jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

133
PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees) SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Oleh: HAFSYAH NUR HIDAYAH HARAHAP 094020112 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2013

Transcript of jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

Page 1: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

1

PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK

TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

(Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi

Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

HAFSYAH NUR HIDAYAH HARAHAP

094020112

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2013

Page 2: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

2

Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi

Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

Bandung, 1 Juni 2013

Mengetahui,

Pembimbing,

Bardjo Sugeng, SE., MSi

Dekan, Ketua Program Akuntansi,

Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc

Page 3: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

3

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu

sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah :153)

Kupersembahkan karya kecil ku ini…

Untuk kedua orang tuaku yang tidak pernah lelah memberikan dorongan

motivasi, semangat serta doa yang tiada henti.

Mamaku tersayang, ridhamu adalah ridha yang utama setelah Rabb dan

teladanku Rasulullah. Terima kasih atas segala kasih sayangmu yang tak

pernah padam menerangi jiwa ini di kala diri ini berkeluh kesah.

Buyaku tersayang, dengan segala pengorbananmu ku berharap dapat

membahagiakanmu dunia dan akhirat. Suatu saat nanti aku akan menjadi

”sesuatu yang berharga” untuk kaliam kelak.

“To study the abnormal is the best way of understanding the normal”

Page 4: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

i

ABSTRAK

Undang-undang perpajakan di Indonesia saat ini menganut self assessment system

yaitu sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam

pelaksanaannya sistem pemungutan pajak dengan self assessment system ini

mengandung banyak kelemahan, salah satunya sistem ini sering digunakan oleh

Wajib Pajak untuk melakukan berbagai kelalaian, baik yang disengaja maupun

yang tidak disengaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar “Pengaruh Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan”.

Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran angket yang telah diuji validitas

dan reliabilitasnya. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees. Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksa pajak pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pengambilan sampel pada

penelitian ini menggunakan simple random sampling yang berukuran 11 orang

responden.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan metode analisis

data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif asosiatif karena adanya

variabel yang akan dijelaskan dan ditelaah seberapa besar pengaruh dari varibel

yang diteliti. Analisis data menggunakan statistika parametrik dengan bantuan

software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows.

Hasil penghitungan koefisien korelasi variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak

dengan variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan sebesar 0,831 yang

menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel ”Sangat Kuat”. Hasil penghitungan

persamaan Regresi Linier Sederhana dapat diinterpretasikan bahwa nilai koefisien

regresi adalah positif, artinya bahwa hubungan kedua variabel bersifat searah.

Hasil uji hipotesis menunjukkan thitung > ttabel (4,483 > 2,262) yang berarti H0

ditolak Ha diterima yang dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan

pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Selanjutnya

dari hasil koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib

Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan

sisanya 30,9% dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata kunci: Pelaksanaan pemeriksaan pajak, tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan

Page 5: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat, anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik

dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat beriring salam juga penulis panjatkan

kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi

semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah

satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Skripsi ini berjudul

“PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP

TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Suatu Studi Pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)”.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini

sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang harus diperbaiki,

mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, untuk

segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, perkenankan penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

Page 6: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

iii

kepada Buya dan Mama tercinta, Jakaria Harahap dan Khairani Usman, yang telah

membesarkan penulis, mengajarkan pentingnya sebuah tanggung jawab dan

kejujuran dalam kehidupan, memberikan bimbingan serta embun penyejuk bagi

kehidupan penulis, do’a dan kasih sayang yang tulus telah kalian berikan kepada

penulis. Setiap do’a yang kalian lantunkan adalah ketulusan yang tiada pernah

ternilai dengan apapun. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan

yang setinggi-tingginya penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis

yang dengan penuh kecintaan serta kasih sayang telah memberikan kepercayaan

dan perhatian kepada penulis. Kalian berdua adalah orang tua yang terbaik di

dunia. Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah kedua orang tua penulis

di dunia dan akhirat. Amin.

Pada kesempatan ini juga dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Bapak Bardjo Sugeng, SE., MSi

Dosen pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, perhatian,

kesabaran, komitmen, dan pemikiran dalam membimbing penulis hingga

penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama, penulis sampaikan

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Yusuf, Sp., M.Si., M.Kom, Rektor Universitas

Pasundan.

2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan.

Page 7: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

iv

3. Dr. H. Juanim, SE., MSi., Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan.

4. Dr. Atang Hermawan, SE., MSIE., Ak, Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi

Universitas Pasundan.

5. Bapak Sadikun Citra Rusmana, SE., MM, Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi

Universitas Pasundan.

6. Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc., Ketua Program Studi Akuntansi

Universitas Pasundan.

7. Bapak Dadan Soekardan, SE., M.Si., Sekretaris Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

8. Bapak Drs. R. Muchamad Noch, M.Ak., Ak., dosen wali penulis yang telah

memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.

9. Bapak Kosim, staf Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan yang telah banyak berjasa dan terima kasih atas bantuannya selama

ini.

10. Seluruh dosen Program Studi Akuntansi, staf administrasi serta perpustakaan,

dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

11. Seluruh pimpinan dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees.

12. Kakak dan adikku tersayang, Kak Nur Asiah Harahap dan Adik Dalillah

Ulfah Harahap, yang senantiasa memberikan motivasi, do’a, dorongan, dan

yang selalu bersedia mendengarkan curahan hati selama penulis menyusun

Page 8: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

v

13. skripsi ini. Terima kasih telah memberikan semangat dan menjadikan hidup

ini lebih berwarna.

14. Kak Vika dan Bang Iman yang menjadi keluarga terdekat penulis selama di

Bandung, yang selalu memberikan perhatian, motivasi, dorongan, dan selalu

ada ketika penulis membutuhkan bantuan. Terima kasih banyak atas

semangatnya selama ini.

15. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan nasihat dan motivasi.

Terima kasih atas dukungan dan do’anya.

16. Teman-teman mahasiswa/i Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan, terima kasih atas dukungan serta doanya.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih

atas perhatian, bantuan, dan dukungannya.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga

skripsi ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi semua pihak termasuk

penulis khususnya bagi perkembangan perpajakan Indonesia. Penulis senantiasa

berdo’a semoga mendapat petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Bandung, Juni 2013

Penulis,

Hafsyah Nur Hidayah Harahap

Page 9: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

vi

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN

MOTTO

ABSTRAK ....................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian .................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................ 7

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7

1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 8

1.4.1 Kegunaan Teoretis ........................................................................... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 8

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................... 10

2.1.1 Perpajakan ........................................................................................ 10

2.1.1.1 Pengertian pajak ................................................................... 10

Page 10: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

vii

2.1.1.2 Fungsi Pajak ......................................................................... 11

2.1.1.3 Jenis Pajak ............................................................................ 12

2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak ....................................................... 13

2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak ....................................................... 13

2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak .................................................... 14

2.1.2 Pemeriksaan Pajak ............................................................................ 15

2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ............................................. 15

2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak .......................................... 15

2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak ................................................... 16

2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak ..................................... 16

2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak ............................................. 17

2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak .................................................. 18

2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 19

2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan ............................. 19

2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 20

2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak .................................... 21

2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama

Pemeriksaan ....................................................................... 22

2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak ..................................... 23

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak Badan ......................................................... 24

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 24

2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 25

2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak ......................................... 27

Page 11: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

viii

2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak .......................................... 27

2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan ............................................. 29

2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 30

2.3 Hipotesis .................................................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian yang Digunakan........................................................... 38

3.1.1 Objek Penelitian ............................................................................... 38

3.1.2 Metode Penelitian ............................................................................. 38

3.1.3 Model Penelitian ............................................................................... 41

3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian ..................... 41

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian ............................................................. 41

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ................................................ 41

3.3 Populasi dan Sampel.................................................................................. 45

3.3.1 Populasi ............................................................................................ 45

3.3.2 Sampel .............................................................................................. 45

3.3.3 Teknik Sampling .............................................................................. 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 47

3.5. Metode Analisis yang Digunakan ............................................................. 50

3.5.1 Analisis Data .................................................................................... 50

3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................... 53

3.5.3 Uji Normalitas Data .......................................................................... 56

3.6 Rancangan Analisi dan Uji Hipotesis ........................................................ 56

Page 12: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 62

4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees............................................................................................... 62

4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees ................................................................... 62

4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees .......................... 68

4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees ..................................... 68

4.1.1.2.2 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees ..................................... 70

4.1.1.3 Aspek-Aspek Kegiatan di Kantor Pajak Pratama

Bandung Karees ................................................................... 72

4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees ....................................................... 73

4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 84

4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .......................................... 88

4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen ........................................................ 88

4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................... 90

4.1.5 Uji Normalitas Data ......................................................................... 91

4.2 Pembahasan Penelitian .............................................................................. 93

Page 13: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

x

4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 93

4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 97

4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 117

5.2 Saran .......................................................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 120

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 14: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010 – 2013 ...................................................................... 1

Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu ............................................................... 34

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Bebas (X): Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ......... 42

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Terikat (Y): Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Badan .............................................................................................................. 44

Tabel 3.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ...................... 60

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ................. 88

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Badan) ............................................................................................................ 89

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ............. 90

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Badan) ............................................................................................................ 91

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................................. 92

Tabel 4.6 Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ....................................................... 93

Tabel 4.7 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan

Pajak (X) ......................................................................................................... 93

Tabel 4.8 Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan ..................................................... 95

Tabel 4.9 Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan ............................................. 96

Tabel 4.10 Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak ......................................... 97

Tabel 4.11 Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan ............................................ 98

Page 15: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

xii

Tabel 4.12 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Badan (Y) .............................................................................................. 98

Tabel 4.13 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim.............................................. 100

Tabel 4.14 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan ........................................... 101

Tabel 4.15 Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal ............ 102

Tabel 4.16 Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan ....................................................................... 112

Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi .................................................................................... 113

Tabel 4.18 Koefisien Determinasi .................................................................................... 115

Page 16: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 36

Gambar 3.1 Model Penelitian ........................................................................................ 40

Page 17: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Membimbing Skripsi

Lampiran 2 Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Surat Permohonan Survey

Lampiran 4 Surat Balasan Permohonan Survey dari Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees

Lampiran 5 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Hasil Konversi Data Variabel X dan Y dari Skala Ordinal ke

Interval dengan Menggunakan MSI

Lampiran 8 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan

Pajak (X)

Lampiran 9 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Badan (Y)

Lampiran 10 Uji Normalitas Data

Lampiran 11 Hasil Uji Korelasi dan Regresi Linier Sederhana

Lampiran 12 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t

Lampiran 13 Daftar Perbaikan Skripsi

Lampiran 14 Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi

Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup

Page 18: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan

masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara

pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Di samping itu ada hal

yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk

pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah dari

pajak.

Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan

negara guna pembiayaan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak adalah

sumber penerimaan terbesar negara. Target penerimaan pajak setiap tahun

mengalami peningkatan secara signifikan, hal ini dapat dilihat dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010-2013 sebagaimana terlihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Ringkasan APBN 2010 – 2013

(dalam triliunan rupiah)

2010 2011 2012 2013

LKPP LKPP APBN-P RAPBN

A. Pendapatan Negara dan Hibah 995,3 1.210,6 1.358,2 1.507,7

I. Penerimaan Dalam Negeri 992,2 1.205,3 1.357,4 1.503,3

1. Penerimaan Perpajakan 723,3 873,9 1.016,2 1.178,9

2. Penerimaan Negara Bukan

Pajak

268,9 331,5 341,1 324,3

Page 19: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

2

II. Penerimaan Hibah 3,0 5,3 0,8 4,5

B. Belanja Negara 1.042,1 1.295,0 1.548,3 1.657,9

I. Belanja Pemerintah Pusat 697,4 883,7 1.069,5 1.139,0

1. K/L 332,9 417,6 547,9 547,4

2. Non K/L 364,5 466,1 521,6 591,6

II. Transfer Ke Daerah 344,7 411,3 478,8 518,9

1. Dana Perimbangan 316,7 347,2 408,4 435,3

2. Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian

28,0 64,1 70,4 83,6

C. Keseimbangan Primer 41,5 8,9 (72,3) (36,9)

D. Surplus/Defisit Anggaran (46,8) (84,4) (190,1) (150,2)

% defisit terhadap PDB (0,73) (1,14) (2,23) (1,62)

E. Pembiayaan 91,6 130,9 190,1 150,2

I. Pembiayaan Dalam Negeri 96.1 148,7 194,5 169,6

II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) (4,6) (17,8) (4,4) (19,5)

Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 44,67 46,5 0,0 (0,0)

Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id

Dari tabel di atas, terlihat jelas penerimaan negara dari sektor pajak

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara

yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kepatuhan

Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab.

Kepatuhan membayar pajak dimulai dari pemahaman bahwa masyarakat telah

lebih dahulu menikmati dan memanfaatkan barang dan jasa publik dalam

kehidupan sehari-hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemahaman bahwa

sarana dan prasarana tersebut memerlukan pemeliharaan dan pengembangannya

untuk kehidupan kini dan masa mendatang. Kemudian setelah mengetahui dan

memahami pentingnya pajak bagi pembangunan, diharapkan kepatuhan

membayar pajak bagi warga negara akan meningkat sehingga tax ratio negarapun

meningkat.

Page 20: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

3

Namun berdasarkan kenyataan yang ada, menurut Direktur Jenderal (Dirjen)

Pajak, Fuad Rahmany, yang dikutip di media massa (http://bisnis.news.viva.co.id)

pada Rabu, 2 Januari 2013 menyatakan bahwa:

“…Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari pajak pada tahun

2012 mencapai 95% dari target, atau sekitar Rp. 800 triliun dari target

APBN-P 2012 sebesar Rp. 1.016,2 triliun. Ia menyebutkan realisasi

penerimaan pajak tersebut lebih rendah dari realisasi penerimaan pajak pada

tahun 2011 yang mencapai 97% dari target APBN 2011”.

Target penerimaan pajak yang besar seharusnya tidak sulit dicapai jika

kepatuhan masyarakat sebagai pembayar pajak telah tinggi. Kepatuhan pajak

dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika Wajib Pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan tersebut

meliputi kepatuhan formal dan materil.

Berdasarkan artikel “Kompleksitas Kepatuhan Pajak” yang ditulis oleh

Surya Manurung Pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada Rabu, 20 Pebruari 2013

dalam situs resmi pajak Indonesia (www.pajak.go.id) menyatakan bahwa:

“…Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih

tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan

beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya

membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang

mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta orang dan yang

membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak

Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen.

Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau

mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang

membayar pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya

hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen.

Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negara-

negara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang

ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion). Sedangkan di

Page 21: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

4

negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah kepatuhan pajak yang

rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi.

