JIWA

28
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO Pada hari ini tanggal Februari 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh: Nama Peserta : dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman Dengan judul/topik : Jiwa – Gangguan Cemas Menyeluruh Nama Pendamping : dr. Endah Sri Puji H, MKes Nama Wahana : RSUD dr. Soeratno Gemolong Sragen No . Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan 1 dr. Esti Rahmawati Suryaningrum 1 2 dr. Irkania Pasangka 2 3 dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman 3 4 dr. Lili Dwiyani 4 5 dr. Muhammad Syaifullah 5 6 dr. Vania Petrina 6 Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya. Pendamping

description

jiwa

Transcript of JIWA

Page 1: JIWA

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal Februari 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman

Dengan judul/topik : Jiwa – Gangguan Cemas Menyeluruh

Nama Pendamping : dr. Endah Sri Puji H, MKes

Nama Wahana : RSUD dr. Soeratno Gemolong Sragen

No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan

1 dr. Esti Rahmawati Suryaningrum 1

2 dr. Irkania Pasangka 2

3 dr. Khrist Gafriela Josefa Sulaeman 3

4 dr. Lili Dwiyani 4

5 dr. Muhammad Syaifullah 5

6 dr. Vania Petrina 6

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Endah Sri Puji H, MKes)

Page 2: JIWA

Nama Peserta : dr. Khrist Gafriela Josefa SulaemanNama Wahana : RSUD dr. Soeratno GemolongTopik : Jiwa – Gangguan Cemas MenyeluruhTanggal (kasus) : 26 Agustus 2014Nama Pasien : Ny. S No. RM : 000361Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Endah Sri Puji H, MkesTempat Presentasi : RSUD dr. Soeratno GemolongObjektif Presentasi:o Keilmuan o Keterampilan O Penyegaran √ Tinjauan Pustaka√ Diagnostik √ Manajemen O Masalah o Istimewao Neonatus o Bayi o Anak O Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumilo Deskripsi :Perempuan 54 tahun datang dengan berdebar-debar, keringat dingin, mual, nyeri kepala tipe tegang dan kadang merasa sesak.o Tujuan:

1. Mengetahui penegakan diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh2. Mengetahui penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh

Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o AuditCara Membahas o Diskusi √Presentasi dan

Diskusio E-mail o Pos

Data Pasien Nama : Ny. S No Registrasi : 000361Nama klinik : RSUD dr. Soeratno Gemolong

Telp : - Terdaftar sejak : 26 Agustus 2014

Data utama untuk bahan diskusi:1. Diagnosis : Gangguan Cemas Menyeluruh2. Gambaran Klinis :

a. Keluhan utama: berdebar-debarb. Riwayat Penyakit Sekarang :

Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis terhadap pasien.Pasien datang pukul 14.00 WIB di IGD RSUD dr. Soeratno Gemolong dengan

keluhan berdebar-debar.± 1 bulan ini pasien merasakan jantungnya berdebar-debar, berdebar-debar sampai

mengganggu aktivitas sehari-hari dan hampir sepanjang hari dirasakan. Berdebar-debar tidak berkurang dengan istirahat dan semakin bertambah bila pasien memikirkan anaknya. Sudah sering berobat ke dokter praktik pribadi, keluhan hanya berkurang bila minum obat dan timbul kembali bila obat habis. Sulit tidur malam hari (+), nyeri kepala (+) cekot-cekot, tegang pada leher (+), mual (+), muntah (-), perut terasa penuh (+),

1

Page 3: JIWA

nafsu makan menurun (-), merasa lemas (+), keringat dingin (+), kadang terasa sesak (+), pegal di seluruh tubuh (+), nyeri dada seperti tertindih/terbakar/menjalar (-), batuk (-), pilek (-), demam (-), bengkak (-).

3. Riwayat Pengobatan : pasien sudah sering berobat baik ke dokter praktik dan RSUD dr. Soeratno Gemolong tetapi keluhan muncul kembali bila obat habis.

4. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit asma disangkal. Riwayat penyakit tiroid disangkal. Riwayat pengobatan paru 6 bulan, penyakit flek paru, kontak dengan orang flek paru disangkal.

5. Riwayat Keluarga :Riwayat penyakit jantung/kencing manis/darah tinggi/asma/tiroid/flek paru : disangkal

6. Riwayat Pekerjaan : pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal seorang diri. Pasien sudah

bercerai dengan suaminya, kedua anak pasien sudah mandiri, anak pertama merantau di Jakarta sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan dan anak kedua tinggal di Gemolong bersama suaminya.

8. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sesak (-)b. Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6c. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 90x/menit, regular, isi dan tegangan cukup RR : 22x/menit t : 37,3°Cd. Berat badan : 62 kge. Kulit : sianosis (-), ikterik (-)f. Kepala : bentuk mesocephalg. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), eksoftalmus (-/-)h. Leher : peningkatan JVP (-), hipertrofi m. sternocleidomastoideus (-)i. Thorax : bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal

(-), retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-)j. Cor : I : IC tidak tampak P : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS

2

Page 4: JIWA

P : konfigurasi jantung normal A : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-), HR = 90x/menit, regulerk. Pulmo : I : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-) P : stem fremitus kanan = kiri P : sonor seluruh lapangan paru A : SDV (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)l. Abdomen : I : datar A : bising usus (+) normal P : timpani P : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak terabam. Ekstremitas:

Akral dingin -/- -/-Oedem -/- -/-

9. Pemeriksaan PenunjangEKG Kesan : normo sinus rhytm

DAFTAR PUSTAKA:1. Rusdi M. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.

Jakarta: PT Nuh Jaya.2. Rusdi M. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga.

Jakarta: PT Nuh Jaya.3. Kaplan H, Sadock B. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri: Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 1-15.

4. Asnawi HE. c2011. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. Available at: www.idijakbar.com

5. Mansjoer A. Gangguan Cemas Menyeluruh - Kapita Selekta Kedoteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; p. 207 – 11.

6. Kaplan HI. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika, 1998; p. 145-54.7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993; p.171 - 95.HASIL PEMBELAJARAN:

1. Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh.2. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Cemas Menyeluruh.3. Manifestasi Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh.4. Penegakan diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh.5. Diagnosis Banding Gangguan Cemas Menyeluruh.6. Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh.7. Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh.

3

Page 5: JIWA

Rangkuman hasil pembelajaran Portofolio

1. SUBYEKTIF± 1 bulan ini pasien merasakan jantungnya berdebar-debar, berdebar-debar sampai

mengganggu aktivitas sehari-hari dan hampir sepanjang hari dirasakan. Berdebar-debar tidak

berkurang dengan istirahat dan semakin bertambah bila pasien memikirkan anaknya. Sudah

sering berobat ke dokter praktik pribadi, keluhan hanya berkurang bila minum obat dan timbul

kembali bila obat habis. Sulit tidur malam hari (+), nyeri kepala (+) cekot-cekot, tegang pada

leher (+), mual (+), perut terasa penuh (+), merasa lemas (+), keringat dingin (+), kadang terasa

sesak (+), pegal di seluruh tubuh (+). Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD dr. Soeratno

Gemolong.

Pasien tinggal seorang diri. Pasien sudah bercerai dengan suaminya, kedua anak pasien

sudah mandiri, anak pertama merantau di Jakarta sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan

dan anak kedua tinggal di Gemolong bersama suaminya.

2. OBYEKTIFDari hasil pemeriksaan didapatkan abnormalitas dan temuan yang menunjang diagnosis,

yaitu sebagai berikut:a. Keadaan umum : tampak sakit ringan, sesak (-)b. Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6c. Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 90x/menit, regular, isi dan tegangan cukup RR : 22x/menit t : 37,3°Cd. Mata : eksoftalmus (-/-)e. Leher : peningkatan JVP (-), hipertrofi m. sternocleidomastoideus (-)f. Thorax : bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-),

retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-)g. Cor : I : IC tidak tampak P : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS

P : konfigurasi jantung normal A : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-), HR = 90x/menit, regulerh. Pulmo : I : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

4

Page 6: JIWA

P : stem fremitus kanan = kiri P : sonor seluruh lapangan paru A : SDV (+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)i. Abdomen : I : datar P : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar/lien tidak terabaj. Ekstremitas:

Oedem -/- -/-

3. ASSESMENT Axis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1) Axis II : tidak ada diagnosis Axis III : Dyspepsia, Myalgia, TTH Axis IV : masalah dengan primary support group / keluarga Axis V : GAF 70

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

1. DefinisiGangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan

kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak

rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.

Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.

Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala

somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga

menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan

pekerjaan.

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang

peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan

ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas

sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.

Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan

ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga.

Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.

5

Page 7: JIWA

2. EpidemiologiAngka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada

wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit

biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi

pada usia 35-45 tahun. GAD  merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan

pada usia tua.

3. Faktor-Faktor PenyebabTerdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya

gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :

Berdasarkan Psikis

Tiga teori utama yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan

kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan baik

konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.

1. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis

libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah

sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah

pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif

psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk

meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami kecemasan dan

menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah

menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus

hidup.

Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau

persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat

kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik

pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.

2. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu.

6

Page 8: JIWA

Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar,

misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model

pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru

kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.

3. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak

ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran

eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.

Teori Kognitif-Perilaku

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh

perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi pada

pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk

menghadapi ancaman.

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan

gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama

penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan

kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.

Berdasarkan Medis

1. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem

kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya,

diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).

2. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi

hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-

ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen untuk mempelajari kecemasan adalah tes

konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya

makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin)

cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya,

7

Page 9: JIWA

amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.

3. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan

panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik fungsi

noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan

kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk.

Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral,

dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan

sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus

seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama

atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon

ketakutan.

Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan panik, agonis

reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik antagonis reseptor

(misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang sering dan cukup parah.

Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan

dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah

bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan

serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-

hydroxyphenylglycol (MHPG).

4. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran serotonin

dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres akut menunjukkan omset

5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus

lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa

antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya,

clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A

agonis reseptor, dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan

adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan

terletak di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik

8

Page 10: JIWA

(khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan

bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin),

yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien

dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen

dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-

methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan

akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.

5. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan

benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA),

dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,

benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan

umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan

clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin,

flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan

gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien

dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun

hubungan ini belum terbukti secara langsung.

6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis meningkatkan

sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi

penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus,

dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan

dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek

samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,

dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.

7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH mengkoordinasikan

perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus

meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan

9

Page 11: JIWA

pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi

neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk

pertumbuhan dan reproduksi.

8. Aplysia

Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan berdasarkan pada studi

Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Eric Kandel. Aplysia adalah

siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam

cangkangnya. Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus

netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak,

sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata. Aplysia klasik

dikondisikan menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi

peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana,

karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang

berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.

9. Neuropeptida Y

Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah satu peptida

yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti yang menunjukkan keterlibatan

amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1.

NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting

dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi.

10. Galanin

Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30 asam amino.

Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar

dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi

kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang

berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus,

hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal.

4. PatofisiologiGangguan anxietas menyeluruh memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua

faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan

10

Page 12: JIWA

tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari

hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan

sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno-

Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang  korteks adrenal untuk mengsekresi

kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan

peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap

katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf

otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi

sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada

anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis

sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada

kecemasan yang kronis, kadar adrenalin  terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap

rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan

anxietas menyeluruh  yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini

telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-

HT3. Menurut Kabo  reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan

reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan

mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor  5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.

