Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

33
FILSAFAT RENÉ DESCRATES (Epistemologi Rasionalisme dan Integrasinya dalam Pendidikan Islam) Dosen Pengampu: Dr. Alim Roswantoro, M.Ag Oleh: Izzi Ramdani STUDI PENDIDIKAN ISLAM MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA

Transcript of Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

Page 1: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

FILSAFAT RENÉ DESCRATES(Epistemologi Rasionalisme dan Integrasinya dalam Pendidikan Islam)

Dosen Pengampu: Dr. Alim Roswantoro, M.Ag

Oleh:

Izzi Ramdani

STUDI PENDIDIKAN ISLAMMANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2010

Page 2: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

1

FILSAFAT RENÉ DESCRATES

(Epistemologi Rasionalisme dan Integrasinya dalam Pendidkan Islam)

Oleh:Izzi Ramdani. dan Addin Arsyadana

A. Pendahuluan

Filsafat yang dimaknai sebagai “kecintaan akan kebijaksanaan” telah

mewarnai dunia ilmu pengetahuan sejak berabad-abad silam. Berlanjut sampai

pada era modern, menjadi topik yang hampir pasti ada dalam diskusi-diskusi

ilmiah, baik di seminar-seminar umum maupun diskusi dalam kelas

perkuliahan sebagaimana pada level makalah ini. Sebuah gambaran dalam

kalimat umum, seperti: “landasan filosifis” atau “kajiian filosofis”, nyaris

selalu ada pada setiap tema.

Terfokus kepada filsafat pengetahuan, pada jalur Epistemologi1 yang

mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah

berarti “pengetahuan”), bahwa Epistemologi membahas berbagai hal tentang

pengetahuan seperti batas, sumber, dan kebenaran suatu pengetahuan.2

Dalam perspektif barat, dikenal dua aliran epistemologi yang bertolak

belakang, Rasionalisme dan Empirisme. Dua mazhab ini berbeda pada

paradigma dan parameter apa yang digunakan untuk mengungkap sumber

pengetahuan.

Aliran empirisme berdasarkan pada alam, sesuai dengan penyelidikan

ilmiah secara empiris. Empirisme mendasarkan sumber pengetahuan kepada

sesuatu yang berangkat dari pengalaman, yang memiliki konstruksi bersumber

penginderaan dengan metode dedukuksi. Memulai dari beberapa fakta dan

menggabungkannya ke dalam satu kesimpulan umum sebagai pengetahuan.

1 Ach. Khatib, Makalah: Konstruksi Epistemologi Sir Francis Bacon, (PI-MKPI PPs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2010), hlm. 12 Website Wikipedia: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat#Filsafat_Barat, akses 18/10/2010.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 3: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

2

Sedangkan Rasionalisme, sesuai dengan namanya menempatkan akal

budi (rasio) pada posisi pertama sebagai sumber pengetahuan. Berdasarkan

pengetahuan umum untuk mencari tahu tentang hal-hal lainnya. Seperti

sekumpulan “rumus-rumus” yang dapat digunakan untuk menemukan jawaban

bagi permasalahan lainnya. Dengan ilustrasi andai seseorang di dalam rumah

ingin mencari tahu tentang apa yang ada di luar rumahnya, yang akan dia

lakukan bukan membukan pintu lalu melangkah keluar, tapi yang akan ia

lakukan hanya “berpikir”. Lalu siapakah sebenarnya pemilik ungkapan

“berpikir” ini. Ia adalah René Descrates (1596–1650), seorang berkebangsaan

Perancis, dengan diktumnya dalam bahasa Latin yang sangat terkenal “cogito

ergo sum” (aku berpikir maka aku ada).

Bersama Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch

Spinoza, Descrates mengusung perkembangan Rasionalisme pada abad ke-17

dan dilanjutkan oleh Voltaire, Diderot dan D’Alembert pada abad ke-18.3

Dengan meninjau kepada biografi, teori dan karyanya pada tulisan ini,

banyak yang dapat ditemukan melalui melalui kaca mata filsafat René Descrates,

namun yang paling penting adalah tentang bagaimanakah kelangsungan hidup

Rasionalisme dalam pendidikan islam.

B. Kehidupan dan Karya Sang Bapak Filsafat Modern (1596 – 1650)4

René Descartes lahir di La Haye, sebuah kota kecil di Touraine,

Perancis pada tanggal 31 maret 15965 dari sebuah keluarga borjuis. Ayahnya

adalah seorang pengacara yang aktif berpolitik sementara ibunya telah

meninggal pada saat usia Descartes masih 1 tahun.

Mengawali pendidikannya di bangku sekolah saat menginjak usia 8

tahun, Descartes mendapatkan pendidikan di sekolah Jesuit6 di La Flèche. 3 M. Ied Al Munir, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, hlm. 34 M. Ied Al Munir, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, hlm. 45 Website Para Pemikir (Filsafat | Logika | Epistemologi | Irfan) di http://parapemikir.com/rene-descartes.html., akses 16/10/2010.6 Nama sebuah Perserikatan Katolik.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 4: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

3

Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, ia

diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan ini pada akhirnya menjadi

sebuah kebiasaan selama hidupnya, ia lebih banyak merenung dan perpikir.

Descartes banyak mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang filsafat, fisika dan

matematika di sekolah ini. Selama di sekolah ini pula ia ikut merayakan

ditemukannya berbagai bulan yang ada pada planet Jupiter tahun 1611.