Menurut Luigi ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk menekan

tindakan manipulasi pajak yaitu memberikan sanksi atau denda yang tinggi

dan melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan si Wajib Pajak.

Sementara hasil penelitian lainnya (Sandford, Goodwin, dan Hardwick,1989

; Pitt dan Slemrod, 1989) menyimpulkan cara yang yang efektif untuk

mengurangi tindakan manipulasi pajak dengan melakukan penyederhanaan

peraturan perpajakan. Dengan peraturan perpajakan yang kompleks maka

wajib pajak akan cenderung menggunakan jasa konsultan pajak, dimana

konsultan pajak tersebut dapat mempengaruhi si Wajib Pajak untuk

melakukan tindakan manipulasi pajak”.

Selain itu, Kepala Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jabar, Ajat Djatnika,

yang dikutip di media massa (www.klik-galamedia.com) pada Rabu, 31 Oktober

2012 menyatakan bahwa:

“…Tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak di wilayah Jawa Barat dalam

membayar pajak masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari tingkat kesadaran

para Wajib Pajak dalam membayar pajak yang hanya mencapai sekitar 52

persen. Saat ini tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih kurang baik, buktinya

masih 52 persen. Padahal target tahun 2012 ini mencapai 67,5 persen dari

Wajib Pajak yang ada”.

Dengan adanya fenomena di atas, tentunya hal tersebut merupakan fakta

bahwa masih kurangnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan target

penerimaan pajak tidak tercapai.

Kepatuhan pajak sangat berperan khususnya dalam perpajakan Indonesia

yang menganut self assessment system. Self assessment system adalah sistem di

mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung,

menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment system yang

diterapkan saat ini pun secara langsung maupun tidak langsung akan

Page 22: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

5

mempengaruhi ketaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Sistem ini memiliki kelemahan yang memungkin Wajib Pajak

melakukan kecurangan-kecurangan atau kemungkinan terjadinya kelalaian yang

menyebabkan kerugian bagi negara.

Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban melakukan

pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak baik melalui

pengawasan administratif maupun melalui pemeriksaan pajak. Tujuan

pemeriksaan pajak sebagai penguji kepatuhan Wajib Pajak adalah hal yang

seharusnya dilaksanakan, tanpa adanya pemeriksaan di bidang perpajakan, maka

fiskus akan sangat kesulitan untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak atau bahkan

sama sekali tidak akan pernah tahu tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan

menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan

secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan yang melaksanakan pemeriksaan atau disebut pemeriksa pajak

adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, yang diberi

tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Jadi

tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

Page 23: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

6

perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-

undangan perpajakan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kusujarwati Anjarini

(2012) dengan judul Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Dalam

Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, penelitian dilakukan di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta yang berlokasi di Jl.

Kartini VIII No.2. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif

Survei. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keberadaan pemeriksaan pajak

mempunyai korelasi yang kuat dan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang

pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta, hal tersebut

ditunjukkan oleh angka hasil koefisien determinasi yaitu sebesar 72,5% artinya

sangat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi sedangkan

sisanya sebesar 24,8% dipengaruhi oleh faktor lain.

Adapun pengembangan yang dilakukan oleh penulis yaitu responden pada

penelitian ini adalah pemeriksa pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees untuk menilai dan menguji tingkat kepatuhan Wajib

Pajak badan dengan melaksanakan pemeriksaan pajak yang berdasarkan

pedomaan pelaksanaan pemeriksaan pajak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH PELAKSANAAN

PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB

PAJAK BADAN” (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees).

Page 24: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

7

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka perlu

adanya ruang lingkup untuk mempermudah penjelasan. Dalam penelitian ini

penulis membuat batasan ruang lingkup atau merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees.

2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees.

3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees.

2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak

terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Page 25: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

8

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Adapun kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan

sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan

dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin

ilmu ekonomi akuntansi dan perpajakan, khususnya mengenai pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai

pihak antara lain:

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan

pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan

Pajak. Juga sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana

ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan.

b. Bagi Instansi

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemeriksaan pajak

terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

c. Bagi Pihak Lain

Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait dengan

topik sejenis serta dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.

Page 26: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

9

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jalan Ibrahim

Adjie No. 372 Bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret

2013.

Page 27: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Perpajakan

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28

Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani dalam Waluyo (2011:2) adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.

Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang

dikutip oleh Erly Suandy (2011:9) adalah sebagai berikut:

Page 28: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

11

“M.J.H. Smeets:

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-

norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya

kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah,

Soeparman Soemahamidjaja:

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum,

Rochmat Soemitro:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal

(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”.

Menurut Erly Suandy (2011:10) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam

berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut:

“1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh

pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai public investment.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari

pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung”.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Waluyo (2011:6)

yaitu sebagai berikut:

Page 29: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

12

“1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh:

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Regular)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh:

dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat

ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah”.

2.1.1.3 Jenis Pajak

Menurut Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok, adalah sebagai berikut:

“1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini.

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib

Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan

pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut.

a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam

arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak

Penghasilan.

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut.

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh:

pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan

dan pedesaan”.

Page 30: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

13

2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak

Adapun asas pemungutan pajak yang diungkapkan Waluyo (2011:16)

sebagai berikut:

“1. Asas Tempat Tinggal

Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh

penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.

Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia

atau berasal dari luar negeri.

2. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini

diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di

Indonesia untuk membayar pajak.

3. Asas Sumber

Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang

bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan

demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari

Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat

tinggal Wajib Pajak”.

2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2011:160) mengemukakan tentang cara pemungutan

pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel adalah sebagai berikut:

“1. Stelsel nyata (rill stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun

pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat

diketahui, kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih

realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir

periode (setelah penghasilan riil diketahui).

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

undang-undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap

sama dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat

ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan,

tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang

dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

Page 31: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

14

3. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan

suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak

disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak

menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan,

maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula

sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta

kembali”.

2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dibagi tiga seperti yang diungkapkan oleh

Waluyo (2011:17) sebagai berikut:

“1. Sistem Official Assessment

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah

sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada

fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

2. Sistem Self Assessment

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak

yang harus dibayar.

3. Sistem Withholding

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”.

Page 32: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

15

2.1.2 Pemeriksaan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor

28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”.

2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak

Unsur-unsur pokok dalam pemeriksaan pajak yang dapat diuraikan

menurut Erly Suandy (2011:207) adalah sebagai berikut:

“1. Informasi yang terukur dengan kriteria tetap, yaitu untuk proses

pemeriksaan pajak dimulai dengan mencari, menghimpun, dan

mengolah informasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT)

yang diisi oleh Wajib Pajak sesuai dengan sistem self assessment.

Dalam setiap pemeriksaan diperlukan informasi yang dapat dibuktikan

dan standar atau kriteria yang dapat dipakai pemeriksa sebagai

pegangan untuk melakukan evaluasi terhadap informasi yang

diperoleh.

2. Satuan usaha, yaitu setiap akan melakukan pemeriksaan pajak, ruang

lingkup pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas. Kesatuan usaha

dapat berbentuk Wajib Pajak perorangan atau Wajib Pajak badan.

Pada umumnya periode waktu pemeriksaan pajak adalah satu tahun

tetapi ada pula pemeriksaan untuk satu bulan, satu kuartal atau

beberapa tahun. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti, maksudnya adalah

segala informasi yang dipergunakan oleh pemeriksa pajak untuk

menentukan informasi terukur yang diperiksa melalui evaluasi agar

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

4. Pemeriksa yang kompeten dan independen, yaitu setiap pemeriksa

pajak harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

cukup agar dapat memahami kriteria yang dipergunakan”.

Page 33: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

16

2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:204) adalah

sebagai berikut:

“1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka

memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib

Pajak.

Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:

a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,

termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan

kelebihan pajak;

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan

rugi;

c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak

pada waktu yang telah ditetapkan;

d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang

ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat

Pemberitahuan tidak dipenuhi.

2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;

b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;

c. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto;

f. Pencocokan data dan atau/alat keterangan;

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan

Nilai;

i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

untuk tujuan lain”.

2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Erly Suandy (2011:206)

dijelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan pajak yang terdiri atas:

Page 34: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

17

“1. Pemeriksaan Lengkap

Pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat

Wajib Pajak yang meliputi seluruh jenis pajak atau tujuan lain baik

tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya dengan menerapkan

teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan

pada umumnya. Unit pelaksana pemeriksaan lengkap adalah

Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Pajak.

2. Pemeriksaan Sederhana

Pemeriksaan sederhana yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk

mencari, mengumpulkan, dan mengolah data atau kegiatan lainnya

dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan

kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana dilakukan karena

selama ini pemeriksaan yang telah dilakukan banyak memerlukan

waktu, biaya dan pengorbanan sumber daya lainnya, baik oleh

administrasi pajak maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri, sehingga

kurang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat Wajib Pajak.

Pemeriksaan sederhana dilakukan melalui:

a. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK), yaitu pemeriksaan

sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di Kantor Unit

Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk satu jenis pajak tertentu,

baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya;

b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), yaitu pemeriksaan

sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di lapangan dan

di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk seluruh

jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu dan atau

untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya”.

2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak

Jenis-jenis pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:208) dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

“1. Pemeriksaan rutin, adalah pemeriksaan yang langsung dilakukan oleh

unit pemeriksa tanpa harus ada persetujuan terlebih dahulu dari unit

atasan, biasanya harus segara dilakukan terhadap:

a. Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar;

b. Surat Pemberitahuan (SPT) rugi;

c. Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyalahi penggunaan norma

penghitungan.

Batas waktu pemeriksaan rutin lengkap paling lama tiga bulan sejak

pemeriksaan dimulai. Sedangkan pemeriksaan lokasi lamanya

maksimal 45 hari sejak Wajib Pajak diperiksa. Pemeriksaan rutin

Page 35: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

18

terhadap Wajib Pajak yang tahun sebelumnya telah dilakukan

pemeriksaan lengkap dua tahun berturut-turut tidak lagi dilakukan

pemeriksaan lengkap pada tahun ketiga.

2. Pemeriksaan khusus, dilakukan setelah ada persetujuan atau instruksi

dari unit atasan (Direktur Jenderal Pajak atau kepala kantor yang

bersangkutan) dalam hal:

a. Terdapat bukti bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang

disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar;

b. Terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana

dibidang perpajakan;

c. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal

Pajak atau kepala kantor wilayah (misalnya ada pengaduan dari

masyarakat)”.

2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak

Metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan menurut Waluyo

(2012:380) adalah sebagai berikut:

“1. Metode Langsung

Metode langsung tersebut yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan

dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT

yang dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku,

catatan-catatan, serta dokumen-dokumen pendukungnya sesuai

dengan urutan proses pemeriksaan.

2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan pajak

dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT.

Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu dengan

perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang meliputi:

a. Metode transaksi tunai;

b. Metode transaksi bank;

c. Metode sumber dan pengadaan dana;

d. Metode perbandingan kekayaan bersih;

e. Metode perhitungan persentase;

f. Metode satuan dan volume;

g. Pendekatan produksi;

h. Pendekatan laba kotor;

i. Pendekatan biaya hidup”.

Page 36: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

19

2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Prosedur pelaksanaan pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011:54)

adalah sebagai berikut:

“1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah

Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang

diperiksa.

2. Wajib Pajak yang diperiksa harus:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan

dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha

pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan

yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan.

c. Memberi keterangan yang diperlukan.

3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau

dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh

suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk

merahasiakan itu ditiadakan.

4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat

atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban

pada butir dua di atas”.

2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan

Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2012:374)

ditetapkan sebagai berikut:

“1. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam

bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat

panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal

laporan hasil pemeriksaan.

2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama

empat bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama delapan

bulan yang dihitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai

dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi

yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain

yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang

memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu

Page 37: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

20

yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka

waktu paling lama dua tahun.

4. Dalam pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan

pajak, mengenai pengajuan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan

sebagaimana dimaksud pada butir 1,2, dan 3 di atas, harus

memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak”.

2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Erly Suandy (2011:216) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan

didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum

Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman

Laporan Pemeriksaan Pajak.

“1. Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang:

1) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup

serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak;

2) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian,

bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri

dari perbuatan tercela;

3) Menggunakan hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam

kertas kerja pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun

Laporan Pemeriksaan Pajak.

2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang

baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan

yang seksama;

b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh

yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan,

tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan;

c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada

temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

3. Pedoman Laporan Pemeriksaaan Pajak adalah sebagai berikut:

a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas,

memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat

kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat

Page 38: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

21

tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan

perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan

informasi lain yang terkait.

b. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas

Kerja Pemeriksaan antara lain mengenai:

1) berbagai faktor perbandingan;

2) nilai absolut dari penyimpangan;

3) sifat dari penyimpangan;

4) petunjuk atau temuan adanya penyimpangan;

5) pengaruh penyimpangan;

6) hubungan dengan permasalahan lainnya.

c. Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang

lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan”.

Menurut Erly Suandy (2011:2017) tujuan ditetapkan atau dibuat pedoman

pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah:

“1. Agar tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak terarah, efisien, efektif,

dan mencapai sasarannya yaitu meningkatkan penerimaan negara dari

sektor perpajakan guna menunjang kegiatan pembangunan.

2. Agar tujuan utama pemeriksaan pajak yaitu untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

tercapai.

3. Agar terdapat keragaman pelaksanaan pemeriksaan pajak yang

dilakukan oleh pemeriksa pajak”.

2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak

Produk hukum pemeriksaan pajak menurut Rudy Suhartono dan

Wirawan B. Ilyas (2010:53) adalah sebagai berikut:

“1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pajak

yang terutang tidak atau kurang bayar.

2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit

pajak atau jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada

jumlah pajak yang terutang.

Page 39: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

22

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit

pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak

yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak

atau tidak ada pembayaran pajak.

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan

penambahan jumlah pajak terutang. Penerbitan SKPKBT dengan

syarat sebelumnya telah terbit ketetapan pajak (SKPKB, SKPN, atau

SKPLB) untuk tahun atau Masa Pajak yang sama.

5. Surat Tagihan Pajak (STP)

Diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atau

bunga terkait keterlambatan pembayaran atau pelaporan SPT, dan

pembuatan Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan perpajakan”.

