repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan,...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/398/1/BAB I_V.pdf · saat UUPA dalam tahap rancangan,...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini peran perempuan dalam politik dapat dikatakan masih sedikit,
meskipun pemerintah telah membuka kesempatan untuk perempuan berpolitik.
Melalui kebijakan-kebijakan seperti peraturan perundang-undangan yang telah
mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik (Parpol) dalam menempatkan
calon anggota legislatif. Keterwakilan perempuan dalam politik terutama di
lembaga perwakilan rakyat sendiri, bukannya tanpa alasan yang mendasar. Ada
beberapa hal yang membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan
dalam politik penting. Beberapa di antaranya adalah tanggung jawab dan
kepekaan akan isu- isu kebijakan publik, terutama yang terkait dengan perempuan
dan anak, serta lingkungan, moral yang baik, kemampuan perempuan melakukan
pekerjaan multitasking dan mengelola waktu, serta yang tidak kalah penting
adalah keterbiasaan dan kenyataan bahwa perempuan juga telah menjalankan
tugas sebagai pemimpin dalam kelompok-kelompok sosial dan dalam kegiatan
kemasyarakatan, seperti di posyandu, kelompok pemberdayaan perempuan,
komite sekolah, dan kelompok pengajian.
Keterlibatan perempuan dalam partai lokal di Aceh merupakan satu hal
yang perlu diperhatikan dengan serius, baik oleh perempuan sendiri maupun
semua pihak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (UUPA) memang telah dinyatakan bahwa salah satu syarat
yang harus dipenuhi dalam pendirian Partai Lokal (Parlok) di Aceh adalah dengan
2
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Pada
saat UUPA dalam tahap rancangan, kalangan aktivis menuntut agar masalah
keterwakilan ini menggunakan kata ‘wajib’ dan bukan hanya sekedar
‘memperhatikan’.
Ketentuan ini merupakan keharusan sehingga dianggap pelanggaran jika
keterwakilan tidak mendapat porsi sebesar 30 persen. Namun usaha tersebut gagal
karena dalam UUPA tetap digunakan kata‘memperhatikan’ keterwakilan
perempuan. Wacana tentang keterwakilan perempuan ini mulai mendapat
perhatian ketika DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008
tentang Partai Politik. Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai
Politik Pasal 2 ayat (2) tersebut secara tegas dinyatakan bahwa pendirian dan
pembentukan partai politik menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan. Hal
ini juga diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum. Dalam Pasal 8 ayat (1d) dan Pasal 15 huruf (d) disebutkan
bahwa salah satu persyaratan partai politik agar dapat menjadi peserta pemilu
adalah menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada
kepengurusan partainya.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum pasal 53,
pasal 57 ayat (1) dan pasal 58 ayat (2) menyebutkan bahwa bakal calon legislatif
dari partai minimal 30 persen harus diisi oleh perempuan, demikian juga tentang
urutan bakal calon; dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-
kurangnya satu bakal calon perempuan.
Istilah ‘memperhatikan’ tidak ada ketentuannya pada kedua UU tersebut;
yang ada justru‘kewajiban’ untuk melibatkan perempuan. Hal ini menunjukkan
3
membaiknya perhatikan pada perempuan pada tingkat nasional. Jika merujuk
kepada Qanun Nomor 3 tahun 2008 tentang Partai Lokal, jelas sekali ada beberapa
perdebatan yang muncul menyangkut peran perempuan. Misalnya, apakah
pengaturannya berbentuk kewajiban atau cukup bersifat anjuran saja. Hasilnya
rumusan Qanun Nomor 3 tahun 2008 tersebut, dalam setiap kalimat yang
menyebutkan keterlibatan perempuan menggunakan kata ‘memperhatikan’. Kata
”memperhatikan” ini sifatnya tidak mengikat melainkan hanya berupa ikatan
moral saja.
