IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

144
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Disusun Oleh : Iwan Suherman NIM : 103045128142 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Transcript of IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Page 1: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

AKSI TERORISME DI INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Disusun Oleh :

Iwan Suherman

NIM : 103045128142

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 2: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI

INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Iwan Suherman

NIM : 103045128142

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Asmawi, M. Ag Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag

NIP : 150282394 NIP : 150269678

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008

Page 3: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI

INDONESIA (ANALISIS FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG

TERORISME) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei

2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Kepidanaan Islam).

Jakarta, 22 Mei 2008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Asmawi, M.Ag

(……………………)

NIP. 150 282 394

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag

(…………………....)

NIP. 150 282 403

Page 4: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

3. Pembimbing I : Asmawi, M.Ag

(……………………)

NIP. 150 282 394

4. Pembimbing II : Drs. H. Ahmad Yani,

M.Ag (……………………)

NIP. 150 269 678

5. Penguji I : Prof.DR.H.M.

Abduh Malik (……………………)

NIP.

6. Penguji II : Nahrowi, SH, MH

(……………………)

NIP. 150 293 227

Page 5: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Mei 2008

Iwan Suherman

Page 6: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

KATA PENGANTAR

ا��� ا��� ا� ���

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhannya

alam semesta, tempatku mengadu dan bersyukur atas anugerahNya yang sangat

berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

selalu ku curahkan kepada semulia-mulia makhluk yang Allah ciptakan, Nabi

Muhammad saw, assalamu’alaika ya Rasulallah wa rahmatullahi wa barakatuhu…

juaga kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Alhamdulillah, dalam penulisan skripsi ini, meskipun penulis mengalami

banyak kendala, tetapi banyak pula hal-hal yang dapat penulis petik hikmahnya,

sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan

dalam skripsi ini, karena penulis sendiri hanyalah makhluk yang dhaif yang masih

harus banyak belajar.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang mendalam

kepada Allah swt yang telah mengizinkan penulis untuk mampu menyelesaikan

skripsi ini. Selain itu, dalam kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih kepada

banyak pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, antara lain :

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM sebagai Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku Ketua dan

SekretarisProgram Studi Jinayah Siyasah yang telah memberikan dukungan dan

kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Jazakumullah Khairal Jaza;

3. Bapak Asmawi, M.Ag dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag atas kesediaannya

memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan

memberikan berbagai petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

4. Kepala Perpustakaan Fakultas beserta jajarannya, yang telah membantu penulis

dalam memfasilitasi berbagai literatur yang penulis butuhkan untuk

menyelesaikan skripsi ini;

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis sejak penulis duduk di bangku perkuliahan sampai

lulus dari kampus tercinta ini;

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Sapan dan Arum Rosalia. Doaku senantiasa

mengalir untuk kalian laksana sumur zam-zam yang tak pernah kering. Atas kasih

Page 7: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

sayang yang tiada banding, mendoakan, membantu, mendukung, berkorban, baik

secara moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Rabbighfirli wa liwalidaiya warhamhuma kama rabbayani shaghira…Amin;

7. Ustadz H. Asmuni Marzuki, Ustadz H. Ahmad Fulaih,S.Ag, Ustadz

Mulyani,S.Ag, yang telah mendoakan dan banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

8. Teman-teman satu atap di Jinayah: Beben, Oneil, Ajhon, Wildan, Ubuy, Jabar,

Auf, Asep, Adin, Pandi, Karya, Rahmat, Suwardi, Sudirman, Katon, Ana (thank

untuk bantuannya selama ini), Didi, Nita, Iroh, Lina, Ela, iik, Mamah, Dewi,

Elga, Iyam, Manse, Rika. Hadiah terindah yang pernah aku dapat adalah

mengenal kalian…Selamat berjuang Kawan!

9. Seluruh rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu namanya. Namun, keberadaan kalian akan selalu

terukir di dalam hati ini;

Hanya kepada Allah jualah akhirnya penulis memanjatkan doa dan memohon

ampunan. Semoga Allah swt memberikan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda

kepada mereka, sebab tanpa doa dan bantuan mereka, penulis hanyalah hamba yang

dhaif. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan suatu kontribusi

bagi perjuangan penegakan syariat Allah di bumi Indonesia tercinta.

Hadanallah wa iyyakum ajma’in.

Jakarta, 22 Mei 2008

Penulis

Page 8: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………….1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………….5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………...6

D. Metode Penelitian…………………………………………...6

E. Sistematika Penulisan……………………………………….7

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD

A. TERORISME

1. Definisi Terorisme……………………………………….9

2. Kategori Aksi Terorisme………………………………...11

3. Sanksi Terorisme………………………………………...13

4. Bentuk Aksi……………………………………………..21

B. JIHAD

1. Definisi Jihad.……………………………………………23

2. Dasar Hukum Tentang Jihad.……………………………26

3. Syarat dan Tujuan Jihad.………………………………...30

BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG

TERORISME DAN JIHAD

Page 9: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

A. Cendekiawan Muslim di Indonesia.………………………..41

B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia..………………….57

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI NO. 3

TAHUN 2004 TENTANG TERORISME

A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme….62

B. Terorisme dan Jihad………………………………………..65

C. Hukum Terorisme………………………………………….82

D. Sanksi Terorisme…………………………………………...86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………...91

B. Saran……………………………………………………….93

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

...94

LAMPIRAN

Page 10: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama Rahmat Li al-‘Alamin, yaitu agama yang membawa

perdamaian bagi seluruh alam. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa

perkembangan Islam dari masa Rasulullah saw, Khulafaurrasyidin, sampai pada

masa sekarang ini selalu disampaikan dengan cara damai dan senantiasa

menyerukan kedamaian. Oleh karena itu, tidak mungkin umat Islam melakukan

tindak kekerasan yang dapat merugikan umat Islam sendiri dan umat lainnya.1

Islam juga merupakan agama yang mengajak umat manusia untuk

merealisasikan kebenaran dan perdamaian, mulai dari lingkup pribadi, sosial, dan

negara. Pada waktu yang bersamaan, Islam mengajak untuk berjihad di jalan

Allah Ta’ala dalam rangka meninggikan kalimat Allah, mengeluarkan manusia

dari kegelapan menuju cahaya. Misi ini yang diungkapkan seorang sahabat

bernama Rabi’ bin Amir kepada panglima perang Persia mengenai Islam dan

tujuan kaum muslimin berjihad,

“Kami datang untuk mengeluarkan manusia dari kediktatoran penguasa menuju keadilan Islam, dari dunia yang sempit

menuju kepada akhirat yang luas, yang belum pernah telinga mendengar dan mata melihatnya. Islam mengagungkan

manusia, mengangkat derajat dan keutamaannya di atas seluruh makhluk. Karena itu, Islam mengharamkan pembunuhan,

mencegah penganiayaan terhadap anggota badan dan memperbolehkan membayar diyat untuk merealisasikan

perdamaian”.2

1 Majalah Jihad, Edisi PerdanaTh. I, 27 April 2003 h.8

2 Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-Asad, 1997

Cet. Ke-2 h.5

Page 11: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Islam mensyariatkan agar jihad dilakukan dengan harta, jiwa, dan raga. Jihad

adalah sarana paling efektif untuk mewujudkan perdamaian, kebenaran, dan

keadilan. Nabi Muhammad saw sendiri menerangkan bahwa tujuan jihad tertinggi

adalah syahid3 di jalan Allah swt, syahid adalah cita-cita tertinggi seorang

muslim yang benar keimanannya, karena ia adalah jalan yang mulia, dan suci

untuk mencapai keridhoan Allah swt. Hal inilah yang ditegaskan dalam Q.S. Ali

Imron (3) : 169 bahwa para syuhada itu hidup disisi Tuhannya.

���� و� �� رب)'& %$# أح��ء ب� أ��ا� ا���� س��� �� ����ا ا�� )169: 3/ %/,ان ال( �,ز��ن

Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi

Tuhannya dengan mendapat rezki”.

Bagi sebagian orang, terutama bagi kalangan non muslim yang kurang

memahami pengertian jihad, seakan-akan jihad itu mesti dalam bentuk perang

atau dengan menggunakan pedang atau senjata. Hal ini terbukti dari uraian yang

ditulis oleh H.A.R Gibb dan Jhon Krameres (Shorter Encyclopedia of Islam),

sebagaimana dikutip dalam majalah Jihad, mereka menyimpulkan :

“Jihad holy war, The spread of Islam by arms, is a religious duty upon Muslims in general. (Jihad adalah perang suci,

meyebarkan Islam dengan senjata pada umumnya adalah salah satu tugas keagamaan bagi orang-orang muslim”.4

3 Syahid adalah istilah yang digunakan bagi orang yang gugur didalam berjuang di jalan Allah

awt 4 Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.10-11

Page 12: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Padahal, di dalam agama Islam sendiri jihad itu mempunyai makna yang

sangat luas, tidak hanya dalam bentuk peperangan. Jihad fi sabilillah dalam

pemahaman yang sebenarnya tidaklah identik dengan kekerasan, anarkisme,

perang brutal, pengeboman, dan teror yang dilakukan perorangan maupun

kelompok.5

Namun, seringkali ada sebagian orang atau kelompok yang mengatasnamakan

Islam untuk melakukan tindakan terorisme. Misalnya Imam Samudera (Abdul

Aziz), DR. Azhari Husen (alm), Noordin M.Top, dan Cs yang ditetapkan sebagai

aktor peledakan bom (kalau tidak ingin menyebut teroris) di beberapa tempat di

wilayah Indonesia. Harus disadari bahwa betapa pun teror dan bom yang banyak

memakan korban jiwa itu telah membuat rakyat takut. Tindakan yang mereka

(para pelaku teror) lakukan, menjadi malapetaka yang menimpa umat Islam di

berbagai daerah di Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan

mencurigai umat Islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan

saksikan.6 Bahkan berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris,

Australia) yang menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris.

Tudingan tersebut dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di

Indonesia, mulai dari tanggal 1 Agustus 2000 hingga 1 Oktober 2005 tercatat

sedikitnya 18 peristiwa teror yang menelan korban jiwa dan harta benda. Mulai

dari peledakan bom di Kedubes Filipina, Kedubes Malaysia, Kedubes Australia,

5 Majalah Jihad, Edisi Perdana Th. I 27 April 2003, h.12

6 Majalah Sabili, No.6 Th. XII 8 Oktober 2004, h.28

Page 13: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

lalu peledakan bom Bali pertama (12 Oktober 2002) dan bom Bali kedua (1

Oktober 2005).7

Menjadi sebuah pertanyaan besar kepada kita semua, apakah Islam sebagai

agama Rahmat Li al-‘Alamin mengajarkan kepada para penganutnya untuk

melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain sampai merenggut banyak

korban jiwa dan harta benda seperti aksi terorisme misalnya?

Jawaban kita (umat Islam ) tentunya tidak! Di sinilah kemudian menjadi

sebuah perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia. Di tengah keadaan yang

meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis

Ulama Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut

andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan mengeluarkan fatwa seputar

masalah terorisme di Indonesia. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tindakan

terorisme adalah haram dengan alasan apapun, apalagi jika dilakukan di negeri

damai (Darul al-Suhlt) dan negeri muslim seperti Indonesia. Hal ini dijelaskan

dalam QS al-Maidah (5) : 33

أن ���دا ا�<رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F��ف �� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا

اب اFM�,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�<رض% &�O% )ة#P�/ا�

/5 :33(

Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan

di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau

7 Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005

Page 14: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di

akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.

Kemudian, masih dalam fatwa tersebut, Islam membedakan hukum terorisme

dengan jihad, baik dari aspek pengertian, tindakan yang dilakukan dan tujuan

yang ingin dicapai.8

Tertarik dengan substansi fatwa MUI itulah penulis ingin meneliti masalah

terorisme di Indonesia dengan mengangkat judul yaitu “TINJAUAN HUKUM

ISLAM TERHADAP AKSI TERORISME DI INDONESIA (Analisis Terhadap

Fatwa MUI Tahun 2004 tentang Terorisme)”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah berkaitan dengan dikeluarkannya fatwa MUI tentang terorisme, sebagai

bentuk sikap dari para ulama Indonesia terhadap aksi terorisme. Untuk itu, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam

terhadap aksi terorisme di Indonesia dengan menganalisis fatwa MUI tersebut. Berdasarkan pokok masalah ini, akan

diuraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran hakikat jihad dan terorisme ?

2. Bagaimanakah pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme?

3. Bagaimanakah pandangan MUI tentang jihad dan terorisme ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Memberikan penjelasan hakikat jihad dan terorisme

2. Mengetahui pandangan cendekiawan Islam tentang jihad dan terorisme

3. Mengetahui pandangan MUI tentang jihad dan terorisme

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

8 MUI, Fatwa MUI Tentang Terorisme, Tahun 2004

Page 15: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

wawasan umat Islam tentang definisi dan perbedaan seputar masalah

terorisme dengan jihad,

2. Mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tinjauan hukum islam

terhadap aksi terorisme,

3. Untuk menambah khasanah pemikiran Islam mengenai analisis fatwa MUI

terhadap aksi terorisme di Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan

berdasarkan data-data ilmiah yang telah ada. Juga bersifat deskriptif, karena

penelitian ini menjabarkan atau menggambarkan obyek penelitian. Kemudian

penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif-dokriner, karena di dalamnya

akan dipakai aturan-aturan yang telah baku dan juga pendapat pendapat dari

para ahli.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam tahap ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data,

yaitu melalui Studi Dokumenter, di mana dalam hal ini penulis mengkaji literatur-

Page 16: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

literatur ataupun tulisan-tulisan dari beberapa ahli dalam wacana terorisme ini,

dan yang kedua melalui teknik wawancara.9

3. Teknik Analisis Data

Dalam tahap ini penulis menggunakan Teknik Analisis Kualitatif, di mana

dalam tahap ini penulis berusaha menganalisa berbagai pemikiran dan kesimpulan

yang didapat dalam literatur-literatur tersebut dan juga berusaha melakukan

seleksi data dan menginterpretasikan serta menguji kebenarannya.

Adapun Teknik dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah & Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 200710

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan memahami penelitian ini, penulis membaginya

menjadi lima bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

9 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1986, h.12

10 Djawahir Hejazziey, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah & Hukum UIN

Syarif Hidayatullah, 2007

Page 17: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Pada bab ini menjelaskan tentang : latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN JIHAD :

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang : definisi terorisme, kategori

aksi terorisme, sanksi terorisme, bentuk aksi terorisme, definisi jihad,

dasar hukum tentang jihad, syarat dan tujuan jihad.

BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG

TERORISME DAN JIHAD

Pda bab ini penulis menjelaskan tentang : pandangan cendekiawan

Muslim di Indonesia, dan pandangan cendekiawan Muslim di Luar

Indonesia.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

FATWA MUI NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME

Pada bab ini penulis memaparkan dan menjelaskan : berbagai aksi

terorisme di Indonesia, terorisme dan jihad, hukum terorisme, dan

sanksi terorisme.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang : kesimpulan, dan saran.

Page 18: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

\ BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG TERORISME DAN

JIHAD

A. TERORISME

1. Definisi Terorisme

Dapatkah terorisme

didefinisikan?Pertanyaan ini diajukan

oleh Wolter Lacquer. Menurutnya lebih

dari seratus definisi telah dikemukakan

untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Kata terorisme diderivasi dari bahasa

Latin yaitu terrere, berarti membuat

ketakutan, dan terorisme didefinisikan

sebagai suatu “Penggunaan teror yang

sistematik secara khusus sebagai satu

sarana memperoleh tujuan politik”

(systematic use of terror as a means of

gaining some political end). Sedangkan

definisi terorisme menurut Hoffman

(Inside Terrorism) sebagaimana dikutip

dalam buku ‘Terorisme Berjubah

Page 19: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Agama’ adalah “Penciptaan dan

eksploitasi ketakutan yang dilakukan

dengan sengaja melalui kekerasan atau

ancaman kekerasan dalam rangka

mencapai perubahan politik” (the

deliberate creation and exploitation of

fear through violence or the threat of

violence in the pursuit of political

change).11

Satu definisi terbaik

mengenai terorisme telah dikeluarkan

oleh Departemen Pertahanan Amerika

Serikat tahun 1990 bahwa terorisme

adalah “Penggunaan kekuatan atau

kekerasan yang tidak berdasarkan

hukum atau mengancam yang

menghancurkan individu dan harta

benda untuk memaksa dan

mengintimidasi pemerintah dan

masyarakat, seringkali untuk mencapai

tujuan-tujuan politik, agama atau

11 Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, Jakarta, PBB UIN, 2003, h.9

Page 20: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

ideologi” (as the unlawful use of, or

threatened use, of force or violence

against individuals or property to

coerce and intimidate governments or

societies, often to achieve political,

religious, or ideological objectives).12

Sejauh ini tidak ada definisi

tunggal mengenai terorisme yang bisa

disepakati. Bahkan definisi yang telah

dipaparkan di atas bukanlah konsensus

yang dapat diterima dalam mengkaji

isu terorisme. Menurut Azyumardi

Azra, ada beberapa hal yang menjadi

penyebab terjadinya kesulitan dalam

mendefinisikan terorisme. Pertama,

‘terorisme’ merupakan masalah moral

yang sulit, karena istilah ini sering

didasarkan pada asumsi bahwa

sejumlah tindakan kekerasan –

khususnya menyangkut politik- adalah

12 Ibid., h.10

Page 21: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

justifiable dan sebagian lagi

unjustifiable. Kekerasan yang

dikelompokkan ke dalam bagian

terakhir inilah yang sering disebut

sebagai terorisme. Kedua, ‘terorisme’

terletak pada sifat subjektif teror itu

sendiri. Umat manusia mempunyai

akar-akar ketakutan yang berbeda.

Pengalaman-pengalaman pribadi dan

latar belakang budaya yang berbeda

membuat citra ketakutan yang berbeda

pula satu sama lain. Kompleksitas

saling mempengaruhi di antara faktor-

faktor subjektif dan respon-respon

individual yang sering tidak rasional

mengakibatkan semakin sulitnya

pengkajian dan pendefinisian secara

akurat dan ilmiah atas terorisme.13

Namun, terdapat kesamaan pendapat

13 M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta, Center

For Moderat Muslim (CMM), 2004, h.33-36

Page 22: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

para ahli mengenai ciri-ciri dasar

terorisme, yaitu :14

a. Pengeksploitasian kelemahan

manusia secara sistematis (ketakutan

yang melumpuhkan terhadap

kekerasan, kekejaman, dan

penganiayaan fisik),

b. Adanya unsur pendadakan atau

kejutan,

c. Mempunyai tujuan politik yang lebih

luas dari sasaran atau korban,

d. Direncanakan, dan dipersiapkan

secara rasional.

2. Kategori Aksi Terorisme

Ada beberapa kategori aksi di

dalam konteks terorisme ini, di

antaranya yaitu yang diungkapkan oleh

T.P Thornton (Teror as a Weapon of

14 Abu Ridho, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp., Tarbiatuna,

h.13

Page 23: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Political Agitation) yang dikutip dalam

buku ‘Amerika Perangi Teroris Bukan

Islam’ bahwa ada dua kategori aksi

terorisme, pertama: enforcement terror,

yang dijalankan penguasa untuk

menindas tantangan terhadap

kekuasaan mereka. Kedua: agitational

terror, yakni kegiatan teroristik yang

dilakukan mereka yang ingin

menganggu tatanan yang mapan untuk

kemudian menguasai tatanan politik

itu.15

Berkaitan dengan itu juga, menurut

W.F May (Terrorism as Strategy and

Ecstasy) yang juga dikutip dalam buku

‘Amerika Perangi Teroris Bukan

Islam’ yang membagi terorisme ke

dalam dua bagian yaitu : penguasa teror

(regime terror) dan cengkraman

suasana teror (siege of terror). Yang

15 M.Hilaly Basya dan David K. Alka, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, h.38

Page 24: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

pertama mengacu kepada terorisme

untuk melayani kekuasaan yang mapan.

Yang kedua mengacu pada terorisme

untuk kepentingan gerakan-gerakan

revolusioner. May mengakui walau

penguasa teror lebih penting, justru

cengkraman teror lebih menyita

perhatian karena ia menyibakkan

persepsi tentang dunia pembunuhan

manusia secara kekerasan dalam cara

mencolok sehingga tampak lebih jelas

pada terorisme negara.16

Sedikit berbeda dengan Thornton dan

May, Wilkinson (Political Terrorism)

dikutip dalam buku ‘Jihad dan

Terorisme’ membedakan empat jenis

terorisme : kriminal, psikis, perang, dan

politik. Terorisme kriminal

didefinisikan sebagai penggunaan teror

secara sistematis untuk mencapai

16 Ibid., h.38

Page 25: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

tujuan-tujuan materiil; terorisme psikis

mempunyai tujuan-tujuan mistik,

keagamaan atau magis; terorisme

perang mempunyai tujuan

melumpuhkan lawan, menghancurkan

pertahanannya; sedangkan terorisme

politik secara umum didefinisikan

sebagai penggunaan ancaman untuk

mencapai tujuan-tujuan politik.17

Terorisme gaya baru mengandung

beberapa karakteristik. Pertama,

adanya maksimalisasi korban secara

sangat mengerikan. Kedua, keinginan

untuk mendapatkan liputan di media

massa secara internasional secepat

mungkin. Ketiga, tidak pernah ada

yang membuat klaim terhadap

terorisme yang sudah dilakukan.

Keempat, serangan terorisme itu tidak

pernah bisa diduga karena sasarannya

17 Azyumardi Azra, Jihad dan Terorisme, (Jakarta:Islamika,1997), h.85

Page 26: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

sama dengan luasnya seluruh

permukaan bumi.18

Terorisme gaya baru dapat

menyerang apa saja, menyerang gereja

atau masjid, menghantam pasar atau

supermarket, melumat kantor

pemerintah atau lembaga pendidikan,

nightclub, hotel-hotel, bisa menyerang

perkampungan desa maupun kota, bisa

melakukan serangan di jalan raya,

kereta api, bus, pesawat terbang, kapal,

dan lain sebagainya.

3. Sanksi Terorisme

Sebelum membahas sanksi

terorisme, di sini penulis akan

menguraikan terlebih dahulu tujuan

hukum menurut beberapa orang pakar

ilmu hukum, sehingga akan diketahui

tujuan dan kegunaan dari sanksi atau

18 www.detik.com 20/10/2002

Page 27: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

hukuman terhadap pelaku pelaku

terorisme ini.

Secara umum hukum pidana

memiliki tujuan social difence dan

social welfare, di mana manusia harus

memiliki rasa aman dalam

kehidupannya. Di antara tujuan hukum

tersebut telah dikemukakan oleh

beberapa sarjana ilmu hukum di

antaranya sebagai berikut :19

a. Menurut Prof. Subekti S.H, hukum

bertujuan untuk melayani tujuan

negara yaitu mendatangkan

kemakmuran dan kebahagiaan pada

19 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,

1989, h.41

Page 28: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

rakyatnya, dengan menyelenggarakan

keadilan dan ketertiban.

b. Prof. Van Apeldoorn dalam

bukunya “Inleiding tot de studie van

het Nederlandse recht” mengatakan

bahwa tujuan hukum ialah mengatur

pergaulan hidup manusia secara

damai. Hukum menghendaki

perdamaian

c. Geny dalam bukunya “Science et

technique en droit prive positif”

Page 29: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mengajarkan bahwa hukum bertujuan

semata-mata untuk mencapai

keadilan.

d. Dalam buku “Inleiding tot de

Rechtswetenschap” Prof. Van Kan

mengatakan bahwa hukum bertujuan

menjaga kepentingan tiap-tiap

manusia supaya kepentingan-

kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Dalam Rancangan Undang-Undang

RI Tahun 2000 tentang KUHP dalam

Page 30: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

bab III Pasal 50 disebutkan bahwa

pemidanaan dilakukan dengan tujuan

sebagai berikut :

a. Mencegah dilakukannya tindak

pidana dengan penegakan norma

hukum dari pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana

mengadakan pembinaan sehingga

menjadi orang baik dan berguna;

Page 31: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

c. Menyelesaikan konflik yang

ditimbulkan oleh terpidana,

memulihkan keseimbangan dan

mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat;

d. Membebaskan rasa bersalah para

terpidana, pemidanaan yang di

maksud untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia.

Page 32: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Dalam rangka mencegah dan memerangi terorisme tersebut, sejak jauh

sebelum maraknya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk

terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta

pelbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy)

disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan

yang dikategorikan sebagai terorisme.

Untuk itu, diperlukan perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak

Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang

ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum

mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas tindak

pidana terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan

menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1

tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang

dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Page 33: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

merupakan Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat

bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena : 20

a. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam

masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan

pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan

sebagai tindak pidana, karena perubahan pandangan dan norma di

masyarakat, menjadi termasuk tindak pidana dan diatur dalam suatu

perundang-undangan hukum pidana.

b. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan

norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan

untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak

waktu.

c. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu

peraturan khusus untuk segera menanganinya.

d. Adanya suatu perbuatan yang khusus di mana apabila dipergunakan proses

yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan

mengalami kesulitan dalam pembuktian.

Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun

2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat

20 Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan Terhadap

Keamanan Negara di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), h.17

Page 34: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) [(lex specialis derogat lex generalis)]. Keberlakuan lex specialis

derogat lex generalis, harus memenuhi kriteria 21

:

a. Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum,

dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-

Undang.

b. Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus

tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian

yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus

tersebut.

Dalam hukum pidana Indonesia

dijelaskan jenis-jenis hukuman pidana

di dalam KUHP pasal 10, yaitu :22

a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati;

2) Pidana Penjara;

21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996).

22 Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Jakarta:Rineka cipta, 2004, h.6

Page 35: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

3) Pidana Kurungan;

4) Pidana Denda;

5) Pidana Tutupan.

b. Pidana Tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu;

2) Perampasan barang-barang

tertentu;

3) Pengumuman putusan hakim.

Sanksi pidana bagi pelaku

terorisme dalam Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2003 diatur dalam

Bab II dengan hukuman terberat adalah

hukuman mati dan dua puluh tahun

penjara, hukuman yang paling singkat

adalah tiga tahun penjara.23

Adapun macam –macam

hukuman/sanksi tindak pidana

terorisme dijelaskan dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan

23 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme

Page 36: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

perbandingannya dengan KUHP

sebagai berikut :

a. Pidana Mati

Hukuman ini merupakan hukuman

terberat yang dijatuhkan kepada para

pelaku terorisme. Sebagaimana diatur

dalam Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003

yang menyatakan bahwa

dijatuhkannya hukuman mati ini,

apabila para pelaku terorisme dengan

sengaja menggunakan kekerasan atau

ancaman kekerasan, yang

menimbulkan suasana teror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas

atau menimbulkan korban yang

bersifat massal, dengan cara

merampas kemerdekaan atau

hilangnya nyawa dan harta benda

orang lain, atau mengakibatkan

kerusakan dan kehancuran terhadap

objek-objek vital yang strategis atau

Page 37: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

lingkungan hidup atau fasilitas publik

atau fasilitas internasional. Dalam

Pasal 104 KUHP pelaku makar

(kekerasan) pun dijatuhi hukuman

mati sebagai hukuman terberat,

apabila dengan maksud

menghilangkan nyawa, atau

merampas kemerdekaan, atau

meniadakan kemampuan presiden

atau wakil presiden pemerintah.

b. Pidana Penjara

1) Penjara seumur hidup

Hukuman ini menempati urutan

kedua setelah hukuman mati.

Kriteria untuk penjara seumur hidup

ini sama dengan kriteria pada

hukuman mati (Ps. 6 UU No. 15

Tahun 2003), hanya saja intensitas

kejahatannya yang berbeda. Para

pelaku terorisme dijatuhi hukuman

Page 38: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

ini apabila tingkat intensitas

kejahatannya tidak separah yang

dilakukan oleh pelaku yang dijatuhi

hukuman mati. Para pelaku makar

pun (Ps. 104 KUHP) dapat dijatuhi

hukuman penjara seumur hidup

apabila perbuatan makar yang

dilakukan tidak sampai membuat

pelakunya dijatuhi hukuman mati.

2) Penjara 4 Tahun s.d 20 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

pelaku terorisme sebagaimana

kriteria yang disebutkan dalam pasal

6 UU No. 15 Tahun 2003, hanya

saja intensitasnya masih di bawah

para pelaku yang dijatuhi hukuman

mati atau penjara seumur hidup.

Para pelaku makar pun (Ps. 104

KUHP) dapat dijatuhi hukuman

penjara paling lama dua puluh

Page 39: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

tahun, apabila perbuatan makar

yang dilakukan tidak sampai

membuat pelakunya dijatuhi

hukuman mati atau penjara seumur

hidup.

3) Penjara 3 Tahun s.d 15 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

setiap orang yang dengan sengaja

menyediakan atau mengumpulkan

dana dengan tujuan yang akan

digunakan atau patut diketahuinya

akan digunakan sebagian atau

seluruhnya untuk melakukan tindak

pidana terorisme (Ps. 11 UU No. 15

Tahun 2003). Senada dengan pasal

ini, di dalam Pasal 110 KUHP pun

mengatur tentang permufakatan

jahat dan pidana yang sama

diterapkan terhadap orang-orang

yang dengan maksud berdasarkan

Page 40: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

pasal 104, 106, 107, 108 yaitu

mempersiapkan dan memperlancar

kejahatan.

Hukuman penjara minimal 3

tahun dan maksimal 15 tahun juga

dapat dijatuhkan kepada orang yang

dengan sengaja menggunakan

kekerasan atau ancaman kekerasan

atau dengan mengintimidasi

penyidik, penyelidik, penuntut

umum, penasehat hukum, dan atau

hakim yang menangani perkara

tindak pidana terorisme, sehingga

proses peradilan menjadi terganggu

(Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2003).

Kemudian, hukuman penjara

minimal 3 tahun dan maksimal 15

tahun juga dapat dijatuhkan kepada

orang yang memberikan kesaksian

palsu, meyampaikan alat bukti palsu

atau barang bukti palsu dan

Page 41: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mempengaruhi saksi secara

melawan hukum di sidang

pengadilan, atau melakukan

penyerangan terhadap saksi

termasuk petugas pengadilan dalam

perkara tindak pidana terorisme

(Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2003).

Sedangkan di dalam KUHP, setiap

orang yang dengan sengaja

memberikan keterangan palsu di

atas sumpah, baik dengan lisan atau

tulisan, secara pribadi maupun oleh

kuasanya diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun (

Pasal 242 ayat (1) KUHP), bila

keterangan palsu di atas sumpah

diberikan dalam perkara pidana dan

merugikan terdakwa atau tesangka,

maka diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun

(Pasal 242 ayat (2) KUHP).

Page 42: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

4) Penjara 2 Tahun s.d 7 Tahun

Hukuman ini dijatuhkan kepada

setiap orang yang dengan sengaja

mencegah, merintangi atau

menggagalkan secara langsung atau

tidak langsung penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan dalam perkara

tindak pidana terorisme (Pasal 22

UU No. 15 Tahun 2003).

Selanjutnya, selain diancam

dengan hukuman pokok seperti yang

telah dijelaskan dalam pasal-pasal

tersebut di atas, pelaku terorisme

atau hal-hal yang terkait dengan

tindakan terorisme dapat dikenai

hukum tambahan, yaitu : Pasal 39

ayat (1) KUHP : “Barang-barang

kepunyaan terpidana yang diperoleh

dari kejahatan atau sengaja

Page 43: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dipergunakan untuk melakukan

kejahatan dapat dirampas”.

4. Bentuk Aksi Terorisme

Menurut Lacqueur, tidak semua

kekerasan dapat disebut sebagai

tindakan terorisme. Senada dengan

Lacqueur, ada dua karakteristik dari

terorisme. Pertama, ada kekerasan, dan

Kedua, dimotivasi oleh agama.24

Berdasarkan beberapa karakter

tersebut, dapatlah diklasifikasikan

bahwa bentuk aksi terorisme terbagi ke

dalam dua jenis, yaitu :

1. Terorisme Agama

Persepsi yang umum mengenai

kemunculan kekerasan atas nama

agama di penjuru dunia terjadi pada

abad ke dua puluh. Tahun 1998

24 Ridwan al-Makassary, Terorisme Berjubah Agama, h.12

Page 44: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

misalnya, Sekretaris Negara Amerika

Serikat Madelaine Albright telah

membuat daftar 30 kelompok

terorisme yang paling mengancam

perdamaian dunia, lebih dari

separuhnya adalah karena motivasi

agama. Mereka (para pelaku teror)

memaknai kekerasan sebagai suatu

titah ketuhanan dan aksi sakramen

(upacara suci). Dengan demikian,

menurut Hoffman terorisme agama

mengasumsikan satu dimensi yang

transendental dan akibatnya para

pelaku terorisme tidak dihalangi oleh

hambatan-hambatan politik dan

moral.25

Agama selanjutnya bertugas

sebagai satu kekuatan legitimasi. Ini

menjelaskan mengapa sanksi klerik

menjadi begitu penting bagi para

pelaku terorisme agama dan mengapa

25 Ibid., h.15

Page 45: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

tokoh-tokoh agama seringkali dituntut

untuk ‘merestui’ tindakan teror

sebelum tindakan itu dilaksanakan.

Pada terorisme agama tidak

bermaksud menerima konstituen lain.

Karenanya, pembatasan-pembatasan

yang dipaksakan sangat tidak relevan

bagi terorisme agama. Tidak adanya

satu konstituen yang lebih luas

mendorong pelaku terorisme agama

ini menampilkan kekerasan yang

kadangkala terbatas melawan satu

kategori target yang nyata (siapapun

yang tidak menjadi anggota dari

terorisme agama atau sekte agama

tersebut). Selain itu, terorisme agama

melihat diri mereka bukan sebagai

satu bagian dari satu sistem sosial,

tetapi sebagai orang luar (outsiders)

yang mengupayakan perubahan-

Page 46: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

perubahan fundamental dalam satu

sistem sosial yang berlaku.26

2. Terorisme Sekuler

Dalam hal konstituennya,

terorisme sekuler berupaya mencari

dan merangkul para simpatisan yang

aktual dan potensial. Berbanding

terbalik dengan terorisme agama, pada

terorisme sekuler pembatasan-

pembatasan yang dipaksakan –karena

harapan untuk merangkul pendukung

yang diam-diam atau konstituen yang

pasif- sangatlah relevan. Terorisme

sekuler menganggap kekerasan

sebagai satu jalan untuk menuntut dan

mendesak adanya perbaikan dan

perubahan satu sistem sosial yang

pada dasarnya bagus. Terorisme jenis

26 Ibid., h.16

Page 47: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

ini juga memiliki satu set tujuan-

tujuan politik, sosial, atau ekonomi.27

B. JIHAD

1. Definisi Jihad

Perkataan jihad seringkali

diterjemahkan kedalam bahasa Inggris

dengan Holy War. Di dalam al-Qur’an

Allah swt menyebut kata-kata jihad

sebanyak 41 kali dengan pengertian

yang berbeda-beda. Menurut Prof. DR.

Quraisy Shihab, sebagaimana dikutip

dalam majalah Jihad, jihad merupakan

manifestasi identitas seorang mukmin,

artinya setiap mukmin adalah seorang

mujahid (pelaku jihad).28

Jihad tidak

selalu identik dengan perang

(menggunakan senjata), karena dalam

27 Ibid., h.18 28 Majalah Jihad, Edisi No.2 Th. I 27 Mei 2003, h.5

Page 48: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

al-Qur’an istilah perang sendiri

menggunakan 4 jenis kata yaitu :

a. Qitaal (ل��� ) b. Harb (ح,ب )

c. Ghazwah ( وة:R)

d. Jihaad (د�'; )

Menurut pengertian secara bahasa

jihad berasal dari kata al-juhd (#'Sا� )

yang berarti kemampuan, atau

mengeluarkan sepenuh tenaga dan

kemampuan dalam mengerjakan

sesuatu. Kata jihad juga berasal dari

kata al-jahd (#'Sا� ) artinya kesukaran

yang untuk mengatasinya harus

dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Demikianlah keterangan dari Wahbah

al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islam

Wa Adillatuhu.29

Menurut Imam Raghib

al-Isfahani (Mu’jam Mufradat Li al-

Fadz al-Qur’an) seperti yang dikutip

29 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Juz VI (Damaskus Suriah:Dar al-

Fikr,1984), h.413

Page 49: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dalam buku ‘Meluruskan Makna Jihad

Mencegah Terorisme’ dijelaskan bahwa

yang di maksud dengan jihad adalah

mengerahkan segala kemampuan untuk

menangkis serangan dan menghadapi

musuh yang tidak tampak yaitu hawa

nafsu, setan, dan musuh yang tampak

yaitu orang kafir yang memusuhi islam.