2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Pemeriksaan

Menurut Waluyo (2012:375) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama

pemeriksaan adalah sebagai berikut:

“1. Hak Wajib Pajak selama proses pemeriksaan ini meliputi:

a. Meminta Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah

Pemeriksaan kepada pemeriksa pajak;

b. Meminta Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak;

c. Meminta penjelasan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada

Pemeriksa Pajak;

d. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan,

dan dokumen-dokumen secara terperinci;

e. Meminta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal

yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat

Pemberitahuan (SPT) untuk ditanggapi;

f. Memberikan sanggahan terhadap koreksi-koreksi yang dilakukan

Pemeriksa Pajak, dengan menunjukkan bukti-bukti yang kuat

dan sah dalam rangka closing conference;

g. Meminta petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau

pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan

kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang

dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau

pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-

tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku;

h. Menerima buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak selama proses pemeriksaan

Page 40: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

23

secara lengkap paling lama 14 (empat belas) hari sejak

selesainya proses pemeriksaan.

2. Kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka

Wajib Pajak wajib untuk:

a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan

kantor sesuai dengan waktu yang ditentukan;

b. Memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,

dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran

pemeriksaan;

c. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat

atau ruangan yang dipandang perlu;

d. Memberikan keterangan secara tertulis maupun lisan yang

diperlukan oleh Pemeriksa selama proses pemeriksaan;

e. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila Wajib

Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan;

f. Menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, bila Wajib Pajak

tidak atau tidak seluruhnya menyetujui hasil pemeriksaan

tersebut;

g. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan,

apabila Wajib Pajak/wakil/kuasanya menolak membantu

kelancaran pemeriksaan;

h. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan

penyegelan tempat atau ruangan tertentu”.

2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak

UU KUP menegaskan mengenai sanksi perpajakan yang terkait dengan

pemeriksaan yang dikutip oleh Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010:54)

adalah sebagai berikut:

“1. Apabila Hasil Pemeriksaan Terdapat Pajak Kurang Dibayar

a. Jumlah pajak yang kurang dibayar pajak ditambah dengan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat

terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun

pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

b. PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan

selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tairf 0%

dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% atas

pajak yang tidak atau kurang bayar.

2. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Kewajiban Pemeriksaan.

Sanksi Administrasi

Page 41: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

24

Apabila kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi

sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atas

jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi

berupa kenaikan yaitu:

1. 50% untuk PPh Badan dan/atau Orang Pribadi,

2. 100% untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan PPN dan

PPnBM.

Sanksi Pidana

Dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta

denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

apabila termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 39 UU

KUP”.

2.1.3. Kepatuhan Wajib Pajak Badan

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh

Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya”.

Kepatuhan Wajib Pajak menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu

(2010:139) mengemukakan bahwa:

“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of

compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana

Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan

dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan

pajaknya tersebut”.

Sedangkan menurut Erard dan Feinstin dalam Siti Kurnia Rahayu

(2010:139) menyatakan bahwa:

“Menggunakan teori psikologi, dalam kepatuhan Wajib Pajak yaitu rasa

bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan

Page 42: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

25

beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap

pelayanan pemerintah”.

2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu

(2010:138) adalah:

“1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor

Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan apakah isi Surat

Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum. Yang

penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah disampaikan sebelum

tanggal 31 Maret.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara

substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material

perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan

material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak

yang bersangkutan, selain memperhatikan kebenaran yang

sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh

tersebut”.

Untuk kepatuhan Wajib Pajak secara formal menurut Undang-undang

KUP dalam Erly Suandy (2011:119) adalah sebagai berikut:

“1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri

Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak

wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak

dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus

terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-

undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap

Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa

Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak

terdaftar.

Page 43: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

26

3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak

Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara

melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran

lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan

membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan

dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan

usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung

penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam

rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan

dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi

kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu

dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta

memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak

Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara

kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan

meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding

system”.

Adapun kepatuhan material menurut Undang-undang KUP dalam Erly

Suandy (2011:120) disebutkan bahwa:

“Setiap Wajib Pajak membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan

pada adanya surat ketetapan pajak dan jumlah pajak yang terutang menurut

Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah

pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan”.

2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan pajak akan menghasilkan banyak keuntungan, baik bagi fiskus

maupun bagi Wajib Pajak sendiri selaku pemegang peranan penting tersebut. Bagi

Page 44: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

27

fiskus, kepatuhan pajak dapat meringankan tugas aparat pajak, petugas tidak

terlalu banyak melakukan pemeriksaan pajak dan tentunya penerimaan pajak akan

mendapatkan pencapaian optimal. Sedangkan bagi Wajib Pajak, manfaat yang

diperoleh dari kepatuhan pajak seperti yang dikemukan Siti Kurnia Rahayu

(2010:143) adalah sebagai berikut:

“1. Pemberian batas waktu penebitan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat tiga bulan

sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib

Pajak diterima untuk PPh dan satu bulan untuk PPN, tanpa melalui

penelitian dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi

paling lambat dua bulan untuk PPh dan tujuh hari untuk PPN”.

2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Erly Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat

dilihat atas dasar:

“1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam pembayaran atau

laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap bulan;

2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atas

dasar sistem self assessment melaporkan perhitungan pajak dalam SPT

pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau

melunasi pajak terutang;

3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan

melalui pembukuan sebagaimana mestinya”.

Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak yang

dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan bahwa:

“Sebagai suatu iklim dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

tercermin dalam situasi dimana:

1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memenuhi semua ketentuan

paraturan perundang-undangan perpajakan;

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;

Page 45: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

28

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”.

Menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) kepatuhan

Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:

“1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;

2. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);

3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan

4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan”.

Kemudian merujuk kepada kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan

Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139)

bahwa kriteria Kepatuhan Wajib Pajak adalah:

“1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk

semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir;

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

pajak;

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir;

4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam

hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang

terutang paling banyak 5%.

5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di

audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian,

atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi

laba rugi fiskal”.

2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan

Pengertian Wajib Pajak menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut:

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan”.

Page 46: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

29

Sedangkan pengertian badan menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai

berikut:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau

organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.

Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa Wajib Pajak badan

adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang wajib melakukan kewajiban

perpajakan dan termasuk pemungut dan pemotong Wajib Pajak tertentu yang telah

diatur oleh undang-undang perpajakan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara.

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara maka penerimaan pajak terus

dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dapat tercapai. Dengan adanya target penerimaan pajak yang

terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk mengamankan

pendapatan negara dari sektor pajak melalui pengujian kepatuhan Wajib Pajak.

Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

memiliki peranan penting untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya melalui pemeriksaan pajak.

Page 47: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

30

Berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal

Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama mempunyai tugas sebagai berikut:

“KPP Pratama melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan

Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak

Bumi dan Bangunanan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

dalam Wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku”.

Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, berdasarkan Pasal 59

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009

tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,

KPP Pratama menyelenggarakan fungsi antara lain:

“1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan;

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan,

dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat

lainnya;

4. Penyuluhan perpajakan;

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;

6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;

7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;

9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

10. Pelaksanaan intensifikasi;

11. Pembetulan ketetapan pajak;

12. Pelaksanaan administrasi kantor”.

Salah satu upaya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya maka aparat pajak atau fiskus melakukan kegiatan

pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengertian pemeriksaan pajak

Page 48: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

31

berdasarkan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”.

Sedangkan pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu

dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah:

“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya”.

Teori penghubung yang menghubungkan pengaruh pelaksanaan

pemeriksaan pajak dengan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang

dikemukakan Waluyo (2012:373) sebagai berikut:

“Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak yang melakukan

pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan “Direktur

Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”.

Selanjutnya Siti Kurnia Rahayu (2010:140) mengemukakan bahwa:

Page 49: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

32

“Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi

sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak,

penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak”.

Adapun teori tambahan yang menghubungkan antara pemeriksaan pajak

terhadap kepatuhan Wajib Pajak menurut Undang-undang KUP dalam Erly

Suandy (2011:119) kewajiban Wajib Pajak secara formal adalah sebagai berikut:

“1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri

Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak

wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak

dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus

terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-

undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap

Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa

Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak

terdaftar.

3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak

Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara

melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran

lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan

membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan

dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan

usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung

penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam

rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan

dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi

kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu

dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta

memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

Page 50: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

33

6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak

Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara

kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan

meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding

system.

Dengan demikian tujuan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan

Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya harus mendapat prioritas utama dan

pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh fiskus untuk menguji kepatuhan Wajib

Pajak harus secara objektif dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan

pajak.

Dengan adanya hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan

tingkat kepatuhan Wajib Pajak diharapkan dapat memberikan dampak pada

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dengan tetap

mengacu pada fiskus yang melaksanakan pemeriksaan pajak harus secara objektif

dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan pajak.

Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai pemeriksaan pajak dan

pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut

ini:

Page 51: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

34

Tabel 2.1

Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian

1. Feri Yusi

Setiawan

(2007)

Pengaruh Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Penghasilan Pasal 21

10 orang pemeriksa

pajak di KPP

Bononegara

Bandung .

Terdapat pengaruh pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap

kepatuhan Wajib Pajak

Penghasilan Pasal 21 di KPP

Bojonegara Bandung sebesar

52,12%.

2. Maria W. Br.

Simbolon

(2011)

Pengaruh Pemeriksaan

Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib

Pajak Badan dalam

Memenuhi Kewajiban

Perpajakan

16 orang pemeriksa

pajak pada Seksi

Pemeriksaan dan

Kelompok

Fungsional

Pemeriksaan di KPP

Pratama Jakarta

Duren Sawit.

Pemeriksaan pajak memiliki

pengaruh terhadap kepatuhan

Wajib Pajak badan dalam

pemenuhan kewajiban

perpajakan. Besarnya pengaruh

pemeriksaan pajak terhadap

kepatuhan Wajib Pajak badan

adalah sebesar 30,63%.

3. Reni Priantini

Desca

(2011)

Pengaruh Pemeriksaan

Pajak Terhadap

Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak dalam

Pemenuhan

Kewajiban Perpajakan

Pajak Penghasilan

14 orang pemeriksa

pajak pada Seksi

Pemeriksaan dan

Kelompok

Fungsional

Pemeriksaan di KPP

Pratama Jakarta

Tebet.

Pemeriksaan pajak memiliki

pengaruh terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dalam

pemenuhan kewajiban

perpajakan Pajak Penghasilan.

Besarnya pengaruh

pemeriksaan pajak terhadap

kepatuhan Wajib Pajak adalah

sebesar 20,3%.

4. Feby

Risyandi

(2012)

Pengaruh Pemeriksaan

Pajak dan

Penyeludupan Pajak

terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

60 pegawai pajak

bagian fungsional,

yaitu KPP Karees 15

orang, KPP Tegalega

15 orang, KPP

Cibeunying 15

orang, KPP

Bojonegara 15

orang.

Pemeriksaan pajak dan

penyeludupan pajak

berpengaruh terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

5. Hafsyah Nur

Hidayah

Harahap

(2013)

Pengaruh Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib

Pajak Badan

11 orang pemeriksa

pajak pada Seksi

Pemeriksaan dan

Kelompok Jabatan

Fungsional

Pemeriksaan di KPP

Pratama Bandung

Karees.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berpengaruh terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan.

Koefisien determinasi

menunjukkan bahwa tingkat

kepatuhan wajib Pajak badan

dipengaruhi pelaksanaan

pemeriksaan pajak sebesar

69,1%.

Page 52: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

35

KPP

Tujuan

Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

(X)

Objektif dan

Profesional

Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Badan

(Y)

Dimensi dari Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak:

Pedoman Umum

Pemeriksaan

Pedoman Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

Pedoman Laporan

Pemeriksaan Pajak

Erly Suandy (2011:216)

Dimensi dari Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan:

Patuh Terhadap Kewajiban

Interim

Patuh Terhadap Kewajiban

Tahunan

Patuh Terhadap Ketentuan

Materil dan Yuridis Formal

Erly Suandy (2011:97)

Hipotesis:

Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Page 53: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

36

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dan dukungan teori yang ada

maka diajukan hipotesis penelitian yaitu “Pelaksanaan pemeriksaan pajak

berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan”.

Page 54: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian yang Digunakan

3.1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Objek penelitian

dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak dan tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees yang bertempat di Jl. Ibrahim Adjie No. 372 Bandung. Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees merupakan instansi pemerintah yang mengurusi

penerimaan negara khususnya penerimaan pajak yang berada di bawah naungan

Kementerian Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana

pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

badan.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai tujuan

tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode survey. Menurut

Sugiyono (2012:11) pengertian metode survey adalah:

“Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat

penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data

yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

Page 55: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

38

tersebut, sehingga ditemukan kejadian relatif, distribusi, dan hubungan

antar variabel, sosiologis maupun psikologis”.

Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis

deskriptif dan metode analisis asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang

akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran yang

terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel

yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2012:206) yang dimaksud dengan metode analisis

deskriptif adalah:

“Metode analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2012:207) penelitian asosiatif adalah:

“Merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua

variabel atau lebih. Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu

teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan

mengontrol suatu gejala”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki.

Ada dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan wawancara, dan angket metode tertutup, di mana kemungkinan

pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan respon tidak diberikan

alternatif jawaban lain. Indikator-indikator untuk kedua variabel tersebut

kemudian dijabarkan oleh penulis menjadi sejumlah pertanyaan-pertanyaan

Page 56: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

39

sehingga diperoleh data primer. Data ini akan dianalisis dengan menggunakan uji

statistika yang relevan untuk menguji hipotesis. Sedangkan teknik ukuran yang

digunakan yaitu teknik Skala Likert.

3.1.3 Model Penelitian

Model penelitian ini merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang

sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan

maka model penelitian ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Penelitian

Bila dijabarkan secara matematis, maka hubungan dari variabel tersebut

adalah sebagai berikut:

Y = f (X)

Dimana:

Y = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

X = Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

f = Fungsi

Berdasarkan model penelitian di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan dipengaruhi oleh pelaksanaan pemeriksaan pajak.

Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Badan

(Y)

Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak

(X)

Page 57: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

40

3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi yaitu Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan

Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan, maka penulis melakukan

penelitian

dan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Yang menjadi variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini

adalah pelaksanaan pemeriksaan pajak. Yang dimaksud dengan pemeriksaan

pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan

mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Yang menjadi variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini

adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Yang dimaksud dengan

kepatuhan Wajib Pajak badan adalah kemampuan Wajib Pajak dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya dan melakukan hak perpajakannya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Operasionalisasi varibel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep

yang dalam hal ini terdapat variabel-variabel yang langsung mempengaruhi dan

Page 58: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

41

dipengaruhi, yaitu variabel yang dapat menyebabkan masalah-masalah lain terjadi

dan atau variabel yang situasi dan kondisinya tergantung variabel lain. Sesuai

dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan” maka terdapat dua variabel penelitian

yaitu:

1. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak sebagai variabel bebas (X)

2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan sebagai variabel terikat (Y)

Untuk mengukur variabel bebas dan terikat, dilakukan penyebaran angket

kepada sejumlah responden. Angket tersebut disusun berdasarkan indikator-

indikator yang digunakan untuk melihat apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak

memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Kedua variabel

penelitian dapat dijabarkan dalam beberapa dimensi dan indikator seperti

dijabarkan dalam tabel 3.1 dan 3.2 berikut ini:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Bebas (X)

Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Variabel Konsep

Variabel

Dimensi Indikator Skala Instrumen

Pemeriksaan

Pajak

(X)

Pemeriksaan

adalah

serangkaian

kegiatan

menghimpun

dan

mengolah

data,

keterangan,

dan/atau

bukti yang

dilaksanakan

secara

objektif dan

1. Pedoman

umum

pemeriksaan

1. Pendidikan, pelatihan,

dan keterampilan

pemeriksa pajak.

2. Sikap jujur, tanggung

jawab, sopan, objektif,

dan profesional

pemeriksa pajak.

3. Pemeriksa pajak

menyusun Laporan

Pemeriksaan Pajak

berdasarkan temuan

hasil pemeriksaan

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Kuesioner

No. 1

Kuesioner

No. 2

Kuesioner

No. 3

Page 59: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

42

profesional

berdasarkan

suatu standar

pemeriksaan

untuk

menguji

kepatuhan

pemenuhan

kewajiban

perpajakan

dan/atau

untuk tujuan

lain dalam

rangka

melaksanaka

n ketentuan

peraturan

perundang-

undangan

perpajakan

Sumber:

Pasal 1 ayat

(25) Undang-

undang

Nomor 28

Tahun 2007

tentang

Perubahan

Ketiga atas

Undang-

undang

Nomor 6

Tahun 1983

tentang

Ketentuan

Umum dan

Tata Cara

Perpajakan

2. Pedoman

pelaksanaan

pemeriksaan

3. Pedoman

laporan

pemeriksaan

pajak

Sumber: Erly

Suandy

(2011:216)

yang dituangkan ke

dalam Kertas Kerja

Pemeriksaan.

1. Melakukan persiapan

yang baik sesuai

dengan tujuan

pemeriksaan sebelum

melakukan

pemeriksaan.

2. Melakukan

pencocokan data,

pengamatan, dan tanya

jawab untuk

menentukan luas

pemeriksaan.

3. Memberikan pendapat

dan kesimpulan

berdasarkan pada

temuan yang kuat.

1. Laporan Pemeriksaan

Pajak disusun secara

ringkas dan jelas,

memuat ruang lingkup

sesuai dengan tujuan

pemeriksaan.

2. Laporan Pemeriksaan

Pajak dalam

pengungkapan

penyimpangan SPT

disusun dengan

memperhatikan Kertas

Kerja Pemeriksaan.

3. Laporan Pemeriksaan

Pajak didukung oleh

daftar yang lengkap

dan rinci sesuai dengan

tujuan pemeriksaan.

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Kuesioner

No. 4

Kuesioner

No. 5

Kuesioner

No. 6

Kuesioner

No.7

Kuesioner

No. 8

Kuesioner

No.9

Page 60: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

43

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Terikat (Y)

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Variabel Konsep

Varia

bel

Dimensi Indikator Skala Instrumen

Kepatuh

an Wajib

Pajak

Badan

(Y)

Kepatuhan

Wajib Pajak

adalah suatu

keadaan

dimana Wajib

Pajak

memenuhi

semua

kewajiban

perpajakan

dan

melaksanakan

hak

perpajakannya

Sumber: Safri

Nurmantu

dalam Siti

Kurnia

Rahayu

(2010:138)

1. Patuh

terhadap

kewajiban

interim

2. Patuh

terhadap

kewajiban

tahunan

3. Patuh

terhadap

ketentuan

material

dan yuridis

formal

perpajakan

Sumber: Erly

Suandy

(2011:97)

1. Wajib Pajak melaporkan

SPT Masa PPN dengan

tepat waktu.

2. Wajib Pajak melaporkan

SPT Masa PPh dengan tepat

waktu.

3. Wajib Pajak membayar

angsuran pajak setiap bulan

dengan tepat waktu.

1. Wajib Pajak aktif

menghitung pajak

berdasarkan sistem self

assessment.

2. Untuk SPT PPh tahunan

Wajib Pajak badan

melakukan pelaporan pajak

paling lambat 4 bulan

setelah akhir tahun pajak.

3. Wajib Pajak tidak memiliki

tunggakan pajak atau

melunasi pajak terutang.

1. Mendaftarkan diri sebagai

Wajib Pajak.

2. Mengisi SPT dengan

lengkap dan benar sesuai

dengan besarnya pajak

terutang yang sebenarnya.

3. Wajib Pajak membayar atau

menyetor pajak yang

dipotong atau dipungut.

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Kuesioner

No. 10

Kuesioner

No. 11

Kuesioner

No.12

Kuesioner

No. 13

Kuesioner

No. 14

Kuesioner

No. 15

Kuesioner

No. 16

Kuesioner

No. 17

Kuesioner

No. 18

Page 61: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

44

4. Wajib Pajak melakukan

pembukuan sesuai dengan

ketentuan yang telah

ditetapkan.

5. Wajib Pajak melakukan

pemungutan dan

pemotongan pajak.

6. Wajib Pajak mentaati

pemeriksaan pajak.

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Kuesioner

No. 19

Kuesioner

No. 20

Kuesioner

No. 21

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah pemeriksa pajak

yang melaksanakan pemeriksaan pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok

Jabatan Fungsional Pemeriksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees. Dengan jumlah populasi sebanyak 15 orang untuk pengisian angket.

Terdiri dari Seksi Pemeriksaan sebanyak 4 orang dan Kelompok Jabatan

Fungsional Pemeriksa sebanyak 11 orang.

3.3.2 Sampel

Untuk menentukan ukuran besarnya sampel, peneliti menggunakan rumus

dari Slovin yang dikutip Sevilla (1994) dalam Umar (2002:141) sebagai berikut:

Keterangan:

n = Sampel

N = Populasi

e = Taraf kesalahan atau nilai kritis

Page 62: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

45

Pengambilan sampel dilakukan pada tingkat kepercayaan 85% atau nilai

kritis 15% dengan pertimbangan nilai kritis tersebut digunakan dalam penelitian

sebelumnya. Sesuai dengan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

n =

n = 11,2

Berdasarkan perhitungan tersebut maka sampel yang diambil dibulatkan

menjadi sebanyak 11 orang pemeriksa pajak.

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling

pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan

nonprobability sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode

probability sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah

simple random sampling.

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan

peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi

anggota sampel.

Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple

random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel

dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

Page 63: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

46

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sebagian besar tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data yang

relevan, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penyusunan

skripsi ini yang menjadi sumber data penelitian adalah data primer. Data primer

merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pemeriksa pajak pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk

memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah penelitian lapangan (field research). Maka sarana untuk memperoleh data

dan informasi tersebut adalah:

a. Wawancara

Penulis memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab secara

langsung untuk meminta keterangan mengenai hal yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

b. Angket

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari reponden adalah berbentuk angket. Jenis angket yang penulis gunakan

adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya.

Adapun alasan penulis menggunakan angket tertutup adalah:

- Angket tertutup memberikan kemudahan kepada responden dalam

memberikan jawaban.

- Angket tertutup lebih praktis.

Page 64: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

47

- Keterbatasan waktu penelitian.

Dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari angket-angket tersebut

yang diajukan kepada responden, skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dengan skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak ukur

untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau

pernyataan.

Menurut Sugiyono (2012:93), menyatakan bahwa:

”Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat

berupa kata-kata antara lain:

a. Selalu

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Hampir tidak pernah

e. Tidak pernah

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,

misalnya :

Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5

Setuju/sering/positif diberi skor 4

Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3

Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2

Sangat tidak setuju/tidak pernah/ diberi skor 1”.

Skala pengukuran semua variabel dalam penelitian adalah pengukuran

pada skala ordinal. Untuk kepentingan analisis data dengan korelasi dan regresi

linier sederhana yang mensyaratkan tingkat pengukuran variabel sekurang-

kurangnya interval, indeks pengukuran variabel ini ditingkatkan menjadi data

Page 65: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

48

dalam skala interval melalui Methods Of Successive Interval (MSI) menurut

Riduwan dan Kuncoro (2007: 30) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan berapa banyak orang yang mendapatkan skor 1, 2, 3, 4 dan 5

dari setiap butir pertanyaan pada kuesioner, yang disebut dengan frekuensi.

2. Membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden dan hasilnya

disebut dengan proporsi. Tentukan proporsi kumulatif.

3. Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, lakukan perhitungan

nilai t tabel untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh.

4. Menentukan nilai densitas untuk setiap nilai t yang diperoleh (dari tabel).

5. Menentukan Nilai Skala (NS) dengan menggunakan rumus:

Melalui persamaan berikut:

Skor = NS + | NSmin | +1

Menyiapkan pasangan data dari variabel independent dan dependent dari

semua sampel penelitian untuk pengujian hipotesis.

3.5 Metode Analisis yang Digunakan

3.5.1 Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang dibaca, dipahami, dan diinterprestasikan. Data yang akan dianalisis

merupakan data hasil penelitian lapangan, kemudian penulis melakukan analisis

untuk menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji

statistika, karena merupakan metode analisis data yang efisien dan efektif dalam

Page 66: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

49

suatu penelitian. Untuk menguji X dan Y, maka analisis yang digunakan

berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata ini

didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian

dibagi dengan jumlah responden.

Rumus rata-rata (mean) yang dikutip dari Sugiyono (2012:43) adalah

sebagai berikut:

Untuk variabel X: Untuk variabel Y:

Me = Me =

Keterangan:

Me = Rata-rata (mean)

∑ = Sigma (jumlah)

Xi = Nilai X ke-i sampai ke-n

Yi = Nilai Y ke-i sampai ke-n

n = Jumlah responden

Persamaan rata-rata (mean) di atas merupakan teknik penjelasan kelompok

didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata ini didapat dengan

menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi

dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut.

Setelah didapat rata-rata dari masing-masing variabel, kemudian

dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai terendah

dan tertinggi dari hasil angket. Nilai terendah dan tertinggi itu masing-masing

Page 67: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

50

diambil dari banyaknya pernyataan dalam angket dikalikan dengan skor terendah

yaitu 1 (satu) dan nilai tertinggi yaitu 5 (lima) dengan menggunakan Skala Likert.

Teknik Skala Likert dipergunakan dalam melakukan pengukuran atas jawaban

dari pertanyaan yang diajukan kepada responden penelitian dengan cara

memberikan skor pada setiap item jawaban.

Menurut Sudjana (2005:47) menyatakan bahwa:

“a. Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil.

b. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas sering

biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas. Cara

lain cukup bagus untuk n berukuran besar n 200 misalnya, dapat

menggunakan aturan Sturges, yaitu:

banyak kelas = 1 + (3,3) log n.

c. Tentukan panjang kelas interval p.

p = ”.

Atas dasar hal tersebut, maka untuk variabel X diperoleh nilai terendahnya

(1x9) = 9, dan nilai tertingginya adalah (5x9) = 45, maka kelas interval sebesar

7,2 ((45-9)/5). Maka dengan demikian untuk menilai pelaksanaan pemeriksaan

pajak (X), penulis tentukan sebagai berikut:

9 – 16,2 untuk kriteria “Tidak Memadai”

16,3 – 23,4 untuk kriteria “Kurang Memadai”

23,5 – 30,6 untuk kriteria “Cukup Memadai”

30,7 – 37,8 untuk kriteria “Memadai”

37,9 – 45 untuk kriteria “Sangat Memadai”

Selanjutnya untuk menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y)

caranya sama dengan penilaian untuk variabel X. Nilai terendah dari variabel Y

adalah (1x12) = 12 dan nilai tertingginya adalah (5x12) = 60, maka kelas interval

Page 68: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

51

sebesar 9,6 ((60-12/5). Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka

kriteria untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak badan (Y) penulis tentukan sebagai

berikut:

12 – 21,6 untuk kriteria “Tidak Patuh”

21,7 – 31,2 untuk kriteria “Kurang Patuh”

31,3 – 40,8 untuk kriteria “Cukup Patuh”

40,9 – 50,4 untuk kriteria “Patuh”

50,5 – 60 untuk kriteria “Sangat Patuh”

3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian perlu diuji validitas dan

reliabilitas. Pengujian ini dilakukan agar pada saat penyebaran angket instrumen-

instrumen penelitian tersebut sudah valid dan reliable, yang artinya alat ukur

untuk mendapatkan data sudah dapat digunakan.

1. Pengujian Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu

alat ukur atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang

tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil

ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Alat yang

menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan

sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah.

Page 69: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

52

Untuk menghitung korelasi pada uji validitas menggunakan metode

Product Moment Pearson, menurut Sugiono (2012:276) dengan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

r = Koefisien validitas butir pertanyaan yang dicari

n = Banyaknya koresponden

X = Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item

Y = Skor total yang diperoleh dari seluruh item

∑X = Jumlah Skor dalam distribusi X

∑Y = Jumlah Skor dalam distribusi Y

∑X² = Jumlah kuadrat masing-masing X

∑Y² = Jumlah kuadrat masing-masing Y

Sugiyono (2012:188) menyatakan bahwa:

“Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta

korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai

validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap

memenuhi syarat adalah kalau r = 0,30”.

Jadi jika korelasi antara skor butir dengan skor total kurang dari 0,30 maka

butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability. Pengukuran

yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel

(reliable). Meskipun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti

keterpercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun ide

Page 70: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

53

pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode Cronbach’s Alpha (α) menurut Ghozali (2007:40) dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

α = Koefisien reliabilitas instrumen Cronbach’s Alpha

n = Jumlah butir pernyataan

S2 = Varian skor secara keseluruhan

Jumlah varian dicari terlebih dahulu dengan cara mencari nilai varian tiap

butir dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

S = Varian

X = Nilai skor yang dipilih

n = Jumlah sampel

Menurut Ghozali (2007:42) suatu kontrak atau variabel dikatakan reliable

jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,70.

Page 71: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

54

3.5.3 Uji Normalitas Data

Dalam penelitian ini, uji yang dilakukan merupakan regresi linier

sederhana. Dalam menggunakan analisis regresi ini, ada syarat yang harus

terpenuhi. Data yang digunakan dalam analisis regresi sederhana harus

berdistribusi normal.

