PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI...

17
PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 2 pada Program Magister Psikologi Profesi Oleh : MEGA CIPTA WAHYUNINGSIH T 100 145 002 PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA 2017

Transcript of PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI...

Page 1: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI

UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 2 pada

Program Magister Psikologi Profesi

Oleh :

MEGA CIPTA WAHYUNINGSIH

T 100 145 002

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSURAKARTA

2017

Page 2: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

i

Page 3: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

ii

Page 4: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

iii

Page 5: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN

WELL BEING REMAJA AWAL

Mega Cipta Wahyuningsih, Wiwien Dinar Pratisti, Usmi Karyani

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Email: [email protected]

Abtrak. Well being merupakan kemampuan seseorang dalam menilai tingkat

kepuasan hidup serta penilaian terhadap afek (afek positif dan afek negatif). Remaja

awal cenderung memiliki well being yang rendah disebabkan oleh tuntutan

lingkungan agar berperilaku seperti orang dewasa namun dalam menghadapi

permasalahan sering bertindak irrasional dan emosinya meluap-luap. Oleh sebab

itu, perlu penanganan yang tepat yaitu dengan pelatihan regulasi emosi. Subjek

dalam penelitian ini merupakan remaja awal di SMP Muhammadiyah 7 Surakarta

yang memiliki kategori tingkat well being rendah maupun sedang. Keseluruhan

subjek dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok

yaitu, kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pembagian kedua kelompok

tersebut dilakukan dengan cara random assignment. Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan skala well being dengan desain eksperimen pre test-

post test control group design. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

teknik Independent Sample T-Test dengan nilai t= -3,709 dan sig (2 tailed)=

0,001 dimana (p<0,01), yang berarti terdapat perbedaan tingkat well being yang

sangat siginfikan antara kelompok yang diberikan pelatihan regulasi emosi

dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan regulasi emosi.

Dengan demikian, pelatihan regulasi emosi efektif dalam meningkatkan well

being remaja awal.

Kata kunci: Pelatihan Regulasi Emosi, Remaja Awal, Well Being

Abstract. Well being is a person's ability to assess the level of life satisfaction and

the assessment of affects (positive affects and negative affects). Early adolescents

have a low category of well being because they must be adult although their

behavior is irrational and have a high level of emotion. It must be solved by

emotional regulation training. Subjects on this study are early adolescents in SMP

Muhammadiyah 7 Surakarta who have well being on low category or medium

category. The total subjects in this study amounted to 40 people. They divided into

2 groups namely, control groups and experimental groups by random assignment.

The collecting data in this study use a well being scale with experimental design

pre test-post test control group design. Hypothesis test in this study using

Independent Sample T-Test technique with value t= -3,709 and sig (2

tailed)= 0,001 which (p <0.01). It means there is a significant differences

of well being level between groups given emotional regulation training

1

Page 6: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

and groups that are not given emotional regulation training. Therefore, emotional

regulation training is effective in improving well being of early adolescence.

Keywords: Early Adolescence, Emotional Regulation Training, Well Being

1. PENDAHULUAN

Kajian mengenai well being saat ini menjadi perbincangan penting di

berbagai negara di era globalisasi. Well being sendiri memiliki arti sebuah penilaian

yang meliputi evaluasi kognitif dan emosional individu terhadap kehidupan mereka

seperti yang disebut orang awam sebagai kebahagiaan, ketentraman, berfungsi

penuh, dan kepuasan hidup (Diener, Oishi, & Lucas, 2003). UNESCO, UNHDR,

WHO, dan CIA berpendapat bahwa orang yang optimis mampu menentukan tujuan

hidup, mampu menilai capaiannya secara lebih positif, dan merasakan sejahtera,

sedangkan orang yang pesimis cenderung lebih banyak menunjukkan gejala depresi

(Bailey, Eng, Frisch & Snyder, 2007). Well being juga menjadi salah satu aspek

penting dalam kehiduapan remaja. Hal tersebut terlihat dari banyaknya penelitian

mengenai well being dan remaja.

Masa remaja sendiri merupakan periode transisi dari sekolah dasar menuju

ke sekolah menengah pertama (Schunk dan Meece, 2005; Hurlock, 2004). Pada

masa ini, remaja mengalami berbagai perubahan, baik perubahan fisik maupun

psikis. Perubahan yang nampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh sudah

berkembang seperti bentuk fisik orang dewasa. Selain itu, remaja juga berubah

secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Oleh

karena itu, Hall (dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa masa remaja sering

dikenal dengan periode “Storm and Stress” (badai dan tekanan). Periode badai

dan tekanan yang dialami remaja dalam masa perkembangannya, mempengaruhi

perkembangan emosional remaja. Remaja awal juga dihadapkan dengan banyak

perubahan dan tuntutan baru sehingga harus mampu menyesuaikan diri dengan

baik (Amstrong, 2011; Jacobson dan Brudsal, 2012; Chong, Huan, Lay, dan

Rebecca, 2006). Remaja yang mampu melewati setiap tahapan perkembangan

dengan baik akan memiliki tingkatan well being yang tinggi (Huebner,

2004; Erylmaz, 2011). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa, usia menjadi

prediktor dalam perubahan well being. Anak - anak di sekolah dasar

2

Page 7: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

memiliki afek positif yang tinggi serta kepuasan hidup yang lebih baik

dibandingkan dengan individu di sekolah menengah pertama. Pada usia anak-anak

belum banyak yang memahami konsep emosi yang terjadi dalam diri mereka,

sedangkan pada usia remaja awal sudah mulai mengalami perubahan emosi

(Greene, 1990; Chang, McBride-Chang, Stewart, &Au, 2003).

Data hasil angket pra penelitian yang diberikan kepada 150 siswa di kelas

VII, VIII, dan IX SMP Muhammadiyah 7 Surakarta dengan tujuan untuk

mengetahui permasalahan apa yang sering dialami oleh siswa menunjukkan bahwa

57,4 % mengalami afek negatif; 25,3 % menunjukkan ketidakpuasan hidup; dan 17,

3% menunjukkan afek positif. Hasil data tersebut menunjukkan bahwa remaja awal

yang tengah duduk di bangku sekolah menengah pertama lebih didominasi oleh

afek negatif serta ketidakpuasan hidup. Selain itu, dari hasil angket tersebut juga

mengungkapkan bahwa 81,3 % atau 122 siswa merasa dirinya tidak sejahtera. Afek

negatif serta ketidakpuasan tersebut merupakan indikator yang menunjukkan

tingkat well being yang rendah pada remaja awal (Mothamaha, dalam Darmayanti

2012). Afek negatif yang muncul didominasi oleh perasaan sedih, dimana perasaan

sedih merupakan emosi yang cukup menonjol yang sering dialami oleh remaja.

Campos dan Saarndikk (dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa emosi

adalah sebagai perasaan atau afeksi yang timbul karena seseorang sedang berada

dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama

tingkatan well-being pada dirinya. Penelitian mengenai well being dan regulasi

emosi yang dilakukan oleh Pratisti (2016) menunjukkan bahwa regulasi emosi

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan well being. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa regulasi emosi berperan sebagai variabel mediator

dimana variabel optimisme, pertemanan, dan dukungan sosial memiliki peran

yang signfikan terhadap well being apabila melalui regulasi emosi. Apabila

remaja itu optimis, memiliki pertemanan yang bagus, serta mendapatkan dukungan

sosial dari lingkungannya maka remaja tersebut semakin positif didalam mengelola

emosinya, sehingga remaja tersebut dapat merasa dirinya sejahtera.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi

3

Page 8: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

memiliki pengaruh yang siginifikan dalam pemrosesan well being remaja. Strategi

regulasi emosi positif mampu meningkatkan well being dan menurunkan emosi

negatif (Abler, 2010). Penelitian Diener, Lucas, dan Scolon (2006) juga

menunjukkan bahwa kepuasan hidup berkorelasi tinggi dengan strategi emosi

positif yang artinya kemampuan startegi regulasi emosi positif dapat meningkatkan

kepuasan hidup seseorang, sebaliknya seseorang yang sering menggunakan strategi

regulasi emosi negatif cenderung memiliki well being yang rendah (Nevin, 2005).

Dari berbagai uraian di atas dapt disimpulkan bahwa remaja awal memiliki

tingkat well being yang rendah dikarenakan afek negatif lebih mendominasi

dibandingkan afek positif serta perasaan ketidakpuasan muncul di dalam masa

transisinya menghadapi tugas perkembangan yang baru. Untuk mengatasi

permasalah tersebut Peneliti mengasumsikan bahwa afek negatif harus diturunkan

dan afek positif harus ditingkatkan melalui sebuah pelatihan regulasi emosi.

Pada berbagai penelitian pelatihan regulasi emosi terbukti mampu untuk

memunculkan pengetahuan seseorang dalam melatih emosinya di kehidupan

sehari-hari, sehingga seseorang mampu berada dalam kondisi yang stabil secara

emosi meskipun sedang menghadapi masalah atau tekanan dalam tahapan

perkembangannya. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk mengkaji secara lebih

mendalam dengan rumusan masalah “Apakah pelatihan regulasi emosi dapat

meningkatkan well being remaja awal?”

2. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif eksperimental dengan desain eksperimen

model pre test-post test control group design yang merupakan bentuk desain

klasik dengan prosedur randomisasi di tiap kelompok baik kelompok kontrol

maupun kelompok eksperimen. Masing-masing kelompok kontrol maupun

eksperimen sama-sama diberikan pre test dan post test, namun yang diberikan

perlakuan hanya kelompok eksperimen saja (Creswell, 2010).

4

Page 9: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

Tabel 1. Desain Eksperimen

R Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

KE O1 X O2

KK O1 ― O2

Keterangan:

R : randomisasi

KE : kelompok eksperimen dengan intervensi pelatihan regulasi emosi

KK : kelompok kontrol

X : perlakuan (pelatihan regulasi emosi)

: tanpa perlakuan

Subjek penelitian pada penelitian ini berjumlah 40 orang siswa di SMP

Muhammadiyah 7 Surakarta yang memiliki tingkat well being rendah atau sedang

berdasarkan kategorisasi skor skala well being. Skala well being terdiri dari tiga

aspek yaitu, kepuasan hidup, afek positif, dan afek negatif. Skala tersebut

merupakan modifikasi dari Flourishing Scale dan SPANE (Diener & Biswas,

2009). Keseluruhan subjek kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random

menjadi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Kelompok kontrol merupakan kelompok yang tidak mendapatkan

perlakuan apapun, sedangkan kelompok eksperimen merupakan kelompok

pembanding atau kelompok yang mendapatkan perlakuan yaitu berupa pelatihan

regulasi emosi. Pelatihan tersebut dilaksanakan berdasarkan modul hasil

modifikasi dari modul pelatihan regulasi emosi oleh Aesijah (2013). Pelaksanaan

pelatihan dilakukan selama satu hari dengan materi yang terdiri dari proses

evaluasi emosi, memonitor emosi, dan memodifikasi emosi dengan strategi

regulasi emosi positif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Penelitian yang telah dilaksanakan menghasilkan data baik secara kuantitatif

maupun kualitatif. Hasil data kuantitatif melalui tahapan uji asumsi terlebih

dahulu sebelum dilakukan uji hipotesis. Uji asumsi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas.

5

Page 10: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

Tabel 2. Uji Normalitas Dan Homogenitas

Waktu Skor Taraf Signifikansi Keterangan

Post Test 0,63 (K-SZ) 0,821 Normal

Post Test 0,139 (Levene Statistic) 0,771 Homogen

Tabel 3. Perubahan Skor Well Being Subjek Penelitian

Kelompok Subjek Skor

Pretest

Skor

Postest

Skor

Follow

Up

Kelompok Subjek Skor

Pretest

Skor

Postest

Skor

Follow

Up

Eksperimen

ARHP 97 94 98

Kontrol

AS 97 94 90

A 97 106 110 AF 96 96 95

AP 88 104 102 AA 105 103 104

DF 96 104 107 AFD 87 90 85

DIW 99 111 112 DNSD 93 96 100

DR 102 108 107 FZ 96 101 99

EP 105 105 110 FSB 99 99 90

FC 100 107 102 HP 90 90 88

FR 92 104 104 IDR 99 103 106

FAP 98 99 102 JR 99 98 100

HR 90 103 107 MBK 95 101 105

II 96 101 107 NPP 97 100 100

LI 97 89 89 NA 95 100 102

MIQ 98 114 110 PE 101 104 96

MIL 98 109 110 RAP 93 90 90

NR 97 106 105 RA 104 105 91

RMB 105 119 117 RW 101 104 106

SM 101 112 108 SA 83 85 87

UK 97 114 116 SMF 105 104 100

YP 99 102 102 VFP 100 99 100

Tabel di atas merupakan hasil perubahan skor pre test, post test, dan follow

up pada kelompok kontrol dan eksperimen. Berikut adalah tabel hasil

perbandingan post test kelompok kontrol dengan post test kelompok eksperimen.

Kemudian dari data tersebut di atas dilakukan uji hipotesis dengan teknik

Independent Sample T-Test dan Wilcoxon.

Tabel 4. Tabel Hasil Uji Independent Sample T-Test

Post Test

T -3,709

Sig (2-tailed) 0,001

Hasil di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

kelompok yang tidak diberikan pelatihan regulasi emosi dibandingkan dengan

kelompok yang diberikan pelatihan regulasi emosi. Sedangkan tabel berikut

menunjukkan perbandingan skor pretest, post test, dan follow up pada kelompok

eksperimen.

6

Page 11: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

Tabel 5. Hasil Uji Wilcoxon

Koefisien Pre Test-Post Test Post Test-Follow Up

z -3,423a -0,952a

Asymp.Sig. (2-tailed) 0,001 0,341

Selain analisis secara kuantitatif, penelitian ini juga memiliki data lain yang

dianalisis secara kualitatif. Analisis tersebut dilakukan kepada kelompok

eksperimen dengan melihat hasil skala well being , observasi pada saat pelatihan,

wawancara setelah pelatihan, lembar tugas, serta lembar evaluasi yang diisi

setelah proses pelatihan berlangsung. Terdapat lima orang subjek yang

mengalami perubahan skor yang signifikan pada saat pre test-post test pada

kelompok eksperimen.

Tabel 6. Matrik Data Kualitatif

Subjek Skor Uraian Kualitatif

Pre Test Post Tes

ARHP 97 94 Merasa pelatihan tersebut tidak bermanfaat

Ada sebagian materi yang kurang menarik

Lebih banyak diam selama pelatihan

Tidak ikut berdiskusi maupun mengerjakan

tugas secara berkelompok

LI 97 89 Selalu mengganggu teman yang sedang fokus

memperhatikan penjelasan fasilitator

Kurang antusias selama pelatihan

berlangsung

UK 97 114 Aktif saat diskusi kelompok

Subjek merasa lebih bisa mengenali dirinya

serta mampu mengontrol emosi setelah

mengikuti pelatihan

Mendapatkan pengetahuan bagaimana cara

mengontrol diri agar tidak mudah marah

MIQ 98 114 Sebelum pelatihan subjek selalu berpikiran

negatif apabila sedang tertimpa masalah

Subjek merasa lebih memahami dirinya

setelah mengikuti pelatihan

Sangat aktif saat pelatihan berlangsung

EP 105 105 Selama pelatihan subjek terlihat pasif

Subjek merasa pelatihan tersebut cukup

bermanfaat bagi dirinya

Materi strategi regulasi emosi positif masih

sulit dipahami oleh subjek

7

Page 12: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

b. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan tingkat well being antara kelompok eksperimen yaitu kelompok yang

diberikan pelatihan regulasi emosi dibandingkan dengan kelompok kontrol

yaitu tanpa diberikan perlakuan. Dengan demikian, hipotesis yang diasumsikan

oleh Peneliti dapat dinyatakan diterima. Hasil analisis data tersebut juga dapat

diartikan bahwa pelatihan regulasi emosi dapat dijadikan salah satu model

pelatihan untuk meningkatkan well being pada remaja awal.

Apabila dilihat perubahan skor tiap individu pada rentang pretest postest

terdapat 2 siswa yang mengalami kenaikan skor secara signifikan, 2 siswa yang

mengalami penurunan skor secara signifikan, dan 1 orang siswa yang tidak

mengalami perubahan skor. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif yaitu

dengan wawancara, observasi selama pelatihan, serta analisis evaluasi pelatihan

didapatkan informasi bahwa siswa yang mengalami kenaikan skor yang

signifikan cenderung lebih bisa mengenali diri mereka. Pada saat mengalami

masalah lebih bisa mengontrol emosi negatifnya dengan berpikiran positif

terhadap masalah yang sedang dihadapi. Pada saat pelatihan berlangsung siswa

yang mengalami kenaikan skor juga menunjukkan sikap aktif dan kooperatif.

Sikap tersebut sangat berebeda dengan sikap yang ditunjukkan siswa yang

mengalami penurunan skor yang justru pasif dan tidak antusias dalam

mengikuti pelatihan. Apabila dilihat dari skor statistik postest-follow up pada

kelompok eksperimen menunjukkan hasil yaitu tidak adanya peningkatan skor

well being yang signifikan.Oleh sebab itu, perlu adanya kontrol yang ketat

selama rentang waktu postest dengan follow up dengan memberikan tugas

rumah maupun jurnal harian.

Well being dalam penelitian ini dititik beratkan pada tingkat emosi positif

yang tinggi dan rendahnya emosi negatif serta tingginya kepuasan hidup

seorang remaja dalam rentang waktu yang cukup lama. Terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan seseorang khususnya remaja awal merasa

dirinya dalam kondisi well being yang rendah sehingga remaja tersebut merasa

8

Page 13: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

hidupnya tidak puas dan merasa tidak bahagia. Diener & Lucas (1999)

mengemukakan bahwa well being dapat dilihat dari bagimana individu

mengevaluasi informasi atau kejadian yang dialami. Hal tersebut melibatkan

proses kognitif yang aktif karena menentukan bagaimana informasi tersebut

akan diatur. Berbagai cara yang digunakan untuk mengevaluasi suatu peristiwa

juga dipengaruhi oleh emosi, standar yang ditetapkan oleh individu, mood saat

itu, situasi yang terjadi dan dialami saat itu serta adanya pengaruh budaya.

Dengan kata lain well being mencakup evaluasi kognitif dan afektif. Evaluasi

kognitif merupakan evaluasi yang didasarkan pada penilaian tingkat kepuasan

hidup individu sedangkan evaluasi afektif merupakan reaksi individu terhadap

kejadian-kejadian dalam hidup yang ditunjukkan dalam bentuk emosi yang

menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Apabila emosi yang tidak

menyenangkan lebih tinggi maka emosi tersebut harus diubah agar menjadi

emosi yang menyenangkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi well being

seorang adalah emosi yang merupakan bagian dari faktor internal. Seseorang

yang memiliki kondisi psikologis yang baik maka emosi positif akan tercipta

dengan sendirinya (Sheldon & Elliot, dalam Nailil 2009). Menurut Pratisti

(2016) melalui penelitiannya mengenai model kesejahteraan subjektif

menyebutkan bahwa regulasi emosi berpengaruh secara signifikan terhadap

pemrosesan pembentukan well being pada remaja. Oleh sebab itu, regulasi

emosi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan well

being remaja awal yang rendah.

Kemampuan seorang remaja awal di dalam mengelola emosi dapat diartikan

pula sebagai kemampuan individu di dalam meregulasi emosinya. Regulasi

emosi menurut Gross (2007) ialah strategi yang dilakukan secara

sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau

mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi

dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan

atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif.

Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif

maupun negatif. Regulasi emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

9

Page 14: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

mengevaluasi dan mengubah reaksi-reaksi emosional untuk bertingkah laku

tertentu yang sesuai dengan situasi yang sedang terjadi (Thompson dalam

Garnefski, Kraaij & Spinhoven, 2001).

Pelatihan regulasi emosi yang diberikan kepada peserta dalam penelitian ini

memfokuskan pada tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta pelatihan

regulasi emosi untuk mengenal macam-macam emosi yang ada pada manusia

dan untuk mengenali emosi yang dominan yang ada pada dirinya. Kemudian

peserta diarahkan agar memiliki kemampuan untuk memodifikasi emosinya

tersebut dengan strategi regulasi emosi positif yang dikemukakan oleh

Garnefski dan Kraaij (2007), diantaranya: acceptance, refocuse on planning,

positive refocusing, positive reappraisal, dan putting into perspective. Strategi

regulasi emosi positif tersebut dibuat dalam sebuah skenario untuk dimainkan

secara berkelompok. Hal tersebut bertujuan agar masing-masing peserta

pelatihan dapat merasakan kondisi emosi yang ada dalam skenario tersebut

kemudian menyelesaikannya dengan startegi regulasi emosi positif.

Setiap sesi dalam pelatihan regulasi emosi dalam penelitian ini memiliki

tujuan yang saling berkaitan dan mengarah pada satu tujuan utama yaitu

terkelolanya emosi peserta yang pada akhirnya tercapai peningkatan emosi

posiif dan penurunan emosi negatif. Hal terpenting yang dapat dicapai ialah

mencapai sebuah tingkatan well being yang tinggi dengan merasa puas dengan

kehidupannya serta mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi

dengan lebih positif.

Berdasarkan hasil uraian baik secara kuantitatif maupun kualitatif mengenai

well being dan pelatihan regulasi emosi dapat disimpulkan bahwa pelatihan

regulasi emosi terbukti berpengaruh untuk meningkatkan well being remaja

awal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diener,

Lucas, & Scolon (2006) yang menyebutkan bahwa strategi regulasi emosi

positif dapat digunakan untuk , meningkatkan well being remaja.

Meskipun demikian, penelitian ini masih memiliki beberapa kelemahan

penelitian diantaranya alat ukur yang digunakan lebih dari dua kali

10

Page 15: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

pengukuran menyebabkan kemungkinan adanya proses belajar selama proses

pengerjaan berlangsung sehingga akan berpengaruh terhadap hasil skor penelitian.

Pada alat ukur yang digunakan juga tidak terdapat range waktu skor yang diperoleh

dapat bertahan dalam kurun waktu berapa lama. Selain itu, generalisasi dalam

penelitian ini juga sempit dikarenakan membutuhkan kondisi dan situasi khusus

serta setting eksperimen yang ketat agar mendapatkan hasil penelitian sesuai

harapan Peneliti.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

pelatihan regulasi emosi efektif untuk meningkatkan well being remaja awal. Hal

ini dapat dilihat dari data skor well being remaja awal pada kelompok yang

diberikan pelatihan regulasi emosi tingkat well being yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan pelatihan. Peningkatan skor

yang signifikan juga terjadi pada rentang pretest-postest pada kelompok

eksperimen. Sementara pada rentang postest-follow up tidak terjadi peningkatan

yang signifikan.

Keunikan yang muncul dari penelitian ini adalah modul pelatihan regulasi

emosi yang dibuat berdasarkan teori strategi regulasi emosi positif yang belum

pernah ada pada penelitian-penelitian sebelumnya. Strategi regulasi emosi positif

tersebut diimplementasikan dalam sebuah role play dengan tujuan agar pendekatan

experiential learning dapat terbentuk sehingga efektifitas ketrampilan regulasi

emosi dapat terus ditingkatkan dan mampu bertahan dalam kurun waktu yang lama.

Selain itu, strategi regulasi emosi positif juga membuat seseorang menjadi merasa

lebih puas terhadap kehidupannya, sehingga kepuasan hidup berkorelasi tinggi

dengan strategi emosi positif.

