repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan,...

81

Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan,...

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’
Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini peran perempuan dalam politik dapat dikatakan masih sedikit,

meskipun pemerintah telah membuka kesempatan untuk perempuan berpolitik.

Melalui kebijakan-kebijakan seperti peraturan perundang-undangan yang telah

mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik (Parpol) dalam menempatkan

calon anggota legislatif. Keterwakilan perempuan dalam politik terutama di

lembaga perwakilan rakyat sendiri, bukannya tanpa alasan yang mendasar. Ada

beberapa hal yang membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan

dalam politik penting. Beberapa di antaranya adalah tanggung jawab dan

kepekaan akan isu- isu kebijakan publik, terutama yang terkait dengan perempuan

dan anak, serta lingkungan, moral yang baik, kemampuan perempuan melakukan

pekerjaan multitasking dan mengelola waktu, serta yang tidak kalah penting

adalah keterbiasaan dan kenyataan bahwa perempuan juga telah menjalankan

tugas sebagai pemimpin dalam kelompok-kelompok sosial dan dalam kegiatan

kemasyarakatan, seperti di posyandu, kelompok pemberdayaan perempuan,

komite sekolah, dan kelompok pengajian.

Keterlibatan perempuan dalam partai lokal di Aceh merupakan satu hal

yang perlu diperhatikan dengan serius, baik oleh perempuan sendiri maupun

semua pihak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh (UUPA) memang telah dinyatakan bahwa salah satu syarat

yang harus dipenuhi dalam pendirian Partai Lokal (Parlok) di Aceh adalah dengan

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

2

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Pada

saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah

keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’ dan bukan hanya sekedar

‘memperhatikan’.

Ketentuan ini merupakan keharusan sehingga dianggap pelanggaran jika

keterwakilan tidak mendapat porsi sebesar 30 persen. Namun usaha tersebut gagal

karena dalam UUPA tetap digunakan kata‘memperhatikan’ keterwakilan

perempuan. Wacana tentang keterwakilan perempuan ini mulai mendapat

perhatian ketika DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008

tentang Partai Politik. Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai

Politik Pasal 2 ayat (2) tersebut secara tegas dinyatakan bahwa pendirian dan

pembentukan partai politik menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan. Hal

ini juga diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum. Dalam Pasal 8 ayat (1d) dan Pasal 15 huruf (d) disebutkan

bahwa salah satu persyaratan partai politik agar dapat menjadi peserta pemilu

adalah menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada

kepengurusan partainya.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum pasal 53,

pasal 57 ayat (1) dan pasal 58 ayat (2) menyebutkan bahwa bakal calon legislatif

dari partai minimal 30 persen harus diisi oleh perempuan, demikian juga tentang

urutan bakal calon; dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-

kurangnya satu bakal calon perempuan.

Istilah ‘memperhatikan’ tidak ada ketentuannya pada kedua UU tersebut;

yang ada justru‘kewajiban’ untuk melibatkan perempuan. Hal ini menunjukkan

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

3

membaiknya perhatikan pada perempuan pada tingkat nasional. Jika merujuk

kepada Qanun Nomor 3 tahun 2008 tentang Partai Lokal, jelas sekali ada beberapa

perdebatan yang muncul menyangkut peran perempuan. Misalnya, apakah

pengaturannya berbentuk kewajiban atau cukup bersifat anjuran saja. Hasilnya

rumusan Qanun Nomor 3 tahun 2008 tersebut, dalam setiap kalimat yang

menyebutkan keterlibatan perempuan menggunakan kata ‘memperhatikan’. Kata

”memperhatikan” ini sifatnya tidak mengikat melainkan hanya berupa ikatan

moral saja.

Tingkat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota DPRK di

Kabupaten Nagan Raya khususnya pada Partai Lokal yaitu Partai Aceh telah

memenuhi mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008

tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang

Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa pemenuhan kuota perempuan di

DPR adalah 30%.

Harapan yang baik bagi keterwakilan perempuan di dalam Partai Aceh

secara formal dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:

No Daerah Pemilihan Jumlah

1 Dapil I 3

2 Dapil II 3

3 Dapil III 3

Sumber: KIP Nagan Raya Tahun 2013

Berdasarkan data di atas, maka kaitan dengan pengisian anggota legislatif

yang harus memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30% pada Partai

Aceh di Kabupaten Nagan Raya, juga tidak lepas dari peran partai lokal untuk

memenuhinya. Tentu tidak ada jaminan bagi kaum perempuan untuk secara

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

4

otomatis memperoleh kesempatan menduduki kursi legislatif sebanyak 30% bila

tidak ada kiprah nyata dan perjuangannya di dalam partai. Oleh karena itu,

mekanisme dan ketentuan dalam undang-undang hanyalah alat pacu agar kaum

perempuan yang ada di Kabupaten Nagan Raya dapat memotivasi diri lebih kuat

untuk berpartisipasi aktif di dalam kehidupan politik. Dengan kata lain, kaum

perempuan harus berusaha keras meraih prestasi dalam kehidupan politik melalui

Partai lokal yaitu Partai Aceh.

Mekanisme yang dilaksanakan Partai Aceh berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, bahwa

partisipasi perempuan hanya mencapai 30%, hal ini membuat perempuan di

Kabupaten Nagan tidak banyak memiliki kesempatan dalam berpartisipasi politik.

Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih

dalam mengenai” Mekanisme Pemenuhan 30% Keterwakilan Perempuan

Pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW

Kabupaten Nagan Raya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan

perempuan pada Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh

DPW Nagan Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme

pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada Pemilihan Calon Anggota

legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW Nagan Raya.

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

5

1.4 Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian sederhana ini diharapkan mampu memberikan manfaat

yang baik bagi organisasi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat luas.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang ilmiah tentang

mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan Perempuan Pada Pemilihan Calon

Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh, sehingga dapat menjadi

pertimbangan bagi pihak-pihak yang berada di instansi pemerintahan untuk

membuka kesempatan bagi wanita Indonesia untuk dapat berkiprah di kancah

politik dan membuktikan kemampuan yang dimiliki kaum perempuan dalam

pemerintahan. Secara teoritis ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan

pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris.

1.4.2 Secara Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang kaum

perempuan di Kabupaten Nagan Raya ikut berpartisipasi politik dalam

Pemilu Legislatif.

2. Bahan masukan dan bantuan pemikiran kepada pihak-pihak yang berperan

dalam mendukung upaya peningkatan peran dan partisipasi politik

perempuan melalui keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi peneliti serupa di

masa yang akan datang serta mampu menambah wawasan peneliti.

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

6

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka

sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.

Bab III: Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi tentang metodologi Penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan

pengujian kredibilitas data.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian. Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.

Bab V : Penutup

Berisi kesimpulan dan saran

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Penelitian Rosarina Muri (2009)

Penelitian dengan judul ”Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap

Pemenuhan Kuota 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota

Legislatif pada Pemilu 2009 di Surakarta”. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

partai politik memberikan respon positif terhadap pemenuhan kuota 30%

keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif pada pemilu 2009.

Pada dasarnya baik partai yang berideologi nasionalis ataupun Islam telah

melakukan system zipper, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008.

Masih ada ketidaksetaraan gender dalam partai politik. Hal ini dapat

dilihat dalam analisis kesetaraan gender sebagai berikut: dalam analisis kesetaraan

gender secara umum parpol baik yang berideologi nasionalis ataupun Islam

memberikan kemudahan akses bagi semua orang untuk terjun ke dunia politik;

tidak membatasi kebebasan berpartisipasi setiap anggotanya; dalam pengambilan

keputusan tidak melihat jenis kelamin yang ada melainkan kemampuan yang

dimiliki oleh individu tersebut; manfaat yang dapat diperoleh dalam politik belum

bisa dirasakan merata oleh laki- laki dan perempuan karena perempuan belum bisa

sepenuhnya ikut berpartisipasi politik seperti halnya laki- laki.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

penulis. Adapun persamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama

membahas tentang 30% keterwakilan perempuan dalam partai politik. Sedangkan

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

8

8

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah, pertama penelitian

penulis memfokuskan pada mekanisme pemunuhan 30% perempuan sebagai

anggota legislatif. Sedangkan penelitian hanya berfokus pada respon partai politik

terhadap keterwakilan perempuan dalam mencalonkan diri sebagai anggota

legislatif.

2.1.2 Oriza Rania Putri (2003)

Penelitian dengan judul“Implementasi Ketentuan 30% Kuota Keterwakilan

Perempuan Dalam Daftar Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan Dan Kota Makassar”. Mahasiswa Jurusan Hukum Tata

Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Berdasarkan Hasil penelitian menunjukan:1) Pemenuhan kuota 30%

keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar belum terpenuhi secara

komprehensif, banyak partai yang memiliki kendala dalam pemenuhan kuota

30% ini terutama pada partai-partai kecil.2) Impilikasi hukum pelaksanaan

ketentuaan kuota 30% dalam daftar calon anggota DPRD Provinsi Sulawesi

Selatan dan Kota Makassar adalah Menuntut Parpol untuk memenuhi ketentuan

kuota itu, dan apabila syarat sebagaimana ditentukan dalam UU Pemilu tidak

dipenuhi oleh Parpol maka implikasi hukumnya adalah tidak lolos dalam

verifikasi parpol.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

penulis. Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas tentang 30% kuota

keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota dewan perwakilan rakyat

daerah. Sedangkan perbedaannya terletak pada implementasi dan mekanismenya.

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

9

9

Penelitian penulis lebih terfokus pada mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan

perempuna. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada implementasinya atau

penerapan 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calong anggota dewan

perwakilan rakyat.

2.2 Pengertian Mekanisme

Dalam melaksanakan kegiatan, sebuah organisasi memerlukan langkah-

langkah yang sistematis untuk mempermudah pencapaian suatu tujuan dan

meminimalkan tingkat kegagalan, hal ini sering disebut dengan mekanisme yang

merupakan suatu proses cara kerja atau tata cara pelaksanaan suatu program atau

rangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi untuk mendapatkan

hasil dari apa yang telah direncanakan oleh badan organisasi tersebut.

Pengertian secara umum dari mekanisme adalah sebuah proses

pelaksanaan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang/ beberapa orang

dengan menggunakan tatanan dan aturan serta adanya alur komunikasi dan

pembagian tugas sesuai dengan profesionalitas. Jadi mekanisme ini ada beberapa

unsur yang harus ada, yaitu tatanan, komunikasi dan professional.

Menurut Poerwadarmita (2003: h. 757) mendefinisikan “Mekanisme

adalah seluk beluk atau cara kerja suatu alat (perkakas) dan sebagainya. Secara

umum mekanisme adalah mengetahui bagimana cara menggunakan suatu alat

sehingga kita tahu sampai dimana kemampuan suatu alat tersebut bekerja.”