Dalam pengujian normalitas data, ada beberapa cara yang bisa digunakan.

Salah satu diantaranya adalah uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov. Uji ini sering

digunakan dalam penelitian untuk menguji normalitas data.

Menurut Singgih Santoso (2012:393), dasar penentuan keputusan dalam

pengujian Kolmogorov-Smirnov adalah nilai probabilitas (significance), yaitu:

a. Jika nilai probabilitas < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

b. Jika nilai probabilitas > 0.05 maka data berdistribusi normal.

3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis

Rancangan uji hipotesis untuk mengetahui korelasi dari dua variabel yang

diteliti, dalam lingkup penelitian pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak

terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dilakukan secara statistika.

Setelah penulis melakukan analisis data lapangan kemudian dilakukan

penghitungan dari hasil angket agar analisis yang dilakukan dapat lebih teruji dan

diandalkan.

Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis ini dimulai dengan

menetapkan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha), penetapan tingkat

signifikan, pemilihan tes statistika dan penghitungan nilai statistika, dan

Page 72: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

55

penetapan kriteria pengujian. Untuk mengetahui lebih lebih lanjut langkah-

langkah yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Penetapan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (Ha)

Penetapan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) digunakan

dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel di

atas. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha),

sedangkan untuk keperluan analisis statistika hipotesisnya berpasangan antara

hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) dengan hipotesis statistika pada

penelitian ini adalah:

H0 : β = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak

terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

Ha : β ≠ 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

2. Penetapan Tingkat Signifikansi

Tingkat signifikansi (level of significance) adalah tingkat probabilitas yang

ditentukan oleh peneliti untuk membuat keputusan menolak atau mendukung

hipotesis. Tingkat signifikansi menunjukkan probabilitas kesalahan yang dibuat

peneliti untuk menolak atau mendukung hipotesis.

Tingkat signifikansi (level of significance) yang dipilih dalam penelitian

ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Kriteria keputusan berdasarkan tingkat

signifikansi sebesar 5% menunjukkan bahwa keputusan yang dibuat peneliti untuk

menolak atau mendukung suatu hipotesis mempunyai probabilitas kesalahan

Page 73: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

56

sebesar 5%. Tingkat signifikansi sebesar 5% ini dipilih oleh peneliti karena dinilai

cukup ketat untuk mewakili pengaruh variabel yang satu terhadap variabel yang

lainnya dan merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam

penelitian ilmu sosial.

3. Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Nilai Tes Statistik

Untuk mengetahui arah hubungan dan seberapa besar pengaruh

pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan,

maka pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana.

Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat

parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran

sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Persamaan umum regresi

linier sederhana menurut Sugiyono (2012:270) adalah:

Y = a + bX

Keterangan:

Y = Subjek dalam variabel dependent yang diprediksikan

a = Harga Y, ketika harga X = 0 (harga konstan)

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka

peningkatkan ataupun penurunan variabel dependent yang didasarkan

pada perubahan variabel independent

X = Subjek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu

Nilai a dan b dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:

22

2

)(

)(

XXn

XYXXYa

22 )( XXn

YXXYnb

Page 74: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

57

Y = Taksiran nilai X untuk harga Y yang diketahui

X = Taksiran nilai Y untuk harga X yang diketahui

a dan b = Harga konstanta berdasarkan kumpulan data atau sampel yang

digunakan sebagai bahan penelahaan

Analisis ini diawali dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel

menggunakan korelasi Product Moment Pearson yang digunakan untuk mencari

hubungan dua variabel dan membuktikan hipotesis bila data kedua variabel

berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari kedua variabel atau lebih

adalah sama. Perhitungan koefisian korelasi dapat dilakukan sebagai berikut:

Keterangan:

r = Korelasi antara variabel X dan variabel Y

∑X = Jumlah variabel X

∑Y = Jumlah variabel Y

Besarnya koefisien korelasi adalah –1 ≤ r ≤ 1, dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Jika r = -1 atau mendekati –1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel

kuat dengan arah berlawanan atau negatif.

b. Jika r = 1 atau mendekati 1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel

kuat dengan arah searah atau positif.

c. Jika r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat

lemah atau tidak ada hubungan sama sekali.

Sebagai bahan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan

besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan berikut ini:

Page 75: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

58

Tabel 3.3

Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono (2012:250)

Selanjutnya dapat dihitung koefisien determinasi untuk menentukan

seberapa besar persentase pengaruh variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak)

terhadap variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Menurut Sugiyono

rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kd = R2 x 100%

Di mana: Kd = Koefisien determinasi

R

= Koefisien korelasi

4. Penetapan Kriteria Pengujian

Setelah dilakukan analisis dan pengolahan data dengan software SPSS

(Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows, dilakukan statistika

uji t terhadap hipotesis. Adapun kaidah keputusan atau kriteria pengujian yang

ditetapkan adalah sebagai berikut:

- Jika thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan

pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0

ditolak dan Ha diterima.

Page 76: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

59

Jika thitung < ttabel, maka tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan

pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0 diterima

dan Ha ditolak.

Page 77: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

60

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Sejak zaman penjajahan Belanda, pemungutan pajak memang sudah

dilaksanakan dan ditangani oleh suatu badan yang bernama De Inspective

Finantien yang mengurus masalah pemungutan pajak dari rakyat secara paksa

berdasarkan Undang-undang kolonial Belanda yang berlaku pada saat itu dan

hasilnya digunakan untuk kepentingan penjajah.

Pada waktu penjajah Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 9 Maret

1942, maka nama De Inspective Finantien diganti menjadi Zaimuba yaitu suatu

badan di bawah pemerintahan Jepang yang mengurus masalah keuangan.

Namun, Zaimuba tidak bertahan lama karena Jepang menyerah kepada

sekutu. Pada saat kekosongan kekuasaan itu Indonesia telah memproklamasikan

kemerdekaan pada tangal 17 Agustus 1945, sehingga nama Zaimuba diganti

dengan Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Gedung Concerdia

(Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika Bandung. Inspeksi Keuangan Bandung

tersebut meliputi daerah Swantantra Tingkat II, Kota Praja Bandung, Kabupaten

Bandung, Kabupaten Sumedang, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Garut,

Tasikmalaya, Ciamis serta Banjar.

Page 78: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

61

Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I tanggal 17 Agustus 1947, pasukan

Belanda menguasai wilayah Bandung Utara, sedangkan pemerintah Indonesia

bertahan di sebelah selatan. Oleh karena itu, Inspeksi Keuangan Bandung

dipindahkan ke Soreang (Bandung Selatan). Adanya revolusi fisik yang

berkepanjangan, maka peperangan tidak dapat dihindari, hingga pada tanggal 18

Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militer II yang

menyebabkan berkobarnya perang sehingga keadaan kota Yogyakarta (saat itu

menjadi ibu kota RI), menjadi tidak aman akibat serangan Belanda. Untuk

mengatasi keadaan tersebut, maka dibentuklah suatu taktik di mana Inspeksi

Keuangan Bandung dipecah menjadi dua aliran, yaitu:

a. Aliran Cooperative

Aliran cooperative adalah aliran yang mau bekerja sama dengan Belanda,

yang berkedududkan di Soreang, Bandung.

b. Aliran Non Cooperative

Aliran non cooperative adalah aliran yang tidak mau bekerja sama dengan

Belanda, yang berkedudukan di Tasikmalaya.

Setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI, maka kantor

Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Tasikmalaya dipindahkan lagi

ke Bandung, yaitu di Jalan Raya Barat (sekarang Jalan Asia Afrika), tepatnya di

sebelah Hotel Homann atau di depan Kantor PU.

Dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk serta

meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat, maka pada tahun 1965, kantor

Inspeksi Keuangan Bandung (termasuk Inspeksi Keuangan lainnya di Indonesia),

Page 79: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

62

diganti menjadi Inspeksi Pajak Bandung yang berada di bawah Direktorat

Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI, di mana Kantor Inspeksi Pajak

Bandung dipecah menjadi:

1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung

Dengan daerah wewenangnya meliputi daerah Swantantra Tingkat II, serta

Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut,

Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis di mana kantor tersebut

berkedudukan di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung. Pada tahun 1967 Kantor

Inspeksi Pajak Bandung di pecah lagi menjadi:

a. Kantor Inspeksi Pajak Bandung yang meliputi Kota Praja Bandung,

Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang.

b. Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya yang meliputi Kabupaten Garut,

Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Banjar.

2. Kantor Inspeksi Pajak Karawang

Dengan daerah wewenangnya meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten

Purwakarta dan Kabupaten Subang di mana kantor tersebut berkedudukan di

Karawang.

Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung di

pecah menjadi 2 inspeksi pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan

RI nomor: KEP-141/KMK/1979, di mana pembagian wilayah Inspeksi Pajak

Bandung menjadi:

1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur yang bertempat di Jalan Asia Afrika

No. 114 Bandung.

Page 80: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

63

2. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat yang bertempat di Jalan Soekarno

Hatta No.118 Bandung.

SK.MENKEU RI No. 297/KMK/1989 memutuskan bahwa mulai tanggal 1

April 1989 seluruh Kantor Inspeksi Pajak yang berada di Indonesia yang mana di

ubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan di Bandung sendiri dipecah

menjadi 4 kantor pelayanan pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Timur, Jalan Kiaracondong No. 372.

2. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah, Jalan Purnawarman No. 21.

3. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat, Jalan Soekarno Hatta No. 118.

4. Kantor Pelayanan Pajak Cimahi, Jalan Ria No. 1.

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri keuangan RI nomor :

KEP-94/KMK/1994 tanggal 29 Maret 1994, Kantor Pelayanan Pajak tersebut

berubah menjadi:

1. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees.

2. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.

3. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegalega.

4. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Bojonegara.

5. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cimahi.

Selanjutnya pada tahun 2007 diterapkan moderenisasi sistem administrasi

perpajakan sehingga seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tersebut menjadi

kantor pajak modern yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pratama adalah

sebagai berikut:

Page 81: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

64

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegalega.

4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bojonegara.

5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cimahi.

Dalam menjalankan peranannya sebagai instansi pemerintah, Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai visi dan misi yang

menginduk kepada visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut:

a. Visi

Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu menjadi model pelayanan

masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas

dunia yang terpercaya dan dibanggakan masyarakat.

b. Misi

Misi Fiskal yaitu menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak

yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan

undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang

tinggi.

Misi Ekonomi yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam

mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang

minimizing distortion.

Misi Politik yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa.

Page 82: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

65

Misi Kelembagaan yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan

aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi

perpajakan mutakhir.

Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu

memungut pajak kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan.

Pajak dipungut oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk mencapai target penerimaan

yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak. Dalam melakukan pemungutan, Kantor

Pelayanan Pajak menggunakan asas pelayanan yaitu keterbukaan, kesederhanaan,

kepastian, keadilan, keamanan, dan kenyamanan.

Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah

melakukan koordinasi evaluasi dan pengendalian di bidang tata usaha pada sub

bagian umum, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak,

pengolahan data dan informasi, penetapan, penerimaan, penagihan, penyelesaian

keberatan dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, serta pembinaan

kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan teknis.

4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees

4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees

Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur pelaksana Dirjen Pajak yang berada

di bawah Kantor Wilayah (Kanwil) dan bertanggung jawab langsung kepada

Kanwil. Sebagaimana instansi-instansi pemerintah lainnya, Kantor Pelayanan

Page 83: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

66

Pajak mempunyai struktur organisasi di mana struktur organisasi tersebut

merupakan sarana untuk pembagian kerja sesuai dengan bidangnya sehingga

diharapkan dapat mencapai tujuan dan memudahkan proses kegiatan yang

dilaksanakan.

Kantor Pelayanan Pajak dipimpin oleh seorang kepala kantor yang

bertugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah

wewenangnya yang meliputi luas daerah, kedudukan tempat Wajib Pajak dan

daerah tertentu di mana pelaksanaan tersebut berdasarkan kebijakan teknis yang

ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah salah satu unit

instansi vertikal Departemen Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung

jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa

Barat I.

Dengan berlakunya surat keputusan menteri keuangan RI nomor : KEP-

443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor

Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi

Perpajakan, maka susunan organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees adalah sebagai berikut:

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

2. Subbagian Umum.

Page 84: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

67

3. Seksi Pelayanan.

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV.

5. Seksi Pemeriksaan.

6. Seksi Penagihan.

7. Seksi Pengolahan Data dan Informasi.

8. Seksi Ekstensifikasi.

9. Kelompok Jabatan Fungsional.

4.1.1.2.2 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees

Deskripsi jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

adalah sebagai berikut:

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Mempunyai tugas untuk memimpin Kantor Pelayanan Pajak dan bertanggung

jawab dalam melaksanakan dalam pemungutan secara langsung,

melaksanakan ketetapan pajak, pemungutan pajak yang dibantu oleh seksi

yang membawahkannya.

2. Subbagian Umum

Mempunyai tugas mengurus di bidang kepegawaian, urusan rumah tangga

kantor dan keuangan serta pengaturan kegiatan tata usaha di lingkungan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Page 85: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

68

3. Seksi Pelayanan

Terdiri atas dua bagian yaitu bagian pelayanan dan bagian Tempat Pelayanan

Terpadu (TPT). Bagian pelayanan bertugas sebagai penata usaha surat masuk

dan laporan dari Wajib Pajak, penerbitan produk hukum serta menjawab

konfirmasi pajak. Sedangkan bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)

bertugas sebagai penerima laporan pajak dari Wajib Pajak, pelayanan NPWP,

serta penerimaan surat masuk dari Wajib Pajak.

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai empat Seksi

Pengawasan dan Konsultasi yang masing-masing membawahi kecamatan

tertentu. Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertugas sebagai konsultan teknik

di bidang pajak, melakukan himbauan pada Wajib Pajak dan pengawasan atas

kepatuhan Wajib Pajak. Seksi Pengawasan dan Konsultasi juga melakukan

kegiatan intensifikasi Wajib Pajak, pembuatan profil Wajib Pajak dan

melakukan proses permohonan terhadap Wajib Pajak.

5. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan bertugas melakukan koordinasi dan persiapan dalam

rangka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak baik berupa pemeriksaan

sederhana kantor ataupun pemeriksaan lapangan. Seksi Pemeriksaan juga

bertugas membuat produk hukum hasil pemeriksaan dan membuat laporan

hasil pemeriksaan pajak.

Page 86: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

69

6. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan bertugas melakukan penatausahaan terhadap surat ketetapan

ataupun surat tagihan pajak, melakukan tindakan penagihan dan penyitaan

terhadap Wajib Pajak. Menjawab konfirmasi data tunggakan pajak dan

pelaksanaan lelang.

7. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membentuk bank data,

penatausahaan alat keterangan, menyusun rencana penerimaan pajak

berdasarkan potensi pajak, perkembangan ekonomi dan keuangan, membuat

laporan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, serta penanggung jawab

teknis atas sistem informasi dan komputerisasi perpajakan.

8. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi bertugas melakukan pendataan objek Pajak Bumi dan

Bangunan, melakukan penelitian terhadap nilai objek pajak, melakukan

kegiatan ekstensifikasi terhadap Wajib Pajak, melakukan proses mutasi Pajak

Bumi dan Bangunan serta melakukan pembetulan Pajak Bumi dan Bangunan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat fungsional terdiri atas pejabat fungsional pemeriksa dan pejabat

fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala

kantor. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksa

berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan pejabat fungsional penilai

berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.

Page 87: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

70

4.1.1.3 Aspek-aspek Kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees

Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu

memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak, dengan

memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak untuk dalam melakukan pemenuhan

kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan prosedur dan tata

kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, aktivitas-

aktivitas yang dilakukan antara lain:

a. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan

melalui prosedur yang mudah dan sistematis.

b. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data

informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan

konsultasi, dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

c. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak

pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan

mencari, mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain dalam

rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan

kegiatan penata usahaan dan lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan

penghitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan

pembayaran masa PPh, PPN, dan pajak tidak langsung lainnya.

d. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan

dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Page 88: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

71

4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karess

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan

pemeriksaaan pajak pada dasarnya untuk menguji kebenaran formal dan material

dari pembukuan Wajib Pajak sebagaimana dicantumkan dalam Surat

Pemberitahuan dan meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang

bersangkutan telah dilaksanakan dan telah memenuhi ketentuan yuridis fiskal

yang berlaku.

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, dan mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lainnya dalam

rangka pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung

Karees maka adapun tata cara dalam proses pelaksanaan pemeriksaan pajak antara

lain:

1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus berdasarkan pedoman pemeriksaan

pajak.

2. Melaksanakan pemeriksaan pajak.

3. Membuat laporan pemeriksaan pajak.

1. Pedoman Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan pada KPP

Pratama Bandung Karees harus didasarkan pada pedoman pemeriksaan yang

Page 89: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

72

meliputi pedoman umum pemeriksaan, pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan

pedoman laporan pemeriksaan. Adapun pedoman pemeriksaaan pajak pada KPP

Pratama Bandung Karees sebagai berikut:

a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak

Di dalam pedoman ini pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan

oleh pemeriksa pajak (fiskus) yang telah mendapat pendidikan teknis yang cukup

dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam melaksanakan

tugasnya, pemeriksa pajak yang ditunjuk telah memenuhi semua persyaratan

penunjukan pejabat atau petugas yang berwenang melakukan pemeriksaan.

Persyaratan tersebut antara lain:

a. Pemeriksa pajak berlatar belakang pendidikan sarjana;

b. Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat

Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak

yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan

pemeriksaan di bidang perpajakan.

Di samping itu, pemeriksa harus bekerja jujur, bertanggung jawab, penuh

pengabdian, bersifat independen, objektif dan lugas serta wajib menghindarkan

diri dari perbuatan tercela. Artinya dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak

harus bekerja dengan jujur tidak ada penyalahgunaan wewenang, hasil

pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak dapat dipertanggungjawabkan oleh

pemeriksa dan dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak penuh pengabdian

kepada negara dalam rangka menghimpun penerimaan pajak yang diterima.

Pemeriksa juga harus bersifat independen (mandiri) dalam menjalankan tugas

Page 90: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

73

pemeriksaan, artinya kedudukan pemeriksa bebas dari pengaruh orang yang

merupakan bagian dari objek pemeriksaan dalam hal ini adalah Wajib Pajak.

Selain jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, dan bersifat independen,

pemeriksa pajak juga harus bertindak objektif dan lugas. Objektif dapat diartikan

bahwa pemeriksa pajak tidak ikut terlibat dalam aktivitas objek yang diperiksa

(Wajib Pajak), sedangkan lugas dapat diartikan bahwa pemeriksa pajak

melaporkan hasil temuan pemeriksaan pajak apa adanya tanpa berusaha menutupi

faktor yang ada atau mempunyai motif tertentu atau ada kepentingan pribadi.

Penerapan pedoman umum pemeriksaan adalah berupa pemeriksaan yang

harus dilakukan pemeriksa pajak dengan menggunakan keahliannya secara cermat

dan seksama serta memberikan gambaran sehingga dapat terlihat dengan jelas

apakah Wajib Pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakannya dan memberikan

gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak.

Hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP),

sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak. Kertas Kerja

Pemeriksaan (KKP) adalah sarana atau media untuk melaporkan atau menuangkan

hasil pemeriksaan Wajib Pajak.

b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus didahului dengan persiapan

pemeriksaan pajak yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dengan

pengawasan yang seksama. Tahapan kegiatan persiapan pemeriksaan meliputi:

a. Membuat susunan tim pemeriksa.

b. Membuat daftar Wajib Pajak yang akan diperiksa.

Page 91: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

74

c. Menyiapkan berkas Wajib Pajak, berkas Wajib Pajak disiapkan berdasarkan

Wajib Pajak yang akan diperiksa dan telah disusun oleh Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Karees.

Pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak mempunyai tahapan

pemeriksaan yang telah ditentukan. Adapun tahapan-tahapan untuk menentukan

luas pelaksanaan pemeriksaan pajak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari berkas Wajib Pajak

- Mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib Pajak dan

berkas data.

- Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah

mempelajari data, SPT, dan laporan keuangan Wajib Pajak dan

menuangkannya ke dalam Kerta Kerja Pemeriksaan (KKP).

b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak

- Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa dengan

laporan keuangan tahun sebelumnya.

- Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan hasil

analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang cukup

material.

- Memperlihatkan perkiraan-perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan sifat

dan jenis usahanya.

- Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui dari analisis

tersebut dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

c. Mengidentifikasi masalah

Page 92: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

75

- Mempelajari masalah-masalah dalam berkas Wajib Pajak, SPT, laporan

keuangan dan data atau informasi lainnya.

- Membuat catatan mengenai masalah-masalah tersebut dan menuangkannya

ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

d. Memuktahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

Berdasarkan data atau fakta informasi yang diperoleh maka pemeriksa

menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang dibuat pada tahap

persiapan pemeriksaan.

e. Melakukan pemeriksaan terhadap catatan dan dokumen

- Memeriksa catatan dan dokumen yang berpedoman pada program

pemeriksaan yang telah disusun.

- Dari temuan tersebut selanjutnya dilakukan penilaian dengan

memperhatikan berbagai faktor perbandingan yang sejenisnya, bukti-bukti

yang menunjukkan adanya penyimpangan, sifat dari penyimpangan apakah

ada unsur kesengajaan atau tidak, pengaruh dari penyimpangan tersebut atas

jumlah penghasilan kena pajak.

- Apabila dalam pemeriksaan adanya bukti tindak pidana di bidang

perpajakan, maka pemeriksa harus segera melaporkan hasil temuan tersebut

kepada atasannya untuk diperoses lebih lanjut.

f. Melakukan konfirmasi dengan pihak ketiga

- Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.

- Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.

Page 93: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

76

g. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak

- Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak.

- Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.

- Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk

menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atas permintaan

penjelasan lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan.

Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak yang nantinya akan dituangkan

dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) harus berdasarkan pada bukti yang kuat

tentang ada atau tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan

perpajakan dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak

Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu

dengan menyusun laporan pemeriksaan pajak. Dalam pelaksanaan pemeriksaan

pajak, pembuatan laporan itu merupakan suatu keharusan. Laporan ini

mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan

ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan.

Laporan pemeriksaan dilaksanakan oleh fiskus harus melalui pembahasan

terlebih dahulu sampai pada laporan final. Untuk itu harus dibuat konsep laporan

pemeriksaan dengan cara penyusunan sebagai berikut:

a. Umum

Memuat keterangan-keterangan mengenai:

- Identitas Wajib Pajak.

Page 94: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

77

- Pemenuhan kewajiban pajak.

- Gambaran kegiatan Wajib Pajak.

- Penugasan dan alasan pemeriksaan.

- Data atau informasi yang tersedia.

- Data lampiran, misalnya SPT Tahunan.

b. Pelaksanaan Pemeriksaan

Memuat penjelasan secara lengkap mengenai:

- Pos-pos yang diperiksa.

- Penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa.

- Temuan-temuan pemeriksa.

c. Hasil Pemeriksaan

Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan Wajib

Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai besarnya

pajak-pajak yang terutang.

d. Kesimpulan dan Usul Pemeriksa

Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara pajak-

pajak yang terutang berdasarkan laporan Wajib Pajak dengan hasil

pemeriksaan, data atau informasi yang diproduksi dan usul-usul pemeriksa.

Laporan pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan Surat Pemeberitahuan harus memperhatikan:

a. Berbagai faktor perbandingan

Maksudnya, perbandingan pemeriksaan dapat dilihat dari pajak terutang atau

elemen-elemen yang ada dalam Surat Pemberitahuan, dianalisis dan

Page 95: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

78

diungkapkan penyimpangannya, misalnya usaha dari Wajib Pajak

dibandingkan dengan usaha sejenisnya apakah terjadi penyimpangan.

b. Nilai absolut dari penyimpangan

Maksudnya, nilai absolut adalah nilai pasti dari laporan Surat Pemberitahuan

apabila terjadi penyimpangan harus diungkapkan berapa penyimpangannya.

c. Sifat dari penyimpangan

Maksudnya, apabila penyimpangan itu akibat faktor sengaja atau tidak

sengaja, salah tulis atau salah hitung atau salah penerapan sanksi.

d. Bukti atau petunjuk adanya penyimpangan

Maksudnya, hal apapun yang terjadi dalam penyimpangan harus ada bukti

yang kuat.

e. Pengaruh penyimpangan

Maksudnya, apabila ada penyimpangan maka akan berpengaruh pada pajak

terutang lainnya.

f. Hubungan dengan permasalahan lainnya

Apabila terjadi penyimpangan misalnya selisih dari omset Pajak Penghasilan

terhadap Pajak Pertambahan Nilai apakah sama atau tidak.

Laporan pemeriksaan telah didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci

sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya daftar lengkap dari Kertas Kerja

Pemeriksaan (KKP).

Page 96: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

79

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung

Karees maka adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan

pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan sebagai berikut:

a. Pelajari pengisian SPT Wajib Pajak badan, apakah sudah diisi dengan

lengkap dan berkas induknya lengkap.

b. Hitung kembali penghitungan menurut SPT Wajib Pajak badan mengenai:

- Peredaran usaha

- Harga Pokok Penjualan (HPP)

- Laba kotor

- Biaya-biaya

- Pendapatan di luar usaha

- Laba bersih

- Untuk pembukuan dikurangi kompensasi kerugian

- Penghasilan Kena Pajak

- PPh terutang

- PPh kurang/lebih bayar

- Kredit Pajak:

PPh yang dipotong atau dipungut pihak ketiga: PPh Pasal 21, PPh Pasal

22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 (apabila Wajib Pajak badan yang

memiliki penghasilan dari Luar Negeri).

PPh yang dibayarkan sendiri: PPh Pasal 25 (angsuran bulanan), STP

(Surat Tagihan Pajak) PPh Pasal 25 yang pokoknya saja, fiskal luar

Page 97: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

80

negeri, PPHTB (Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan)

untuk Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya tidak menjual tanah dan

bangunan.

c. Bandingkan dengan peredaran usaha, harga pokok, biaya, PPh, dan kredit

pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi atau neraca.

d. Pastikan untuk laporan laba rugi telah dilakukan koreksi fiskal oleh Wajib

Pajak badan.

e. Hitung kembali penghitungan menurut pemeriksa dari data SPT Wajib Pajak

badan beserta tarif pajak yang benar.

f. Untuk PPh yang dibayar, pastikan jumlah kredit pajak telah disajikan dalam

neraca sisi aktiva dan PPh badan yang menggunakan pembukuan, PPh

terutang akhir tahun telah disajikan dalam neraca sisi pasiva.

g. Lakukan konfirmasi atas pembayaran PPh Pasal 25, STP Pokok Pasal 25 dan

lain-lain yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak badan.

3. Laporan Pemeriksaan Pajak

Setelah pemeriksaan pajak selesai dilaksanakan, maka pemeriksa pajak

membuat Laporan Pemeriksaan Pajak yang disusun berdasarkan data-data yang

terdapat dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). Laporan pemeriksaan yang

dibuat oleh pemeriksa pajak digunakan sebagai dasar penerbitan SKPKB,

SKPKBT, SKPN, SKPLB, dan STP.

Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung

Karees maka adapun prinsip dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak

sebagai berikut:

Page 98: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

81

- Laporan Pemeriksaan Pajak harus dibuat terpisah dari Kertas Kerja

Pemeriksaan (KKP).

- Uraian tentang koreksi dalam Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara

jelass, terinci, dan ringkas.

- Uraian dan kesimpulan didukung oleh atasan dan bukti yang kuat tentang

adanya penyimpangan atas peraturan perundangan perpajakan.

- Koreksi yang menyangkut lebih dari satu tahun harus didukung oleh lampiran

yang lengkap dan terinci.

4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Patuh terhadap Kewajiban Interim

Kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban interim dapat dilihat atas dasar

kemampuan dan kemauan Wajib Pajak dalam melaksanakan hal-hal sebagai

berikut:

a. Pelaporan pajak

Pelaporan pajak yang dilakukan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah

ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak telah menetapkan batas penyampaian

Page 99: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

82

pajak atau pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, batas pelaporan

atau penyampaian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

- Untuk SPT Masa, Wajib Pajak melakukan pelaporan pajak selambat-

lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

- Untuk SPT Tahunan, Wajib Pajak diwajibkan melakukan penyampaian

pajak selambat-lambatnya empat bulan setelah masa pajak tahun tersebut

berakhir atau tanggal 30 April tahun berikutnya.

b. Pembayaran pajak

Setiap Wajib Pajak diharuskan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Kantor Pelayanan Pajak menetapkan selambat-lambatnya

tanggal 10 bulan berikutnya. Sarana untuk membayar pajak adalah Surat

Setoran Pajak (SSP). Pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditentukan

oleh Kantor Palayanan Pajak, yaitu Kantor Pos dan Giro serta bank-bank

yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Patuh terhadap Kewajiban Tahunan

Kewajiban tahunan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak antara lain:

a. Menghitung pajak atas dasar self assessment system

Dalam hal ini pemerintah memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk

menentukan sendiri besarnya pajak terutang, yang ciri-cirinya yaitu:

- Wajib Pajak diberi wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang

pada Wajib Pajak itu sendiri.

Page 100: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

83

- Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

- Fiskus dalam hal ini tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

b. Melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pada akhir tahun pajak

- Setelah SPT Tahunan diisi Wajib Pajak dengan benar, jelas, dan lengkap

serta Wajib Pajak telah menandatanganinya, maka Wajib Pajak

melaporkan SPT tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang

ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

- Jika yang mengisi dan menandatangani SPT orang lain bukan Wajib Pajak

maka harus melampirkan surat kuasa khusus.

- SPT wajib dilengkapi dengan lampiran yang telah ditentukan menurut

perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

- SPT dilaporkan dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan tanda

bukti penerimaan SPT Tahunan dilaporkan selambat-lambatnya empat

bulan setelah masa pajak tersebut berakhir atau tanggal 30 April tahun

berikutnya.

c. Melunasi utang pajak

Dalam setiap pembayaran pajak, Wajib Pajak diharuskan membayar

kewajiban sesuai dengan pajak yang telah dihitung sebenar-benarnya atau

pajak yang dibayar minimal sama dengan jumlah pajak yang terutang (pada

masa pajak yang terutang dalam satu tahun). Apabila pajak yang dibayar

lebih kecil dari jumlah pajak yang terutang maka Wajib Pajak harus melunasi

utang pajaknya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Page 101: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

84

3. Patuh terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal

a. Ketentuan material

Wajib pajak mematuhi semua norma-norma yang menerangkan antara lain

keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa

yang dikenakan pajak (tarif), segala sesuatu tentang timbulnya dan hapusnya

utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.

b. Ketentuan yuridis formal

Wajib Pajak harus mematuhi semua ketentuan umum dan tata cara perpajakan

yang telah ditetapkan oleh Undang-undang No. 28 tahun 2007, misalnya

Wajib Pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

mestinya.

4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah

dirancang dalam bentuk angket benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti

telah dijelaskan pada metodologi penelitian bahwa untuk melihat valid tidaknya

suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai

koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total butir pernyataan,

apabila koefisien korelasinya lebih besar atau sama dengan 0,30 maka pernyataan

tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan

korelasi Product Moment Pearson (r) dengan bantuan software SPSS 20.0 for

Windows diperoleh hasil uji validitas sebagai berikut.

Page 102: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

85

1. Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan

Item 1 0,529 0,30 Valid

Item 2 0,592 0,30 Valid

Item 3 0,509 0,30 Valid

Item 4 0,482 0,30 Valid

Item 5 0,741 0,30 Valid

Item 6 0,591 0,30 Valid

Item 7 0,526 0,30 Valid

Item 8 0,462 0,30 Valid

Item 9 0,584 0,30 Valid Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap

butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel X (pelaksanaan

pemeriksaan pajak) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan

dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

2. Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)

Tabel 4.2

Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Badan)

Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan

Item 10 0,445 0,30 Valid

Item 11 0,650 0,30 Valid

Item 12 0,472 0,30 Valid

Item 13 0,482 0,30 Valid

Item 14 0,619 0,30 Valid

Page 103: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

86

Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan

Item 15 0,770 0,30 Valid

Item 16 0,450 0,30 Valid

Item 17 0,323 0,30 Valid

Item 18 0,626 0,30 Valid

Item 19 0,734 0,30 Valid

Item 20 0,424 0,30 Valid

Item 21 0,642 0,30 Valid Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap

butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel Y (tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan

dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang

dirancang dalam bentuk angket dapat diandalkan, suatu alat ukur dapat diandalkan

jika alat ukur tersebut digunakan berulang kali akan memberikan hasil yang relatif

sama (tidak berbeda jauh). Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur

digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui koefisien reliabilitas dan

apabila koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,70 maka secara keseluruhan

pernyataan tersebut dinyatakan andal (reliabel). Berdasarkan hasil pengolahan

menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan bantuan software SPSS 20.0 for

Windows diperoleh hasil uji reliabilitas kuesioner masing-masing variabel sebagai

berikut.

Page 104: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

87

1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Tabel 4.3

Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.843 9

Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel X

(pelaksanaan pemeriksaan pajak) sebesar 0,843 (Cronbach’s Alpha Coefficient)

dan lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa

semua butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel X

(pelaksanaan pemeriksaan pajak) sudah memberikan hasil yang konsisten.

2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)

Tabel 4.4

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.869 12

Dari tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel Y (tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan) sebesar 0,869 (Cronbach’s Alpha Coefficient) dan

lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua

Page 105: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

88

butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel Y (tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan) sudah memberikan hasil yang konsisten.

4.1.5 Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data masing-masing

variabel berdistribusi normal atau tidak, uji normalitas data diperlukan untuk

penggunaan statistika parametrik termasuk analisis regresi. Berdasarkan hasil

pengolahan data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software

SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil uji normalitas sebagai berikut:

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pemeriksaan Pajak

Tingkat Kepatuhan WP

Badan

N 11 11

Normal Parametersa,b

Mean 2.2700 2.0732 Std. Deviation .58357 .55184

Most Extreme Differences Absolute .237 .186 Positive .188 .172 Negative -.237 -.186

Kolmogorov-Smirnov Z .786 .617 Asymp. Sig. (2-tailed) .567 .841

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil pengolahan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov seperti terlihat

pada tabel 4.5 menunjukkan nilai signifikansi pada variabel X (pelaksanaan

pemeriksaan pajak) sebesar 0,567 dan pada variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib

Pajak badan) sebesar 0,841. Karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov

pada kedua variabel lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

Page 106: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

89

kedua variabel berdistribusi normal, sehingga penggunaan analisis regresi linier

sudah merupakan keputusan yang tepat untuk menguji pengaruh pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

4.2 Pembahasan Penelitian

4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees

Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari sembilan (9)

butir pernyataan untuk variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), penulis

menentukan kriteria terhadap variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X)

berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh

adalah 45 (5 9) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 9 (1 9) dan

panjang kelas interval adalah sebesar 7,2 ((45-9)/5). Maka diperoleh kriteria yang

telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6

Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Rentang Nilai Kriteria

9 – 16,2 Tidak Memadai

16,3 – 23,4 Kurang Memadai

23,5 – 30,6 Cukup Memadai

30,7 – 37,8 Memadai

37,9 – 45 Sangat Memadai

Adapun tabulasi jawaban responden mengenai pelaksanaan pemeriksaan

pajak adalah sebagai berikut:

Page 107: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

90

Tabel 4.7

Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

(X)

Responden Pernyataan

Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 4 4 4 5 5 5 5 5 5 42

2 4 4 4 5 4 4 5 5 4 39

3 5 5 5 5 4 4 4 5 4 41

4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 34

5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 34

6 5 5 4 4 4 5 5 5 5 42

7 4 4 3 3 4 4 4 4 4 34

8 5 5 4 5 5 5 4 4 5 42

9 4 5 5 5 5 5 5 4 4 42

10 4 5 4 4 4 4 4 5 4 38

11 5 5 5 4 5 4 5 5 5 43

Jumlah 431

Sumber: Data primer yang telah diolah

Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai

pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean)

sebagai berikut:

Me =

Me =

Me = 39,18

Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden

pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk

dalam kriteria “Sangat Baik”. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar

39,18 berada pada interval (37,9 – 45) yang termasuk dalam kriteria “Sangat

Memadai”. Artinya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh sebagian besar fiskus

Page 108: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

91

yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah sangat

memadai. Hal ini didukung oleh dimensi pedoman umum pemeriksaan, demensi

pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan dimensi pedoman laporan pemeriksaan.

Untuk lebih jelasnya tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan

skor dari jawaban yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut:

1. Dimensi Pedoman Umum Pemeriksaan

Tabel 4.8 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman pemeriksaan umum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees.

Tabel 4.8

Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

1 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

2 6 54,5 5 45,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

3 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 13

19

1

0

0

33

%

39,4

57,6

3,0

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

mayoritas setuju yaitu sebesar 57,6% atas ketiga butir pernyataan sebagai

indikator dari dimensi pedoman umum pemeriksaan, sisanya menyatakan sangat

setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi secara

keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak berdasarkan

pedoman umum pemeriksaan.

Page 109: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

92

2. Dimensi Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan

Tabel 4.9 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman pelaksanaan pemeriksaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees.

Tabel 4.9

Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

4 5 45,5 5 45,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

5 4 36,4 5 45,5 2 18,2 0 0,0 0 0,0 11 100

6 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 13

16

4

0

0

33

%

39,4

48,5

12,1

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

mayoritas setuju yaitu sebesar 48,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai

indikator dari dimensi pedoman pelaksanaan pemeriksaan, sisanya menyatakan

sangat setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 12,1%. Jadi

secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak

berdasarkan pedoman pelaksanaan pemeriksaan.

3. Dimensi Laporan Pemeriksaan Pajak

Tabel 4.10 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman laporan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees.

Page 110: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

93

Tabel 4.10

Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

7 5 45,5 6 54,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

8 6 54,5 4 36,4 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

9 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 15

17

1

0

0

33

%

45,5

51,5

3,0

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

mayoritas setuju yaitu sebesar 51,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai

indikator dari dimensi pedoman laporan pemeriksaan pajak, sisanya menyatakan

sangat setuju sebesar 45,5% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi

secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak

berdasarkan pedoman laporan pemeriksaan pajak.

4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari dua belas (12)

butir pernyataan untuk variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y), penulis

menentukan kriteria terhadap variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y)

berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh

adalah 60 (5 12) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 12 (1 12) dan

Page 111: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

94

panjang kelas interval adalah sebesar 9,6 ((60-12)/5). Maka diperoleh kriteria

yang telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.11

Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Rentang Nilai Kriteria

12 – 21,6 Tidak Patuh

21,7 – 31,2 Kurang Patuh

31,3 – 40,8 Cukup Patuh

40,9 – 50,4 Patuh

50,5 – 60 Sangat Patuh

Adapun tabulasi jawaban responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib

Pajak badan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12

Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Badan (Y)

Responden Pernyataan

Total 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 52

2 4 3 4 4 4 3 3 5 4 4 4 4 46

3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 53

4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 43

5 4 4 4 4 4 3 3 5 4 5 3 3 46

6 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 55

7 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 4 4 48

8 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 57

9 4 4 4 5 5 4 3 5 4 5 5 5 53

10 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 45

11 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 4 5 53

Jumlah 551 Sumber: Data primer yang telah diolah

Page 112: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

95

Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees, maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) sebagai berikut:

Me =

Me =

Me = 50,09

Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden

pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk

dalam kriteria “Patuh”. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 50,09

berada pada interval (40,9 – 50,4) yang termasuk dalam kriteria “Patuh”. Artinya

sebagian besar Wajib Pajak badan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees sudah patuh. Hal ini didukung oleh dimensi patuh terhadap

kewajiban interim, dimensi patuh terhadap kewajiban tahunan, dan dimensi patuh

terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan. Untuk lebih jelasnya

tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan skor dari jawaban yang

berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut:

1. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Interim

Tabel 4.13 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees terhadap kewajiban interim.

Page 113: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

96

Tabel 4.13

Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

10 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

11 1 9,1 5 45,5 5 45,5 0 0,0 0 0,0 11 100

12 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 5

23

5

0

0

33

%

15,2

69,7

15,2

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

menyatakan bahwa Wajib Pajak badan telah melaporkan SPT Masa PPN dalam

jangka waktu tanggal 11 – 20 pada bulan berikutnya sebesar 81,8% dan

melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tanggal 7 – 13 pada bulan

berikutnya sebesar 45,5% dan tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya sebesar

45,5%. Sedangkan mayoritas responden menyatakan bahwa Wajib Pajak badan

melakukan pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada batas waktu yang

ditetapkan sebesar 81,8%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap kewajiban

interim.

2. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan

Tabel 4.14 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees terhadap kewajiban tahunan.

Page 114: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

97

Tabel 4.14

Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

13 2 18,2 6 54,5 3 27,3 0 0,0 0 0,0 11 100

14 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

15 3 27,3 5 45,5 3 27,3 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 9

18

6

0

0

33

%

27,3

54,5

18,2

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

mayoritas setuju bahwa Wajib Pajak badan aktif dalam menghitung pajak

berdasarkan self assessment system sebesar 54,5% dan melaporkan SPT Tahunan

PPh dalam jangka waktu 3 – 4 bulan setelah akhir tahun sebesar 63,6%.

Sedangkan mayoritas responden menyatakan setuju bahwa Wajib Pajak badan

tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang setelah dilakukan

pemeriksaan pajak sebesar 45,5%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib

Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh

terhadap kewajiban tahunan.

3. Dimensi Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal

Tabel 4.15 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees terhadap ketentuan material dan yuridis formal.

Page 115: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

98

Tabel 4.15

Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal

Nomor

Pernyataan

Skor Penilaian Total

5 4 3 2 1

Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %

16 1 9,1 6 54,5 4 36,4 0 0,0 0 0,0 11 100

17 8 72,7 3 27,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

18 5 45,5 4 36,4 2 18,2 0 0,0 0 0,0 11 100

19 7 63,6 4 36,4 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100

20 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

21 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100

Jumlah 28

30

8

0

0

66

%

42,4

45,5

12,1

0,0

0,0

100

Sumber: Hasil pengolahan angket

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang

mayoritas setuju yaitu sebesar 45,5% atas keenam butir pernyataan sebagai

indikator dari dimensi patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal,

sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 42,4% dan yang menjawab ragu-ragu

sebesar 12,1%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap tetentuan

material dan yuridis formal.

Pada daftar kuesioner yang peneliti buat terdapat kelemahan pada

pernyataan nomor 10, 11, 12, 14, dan 21. Oleh karena itu, peneliti melakukan

wawancara untuk memperoleh informasi yang terkait dengan kelemahan

pernyataan-pernyataan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Karees menerapkan aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. Sistem

Informasi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu sistem informasi

administrasi perpajakan di lingkungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak modern

Page 116: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

99

dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan

dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat.

Konsep dasar dari penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak

adalah adanya suatu pengelolaan berbagai data transaksi masukan Wajib Pajak

berupa pendaftaran, pelaporan, serta pembayaran pajak yang sifatnya terintegrasi

dengan menggunakan modul-modul utama administrasi perpajakan dan database

Kantor Pelayanan Pajak yang ada di dalam sistem informasi tersebut.

Selanjutnya sistem tersebut secara otomatis akan menghasilkan suatu

kasus untuk diproses pegawai terkait dengan skala prioritas yang ditetapkan

melalui sistem manajemen kasus (case management). Manfaat yang diperoleh

dengan adanya manajemen kasus adalah sebagai berikut:

- Standarisasi proses pengerjaan atau penanganan suatu kasus.

