Johannes Silalahi (a) Formatif 3

download Johannes Silalahi (a) Formatif 3

of 96

Transcript of Johannes Silalahi (a) Formatif 3

Kata Pengantar Segala hormat, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat saya selesaikan. Makalah ini membahas Ekonomi Politik Internasional - Implementasi Konsep dan Teori, secara khusus Konsep dan Teori-teori Kontemporer dalam Ekonomi Politik Moderen. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada dosen Sosiologi Ekonomi dan Politik Ekonomi saya, Bapak Drs. Halking, M.Si. yang telah memberikan menyelesaikan makalah ini. Semoga, makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca terutama dalam memperdalam pengetahuan mengenai Ekonomi Politik Internasional - Implementasi Konsep dan Teori. Saya kesempatan dan bimbingan untuk dapat

menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran ari para pembaca guna penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.

Medan, 15 Desember 2011

Johannes Silalahi

i

Daftar IsiHalaman Kata pengantar ................................................................................................ i Daftar Isi ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUANa) Latar Belakang Masalah ......................................................

1 b) Perumusan Masalah ............................................................ 2 c) Tujuan Penulisan ................................................................. 2

BAB II ISI RINGKASAN MATERI ..........................................................................

3 - 25

BAB III PEMBAHASAN ISI RINGKASAN MATERI .................................................

26 - 34

BAB IV PENUTUPa) Simpulan ..............................................................................

. .

35 36

b) Saran ....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 37

LAMPIRAN ..................................................................................................... ...... 38 - 80

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi saat ini, negara di dunia menjadi borderless karena kemudahan teknologi dan cepatnya arus komunikasi. Seiring dengan kemudahan dan akses sering di yang diikuti era globalisasi ini, muncul politik perdagangan internasional internasional membentuk dengan perekonomian

hubungan

internasional. Keadaan seperti ini kadang membawa keuntungan bagi negara-negara yang turut berpartisipasi. Namun, terkadang situasi buruk juga berimbas pada negara-negara tersebut, seperti resesi global. Indonesia merupakan negara yang turut berperan aktif dalam kegiatan internasional yang juga terlibat dalam beberapa kegiatan politik dan ekonomi, salah satunya adalah menjadi anggota G20. Untuk menghadapi gejolak yang terjadi di dalam hubungan global tersebut khususnya di sektor ekonomi politik, Indonesia juga melakukan antisipasi di tingkat lokal dengan cara mengatur birokrasi dengan cara yang tepat dan mengeluarkan kebijakankebijakan lokal yang bijaksana agar dampak dari hubungan internasional tersebut dapat menyejahterakan rakyat dan tidak bertolak belakang dengan tujuan negara.

1

Makalah ini akan mencoba memaparkan bagaimana situasi ekonomi politik internasional yang terjadi pada masa resesi global, yakni masa sejak jatuhnya perekonomian Amerika Serikat dan bagaimana dampaknya pada ekonomi politik serta birokrasi di Indonesia. 1.1. Rumusan Masalah Rumusan masalah makalah ini antara lain: 1. Apa pengertian ekonomi politik internasional? 2. Bagaimana kondisi ekonomi politik internasional saat ini? 3. Apa itu G20? 4. Apa saja hasil dari pertemuan G20? 5. Bagaimana hubungan antara hasil pertemuan G-20 terhadap pembuatan kebijakan Indonesia? 1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini antara lain: 1. Untuk mengetahui pengertian ekonomi politik internasional. 2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi politik (birokrasi) di sektor perekonomian

internasional saat ini. 3. Untuk memahami mengenai G20. 4. Untuk mengetahui apa saja hasil dari pertemuan G20. 5. Untuk memahami bagaimana hubungan antara hasil

pertemuan G20 terhadap pembuatan kebijakan di sektor perekonomian Indonesia.

2

BAB II ISI RINGKASAN MATERI

A. Umum Perlu pemaparan mengenai sejumlah teori dan konsep dari berbagai disiplin keilmuan, yang secara langsung dan tidak langsung telah diadopsi oleh Ekonomi Politik moderen. Selain beberapa teori dan konsep yang bersangkutan dengan halikhwal Ekonomi Politik Internasional itu sendiri atau yang dihasilkan oleh para pakar Hubungan Internasional, ada baiknya kita juga menelaah sejumlah konsep dan teori yang disumbangkan oleh beberapa disiplin lain terutama Ekonomi Makro dan Studi Pembangunan. Di antara substansi yang akan ditampilkan ialah menyangkut: persoalan-persoalan metode dan pendekatan, teori dan konsep, proses timbal-balik ekonomistik dan politik, model-model pembangunen ekonomi, modernisasi dan industrialisasi, isu-isu mengenai era pasar bebas dan sebagainya.

B. Metode dan Pendekatan Sebelum membahas konsep-konsep dan teori-teori terpilih yang sering 3

dijadikan acuan penting pada studi Ekonomi Politik Internasional Global, terlebih dahulu dikemukakan beberapa persoalan metode dan pendekatan Ekonomi Politik. Metode pendekatan Ekonomi Politik bersifat fleksibel dan eklektis.

Metode pendekatan ekonomi politik dapat diaplikasikan kepada berbagai disiplin ilmu yang suplementif dan komplementatif, juga terhadap prisma lainnya dari studi ini dalam berbagai aspek, seperti misalnya: public policies yang berorientasi kepada parameter costand benefit. yang disebabkan adanya kebijakan-kebijakan tertentu, atau juga adanya struktur tertentu daripada pembuat keputusan Studi Ekonomi Politik yang hirau terhadap the economics public policy sebagaimana yang dideskripsikan Robert Gilpin (1987): "siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan dan bagaimana pula prosesnya." Pendapat Dwight Y. King, mengenai pendekatan Ekonomi Politik, ialah sebagai alat analisis yang menitikberatkan kepada kekuasaan politik sebagai variabel dominan. Pengamatannya banyak tertuju pada segi-segi politik yang mengubah aspek-aspek ekonomi (Prisma, No. 3,1989). Pandangan ini berbeda dengan mazhab sosialis di mana mereka secara agresif menempatkan pendekatan ekonomi politik berupa Neo-Political Economyyang alat analisisnya (salah satu makna pendekatan) mengaplikasikan asumsi-asumsi bahasa maupun logika Ekonomi Politik Neo-Klasik ke dalam seluruh rentangan pembuatan keputusan publik maupun private. Penganut faham ini umumnya menganggap politik bukan sebagai sebab, tetapi akibat proses produksi, dan lebih jauh lagi pusat perhatiannya diarahkan pada pertentangan kelas-kelas masyarakat.

Sungguh pun demikian, para pakar sudah mampu menjembatani kekurangan segi metodologis dengan usaha pengujian bagan teorisasi Ekonomi Politikdengan menempatkan dua peringkat analisis,yaitu:pertamo, melibatkan pengujian konsep-konsep serta logika daripada model teori yang ada atau sudah mapan secara substansial (content) dengan membedakannya dengan model dan teori yang lainnya. Saat ini orang-orang penstudi Ekonomi Politik sudah mulai

menemukan identitas terpenting dalam studi ini, yaitu adanya dua bidang tema hubungan yang saling mempengaruhi, melengkapi atau saling berkaitan dan bahkan dikaitkan antara suatu keadaan, kejadian, peristiwa, gejala ataupun fenomena kehidupan dalam dunia 'econometrics' dan dunia politics, baik hubungan yang bersifat kausal, korelasional dan perkaitan atau Hnkages serta inter-linkages yang erat dengan model deterministik. Sebagaimana Martin Stanlland menyebutkan, bagaimana politik menentukan aspek-aspek ekonomi dan bagaimana institusiinstitusi ekonomi menentukan proses-proses politik (Staniland: 5), atau pandangan yang mengambil model interaktif yang secara fungsional membedakan dunia ekonomi dan politik tetapi keduanya mempunyai pengaruh reciprocal. Adakalanya orang berpikir lebih aman jika menempatkan hubungan determinasi ekonomi dan politik dalam perilaku korelasional karena menganggap diidentifikasi hubungan berdasarkan yang terjadi di antara keduanya (akibat ketidaklangsungan variabel

berbagai faktor X atau lainnya di luarnya), dan akhirnya ditariksuatu kesimpulan, atau bahkan hubungan yang tidak bersangkut paut sama sekali, namun dicobakaitkan satu sama lain untuk ditarik kesimpulan adanya hubungan faktor politik dan faktor ekonomi.

Secara logika dapat dicontohkan hubungan tersebut sebagaimana pernyataan:1) Kemarau panjang tanah menjadi kering (kausalitas). 2) Kemarau panjang menimbulkan kelaparan (korelasional). 3) Kemarau panjang dan maraknya kejahatan

(perkaitan/V/n/cages). C. Konsep dan Teori Hal terpenting untuk mengenali ekonomi politik (domestik dan internasional) yaitu dengan memperhatikan isi substansi (content) dan konteksnya. Istilah Ekonomi Politik (Political Economy) saja sudah dapat diperdebatkan mulai dari apa, mengapa, untuk apa, dan bagaimana? Kemudian persoalan domestik dan internasional juga perlu diperhatikan sebagai suatu wawasan dan kawasan (wilayah kajian) maupun interaksi konsep dan teorinya berlaku. Ekonomi Politik, secara teoritikal tidak dapat dikaji secara sendirisendiri dalam arti ada bidang ekonomi secara terpisah dan ada bidang politik secara terpisah juga. Pemisahan dunia ekonomi dan politik sejak berabad-abad silam adalah masa lampau, kini ia sudah mulai dipadukan melalui sejumlah konsep dan teori- Ekonomi Politik yang dialektik, deterministik, dan interaktif berkaitan dengan kecenderungan aktor-aktor ekonomi yang harus mencermati aspekaspek politik. Sementara itu, sampai sejauh ini persoalan metodologi, metode dan pendekatan, konsep dan teori Ekonomi Politik masih saja menjadi perdebatan karena ada salah satu disipilin keilmuan (terutama ilmu Ekonomi)

masih menganggap bahwa Ekonomi Politikbukanlah suatu disiplin ilmu karena sifatnya yang begitu general. Ada juga yang berpandangan bukan sebagai bagian dari Ilmu Ekonomi, tetapi merupakan justifikasi sub keilmuan sosial, khususnya Ilmu Politik dan Hubungan Internasional yang merekayasa menjadi suatu disiplin tersendiri karena mengoposisi kepada Ilmu Ekonomi konvensional. Kesulitan mengkonstruksikan suatu "Ekonomi Politik Global" tidaklah merupakan alasan, bahwa fondasi-fondasi yang kokoh dalam hal konsep dan teori, metode maupun pendekatan. Sesungguhnya terdapat dua klasifikasi peneorian yang dapat dijelaskan di sini, ialah menyangkut substansi/isi (con-tent) dan konteks (context). Substansi atau isi merupakan fundamen utama yang menjadi pusat perhatian secara keilmuan, sedangkan konteks berhubungan dengan situasi, kondisi, lingkungan, dimefisi waktu dan kasus-kasus teknis khas. Untuk substansi, terdapat argumentasi beberpa macam teori yang tepat guna, karena tidak selamanya diperlukan teori umum khususnya bagi kasus-kasus tertentu di negara-negara tertentu (misalnya Dunia Ketiga belum, tentu cocok menggunakan "teori umum" kapitalisme atau sosialisme), la mungkin saja hanya memerlukan peringkat teori menengah dan teori khusus. Substansi yang empirikal dapat diinterprestasikan pula dengan menggunakan konsep/teori yang digambarkan atau dijelaskan dari usaha 'kosakata' khusus pada disiplin ini,yakni"Ekonomi Politik"yang sudah tentu dapat mewakili kepentingan "ekonomi" dan juga kepentingan "politik" khususnya.