Selanjutnya menurut Yani (2000: h. 275) “mekanisme adalah cara kerja suatu

badan atau organisasi atau perkumpulan hal saling bekerja.”

Moenir (2001: h. 53) menjelaskan bahwa ”Mekanisme merupakan suatu

rangkaian kerja subuah alat untuk menyelesaikan sebuah masalah yang

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

10

10

berhubungan dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga

menghasilkan hasil yang maksimal.”

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa mekanisme adalah

cara kerja suatu alat dalam sebuah badan atau organisasi yang saling berhubungan

untuk menghasilkan yang maksimal sehinga tercapai sebuah tujuan yang telah di

tetapkan oleh suatu organisasi.

2.3 Calon Anggota Legislatif

Istilah perwakilan rakyat seringkali digantikan dengan istilah legislatif atau

sebaliknya. Dalam sejarahnya lembaga perwakilan berkembang dalam dua tahap.

Pertama-tama dalam pengertian sebagai pembuat Undang-Undang, yang dalam

pengertian itu lembaga perwakilan sudah ada sejak abad ke-14 di Inggris, namun

demikian peran legislatif atau pembuat Undang-Undang baru berkembang

sepenuhnya kurang lebih pada 5 abad terakhir. Pengertian legislatif lebih mengacu

pada pengertian klasik tentang kekuasaan Negara.

Caleg adalah singkatan dari calon anggota legislatif. Kekuasaan negara itu

dibagi menjadi tiga sehingga disebut Trias Politika, yaitu kekuasaan legislatif,

eksekutif dan yudikatif. Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat Undang-

undang (jika di Indonesia kekuasaan ini dipegang oleh DPR), eksekutif adalah

kekuasaan untuk mengeksekusi UU atau menjalankan UU (dipegang oleh

presiden dan jajaran pemerintah di bawahnya), sedangkan yudikatif adalah

kekuasaan untuk mengadili jika ada pelanggaran terhadap UU. Jadi untuk mengisi

kekuasaan di lembaga legislatif ini diperlukan orang-orang terpilih yang mewakili

suatu rakyat di suatu daerah, maka diselenggarakanlah pemilu. Dan para calon

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

11

11

yang berkeinginan menjadi anggota DPR/DPRD inilah yang kemudian dikenal

sebagai Caleg (http://id.answers.yahoo.com).

Caleg atau Calon legislatif adalah orang yang mencalonkan diri jadi

anggota legislatif, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. Calon legislatif (Orang yang berdasarkan

pertimbangan, aspirasi, kemampuan atau dukungan masyarakat, dan dinyatakan

telah memenuhi syarat oleh peraturan diajukan partai untuk menjadi anggota

legislatif (DPR/DPRD) dengan mengikuti pemilihan umum dan ditetapkan KPU

sebagai caleg tetap).

2.4 Teori Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi dan

pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah

peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.

Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan

kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan

sistem politik sebab tanpa elite yang mampu melaksanakan peranannya,

kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. (Subakti, 2010: h. 150).

Partai politik di Indonesia masing-masing memiliki cara sendiri untuk

merekrut kader-kader dalam keanggotaan struktur partai politik. Selain itu setiap

partai politik merekrut untuk dijadikan dalam keanggotaan di kursi parlemen.

Parpol merekrut berdasarkan aturan-aturan yang dimiliki oleh parpol tersebut

yang berkaitan dengan perekrutan, baik keanggotaan struktur harian parpol

maupun keanggotaan dalam penentuan daftar calon tetap anggota legislatif. Dasar

penguat dari suatu partai politik yaitu memiliki keanggotaan yang kuat dalam hal

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

12

12

ini dimaksudkan bahwa jumlah anggota yang dimiliki parpol semakin banyak

maka dasar kekuatan nya pun juga kuat. Selain itu, untuk dapat menjalankan

fungsi parpol secara maksimal harus memiliki kursi di parlemen baik daerah,

provinsi, maupun pusat.

Studi Pippa Noris menjelaskan bagaimana melihat rekrutmen para anggota

legislatif yang dimulai dari level yang lebih rendah dan kemudian berkarier

sebagai anggota parlemen. Dalam prakteknya, politisi tidak memulai langkah-

langkahnya dari yang lebih rendah dan kemudian berkarier sebagai anggota

parlemen. Ada empat level analisis yang harus dilakukan. Pertama, sistem

hukum, khususnya aturan-aturan legal, sistem kepartaian, dan sistem pemilihan

umum yang membuka peluang kesempatan bagi para kandidat di dalam

percaturan politik. Kedua, proses rekrutmen yang secara khusus terkait dengan

derajat internal demokrasi di dalam organisasi partai dan ketentuan yang mengatur

seleksi kandidat. Ketiga, penawaran kandidat yang berkeinginan untuk dipilih

menduduki jabatan tertentu sebagai sebagai konsekuensi dari motivasi dan modal

politik mereka. Keempat, adalah tuntutan pendukung atau pimpinan-pimpinan

politik yang ikut melakukan seleksi dari sumber kandidat.

Studi rekrutmen berada di titik temu antara penelitian partisipas i politik

masa, pemilu, dan perilaku pemilihan elit politik, anggota legislatif, organisasi

partai, dan lobbyist, juga baru-baru ini dengan adanya globalisasi timbulnya

masalah gender dan etnis menjadi permasalahan dalam rekrutmen. Dalam

penelitian International Parliamentary Union, lebih dari 32 negara jumlah anggota

parlemen wanita harus harus memenuhi sampai 30% kuota dan munculnya Ras.

Keberagaman ini membuat tekanan yang cenderung membuat studi rekrutmen ini

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

13

13

tidak memiliki fokus karena tiap prespektif memiliki teori masing-masing yang

menguatkan prespektif tersebut.

2.5 Teori Partisipasi Politik

Istilah partisipasi dari dua kata dalam bahasa Latin, Pars yang berarti”

bagian”, dan capere yang berarti mengambil, sehingga partisipasi berarti

mengambil bagian.

Kata Partisipasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik

yang diucapkan para ahli maupun orang awam. Sampai saat ini belum ada

pengertian atau defenisi yang dapat diterima secara umum tentang partisipasi. Hal

ini disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang yang dipakai dalam

memberikan pengertian atau defenisi.

Sementara itu Koentjaraningrat (2004: h. 2) menyatakan bahwa partisipasi

berarti memberikan sumbangan dalam turut menentukan arah atau tujuan

pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban

masyarakat untuk terlibat dalam suatu tindakan atau kegiatan. Partisipasi dapat

dibagi dalam dua tipe yaitu partisipasi dalam aktivitas/kegiatan bersama dalam

proyek pembangunan yang khusus dan partisipasi sebagai individu diluar aktivitas

bersama dalam pembangunan.

Dalam bukunya, International Encyclopaedia of the Social Sciences, Herbert

Mc.Closky (2010: h. 34) dalam Pengantar Sosiologi Politik dalam Damsar,

memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan secara aktif dari

individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.

Pengertian partisipasi politik secara umum yaitu keterlibatan seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan politik. Dalam keterlibatannya

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

14

14

tersebut, seseorang atau sekelompok orang dapat mempengaruhi kebijakan

pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi pada dasarnya,

yang dinamakan partisipasi politik adalah keikutsertaan rakyat baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi kebijakan yang akan

diambil oleh pemerintah. Keterlibatan rakyat secara aktif dalam kehidupan poltik

merupakan suatu indikasi bahwa rakyat memiliki perhatian terhadap persoalan-

persoalan politik kenegaraan yang sedang terjadi dalam suatu Negara.

Partisipasi politik, menurut Herbet McClosky (2010: h. 180) yang dikutip

oleh Damsar di dalam “Pengantar Sosiologi Politik” dapat diartikan sebagai

kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka

mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau

tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Menurut Mas’oed (2003: h. 43) partisipasi atau keterlibatan masyarakat

dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu negara. Dapat kita lihat dari

pengertian demokrasi tersebut secara normative, yakni pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik di atas, dapat dilihat

bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan

kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada

sikap-sikap. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu

adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan.

2.6 Partisipasi Perempuan Dalam Politik

Pada UUD 1945 Pasal 28 jelas mengatakan pengakuan Hak Asasi bagi

setiap warga negaranya adalah sama. Setiap warganya baik laki- laki maupun

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

15

15

perempuan mempunyai hak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada

batasan. Sehingga hak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum

dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak dalam

perpolitikan tersebut. Hak-hak perpolitikan perempuan dibuktikan dengan telah

diratifikasinya konvensi PBB yang menjelaskan beberapa hal:

1. Perempuan berhak dalam memberikan suara dalam semua pemilihan

dengan syarat-syarat yang sama bagi laki- laki, tanpa suatu diskriminasi.

2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang telah dipilih

secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama

dengan laki- laki dan tanpa ada diskriminasi.

3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik dan menjalankan

semua fungsi publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat

yang sama dengan laki- laki (Romany Sihite, 2007: h.155).

Pada tanggal 4 Januari di undangkan sebuah Undang-Undang partai politik

baru yaitu UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti UU.No. 31 tahun 2002. Dan

juga UU. No 2 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan

peluang bagi perempuan untuk berkiprah dikancah perpolitikan karena jika dilihat

dalam UU tersebut maka indonesia berusaha keluar dari sistem yang bersifat

patriarki.

Perjuangan dalam menggolkan perempuan di parlemen bukan hanya

memperjuangkan kuantitas saja tetapi, hal yang paling penting adalah kualitas

perempuan. bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk

mewujudkan kesetaraan, pemberdayaan perempuan dan keadilan. Keikutsertaan

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

16

16

perempuan dalam politik dapat menyumbangkan pemikiran terhadap

permasalahan politik yang sangat diperlukan. Ada beberapa hal yang

menyebabkan perempuan harus ikut dalam pengambilan kebijakan:

1. Perempuan adalah separuh penduduk dunia sehingga secara demokratis

pendapat dari perempuan harus dipertimbangkan. Dalam demokrasi

pandangan kelompok-kelompok yang berbeda jenis harus diformulasikan

dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan.

2. Partisipasi poliitik perempuan diharapkan dapat mencegah kondisi yang

tidak menguntungkan bagi kaum perempuan dalam menghadapi masalah

steriotipe terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan

sosial dan kerja dan juga eksploitasi terhadap perempuan.

3. Partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan politik dapat

berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan

maian.

4. Keterwakilan politik perempuan dalam parlemen akan membuat

perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget

berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan

meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga

akan mempertimbangkan perspektif gender tersebut.

2.7 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan

Kendati berbagai perangkat hukum telah melegitimasi partisipasi politik

perempuan sampai saat ini antara perempuan dengan dunia politik masih

merupakan dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini

dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik formal jumlahnya

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

17

17

masih sangat rendah dibandingkan dengan laki- laki. Dunia politik selalu

diasosiasikan dengan ranah publik yang relatif dekat dengan laki- laki, mengingat

kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari akar budayanya di mana mayoritas

masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Pentingnya partisipasi

politik bagi perempuan disebabkan masalah partisipasi sangat berkaitan langsung

dengan masalah-masalah lain.

