jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)
-
Upload
ucchy-thunder -
Category
Documents
-
view
258 -
download
10
Transcript of jbptunpaspp-gdl-hafsyahnur-2703-1-hafsyah(-)
1
PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN
(Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
HAFSYAH NUR HIDAYAH HARAHAP
094020112
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2013
2
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, 1 Juni 2013
Mengetahui,
Pembimbing,
Bardjo Sugeng, SE., MSi
Dekan, Ketua Program Akuntansi,
Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc
3
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah :153)
Kupersembahkan karya kecil ku ini…
Untuk kedua orang tuaku yang tidak pernah lelah memberikan dorongan
motivasi, semangat serta doa yang tiada henti.
Mamaku tersayang, ridhamu adalah ridha yang utama setelah Rabb dan
teladanku Rasulullah. Terima kasih atas segala kasih sayangmu yang tak
pernah padam menerangi jiwa ini di kala diri ini berkeluh kesah.
Buyaku tersayang, dengan segala pengorbananmu ku berharap dapat
membahagiakanmu dunia dan akhirat. Suatu saat nanti aku akan menjadi
”sesuatu yang berharga” untuk kaliam kelak.
“To study the abnormal is the best way of understanding the normal”
i
ABSTRAK
Undang-undang perpajakan di Indonesia saat ini menganut self assessment system
yaitu sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam
pelaksanaannya sistem pemungutan pajak dengan self assessment system ini
mengandung banyak kelemahan, salah satunya sistem ini sering digunakan oleh
Wajib Pajak untuk melakukan berbagai kelalaian, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar “Pengaruh Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan”.
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran angket yang telah diuji validitas
dan reliabilitasnya. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees. Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksa pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan simple random sampling yang berukuran 11 orang
responden.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan metode analisis
data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif asosiatif karena adanya
variabel yang akan dijelaskan dan ditelaah seberapa besar pengaruh dari varibel
yang diteliti. Analisis data menggunakan statistika parametrik dengan bantuan
software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows.
Hasil penghitungan koefisien korelasi variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak
dengan variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan sebesar 0,831 yang
menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel ”Sangat Kuat”. Hasil penghitungan
persamaan Regresi Linier Sederhana dapat diinterpretasikan bahwa nilai koefisien
regresi adalah positif, artinya bahwa hubungan kedua variabel bersifat searah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan thitung > ttabel (4,483 > 2,262) yang berarti H0
ditolak Ha diterima yang dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan
pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Selanjutnya
dari hasil koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib
Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan
sisanya 30,9% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata kunci: Pelaksanaan pemeriksaan pajak, tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat, anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik
dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat beriring salam juga penulis panjatkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi
semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Skripsi ini berjudul
“PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP
TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Suatu Studi Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)”.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini
sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang harus diperbaiki,
mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, untuk
segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, perkenankan penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
iii
kepada Buya dan Mama tercinta, Jakaria Harahap dan Khairani Usman, yang telah
membesarkan penulis, mengajarkan pentingnya sebuah tanggung jawab dan
kejujuran dalam kehidupan, memberikan bimbingan serta embun penyejuk bagi
kehidupan penulis, do’a dan kasih sayang yang tulus telah kalian berikan kepada
penulis. Setiap do’a yang kalian lantunkan adalah ketulusan yang tiada pernah
ternilai dengan apapun. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang setinggi-tingginya penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis
yang dengan penuh kecintaan serta kasih sayang telah memberikan kepercayaan
dan perhatian kepada penulis. Kalian berdua adalah orang tua yang terbaik di
dunia. Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah kedua orang tua penulis
di dunia dan akhirat. Amin.
Pada kesempatan ini juga dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Bapak Bardjo Sugeng, SE., MSi
Dosen pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, perhatian,
kesabaran, komitmen, dan pemikiran dalam membimbing penulis hingga
penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama, penulis sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Yusuf, Sp., M.Si., M.Kom, Rektor Universitas
Pasundan.
2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan.
iv
3. Dr. H. Juanim, SE., MSi., Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan.
4. Dr. Atang Hermawan, SE., MSIE., Ak, Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan.
5. Bapak Sadikun Citra Rusmana, SE., MM, Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan.
6. Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc., Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Pasundan.
7. Bapak Dadan Soekardan, SE., M.Si., Sekretaris Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
8. Bapak Drs. R. Muchamad Noch, M.Ak., Ak., dosen wali penulis yang telah
memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.
9. Bapak Kosim, staf Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan yang telah banyak berjasa dan terima kasih atas bantuannya selama
ini.
10. Seluruh dosen Program Studi Akuntansi, staf administrasi serta perpustakaan,
dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
11. Seluruh pimpinan dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees.
12. Kakak dan adikku tersayang, Kak Nur Asiah Harahap dan Adik Dalillah
Ulfah Harahap, yang senantiasa memberikan motivasi, do’a, dorongan, dan
yang selalu bersedia mendengarkan curahan hati selama penulis menyusun
v
13. skripsi ini. Terima kasih telah memberikan semangat dan menjadikan hidup
ini lebih berwarna.
14. Kak Vika dan Bang Iman yang menjadi keluarga terdekat penulis selama di
Bandung, yang selalu memberikan perhatian, motivasi, dorongan, dan selalu
ada ketika penulis membutuhkan bantuan. Terima kasih banyak atas
semangatnya selama ini.
15. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan nasihat dan motivasi.
Terima kasih atas dukungan dan do’anya.
16. Teman-teman mahasiswa/i Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan, terima kasih atas dukungan serta doanya.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih
atas perhatian, bantuan, dan dukungannya.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi semua pihak termasuk
penulis khususnya bagi perkembangan perpajakan Indonesia. Penulis senantiasa
berdo’a semoga mendapat petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Bandung, Juni 2013
Penulis,
Hafsyah Nur Hidayah Harahap
vi
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 8
1.4.1 Kegunaan Teoretis ........................................................................... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 8
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................... 10
2.1.1 Perpajakan ........................................................................................ 10
2.1.1.1 Pengertian pajak ................................................................... 10
vii
2.1.1.2 Fungsi Pajak ......................................................................... 11
2.1.1.3 Jenis Pajak ............................................................................ 12
2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak ....................................................... 13
2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak ....................................................... 13
2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak .................................................... 14
2.1.2 Pemeriksaan Pajak ............................................................................ 15
2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ............................................. 15
2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak .......................................... 15
2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak ................................................... 16
2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak ..................................... 16
2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak ............................................. 17
2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak .................................................. 18
2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 19
2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan ............................. 19
2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 20
2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak .................................... 21
2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama
Pemeriksaan ....................................................................... 22
2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak ..................................... 23
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak Badan ......................................................... 24
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 24
2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 25
2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak ......................................... 27
viii
2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak .......................................... 27
2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan ............................................. 29
2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 30
2.3 Hipotesis .................................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian yang Digunakan........................................................... 38
3.1.1 Objek Penelitian ............................................................................... 38
3.1.2 Metode Penelitian ............................................................................. 38
3.1.3 Model Penelitian ............................................................................... 41
3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian ..................... 41
3.2.1 Definisi Variabel Penelitian ............................................................. 41
3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ................................................ 41
3.3 Populasi dan Sampel.................................................................................. 45
3.3.1 Populasi ............................................................................................ 45
3.3.2 Sampel .............................................................................................. 45
3.3.3 Teknik Sampling .............................................................................. 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 47
3.5. Metode Analisis yang Digunakan ............................................................. 50
3.5.1 Analisis Data .................................................................................... 50
3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................... 53
3.5.3 Uji Normalitas Data .......................................................................... 56
3.6 Rancangan Analisi dan Uji Hipotesis ........................................................ 56
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 62
4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees............................................................................................... 62
4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees ................................................................... 62
4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees .......................... 68
4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees ..................................... 68
4.1.1.2.2 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees ..................................... 70
4.1.1.3 Aspek-Aspek Kegiatan di Kantor Pajak Pratama
Bandung Karees ................................................................... 72
4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees ....................................................... 73
4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 84
4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .......................................... 88
4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen ........................................................ 88
4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................... 90
4.1.5 Uji Normalitas Data ......................................................................... 91
4.2 Pembahasan Penelitian .............................................................................. 93
x
4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 93
4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 97
4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 117
5.2 Saran .......................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 120
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010 – 2013 ...................................................................... 1
Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu ............................................................... 34
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Bebas (X): Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ......... 42
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Terikat (Y): Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan .............................................................................................................. 44
Tabel 3.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ...................... 60
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ................. 88
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan) ............................................................................................................ 89
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ............. 90
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan) ............................................................................................................ 91
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................................. 92
Tabel 4.6 Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ....................................................... 93
Tabel 4.7 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan
Pajak (X) ......................................................................................................... 93
Tabel 4.8 Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan ..................................................... 95
Tabel 4.9 Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan ............................................. 96
Tabel 4.10 Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak ......................................... 97
Tabel 4.11 Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan ............................................ 98
xii
Tabel 4.12 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Badan (Y) .............................................................................................. 98
Tabel 4.13 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim.............................................. 100
Tabel 4.14 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan ........................................... 101
Tabel 4.15 Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal ............ 102
Tabel 4.16 Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan ....................................................................... 112
Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi .................................................................................... 113
Tabel 4.18 Koefisien Determinasi .................................................................................... 115
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 36
Gambar 3.1 Model Penelitian ........................................................................................ 40
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Membimbing Skripsi
Lampiran 2 Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Surat Permohonan Survey
Lampiran 4 Surat Balasan Permohonan Survey dari Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees
Lampiran 5 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian
Lampiran 7 Hasil Konversi Data Variabel X dan Y dari Skala Ordinal ke
Interval dengan Menggunakan MSI
Lampiran 8 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan
Pajak (X)
Lampiran 9 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Badan (Y)
Lampiran 10 Uji Normalitas Data
Lampiran 11 Hasil Uji Korelasi dan Regresi Linier Sederhana
Lampiran 12 Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t
Lampiran 13 Daftar Perbaikan Skripsi
Lampiran 14 Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi
Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan
masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara
pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan
sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Di samping itu ada hal
yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk
pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah dari
pajak.
Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan
negara guna pembiayaan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak adalah
sumber penerimaan terbesar negara. Target penerimaan pajak setiap tahun
mengalami peningkatan secara signifikan, hal ini dapat dilihat dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010-2013 sebagaimana terlihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
Ringkasan APBN 2010 – 2013
(dalam triliunan rupiah)
2010 2011 2012 2013
LKPP LKPP APBN-P RAPBN
A. Pendapatan Negara dan Hibah 995,3 1.210,6 1.358,2 1.507,7
I. Penerimaan Dalam Negeri 992,2 1.205,3 1.357,4 1.503,3
1. Penerimaan Perpajakan 723,3 873,9 1.016,2 1.178,9
2. Penerimaan Negara Bukan
Pajak
268,9 331,5 341,1 324,3
2
II. Penerimaan Hibah 3,0 5,3 0,8 4,5
B. Belanja Negara 1.042,1 1.295,0 1.548,3 1.657,9
I. Belanja Pemerintah Pusat 697,4 883,7 1.069,5 1.139,0
1. K/L 332,9 417,6 547,9 547,4
2. Non K/L 364,5 466,1 521,6 591,6
II. Transfer Ke Daerah 344,7 411,3 478,8 518,9
1. Dana Perimbangan 316,7 347,2 408,4 435,3
2. Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian
28,0 64,1 70,4 83,6
C. Keseimbangan Primer 41,5 8,9 (72,3) (36,9)
D. Surplus/Defisit Anggaran (46,8) (84,4) (190,1) (150,2)
% defisit terhadap PDB (0,73) (1,14) (2,23) (1,62)
E. Pembiayaan 91,6 130,9 190,1 150,2
I. Pembiayaan Dalam Negeri 96.1 148,7 194,5 169,6
II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) (4,6) (17,8) (4,4) (19,5)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 44,67 46,5 0,0 (0,0)
Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id
Dari tabel di atas, terlihat jelas penerimaan negara dari sektor pajak
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara
yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kepatuhan
Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab.
Kepatuhan membayar pajak dimulai dari pemahaman bahwa masyarakat telah
lebih dahulu menikmati dan memanfaatkan barang dan jasa publik dalam
kehidupan sehari-hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemahaman bahwa
sarana dan prasarana tersebut memerlukan pemeliharaan dan pengembangannya
untuk kehidupan kini dan masa mendatang. Kemudian setelah mengetahui dan
memahami pentingnya pajak bagi pembangunan, diharapkan kepatuhan
membayar pajak bagi warga negara akan meningkat sehingga tax ratio negarapun
meningkat.
3
Namun berdasarkan kenyataan yang ada, menurut Direktur Jenderal (Dirjen)
Pajak, Fuad Rahmany, yang dikutip di media massa (http://bisnis.news.viva.co.id)
pada Rabu, 2 Januari 2013 menyatakan bahwa:
“…Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari pajak pada tahun
2012 mencapai 95% dari target, atau sekitar Rp. 800 triliun dari target
APBN-P 2012 sebesar Rp. 1.016,2 triliun. Ia menyebutkan realisasi
penerimaan pajak tersebut lebih rendah dari realisasi penerimaan pajak pada
tahun 2011 yang mencapai 97% dari target APBN 2011”.
Target penerimaan pajak yang besar seharusnya tidak sulit dicapai jika
kepatuhan masyarakat sebagai pembayar pajak telah tinggi. Kepatuhan pajak
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika Wajib Pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan tersebut
meliputi kepatuhan formal dan materil.
Berdasarkan artikel “Kompleksitas Kepatuhan Pajak” yang ditulis oleh
Surya Manurung Pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada Rabu, 20 Pebruari 2013
dalam situs resmi pajak Indonesia (www.pajak.go.id) menyatakan bahwa:
“…Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih
tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan
beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya
membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang
mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta orang dan yang
membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak
Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen.
Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau
mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang
membayar pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya
hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen.
Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang
ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion). Sedangkan di
4
negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah kepatuhan pajak yang
rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi.
Menurut Luigi ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk menekan
tindakan manipulasi pajak yaitu memberikan sanksi atau denda yang tinggi
dan melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan si Wajib Pajak.
Sementara hasil penelitian lainnya (Sandford, Goodwin, dan Hardwick,1989
; Pitt dan Slemrod, 1989) menyimpulkan cara yang yang efektif untuk
mengurangi tindakan manipulasi pajak dengan melakukan penyederhanaan
peraturan perpajakan. Dengan peraturan perpajakan yang kompleks maka
wajib pajak akan cenderung menggunakan jasa konsultan pajak, dimana
konsultan pajak tersebut dapat mempengaruhi si Wajib Pajak untuk
melakukan tindakan manipulasi pajak”.
Selain itu, Kepala Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jabar, Ajat Djatnika,
yang dikutip di media massa (www.klik-galamedia.com) pada Rabu, 31 Oktober
2012 menyatakan bahwa:
“…Tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak di wilayah Jawa Barat dalam
membayar pajak masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari tingkat kesadaran
para Wajib Pajak dalam membayar pajak yang hanya mencapai sekitar 52
persen. Saat ini tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih kurang baik, buktinya
masih 52 persen. Padahal target tahun 2012 ini mencapai 67,5 persen dari
Wajib Pajak yang ada”.
Dengan adanya fenomena di atas, tentunya hal tersebut merupakan fakta
bahwa masih kurangnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan target
penerimaan pajak tidak tercapai.
Kepatuhan pajak sangat berperan khususnya dalam perpajakan Indonesia
yang menganut self assessment system. Self assessment system adalah sistem di
mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment system yang
diterapkan saat ini pun secara langsung maupun tidak langsung akan
5
mempengaruhi ketaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Sistem ini memiliki kelemahan yang memungkin Wajib Pajak
melakukan kecurangan-kecurangan atau kemungkinan terjadinya kelalaian yang
menyebabkan kerugian bagi negara.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban melakukan
pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak baik melalui
pengawasan administratif maupun melalui pemeriksaan pajak. Tujuan
pemeriksaan pajak sebagai penguji kepatuhan Wajib Pajak adalah hal yang
seharusnya dilaksanakan, tanpa adanya pemeriksaan di bidang perpajakan, maka
fiskus akan sangat kesulitan untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak atau bahkan
sama sekali tidak akan pernah tahu tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan yang melaksanakan pemeriksaan atau disebut pemeriksa pajak
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, yang diberi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Jadi
tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
6
perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-
undangan perpajakan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kusujarwati Anjarini
(2012) dengan judul Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, penelitian dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta yang berlokasi di Jl.
Kartini VIII No.2. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif
Survei. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keberadaan pemeriksaan pajak
mempunyai korelasi yang kuat dan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta, hal tersebut
ditunjukkan oleh angka hasil koefisien determinasi yaitu sebesar 72,5% artinya
sangat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi sedangkan
sisanya sebesar 24,8% dipengaruhi oleh faktor lain.
Adapun pengembangan yang dilakukan oleh penulis yaitu responden pada
penelitian ini adalah pemeriksa pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees untuk menilai dan menguji tingkat kepatuhan Wajib
Pajak badan dengan melaksanakan pemeriksaan pajak yang berdasarkan
pedomaan pelaksanaan pemeriksaan pajak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB
PAJAK BADAN” (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees).
7
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka perlu
adanya ruang lingkup untuk mempermudah penjelasan. Dalam penelitian ini
penulis membuat batasan ruang lingkup atau merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees.
2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees.
3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees.
2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
8
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Adapun kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan
sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan
dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin
ilmu ekonomi akuntansi dan perpajakan, khususnya mengenai pelaksanaan
pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai
pihak antara lain:
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan
pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan
Pajak. Juga sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana
ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan.
b. Bagi Instansi
Diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemeriksaan pajak
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
c. Bagi Pihak Lain
Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait dengan
topik sejenis serta dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
9
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jalan Ibrahim
Adjie No. 372 Bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret
2013.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani dalam Waluyo (2011:2) adalah
sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang
dikutip oleh Erly Suandy (2011:9) adalah sebagai berikut:
11
“M.J.H. Smeets:
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-
norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah,
Soeparman Soemahamidjaja:
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum,
Rochmat Soemitro:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Erly Suandy (2011:10) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam
berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut:
“1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh
pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung”.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak
dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Waluyo (2011:6)
yaitu sebagai berikut:
12
“1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh:
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh:
dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat
ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah”.
2.1.1.3 Jenis Pajak
Menurut Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok, adalah sebagai berikut:
“1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini.
a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib
Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifat
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut.
a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan.
b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut.
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh:
pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan
dan pedesaan”.
13
2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak
Adapun asas pemungutan pajak yang diungkapkan Waluyo (2011:16)
sebagai berikut:
“1. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia
atau berasal dari luar negeri.
2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini
diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia untuk membayar pajak.
3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan
demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak”.
2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2011:160) mengemukakan tentang cara pemungutan
pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel adalah sebagai berikut:
“1. Stelsel nyata (rill stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat
diketahui, kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir
periode (setelah penghasilan riil diketahui).
2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan,
tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang
dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
14
3. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan,
maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula
sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta
kembali”.
2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi tiga seperti yang diungkapkan oleh
Waluyo (2011:17) sebagai berikut:
“1. Sistem Official Assessment
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah
sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada
fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Sistem Self Assessment
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar.
3. Sistem Withholding
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”.
15
2.1.2 Pemeriksaan Pajak
2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak
Unsur-unsur pokok dalam pemeriksaan pajak yang dapat diuraikan
menurut Erly Suandy (2011:207) adalah sebagai berikut:
“1. Informasi yang terukur dengan kriteria tetap, yaitu untuk proses
pemeriksaan pajak dimulai dengan mencari, menghimpun, dan
mengolah informasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
yang diisi oleh Wajib Pajak sesuai dengan sistem self assessment.
Dalam setiap pemeriksaan diperlukan informasi yang dapat dibuktikan
dan standar atau kriteria yang dapat dipakai pemeriksa sebagai
pegangan untuk melakukan evaluasi terhadap informasi yang
diperoleh.
2. Satuan usaha, yaitu setiap akan melakukan pemeriksaan pajak, ruang
lingkup pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas. Kesatuan usaha
dapat berbentuk Wajib Pajak perorangan atau Wajib Pajak badan.
Pada umumnya periode waktu pemeriksaan pajak adalah satu tahun
tetapi ada pula pemeriksaan untuk satu bulan, satu kuartal atau
beberapa tahun. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti, maksudnya adalah
segala informasi yang dipergunakan oleh pemeriksa pajak untuk
menentukan informasi terukur yang diperiksa melalui evaluasi agar
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
4. Pemeriksa yang kompeten dan independen, yaitu setiap pemeriksa
pajak harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
cukup agar dapat memahami kriteria yang dipergunakan”.
16
2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Tujuan pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:204) adalah
sebagai berikut:
“1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib
Pajak.
Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:
a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,
termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak;
b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan
rugi;
c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak
pada waktu yang telah ditetapkan;
d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat
Pemberitahuan tidak dipenuhi.
2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
f. Pencocokan data dan atau/alat keterangan;
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan
Nilai;
i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk tujuan lain”.
2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Erly Suandy (2011:206)
dijelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan pajak yang terdiri atas:
17
“1. Pemeriksaan Lengkap
Pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat
Wajib Pajak yang meliputi seluruh jenis pajak atau tujuan lain baik
tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya dengan menerapkan
teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan
pada umumnya. Unit pelaksana pemeriksaan lengkap adalah
Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak.
2. Pemeriksaan Sederhana
Pemeriksaan sederhana yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mencari, mengumpulkan, dan mengolah data atau kegiatan lainnya
dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan
kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana dilakukan karena
selama ini pemeriksaan yang telah dilakukan banyak memerlukan
waktu, biaya dan pengorbanan sumber daya lainnya, baik oleh
administrasi pajak maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri, sehingga
kurang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat Wajib Pajak.
Pemeriksaan sederhana dilakukan melalui:
a. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK), yaitu pemeriksaan
sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di Kantor Unit
Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk satu jenis pajak tertentu,
baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya;
b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), yaitu pemeriksaan
sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di lapangan dan
di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk seluruh
jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu dan atau
untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun
sebelumnya”.
2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak
Jenis-jenis pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:208) dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
“1. Pemeriksaan rutin, adalah pemeriksaan yang langsung dilakukan oleh
unit pemeriksa tanpa harus ada persetujuan terlebih dahulu dari unit
atasan, biasanya harus segara dilakukan terhadap:
a. Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar;
b. Surat Pemberitahuan (SPT) rugi;
c. Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyalahi penggunaan norma
penghitungan.
Batas waktu pemeriksaan rutin lengkap paling lama tiga bulan sejak
pemeriksaan dimulai. Sedangkan pemeriksaan lokasi lamanya
maksimal 45 hari sejak Wajib Pajak diperiksa. Pemeriksaan rutin
18
terhadap Wajib Pajak yang tahun sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan lengkap dua tahun berturut-turut tidak lagi dilakukan
pemeriksaan lengkap pada tahun ketiga.
2. Pemeriksaan khusus, dilakukan setelah ada persetujuan atau instruksi
dari unit atasan (Direktur Jenderal Pajak atau kepala kantor yang
bersangkutan) dalam hal:
a. Terdapat bukti bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang
disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar;
b. Terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana
dibidang perpajakan;
c. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal
Pajak atau kepala kantor wilayah (misalnya ada pengaduan dari
masyarakat)”.
2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak
Metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan menurut Waluyo
(2012:380) adalah sebagai berikut:
“1. Metode Langsung
Metode langsung tersebut yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan
dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT
yang dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku,
catatan-catatan, serta dokumen-dokumen pendukungnya sesuai
dengan urutan proses pemeriksaan.
2. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan pajak
dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT.
Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu dengan
perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang meliputi:
a. Metode transaksi tunai;
b. Metode transaksi bank;
c. Metode sumber dan pengadaan dana;
d. Metode perbandingan kekayaan bersih;
e. Metode perhitungan persentase;
f. Metode satuan dan volume;
g. Pendekatan produksi;
h. Pendekatan laba kotor;
i. Pendekatan biaya hidup”.
19
2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011:54)
adalah sebagai berikut:
“1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah
Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang
diperiksa.
2. Wajib Pajak yang diperiksa harus:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
c. Memberi keterangan yang diperlukan.
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh
suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk
merahasiakan itu ditiadakan.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat
atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban
pada butir dua di atas”.
2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan
Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2012:374)
ditetapkan sebagai berikut:
“1. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam
bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat
panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal
laporan hasil pemeriksaan.
2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama
empat bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama delapan
bulan yang dihitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai
dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.
3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi
yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain
yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang
memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu
20
yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka
waktu paling lama dua tahun.
4. Dalam pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan
pajak, mengenai pengajuan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada butir 1,2, dan 3 di atas, harus
memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak”.
2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Erly Suandy (2011:216) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan
didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum
Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman
Laporan Pemeriksaan Pajak.
“1. Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang:
1) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup
serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak;
2) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian,
bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri
dari perbuatan tercela;
3) Menggunakan hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam
kertas kerja pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun
Laporan Pemeriksaan Pajak.
2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang
baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan
yang seksama;
b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh
yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan,
tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan;
c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada
temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Pedoman Laporan Pemeriksaaan Pajak adalah sebagai berikut:
a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas,
memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat
kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat
21
tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan
informasi lain yang terkait.
b. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas
Kerja Pemeriksaan antara lain mengenai:
1) berbagai faktor perbandingan;
2) nilai absolut dari penyimpangan;
3) sifat dari penyimpangan;
4) petunjuk atau temuan adanya penyimpangan;
5) pengaruh penyimpangan;
6) hubungan dengan permasalahan lainnya.
c. Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang
lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan”.
Menurut Erly Suandy (2011:2017) tujuan ditetapkan atau dibuat pedoman
pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah:
“1. Agar tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak terarah, efisien, efektif,
dan mencapai sasarannya yaitu meningkatkan penerimaan negara dari
sektor perpajakan guna menunjang kegiatan pembangunan.
2. Agar tujuan utama pemeriksaan pajak yaitu untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tercapai.
3. Agar terdapat keragaman pelaksanaan pemeriksaan pajak yang
dilakukan oleh pemeriksa pajak”.
2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak
Produk hukum pemeriksaan pajak menurut Rudy Suhartono dan
Wirawan B. Ilyas (2010:53) adalah sebagai berikut:
“1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pajak
yang terutang tidak atau kurang bayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang.
22
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak
yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
atau tidak ada pembayaran pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak terutang. Penerbitan SKPKBT dengan
syarat sebelumnya telah terbit ketetapan pajak (SKPKB, SKPN, atau
SKPLB) untuk tahun atau Masa Pajak yang sama.
5. Surat Tagihan Pajak (STP)
Diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atau
bunga terkait keterlambatan pembayaran atau pelaporan SPT, dan
pembuatan Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan perpajakan”.
2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Pemeriksaan
Menurut Waluyo (2012:375) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama
pemeriksaan adalah sebagai berikut:
“1. Hak Wajib Pajak selama proses pemeriksaan ini meliputi:
a. Meminta Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah
Pemeriksaan kepada pemeriksa pajak;
b. Meminta Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak;
c. Meminta penjelasan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada
Pemeriksa Pajak;
d. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen-dokumen secara terperinci;
e. Meminta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal
yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat
Pemberitahuan (SPT) untuk ditanggapi;
f. Memberikan sanggahan terhadap koreksi-koreksi yang dilakukan
Pemeriksa Pajak, dengan menunjukkan bukti-bukti yang kuat
dan sah dalam rangka closing conference;
g. Meminta petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau
pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan
kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang
dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau
pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-
tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
h. Menerima buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen
yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak selama proses pemeriksaan
23
secara lengkap paling lama 14 (empat belas) hari sejak
selesainya proses pemeriksaan.
2. Kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka
Wajib Pajak wajib untuk:
a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan
kantor sesuai dengan waktu yang ditentukan;
b. Memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran
pemeriksaan;
c. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dipandang perlu;
d. Memberikan keterangan secara tertulis maupun lisan yang
diperlukan oleh Pemeriksa selama proses pemeriksaan;
e. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila Wajib
Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan;
f. Menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, bila Wajib Pajak
tidak atau tidak seluruhnya menyetujui hasil pemeriksaan
tersebut;
g. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan,
apabila Wajib Pajak/wakil/kuasanya menolak membantu
kelancaran pemeriksaan;
h. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan
penyegelan tempat atau ruangan tertentu”.
2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak
UU KUP menegaskan mengenai sanksi perpajakan yang terkait dengan
pemeriksaan yang dikutip oleh Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010:54)
adalah sebagai berikut:
“1. Apabila Hasil Pemeriksaan Terdapat Pajak Kurang Dibayar
a. Jumlah pajak yang kurang dibayar pajak ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun
pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b. PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tairf 0%
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% atas
pajak yang tidak atau kurang bayar.
2. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Kewajiban Pemeriksaan.
Sanksi Administrasi
24
Apabila kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atas
jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan yaitu:
1. 50% untuk PPh Badan dan/atau Orang Pribadi,
2. 100% untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan PPN dan
PPnBM.
Sanksi Pidana
Dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta
denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
apabila termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 39 UU
KUP”.
2.1.3. Kepatuhan Wajib Pajak Badan
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh
Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:
“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya”.
Kepatuhan Wajib Pajak menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu
(2010:139) mengemukakan bahwa:
“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of
compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana
Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan
dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan
pajaknya tersebut”.
Sedangkan menurut Erard dan Feinstin dalam Siti Kurnia Rahayu
(2010:139) menyatakan bahwa:
“Menggunakan teori psikologi, dalam kepatuhan Wajib Pajak yaitu rasa
bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan
25
beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap
pelayanan pemerintah”.
2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:138) adalah:
“1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor
Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan apakah isi Surat
Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum. Yang
penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah disampaikan sebelum
tanggal 31 Maret.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan
material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak
yang bersangkutan, selain memperhatikan kebenaran yang
sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh
tersebut”.
Untuk kepatuhan Wajib Pajak secara formal menurut Undang-undang
KUP dalam Erly Suandy (2011:119) adalah sebagai berikut:
“1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri
Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak
wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus
terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-
undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa
Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
26
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak
Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara
melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran
lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan
membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam
rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi
kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu
dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta
memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara
kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan
meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding
system”.
Adapun kepatuhan material menurut Undang-undang KUP dalam Erly
Suandy (2011:120) disebutkan bahwa:
“Setiap Wajib Pajak membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan
pada adanya surat ketetapan pajak dan jumlah pajak yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan”.
2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan pajak akan menghasilkan banyak keuntungan, baik bagi fiskus
maupun bagi Wajib Pajak sendiri selaku pemegang peranan penting tersebut. Bagi
27
fiskus, kepatuhan pajak dapat meringankan tugas aparat pajak, petugas tidak
terlalu banyak melakukan pemeriksaan pajak dan tentunya penerimaan pajak akan
mendapatkan pencapaian optimal. Sedangkan bagi Wajib Pajak, manfaat yang
diperoleh dari kepatuhan pajak seperti yang dikemukan Siti Kurnia Rahayu
(2010:143) adalah sebagai berikut:
“1. Pemberian batas waktu penebitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat tiga bulan
sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib
Pajak diterima untuk PPh dan satu bulan untuk PPN, tanpa melalui
penelitian dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi
paling lambat dua bulan untuk PPh dan tujuh hari untuk PPN”.
2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Erly Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat
dilihat atas dasar:
“1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam pembayaran atau
laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap bulan;
2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atas
dasar sistem self assessment melaporkan perhitungan pajak dalam SPT
pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau
melunasi pajak terutang;
3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan
melalui pembukuan sebagaimana mestinya”.
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak yang
dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan bahwa:
“Sebagai suatu iklim dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,
tercermin dalam situasi dimana:
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memenuhi semua ketentuan
paraturan perundang-undangan perpajakan;
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;
28
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”.
Menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) kepatuhan
Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:
“1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;
2. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);
3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan
4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan”.
Kemudian merujuk kepada kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan
Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139)
bahwa kriteria Kepatuhan Wajib Pajak adalah:
“1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk
semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir;
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak;
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir;
4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam
hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
terutang paling banyak 5%.
5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di
audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian,
atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi
laba rugi fiskal”.
2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan
Pengertian Wajib Pajak menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan”.
29
Sedangkan pengertian badan menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai
berikut:
“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa Wajib Pajak badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang wajib melakukan kewajiban
perpajakan dan termasuk pemungut dan pemotong Wajib Pajak tertentu yang telah
diatur oleh undang-undang perpajakan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara maka penerimaan pajak terus
dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dapat tercapai. Dengan adanya target penerimaan pajak yang
terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk mengamankan
pendapatan negara dari sektor pajak melalui pengujian kepatuhan Wajib Pajak.
Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
memiliki peranan penting untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya melalui pemeriksaan pajak.
30
Berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama mempunyai tugas sebagai berikut:
“KPP Pratama melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan
Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak
Bumi dan Bangunanan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
dalam Wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”.
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, berdasarkan Pasal 59
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,
KPP Pratama menyelenggarakan fungsi antara lain:
“1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan;
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan,
dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya;
4. Penyuluhan perpajakan;
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;
6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
10. Pelaksanaan intensifikasi;
11. Pembetulan ketetapan pajak;
12. Pelaksanaan administrasi kantor”.
Salah satu upaya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya maka aparat pajak atau fiskus melakukan kegiatan
pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengertian pemeriksaan pajak
31
berdasarkan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
Sedangkan pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu
dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah:
“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya”.
Teori penghubung yang menghubungkan pengaruh pelaksanaan
pemeriksaan pajak dengan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang
dikemukakan Waluyo (2012:373) sebagai berikut:
“Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak yang melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan “Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
Selanjutnya Siti Kurnia Rahayu (2010:140) mengemukakan bahwa:
32
“Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi
sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak,
penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak”.
Adapun teori tambahan yang menghubungkan antara pemeriksaan pajak
terhadap kepatuhan Wajib Pajak menurut Undang-undang KUP dalam Erly
Suandy (2011:119) kewajiban Wajib Pajak secara formal adalah sebagai berikut:
“1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri
Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak
wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus
terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-
undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa
Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak
Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara
melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran
lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan
membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam
rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi
kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu
dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta
memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
33
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara
kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan
meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding
system.
Dengan demikian tujuan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya harus mendapat prioritas utama dan
pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh fiskus untuk menguji kepatuhan Wajib
Pajak harus secara objektif dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan
pajak.
Dengan adanya hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan
tingkat kepatuhan Wajib Pajak diharapkan dapat memberikan dampak pada
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dengan tetap
mengacu pada fiskus yang melaksanakan pemeriksaan pajak harus secara objektif
dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan pajak.
Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai pemeriksaan pajak dan
pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut
ini:
34
Tabel 2.1
Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian
1. Feri Yusi
Setiawan
(2007)
Pengaruh Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak
Penghasilan Pasal 21
10 orang pemeriksa
pajak di KPP
Bononegara
Bandung .
Terdapat pengaruh pelaksanaan
pemeriksaan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak
Penghasilan Pasal 21 di KPP
Bojonegara Bandung sebesar
52,12%.
2. Maria W. Br.
Simbolon
(2011)
Pengaruh Pemeriksaan
Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan dalam
Memenuhi Kewajiban
Perpajakan
16 orang pemeriksa
pajak pada Seksi
Pemeriksaan dan
Kelompok
Fungsional
Pemeriksaan di KPP
Pratama Jakarta
Duren Sawit.
Pemeriksaan pajak memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak badan dalam
pemenuhan kewajiban
perpajakan. Besarnya pengaruh
pemeriksaan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak badan
adalah sebesar 30,63%.
3. Reni Priantini
Desca
(2011)
Pengaruh Pemeriksaan
Pajak Terhadap
Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak dalam
Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan
Pajak Penghasilan
14 orang pemeriksa
pajak pada Seksi
Pemeriksaan dan
Kelompok
Fungsional
Pemeriksaan di KPP
Pratama Jakarta
Tebet.
Pemeriksaan pajak memiliki
pengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam
pemenuhan kewajiban
perpajakan Pajak Penghasilan.
Besarnya pengaruh
pemeriksaan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak adalah
sebesar 20,3%.
4. Feby
Risyandi
(2012)
Pengaruh Pemeriksaan
Pajak dan
Penyeludupan Pajak
terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak
60 pegawai pajak
bagian fungsional,
yaitu KPP Karees 15
orang, KPP Tegalega
15 orang, KPP
Cibeunying 15
orang, KPP
Bojonegara 15
orang.
Pemeriksaan pajak dan
penyeludupan pajak
berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak.
5. Hafsyah Nur
Hidayah
Harahap
(2013)
Pengaruh Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak
Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan
11 orang pemeriksa
pajak pada Seksi
Pemeriksaan dan
Kelompok Jabatan
Fungsional
Pemeriksaan di KPP
Pratama Bandung
Karees.
Pelaksanaan pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan.
Koefisien determinasi
menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan wajib Pajak badan
dipengaruhi pelaksanaan
pemeriksaan pajak sebesar
69,1%.
35
KPP
Tujuan
Pemeriksaan Pajak
Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak
(X)
Objektif dan
Profesional
Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
(Y)
Dimensi dari Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak:
Pedoman Umum
Pemeriksaan
Pedoman Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak
Pedoman Laporan
Pemeriksaan Pajak
Erly Suandy (2011:216)
Dimensi dari Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan:
Patuh Terhadap Kewajiban
Interim
Patuh Terhadap Kewajiban
Tahunan
Patuh Terhadap Ketentuan
Materil dan Yuridis Formal
Erly Suandy (2011:97)
Hipotesis:
Pelaksanaan pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
36
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dan dukungan teori yang ada
maka diajukan hipotesis penelitian yaitu “Pelaksanaan pemeriksaan pajak
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan”.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian yang Digunakan
3.1.1 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Objek penelitian
dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak dan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees yang bertempat di Jl. Ibrahim Adjie No. 372 Bandung. Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees merupakan instansi pemerintah yang mengurusi
penerimaan negara khususnya penerimaan pajak yang berada di bawah naungan
Kementerian Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana
pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak
badan.
3.1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode survey. Menurut
Sugiyono (2012:11) pengertian metode survey adalah:
“Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat
penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data
yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi
38
tersebut, sehingga ditemukan kejadian relatif, distribusi, dan hubungan
antar variabel, sosiologis maupun psikologis”.
Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif dan metode analisis asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang
akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran yang
terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel
yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2012:206) yang dimaksud dengan metode analisis
deskriptif adalah:
“Metode analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi”.
Sedangkan menurut Sugiyono (2012:207) penelitian asosiatif adalah:
“Merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua
variabel atau lebih. Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu
teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan
mengontrol suatu gejala”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.
Ada dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan wawancara, dan angket metode tertutup, di mana kemungkinan
pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan respon tidak diberikan
alternatif jawaban lain. Indikator-indikator untuk kedua variabel tersebut
kemudian dijabarkan oleh penulis menjadi sejumlah pertanyaan-pertanyaan
39
sehingga diperoleh data primer. Data ini akan dianalisis dengan menggunakan uji
statistika yang relevan untuk menguji hipotesis. Sedangkan teknik ukuran yang
digunakan yaitu teknik Skala Likert.
3.1.3 Model Penelitian
Model penelitian ini merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang
sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan
maka model penelitian ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 3.1 Model Penelitian
Bila dijabarkan secara matematis, maka hubungan dari variabel tersebut
adalah sebagai berikut:
Y = f (X)
Dimana:
Y = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
X = Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
f = Fungsi
Berdasarkan model penelitian di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan dipengaruhi oleh pelaksanaan pemeriksaan pajak.
Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
(Y)
Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak
(X)
40
3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.2.1 Definisi Variabel Penelitian
Sesuai dengan judul skripsi yaitu Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan
Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan, maka penulis melakukan
penelitian
dan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Yang menjadi variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan pemeriksaan pajak. Yang dimaksud dengan pemeriksaan
pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Yang menjadi variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini
adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Yang dimaksud dengan
kepatuhan Wajib Pajak badan adalah kemampuan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya dan melakukan hak perpajakannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Operasionalisasi varibel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep
yang dalam hal ini terdapat variabel-variabel yang langsung mempengaruhi dan
41
dipengaruhi, yaitu variabel yang dapat menyebabkan masalah-masalah lain terjadi
dan atau variabel yang situasi dan kondisinya tergantung variabel lain. Sesuai
dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan” maka terdapat dua variabel penelitian
yaitu:
1. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak sebagai variabel bebas (X)
2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan sebagai variabel terikat (Y)
Untuk mengukur variabel bebas dan terikat, dilakukan penyebaran angket
kepada sejumlah responden. Angket tersebut disusun berdasarkan indikator-
indikator yang digunakan untuk melihat apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak
memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Kedua variabel
penelitian dapat dijabarkan dalam beberapa dimensi dan indikator seperti
dijabarkan dalam tabel 3.1 dan 3.2 berikut ini:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Bebas (X)
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Variabel Konsep
Variabel
Dimensi Indikator Skala Instrumen
Pemeriksaan
Pajak
(X)
Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
menghimpun
dan
mengolah
data,
keterangan,
dan/atau
bukti yang
dilaksanakan
secara
objektif dan
1. Pedoman
umum
pemeriksaan
1. Pendidikan, pelatihan,
dan keterampilan
pemeriksa pajak.
2. Sikap jujur, tanggung
jawab, sopan, objektif,
dan profesional
pemeriksa pajak.
3. Pemeriksa pajak
menyusun Laporan
Pemeriksaan Pajak
berdasarkan temuan
hasil pemeriksaan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Kuesioner
No. 1
Kuesioner
No. 2
Kuesioner
No. 3
42
profesional
berdasarkan
suatu standar
pemeriksaan
untuk
menguji
kepatuhan
pemenuhan
kewajiban
perpajakan
dan/atau
untuk tujuan
lain dalam
rangka
melaksanaka
n ketentuan
peraturan
perundang-
undangan
perpajakan
Sumber:
Pasal 1 ayat
(25) Undang-
undang
Nomor 28
Tahun 2007
tentang
Perubahan
Ketiga atas
Undang-
undang
Nomor 6
Tahun 1983
tentang
Ketentuan
Umum dan
Tata Cara
Perpajakan
2. Pedoman
pelaksanaan
pemeriksaan
3. Pedoman
laporan
pemeriksaan
pajak
Sumber: Erly
Suandy
(2011:216)
yang dituangkan ke
dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan.
1. Melakukan persiapan
yang baik sesuai
dengan tujuan
pemeriksaan sebelum
melakukan
pemeriksaan.
2. Melakukan
pencocokan data,
pengamatan, dan tanya
jawab untuk
menentukan luas
pemeriksaan.
3. Memberikan pendapat
dan kesimpulan
berdasarkan pada
temuan yang kuat.
1. Laporan Pemeriksaan
Pajak disusun secara
ringkas dan jelas,
memuat ruang lingkup
sesuai dengan tujuan
pemeriksaan.
2. Laporan Pemeriksaan
Pajak dalam
pengungkapan
penyimpangan SPT
disusun dengan
memperhatikan Kertas
Kerja Pemeriksaan.
3. Laporan Pemeriksaan
Pajak didukung oleh
daftar yang lengkap
dan rinci sesuai dengan
tujuan pemeriksaan.
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Kuesioner
No. 4
Kuesioner
No. 5
Kuesioner
No. 6
Kuesioner
No.7
Kuesioner
No. 8
Kuesioner
No.9
43
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Terikat (Y)
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Variabel Konsep
Varia
bel
Dimensi Indikator Skala Instrumen
Kepatuh
an Wajib
Pajak
Badan
(Y)
Kepatuhan
Wajib Pajak
adalah suatu
keadaan
dimana Wajib
Pajak
memenuhi
semua
kewajiban
perpajakan
dan
melaksanakan
hak
perpajakannya
Sumber: Safri
Nurmantu
dalam Siti
Kurnia
Rahayu
(2010:138)
1. Patuh
terhadap
kewajiban
interim
2. Patuh
terhadap
kewajiban
tahunan
3. Patuh
terhadap
ketentuan
material
dan yuridis
formal
perpajakan
Sumber: Erly
Suandy
(2011:97)
1. Wajib Pajak melaporkan
SPT Masa PPN dengan
tepat waktu.
2. Wajib Pajak melaporkan
SPT Masa PPh dengan tepat
waktu.
3. Wajib Pajak membayar
angsuran pajak setiap bulan
dengan tepat waktu.
1. Wajib Pajak aktif
menghitung pajak
berdasarkan sistem self
assessment.
2. Untuk SPT PPh tahunan
Wajib Pajak badan
melakukan pelaporan pajak
paling lambat 4 bulan
setelah akhir tahun pajak.
3. Wajib Pajak tidak memiliki
tunggakan pajak atau
melunasi pajak terutang.
1. Mendaftarkan diri sebagai
Wajib Pajak.
2. Mengisi SPT dengan
lengkap dan benar sesuai
dengan besarnya pajak
terutang yang sebenarnya.
3. Wajib Pajak membayar atau
menyetor pajak yang
dipotong atau dipungut.
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Kuesioner
No. 10
Kuesioner
No. 11
Kuesioner
No.12
Kuesioner
No. 13
Kuesioner
No. 14
Kuesioner
No. 15
Kuesioner
No. 16
Kuesioner
No. 17
Kuesioner
No. 18
44
4. Wajib Pajak melakukan
pembukuan sesuai dengan
ketentuan yang telah
ditetapkan.
5. Wajib Pajak melakukan
pemungutan dan
pemotongan pajak.
6. Wajib Pajak mentaati
pemeriksaan pajak.
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Kuesioner
No. 19
Kuesioner
No. 20
Kuesioner
No. 21
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah pemeriksa pajak
yang melaksanakan pemeriksaan pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok
Jabatan Fungsional Pemeriksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees. Dengan jumlah populasi sebanyak 15 orang untuk pengisian angket.
Terdiri dari Seksi Pemeriksaan sebanyak 4 orang dan Kelompok Jabatan
Fungsional Pemeriksa sebanyak 11 orang.
3.3.2 Sampel
Untuk menentukan ukuran besarnya sampel, peneliti menggunakan rumus
dari Slovin yang dikutip Sevilla (1994) dalam Umar (2002:141) sebagai berikut:
Keterangan:
n = Sampel
N = Populasi
e = Taraf kesalahan atau nilai kritis
45
Pengambilan sampel dilakukan pada tingkat kepercayaan 85% atau nilai
kritis 15% dengan pertimbangan nilai kritis tersebut digunakan dalam penelitian
sebelumnya. Sesuai dengan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
n =
n = 11,2
Berdasarkan perhitungan tersebut maka sampel yang diambil dibulatkan
menjadi sebanyak 11 orang pemeriksa pajak.
3.3.3 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling
pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
probability sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling.
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel.
Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple
random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel
dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
46
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sebagian besar tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data yang
relevan, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penyusunan
skripsi ini yang menjadi sumber data penelitian adalah data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pemeriksa pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research). Maka sarana untuk memperoleh data
dan informasi tersebut adalah:
a. Wawancara
Penulis memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab secara
langsung untuk meminta keterangan mengenai hal yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
b. Angket
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari reponden adalah berbentuk angket. Jenis angket yang penulis gunakan
adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya.
Adapun alasan penulis menggunakan angket tertutup adalah:
- Angket tertutup memberikan kemudahan kepada responden dalam
memberikan jawaban.
- Angket tertutup lebih praktis.
47
- Keterbatasan waktu penelitian.
Dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari angket-angket tersebut
yang diajukan kepada responden, skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak ukur
untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan.
Menurut Sugiyono (2012:93), menyatakan bahwa:
”Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Hampir tidak pernah
e. Tidak pernah
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,
misalnya :
Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5
Setuju/sering/positif diberi skor 4
Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3
Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2
Sangat tidak setuju/tidak pernah/ diberi skor 1”.
Skala pengukuran semua variabel dalam penelitian adalah pengukuran
pada skala ordinal. Untuk kepentingan analisis data dengan korelasi dan regresi
linier sederhana yang mensyaratkan tingkat pengukuran variabel sekurang-
kurangnya interval, indeks pengukuran variabel ini ditingkatkan menjadi data
48
dalam skala interval melalui Methods Of Successive Interval (MSI) menurut
Riduwan dan Kuncoro (2007: 30) adalah sebagai berikut :
1. Menentukan berapa banyak orang yang mendapatkan skor 1, 2, 3, 4 dan 5
dari setiap butir pertanyaan pada kuesioner, yang disebut dengan frekuensi.
2. Membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden dan hasilnya
disebut dengan proporsi. Tentukan proporsi kumulatif.
3. Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, lakukan perhitungan
nilai t tabel untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh.
4. Menentukan nilai densitas untuk setiap nilai t yang diperoleh (dari tabel).
5. Menentukan Nilai Skala (NS) dengan menggunakan rumus:
Melalui persamaan berikut:
Skor = NS + | NSmin | +1
Menyiapkan pasangan data dari variabel independent dan dependent dari
semua sampel penelitian untuk pengujian hipotesis.
3.5 Metode Analisis yang Digunakan
3.5.1 Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang dibaca, dipahami, dan diinterprestasikan. Data yang akan dianalisis
merupakan data hasil penelitian lapangan, kemudian penulis melakukan analisis
untuk menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji
statistika, karena merupakan metode analisis data yang efisien dan efektif dalam
49
suatu penelitian. Untuk menguji X dan Y, maka analisis yang digunakan
berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata ini
didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian
dibagi dengan jumlah responden.
Rumus rata-rata (mean) yang dikutip dari Sugiyono (2012:43) adalah
sebagai berikut:
Untuk variabel X: Untuk variabel Y:
Me = Me =
Keterangan:
Me = Rata-rata (mean)
∑ = Sigma (jumlah)
Xi = Nilai X ke-i sampai ke-n
Yi = Nilai Y ke-i sampai ke-n
n = Jumlah responden
Persamaan rata-rata (mean) di atas merupakan teknik penjelasan kelompok
didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata ini didapat dengan
menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi
dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut.
Setelah didapat rata-rata dari masing-masing variabel, kemudian
dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai terendah
dan tertinggi dari hasil angket. Nilai terendah dan tertinggi itu masing-masing
50
diambil dari banyaknya pernyataan dalam angket dikalikan dengan skor terendah
yaitu 1 (satu) dan nilai tertinggi yaitu 5 (lima) dengan menggunakan Skala Likert.
Teknik Skala Likert dipergunakan dalam melakukan pengukuran atas jawaban
dari pertanyaan yang diajukan kepada responden penelitian dengan cara
memberikan skor pada setiap item jawaban.
Menurut Sudjana (2005:47) menyatakan bahwa:
“a. Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil.
b. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas sering
biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas. Cara
lain cukup bagus untuk n berukuran besar n 200 misalnya, dapat
menggunakan aturan Sturges, yaitu:
banyak kelas = 1 + (3,3) log n.
c. Tentukan panjang kelas interval p.
p = ”.
Atas dasar hal tersebut, maka untuk variabel X diperoleh nilai terendahnya
(1x9) = 9, dan nilai tertingginya adalah (5x9) = 45, maka kelas interval sebesar
7,2 ((45-9)/5). Maka dengan demikian untuk menilai pelaksanaan pemeriksaan
pajak (X), penulis tentukan sebagai berikut:
9 – 16,2 untuk kriteria “Tidak Memadai”
16,3 – 23,4 untuk kriteria “Kurang Memadai”
23,5 – 30,6 untuk kriteria “Cukup Memadai”
30,7 – 37,8 untuk kriteria “Memadai”
37,9 – 45 untuk kriteria “Sangat Memadai”
Selanjutnya untuk menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y)
caranya sama dengan penilaian untuk variabel X. Nilai terendah dari variabel Y
adalah (1x12) = 12 dan nilai tertingginya adalah (5x12) = 60, maka kelas interval
51
sebesar 9,6 ((60-12/5). Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka
kriteria untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak badan (Y) penulis tentukan sebagai
berikut:
12 – 21,6 untuk kriteria “Tidak Patuh”
21,7 – 31,2 untuk kriteria “Kurang Patuh”
31,3 – 40,8 untuk kriteria “Cukup Patuh”
40,9 – 50,4 untuk kriteria “Patuh”
50,5 – 60 untuk kriteria “Sangat Patuh”
3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian perlu diuji validitas dan
reliabilitas. Pengujian ini dilakukan agar pada saat penyebaran angket instrumen-
instrumen penelitian tersebut sudah valid dan reliable, yang artinya alat ukur
untuk mendapatkan data sudah dapat digunakan.
1. Pengujian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
alat ukur atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Alat yang
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan
sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah.
52
Untuk menghitung korelasi pada uji validitas menggunakan metode
Product Moment Pearson, menurut Sugiono (2012:276) dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
r = Koefisien validitas butir pertanyaan yang dicari
n = Banyaknya koresponden
X = Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item
Y = Skor total yang diperoleh dari seluruh item
∑X = Jumlah Skor dalam distribusi X
∑Y = Jumlah Skor dalam distribusi Y
∑X² = Jumlah kuadrat masing-masing X
∑Y² = Jumlah kuadrat masing-masing Y
Sugiyono (2012:188) menyatakan bahwa:
“Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta
korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap
memenuhi syarat adalah kalau r = 0,30”.
Jadi jika korelasi antara skor butir dengan skor total kurang dari 0,30 maka
butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
2. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability. Pengukuran
yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel
(reliable). Meskipun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti
keterpercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun ide
53
pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode Cronbach’s Alpha (α) menurut Ghozali (2007:40) dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
α = Koefisien reliabilitas instrumen Cronbach’s Alpha
n = Jumlah butir pernyataan
S2 = Varian skor secara keseluruhan
Jumlah varian dicari terlebih dahulu dengan cara mencari nilai varian tiap
butir dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
S = Varian
X = Nilai skor yang dipilih
n = Jumlah sampel
Menurut Ghozali (2007:42) suatu kontrak atau variabel dikatakan reliable
jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,70.
54
3.5.3 Uji Normalitas Data
Dalam penelitian ini, uji yang dilakukan merupakan regresi linier
sederhana. Dalam menggunakan analisis regresi ini, ada syarat yang harus
terpenuhi. Data yang digunakan dalam analisis regresi sederhana harus
berdistribusi normal.
Dalam pengujian normalitas data, ada beberapa cara yang bisa digunakan.
Salah satu diantaranya adalah uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov. Uji ini sering
digunakan dalam penelitian untuk menguji normalitas data.
Menurut Singgih Santoso (2012:393), dasar penentuan keputusan dalam
pengujian Kolmogorov-Smirnov adalah nilai probabilitas (significance), yaitu:
a. Jika nilai probabilitas < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.
b. Jika nilai probabilitas > 0.05 maka data berdistribusi normal.
3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Rancangan uji hipotesis untuk mengetahui korelasi dari dua variabel yang
diteliti, dalam lingkup penelitian pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dilakukan secara statistika.
Setelah penulis melakukan analisis data lapangan kemudian dilakukan
penghitungan dari hasil angket agar analisis yang dilakukan dapat lebih teruji dan
diandalkan.
Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis ini dimulai dengan
menetapkan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha), penetapan tingkat
signifikan, pemilihan tes statistika dan penghitungan nilai statistika, dan
55
penetapan kriteria pengujian. Untuk mengetahui lebih lebih lanjut langkah-
langkah yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Penetapan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (Ha)
Penetapan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel di
atas. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha),
sedangkan untuk keperluan analisis statistika hipotesisnya berpasangan antara
hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) dengan hipotesis statistika pada
penelitian ini adalah:
H0 : β = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
Ha : β ≠ 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
2. Penetapan Tingkat Signifikansi
Tingkat signifikansi (level of significance) adalah tingkat probabilitas yang
ditentukan oleh peneliti untuk membuat keputusan menolak atau mendukung
hipotesis. Tingkat signifikansi menunjukkan probabilitas kesalahan yang dibuat
peneliti untuk menolak atau mendukung hipotesis.
Tingkat signifikansi (level of significance) yang dipilih dalam penelitian
ini adalah sebesar 5% (α = 0,05). Kriteria keputusan berdasarkan tingkat
signifikansi sebesar 5% menunjukkan bahwa keputusan yang dibuat peneliti untuk
menolak atau mendukung suatu hipotesis mempunyai probabilitas kesalahan
56
sebesar 5%. Tingkat signifikansi sebesar 5% ini dipilih oleh peneliti karena dinilai
cukup ketat untuk mewakili pengaruh variabel yang satu terhadap variabel yang
lainnya dan merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam
penelitian ilmu sosial.
3. Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Nilai Tes Statistik
Untuk mengetahui arah hubungan dan seberapa besar pengaruh
pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan,
maka pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana.
Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat
parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran
sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Persamaan umum regresi
linier sederhana menurut Sugiyono (2012:270) adalah:
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Subjek dalam variabel dependent yang diprediksikan
a = Harga Y, ketika harga X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatkan ataupun penurunan variabel dependent yang didasarkan
pada perubahan variabel independent
X = Subjek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu
Nilai a dan b dapat dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan:
22
2
)(
)(
XXn
XYXXYa
22 )( XXn
YXXYnb
57
Y = Taksiran nilai X untuk harga Y yang diketahui
X = Taksiran nilai Y untuk harga X yang diketahui
a dan b = Harga konstanta berdasarkan kumpulan data atau sampel yang
digunakan sebagai bahan penelahaan
Analisis ini diawali dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel
menggunakan korelasi Product Moment Pearson yang digunakan untuk mencari
hubungan dua variabel dan membuktikan hipotesis bila data kedua variabel
berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari kedua variabel atau lebih
adalah sama. Perhitungan koefisian korelasi dapat dilakukan sebagai berikut:
Keterangan:
r = Korelasi antara variabel X dan variabel Y
∑X = Jumlah variabel X
∑Y = Jumlah variabel Y
Besarnya koefisien korelasi adalah –1 ≤ r ≤ 1, dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Jika r = -1 atau mendekati –1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel
kuat dengan arah berlawanan atau negatif.
b. Jika r = 1 atau mendekati 1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel
kuat dengan arah searah atau positif.
c. Jika r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat
lemah atau tidak ada hubungan sama sekali.
Sebagai bahan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan
besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan berikut ini:
58
Tabel 3.3
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2012:250)
Selanjutnya dapat dihitung koefisien determinasi untuk menentukan
seberapa besar persentase pengaruh variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak)
terhadap variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Menurut Sugiyono
rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Kd = R2 x 100%
Di mana: Kd = Koefisien determinasi
R
= Koefisien korelasi
4. Penetapan Kriteria Pengujian
Setelah dilakukan analisis dan pengolahan data dengan software SPSS
(Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows, dilakukan statistika
uji t terhadap hipotesis. Adapun kaidah keputusan atau kriteria pengujian yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:
- Jika thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan
pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0
ditolak dan Ha diterima.
59
Jika thitung < ttabel, maka tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan
pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0 diterima
dan Ha ditolak.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Sejak zaman penjajahan Belanda, pemungutan pajak memang sudah
dilaksanakan dan ditangani oleh suatu badan yang bernama De Inspective
Finantien yang mengurus masalah pemungutan pajak dari rakyat secara paksa
berdasarkan Undang-undang kolonial Belanda yang berlaku pada saat itu dan
hasilnya digunakan untuk kepentingan penjajah.
Pada waktu penjajah Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 9 Maret
1942, maka nama De Inspective Finantien diganti menjadi Zaimuba yaitu suatu
badan di bawah pemerintahan Jepang yang mengurus masalah keuangan.
Namun, Zaimuba tidak bertahan lama karena Jepang menyerah kepada
sekutu. Pada saat kekosongan kekuasaan itu Indonesia telah memproklamasikan
kemerdekaan pada tangal 17 Agustus 1945, sehingga nama Zaimuba diganti
dengan Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Gedung Concerdia
(Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika Bandung. Inspeksi Keuangan Bandung
tersebut meliputi daerah Swantantra Tingkat II, Kota Praja Bandung, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Sumedang, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis serta Banjar.
61
Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I tanggal 17 Agustus 1947, pasukan
Belanda menguasai wilayah Bandung Utara, sedangkan pemerintah Indonesia
bertahan di sebelah selatan. Oleh karena itu, Inspeksi Keuangan Bandung
dipindahkan ke Soreang (Bandung Selatan). Adanya revolusi fisik yang
berkepanjangan, maka peperangan tidak dapat dihindari, hingga pada tanggal 18
Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militer II yang
menyebabkan berkobarnya perang sehingga keadaan kota Yogyakarta (saat itu
menjadi ibu kota RI), menjadi tidak aman akibat serangan Belanda. Untuk
mengatasi keadaan tersebut, maka dibentuklah suatu taktik di mana Inspeksi
Keuangan Bandung dipecah menjadi dua aliran, yaitu:
a. Aliran Cooperative
Aliran cooperative adalah aliran yang mau bekerja sama dengan Belanda,
yang berkedududkan di Soreang, Bandung.
b. Aliran Non Cooperative
Aliran non cooperative adalah aliran yang tidak mau bekerja sama dengan
Belanda, yang berkedudukan di Tasikmalaya.
Setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI, maka kantor
Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Tasikmalaya dipindahkan lagi
ke Bandung, yaitu di Jalan Raya Barat (sekarang Jalan Asia Afrika), tepatnya di
sebelah Hotel Homann atau di depan Kantor PU.
Dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk serta
meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat, maka pada tahun 1965, kantor
Inspeksi Keuangan Bandung (termasuk Inspeksi Keuangan lainnya di Indonesia),
62
diganti menjadi Inspeksi Pajak Bandung yang berada di bawah Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI, di mana Kantor Inspeksi Pajak
Bandung dipecah menjadi:
1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung
Dengan daerah wewenangnya meliputi daerah Swantantra Tingkat II, serta
Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis di mana kantor tersebut
berkedudukan di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung. Pada tahun 1967 Kantor
Inspeksi Pajak Bandung di pecah lagi menjadi:
a. Kantor Inspeksi Pajak Bandung yang meliputi Kota Praja Bandung,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang.
b. Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya yang meliputi Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Banjar.
2. Kantor Inspeksi Pajak Karawang
Dengan daerah wewenangnya meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang di mana kantor tersebut berkedudukan di
Karawang.
Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung di
pecah menjadi 2 inspeksi pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan
RI nomor: KEP-141/KMK/1979, di mana pembagian wilayah Inspeksi Pajak
Bandung menjadi:
1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur yang bertempat di Jalan Asia Afrika
No. 114 Bandung.
63
2. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat yang bertempat di Jalan Soekarno
Hatta No.118 Bandung.
SK.MENKEU RI No. 297/KMK/1989 memutuskan bahwa mulai tanggal 1
April 1989 seluruh Kantor Inspeksi Pajak yang berada di Indonesia yang mana di
ubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan di Bandung sendiri dipecah
menjadi 4 kantor pelayanan pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Timur, Jalan Kiaracondong No. 372.
2. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah, Jalan Purnawarman No. 21.
3. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat, Jalan Soekarno Hatta No. 118.
4. Kantor Pelayanan Pajak Cimahi, Jalan Ria No. 1.
Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri keuangan RI nomor :
KEP-94/KMK/1994 tanggal 29 Maret 1994, Kantor Pelayanan Pajak tersebut
berubah menjadi:
1. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees.
2. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying.
3. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegalega.
4. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Bojonegara.
5. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cimahi.
Selanjutnya pada tahun 2007 diterapkan moderenisasi sistem administrasi
perpajakan sehingga seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tersebut menjadi
kantor pajak modern yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pratama adalah
sebagai berikut:
64
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegalega.
4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bojonegara.
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cimahi.
Dalam menjalankan peranannya sebagai instansi pemerintah, Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai visi dan misi yang
menginduk kepada visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut:
a. Visi
Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu menjadi model pelayanan
masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas
dunia yang terpercaya dan dibanggakan masyarakat.
b. Misi
Misi Fiskal yaitu menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak
yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan
undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang
tinggi.
Misi Ekonomi yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam
mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang
minimizing distortion.
Misi Politik yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa.
65
Misi Kelembagaan yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan
aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi
perpajakan mutakhir.
Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu
memungut pajak kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan.
Pajak dipungut oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk mencapai target penerimaan
yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak. Dalam melakukan pemungutan, Kantor
Pelayanan Pajak menggunakan asas pelayanan yaitu keterbukaan, kesederhanaan,
kepastian, keadilan, keamanan, dan kenyamanan.
Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah
melakukan koordinasi evaluasi dan pengendalian di bidang tata usaha pada sub
bagian umum, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak,
pengolahan data dan informasi, penetapan, penerimaan, penagihan, penyelesaian
keberatan dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, serta pembinaan
kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan teknis.
4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees
4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees
Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur pelaksana Dirjen Pajak yang berada
di bawah Kantor Wilayah (Kanwil) dan bertanggung jawab langsung kepada
Kanwil. Sebagaimana instansi-instansi pemerintah lainnya, Kantor Pelayanan
66
Pajak mempunyai struktur organisasi di mana struktur organisasi tersebut
merupakan sarana untuk pembagian kerja sesuai dengan bidangnya sehingga
diharapkan dapat mencapai tujuan dan memudahkan proses kegiatan yang
dilaksanakan.
Kantor Pelayanan Pajak dipimpin oleh seorang kepala kantor yang
bertugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah
wewenangnya yang meliputi luas daerah, kedudukan tempat Wajib Pajak dan
daerah tertentu di mana pelaksanaan tersebut berdasarkan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah salah satu unit
instansi vertikal Departemen Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Barat I.
Dengan berlakunya surat keputusan menteri keuangan RI nomor : KEP-
443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor
Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan, maka susunan organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees adalah sebagai berikut:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
2. Subbagian Umum.
67
3. Seksi Pelayanan.
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV.
5. Seksi Pemeriksaan.
6. Seksi Penagihan.
7. Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
8. Seksi Ekstensifikasi.
9. Kelompok Jabatan Fungsional.
4.1.1.2.2 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees
Deskripsi jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
adalah sebagai berikut:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Mempunyai tugas untuk memimpin Kantor Pelayanan Pajak dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan dalam pemungutan secara langsung,
melaksanakan ketetapan pajak, pemungutan pajak yang dibantu oleh seksi
yang membawahkannya.
2. Subbagian Umum
Mempunyai tugas mengurus di bidang kepegawaian, urusan rumah tangga
kantor dan keuangan serta pengaturan kegiatan tata usaha di lingkungan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
68
3. Seksi Pelayanan
Terdiri atas dua bagian yaitu bagian pelayanan dan bagian Tempat Pelayanan
Terpadu (TPT). Bagian pelayanan bertugas sebagai penata usaha surat masuk
dan laporan dari Wajib Pajak, penerbitan produk hukum serta menjawab
konfirmasi pajak. Sedangkan bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
bertugas sebagai penerima laporan pajak dari Wajib Pajak, pelayanan NPWP,
serta penerimaan surat masuk dari Wajib Pajak.
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai empat Seksi
Pengawasan dan Konsultasi yang masing-masing membawahi kecamatan
tertentu. Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertugas sebagai konsultan teknik
di bidang pajak, melakukan himbauan pada Wajib Pajak dan pengawasan atas
kepatuhan Wajib Pajak. Seksi Pengawasan dan Konsultasi juga melakukan
kegiatan intensifikasi Wajib Pajak, pembuatan profil Wajib Pajak dan
melakukan proses permohonan terhadap Wajib Pajak.
5. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan bertugas melakukan koordinasi dan persiapan dalam
rangka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak baik berupa pemeriksaan
sederhana kantor ataupun pemeriksaan lapangan. Seksi Pemeriksaan juga
bertugas membuat produk hukum hasil pemeriksaan dan membuat laporan
hasil pemeriksaan pajak.
69
6. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan bertugas melakukan penatausahaan terhadap surat ketetapan
ataupun surat tagihan pajak, melakukan tindakan penagihan dan penyitaan
terhadap Wajib Pajak. Menjawab konfirmasi data tunggakan pajak dan
pelaksanaan lelang.
7. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membentuk bank data,
penatausahaan alat keterangan, menyusun rencana penerimaan pajak
berdasarkan potensi pajak, perkembangan ekonomi dan keuangan, membuat
laporan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, serta penanggung jawab
teknis atas sistem informasi dan komputerisasi perpajakan.
8. Seksi Ekstensifikasi
Seksi Ekstensifikasi bertugas melakukan pendataan objek Pajak Bumi dan
Bangunan, melakukan penelitian terhadap nilai objek pajak, melakukan
kegiatan ekstensifikasi terhadap Wajib Pajak, melakukan proses mutasi Pajak
Bumi dan Bangunan serta melakukan pembetulan Pajak Bumi dan Bangunan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat fungsional terdiri atas pejabat fungsional pemeriksa dan pejabat
fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala
kantor. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksa
berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan pejabat fungsional penilai
berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.
70
4.1.1.3 Aspek-aspek Kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees
Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu
memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak, dengan
memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak untuk dalam melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan prosedur dan tata
kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, aktivitas-
aktivitas yang dilakukan antara lain:
a. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
melalui prosedur yang mudah dan sistematis.
b. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data
informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan
konsultasi, dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
c. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak
pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan
mencari, mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain dalam
rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan
kegiatan penata usahaan dan lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan
penghitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan
pembayaran masa PPh, PPN, dan pajak tidak langsung lainnya.
d. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
71
4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karess
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan
pemeriksaaan pajak pada dasarnya untuk menguji kebenaran formal dan material
dari pembukuan Wajib Pajak sebagaimana dicantumkan dalam Surat
Pemberitahuan dan meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang
bersangkutan telah dilaksanakan dan telah memenuhi ketentuan yuridis fiskal
yang berlaku.
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, dan mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lainnya dalam
rangka pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung
Karees maka adapun tata cara dalam proses pelaksanaan pemeriksaan pajak antara
lain:
1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus berdasarkan pedoman pemeriksaan
pajak.
2. Melaksanakan pemeriksaan pajak.
3. Membuat laporan pemeriksaan pajak.
1. Pedoman Pemeriksaan Pajak
Pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan pada KPP
Pratama Bandung Karees harus didasarkan pada pedoman pemeriksaan yang
72
meliputi pedoman umum pemeriksaan, pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan
pedoman laporan pemeriksaan. Adapun pedoman pemeriksaaan pajak pada KPP
Pratama Bandung Karees sebagai berikut:
a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak
Di dalam pedoman ini pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan
oleh pemeriksa pajak (fiskus) yang telah mendapat pendidikan teknis yang cukup
dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam melaksanakan
tugasnya, pemeriksa pajak yang ditunjuk telah memenuhi semua persyaratan
penunjukan pejabat atau petugas yang berwenang melakukan pemeriksaan.
Persyaratan tersebut antara lain:
a. Pemeriksa pajak berlatar belakang pendidikan sarjana;
b. Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pemeriksaan di bidang perpajakan.
Di samping itu, pemeriksa harus bekerja jujur, bertanggung jawab, penuh
pengabdian, bersifat independen, objektif dan lugas serta wajib menghindarkan
diri dari perbuatan tercela. Artinya dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak
harus bekerja dengan jujur tidak ada penyalahgunaan wewenang, hasil
pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak dapat dipertanggungjawabkan oleh
pemeriksa dan dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak penuh pengabdian
kepada negara dalam rangka menghimpun penerimaan pajak yang diterima.
Pemeriksa juga harus bersifat independen (mandiri) dalam menjalankan tugas
73
pemeriksaan, artinya kedudukan pemeriksa bebas dari pengaruh orang yang
merupakan bagian dari objek pemeriksaan dalam hal ini adalah Wajib Pajak.
Selain jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, dan bersifat independen,
pemeriksa pajak juga harus bertindak objektif dan lugas. Objektif dapat diartikan
bahwa pemeriksa pajak tidak ikut terlibat dalam aktivitas objek yang diperiksa
(Wajib Pajak), sedangkan lugas dapat diartikan bahwa pemeriksa pajak
melaporkan hasil temuan pemeriksaan pajak apa adanya tanpa berusaha menutupi
faktor yang ada atau mempunyai motif tertentu atau ada kepentingan pribadi.
Penerapan pedoman umum pemeriksaan adalah berupa pemeriksaan yang
harus dilakukan pemeriksa pajak dengan menggunakan keahliannya secara cermat
dan seksama serta memberikan gambaran sehingga dapat terlihat dengan jelas
apakah Wajib Pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakannya dan memberikan
gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak.
Hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP),
sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak. Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) adalah sarana atau media untuk melaporkan atau menuangkan
hasil pemeriksaan Wajib Pajak.
b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus didahului dengan persiapan
pemeriksaan pajak yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dengan
pengawasan yang seksama. Tahapan kegiatan persiapan pemeriksaan meliputi:
a. Membuat susunan tim pemeriksa.
b. Membuat daftar Wajib Pajak yang akan diperiksa.
74
c. Menyiapkan berkas Wajib Pajak, berkas Wajib Pajak disiapkan berdasarkan
Wajib Pajak yang akan diperiksa dan telah disusun oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Karees.
Pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak mempunyai tahapan
pemeriksaan yang telah ditentukan. Adapun tahapan-tahapan untuk menentukan
luas pelaksanaan pemeriksaan pajak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari berkas Wajib Pajak
- Mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib Pajak dan
berkas data.
- Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah
mempelajari data, SPT, dan laporan keuangan Wajib Pajak dan
menuangkannya ke dalam Kerta Kerja Pemeriksaan (KKP).
b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak
- Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa dengan
laporan keuangan tahun sebelumnya.
- Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan hasil
analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang cukup
material.
- Memperlihatkan perkiraan-perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan sifat
dan jenis usahanya.
- Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui dari analisis
tersebut dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
c. Mengidentifikasi masalah
75
- Mempelajari masalah-masalah dalam berkas Wajib Pajak, SPT, laporan
keuangan dan data atau informasi lainnya.
- Membuat catatan mengenai masalah-masalah tersebut dan menuangkannya
ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
d. Memuktahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
Berdasarkan data atau fakta informasi yang diperoleh maka pemeriksa
menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang dibuat pada tahap
persiapan pemeriksaan.
e. Melakukan pemeriksaan terhadap catatan dan dokumen
- Memeriksa catatan dan dokumen yang berpedoman pada program
pemeriksaan yang telah disusun.
- Dari temuan tersebut selanjutnya dilakukan penilaian dengan
memperhatikan berbagai faktor perbandingan yang sejenisnya, bukti-bukti
yang menunjukkan adanya penyimpangan, sifat dari penyimpangan apakah
ada unsur kesengajaan atau tidak, pengaruh dari penyimpangan tersebut atas
jumlah penghasilan kena pajak.
- Apabila dalam pemeriksaan adanya bukti tindak pidana di bidang
perpajakan, maka pemeriksa harus segera melaporkan hasil temuan tersebut
kepada atasannya untuk diperoses lebih lanjut.
f. Melakukan konfirmasi dengan pihak ketiga
- Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.
- Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.
76
g. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak
- Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak.
- Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.
- Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atas permintaan
penjelasan lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan.
Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak yang nantinya akan dituangkan
dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) harus berdasarkan pada bukti yang kuat
tentang ada atau tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak
Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu
dengan menyusun laporan pemeriksaan pajak. Dalam pelaksanaan pemeriksaan
pajak, pembuatan laporan itu merupakan suatu keharusan. Laporan ini
mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan
ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan.
Laporan pemeriksaan dilaksanakan oleh fiskus harus melalui pembahasan
terlebih dahulu sampai pada laporan final. Untuk itu harus dibuat konsep laporan
pemeriksaan dengan cara penyusunan sebagai berikut:
a. Umum
Memuat keterangan-keterangan mengenai:
- Identitas Wajib Pajak.
77
- Pemenuhan kewajiban pajak.
- Gambaran kegiatan Wajib Pajak.
- Penugasan dan alasan pemeriksaan.
- Data atau informasi yang tersedia.
- Data lampiran, misalnya SPT Tahunan.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan
Memuat penjelasan secara lengkap mengenai:
- Pos-pos yang diperiksa.
- Penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa.
- Temuan-temuan pemeriksa.
c. Hasil Pemeriksaan
Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan Wajib
Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai besarnya
pajak-pajak yang terutang.
d. Kesimpulan dan Usul Pemeriksa
Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara pajak-
pajak yang terutang berdasarkan laporan Wajib Pajak dengan hasil
pemeriksaan, data atau informasi yang diproduksi dan usul-usul pemeriksa.
Laporan pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan Surat Pemeberitahuan harus memperhatikan:
a. Berbagai faktor perbandingan
Maksudnya, perbandingan pemeriksaan dapat dilihat dari pajak terutang atau
elemen-elemen yang ada dalam Surat Pemberitahuan, dianalisis dan
78
diungkapkan penyimpangannya, misalnya usaha dari Wajib Pajak
dibandingkan dengan usaha sejenisnya apakah terjadi penyimpangan.
b. Nilai absolut dari penyimpangan
Maksudnya, nilai absolut adalah nilai pasti dari laporan Surat Pemberitahuan
apabila terjadi penyimpangan harus diungkapkan berapa penyimpangannya.
c. Sifat dari penyimpangan
Maksudnya, apabila penyimpangan itu akibat faktor sengaja atau tidak
sengaja, salah tulis atau salah hitung atau salah penerapan sanksi.
d. Bukti atau petunjuk adanya penyimpangan
Maksudnya, hal apapun yang terjadi dalam penyimpangan harus ada bukti
yang kuat.
e. Pengaruh penyimpangan
Maksudnya, apabila ada penyimpangan maka akan berpengaruh pada pajak
terutang lainnya.
f. Hubungan dengan permasalahan lainnya
Apabila terjadi penyimpangan misalnya selisih dari omset Pajak Penghasilan
terhadap Pajak Pertambahan Nilai apakah sama atau tidak.
Laporan pemeriksaan telah didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci
sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya daftar lengkap dari Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP).
79
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung
Karees maka adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan
pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan sebagai berikut:
a. Pelajari pengisian SPT Wajib Pajak badan, apakah sudah diisi dengan
lengkap dan berkas induknya lengkap.
b. Hitung kembali penghitungan menurut SPT Wajib Pajak badan mengenai:
- Peredaran usaha
- Harga Pokok Penjualan (HPP)
- Laba kotor
- Biaya-biaya
- Pendapatan di luar usaha
- Laba bersih
- Untuk pembukuan dikurangi kompensasi kerugian
- Penghasilan Kena Pajak
- PPh terutang
- PPh kurang/lebih bayar
- Kredit Pajak:
PPh yang dipotong atau dipungut pihak ketiga: PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 (apabila Wajib Pajak badan yang
memiliki penghasilan dari Luar Negeri).
PPh yang dibayarkan sendiri: PPh Pasal 25 (angsuran bulanan), STP
(Surat Tagihan Pajak) PPh Pasal 25 yang pokoknya saja, fiskal luar
80
negeri, PPHTB (Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan)
untuk Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya tidak menjual tanah dan
bangunan.
c. Bandingkan dengan peredaran usaha, harga pokok, biaya, PPh, dan kredit
pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi atau neraca.
d. Pastikan untuk laporan laba rugi telah dilakukan koreksi fiskal oleh Wajib
Pajak badan.
e. Hitung kembali penghitungan menurut pemeriksa dari data SPT Wajib Pajak
badan beserta tarif pajak yang benar.
f. Untuk PPh yang dibayar, pastikan jumlah kredit pajak telah disajikan dalam
neraca sisi aktiva dan PPh badan yang menggunakan pembukuan, PPh
terutang akhir tahun telah disajikan dalam neraca sisi pasiva.
g. Lakukan konfirmasi atas pembayaran PPh Pasal 25, STP Pokok Pasal 25 dan
lain-lain yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak badan.
3. Laporan Pemeriksaan Pajak
Setelah pemeriksaan pajak selesai dilaksanakan, maka pemeriksa pajak
membuat Laporan Pemeriksaan Pajak yang disusun berdasarkan data-data yang
terdapat dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). Laporan pemeriksaan yang
dibuat oleh pemeriksa pajak digunakan sebagai dasar penerbitan SKPKB,
SKPKBT, SKPN, SKPLB, dan STP.
Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung
Karees maka adapun prinsip dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak
sebagai berikut:
81
- Laporan Pemeriksaan Pajak harus dibuat terpisah dari Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP).
- Uraian tentang koreksi dalam Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara
jelass, terinci, dan ringkas.
- Uraian dan kesimpulan didukung oleh atasan dan bukti yang kuat tentang
adanya penyimpangan atas peraturan perundangan perpajakan.
- Koreksi yang menyangkut lebih dari satu tahun harus didukung oleh lampiran
yang lengkap dan terinci.
4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Patuh terhadap Kewajiban Interim
Kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban interim dapat dilihat atas dasar
kemampuan dan kemauan Wajib Pajak dalam melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pelaporan pajak
Pelaporan pajak yang dilakukan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah
ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak telah menetapkan batas penyampaian
82
pajak atau pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, batas pelaporan
atau penyampaian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
- Untuk SPT Masa, Wajib Pajak melakukan pelaporan pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
- Untuk SPT Tahunan, Wajib Pajak diwajibkan melakukan penyampaian
pajak selambat-lambatnya empat bulan setelah masa pajak tahun tersebut
berakhir atau tanggal 30 April tahun berikutnya.
b. Pembayaran pajak
Setiap Wajib Pajak diharuskan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Kantor Pelayanan Pajak menetapkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya. Sarana untuk membayar pajak adalah Surat
Setoran Pajak (SSP). Pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditentukan
oleh Kantor Palayanan Pajak, yaitu Kantor Pos dan Giro serta bank-bank
yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Patuh terhadap Kewajiban Tahunan
Kewajiban tahunan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak antara lain:
a. Menghitung pajak atas dasar self assessment system
Dalam hal ini pemerintah memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak terutang, yang ciri-cirinya yaitu:
- Wajib Pajak diberi wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang
pada Wajib Pajak itu sendiri.
83
- Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
- Fiskus dalam hal ini tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
b. Melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pada akhir tahun pajak
- Setelah SPT Tahunan diisi Wajib Pajak dengan benar, jelas, dan lengkap
serta Wajib Pajak telah menandatanganinya, maka Wajib Pajak
melaporkan SPT tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Jika yang mengisi dan menandatangani SPT orang lain bukan Wajib Pajak
maka harus melampirkan surat kuasa khusus.
- SPT wajib dilengkapi dengan lampiran yang telah ditentukan menurut
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
- SPT dilaporkan dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan tanda
bukti penerimaan SPT Tahunan dilaporkan selambat-lambatnya empat
bulan setelah masa pajak tersebut berakhir atau tanggal 30 April tahun
berikutnya.
c. Melunasi utang pajak
Dalam setiap pembayaran pajak, Wajib Pajak diharuskan membayar
kewajiban sesuai dengan pajak yang telah dihitung sebenar-benarnya atau
pajak yang dibayar minimal sama dengan jumlah pajak yang terutang (pada
masa pajak yang terutang dalam satu tahun). Apabila pajak yang dibayar
lebih kecil dari jumlah pajak yang terutang maka Wajib Pajak harus melunasi
utang pajaknya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
84
3. Patuh terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal
a. Ketentuan material
Wajib pajak mematuhi semua norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa
yang dikenakan pajak (tarif), segala sesuatu tentang timbulnya dan hapusnya
utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
b. Ketentuan yuridis formal
Wajib Pajak harus mematuhi semua ketentuan umum dan tata cara perpajakan
yang telah ditetapkan oleh Undang-undang No. 28 tahun 2007, misalnya
Wajib Pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
mestinya.
4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah
dirancang dalam bentuk angket benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti
telah dijelaskan pada metodologi penelitian bahwa untuk melihat valid tidaknya
suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai
koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total butir pernyataan,
apabila koefisien korelasinya lebih besar atau sama dengan 0,30 maka pernyataan
tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan
korelasi Product Moment Pearson (r) dengan bantuan software SPSS 20.0 for
Windows diperoleh hasil uji validitas sebagai berikut.
85
1. Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan
Item 1 0,529 0,30 Valid
Item 2 0,592 0,30 Valid
Item 3 0,509 0,30 Valid
Item 4 0,482 0,30 Valid
Item 5 0,741 0,30 Valid
Item 6 0,591 0,30 Valid
Item 7 0,526 0,30 Valid
Item 8 0,462 0,30 Valid
Item 9 0,584 0,30 Valid Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas
Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap
butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel X (pelaksanaan
pemeriksaan pajak) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
2. Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan)
Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan
Item 10 0,445 0,30 Valid
Item 11 0,650 0,30 Valid
Item 12 0,472 0,30 Valid
Item 13 0,482 0,30 Valid
Item 14 0,619 0,30 Valid
86
Butir Pertanyaan r rkritis Keterangan
Item 15 0,770 0,30 Valid
Item 16 0,450 0,30 Valid
Item 17 0,323 0,30 Valid
Item 18 0,626 0,30 Valid
Item 19 0,734 0,30 Valid
Item 20 0,424 0,30 Valid
Item 21 0,642 0,30 Valid Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas
Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap
butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel Y (tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
dirancang dalam bentuk angket dapat diandalkan, suatu alat ukur dapat diandalkan
jika alat ukur tersebut digunakan berulang kali akan memberikan hasil yang relatif
sama (tidak berbeda jauh). Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur
digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui koefisien reliabilitas dan
apabila koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,70 maka secara keseluruhan
pernyataan tersebut dinyatakan andal (reliabel). Berdasarkan hasil pengolahan
menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan bantuan software SPSS 20.0 for
Windows diperoleh hasil uji reliabilitas kuesioner masing-masing variabel sebagai
berikut.
87
1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Tabel 4.3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.843 9
Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel X
(pelaksanaan pemeriksaan pajak) sebesar 0,843 (Cronbach’s Alpha Coefficient)
dan lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa
semua butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat
disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel X
(pelaksanaan pemeriksaan pajak) sudah memberikan hasil yang konsisten.
2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.869 12
Dari tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel Y (tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan) sebesar 0,869 (Cronbach’s Alpha Coefficient) dan
lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua
88
butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat disimpulkan
bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel Y (tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan) sudah memberikan hasil yang konsisten.
4.1.5 Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data masing-masing
variabel berdistribusi normal atau tidak, uji normalitas data diperlukan untuk
penggunaan statistika parametrik termasuk analisis regresi. Berdasarkan hasil
pengolahan data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software
SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil uji normalitas sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pemeriksaan Pajak
Tingkat Kepatuhan WP
Badan
N 11 11
Normal Parametersa,b
Mean 2.2700 2.0732 Std. Deviation .58357 .55184
Most Extreme Differences Absolute .237 .186 Positive .188 .172 Negative -.237 -.186
Kolmogorov-Smirnov Z .786 .617 Asymp. Sig. (2-tailed) .567 .841
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Hasil pengolahan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov seperti terlihat
pada tabel 4.5 menunjukkan nilai signifikansi pada variabel X (pelaksanaan
pemeriksaan pajak) sebesar 0,567 dan pada variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib
Pajak badan) sebesar 0,841. Karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov
pada kedua variabel lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
89
kedua variabel berdistribusi normal, sehingga penggunaan analisis regresi linier
sudah merupakan keputusan yang tepat untuk menguji pengaruh pelaksanaan
pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
4.2 Pembahasan Penelitian
4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees
Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari sembilan (9)
butir pernyataan untuk variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), penulis
menentukan kriteria terhadap variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X)
berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh
adalah 45 (5 9) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 9 (1 9) dan
panjang kelas interval adalah sebesar 7,2 ((45-9)/5). Maka diperoleh kriteria yang
telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6
Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Rentang Nilai Kriteria
9 – 16,2 Tidak Memadai
16,3 – 23,4 Kurang Memadai
23,5 – 30,6 Cukup Memadai
30,7 – 37,8 Memadai
37,9 – 45 Sangat Memadai
Adapun tabulasi jawaban responden mengenai pelaksanaan pemeriksaan
pajak adalah sebagai berikut:
90
Tabel 4.7
Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
(X)
Responden Pernyataan
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 4 4 4 5 5 5 5 5 5 42
2 4 4 4 5 4 4 5 5 4 39
3 5 5 5 5 4 4 4 5 4 41
4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 34
5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 34
6 5 5 4 4 4 5 5 5 5 42
7 4 4 3 3 4 4 4 4 4 34
8 5 5 4 5 5 5 4 4 5 42
9 4 5 5 5 5 5 5 4 4 42
10 4 5 4 4 4 4 4 5 4 38
11 5 5 5 4 5 4 5 5 5 43
Jumlah 431
Sumber: Data primer yang telah diolah
Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai
pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean)
sebagai berikut:
Me =
Me =
Me = 39,18
Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden
pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk
dalam kriteria “Sangat Baik”. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar
39,18 berada pada interval (37,9 – 45) yang termasuk dalam kriteria “Sangat
Memadai”. Artinya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh sebagian besar fiskus
91
yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah sangat
memadai. Hal ini didukung oleh dimensi pedoman umum pemeriksaan, demensi
pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan dimensi pedoman laporan pemeriksaan.
Untuk lebih jelasnya tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan
skor dari jawaban yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut:
1. Dimensi Pedoman Umum Pemeriksaan
Tabel 4.8 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
pedoman pemeriksaan umum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees.
Tabel 4.8
Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
1 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
2 6 54,5 5 45,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
3 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 13
19
1
0
0
33
%
39,4
57,6
3,0
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
mayoritas setuju yaitu sebesar 57,6% atas ketiga butir pernyataan sebagai
indikator dari dimensi pedoman umum pemeriksaan, sisanya menyatakan sangat
setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi secara
keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak berdasarkan
pedoman umum pemeriksaan.
92
2. Dimensi Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
Tabel 4.9 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
pedoman pelaksanaan pemeriksaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
Tabel 4.9
Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
4 5 45,5 5 45,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
5 4 36,4 5 45,5 2 18,2 0 0,0 0 0,0 11 100
6 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 13
16
4
0
0
33
%
39,4
48,5
12,1
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
mayoritas setuju yaitu sebesar 48,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai
indikator dari dimensi pedoman pelaksanaan pemeriksaan, sisanya menyatakan
sangat setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 12,1%. Jadi
secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak
berdasarkan pedoman pelaksanaan pemeriksaan.
3. Dimensi Laporan Pemeriksaan Pajak
Tabel 4.10 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
pedoman laporan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
93
Tabel 4.10
Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
7 5 45,5 6 54,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
8 6 54,5 4 36,4 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
9 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 15
17
1
0
0
33
%
45,5
51,5
3,0
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
mayoritas setuju yaitu sebesar 51,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai
indikator dari dimensi pedoman laporan pemeriksaan pajak, sisanya menyatakan
sangat setuju sebesar 45,5% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi
secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak
berdasarkan pedoman laporan pemeriksaan pajak.
4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari dua belas (12)
butir pernyataan untuk variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y), penulis
menentukan kriteria terhadap variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y)
berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh
adalah 60 (5 12) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 12 (1 12) dan
94
panjang kelas interval adalah sebesar 9,6 ((60-12)/5). Maka diperoleh kriteria
yang telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.11
Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Rentang Nilai Kriteria
12 – 21,6 Tidak Patuh
21,7 – 31,2 Kurang Patuh
31,3 – 40,8 Cukup Patuh
40,9 – 50,4 Patuh
50,5 – 60 Sangat Patuh
Adapun tabulasi jawaban responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib
Pajak badan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12
Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan (Y)
Responden Pernyataan
Total 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 52
2 4 3 4 4 4 3 3 5 4 4 4 4 46
3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 53
4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 43
5 4 4 4 4 4 3 3 5 4 5 3 3 46
6 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 55
7 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 4 4 48
8 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 57
9 4 4 4 5 5 4 3 5 4 5 5 5 53
10 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 45
11 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 4 5 53
Jumlah 551 Sumber: Data primer yang telah diolah
95
Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees, maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) sebagai berikut:
Me =
Me =
Me = 50,09
Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden
pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk
dalam kriteria “Patuh”. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 50,09
berada pada interval (40,9 – 50,4) yang termasuk dalam kriteria “Patuh”. Artinya
sebagian besar Wajib Pajak badan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees sudah patuh. Hal ini didukung oleh dimensi patuh terhadap
kewajiban interim, dimensi patuh terhadap kewajiban tahunan, dan dimensi patuh
terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan. Untuk lebih jelasnya
tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan skor dari jawaban yang
berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut:
1. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Interim
Tabel 4.13 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees terhadap kewajiban interim.
96
Tabel 4.13
Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
10 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
11 1 9,1 5 45,5 5 45,5 0 0,0 0 0,0 11 100
12 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 5
23
5
0
0
33
%
15,2
69,7
15,2
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak badan telah melaporkan SPT Masa PPN dalam
jangka waktu tanggal 11 – 20 pada bulan berikutnya sebesar 81,8% dan
melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tanggal 7 – 13 pada bulan
berikutnya sebesar 45,5% dan tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya sebesar
45,5%. Sedangkan mayoritas responden menyatakan bahwa Wajib Pajak badan
melakukan pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada batas waktu yang
ditetapkan sebesar 81,8%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap kewajiban
interim.
2. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan
Tabel 4.14 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees terhadap kewajiban tahunan.
97
Tabel 4.14
Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
13 2 18,2 6 54,5 3 27,3 0 0,0 0 0,0 11 100
14 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
15 3 27,3 5 45,5 3 27,3 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 9
18
6
0
0
33
%
27,3
54,5
18,2
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
mayoritas setuju bahwa Wajib Pajak badan aktif dalam menghitung pajak
berdasarkan self assessment system sebesar 54,5% dan melaporkan SPT Tahunan
PPh dalam jangka waktu 3 – 4 bulan setelah akhir tahun sebesar 63,6%.
Sedangkan mayoritas responden menyatakan setuju bahwa Wajib Pajak badan
tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang setelah dilakukan
pemeriksaan pajak sebesar 45,5%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib
Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh
terhadap kewajiban tahunan.
3. Dimensi Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal
Tabel 4.15 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees terhadap ketentuan material dan yuridis formal.
98
Tabel 4.15
Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal
Nomor
Pernyataan
Skor Penilaian Total
5 4 3 2 1
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Resp. %
16 1 9,1 6 54,5 4 36,4 0 0,0 0 0,0 11 100
17 8 72,7 3 27,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
18 5 45,5 4 36,4 2 18,2 0 0,0 0 0,0 11 100
19 7 63,6 4 36,4 0 0,0 0 0,0 0 0,0 11 100
20 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
21 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 0,0 0 0,0 11 100
Jumlah 28
30
8
0
0
66
%
42,4
45,5
12,1
0,0
0,0
100
Sumber: Hasil pengolahan angket
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang
mayoritas setuju yaitu sebesar 45,5% atas keenam butir pernyataan sebagai
indikator dari dimensi patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal,
sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 42,4% dan yang menjawab ragu-ragu
sebesar 12,1%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap tetentuan
material dan yuridis formal.
Pada daftar kuesioner yang peneliti buat terdapat kelemahan pada
pernyataan nomor 10, 11, 12, 14, dan 21. Oleh karena itu, peneliti melakukan
wawancara untuk memperoleh informasi yang terkait dengan kelemahan
pernyataan-pernyataan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees menerapkan aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. Sistem
Informasi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu sistem informasi
administrasi perpajakan di lingkungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak modern
99
dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan
dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat.
Konsep dasar dari penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak
adalah adanya suatu pengelolaan berbagai data transaksi masukan Wajib Pajak
berupa pendaftaran, pelaporan, serta pembayaran pajak yang sifatnya terintegrasi
dengan menggunakan modul-modul utama administrasi perpajakan dan database
Kantor Pelayanan Pajak yang ada di dalam sistem informasi tersebut.
Selanjutnya sistem tersebut secara otomatis akan menghasilkan suatu
kasus untuk diproses pegawai terkait dengan skala prioritas yang ditetapkan
melalui sistem manajemen kasus (case management). Manfaat yang diperoleh
dengan adanya manajemen kasus adalah sebagai berikut:
- Standarisasi proses pengerjaan atau penanganan suatu kasus.
- Standarisasi dokumen keluaran.
- Merupakan panduan bagi pengguna dalam menangani suatu kasus.
