Journal

15
Efektifitas Dan Toleransi Citalopram Untuk Pengobatan Gangguan Kecemasan Pada Lansia: Hasil Dari Percobaan Selama 8 Minggu Dilakukan Secara Acak, Dan Dikontrol Dengan Placebo. Tujuan: Mengobati gangguan kecemasan pada kelompok lansia dengan menggunakan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs). Metode: Tiga puluh empat peserta usia 60 atau lebih tua yang memenuhi kriteria gangguan kesehatan mental sesuai DSM-IV (gangguan kecemasan menyeluruh) dan skor Hamilton Anxiety Rating Scale 17 atau lebih tinggi diacak dalam kondisi double-blind baik citalopram ataupun plasebo. Respon didefinisikan dengan skor 1 (sangat jauh lebih baik) atau 2 (jauh lebih baik) pada penilaian menggunakan Clinical Global Improvement scale atau 50% penurunan pada skor Hamilton Anxiety Scale. Respon dan efek samping dengan citalopram dan plasebo dibandingkan dengan menggunakan uji chi-square dan analisis regresi. Hasil: Sebelas (65%) dari 17 responden yang diobati citalopram memberikan hasil perbaikan dalam waktu 8 minggu, dibandingkan empat (24%) dari 17 responden yang diobati dengan plasebo. Efek samping yang paling umum dan bermasalah pada kelompok citalopram adalah sedasi. Kesimpulan: penelitian ini merupakan penelitan prospektif yang dilakukan pertama kali untuk menguji 1

description

MNBBN

Transcript of Journal

Efektifitas Dan Toleransi Citalopram Untuk Pengobatan Gangguan Kecemasan Pada Lansia: Hasil Dari Percobaan Selama 8 Minggu Dilakukan Secara Acak, Dan Dikontrol Dengan Placebo.Tujuan: Mengobati gangguan kecemasan pada kelompok lansia dengan menggunakan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs).Metode: Tiga puluh empat peserta usia 60 atau lebih tua yang memenuhi kriteria gangguan kesehatan mental sesuai DSM-IV (gangguan kecemasan menyeluruh) dan skor Hamilton Anxiety Rating Scale 17 atau lebih tinggi diacak dalam kondisi double-blind baik citalopram ataupun plasebo. Respon didefinisikan dengan skor 1 (sangat jauh lebih baik) atau 2 (jauh lebih baik) pada penilaian menggunakan Clinical Global Improvement scale atau 50% penurunan pada skor Hamilton Anxiety Scale. Respon dan efek samping dengan citalopram dan plasebo dibandingkan dengan menggunakan uji chi-square dan analisis regresi.Hasil: Sebelas (65%) dari 17 responden yang diobati citalopram memberikan hasil perbaikan dalam waktu 8 minggu, dibandingkan empat (24%) dari 17 responden yang diobati dengan plasebo. Efek samping yang paling umum dan bermasalah pada kelompok citalopram adalah sedasi.

Kesimpulan: penelitian ini merupakan penelitan prospektif yang dilakukan pertama kali untuk menguji efektifitas SSRI dalam pengelolaan gangguan kecemasan pada lansia. Penelitian ini membuktikan bahwa citalopram efektif untuk pengobatan gangguan kecemasan pada lansia. Penelitian ini perlu dikembangkan dalam kelompok penelitian yang lebih besar.Studi epidemiologi masyarakat menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasa dialami lansia. Prevalensi gangguan kecemasan di kalangan lansia adalah 3,7% -7,4% (1-4), yang setara dengan pravelansi gangguan yang terjadi pada orang dewasa muda. Selain itu, gangguan ini pada lansia dikaitkan dengan gangguan kualitas hidup, peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan, dan pemulihan penurunan fungsional akibat kondisi medis (seperti stroke) (5,6).Data ini menunjukkan bukti bahwa pengobatan pada lansia yang mengalami gangguan cemas dan depresi tidak menunjukkan hasil perbaikan dari waktu ke waktu (8). Penelitian lebih lanjut mengenai farmakoterapi masih sedikit dilakukan pada lansia dengan gangguan kecemasan. Untuk diketahui, dalam 20 tahun terakhir di Amerika Serikat hanya tersedia obat benzodiazepin dan buspirone karena hanya obat itulah yang telah dilakukan penelitian secara prospektif uji coba terkontrol (9,10). Benzodiazepin memberikan hasil yang optimal pada lansia, tetapi benzodiazepine diketahui menyebabkan gangguan kognitif dan gangguan psikomotor pada lansia, menyebabkan jatuh dan patah tulang (11-17). Buspirone jarang digunakan dalam klinis, karena komorbiditas tinggi pada gangguan depresi dengan kecemasan. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terbukti memberikan manfaat untuk gangguan kecemasan pada orang dewasa yang lebih muda (18,19). Sebelumnya belum pernah ada penelitian mengenai pengobatan SSRI untuk gangguan kecemasan pada lansia, selain penelitian open-label dengan fluvoxamine (20) maupun evaluasi mengenai komorbiditas kecemasan pada lansia yang mengalami depresi (21,22). Penelitian pendekatan awal menunjukkan bahwa SSRI dapat membantu mengurangi gejala kecemasan pada lansia. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efektifitas citalopram yang sering digunakan untuk pengobatan gangguan kecemasan akut pada lansia. Peneliti berhipotesis bahwa citalopram lebih efektif daripada placebo untuk mengurangi gejala klinis.Metode