Selain itu, proses penteorian dalam Ekonomi Politik dapat pula diamati pada sifat ontologi-nya, yakni suatu hal yang mengarah pada sifat dasar realitas dan bagian-bagian di bawahnya yang membentuktitik tertentu bagi penjelasan teoritis. Berkaitan dengan bentuk perspektif, secara umum teori yang khas dalam perspektif dapat terjamin keabsahannya dilihat dari pengalaman sejarah dibandingkan dengan yang lain. Teori-teori apapun dalam ilmu sosial yang logis dan konsisten dengan penuntun data/fakta terbaik yang bagi tersedia, kajian sesungguhnya Politik, merupakan terlebih lagi Ekonomi

teoripars/mon; yang komparatif dan baiikan teori yang paling sederhana sekalipun akan daat memperkaya penstudian^ya. Martin Staniland (1985: 5-8), menyebutkan dengan sederhana tentang pembangunan subsequent yang dijelaskannya:1. Orthodox

liberalism,

cenderung melakukan analisis dan

normatif individu (khususn/a sikap dan kepentingan) masyarakat sebagai suatu agregasi atau suatu hasil pencarian kepentingan individu, negara sebagai agen untuk mengikuti kepentingan individu.2. Kritik sosial dari liberalisme menyerang asumsi liberal yang

secara individu ada dan melakukan isolasi, yang kemudian kembali bereaksi melalui laku penegassm individu. Secara bahwa"masyarakat"membentuktingkah

metodologi kolektivisme, ia merupakan suatu jarak menentang terh;idap individualisme. Bentuk permintaan dari penjelasan sosial lebih jauh dipilah dalam garis perbedaan yang diterima oleh masyarakat dan negara berupa:

a) Economism,

yang

menyatakan

(sebagaimana

yang

dilakukan

liberal), bahwa proses politik merupakan suatu hasil dari proses bukan politik. Tetapi seperti liberal melihat proses politik sebagai suatu hasil dari interaksi individu-individu. Ekonomi melihat mereka sebagai suatu hasil dari interaksi antara tekanan sosial.Tekanan tersebut (diperkirakan sebagaimana halnya Marxisme) menjadi kelas-kelas, atau seperti dalam teori pluralistic dengan kelompokkelompok kepentingan. Namun demikian, dalam kedua kasus, peluang kedua negara atau lainnya yang lebih spesifik, struktur poilitiktersusun, dan bereaksi untuk menunjukan kepentingan mereka sendiri yang diperluas.b) Politicism, yang menyatakan bahwa struktur politik dapat memba.

igun

kepentingan

mereka pada

sendiri

dan

dapat

mengganggu spesifik, sebagai

kepentingan berlaku atas

tersebut

kepentingan

ekonomi dilihat

"rasionalitas politik" (untuk menggunakan formulasi yang lain) dapat "rasionalitas ekonomi":"power" fundamen untuk pembentukan sistem ekonomi. Subjek ekonomi yang terutama ialah peran pemerintah atau aktor negara, di mana kebijakan terpilih pemerintah dapat dimengerti sepenuhnya hanya dalam berbagai variasi pengaruh (yang dalam hal ini dibagi ke dalam bentuk kausalitas, korelasional dan keterkaitan dengan variabel-variabelnya). Teoriteori ekonomi memberikan ide-ide mengenai peran ekonomi yang tepat bagi pemerintah dan juga analisis mengenai apa yang sudah dilakukan pemerintan. Sedangkan pengaruh politik dapat diperhatikan dari cara pembentukan oleh politisi/kekuasaan yang berwenang,di mana mereka juga mempertimbangkan banyak faktor (sosial, budaya dan lain-lain) selain faktor ekonomi. Hal ini disebabkan karena kebijakankebijakan yang dipilih haruslah dapat dilaksanakan, baik dalam konteks sejarah maupun kelembagaan dari ekonomi domestik, serta

dapat memberikan sumbangan bagi lembaga internasional (sistem internasional) dan ekonomi dunia. Selain itu subjek lainnya, aktor bukan negara, justru merupakan yang paling sering dibicarakan akhir-akhir ini karena peranannya yang kian menonjol. 1. Proses Timbal Balik Ekonomistik dan Politik

Sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur paling penting dalam proses hubungan timbal-balik yang berlangsung, yakni cara di mana faktor politik mempengaruhi hasil ekonomi, yakni: 1. Sistem politik membentuk sistem ekonomi, karena struktur dan kerja sistem ekonomi internasional (dalam arti yang luas) ditentukan pula oleh struktur dan kerja sistem politik internasional.2. Pandangan-pandangan

politik

seringkali

membentuk

kebijakan

ekonomi, oleh sebab kebijakan ekonomi pada umumnya didikte oleh kepentingan-kepentingan politik.3. Hubungan ekonomi internasional itu sendiri merupakan hubungan

politik, karena interaksi ekonomi internasional, seperti interaksi politik internasional, merupakan proses di mana aktor negara dan bukan negara melakukan/mengalami: a. b. Mengatasi konflik atau kegagalan mengatasi konflik. Bekerjasama atau mengalami kegagalan dalam mancapai tujuan bersama. Subjek ekonomi dalam hubungan internasional juga dapat dipandang sebagai suatu pengaturan perselisihan dan kerjasama di mana tidakada campur tangan pemerintah. Sebagaimana seluruh interaksi politik internasional, interaksi ekonomi bergeser dari konflik murni menuju kerjasama. Kebanyakan interaksi ekonomi

internasional bersifat kerjasama tingkat tinggi. Banyak negara membagi tujuan untuk sistem moneter yang stabil, perluasan hubungan perdagangan dan meningkatkan produksi (walupun dapat terjadi perbedaan dalam tujuan akhir). Dalam keseluruhan politik internasional, negara-negara telah membuat pengaturan-pengaturan, institusi dan prosedur untuk mengatur masalah konflik dan kerjasama internasional. Dalam menajemen ekonomi internasional acapkali flukt jatif dan bervariasi dari waktu ke waktu karena pengaruh dari politik internasional yang terjadi pada waktu atau masa itu. Secara teoritis dikemuka-kan, hubungan antara negara,

pengelasan, dan hubungan ekonomi dalam tiga bentuk:1.

Negara memiliki kekuatan yang mengatur dan mengontrol dinamika sosial.

2. Merupakan kebalikan dari konsep (1) di mana negara adalah alat

kaum elit yang menjalankan kepentingan dari kelas sosial yang mendominasi.3. Negara dipandang sebagai bagian dari suatu kompleks proses

sosial, politik dan ekonomi di mana di dalamnya terkandung gabungan antara proses-proses kenegaraan dan proses dalam kelas sosial. Proses negara dan kelas sosial bertemu dalam suatu titik berupa aktivitas produksi dan distribusi.

2. Paradigma-paradigma dalam Ekonomi Politik Paradigma merupakan suatu istilah yang semula dikemukakan oleh Thomas Kuhn dalam karyanya berjudul The Structure of Scientific Revolutions (1962).

Berkaitan dengan hal tersebut, maka teori-teori politik ekonomi yang radikal dan menarik diselidiki ialah berkenaan dengan negaranegara terbelakang yang selalu dilingkupi dengan penindasan, eksploitasi, dan usaha-usaha pembangunan berencana. . Dalam penyelidikan dan riset Ekonomi Politik, diajukan sejumlah paradigma seperti;1. Paradigma

pilihan

individu

yang

paradoks

menginterpretasikan pembangunan sosial dalam terminologi alam kehidupan manusia, perjuangan alami individu mencapai kemakmuran, ekonomi.2. Paradigma institusional, sebagai kritik terhadap paradigma

serta

kemampuan

pasar

bebas

mengharmonisasikan kebebasan individu, dan pembangunan

sebelumnya

yang

menginterpretasikan

pembangunan

sosial

dalam terminologi hubungan sosial dari kekuasaan dan dominasi.3. Paradigma marxisme, yang mengeksplorasikan peranan dari

proses

kelas.

Gabungan

dari

ketiga

paradigma

besar

ini

melahirkan

suatu paradigma yang

radikal

dengan

analisis

tradisional, yang menggunakan kekuasan dan dominasi sebagai konsep dasar untuk memahami pembangunan sosial, yang memilki dua cabang pula, yakni pendekatan institusionalis manis dan pemahaman marxis yang eclectic terhadap kapitalisme sebagai suatu sistem kekuasaan. Sementara itu, eksplanasi teoritis pada analisis kelas dari hubungan internasional mencakup konsep-konsep pendapatan modal luar negeri dan bantuan asing dan proses eksploitasi yang dilakukan entrepreneur terhadap buruh yang melibatkan sejumlah aktor

bukan negara, seperti perusahaan multinasional/trasnsional (MNC/TNC). 3. Kontekstualitas Terhadap Politik Luar Negeri dan Domestik Studi Ekonomi Politik Kontemporer telah berkembang luas di mana dimensi ekonomi dan politik telah melibatkan analisis faktor internal dan eksternal dalam perumusan politik luar negeri negara-negara di dunia. Hal demikian difahami karena studi Sekalipun pandangan demikian mungkin jarang ditemui secara umum, akan tetapi Political Business Cycles biasanya terjadi dalam masyarakat di mana perkembangan ekonomi tidak optimal, dimanipulasi pemerintah sedemikian rupa agar kekuasaan mereka dapat lestari. Teori seperti in; mempunyai beberapa implikasi politik: Ada tiga dasar timbulnya political business cycles ialah:1. Pemerintah

bertujuan

untuk

memenangkan

pemilihan

umum,

karenanya mereka berusaha untuk memperolah suara sebanyakbanyaknya.2. Sikap para pemilih dipengaruhi oleh fasilitas-fasilitas di bidang

kegiatan perekonomian yang mungkin akan diperoleh. . .3. Pemerintah

dapat

merekayasa

kegiatan

Derekonomian

untuk

mengukuhkan kedudukan mereka dalam kekuasaan negara.

4. Aplikasi Teori dan Konsep Ekonomi Politi\ Kontemporer Untuk mengenali bagaimana aplikasi teori dan konsep Ekonomi Politik, sudah tentu kita dihadapkan melihat pada kaji substansi dan dan kontektualitasnya dengan wilayah wawasan

keilmuannya. Secara kontempoper, teori Ekonomi Politik dapat dibagi atas beberapa kriteria, seperti peranan, ekspansi, dan fungsi Ekonomi Politiktersebut.