- Standarisasi dokumen keluaran.

- Merupakan panduan bagi pengguna dalam menangani suatu kasus.

- Memberikan notifikasi bila terdapat sesuatu yang harus dilakukan.

- Menyediakan kontrol dan pengawasan terhadap pengerjaan suatu kasus.

Di dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak terdapat aplikasi

meliputi sebagai berikut:

- Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan

perpajakan dan informasi perpajakan.

- Pengembangan knowledge base yang berisi petunjuk praktis tentang

beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan

pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari Wajib Pajak.

Page 117: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

100

- Situs Intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana

komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju

program PK-PM dan MP3.

- Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur

Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual.

- Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3)

yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak.

- Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran Wajib Pajak

(memperoleh NPWP) secara online.

- Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan

Pajak (SPT) secara online. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana

bagi Wajib Pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media

elektronik.

- Sistem Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu

smart map sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu

Nomor Objek Pajak (NOP).

Dengan adanya penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees maka fiskus dapat

menyusun profil Wajib Pajak, mengadministrasikan profil Wajib Pajak,

menyelesaikan permohonan Wajib Pajak, memonitoring Wajib Pajak,

pengawasan kepada Wajib Pajak, dan fiskus dapat mengetahui dengan pasti kapan

Wajib Pajak membayar pajak dan kapan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa dan

Page 118: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

101

SPT Tahunan. Adapun penjelasan berdasarkan hasil wawancara untuk pernyataan

kuesioner nomor 10, 11, 12, 14, dan 21 adalah sebagai berikut:

Pada pernyataan kuesioner nomor 10 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,

pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 – 10 pada bulan berikutnya,

berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa

PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan

sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 11 – 20 pada bulan

berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan

SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat

dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah tanggal 21 – 30 pada bulan

berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan

SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat

dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah lebih dari tanggal 10

setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan

melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak

badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari

1 bulan setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib

Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka

Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.

Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPN

adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada

pilihan jawaban ketiga dalam jangka waktu tanggal 21 – 30 pada bulan berikutnya

yang memiliki kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak

Page 119: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

102

terhadap pernyataan kuesioner nomor 10 bahwa sebagian besar Wajib Pajak

badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT

Masa PPN dalam jangka waktu tanggal 11 – 20 pada bulan berikutnya yang

artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melaporkan SPT Masa PPN.

Tanggal pelaporan SPT Masa PPN untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat

dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat

Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees.

Pada pernyataan kuesioner nomor 11 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,

pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 – 6 pada bulan berikutnya, berdasarkan

hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh.

Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 7 - 13 pada bulan berikutnya, berdasarkan

hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan

jawaban ketiga adalah tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka

waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan

jawaban keempat adalah tanggal 21 – 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka

waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan

jawaban kelima adalah lebih dari tanggal 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan

Page 120: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

103

hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.

Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPh

adalah 20 hari setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada pilihan jawaban

ketiga dalam jangka waktu tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya yang memiliki

kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan

kuesioner nomor 11 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Masa PPh dalam

jangka waktu tanggal 7 – 13 pada bulan berikutnya dan tanggal 14 – 20 pada

bulan berikutnya yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dan cukup patuh

dalam melaporkan SPT Masa PPh.

Tanggal pelaporan SPT Masa PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat

dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat

Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees.

Pada pernyataan kuesioner nomor 12 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,

pilihan jawaban pertama adalah sebelum batas waktu yang ditetapkan,

berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran

pajak setiap bulan sebelum batas waktu yang ditetapkan maka Wajib Pajak badan

dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah pada saat batas

waktu yang ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan

membayar angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang ditetapkan

maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah

Page 121: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

104

terlambat 1 hari dari waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara

apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 hari

dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan

cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah terlambat 1 minggu dari waktu

yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan

membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 minggu dari waktu yang telah

ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan

jawaban kelima adalah terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan,

berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran

pajak setiap bulan terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib

Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.

Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pembayaran angsuran pajak

setiap bulan untuk SPT Masa PPN adalah akhir bulan berikutnya setelah masa

pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN dilaporkan. Batas waktu pembayaran

angsuran pajak setiap bulan untuk SPT Masa PPh adalah tanggal 15 bulan

berikutnya setelah masa pajak berakhir. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak

terhadap pernyataan kuesioner nomor 12 bahwa sebagian besar Wajib Pajak

badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan

pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang telah

ditetapkan yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melakukan

pembayaran angsuran pajak setiap bulan.

Tanggal pembayaran angsuran pajak setiap bulan untuk setiap Wajib Pajak

tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem

Page 122: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

105

Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Bandung Karees.

Pada pernyataan kuesioner nomor 14 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,

pilihan jawaban pertama adalah 1 – 2 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh.

Pilihan jawaban kedua adalah 3 – 4 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan

jawaban ketiga adalah 5 – 6 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh.

Pilihan jawaban keempat adalah 7 – 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil

wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh.

Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan

hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam

jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.

Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh

adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak yang terdapat pada pilihan jawaban

kedua dalam jangka waktu 3 – 4 bulan setelah akhir tahun yang memiliki kriteria

patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan kuesioner

nomor 14 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak

Page 123: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

106

Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu 3 –

4 bulan setelah akhir tahun yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam

melaporkan SPT Tahunan PPh.

Tanggal pelaporan SPT Tahunan PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut

dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi

Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees.

Pada pernyataan kuesioner nomor 21 memiliki lima pilihan jawaban yaitu

selalu, sering, kadang-kadang, pernah, tidak pernah. Berdasarkan hasil wawancara

kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat dari terhadap Wajib Pajak badan yang

diperiksa harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak seperti Wajib

Pajak badan memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan dan dokumen

lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan

untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan

guna kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh

pemeriksa pajak.

4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Bandung Karees

Pada sub bab ini hipotesis konseptual yang sebelumnya diajukan akan

diuji dan dibuktikan dengan melakukan uji statistika. Hipotesis konseptual yang

diajukan adalah adanya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat

Page 124: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

107

kepatuhan Wajib Pajak badan. Analisis statistika yang digunakan untuk menguji

hipotesis tersebut adalah analisis regresi linier sederhana.

Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat

parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran

sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Karena data hasil

penyebaran angket masih memiliki skala ordinal maka sebelumnya dilakukan

konversi data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan program MSI

(Method of Successive Interval).

1. Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antar

variabel yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan

dicari hubungannya, yaitu hubungan antara variabel X (pelaksanaan pemeriksaan

pajak) dan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Berdasarkan hasil

pengolahan data menggunakan korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan

software SPSS 20.0 for Windows dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.16

Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Badan

Correlations

Tingkat

Kepatuhan WP

Badan

Pemeriksaan

Pajak

Pearson Correlation Tingkat Kepatuhan WP Badan 1.000 .831

Pemeriksaan Pajak .831 1.000

Sig. (1-tailed) Tingkat Kepatuhan WP Badan . .001

Pemeriksaan Pajak .001 .

N Tingkat Kepatuhan WP Badan 11 11

Pemeriksaan Pajak 11 11

Page 125: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

108

Pada tabel 4.16 di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi pelaksanaan

pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan adalah sebesar

0,831, jadi hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan yang diukur dengan koefisien korelasi adalah

sebesar 0,831. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang “Sangat Kuat” antara

pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

2. Analisis Regresi Linier Sederhana

Untuk mengetahui arah hubungan antara variabel X (pelaksanaan

pemeriksaan pajak) dengan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan)

apakah positif atau negatif dan untuk memprediksikan nilai dari variabel

dependent apabilai nilai independent mengalami kenaikan atau penurunan

digunakan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil pengolahan data

dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil regresi sebagai

berikut:

Tabel 4.17

Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .289 .410 .706 .498

Pemeriksaan

Pajak .786 .175 .831 4.483 .002

a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan WP Badan

Sumber : Data primer yang telah diolah

Page 126: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

109

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi

sebagai berikut:

Y = 0,289 + 0,786 X

Di mana : Y = Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan

X = Pelaksanaan pemeriksaan pajak

Pada persamaan regresi tersebut dapat dilihat bahwa koefisien regresi

memiliki tanda positif yang berarti semakin baik pelaksanaan pemeriksaan pajak

maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan akan meningkat, sebaliknya apabila

pelaksanaan pemeriksaan pajak yang kurang baik akan membuat tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan menurun.

3. Pengujian Hipotesis

Untuk membuktikan apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh

signifikan terhadap terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan maka dilakukan

pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : β = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak

terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

Ha : β ≠ 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

Dengan kriteria pengujian:

H0 ditolak jika thitung > ttabel

H0 diterima jika thitung < ttabel

Page 127: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

110

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada tabel 4.17 dapat

dilihat nilai thitung dari variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah sebesar

4,483. Sedangkan ttabel pada tingkat signifikansi 5% ( = 0,05) dan derajat bebas

(n-2) = 9 adalah 2,262. Karena thitung (4,483) lebih besar dari ttabel (2,262), maka

pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak H0 sehingga Ha diterima,

artinya terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan. Hasil pengujian ini memberikan bukti empiris

bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

4. Koefisien Determinasi

Setelah diuji dan terbukti bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan,

selanjutnya akan dihitung seberapa besar persentase pengaruh pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Koefisien determinasi merupakan

koefisien yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel

independent terhadap perubahan variabel dependent. Nilai koefisien determinasi

yang diperoleh melalui hasil pengolahan menggunakan software SPSS 20.0 for

Windows disajikan pada tabel berikut:

Page 128: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

111

Tabel 4.18

Koefisien Determinasi

Model Summary

Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .831a .691 .656 .32350

a. Predictors: (Constant), Pemeriksaan Pajak

Sumber : Data primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa nilai R adalah

sebesar 0,831 yang dikenal dengan istilah koefisien korelasi.

Kd = R2 x 100%

Kd = (0,831)2 x 100% = 69,1%

Koefisien determinasi sebesar 69,1% menunjukkan bahwa pelaksanaan

pemeriksaan pajak memberikan pengaruh sebesar 69,1% terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak badan. Sedangkan sisanya sebesar 30,9% merupakan

pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti seperti sistem administrasi

perpajakan, pelayanan, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak.

Sebagaimana yang telah dikemukan Siti Kurnia Rahayu (2010:140) pada Bab II

yaitu sebagai berikut:

“Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem

administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan

hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak”

Page 129: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis

mengenai pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees adalah “Sangat Memadai”. Hal tersebut berdasarkan rata-

rata jawaban responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel X yaitu 39,18

angka tersebut jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada

Bab III maka nilai rata-rata tersebut berada pada interval (37,9 – 45) yang

termasuk dalam kriteria “Sangat Memadai”. Hal ini didukung oleh dimensi

penelitian yaitu pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan

pemeriksaan pajak, pedoman laporan pemeriksaan pajak.

2. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Karees adalah “Patuh”. Hal tersebut berdasarkan rata-rata jawaban

responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel Y yaitu 50,09 angka tersebut

jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada Bab III maka

nilai rata-rata tersebut berada pada interval (40,9 – 50,4) yang termasuk

dalam kriteria “Patuh”. Hal ini didukung oleh dimensi penelitian yaitu patuh

terhadap kewajiban interim, patuh terhadap kewajiban tahunan, dan patuh

terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan.

Page 130: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

113

3. Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan

Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,831 yang

diinterpretasikan “Sangkat Kuat”, kemudian untuk lebih meyakinkan hasilnya

dilakukan uji t dan didapat thitung > ttabel (4,483 > 2,262). Hal tersebut

membuktikan hipotesis penulis dapat diterima. Sedangkan koefisien

determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dipengaruhi oleh

pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan sisanya 30,9%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini

seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum

perpajakan, dan tarif pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis tentang pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, penulis mencoba memberikan saran

yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memberikan masukan yang positif,

antara lain adalah sebagai berikut:

a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Kinerja pelaksanaan pemeriksaan pajak agar dapat berperan dengan lebih

maksimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak badan dalam

Page 131: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

114

memenuhi semua kewajibannya untuk membayar pajak yang dapat

meningkatkan penerimaan negara di bidang perpajakan.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian

ini, diharapkan ada penelitian lanjutan yang serupa di masa yang akan datang

untuk memperbaiki keterbatasan-keterbatasan tersebut. Untuk itu penulis

memberikan saran untuk peneliti selanjutnya yaitu:

- Penelitian ini hanya mengambil objek yang terbatas yakni hanya pada satu

Kantor Pelayanan Pajak, untuk peneliti selanjutnya populasi dan sampel

penelitian dibuat lebih banyak lagi agar dapat digenaralisasi permasalahan.

Menambah variabel independent lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian

ini seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum

perpajakan, dan tarif pajak.

Page 132: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

115

DAFTAR PUSTAKA

Anjarini, Kusujarwati, (2012), Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam

Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Skripsi).

Anonim, (2012), Kesadaran Membayar Pajak Sangat Rendah, http://www.klik-

galamedia.com/kesadaran-membayar-pajak-sangat-rendah

Desca, Reni Priantini, (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pajak

Penghasilan, (Skripsi).

Ghozali, Imam, (2007), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Kurniawan, Iwan, dan Akbar, R. Jihad, (2013), Penerimaan Pajak di Bawah

Target APBN-P, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/379102-

penerimaan-pajak-di-bawah-target-apbn-p-2012

Manurung, Surya, (2013), Kompleksitas Kepatuhan Pajak,

http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak

Mardiasmo, (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.

Rahayu, Siti Kurnia, (2010), Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek

Formal, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Riduwan, dan Kuncoro, Engkos Achmad, (2007), Cara Menggunakan dan

Memakai Analisis (Path Analysis), CV. Alfabeta, Bandung.

Risyandi, Feby, (2012), Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penyeludupan Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, (Skripsi).

Santoso, Singgih, (2012), Panduan Lengkap SPSS Versi 20, Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Setiawan, Feri Yusi, (2007), Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21, (Skripsi).

Page 133: jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)

116

Simbolon, Maria W. Br., (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan,

(Skripsi).

Suandy, Erly, (2011), Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta.

Sudjana, (2005), Metode Statistika, Edisi Enam, PT.Tarsito, Bandung.

Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung.

Suhartono, Rudy, dan Ilyas, Wirawan B, (2010), Ensiklopedia Perpajakan,

Salemba Empat, Jakarta.

Umar, Husein, (2002), Metode Riset Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Waluyo, (2011), Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.

______, (2012), Akuntansi Pajak, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta.

_________, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal

Direktorat Jenderal Pajak.

_________, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga

atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan.