Presus Dr Iwan

55
PRESUS TIVA PADA KANKER EPIDERMOID Disusun oleh: Muhammad Ali Mukti G1A212069 Dyah Isnani Fitriana G1A212070 Idayu Nourmalita P G1A212071 Pembimbing : dr. Iwan Dwi C Sp. An. KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Transcript of Presus Dr Iwan

Page 1: Presus Dr Iwan

PRESUS

TIVA PADA KANKER EPIDERMOID

Disusun oleh:

Muhammad Ali Mukti G1A212069Dyah Isnani Fitriana G1A212070Idayu Nourmalita P G1A212071

Pembimbing :dr. Iwan Dwi C Sp. An.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN

SMF ANESTESIOLOGIRSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2012

Page 2: Presus Dr Iwan

LEMBAR PENGESAHAN

PRESUS TIVA PADA KANKER EPIDERMOID

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan KlinikDi bagian SMF Anestesiologi

RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun Oleh :Muhammad Ali Mukti G1A212069Dyah Isnani Fitriana G1A212070Idayu Nourmalita P G1A212071

Purwokerto, November 2012Mengetahui

Pembimbing

dr. Iwan Dwi C Sp. An.

Page 3: Presus Dr Iwan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam dunia kedokteran khususnya dibidang pembedahan tidak

terlepas peran dari kemajuan bidang anestesiologi. Seorang ahli bedah

sekarang sudah dapat melakukan pembedahan secara luas dan rumit pada bayi

baru lahir sampai orang tua. Pembedahan yang berlangsung selama berjam-jam

berlangsung dengan aman tanpa rasa sakit sedikit pun adalah bentuk dari

dukungan dan keberhasilan tindakan anestesi yang sudah semakin canggih.

Dalam melakukan suatu tindakan anestesi terhadap pasien yang akan

dilakukan tindakan operasi, kita dapat memilih berbagai macam pilihan cara

anestesi. Dari berbagai macam pilihan tersebut, sebagian besar operasi (70%-

75%) dilakukan dengan cara anestesi umum. Sedangkan sisanya dilakukan

dengan cara regional atau anestesi lokal. Operasi yang dilakukan di daerah

kepala, leher, intra toraks, intra abdomen akan lebih baik jika dilakukan dengan

cara anestesi umum dengan pemasangan pipa endotrakea. Hal ini akan

menjadikan jalan nafas lebih mudah dikontrol, selain jalan nafas menjadi lebih

bebas .

Pilihan cara anestesi harus selalu terlebih dahulu mementingkan segi –

segi keamanan dan kenyamanan pasien. Faktor – faktor yang mempengaruhi

pemilihan cara anestesia antara lain adalah umur, status fisik pasien, posisi

pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dari dokter pembedah, serta

ketrampilan dan pengalaman dokter anestesi. Salah satu pilihan cara anestesi

umum adalah teknik total intra venous anesthesia (TIVA).

Page 4: Presus Dr Iwan

TIVA merupakan salah satu jenis teknik anastesi umum dengan

menggunakan kombinasi beberapa agen yang semuanya diberikan melalui

pembuluh darah vena dan tanpa menggunakan tambahan agen – agen inhalasi

termasuk nitrous oxide. Tekhnik ini pertama kali digunakan pada tahun 1870

dengan menggunakan chloral hidrate.

Pada kasus pembedahan yang tidak membutuhkan banyak waktu operasi

seperti ekstirpasi kanker epidermoid di sebelah punggung tengah dianjurkan

untuk menggunakan tekhnik anastesi TIVA. Dengan teknik ini pasien akan

lebih mudah dikontrol kesadarannya karena kebanyakan agen yang diberikan

dengan teknik TIVA bersifat short acting.

B. Tujuan Penulisan

1. Meninjau kasus managemen tindakan anestesi dengan TIVA pada kanker

epidermoid

2. Mengetahui pembiusan TIVA pada kasus kanker epidermoid

Page 5: Presus Dr Iwan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Persiapan Pra Anastesi

Kunjungan pra anestesi adalah kunjungan yang dilakukan pada pasien

yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik secara elektif maupun

secara darurat mutlak harus dilakukan untuk menilai keberhasilan dari tindakan

tersebut. Adapun tujuan dari tindakan pra anestesi adalah:

1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obatan anestesi yang sesuai

dengan fisik dan kehendak pasien.

3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA ( American Society

Anesthesiology):

a. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan

faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang

sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka

mortalitas 16%.

c. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

d. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,

tidak selalu sembuh dengan operasi. Misalnya insufisiensi fungsi organ,

angina menetap. Angka mortalitas 68%.

e. ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi

hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa

Page 6: Presus Dr Iwan

operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%. Untuk operasi cito,

ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .

f. ASA VI : Pasien yang telah dinyatakan mati batang otak dan organ

tubuhnya akan digunakan untuk donor organ.

Premedikasi pada anestesi adalah dengan pemberian obat-obatan yang

dilakukan sebelum anestesi. Tujuannya antara lain untuk memberikan rasa

nyaman pada pasien, menghilangkan rasa khawatir, membuat pasien lupa akan

kejadian pada awal penyuntikan obat-obatan hingga efek obat habis,

memberikan analgesia, mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi

jumlah obat-obatan anestesi, menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, serta

mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.

Obat-obat premedikasi yang biasa digunakan adalah :

1. Sulfas Atropin

Merupakan obat yang dapat mengurangi sekresi pada traktus

respiratorius dan merupakan obat pilihan utama dalam mengurangi efek

bronkhial dan kardial yang berasal dari parasimpatis akibat rangsangan obat

anestesi atau tindakan operasi. Dosis klinik (0,4 - 0,6 mg) akan

menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan nervus vagus.

Dosis yang besar (>2mg) akan memblokade dari system parasimpatis

sehingga terjadi takikardi.

Efek lainnya yaitu melemaskan tonus otot polos dan menurunkan

spasme gastro intestinal. Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfas ampul

0,25 mg dan 0,5 mg. Obat ini dapat diberikan secara intra muskuler, intra

Page 7: Presus Dr Iwan

vena dan subkutan. Untuk dosisnya adalah 0,5 mg atau 0,01 mg/kg BB

untuk dewasa dan 0,1-0,4 mg untuk anak-anak.

2. Pethidin

Pethidin adalah derivat fenil disperidin, suatu obat sintetik dengan

rumus molekul yang berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek dan

efek samping yang hampir sama dengan morfin. Efek analgesi hampir sama

dengan morfin, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih singkat. Efek

sedasi, euforia dan eksitasi hampir sama dengan morfin tetapi pethidin dapat

menyebabkan kedutan dan tremor akibat rangsangan SSP.

Terhadap sistem respirasi akan mendepresi dan menekan reaksi pusat

pernapasan terhadap rangsangan CO2. Obat ini juga meningkatkan

kepekaan terhadap alat keseimbangan sehingga menimbulkan muntah,

pusing terutama pada penderita berobat jalan. Obat ini dapat mengatasi

kejang. Pethidin biasanya digunakan untuk nyeri berat atau pada penderita

dengan terapi inhibitor monoamin oksidase, oleh karena tidak adanya

kemampuan untuk memetabolisme, sehingga dapat menyebabkan koma.

Dosis Pethidin untuk dewasa 1 mg/kgBB IM. Efek analgetik tercapai dalam

15 menit, efek puncak 45-60 menit durasinya 3-4 jam.

3. Diazepam (Valium)

Merupakan obat hipnotik sedatif sebagai premedikasi untuk

menghilangkan rasa takut dan gelisah serta sebagai anti konvulsi yang baik.

Dapat mendepresi pusat pernafasan dan sirkulasi. Sediaan dalam bentuk

ampul berisi diazepam 10 mg/ml injeksi. Dosis 0,2-0,5 mg/kgBB untuk

anak 5-10 mg. Pemberian IV, 30 menit sebelum induksi.

Page 8: Presus Dr Iwan

4. Midazolam

Berdasarkan kecepatan metabolismenya, midazolam termasuk

golongan ultra short acting benzodiazepin yang mempunyai sifat hipnotik

sedatif, heart rate meningkat (atropine like effect), pelemas otot ringan (anti

kejang), vasodilatasi perifer, cepat melewati barier plasenta. Midazolam

cenderung menimbulkan efek amnesia anterogade. Selain itu, resiko akan

terjadinya efek abstinensi dan rebound insomnia cukup besar pada obat ini,

sehingga jangan digunakan lebih dari 2 minggu. Kontraindikasi terhadap

porfiria dan kehamilan. Obat ini memiliki t1/2 dalam plasma : 2 jam. Dosis

untuk premedikasi 0,07 - 0,2 mg/kg BB, induksi0,15 - 0,45 mg/kg BB, drip

0,03 - 0,2 mg / kg BB.

