Jenis Alat Pengumpul Data
-
Upload
win-haryanto -
Category
Documents
-
view
348 -
download
0
Transcript of Jenis Alat Pengumpul Data
Diklat TeknisPenelitian Tindakan Kelas
Guru PLB
Disajikan Oleh : Budi Susetyo
Direktorat Pendidikan Luar Biasa2005
JENIS – JENIS ALAT PENGUMPUL DATA
Jenis data yang akan dikumpulkan dan akan digunakan sebagai dasar untuk
menilai keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang
dicobakan, dapat bersifat kualitatif, kuanrtitatif atau kombinasi keduanya.
Jenis alat pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas
(PTK) harus diuraikan dengan jelas, seperti melalui pengarnatan partisipatif, pembuatan
jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas (analisis
sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur assesmen, dan
sebagainya.
Contoh cara pengumpulan data :
Data hasil belajar, diambil dengan memberikan tes kepada siswa
Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakannya tindakan, diambil
dengan menggunakan lemabar observasi.
Data tentang repleksi diri serta perubahan - perubahan yang terjadi di kelas,
diambil dari jurnal yang dibuat guru.
Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembelajaran,
didapatkan dari rencana pembelajaran dan lembar observasi.
Adapun beberapa alat yang dapat dipakai untuk membantu indra manusia dalam
penelitian,yaitu :
1. Observasi
2. Interview
3. Quasioner
4. Tes
5. Journal Siswa
6. Asesment
7. Pekerjaan Siswa
8. Audio taping or video taping
9. Catatan tingkah lakuksiswa (Anecdotal records)
10. Attitude Scales (Likert Scales or Semantic Differential)
11. Dokumentasi
Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat pengumpul data yang
sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data tersebut. Yaitu :
1. Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di
mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai
digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar
mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe – tipe pengamatan yaitu,
pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan tidak berstruktur (tidak
menggunakan pedoman)
Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya pedoman pengamatan.
Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan terpengaruh oleh
pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif biasanya disebut dengan
hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk menghindari pengaruh ini
digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar belakang keilmuan yang serupa.
Prosedur Observasi
a. Beberapa Pendekatan
Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang
sangat teknis maka paparan yang lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK
dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar
dibahas berbagai sudut pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan
prosedur observasi yang akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan
langkah – langkah observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.
Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang
akan digunakan untuk sesuatu siklus tindakan perbaikan dalam rangka PTK. Adapun
kriteria – kriteria yang dimaksud adalah (a) jenis data yang diperlukan dalam rangka
implementasi sesuatu siklus tindakan perbaikan, (b) indicator – indicator yang relevan
yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa (c) Prosedur
perekaman data yang paling sesuai. Dan (d) pemanfaatan data dalam analisis dan
refleksi.
Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan observasi berikut dapat berfungsi
lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi yang paling sesuai untuk keperluan yang
sedang dihadapi.
1) Interpretasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi
dapat direntang mulai dari yang bersifat sepenuhnya mekanistik tanpa interpretasi
Sehingga dinamakan low – inference observation seperi dikembangkan oleh Flanders
(1970). Rekaman data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah
(tallies) untuk masing – masing kategori amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari
(i)teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada
kemanfaatannya, khususnya untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis
(discourses) dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian
lain yang tidaka kan tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang
berkenaan dengan mutu keputusan dan/atau tindakan profesionala guru dalam
pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk keperluan yang terakhir ini,
diperlukan high-inference observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan
penafsiran teknis secara langsung dan cepat ( instaneous interpretation) dalam
perekaman data hasil observasi.
Dengan kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan
dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas – asas
pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa apa yang
dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh guru
dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam mengobservasi sesuatu episode
pembelajaran.
2) Fokus
Dari segi titik tujuan observasi dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-
priori menetapkan titik tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang
implementasi pendekatan pembelajaran siswa aktif sebagaimana telah dikemukakan
dalam butir sebelumnya. Di pihak lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada
pula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik tujuan
tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran atu kadar
tuntutan intelektual pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (Low cognitive Level
vs high cognitive Level). Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud
perhatian pengamat terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di
pihak lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup
mata dan telinga dari kejadian – kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki
makna dan/atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah
digelar.
Pada sisi lain, memang ada saatnya diperlukan observasi yang bersifat terbuka
(open – ended). Tindakan perbaikan yang memasang prakarsa dan kreativitas siswa
(atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn mempersyaratkan observasi yang lebih
bersifat terbuka itu. Sebaliknya, penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan
gagal menjaring indicator –indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas
siswa (atau guru) yang dimaksud.
3) Pelaksana
Sebagaimana telah dikemukakakn, pada dasarnya dalam konteks PTK guru yang
merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama
kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada
gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan dampak
positif yang berkelanjutan.
Meskipun memang dapat juga merupakan permasalahan yang dapat muncul
dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang menyediakan diri untuk berfungsi
sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan dan obyektivitas merupakan titik –
titik rawan apabila observasi juga harus dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.
Salah satu format yang merupakan modifikassi catatan lapangan. (field notes)
yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan
perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada
dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i)
identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam sesuatu
periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam konteks di mana ia
teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud dalam butir ii dan iii
dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah digetar.
Dengan dokumentasi rekaman yang sistematis mulai dari konteks fakta, makna
beserta implikasinya dalam sesuatu kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi
akan terfasilitasi secara efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang
baiak cakupan maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.
4) Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang
sahib dan handal (valid dan reliable)yang dapat digunakan sebagai bahan dalam
menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian, termasuk yang dikemas dalam bentuk
hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama untuk
memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat menata
langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan dalam konteks
observasi kesejawatan (peer observation, peer supervision) yang telah dikemukakan
sebelumnya. Akhirnya, yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam
konteks PTK adalah observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada
pengungkapan kekurangan dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor
tindakan perbaikan. Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya
terfokus pada kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi
PTK. Sebab informasi balikan yang dihasilkannya akan dihadapai dengan sikap
bermusuhan dan ketertutupan.
5) Alat bantu rekam
Dari segi alat bantu rekam yang digunakan ragam prosedur observasi dapat
direntang dari yang nyaris tidak menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas
kosong, sampai dengan yang menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera
video yang dapat merekam peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal,
penggunaan berbagai alat bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan
untuk keperluan – keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata
dalam bentuk kelengkapan rekaman.
Namun disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat
bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelaikannya
(feasibility). Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang
canggih itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang
ulang (replay) diperlukan persiapan dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk
menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau
gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam penggunaannya.
6) Sasaran Observasi
Dalam PTK, observasi dipusatkan baik kepada proses maupun hasil (interim)
tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana
telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan secara
rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga dilakukan
pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam tindakan
pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung
diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah
direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan
interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka
pelaksanaan retleksi.
b. Pilihan Prosedur Observasi
Dengan menggunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai
rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode observasi yaitu observasi terbuka, observasi
terfokus, observasi terstruktur dan observasi sistematik. Namun segera perlu
ditambahkan bahwa derajat kebaikan dari metode – metode observasi tersebut dalam
konteks PTK, terlebih – lebih apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana
PTK, tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli
dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli
dan kreatif memodifikasi metode – metode observasi yang dimaksud sehingga sejauh
mungkin memenuhi harapan baiak dari segi mutu data yang dapat dihasilkannya,
maupun dari segi kelaikan implementasinya.
1) Observasi Terbuka
Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi terbuka dapat secara harfiah
dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga pengamat harus berimprovisaas dalam
merekam “tonggak – tonggak penting” dalam pengggelaran proses pembelajaran dalam
rangka implementasi tindakan perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat
merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi
balikan. Varian yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah
dengan penggunaan kategori – kategori besar (broad categories) sasaran amatan yang
secara komprehensif mencakup berbagai tindakan pembelajaran.
2) Observasi terfokus
Observasi terfokus adalah observasi yang secara cukup spesifik diarahkan kepada
sesuatu aspek tindakan guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh
kemungkinan fokusa amatan adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang
dalam sesuatu episode pembelajaran.
3) Observasi terstruktur
Observasi Terstruktur adalah ditandai dengan perekaman data yang relative
sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai
contoh dapat dikemukakan teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu
episode pembelajaran, seperti (i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin
siswa, (ii) jenis respons siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii)
respon guru terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan
kepada siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal
membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala yang
diamati terpetakan secara rapi
4) Observasi Sistematik
Dalam observasi sistematik pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis
amatan distrukturkan secara lebih rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik
yang telah diketahui secara meluaas adalah format FIAC (Flanders’ Interaction
Analysys Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu (i) teacher talk (ii)
pupil talk, dan (iii) silence
c. Langkah – langkah Observasi
Dalam hala pelaksanaan PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pelaksanaan
observasi perlu dilakukan dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii)
Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan. Berikut dijelaskan secara
lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi interpretasi dalam rangka
penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.
1) Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama untuk
menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara observer
(pengamat) dan observee (yang diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker
interpretasi di samping teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan
digunakan. Bila kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing
– masing dapat dipenuhi sedangkan di pihak lain kekakuan dalam mengobservasi
dapat di kurangi kondisi kerja seperti ini dapat menghemat waktu ayng di gunakan
dalam melaksanakan observasi di kelas dalam mendiskusikan balikan dan dalam
melakukan refleksi serta dalam menyusun rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.
a) Penetapan focus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam
pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK, focus observasi dibatasi pada sasaran –
sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang
tengah di gelar dalam sesuatu siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas,
maka ada 3 catatan yang perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK,
yaitu (i) actor tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan observasi,
dengan resiko bahwa cakupan wilayah observasinya kemungkinan akan lebih terbatas,
dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan, (ii)
Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan
melengkapi amatan dari pelaksana tindakan perbaikan, bukan menggantikannya, dan
(iii) Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai
supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.
b) Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang
digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai
indicator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses
atau dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Kerangka piker tersebut
dapat lebih bersifat kuantitatif seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan
yang diajukan siswa dalam sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker
tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan dengan sifat
dan/atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan
analitik, pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan
proses kognitif tingkat tinggi lainnya.
Namun yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi di antara keduanya. Yang
tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur
yang terdapat dalam scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan
dari hipotesis tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya,
sebagaimana telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan
kerangka acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang
telah digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan
kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang
membingkai tindakan perbaikan.
Beberapa contoh kriteria observasi dalam rangka PTK dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1. Peningkatan proses pembelajaran, seperti :
(a) Peningkatan frekuensi dan/atau kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi
belajar – mengajar.
(b) Peningkatan kerja sama antar siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas
pembelajaran
(c) Peningkatan jumlah dan/atau ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh
siswa.
2 Peningkatan hasil belajar, seperti :
(a) Peningkatan perasaan puas para siswa
(b) Peningkatan perasaan ingin tabu para siswa
(c) Peningkatan jumlah, jenis dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa
(d) Peningkatan prestasi akademik konvensional
(e) Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi belajar
3 Peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti :
(a) Keterlibatan sejawat guru – guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan
yang serupa
(b) Dukungan pimpinan sekolah dan para orang tua siswa
(c) Pemanfaatan hasil PTK oleh sejawat guru lain
c) Alat bantu observasi
Berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman
data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat
direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain
itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa
secara relative lengkap sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang
paling terbuka adalah selembar kertas kosong.
Penstrukturan awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus
observasi berupa pokok – pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan
dengan penggunaan checklist termasuk yang merekam data secara mekanistik tanpa
interpretasi secara format RAC (Flanders’ Inter-Action Categories)
Alat bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi,
meskipun masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu
merekam informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi
informasi yaitu audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti
misalnya dari segi sudut pandang kamera.
c) Ketarampilan Mengobservasi
Dari segi keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan,
secara begitu saja terampil melakukan observasi. Ada 3 keterampilan utama yang
diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu :
(1) Kemampuan “menunda” kesimpulan :
Ketegasan dalam penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu “kembali”
kepada focus serta tata aturan observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat
yang efektif merekam baik fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan
perbaikan yang digelar melalui PTK.
Pengamat apakah itu guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus
secara eksplisit memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang
dimaksud. Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas
diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan dari sesuatu bingkai
piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang hanya
memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distortif (biased)
Alat bantu perekaman elektronok lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang
lebih obyektif, anamun agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi
yang dilabel secra jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik
harus secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative sesuai
dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes)
Alat bantu yang lebuh sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif.
Sehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah
jurnal harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam
catatan harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat
efektif, apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual,
(b) pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan
mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.
(2) Keteampilan dalam hubungan antar pribadi.
Khususnya apabila melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan
pendekatan hubungan antar pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru
menimbulkan komplikasi – komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan
adalah agar masing – masing pihak, baik yang diamati maupun yang mengamati
“bertemu” dalam arena denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.
(3) Kemampuan teknis
Untuk menungkatkan produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak
pengamat untuk menjadwal. Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol,
checklist dan format – format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual
sesuai dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk
mengumpulkan informasi melalui pengamatan.
(4) Pelaksanaan Observasi
Pada waktu observasi dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan
mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran
tersebut, baiak yang terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa
observer hanya mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau
mengganggu. Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir
observasi dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer
sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.
(5) Diskusi Balikan
Sebagaiman telah dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi
yang tidak menakutkan melainkan saling mendukung (mutually supportive) serta
didasarkan pada informasi yang diperoleh selama observasi.penentuan serta penetapan
target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan. Target –
target yang ditetapkan itu hanya bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam
kurun waktu yang telah ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk
pengembanagan berikutnya juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana
segala sesuatu yang terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan
itu direfleksikan.
Secara visual ketiga fase observasi kelas dapat digambarakan sebagai berikut :
Planing Meeting
Feedback Discussion Calassropom Observation
The three-phase observation cycle (Hopkin,1993:81)
(6) Perencanaan Tindak Lnjut
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan,
ditetapkan sasaran – sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru
perbaikan tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk
siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai secara
cukup memuaskan, terbuka peluang untuk mengidentifikasi permasalahan –
permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK.
Dengan daur kegiatan PTK seperti ini, maka akan terpiculah mekanisme perbaikan
yang berkelanjutan.
2. Wawancara
Salah satu cara untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan
pertanyaan – pertanyaan kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb. Ada beberapa
jenis pertanyaan lisan yaitu wawancara.
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan
secara lisan kepada subyek yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes,
pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu
yang ingin diungkap dapat digali dengan baik. Ada dua jenis wawancara berstruktur
dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternative
jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
pewawancara.
Wawancara tidak berstruktur bersifat informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap,
keyakinan subyek, atau keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.
3. Kuesioner
Kontak langsung dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara
memakan waktu yang lama, tenaga, dan biayanya. Banyak informasi yang dapat
dikumpulkan dengan perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
subyek yang diteliti. Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk
tertutup dan kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi
pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur pertanyaan
tidak disertai dengan jawaban.
4. Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah
seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud
untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun
jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.
5. Daftar inventori kepribadian
Ada beberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang
yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin
diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang
paling abanyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.
a. Daftar inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola
tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap
pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi tanda cek
pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan
jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.
b. Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang
bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain.
Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau
suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis
skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.
c. Teknis Proyeksi
Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakaukan dengan jalan meminta seseorang
memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun.
Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan
kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut.
Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu
gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes
Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.
6. Skala
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau
tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur
sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh
seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone),
summated scale (skal Guttmjan), dan semantic differential scale.
i. Skala Likert, skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative
mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan
dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai
pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa
hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal.
Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1),
dan sangat tidak setuju(-2)
ii Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu
pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala
yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai
tidak menyenagkan.
iii Skala Guttman
Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap
Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat
pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap.
Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan
menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap
yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut asatu dimensi. Suatu
sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang
kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian
rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan
merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau tidak
setuju.
1) Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan
untuk organisasi
2) POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan
peranan sekolah
3) POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna
meningkatkan peranan sekolah
Contoh Tabel Skala Guttman
______________________________________________________________________
Setuju dengan Tidak setuju Dengan
Pernyataan nomor Pernyataan nomor
Skor 3 2 1 3 2 1
3 X X X 0 0 0
2 0 X X X 0 0
1 0 0 X X X 0
0 0 0 0 X X X
Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua
tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika
skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat
pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden
mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang
dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang
dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam
meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya POMG adalah organisasai yang
paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.
Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh
karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola
tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat
direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi
jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk
mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman
menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Komulatif)
iv. Semantic defferential scala (skala perbedaan makna)
Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian
adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan
Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai
dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang
dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah
dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara
tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang
mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek
itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas
tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke
bawah – 3 untuk menilai sikap.
Baik +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Buruk
Bersih +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kotor
Manis +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pahit
Kuat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lemam
Besar +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kecil
Berat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Ringan
Aktif +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pasif
Cepat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lambat
Panas +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Dingin
Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat
menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau
negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum
terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap
responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut,
dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.
Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu,
Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor
Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan
Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat.