Jalan FRENK!

54
Geometrik Jalan Raya 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan jalan raya yang pada mulanya dari berupa bekas jejak berubah menjadi jalan raya modern. Jalan dibuat karena manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jejak jalan tersebut berfungsi sebagai penuntun arah dan menjadikan jejak jalan semakin melebar. Kemudian kurang lebih 5000 tahun yang lalu, manusia hidup berkelompok, untuk keperluan tukar menukar barang pokok mereka mulai menggunakan jalur jalan secara tetap yang berfungsi sebagai jalan prasarana sosial dan ekonomi. Dari sejarah perkembangan peradaban manusia dan dari berbagai penemuan para pakar transportasi tentang sejarah perkembangan jalan dapatlah diketahui bahwa : 1. Jalan pertama yang menggunakan perkerasan ditemukan didaerah Mesopotamia 3500 SM. Penemuan ini dipandang sebagai awal dari sejarah keberadaan jalan raya. 2. Konstruksi jalan yang terdiri dari tanah asli dilapisi dengan batu kapur dan ditutup dengan batu bata ditemukan diantara Babilonia hingga Mesir yang diperkirakan dibangun 2500-2568 SM oleh raja Cheope yang berfungsi untuk mengangkut batu-batu besar dalam membangun Great Pyramid. 3. Permukan jalan yang diperkeras dari batu – batuan ini ditemukan dipulau Crate (Kereta) Yunani yang dibuat kurang lebih 1500 SM 4. Diwilayah Babilonia ditemukan permukaan jalan yang dibuat berlapis-lapis yaitu dari lapisan tanah dasar yang diatasnya disusun Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 1

description

goo

Transcript of Jalan FRENK!

Page 1: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah perkembangan jalan raya yang pada mulanya dari berupa bekas jejak berubah menjadi jalan

raya modern. Jalan dibuat karena manusia perlu bergerak dan berpindah-pindah dari suatu tempat

ketempat lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jejak jalan tersebut berfungsi sebagai

penuntun arah dan menjadikan jejak jalan semakin melebar.

Kemudian kurang lebih 5000 tahun yang lalu, manusia hidup berkelompok, untuk keperluan tukar

menukar barang pokok mereka mulai menggunakan jalur jalan secara tetap yang berfungsi sebagai jalan

prasarana sosial dan ekonomi. Dari sejarah perkembangan peradaban manusia dan dari berbagai

penemuan para pakar transportasi

tentang sejarah perkembangan jalan dapatlah diketahui bahwa :

1. Jalan pertama yang menggunakan perkerasan ditemukan didaerah Mesopotamia 3500 SM.

Penemuan ini dipandang sebagai awal dari sejarah keberadaan jalan raya.

2. Konstruksi jalan yang terdiri dari tanah asli dilapisi dengan batu kapur dan ditutup dengan batu

bata ditemukan diantara Babilonia hingga Mesir yang diperkirakan dibangun 2500-2568 SM oleh raja

Cheope yang berfungsi untuk mengangkut batu-batu besar dalam membangun Great Pyramid.

3. Permukan jalan yang diperkeras dari batu – batuan ini ditemukan dipulau Crate (Kereta) Yunani

yang dibuat kurang lebih 1500 SM

4. Diwilayah Babilonia ditemukan permukaan jalan yang dibuat berlapis-lapis yaitu dari lapisan tanah

dasar yang diatasnya disusun lapisan batu-batu besar, batu beronjol dicampur mortar, batu kerikil dan

kemudian ditutup dengan batu Plat.

Menuju jalan modern pada masa Kekaisaran Romawi yang mengalami kejayaan dalam membangun

jalan pada tahun 753- 476 SM. Hal tersebut berdasarkan atas berbagai penemuan antara lain :

a. Penemuan danau aspal Trinidad oleh Sir Walter Religh Tahun 1595, dimana dengan bahan temuan

tersebut dapat dipergunakan untuk memperkeras lapisan permukaan jalan.

b. Pierre Marie Jereme Tresaquet dari Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dari batu pecah

pada periode th 1718 – 1796.

c. Metode perinsip desak diperkenalkan oleh orang Scotlandia yaitu pada tahun 1790 yaitu Thomas

Telford, yaitu suatu konstruksi perkerasan jalan yang dibuat menurut jembatan lengkung dari batu belah,

serta menambahkan susunan batu – batu kecil diatasnya.

d. Tahun 1815 Jhon london Mc adams memperkenakan prinsip tumpang tindih atau konstruksi

Makadam.

e. Penemuan mesin penggilas (stom roller) ditemukan th 1860 oleh Lemoine.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 1

Page 2: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana klasifikasi dan spesifikasi jalan yang baik ?

b. Bagaimana Standar Geometri yang baik ?

c. Apa yang dimaksud dengan Cross Section pada Jalan Raya?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui klasifikasi dan spesifikasi jalan yang baik?

b. Mengetahui Standar Geometri yang baik ?

c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Cross Section pada Jalan Raya?

1.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan referensi dari berbagai buku bacaan dan browsing pada internet.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 2

Page 3: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan.

a) Sesuai Peruntukannya

– Jalan Umum

– Jalan Khusus

1) Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5)

– Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder

– Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa

– Fungsi: Arteri; Kolektor; Lokal; Lingkungan

– Kelas (sesuai bidang lalu lintas dan angkutan jalan) : I; II; IIIA; IIIB; IIIC

– Spesifikasi penyediaan prasarana:

1) jalan bebas hambatan;

2) jalan raya;

3) jalan sedang;

4) jalan kecil

Jalan Utama/ Jalan Primer

Jalan Raya Utama adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang tinggi (kendaraan berat) antara kota-kota

yang penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-pusat eksport. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut;

• Dilalui oleh kendaraan berat > 10 ton, 10 ton adalah beban ganda.

• Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan tinggi (PR) > 80 km/jam.

Jalan Sekunder

Jalan Raya Sekunder ialah jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi, baik kendaran ringan

maupun berat antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-daerah di

sekitarnya.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 3

Page 4: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Klasifikasi Jalur Lalu-Lintas

Berhubungan dengan perbedaan kecepatan kendaraan yang menggunakan jalan raya, maka jalan raya

itu dibagi dalam berbagai jalur lalu-Iintas, vaitu:

1. Jalur lalu lintas pejalan kaki (trotoir di dalam kota bahu-bahu di luar kota).

2. Jalur lalu lintas untuk sepeda.

3. Jalur lalu lintas untuk sepeda motor.

4. Jalur lalu lintas untuk mobil. truk dan kendaraan lain yang sejenis.

Standar desain geometri untuk Trans Asia dan standar nasional ditetapkan seperti pada Tabel-2 dan

Tabel-3. Dalam PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan pada pasal 31 (3) mengklasifikasi kelas jalan

berdasarkan spesifikasi penyediaan sebagai berikut:

1) Jalan Bebas Hambatan, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah dengan median, kontrol akses penuh, dan

pagar pembatas atas kepemilikan jalan (rumija), dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.

2) Jalan Raya, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah terbagi dengan kontrol akses yang terbatas, dengan lebar

lajur paling sedikit 3,50 m.

3) Jalan Sedang, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7,00 m, dan

4) Jalan Kecil, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,50 m.

Klasifikasi & Spesifikasi Jalan berdasarkan Penyediaan Prasarana Jalan

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 4

Page 5: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Klasifikasi Penggunaan Jalan

Menurut berat kendaraan yang Iewat, jalan raya terdiri atas:

1. Jalan Kelas I

2. Jalan Kelas IIA.

3. Jalan Kelas IIB.

4. Jalan Kelas IIC.

5. Jalan Kelas III.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 5

Page 6: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Persyaratan teknis jalan (PP34/2006)

Matrik Klasifikasi Jalan

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 6

Page 7: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Tipikal Ruang Jalan

Sumber: Penjelasan PP 34/2006

Ruang Jalan Sumber: UU 38/2004 & PP 34/2006, tentang Jalan

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 7

Page 8: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Definisi Tingkat Pelayanan

PerMen Hub No 14/2006

2.2 Standar Geometri

Pada prinsipnya standar geometrik jaringan jalan Trans Asia mengacu kepada AASHTO

sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia. Klasifikasi jalan Trans Asia dibagi ke dalam empat kelas

yaitu Primer, kelas I, II, dan III seperti diberikan pada Tabel-1 berikut.

Tabel-1 Standar jalan Trans Asia

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 8

Page 9: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Tabel-2 Standar Trans Asia

Sumber: Asian Highway ; L=level; R=rolling; M=mountainous; S=steep

Tabel-3 Standar Indonesia

Sumber: Iskandar, 2008; D=datar; B=bukit; G=gunung

Membandingkan standar desain jalan pada UU No.38 tahun 2004, PP No. 34 tahun 2006, standar

gometrik jalan antar kota [Kusnandar, 2008], serta standar desain Trans Asia, pada prinsipnya standar desain

jalan yang diterapkan di Indonesia sebagian besar memenuhi standar Trans Asia. Beberapa bagian standar

jalan nasional yang sudah beroperasional yang dipandang secara teknis masih di bawah standar Trans Asia

antara lain:

a. Lebar ROW; di dalam standar jalan Indonesia menetapkan ROW jalan minimal 30 meter untuk jalan

bebas hambatan dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia menetapkan lebar ROW 50 meter untuk kelas

jalan primer 4/2-D dan 40 meter untuk jalan kelas I. Membandingkan perbedaan ROW jalan lebih

berimplikasi kepada perbedaan ruang bebas samping. ROW jalan yang lebih lebar akan memberi ruang

bebas samping yang lebih luas dibandingkan dengan ROW yang lebih rendah. Mengikuti standar Trans Asia

jelas akan meningkatkan tingkat keselamatan, akan tetapi di sisi lain memiliki konsekuensi pendanaan untuk

pelebaran ROW jalan yang tidak kecil bila diterapkan untuk semua ruas jalan yang menjadi bagian Trans

Asia.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 9

Page 10: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

b. Vertical Clearance; tinggi ruang bebas jalan yang akan diterapkan untuk semua ruas jalan nasional yang

menjadi bagian Trans Asia harus mempertimbangkan standar Trans Asia. Standar tinggi ruang bebas yang

ditetapkan Trans Asia adalah 4,50 meter. Secara prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia

sebetulnya sudah menetapkan 5,00 meter. Pertanyaannya apakah semua ruas jalan nasional, kecuali jalan tol,

sudah menerapkan standar yang sama ?

c. Lebar perkerasan jalan; konsekuensi penerapan Trans Asia di sejumlah negara mau tidak mau harus

mengikuti standar yang ditetapkan oleh Trans Asia termasuk lebar lajur jalan nasional. Berdasarkan data

yang didapatkan, pada sebagian besar ruas jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia, beberapa segmen

ruas jalan masih di bawah standar Trans Asia untuk kelas arteri primer. Lebar jalan nasional yang masih di

bawah 7,00 meter masih berkisar 62% pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2 hanya berkisar

1,4%. Untuk koridor AH-25 diperkirakan masih banyak memerlukan usaha untuk bisa menyesuaikan diri

dengan standar Trans Asia.

d. Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar Trans Asia, yang

menstandarkan lebar bahu jalan untuk arteri primer 2,00-3,50 meter. Kondisi eksisting lebar bahu jalan

nasional memperlihatkan sebagian masih berada di bawah 2,00 meter baik untuk koridor AH-25 dan koridor

AH-2. Oleh karena itu tugas berat kedepan adalah bagaimana menyiapkan bahu yang standar yang tentu saja

memiliki konsekuensi pendanaan yang tidak kecil.