Tingkat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota DPRK di
Kabupaten Nagan Raya khususnya pada Partai Lokal yaitu Partai Aceh telah
memenuhi mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008
tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang
Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa pemenuhan kuota perempuan di
DPR adalah 30%.
Harapan yang baik bagi keterwakilan perempuan di dalam Partai Aceh
secara formal dapat ditunjukkan dalam tabel berikut:
No Daerah Pemilihan Jumlah
1 Dapil I 3
2 Dapil II 3
3 Dapil III 3
Sumber: KIP Nagan Raya Tahun 2013
Berdasarkan data di atas, maka kaitan dengan pengisian anggota legislatif
yang harus memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30% pada Partai
Aceh di Kabupaten Nagan Raya, juga tidak lepas dari peran partai lokal untuk
memenuhinya. Tentu tidak ada jaminan bagi kaum perempuan untuk secara
4
otomatis memperoleh kesempatan menduduki kursi legislatif sebanyak 30% bila
tidak ada kiprah nyata dan perjuangannya di dalam partai. Oleh karena itu,
mekanisme dan ketentuan dalam undang-undang hanyalah alat pacu agar kaum
perempuan yang ada di Kabupaten Nagan Raya dapat memotivasi diri lebih kuat
untuk berpartisipasi aktif di dalam kehidupan politik. Dengan kata lain, kaum
perempuan harus berusaha keras meraih prestasi dalam kehidupan politik melalui
Partai lokal yaitu Partai Aceh.
Mekanisme yang dilaksanakan Partai Aceh berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, bahwa
partisipasi perempuan hanya mencapai 30%, hal ini membuat perempuan di
Kabupaten Nagan tidak banyak memiliki kesempatan dalam berpartisipasi politik.
Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih
dalam mengenai” Mekanisme Pemenuhan 30% Keterwakilan Perempuan
Pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW
Kabupaten Nagan Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan
perempuan pada Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh
DPW Nagan Raya?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada Pemilihan Calon Anggota
legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW Nagan Raya.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian sederhana ini diharapkan mampu memberikan manfaat
yang baik bagi organisasi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat luas.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang ilmiah tentang
mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan Perempuan Pada Pemilihan Calon
Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh, sehingga dapat menjadi
pertimbangan bagi pihak-pihak yang berada di instansi pemerintahan untuk
membuka kesempatan bagi wanita Indonesia untuk dapat berkiprah di kancah
politik dan membuktikan kemampuan yang dimiliki kaum perempuan dalam
pemerintahan. Secara teoritis ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris.
1.4.2 Secara Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang kaum
perempuan di Kabupaten Nagan Raya ikut berpartisipasi politik dalam
Pemilu Legislatif.
2. Bahan masukan dan bantuan pemikiran kepada pihak-pihak yang berperan
dalam mendukung upaya peningkatan peran dan partisipasi politik
perempuan melalui keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi peneliti serupa di
masa yang akan datang serta mampu menambah wawasan peneliti.
6
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka
sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Bab ini memuat tentang teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab III: Metodologi Penelitian
Pada bab ini berisi tentang metodologi Penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan
pengujian kredibilitas data.
Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Memuat tentang uraian laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian. Yakni deskripsi dari interprestasi data-data yang diperoleh.
Bab V : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Rosarina Muri (2009)
Penelitian dengan judul ”Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap
Pemenuhan Kuota 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota
Legislatif pada Pemilu 2009 di Surakarta”. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
partai politik memberikan respon positif terhadap pemenuhan kuota 30%
keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif pada pemilu 2009.
Pada dasarnya baik partai yang berideologi nasionalis ataupun Islam telah
melakukan system zipper, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008.
