlebi-han terhadap anaknya, dengan mem-berikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya menjadi superior. Anak akan menga-lami tekanan yang justru akan meng-hambat kemampuan bicaranya.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Prevalensi anak dengan keterlam-1. batan bicara sekitar 10% dari total anak yang dilayani oleh lembaga PAUD

Page 85: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

81JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Program stimulasi yang dilakukan 2. di lembaga PAUD sangat bervariasi, karena beragamnya kecakapan pen-didik dalam penanganan anak den-gan keterlambatan berbicaraSarana dan prasarana yang digu-3. nakan sangat beragam, sesuai den-gan yang ada di lembaga PAUD dan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh pendidikKecakapan pendidik dalam melaku-4. kan deteksi dini, stimulasi dan pe-nilaian sebagian besar masih belum memadaiProfilling anak belum dilakukan oleh 5. lembaga, sehingga sebagian besar pendidik belum memahami latar be-lakang anak yang mengalami keter-lambatan berbicaraHasil profilling yang dilakukan 6. menunjukkan bahwa anak dengan keterlambatan bicara memiliki ri-wayat pre-natal, ante-natal dan post-natal yang beragamKeterlambatan bicara yang ban-7. yak dialami adalah fungsional dan merupakan ketidakmatangan organ dan fungsi bicara pada anak, yang

pada usia tertentu, terutama setelah usia 2 tahun akan membaik dengan stimulasi yang tepat Sebagian kecil anak mengalami 8. keterlambatan bicara yang bersifat non fungsional, dan beberapa diser-tai gangguan yang lain, yaitu hiper-aktivitas, autisme, kerusakan organ di bagian otak, disleksia, kelemahan tonus ototBelum adanya alur rujukan/pe-9. natalaksanaan anak dengan keter-lambatan bicara

SaranPerlu pengembangan program stimu-1. lasi yang akan dilakukan oleh pen-didik adalah yang bersifat seder-hana dan praktis, serta itekankan untuk mengatasi keterlambatan bi-cara yang bersifat fungsional Fokus pengembangan program ada-2. lah mengoptimalkan kematangan or-gan/fungsi bicara pada anakProgram stimulasi yang dikembang-3. kan memiliki alur : Deteksi Dini – Stimulasi/Intervensi Dini – Penilaian – Alur Rujukan

DAFTAR PUSTAKA

Beyeng, Rosalia, Soetjiningsih, Trisna Windiani. 2012. Prevalensi dan Karakteristik Keterlambatan Bicara Pada Anak Prasekolah Di TPA Werdhi Kumara I Dengan Early Language Milestone Scale-2, Jurnal Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta

Chomsky. 1982. Lectures of Government and Binding. Foris. New YorkCochran-Smith M. 1984. The Making of A Reader. Ablex. NorwoodDolgde. 2007. The Brain That Changes Itself. Penguin Books. LondonHurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Penerbit Erlangga. JakartaIndriati, Etty. 2015. Kesulitan Bicara dan Berbahasa pada Anak. Prenadamedia.

JakartaKaptiningsih, Andi, Dwijo Saputro, Edith Humris, et al. 1997. Stimulasi, Deteksi

dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Madyawati, Lilis. 2016. Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak. Prenadamedia. Jakarta

Narendra, Moersinthowarti B, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, et al. 2005. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. CV Sagung Seto. Surabaya

Otto, Beverly. 2015. Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini. Prenadamedia. Jakarta

Page 86: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

82 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Santrock, John W. 1995. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Penerbit Erlangga. Jakarta

Sadjaah, Edja, Dardjo Sukarja. 2005. Bina, Wicara, Persepsi, Bunyi dan Irama. Departemen Pendidikan Nasional

UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial. 2011. Skrining Perkembangan Balita. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

UKK Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. 2011. Deteksi Dini Tanda dan Gejala Penyimpangan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Ikatan Dokter Anak Jawa Timur. Surabaya

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kementerian Pendidikan Republik Indonesia

Wahjuni. 1998. Pemeriksaan Penyaringan Keterlambatan Bahasa pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat. FKUI. Jakarta

Yliherva A, Olsen P, Maki-Torkko E, Koiranen M, Jarvelin MR. 2001 : 90. Linguistic and Motor Abilities of Low-Birthweight Children as Assessed by Parents and Teachers at 8 Years of Age, Journal of Acta Paediatr. New York

Page 87: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

Puspita, Penanganan keterlambatan bicara

83JPNF Vol. 14, No.1 2016

Profil Penulis

Kasrani, lahir di Suliliran, Paser, Kalimantan Timur, 15 Juli 1975. Gelar sarjana diraihnya tahun 2007 dari Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Balikpapan, Kalimantan Timur. Meraih gelar S2 pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Mulawarman, Samarinda tahun 2011. Di sela aktivitasnya sebagai Kepala Seksi PAUD Dinas Pendidikan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Kasrani tengah menempuh studi doktoral jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Mulawarman, Samarinda.

Santoso, lahir di Lampung Tengah pada tanggal 18 Mei 1970. Pamong Belajar Madya di BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur ini, menamatkan S2 Sosiologi Pedesaan di Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 2008 dan saat ini sedang menempuh studi doktoral.

Abdul Rahmat, lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 5 Maret 1978. Pendidikan sarjana diselesaikan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002). Gelar Magister Pendidikan diraih di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada 2004 dan pada 2011 merengkuh predikat sebagai doktor dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sejak 2008, mengajar di jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) sambil menulis sejumlah buku. Dua bukunya berjudul Super Teacher and Kearifan Cinta Sang Guru menjadi best seller. Pendiri dan Direktur Eksekutif Institute Development for Empowerment (Independent) and Ideas Community ini juga aktif di BKKBN Provinsi Gorontalo dalam isu kesehatan reproduksi remaja.

Bambang Kunaedi, lahir di Simbang Kulon, Pekalongan, Jawa Tengah, 9 Maret 1965. Gelar sarjana diraih dari IKIP Manado (1989) dan menyelesaikan studi magister di Universitas Hasanudin (2006). Berkarier di dunia pendidikan non formal (PNF) sejak 2007 saat bertugas sebagai Kasie Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kab. Gorontalo Utara. Pada tahun 2009 mendapat kepercayaan sebagai Kabid PNFI Dikpora Kab. Gorontalo Utara selama dua tahun. Setelah sempat bertugas sebagai Kabid Promosi dan Kemitrausahaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Gorontalo Utara selama setahun, sejak 2012 kembali berkecimpung di dunia PNF sebagai Kepala Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Provinsi Gorontalo.

Page 88: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

84 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Putu Ashintya Widhiartha, lahir di Surabaya tanggal 22 Juli 1977. Pamong Belajar Madya BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur ini menyelesaikan gelar sarjana di Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya tahun 2000. Pada tahun 2004 melan-jutkan studi master di jurusan Teknologi Informasi Universitas Ritsumeikan, Jepang hingga lulus tahun 2006. Karyanya pernah menjadi nominator Indonesia ICT Awards tahun 2008 kategori e-education. Keikutsertaannya dalam “JICA Training for Pro-moting Nonformal Education” di Hiroshima University, Jepang dan UNESCO Bangkok, Thailand pada tahun 2010 mengantar-kannya menjadi peserta terbaik.

Wiwin Yulianingsih, lahir di Tuban, 27 Juli 1979. Menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (1998) dan meraih gelar Magister Pendidikan dari Program Studi PLS, Universitas Negeri Malang (2002). Dosen di Jurusan PLS FIP Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini banyak melakukan penelitian pada bidang pemberdayaan masyarakat di sejumlah daerah di Jawa Timur. Sejumlah buku yang pernah ditulis antara lain “Media Pembelajaran PLS” (2011), “Pedoman Lab. Site Jurusan PLS FIP Unesa” (2013), “Buku Pedoman PKL” (2013) dan “Pendidikan Masyarakat” (2013). Di sela kegiatan mengajarnya, dia juga aktif dalam organisasi Ikatan Akademisi Pendidikan Non Formal Informal (IKAPNFI).

Widya Ayu Puspita, lahir di Malang tanggal 27 Agustus 1975. Pamong Belajar Madya BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur ini menyelesaikan pendidikan S3 Kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Telah banyak menghasilkan karya tulis ilmiah. Salah satunya menjadi karya tulis terbaik dalam Lomba Karya Tulis Nasional Pamong Belajar tingkat Nasional pada tahun 2004 dan 2006.

Page 89: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

85JPNF Vol. 14, No.1 2016

Petunjuk Bagi Penulisan Artikel di Jurnal PNF BP-PAUD dan Dikmas Jawa Timur

Artikel yang ditulis meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang 1. kependidikan dan pembelajaran, utamanya Pendidikan Nonformal dan Infor-mal. Naskah dibuat dalam program MS Word dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1.0, dengan ukuran kertas A4, dan panjang naskah maksimum 15 halaman. Pengiriman naskah dalam bentuk attachment e-mail ditujukan ke alamat: [email protected] Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di 2. bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantu-mkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjur-kan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi.Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, diser-3. tai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar-kecil di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 16 poin. Peringkat judul bagian dinyata-kan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dic-etak tebal atau tebal dan miring ), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar ak-4. ademik); abstrak (maksimum 150 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan uta-ma (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan.Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar 5. akademik); abstrak (maksimum 150 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan.Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 ta-6. hun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel peneli-tian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, ta-7. hun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keteran-gan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: ( Davis , 2002: 47).Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurut-8. kan secara alfabetis dan kronologis.Buku:Anderson , D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education . Berkeley: Mc-Cutchan Publishing Co.

Buku kumpulan artikel:

Page 90: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

86 JPNF Vol. 14, No.1 2016

Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.Artikel dalam buku kumpulan artikel:Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Representation. Da-lam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.Artikel dalam jurnal atau majalah:Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profe-sional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor , XX (4): 57-61.Artikel dalam koran:Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan?Majapahit Pos , hlm. 4 & 11.Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):Jawa Pos. 22 April, 1995 . Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.Dokumen resmi:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Lapo-ran Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional . 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.Buku terjemahan:Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan . Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasion-al Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi . Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.Makalah seminar, lokakarya, penataran:Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah . Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Univer-sitas Lambungmangkurat, Banjarmasin , 9-11 Agustus.Internet (karya individual):Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm , (Online), http://journal.ecs.soton.ac.uk/sur-vey/survey.html , diakses 12 Juni 1996).Internet (artikel dalam jurnal online):Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan . (Online), Jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id , di-akses 20 Januari 2000).Internet (bahan diskusi):Wilson, D. 20 November 1995 . Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected] , diakses 22 No-vember 1995).Internet (e-mail pribadi):Naga, D.S. ([email protected] ). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP . E-mail kepada Ali Saukah ([email protected] ).

Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan 9. dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Universitas Negeri Malang, 2000) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa In-donesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris

Page 91: JPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.idpauddikmasjatim.kemdikbud.go.id/ebook/jpnf/jpnf_1_2016.pdfJPNF Vol. 14, No.1 2016 - pauddikmasjatim.kemdikbud.go.id

87JPNF Vol. 14, No.1 2016

menggunakan ragam baku.Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang di-10. tunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomen-dasi/saran dari mitra bestari atau penyunting.Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/11. atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah. Penyunting tidak berkewajiban mengembalikan artikel yang tidak dimuat.Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan soft-12. ware komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.