Menurut MacKinnon dalam (To Ward a Feminist Theory of the State: h.

215) mengatakan bahwa ketika hak politik terenggut maka hak-hak lainnya akan

mengikuti (terenggut pula). Politik adalah ranah yang sangat fundamental bagi

pemenuhan hak-hak lainnya. Hal ini mengingatkan kita akan pendapat yang

mengatakan bahwa kekejaman politik adalah kekejaman yang paling

menyengsarakan perempuan karena implikasi yang disebabkannya amat besar,

yaitu dapat menggilas hak-hak perempuan di bidang lain seperti pendidikan,

kesehatan, dan aktifitas sosial lainnya.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan di ranah

publik adalah pemahaman masyarakat umum (mainstream) yang menganggap

bahwa perempuan yang aktif dan luas bergaul dengan siapapun seringkali

dimaknai secara peyoratif (merendahkan). Partis ipasi politik menurut Pary G.

Moyser G dan Day N adalah bentuk keikutsertaan dalam proses formulasi,

pengesahan dan pelaksanaan kebijakan. Bentuk nyata partisipasi ini adalah

keterwakilan perempuan baik dilegislatif maupun eksekutif. Diharapkan pada

kedua ranah kuasa ini, dapat terbentuk kebijakan atau peraturan yang sensitif

terhadap relasi yang adil dan setara dibarengi dengan komitmen pelaksanaannya

Page 36: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

18

18

di lapangan. Untuk ikut serta dalam partisipasi politik guna mewujudkan

keterwakilannya di parlemen, perempuan di tuntut untuk terjun pada dunia politik.

Ada beberapa ruang partisipasi strategis yang dapat dimasuki oleh komunitas

perempuan dalam era otonomi daerah.

Pertama, partisipasi dalam perencanaan. Peran ini cukup penting untuk

menjamin agar rencana-rencana pembangunan daerah nantinya benar-benar

agresif dan benar-benar membela kepentingan masyarakat secara adil. Ruang-

ruang partisipasi dalam hal ini antara lain dengan memberikan data-data

kebutuhan obyektif masyarakat, memberikan pandangan kepada masyarakat untuk

makin katif terlibat dalam proses perencanaan, memberikan kritik yang obyektif

rasional terhadap rencana-rencana pembangunan daerah, di samping merumuskan

sendiri program-program internal organisasi untuk pengembangan ke dalam

maupun untuk partisipasi ke luar organisasi.

Kedua, partisipasi dalam pengorganisasian. Dalam hal ini partisipasi itu

dapat diwujudkan dalam bentuk sarana dan provokasi keterlibatan organisasi-

organisasi non pemerintah dalam program-program pembangunan daerah.

Pemerataan keterlibatan lembaga- lembaga bisnis dalam pembangunan sarana-

sarana umum sehingga menggairahkan partisipasi sekaligus memeratakan

pendapatan masyarakat. Begitu pula keterlibatan lembaga ormas dan LSM dalam

pengembangan dalam sisi social seperti keagamaan, pendidikan, ketenagakerjaan

dan sebagainya. Kesemuanya itu harus didesakkan kepada pemerintah daerah

dalam upaya menciptakan sinergi antara berbagai komponen daerah dalam

pengorganisasian pembangunan di daerah.

Page 37: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

19

19

Ketiga, partisipasi dalam pelaksanaan. Ini merupakan lanjutan dari kedua

bentuk partisipasi sebelumnya. Pada dasarnya dalam pelaksanaan sector-sektor

pembnagunan dapat dimasuki oleh peran komunitas perempuan. Namun demikian

beberapa peran yang tampaknya lebih relevan antara lain dalam keaga maan,

pendidikan, penanganan fakir miskin, yatim piatu dan berbagai kegiatan sosial

lainnya. Beberapa ormas dan LSM perempuan tampaknya cukup memberi

perhatian terhadap masalah konservasi lingkungan hidup. Di samping itu masalah

kekerasan terhadap perempuan kiranya juga menuntut keterlibatan aktivitas

komunitas perempuan, lebih- lebih masalah perjuangan kesetaraan gender yang

secara kultural belum sepenuhnya bisa diterima oleh mayoritas komunitas.

Keterlibatan dalam sektor sosial politik tampak juga mulai menjadi ruang yang

dapat dimanfaatkan oleh komunitas perempuan untuk makin menjamin aspirasi

dan suara perempuan dapat lebih didengar dan diakomodasikan. Dalam hal ini

komunitas perempuan harus berani untuk melakukan bargaining politik agar dapat

direkrut dalam jabatan-jabatan politik baik di birokrasi maupun di lembaga

legislatif.

Keempat, patisipasi dalam kontrol. Adanya anggapan bahwa kaum

perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi

kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga

menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum

perempuan yang harus bekerja keras (Fakih, 1996). Hal ini tanpa disadari telah

mendidik dan mengajarkan perempuan sebagai pengawas, membimbing dan

pendidik dalam urusan domestik. Bila kemampuan ini dibawa ke dalam ranah

politik, maka perempuan memiliki kelebihan di banding laki- laki. Antara lain

Page 38: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

20

20

dalam hal ketelitian dan kecermatan. Kelebihan ini akan sangat bermanfaat

apabila digunakan untuk meneliti dan mencermati setiap tahapan proses

pembangunan, baik itu dalam proses perencanaan, pengorganisasian maupun

dalam pelaksanaan pembangunan.

Dari bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh para aktifis perempuan

bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi

Daerah, merupakan hal signifikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

perempuan dalam berbagai segi kehidupan.

Menurut Naqiyah dalam Otonomi Perempuan (2005: h.78) Partisipasi

politik perempuan dapat dilihat dalam tiga aspek yaitu akses, kontrol, dan suara

perempuan dalam proses pembuatan kebijakan (policy making process). Realitas

menunjukkan bahwa dalam tiga aspek di atas keterlibatan perempuan Indonesia

sangat kurang. Hal ini dapat dilihat bahwa hingga saat ini keterwakilan

perempuan dalam arena politik sangat minim.

2.8 Dasar Pemikiran Pembentukan Partai Aceh

Konflik 30 tahun yang disusul oleh gempa bumi dan tsunami, Aceh

mengalami banyak kesulitan pada masa itu dengan kehilangan segala-galanya.

Semuanya dimulai dengan MOU Helsinki yang ditanda-tangani pada hari Senin

tanggal 15 Agustus 2005 atas nama Pemerintah Republik Indonesia Hamid

Awaluddin Menteri Hukum dan HAM, dan juga atas nama Pimpinan Gerakan

Aceh Merdeka Malik Mahmud.

Setelah MoU Helsinki ditandatangani, dengan serta merta keadaan aman

dan damai terwujud di Aceh. Berdasarkan point 1.2.1 MoU Helsinki yaitu:

“Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota

Page 39: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

21

21

Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi

pembentukkan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi

persyaratan nasional”.

Atas dasar inilah masyarakat Aceh tidak mau kehilangan masa depan

mereka yang demokratis, adil dan bermartabat di bawah payung kepastian hukum

dengan perumusan ekonomi yang memihak kepada rakyat Aceh secara khusus

dan seluruh tanah air secara umum. Para pihak bertekat untuk menciptakan

kondisi sehingga pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses

yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik

Indonesia.

Untuk menjamin perdamaian yang hakiki dan bermartabat serta dapat

membangun masa depan Aceh dan mengukuhkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah melalui proses demokrasi dengan partai politik lokal berdasarkan

perjanjian Memorendum of Understanding (MoU) Helsinki.

Jelang pemilihan umum 2009, GAM yang telah mengubah dirinya menjadi

komite peralihan Aceh (KPA), lalu membentuk sebuah partai lokal yang

dinamakan Partai Aceh (PA). Sebelum lolos verifikasi yang dilakukan oleh

Kantor Wilayah Departemen hukum dan HAM, yang sebelumnya memakai nama

Partai GAM (tanpa akronim), selanjutnya menjadi partai Gerakan Aceh Mandiri

(dengan Akronim: PGAM), baru akhirnya terdaftar sebagai partai Aceh. (Otto

Syamsuddin Ishak, 2013: h. (259-285).

Pimpinan Politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud

memberikan surat mandat kepada Tgk Yahya Mu’ad, SH atau disebut juga

Muhammad Yahya Mu’ad, SH untuk terbentuknya partai politik lokal (Partai

Page 40: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

22

22

GAM) pada tanggal 19 Februari 2007. Partai GAM berdiri dengan akta notaris H.

Nasrullah, SH akta notaris 07 pada tanggal 07 Juni 2007 dengan pendaftaran

Kanwilkum dan HAM dengan nomor: WI.UM. 08 06-01.

Partai Aceh adalah salah satu partai politik lokal di provinsi Aceh. Partai

ini ikut dalam Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009 dan pemilihan anggota

parlemen daerah Provinsi Aceh. Partai Aceh dahulu bernama Partai Gerakan Aceh

Merdeka (GAM), kemudian pernah berubah menjadi Partai Gerakan Aceh

Mandiri. (Wikypedia, 2014). Dalam Pemilu 2009, Partai Aceh meraih suara

mayoritas di Provinsi Aceh dengan menguasai 47% kursi yang tersedia.

2.9 Pemilihan Umum (Pemilu)

Pemilihan umum (Pemilu) adalah suatu proses dimana para pemilih

memilih para orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu. Jabatan-jabatan

disini beraneka ragam mulai dari Presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat

pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas Pemilu juga

dapat berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas

walaupun ini untuk kata ”pemilihan” lebih sering digunakan. Sistem Pemilu yang

digunakan adalah luber dan jurdil (wikipedia.org).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilihan umum selanjutnya disebut pemilu,

adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Page 41: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

23

23

Tahun1945. Selanjutnya Rudini (2001: h. 3) mengemukakan bahwa pemilihan

umum adalah:

”Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk membuat suatu sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari rakyat,

untuk rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem permusyawaratan dan perwakilan. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa pemilihan

umum itu tiada lain sebagai alat atau sarana untuk mengembangkan demokrasi.”

Pemilihan umum merupakan kesempatan bagi warga negara untuk

memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka

inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusan itu

warga negara menentukan apakah yang sebenarnya mereka inginkan untuk

dimiliki (Sofiah, 2001: h. 12). Yang dimaksud Pemilihan Umum menurut Ali

(2005: 12) adalah:

”Pemilihan umum adalah jalan lurus untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Bagi Indonesia khususnya paska

amandemen UUD 1945, pelaksanaan pemilu bukan lagi sekadar rutinitas politik dan aksesoris demokrasi. Namun seiring dengan era reformasi, pemilu telah menjadi agenda nasional yang diharapkan

dapat menjadi solusi bagi krisis kenegaraan dan kebangsaan yang nyaris mengancam keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik

Indonesia”.

Pemilu adalah bagian penting dalam demokrasi. Pemilu jika diartikan

secara sederhana adalah cara individu warga negara melakukan aktivitas politik

ataupun kontrak politik dengan orang lain atau partai politik yang diberikan

mandat atau wewenang untuk melaksanakan sebagian kekuasaan rakyat/pemilih.

Pemilu bukanlah pemberian mandat kekuasaan secara total. Klaim partai politik

yang menyatakan bahwa partainya telah memiliki pemilih dengan jumlah total

tertentu dalam pemilu adalah tidak tepat.

Page 42: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

24

24

Dengan demikian pemilihan umum merupakan suatu cara atau sarana

untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan

roda pemerintahan. Proses Pemilu yang bebas, jujur dan adil dapat mewujudkan

tatanan suatu negara yang aman, adil dan sejahtera. Pemilu dapat juga diartikan

sebagai akad antara rakyat dan pemimpinnya, dimana rakyat mempercayakan

suaranya pada para pemimipin yang dipilihnya.

Page 43: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk

memperoleh gambaran tentang bagaimana mekanisme pemenuhan 30%

keterwakilan perempuan di partai Aceh DPW Nagan Raya. Menurut Moh. Nazir

(2004: h. 54) metode deskriptif adalah “Metode deskriptif adalah suatu metode

dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian

deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antara fenomena yang diselidiki”.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan

fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-

dalamnya. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskripsi, dimana

peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam dan penyebaran pedoman

wawancara terhadap subjek penelitian.

Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu

memberikan gambaran mengenai mekanisme 30% pemenuhan keterwakilan

perempuan pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Partai Aceh

DPW Kabupaten Nagan Raya.

Page 44: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

26

26

3.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Sumber Data

Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Merupakan sumber data yang didapat di lapangan. Data primer dalam

penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di lapangan yang

bersumber pada penelitian wawancara dan dokumentasi.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,

internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti o leh penulis. Data

sekunder dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang ada di kantor KIP dan

bahan-bahan yang diperoleh dari literatur- literatur perpustakaan (Library reseach)

koran internet untuk menunjang penulisan dan penellitian.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Adalah teknik pengumpukan data dengan mengajukan pertanyaan

langsung melalui cara tanya jawab yang dilakukan dengan beberapa nara sumber

yang terpilih. Teknik ini digunakan dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara). Beberapa hal yang belum tercakup dalam

pertanyaan dapat digali dengan teknik ini.

Page 45: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

27

27

2. Dokumentasi

Yaitu teknik untuk mendapatkan data sekunder, melalui studi pustaka atau

literatur dilengkapi dengan data statistik, peta, foto, dan gambar-gambar yang

relevan dengan tujuan penelitian.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap

mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.

Teknik yang digunakan dalam menentukan informan adalah dengan menggunakan

“purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik sampling yang

digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan

tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009: h.128).

Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari

informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

1. Ketua DPW PA Nagan Raya 1 Orang

2. Sekretaris 1 orang

3. Wakil Ketua 4 orang

4. Caleg 6 orang

Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, maka jumlah

responden adalah 11 orang. Tujuan yang diambil sebagai informan, karena dapat

memberikan informasi yang jelas serta dapat memberikan data-data yang dapat

menunjang penelitian penulis.

Page 46: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

28

28

3.2.4 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dimulai dari tanggal 5 Februari 2014 sampai dengan

tanggal 5 Maret 2014, dengan perincian dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

Waktu

Kegiatan

Jan

2014

Feb

2014

Mar

2014

Apr

2014

Mei

2014

Juni

2006

Tahap persiapan :

1. Penjajakan ke Lokasi

2. Usulan penelitian.

3. Penyusunan pedoman

wawancara

Tahap pengumpulan data

Tahap pengolahan data

Tahap penulisan atau

penyusunan

Sidang

3.3 Instrumen Penelitian

Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka

peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Moleong, 2002: h.4). Peneliti merupakan

instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan

skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan

wawacara dengan informan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data

yang valid dan realible. Namun, untuk membantu kelancaran dalam

melaksanakannya, penelitian ini juga didukung oleh instrumen pembantu sebagai

paduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun ke lapangan, maka peneliti

Page 47: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

29

29

akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan penelitian di

lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu: dokumen,

laporan dan lain sebagainya.

3.4 Teknik Analisa Data

Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara

kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-kata lisan

maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum

dan menyeluruh dari obyek penelitian. Serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil

studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran

hasil penelitian.

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002: h.103). Analisis data

menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian serta

hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka

analisis data yang digunakan non statistik.

Menurut (Miles, 2007: h.15-19) Analisis data dalam penelitian kualitatif

berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan

sendiri-sendiri. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang

direncanakan, akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang

antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta ver ifikasi

atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini,

digunakan langkah langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan

Page 48: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

30

30

data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi

data.

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007: h.17). Reduksi data ini bertujuan

untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu

dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau

verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan

mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian

dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.

2. Penyajian Data

Menurut Miles dan Huberman (2007: h.18) penyajian data adalah

pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah

dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data.

Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang teliti.

3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna -

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007 : h.19). Penarikan

kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat

dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok

permasalahan yang diteliti.

Page 49: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

31

31

Menurut Miles dan Huberman (2007: h.36) ada tiga komponen analisis

yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga

komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data

sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen

analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan

memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini. Untuk lebih

jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema sebagai

berikut:

Sumber : Miles dan Huberman (2007: h.36)

3.5 Pengujian Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan

member check. Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data

yang lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2011: h. 270).

Pengujian kredibilitas data penelitian akan dilakukan dengan perpanjangan

pengamatan, peningkatan ketekukan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan

teman sejawat, analisis kasus negatif dan memberchcek (Sugiyono, 2011: h. 270).

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan

kesimpulan/verifikkasi

Page 50: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

32

32

Agar lebih jelas pengujian kredibilitas data maka dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Gambar: 3. 2 Uji kredibilitas data dalam penelitian Kualitatif

Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:

1. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.

Menurut Moleong (2002: h.327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal

di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam

pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya dilakukan dalam

waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan pengamatan dengan

Uji Kredibilitas

data

Perpanjangan

Pengamatan

Peningkatan

Ketukunan

Triangulasi

Diskusi dengan

Teman Sejawat

Analisis Kasus

Negatif

Perpanjangan

Pengamatan

Page 51: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

33

33

keikutsertaan pada lata penelitian. Perpanjangan pengamatan yang dilakukan

peneliti adalah dengan sering melakukan pengamatan di lokasi penelitian.

2. Peningkatan Ketekunan

Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan

dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait

dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar

dan bisa dipercaya atau tidak.

3. Triangulasi

Analisa Triangulasi merupakan “suatu metode analisis untuk mengatasi

masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau

satu metode penelitian saja (Sugiyono, 2011: h.225)”. Triangulasi dapat diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut

Sugiyono (2011: h.273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu:

a. Triangulasi sumber data

Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai

sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber

data antara bawahan, atasan dan teman. Analisis triangulasi sumber data

ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 3.3. Triangulasi Sumber Data

Teman Pemimpin

Masyarakat

Page 52: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

34

34

b. Triangulasi teknik pengumpulan data

Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya

dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang

sama. Truangulasi Teknik pengumpulan data dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

Gambar: 3.4. Triangulasi Teknik Pengumpulan data

c. Triangulasi waktu pengumpulan data

Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya

dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang

sama. Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi lebih

konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono, 2011: h.

241). Triangulasi waktu pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Gambar 3.5. Triangulasi Waktu Pengumpulan Data

4. Pemeriksaan Teman Sejawat

Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil

temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan

Observasi Wawancara

Dokumen

Sore Siang

Pagi

Page 53: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

35

35

mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang

berguna untuk proses penelitian.

5. Analisis Kasus Negatif

Menurut Sugiyono (2011: h.275) melakukan analis kasus negatif berarti

peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang

telah ditemukan.

6. Member Check

Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara

mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan

data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.

Page 54: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Nagan Raya dengan Ibu Kota Suka Makmue yang dibentuk

dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002. Secara Geografis Kabupaten

Nagan Raya terletak pada posisi 03º40 - 04º38 Lintang Utara dan 96º11 - 96º48

Bujur Timur dengan Luas Wilayah 3.544,90, KM² (354.490 Ha), dengan batas-

batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Tengah .

- Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.

- Sebelah Timur dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Barat

Daya.

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Pidie.

Berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun

2011, maka secara definitif pada tahun 2011 terdapat 2(dua) kecamatan yang

mengalami pemekaran. Sehingga jumlah kecamatan bertambah dari 8 (delapan)

menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran

wilayah adalah Kecamatan Beutong dan Kecamatan Darul Makmur. Kecamatan

Beutong mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Beutong dan Kecamatan

Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Sedangkan Kecamatan Darul Makmur

mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Darul Makmur dan Kecamatan Tripa

Makmur.

Page 55: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

37

37

Kecamatan Darul Makmur mempunyai luas wilayah terluas yaitu 1.027,93

km2 atau 29,00 persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian diikuti oleh

Kecamatan Beutong dengan luas 1.017,32 km2 atau 28,70 persen. Kecamatan

Tadu Raya, Seunagan Timur, Tripa Makmur, Kuala, Kuala Pesisir Seunagan dan

Suka Makmue mempunyai luas wilayah masing-masing 11,45 %, 9,97 %, 7,10 %,

3,41 %, 2,15 %, 1,60 % dan 1,45 % dari luas kabupaten. Agar lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nagan Raya

No Kecamatan Luas (km2) Distribusi (%)

1 Beutong 1,017.32 28.70

2 Seunagan Timur 251.61 7.10

3 Seunagan 56.73 1.60

4 Suka Makmue 51.56 1.45

5 Kuala 120.89 3.41

6 Kuala Pesisir 76.34 2.15

7 Tadu Raya 347.19 9.79

8 Darul Makmur 1,027.93 29.00

9 Tripa Makmur 189.41 5.34

10 Beutong Ateuh Banggalang 405.92 11.45

Jumlah 3.544,90 100 Sumber : Draf RTRW Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014

Secara topografi, sebagian besar desa-desa yang ada di Kabupaten Nagan

Raya merupakan wilayah daratan. Sisanya merupakan desa yang memiliki

topografi lembah/DAS dan lereng. Terdapat 17 desa berbatasan dengan laut

tersebat di empat kecamatan yaitu Kecamatan Darul Makmur, Tripa Makmur,

Tadu Raya dan Kuala Pesisir.

Wilayah Kabupaten Nagan Raya menurut kondisi geografis adalah

wilayah yang sangat cocok untuk budidaya berbagai komoditi pertanian karena

didukung oleh iklim yang bagus. Salah satu faktor cuaca yang sangat signifikan

Page 56: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

38

38

untuk budidaya pertanian adalah tingkat curah hujan, dimana untuk setiap

tahunnya jumlah curah hujan yang terjadi sebesar 3.937 mm atau rata-rata 328

mm setiap bulannya. Selain ketersediaan hamparan sawah yang cukup luas dan

potensial, dengan berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten Nagan Raya

merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan, berpotensi besar

bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta mempunyai

peluang besar bagi peningkatan potensi kelautan. Karena hampir sepanjang garis

pantai yang ada, merupakan daerah potensi perikanan laut yang masih belum

dikelola secara optimal. Berikut ini jumlah gampong dan mukim menurut

kecamatan di Kabupaten Nagan Raya, yang sajikan dalam tabel:

.Tabel: 4.2 Jumlah Gampong dan Mukim Menurut Kecamatan

Di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014

No Kecamatan Gampong Mukim

1 Beutong 24 4

2 Seunagan Timur 34 4

3 Seunagan 35 5 4 Suka Makmue 19 2 5 Kuala 17 2 6 Kuala Pesisir 16 3 7 Tadu Raya 22 2 8 Darul Makmur 41 5 9 Tripa Makmur 11 2

10 Beutong Ateuh Banggalang 4 1

J u m l a h 222 30

Sumber : Bagian Pemerintahan Setdakab Nagan Raya, 2014

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, maka jumlah gampong yang paling banyak

berada di kecamatan Darul Makmur yaitu 41 gampong dengan jumlah mukim 2.

Sedankan jumlah gampong paling sedikit adalah gampong Ateuh Banggalang

yaitu 4 gampong dengan jumlah mukim 1.

Page 57: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

39

39

4.1.2 Kondisi Demografis

Jumlah penduduk di Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2012 sebesar

149.009 yang terdiri dari 74.916 laki- laki dan 74.093 jiwa perempuan. Oleh

karena itu jumlah penduduk Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2012 bertambah

dari tahun lalu sebesar 0,098 %.

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk Kabupaten Nagan

Raya masih sebanding antara jumlah penduduk laki- laki dengan jumlah penduduk

perempuan yang digambarkan oleh perbandingan jenis kelamin (sex ratio) antara

laki- laki dan perempuan yaitu antara 99-102. Untuk lebih rinci mengenai jumlah

penduduk dan sex ratio di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2012 diuraikan

dalam tabel berikut:

Tabel: 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Nagan Raya Berdasarkan Struktur

Usia/Kelompok Umur

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 – 4 7,985 7,672 15,657

5 – 9 7,567 7,695 15,262

10 – 14 7,496 7,445 14,941

15 – 19 6,487 6,359 12,846

20 – 24 6,449 6,386 12,835

25 – 29 6,378 6,354 12,732

30 – 34 6,487 6,445 12,932

35 – 39 5,468 5,462 10,930

40 – 44 4,488 4,463 8,951

45 – 49 3,555 3,574 7,129

50 – 54 3,498 3,458 6,956

55 – 59 2,478 2,557 5,035

60 – 64 1,775 1,697 3,472

65 – 69 1,669 1,598 3,267

70 – 74 1,549 1,499 3,048

75 + 1,587 1,429 3,016

Jumlah 74,916 74,093 149,009

Sumber : Disdukcapil Kabupaten Nagan Raya

Page 58: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

40

40

Tabel: 4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Nagan Raya Per Kecamatan

No Kecamatan Penduduk

Laki- laki Perempuan Jumlah

1 Beutong 6.521 6.530 13.051

2 Seunagan Timur 6.473 6.759 13.232

3 Seunagan 7.815 7.751 15.566

4 Suka Makmue 4.439 4.390 8.829

5 Kuala 9.551 9.046 18.615

6 Kuala Pesisir 7.883 7.341 15.224

7 Tadu Raya 6.567 6.083 12.650

8 Darul makmur 20.122 20.592 40.714

9 Tripa Makmur 4.666 4.241 8.907

10 Beutong Ateuh

Banggalang

879 1.342 2.221

Jumlah 74.916 74.093 149.009

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Nagan Raya

Jika dilihat berdasarkan struktur usia penduduk di Kabupaten Nagan Raya

tahun 201 penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 0-4 tahun yaitu

sebesar 15.657 jiwa dan yang paling sedikit terdapat pada kelompok umur diatas

75 tahun sebesar 3.016 jiwa.

4.2 Profil DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya

Strutktur dan susunan kepengurusan dewan pimpinan wilayah Partai Aceh

Kabupaten Nagan Raya Periode 2013-2018.

Ketua : Teuku Raja Mulia

Wakil ketua : Bukhari

Wakil ketua : Drs. Tgk. Azhari Idris

Wakil ketua : Hasanah, SE

Page 59: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

41

41

Wakil ketua : Musliadi, SH

Wakil ketua : Syarifah Nahza Yanur

Wakil ketua : T.Saiful Rayeuk

Sekretaris : Ferry Achmad Kusairy

Wakil Sekretaris : Siti Khatijah, S.Pd.I

Wakil Sekretaris : Drs. Tgk. Mahdi Nurdin

Wakil Sekretaris : Mahyudi,SH

Wakil Sekretaris : T.Abdullah Sani

Wakil Sekretaris : Desi Raidatun Saleha

Bendahara : H. Imran. NY

Wakil Bendahara : Alyusak Zulkifla

Wakil Bendahara : Marlina

4.2.1 Visi Misi Partai Aceh

1. Visi

"Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai Negara

Kesatuan Republik Indonesia serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi Nota

Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditanda tangani pada tanggal lima belas

Agustus (15-08-2005) antara Pemerintahan Republik Indonesia dan Gerakan Aceh

Merdeka."

2. Misi

"Mentransformasi dan atau membangun wawasan berpikir Masyarakat

Aceh dari citra revolusi party menjadi citra Development Party dalam tatanan

Page 60: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

42

42

transparansi untuk kemakmuran hidup rakyat Aceh khususnya dan Bangsa

Indonesia."

4.2.2 Azas Dan Tujuan

Partai Politik ini berazaskan Qanun Meukuta Alam Al Asyi. Selanjutnya

pada tanggal 27 Agustus 2007 terjadi perubahan azas partai menjadi azas

Pancasila dan UUD 1945 serta Qanun Meukuta Alam Al Asyi.

Adapun tujuan Partai Aceh adalah sebagai berikut:

1) Mewujudkan cita-cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan

martabat bangsa, agama dan negara.

2) Mewujudkan cita-cita MoU Helsinki yang ditandatangani oleh GAM dan

RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

3) Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materil dan

spirituil bagi seluruh rakyat Aceh.

4) Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan

berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran,

keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia.

4.2.3 Profil Calon Legislatif Perempuan dari DPW PA di DPR Kabupaten

Nagan Raya

Berikut akan dideskripsikan profil Caleg perempuan di DPW Partai Aceh

Kabupaten Nagan Raya, baik dari aspek pendidikan, pekerjaan, umur dan alamat.

Profil Caleg perempuan DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Page 61: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

43

43

Tabel: 4.5 Profil Caleg Perempuan Pada DPW Partai Aceh Nagan Raya

No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat

1 Nur Karijah 46 Paket C IRT Meunasah

Pante

2 Syarifah Nazha Y,

A.Ma

36 SMA Karyawan Nigan

3 Irma Yani 43 Paket C IRT Keude

Linteng

4 Hasanah, SE 53 S1 DPRK Alue Raya

5 Rosmawan 33 Paket C IRT Suak

Palembang

6 Nilawati, A.Ma 32 SMA Karyawan Kuta

Trieng

7 Cut Mawardi 44 Paket C IRT Lhok

8 Marlintan, SE 41 S1 IRT Ujong

Fatihah

9 Isnani, S.Pd 27 SMA Karyawan Cot Me

Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada

Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW

Nagan Raya

Partai Aceh, dalam mengusung keterwakilan perempuan di parlemen

dalam platformnya menyatakan bahwa persamaan hak perempuan mesti

diwujudkan secara hukum, sosial, ekonomi dan politik. Kesempatan yang sama

mesti diberikan kepada perempuan untuk berkecimpung di segala bidang, dan

meyakini perlunya keadilan gender, demikian pula dengan partai nasional maupun

partai lokal lainnya yang ada di Aceh juga memunihi keterwakilan perempuan

dalam pemilihan anggota legislatif.

Sebagai kontestan pemilihan umum tahun 2014, Partai Aceh telah

melakukan pengkaderan dari perempuan, guna merekrut Caleg dari perempuan

Page 62: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

44

44

sebanyak 30%, karena syarat tersebut adalah salah satu cara agar lolos ke

pemilihan umum 2014 sebagai anggota legislatif.

Partai Aceh membuka diri dan memberi kesempatan yang sama kepada

seluruh komponen bangsa dengan dengan tidak membeda-bedakan antara laki- laki

dan perempuan, dengan tetap menerapkan kebijakan intern partai untuk

mendapatkan calon-calon anggota legislatif yang berkualitas, sehingga dapat

berkiprah dengan baik dalam tatanan politik praktis, khususnya di Dewan

Perwakilan Rakyat Aceh dan Kabupaten Nagan Raya untuk menyuarakan

kepentingan rakyat, tetap berpihak kepada rakyat sesuai tugas dan fungsinya.

Partai Aceh memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku dan

seperti telah dikemukakan di atas untuk tetap berpegang pada ketentuan tersebut

diawali dengan pemahaman yang baik bagi setiap kader partai. Dengan demikian

dalam merespon ketemtuan pasal 65 Ayat (1) bahwa setiap partai politik peserta

pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan

keterwakilan sekurang-kurangnya 30%, Partai Aceh telah melakukan langkah-

langkah positif untuk memenuhi tuntutan ketentuan tersebut, baik pada tingkatan

Dewan Pimpinan Daerah Propinsi Aceh maupun pada tingkatan Dewan Pimpinan

Cabang Kabupaten dan Kota.

Berdasarkan uraian di atas, maka sesuai dengan peryataan Bapak Teuku

Raja Mulia, selaku ketua kepengurusan Dewan Pimpinan Partai Aceh Kabupaten

Nagan, mengatakan bahwa:

“Dewan pempinan Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya berpegang pada ketentuan perundangan yang berlaku yang diawali dengan

pemahaman yang baik bagi setiap kader partai. Adapun pemahaman yang dimasud adalah pemahaman Kader partai teruma perempuan

Page 63: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

45

45

untuk bisa mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan perwakilan

Rakyat Kabupaten. Pengkaderan salah satu cara partai Aceh untuk menjaring 30% kuota perempuan, karena ketentuan 30% tersebut

merupakan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Undang-undang pemilu”. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).

Menurut Musliadi, SH, selaku wakil Ketua DPW Partai Aceh, mengatakan

bahwa:

“Terkait dengan pengkaderan partai Aceh, khusus bagi calon anggota

legislatif perempuan, maka model pengkaderan anggota partai adalah dengan cara pendidikan politik dan model partai politik. Model-

model tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap kader partai Aceh, maka pihaka DPW Partai Aceh melakukan proses penjaringan calon-calon kader dengan melakukan pelatihan-pelatihan

dengan cara memberikan pemahaman. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).

Model kaderisasi parpol pada umumnya menitikberatkan pada penguatan

parpol bukan pada perempuan. Tidak ada transformasi politik dan tidak ada

kesinambungan. Di samping itu juga tidak ada kontribusi bagi kesinambungan

perempuan partai.

Wawancara dengan Fery Ahmad, selaku sekretaris kepengurusan Dewan

Pimpinan Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya, yaitu:

“Iya kami dari pihak Partai Aceh berpegang terhadap ketentuan perundangan-perundangan yang berlaku, sebab pemenuhan kuota

30% keterwakilan perempuan adalah salah satu syarat untuk lolos pemilu. Kemudian untuk pemenuhan kuota tersebut, maka partai Aceh melakukan pengkaderan dan membentuk tim sembilan (Tim

Sikureng) agar kader-kader partai Aceh dapat terpenuhi 30%. Partai Aceh berupaya memenuhi kuota 30% perempuan bagi calon anggota

legislatif. Partai Aceh dengan fokus mengirim calon-calon anggota legislatif perempuan untuk DPRK dan DPRA sesuai dengan ketentuan dengan tidak mengabaikan aspek kualitas dan moral.

(Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).

Page 64: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

46

46

Hasil wawancara dengan Tgk. Ramli Ben Sari, Selaku Caleg DPRK Dapil

II, menyatakan bahwa:

“Ketentuan untuk memenuhi kuota keterwakilan perempuan pada DPW Partai Aceh pada awalnya adalah melalui pengkaderan dan

membentuk Tim Sembilan agar bisa bergabung dengan partai Aceh. Jadi untuk pemenuhan 30% tersebut juga didasarkan pada undang-

undang tentan pemilihan umum, karena tidak boleh lebih dari 30% dan kurang dari 30% keterwakilan perempuan di dalam partai Aceh maupun partai lain. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa untuk

memenuhi keterwakilan 30% perempuan pada partai Aceh adalah dengan

pengkaderan atau membentuk tim sembilan di daerah-daerah perkampungan, guna

bisa bergabung dengan partai Aceh. Tujuan membentuk tim sembilan adalah agar

kader-kader partai Aceh dapat terpenuhi. Kebijakan kuota politik 30% kaum

perempuan karena merupakan kebijakan yang dirancang, dirumuskan, diputuskan

dan disahkan oleh para wakil rakyat yang duduk di legislatif, kebijakan tersebut

demi meningkatkan kepekaan warga negara Indonesia khususnya perempuan

terhadap problematika umat.

Partai Aceh tidak hanya terpaku pada gerakan kuota bagi calon legislatif

perempuan, tapi telah mewujudkannya secara demokratis dalam pemilihan umum

internal partai untuk menentukan para calon legislatif.

Dalam wawancara Penulis dengan Syamsul Bahri Syam, S.Pd selaku

anggota DPRK Nagan Raya (Partai Aceh) mengatakan bahwah:

“Pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon

anggota legislatif memiliki kendala, yakni bahwa partai kecil sendiri tidak mengkader dengan baik. mengapa perempuan mesti diberikan

kuota 30% karena pada dasarnya bahwa 30% saja itu masih susah atau sulit perempuan untuk duduk dilegislatif sehingga para pembuat kebijakan dan parpol itu sendiri menganggap bahwa perlu

diberikan atau ditekan dengan kuota 30% keterwakilan perempuan. Akan tetapi khusus Partai Aceh menurutnya sudah tidak ada lagi

Page 65: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

47

47

masalah. Partainya selalu memenuhi kuota dan organisasinya sudah

lengkap”. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).

Menurut Bapak Teuku Raja Mulia, selaku ketua DPW PA Nagan Raya,

juga mengatakan bahwa:

“Kenyataan keterwakilan perempuan pada kepengurusan DPW PA

Nagan Raya adalah berdasarkan aturan perundang-undangan agar memuhi keterwakilan perempuan 30%. Pada Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 29 butir dijelaskan

bahwa penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah

satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Ini merupakan langkah kami untuk memuhi kuota keterwakilan perempuan, sebab dalam kalau tidak terpenuhi 30%, maka Partai

Aceh tidak lolos pada pemilu 2014. Oleh sebab itu cara memunuhi kuota tersebut dengan melakukan penjaringan kader-kader”.

(Wawancara Rabu, 26 Februari 2014). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Hasan, SE, selaku Wakil Ketua

DPW Partai Aceh Nagan Raya, mengatakan bahwa:

“Pada Anggaran Dasar Partai Aceh tentang penempatan kader di lembaga legislatif dinyatakan, “penempatan kader di jabatan

legislatif oleh PA, dilakukan secara tepat, terbuka dan diputuskan melalui rapat partai, dengan memperhatikan keterwakilan

perempuan. “kader PA yang menjadi anggota legislatif terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak dalam setiap tingkatan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang pelaksanaanya

diatur dalam pedoman organisasi” (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).

Hasil wawancara dengan Fery Ahmad, selaku sekretaris kepengarusan

Dewan Pimpinan Parta Aceh Kabupaten Nagan, yaitu:

“Kita sudah memenuhi kuota perempuan pada Partai PA. Bagi yang sudah mengikuti tes wawancara dan administrasi serta memenuhi syaratnya maka akan ditetapkan sebagai Caleg. Beberapa caleg

Partai Aceh di dapil kabupaten di Nagan Raya sudah terpenuhi kuota perempuannya. Karena, ini menyangkut minat kalangan

perempuan yang juga mendukung hal tersebut. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).

Page 66: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

48

48

Menurut Musliadi, SH, selaku wakil ketua DPW Partai Aceh, dalam

wawancaranya, yaitu:

“Mekanisme pemenuhuan 30% perempuan pada PA, ini menuntut Partai lokal akan berpikir bagaimana agar bisa mengamankan Caleg

dalam satu Dapil. Karena jika tidak bisa memenuhi kuota 30 %, maka Caleg dalam satu dapil tersebut akan dicoret oleh Komisi

Pemilihan Umum (KPU). “Akhirnya kurang maksimal, karena tidak semua dapil ini jumlah perempuannya banyak. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).

Berdasarkan beberapa wawancara di atas, maka dapatlah dipahami bahwa

untuk memenuhi kuota 30% perempuan pada partai Aceh berdasarkan paraturan

perundang-undangan. Mekanisme penentuan 30% keterwakilan perempuan pada

DPW PA Nagan Raya juga dibahas dalam rapat partai untuk menentukan

bagaimana kriteria-kriteria perempuan yang akan duduk di legislatif Aceh baik di

tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/kota.

Partai politik wajib memenuhi syarat kuota 30 persen calon legislatif

(Caleg) perempuan di setiap Daerah Pemilihan (Dapil). Partai yang tidak

memenuhi syarat, bakal calon di dapil yang tidak memenuhi akan dicoret sebagai

peserta pemilu. Ketentuan itu diatur melalui Surat Edaran Komisi Pemilihan

Umum (KPU) Nomor: 229/ KPU/IV/2013 tentang petunjuk teknis tata cara

pendaftaran, verifikasi, dan penetapan calon Anggota dpr, dprd provinsi, dan dprd

kabupaten/kota bahwa pada poin verikasi ditegaskan meneliti pemenuhan

keterwakilan perempuan paling sedikit 30% pada setiap daerah pemilihan.

Kebijakan untuk memenuhi kuota minimum 30% keterwakilan perempuan

dalam paket UU Politik (UU Partai Politik dan Pemilu Legislatif), sangat

ditentukan oleh internal partai politik, terutama yang berkaitan dengan rekrutmen,

Page 67: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

49

49

kaderisasi, mekanisme pengambilan keputusan berkaitan dengan penetapan nomor

urut dan seleksi caleg, penempatan caleg di daerah pemilihan.

Sebagai syarat untuk bisa menjadi partai politik peserta pemilu, hal ini

juga ditetapkan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan

umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Bab III Pasal 7, menjelaskan bahwa

menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan

perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;

Dari uraian di atas, maka dibenarkan oleh Bukari, selaku Wakil Ketua

DPW PA Nagan Raya, yaitu:

“Dengan ketentuan kuota tersebut di atas berdasarkan Undang-

Undang nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, maka pembagian Caleg di setiap Dapil adalah setiap tiga Caleg ada satu caleg perempuan contohnya, di Dapil I, II, III alokasi kursinya 11, Caleg perempuannya dibutuhkan

empat, dapil IV dan 5 dengan kuota 7 dan 9 kursi hanya dibutuhkan 3 Caleg perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen. Partai harus

mematuhi aturan ini. Jika tidak bisa, dinyatakan tidak memenuhi syarat. (Wawancara Kamis, 27 Februari 2014).

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Fery Ahmad, selaku sekretaris

kepengurusan Dewan Pimpinan Parta Aceh Kabupaten Nagan, yaitu:

“Iya memang kuota keterwakilan perempuan itu juga diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Di dalam undang tersebut jelas bahwa harus ada 30% perempuan di dalam setiap partai dan

masing-masin dapil. Namun cara untuk merekrutnya kan sudah ada cara masing-masing partai, yang pasti mekanisme atau prosedurnya kami jelankan berdasarkan peraturan. (Wawancara Kamis, 27

Februari 2014).

Page 68: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

50

50

Sedangkan menurut Nur Karijah, Selaku Caleg PA Dapil I, mengatakan

bahwa:

“Saya mendaftarkan diri sebagai Caleg Parta PA, sebagaimana yang diatur di dalam ADRT Parta Aceh. Awalnya prosedur untuk masuk

Caleg partai Aceh dijaring-jaring kader dan dibentuk tim 9 yang bertugas untuk merekrut Caleg, baik itu Caleg laki- laki maupun

Caleg perempuan. (Wawancara Kamis, 27 Februari 2014). Dari wawancara di atas, bahwa prosedur atau mekanisme yang diatur di

dalam Partai Aceh sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun

2012 Tentang Pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pelaksanaan prosedur, sistem dan teknis calon legislatif perempuan adalah

suatu mekanisme pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRK untuk

mengakomodasi aspirasi keanekaragaman daerah, sesuai dengan ketentuan Pasal

22 C Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuk

Dewan Perwakilan Daerah yang memenuhi persyaratan dalam pemilihan umum

bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRK yang

merupakan wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat dalam pemilu. Tujuan

diadakannya verifikasi calon anggota legislatif adalah untuk menilai atau

melakukan pemeriksaan tentang kebenaran laporan, yaitu laporan tentang

prosedur, sistem dan teknis pencalonan legislatif agar memiliki mekanisme

pertanggungjawaban yang jelas.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Teuku Raja Mulia, selaku Ketua

DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya, mengatakan bahwa:

“Dalam merumuskan hasil rapat untuk menetapkan daftar calon anggota Legislatif Perempuan di Kabupaten Nagan Raya dalam

Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRA Tahun 2014, dalam hal ini Partai Aceh terlebih dahulu melalui proses

Page 69: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

51

51

penyaringan kader, penjaringan dan penetapan nomor urut baik

menurut Undang-Undang dan ketentuan dari partai yang telah dilakukan oleh Tim Verifikasi”. (Wawancara Jumat, 28 Februari

2014). Menurut Musliadi, SH, Selaku Wakil Ketua DPW PA Nagan Raya,

bahwa “Verifikasi Calon Legislatif perempuan di DPR Kabupaten Nagan Raya pada Pemilu Tahun 2014 adalah merupakan penilaian

dalam prosedur, sistem dan teknis yang telah dijelaskan dalam proses penjaringan, penyaringan, penetapan nomor urut dan pelaksanaan calon anggota legislatif yang ada di Partai Aceh di

Kabupaten Nagan Raya yang akan maju pada pemilu tahun 2014. Prosedur, sistem dan teknis pencalonan anggota legislatif Partai

Aceh”. (Wawancara Jumat, 28 Februari 2014). Dari hasil wawancara dengan bapak Teuku Raja Mulia dan Bapak

Musliadi, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa untuk menerapkan

mekanisme dalam dalam menjaring calon anggota legislatif perempuan sebanyak

30%, maka diperlukan Tim verifikasi guna menilai atau melakukan pemeriksaan

tentang kebenaran laporan, yaitu laporan tentang prosedur, sistem dan teknis

pencalonan anggota legislatif perempuan yang sesuai dengan prosedur atau

mekanisme yang telah ditetapkan oleh partai Aceh maupun Komisi Pemilihan

Umum.

Terpenuhinya pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif di DPW

Partai Aceh pada pemilu 2014 sebesar 30% ini tidak lepas dari komitmen partai

lokal untuk melibatkan perempuan di dalamnya, hanya saja komitmen dari partai

politik tersebut masih setengah-setengah. Artinya komitmen parpol tersebut hanya

dalam tataran pemenuhan caleg saja, tidak sampai pada tataran untuk

mengusahakan bagaimana agar caleg perempuan dapat lolos sebagai anggota

legislatif dengan jumlah yang cukup signifikan. Di samping itu masih banyak dari

partai politik yang dalam perekrutan caleg-calegnya hanya sekedar memenuhi

tuntutan kuota.

Page 70: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

52

52

Partai Aceh, dalam melaksanakan fungsi rekrutmen politiknya, salah

satunya melaksanakan rekrutmen pencalon legislatif yang mengacu kepada UU

secara substantif yang mengamanatkan bahwa rekrutmen calon dilakukan secara

demokratis dan terbuka dengan sistem skorsing dan penilaian. Dalam sebuah

proses rekrutmen tersebut, mekanisme dan ukuran-ukuran yang digunakan

menjadi sangat relevan untuk melihat figure-figur macam apa yang dihasilkan

termasuk kapabilitas mereka sebagai calon anggota legislatif.

Dari wawancara penulis dengan beberapa ketua parpol di lingkup DPW

Nagan Raya, bahwa sebenarnya tidak ada keberatan bagi parpol untuk menerima

kehadiran dan peran serta perempuan di wilayah politik, justru parlok sekarang

sedang mencari kader-kader perempuan yang mau dan dapat serius terlibat di

dalamnya, partai politik menyambut baik sekaligus mendukung kebijakan

mengenai kuota sebesar 30% terhadap perempuan, hanya saja sebagian ada yang

mengalami kesulitan dalam mencari kader perempuan yang mampu dan mau

terlibat serius di politik. Dalam kontes rekrutmen partai politik mulai menerapkan

sistem penjenjangan dari bawah (bottom up). Bagi Partai Aceh calon anggota.

Dalam melaksakan rekrutmen caleg Partai Aceh dilakukan oleh struktur partai,

yakni Ketua dan Sekretaris DPD provinsi. Meski tidak memililki tim penyaring,

Partai Aceh melekukan penentuan caleg melalui rapat pleno DPP. Sementara

untuk sistem skorsing dan pembobotan hanya memberikan acuan yang bersifat

umum. Meskipun ada sistem skorsing dan pembobotan hanya digunakan sampai

pada penyaringan caleg.

Dengan melihat data-data pemilihan umum legislatif 2014 di Kabupaten

Nagan Raya, maka dapat disimpulkan bahwa Partai Aceh sudah dapat memenuhi

Page 71: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

53

53

kebijakan kuota 30% dalam pencalonan legislatif perempuan. Dari total Calon

anggota legislatif 30 orang maka 9 atau 30% adalah caleg perempuan. Artinya

mekanisme atau prosedur dalam pemenuhan kuota tersebut berjalan sesuai dengan

prosedur yang telah yaitu dengan penjaringan kader-kader, pendekatan dengan

tokoh masyarakat, pembentukan tim sembilan hingga membentuk tim verikasi

guna memeriksa tentang pelaksanaan atau penilai-penilaian terhadap calon

anggota legislatif yang terpilih.

Terkait dengan penentuan nomor urut bagi calon anggota legislatif

perempuan pada dasarnya juga diatur dalam undang-undang. Namun di dalam

Partai Aceh ditetapkan berdasarkan rapat pleno dan ketentuan partai. Hal ini juga

dibenarkan oleh Bapak Musliadi, SH, selaku wakil ketua DPW Partai Aceh

mengatakan:

“Setekah Caleg terdaftar maka selanjutnya adalah penentuan nomor urut bagi Caleg Partai Aceh adalah berdasarkan kebijakan partai.

Penentuan nomor urut berdasarkan kriteria Caleg terhadap pengabdian kepada partai, kualifikasi pribadi dan aktifitas

pemenangan pemilu serta pengumpulan kartu anggota. (wawancara, 20 Juni 2014).

Berdasarkan wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa penentuan

nomor urut calon anggota perempuan DPRK Nagan Raya dari DPW PA Nagan

Raya menggunakan kriteria dan parameter yang terukur meliputi kualifikasi

pribadi, pengabdian kepada partai, proposal aktififitas pemenangan pemilu,

affirmative policy untuk caleg perempuan, anggota DPRK, dan pengumpulan

Kartu Tanda Anggota.

Page 72: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

54

54

4.3 Pembahasan

4.3.1 Mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada

Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW

Nagan Raya

Kuota 30% perempuan di lembaga legislatif merupakan sebuah terobosan

yang cukup melegakan bagi perempuan yang berhasrat terjun ke dunia politik

praktis, ini merupakan langkah strategis sementara peningkatan perempuan dalam

pengambilan kebijakan selama sistem politik masih patriarkis. Ibarat mendapat

angin segar yang mampu menggugah ghirah perempuan untuk ikut andil dalam

dunia politik, sehingga dapat berperan sekaligus berpengaruh terhadap proses

pengambilan keputusan.

Jaminan keterwakilan perempuan sebesar 30% dalam pencalonan anggota

DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta DPRA, masih

memerlukan komitmen yang lebih jelas dari partai politik maupun partai lokal.

Hal ini sangatlah penting, sebab apabila tidak ada komitmen yang serius dari

partai politik, maka dalam sistem pencalonannya bisa jadi perempuan hanya

diurutkan di nomor terakhir yang kemungkinan peluang untuk jadi sangat kecil.

Dari wawancara penulis dengan beberapa ketua Partai Aceh di lingkup

DPW Nagan Raya, bahwa tidak ada keberatan bagi partai Aceh untuk menerima

kehadiran dan peran serta perempuan di wilayah partai Aceh Nagan Raya, justru

Parlok maupun Parpol sekarang sedang mencari kader-kader perempuan yang

mau dan dapat serius terlibat di dalamnya, partai lokal menyambut baik sekaligus

mendukung kebijakan mengenai kuota sebesar 30% terhadap perempuan, hanya

saja sebagian ada yang mengalami kesulitan dalam mencari kader perempuan

yang mampu dan mau terlibat serius di dalam politik.

Page 73: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

55

55

Temuan penelitian mengenai mekanisme pemenuhan kuota 30 % pada

Partai Aceh DPW Nagan Raya adalah dengan mekanisme/prosedur terbuka.

Adapun jalur rekrutmen yang digunakan berdasarkan pada kemampuan

individual/ kolektif calon pengurus, berdasarkan kaderisasi dan berdasarkan ikatan

primordial baik organisasi, agama, etnis, dan keluarga.

Pemenuhan kuota keterwakilan lebih banyak didorong oleh motivasi

eksternal yakni pemberlakuaan regulasi politik terkait kuota minimal keterwakilan

perempuan sekurang-kurangnya 30 %, daripada motivasi internal yakni kesadaran

politik terkait perlunya keterwakilan perempuan. Rekrutmen calon anggota DPRK

Kabupaten Nagan Raya dari DPW PA Nagan Raya dilakukan oleh sebuah komite

yang secara khusus menangani pemenangan pemilu atau tim si kureung (tim

Sembilan), yakni Komite Pemenangan Pemilu wilayah (KPPW) Kabupaten

Nagan Raya. Adapun mekanisme dan tahapan yang dilalui dalam rekrutmen Caleg

di DPRK Kabupaten Nagan Raya, khususnya perempuan antara lain sebagai

berikut:

1. Pengumuman calon anggota legislatif.

2. Pendaftaran calon anggota legislatif.

3. verifikasi terhadap kelengkapan administrasi calon anggota legislatif.

4. Pemberitahuan hasil verifikasi kelengkapan administrasi calon anggota

legislatif.

5. Perbaikan terhadap kelengkapan administrasi calon anggota legislatif,

melakukan psiko test dan wawancara, penentuan nomor urut calon anggota

legislatif.

6. Penyerahan berkas calon anggota legislatif ke KPUD.

Page 74: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

56

56

7. Tim Sembilan

Rekrutmen calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA dilakukan

secara terbuka. Rekrutmen terbuka dimaknai semua orang, baik kader partai

maupun non-kader partai, lintas agama, suku, ras, golongan dapat mendaftarkan

diri sebagai calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA. Pada rekrutmen

terbuka tersebut, KPPW PA Nagan Raya membuka pendaftaran calon anggota

DPRA Nagan Raya. Selain itu, KPPW melakukan rekrutmen dengan membentuk

Tim Sembilan dan melakukan pendekatan jemput bola, mendekati tokoh-tokoh

masyarakat, baik tokoh agama, tokoh akademisi, tokoh adat supaya berkehendak

maju menjadi calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA.

Setelah terdaftar para Caleg perempuan mengikuti rangkaian seleksi mulai

seleksi berkas administratif, test psikologi dan wawancara. Selanjutnya dilakukan

penentuan daerah pemilihan (Dapil) anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA,

sehingga tersusunlah Dapil calon anggota legislatif sebagai berikut:

Tabel 4.6 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan Dapil I DPW Partai Aceh

Dapil No.urut Nama lengkap Jenis Kelamin

Dapil I 1 Tgk. Ramli Ben Sari Laki- laki

Dapil I 2 Syamsul Bahri Syam, S.Pd Laki- laki

Dapil I 3 Nur Karijah Perempuan

Dapil I 4 Rusli, SE Laki- laki

Dapil I 5 Said Hasyem Laki- laki

Dapil I 6 Syarifah Nazha Yanur, A.Ma Perempuan

Dapil I 7 Irmayani Perempuan

Dapil I 8 H. M. Isa Beransah Laki- laki

Dapil I 9 Muhammad Amin, SST Laki- laki

Dapil I 10 Ruslim, SH Laki- laki

Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya

Page 75: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

57

57

Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah kuota perempuan pada Dapil I

adalah 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tiap-tiap Dapil paling sedikit

adalah 3 orang. Kemudian untuk selanjutnya dapat dilihat jumlah pada Dapil II,

yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan Dapil II DPW Partai Aceh

Dapil No.urut Nama lengkap Jenis Kelamin

Dapil II 1 ABDULLAH. Y Laki- laki

Dapil II 2 Said Ahmad Laki- laki

Dapil II 3 Hasanah, SE Perempuan

Dapil II 4 Alamsyah Laki- laki

Dapil II 5 Sabarizal Laki- laki

Dapil II 6 Rosmawan Perempuan

Dapil II 7 Tgk. M. Idris ZA Laki- laki

Dapil II 8 Merril Yasar Laki- laki

Dapil II 9 Nilawati, A.Ma Perempuan

Dapil II 10 Nasrulli JF Laki- laki Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya

Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas, jelas bahwa jumlah Caleg laki- laki

lebih banyak dibandingkan dengan Caleg perempuan. Caleg perempuan hanya 3

orang dari total Dapil II 10 orang. Jumlah Caleg perempuan Dapil II sama dengan

jumlah Caleg pada Dapil I dan Dapil III. Kemudian untuk mengetahui jumlah

Caleg pada Dapil II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.8 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan

Dapil III DPW Partai Aceh

Dapil No.Urut Nama lengkap Jenis Kelamin

Dapil III ( tiga ) 1 Samsuardi Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 2 Alyusak Zulkifli Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 3 Cut Mawardi Perempuan

Dapil III ( tiga ) 4 Mustafa Idris Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 5 Ishak Ismail Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 6 Marlintan, SE Perempuan

Dapil III ( tiga ) 7 Isnani, S.Pd Perempuan

Dapil III ( tiga ) 8 Azman, ST Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 9 Ubit Yahya, S.Hut Laki- laki

Dapil III ( tiga ) 10 Tgk. Basri Ishaq Laki- laki Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya

Page 76: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

58

58

Berdasarkan data tabel 4.3 di atas, maka jumlah perempuan 3 orang dari

total Dapil II 10 orang. Jumlah Caleg perempuan pada Dapil III juga sama dengan

Dapil I dan Dapil II yang masing berjumlah 3 orang. Jadi secara keseluruhan total

Caleg perempuan pada Partai Aceh DPW Nagan Raya adalah 9 orang yang terdiri

dari masing Dapil 3 orang. Dari total Caleg 30 orang maka masing-masing Dapil

hanya ditempatkan 3 orang Caleg perempuan dengan to tal keseluruhan Caleg

perempuan pada Partai Aceh adalah 9 orang atau 30%.

Adapun perbandingan komposisi calon anggota legislatif Kabupaten

Nagan Raya antara laki- laki dan perempuan di setiap Dapil relatif berbeda, semua

di atas kuota minimal keterwakilan calon anggota legislatif perempuan sekurang-

kurangnya 30 %, dibandingkan kuota laki- laki 21 orang atau 70 %. Dari uraian

data tersebut jelas bahwa kuota 30% perempuan di DPRK Nagan Raya ternuhi

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mekanisme dalam pemenuhan

kuota 30% pada Partai Aceh di Kabupaten Nagan sudah sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentan pemilihan umum. Selain itu, Pasal

55 UU Pemilu Legislatif tersebut juga menyatakan daftar bakal calon juga

memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Lebih jauh, Pasal 62 ayat 4

UU Nomor 08 tahun 2012 juga menyebutkan KPU, KPU provinsi, dan KPU

kabupaten/kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar

calon tetap parpol pada media massa cetak harian dan elektronik nasional.

Sementara di Pasal 2 ayat 3 UU Parpol disebutkan bahwa pendirian dan

pembentukan parpol menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Pasal 20 tentang

kepengurusan parpol disebutkan juga tentang penyusunannya yang

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Page 77: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

59

59

Hal ini diperkuat lagi pada pemilu 2014, peraturan perundang-undangan

telah mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik (Parpol) dalam

menempatkan calon anggota legislatifnya. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012

tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pemilu legislatif) serta UU

Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik telah memberikan mandat kepada

parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di

lembaga perwakilan rakyat. Pasal 29 butir 1a UU Nomor 2 tahun 2011 tentang

Partai Politik, misalnya, menyebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30%

keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah

satu persyaratan Parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu.

Dari hasil penelitian yang telah paparkan, maka dapat dinyatakan temuan

penelitian terkait mekanisme pemenuhan kuota 30% keterwakilan Caleg

perempuan oleh DPW PA Nagan Raya dilakukan dengan mekanisme/prosedur

terbuka. Adapun jalur rekrutmen yang digunakan berdasarkan pada kemampuan

individual/kolektif Caleg, berdasarkan kaderisasi dan berdasarkan ikatan

primordial baik organisasi, agama, etnis, dan keluarga.

Page 78: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan

mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan perempuan pada DPW Partai Aceh

Nagan Raya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prosedur atau mekanisme

pemenuhan calon anggota perempuan DPRK Nagan Raya dari DPW Partai Aceh

dilakukan secara terbuka. Prosedur terbuka dimaknai semua orang, baik kader

partai maupun non-kader partai, lintas agama, suku, dan golongan dapat

mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA. Pada

mekanisme terbuka tersebut, KPPW PA Nagan Raya membuka pendaftaran calon

anggota DPRK Nagan Raya kepada kalangan perempuan untuk menjadi Caleg

maupun kader partai. Selain itu, KPPW melakukan rekrutmen Caleg perempuan

dengan mendekati tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh agama, tokoh akademisi,

tokoh adat supaya berkeinginan maju menjadi calon anggota DPRK Nagan Raya

dari DPW PA.

Mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan perempuan pada DPW Partai

Aceh juga dilakukan dengan prosedur yang telah ditetapkan dan prosedur tersebut

sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentan pemilihan

umum dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, bahwa pemenuhan kuota perempuan di DPR adalah 30%.

Page 79: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

61

61

Setelah terdaftar para Caleg perempuan mengikuti rangkaian seleksi mulai

seleksi berkas administratif, test psikologi dan wawancara. Selanjutnya dilak ukan

penentuan nomor urut calon dan penentuan daerah pemilihan (Dapil). Terkait

dengan penentuan nomor urut Caleg perempuan untuk masing daerah adalah

berdasarkan kebijakan partai bukan kebijakan undang-undang nomor 8 tahun

2012.

5.2 Saran

1. Partai Aceh harus mempertegas komitmennya untuk memperjuangkan

keterwakilan perempuan di legislatif. Hal ini dapat dilakukan mulai dari

proses pengkaderan yang memberi ruang setara pada perempuan hingga

penentuan nomor urut yang diselang-seling antara caleg laki- laki dan

Caleg perempuan.

2. Pada perempuan yang berminat untuk terjun ke dunia politik harus

mempersiapkan diri, mulai dari penataan mental, penambahan kapasitas

keilmuan, kemandirian ekonomi, keterampilan, pemgalaman dan keaktifan

di partai politik, serta keuletan memanfaatkan potensi, kejelian membaca

peluang, dan lain- lain. Perempuan harus berani sedikit demi sedikit

melepaskan diri dari berlindung di balik kedok kebijakan kuota, karena

bagaimanapun prestasi politik adalah sesuatu yang bersifat prestasi bukan

sekedar memberi.

Page 80: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2005. Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004, (evaluasi Pelaksanaan, Hasil

dan Masa depan Demokrasi Pasca Pilpres 2004). Pustaka Pelejar. Yogyakarta.

A. Oriza Rania Putri. 2013. Implementasi Ketentuan 30% Kuota Keterwakilan

Perempuan Dalam Daftar Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dan Kota Makassar. Skripsi. Bagian

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,

Makassar .

Arikunto, Suharsimi. 2009, Manajemen Penelitian , PT Rieneka Cipta, Jakarta.

B. Miles Matthew dan A. Michael Huberman.2007. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Herbert Mc.Closky. 2010. International Encyclopaedia of the Social Sciences, dalam Damsar, Pengantar Sosiologi Politik: Kencana Prenada Media

Group. Jakarta. Koentjaraningrat. 2004. Pengantar Antropologi Jilid I. Rineka Cipta : Jakarta.

Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews. 2006. Perbandingan Sistem Politik,

Gajahmada uniiversirty , Yogyakarta.

Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung. Moenir, 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta.

Muhammad Budi Nur Rohman 2009. Partisipasi politik perempuan Dalam

pemilu legislatif tahun 2009 (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Partisipasi Politik Perempuan di Kelurahan Jatipurno, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri dalam Pemilu Legislatif tahun

2009).Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Naqiyah. Najlah. 2005. Otonomi Perempuan, Bayumedia Publishing. Malang.

Purwadarminta. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.

Page 81: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’

Rusman. 2008. Eksperimen Politik.http://www.pikiran rakyat. com/ detak/ 2005/1205/19/0108.htm. diakses pada tanggal 25 oktober 2013.

Rosarina Muri. 2009. Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap Pemenuhan

Kuota 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota

Legislatif pada Pemilu 2009 di Surakarta. Skripsi, Jurusan

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik Universitas

sebelas maret Surakarta.

Subakti, Ramlan, 2010. Memahami Ilmu Politik. PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Syamsuddin, Otto Ishak. 2013. Aceh Pasca Konflik Kontestasi 3 Varian

Nasionalisme. Bandar Publishing. Banda Aceh.

Sofiah. 2001. “Pengantar Perbandingan Sistem Politik”, Gadjah Mada

University, Yogyakarta. 191

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,

Bandung.

Yani. 2000. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Ghalia

Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110615232010AApKOBB.

Diakses 25 Desember 2013