5. Menifestasi KlinisGambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.

1.    Gejala somatik

•    Gemetar

•    Nyeri punggung dan nyeri kepala

•    Ketegangan otot

•    Napas pendek, hiperventilasi

•    Mudah lelah, sering kaget

•    Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa

dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

•    Parestesia

11

Page 13: JIWA

•    Sulit menelan

2.    Gejala psikologik

•    Rasa takut yang berlebihan  dan sulit untuk dikontrol

•    Sulit konsentrasi

•    Insomnia

•    Libido menurun

•    Rasa mual di perut

•    Hipervigilance (siaga berlebih)

6. DiagnosisPenegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai

berikut:

•   Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari

untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol

pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)

•   Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :

(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi,

dan sebagainya);

(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

(c) Overaktivitas  otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak

napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance)

serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi,

tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut

tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik

(F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

7. Diagnosis BandingGangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis

umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan

12

Page 14: JIWA

medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus

menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau

obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.

Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan

panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh.

Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia,

gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-

trauma.

•    Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar individu itu

sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat, obyek atau situasi

tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.

•    Gangguan obsesif kompulsif

Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran secara

berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk menghentikannya. Pikiran

yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan atau

membahayakan. Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-

ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya.

•    Hipokondriasis 

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius

ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke dokter

untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas

otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.

•    Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu peristiwa ataupun

trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan

berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

8. Penatalaksanaan1.    Farmakoterapi 

13

Page 15: JIWA

a.    Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis

terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan

dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang

tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa

tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-

anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun

obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain:

•    Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg (im/iv),

broadspectrum

•    Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum

•    Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia.

Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.

•    Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia

berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance

paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap

aktif.

•    Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia

berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.

•    Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe

antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi.

b.    Non-benzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam 

memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan

withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru

terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah

menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan

Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron

kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi

Buspiron sudah mencapai maksimal.

14

Page 16: JIWA

2.    Psikoterapi

a.    Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia

terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi

akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa

dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,

merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,

memutuskan, bertanya,  berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus

pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif

menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien

menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang

bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.  Pendekatan

kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan

perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada

pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

b.    Terapi suportif

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan

belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi

sosial dan pekerjaannya.

c.    Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,

menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan

komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana

pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita

memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

9. PrognosisGangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin

berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan

perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya beberapa peristiwa negatif

dalam kehidupan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan cemas menyeluruh.

15

Page 17: JIWA

Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan

depresi mayor. Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut

mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan

kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka

prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam

pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan

kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan,

pengendalian diri dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan masyarakat,

kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian premorbidnya,

maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.

Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan

kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi

tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya

akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum

gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya

untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika

gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka

kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres

yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis

akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan

hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap

yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan

meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya

kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan

memperjelek prognosisnya.

4. PLANa. Diagnosis : diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh dapat ditegakkan karena telah

memenuhi kriteria:

16

Page 18: JIWA

Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir

setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau

hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau

“mengambang”)

Adanya gejala:

Kecemasan (khawatir akan anaknya yang belum mendapatkan pekerjaan);

Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala); dan

Overaktivitas  otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan

lambung-mual).

Diagnosis banding berupa penyakit infeksi paru dan penyakit hipertiroid dapat

disingkirkan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda

infeksi maupun tanda-tanda penyakit tiroid. Sedangkan penyakit jantung dapat

disingkirkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa

EKG.

b. Penatalaksanaan :

Diazepam 2 x 2,5mg

Na Diklofenak 3 x 1

Antasid 3 x 1

Neurodex 2 x 1

Pro/ rujuk Spesialis Kejiwaan

c. Pendidikan

Perlu dijelaskan kepada kepada pasien bahwa penyakit pasien ini merupakan gangguan

pada kejiwaannya dan pasien membutuhkan tidak hanya terapi berupa obat tetapi juga

psikoterapi. Selama ini pasien tidak pernah merasakan baikan karena penyebab

utamanya, yaitu gangguan kecemasan belum teratasi. Pasien dianjurkan untuk

memeriksakan dirinya kepada ahli jiwa untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

17

Page 19: JIWA

18