Sedangkan beberapa permasalahan yang akan muncul untuk ruas jalan nasional di mana pada ruas

jalan Trans Asia di negara lain tidak diulas antara lain :

a) Pembatasan akses; pembatasan akses sebagai persyaratan jalan arteri primer masih menjadi persoalan di

ruas-ruas jalan nasional. Sebuah pertanyaan yang menarik dari para ahli jalan yang sering menggelitik

adalah dapatkah ruas Pantura Jawa sebagai ruas arteri primer dipandang sebagai kelas jalan raya dengan

fungsi arteri? Permasalahan ke depan adalah bagaimana menerapkan standar geometrik secara maksimal

pada ruas-ruas jalan arteri primer sesuai kelas dan fungsinya.

b) Pembatasan bukaan median; di negara-negara maju penggunaan U-Turn tidak sepopuler di Indonesia.

Penggunaan U-Turn untuk ruas-ruas jalan arteri primer yang didesain dengan kecepatan relatif tinggi sangat

beresiko terhadap konflik lalu lintas yang pada akhirnya akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

c) Drainase jalan; kebanyakan drainase jalan ruas-ruas jalan nasional, sebagaimana diungkapkan oleh

berbagai media, masih memerlukan perhatian tersendiri. Bentuk dan dimensi drainase jalan harus didesain

sedemikian rupa agar mampu mengalirkan air di permukaan jalan dengan baik. Fakta yang sering dihadapi

pada kondisi eksisting, seringkali air permukaan jalan tidak teralirkan dengan baik sehingga mengakibatkan

banjir. Selain berpengaruh terhadap kerusakan jalan, kondisi ini juga berpengaruh terhadap kecelakaan lalu

lintas. Penanganan drainase jalan ke depan harus mempertimbangkan pengaruh banjir akibat perubahan

iklim global.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 10

Page 11: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

d) Lalu lintas sepeda motor; Populasi penggunaan sepeda motor di negara-negara Asia termasuk Indonesia

tergolong tinggi. Akan tetapi, keberadaan sepeda motor pada ruas-ruas jalan Trans Asia tidak mendapatkan

perhatian khusus. Tingginya proporsi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di negara-negara

Asia (81% untuk Indonesia) seyogianya menjadi catatan penting di dalam penyediaan prasarana yang

berkeselamatan bagi semua pengguna jalan. Riset berkaitan dengan sepeda motor dipandang perlu guna

memberi saran penting terhadap kebijakan lajur sepeda motor di Indonesia. Puslitbang Jalan dan Jembatan

dalam dua tahun terakhir telah melakukan beberapa kajian penting, sambil menunggu kebijakan perlu

tidaknya lajur sepeda motor. Dalam waktu dekat, Puslitbang Jalan dan Jembatan akan melakukan seminar

nasional terkait dengan infrastruktur sepeda motor.

Mempertimbangkan perkembangan penggunaan sepeda motor yang tumbuh cepat, pesatnya

pengembangan penyediaan angkutan masal untuk orang, munculnya kemacetan-kemacetan, dan kecelakaan

lalu-lintas yang banyak melibatkan sepeda motor, serta klasifikasi jalan, maka perlu untuk dipikirkan

pengembangan infrastruktur jalan sebagai berikut:

1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat kepadatan tertentu dimana

volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2

arah terbagi, sepeda motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.

2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan lalu-lintas cukup

tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil.

Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama,

dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat

lainnya.

3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat kepadatan tertentu dan

volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-

4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan

sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir 2)

di atas.

4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien jika digabungkan

dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus

Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.

Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut, dapat

mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP 34/2006. PP tersebut mengatur

bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam

sistem sekunder minimum 30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak

melebihi kecepatan rencana jalan tersebut.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 11

Page 12: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat kepadatan tertentu dimana

volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2

arah terbagi, sepeda motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.

2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan lalu-lintas cukup

tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil.

Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama,

dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat

lainnya.

3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat kepadatan tertentu dan

volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-

4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan

sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir 2)

di atas.

4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien jika digabungkan

dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus

Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.

Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut, dapat mengacu

kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa

untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem

sekunder minimum 30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi

kecepatan rencana jalan tersebut.

Adapun klasifikasi jalan menurut peraturan dan perundang-undangan di Indonesia, antara lain :

Peraturan Dirjen. BIMA No. 13/1970

Kelas jalan menurut fungsi

a. Jalan Utama

Jalan utama yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota penting. Jalan-jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

b. Jalan Sekunder

Jalan sekunder yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antar kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-daerah sekitarnya.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 12

Page 13: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

c. Jalan Penghubung

Jalan penghubung yaitu jalan-jalan untuk keperluan aktifitas daerah, yang juga sipakai sebagai jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan.

Kelas jalan menurut pangelola

a. Jalan Arteri

Jalan arteri yaitu jalan yang terletak diluar pusat perdagangan (out lying business district).

b. Jalan Kolektor

Jalan kolektor yaitu jalan-jalan yang terletak di pusat perdagangan (central business district).

c. Jalan Lokal

Jalan lokal yaitu jalan-jalan yang terletak di daerah perumahan.

d. Jalan Negara

Jalan negara yaitu jalan-jalan yang menghubungkan antar ibu kota propinsi. Biaya pembangunan dan perawatannya ditanggung oleh pemerintah pusat.

e. Jalan Kabupaten

Jalan kabupaten yaitu jalan-jalan yang menghubungkan ibu kota propinsi dengan ibu kota kabupaten atau jalan yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, juga jalan-jalan yang menghubungkan antar desa dalam satu kabupaten.

Kelas jalan menurut tekanan gandar

Menurut tekanan gandar kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut :

Kelas jalan Tekanan gandar

I

II

III A

III B

IV

7 ton

5 ton

3,50 ton

2,75 ton

1,50 ton

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 13

Page 14: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Kelas jalan menurut besarnya volume dan sifat-sifat lalu lintas

a. Jalan Kelas I

Jalan ini mencakup semua jalan utama, yang melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan yang tidak bermuatan. Jalan-jalan kelas ini mempunyai jalur yang banyak.

b. Jalan Kelas II

Jalan ini mencakup semua jalan sekunder, walau komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintas.

c. Jalan Kelas III

Jalan ini mencakup jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi yang berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah penebaran dengan aspal.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1980

Bagian Kedua

Pengelompokan Jalan Menurut Peranan

Pasal 4

(1) Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata

tinggi, dan jumlah.jalan masuk dibatasi secara efisien disebut Jalan Arteri.

(2) Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciriciri perjalanan jarak sedang,

kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi disebut Jalan Kolektor.

(3) Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata

rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi, disebut Jalan Lokal.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 1993

Pasal 10

(1) Untuk keperluan peraturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam

beberapa kelas.

(2) Pembagian jalan dalam beberapa kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada

kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara cepat dengan mempertimbangkan keunggulan

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 14

Page 15: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu

terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.

Pasal 11

(1) Kelas jalan sebagaiman dimaksud dalam pasal 10 terdiri dari :

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan

muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton;

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan

muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;

c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk

muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000

milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000

milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan

uatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

(2) Besarnya muatan sumbu terberat yang diizinkan melebihi 10 ton sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf a, diatur lebih lanjut dengan Kepututusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri

yang bertanggungjawab dalam bidang pembinaan jalan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004

Pasal 6

(1) Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.

(2) Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan

kelas.

(3) Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam

rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam

peraturan pemerintah.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 15

Page 16: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Pasal 7

(1) Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

(2) Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan

dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat

nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

(3) Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan

dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 8

(1) Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan

jalan lingkungan.

(2) Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi, dan jumlah jalan masuk

dibatasi secara berdaya guna.

(3) Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang,

dan jumlah jalan masuk dibatasi.

(4) Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan

masuk tidak dibatasi.

(5) Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi

melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam peraturan

pemerintah.

Pasal 9

(1) Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan

kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

(2) Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam

sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis

nasional, serta jalan tol.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 16

Page 17: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

(3) Jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan

jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau

antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

(4) Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan

jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat (3), yang menghubungkan ibukota

kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat

kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder

dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

(5) Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan

sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan

dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang

berada di dalam kota.

(6) Jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang menghubungkan

kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai status jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),

ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 10

(1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi dalam beberapa kelas

jalan.

(2) Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan di bidang lalu

lintas dan angkutan jalan.

(3) Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan

bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006

Bagian Kelima

Kelas Jalan

Pasal 31

(1) Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan

jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 17

Page 18: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

(2) Pembagian kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

(3) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas

hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

Pasal 32

(1) Spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) meliputi

pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median,

serta pagar.

(2) Spesifikasi jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) meliputi

pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang

milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar

lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

(3) Spesifikasi jalan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) adalah jalan umum untuk lalu

lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan

median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

(4) Spesifikasi jalan sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) adalah jalan umum dengan

lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur

untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.

(5) Spesifikasi jalan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) adalah jalan umum untuk

melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling

sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009

Pasal 19

(1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:

a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.

(2) Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 18

Page 19: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran

lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000

(delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan

muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;

b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan

Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang

tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus)

milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;

c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan

Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang

tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus)

milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan

d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar

melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)

milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat

lebih dari 10 (sepuluh) ton.

(3) Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.

(4) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d

diatur dengan peraturan pemerintah.

2.3 Cross Section

PENGERTIAN PENAMPANG MELINTANG (CROSS SECTION)

1. Pengertian Cross Section

Penampang melintang (cross section) pada suatu jalan raya dapat diartikan sebagai suatu potongan irisan

dari bagian badan jalan tegak lurus terhadap garis sumbu jalan. Irisan melintang badan jalan raya tersebut

dimaksudkan untuk menunjukkan bentuk, serta susunan bagian-bagian suatu jalan raya yang terdiri dari lajur

lalu lintas, bahu jalan, saluran samping (drainase), kemiringan lereng (Talud), median, trotoir, kereb,

pengaman tepi dan dmj (daerah milik jalan).

2 Macam-macam jenis Cross Section

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 19

Page 20: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Terdapat bermacam-macam jenis penampang melintang yang umum digunakan, contoh jenis-jenis

penampang memanjang diantaranya adalah :

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 20

Page 21: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 21

Page 22: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Pada setiap jalan ray, bentuk, susunan dan kelengkapan bagian jalan tidak selalu sama. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi pelayanan dari jalan yang besangkutan, serta adanya perbedaan

keadaan topografi dan kondisi lingkungan daerah setempat. Pada umumnya bentuk dan kelengkapan

susunan bagian suatu jalan sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi, serta ketentuan klasifikasi dan

spesifikasi jalan yang bersangkutan.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 22

Page 23: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

3. Bagian-bagian Cross Section

Terdapat beberapa bagian utama yang ada pada Cross Section, bagian-bagian tersebut diantaranya adalah :

a. Lajur Lalu Lintas

Lajur lalu lintas merupakan bagian terpenting dari suatu jalan raya, yaitu berfungsi secara langsung

untuk melayani keperluan lalu lintas. Lajur lalu lintas ini merupakan bagian dari lebar manfaat jalan,

yang pada umumnya diperkeras dengan menggunakan bahan pelapis tertentu agar mamapu memikul

beban muatan lalu lintas yang lewat di atasnya. Lajur yang sebelah kiri diperuntukkan untuk

kendaraan yang berjalan dengan kecepatan rendah dan yang sebelah kanannya untuk kendaraan yang

berjalan dengan kecepatan lebih tinggi, atau di jalan tol antar kota yang memiliki dua lajur, lajur

kanan hanya diperuntukkan untuk kendaraan yang menyalib.

Lebar masing-masing jalur lalu lintas ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor,

antara lain :

a) Faktor kenyamanan

Kenyamanan adalah rasa kelegaan yang dirasakan oleh pengemudi yang ditimbulkan oleh

situasi sekelilingnya, yaitu pada saat kendaraan saling berpapasan dan saling menyiap dengan

kendaraan lain. Dalam hal ini jarak yang memenuhi syarat antara kedua kendaraan yang saling

menyiap dan saling berpapasan berlawanan arah tersebut adalah 0,5-1,5 meter

b) Faktor Karakteristik Kedaraan

Faktor karakteristik kendaraan didasarkan pada panjang, lebar, tinggi, dan jarak As

kendaraan. Tabelnya adalah sebagai berikut :

Jenis KendaraanUkuran Kendaraan (Meter)

Jarak As Panjang Lebar Tinggi

Mobil Penumpang 3,6 5.7 1,7 2,0

Truk Tunggal 2 As 6,5 9,14 2,5 4,0

Truck Gandengan 3 As 4.2+6.3 13,10 2,5 4,0

Truck Gandengan 3 As 5,4+7,8 15,2 2,5 4,0

c) Kecepatan Kendaraan

Kecepatan Kendaraan adalah kecepatan rata-rata kendaraan yang bergerak melalui ruas jalan

dengan kecepatan tertentu. Besarnya kecepatan rata-rata kendaraan tersebut berdasarkan

ketentuan desain, klasifikasi, dan spesifikasi jalan raya yang bersangkutan.

d) Faktor keamanan

Faktor keamanan adalah syarat aman yang dapat menjamin keamanan pengemudi yang

ditetapkan, serta dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan lalu lintas.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 23

Page 24: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

b. Bahu Jalan

Bahu jalan adalah daerah yang disediakan ditepi luar jalan raya antara lapis perkerasan dengan

kemiringan badan jalan (talud) yang bermanfaat bagi lalu lintas. Bahu jalan dibuat dengan maksud

untuk menyediakan tempat bagi kendaraan yang akan berhenti sementara, antara lain :

a) Untuk menghindari keadaan darurat yang diakibatkan karena suatu kondisi kepadatan volume

lalu lintas.

b) Sebagai tempat istirahat bagi pengemudi yang sedang menempuh perjalanan panjang yang

melelahkan.

c) Sebagai tempat berhenti bagi kendaraan yang mengalami kerusakan mesin/mogok, sehingga

tidak mengganggu kelancaran lalul lintas.

d) Sebagai ruang persiapan untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan/ pemeliharaaan jalan, yaitu

untuk tempat menyimpan sementara bahan dan peralatan yang akan dipergunakan.

Dari tinjauan konstruksinya bahu jalan ini berfungsi untuk memperkokoh struktur konstruksi

perkerasan jalan dari arah samping, dan tinjauan kenyamanan dan keamanan dapat memperbesar

jarak pandang pengemudi, pada daerah tikungan mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan

lalu lintas.

Adapun spesifikasi ukuran lebar dan besarnya prosentase kemiringan melintang bahu jalan, yaitu

berdasarkan klasifikasi kelas jalan dan berdasarkan jenis lapisan permukaan jalan.

Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan kelas jalan

Klasifikasi

Jalan Raya

Lebar Bahu Jalan (meter) Kemiringan

Bahu JalanDatar Bukit Gunung

I 3,50 3,00 3,00 4 %

IIA 3,00 2,50 2,50 4 %

IIB 3,00 2,50 2,50 6 %

IIC 2,50 1,50 1,50 6 %

III 1,50 -- -- 6 %

Berikut ini adalah klasifiksi berdasarkan jenis permukaanKlasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 24

Page 25: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Jenis PermukaanKemiringan Lereng Bahu (%)

Tanpa Kerb Dengan Kerb Tepi

Aspal 3 – 4 2

Kerikil 4 – 6 2 – 4

Rumput 8 3 – 4

Kemiringan pada bahu jalan ini dimaksudkan untuk keperluan pengaliran air dari permukaan jalan

dan untuk memperkokoh konstruksi perkerasan, sebagai pedoman dalam perencanaan.

Selain kemiringan, ada juga fungsi jalan raya menurut permukaannya, yaitu:

a) Bahu lunak (soft shoulder) yaitu bahu jalan yang tidak diperkeras dan biasanya ditanami

rumput dan digunakan pada jalan kelas rendah.

b) Bahu diperkeras (hard shoulder) yaitu bahu jalan yang diperkeras dan digunakan pada jalan

kelas menengah dan tinggi.

Lebar bahu jalan disesuaikan dengan klasifiksi kelas jalan yang berasngkutan, yaitu :

a) Untuk jalan kelas IIC daerah pegunungan = 1 meter.

b) Untuk jalan kelas I daerah pegunungan = 3 meter.

c) Untuk jalan penghubung daerah pegunungan tergantung lebar pada keadaan setempat = 1

meter.

d) Pengurangan bahu jalan untuk kelas I sama sekali tidak dianjurkan, bahkan harus ada bahu

lunak selebar minimum 2 meter di luar tepi bahu.

c. Saluran Samping

Saluran samping merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu drainase jalan raya, yaitu

merupakan suatau galian tanah diluar bahu jalan yang dibuat sejajar dengan jalur lalu lintas.

Kemiringan saluran samping ini berkisar antara 1:1 sampai 1:4, jika membentuk empat persegi

panjang dengan kemiringan talud. Ada beberapa bentuk saluran samping, diantaranya :

Kemiringan saluran pada arah memanjang haruslah dibuat teliti, agar air di dalam saluran dapat

mengalir dengan bebas dan tidak menimbulkan erosi. Pada umumnya kemiringan dibuat antara 0,67

% sampai 5 %,akan tetapi jika suatau jalan raya terletak pada daerah galian dan gradient jalan lebih

dari 5 %, maka kemiringan saluran samping dapat mengikuti gradient jalur lalu lintas yang

bersangkutan.

Adapun fungsi dari saluran samping jalan raya, antara lain :Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 25

Page 26: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

a) Sebagai penampung air dari permukaan konstruksi perkerasan jalur lalu lintas dan dari bahu

jalan.

b) Untuk mengaliri air dari suatu tempat ke tempat tertentu.

c) Mencegah naiknya air dari bagian luar badan jalan ke permukaan konstruksi perkersan jalan.

d. Talud

Talud merupakan kemiringan lereng yang dibentuk oleh timbunan atau galian tanah. Timbunan dan

galian tersebut dimaksudkan untuk memperoleh suatu kelandaian jalan yang sedatar-datarnya. Oleh

sebab itu permukaan suatu jalan raya dapat terletak diatas tanah timbunan atau terletak diatas galian.

Dalam pebangunan jalan raya talud dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Talud Timbunan

1) Timbunan tanah harus memenuhi syarat keamanan dan syarat kestabilan lereng, hal ini

ditujukan untuk menghindari kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh longsor. Untuk

memenuhi syarat tersebut timbunan tanah harus dibuat agar memiliki kemiringan lereng

dengan angka perbandingan yang relative kecil dengan kemiringan yang lebih datar.

2) Dalam hal ini disarankan, untuk daerah datar dan bukit dengan tinggi timbunan kurang dari

1,2 meter digunakan kemiringantalud 1:6, dan kemiringan 1:4 untuk timbunan tanah yang

lebih tinggi. Sedangkan untuk tinggi timbunan lebih dari 6 meter dapat digunakan

kemiringan 1:2.

b) Talud Galian

1) Pada talud galian yang tingginya lebih dari 6 meter dari permukaan jalan, kemiringan talud

dapat dibuat bertangga dengan membuat saluran penampung diatasnya. Saluran penampung

ini biasanya berbentuk trapezium dengan ukuran minimum 130 x 45 x45 cm dengan

kemiringan lereng tepidibuat 1:1. Tujuan dari saluran penampung ini adalah :

Mencegah terjadinya erosi agar air tidak melimpah ke permukaan jalan.

Mencegah terjadinya pengencapan tanah pada saluran

Mencegah agar jalan tidak licin akibat adanya tanah/lumpur yang terbawa oleh

limpahan air lepermukaan jalan.

Menampung air permukaan dari daerah yang lebih tinggi.

Adapun kemiringan talud yang disarankan berdasarkan beberapa jenis tanah.

Jenis Lereng Talud Kemiringan Talud Kemiringan Talud

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 26

Page 27: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

(derajat) (perbandingan)

Lempung Kerikil 290 1 : 1,75

Lempung Lembab 450 1 : 1

Lempung Basah 180 1 : 3

Pasir Batu 260 1 : 2

Kerikil 450 1 : 1

Humus 330 1 : 1,5

Pasir 310 1 : 1,25

Batu-batuan --- 1 : 1,25 s/d 1 : 1

Tanah dan Tanaman

Kering290 1 : 1

Tanah dan Tanah Berair 450 1 : 1

Tanah dan Tanah Basah 1802 : 3

e. Median

Median adalah suatu jalur yang memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Untuk jalan

yang mempunyai 4 jalur atau lebih pada lalu lintas dua arah (twoway traffic) diperlukan median.

Penggunaan median khususnya pada jalan kelas 1 merupakan suatu persyaratan, seperti pada jalan

raya bebas hambatan, jalan ekspress, dan jalan raya arteri di daerah perkotaan. Penggunaan median

pada jalan raya dimaksudkan untuk :

a) Untuk menghindari konflik lalu lintas.

b) Menyediakan daerah netral yang cukup lebar.

c) Untuk membatasi/mengurangi silaunya sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan.

d) Sebagai tempat berlindung bagi kendaraan yang akan berbelok ke kanan.

e) Sebagai tempat pijakan bagi pejalan kaki untuk menyebrang.

f) Untuk menambah kenyamanan bagi pengemudi.

g) Menyediakan ruang untuk keperluan kanalisasi arus yang berpindah (chanallised traffic)..

Lebar median harus dibuat selebar mungkin dengan melihat batas-batas pertimbangan ekonomi

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 27

Page 28: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

yang layak dan pertimbangan menurut keperluannya. Adapun lebar median menurut tujuan

penggunaannya, yaitu:

Lebar Median Tujuan Penggunaan

< 1,50 meter Untuk perlindungan pejalan kaki.

5,00 – 7,00 meter

Untuk menyediakan ruang yang cukup dan

memberikan perlindungan bagi kendaraan yang

berbelok ke kanan.

0,00 – 9,00 meterUntuk memberikan perlindungan bagi kendaraan yang

melintasi jalan.

9,00 – 12,00

meter

Untuk menyediakan ruang yang cukupguna pembuatn

jalur bagi kendaraan yang hendak berputar arah.

Sumber : Supratman Agus, M.T Geometrik Jalan Raya tahun 2002.

Selain itu ada pula lebar median menurut klasifikasi perencanaan jalan raya.

Kelas

Perencanaan

Lebar minimum standar

(m)

Lebar minimum khusus

(m)

Tipe IKelas 1 2,50 2,50

Kelas 2 2,0 2,0

Tipe II

Kels 1 2,0 1,0

Kelas 2 2,0 1,0

Kelas3 1,5 1,0

Sumber, Gunadarma Rekayasa Jalan Raya ISBN : 979 – 8382 – 47 – 1

f. Trotoar

Trotoar adalah suatu jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang disediakan

khusus untuk pejalan kaki.Untuk memberikan perlindungan dan dan rasa aman bagi pejalan kaki,

maka trotoar dibuat terpisah dengan jalur lalu lintas yang dibatasi oleh kerb. Perlu atau tidaknya

trotoar ini tergantung dari volume pejalan kaki dan volume lalu lintas. Pada umumnya trotoar

mempunyai lebar 1 – 3.0 meter dengan ketinggian 20 – 30 cm. Suatu ruas jalan dianggap perlu

dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 28

Page 29: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersebut antara lain perumahan,

sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan

sosial, daerah industri, terminal bus dan lain sebgainya. Secara umum trotoar dapat direncanakan

pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih besar dari 300 orang per 12 jam (6.00-18.00)

dan volume lalu lintas lebih besar dari 1000 kendaraan per 12 jam (6.00-18.00). trotoar hendaknya

ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas (bila tersedia jalur parkir). Trotoar

hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila

keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan.

g. Kerb

Kerb merupakan peninggian pada tepi konstruksi pada perkerasan jalan ataupun pada bahu jalan.

Kerb dibuat dengan maksud untuk mencegah keluarnya kendaraan dari tepi konstruksi perkerasan

jalan dan untuk keperluan drainase. Kerb dibuat di lalu lintas jalan raya yang direncanakan dengan

kecepatan lebih dari 60 km/jam.

Menurut fungsinya kerb dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a) Kerb peninggi, biasanya terdapat pada tempat parkir dengan tinggi 10 – 15 cm.

b) Kerb penghalang, banyak digunakan pada daerah yang terdapat median, trotoar, dan pada jalan-

jalan tanpa pagar pengaman. Dengan tinggi 25 – 30 cm.

c) Kerb Parit, direncanakan untuk membangun suatu system drainase jalan raya yang di buat

dengan tinggi 20 – 30 cm.

h. Pengaman Tepi

Pengaman tepi berfungsi untuk memberikan ketegasan letak tepi badan jalan sehingga dapat

mencegah agar kendaraan tidak keluar dari badan jalan. Pengaman tepi biasanya dipergunakan pada

jalan yang menyekusuri jurang pada tanah timbunan dengan tikungan jalan yang tajam, atau pada

jalan dengan timbunan lebih dari 2,5 meter serta pada jalan yang direncanakan dengan kecepatan

tinggi. Menurut jenis bahan yang digunakan , pengaman tepi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

a) Pengaman tepi yang terbuat dari baja yang di galvanizer (guard rail)

b) Pengaman tepi yang terbuat dari beton (parapet).

c) Pengaman tepi yang terbuat dari balok kayu.

i. Daerah Milik Jalan (Damija)

Damija merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai

oleh Pembina Jalan guna peruntukkan daerah manfaat jalan dan perlebaran jalan maupun

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 29

Page 30: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

menambahkan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

Lebar Minimum Lebar Damija sekurang-kurangnya sama dengan lebar Damaja. Tinggi atau

kedalaman, yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas, serta penentuannya didasarkan pada

keamanan, pemakai jalan sehubungan dengan pemanfaatan Daerah Milik Jalan, Daerah Manfaat Jalan

serta ditentukan oleh Pembina Jalan. Fungsi damija antara lain :

a) Untuk menyediakan ruang bagi kemungkinan perluasan jalan raya.

b) Untuk melindungi fasilitas jalan dari perkembangan social, ekonomi, dan budaya masyarkat

yang tidak diinginkan.

c) Untuk menyediakn ruang yang memadai bagi penepatan pengembangan utilitas pelayanan

masyarakat.

Oleh sebab itu damija sepenuhnya dikuasai oleh Negara dengan suatu ketentuan Undang-undang,

guna untuk terselenggaranya satu mode transportasi nasional yang memberikan manfaat bagi

peningkatan kesejahteraan bagi setiap warga Negara Republik Indonesia.

j. Jarak Pandangan

Jarak pandangan adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat jelas, di ukur

dari tempat dari kedudukan mata pengemudi. Sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang

membahayakan, pengemudi dapat menghindari bahaya tersebut dengan aman. Lintasan dan

kecepatan kendaraan di jalan sangat di pengaruhi oleh kontrol pengemudi seperti kemampuan,

keterampilan, dan pengalaman pengemudi.

Pada saat menyiap kendaraan lain dimuka, jarak pandangan yang cukup memungkinkan pengemudi

untuk berada pada lintasan berlawanan. Ini memungkinkan pengemudi dapat mengendalikan

kecepatan kendaraannya untuk menghindarai timbulnya bahaya pada jalur linyasnya atau pun

penghalang.

Jarak pandangan dapat dimanfaatkan pula dalam merencanakan penempatan rambu-rambu lalu

lintas dan marka jalan yang diperlukan pada bagian ruas jalan, baik secara geometrik maupun kondisi

lingkungan yang kurang memenuhi persyaratan. Jarak pandangan yang cukup, dapat direncanakan

dengan menyesuaikan rencananya pada dua hal, yaitu:

a) Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti (stoping), jarak ini harus berlaku pada

semua jalan.

b) Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat diperlukan

pada jalan dengan dua jalur atau tiga jalur.