5. Metoklopramid

Merupakan senyawa golongan benzamid, biasa digunakan sebagai

premedikasi untuk mencegah muntah. Pada gaster, metoklopramid

memperkuat kontraksi terutama pada antrum, memperbaiki

kontraktilitasantrum dan duodenum sehingga mempercepat pengosongan isi

lambung Efek pada saluran cerna diperlemah oleh atropin. Dosis untuk

penggunaani.m atau i.v 10 mg, obat ini bekerja sebagai antagonis dari

reseptor Dopamine D2.

B. Total Intra Venous Anaesthesia (TIVA)

a. Definisi

Page 9: Presus Dr Iwan

Anastesi umum adalah tindakan manipulasi medis dengan

menggunakan agen – agen anastesi yang menyebabkan trias anastesi

hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot pada pasien yang diberikan agen ini.

Teknik TIVA merupakan teknik anastesi umum dengan menggunakan

kombinasi agen – agen anastesi yang semuanya diberikan melalui jalur

pembuluh darah vena tanpa menggunakan tambahan agen – agen inhalasi

termasuk nitrous oxide.

Kelebihan TIVA :

a. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang

lebih akurat dalam pemakaiannya.

b. Tidak menggangu jalan nafas pada pasien

c. Mudah dilakukan

b. Indikasi

TIVA dalam prakteknya sehari – hari digunakan sebagai :

a. Obat induksi anastesi umum

b. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat

c. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

d. Obat tambahan anastesi regional

e. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP

c. Teknik Anastesi

a. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat

Page 10: Presus Dr Iwan

b. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan

c. Diteteskan lewat infus

d. Jenis – Jenis Anastesi Intravena

a. Golongan barbiturat

Pentothal / Thiopenthal Sodium / Penthio Barbital / Thiopenton

Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,

berbau belerang, larut dalam air dan alkohol. Penggunaannya sebagai

obat induksi, suplementasi dari anastesi regional, antikonvulsan,

pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi serebral. Metabolismenya di

hepar dan di ekskresi lewat ginjal

Onset : 20 – 30 detik

Durasi : 20 – 30 menit

Dosis :

1) Induksi iv : 305 mg/KgBB, anak 5 – 6 mg/KgBB, bayi

7 – 8 mg/KgBB

2) Suplementasi anastesi : iv 0,5 – 1 mg/KgBB

3) Induksi rectal : 25 mg/KgBB

4) Antikonvulsan : iv 1 – 4 mg/KgBB

Efek samping obat :

1) Sistem kardiovaskuler

Page 11: Presus Dr Iwan

a) Depresi otot jantung

b) Vasodilatasi perifer

c) Turunnya curah jantung

2) Sistem pernafasan, menyebabkan depresi saluran pernafasan

3) Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI

4) Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar

5) Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian

dihentikan)

6) Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada

dewasa muda

7) Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi

8) Menyebabkan trombophlebitis, mekrosis, dan gangren

Kontraindikasi :

1) Alergi barbiturat

2) Status ashmatikus

3) Porphyria

4) Pericarditis constriktiva

5) Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik

6) Syok

7) Anak usia < 4 tahun (depresi saluran pernafasan)

b. Golongan benzodiazepin

Page 12: Presus Dr Iwan

Obat ini dapat dipakai sebagai transqualizer, hipnotik, maupun

sedative. Selain itu oabat ini mempunyai efek antikonvulsi dan amnesia.

Obat – obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :

1) Obat induksi

2) Hipnotik pada balance anastesi

3) Untuk tindakan kardioversi

4) Antikonvulsi

5) Sebagai sedasi pada anastesi regional, lokal, atau tindakan diagnostik

6) Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin

7) Untuk premedikasi

Jenis – jenis obat :

1) Diazepam

Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organik

(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat

asam dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis,

phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme

di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.

Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini

digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan

jantung berat.

Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat

induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan

alkohol akut dan serangan panik.

Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit, oral 15 menit – 1 jam

Page 13: Presus Dr Iwan

Lama aksi : iv 15 menit – 1 jam, PO 2 – 6 jam

Dosis :

1) Premedikasi : iv/im/po/rectal 2 – 10 mg

2) Sedasi : 0,04 – 0,2 mg/kgBB

3) Induksi : iv 0,3 – 0,6 mg/kg

4) Antikonvulsan : iv 0,05 – 0,2 mg/kgBB setiap 5 – 10 menit

dosis maksimal 30 mg

PO/rectal 2 – 10 mg 2 – 4 kali sehari

Efek samping obat :

1) Menyebabkan bradikardi dan hipotensi

2) Depresi pernafasan

3) Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi

4) Inkontinensia

5) Ruam kulit

6) DVT, phlebitis pada tempat suntikan

2) Midazolam

Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan

anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya

1,5 – 3 x diazepam. Obat menembus plasenta, akan tetapi tidak

didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus.