Jihad dalam pengertian ini tidak hanya

mencakup pengertian perang melawan

musuh yang memerangi Islam, tetapi

lebih luas lagi jihad berarti berusaha

sekuat tenaga dan kemampuan untuk

mengalahkan nafsu setan dalam diri

manusia. al-Nabhani (al-syakhsiyah al-

Islamiyah) mendefinisikan jihad

sebagai perang terhadap terhadap orang-

orang kafir untuk meninggikan kalimat

Allah.30

Menurut Sayyid Quthub

30 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, Diterbitkan Oleh Tim Penanggulangan

Terorisme, Cet. I, 2006, h.4

Page 50: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

(Ma’aalim Fi al-Thariq), seperti yang

dikutip dalam majalah Jihad, jihad

adalah kelanjutan dari politik Tuhan.

Jihad adalah perjuangan revolusioner

yang dirancang untuk melucuti musuh-

musuh Islam, sehingga memungkinkan

muslimin menerapkan ketentuan-

ketentuan syari’ah yang selama ini

diabaikan atau bahkan ditindas oleh

Barat dan rezim-rezim opresif di dunia

muslim sendiri. Sedangkan menurut

Abul A’la al-Maududi, jihad adalah

perjuangan yang harus dilakukan kaum

muslimin untuk mewujudkan cita-cita

islam sebagai sebuah gerakan

revolusioner internasional.31

Selain definisi diatas, para fuqaha

mengartikan jihad sebagai upaya

mengerahkan segenap kekuatan dalam

perang fi sabilillah baik secara langsung

31 Majalah Jihad, h.11

Page 51: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

maupun dalam bentuk pemberian

bantuan keuangan, pendapat, atau

penyediaan logistik dan lain-lain untuk

memenangkan peperangan.32

Dari beberapa definisi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa jihad adalah

usaha yang sungguh-sungguh dengan

segenap kemampuan untuk mencapai

tujuan yang luhur di jalan Allah. Jihad

dapat dilakukan dengan bekerja keras,

melawan hawa nafsu yang

menghancurkan dan menjerumuskan

manusia kepada kebinasaan. Jihad juga

dapat dilakukan dalam bentuk perang

yang diijinkan oleh Allah swt demi

menjaga kehormatan, harkat, dan

martabat manusia dan kaum muslimin.

2. Dasar Hukum Tentang Jihad

32 Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, Juz IV (Beirut: Dar al-Fikr,1992), h.119

Page 52: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Jihad dalam pengertian umum

mencakup seluruh jenis ibadah dan

amal shalih, diantaranya :

a. Haji Mabrur

Haji yang mabrur merupakan

ibadah yang setara dengan jihad.

Bahkan bagi perempuan haji yang

mabrur merupakan jihad yang utama.

Sebagaimana ditegaskan dalam

beberapa hadist, diantaranya : �% TUP�% VWر Xأن�'� %$'� ا Y���: �� رس�ل ،Xد ن,ى ا�'Sا�

�� �، :ل�� ن�Sه#؟ أ�[ ا�>/�، أ�\� ��,ور حab ا�S'�د أ�\� و�). cرى روا�d�33ا�(

Artinya : “Aisyah r.a bahwasanya ia

berkata : “Ya Rasulullah kami tidak

melihat ada amalan yang lebih baik

daripada jihad, maka apakah tidak ada

jihad untuk kami ? Rasulullah saw

berkata: tidak ada, tetapi untukmu

33 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz I (Beirut:Dar al-

Fikr,1984), h.173

Page 53: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

jihad yang lebih baik dan lebih indah

adalah melaksanakan haji menuju haji

yang mabrur”.(H.R. al-Bukhari)

Pada riwayat al-Bukhari lainnya,

Rasulullah saw juga bersabda : �% TUP�% (ام ��$�f/ا�$���) %� ا� �Vص� Xن�� س<�� س��& و %��� ا cؤ 34 )ا��d�ري رواc( ا�Kb ا�S'�د ن>& :�@�ل ,ا�S'�د %�

Artinya : “ Dari Aisyah Ummul

Mukminin bahwa Rasulullah saw

ditanya oleh istri-istrinya tentang

jihad, beliau menjawab sebaik-baik

jihad adalah haji”. (H.R al-Bukhari)

b. Menyampaikan Kebenaran Kepada

Penguasa Yang Zhalim

Hal ini ditegaskan dalam hadist

riwayat al-Tirmidzi : �� ان� :��ل س��& و %��� اX ص��V ا�$���� أن� ا�d#ري س>�# أب� %�

&O%د أ�'Sا� T/(ن %$# %#ل آ��C�س ,P�;) . cي روا � )35ا��),

34 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz III

(Semarang:Maktabah Thaha Putra, T.th), h.221

Page 54: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Artinya : “Dari Abi Said al-Khudri

menyatakan bahwasanya Rasulullah

saw bersabda: Sesungguhnya diantara

jihad yang paling besar adalah

menyampaikan kebenaran kepada

penguasa yang zhalim”. (H.R

Tirmidzi)

Kata A’zham (&O%ا) pada hadist di atas

menunjukkan bahwa upaya

menyampaikan kebenaran kepada

penguasa yang zhalim merupakan

suatu perjuangan yang sangat besar.

Sebab hal itu sangat mungkin

mengandung resiko yang cukup besar

pula.36

c. Berbakti Kepada Orang Tua

35 Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwazi Bi

Syarhi Jami’ al-Tirmizi, Juz VI (Beirut:Dar al-Fikr,T.th), h.396

36 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.17

Page 55: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Jihad dalam berbakti kepada

orang tua dijelaskan dalam hadist : :�@�ل ,ا�S'�د �� ���<ذن وس��& %��� ا�V� Xص ا�$���) ا�V ر;� ;�ءK��ل ,ن>& :��ل وا�#اك؟ أح�: �/'�G� #ه�S�.) kG��� ���%(37

Artinya : “Seseorang datang kepada

Nabi saw untuk meminta izin ikut

berjihad bersamanya, kemudian Nabi

saw bertanya : apakah kedua orang

tuamu masih hidup? Ia menjawab:

masih, Nabi saw bersabda: terhadap

keduanya maka berjihadlah kamu”.

(Muttafaqun Alaih)

Kata fajaahid (#ه�S� ) dalam hadist

tersebut berarti memperlakukan orang

tua dengan cara yang baik, yaitu

dengan mengupayakan kesenangan

orangtua, menghargai jasa-jasanya,

menyembunyikan kelemahan dan

37 Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz IV (Mesir:Dar al-Salam,T.th),

h.42

Page 56: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

kekurangannya serta berperilaku

dengan tutur kata dan perbuatan yang

mulia.38

d. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan

Pendidikan

Didalam sebuah hadist yang

diriwayatkan Imam Ibnu Majah

disebutkan : �� ب/$:T� �'� �)/�او�> ��>�)/� ا�d�, ا�� �<� �& ه ا �S�#ي ;�ء

�$O, ا�,;� ب/$:T� �'� ذl� H��, ;�ء و�� اX س��� �� ا�/�Sه#V��ع ا�� c,�R. )cاب� روا T;��(39

Artinya : “Orang yang datang ke

masjidku ini tidak lain kecuali karena

kebaikan yang dipelajarinya atau

diajarkannya, maka ia sama dengan

orang yang berjihad di jalan Allah.

Barangsiapa yang datang bukan karena

itu, maka sama dengan orang yang

38 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.19

39 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah al-Qazwainiy, Shahih Sunan Ibn Majah,

Juz 1 (Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1997), h.94

Page 57: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

melihat kesenangan orang lain. (H.R

Ibnu Majah).

e. Membantu Fakir Miskin

Jihad yang tidak kalah pentingnya

adalah membantu orang miskin, peduli

kepada sesama, menyantuni kaum

papa. Hadist yang diriwayatkan al-

Bukhari berikut ini menjelaskan : ا����%� :وس��& %��� اX ص��V اX رس�ل ��ل :ل�� ه,�,ة أب� %�

V�% T���� ا�ر 40 )ا��d�رى رواc( اX س��� �� آ�ا�/�Sه# وا�/�

Artinya : “Dari Abi Hurairah berkata:

Rasulullah saw bersabda: Orang yang

menolong dan memberikan

perlindunga kepada janda dan orang

miskin sama seperti orang yang

melakukan jihad di jalan Allah”. (H.R

al-Bukhari).

40 Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Juz VI, h.189

Page 58: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Sedangkan jihad dalam arti

khusus, yaitu bertempur/berperang

memerangi kaum kafir, baru diizinkan

kepada Nabi Muhammad saw setelah

ia bermukim di Madinah selama satu

tahun. Ketika Rasulullah saw berada di

Mekkah penyebaran dakwah Islam

dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Rentan waktu Rasulullah

menyembunyikan dakwahnya hingga

turunnya perintah untuk

mendakwahkan Islam secara terang-

terangan berkisar selama tiga tahun.41

Allah swt berfirman dalam QS al-Hijr

(15):94 �, �ب/ ��ص#عf )94: 15/ا�S,( ا�/U,آ�� %� وأ%,ض

41 Abdussalam Harun,Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta, DarulHaq, 2003, h.64

Page 59: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Artinya: ”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa

yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang

musyrik”.

Maka mulailah penyebaran Islam tersebut dilakukan secara terang-

terangan, sekalipun dalam menyebarkan Islam Nabi saw mengalami

berbagai penderitaan. Namun, Allah swt tetap memerintahkan Nabi saw

untuk bersabar. Ketika tindakan kaum quraisy terhadap agama Allah

sudah kelewat batas –mereka menolak kemuliaan yang ingin Allah

berikan kepada mereka, bahkan mereka mendustakan NabiNya,

menyiksa dan mengusir orang-orang yang menyembahNya- maka Allah

swt mengiizinkan Rasulallah untuk berperang dan membela orang-orang

yang di dzalimi dan dianiaya.42

Allah swt berfirman dalam QS al-Hajj:

39-41

ن ���� أذن����� ��� ا ����� � وإن� ا���� ا��� ��#� �! ه�

ا�� أن إ. -,+ �*( د��ره� م� أ% $ ا� � ر�0/� � د12 و� . ا�� ا��

�آ وم=�$# وص� ات و�(1 ص ام1 ��#:م9 758� 45��� ا�/�س

� اس� 2(��� و�(/! ن آA( ا ا��� إن �/! B م� ا�� يC ا���� E�E�

42 Ibid., h.132

Page 60: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

���ه� إن ا�/Fم G2 رضIا ا آ�ة وءا� ا ا�!Lة أ�JمE�وأم وا ا

�� و�� ا ���5� وف F/��ا � )41: 39/ا�QR( اIم ر ��O8J و��

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,

karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-

benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah

diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena

mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada

menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah

telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat

orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama

Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-

Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu)

orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi

niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh

berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada

Allah-lah kembali segala urusan”.

3. Syarat dan Tujuan Jihad

a. Syarat Jihad

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa jihad dalam pengertian

umum mencakup seluruh jenis ibadah dan amal shalih seperti haji mabrur,

berbakti kepada orangtua, menuntut ilmu, membantu fakir miskin, dan lain-

lain telah diatur tentang syarat-syarat dan ketentuannya masing-masing

didalam fiqh Islam.

Page 61: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Adapun jihad dalam arti bertempur atau berperang memiliki beberapa syarat

wajib yang harus dipenuhi, yaitu43

:

1) Islam ( ا�س[م ), maka bagi orang kafir tidak wajib jihad,

2) Baligh (ا����غ ), maka bagi anak kecil tidak wajib jihad,

3) Berakal (�@<ا� ), maka bagi orang gila tidak wajib jihad,

4) Merdeka (T�,ا� ), maka bagi si budak tidak wajib berjihad meskipun sang

tuannya memerintahkannya,

5) Laki-laki (T�آ�ر maka tidak wajib jihad bagi orang perempuan dan ,( ا�

orang banci yang merepotkan,

6) Dalam keadaan sehat (TAا� ), maka tidak wajib jihad bagi orang sakit

dengan suatu penyakit yang dapat menghambat peperangan, seperti sakit

panas yang terus-menerus,

7) Kuat bertempur (T��Cا� V�% ا�@��ل ), maka tidak wajib jihad bagi orang yang

buntung tangannya, juga tidak wajib atas orang yang tidak mempunyai

perlengkapan perang seperti senjata, kendaraan, dan bekal.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya menurut ajaran Islam, perang sama

sekali tak dikenal karena islam menginginkan terciptanya suasana yang penuh

dengan kedamaian dalam keadaan bagaimanapun, kecuali pada dua keadaan :

1) Mempertahankan diri, nama baik, harta dan tanah air ketika diserang

musuh. Allah swt berfirman dalam QS al-Baqarah (2): 190

43 Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafi’I, Fathul Qarib, penerjemah

Imran Abu Amar, Menara Kudus, Jilid II, h.167

Page 62: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

& ا�� �� ا���� س��� �� و����ا �Kp �� ا���� إن� >�#وا و�� �@���ن )190: 2/ا��@,ة( ا�/>�#��

Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang

memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui

batas”.

2) Dalam keadaan melindungi dakwah di jalan Allah, seperti orang

yang menghentikan dakwah ini dengan jalan menyiksa orang-orang

yang seharusnya keamanannya terjamin, atau dengan jalan

merintangi mereka yang ingin memeluk ajaran Allah, atau melarang

juru dakwah menyampaikan ajaran Allah.44

Dalam berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas,

membunuh perempuan, anak-anak dan orangtua renta yang tidak

ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas

publik seperti persediaan makanan, dan pemukiman. Perang juga

tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai

masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan

44 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,

h.40

Page 63: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau

meneken perjanjian damai.45

Dalam ungkapan al-Qur’an peperangan dilakukan untuk

menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kedzaliman), apabila telah

tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan.

Hal ini dijelaskan di dalam QS al-Baqarah (2): 193

ه����Jو � ن . -]F� O/[2 ن F�ا�#:�� و � L2 ا�]� ا 2\ن ��

�#وان � إ.�� �)��� )193: 2/ ا��8 ة( ا�[

Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-

mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali

terhadap orang-orang yang zalim”.

Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa

dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat

kerusakan di muka bumi.

b. Tujuan Jihad

Tujuan jihad yang dapat diambil maknanya dari ayat-ayat al-Qur’an adalah terlaksananya syari’at islam dalam

arti yang sebenarnya serta terciptanya suasana yang damai dan tentram. Sebagaimana firman Allah swt di dalam

QS al-Hajj (22): 41

�� �$��ه& إن ا�� � وأ�,وا ا�:�آ�ة وءا�ا ا��A��ة أ����ا ا�<رض �� , %� ون'�ا ب��/>,وف )41: 22/ ا�b( ا�<��ر %�T�� و���� ا�/$

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka

mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;

dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

Tanpa motivasi jihad seperti yang disebutkan di atas, Islam tidak membenarkan pemeluknya untuk melakukan

penyerangan ataupun teror terhadap siapapun.

45 Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, h.12

Page 64: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Jihad belum bisa disebut Jihad yang sebenarnya jika tidak diniatkan karena Allah dan dimaksudkan untuk

menegakkan kalimatullah (agama Allah), mengangkat bendera kebenaran dan menghalau kebathilan serta dengan

segala daya berupaya mendapatkan ridha Allah swt.

Jika masih ada motif atau tujuan lain selain itu berupa motif duniawi, maka belum bisa dikatakan jihad dalam

pengertian yang sebenarnya. Dengan demikian, orang yang mati terbunuh karena ingin mendapatkan bagian

ghanimah atau mendapatkan kedudukan atau untuk menunjukkan keberanian atau memperoleh popularitas, maka

sesungguhnya orang seperti ini tidak akan mendapatkan pembagian di akhirat, tidak mendapatkan pahala. Imam

Abu Daud dan al-Nasa’i meriwayatkan bahwa seseorang berkata : “Wahai Rasulallah, bagaimana pendapatmu

tentang orang yang berperang karena mengharap upah dan ingin dikenang, apa yang akan ia peroleh? Rasulullah

menjawab : Tidak mendapatkan apa-apa, Rasulullah mengulang kalimat ini tiga kali, kemudian bersabda :

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali jika amal itu ikhlas dan mengharap ridha dari-Nya”

Jihad sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah swt dan salah satu ciri dari orang beriman. Tentu saja

disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada seseorang, seperti melalui lisan, melalui hati ataupun dengan

pengorbanan harta sesuai dengan profesinya. Allah swt berfirman di dalam QS al-Shaff (61): 11

ا���� %$# �� �� P��/� و,آ�ك �إ��' ان�K\Gا �'�ا أو �Sرة رأوا وإذا,�F �� )11: 61/ا�sA( ا�,�از��� F�, وا���� ا��)�Sرة و�� ا���'�

Artinya: “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di

jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika

kamu mengetahui”.

Di dalam kitab Bulughu al-Maram karangan al-Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani

disebutkan bahwasanya Rasululah saw bersabda :

& ;�ه#واا�/U,آ�� &وان ب���ا� �G & 46)ا�$���ئ رواc( وا��$�

Artinya: “ Perangilah orang-orang musyrik dengan hartamu, dan jiwamu, dan

lisanmu” (H.R al-Nasa’i).

Jihad bukanlah tujuan akhir dan bukan pula sasaran akhir akan tetapi

jihad adalah jalan yang telah disyariatkan Allah untuk mewujudkan sasaran

dan tujuan yang mulia antara lain:

1. Mencari Keridhaan Allah Swt

46 Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib al-Nasa’i, Shahih Sunan al-Nasa’i,Juz 2

(Riyadh:Maktabah al-Ma’arif,1998), h.369

Page 65: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa (4): 74

�� و�� بFu�,ة ا�#Kن�� ا���ة �U,ون ا�� �� ا���� س��� �� ���@��@� �� ���ف �p�l أو ��@�� ا���� س��� ��fأ;,ا ن �/�O% )4/ا�$��ء :74 (

Artinya: "Karena itu, semestinyalah orang-orang yang menukar kehidupan

dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang

berperang dijalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka

kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar."

Dari Muaz bin Jabal r.a, dari Rasulullah, beliau bersabda : "Perang itu ada

dua. Barangsiapa yang (berperang) mencari wajah Allah, mentaati Imam,

menginfakkan harta pilihan, memudahkan kawan, menjauhi perbuatan

merusak, maka sesungguhnya tidur dan jaganya semuanya membuahkan

pahala. Adapun orang yang berperang karena kesombongan, riya dan

mencari kemasyhuran, dan durhaka terhadap Imam serta membuat

kerusakan dibumi maka sesungguhnya ia tidak akan kembali dengan rezeki

yang cukup.” (HR Abu Daud, an-Nasai dan al-Hakim)

2. Untuk Mengawal Da'wah Islam

Islam wajib disebarkan ke seluruh umat manusia diseluruh muka bumi

dengan tidak membenarkan adanya berbagai rintangan yang memisahkan

antara Da'i (Pendakwah) dan Mad'u (Yang di Dakwahi). Apakah rintangan

itu berupa al-I'tiqadiyah al-Fikriyyah, al-Siyasiyah al-Qanuniyyah, maupun

Page 66: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

al-Madhiyah al-Askariyyah. Maka untuk mengawal perjalanan da'wah dan

memeliharanya dari berbagai rintangan seperti tersebut di atas itu, Allah

telah mensyariatkan Jihad fi Sabilillah. Dan selain itu, juga untuk

memelihara kaum muslimin dari berbagai fitnah terhadap agama mereka,

atau dari berbagai ancaman terhadap kehidupan, kehormatan, harta dan akal

mereka.

3. Mengokohkan Kaum Muslimin dan Melaksanakan Hukum Allah dimuka

Bumi

Allah Azza wa Jalla berfirman dalam QS al-Nur (24): 55

& ءا�$�ا ا�� �� ا���� و%# $� �� G�d����$�'& ا���A��ت و%/��ا �� ا�� �� اسs�d� آ/� ���'& �� ا�� �� اسs�d� آ/� ا�<رض '���& ��$( أ�$� F��'& ب># �� و���#)�$�'& �'& ار\V ا�� ي د�$'& �'& و��/

ه& �<وHx� ذH� ب># آG, و�� ش�x� ب� �U,آ�ن �� �>�#ون$� )55: 24/ا�$�ر( ا�G�س@�ن

Artinya: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan

beramal saleh dari kalangan kamu (wahai Muhammad) bahwa ia sungguh-

sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah

menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia

akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk

mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan), sesudah mereka

berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadat

kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku.

Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah

orang-orang yang fasik."

Page 67: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

4. Ujian Dari Allah Untuk Orang-Orang Beriman

Hal ini sebagaimana diterangkan didalam QS Ali Imran (3): 142

#F��ا أن ح���& أم T�$S�>�& و�/�� ا�ا���� �� & ;�ه#وا ا�� $� و�>�& )142: 3/%/,ان ال( ا���Aب,��

Artinya: "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal

belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum

nyata orang-orang yang sabar."

5. Menghapuskan Penghambaan Manusia Kepada Selain Allah dan digantikan

Dengan Penghambaan Kepada Allah Semata-mata

Rasulullah saw bersabda:

Yz<ى ب�� ب#� T%ا���� s�ب���� �Vح� X>�#وا�وح c# H�,�ش �� Y رز�� و;>� ��{ ���� %�V وا��l(Aر ا� )ل و;>� ر s��F ى,��$'& �'� ب@�م ��U� و�� ا) .c47 اح/# روا(

Artinya: "Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga

manusia beribadah hanya kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya,

rezekiku dijadikan-Nya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta

kehinaan dijadikan-Nya terhadap orang-orang yang menyalahi. Dan

barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan

mereka." (H.R Ahmad).

Aisyah r.a berkata : Rasulullah saw jika mengangkat komandan perang atau

angkatan perang, beliau memberikan wasiat khusus agar bertaqwa kepada

Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya.

Kemudian beliau bersabda : “Berperanglah atas nama Allah, di jalan Allah,

47 Ahmad Ibn Hambal, Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, Juz 2 (Beirut:Dar al-

Fikr,1991), h.263

Page 68: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

perangilah orang yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan

berkhianat, jangan mengingkari janji, jangan memotong anggota badan,

jangan membunuh anak-anak. Jika engkau bertemu musuhmu dari kaum

musyrikin, ajaklah mereka kepada tiga hal. Bila mereka menerima salah

satu dari ajakanmu itu, terimalah dan jangan apa-apakan mereka, yaitu

: ajaklah mereka memeluk agama islam, jika mereka mau, terimalah

keislaman mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka

ke negeri kaum muhajjirin, jika mereka menolak, katakanlah pada mereka

bahwa mereka seperti orang-orang arab Badwi yang masuk islam, mereka

tidak akan memperoleh apa-apa dari harta rampasan perang dan fai’(harta

rampasan tanpa peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum

muslimin. Bila mereka menolak masuk islam, mintalah mereka agar

membayar upeti. Jika mereka menyetujui, terimalah hal itu dari mereka.

Lalu, bila mereka menolak, mintalah perlindungan Allah dan perangilah

mereka. Apabila engkau mengepung penduduk yang berada dalam benteng

dan mereka mau menyerah jika engkau memberikan kepada mereka

tanggungan Allah dan RasulNya, maka jangan engkau lakukan, namun

berilah tanggungan kepada kepada mereka. Karena sesungguhnya jika

engkau mengurungkan tanggunganmu adalah lebih ringan daripada engkau

mengurungkan tanggungan Allah. Apabila mereka menginginkan engkau

memberikan keamanan atas mereka berdasarkan hukum Allah, jangan

Page 69: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

engkau lakukan. Tetapi lakukanlah berdasarkan kebijaksanaanmu sendiri,

karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dengan hukum Allah atau

tidak dalam menetapkan hukum kepada mereka”. (H.R Muslim).

Page 70: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

BAB III PANDANGAN CENDEKIAWAN MUSLIM TENTANG

TERORISME DAN JIHAD

Aksi terorisme tidak hanya merusak agama tetapi juga merusak peradaban.

Kurang lebih demikian yang bisa disimpulkan akibat dari aksi kekerasan atas

nama agama. Terminologi jihad yang digunakan sebagai pijakan bagi aksi

pengeboman dan bom bunuh diri sungguh telah mencederai nama baik agama.

Agama Islam yang semula membawa misi damai dan nilai-nilai universal bagi

tatanan hidup yang beradab, hancur lebur menjadi agama yang garang dan kejam

lewat aksi sekelompok kaum Muslim. Meskipun dampaknya bagi perabadan umat

manusia buruk dan merugikan, para pelaku teror tetap merasa langkahnya sebagai

cara yang tepat dalam menjalankan misi ajaran yang diyakininya.

Melalui berbagai media informasi, kita bisa menangkap, berdasarkan

argumentasinya, bahwa aksi kekerasan yang mereka (teroris) lakukan sah

menurut ajaran Islam. Namun, pemahaman terhadap pola dan aksi kekerasan yang

berpijak pada ajaran Islam tidak bisa hanya sebatas itu. Perlu pengkajian yang

lebih dalam sehingga tidak menghasilkan pemahaman yang parsial. Untuk itulah

dalam bab ini, penulis mencoba memaparkan berbagai pandangan seputar

Page 71: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

masalah terorisme yang bersumber dari para cendekiawan muslim Indonesia

maupun cendekiawan muslim dari luar negeri.

A. Cendekiawan Muslim di Indonesia

1. Prof. DR. Komarudin Hidayat, MA.

Beliau adalah tokoh yang saat ini menjadi orang nomor satu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Soal terorisme yang terjadi di Indonesia, beliau

berpendapat bahwa teroris bukan hanya menghancurkan, tetapi juga menikmati

teralan menyeluruh (gestalt excitement) dan uforia luar biasa dengan

merenggut nyawa dan menyengsarakan banyak orang. Menurutnya, teroris

harus diadili dan pantas diganjar hukuman berat. Tak peduli mereka (mengaku

sebagai) anggota Jamaah Islamiyah atau Jamaah Nasraniah. Komarudin juga

mengatakan, kelompok itu menyalah tafsirkan makna jihad dengan qital

(pertempuran fisik). "Itu artinya mereka sebagai kelompok sempalan," kata

Komaruddin seusai diterima Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Rabu

(23/11).48

Komaruddin menjelaskan, jihad bermakna perjuangan hidup. Ini

bermakna luas seperti jihad terhadap kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan

48 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html

Page 72: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

qital itu bermakna pertempuran fisik yang selayaknya dilakukan di daerah

peperangan. Karenanya, tidak relevan jika aksi bom yang dilakukan para

teroris di Indonesia dikaitkan dengan agama Islam. “Islam menoleransi

perlawanan sampai titik darah penghabisan jika terjadi pengusiran atau

penindasan seperti yang terjadi di Palestina. Sedangkan untuk konteks kondisi

Indonesia yang tidak ada peperangan, jelas hal itu tidak dibenarkan”,

tegasnya. Menurutnya, upaya mencari pembenaran dalam agama Islam atas

tindakan para teroris itu tidak dapat dibenarkan. “Jika ditelusuri akarnya, itu

akan berada di luar ranah Islam”, Ujarnya.49

Komaruddin juga menambahkan,

para tokoh Islam juga berpesan bahwa terorisme bukan hanya ada di Timur

Tengah. Terorisme juga lahir di Amerika Serikat dan Eropa. "Untuk itu please

jangan samakan Islam dengan terorisme," tegas Komarudin kepada

pemerintah AS.50

2. Prof. DR. Azyumardi Azra, MA.

Beliau adalah mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat

ini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dalam masalah terorisme di Indonesia, Azyumardi mengatakan bahwa

Islam Indonesia sesungguhnya secara umum tidak berbeda dari Islam Timur

Tengah. Namun sejak Tragedi September 2001 persepsi ini tiba-tiba berubah.

49 Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia,(Jakarta), 18 November 2005, h.3

50 www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550

Page 73: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

“Islam Indonesia kemudian dituding sebagai markas para teroris. Terlalu cepat,

kita bisa membenarkan statement ini. Namun, gerakan radikalisme Islam

Indonesia memang sebuah fenomena tak terbantahkan,” jelas Azyumardi.

Menurutnya, fenomena ini bukanlah hal yang baru, karena jauh sebelum ini,

seperti Gerakan Padri, telah muncul gerakan-gerakan serupa. Namun ia

berpendapat, dari semua karakter gerakan tersebut, radikalisme Indonesia lebih

bermotifkan politik ketimbang agama.51

Menurut Azyumardi, akar gerakan radikal Muslim sebenarnya sangat

kompleks. Untuk kasus Indonesia, bisa dilihat dalam bentuk keinginan untuk

mendirikan negara Islam. Seperti yang diwujudkan dalam gerakan Dar al-

Islam atau Negara Islam Indonesia serta gerakan Islam di Sulawesi Selatan. Ide

untuk mendirikan negara Islam, menurut Azyumardi, merupakan salah satu isu

yang sangat krusial bagi kelompok Muslim di Indonesia. Beberapa kelompok

moderat, seperti Partai Masyumi pada tahun 1950-an, berusaha

mentransformasikan ide itu melalui parlemen. Meskipun usaha ini gagal, patut

dihargai karena mereka melakukannya melalui cara-cara demokratis, bukan

melalui pemberontakan.

Azyumardi mengatakan, umat Islam adalah kelompok masyarakat yang

besar di bumi ini. Namun, ia mensinyalir ada sesuatu yang kurang sehingga

51 http://aniq.wordpress.com/2005/09/07/

Page 74: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

umat Islam terkadang tidak bisa berbicara banyak dalam kehidupan global.

‘’Ada masalah kualitas,’’ ungkapnya. Akibatnya, lanjut Azyumardi, umat Islam

tidak lagi menjadi garda depan peradaban dan perkembangan zaman. Ketika

dunia Barat berkembang, ada sebagian umat yang menolak bahkan

menyalahkannya. Cara yang ditempuh ada yang liar (terorisme). ‘’Ibaratnya,

ingin membongkar suatu peradaban atau membangun suatu peradaban, tetapi

tidak memberikan alternatif atau solusi. Yang diberikan adalah reaksi yang

bernada kekerasan,’’ jelasnya.

Azyumardi juga mengungkapkan, terorisme dalam berbagai bentuknya,

tidak ragu lagi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against

humanity). ‘’Karena itulah, setiap orang mesti melakukan berbagai upaya

maksimal untuk menanggulanginya, termasuk kaum Muslim,’’ tegasnya.

Itulah sebabnya, kata Azyumardi, sejak terjadinya peristiwa bom Bali I 12

Oktober 2002, bahkan sejak peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat,

para tokoh Islam berulang kali menyatakan, terorisme dan tindakan bom bunuh

diri bertentangan dengan ajaran Islam. ‘’Bahkan, tidak lama setelah peristiwa

bom Bali I, MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang haramnya terorisme dan

bom bunuh diri. Tetapi harus diakui, kedua fatwa ini tidak banyak diberitakan

media massa. Oleh karena itu, juga tidak tersosialisasi dengan baik,’’ keluhnya.

Page 75: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Selain itu, intelektual Muslim ini mengakui, para ulama dan pimpinan

ormas-ormas Islam juga terlihat pasif dan bahkan defensif atau apologetik,

khususnya ketika kelompok teroris dan aksi-aksinya dikaitkan dengan Islam

dan kaum Muslimin. ‘’Karena itu, untuk melengkapi justifikasi tidak sahnya

terorisme dan bom bunuh diri secara teologis-fiqhiyah, alasan fiqh siyasah

tersebut menjadi sangat penting. Pemberantasan terorisme kini juga merupakan

pekerjaan rumah para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam,’’ cetusnya.52

Azyumardi menegaskan, harus ada perubahan sikap dan paradigma untuk

menolak kekerasan dan terorisme. ‘’Intinya sebagai umat beragama kita harus

hidup saling menghargai, menghormati, dan mengasihi,’’ tandasnya.

3. Prof. DR. Muhammad Quraisy Shihab, MA.

Pakar tafsir al- Qur’an Muhammad Quraish Shihab mengatakan, para

tokoh Islam akan melakukan pertemuan untuk mempersempit ruang gerak

teroris di Indonesia. Pertemuan ini, kata dia, akan melibatkan berbagai tokoh

dan pimpinan pesantren. Ini untuk menghindari pemanfaatan pesantren oleh

kelompok teroris. Quraish mengatakan, akar Islam di Indonesia sendiri bersifat

damai. Ini bisa dilihat dari berkembangnya organisasi kemasyarakatan seperti

Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan mayoritas pesantren di Indonesia. Sifat

pergerakannya, kata dia, juga transparan. Lanjut Quraish, kelompok teroris

52 www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M

Page 76: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

bersifat tertutup dan memiliki pemahaman yang kaku. Ia mengatakan, tindakan

teror ini juga terbawa oleh beberapa alumni perang di Afghanistan yang dulu

dibantu Amerika Serikat. Karena berbagai tekanan ideologi dan ekonomi,

lanjut dia, para alumni perang ini lalu memperluas medan pertempuran.

"Mereka seperti Rambo yang pulang dari Vietnam," kata dia. Masih menurut

Quraish Shihab, izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau

keengganan mereka memeluk Islam, tapi karena penganiayaan yang mereka

lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk memeluk agama yang

dipercayainya”.53

4. KH. Hasyim Muzadi

Menyoroti berbagai aksi terorisme di Indonesia, Ketua Umum PBNU KH.

Hasyim Muzadi mengatakan, cara-cara teror seperti itu bukan berjuang untuk

Islam karena justru merugikan Islam. Terorisme akan menguntungkan orang-

orang yang tidak menyukai Islam karena mereka memiliki alat untuk

memojokkan Islam. Cara-cara yang ditempuh kelompok teroris yang

mengatasnamakan Islam, menimbulkan kesan kalau Islam adalah agama kasar

dan kejam. Padahal, sejatinya Islam adalah agama damai. Menurutnya, aksi

teror oleh sekelompok orang Islam itu mengingatkan para ulama bahwa ada

masalah di internal Islam sendiri. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi

para ulama untuk memberi penafsiran Islam secara komprehensif, benar dan

53 Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung;Mizan,1996), h.517

Page 77: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mencerahkan umat. Supaya tidak ada lagi anak-anak muda Islam yang

memahami Islam secara sepotong-sepotong yang menyebabkan mereka

terjebak pada aksi terorisme.54

Selain itu, Muzadi berpendapat, Pertama yang perlu kita pahami,

terorisme adalah akumulasi dari berbagai faktor. Faktor pertama adalah

kesalahan persepsi terhadap agama itu. Jadi mungkin beragama benar, tapi

membawakan agama di dalam masyarakat plural ini salah," jelasnya.

Faktor kedua, konflik global. Dia mengatakan personel yang berperang di

Timur Tengah telah menyebar ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.

"Jadi semakin ada perang global di Barat lawan Timur Tengah, akan semakin

banyak yang mengalir Indonesia," jelasnya. Dia berharap masyarakat dapat

membendung politik transnasional itu bagi kepentingan kebangsaan dalam

wawasan keagamaan. Caranya, kata dia, memberikan wacana kepada

masyarakat bagaimana Islam yang lurus dan bagaimana cara membawakannya

di dalam pluralitas. Komunitas agama, seperti NU, dapat membendung gerakan

ekstrim dari dasarnya. Namun jika sudah mengarah kepada tindakan represif,

dilakukan oleh negara. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terorisme itu tidak

54 www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm

Page 78: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

tumbuh dari agama, tetapi tindakan teror tersebut tumbuh dari politik yang

diagamakan.55

5. Prof. DR.Amin Rais

Tokoh yang satu ini adalah mantan Ketua MPR RI periode tahun 1999-

2004. Menurut Amien yang juga guru besar Ilmu Politik UGM, menyatakan

bahwa masyarakat tidak perlu panik akibat adanya bom teror, agar roda bisnis

dan kurs rupiah tidak terganggu. Ia menolak anggapan bahwa peledakkan

terjadi karena kecolongan pihak keamanan. “Teroris itu memang iblis,”

katanya.56

Amien mengimbau semua pihak agar tidak saling tuding, melempar

tanggung jawab, dan mencoba mengambil kesimpulan sendiri mengenai kasus

ledakan bom di Hotel JW Marriott Kuningan, Jakarta Selatan.

"Biasanya dalam kasus seperti itu, ada kecenderungan untuk saling lempar

tanggung jawab, saling tuduh, dan tanpa menganalisa mencoba mengambil

kesimpulan siapa pelaku peledakan. Kali ini, mari kita hindari," katanya

menanggapi terjadinya ledakan bom di Hotel JW Marriott. Menurut dia, di

55

http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html

56 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html

Page 79: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

antara komponen bangsa yang paling ahli dan kompeten menyelesaikan

masalah tersebut adalah POLRI. Karenanya, masalah bom tersebut hendaknya

diserahkan kepada pihak Polri untuk mengusut secara detail.

Ia berharap, mudah-mudahan POLRI bisa segera mengungkap siapa di

belakang pengeboman Hotel JW Marriott dan kemudian diproses secepat

mungkin. "Jadi, kita kembalikan ke Polri mudah-mudahan seperti kasus bom

Bali, kasus ini pun bisa cepat terungkap," katanya sambil menyampaikan rasa

bela sungkawa yang setingginya kepada keluarga korban yang meninggal

akibat ledakan bom tersebut.57

Amien Rais juga berpendapat terorisme adalah crime against humanity

(kejahatan melawan kemanusiaan). Tidak ada satu pun agama yang

menganjurkan itu. Teroris itu tidak punya agama, tidak punya kemanusiaan.

Kalau ada teroris yang mengaku muslim, apa Kristen, apa Hindu, apa Budha,

itu harus ditindak tegas.58

6. Prof. DR. Din Syamsuddin, MA.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta

umat Islam di Indonesia tidak mengingkari adanya teroris yang menggunakan

Islam sebagai kedok untuk membenarkan ajarannya. "Umat Islam jangan

57 www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471 58 www.kpu.go.id/berita/haripertama.php

Page 80: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

terhasut oleh paham yang seolah-olah Islam, tapi sebenarnya menyimpang dari

Islam. Untuk menghindarinya, saya minta umat Islam memahami agama dari

ulama yang benar,"kata Din di kantor Muhammadiyah, Jakarta. Din juga

menegaskan melakukan bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam. "Apalagi

jihad dengan bunuh diri, sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam,"katanya.59

Jihad juga seharusnya dilakukan langsung pada musuh, bukan pada orang-

orang tidak berdosa, apalagi memakan korban sesama umat muslim. "Jelas

bahwa para teroris ini salah memahami Islam. Mereka sesat,"kata Din. Teroris

yang tewas dalam aksi bom bunuh diri, menurut Din, tidak mati syahid. Din

juga meminta para teroris yang sudah dipidana mati, segera dieksekusi.

Aksi bom di Indonesia, menurut Din, justru mendiskreditkan Islam di

tanah air. "Yang rugi adalah umat Islam, karena citranya jadi buruk dan tidak

sempat membangun diri sendiri,"katanya.

Din juga menambahkan, sebuah kesalahan serius taktaka Barat

menyamakan Islam dengan terorisme. Cara terbaik untuk mengurangi

kesalahpahaman dan kecurigaan itu, menurut Din, harus dimulai

59 www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/17/brk,20051117-69353,id.html

Page 81: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mempromosikan ke depan cara terbaik untuk mempromosikan dialog dan

kerjasama antar agama-agama.60

Pada bagian lain, Din menegaskan penting pendefinisian terorisme secara

jelas, mengingat beragamnya makna dan semakin kompleks isu ketika ada

pihak yang mengaitkan terorisme dengan Islam. “Dalam konteks seperti ini,

perang melawan terorisme tidak akan efektif jika kita tidak bisa secara jelas

menegaskan apa yang dimaksud dengan terorisme dan apa yang memotivasi

tindakannya,” ujarnya. Meskipun tidak mudah untuk mencari definisi yang

tegas, namun menurut Din, ada beberapa ciri yang menegaskan tindakan

teroris. Biasanya, teroris selalu mempunyai motif politik, menggunakan cara

kekerasan untuk mewujudkan tujuannya, menciptakan rasa takut, dan targetnya

dilakukan secara acak.61

Meskipun demikian, lanjut Din, sebagian ulama menyetujui upaya

mencari syahid dalam keadaan tertentu, seperti di Palestina. Keadaan di

Palestina memang memenuhi syarat, yaitu dalam keadaan perang. Dalam

kondisi perang seperti itu, melakukan segala upaya untuk melawan musuh

secara langsung dapat dibenarkan.

7. DR. Hidayat Nur Wahid, MA.

60 www.swaramuslim.net/more.php?id=5768_0_1_0_m

61 www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html

Page 82: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengatakan sangat aneh jika bom

Bali I & II dikait-kaitkan dengan jihad Islam. “Sementara di video yang

ditayangkan, (orang yang diduga) Noordin M Top mengatakan, musuh kita

Amerika Serikat,” tukas Nur Wahid. Dari segi target, lanjut mantan Presiden

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, justru yang paling banyak menjadi korban

dalam pemboman tersebut adalah orang Islam yang beragama Islam, apalagi

pada bom Bali II 1 Oktober lalu.

“Menurut saya, tetap saja ada hal yang penting untuk diwaspadai, bahwa

ada orang-orang yang mengaku orang Islam, tetapi meresahkan Islam dan

menjadikan umat Islam sebagai korban. Indonesia sebagai negara juga menjadi

korban,” tutur Nur Wahid. Ia juga mengimbau semua pihak untuk

mendudukkan permasalahan secara proporsional. Jangan karena perilaku 1-2

orang, Islam dan umat Islam menjadi korban. “Dan kenyataannya, Islam dan

umat Islam sudah menjadi korban terorisme.”62

8. DR. Tarmizi Taher

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tarmizi Taher

menngungkapkan, teror atau membunuh orang tidak berdosa tidak ada

kaitannya dengan agama apapun termasuk dengan agama Islam. “Terorisme

adalah gerakan anti kemanusiaan, gerakan politik yang menyalahgunakan

62 Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, h.3

Page 83: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

agama untuk mencederai umat itu sendiri. Korban dari aksi teror telah

menimpa berbagai negara dan masyarakat,” ujarnya.

Tarmizi mengakui, umat Islam saat ini diuji dengan tuduhan terorisme.

Namun demikian, umat Islam patut bersyukur dengan munculnya gerakan

Islam Moderat dalam masyarakat yang menunjukkan adanya revivalisasi nilai-

nilai agama yang santun dan ramah. Nilai-nilai agama tersebut berhadapan

dengan arogansi dan kekerasan. “Umat beragama di Indonesia harus bangkit

bersama melawan kekerasan yang mengatas-namakan agama, jika tidak mau

tenggelam dalam stereotip yang tidak menguntungkan semacam teroris,”

tegasnya.63

9. KH. Ma’ruf Amin

Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia K.H. Ma'ruf Amin

bahwa anggapan mereka (pelaku pengeboman di Indonesia) tentang jihad itu

adalah sebuah pemahamam agama yang keliru. Sebab, selain berdosa karena

menghilangkan nyawa orang lain, pelaku peledakan juga telah membunuh

dirinya sendiri dan hal itu hukumnya haram dalam agama Islam. "Hal inilah

63 http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/

Page 84: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

yang harus kita tanggulangi sekarang. Sebab, MUI sendiri telah mengeluarkan

fatwa tahun 2004 bahwa perbuatan seperti itu bukan jihad dan mati syahid,"

tegas Mar`uf.

Untuk menanggulangi pemahamam agama yang keliru itu, MUI kemudian

membentuk tim penanggulangan terorisme. Menurut Mar`uf, tim ini dibentuk

setelah Wapres Jusuf Kalla mengimbau agar kalangan ulama mensosialisasikan

pemahaman konsep jihad yang benar dan terdiri dari berbagai kalangan seperti

Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Ikatan Cendekiawan Islam, dan organisasi

Islam lainnya. Mar`uf mengatakan bahwa tim ini yang akan turun ke

masyarakat untuk meluruskan pemahaman jihad yang benar atau sesuai dengan

ajaran Islam. "Kita akan ‘memagari’ masyarakat dari pemikiran jihad dan mati

syahid yang keliru," ujar dia.

Memang bukan sebuah kebetulan bahwa identitas dari para pelaku teror

itu adalah mereka yang pernah mengikuti pendidikan di pesantren. Meskipun

demikian, sejumlah pengasuh pesantren membantah anggapan bahwa lembaga

pesantren telah mengajarkan ideologi jihad dan mati syahid seperti yang

diyakini para pelaku bom bunuh diri itu.64

10. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi & KH. Wahidin

64 http://mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002

Page 85: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Pimpinan Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur,

KH. Abdullah Syukri Zarkarsyi, menjelaskan bahwa seluruh konsep jihad

memang diajarkan kepada para santrinya. Tapi, ajaran jihad yang diajarkan itu

adalah jihad yang benar atau sesuai dengan agama Islam. Terkait dengan latar

belakang pendidikan pelaku terorisme, Adullah mengungkapkan bahwa

tindakan terorisme yang mereka lakukan itu tidak dibenarkan dan tidak ada

hubungannya dengan latar belakang pendidikan. "Artinya tindakan mereka itu

karena pengaruh dari luar," tegas Abdullah.

Sementara itu, menurut KH. Wahidin, Direktur Pondok Pesantren Al

Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah, pemerintah jangan memojokkan lembaga

pesantren untuk melakukan pelurusan konsep jihad atau mati syahid. "Karena

kalau kita melakukan pelurusan itu, berarti selama ini pemahaman yang kita

ajarkan itu keliru dan dari dahulu kita tidak pernah merasa keliru tentang

pemahaman tentang jihad," tegas Wahidin. Baginya, Jihad itu adalah

mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki setiap umat Islam dalam rangka

mempelajari, mengamalkan, dan mendakwahkan atau memperjuangkan

dakwah ajaran Islam apabila mendapat tantangan. Lantas dengan adanya seruan

itu, Wahidin mengaku pihaknya menganggap keputusan pemerintah itu adalah

sesuatu yang wajar atau positif dan pihaknya akan bersikap netral. Wahidin

juga mengatakan jangan mengaitkan latar pendidikan seorang pelaku bom itu

dengan latar belakang pendidikannya. "Sebab, saya yakin perbuatan itu bukan

Page 86: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

karena pesantrennya tetapi lingkungannya," tutur dia menanggapi latar

belakang pendidikan pelaku teror bom.65

11. Ustazd Abubakar Ba’asyir

Beliau adalah Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Menurutnya,

pengeboman tanggal 12 Oktober 2002 di Bali khususnya dan beberapa

pengeboman yang lain di Indonesia umumnya merupakan rentetan dari salah

satu usaha Amerika memerangi Islam. Dalam usaha yang pertama: dengan

adanya pengeboman itu, Amerika ingin membuktikan bahwa betul-betul di

Indonesia itu ada teror. Yang kedua Amerika ingin membentuk satu opini

bahwa teroris-teroris yang menggerakkan teror di Indonesia ini adalah orang

Islam.66

“Mengenai hal itu, saya kembali hanya berpedoman kepada sistem apa

yang diterangkan syariat, selama orang kafir itu tidak memerangi Islam kita

dilarang untuk menyerang dan membunuhnya. Tentang masalah Bali, apakah

orang-orang kafir, baik itu orang Amerika atau Australia yang sedang berada di

tempat itu orang-orang yang memerangi Islam atau tidak? Menurut

pengamatan saya mereka hanyalah turis biasa. Jadi saya berpendapat tidak

seyogianya mereka harus dibunuh, tapi sebaiknya didatangi untuk kemudian

dinasehati, didakwahi untuk tidak berbuat maksiat semacam itu.” jelasnya.

65 Ibid.

66 Dedi Junaedi, Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan

Islam,(Jakarta:Bina Wawasan Press, 2003), h.116

Page 87: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

“Pada dasarnya saya mengajarkan Islam menurut keterangan syariat yang

ada dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Perlu diketahui bahwa Islam itu

memerintahkan kita hidup berdamai kepada semua umat manusia baik yang

muslim maupun yang kafir. Kita diperintahkan hidup berdamai berbuat baik

dan berbuat adil. Pada dasarnya Islam itu menyerukan perdamaian, tetapi

apabila Islam diperangi dan diganggu syariatnya, maka Allah swt

memerintahkan kita tidak boleh berbuat damai kepada mereka, tetapi harus

membela diri memerangi mereka.” tegasnya.67

12. Irfan S. Awwas

Ketua Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia ini mencoba memahami

jalan pikiran Imam Samudra. "Semua itu merupakan hasil ijtihad Imam

Samudra atau pengalaman pribadinya. Jadi, kita tidak berhak mencampuri isi

buku itu," ujar Irfan. "Orang boleh setuju boleh tidak. Kalau menolak, harus

memberikan hujah, argumentasi yang lebih sahih," katanya.

Pemboman di Bali yang dilakukan Imam Samudra dan kawan-kawan karena

keyakinannya bahwa di situ terdapat musuh yang dia kejar. "Nah, kita kan

tidak tahu, yang tahu cuma mereka. Jika ada yang terkena pemboman, itu

memang risiko," ujar Irfan. Tapi bukan berarti Irfan sejalan dengan Imam.

Jihad yang dilakukan Imam Samudra, menurut Irfan, tidak melihat kondisi

lokal. Inilah yang menyebabkan dia berseberangan dengan para pelaku bom

67 Ibid.

Page 88: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Bali, JW Marriott, maupun Kuningan. "Indonesia tidak dalam keadaan perang,

sehingga tidak bisa disamakan dengan di Afghanistan atau di Irak," katanya.68

B. Cendekiawan Muslim di Luar Indonesia

1. Salim Ulwan al-Hasaniy

Cendekiawan muslim dari Libanon, Salim Ulwan al-Hasaniy, menegaskan

bahwa Islam bukanlah agama teroris dan radikal. Umat islam adalah ummah

wasathiyah, agamanya berada di garis tengah antara orang yang berlebihan dan

orang-orang yang meninggalkannya. Moderasi Islam dan keluwesannya tidak

diambil dari selera, kecenderungan dan pendapat pribadi orang, tetapi diambil

dari teks-teks syara’. Agama Islam dan orang-orang yang berpegang teguh

dengan Islam, dengan dibekali ilmu, terbebas dari penyimpangan dari jalur

moderat.69

2. Prof. DR. Wahbah al-Zuhaili

Beliau adalah seorang ulama besar dari Damaskus; Ketua Jurusan Fiqh dan

Ush al-Fiqh di Fakultas Syariah, Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan

tentang dasar syariat aksi bom syahid, Beliau berkata : “Apabila telah jelas jika

tindakan pengorbanan diri atau bom syahid ini dilakukan dalam pertempuran

melawan musuh seperti orang-orang Yahudi, kuat dugaan bahwa musuh akan

68 http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327

69 http://teguhtimur.wordpress.com/2006/12/01/memberantas-terorisme-dengan-agama/

Page 89: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

membunuh atau menyiksa, dan dengan seizin pemerintahan yang sah, serta

diyakini aksi ini akan menggentarkan musuh, membuat musuh takut, atau

merupakan perlawanan atas intimidasi yang dilakukan musuh; maka aksi bom

syahid ini adalah boleh insya Allah. Sebab, aksi bom syahid telah menjadi

suatu kebutuhan yang sangat penting pada saat ini. Selain itu, aksi perlawanan

frontal yang langsung berhadapan dengan musuh, tidak selalu bisa

merealisasikan tujuan. Bahkan, sesungguhnya aksi-aksi kepahlawanan yang

heroik dalam melawan agresi musuh semacam ini dapat mewujudkan

perubahan yang sangat krusial.”70

3. Prof. DR. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi

Beliau adalah ketua Jurusan Theologi dan Perbandingan Agama di

Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus. Ketika menjawab pertanyaan

mengenai bon syahid, Beliau berkata “Aksi-aksi disyari’atkan seratus persen,

apabila tujuan pelakunya adalah untuk mengalahkan musuh dan tidak sekedar

untuk membuang nyawa. Apabila hanya untuk melepaskan nyawanya termasuk

bunuh diri. Karena itu ia (pelaku bom syahid) wajib berniat untuk mengalahkan

musuh bukan untuk mati. Karena Allah bisa jadi menyelamatkannya, meskipun

dengan luka bakar.” Kemudian Beliau memberikan contoh : “Di sana ada

seorang yang berkata, aku sudah bosan hidup, aku akan melaksanakan aksi ini,

maka ia bunuh diri. Yang lain mengatakan, aku akan maju berjihad di jalan

70 Nawaf Hail Takruri, al-amaliyat al-istishadiyah fil Mizan al-Fiqh, h.102

Page 90: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Allah dan menyerang musuh, jika aku mati, maka hal ini baik bagiku dan jika

aku tidak mati maka ini lebih baik. Maka ia syahid insya Allah.”71

4. Syekh Muhammad Tanthawi

Syekh Muhammad Tanthawi adalah seorang imam besar Universitas al-

Azhar yang terkenal. Pandangan Tantawi dihormati secara luas di dunia islam,

dan ketika ditanya apa pemikirannya tentang serangan bunuh diri, ia

menjawab: “Saya menentang orang yang mengatakan bahwa membunuh

wanita, anak-anak, dan warga sipil lainnya itu diizinkan, hanya karena anak-

anak itu bisa jadi nantinya bekerja untuk militer. Ini perkataan yang lucu,

bodoh sehingga harus benar-benar ditentang. Dan ini bertolak belakang sama

sekali dengan anjuran Nabi. Serangan atas orang-orang jujur sepenuhnya

ditentang dalam hukum Islam.” Dalam pidatonya yang lain, Tanthawi

menyatakan bahwa pengebom yang meledakkan bahan peledak di tengah

warga sipil tidak sedang berjuang dalam perang sejati. Kalangan agamawan

lain yang menyatakan pandangan yang sama adalah Mufti Agung Saudi

Arabia, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah al-Syekh. Pernyataannya : “(ini)

merupakan bentuk bunuh diri, sehingga terlaknat,” adalah pernyataan tentang

kenyataan bahwa serangan seperti ini tidak sejalan dengan Islam.72

71 Ibid., h. 92

72 www.tragedipalestina.com/intifada02.html

Page 91: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

5. DR. Zaki Badawi

DR. Zaki Badawi adalah seorang dekan pada London’s Muslim College,

Inggris. Beliau adalah cendekiawan muslim yang menyatakan bahwa serangan

bunuh diri itu tidak sejalan dengan Islam. Badawi menyatakan bahwa

meskipun keadaan yang dialami oleh orang-orang Palestina saat ini tidak dapat

diterima, tetap tidak diizinkan untuk menyerang sasaran sipil. “Saya secara

pribadi berpikir mereka itu salah memahami Islam dan saya pikir mengerikan

sekali melakukan kejahatan atas orang yang tak bersalah karena ini menentang

hukum Islam.” Tuturnya menanggapi bom bunuh diri yang terjadi di

Palestina.73

6. Fatwa Cendekiawan Muslim Timur Tengah

Kenyataan bahwa menyerang warga sipil itu sepenuhnya tidak sejalan

dengan nilai-nilai Islam ditegaskan kembali berkali-kali oleh begitu banyak

ulama Islam. Salah satu fatwa yang dikeluarkan pada 27 September 2001, dan

ditandatangani oleh sejumlah besar kalangan agamawan, berisi pernyataan

berikut ini, “Dalam pandangan Islam, orang yang terlibat dalam serangan

teroris adalah melakukan kejahatan hirabah.” Beberapa kalangan agama yang

menandatangai fatwa ini adalah : Syekh Yusuf al-Qardhawi (cendekiawan

besar Islam dan Ketua Dewan Sunnah dan Sirah, Qatar), Hakim Tariq al-Bishri

(Wakil Presiden Utama Dewan Ulama, Mesir), DR. Muhammad S. al-Awa

73 Ibid.

Page 92: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

(Profesor hukum Islam dan syari’ah, Mesir),DR. Haytham al-Khayyat

(Cendekiawan Muslim, Siria), Shaykh Fahmi Huwaydi (Cendekiawan Muslim,

Mesir), Syekh Taha Jabir al-Alwani (Ketua Dewan Tinggi Amerika Utara).74

74 Ibid.

Page 93: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MUI

NO. 3 TAHUN 2004 TENTANG TERORISME

A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI tentang Terorisme

Sekurang – kurangnya ada dua hal yang melatar belakangi lahirnya fatwa

MUI tentang Terorisme, yaitu :75

1. Akhir – akhir ini telah terjadi tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya di

beberapa negara, termasuk Indonesia. Tindakan tersebut telah menimbulkan

kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat. Dalam

kurun waktu 6 tahun, terhitung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 telah

terjadi beberapa kejadian teror di Indonesia, seperti yang tertera dibawah ini :76

� Bom Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000. Bom meledak dari

sebuah mobil yang diparkir didepan rumah Dubes Filipina, Menteng, Jakarta

Pusat, 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Dubes Filipina

Leonides T. Caday.

� Bom Kedubes Malaysia di Jakarta tanggal 27 Agustus 2000. Granat meledak

di komplek Kedubes Malaysia di Kuningan Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

75 Wawancara Pribadi dengan Anwar Ibrahim. Jakarta, 5 April 2008

76 Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005, h.1

Page 94: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

� Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September 2000. Ledakan mengguncang

lantai parkir P2 Gedung BEJ, 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka dan

104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.

� Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada

malam natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan

melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.

� Bom Plaza Atrium Senen, Jakarta tanggal 23 September 2001. Bom meledak

di kawasan Plaza Atrium Senen Jakarta, 6 orang cidera.

� Bom Restoran KFC di Makasar tanggal 12 Oktober 2001. Ledakan bom

mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada

korban jiwa.

� Bom Sekolah Australia di Jakarta tanggal 6 November 2001. Bom rakitan

meledak di halaman Australian Internasional School (AIS), Pejaten, Jakarta.

� Bom malam tahun baru 2002, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak

didepan rumah makan ayam bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang

lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah terjadi empat ledakan bom di

beberapa gereja. Tidak ada korban jiwa.

� Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2002, tiga ledakan mengguncang Bali. 202

korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya

luka-luka. Pada saat bersamaan di Manado Sulawesi Utara, bom rakitan juga

meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.

Page 95: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

� Bom restoran Mc Donald’s di Makasar tanggal 5 Desember 2002. Bom

rakitan yang dibungkus wadah plat baja meledak di restoran itu. 3 orang tewas

dan 11 orang lainnya luka-luka.

� Bom Kompleks Mabes POLRI Jakarta tanggal 3 Februari 2003. Bom rakitan

meledak di loby Wisma Bhayangkari, Mabes POLRI Jakarta. Tidak ada

korban jiwa.

� Bom Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta tanggal 27 April 2003.

Bom meledak di area publik di terminal 2F. 2 orang luka berat dan 8 orang

lainnya luka sedang dan ringan.

� Bom JW Marriot 2003 tanggal 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan

sebagian Hotel JW Marriot. Sebanyak 11 orang meninggal dunia dan 152

orang lainnya mengalami luka-luka.

� Bom Cafe Palopo 2004. Terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi,

menewaskan empat orang (BBC).

� Bom Kedubes Australia tanggal 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di

depan Kedubes Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti

Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.

� Bom Kedubes Indonesia di Paris 2004. Terjadi pada 8 Oktober 2004. Tidak

ada korban jiwa.

Page 96: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

� Bom Pamulang Tangerang tanggal 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman

rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)

Abu Jibril alias M. Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.

� Bom Bali II 2005. Tanggal 1 Oktober 2005 bom kembali meledak di Bali.

Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan

yang terjadi di RAJA’s BAR dan Restaurant Kuta Square, daerah Pantai Kuta

dan di Nyoman Cafe Jimbaran.

� Pemboman di Palu tanggal 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar

di Palu Sulawesi Utara yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45

orang.

2. Bahwa terhadap tindakan terorisme terjadi beberapa persepsi: sebagian

menganggapnya sebagai ajaran agama Islam, karena itu ajaran agama Islam

dan umat Islam harus diwaspadai; sedang sebagian yang lain menganggapnya

sebagai jihad yang harus dilaksanakan, walaupun harus dengan menanggung

resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan pertimbangan kedua hal tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia

(MUI) memandang perlu menetapkan fatwa tentang terorisme untuk dijadikan

pedoman.

B. Terorisme dan Jihad

Page 97: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Terorisme makin populer ketika gedung World Trade Centre (WTC) New

York yang merupakan simbol kapitalisme dan liberalisme dunia runtuh pada 11

september 2001 lalu. Peristiwa yang bagi bangsa Amerika merupakan peristiwa

memalukan (the day of infamy) yang kedua setelah pengeboman Jepang atas Pearl

Harbour pada 7 Desember 1941 silam. Peristiwa WTC mendorong Amerika

memerangi apa yang disebutnya sebagai ‘teroris’, yang bagi penulis, pelakunya

sendiri masih misterius hingga saat ini. Meskipun Amerika meyakini bahwa

kelompok Al-Qaeda berada dibalik serangan itu. Untuk memerangi Al-Qaeda dan

jaringannya ini, Amerika mengalokasikan dana 40 milyar dollar AS lebih.

Peristiwa WTC ini menyedot perhatian dunia yang amat luar biasa hingga

melibatkan ratusan negara terlibat dalam misi pengejaran kaum teroris yang

dikejar Amerika, tak terkecuali pemerintah Indonesia.

Sebenarnya, di Indonesia sendiri telah banyak terjadi berbagai tindakan teror

di beberapa daerah, jauh sebelum peristiwa WTC terjadi. Misalnya, Bom

Kedubes Filipina di Jakarta tanggal 1 Agustus 2000, Bom Kedubes Malaysia di

Jakarta tanggal 27 Agustus 2000, Bom Gedung BEJ Jakarta tanggal 13 September

2000, dan Bom malam natal tanggal 24 Desember 2000. Tindakan teror seperti

ini, menjadi malapetaka yang menimpa umat islam di berbagai daerah di

Indonesia. Beragam bentuk dan peristiwa yang menuduh dan mencurigai umat

islam sebagai pelaku peledakan terus menerus kita dengar dan saksikan. Bahkan

berbagai tudingan datang dari negara-negara lain (AS, Inggris, Australia) yang

Page 98: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

menyebutkan Indonesia adalah negara sarangnya teroris. Tudingan tersebut

dilandasi mengingat banyaknya aksi teror yang terjadi di Indonesia, sebagaimana

yang telah penulis sebutkan sebelummya.

Ditengah keadaan yang meresahkan masyarakat atas tindakan terorisme tersebut, maka MUI (Majelis Ulama

Indonesia) sebagai wadah perkumpulan para ulama di Indonesia turut andil dalam mengatasi masalah terorisme ini dengan

mengeluarkan fatwa No. 3 Tahun 2004 tentang terorisme.

Pada uraian berikutnya, penulis akan mencoba melakukan tinjauan hukum

Islam terhadap terorisme, dan tinjauan hukum Islam terhadap makna jihad pada

bunyi fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 yang menjadi kajian objek penulis dalam

skripsi ini.

1. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Terorisme

Pada pembahasan terdahulu mengenai terorisme, penulis telah

memaparkan beberapa definisi dari terorisme. Sebagaimana kita ketahui bahwa

begitu banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli untuk

mendefinisikan terorisme. Pada bagian dictum (putusan) fatwa MUI No. 3

Tahun 2004 tentang terorisme mendefinisikan bahwa terorisme adalah tindakan

kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman

serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian

dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu

bentuk kejahatan yang di organisasi dengan baik (well organized), bersifat

transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

crime) yang tidak membeda-bedakan sasarannya (indiskrimatif).77

77 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme

Page 99: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Dari definisi yang diberikan oleh MUI tersebut, setidaknya ada tiga unsur atau

sifat yang terdapat pada tindakan terorisme, yaitu :

a. Bersifat merusak (ifsad) dan anarkhis;

b. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak

lain;

c. Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.

Berdasarkan ketiga unsur diatas, penulis akan melakukan tinjauan hukum Islam

terhadap terorisme yang disebutkan dalam fatwa MUI tersebut.

Dalam fiqh jinayah, sesungguhnya tidak ada istilah terorisme. Kita tidak

akan menemukannya karena masalah terorisme adalah masalah kontemporer

yang tidak muncul pada abad lampau. Begitu juga di dalam al-Quran, kita tidak

akan menemukan istilah ini. Akan tetapi bila ditelusuri dari asal kata bahasa

atau kebahasaan, maka terorisme atau al-Irhabiyyah dalam arti lain juga berarti

intimidasi atau ancaman, yang dalam bahasa arab yaitu ا�ره�ب atau ره�� yang

berarti menakuti dan mengintimidasi.78

Hal ini bila dikaitkan dengan jarimah-

jarimah yang ada dalam fiqh jinayah termasuk dalam jarimah hirabah, yang

artinya adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan

melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak

78Ahmad Warsan Munawwir, al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka

Progresif,1997), Cet. Ke-14, h.539

Page 100: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan ketertiban

umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir (dzimmi maupun harbi).79

Dari keterangan di atas, penulis mendefinisikan dan mengqiyaskan antara

jarimah hirabah dengan tindak terorisme berdasarkan kesamaan definisi dan

maksud keduanya yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk

melakukan kekacauan, gangguan keamanan, pembunuhan, pertumpahan darah,

perampasan harta, merusak citra agama, akhlak, ketertiban, dan undang-

undang. Dengan cara qiyas berarti telah mengembalikan ketentuan hukum

sesuatu kepada sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadist, sebab tidak semua

hukum Islam tersurat secara jelas al-Qur’an dan al-Hadist, tetapi ada yang

tersirat dan bersifat implisit-analogik.80

Maka dengan pendekatan analogis

antara terorisme atau al-Irhabiyyah dengan hirabah, akan menemukan titik

persamaan antara sebab dan sifat kedua tindak pidana tersebut.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

���$�� ���{ %��$�ا��)[ح ح/� ) .kG��� ���%(81

Artinya : “Barangsiapa membawa senjata untuk mengacau, maka bukanlah

termasuk golongan kami.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Para fuqaha mendefinisikan al-muharib (pelaku hirabah) dengan :

79 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9 (Bandung: al-Ma’arif, T.th.), h.186 80 Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.V (Pedoman

Ilmu Jaya,1996), h.96

81 Muhammad Ibn Ismail al-Makhalani, Subul al-Salam, Juz III, h.257

Page 101: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

�� وا�F�'& ا��)[ح ا�$��س %V� ح/�

“Orang yang mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti

mereka (menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat).”

Menurut Abdul Qadir Audah dalam kitabnya al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami,

bahwa jarimah hirabah dapat berbentuk tindakan-tindakan sebagai berikut :

1) Suatu aksi kekerasan untuk mengacaukan masyarakat atau menggangu

keamanan, sekalipun tidak mengambil harta atau tidak melakukan

pembunuhan;

2) Suatu aksi untuk melakukan kekerasan sehingga menghancurkan harta

benda tetapi tidak melakukan pembunuhan;

3) Suatu aksi kekerasan yang berakibat hancurnya harta benda dan nyawa.

Selanjutnya menurut beliau, unsur utama dalam jarimah hirabah adalah

aksi kekerasan yang mengganggu keamanan masyarakat, baik menggunakan

senjata atau tidak, baik dilakukan di desa atau di kota, atau di jalan umum dan

fasilitas masyarakat.82

Dalam hal tempat dilakukannya hirabah, terjadi

perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha. Menurut Imam Malik, melakukan

hirabah di dalam atau di luar kota sama saja. Dalam hal ini Imam Syafi’i

mensyaratkan adanya kekuatan, meski ia tidak mensyaratkan jumlah dan

besarnya kekuatan (syaukah) itu. Kekuatan yang di maksud adalah kekuatan

82 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut:Libanon,2000), h.138

Page 102: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

untuk dapat mengalahkan, karena itu ia tidak mensyaratkan bahwa hirabah itu

dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian. Menurut Imam Abu Hanifah,

hirabah tidak terdapat di dalam kota.83

Adapun dalil dari jarimah hirabah ini

tersebut dalam QS al-Maidah (5): 33

أن ���دا ا�رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا ]F�ا أو فG$� ��

اب اFu,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�رض% &�O% )33: 5/ ا�/�P#ة(

Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka

dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal

balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu

(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka

beroleh siksaan yang besar.”

Imam Jalalain, menafsirkan Surat al-Maidah ayat 33 sebagai perbuatan

maksiat, pencurian, perampokan dan pembunuhan terhadap para Nabi dan umat

Islam.84

Surat al-Maidah ayat 33 yang secara spesifik membicarakan hukuman

bagi orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (yang ditafsirkan oleh ulama

sebagai perampokan, qat’u al-thariq) merespons perampokan yang dilakukan

oleh suku ‘Ukail dan suku ‘Urainah. Ayat ini turun mengkritik tindakan kaum

83 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun

(Jakarta:Pustaka Amani, 2007), h.603

84 Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalli dan Jalalaluddin Abdurrahman Ibn Abi Bakr

Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Juz I (Surabaya:Dar al-Abidin,T.th), h.100

Page 103: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Muslim yang keterlaluan menghukum kedua suku tersebut.85

Al-Bukhari dan

Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ada delapan orang suku

‘Ukail yang datang kepada Rasulullah saw, mereka berbaiat untuk menjalankan

agama Allah swt. Mereka merasa iklim Madinah tidak cocok sehingga tubuh

mereka sakit dan mengadukannya kepada Rasulullah saw, kemudian beliau

bersabda : “Mengapa kalian tidak pergi saja dengan para penggembala unta

sehingga kalian bisa mendapatkan air dari kantung dan susunya? Mereka

meng-ia-kannya, kemudian pergi dan minum air dari kantung dan susunya

sehingga mereka sembuh. Akan tetapi, mereka membunuh penggembala dan

membawa untanya. Berita itu sampai kepada Nabi saw, maka beliau

mengirimkan pasukan guna membuntutinya dan akhirnya mereka bisa

ditangkap, lalu dihadapkan kepada Nabi, Beliau memutuskan agar mereka

dihukum.”86

Dapat dipahami dari keterangan tersebut, bahwa tindak terorisme

tidak dibenarkan dalam Islam, ia disamakan dengan perbuatan memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia.

2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jihad

Yang dimaksud pada pembahasan ini adalah tinjauan hukum Islam

terhadap jihad yang disebutkan dalam fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang

Terorisme. Dalam fatwa MUI tersebut, jihad didefinisikan sebagai berikut :

85 Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 3, (Jakarta:Lentera Hati, 2000), h.78 86 Muhammad Ali al-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-Qur’an al-

Karim, 1402 H), Juz I, h.509

Page 104: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

a. Jihad adalah segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk

menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh

dalam segala bentuknya.

b. Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan

meninggikan agama Allah.

Dari kedua definisi tersebut, dapatlah diketahui bahwa jihad memiliki

beberapa sifat mendasar, antara lain :

a. Melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan;

b. Tujuannya menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak

yang terzhalimi;

c. Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan

sasaran musuh yang jelas.

Berdasarkan ketiga sifat di atas, dapatlah dipahami bahwa dilakukannya

jihad dengan cara melakukan perbaikan, dan bertujuan menegakkan agama

Allah dan membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan

aturan yang telah ditentukan oleh syar’i. Bila merujuk kepada hadist-hadist

Rasulullah saw, jihad tidak hanya dimaknai dengan makna tunggal, yaitu

perang. Akan tetapi, jihad memiliki pengertian umum mencakup seluruh jenis

ibadah dan amal shalih, di antaranya : haji mabrur, menyampaikan kebenaran

kepada penguasa yang zhalim, berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu dan

Page 105: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mengembangkan pendidikan, dan membantu fakir miskin (hadist-hadist ibadah

ini telah disebutkan pada bab sebelumnya).

Memang, jihad dalam pengertian yang khusus dapat dimaknai sebagai

perang. Sebagaimana sebagian fuqaha mengartikan jihad sebagai upaya

mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah baik secara langsung

maupun dalam bentuk pemberian bantuan keuangan, pendapat, atau penyediaan

logistik dan lain-lain untuk memenangkan peperangan.87

Akan tetapi, berjihad

dalam arti berperang haruslah memenuhi aturan-aturan yang telah ditentukan

oleh syar’i, yaitu :

a. Hendaknya berjihad semata-mata

mengharapkan keridhaan Allah swt,

dan kaum muslimin memiliki senjata,

kekuatan, dan pertahanan;

b. Berjihad dalam satu komando di

bawah bendera kaum muslimin.

Seorang Imam/umara/pemimpin

87 Ibnu Abidin, Hasyiah Rad al-Mukhtar, h.119

Page 106: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mengumandangkan seruan untuk

berjihad (bukan pemimpin kelompok,

sekte, aliran, panglima dan

semisalnya, haruslah pemimpin sah

muslimin yang memiliki kekuasaan)

mengumandangkan seruan untuk

berjihad;

c. Hendaknya sebelum diperangi,

maka telah diserukan dakwah terlebih

dulu kepada musuh untuk masuk

Islam;

Page 107: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

d. Hendaknya benar-benar yakin

bahwa dalam berjihad ini tidak

menimbulkan kemudlaratan lebih

besar bagi Islam dan muslimin.

Jika telah terpenuhinya syarat dan

faktor tersebut, maka barulah

diperbolehkan berjihad atau berperang,

dan kalau ada satu atau bahkan semua

tidak terpenuhi maka tidak

diperkenankan untuk berjihad atau

berperang.88

Menurut Sayyid Sabiq

dalam kitab Fiqh Sunnah, Beliau

menjelaskan bahwa berjihad

(berperang) sama sekali tidak dikenal

88http://hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778&catid

=32. Ditulis Oleh: Syaikh DR Shalih bin Sa'ad As Suhaimi Al Harbi ( pengajar tetap di masjid

Nabawi).

Page 108: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dalam ajaran Islam, kecuali pada dua

keadaan :89

a. Mempertahankan diri, nama baik,

harta, dan tanah air ketika diserang

musuh;

b. Dalam keadaan mempertahankan

dakwah di jalan Allah.

Dari pemaparan di atas, dapatlah

dipahami bahwa jihad dengan makna

perang memiliki aturan-aturan yang

sangat ketat untuk melakukannya,

sebagaimana para ulama telah sangat

hati-hati melakukan pembatasan

terhadap pelaksanaan perang ini.

Jihad pun -seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya- tidak bisa

didefinisikan hanya sekedar berperang.

Pemahaman tersebut telah melakukan

"pengerdilan" terhadap ajaran jihad

89 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, penerjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:al-Ma’arif,

h.40

Page 109: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

yang agung. Menurut seorang ulama

kharismatik Syria, Dr. Muhammad

Sa'id Ramadlan al-Buthi (al-Jihad fi al-

Islam), jika jihad diidentikkan sebagai

perang saja, maka ajaran jihad akan

kehilangan makna yang sebenarnya dan

segala macam variasinya. Al-Qur’an

sendiri tidak secara definitif memaknai

jihad sebagai perang. Al-Qur’an

menggunakan istilah al-Qital sebagai

padanan perang. Sementara jihad tetap

kaya dengan multi makna dan multi

bentuk.90

Dalam QS al-Furqan (25): 52

yang turun di Makkah, Allah swt

berfirman : ��� BC ��,�� )ا�G,��ن( آ��,ا ;'�دا ب� و;�ه#ه& ا�

Artinya: “Maka janganlah kamu

mengikuti orang-orang kafir, dan

90 Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, al-Jihad Fi al-Islam, (Beirut:Dar al-Fikr, 1993),

h.246

Page 110: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

berjihadlah terhadap mereka dengan Al

Quran dengan jihad yang besar.”

Para ahli tafsir berbeda pendapat

mengenai; ‘jihad besar’ (jihad kabir)

ini. Menurut Ibn Abbas, konotasi jihad

dalam ayat itu adalah dengan ‘al-

Quran’, menurut Ibn Zaid dengan

‘Islam’, dan ada yang berpendapat

dengan pedang alias perang. Namun,

al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami' li

Ahkam al-Quran menolak keras

pendapat terakhir; ‘jihad dengan

pedang’, karena ayat ini turun di

Makkah, jauh sebelum turun perintah

perang.91

Seorang ulama fikih klasik Syatha'

al-Dimyati dalam kitabnya I'anah al-

Thalibin mendefinisikan jihad sebagai

91 Muhammad Ibn Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Juz I (Beirut:Dar al-

Fikr,1952), h.58

Page 111: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

aksi menolak mara bahaya dan

kekacauan serta berjihad untuk

kemakmuran dan kesejahteraan

sandang dan pangan.92

Namun, ada sebagian orang yang

menurut penulis kurang tepat dalam

memaknai kata jihad. Salah satu contoh

dari terorisme yang ‘berbaju’ agama

adalah apa yang dilakukan oleh Imam

Samudra, dkk dalam aksi bom di Bali.

Imam Samudra dalam bukunya Aku

Melawan Teroris (Jazera/2004) dengan

bangga dan tanpa dosa mengakui

perbuatan biadabnya di Bali, dan

mengganggap perbuatan tersebut

adalah jihad fisabilillah. Imam

Samudra secara jelas dan rinci

mengakui bahwa yang mereka lakukan

adalah melawan musuh-musuh Islam

yang ada di Bali, padahal korban dari

92 Muhammad Syatha’ al-Dimyati, I’anah al-Thalibin,Juz IV (Indonesia, Dar al-Ihya al-

Kutub al-Arabiyah), h.180

Page 112: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

perbuatan mereka, justru banyak

menimpa kaum Muslim. Mereka

menjadikan penderitaan Muslim

Palestina sebagai dasar dari tindakan

mereka dan perbuatan mereka di Bali

adalah upaya balas dendam atas

perbuatan orang non-Islam di Palestina.

Pola berfikir ala Imam Samudra ini

adalah suatu kebodohan, dan emosional

sesaat. Imam Samudra dkk dalam

beberapa kasus pemboman, dengan

dalih berpijak pada dalil al-Qur’an.

Ayat-ayat al-Qur’an yang mereka

gunakan untuk membenarkan

tindakannya adalah ayat-ayat berikut: ��ا�� �� �$�ن �� ا��f� �ب����م و�� ب���� ,FM�ن و�� ا��(,� �� ا���� ح,�م

�� ا�k) د�� �#�$�ن و�� ورس��� �� ��ب أو�ا ا�� �>�Cا ح��V ا�T�:S�# %� ا�ون وه& ,Rص� )T29: 9/ا���ب(

Artinya: “Perangilah orang-orang yang

tidak beriman kepada Allah dan tidak

(pula) kepada hari kemudian, dan

Page 113: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

mereka tidak mengharamkan apa yang

telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-

Nya, dan tidak beragama dengan

agama yang benar (agama Allah),

(yaitu orang-orang) yang diberikan Al-

Kitab kepada mereka, sampai mereka

membayar jizyah dengan patuh sedang

mereka dalam keadaan tunduk.” (QS

al-Taubah (9): 29 ).

�'K�أ�� K���$ر ;�ه# ا���G وبx{ ;'$�& و�<واه& %��'& واR�� وا�/$��@�� ا�

,�A/�ا )T73: 9/ا���ب(

Artinya: “Hai Nabi, berjihadlah

(melawan) orang-orang kafir dan

orang-orang munafik itu, dan bersikap

keraslah terhadap mereka. Tempat

mereka ialah neraka Jahannam. Dan

itulah tempat kembali yang seburuk-

buruknya,” (QS al-Taubah (9): 73).

Page 114: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Berdasarkan ayat-ayat di atas, Imam

Samudra berkeyakinan bahwa mereka

diwajibkan berperang melawan orang-

orang kafir di mana pun mereka berada.

Kewajiban berperang dengan orang-

orang non-Islam dilakukan sampai

tercapai dua tujuan, yakni tidak ada

kemungkaran di muka bumi dan

terlaksananya hukum Islam secara

sempurna.93

Imam Samudra tidak menyadari

bahwa ayat-ayat yang mereka kutip

sebagai pembenaran atas tindakan

mereka di Bali adalah ayat-ayat yang

penuh muatan kondisi lokal saat ayat

itu turun dan ayat itu bukanlah pesan

universal al-Qur’an sehingga

penerapan ayat-ayat tersebut harus

disesuaikan dengan kondisi masa

sekarang. Ayat-ayat di atas dalam

93 http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A197_0_3_0_M

Page 115: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

kitab tafsir Ibnu Katsir disebut dengan

ayat-ayat Saif (ayat-ayat yang

memerintahkan perang) turun di kala

kaum Muslim sedang ditindas oleh

kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya,

dan jalan keluar satu-satunya dari

masalah tersebut adalah dengan

perang.94

Menurut Quraish Shihab, perintah

membunuh orang-orang musyrik (Q.S

At-Taubah : 5) adalah mereka yang

mengganggu dan menganiaya kaum

Muslim, tidak berlaku bagi mereka

yang tidak menggangu kaum

Muslim.95

Perintah untuk memerangi

Ahl al-Kitab (QS At-Taubah : 29)

bukan karena perbedaan keyakinan

keberagamaan (bukan karena mereka

tidak masuk Islam), tapi disebabkan

94 Abu al-Fida Ismail Ibn Katsir, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah: Salim Bahreisy

dan Said Bahreisy, Jilid IV (Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988), h.96 95 Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 5 (Jakarta:Lentera Hati, 2002), h.503

Page 116: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Ahl al-Kitab pada waktu itu berjuang

bahu-membahu dengan bangsa romawi

memerangi kaum Muslim. Sedang

perintah untuk memerangi kaum

munafik (QS At-Taubah : 73)

disebabkan mereka adalah duri dalam

daging, mereka senantiasa membantu

menghancurkan kaum Muslim dari

dalam dan membantu mush-musuh

Islam. Inilah alasan Allah Swt.

memerintah Nabi Muhammad Saw.

untuk memerangi kaum Muslim.96

Jelaslah, bahwa pemahaman yang

keliru terhadap al-Qur’an, tidak

melihat al-Qur’an secara keseluruhan,

adalah penyebab lahirnya sikap radikal

yang bermuara pada aksi-aksi

terorisme. Janganlah hanya melihat

suatu kelompok dengan pakaian yang

mereka gunakan, yang terkesan islami

96 Ibid,. h.542

Page 117: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dan sakral, jika perbuatannya tidak

bermanfaat dan menebarkan kebencian

dan permusuhan.

Namun demikian, peristiwa ini

hendaklah dijadikan pelajaran untuk

pemerintah yang telah lalai dalam

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar

di negeri ini, sehingga bermunculan

lah gerakan-gerakan massa yang

merasa tidak puas dengan sikap

pemerintah dalam menegakkan amar

ma’ruf nahi munkar ini. Beberapa

alasan penting dari responden

berkaitan dengan persetujuannya

dalam penggunaan cara-cara

kekerasan, sebagai berikut :97

a. Jika cara-cara konstitusional dan

cara-cara ekstra konstitusional yang

97 Muhammad Asfar, Islam Lunak-Islam Radikal, (Surabaya:JP Press, 2003), h.225

Page 118: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

demokratis, seperti unjuk rasa,

demonstrasi, dan semacamnya tidak

lagi efektif sebagai sarana

perjuangan umat;

b.Jika pemerintah dan lembaga terkait

tidak lagi mampu menjamin

penegakan hukum atas pelanggaran

undang-undang;

c. Jika pihak yang melakukan maksiat

tidak mengindahkan peringatan yang

Page 119: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

disampaikan oleh tokoh masyarakat,

para ulama, dan sebagainya.

Perlu kita ingat kembali, bahwa

kemerdekaan negara Republik

Indonesia dapat diraih bukan hanya

karena usaha para pejuang

kemerdekaan semata. Akan tetapi

karena adanya pertolongan dari Allah

Swt kepada bangsa ini, sehingga para

pendiri bangsa ini secara sangat sadar

dan jujur, menyatakan pada bunyi

Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 :

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha

Kuasa dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat

Indonesia meyatakan dengan ini

kemerdekaannya.”

Page 120: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Sebagai bangsa yang telah diberikan

kemerdekaan oleh Allah Swt, tentunya

kita mempunyai suatu kewajiban untuk

mensyukuri nikmat Allah Swt ini,

dengan cara menjalankan hukum-

hukum yang telah disyariatkan oleh

Allah Swt yang tersebut di dalam al-

Qur’an dan al-Hadist. Untuk itu, dalam

hal ini yang berwenang dan memiliki

kekuasaan untuk melaksanakan

hukum-hukum tersebut adalah

pemerintah Indonesia. Pemerintah

Indonesia mempunyai kewajiban

menegakkan hukum-hukum Allah Swt

atau paling minimal sekali

menegakkan secara konsisten hukum-

hukum negara yang telah ada.

Pemerintah mempunyai kewajiban

untuk melakukan amar ma’ruf nahi

munkar terhadap negara yang

dipimpinnya.

Page 121: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Namun, pada kenyataannya tidaklah

demikian. Pemerintah tampaknya tidak

mampu (menutup mata) terhadap

kegiatan-kegiatan maksiat yang ada di

Indonesia. Ini dapat dilihat dari

menjamurnya diskotik-diskotik,

tempat karaoke malam, dan lain-lain

yang dapat dipastikan di tempat itu

merupakan tempat orang melakukan

maksiat. Sebut saja misalnya Sari Club

dan Paddy's Cafe di Legian, Raja’s Bar

di daerah Pantai Kuta yang telah

menjadi target pengebomannya Imam

Samudra Cs. Tempat-tempat tersebut

merupakan tempat yang biasa dipadati

para turis asing untuk mencari hiburan

dengan melakukan berbagai maksiat di

dalamnya seperti minum bir, berjoget

tanpa busana, pergaulan bebas, dan

berbagai kegiatan maksiat lainnya.

Inilah salah satu sebab Imam Samudra

Page 122: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

memilih tempat-tempat tersebut

sebagai lokasi target pengebomannya

Seharusnya pemerintah Indonesia

mencegah dan tidak memberikan izin

berdirinya tempat-tempat maksiat

seperti itu, sehingga umat Islam yang

berkomitmen untuk ber amar ma’ruf

nahi munkar akan merasa terwakili

dengan sikap pemerintah tersebut.

Namun, yang terjadi adalah

sebaliknya. Pemerintah bersikap apatis

terhadap kegiatan maksiat yang terjadi

di negara ini. Bahkan terkesan

melegalkan kegiatan tersebut. Inilah

yang melatar belakangi munculnya

gerakan-gerakan massa atau ormas-

ormas Islam yang anti terhadap

kemaksiatan, karena merasa tidak puas

dengan sikap pemerintah dalam

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar

ini.

Page 123: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Oleh karena itu, penulis menilai

bahwa apa yang dilakukan oleh Imam

Samudra ataupun ormas-ormas Islam

yang melakukan kekerasan terhadap

kemaksiatan tidaklah dapat disalahkan

sepenuhnya, melainkan juga kesalahan

pihak pemerintah yang tidak mampu

memberantas kemaksiatan di negeri

ini, dan belum mampu menjalankan

apa yang telah diamanatkan oleh UUD

1945 sebagai landasan negara

Indonesia.

C. Hukum Terorisme

Pada bagian dictum (putusan) fatwa

MUI No. 3 Tahun 2004 tentang

terorisme menyebutkan bahwa hukum

melakukan teror adalah haram, baik

dilakukan oleh perorangan kelompok,

maupun negara.98

Dalilnya adalah :

98 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme

Page 124: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

1. Firman Allah swt dalam QS al-

Maidah (5): 32 ���� أن�� إس,ا�P� ب$� %V� آ��$� ذH� أ;� ��� ��Gن ,�lب }Gأو ن

<ن�/� ا�<رض �� ���د <ن�/� أح��ه� و�� ;/�>� ا�$��س ��� � ا�$��س أح�� � �� ذH� ب># �$'& آ�z,ا إن� ث&� ب����)$�ت رس�$� ;�ء'& و�@# ;/�>�

)32: 5/ا�/�P#ة( �/�,��ن ا�<رض

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu

hukum) bagi Bani Israil, bahwa:

barangsiapa yang membunuh seorang

manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan

karena membuat kerusakan dimuka

bumi, maka seakan-akan dia telah

membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara

kehidupan seorang manusia, maka

seolah-olah dia telah memelihara

kehidupan manusia semuanya. Dan

sesungguhnya telah datang kepada

mereka rasul-rasul Kami dengan

(membawa) keterangan-keterangan

Page 125: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

yang jelas, kemudian banyak diantara

mereka sesudah itu sungguh-sungguh

melampaui batas dalam berbuat

kerusakan dimuka bumi.”

2. Hadist Nabi saw : K��� &��/� و)ع ان,� �/���) . c99)اب�داود روا

Artinya: “Tidak halal bagi seorang

muslim menakut-nakuti orang muslim

lainnya”.(H.R Abu Dawud).

��T ��ن� ب#�#ة اF�� ا�V اش�ر P]/ا� �$<� �Vح� �'�$�) . cروا &���100(

Artinya: “ Barangsiapa mengacungkan

senjata kepada saudaranya (muslim),

maka malaikat akan melaknatnya

sehingga ia berhenti.” (H.R Muslim).

Sebagaimana telah penulis

paparkan pada bagian terdahulu,

99 Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abi Daud, Juz 4 (Beirut:Dar al-

Fikr,1994), h.330

100 Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 16

(Beirut:Dar al-Fikr, 1995), h.132

Page 126: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

bahwasanya penulis mendefinisikan

dan mengqiyaskan antara jarimah

hirabah dengan tindak terorisme

berdasarkan kesamaan definisi dan

maksud keduanya. Oleh karena itu,

yang akan dibahas pada bab ini adalah

jarimah hirabah menurut fiqh Islam,

sehingga akan teranglah penjelasan

mengenai hukum terorisme dalam

pandangan hukum Islam. Hirabah berasal dari kata ‘harb’ (peperangan). Hirabah adalah sekelompok

teroris (thaifah al-Irhabiyyah) dari kalangan muslim, murtad, atau ahlu

dzimmah, yang dengan sengaja mempersenjatai dirinya dengan senjata dan

bertujuan melakukan perampokan, pembunuhan, teror dan menyebarkan

keresahan di tengah-tengah masyarakat, dan biasanya mereka berada di luar

kota, desa terpencil, gunung, gurun, padang pasir, dan melakukan teror di

kereta api, pesawat terbang, jalan-jalan di luar kota, atau di tempat-tempat

yang tidak memungkinkan datangnya bantuan maupun perlindungan. Hirabah

merupakan salah satu bentuk jarimah hudud, yaitu tindak pidana yang jenis,

jumlah dan hukumannya ditentukan oleh syariat.101

Hirabah disebut juga oleh

ahli fikih sebagai qath'u al-Thariq (menyamun) atau al-Sariqah al-Kubra

101 Muhammad al-Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz IV, hal.180

Page 127: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

(pencurian besar). Ulama fikih menyebut hirabah sebagai al-Sariqah al-

Kubra, karena hirabah itu merupakah upaya mendapatkan harta dalam jumlah

besar dengan akibat yang dapat menyebabkan kematian atau terganggunya

keamanan dan ketertiban. Para ulama memang mempersyaratkan hirabah

dengan tindakan-tindakan kekerasan untuk merampas harta, mengganggu

keamanan dan mengancam nyawa manusia akan tetapi kekerasan dan

gangguan keamanan yang dimaksud tidak dijelaskan lebih detail. Para ulama

sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa besar yang layak dikenai

sanksi hadd. Dalilnya adalah firman Allah swt QS al-Maidah (5): 33

أن ���دا ا�<رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F��ف �� وأر;�'& #�'&أ� @B�C أو ���A��ا أو �@����ا

اب اFM�,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�<رض% &�O%

)33: 5/ا�/�P#ة(Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah

mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan

bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat

mereka beroleh siksaan yang besar ”.

Ini berarti bahwa jarimah hirabah disamakan dengan perbuatan memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membunuh seluruh umat manusia, yang hukum

dasarnya jelas haram, karena bertolak belakang sekali dengan maqashid al-

Syari’ah, yang diturunkan oleh Allah swt kepada umat Islam khususnya dan

kepada umat manusia umumnya adalah untuk memelihara agama (hifzh al-

Page 128: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Din), memelihara nyawa (hifzh al-nafs), memelihara akal (hifzh al-‘aql),

memelihara keturunan (hifzh al-naql), dan memelihara harta (hifzh al-mal).

Dengan demikian dapatlah dipahami, bahwa melakukan jarimah hirabah

ataupun terorisme adalah haram hukumnya, karena dengan melakukannya

telah sangat bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an dan hadist-hadist Nabi

saw, serta merusak kelima tujuan dasar (maqashid al-Syari’ah) ditegakkannya

syariat Allah di muka bumi.

D. Sanksi Terorisme

Dalam fatwa MUI No. 3 Tahun

2004 Tentang Terorisme, tidak

disebutkan jenis sanksi/hukuman apa

yang harus dijatuhkan kepada para

pelaku terorisme. Hal ini dikarenakan

MUI tidak memiliki kewenangan untuk

melakukan peradilan dan eksekusi

terhadap para pelaku terorisme. MUI

hanya berwenang menetapkan fatwa

mengenai masalah-masalah keagamaan

secara umum, dan masalah aqidah yang

menyangkut kebenaran dan kemurnian

Page 129: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

umat Islam Indonesia.102

Alasan lain

adalah karena di Indonesia,

sanksi/hukuman bagi para pelaku

terorisme telah diatur tersendiri secara

mendetail didalam Undang-Undang No.

15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.

Oleh sebab itu, dalam fatwa MUI

tentang terorisme, tidak menyebutkan

jenis hukuman bagi para pelaku

terorisme. Walaupun demikian, pada bab

ini penulis akan mencoba menguraikan

jenis hukuman apa yang harus

dijatuhkan kepada para pelaku terorisme,

dalam pandangan hukum Islam. Hukum hirabah dan tata cara menjatuhkannya telah disebut di dalam al-

Qur'an al-karim. Allah SWT berfirman dalam QS al-Maidah (5): 33

أن ���دا ا�رض �� و��>�ن ورس��� ا���� ��رب�ن ا�� �� ;:اء إن�/��� �$G�ا أو F[ف �� وأر;�'& أ�#�'& @B�C أو ���A��ا أو �@����ا

اب اFu,ة �� و�'& ا�#Kن�� �� F:ي �'& ذH� ا�رض% &�O%

)33: 5/ا�/�P#ة(

102 Fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme

Page 130: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Artinya: “Sesungguhnya pembalasan

terhadap orang-orang yang memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membuat

kerusakan di muka bumi, hanyalah

mereka dibunuh atau disalib, atau

dipotong tangan dan kaki mereka dengan

bertimbal balik, atau dibuang dari negeri

(tempat kediamannya). Yang demikian

itu (sebagai) suatu penghinaan untuk

mereka didunia, dan di akhirat mereka

beroleh siksaan yang besar.”

Atas dasar itu, dapat diketahui hukuman bagi orang yang melakukan tindak

hirabah adalah; pertama dibunuh, kedua disalib, ketiga dipotong tangan dan

kakinya bersilangan, dan keempat dibuang dari negeri tempat kediamannya

(deportasi).

Dalam menentukan pengertian lafadz au (atau) pada ayat di atas, apakah

bermakna takhyir (pilihan) atau tanwi' (perincian), maka para ulama berbeda

pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa au pada ayat tersebut adalah

Page 131: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

takhyir, didasarkan pada argumentasi bahwa secara bahasa huruf au (pada ayat

tersebut) berfaedah pada takhyir, sebab mereka tidak menjumpai nash-nash lain

yang merincinya. Ini adalah pendapat Abu al-Tsaur, Imam Malik, Said bin

Musayyab, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, Muhajid, al-Dhahak, dan al-Nakha'i.

Berdasarkan penafsiran ini, seorang hakim bisa memilih salah satu sanksi, dari

empat sanksi itu bagi muharibin. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa

lafadz au pada ayat tersebut berfaedah kepada tanwi' al-hukum (perincian

hukum). Mereka mengetengahkan riwayat dari Ibn 'Abbas yang terdapat dalam

musnad Imam Syafi'i mengenai muharibin (para pembegal), "Jika mereka

membunuh dan merampas harta benda, maka dibunuh dan disalib; jika mereka

membunuh namun tidak merampas harta, mereka dibunuh dan tidak disalib; jika

mereka merampas harta namun tidak membunuh, maka, tangan dan kakinya

dipotong bersilangan; jika mereka melakukan teror dan tidak merampas harta,

dibuang dari negerinya." Pendapat ini dipegang oleh Imam Syaifi'i, Abu Hanifah,

dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat

yang kedua.103

Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman untuk hirabah. Menurut

Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah, hukuman

untuk muharibin itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jenis perbuatan yang

103 M. Ramadhan al-Muhtasib, Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari

http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701

Page 132: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

dilakukannya. Berdasarkan bentuknya, hukuman jarimah hirabah terbagi menjadi

empat, yaitu :

1. Hukuman Menakut-nakuti

Hukuman untuk jenis hirabah ini, adalah pengasingan (al-Nafyu). Pendapat ini

dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Adapun menurut

Imam Syafi’i dan Syiah Zaidiyah, hukumannya adalah ta’zir atau pengasingan,

karena kedua jenis hukuman ini dianggap sama. Ulama fikih berbeda pendapat

dalam memahami hukuman pembuangan (al-Nafyu) dalam ayat tersebut.

Menurut mazhab Hanafi, al-Nafyu itu berarti memenjarakan pelaku hirabah,

karena apabila hukuman pembuangan diartikan secara harfiah, yaitu dibuang

dari tempat asalnya ke negeri lain, maka dikhawatirkan di tempat pembuangan

itu ia akan melakukan hirabah lagi, atau ia lari ke wilayah non-Islam dan bisa

jadi ia murtad dari Islam. Ulama mazhab Maliki mengartikan al-Nafyu itu

dengan arti harfiahnya, yaitu membuang pelaku ke negeri lain, tetapi di negeri

itu ia dipenjarakan sampai ia tobat. Ulama mazhab Syafi’i mengartikan al-

Nafyu dengan memenjarakan pelaku sampai ia tobat di negerinya sendiri.

Adapun Ulama mazhab Hambali mengatakan al-Nafyu itu adalah

membuangnya ke negeri lain dan tidak boleh kembali ke negeri asalnya.104

2. Hukuman Mengambil Harta Tanpa Membunuh

104 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, h.648

Page 133: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah,

hukumannya adalah potong tangan dan kakinya dengan bersilang, yaitu

dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Sedangkan Imam Malik berpendapat

bahwa sesuai dengan penafsiran huruf au dalam surat al-Maidah ayat 33,

hukuman untuk muharibin yang mengambil harta ini diserahkan kepada hakim

untuk memilih hukuman yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 33, asal

jangan pengasingan.

3. Hukuman Membunuh Tanpa Mengambil Harta

Apabila muharibin hanya membunuh

korban tanpa mengambil hartanya,

menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad,

Syiah Zaidiyah disamping hukuman

mati pelaku juga harus disalib.

Sedangkan menurut Imam Abu

Hanifah, pelaku hanya dijatuhi

hukuman mati tanpa disalib.105

4. Hukuman Membunuh dan Mengambil

Harta

105 Ibid., h.652

Page 134: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Apabila pelaku hirabah membunuh

korban dan mengambil hartanya,

menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad,

Syiah Zaidiyah, Imam Abu Yusuf, dan

Imam Muhammad dari kelompok

Hanafiyah, hukumannya adalah

dibunuh (hukuman mati) dan disalib,

tanpa dipotong tangan dan kakinya.

Sedangkan Imam Abu Hanifah

berpendapat bahwa dalam kasus ini,

hakim diperbolehkan untuk memilih

salah satu dari tiga alternatif hukuman :

Pertama, potong tangan dan kaki,

kemudian dibunuh atau disalib; Kedua,

dibunuh tanpa disalib dan dipotong

tangan dan kaki; Ketiga, disalib

kemudian dibunuh.106

Dengan meng-qiyas-kan atau menganalogikan terorisme dengan hirabah,

maka hukuman bagi pelaku terorisme dapat pula diklasifikasikan menjadi

empat. Pertama, hukuman ta’zir dengan cara dipenjarakan atau diasingkan

sampai ia bertobat, apabila terorisme dilakukan hanya untuk menakut-nakuti,

106 Ahmad Wardi Muchlis, Hukuman Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), h.100-105

Page 135: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

atau meneror, tanpa adanya korban nyawa dan harta benda. Kedua, hukuman

potong tangan dan kaki secara silang, apabila tindakan terorisme ini hanya

mengakibatkan jatuhnya korban harta benda atau kerugian materil lainnya.

Ketiga, hukuman mati dengan cara ditembak atau lainnya, apabila tindakan

terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa tanpa disertai dengan

korban harta benda.

Keempat, disalib dan dihukum mati atau ditembak mati, apabila tindakan

terorisme ini mengakibatkan jatuhnya korban nyawa, harta, dan benda, serta

bisa juga terganggunya stabilitas negara dan citra bangsa.

Page 136: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian sebagaimana diatas, maka penulis

menyimpulkan beberapa hal yang menjadi point penting dari penelitian tersebut,

yaitu:

� Islam mewajibkan kepada para pemeluknya untuk berjihad semata-mata

karena Allah swt dan Rasul-Nya, baik berjihad dengan harta mereka, jiwa,

ucapan, dan lain lain yang memiliki nilai ibadah di sisi Allah swt. Jihad

memiliki tujuan yang sangat agung, yaitu menegakkan agama Allah dan

membela hak-hak pihak yang terzhalimi, dan dilakukan berdasarkan aturan

yang telah ditentukan oleh syar’i. Jihad dengan peperangan hanya dapat

dilakukan sebagai tindakan prefentif untuk membela diri dari keganasan

musuh dan membela dakwah di jalan Allah swt.

� Berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, dari segi empiris memiliki

benang merah dengan jihad, meskipun secara normatif tidak memiliki

keterkaitan dan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Aksi terorisme itu

dilakukan menurut pandangan subjektif si pelaku, sifatnya merusak dan

menciptakan rasa takut di dalam masyarakat. Sementara jihad dilakukan

dengan aturan-aturan dan batasan yang telah ditentukan oleh syar’i, dan

Page 137: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

bertujuan semata-mata menegakkan agama Allah swt dan membela hak-hak

pihak yang terzhalimi.

� Para cendekiawan Muslim, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang

berasal dari luar Indonesia, mengutuk keras tindakan terorisme dalam

berbagai bentuknya. Para cendekiawan itu sangat berkeberatan apabila aksi

terorisme dikait-kaitkan dengan suatu agama, termasuk agama Islam. Mereka

menjelaskan bahwa agama Islam tidak mengajarkan kepada pemeluknya

untuk melakukan tindakan teror kepada sesama manusia, apalagi sampai

adanya korban jiwa. Islam adalah agama rahmat yang menebarkan kasih

sayang kepada seluruh alam. Ajaran jihad di dalam Islam adalah ajaran yang

suci, dan memiliki makna yang sangat luas. Jihad dalam arti peperangan

hanya bisa dilakukan di daerah perang, dimana umat Islam ditindas dan

dirampas hartanya. Jihad dalam pengertian ini juga dilakukan langsung

kepada musuh yang jelas, bukan kepada orang-orang tidak berdosa, apalagi

memakan korban sesama muslim.

� MUI dalam fatwanya tentang terorisme memandang, bahwa melakukan

tindakan atau aksi teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan,

kelompok, maupun negara. Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib.

� Tindak pidana terorisme dalam pandangan hukum Islam telah memenuhi

unsur jarimah hirabah berdasarkan kesamaan definisi dan maksud keduanya,

yaitu aksi sekelompok orang dalam negara Islam untuk melakukan kekacauan,

Page 138: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

gangguan keamanan, pembunuhan, perampasan harta, dan merusak citra

agama.

B. Saran Penulis memiliki beberapa saran yang insya Allah dapat bermanfaat bagi para

pembaca, yaitu :

� Hendaklah dalam memahami ajaran Islam tidak setengah-setengah

memahaminya, sehingga tidak menghilangkan makna yang sesungguhnya

yang ingin dicapai oleh Islam. Apabila kemudian terdapat kesulitan dalam

memahami sesuatu dalam urusan agama, hendaklah bertanya kepada orang-

orang yang berkompeten (alim ulama) dalam masalah itu.

� Terjadinya aksi terorisme di Indonesia, salah satu sebabnya dilatar belakangi

oleh pemahaman yang keliru oleh sebagian orang terhadap ajaran jihad.

Disinilah peran penting semua pihak terutama para alim ulama untuk

berjihad meluruskan kembali makna jihad yang sebenarnya, dan

membentengi masyarakat khususnya umat Islam dari pemahaman jihad yang

keliru dan paham-paham yang menyimpang dari ajaran Islam.

� Hendaknya pemerintah Indonesia harus tanggap terhadap setiap pelanggaran

norma-norma hukum di negeri ini, lalu segera mengeluarkan kebijakan-

kebijakan yang memihak dan dirasa adil untuk masyarakat. Karena tidak

tertutup kemungkinan akan terus terjadi aksi teror yang lebih berbahaya lagi

apabila setiap pelanggaran yang terjadi tidak mendapat respon dari

Page 139: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

pemerintah untuk menghukumnya, dan masih ada pihak-pihak yang merasa

di zhalimi dengan kebijakan yang tidak memihak tersebut.

Page 140: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

Abdullah, Sulaiman. Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Cet.IV.

Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Abidin, Ibnu. Hasyiah Rad al-Mukhtar, juz.IV. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.

Muhammad, Asfar. Islam Lunak-Islam Radikal, Surabaya: JP Press, 2003.

Audah, Abdul Qadir. al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut:Libanon, 2000.

Azra, Azyumardi. Jihad dan Terorisme, Jakarta: Islamika, 1997.

Azzam, Abdullah, DR, Jihad: Adab dan Hukumnya, Jakarta: Gema Insani Press,

1991.

______________, Perang Jihad di Zaman Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Basya, M. Hilaly dan K. Alka, David, Amerika Perangi Teroris Bukan Islam, Jakarta:

Center For Moderat Muslim (CMM), 2004.

Bukhari, al-, Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail. Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-

Fikr, 1984.

Buthi, al-, Muhammad Said Ramadhan. al-Jihad Fi al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr,

1993.

Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia, Jakarta, 18 November 2005.

Daftar Serangan Teroris di Indonesia, Kompas, Jakarta, 8 Oktober 2005.

Dimyati, al-, Muhammad Syatha’. I’anah al-Thalibin, juz.IV. Indonesia, Dar al-Ihya

al-Kutub al-Arabiyah, T.th.

Hambal, Ahmad Ibn. Musnad Li al-Imam Ahmad Ibn Hambal, juz.II. Beirut: Dar al-

Fikr,1991.

Page 141: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP, Jakarta: Rineka cipta, 2004.

Harun, Abdussalam. Tahdzib Sirah Nabawiyah,Jakarta: Dar al-Haq, 2003.

Hejazziey,Djawahir. dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta Fakultas Syariah &

Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Http//aniq.wordpress.com/2005/09/07/

Http//hidayatullah.com/index.php?option=com_joomlaboard&func=view&id=35778

&catid=32. Http//id.wikipedia.org/wiki/pengeboman_Bali_2005

Http//mobile.liputan6.com/?c_id=8&id=113002

Http//web.bisnis.com/umum/sosial/1id40619.html

Http//www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M

Http//www.detik.com 20/10/2002

Http//www.freelists.org/archives/ppi/11-2005/msg00115.html

Http//www.gatra.com/2003-08-05/artikel.php?id=30471

http://www.gatra.com/2005-04-08/artikel.php?id=83327

Http//www.kpu.go.id/berita/haripertama.php

Http//www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=16550

Http//www.suarapembaruan.com/News/2005/11/27/Utama/ut01.htm

Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/11/23/brk,20051123-69615,id.html

Http//www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/08/05/brk,20030805-32,id.html

Http//www.tragedipalestina.com/intifada02.html

Jihad, edisi perdana Tahun I 27 April 2003

____, edisi No.2 Tahun I 27 Mei 2003

Page 142: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Junaedi, Dedi. Konspirasi Di Balik Bom Bali Skenorio Membungkam Gerakan Islam,

Jakarta: Bina Wawasan Press, 2003.

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1989.

Katsir, Abu al-Fida Ismail Ibn. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, Penerjemah:

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Kuala Lumpur: Victorie Agencie,1988.

Luqman, Loebby. Analisis Hukum dan Perundang-Undangan Kejahatan terhadap

Keamanan Negara di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990.

Mahalli, al-, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan Suyuthi, al-, Jalalaluddin

Abdurrahman Ibn Abi Bakr, Tafsir Jalalain, juz.I. Surabaya: Dar al-Abidin,

T.th.

Makassary, al-, Ridwan. Terorisme Berjubah Agama, Jakarta: PBB UIN, 2003.

Makhalani, al-, Muhammad Ibn Ismail, Subul al-Salam, juz II & IV. Mesir: Dar al-

Salam,T.th.

Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, cet.I. Diterbitkan Oleh Tim

Penanggulangan Terorisme, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,

1996.

Misrowi, Zuhairi, & Zada, Khamami, Islam Melawan Terorisme, Jakarta: LSIP dan

Yayasan TIFA, 2004.

Mubarakfur, al-, Abi Ali Muhammad Abdurrahman Ibn Abdurrahim, Tuhfah al-

Ahwazi Bi Syarhi Jami’ al-Tirmizi, juz.VI. Beirut: Dar al-Fikr,T.th.

Muchlis, Ahmad Wardi. Hukuman Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Muhtasib, al-, M. Ramadhan. Hirabah dan Hukumannya, artikel diakses dari

http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/701

MUI, Fatwa MUI tentang Terorisme, Jakarta: MUI, 2004.

Munawwir, Ahmad Warsan. al-Munawwir:Kamus Arab-Indonesia, cet.XIV.

Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Page 143: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Nasa’i, al-, Abdurrahman Ahmad Ibn Syu’aib. Shahih Sunan al-Nasa’i, juz.II.

Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,1998.

Naisaburi, al-, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim,

Beirut: Dar al-Fikr, 1995.

Qazwainiy, al-, Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibn

Majah, juz.I. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1997.

Qurthubi, al-, Muhammad Ibn Ahmad. al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar al-

Fikr,1952.

Ridho, Abu, Terorisme : Kelompok Kajian Dakwah dan Pemikiran Islam,T.tp.,

Tarbiatuna, T.th.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, penerjemah Imam Ghazali & Ahmad Zaidun

Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Sabili, No. 6 Tahun XII 8 Oktober 2004.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung:

Alma’arif,1987.

Sajastani, al-, Abu Daud Sulaiman Ibn al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, juz.IV. Beirut:

Dar al-Fikr,1994.

Shabuni, al-, Muhammad Ali, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, juz.I. Beirut: Dar al-

Qur’an al-Karim, 1402 H.

Shihab, Muhammad Quraisy, Tafsir al-Misbah, vol. III. Jakarta: Lentera Hati,2000.

__________________________, Tafsir al-Misbah, vol.V. Jakarta: Lentera Hati,

2002.

__________________________, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996.

Soekamto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UI-Press, 1986.

Syafi’I, al-, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim, Fathul Qarib, jilid.II.

penerjemah Imran Abu Amar, Menara Kudus, T.th.

Page 144: IWAN SUHERMAN-FSH.pdf

Takruri, Nawaf Hail. al-amaliyat al-Istisyhadiyat fil Mizan al-Fiqh, Maktabah al-

asad, 1997.

Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme

Zuhaili, al-, Wahbah. al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, juz.VI. Damaskus Suriah: Dar

al-Fikr, 1984.