Responden diambil double-blind secara acak yaitu berusia 60 tahun dan lebih tua, terkontrol plasebo selama 8 minggu dalam penelitian citalopram. Responden direkrut dari masyarakat melalui iklan dan dari situs perawatan primer di Pittsburgh. Perekrutan perawatan primer dilakukan dengan dua metode: elisitasi arahan klinis dari praktisi perawatan primer dan skrining sistematis pasien di praktek dengan prosedur pengambilan sampel yang telah dijelaskan sebelumnya (23). Responden yang positif memiliki gejala cemas kemudian diundang untuk bertemu dengan personil peneliti. Penelitian ini disetujui oleh Kelembagaan Dewan Peninjau Universitas Pittsburgh, dan semua responden memberikan informed consent tertulis sebelum berpartisipasi. Responden menjalani penilaian dengan wawancara terstruktur klinis untuk DSM-IV, yang dikelola oleh penilai (EJL, BT) yang telah dilatih untuk kehandalannya. Responden terpilih apabila memenuhi kriteria gangguan kecemasan DSM-IV, dan masing-masing diberi diagnosis utama gangguan kecemasan menyeluruh (N = 30), gangguan panik (N = 3), atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) (N = 1). Semua responden mendapatkan skor 17 atau lebih tinggi dari Hamilton Anxiety Rating Scale (24) yang dikelola dengan menggunakan instrumen terstruktur untuk mengoptimalkan hasil (25). Responden yang memenuhi kriteria depresi diekslusi. Alasan-alasan lain untuk eksklusi adalah demensia, riwayat psikosis, penyakit medis yang tidak stabil, dan aktif alkohol atau penyalahgunaan zat. Responden dinilai pada awal penelitian dengan Hamilton Depression Rating Scale (26), Mini Mental State Examination (27), dan skala instrumental untuk kegiatan fisik sehari-hari (28).

Penggunaan obat ditentukan oleh laporan responden. Untuk meningkatkan perekrutan dan retensi kelompok studi klinis perwakilan, setiap responden dibiarkan mengambil benzodiazepin sebelum dimulainya penelitian dan dibiarkan terus mengambil dosis equipotent dari lorazepam (maksimum, 2 mg/hari) dengan dosis yang dipertahankan konstan; ada obat psikotropika lainnya diizinkan untuk setidaknya 2 minggu sebelum awal penelitian dan selama penelitian. Hal ini didasarkan pada kebiasaan di praktek klinis, bahwa orang-orang lanjut usia adalah pengkonsumsi benzodiazepine (29,30) dan obat-obat ini secara klinis tercatat sulit untuk dihentikan sampai setelah pasien berhasil diobati dengan obat lain. Penelitian dilakukan pada 4 minggu pertama dan dua minggu setelahnya. responden diberikan dukungan selama penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (31), tetapi tidak sepenuhnya diberikan psikoterapi. Responden untuk citalopram atau plasebo diacak berdasarkan sebuah program komputer yang dikembangkan di lembaga peneliti dan menggunakan stratified permutasi blok pengacakan. Obat diberikan secara double-blind sehingga dosis citalopram dimulai pada 10 mg/hari dan meningkat setelah 1 minggu sampai 20 mg/hari. Peningkatan lebih lanjut untuk 30 mg dibuat setelah 4 minggu jika peserta tidak mencapai respon pada saat itu. Efek samping diukur dengan menggunakan Udvalg for Kliniske Undersgelser (UKU) Side Effect Rating Scale, skala 48-item yang dikembangkan untuk mengukur somatik dan efek samping pengobatan psikis antidepresan (32). Ia memiliki empat sub-skala: neurologis, psikis, otonom, dan lainnya. Skala ini dinilai pada awal (sebelum dimulainya pengobatan) dan pada semua kunjungan tindak lanjut. Efek samping juga diukur berdasarkan laporan responden dalam menanggapi pertanyaan "Apakah Anda memiliki efek samping pada obat yang diberikan sejak kunjungan terakhir?" Penilaian hasil utama yaitu menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale dan skala Clinical Global Improvement (CGI), keduanya dinilai oleh penilai yang tidak mengetahui kondisi setelah pengobatan. Skor Hamilton Anxiety Rating Scale diperoleh pada semua kunjungan. Skor peningkatan CGI diperoleh hanya pada minggu ke 4 dan 8. Seorang peserta dinyatakan sebagai responden atas dasar pengurangan 50% Hamilton Anxiety Rating Scale atau peringkat CGI dari 1 atau 2.