Dosis :

1) Premedikasi : im 2,5 – 10 mg, Po 20 – 40 mg

2) Sedasi : iv 0,5 – 5 mg

3) Induksi : iv 50 – 350 µg/kg

Page 14: Presus Dr Iwan

Efek samping obat :

1) Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,

hipotensi

2) Bronkospasme, laringospasme, apneu, hipoventilasi

3) Euphoria, agitasi, hiperaktivitas

4) Salvasi, muntah, rasa asam

5) Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

3) Propofol

Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini

terdiri dari gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida,

minyak kedelai dan air. Obat ini sangat larut dalam lemak sehingga

dapat dengan mudah menembus sawar darah otak dan didistribusikan

di otak. Propofol dimetabolisme di hepar dan diekskresikan lewat

ginjal. Penggunaannya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi,

pengobatan mual dan muntah dari kemoterapi

Dosis :

1) Sedasi : bolus, iv, 5 – 50 mg

2) Induksi : iv 2 – 2,5 mg/kg

3) Pemeliharaan : bolus iv 25 – 50 mg, infus 100 – 200

µg/kg/menit

antiemetic iv 10 mg

pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabkan

depresi janin. Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan

tekanan darah dan sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki

Page 15: Presus Dr Iwan

efek vagolitik, sehingga pemberiannya bisa menyebabkan asystole.

Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya pasien

diberikan obat – obatan antikolinergik. Pada pasien epilepsi, obat ini

dapat menyebabkan kejang.

4) Ketamin

Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya

menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesik kuat, dan

amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan . pemberian ketamin dapat

menyebabkan mimpi buruk

Dosis :

1) Sedasi dan analgesia : iv 0,5 – 1 mg/kgBB, im/rectal 2,5 – 5

mg/kgBB, Po 5 – 6 mg/kg BB

2) Induksi : iv 1 – 2,5 mg/kgBB, im/rectal 5 – 10

mg/kgBB

Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, karena itu pemberian

ketamin berbahaya bagi orang – orang dengan tekanan intracranial

yang tinggi. Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan

darah, laju jantung dan curah jantung. Dosis tinggi menyebabkan

depresi nafas.

Kontraindikasi :

1) Hipertensi tak terkontrol

2) Hipertiroid

3) Eklampsia/pre eklampsia

4) Gagal jantung

Page 16: Presus Dr Iwan

5) Unstable angina

6) Infark miokard

7) Aneurisma intracranial, thoraks, dan abdomen

8) TIK tinggi

9) Perdarahan intraserebral

10) TIO tinggi

11) Trauma mata terbuka

5) Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan

dalam dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskuler, sehingga

banyak digunakan untuk induks pada pasien jantung.

a) Morfin

Penggunaannya untuk premedikasi, analgesik, anastesi, pengobatan

nyeri yang berkaitan dengan iskemia miokard, dan dispneu yang

berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru

Dosis :

1. Analgesik : iv 2,5 – 15 mg, im 2,5 – 20 mg, Po 10 – 30 mg,

rectal10 – 20 mg setiap 4 jam

2. Induksi : iv 1 mg/kg

Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1 – 5 menit

Lama aksi : 2 – 7 jam

Efek samping obat :

Page 17: Presus Dr Iwan

1) Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia

2) Bronkospasme, laringospasme

3) Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia

4) Retensi urin, spasme ureter

5) Spasme trakrtus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,

penundaan pengosongan lambung

6) Miosis

b) Petidin

Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen

sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium

walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan

ansietas pada pasien dengan dispneu karena acute pulmonary

edema dan acute left ventricular failure.

Dosis :

Oral/IM/SK

1) Dosis lazim 50 – 150 mg setiap 3 – 4 jam jika perlu

2) Injeksi intravena lambat : dewasa 15 – 35 mg/jam

3) Anak – anak oral/IM/SK : 1,1 – 1,8 mg/kg setiap 3 – 4 jam

jika perlu

4) Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg

IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati

Kontraindikasi

Page 18: Presus Dr Iwan

1) Pasien yang mengunakan trisiklik antidepresan dan MAOi 14

hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernafasan yang

parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit

kepala, kejang)

2) Hipersensitiv

3) Pasien dengan gagal ginjal lanjut

Efek samping obat :

1) Depresi pernafasan

2) Sistem syaraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,

depresi, rasa mengantuk , koma, eforia, disforia, lemah, agitasi,

ketegangan, kejang

3) Pencernaan : mual, muntah, konstipasi

4) Kariovaskular : aritmia, hipotensi postural

5) Reproduksi, ekskresi, dan endokrin : retensi urin, oliguria

6) Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia,

tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau

disorientasi, halusinasi

7) Lain – lain : berkeringat, mukamerah, pruritus, urtikaria, ruam

kulit

Peringatan :

Hati – hati pada pasien dengan disfungsi hati dan ginjal karena

akan memperlama kerja dan efek kumulasi opioid, pasien usia

lanjut, depresi sistem saraf pusat yang parah, anoreksia,

Page 19: Presus Dr Iwan

hiperkapnia, depresi pernafasan, aritmia, kejang, cedera kepala,

tumor otak, asma bronchial

c) Fentanil

Digunakan sebagai analgesik dan anastesi

Dosis :

1) Analgesik : iv/im 25 – 100 µg

2) Induksi : iv 5 – 40 µg/kgBB

3) Suplemen anastesi : iv 2 – 20 µg/kgBB

4) Anastesi tunggal : iv 50 – 150 µg/kgBB

Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit

Lama aksi : iv 30 – 60 menit, im 1 – 2 jam

Efek samping obat :

1) Bradikardi, hipotensi

2) Depresi saluran pernafasan, apneu

3) Pusing, penglihatan kabur, kejang

4) Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

5) Miosis

C. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati

jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan

untuk :

1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

Page 20: Presus Dr Iwan

2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang

diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi. Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, dan

adanya muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang

ketiga seperti pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain.

Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam.

Setiap kenaikan suhu 1° Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

2. Selama operasi. Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.

Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

a. Ringan = 4 ml/kgBB/jam.

b. Sedang = 6 ml / kgBB/jam

c. Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari

10 % EBV maka dapat digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali

volume darah yang hilang atau dengan cairan koloid sebanyak 1 kali volume

darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka harus

dipertimbangkan untuk pemberian darah sebanyak jumlah darah yang hilang.

Setelah operasi pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit

cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.

D. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan

anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu

ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar

Page 21: Presus Dr Iwan

batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan

perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi

dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh

anestesinya.

E. Karsinoma Epidermoid

1. Definisi

Karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skuamosa adalah suatu

proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel

epidermis yang paling banyak dan merupakan salah satu dari kanker kulit

yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel

skuamosa antara lain radiasi sinar ultraviolet, bahan karsinogen, arsenic, dan

lain lain.

2. Epidemiologi

Karsinoma epidermoid lebih sering dijumpai pada orang kulit putih

daripada kulit berwarna dan lebih banyak dijumpai pada laki – laki

dibanding wanita, terutama pada usia 40 – 50 tahun. Insiden karsinoma

epidermoid meninggi seiring dengan bertambahnya usia.

3. Etiologi

Penyebab kanker kulit ini belum diketahui secara pasti. Terdapat

banyak faktor yang dapat menyebabkan pertumbuhan karsinoma epidermoid

pada kulit yaitu faktor sinar matahari, arsen, hidro karbon, suhu, radiasi

kronis, parut, virus.

Page 22: Presus Dr Iwan

4. Gambaran klinis

Pada umumnya sering terjadi pada usia 40 – 50 tahun dengan lokasi

yang tersering adalah pada daerah yang paling sering terpapar sinar matahari

seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan dan tungkai bawah.

Secara klinis ada 2 bentuk karsinoma epidermoid :

a. Karsinoma epidermoid in situ

Karsinoma sel skuamosa ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada

berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti pada solar keratosis,

kronis radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis, arsenikal keratosis, kornu

kutanea, penyakit bowen, dan eritroplasia Queyrat. Karsinoma

epidermoid in situ ini dapat menetap di epidermis dalam jangka waktu

lama dan tidak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke

dermis dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening

regional.

b. Karsinoma epidermoid invasif

Karsinoma epidermoid invasif ini dapat berkembang dari karsinoma

epidermoid in situ dan dapat juga dari kulit normal, walaupun jarang.

Karsinoama epidermoid invasif yang dini baik yang muncul pada

karsinoma in situ, lesi premaligna atau kulit normal, biasanya adalah

berupa nodul kecil dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama dengan

warna kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya mula – mula lembut

kemudian berkembang menjadi verukosa atau papilomatosa. Ulserasi

biasanya timbul didekat pusat dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat,

sering sebelum tumor berdiameter 1 – 2 cm. Permukaan tumor mungkin

Page 23: Presus Dr Iwan

granular dan mudah berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya

meninggi dan mengeras. Dapat dijumpai krusta.

5. Metastasis

Sebagian besar karsinoma epidermoid bermetastasis melalui saluran

kelenjar limfe regional. Kemampuan metastasis karsinoma epidermoid

berhubungan dengan ukuran kedalaman invasi tumor, lokasi tumor dan

status imunologis penderita.

6. Histopatologi

Secara histopatologis karsinoma epidermoid terdiri dari massa yang

irreguler dari sel – sel epidermis yang berproliferasi dan menginvasi ke

dermis. Karsinoma epidermoid yang berdiferensiasi baik menunjukkan

keratinisasi yang cepat dari lapisan sel skuamosa. Sel – sel tumor tersusun

secara fokal dan konsentris disertai massa keratin, sehingga terbentuklah

mutiara tanduk (horn pearls) yang khas pada karsinoma epidermoid

berdiferensiasi baik.

Pada karsinoma epidermoid diferensiasi buruk menunjukkan

keratinisasi yang terbatas atau kurang sel – sel atipik dengan gambaran

mitosis yang abnormal. Tidak dijumpai interseluler bridge.

7. Diagnosis

Diagnosis karsinoma epidermoid ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan histopatologis.

8. Diagnosis banding

a. Keratoakantoma

b. Keratosis aktinik

Page 24: Presus Dr Iwan

c. Pseudo epitheliomatosus hiperplasia

d. Karsinoma sel basal

e. Kutaneus granuloma

9. Penatalaksanaan

Pengobatan karsinoma epidermoid tergantung dari ukuran tumor, bentuk

dan lokasi tumor, sifat dasar dari kulit dimana tumor itu timbul, tipe,

kedalaman jaringan yang diinvasi tumor tersebut. sebaiknya pemilihan cara

pengangkatan karsinoma epidermoid ini menghasilkan seminimal mungkin

cacat dan gangguan pada pasien. Ada 4 metode pengobatan yang umumnya

dilakukan pada karsinoma epidermoid, yaitu bedah listrik, bedah eksis,

radiasi, dan kemoterapi.

Page 25: Presus Dr Iwan

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. Dirjo

Umur : 70 tahun

Berat badan : ± 55 kg

Tinggi badan : ± 155 cm

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Banyumas

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Tanggal masuk RSMS : 19 Oktober 2012

No. CM : 780367

B. Primary Survey

A : airway clear, snoring (-), gurgling (-), crowing (-), maxillofacial injury (-),

C-Spine stabil

B : spontan, RR : 28x/menit, suara dasar vesikuler, Wh (-), Rh (-)

C : akral hangat, TD 140/90, tegangan dan isi cukup, N/HR (88), S1>S2, G (-),

M (-)

D : GCS 15, BB 55 kg, S 35,8 °C

Page 26: Presus Dr Iwan

C. Secondary Survey

1. Anamnesis

a) Keluhan utama : benjolan di punggung tengah mulai dari 3 bulan yang

lalu

b) Keluhan tambahan : -

c) Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke Rumah Sakit Margono

Soekarjo dengan keluhan terdapat

benjolan di punggung tengah. Benjolan

dirasa sejak 3 bulan yang lalu dan

semakin membesar.

d) Riwayat penyakit dahulu :

1) Riwayat penyakit darah tinggi : ada

2) Riwayat penyakit DM : disangkal

3) Riwayat penyakit alergi : ada

4) Riwayat penyakit asma : ada

5) Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

e) Riwayat penyakit keluarga :

1) Riwayat penyakit darah tinggi : ada

2) Riwayat penyakit DM : disangkal

3) Riwayat penyakit alergi : ada

4) Riwayat penyakit asma : disangkal

5) Riwayat penyakit yang sama : disangkal

Page 27: Presus Dr Iwan

f) Riwayat kebiasaan pasien

1) Merokok : disangkal

2) Alkohol : disangkal

3) Obat-obat : disangkal

2. Pemeriksaan Fisik

a. Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan darah : 140/90 mmHg

Respirasi : 28 kali/menit

Nadi : 88 kali/menit, isi dan tegangan cukup

Suhu : 35,8 °C

Kepala : Mesochepal, simetris, tumor (-)

Mata : Konjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Reflek

cahaya (+/+), Pupil isokor, (/) 3 mm

Hidung : Discharge(-), epistaksis (-),deviasi septum(-)

Mulut : Lidah Kotor (-) bibir kering (-), hiperemis (-),

pembesaran tonsil (-), Mallapati kelas 1

Gigi : Gigi ompong (+), Gigi palsu (-)

Telinga : Discharge (-) tidak ada kelainan bentuk

Leher : Simestris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan

kelenjar getah bening (-)

Page 28: Presus Dr Iwan

Thorax : Pulmo : simetris kanan – kiri, tidak ada retraksi

SD : vesikuler (+/+) normal

ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Cor : BJ I-II reguler, S1>S2, bising (-)

Abdomen : Datar, Bunyi Usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Dorsum : Status lokalis

Ekstremitas : Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Turgor kulit : Cukup

Akral : Hangat

Vertebrae : tidak ada kelainan

b. Status lokalis

Regio Dorsum

Inspeksi : Benjolan di punggung tengah, berwarna hitam, berbentuk tidak

beraturan, berukuran diameter 4 cm, permukaan tidak rata,

mengeluarkan nanah

3. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 19 – 10 – 2012)

Pemeriksaan darah lengkap :

a. Hb : 15,1

b. Leukosit : 9820

c. Ht : 42

d. Eritrosit : 5,1

e. Trombosit : 466.000

Page 29: Presus Dr Iwan

f. PT : 13,2

g. APTT : 30

h. SGOT : 18

i. SGPT : 13

j. Ureum : 13,5

k. Kreatinin : 0,75

l. GDS : 143

m. Natrium : 136

n. Kalium : 4

o. Klorida : 100

p. Kalsium : 8,8

Pemeriksaan Thorax PA

Cor : CTR > 50%

LVH

Pulmo : Penuh dengan corakan vaskuler, hemidiafragma kanan

setinggi costa 10 posterior, sinus costoprenicus kanan kiri

lancip

Kesan : Cor membesar dan pulmo tak tampak kelainan

4. Diagnosis Klinis

Diagnosis prabedah : Ca epidermoid

Diagnosis pasca bedah : Ca epidermoid post ekstirpasi

Jenis pembedahan : TIVA

5. Kesimpulan Pemeriksaan Fisik

Status ASA II

Page 30: Presus Dr Iwan

6. Tindakan

Dilakukan : Ekstirpasi

Tanggal : 24 Oktober 2012

7. Laporan Anastesi

Status anastesi

a. Persiapan anastesi

1) Informed consent

2) Puasa 6 jam pre op

3) Pasang infus IV line

b. Penatalaksanaan anastesi

1) Jenis anastesi : General Anastesi (GA)

2) Premedikasi : Deksametason 2 x 1 amp

3) Medikasi : Ketamine

Recofol

Fentanil

Ketorolac

c) Teknik anastesi

1) Pasien dalam posisi berbaring terlentang

2) Dilakukan penyuntikan obat ketamine ke dalam bolus IV line

3) Respirasi : spontan

4) Posisi : terlentang

5) Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 500 cc (RL 1)

Perdarahan selama operasi : ± 15 cc

Page 31: Presus Dr Iwan

d) Pemantauan selama anastesi :

Mulai anestesi : 11.30

Mulai operasi : 11.35

Selesai operasi : 12.55

Selesai anestesi : 12.00

e) Cairan yang masuk durante operasi :

RL : 500 cc

Terapi cairan

Berat badan = 58 kg

Lama puasa 8 jam kebutuhan cairan

Maintenance : 2 x 58 = 116 cc

Pengganti puasa : 8 x 116 = 928 cc

Stres Operasi : 8 x 58 = 464 cc

Kebutuhan jam pertama 50% puasa + stres operasi + kebutuhan per

jam

116 cc + 464cc + 464cc = 1044cc

Kebutuhan ham kedua 25% puasa + stres operasi + kebutuhan per jam

231cc + 116cc + 464cc = 811cc

Cairan yang masuk selama operasi RL 500

Cairan yang keluar darah 15cc

f) Pemantauan tekanan darah dan frekuensi nadi selama operasi

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

11.30 : TD : 110/83, N : 113, SpO2 : 100

Page 32: Presus Dr Iwan

11.35 : TD : 120/70, N : 110, SpO2 : 98

Mulai operasi

11.40 : TD : 122/68, N : 113, SpO2 : 97

11.45 : TD : 129/68, N : 115, SpO2 : 98

11.50 : TD : 123/65, N : 112, SpO2 : 98

11.55 : TD : 119/65, N : 99, SpO2 : 98

12.00 : TD : 121/68, N : 110, SpO2 : 98

g) Pemantauan post operasi

Pemantauan tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam, kemudian

pengawasan per jam selama 24 jam

Lanjutkan infus RL

Bila nyeri berikan analgetik adekuat seperti ketorolac

Bila mual dan muntah berikan antimual dan muntah seperti

ondansetron

8. Prognosa

Ad Vitam : Ad malam

Ad Functionam : Ad malam

Ad Sanationam : Ad malam

Page 33: Presus Dr Iwan

BAB IVPEMBAHASAN

A. Pre Operatif

Persiapan pre operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian

dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan.

Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi :

1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat

2. Informasi penyakit

a) Riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya dan

asma.

b) Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia).

c) Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah pada saat anestesi).

3. Persiapan informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan

ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan

anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan

penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post

operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien

termasuk dalam klasifikasi ASA I.

B. Durante Operatif

Premedikasi diberikan dengan pemberian premedikasi secara intravena

atau intramuskular dengan antikolinergik disertai pemberian antasida,

antagonis reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun tidak efektif dan

menguntungkan. Pada pasien ini diberikan premedikasi yaitu deksametason

Page 34: Presus Dr Iwan

sebanyak 2 ampul secara intravena. Selain itu juga diberikan ondansentron

sebanyak 4 mg secara intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini

sangat diperlukan dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi

dari asam lambung.

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada diperlukan beberapa

pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis

dan lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Pada pasien ini digunakan

teknik General Anestesi (GA) dengan menggunakan TIVA, yaitu pemberian

obat anestesi umum mealui jalur pembuluh darah vena. Alasan menggunakan

anestesi umum ini adalah tindakan pembedahan yang dilakukan membutuhkan

waktu yang relatif singkat. Maka, dipilihlah anestesi TIVA pada pasien ini.

Induksi menggunakan ketamine yang merupakan anestesi umum

golongan benzodiazepine. Obat ini mempunyai efek trias anastesi, dengan efek

sedasi yang lemah. Pada pasien ini jg diberikan fentanyl, pemakaian fentanyl

ini digunakan sebagai adjuvant sehingga hipotensi lebih sedikit dan

meningkatkan efek analgesinya.

Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui

penurunan tekanan darah yang bermakna. Pada pasien ini tekanan darah pre

operasi 140/90 mmHg, namun selama durante operatif tekanan darah pasien

pada awalnya menurun menjadi 130/70 mmHg, kemudian normal menjadi

120/80 sampai akhir operasi.

Setelah ekstirpasi ca epidermoid, penjahitan bekas luka dilakukan,

kemudian disuntikkan ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat

sebelum operasi selesai. Ketorolac adalah golongan NSAID (Non steroidal

Page 35: Presus Dr Iwan

anti-inflammatory drug) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin.

Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut jangka pendek post operasi,

dengan durasi kerja 6-8 jam. Pada pasien ini nyeri pasca operasi mulai

dirasakan 4 jam setelah operasi, dan nyeri semakin memberat hingga

memuncak 5 jam setelah operasi. Pada pasien ini berikan cairan infus RL.

(ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit

yang hilang.

Pasien sudah tidak makan dan minum ± 8 jam, maka kebutuhan cairan pada

pasien ini :

BB = 55 kg

a. Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 55 kg = 110 cc/jam

b. Pengganti puasa = 8 x maintenance = 8 x 110 cc = 880 cc/jam

c. Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 55 = 440 cc/jam

d. EBV = 70 cc/kgBB = 70 x 55 = 3850 cc

e. ABL = EBV X 20% = 3850 X 20 % = 770 cc

Pemberian Cairan :

1 jam pertama = (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress operasi

= (50 % X 880) +110 + 440

= 440 + 110 + 440

= 990 cc

Page 36: Presus Dr Iwan

C. Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasien

berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache,

karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post ekstirpasi ca epidermoid

dilakukan dengan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah,

nadi, suhu dan respiratory rate). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.

Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan.

Page 37: Presus Dr Iwan

BAB VKESIMPULAN

Pada pasien ini dilakukan ekstirpasi pada tanggal 24 Oktober 2012 atas

indikasi adanya karsinoma epidermoid di kamar operasi instalasi bedah sentral.

Jenis anastesi yang dipakai adalah general anastesi dengan teknik TIVA karena

estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi relatif singkat.

Agen anastesi yang digunakan adalah ketamine yang dencerkan dengan

menggunakan aquadest. Selain itu diberikan recofol untuk menguatkan efeknya.

Untuk mengatasi rasa nyeri setelah operasi digunakan ketorolac 30 mg. Perawatan

post operatif dilakukan dengan diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan dan

infus cairan sesuai dengan kebutuhan.

Page 38: Presus Dr Iwan

DAFTAR PUSTAKA

Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.

Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.

Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta.

Partogi, Donna. 2008. Karsinoma Sel Skuamosa. Repository USU. Sumatera Utara