- Memberikan notifikasi bila terdapat sesuatu yang harus dilakukan.
- Menyediakan kontrol dan pengawasan terhadap pengerjaan suatu kasus.
Di dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak terdapat aplikasi
meliputi sebagai berikut:
- Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan
perpajakan dan informasi perpajakan.
- Pengembangan knowledge base yang berisi petunjuk praktis tentang
beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan
pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari Wajib Pajak.
100
- Situs Intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana
komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju
program PK-PM dan MP3.
- Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur
Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual.
- Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3)
yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak.
- Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran Wajib Pajak
(memperoleh NPWP) secara online.
- Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pajak (SPT) secara online. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana
bagi Wajib Pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media
elektronik.
- Sistem Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu
smart map sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu
Nomor Objek Pajak (NOP).
Dengan adanya penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees maka fiskus dapat
menyusun profil Wajib Pajak, mengadministrasikan profil Wajib Pajak,
menyelesaikan permohonan Wajib Pajak, memonitoring Wajib Pajak,
pengawasan kepada Wajib Pajak, dan fiskus dapat mengetahui dengan pasti kapan
Wajib Pajak membayar pajak dan kapan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa dan
101
SPT Tahunan. Adapun penjelasan berdasarkan hasil wawancara untuk pernyataan
kuesioner nomor 10, 11, 12, 14, dan 21 adalah sebagai berikut:
Pada pernyataan kuesioner nomor 10 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,
pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 – 10 pada bulan berikutnya,
berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa
PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan
sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 11 – 20 pada bulan
berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan
SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat
dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah tanggal 21 – 30 pada bulan
berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan
SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat
dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah lebih dari tanggal 10
setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan
melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak
badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari
1 bulan setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib
Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka
Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.
Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPN
adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada
pilihan jawaban ketiga dalam jangka waktu tanggal 21 – 30 pada bulan berikutnya
yang memiliki kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak
102
terhadap pernyataan kuesioner nomor 10 bahwa sebagian besar Wajib Pajak
badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT
Masa PPN dalam jangka waktu tanggal 11 – 20 pada bulan berikutnya yang
artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melaporkan SPT Masa PPN.
Tanggal pelaporan SPT Masa PPN untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat
dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
Pada pernyataan kuesioner nomor 11 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,
pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 – 6 pada bulan berikutnya, berdasarkan
hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh.
Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 7 - 13 pada bulan berikutnya, berdasarkan
hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan
jawaban ketiga adalah tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka
waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan
jawaban keempat adalah tanggal 21 – 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka
waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan
jawaban kelima adalah lebih dari tanggal 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan
103
hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.
Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPh
adalah 20 hari setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada pilihan jawaban
ketiga dalam jangka waktu tanggal 14 – 20 pada bulan berikutnya yang memiliki
kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan
kuesioner nomor 11 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Masa PPh dalam
jangka waktu tanggal 7 – 13 pada bulan berikutnya dan tanggal 14 – 20 pada
bulan berikutnya yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dan cukup patuh
dalam melaporkan SPT Masa PPh.
Tanggal pelaporan SPT Masa PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat
dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
Pada pernyataan kuesioner nomor 12 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,
pilihan jawaban pertama adalah sebelum batas waktu yang ditetapkan,
berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran
pajak setiap bulan sebelum batas waktu yang ditetapkan maka Wajib Pajak badan
dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah pada saat batas
waktu yang ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan
membayar angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang ditetapkan
maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah
104
terlambat 1 hari dari waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara
apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 hari
dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan
cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah terlambat 1 minggu dari waktu
yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan
membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 minggu dari waktu yang telah
ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan
jawaban kelima adalah terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan,
berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran
pajak setiap bulan terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib
Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.
Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pembayaran angsuran pajak
setiap bulan untuk SPT Masa PPN adalah akhir bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN dilaporkan. Batas waktu pembayaran
angsuran pajak setiap bulan untuk SPT Masa PPh adalah tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak
terhadap pernyataan kuesioner nomor 12 bahwa sebagian besar Wajib Pajak
badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan
pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang telah
ditetapkan yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melakukan
pembayaran angsuran pajak setiap bulan.
Tanggal pembayaran angsuran pajak setiap bulan untuk setiap Wajib Pajak
tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem
105
Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees.
Pada pernyataan kuesioner nomor 14 memiliki lima pilihan jawaban yaitu,
pilihan jawaban pertama adalah 1 – 2 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh.
Pilihan jawaban kedua adalah 3 – 4 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan
jawaban ketiga adalah 5 – 6 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh.
Pilihan jawaban keempat adalah 7 – 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil
wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh.
Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan
hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam
jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh.
Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh
adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak yang terdapat pada pilihan jawaban
kedua dalam jangka waktu 3 – 4 bulan setelah akhir tahun yang memiliki kriteria
patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan kuesioner
nomor 14 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak
106
Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu 3 –
4 bulan setelah akhir tahun yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam
melaporkan SPT Tahunan PPh.
Tanggal pelaporan SPT Tahunan PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut
dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi
Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees.
Pada pernyataan kuesioner nomor 21 memiliki lima pilihan jawaban yaitu
selalu, sering, kadang-kadang, pernah, tidak pernah. Berdasarkan hasil wawancara
kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat dari terhadap Wajib Pajak badan yang
diperiksa harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak seperti Wajib
Pajak badan memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan dan dokumen
lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan
untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh
pemeriksa pajak.
4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Karees
Pada sub bab ini hipotesis konseptual yang sebelumnya diajukan akan
diuji dan dibuktikan dengan melakukan uji statistika. Hipotesis konseptual yang
diajukan adalah adanya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat
107
kepatuhan Wajib Pajak badan. Analisis statistika yang digunakan untuk menguji
hipotesis tersebut adalah analisis regresi linier sederhana.
Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat
parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran
sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Karena data hasil
penyebaran angket masih memiliki skala ordinal maka sebelumnya dilakukan
konversi data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan program MSI
(Method of Successive Interval).
1. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antar
variabel yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan
dicari hubungannya, yaitu hubungan antara variabel X (pelaksanaan pemeriksaan
pajak) dan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Berdasarkan hasil
pengolahan data menggunakan korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan
software SPSS 20.0 for Windows dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.16
Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak Badan
Correlations
Tingkat
Kepatuhan WP
Badan
Pemeriksaan
Pajak
Pearson Correlation Tingkat Kepatuhan WP Badan 1.000 .831
Pemeriksaan Pajak .831 1.000
Sig. (1-tailed) Tingkat Kepatuhan WP Badan . .001
Pemeriksaan Pajak .001 .
N Tingkat Kepatuhan WP Badan 11 11
Pemeriksaan Pajak 11 11
108
Pada tabel 4.16 di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi pelaksanaan
pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan adalah sebesar
0,831, jadi hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan yang diukur dengan koefisien korelasi adalah
sebesar 0,831. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang “Sangat Kuat” antara
pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Untuk mengetahui arah hubungan antara variabel X (pelaksanaan
pemeriksaan pajak) dengan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan)
apakah positif atau negatif dan untuk memprediksikan nilai dari variabel
dependent apabilai nilai independent mengalami kenaikan atau penurunan
digunakan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil regresi sebagai
berikut:
Tabel 4.17
Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .289 .410 .706 .498
Pemeriksaan
Pajak .786 .175 .831 4.483 .002
a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan WP Badan
Sumber : Data primer yang telah diolah
109
Berdasarkan tabel di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = 0,289 + 0,786 X
Di mana : Y = Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan
X = Pelaksanaan pemeriksaan pajak
Pada persamaan regresi tersebut dapat dilihat bahwa koefisien regresi
memiliki tanda positif yang berarti semakin baik pelaksanaan pemeriksaan pajak
maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan akan meningkat, sebaliknya apabila
pelaksanaan pemeriksaan pajak yang kurang baik akan membuat tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan menurun.
3. Pengujian Hipotesis
Untuk membuktikan apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh
signifikan terhadap terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan maka dilakukan
pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut:
H0 : β = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
Ha : β ≠ 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.
Dengan kriteria pengujian:
H0 ditolak jika thitung > ttabel
H0 diterima jika thitung < ttabel
110
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada tabel 4.17 dapat
dilihat nilai thitung dari variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah sebesar
4,483. Sedangkan ttabel pada tingkat signifikansi 5% ( = 0,05) dan derajat bebas
(n-2) = 9 adalah 2,262. Karena thitung (4,483) lebih besar dari ttabel (2,262), maka
pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak H0 sehingga Ha diterima,
artinya terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan. Hasil pengujian ini memberikan bukti empiris
bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
4. Koefisien Determinasi
Setelah diuji dan terbukti bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan,
selanjutnya akan dihitung seberapa besar persentase pengaruh pelaksanaan
pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Koefisien determinasi merupakan
koefisien yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel
independent terhadap perubahan variabel dependent. Nilai koefisien determinasi
yang diperoleh melalui hasil pengolahan menggunakan software SPSS 20.0 for
Windows disajikan pada tabel berikut:
111
Tabel 4.18
Koefisien Determinasi
Model Summary
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .831a .691 .656 .32350
a. Predictors: (Constant), Pemeriksaan Pajak
Sumber : Data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa nilai R adalah
sebesar 0,831 yang dikenal dengan istilah koefisien korelasi.
Kd = R2 x 100%
Kd = (0,831)2 x 100% = 69,1%
Koefisien determinasi sebesar 69,1% menunjukkan bahwa pelaksanaan
pemeriksaan pajak memberikan pengaruh sebesar 69,1% terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak badan. Sedangkan sisanya sebesar 30,9% merupakan
pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti seperti sistem administrasi
perpajakan, pelayanan, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak.
Sebagaimana yang telah dikemukan Siti Kurnia Rahayu (2010:140) pada Bab II
yaitu sebagai berikut:
“Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem
administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan
hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak”
112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis
mengenai pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees adalah “Sangat Memadai”. Hal tersebut berdasarkan rata-
rata jawaban responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel X yaitu 39,18
angka tersebut jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada
Bab III maka nilai rata-rata tersebut berada pada interval (37,9 – 45) yang
termasuk dalam kriteria “Sangat Memadai”. Hal ini didukung oleh dimensi
penelitian yaitu pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan
pemeriksaan pajak, pedoman laporan pemeriksaan pajak.
2. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees adalah “Patuh”. Hal tersebut berdasarkan rata-rata jawaban
responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel Y yaitu 50,09 angka tersebut
jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada Bab III maka
nilai rata-rata tersebut berada pada interval (40,9 – 50,4) yang termasuk
dalam kriteria “Patuh”. Hal ini didukung oleh dimensi penelitian yaitu patuh
terhadap kewajiban interim, patuh terhadap kewajiban tahunan, dan patuh
terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan.
113
3. Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,831 yang
diinterpretasikan “Sangkat Kuat”, kemudian untuk lebih meyakinkan hasilnya
dilakukan uji t dan didapat thitung > ttabel (4,483 > 2,262). Hal tersebut
membuktikan hipotesis penulis dapat diterima. Sedangkan koefisien
determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dipengaruhi oleh
pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan sisanya 30,9%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini
seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum
perpajakan, dan tarif pajak.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis tentang pelaksanaan
pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, penulis mencoba memberikan saran
yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memberikan masukan yang positif,
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Kinerja pelaksanaan pemeriksaan pajak agar dapat berperan dengan lebih
maksimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak badan dalam
114
memenuhi semua kewajibannya untuk membayar pajak yang dapat
meningkatkan penerimaan negara di bidang perpajakan.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian
ini, diharapkan ada penelitian lanjutan yang serupa di masa yang akan datang
untuk memperbaiki keterbatasan-keterbatasan tersebut. Untuk itu penulis
memberikan saran untuk peneliti selanjutnya yaitu:
- Penelitian ini hanya mengambil objek yang terbatas yakni hanya pada satu
Kantor Pelayanan Pajak, untuk peneliti selanjutnya populasi dan sampel
penelitian dibuat lebih banyak lagi agar dapat digenaralisasi permasalahan.
Menambah variabel independent lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian
ini seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum
perpajakan, dan tarif pajak.
115
DAFTAR PUSTAKA
Anjarini, Kusujarwati, (2012), Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam
Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Skripsi).
Anonim, (2012), Kesadaran Membayar Pajak Sangat Rendah, http://www.klik-
galamedia.com/kesadaran-membayar-pajak-sangat-rendah
Desca, Reni Priantini, (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pajak
Penghasilan, (Skripsi).
Ghozali, Imam, (2007), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Kurniawan, Iwan, dan Akbar, R. Jihad, (2013), Penerimaan Pajak di Bawah
Target APBN-P, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/379102-
penerimaan-pajak-di-bawah-target-apbn-p-2012
Manurung, Surya, (2013), Kompleksitas Kepatuhan Pajak,
http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak
Mardiasmo, (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta.
Rahayu, Siti Kurnia, (2010), Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek
Formal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Riduwan, dan Kuncoro, Engkos Achmad, (2007), Cara Menggunakan dan
Memakai Analisis (Path Analysis), CV. Alfabeta, Bandung.
Risyandi, Feby, (2012), Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penyeludupan Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, (Skripsi).
Santoso, Singgih, (2012), Panduan Lengkap SPSS Versi 20, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Setiawan, Feri Yusi, (2007), Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21, (Skripsi).
116
Simbolon, Maria W. Br., (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan,
(Skripsi).
Suandy, Erly, (2011), Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta.
Sudjana, (2005), Metode Statistika, Edisi Enam, PT.Tarsito, Bandung.
Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung.
Suhartono, Rudy, dan Ilyas, Wirawan B, (2010), Ensiklopedia Perpajakan,
Salemba Empat, Jakarta.
Umar, Husein, (2002), Metode Riset Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Waluyo, (2011), Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
______, (2012), Akuntansi Pajak, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta.
_________, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak.
_________, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.