Dua tahun kemudian (1613) Descrates meninggalkan La Flèche dan

melanjutkan pendidikannya ke sebuah sekolah di Poitiers sebuah kota di

bagian utara tengah Perancis. Di sana ia bukan memperdalam filsafat

melainkan mempelajari hukum. Pada tahun 1617 dikirim ke Jerman untuk

dinas militer. Dalam karir militernya Descartes tidak terlalu menonjol, dia

lebih banyak memanfaatkan fasilitas militer untuk belajar kepada buku besar

alam.7

Menjelang namanya muncul sebagai fisluf terkemuka, Descrates

melancong ke beberapa negera di Eropa, termasuk tiga tahun di Paris. Di sana

lah ia bertemu dengan tokoh-tokoh pemikir dunia, di mana ia menemukan

Mersenne, yang kemudian menjadi mentornya.

Dalam pencariannya akan ketenangan dan kesunyaian, pada tahun

1619 ia menetap di Belanda yang ia anggap sebagai tempat yang paling tepat

dengan iklim kebebasannya yang terbaik di Eropa. Descartes menetap di

negeri itu sampai tahun 1649. Pada rentang waktu inilah ia banyak menulis

karya ilmiah. Pada Oktober 1649 ia pindah ke Stochkholm, Swedia, namun

pada Februari tahun berikutnya yakni pada tahun 1650, ia wafat karena

penyakit pneumonia.

Sebagai seorang filsuf, Descartes telah melahirkan beberapa karya

filsafat, yaitu: Discours de la méthode pour bien conduire sa raison et

chercher les vérités dansles sciences (Discourse on Method), 1637;

7 Website Para Pemikir (Filsafat | Logika | Epistemologi | Irfan) di http://parapemikir.com/rene-descartes.html., akses 16/10/2010.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 5: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

4

Meditationes de Prima Philosophia (Meditations on the First Philosoph),

1641; Principia Philosopiae (Principles of Philosophy), 16448; dan Les

Passiones de L’ame (1650).9

C. Konstruksi Epistemologi René Descrates

Teori tentang Sumber Pengetahuan

René Descrates (1596-1650) yang dijuluki “Bapak Filsafat

Modern” adalah pelopor Rasionalisme yang bertolak belakang dengan

mazhab Francis Bacon (1561-1626) dengan Empirismenya. Masing-

masing dari kedua tokoh ini mencapai kedudukan “terang” selama

mengusung mazhabnya. Descrates menyandang kedudukan tinggi karena

beberapa temuannya bi bidang Matematika,10 seperti Teori Koordinat

Kartesius. Bacon telah berhasil dengan semangat “percobaann” dan

“pengalamannya”.

Rasionalisme adalah aliran yang menyatakan bahwa sumber

pengetahuan satu-satunya yang benar adalah rasio (akal pikiran). Dengan

berpondasikan metode deduksi, Rasionalisme berangkat berangkat dari

pemahaman umum untuk mencari tahu tentang hal-hal khusus. Ini

menentang Empirisme dengan metode deduksi yang mendahuluinya satu

generasi. Rasionalisme mengajukan pertanyaan secara metafisik

(mendasar) sedangkan Empirisme secara empiris.

Rasionalisme René Descrates menganggap empirisme memiliki

kelemahan karena alat indera mempunyai kemampuan yang terbatas.

Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman

hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya,

8 M. Ied Al Munir dalam: Lacey, A.R., A Dictionary of Philosophy, (New York: Routledge, 2000), hlm. 79, sebagaimana yang dikutip M. Ied Al Munir, hlm. 59 Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 124, Sebagaimana yang dikutip M. Ied Al Munir10 Ach. Khatib, Makalah: Konstruksi Epistemologi Sir Francis Bacon, hlm. 2

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 6: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

5

aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan

bukannya di dalam barang/sesuatu.11

Sikap Kritis-Argumentalis Dalam Cogito Ergo Sum (Aku Ada Karena

Aku Berpikir)

Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah

bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul baru di dalam

berfilsafat yang kemudian ia beri nama metode keraguan/kesangsian yang

dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubt Methodique. Descartes

memulai metode ini dengan meragukan semua persoalan yang telah

diketahuinya. Descrates mengatakan bahwa segalanya harus disangsikan

secara radikal, dan tidak boleh diterima begitu saja.12

Dalam bukunya Jujun mengutip ucapan Descrates yang seakan

memaksa “de amnibus dubitandum! (segala sesuatu harus diragukan!).

Lalu ia (Jujun) mengatakan, “Namun segala yang ada dalam hidup ini

dimulai dengan meragukan sesuatu., bahkan juga Hamlet si peragu, yang

berseru kepada Ophelia”. Lalu ia mengutip ucapan William Shakespeare

dalam drama Helmet:

“Doubt thou the stars are fire;doubt the sun doth move;doubt truth to be a liar.But neber doubt I love.”

(Ragukan bahwa bintang-bintang itu api;Ragukan bahwa matahari itu bergerak;Ragukan bahwa kebenaran itu dusta;Tapi jangan ragukan aku cinta).

Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu!13

11 M. Ied Al Munir, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, (Dokumen Pdf) hlm. 2 diunduh dari http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/56/54, akses 16/10/2010.12 Filsafat Barat:Zaman Modern, diunduh dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_6.pdf

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 7: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

6

Descrates meragukan apakah asas-asas metafisik dan matematika

yang diketahuinya selama ini bukan hanya sekedar ilusi belaka. Jangan-

jangan apa yang diketahuinya selama ini hanyalah tipuan dari khayalan

belaka, jika demikian adanya maka apakah yang bisa menjadi pegangan

untuk menentukan titik kepastian?