Masih ada ketidaksetaraan gender dalam partai politik. Hal ini dapat
dilihat dalam analisis kesetaraan gender sebagai berikut: dalam analisis kesetaraan
gender secara umum parpol baik yang berideologi nasionalis ataupun Islam
memberikan kemudahan akses bagi semua orang untuk terjun ke dunia politik;
tidak membatasi kebebasan berpartisipasi setiap anggotanya; dalam pengambilan
keputusan tidak melihat jenis kelamin yang ada melainkan kemampuan yang
dimiliki oleh individu tersebut; manfaat yang dapat diperoleh dalam politik belum
bisa dirasakan merata oleh laki- laki dan perempuan karena perempuan belum bisa
sepenuhnya ikut berpartisipasi politik seperti halnya laki- laki.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
penulis. Adapun persamaan dengan penelitian penulis adalah sama-sama
membahas tentang 30% keterwakilan perempuan dalam partai politik. Sedangkan
8
8
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah, pertama penelitian
penulis memfokuskan pada mekanisme pemunuhan 30% perempuan sebagai
anggota legislatif. Sedangkan penelitian hanya berfokus pada respon partai politik
terhadap keterwakilan perempuan dalam mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif.
2.1.2 Oriza Rania Putri (2003)
Penelitian dengan judul“Implementasi Ketentuan 30% Kuota Keterwakilan
Perempuan Dalam Daftar Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Dan Kota Makassar”. Mahasiswa Jurusan Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
Berdasarkan Hasil penelitian menunjukan:1) Pemenuhan kuota 30%
keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar belum terpenuhi secara
komprehensif, banyak partai yang memiliki kendala dalam pemenuhan kuota
30% ini terutama pada partai-partai kecil.2) Impilikasi hukum pelaksanaan
ketentuaan kuota 30% dalam daftar calon anggota DPRD Provinsi Sulawesi
Selatan dan Kota Makassar adalah Menuntut Parpol untuk memenuhi ketentuan
kuota itu, dan apabila syarat sebagaimana ditentukan dalam UU Pemilu tidak
dipenuhi oleh Parpol maka implikasi hukumnya adalah tidak lolos dalam
verifikasi parpol.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
penulis. Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas tentang 30% kuota
keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota dewan perwakilan rakyat
daerah. Sedangkan perbedaannya terletak pada implementasi dan mekanismenya.
9
9
Penelitian penulis lebih terfokus pada mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan
perempuna. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada implementasinya atau
penerapan 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calong anggota dewan
perwakilan rakyat.
2.2 Pengertian Mekanisme
Dalam melaksanakan kegiatan, sebuah organisasi memerlukan langkah-
langkah yang sistematis untuk mempermudah pencapaian suatu tujuan dan
meminimalkan tingkat kegagalan, hal ini sering disebut dengan mekanisme yang
merupakan suatu proses cara kerja atau tata cara pelaksanaan suatu program atau
rangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi untuk mendapatkan
hasil dari apa yang telah direncanakan oleh badan organisasi tersebut.
Pengertian secara umum dari mekanisme adalah sebuah proses
pelaksanaan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang/ beberapa orang
dengan menggunakan tatanan dan aturan serta adanya alur komunikasi dan
pembagian tugas sesuai dengan profesionalitas. Jadi mekanisme ini ada beberapa
unsur yang harus ada, yaitu tatanan, komunikasi dan professional.
Menurut Poerwadarmita (2003: h. 757) mendefinisikan “Mekanisme
adalah seluk beluk atau cara kerja suatu alat (perkakas) dan sebagainya. Secara
umum mekanisme adalah mengetahui bagimana cara menggunakan suatu alat
sehingga kita tahu sampai dimana kemampuan suatu alat tersebut bekerja.”
Selanjutnya menurut Yani (2000: h. 275) “mekanisme adalah cara kerja suatu
badan atau organisasi atau perkumpulan hal saling bekerja.”
Moenir (2001: h. 53) menjelaskan bahwa ”Mekanisme merupakan suatu
rangkaian kerja subuah alat untuk menyelesaikan sebuah masalah yang
10
10
berhubungan dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga
menghasilkan hasil yang maksimal.”
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa mekanisme adalah
cara kerja suatu alat dalam sebuah badan atau organisasi yang saling berhubungan
untuk menghasilkan yang maksimal sehinga tercapai sebuah tujuan yang telah di
tetapkan oleh suatu organisasi.
2.3 Calon Anggota Legislatif
Istilah perwakilan rakyat seringkali digantikan dengan istilah legislatif atau
sebaliknya. Dalam sejarahnya lembaga perwakilan berkembang dalam dua tahap.
Pertama-tama dalam pengertian sebagai pembuat Undang-Undang, yang dalam
pengertian itu lembaga perwakilan sudah ada sejak abad ke-14 di Inggris, namun
demikian peran legislatif atau pembuat Undang-Undang baru berkembang
sepenuhnya kurang lebih pada 5 abad terakhir. Pengertian legislatif lebih mengacu
pada pengertian klasik tentang kekuasaan Negara.
Caleg adalah singkatan dari calon anggota legislatif. Kekuasaan negara itu
dibagi menjadi tiga sehingga disebut Trias Politika, yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat Undang-
undang (jika di Indonesia kekuasaan ini dipegang oleh DPR), eksekutif adalah
kekuasaan untuk mengeksekusi UU atau menjalankan UU (dipegang oleh
presiden dan jajaran pemerintah di bawahnya), sedangkan yudikatif adalah
kekuasaan untuk mengadili jika ada pelanggaran terhadap UU. Jadi untuk mengisi
kekuasaan di lembaga legislatif ini diperlukan orang-orang terpilih yang mewakili
suatu rakyat di suatu daerah, maka diselenggarakanlah pemilu. Dan para calon
11
11
yang berkeinginan menjadi anggota DPR/DPRD inilah yang kemudian dikenal
sebagai Caleg (http://id.answers.yahoo.com).
Caleg atau Calon legislatif adalah orang yang mencalonkan diri jadi
anggota legislatif, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Calon legislatif (Orang yang berdasarkan
pertimbangan, aspirasi, kemampuan atau dukungan masyarakat, dan dinyatakan
telah memenuhi syarat oleh peraturan diajukan partai untuk menjadi anggota
legislatif (DPR/DPRD) dengan mengikuti pemilihan umum dan ditetapkan KPU
sebagai caleg tetap).
2.4 Teori Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi dan
pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.
Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan
kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan
sistem politik sebab tanpa elite yang mampu melaksanakan peranannya,
kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. (Subakti, 2010: h. 150).
Partai politik di Indonesia masing-masing memiliki cara sendiri untuk
merekrut kader-kader dalam keanggotaan struktur partai politik. Selain itu setiap
partai politik merekrut untuk dijadikan dalam keanggotaan di kursi parlemen.
Parpol merekrut berdasarkan aturan-aturan yang dimiliki oleh parpol tersebut
yang berkaitan dengan perekrutan, baik keanggotaan struktur harian parpol
maupun keanggotaan dalam penentuan daftar calon tetap anggota legislatif. Dasar
penguat dari suatu partai politik yaitu memiliki keanggotaan yang kuat dalam hal
12
12
ini dimaksudkan bahwa jumlah anggota yang dimiliki parpol semakin banyak
maka dasar kekuatan nya pun juga kuat. Selain itu, untuk dapat menjalankan
fungsi parpol secara maksimal harus memiliki kursi di parlemen baik daerah,
provinsi, maupun pusat.
Studi Pippa Noris menjelaskan bagaimana melihat rekrutmen para anggota
legislatif yang dimulai dari level yang lebih rendah dan kemudian berkarier
sebagai anggota parlemen. Dalam prakteknya, politisi tidak memulai langkah-
langkahnya dari yang lebih rendah dan kemudian berkarier sebagai anggota
parlemen. Ada empat level analisis yang harus dilakukan. Pertama, sistem
hukum, khususnya aturan-aturan legal, sistem kepartaian, dan sistem pemilihan
umum yang membuka peluang kesempatan bagi para kandidat di dalam
percaturan politik. Kedua, proses rekrutmen yang secara khusus terkait dengan
derajat internal demokrasi di dalam organisasi partai dan ketentuan yang mengatur
seleksi kandidat. Ketiga, penawaran kandidat yang berkeinginan untuk dipilih
menduduki jabatan tertentu sebagai sebagai konsekuensi dari motivasi dan modal
politik mereka. Keempat, adalah tuntutan pendukung atau pimpinan-pimpinan
politik yang ikut melakukan seleksi dari sumber kandidat.
Studi rekrutmen berada di titik temu antara penelitian partisipas i politik
masa, pemilu, dan perilaku pemilihan elit politik, anggota legislatif, organisasi
partai, dan lobbyist, juga baru-baru ini dengan adanya globalisasi timbulnya
masalah gender dan etnis menjadi permasalahan dalam rekrutmen. Dalam
penelitian International Parliamentary Union, lebih dari 32 negara jumlah anggota
parlemen wanita harus harus memenuhi sampai 30% kuota dan munculnya Ras.
Keberagaman ini membuat tekanan yang cenderung membuat studi rekrutmen ini
13
13
tidak memiliki fokus karena tiap prespektif memiliki teori masing-masing yang
menguatkan prespektif tersebut.
2.5 Teori Partisipasi Politik
Istilah partisipasi dari dua kata dalam bahasa Latin, Pars yang berarti”
bagian”, dan capere yang berarti mengambil, sehingga partisipasi berarti
mengambil bagian.
Kata Partisipasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik
yang diucapkan para ahli maupun orang awam. Sampai saat ini belum ada
pengertian atau defenisi yang dapat diterima secara umum tentang partisipasi. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang yang dipakai dalam
memberikan pengertian atau defenisi.
Sementara itu Koentjaraningrat (2004: h. 2) menyatakan bahwa partisipasi
berarti memberikan sumbangan dalam turut menentukan arah atau tujuan
pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi adalah hak dan kewajiban
masyarakat untuk terlibat dalam suatu tindakan atau kegiatan. Partisipasi dapat
dibagi dalam dua tipe yaitu partisipasi dalam aktivitas/kegiatan bersama dalam
proyek pembangunan yang khusus dan partisipasi sebagai individu diluar aktivitas
bersama dalam pembangunan.
Dalam bukunya, International Encyclopaedia of the Social Sciences, Herbert
Mc.Closky (2010: h. 34) dalam Pengantar Sosiologi Politik dalam Damsar,
memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan secara aktif dari
individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.
Pengertian partisipasi politik secara umum yaitu keterlibatan seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan politik. Dalam keterlibatannya
14
14
tersebut, seseorang atau sekelompok orang dapat mempengaruhi kebijakan
pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi pada dasarnya,
yang dinamakan partisipasi politik adalah keikutsertaan rakyat baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi kebijakan yang akan
diambil oleh pemerintah. Keterlibatan rakyat secara aktif dalam kehidupan poltik
merupakan suatu indikasi bahwa rakyat memiliki perhatian terhadap persoalan-
persoalan politik kenegaraan yang sedang terjadi dalam suatu Negara.
Partisipasi politik, menurut Herbet McClosky (2010: h. 180) yang dikutip
oleh Damsar di dalam “Pengantar Sosiologi Politik” dapat diartikan sebagai
kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau
tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Menurut Mas’oed (2003: h. 43) partisipasi atau keterlibatan masyarakat
dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu negara. Dapat kita lihat dari
pengertian demokrasi tersebut secara normative, yakni pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Berdasarkan beberapa defenisi partisipasi politik di atas, dapat dilihat
bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat merupakan
kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada
sikap-sikap. Kita ketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik itu
adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan.
2.6 Partisipasi Perempuan Dalam Politik
Pada UUD 1945 Pasal 28 jelas mengatakan pengakuan Hak Asasi bagi
setiap warga negaranya adalah sama. Setiap warganya baik laki- laki maupun
15
15
perempuan mempunyai hak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada
batasan. Sehingga hak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum
dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak dalam
perpolitikan tersebut. Hak-hak perpolitikan perempuan dibuktikan dengan telah
diratifikasinya konvensi PBB yang menjelaskan beberapa hal:
1. Perempuan berhak dalam memberikan suara dalam semua pemilihan
dengan syarat-syarat yang sama bagi laki- laki, tanpa suatu diskriminasi.
2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang telah dipilih
secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama
dengan laki- laki dan tanpa ada diskriminasi.
3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik dan menjalankan
semua fungsi publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat
yang sama dengan laki- laki (Romany Sihite, 2007: h.155).
Pada tanggal 4 Januari di undangkan sebuah Undang-Undang partai politik
baru yaitu UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti UU.No. 31 tahun 2002. Dan
juga UU. No 2 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan
peluang bagi perempuan untuk berkiprah dikancah perpolitikan karena jika dilihat
dalam UU tersebut maka indonesia berusaha keluar dari sistem yang bersifat
patriarki.
Perjuangan dalam menggolkan perempuan di parlemen bukan hanya
memperjuangkan kuantitas saja tetapi, hal yang paling penting adalah kualitas
perempuan. bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk
mewujudkan kesetaraan, pemberdayaan perempuan dan keadilan. Keikutsertaan
16
16
perempuan dalam politik dapat menyumbangkan pemikiran terhadap
permasalahan politik yang sangat diperlukan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan perempuan harus ikut dalam pengambilan kebijakan:
1. Perempuan adalah separuh penduduk dunia sehingga secara demokratis
pendapat dari perempuan harus dipertimbangkan. Dalam demokrasi
pandangan kelompok-kelompok yang berbeda jenis harus diformulasikan
dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan.
2. Partisipasi poliitik perempuan diharapkan dapat mencegah kondisi yang
tidak menguntungkan bagi kaum perempuan dalam menghadapi masalah
steriotipe terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan
sosial dan kerja dan juga eksploitasi terhadap perempuan.
3. Partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan politik dapat
berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan
maian.
4. Keterwakilan politik perempuan dalam parlemen akan membuat
perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget
berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan
meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga
akan mempertimbangkan perspektif gender tersebut.
2.7 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan
Kendati berbagai perangkat hukum telah melegitimasi partisipasi politik
perempuan sampai saat ini antara perempuan dengan dunia politik masih
merupakan dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini
dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik formal jumlahnya
17
17
masih sangat rendah dibandingkan dengan laki- laki. Dunia politik selalu
diasosiasikan dengan ranah publik yang relatif dekat dengan laki- laki, mengingat
kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari akar budayanya di mana mayoritas
masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Pentingnya partisipasi
politik bagi perempuan disebabkan masalah partisipasi sangat berkaitan langsung
dengan masalah-masalah lain.
Menurut MacKinnon dalam (To Ward a Feminist Theory of the State: h.
215) mengatakan bahwa ketika hak politik terenggut maka hak-hak lainnya akan
mengikuti (terenggut pula). Politik adalah ranah yang sangat fundamental bagi
pemenuhan hak-hak lainnya. Hal ini mengingatkan kita akan pendapat yang
mengatakan bahwa kekejaman politik adalah kekejaman yang paling
menyengsarakan perempuan karena implikasi yang disebabkannya amat besar,
yaitu dapat menggilas hak-hak perempuan di bidang lain seperti pendidikan,
kesehatan, dan aktifitas sosial lainnya.
Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan di ranah
publik adalah pemahaman masyarakat umum (mainstream) yang menganggap
bahwa perempuan yang aktif dan luas bergaul dengan siapapun seringkali
dimaknai secara peyoratif (merendahkan). Partis ipasi politik menurut Pary G.