Jarak pandangan dapat dibedakan menjadi dua jarak pandang yaitu jarak pandang henti (Jh) dan

jarak pandang mendahului (Jd).

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 30

Page 31: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

a) Jarak Pandang Henti

Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk

menghentikan kendaraannya dengan aman. Oleh karena itu, suatu jalan harus direncanakan

sehingga dapat memberikan jarak pandang yang paling besar atau paling sedikit sama dengan

jarak pandangan henti minimum tersebut. Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi

bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari

permukaan jalan.

Jarak pandang henti merupakan penjumlahan dua bagian jarak, yaitu:

Jarak PIEV, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi melihat

suatu halangan (objek) hingga saat menginjak rem.

Jarak mengerem (breaking distance), yaitu jarak yang diperlukan untuk menghentikan

kendaraan dengan menginjak rem.

Jarak pandang henti dalam satuan meter, dapat menghitung dengan rumus :

Jh =

dimana :

Vr = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55

adapun tabel jarak pandang henti minimum dengan kecepatan rencana,

sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

b) Jarak Pandang Mendahului

Jarak pandang emndahului adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului

kendaraan lain dengan aman sampai kendaraan tersebut ke lajur semula. Seperti terlihat pada

gambar di bawah ini.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 31

Page 32: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

Jarak pandang mendahului diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah

105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm. Jarak pandang dalam satuan meter dapat

ditentukan sebagai berikut :

Jd = d1 + d2 + d3 + d4

dimana :

d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m).

d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang dating dari arah

berlawanan setelah proses mendahului selesai (m).

d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah berlawanan, yang besarnya

diambil sama dengan 213 d2 (m)

Adapun table jarak pandang mendahului minimum dengan kecepatan rencana

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30 %

dari panjang total ruas jalan tersebut.

c) Daerah Bebas Samping Di Tikungan

Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandangan di

tikungan sehingga Jh dipenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 32

Page 33: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E

(m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan sehingga

persyaratan Jh dipenuhi.

Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus berikut :

Jika Jh < Lt

E = R { 1 – cos }

Adapun tabel nilai E dalam satuan meter.

sumber Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

Jika Jh > Lt

E = R { 1 – cos }. (Jh – Lt) sin

Dimana :

R = Jari – jari tikungan (m)

Jh = Jarak pandang henti (m)

Lt = Panjang tikungan (m)

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 33

Page 34: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

Adapun tabel nilai E dalam satuan meter, dimana Jh – Lt 25 meter.

Adapun tabel nilai E dalam satuan meter, dimana Jh – Lt 50 meter.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 34

Page 35: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya dapat ditetapkan jika terdapat kesesuaian antara kepadatan

lalu lintas. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai

tingkat kepadatan lalu lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. Klasifikasi dan spesifikasi

jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas jalan, menurut keadaan topografi,

penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis-jenis jalan raya.

3.2 Saran

Pembangunan Jalan Raya yang baik sebagai salah satu infrastruktur pembangunan ekonomi di Di

Indonesia membawa sejumlah konsekuensi yang luas terutama dari aspek lalu lintas dan trasportasi. Apalagi

suatu hari nanti kita akan menghadapi Pembangunan Jalan Trans ASIA dan ASEAN Highway Guna

mendukung pembangunan tersebut diperlukan sejumlah kesiapan teknologi bidang jalan dan jembatan,

kebijakan dan standar-standar pendukung yang dibutuhkan antara lain :

a. Pemenuhan standar desain jalan yang harus disesuaikan dengan standar.

b. Pengaturan lalu lintas yang mencakup perambuan dan pemarkaan yang baik.

c. Tidak ada KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) untuk pembangunan infrastruktur yang lebih

baik lagi.

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 35

Page 36: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

DAFTAR  PUSTAKA

Puslitbang Jalan (1996, 1997, 1998): “Pengukuran Elemen Geometrik Jalan”. Laporan Litbang,

Bandung.

Muhammad Idris (2009), “Road Map Litbang Keselamatan Jalan”, Balai Teknik Lalu Lintas dan

Lingkungan Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.

http://azwaruddin.blogspot.com/2009/07/sejarah-perkembangan-jalan-raya.html

http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/tata_cara563.pdf

Agus, S.(2002). Geometri Jalan Raya. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Departemen Pekerjaan Umum, (1997). Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Jakarta

http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/standar6110.pdf

http://www.lakenormanrpo.org/Downloadable%20Documents/CTP%20Cross%20Sections.pdf

http://www.standardsforhighways.co.uk/dmrb/vol6/section1/td2705.pdf

Rekayasa Jalan Raya. Gunadarma

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 36

Page 37: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................................................................2

1.4 Metode Penulisan.....................................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan..............................................................................................................................3

2.2 Standar Geometri.....................................................................................................................................................8

2.3 Cross Section..........................................................................................................................................................19

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................35

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................................................35

3.2 Saran.......................................................................................................................................................................35

DAFTAR  PUSTAKA............................................................................................................36

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 37

Page 38: Jalan FRENK!

Geometrik Jalan Raya 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas “Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya”. Shalawat

serta salam tercurah kepada nabi besar kita Muhammad saw. Laporan ini di susun untuk memenuhi salah

satu tugas mata kuliah Geometrik Jalan Raya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan terwujud tanda adanya bantuan dari berbagai pihak.

Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen mata kuliah Geometrik Jalan

Raya serta rekan-rekan yang telah memberikan bantuan serta kontribusi baik pada saat penyusunan paper

ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari kekurangan

mengingat terbatasnya pengalaman. Untuk itu, penulis menerima dengan tangan terbuka setiap kritikan dan

saran yang bertujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan paper ini pada masa yang akan datang.

Bandung, Oktober 2011

Klasifikasi, Spesifikasi dan Cross Section Jalan Raya 38

ii

i