DAFTAR PUSTAKA

Abler, B., Hofer, C., Walter, H., Erk, S., Hoffman, H., Traue, H.C. & Kessler, H.

(2010). Habitual emotion regulation strategies and depressive symptoms

in healthy subjects predict fmri brain activation pattern related to major

depression. Psychiatry Research: Neuroimaging 83, 105–113.

11

Page 16: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

Aesijah, S. (2014). Pengaruh Pelatihan Regulasi Emosi Terhadap Kebahagiaan

Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu. Tesis (tidak diterbitkan). Surakarta:

Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi, Universitas

Muhammadiyah Surakarta .

Bailey, T., Eng, W., Frisch, M.B., & Snyder, C.R. (2007). Hope and optimism as

related to life satisfaction. The Journal Of Positive Psychology 2, 168-175.

Chang, L., McBride-Chang, C., Stewart, S.M., & Au, E. (2003). Life satisfaction,

self-concept and family relation in Chinese adolescents and children.

International Journal Of Behavioral Development, 27, 182-189.

Chong, W.H, Huan, V.S., Lay, S.Y., & Rebbeca, P. (2006). Asian adolescents’

perceptions of parent, peer, and school support and psychological

adjustment: the mediating role of dispositional optimism. Current

Psychology 25, 212-228.

Creswell, J.W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmayanti, N. (2012). Model Kesejahteraan Subjektif Remaja Penyintas Bencana

Tsunami Aceh 2004. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Program Doktor

Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Diener, E., Suh, E., Lucas, R.E. & Smith, H.L.(1999). Subjective well being-three

decades of progress. Psychological Bulletin 125, 276-302.

Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective

well-being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review of

Psychology 54, 403-425.

Diener, E., Lucas, N., Scollon, C.N. (2006). Beyond the hedonic treadmill: Revising

the adaptation theory of well-being. American Psychologist 61, 305-314.

Diener E, Wirtz, Tov, Kim-Prieto, C., Choi, D., Oishi, S., & Biswas, R. (2009).

New Well-Being Measures: Short Scale to Assess Flourishing and Positive

and Negative Feelings. Springer Science + Business Media.

Eryilmaz, A. (2012). Mental Control: How do adolescents protect their subjective

well being. The Journal of Psychiatry and Neurological Science 25, 27-

34.

Garnefski, N.; Kraaij, V.; Spinhoven, P. (2001). Negative life events, cognitive

emotion regulation and emotional problems. Personality and Individual

Differences 30(8), 1311-1327. 10.1016/S0191-8869(00)00113-6 .

12

Page 17: PENGARUH PELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK …eprints.ums.ac.id/57405/16/NASKAH PUBLIKASI 1.pdfPELATIHAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN WELL BEING REMAJA AWAL Mega Cipta Wahyuningsih,

Garnefski, N., Kraaij, V. (2007). The cognitive emotion regulation, psychometric

features and porspective relationship with depression and anxiety in adults.

European Journal of Psychological Assesment.

Greene, A.L. (1991). Patterns of affectivity in the transition to adolescence. Journal

of Experimental Child Psychology, 50, 340-356.

Gross, J.J. (2007). Handbook Of Emotion Regulation. New York: The Guilford

Press.

Huebner, E.S. (2004). Research on assesment of life satisfaction in children and

adolescents. Social Indicators Research, 66, 3-33.

Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Jacobson, L.T. & Brudsal, L.A. (2012). Middle school and peer group influences.

Global Journal Of Community Psychology Practice 2 (1-10).

Nailil, A. (2009). Regulasi Emosi dan Kualitas Persahabatan Sebagai Prediktor

Kesejahteraan Subjektif pada Remaja Putri Pondok Pesantren. Tesis.

(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah

Mada.Pratisti, W.D. (2016). Model Kesejahteraan Subjektif Remaja.

Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Program Doktor Fakultas Psikologi

Universitas Gajah Mada.

Pratisti, W.D. (2016). Model Kesejahteraan Subjektif Remaja. Ringkasan Disertasi.

Yogyakarta: Program Doktor Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Santrock, H.W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

13