Perbedaan tingkat respon dan efek samping pada citalopram dan kelompok plasebo diuji menggunakan uji two-tailed chi-square dan analisis linear. Untuk perbedaan jenis kelamin digunakan uji Cochran-Mantel- Haenszel (33) karena jumlah pada laki- laki yang diacak untuk kelompok placebo lebih banyak. Untuk menentukan respon bagi peserta yang mengikuti penelitian, tetapi tidak melakukan evaluasi lanjut, peneliti menggunakan data dari kunjungan terakhir yang tersedia. Kedua kelompok dibandingkan dalam hal perubahan skor Hamilton anxiety dengan menggunakan analisis linier (intercept dengan waktu dan komponen acak). Model yang sama digunakan untuk membandingkan efek samping yang dinilai dengan UKU Side Effect Rating Scale.Hasil Populasi lansia sebanyak 791 yang didapatkan dari praktek perawatan primer atau masyarakat kemudian diseleksi. Setelah diseleksi didapatkan 47 peserta yang menandatangani formulir persetujuan dan dievaluasi secara ekstensif untuk gangguan kecemasan (17 menanggapi dari atau dari mulut ke mulut, 21 dirujuk, dan 9 adalah pasien praktik primer). Dari jumlah tersebut 47 peserta, 10 menolak pengacakan dan tiga dikeluarkan (satu mengalami perbaikan spontan kecemasan sebelum pengacakan, salah satu tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan lain selain fobia spesifik, dan satu berada di sebuah episode depresi mayor). Dengan demikian, 34 peserta secara acak dikelompokkan berdasarkan diagnosis, sehingga masing-masing sebanyak 17 responden untuk citalopram dan plasebo. Komorbiditas umum: dari 30 responden dengan diagnosis utama gangguan kecemasan umum, 17 memiliki setidaknya satu gangguan penyerta saat ini atau masa lalu (saat ini atau masa lalu fobia spesifik, N = 8; gangguan depresi berat pada masa lalu, N = 6; gangguan panik saat ini, N = 5; fobia sosial saat ini atau masa lalu, N = 3; gangguan obsesif- kompulsif saat ini atau masa lalu, N = 2; gangguan depresi yang tidak dapat ditentukan, N = 1; hipokondriasis saat ini, N = 1; gangguan Dysthymic saat ini, N = 1; PTSD saat ini, N = 1). Responden dengan PTSD juga memiliki fobia spesifik dan gangguan depresi mayor masa lalu. Tidak ada perbedaan karakteristik demografi atau penilaian gejala klinis kecuali untuk jenis kelamin, Hasil tersebut kemudian diacak dan didapatkan laki- laki lebih banyak untuk mendapatkan plasebo (Tabel 1).

Dari 34 responden didapatkan 29 responden (85%) menyelesaikan penelitian selama 8 minggu. Lima keluar sebelum 8 minggu (tiga mengambil citalopram dan dua mengambil plasebo), hanya satu karena efek samping (satu pasien yang menerima citalopram mengalami efek sedasi setelah satu dosis). Sebelas dari 17 responden yang mendapatkan pengobatan citalopram rata- rata memberikan respon 65%, dengan tingkat kepercayaan 95% (CI) dari 42% - 87%, dibandingkan dengan tingkat respon placebo 24% (95% CI = 3 % - 44%) untuk kelompok plasebo (empat dari 17 responden). Hasil ini ditemukan dengan menggunakan penilaian terhadap respon terhadap penurunan 50% Hamilton Anxiety Rating Scale atau peringkat CGI dari 1 atau 2 (yaitu, semua responden memenuhi kedua kriteria respon).Probabilitas respon secara signifikan lebih besar terdapat pada responden yang mendapatkan citalopram (2 = 5.86, df = 1, p