Inti dari Teori Ekonomi "Rangkap" yang menganggap kemunculan ekonomi pasar merupakan hasil yang wajar sebagai pelepasan kekuasaan ekonomi manusia mengatakan, bahwa setiap ekonomi, baik domestik dan internasional, harus menganalisis dalam dua sektor bebas secara relatif, yakni sektor modern yang merupakan progresif dengan indikator peringkat produktif berefisiensi tinggi dan integrasi ekonomi. Inti dari Teori Sistem Dunia yang dipelopori oleh Wallerstein (1974:340), bahwa ekonomi modern dan hubungan politik pada dasarnya diyakini berbeda dari pendahulu pra-modern. Dunia [world) merupakan keseluruhan dari struktur sistem dan merupakan sebuah tingkatan analisis yang tepat. Dalam hal ini dunia modern difahami sebagai sebuah "sistem" di mana bagian strukturnya berfungsi dan perlu perhubungan, sistem yang terselenggara menurut seperangkat ekonomi. Analisis Untuk teori stabilitas ekonomi yana bersumber dari Profesor Kindleberger, intinya didasarkan atas prinsip keterbukaan ekonomi dan bebas membutuhkan kehadiran dari sebuah kekuatan dominan atau hegemoni atau suatu bentuk kepemimpinan. Kebijakan Nasional Distribusi pendapatan yang merata dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari kemungkunan mencapai kemakmuran secara menyeluruh. Pertumbuhan ekonomi memang tetap dikehendaki, namun ti .lak dijadikan a :uan utama dalam melaksanakan strategi

pembangunannya. Pandangan oara elit politik di negara-negara sosialis, umumnya tidak bersedia mengorbankan pemerataan kesejahteraan dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kegagalan berbagai sistem ekonomi dan politik sosialisme-komunis hingga akhir 1980-an untuk mencapai kemakmuran tersebut, kembali memalingkan pandangan para pakar dan elit politik di negara-negara Dunia Ketiga untuk melirik sistem dan model ekonomi yang diterapkan negara-negara ekonom: maju Barat dan Jepang khususnya yang kapitalistik karena ada barometer kemajuan Asia Timur dan Tenggara, atau kepada model ekonomi sosial demokiui yang banyak diterapkan di negara-negara Eropa Tengah (terutama Swedia dan Norwegia) sebagai alternatif baru.

Nilai-lilai dan Tujuan Elit Politik dalam Pembangunan Nilai-nilai yt ng terkandung dalam persepsi elit politik mengenai pembangunan ekonomi r egara, tidak dapat dirumuskan secara sederhana atau dibuai penggener ilisasian.

Untuk menjelaskan hal itu, hal ikhwal pembangunan sebagaimana dimaksud ini, pertama, dapat meialui kacamata praxis, yakni suatu pemahaman mengenai bidang kehidupan dan kegiatan praktis manusia. Hal ini telah dilakukan negara-negara dalam beberapa dasawarsa setelah Perang Dunia II, sekali pun belum ada suatu definisi yang secara konseptual baku, seperti apa sesunggunhnya yang paling tepat (misalnya, teorisasinya).

Kedua, perkembangan teori pembangunan sesungguhnya tiaak mengiktui pola garis linear dengan proses yang revolusioner dan lancar, melainkan lebil diwarnai oleh adanya pemikiran yang kontradiktif maupun polarisasi ideologis Gejala seperti ini mulai jelas terlihat ketika timbul pertarungan dua blok kekuatan, Barat dan Timur. Ketiga, berbagai pemahaman mengenai teori/pemikiran pembangunan pada awalnya dipengaruhi oleh developmental ideology yang berasal dari Barat. Keempat, apa dan bagaimana idea yang mendasari pembangunan, kajiannya s jdah tentu tidak bisa berdiri sendiri, la bersifat komprehensif dan multidimer si, walaupun perspektif yang mendalaminya kelakakan mer-yebut--nya sebagai istilah "sosiologi pembangunan','"psikologi pembangunan'; "ekonomi [uembangunan','"politik pembangunan""ekologi dan ekosistem pembangunan" dan lain-lain. Kelima,Ekonomi Politik merupakan studi alternatif,tidak menyimpulkan secara sederhana persoalan pembangunan menjadi semata-mata persoalan teknis ekonomi;,yang beranjak dari pemikiran sebagaimana halnya tersimpul dari makna "trickle down effect". Keenam, daiam hal studi pembangunan dari perspektif Ekonomi Politik Kontemporer, adalah berusaha menitikberatkan perhatianberbagai aspek kendala oalam pembangunan, terutama menyangkut nasib negara-negara terbelak; ing. Para Model Pembangunan Ekonomi yang Ditawarkan Dinamika negara-negara bahwa berkembang upaya pada dekade untuk 1950-an mengejar

memperlihatkan

mereka

ketertinggalan pembangunan dengan negara lain, yang sudah maju, dipengaruhi oleh pemikiran strukturalis internasional dan sosialisme yang bersumber dari dua kutub, yakni Blok Barat dan Blok Timur di mana masing-masing pihak berupaya memperlihatkan kejayaan mereka. Tidak sedikit negara Dunia Ketiga yang mengalami krisis ekonomi, bukannya "pemerataan kekayaan" yang mereka dapatkan, melainkan "pemerataan Kemiskinan" vang kian marak. Strategi dan kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan di negaranegara yang sedang oerkembang dan miskin, pada umumnya dipengaruhi oleh model dari teori pertumbuhan ekonomi dan aiiran utama (mainstream), yaitu konsep pembangtinan ekonomi ala Barat konvensional, seperti teori-teori Neo-klasik (III) yang dipelopori oleh Piero Sraffa, J.V. Robinson, E.H.Chamberlin, W.S. Jevons, Alfred Marshall, Kari Merger, dan lain-lain. Teori-teori Keynesian yang melanda kebanyakan Dunia Ketiga dikeniDangktm lagi oleh Po t Keynesian. Teori f embangunan yang berakar pada sejarah ekonomi Barat i sungguhnya lei ih bercirikan endogenisme dan evolusionalisme, yang tumbuh berabad-ai: ad sesuai akar budaya liberalisme. Walau; un demikian, kegagalan-kegagalan pola ekonomi Barat d: negara-negara ber rembang memberi pelajaran penting yang sangat bermanfaat, khususnya i /erkenaan dengan validitas dari kerangka konseptual serta strategi yang digun. kan berikutnya (sustainable). Apabila kita menelaah lebih jauh, keberhasilan .nggris bukan karena etika Protestan,melainkan dorongan semangat revolusi industri dan fa!-, a m "A n g li kan" jug?

Beberapa pilihan lain-yang ditawarkan ialah pembangunan tipe ideal, yakni melihat kepc da situasi dan kondisi suatu negara sebagaimana disebutkan oleh Charles Kindleberger (Kindleberger [I], 1982) mengenai "gap approach" (pendei.atan dari kesenjangan). E. Modernisasi dan Industrialisasi Daiarn pembahasan materi ini, mungkin banyak di antara- para pensiudi Hubungan Internasional pola pikir dan Ekonomi Politik yang dan melewatkan, bahwa studi tentang pembangunan, modernisasi, dan industrialisasi adalah yang berkembang dikembangkan pada abad XIX dan XX. Kerika masuk pada abad XX! orang sudah mulai menalarkan pikirannya kepaaa masalah-masalah masa depan planet ini dengan proses universaalisme dan global'sasi yang kian sukar untuk dibendung. Hal itu memang dapat dibenarkan, bac pun bahwa persoalan besar memasuki abad milenium ketiga berup. global disorder dar. global instability karena ada fragmentasi tertentu berupa bentuk indetermin. 1. Modei aisasi Pemikiran ocrates, demokrasi, rr. angenai modernisasiKETIKA

sesungguhnya c an

sudah

ada mulai

sejakzaman Yunani kuno Plato, dan

beberapa filsuf seperti Aristoteles, lain-lain

Rene

Descartes,

membuahkan karya-karya mereka tentang ii nu pengetahua a, kenegaraan.Tokoh-tokoh tersebut mengilhami sejumlah pr mikir di zaman Pos-Klasik seperti Galilei Galeleo, Copernicus, Ibn Sienna (Avecienna), Ibn Rasyid (Averous) hingga ke zaman moden i sejak akhir abad )! ;Xdan memasuki abad XX yang revolusioner, di antaranya f iison, Newton, Tl,omas

Hobbes,

Einstein,

Adam

Smith,

Richardo,

dan

l.iin-lain.

Sedangkan idea-idea maka tiap-tiap negara perlu mempersiapkan diri agar sekurangkurangnya membuat posisi seimbang antara produksi irdustri manufaktur, ataupun substisusi impor, dengan pi jduksi pertanian/, graris yang mengacu pada teknologi maju atau agroindustri. Dengan demikian, dapat dikurangi dan bahkan diantisipasi ketergantungan akan impor ang akan menguras cadangan devisa negara. Beberapa studi kasus yang terjadi di beberapa negara sedang berkembang, menunjukan berlangsungnya ke:idakseimbangan antara industri substitusi impor dalam konteks industi ma. ufaktur dengan agroindustri. Sementara negara bersangkutan merupakan negara agraris; misalnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Brazil, dan beberapa negara di Amerika Tengah/Latin lainnya. Berbeda dengan Indonesia, sekalipun sejak 1970-an proses industrialisasi dipacu dalam kerangka program industri substitusi impor khususnya terhadap komoditi manufaktur, namun andil R&D baik dari pihak pemerintah maupun swasta sangat kecil dan banyak bergartung pada perusahaan-perusahaan Multinasional (PMN) atau MNC/fNCyang berarti teknologi dengan lisensi asing. 'Dalam strategi dasar yang diperlihatkan oleh rancangan pembangunan nasional Indonesia melalui Repelita [Pelita), pertanian tetap merupakan basic pembangunan nasional. Namun, di sisi lain faktor-faktor yang menyokong/ menunjang industri hulu dan hilir dalam prakteknya tidak terwujud secara ril. Mengapa suatu strategi industrialisasi tidak tergantung kepac a busic sektoral? Ii i disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menjadi khas negara bersangku an, yang berbeda dengan kekhasan tertentu di negara-negara lain.

Hubungan antara pemerintah, modal maupun pekerja (buruh) merupakan tiga unsur dimensial yang sangat penting dalam studi ekonomi politik kontemporer. Secara umum, strategi dan kebijakan ekonomi pemoangunan dan ^industrialisasi Indonesia telah dilaksanakan pemerintah sejak awal kemerdekaan dengan konsep modernisasi pembangunan bangsa (nations building) sampai masa pemerintah Orde Baru mulai berkuasa (1967). 2. Modtl industrialisasi Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa terdapat hubungan yang erat antara proses modernisasi dengan industrialisasi di tiap-ti.ap negara. Industrialisasi dalam konteks modernisasi merupakan suatu kebutuhan yang kian mutlak diperlukan oleh suatu negara berkembang un:uk mencapai sasaran pemberdayaan negara dan bangsa, mencapai kemandirian dan mengatasi berbagai kekurangan yang tidak dapat dipenuhi dari havJ primer, perdagangan, dan pengolahan bahan potensial secara tradisional. Industrialisasi dalam hal ini lebih terfokus kepada suatu bidang spesialisasi dari sekian banyak konsep mewujudkan modernisasi negara bangsa. suatu negara tertentu sesungguhnya akan mampu mempertahankan antara lain:1. Sanggup mengawasi dan mengendalikan kondisi penduduk dan

pertumbuhan melalui

ekonomi sistem

yang

tinggi

untuk

memacu

modernisasi

suatu

politik,

sekurang-kurangnya

sumber materialnya serta stabilitas nasionalnya dalam banyak aspek.2. Merniiiki kapasitas untuk mobilisasi manusia dan sumber daya

materialnya .alam mendukung psrkembangan ekonomi.