Menurut Descartes, setidak-tidaknya “aku yang meragukan” semua

persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan sebuah kepastian

(termasuk meragukan adanya diri sendiri). Semakin kita dapat meragukan

segala sesuatu, maka semakin pastilah bahwa kita yang meragukan itu

adalah ada. Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keraguan

justru akan membuktikan keberadaan kita semakin nyata dan pasti.

Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa keraguan

itu adalah ada, dan karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah

tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada

terlebih dahulu.14

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi

kita bisa dicapai dengan berpikir.15 Dan akhirnya muncul lah ungkapan

Descartes kemudian mengatakan “cogito ergo sum” (aku adak karena aku

perpikir), atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan “je pense donc je

suis” (aku berpikir maka aku ada). Karena sebelumnya ia bahkan

meragukan dirinya ada. Maka dengan berpikir bahwa dirinya yang benar-

benar sedang ragu, ia jadi yakin dirinya ada. Demikianlah filsafat yang

pertama (primium philosophicum) yang dijadikan semboyan oleh

Descrates.16

13 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), hlm. 3014 Website Website Para Pemikir (Filsafat | Logika | Epistemologi | Irfan) di http://parapemikir.com/rene-descartes.html. akses 16/10/2010.15 Website Website Para Pemikir (Filsafat | Logika | Epistemologi | Irfan) di http://parapemikir.com/rene-descartes.html.16 Drs. Sudarsono, SH., M.Si., Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 314.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 8: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

7

Karena metode ini (Le Doubt Methodique) sifatnya hanyalah

sebuah metode maka tidak berarti Descartes menjadi seorang skeptis

(peragu), menentang ilmu pengetahuan yang ada, ataupun menolak ajaran

agama. tapi Descartes ingin menunjukkan kepastian akan kebenaran yang

kokoh jelas dan terpilah melalui metode yang diperkenalkannya ini.

Descrates mengatakan bahwa kalau suatu kebenaran terhadap kesangsian

(artinya tidak disangsikan lagi), itulah kebenaran yang sesungguhnya dan

harus menjadi fondamen bagi ilmu pengetahuan.17 Demikianlah pandangan

Descrates terhadap sistem pengetahuan dengan menawarkan metode

kesangsiannya yang lebih menarik disebut “berpikir”.

Di tengah-tengah perlawanan ideologis Descartes kembali

mengajukan argumentasi yang kukuh untuk pendekatan rasional terhadap

pengetahuan. Ia berkeinginan untuk mendasarkan keyakinannya kepada

sebuah landasan yang memiliki kepastian yang mutlak. Untuk itu, ia

melakukan berbagai pengujian yang mendalam terhadap segenap yang

diketahuinya.

Dengan memutuskan bahwa jika ia menemukan suatu alasan yang

meragukan suatu kategori atau prinsip pengetahuan, maka ketegori itu

akan dikesampingkan. Ia berharap dapat menemukan sesuatu yang tidak

memiliki keraguan apa-apa. Apapun yang masih dapat diragukan maka hal

tersebut wajib diragukan. Seluruh pengetahuan yang dimiliki manusia

harus diragukan termasuk pengetahuan yang dianggap paling pasti dan

sederhana.18 Keraguan Descartes inilah yang kemudian dikenal sebagai

Keraguan Metodis Universal.

Dengan mengatakan bahwa satu-satunya hal yang tidak dapat

diragukan adalah eksistensi (keadaan ada) dirinya sendiri, Descrates

menyatakan bahwa ia tidak ragu lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan

17 Makalah Filsafat Barat: Zaman Modern, diunduh dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_6.pdf18 M. Ied Al Munir, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, hlm. 5

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 9: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

8

jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada; dia berdalih

bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang

sedang disesatkan19 (yaitu dia sendiri). Aku yang ragu-ragu adalah

kenyataan yang tidak dapat disangkal, karena apabila kita menyangkalnya

berarti kita melakukan apa yang disebut kontradiksi performatis. Dengan

kata lain, kesangsian secara langsung menyatakan adanya aku yang

kebenarannya bersifat pasti dan tidak tergoyahkan. Kebenaran tersebut

bersifat pasti karena aku mengerti itu secara jernih dan terpilah-pilah atau

dengan kata lain tidak ada kesangsian sedikit pun di dalamnya. Kristalisasi

dari kepastian Descartes diekspresikan dengan diktumnya Corgito Ergo

Sum sebagaimana yang telah pembaca temukan pada pembahasan

terdahulu.

Lebih jauh, menurut Descartes, apa yang jernih dan terpilah-pilah

itu tidak mungkin berasal dari luar diri kita. Descartes memberi contoh

dengan lilin yang apabila dipanaskan mencair dan berubah bentuknya. Apa

yang membuat pemahaman kita bahwa apa yang nampak sebelum dan

sesudah mencair adalah lilin yang sama? Mengapa setelah penampakan

berubah kita tetap mengatakan bahwa itu lilin? Jawaban Descartes adalah

karena akal kita yang mampu menangkap ide secara jernih dan gamblang

tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang ditampilkan lilin.20 Ini sebentuk

kecil pikiran yang sangsi terhadap pandangan mata yang melihat lilin

dalam bentuk lain. Ia menyangkal kalau itu bukan lilin, melainkan ia

tetaplah lilin.

Atau seperti pensil yang dicelupkan setengahnya ke dalam air di

dalam gelas, ia akan terlihat bengkok/patah. Padahal ia tidak bengkok

ataupun patah. Lalu dari mana jawaban “tidak bengkok/tidak patah” itu

didapat? Jawabannya dari akal pikiran yang tak dapat ditipu. Disebabkan

19 René Descartes, The Principles of Philosophy, dalam a Discourse on Method, terj. John Veitch, (London: J.M. Dent & Sons, Ltd., 1953), hlm. 165, sebagaimana yang dikutip M. Ied Al Munir. hlm. 620 M. Ied Al Munir, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, hlm. 6

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 10: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

9

oleh penampakan dari luar yang kadang menipu dan tidak dapat dipercaya

maka seseorang lalu mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri

yang bersifat pasti.

Meninjau dari Fenomena kepada Teori Kesangsian dan Logika

Deduksi

René Descrates, dalam Rasionalismenya yang memperkenalkan

akal (rasio) sebagai sumber pengetahuan menawarkan metode kesangsian

terhadap penginderaan, ini ia telah ia mulai dengan menawarkan metode

yang berpegang kepada pengetahuan umum sebagai dasar pengetahuan

yang lebih khusus yang disebut metode deduksi.

Melalui jendela logika deduksi akan kita perhatikan dua

perumpamaan (lilin dan pensil) di atas, bahwa besar kemungkinan bahwa

jawabannya tidak ditentang oleh pembaca saat ini, serta secara tidak sadar

dan tanpa verifikasi telah menentang (meragukan dengan pasti) hasil

penginderaan terhadap fenomena alam (pengalaman empiris) sebagai

berikut: Dalam pengetahuan mendasar bahwa lilin tidak akan menjadi

benda lain (misalnya kue) hanya karena dipindahkan dari satu tempat ke

tempat lainnya. Maka seandainya lilin dipanaskan lalu dimasukkan ke

dalam cetakan berbentuk bola, atau dibentuk seperti batu bata ia tetaplah

lilin. Maka bagaimanapun bentuknya ia tetap lilin. Atau dari pensil yang

keras yang dikaitkan dengan air yang lunak, difahami bahwa pensil yang

keras tetaplah lurus ketika masuk ke dalam air yang lunak walaupun

terlihat bengkok/patah. Di sinilah terlihat jelas, bagaimana kesangsian

kepada penginderaan itu berlaku.

Rasionalisme Yang Bukan Anti Tuhan

Karena pemikiran-pemikirannya, Descrates tak pernah sepi dari

orang-orang yang mengecam pemikirannya, bahkan kecaman yang

terkeras datang dari almamaternya sendiri, yaitu dari Jesuit yang pernah

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 11: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

10

mengasuhnya di sekolah La Flèche. Ajarannya dianggap sesat karena telah

menyimpang jauh dari ajaran Katolik.21

Berbeda dengan rasionalis-ateis Voltaire, Diderot dan D’Alembert,

Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih dalam

koridor semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal melalui ilmu

pengetahuan. Descartes mempertanyakan bagaimana ide tentang Tuhan

sebagai tak terbatas dapat dihasilkan oleh manusia yang terbatas?

Jawabannya jelas. Tuhanlah yang meletakkan ide tentang-Nya di benak

manusia karena kalau tidak keberadaan ide tersebut tidak bisa dijelaskan.22

Dalam mencari hakikat sesuatu, agar hakikat segala sesuatu dapat

ditentukan Descrates mempergunakan pengertian-pengertian tertentu,

yaitu: substansi, atribut (sifat dasar), dan modus. Substansi adalah apa

yang berada sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang

lain untuk berada. Substansi yagn dipikirkan seperti itu sebenarnya hanya

ada satu saja, yaitu Tuhan. Segala sesuatu yang lain hanya dapat dipikirkan

sebagai berada dengan pertolongan Tuhan. Jadi sebutan substansi

sebenarnya tidak dapat sama apa yang diberikan kepada Tuhan dan apa

yang diberikan kepada hal-hal lain.23

Atas dasar itu Descartes dikatakan termasuk dalam golongan

rasionalis yang tidak menafikan Tuhan begitu saja sebagai konsekuensi

pemikiran mereka. Kaum rasionalis pada umumnya “menyelamatkan” ide

tentang keberadaan Tuhan dengan berasumsi bahwa Tuhanlah yang

menciptakan akal kita juga Tuhan yang menciptakan dunia. Dan inilah

yang menjadi pondasi kuat para filsuf muslim dari goncangan konflik

21 Website Website Para Pemikir (Filsafat | Logika | Epistemologi | Irfan) di http://parapemikir.com/rene-descartes.html., akses 16/10/2010.22 René Descartes, Discourse on the Method of Rightly Conducting the Reason and Seeking Truth in the Science, dalam a Discourse on Method, terj. John Veitch, London, (J.M. Dent & Sons, Ltd., 1953), hlm. 28, sebagaimana yang dikutip M. Ied Al Munir, hlm. 623 Drs. Sudarsono, SH., M.Si., Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar, hlm. 315

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 12: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

11

batin dan konflik sosial, dan sebagai naungan dari hujan kecaman dari para

cendekiawan muslim yang kontradiktif.

Tuhan menurut kaum rasionalis adalah seorang “Matematikawan

Agung”. Matematikawan agung tersebut dalam menciptakan dunia ini

meletakkan dasar-dasar rasional, ratio, berupa struktur matematis yang

wajib ditemukan oleh akal pikiran manusia itu sendiri.24

D. Kelangsungan Hidup Prisip “Akal Budi” dalam Pendidikan Islam

Penulis ingin mengawali pembahasan ini dari luar jalur rasionalime,

yang dianggap memliki keterkaitan yang mengatakan Rasionalislme bukan

anti Tuhan.

Seorang tokoh yang terkenal karena andilnya dalam ilmu pengetahuan

modern, muncul dengan karya-karya yang menentang teori Evolusi Charles

Darwin dala buku “The Origin of Species” tentang asal usul kehidupan. Tokoh

dengan nama asli Adnan Hoca25 ini tidak sependapat dengan Darwin yang

mengatakan alam ini terjadi (keberdadaannya) dengan sendirinya sebagai

sebuah peristiwa tak terencana (kebetulan). Dengan kata lain Darwin

meniadakan keberadaan Tuhan dengan berdalilkan ilmu pengetahuan yang

dikembangkan dari pemikirannya. Melalui jalur arkeologi mengandalkan

temuan-temuan fosil yang menggambarkan kehidupan pada masa lampau.

Adnan Hoca, dengan nama pena Harun Yahya adalah laki-laki

berkebangsaan Turki yang menentang Darwin dengan teorinya creationism

(kreasionisme) alias teori “ciptaanisme”.26 Dalam koridor ilmu pengetahuan

juga ia mengembangkan pemikirannya yang menakjubkan tentang hakekat

keberadaan alam semesta yang begitu terorganisir. Maka dengan senang, itu

24 Adian, Donny Gahral, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan dari David Hume Sampai Thomas Kuhn, Jakarta: PT. Gramedi Pustaka Utama, 2002), hlm. 47, sebagaimana yang dikutip M. Ied Al Munir25 Website Wikipedie: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Harun_Yahya, akses tanggal 19/10/201026 Website Wikipedie: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Harun_Yahya

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 13: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

12

disesebutnya sebagai penciptaan alam semesta untuk menegaskan “keberadaan

Tuhan”.

Dalam teorinya yang juga dikenal dengan sebutan “Perancangan

Cerdas”, ia mengatakan bahwa ciri-ciri tertentu pada alam semesta dan

makhluk hidup merupakan hasil dari suatu sebab yang intelijen (cerdas),

bukan oleh proses tak termbimbing (kebetulan) seperti seleksi alam.

Perancangan cerdas merupakan bentuk modern dari argumen teologis tentang

keberadaan Tuhan, dengan menghindari pendeskripsian sifat-sifat maupun

identitas sang perancang. Untuk itu ia menyibukkan teori ini pada logika

peristiwa penciptaan alam semesta untuk meruntuhkan teori evolusi. Gagasan

ini dikembangkan oleh sekelompok kreasionis Amerika yang

memformulasikan ulang argumen mereka untuk menyiasati putusan

pengadilan Amerika Serikat yang melarang pengajaran ciptaanisme sebagai

sains.27

Sepenggal tentang tokoh muslim dapat melukiskan kesangsian “unik”

kepada Darwinisme tentang klaimnya pada keberadaan alam. Sang tokoh

menananamkan prisip “kesangsian” terhadap pengetahuan yang telah ada

sebelumnya tentang adanya dan pernciptaannya. Ini adalah jalan yang disebut

“berpikir” untuk menemukan kebenaran yang memuaskan yang lebih dari

sekedar “acuan”, sekaligus sebagai pebuktian kepada “acuan” bernama

“wahyu”.

Untuk memperindah kata “kesangsian”, penulis menawarkan kata

“kritis” mungkin cukup membantu dalam menyelami metode Descrates ini ke

dalam sudut pandang yang mungkin ia maksudkan. Sehingga, meragukan

sesuatu dapat diartikan berpikir tentangnya.

27 Website Wikipedie: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Perancangan_cerdas akses tanggal 19/10/2010

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 14: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

13

Kata “kritis” terhadap validitas lama yang dikatikan dengan metode

“kesangsian” inilah yang kemudian melahirkan aliran “kritikisme”. Sebab

bukankah “kesangsian” juga tidak sepenuhnya dapat lepas dari kritik?

Sebenarnya para ilmuwan modern termasuk Hoca, bukan berpegang

sepihak hanya pada rasionalisme, namun sebagian besar ilmuwan abad akhir

adalah penganut keduanya, mungkin dapat diartikan sebagai penganut

“kritikisme” atau yang lebih dikenal dengan sebutan “sintetisme” sebagai

jembatan atau perpaduan bagi pertentangan antara rasionalisme dan

empirisme. Inilah “kritikisme” yang penulis maksud pada bagian terdahulu.

Immanuel Kant (1724-1804) yang mencoba memberikan penyelesaian

bagi pertarungan antara rasionalisme dan empirisme yang kemudian

melahirkan “Sintetisme” dengan berdasar teori “dua syarat dasar” dalam

pengetahuan, yang pertama bersifat umum dan perlu mutlak dan yang kedua

memberi pengetahuan baru.28

Kant menganggap empirisme tidak dapat bersifat umum dan mutlak, ia

hanya memberikan putusan-putusan empiri sebagai pengetahuan baru.

Sebaliknya rasionalisme memberikan putusan-putusan analistis melalui

pengetahuan umum dan mutlak, namun tak dapat memberikan pengetahuan

baru. Jadi “kritikisme” dapat dikatakan sebagai pintu masuk bagi rasionalisme

ke dalam dunia (pendidikan) Islam.

Mengarah lebih fokus kepada rasionalisme dalam pendidikan Islam,

kembali penulis mendapatkan informasi untuk gagasan tulisan ini yang

bersumbar dari sebuah tulisan milik M. Sahrul Murajjab. Dalam uraiannya

yang lumayan panjang dengan judul “Rasionalisme Dalam Pendidikan Islam:

Studi Awal Pemikiran Yūsuf al-Qaradlāwi”, ia mengemukakan problematika

dalam dunia pendidikan islam terkait rasionalisme.

28 Drs. Sudarsono, SH., M.Si., Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar, hlm. 325.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 15: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

14

Sahrul mengatakan bahwa isu mengenai rasionalisme dalam

pendidikan Islam telah menjadi perbincangan yang cukup intens dikalangan

pemerhati dan pelaku pendidikan Islam. Ia mengatakan, bahwa dengan

mengambil makna umum “rationality” sesuai bahasa asalnya, rationalism

(rasionalisme) akan diartikan sebagai penggunaan kemerdekaan berfikir yang

kritis dan analitis dalam melakukan pembelajaran, penelitian dan pencarian

kebenaran dengan menghindari fanatisme terhadap ide-ide yang pernah ada

sebelumnya.29

Dalam beberapa literatur dijumpai banyak kritik yang dilontarkan para

pakar pendidikan mengenai problem rasionalisme dalam pendidikan Islam.

Para pengamat pendidikan dari kalangan Islam secara umum mengakui bahwa

dalam prakteknya, pendidikan Islam saat ini banyak mengalami kemunduran

dan melenceng dari garis yang diidealkan oleh Islam sendiri. Salah satu

indikasinya adalah bahwa dalam praktek belajar-mengajar, berbagai lembaga

pendidikan muslim di dunia telah mengabaikan pendekatan kritis, rasional dan

analitis (critical, rational and analytical approach).

Pengabaian rasionalitas ini menurutnya merupakan satu dari dua

kekeliruan ekstrim dalam sebuah kerja intelektual, yakni meninggalkan fungsi

akal (no use), yang sejajar dengan kesalahan ekstrim lainnya yaitu

menyalahgunakan akal (misuse).30 Kenyataan ini juga berbeda dengan apa

yang pernah tercatat dalam sejarah Islam pada masa Dinasti `Abbasiyah

dimana halaqah-halaqah yang ada di masjid-masjid Baghdad pada masa itu

para syaikh (guru) yang mengajar melibatkan murid-muridnya dalam diskusi.

Debat bahkan juga diadakan untuk mengasah kemampuan murid,31 untuk

29 M. Sahrul Murajjab, Rasionalisme Dalam Pendidikan Islam: Studi Awal Pemikiran Yusuf Al-Qaradlāwi, pada Website Akademi Islam di http://akademiislam.wordpress.com/2010/08/30/rasionalisme-dalam-pendidikan-islam-studi-awal-pemikiran-yusuf-al-qaradlawi/, akses 19/10/201030 Israr Ahmad Khan, Towards Understanding Islamic Paradigm of Educatio. sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab dalam tulisannya di http://akademiislam.wordpress.com/2010/08/30/rasionalisme-dalam-pendidikan-islam-studi-awal-pemikiran-yusuf-al-qaradlawi/31 Charles M. Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. oleh H. Afandi & Hasan Asari dari aslinya berjudul “Higher Learning in Islam: The Classical Period, A.D 700-1300”, (Jakarta:

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 16: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

15

menemukan ide-ide baru sebagai solusi bagi masalah-masalah pada masa yang

akan datang.

Sementara itu dari sebagian kalangan pakar pendidikan yang lain,

khususnya dari kalangan Barat, melihat bahwa ”ada yang salah” dengan

konsep-konsep pendidikan Islam yang seakan menolak rasionalisme, terutama

rasionalisme liberal peradaban Barat. John M. Halstead, seorang professor

pendidikan asal Inggris, dalam sebuah kajiannya menyimpulkan bahwa

konsep pendidikan Islam secara umum sangat tidak rasional. Ia menyatakan

bahwa “Independence of thought and personal autonomy do not enter into the

Muslim thinking about education, which is more concerned with the

progressive initiation of pupils into the received truths of the faith.”32, yang

artinya: “Kemerdekaan berpikir dan otonomi pribadi tidak masuk ke

pemikiran muslim tentang pendidikan, yang lebih berkaitan dengan inisiasi

progresif murid ke dalam kebenaran yang diterima dari iman.”

Halstead memang berlebihan, sehingga ia rentan terhadap kontradiksi

dari kalangan sarjana muslim, seperti dilakukan oleh dua orang professor

pendidikan asal Iran, Khosrow Bagheri dan Zohreh Khosravi, yang berhasil

membuktikan melalui salah satu kajian kritisnya terhadap pendapat Halstead

bahwa secara konseptual sistem pendidikan Islam sangat mempertimbangkan

rasionalitas, meskipun tentu saja sangat berbeda dengan konsep rasionalitas

dalam konsep Liberalisme Barat. 

Letak perbedaannya, rasionalisme dalam pendidikan Islam tidak

dibiarkan bebas-lepas tanpa batas laiknya dalam tradisi Barat-Liberal.

Sehingga perlu digarisbawahi bahwa makna berfikir menggunakan rasio ini

dalam artian kemampuan untuk berfikir guna membedakan yang baik dari

yang buruk,33 bukan kebebasan berikir tanpa batas.

Logos Publishing House, 1994) , hlm. 37. sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab.32 J.M. Halstead, “An Islamic Concept of Education: Comparative Education Journal, 40, no.4 (2004):519 Sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab.33 Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, hal. 1-3. Adalah makalah yang dibacakan sebagai sambutan kunci (keynote address) pada “First World Conference on

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 17: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

16

Sebagai seorang tokoh Muslim abad modern yang juga dianggap

sebagai seorang pembaharu, Yūsuf al-Qaradlāwi secara tegas menolak jika

Islam diklaim menghalangi rasionalisme atau kemajuan ilmu pengetahuan.

Menurutnya, ilmu dan akal justru mendapat tempat yang cukup tinggi dalam

Islam. Tokoh yang berkebangsaan Mesir yang lahir Kairo ini mengatakan

bahhwa di dalam Islam akal menjadi prasyarat utama adanya taklīd. Tanpa

adanya akal, taklīd dengan sendirinya juga tidak akan pernah ada. Dengan kata

lain, pengabaian akal akan mejatuhkan derajat manusia menjadi hewan.34

Penghormatan terhadap akal dan rasionalitas tersebut juga diturunkan

dalam konsep pendidikan. Bentuk lain dari penghargaan terhadap akal dan

rasionalitas dalam proses pendidikan Islam adalah didorongnya para peserta

didik untuk tidak merasa segan ataupun enggan bertanya kepada “pengajar”

jika mendapati hal-hal yang belum jelas atau masih mengganggu pikiran

mereka.  Cara atau pendekatan seperti ini sebagai klarifikasi bahwa metode

rasionalisme tidak relevan dalam mendidikan Islam. Namun, meski memberi

kewenangan kepada murid untuk menyempaikan pendapatnya dihadapan

guru, al-Qaradlāwi juga mengingatkan keharusan penghormatan terhadap

seorang guru. Dalam pandangannya, kewajiban penghormatan kepada seorang

guru bisa disejajarkan dengan penghormatan terhadap orang tua kandung si

murid atau lebih.35

Al-Qaradlāwi mengkritik keras “nalar mitos” (aqliyah khurāfiyah)

yang tanda-tandanya adalah menerima begitu saja setiap apa yang didengar

yang datang dari orang-orang terhormat, guru, tokoh agama atau dari berbagai

tradisi lama. Lawannya yang harus dikembangkan adalah sikap “nalar rasional

objektif” (aqliyah ilmiyah mawdlū`iyyah).

Muslim Education” di Makkah, 1977, sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab dari http://www.mef-ca.org/files/attas-text-final.pdf, (akses terakhir Maret 2010)34 M. Sahrul Murajjab, Rasionalisme Dalam Pendidikan Islam: Studi Awal Pemikiran Yusuf Al-Qaradlāwi, pada Website Akademi Islam di http://akademiislam.wordpress.com/2010/08/30/rasionalisme-dalam-pendidikan-islam-studi-awal-pemikiran-yusuf-al-qaradlawi/, akses 19/10/201035 Yusuf al-Qaradlāwi, Al-Rasūl wa al-`Ilm, hlm. 103-104, sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 18: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

17

Rasionalisme ini, menurut al-Qaradlāwi memiliki lima  prinsip penting

yaitu: 1) Perlunya pembuktian ilmiyah terhadap sebuah klaim ilmu/kebenaran;

2) Tidak tergesa-gesa dengan praduga; 3) Tidak mengedepankan emosi dan

subjektifitas; 4) Menghindari taklid buta dan mental mengekor; serta 5)

Membiasakan aktifitas berfikir dan olah akal.36

E. Penutup

Dalam tulisan ini penulis ingin menghubungkan bebearpa, orang yaitu:

“René Descrates” (sang Bapak Filsafat Modern berkebangsaan Perancis),

“Adnan Hoca” alias “Harun Yahya” (ilmuwan beragama islam dari Ankara,

Turki), dan Yūsuf al-Qaradlāwi (cendekiawan muslim kelahiran Shafth

Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926).

“René Descrates” mengumumkan raionalismenya yang bukan anti

Tuhan. Dan untuk menjelaskan apa yang dapat dipahami oleh penulis tentang

“kaitan”nya dengan “Immanuel Kant”, lalu menampilkan ilmuwan Muslim

“Harun Yahya” yang menyangsikan sekaligus membantah teori Evolusi

“Darwin” penapi Tuhan. Hoca memilih membuktikan “Keberadaan Tuhan”

bukan sekedar melalui “Wahyu” tapi lebih jauh melalui telaah rasional yang

kritis dengan pendekatan ilmiah terhadap “Kebaradaan Alam”. Dan dengan

harapan dapat menggambarkan “Bagaimana Kehidupan Rasionalisme dalam

Islam”, terakhir penulis menyebut “Yūsuf al-Qaradlāwi” yang menolak klaim

bahwa pendidkan Islam menapikan rasionalisme.

Rasionalisme telah diterima secara meluas dalam berbagai disiplim

ilmu oleh karena andilnya yang sedikit merombak tradisi lama dengan

menawarkan metode baru yang lebih kritis. Namun demikian, dalam

prakteknya di dunia (pendidikan) Islam, rasionalitas belum sepenuhnya

diberikan ruang.

36 Yusuf al-Qaradlāwi, Al-Rasūl wa al-`Ilm, hlm. 38-40, sebagaimana yang dikutip M. Sahrul Murajjab.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 19: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

18

Islam bukan agama yang menolak total rasionalisme. Islam adalah

agama ilmu, agama rasional dan “agama akal”.  Ilmu, rasionalitas dan akal

sangat dihormati dalam Islam.

Dalam penddidikan Islam dengan berbagai konsep dan ajarannya,

rasionalisme dan akal manusia mendapat perhatian besar, meskipun dengan

catatan bahwa rasionalisme yang disokong bukanlah rasionalisme yang

kebablasan sebagaimana dalam pandangan Barat. Sayangnya, rasionalisme

yang sedemikian dijunjung tinggi dalam Islam kemudian menjadi sebuah

ironi, karena dianggap sebagai ancaman bagi keutuhan Islam.

Dunia pendidikan Islam pada selama abad terakhir mengalami krisis.

Dominasi aktivitas yang seakan menggeser pendekatan rasional, kritis dan

analitis dalam proses kegiatan ilmiah. Kenyataan ini menjadi objek perhatian

bagi sejumlah cendekiawan muslim, salah satunya Yūsuf al-Qaradlāwi, salah

satu tokoh otoritatif di dunia Islam abad ini. Bersumber dari al-Qur’an dan

Hadits Nabi SAW yang dikuasainya, serta sejumlah “pengalaman” yang

diwariskan oleh orang-orang yang sangat yang berpengaruh pada perjalanan

intelektualnya seperti Hasan al-Banna, al-Qaradlāwi cukup berhasil

mendudukan “rasionalisme Islam” yang seharusnya ditegakkan kembali dalam

bidang pendidikan Islam.

Rasionalisme memberikan sumbangan yang cukup berharga bagi

pendidikan Islam dalam mengembangkan pengetahuan. Bukan membuat Islam

runtuh ataupun pudar validitas ajarannya, tapi sebagai bentuk usaha pencarian

atas hakikat kebenaran itu sendiri. Dengan demikian, seiring zaman

pendidikan Islam diharapkan semakin menemukan jalannya dalam menguak

kebenaran yang masih tersembunyi dalam Islam itu sendiri. Fa’taibiruu yaa

ulil albaab, wallahu a’lam.

Demikian penulis mengakhiri tulisan ini, dengan mengharap

sumbangsih berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Guna

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 20: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

19

bersama-sama menemukan hal-hal yang lebih baik dengan berangkat dari

“berpikir”.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 21: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

20

Daftar Pustaka

Adian, Donny Gahral, 2002 Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan dari David Hume Sampai Thomas Kuhn, Jakarta: PT. Gramedi Pustaka Utama.

Ali Mudhofir, 2001, Kamus Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Artikel, Tinjauan TerhadapMetode Empirisme dan Rasionalisme, oleh: M. Ied Al Munir (Dokumen Pdf), diunduh dari http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/56/54, akses 16/10/2010.

Charles M. Stanton, 1994, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. oleh H. Afandi & Hasan Asari dari aslinya berjudul “Higher Learning in Islam: The Classical Period, A.D 700-1300”, Jakarta: Logos Publishing House

Israr Ahmad Khan, Towards Understanding Islamic Paradigm of Education.

J.M. Halstead, “An Islamic Concept of Education: Comparative Education Journal, 40, no.4 (2004):519

Jujun S. Suriasumantri, 2007, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Lacey, A.R., 2000, A Dictionary of Philosophy, New York: Routledge.

M. Sahrul Murajjab, Rasionalisme Dalam Pendidikan Islam: Studi Awal Pemikiran Yusuf Al-Qaradlāwi, pada Website Akademi Islam di http://akademiislam.wordpress.com/2010/08/30/rasionalisme-dalam-pendidikan-islam-studi-awal-pemikiran-yusuf-al-qaradlawi/, akses 19/10/2010

Makalah Filsafat Illmu: Konstruksi Epistemologi Sir Francis Bacon,oleh: Ach. Khatib, S.Pd.I, PI-MKPI PPs UIN Sunan Klijaga Yogyakarta.

Makalah: Filsafat Barat:Zaman Modern, diunduh dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_6.pdf.

René Descartes, 1953, Discourse on the Method of Rightly Conducting the Reason and Seeking Truth in the Science, dalam a Discourse on Method, terj. John Veitch, London: J.M. Dent & Sons, Ltd.

René Descartes, 1953, The Principles of Philosophy, dalam a Discourse on Method, terj. John Veitch, London: J.M. Dent & Sons, Ltd.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)

Page 22: Izzi_Filsafat René Descrates dan Pendidikan Islam

21

Sudarsono, Drs., SH., M.Si., 2008, Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, 1977, The Concept of Education in Islam, hal. 1-3. (Makalah yang dibacakan sebagai sambutan kunci (keynote address) pada “First World Conference on Muslim Education” di Makkah)

Website Wikipedia: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat#Filsafat_Barat, akses 18/10/2010.

Website Wikipedie: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Harun_Yahya, akses tanggal 19/10/2010

Website Wikipedie: Ensiklopedia Bebas di http://id.wikipedia.org/wiki/Perancangan_cerdas akses tanggal 19/10/2010

Yusuf al-Qaradlāwi, Al-Rasūl wa al-`Ilm.

Izzi: Pendidikan Islam dan Rasionalisme (René Descrates)