3. Ken ampuan menyelaraskan berbagai conflict of interest dalam

masyarakat yang dihasilkan oleh proses berlangsungnya kemajuan ekonomi yang cepat.4. Tergantung pula kepada proses faktor eksternal dan internal yang

bersifat peluang dan tantangan. Sampai sejauh ini, usaha pencarian konsep?, teori, dan model yang paling cocok secara general untuk pembangunan di Dunia Ketiga memang sukar dilakukan, dan mungkin tidak pernah dapat ditemukan karena perbedaan-perbedaan visi dan kerangka berpikir di Dunia Ketiga itu sendiri. Untu;. Indonesia, kecenderungan uji coba konsep-konsep dan strategi pelaksanaan hal semacam tersebut terjadi sejak akhir dekade 1970-an. Perdebatan konseptual berlangsung antara kelompok ekonom yang dipimpin oleh Widjojonitisastro {Widjojonomics) yang menekankan adanya keunggulan komparatf (comparative advantages) dalam memacu pertumbuhan dan mencapai arus perdagangan luar negeri yang unggul. Sedangkan oleh kelompok tekno og yang dipimpin oleh B J. Habibie (Habibienomics) memberikan penekanan kepada keunggulan kompetitif (competitive advantages) melalui terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi. 4. Industrialisasi dalam Era Pasar Bebas Dunia yang mengalami proses globalisasi tidak dapat

menghindarkan adanya keadaan transparasi tanpa batas-batas klasik lagi (borderless) dan tidak ada lagi dinding penyekat (barriers), yang mampu menghambat arus informasi, komunikasi saling terjadi, dan lalu lintas sains dan teknologi sukar dibendung dengan kultur tradisional

Untuk menghadapi hal demikian, maka tiap-tiap negara perlu mempersiapkan diri agar sekurang-kurangnya membuat posisi seimbang antara produksi irdustri manufaktur, ataupun substisusi impor, dengan pi jduksi pertanian/, graris yang mengacu pada teknologi maju atau agroindustri. Suatu r egara yang memfokuskan kepada proses industrialisasi, cenderung memperole 1 keberhasilan manakala negara yang bersangkutan menegapkan model indu: trialisasi yang technplogicalbased. Berbeda dengan Indonesia, sekalipun sejak 1970-an proses industrialisasi dipacu dalam kerangka program industri substitusi impor khususnya terhadap komoditi manufaktur, namun andil R&D baik dari pihak pemerintah maupun swasta sangat kecil dan banyak bergartung pada perusahaan-perusahaan Multinasional (PMN) atau MNC/fNCyang berarti teknologi dengan lisensi asing. 'Dalam strategi dasar yang diperlihatkan oleh rancangan pembangunan nasional Indonesia melalui Repelita [Pelita), pertanian tetap merupakan basic pembangunan nasional. Namun, di sisi lain faktor-faktor yang menyokong/ menunjang industri hulu dan hilir dalam prakteknya tidak terwujud secara ril. Sementara itu, proses pelaksanaan industri substitusi impor juga tidak berjalan sempurna karena industri penunjang untuk pemenuhan bahan bakunya tidak pernah disiapkan, sehingga terus tergantung kepada impor. Mengapa suatu strategi industrialisasi tidak tergantung kepac a busic sektoral? 5. Industrialisasi di Indonesia pada Masa Pemerintah Orde Baru (i 966/67-1993)

Hubungan antara pemerintah, modal maupun pekerja (buruh) merupakan tiga unsur dimensial yang sangat penting dalam studi ekonomi politik kontemporer. Hampir setiap negara di dunia saat ini memberi perhatian utama ternadap hal ini, baik di negara maju maupun diperlukan di negara-negara di Indonesia, secara berkembang. ini menjadi maupun Dalam yang ketiga konteks sangat variabel pembangunan kajian

sendiri-sendiri

dimensional itu karena berkenaan dengan implementasi strategi dan kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi nasional maupun proses industrialisasi. Selain daripada itu, ia juga berkaitan dengan sejumlah isu menyangkut perolehan dan penggunaan modal yang dilakukan pemerintah dan swasta serta mana-gerial kega menyangkut nasib tenaga kerja. Secara umum, strategi dan kebijakan ekonomi pemoangunan dan ^industrialisasi Indonesia telah dilaksanakan pemerintah sejak awal kemerdekaan dengan konsep modernisasi pembangunan bangsa (nations building) sampai masa pemerintah Orde Baru mulai berkuasa (1967). Pada masa Revolusi, situasi politik ketika itu masih diliputi oleh suasana transisi Taman kolonial, di maha'nuansa ekonomi kolonial juga masih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perhatian pemerintah masa ini lebih dicurahkan kepada upaya mengubah tradisi yang berkembang akibat penjajahan itu, dan kemudian mewujudkan bentuk ekonomi nasional khas Indonesia, yakni sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa dan negara bangsa. Bagaimana pun kejadian yang berlangsung?pemerintah berusai;; untuk mewujudkan iklim politik domestik secara bebas dan mulai mengembangkan sistem mukipartai.

Namu; demikian, dalam tahun-tahun masa (Revolusioner, ini pemerintah Indonesia i iasih sempat menghasilkan suatu master pion pembangunan ekonomi ya ng diberi nama Ekonomi Lima Tahun Republik Indonesia. Kor ;e| ini dirancang oleh suatu badan yang bernama Dewan Komite Nasional Inoonesia-atau dikena pula dengan nama Panitia Pemikir Siasat Ekonomi Indonesia . Memas aki masa keutuhan kedaulatan Indonesia sejak tahun l')- . 959 iklim kehiei jpan politik mengalami perubahan. Undang-Undang dasar Sementara t ihun 1950 (UUDS 1950) dijadikan konstitusi negara menggantikan UUD 1945. Rancangan ekonomi tersebut kemudian menjadi dasar berpijak dan pelaksanaan industrialisasi Indonesia dengan strategi legalitas kepemilikan dan pengawasan usaha-usaha industri baru oleh pemerintah dan khususnya jaembenan prioritas utama bagi pengusaha pribumi. Memburuknya Presiden situasi politik dan tidak berhasilnya yaitu

pemberdayaan ekonomi nasional sampai tahun 1959, menyebabkan Soekarno mengambil keputusan darurat, mengeluarkan undang-undang darurat berupa Dekrit Presiden 1959 yang berisi instruksi perubahan sistem politik dari NberalismeUUDS 1950 kembali kepada konstitusi UUD 1945. Perubahan ini berdampak kepada hampir semua aktivitas ekonomi dan politik Indonesia. Presiden Soekarno memegang kekuasaan dominasi eksekutif dan menamakan g 'a kepemimpinannya sebagai Demokrasi Terpimpin. Perubahan peralihan kekuasaan dari rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru26 membawa proses transformasi besar-besaran, terutama orientasi model pembangunan, modernisasi,dan inoustrialisasi. Ekonomi "mixed capitalisme"

BAB III PEMBAHASAN ISI RINGKASAN MATERI II.2 Pembahasan II.2.1 Kondisi Ekonomi Internasional Jatuhnya perekonomian Amerika Serikat belakangan ini telah memunculkan kekhawatiran akan krisis ekonomi yang berdampak lebih luas dan lebih dalam. Kerugian yang dialami oleh sektor keuangan AS akibat kredit macet sektor perumahan diperkirakan mencapai kisaran 350-600 miliar dollar. Kejatuhan perusahaan sekuritas keempat terbesar AS, Lehman Brothers, memengaruhi banyak sekali simpul-simpul finansial di berbagai negara. Transaksi finansial lintas batas negara juga terganggu. Kejatuhan Lehman Brothers yang berusia 158 tahun itu membuat risiko investasi tersebar dengan sangat cepat. Kekecualian terjadi untuk Bursa Efek Jakarta yang indeks harga sahamnya malah naik 1 persen pada saat bursa global berjatuhan. Kebangkrutan Lehman Brothers adalah yang terbesar

sepanjang sejarah kebangkrutan AS dengan total utang 613 miliar dollar AS dan aset 639 miliar dollar AS. Kebangkrutan terbesar berikutnya adalah Worldcom Inc (aset 126 miliar dollar AS) dan Enron Corp (aset 81 miliar dollar AS). Kebangkrutan Lehman dipicu ketidakmampuan melunasi kewajiban sekitar 60 miliar dollar AS, miliki anak perusahaan, yang menular ke seluruh lini bisnis Lehman. Bangkrutnya Lehman membuat otoritas keuangan di AS berjaga-jaga dan terpaksa menyuntikkan dana 70 miliar dollar AS ke pasar keuangan untuk

26 menolong likuiditas lembaga keuangan. Bank Sentral Eropa (ECB) menyuntikkan dana 99,4 miliar dollar AS, Bank of England menyuntikkan menyiapkan 35,6 dana miliar 7,2 dollar AS, AS, Swiss dan National Bank of Bank Japan miliar dollar

menyuntikkan 24 miliar dollar AS. Suntikan dana bertujuan mencegah kehancuran yang lebih dalam. Dengan situasi panik, para investor sering memilih menarik dana investasi yang otomatis membutuhkan uang tunai segera. Suntikan dana juga bertujuan menjaga transaksi bisnis, seperti pembiayaan perdagangan lintas batas. Kebangkrutan Lehman mengimbas ke lembaga keuangan dunia yang pernah memberi pinjaman pada Lehman. Kasus Lehman membuat para investor mencampakkan saham-saham dari perusahaan pemberi pinjaman itu dan mencampakkan saham perusahaan lain yang sedang goyang, seperti UBS (Swiss) dan AIG (AS). Hilangnya kapital dengan angka jumlah fenomenal tersebut AS menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi

sebagai akibat langsung dari tersendatnya ekonomi sektor riil. Sebagai langkah darurat, bank sentral AS telah melakukan pemotongan tingkat suku bunga bank sentral sebagai upaya menggerakkan roda ekonomi. Namun langkah ini ternyata dianggap dapat menimbulkan ancaman inflasi. Langkah lainnya adalah rate cuts reversal (mempertahankan atau menaikkan kembali tingkat suku bunga) yang memiliki resiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menyebabkan resesi. Kekhawatiran akan terjadinya resesi di tahun 2008 ini dipicu oleh beberapa peristiwa penting dalam indikator ekonomi makro AS

belakangan ini. Beberapa indikator resesi yang dapat dilihat secara kasat mata saat ini antara lain semakin lemahnya daya serap pasar tenaga kerja di AS, daya beli masyarakat AS yang turun drastis sehingga berpotensi menekan pelaku industri, defisit perdagangan dan government spending AS yang banyak sekali dihabiskan untuk perang, serta kerugian dari kasus kredit macet sektor perumahan yang jumlahnya fenomenal dan mengguncang fondasi ekonomi AS. II.2.2 Kondisi Perekonomian Indonesia Pra-Pertemuan G-20 Dampak krisis internasional akibat jatuhnya perusahaan perusahaan besar di Amerika Serikat, seperti Lehman Brothers dan Merril Lynch mempengaruhi Indonesia walaupun sangat kecil karena hanya sedikit orang Indonesia yang menanamkan sahamnya di perusahaan perusahaan Amerika Serikat. Namun, hal ini menyebabkan nilai rupiah semakin menurun karena saham saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dijual oleh para investor asing karena mereka membutuhkan uangnya di negara mereka masing masing. Dalam kurun waktu setelah terjadinya krisis internasional, pemerintah menerapkan kebijakan, yakni mengumumkan memberikan jaminan keamanan dan keutuhan uang yang disimpan dalam bank-bank di Indonesia sampai batas Rp 2 milyar. Hal ini berarti pemerintah menghimbau masyarakat guna mengantisipasi imbas krisis keuangan global yang sewaktu waktu mungkin saja melanda perbankan Indonesia. Masyarakat dihimbau untuk hati hati dalam membelanjakan uang mereka. Sebelum dilaksanakannya pertemuan pertemuan negara negara yang tergabung di dalam G-20, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sudah mengamanatkan Sri Mulyani sebagai Menko Perekonomian untuk mengambil langkah guna mencegah dampak krisis ekonomi internasional. Sri Mulyani

menerapkan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, tetapi kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian Indonesia. Sasaran utama JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah. Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang JPSK. Dengan demikian, UU JPSK berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam

UU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yang meliputi:1

Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan

jaring pengaman pertama dalam JPSK (first line of defense). Mengingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah digariskan guiding principles, yakni pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang berlaku.2. Lender of last Resort

Kebijakan Lender of Last Resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan penanganan krisis. BI telah merumuskan secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang dilikuid, tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi. Di lain sisi, dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor pertimbangan utama dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan. Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undangundang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang telah

disetujui

DPR

tanggal

15

Januari

2004.

Sebagai

peraturan

pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember 2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai

Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang. Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor 24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif

Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis dapat ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam

JPSK ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan, dan penyelesaian krisis sehingga setiap lembaga memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi. Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu, dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan. II.2.3 Pertemuan G20 G20 adalah suatu forum non-formal yang mengetengahkan diskusi yang konstruktif dan terbuka antara negara-negara maju dan negara-negara pasar baru dalam dunia. masalah Dalam sekaitan hal ini dengan atau kestabilan keuangan dunia untuk membantu pertumbuhan dan pengembangannya diseluruh G20 Kelompok Ekonomi dua puluh diwakili sembilan belas negara terbesar dunia ditambah dengan Uni Eropa. Yang menjadi anggota adalah para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari masing-masing sembilan belas negara tersebut ditambah dengan Ketua Bergilir Uni Eropa dan Bank Sentral Eropa (ECB). Kelompok Ekonomi dua puluh ini merupakan negara-negara yang termasuk paling penting dan berpengaruh di dunia dan jelas punya mandat karena mewakili 90% GNP, 80% perdagangan dunia dan 2/3 penduduk dunia. Ke-19 negara-negara tersebut adalah

Argentina, Australia, Brasil, Kanada, RRC, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Mexico, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Pertemuan puncak G20 pertama kali dilakukan di Washington DC, lalu dilanjutka ke kota London, dan pada pada September 2009 dilanjutkan di kota Pittsburgh. Agenda forum G20 memiliki arti penting bagi pemulihan ekonomi global, maupun untuk Indonesia. Setidaknya ada dua kepentingan Indonesia terhadap G20, yaitu : 1. Agar terjadi pemulihan pasar finansial Indonesia. 2. Agar terjadi perbaikan daya beli di negara maju yang merupakan pasar ekspor negara Indonesia. Kedua hal di atas memiliki kaitan yang amat penting bagi ketersediaan lapangan kerja yang menjadi landasan hidup jutaan orang di Indonesia.

Bab IV Penutup

IV.1 Kesimpulan

Ekonomi politik Internasional adalah menyangkut hubungan perekonomian di seluruh dunia yang secara langsung, maupun tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan politik secara global dimana tercipta pola interaksi yang kompleks yang saling bergantung satu sama lain. Kondisi ekonomi di dunia saat ini sedang mengalami resesi yang sangat hebat, dimana dibutuhkan langkah-langkah yang cepat dan tanggap agar tercipta keseimbangan seperti sebelumnya. Walau begitu, keadaan ekonomi di Indonesia cukup stabil dan tidak terkena dampak secara langsung, yaitu terjadi overflow capital yang umumnya terjadi di seluruh dunia. Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan resesi global, dibentuk suatu forum global yaitu G20 yang anggotanya adalah terdiri dari negara-negara yang maju, sedang berkembang, memegang GDP global yang besar, serta negara-negara dengan jumlah penduduk tinggi yang dimaksudkan untuk mencari jalan keluar agar terjadi kembali keseimbangan perekonomian dunia. Pada intinya, G20 menghasilkan persetujuan global yang isinya adalah perbaikan ekonomi global melalui kerja sama antar negara yang saling menguntungkan, penataan kembali lembaga keuangan dunia, membentuk forum permanen 35 yang membahas kerjasama tingkat global untuk kesejahteraan dunia, serta usaha-usaha untuk menurunkan dampak iklim global.

Imbas kerja sama G-20 terhadap birokrasi di Indonesia adalah membuat kebijakan-kebijakan yang berbau perekonomian dalam negeri agar nantinya dapat berkontribusi dengan perekonomian global, membuat sistem remunerasi yang berkeadilan dan seimbang, mengadakan traning terhadap aparatur negara agar tercipta efisiensi, melakukan penegakan hukum, serta membuat perjanjian internasional yang saling menguntungkan antara Indonesia dengan negara lain.

IV.2 Saran Saran tim penulis dan dan terhadap pengaruh ekonomi di politik dalam

internasional terhadap birokrasi di Indonesia adalah perlunya pengembangan pemerintahan peningkatan birokrasi responsiveness terhadap Indonesia perubahan-

perubahan yang terjadi di luar negeri agar negara dapat terus menjamin kesejahteraan masyarakat dan dapat memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan global untuk pembangunan negara secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional Implementasi Konsep dan Teori. Jakarta: PT. Refika Aditama

http://garryaditya.blogspot.com/2011/01/ekonomi-politikinternasional.html

http://www.anneahira.com/ekonomi-modern.htm http://frenndw.wordpress.com/tag/ekonomi-politikinternasional/

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/182gender-dalam-praktek-ekonomi-politik-internasional-dankeamanan-global-bagian-1-dari-3-tulisan-

http://deedde.wordpress.com/2011/03/07/ekonomipolitik-internasional-bretten-woods-system/

http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2011/03/03/142 /Ekonomi-Politik-Pasca-Reformasi

http://sulhamidzic.wordpress.com/2011/05/12/tigamahzab-tradisional-ekonomi-politik-internasionalmerkantilisme-liberalisme-dan-marxisme/

http://frenndw.wordpress.com/tag/ekonomi-politikinternasional/

37

LAMPIRAN

Ekonomi Politik InternasionalTinjauan konseptual atas ekonomi politik internasional Makin banyak kasus dalam hubungan internasional masalah ekonomi dan politik terkait erat. Bantuan luar negeri yang diberikan kepada Indonesia dan negara berkembang lainnya tak lepas dari kepentingan politik lembaga keuangan internasional dimana para pemegang sahamnya didominasi dan dikuasai negara Barat. Begitu masalah politik dalam negeri muncul maka Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia memberikan peringatan agar reformasi dilanjutkan atau bantuan dihentikan. Ancaman seperti itu tidak hanya diterima Indonesia tetapi juga negara besar seperti Cina dimana perlakukan dari Amerika Serikat menentukan perdagangan kedua negara. Ekspor Cina ke AS dikaitkan dengan kepentingan politik. Bila terjadi pelanggaran hak asasi manusia maka dengan serta merta AS mengancam akan meninjau lagi kebijakan perdagangannya kepada Cina. Ketika Irak melancarkan serangan kepada Kuwait dan bahkan hingga kini ketika Irak sudah mundur dari Kuwait, Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya masih memberlakukan embargo perdagangan sebagai hukuman atas tindakan politik dan militer pemerintah pimpinan Presiden Saddam Hussein. Demikian pula Iran mengalami embargo perdagangan dari AS. Kasus-kasus itu makin menunjukkan bahwa seusai Perang Dingin, masalah ekonomi politik internasional makin kental dalam hubungan antar bangsa dan bahkan antar benua. Ketika Indonesia dianggap tidak bisa mengendalikan keamanan di Timor Timur pasca jajak pendapat, IMF langsung menghentikan perundingan pemberian bantuan. Demikian pula Amerika Serikat menghentikan kerja sama di bidang militer. Ini makin jelas bahwa tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan ekonomi dan tidak ada pula sebuah kebijakan ekonomi lepas dari kepentingan politik. Makalah akan dibuka dengan tinjauan tentang pengertian dan cakupan studi ekonomi politik internasional. Bagian kedua akan mengulas perjalanan historis pemikiran ekonomi politik internasional. Pengertian Secara tradisional, demikian kata James E Alt dan Alberto Alesina (1996), perilaku ekonomi berarti orang yang memaksimalkan nilai tukar sedangkan perilaku politik menyangkut pemberian suara dan bergabung dengan kelompok kepentingan.Eksistensi paralel dan eksistensi bersama negara dan pasar dalam dunia modern ini melahirkan apa yang dinamakan ekonomi politik. Tanpa kedua unsur itu takkan ada ekonomi politik.

38 Menurut Robert Gilpin (1987)[1] ketiadaan negara, mekanisme dan kekuatan pasar akan menentukan kegiatan ekonomi. Hal ini akan menjadi fenomena ekonomi murni. Sebaliknya tiadanya pasar, negara sendiri akan mengalokasikan sumber-sumber ekonomi. Inilah dunia ilmuwan politik. Meskipun tak ada dunia muncul dalam bentuk murni, pengaruh relatif negara atau pasar memberikan perubahan sepanjang waktu dan dalam lingkungan yang berbeda. Menurut Gilpin, istilah ekonomi politik memiliki ambiguitas. Adam Smith dan ekonom klasik menggunakannya untuk mengartikan apa yang sekarang disebut ilmu ekonomi. Baru-baru ini, sejumlah pakar seperti Garu Becker, Anthony Downs dan Bruno Frey mendefinisikan ekonomi politik sebagai aplikasi metodologi formal ekonomi yang disebut model aktor rasional, untuk semua tipe perilaku manusia. Pakar lain menggunakan istilah ekonomi politik ini dengan pengertian penggunaan teori ekonomi khusus untuk menjelaskan perilaku sosial, permainan, tindakan kolektif dan teori Marxist. Sedangkan pakar lainnya memakai istilah ekonomi politik untuk merujuk pada masalah yang dihasilkan oleh interaksi kegiatan ekonomi dan politik. Gilpin mengistilahkan ekonomi politik untuk mengindikasikan serangkaian masalah yang dikaji dengan campuran yang lengkap metode analitik dan perspektif teoritis. Sedangkan fokus interaksi itu adalah aktivitas manusia antara negara dan pasar. Formulasi ini sebenarnya tidak baru. Georg Hegel dalam Philosophy of Right sudah mengkaji hubungan antara negara dan pasar. Charles Lindblom (1977) mengusulkan pertukaran dan otoritas sebagai konsep utama ekonomi politik. Peter Blau (1964) menggunakan pertukaran dan paksaan; Charles Kindleberger (1970) dan David Baldwin (1971) merujuk pada kekuasaan dan uang; Klaus Knorr (1973) memanfaatkan istilah kekuasaan dan kekayaan. Sedangkan Oliver Williamson (1975) secara kontras memakai istilah pasar dan hirarki, Richard Rosecrance (1986) mengkontraskan antara pasar dan teritorialitas. Meskipun negara menyangkut politik dan pasar menyangkut ekonomi sebagai sesuatu yang terpisah dalam dunia modern, namun tak bisa dipisahkan secara total. Negara mempengaruhi hasil dari aktivitas pasar dengan menentukan karakter dan distribusi hak-hak properti serta aturan yang menguasai perilaku ekonomi. Banyak orang yang yakin bahwa negara dapat dan bisa mempengaruhi kekuatan pasar. Oleh karena itu secara signifikan mempengaruhi kegiatan

ekonomi. Pasar itu sendiri adalah sumber kekuasaan yang mempengaruhi keputusan politik. Dependensi ekonomi mengukuhkan hubungan kekuasaan merupakan ciri fundamental dunia ekonomi kontemporer. Untuk lebih jelasnya, Balaam (1997)[2] menguraikan ekonomi politik internasional dari untaian pengertian per kata. Internasional, katanya, merujuk pada penanganan masalah yang berkaitan dengan lintas batas nasional dan hubungan diantara dua atau lebih dari dua negara. Sedangkan istilah politik merujuk pada keterlibatan kekuasaan negara untuk membuat keputusan tentang siapa yang dapat, apa, kapan dan bagaimana dalam sebuah masyarakat. Politik adalah proses pilihan kolektif, kompetisi kepentingan dan nilai-nilai diantara aktor berbeda termasuk individu, kelompok, bisnis dan partai politik. Proses politik adalah kompleks dan berlapis-lapis yang melibatkan negara nasional, hubungan bilateral diantara negara bangsa dan banyak organisasi internasionnal, aliansi regional dan kesepakatan global. Pada akhirnya ekonomi politik internasional adalah menyangkut ekonomi yang berarti sesuatu yang berkaitan dengan cara bagaimana sumber-sumber yang langka dialokasikan untuk kegunaan yang berbeda-beda dan didistriusikan diantara individu melalui proses pasar yang desentralisasi. Analisa ekonomi dan analisa politik, tulis Balaam, sering melihat kepada masalah yang sama namun analisa ekonomi berfokus tidak banyak kepada soal kekuasaan dan kepentingan nasional Tetapi kepada masalah pendapatan dan kekayaan serta kepentingan individual. Oleh sebab itu ekonomi politik, merupakan kombinasi dua cara memandang secara utuh terhadap dunia dalam rangka mengetahui karakter fundamental masyarakat. Studi ekonomi politik internasional merupakan ilmu sosial yang didasarkan pada satu kerangka masalah, isu dan kejadian dimana unsur ekononomi, politik dan internasional terkait dan tumpang tindih sehingga menciptakan pola interaksi yang kaya. Dunia merupakan sebuah tempat yang kompleks yang dihubungkan dengan berbagai unsur yang saling berpengaruh. Mulai dari tingkat individu, elit politik-ekonomi sampai tingkat nasional bahkan tingkat kawasan melahirkan interaksi yang tidak sederhana. Kontak antar perbatasan dan antar nilai yang berbeda bahkan antar kepentingan yang beraneka ragam menimbulkan berbagai masalah. Ilmu sosial berusaha untuk memahami pola dan karakter kondisi manusia di muka bumi dengan menganalisa penyebab dan sumber konflik serta bagaimana mereka menyelesaikannya. Studi ekonomi politik internasional ikut memberi andil dalam memahami ketegangan yang melibatkan kepentingan ekonomi dan politik antar bangsa. Menurut Balaam, ekonomi politik adalah bidang studi yang menganalisa masalah yang muncul dari eksistensi paralel dan interaksi dinamik negara dan pasar di dunia modern.

Interaksi ini yang mendefinsikan ekonomi politik dapat dilukiskan dalam sejumlah cara. Untuk tingkat tertentu, ekonomi politik berfokus pada konflik fundamental antara kepentingan individu dan kepentingan lebih luas masyarakat dimana individu eksis. Bisa juga dijelaskan bahwa ekonomi politik merupakan studi ketegangan antara market (pasar) dimana individu terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan sendiri dan negara dimana individu yang sama melakukan tindakan kolektif yang berlaku demi kepentingan nasional atau kepentingan yang lebih luas yang didefinsikan masyarakat.[3] Negara merupakan realisasi dari tindakan dan keputusan kolektif. Negara sering diartikan lembaga-lembaga politik negara bangsa modern, kawasan geografis dengan hubungan yang relatif koheren sistem pemerintah. Negara bangsa itu sendiri merupakan sebuah lembaga legal dengan ruang lingkup jelas teritorial dan penduduk serta pemernitah yang mampu memikul kedaulatan. Misalnya wilayah Indonesia, rakyat Indonesia dan pemerintah Indonesia. Namun demikian kita juga perlu mempertimbangkan secara lebih luas pengertian negara dengan sesuatu yang kolektif dan perilaku politik yang terjadi pada banyak tingkat. Uni Eropa, misalnya, bukanlah sebuah negarabangsa. Uni Eropa adalah organisasi negara bangsa. Namun demikian organisasi ini membuat pilihan dan kebijakan yang dapat mempengaruhi seluruh kelompok negara bangsa dan penduduknya sehingga seperti sebuah negara. Sementara itu market (pasar) merupakan realisasi tindakan dan keputusan individu. Pasar biasanya diartikan lembaga-lembaga ekonomi kapitalisme modern. Pasar merupakan lingkungan tindakan manusia yang didominasi oleh kepentingan individu dan dikondisikan oleh kekuatan kompetisi. Kekuatan pasar memotivasi dan mengkondisikan perilaku manusia. Individu didorong oleh kepentingan pribadi untuk memproduksi dan mensuplai barang dan jasa yang langka atau mengupayakan tawar menawar produk atau pekerjaan bergaji tinggi. Mereka didorong oleh kekuatan kompetisi pasar untuk membuat produk lebih baik,lebih murah atau lebih menarik. Masyarakat terdiri dari unsur negara dan masyarakat. Negara dan masyarakat biasanya merefleksikan sejarah, budaya dan nilai-nilai sistem sosialHubungan antara ekonomi politik itu dapat dilukiskan sebagai berikut Masyarakat Politik Ekonomi Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi paralel antara negara (politik) dan pasar (ekonomi) menciptakan ketegangan fundamental yang memberikan ciri pada ekonomi politik. Negara dan pasar tidak selalu konflik namun mereka tumpang tindih sehingga ketegangan fundamentalnya tampak. Menurut Balaam, ekonomi politik adalah disiplin intelektual yang menyelidiki hubungan yang tinggi antara ekonomi dan politik. Ekonomi politik internasional adalah kelanjutan dari penyelidikan di tingkat internasional. Ekonomi politik jelas bukan hanya cara mempelajari atau memahami Pemikiran ekonomi politik telah berkembang sejak beberapa abad lalu. Kini aktualitas ekonomi politik semakin kuat karena pada kenyataannya kehidupan ekonomi tak bisa dipisahkan dari kehidupan politik. Demikian pula sebaliknya, keputusan politik banyak yang berlatar belakang kepentingan ekonomi. Fenomena itu sangat kuat baik di negara maju maupun negara berkembang. Kaitan ekonomi politik Zaman Klasik Baru (Pertengahan Abad ke-19 sampai medio Abad ke-20) Pada zaman klasik baru perkembangan ekonomi politik masih didominasi pemikiran Mazhab Klasik. Namun muncul pula pemikiran lain yang berbeda dengan aliran Klasik terutama setelah Marx dan Engels membuat teori-teori mereka tentang sistem ekonomi. Namun dalam Zaman Klasik Baru yang dapat diartikan sebagai masa jayanya pemikir-pemikir Aliran Klasik gaya baru mereka lainnya.Tokh-tokoh pemikir zaman ini antara lain : Herman Heinrich (1810-1858), Karl Merger (1841-1921), Eugen von Bohn Bawerk (1851-1914) dan Friedrich von Wieser (1851-1926). Perbedaan antara pemikiran Mazhab Klasik dan Mazhab Neo Klasik terletak pada pola pendekatan dan metodologi yang dikembangkan. Pusat studi mulai melebar dari Jerman, Inggris, Austria dan Amerika Serikat. Tidak semua pemikir memberi konotasi ekonomi politik sebagai kajian mereka karena kebanyakan teori yang diungkapkan berupa prinsip-prinsip ekonomi konvensional atau hal-hal yang paradoksal dengan studi ekonomi politik akibat keengganan mereka menggunakan menyebut istilah tersebut.Buah pemikiran mereka dapat dijadikan tolok ukur tentang polemik yang terjadi mengenai eksistensi ekonomi politik yang mulai popular abad ke-20. Tokoh-tokoh yang mengembangkan studi pembangunan masyarakat yang tak lupa dari pemikiran ekonomi adalah Lucian Pye, La Palombara, David Easton, Gabriel Almond, Max Weber, Huntington dan Hans J Morgenthau. Zaman Klasik Baru II Mazhab ini muncul menjadi penyempurna Mazhab Klasik Baru. Tokoh pemikirnya antara lain Piero Sraffa (1898-1983), Joan V Robinson (1903-1983) dan edward H Chamberlain (1899-1967). Mazhab ini memberikan sumbangan besar dalam lapangan ekonomi politik berupa teori-teori pembaharuan mazhab pasar,

masalah-masalah ekonomi kesejahteraan yang menyoroti segi normatif dari mekanisme pasar. Mazhab ini menyorot segi moral dari monopoli dimana adanya pemerasan terhadap tenaga kerja karena praktek itu menimbulkan kesengsaraan pihak lain.Pendapat Neo Klasik antara lain : 1. Prinsip akumulasi kapital sebagai suatu faktor penting 2. Perkembangan perekonomian sebagai hasil proses bertahap, harmonis dan kumulatif. 3. Optimisme terhadap perkembangan perekonomian. 4. Adanya aspek internasional dari perkembangan ekonomi.Menyangkut aspek internasional perkembangan ekonomi suatu negara mengalami beberapa tahap: a. Mula-mula negara meminjam modal . b. Setelah melakukan produktivitas akan membayar dividen dan bunga pinjaman. c. Peningkatan hasil negara dan sebagian melunasi pinjaman modal. d. Menerima dividen dan bunga atau surplus. e. Pemberi pinjaman. Zaman Keynesian (Pertengahan Abad ke-20) Mazhab ini dipelopori John Maynard Keynes (1883-1946), seorang pakar filsafat dari Cambridge University, Inggris. Ciri-ciri Mazhab ini adalah : 1. Keadaan ekonomi keseluruhannya merupakan fokus untuk dianalisis. 2. Pendobrakan atas ilmu ekonomi klasik yang berasumsi bahwa sumber ekonomi yang mengatur dirinya sendiri itu digunakan seluruhnya dan dianggap stabil. 3. Dalam perekonomian kapitalis dapat berkembang ketidakseimbangan yang serius dan pengangguran serta depresi jangka panjang.Sementara itu ikhtisar umum tentang ekonomi politik antara lain : 1. Tidak berlaku lagi dalil kuat dari pemikiran Mazhab Klasik yang menyangkut negara dan ekonomi yang mengejar tujuan masing-masing. 2. Penguasa politik dapat mempengaruhi ekonomi melalui variabel ekonomi. 3. Analisis ekonomi dan kebijakan negara yang berpola intervensi aktif.

4. Kebajika individu dalam tabungan masyarkat dapat merugikan kepentingan umum. Zaman Post Keynesian Para pemikirnya bertujuan memperluas cakrawala untuk analisis jangka panjang. 1. Terdapat syarat-syarat penting yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan yang mantap dari pendapatan pada tingkat full employment income dengan tidak mengalami deflasi maupun implasi 2. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau inflasi secara terus menerus.

Membangun Ekonomi ModernOleh: AnneAhira.com

Tonggak kemajuan suatu bangsa adalah militer yang kuat, stabilitas politik, dan ekonomi modern. Indonesia baru memiliki sistem politik demokrasi yang diakui dunia internasional. Militer kita baru saja bangkit dari embargo US. Soal ekonomi, kita masih belum mapan. Meski Indonesia mencatatkan tren positif kala resesi global menghadang, pertumbuhan kita termasuk lambat dibanding negara serumpun, Malaysia dan Singapura. Indonesia, seperti diminta banyak pihak, jangan cepat berpuas diri dengan pertumbuhan 6 persen. Singapura bisa tumbuh lebih dari 2 digit. Ekonomi Indonesia masih butuh banyak pembenahan. Ekonomi Modern Postur ekonomi Indonesia didominasi sektor informal atau tradisionalyang bisa mencapai angka 80 persen lebih. Tersebar pada PKL, UMKM, dan sebagainya. Indonesia harus segera melakukan transformasi. Sektor informal tersebut harus didorong pada sektor formal. Indonesia, mau tidak mau, akan mengalami era globalisasi. Perjanjian ekonomi regional di ASEAN beberapa tahun ke depan akan segera terlaksana. Belum lagi, kerja sama dengan negara Cina dan Eropa. Jika tidak siap, ekonomi Indonesia akan mejadi consumer saja. Kita tidak bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Ekonomi modern mensyaratkan persaingan yang fair. Namun, era liberal membuat pertarungan ekonomi timpang. Pengusaha lokal versus korporasi internasional pasti kalah ekonomi nasional. Kita harus segera membuat kompetitif ekonomi Indonesia. Para pengusaha besar sudah tidak diragukan lagi kompetensinya. Namun, pengusaha kecil akan kewalahan menghadapi serbuan korporat internasional. Dampak terburuk ekonomi nasional akan ambruk karena pertumbuhan ekonomi ditopang oleh asing. Hot Money Berbicara investasi asing dalam ekonomi modern harus mencermati pasar modal. Kini, pasar modal tengah diliputi pertumbuhan fantastis. Namun, beberapa ekonom menyebut gejala hot money yang berpotensi menimbulkan bubble economy. Persis ketika US prakriris subprime mortgage. Terlihat besar, padahal rapuh bak gelembung balon. Hot money merujuk pada aliran investasi asing yang masuk ke pasar modal. Namun, tidak bersifat berkelanjutan, tetapi sementara. Fenomena ini masuk akal karena

kondisi ekonomi di US dan Eropasedang jatuh. Jadi, investasi di Indonesia adalah pilihan rasional dan logis. Infrastruktur Membangun ekonomi modern tidak luput juga dari membangun infrastruktur. Indonesia sebagai negara kepulauan perlu infrastruktur yang baik untuk jadi penyambung ekonomi nasional. Misalnya, proyek jalan antarpulau, pelabuhan internasional, dan bandara yang layak. Indonesia kerap tersandung soal infrastrukur. Tengok saja mono rail diJakarta yang terbengkalai. Modal jadi biang keladi kegagalan. Namun, kita bisa mengakali hal ini dengan menarik minat investor asing untuk menyuntikan dana mereka pada pembanguna infrastruktur.

KRISIS ASIA: PENGARUH DARI KEBIJAKAN IMFJUN 26 Posted by Devania Annesya

Oki Astriani/ Devania Annesya/ 070810535 Mochamad Ramadhani/070710558 070810511 Rina Oktavia/ 070810526

Yurike F. Wahyudi/ 070810026 Bryan Bhaskara Pratama/ 070810539 Dominicus Enjang/

Pasca Perang Dunia II, negara-negara Asia Timur (Asia Timur Laut dan Asia Tenggara) merupakan negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat sekaligus sangat stabil. Joseph Stiglitz dalam artikelnya yang berjudul The East Asia Crisis: How IMF Policies Brought the World to the Verge of a Global Meltdown menilai bahwa kesuksesan negara-negara tersebut bukan karena mereka menerapkan rekomendasi Washington Consensus dengan meminimalisir peran pemerintah. Terdapat enam perbedaan antara kebijakan pemerintah negara-negara Asia Timur dengan rekomendasi Washington Consensus (Stiglitz, 2002:92). Perbedaan yang pertama, jika Washington Consensus menekankan pentingnya perdagangan dan ekspor, yang dilakukan pemerintah-pemerintah Asia Timur adalah mengurangi halangan-halangan untuk mengimpor. Kedua, jikaWashington Consensus memberikan penekanan pada liberalisasi finansial dan pasar kapital dengan cepat, negara-negara Asia Timur meliberalisasikannya secara bertahap. Ketiga, ketika Washington Consensus menekankan pada privatisasi, pemerintah pada tingkat lokal dan nasional Asia Timur membantu pembangunan perusahaan-perusahaan efisien yang memainkan peran penting dalam kesuksesan beberapa negara sekaligus. Perbedaan keempat, pada pandangan Washington Consensus,kebijakan-kebijakan industrial di mana pemerintah mencoba untuk membentuk tujuan masa depan ekonomi dianggap sebagai sebuah kesalahan, sedangkan pemerintah-pemerintah Asia Timur menganggapnya sebagai sebuah kewajiban. Kelima, jika kebijakan Washington Consensus tidak seberapa menghiraukan ketidaksamarataan, pemerintah Asia Timur justru berusaha aktif untuk mengurangi kemiskinan dan menekan perkembangan ketidaksamarataan, dengan kepercayaan bahwa kebijakan tersebut sangat penting untuk menjaga kepaduan sosial yang mana dapat

menyediakan iklim yang baik untuk investasi dan perkembangan. Perbedaan yang keenam sekaligus perbedaan yang paling utama, jika kebijakan Washington Policies menekankan pada peran minimalis pemerintah, di Asia Timur pemerintah justru turut dalam membentuk dan memimpin pasar. International Monetary Fund (IMF) yang dibentuk saat konferensi Bretton Woods tahun 1944 merupakan organisasi ekonomi internasional yang dibentuk untuk mendorong kooperasi keuangan internasional dengan memfasilitasi pengembangan perdagangan internasional (Anon., 2007). Sayangnya, tujuan pembentukan IMF tersebut sempat terkena batu sandungan saat terjadi krisis di Asia Timur. Joseph Stiglitz bahkan menilai bahwa kebijakan-kebijakan yang diturunkan IMF saat bencana keuangan yang mengancam bank-bank daerah, bursa saham, bahkan seluruh perekonomian negara tersebut malah memperburuk keadaan (2002:89). Ketika mata uang Thailand (baht) jatuh pada 2 Juli 1997, Bill Clinton sebagai Presiden Amerika Serikat saat itu tetap tenang, dan menganggapnya sebagai masalah kecil. Bahkan pejabat-pejabat tinggi IMF justru mengusulkan untuk merubah piagam IMF dan memperbolehkan mereka untuk memberikan penekanan pada negara-negara berkembang untuk meliberalisasikan pasar kapitalnya (Stiglitz, 2002:93). Pemerintah-pemerintah Asia Timur memang menyadari bahwa liberalisasi tersebut akan membawa banyak keuntungan, namun uang panas tersebut dapat memicu sebuah krisis yang merusak ekonomi dan masyarakat mereka. Di sisi lain, mereka juga khawatir kebijakan-kebijakan IMF dapat mencegah mereka untuk mengambil tindakantindakan yang setidaknya dapat menyelesaikan krisis tersebut, namun di saat yang sama pula, kebijakan-kebijakan yang mereka buat saat krisis dapat memperburuk perekonomian mereka (Stiglitz, 2002:93). Pada akhirnya, hanya Malaysia yang berani menentang kebijakan IMF tersebut, dan meskipun Perdana Menteri Malaysia saat itu Mahathir Mohammad sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti menurunkan suku bunga dan memperlambat arus uang spekulatif ke luar negeri, setidaknya penurunan ekonomi Malaysia lebih kecil dan sementara saja jika dibandingkan dengan negara lain (Stiglitz, 2002:93). Pada mulanya perekonomian rata-rata di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara sebelum krisis finansial 1997 ini didukung oleh investasi asing di dalam negeri yang tinggi karena tingkat tabungan dalam negeri dan pertumbuhan human capital melalui perbaikan produktivitas dalam bidang

industri yang sangat cepat dan berfungsi sebagai bahan bakar pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatnya pertumbuhan human capital ini maka meningkat pula angkatan kerja dan daya beli masyarakatnya. Akan tetapi disisi lain perekonomiannya rentan terhadap krisis dan ini sebagai konsekuensi dari adanya aliran kapital yang sangat besar dari pinjaman dan investasi asing, tetapi tidak ditunjang oleh sektor riilnya sehingga modal itu tidak bisa disalurkan kepada perekonomian masyarakat secara keseluruhan, terlebih lagi ditunjang dengan adanya pembangunan dan pengelolan institusi yang kurang baik, seperti membiayai BUMN yang korup, liberalisasi di sektor perdagangan dan keuangan khususnya tidak adanya reformasi sistem keuangan pemerintah selama periode sebelum terjadinya krisis financial 1997 tersebut. Hal ini menyebabkan permasalahan pokok penyebab kerentanan terhadap krisis yakni liberalisasi sektor finansial dan menganut sistem nilai tukar tetap, maksudnya yaitu bahwa liberalisasi ekonomi itu sendiri sendiri miliki dua efek atas sistem keuangan. Pertama, liberalisasi justru meningkatkan penyesuaian resiko pengembalian atas modal dan muaranya pada booming invetasi. Kedua, liberalisasi dapat diartikan sebagai peningkatan resiko, pengembalian yang menurun, dan investasi bisa saja dibiayai dari luar negeri dan tentu akan menjadi hal yang berbahaya bagi kestabilan finansial ketika investasi asing tersebut secara spekulatif ditarik keluar dari negara-negara Asia terlebih Asia Tenggara yang perekonomiannya bertipikal sama lebih mengandalkan investasi. Sebagaimana yang dikhawatirkan di mana pada bulan Januari 1997, Thailand yang menganut sistem nilai tukar yang mengambang bebas dan fluktuasi nilai tukar menjadi tidak terkendali hingga menyebabkan cadangan devisa berkurang. Dari sinilah krisis itu menjalar ke Malaysia, Indonesia, Filipina, Korea Selatan, dan negara-negara lain seperti Negara Amerika Latin, Rusia, dan Eropa Timur. perekonomian negara-negara Asia Tenggara langsung jatuh ketika nilai mata uang Baht Thailand merosot tajam terhadap Dolar AS hingga 40 Bhat per Dolar AS, pemicunya adalah peran perbankan yang kurang sehat akibat terjadinya penarikan investasi sehingga merusak kestabilan ekonomi dasar. Kesalahan lainnya ialah Negara-negara di Asia menggunakan sistem nilai tukar tetap terhadap Dolar AS sehingga membuat para banker dan pengusaha untuk melakukan ekspansi bisnis dengan meminjam Dolar lalu mengkonversi ke mata uang lokal masing-masing dan kemudian struktur ini mengalami tekanan, sebagian karena booming kredit dan ketidakseimbangan perdagangan sebagai sektor riil menyebabkan defisit neraca pembayaran yang timpang oleh investasi yang keluar tersebut.

Penyebab efek krisis ini meluas dinegara Asia karena meningkatnya rasio hutang atas modal, dimana tranksaksi kredit pada perbankan tidak dapat didanai dan pemberian kredit ini juga sarat dengan praktek-praktek yang tidak bersih dari negara-negara industri besar seperti yang dilakukan Korea Selatan dengan melakukan pinjaman dari perbankan di negara barat ketika terjadi kredit macet di dalam negerinya untuk kemudian menginvestasikan pada aset-aset yang cepat menghasilkan namun beresiko tinggi dinegaranegara seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Selanjutnya krisis ini menuai tanggapan dari IMF, melalui resep kebijakan yang dianjurkan oleh IMF kepada negara-negara Asia Tenggara selaku penerima bantuan IMF dikala itu, yakni IMF menerapkan paket kebijakan yang hampir sama kepada semua ekonomi regional yang menjadi pusat krisis seperti Thailand, Indonesia dan Korea Selatan. Ini merupakan asumsi IMF bahwa penyebab krisis pada dasarnya serupa dan kenyataannya menjadi suatu kesalahan diagnosa terhadap krisis melalui paket bantuan, jadi bukannya mengembalikan kepercayaan para spekulan kapital yang menarik investasinya, paket bantuan dari IMF justru malah semakin membuat investor takut mengambil resiko, sebab bantuan hanya akan menambah beban keuangan negara di kemudian hari. Maka dari itu resep kebijakan IMF harus juga memperhitungkan kerangka waktu dan tahapan tindakan yang tergantung kepada bentuk krisis yang dihadapi masing-masing negara. Paket kebijakan yang diberikan terlihat memaksakan bantuan pinjaman keuangan sebagai bentuk stimulus pasar yang cepat namun justru sebaliknya. Maka dari itu IMF menghendaki aspek reformasi pada implementasi paket kebijakan, penting bahwa semua kreditur, termasuk kreditur jangka pendek, menanggung konsekuensi dari risiko yang telah diambilnya. Sebagai tindakan pencegahan, negara-negara perlu memberlakukan suatu pedoman untuk tidak secara berlebihan bergantung kepada pinjaman jangka pendek, menumpuk hutang luar negeri, hingga membiarkan kreditur berani mengambil risiko besar secara leluasa, karena krisis berkaitan dengan kemungkinan kegagalan pembayaran hutang. Pengaturan bantuan IMF ini dimaksudkan untuk menstabilkan ekonomi dan sistim keuangan pada waktu terjadinya hambatan aliran dana global, bukan untuk mem-bailout negara atau kreditur yang terkena krisis sebagaimana anggapan negara-negara Asia Tenggara ketika awal krisis. KEBIJAKAN IMF DALAM MENANGGAPI KRISIS

Program-program yang dikeluarkan IMF untuk mengatasi dampak krisis ekonomi di Asia Timur ternyata tetap belum mampu mengembalikan kondisi ekonomi seperti keadaan sebelum krisis. Atas kegagalan tersebut, IMF mendiagnosa negara belum mampu secara serius dan efektif mengaplikasikan program-program penyembuhan IMF untuk mereformasi perekonomian di masing-masing negara Asia. Selain itu, IMF juga memberikan diagnosa adanya masalah-masalah fundamental di masingmasing negara sehingga berimbas pada kegagalan aplikasi program-program penyelamatan sistem ekonomi. Diagnosa IMF membuat panik para investor yang tidak lagi mempercayai perekonomian negara-negara Asia kondusif dan mampu mendatangkan keuntungan. Ketidakpercayaan investor untuk memberikan investasi di negara-negara Asia justru semakin memperparah krisis ekonomi di Asia. IMF tidak lagi menjadi lembaga keuangan yang berusaha membantu negara-negara Asia keluar dari krisis, IMF menjadi masalah baru bagi negara-negara ini (Stiglitz, 2002:97). Akibat krisis ekonomi negara-negara Asia mengalami peningkatan jumlah pengganguran, penurunan tingkat GDP, melemahnya sistem perbankan hingga penutupan sebagian besar bank swasta, yang kemudian berkontribusi bagi peningkatan angka kemiskinan. Bahkan tiga tahun setelah krisis pertama kali menyerang sistem perekonomian di Asia, dampaknya masih dapat dirasakan oleh masyarakat, terlihat dari tingkat GDP yang masih belum dapat kembali seperti sebelum krisis terjadi(Stiglitz, 2002: 98). Yang pantas dibanggakan, dalam keadaan krisis ekonomi, masyarakat mampu menciptakan support system yang bekerja menggurangi dampak sosial dari krisis ekonomi. Seperti misalnya di Thailand, sekelompok masyarakat membantu agar anak-anak tetap dapat bersekolah dan mengembangkan program yang memastikan bahwa kelaparan tidak terjadi di Thailand (Stiglitz, 2002:97). Semetara di Indonesia, World Bank membantu untuk mempertahankan akses anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Krisis ekonomi Asia ternyata tidak hanya berpengaruh terhadap perekonomian di regional Asia, namun juga berimbas pada perekonomian global. Jatuhnya harga komoditas ekspor merugikan negara yang bergantung pada sumber bahan mentah di negaranya. IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat memiliki kontribusi yang signifikan dalam Krisis Ekonomi Asia. Berawal dari peran Amerika Serikat

dalam memimpin pasar ekonomi global. Pasar-pasar Asia dan Amerika Latinmenjadi fokus ekonomi global karena mampu mendatangkan keuntungan yang besar dengan resiko minimum. Sehingga, IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat beranggapan bahwa liberalisasi modal akan semakin memperkuat perekonomian global. Namun, justru liberalisasi modal yang menurut Joseph E. Stiglitz (2002) yang menjadi faktor tunggal yang menyebabkan krisis ekonomi terjadi. Karena penanaman modal yang liberal memberikan resiko bahwa sewaktu-waktu investor dapat dengan mudah menarik modalnya dan menanamkan modal di tempat lain. Keluarnya investasi besar-besaran di negara tertentu dapat menyebabkan krisis ekonomi domestik yangkemudian berkembang menjadi krisis ekonomi regional dan global. Dalam kasus krisis ekonomi Asia, yang sebelumnya belum pernah menggalami krisis ekonomi yang major, mengatasi krisis ekonomi ini adalah sesuatu yang baru dan tidak didukung dengan sistem asuransi. KESALAHAN KEBIJAKAN IMF Strategi IMF dalam merestrukturisasi keuangan yakni dengan memisahkan bank yang benar-benar sakit, yang harus segera ditutup, dari bank-bank yang sehat. Kelompok ketiga adalah golongan bank-bank yang sakit tapi masih dapat dipulihkan. Bank diwajibkan untuk memiliki rasio tertentu dari modal untuk sisa pinjaman dan aset-aset mereka lainnya; rasio ini disebut dengan istilah capital adequacy ratio. Bukanlah suatu hal yang baru jika bank-bank gagal mencapai capital adequacy ratiomereka dikarenakan banyak pinjaman yang tidak kembali pada mereka. IMF menuntut bank-bank tersebut untuk menutup diri atau segera mencapai capital adequacy ratio ini. Namun, tuntutan ini justru memperburuk keadaan. Karena menurut Stiglitz (2002, p. 116) IMF dengan begitu telah membuat suatu kesalahan yang disebut dengan the fallacy of composition. Masih menurut Stiglitz, jika hanya satu bank yang bermasalah, maka keputusan untuk menuntut pencapaian rasio kapital standar tersebut masih masuk akal. Namun, jika terdapat banyak, atau hampir semua bank yang bermasalah, maka kebijakan tersebut dapat menjadi suatu malapetaka. Terdapat dua cara untuk meningkatkan rasio modal bagi pinjaman (the ratio of capital to loans), yakni meningkatkan modal atau mengurangi pinjaman. Di negara-negara Asia Timur khususnya, mengumpulkan modal baru merupakan hal yang sulit. Sehingga alternatifnya kemudian yakni dengan mengurangi pemberian pinjaman. Namun, ketika setiap bank mulai menurunkan pinjamannya, maka akan semakin banyak perusahaan yang menderita. Tanpa modal yang

memadai, perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa mengurangi produksi mereka, mengurangi permintaan produk dari perusahaan lain. Sehingga hal yang terjadi justru keadaan ekonomi yang semakin terpuruk. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang menderita, capital adequacy ratio bank justru semakin memburuk. Usaha untuk memperbaiki posisi keuangan bank pun gagal. Dengan banyaknya jumlah bank yang ditutup, dan dengan pengaturan dari IMF yang justru menyebabkan meningkatnya pinjaman yang tak kembali pada bank-bank, disertai dengan keengganan untuk mengambil nasabahnasabah baru, maka semakin banyak pula pebisnis yang tidak memiliki akses terhadap kredit. Tanpa kredit, maka semakin hilang pula harapan tercapainya pemulihan ekonomi. Penurunan nilai mata uang lalu akan mengharuskan terjadinya ledakan ekspor, di mana harga barang-barang dari daerah tersebut menjadi lebih murah, sampai 30 persen atau lebih. Namun ketika volume ekspor meningkat, kenaikan tersebut tidak sebanyak yang diharapkan, dan untuk satu alas an sederhana: untuk memperluas ekspor, perusahaan perlu memiliki modal kerja untuk memproduksi lebih. Dengan ditutupnya bank dan pemotongan pinjaman yang mereka berikan, perusahaan bahkan tidak dapat mencapai modal kerja yang dibutuhkan untuk membiayai produksi, mereka hanya mengandalkan dana sendiri untuk mengembangkan usahanya. Bukti kekurang-pahaman IMF terhadap pasar keuangan sangat jelas terlihat pada kebijakannya untuk menutup bank-bank di Indonesia (Stiglitz, 2002, p.117). Di sana, sekitar enam belas bank privat ditutup, dan bank-bank lainnya pun diberi peringatan untuk segera ditutup; namun para depositor, kecuali yang hanya memiliki rekening yang sangat kecil, dibiarkan untuk menjaga dirinya sendiri. Tidaklah mengejutkan jika kemudian bank-bank privat yang tertinggal dan depositonya segera dialihkan menjadi bank negara, yang dapat dikatakan secara implisit memiliki jaminan pemerintah. Dampak terhadap sistem bank dan ekonomi Indonesia merupakan suatu bencana (Stiglitz, 2002, p.117), yang berasal dari kesalahan dalam kebijakan fiskal dan moneter dan hampir membawa negara tersebut dalam suatu takdir: depresi yang tak terelakkan. Secara kontras, Korea Utara mengabaikan saran dari dunia luar, dan justru lebih memilih untuk melakukan rekapitalisasi pada dua bank terbesarnya daripada memutuskan untuk menutup mereka. Hal inilah yang menjadi salah

satu faktor mengapa Korea dapat pulih dari perekonomiannya dengan waktu yang relative cepat (Stiglitz, 2002, p.117). Restrukturisasi Perusahaan Menurut Stiglitz (2002, p.117), permasalahan dalam sektor finansial tidak dapat diselesaikan kecuali jika permasalahan dalam sektor perusahaan dapat diatasi. Dengan jumlah perusahaan di Indonesia yang mengalami kesulitan ekonomi mencapai 75 persen, dan ketiadaan pinjaman di Thailand mencapai 50 persen, sektor perusahaan mengalami tahap kelumpuhan. Permasalahan yang terjadi yakni tidak adanya kejelasan mengenai siapa pemilik perusahaan tersebut; apakah pemilik perusahaan saat itu ataukah para kreditor (Stiglitz, 2002, p.117). Tanpa adanya kejelasan mengenai kepemilikan perusahaan, akan terdapat godaan bagi manajemennya saat itu dan pemilik lama untuk mencuri aset-aset perusahaan. Di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya, ketika perusahaan mulai mengalami kebangkrutan, terdapat wali yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Namun di Asia tidak terdapat kerangka legal maupun personalia untuk mengimplementasikan perwalian tersebut (Stiglitz, 2002, p.117). Sehingga kebangkrutan dan kesulitan perusahaan harus segera diselesaikan sebelum terjadi pencurian aset-aset tersebut. Sayangnya, IMF justru menyumbang kekacauan dengan melakukan kesalahan dalam hal pertimbangan ekonomi melalui kebijakan menaikkan suku bunga sehingga justru menambah banyak jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan ekonomi, ditambah dengan ideologi