Moyser G dan Day N adalah bentuk keikutsertaan dalam proses formulasi,
pengesahan dan pelaksanaan kebijakan. Bentuk nyata partisipasi ini adalah
keterwakilan perempuan baik dilegislatif maupun eksekutif. Diharapkan pada
kedua ranah kuasa ini, dapat terbentuk kebijakan atau peraturan yang sensitif
terhadap relasi yang adil dan setara dibarengi dengan komitmen pelaksanaannya
18
18
di lapangan. Untuk ikut serta dalam partisipasi politik guna mewujudkan
keterwakilannya di parlemen, perempuan di tuntut untuk terjun pada dunia politik.
Ada beberapa ruang partisipasi strategis yang dapat dimasuki oleh komunitas
perempuan dalam era otonomi daerah.
Pertama, partisipasi dalam perencanaan. Peran ini cukup penting untuk
menjamin agar rencana-rencana pembangunan daerah nantinya benar-benar
agresif dan benar-benar membela kepentingan masyarakat secara adil. Ruang-
ruang partisipasi dalam hal ini antara lain dengan memberikan data-data
kebutuhan obyektif masyarakat, memberikan pandangan kepada masyarakat untuk
makin katif terlibat dalam proses perencanaan, memberikan kritik yang obyektif
rasional terhadap rencana-rencana pembangunan daerah, di samping merumuskan
sendiri program-program internal organisasi untuk pengembangan ke dalam
maupun untuk partisipasi ke luar organisasi.
Kedua, partisipasi dalam pengorganisasian. Dalam hal ini partisipasi itu
dapat diwujudkan dalam bentuk sarana dan provokasi keterlibatan organisasi-
organisasi non pemerintah dalam program-program pembangunan daerah.
Pemerataan keterlibatan lembaga- lembaga bisnis dalam pembangunan sarana-
sarana umum sehingga menggairahkan partisipasi sekaligus memeratakan
pendapatan masyarakat. Begitu pula keterlibatan lembaga ormas dan LSM dalam
pengembangan dalam sisi social seperti keagamaan, pendidikan, ketenagakerjaan
dan sebagainya. Kesemuanya itu harus didesakkan kepada pemerintah daerah
dalam upaya menciptakan sinergi antara berbagai komponen daerah dalam
pengorganisasian pembangunan di daerah.
19
19
Ketiga, partisipasi dalam pelaksanaan. Ini merupakan lanjutan dari kedua
bentuk partisipasi sebelumnya. Pada dasarnya dalam pelaksanaan sector-sektor
pembnagunan dapat dimasuki oleh peran komunitas perempuan. Namun demikian
beberapa peran yang tampaknya lebih relevan antara lain dalam keaga maan,
pendidikan, penanganan fakir miskin, yatim piatu dan berbagai kegiatan sosial
lainnya. Beberapa ormas dan LSM perempuan tampaknya cukup memberi
perhatian terhadap masalah konservasi lingkungan hidup. Di samping itu masalah
kekerasan terhadap perempuan kiranya juga menuntut keterlibatan aktivitas
komunitas perempuan, lebih- lebih masalah perjuangan kesetaraan gender yang
secara kultural belum sepenuhnya bisa diterima oleh mayoritas komunitas.
Keterlibatan dalam sektor sosial politik tampak juga mulai menjadi ruang yang
dapat dimanfaatkan oleh komunitas perempuan untuk makin menjamin aspirasi
dan suara perempuan dapat lebih didengar dan diakomodasikan. Dalam hal ini
komunitas perempuan harus berani untuk melakukan bargaining politik agar dapat
direkrut dalam jabatan-jabatan politik baik di birokrasi maupun di lembaga
legislatif.
Keempat, patisipasi dalam kontrol. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi
kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum
perempuan yang harus bekerja keras (Fakih, 1996). Hal ini tanpa disadari telah
mendidik dan mengajarkan perempuan sebagai pengawas, membimbing dan
pendidik dalam urusan domestik. Bila kemampuan ini dibawa ke dalam ranah
politik, maka perempuan memiliki kelebihan di banding laki- laki. Antara lain
20
20
dalam hal ketelitian dan kecermatan. Kelebihan ini akan sangat bermanfaat
apabila digunakan untuk meneliti dan mencermati setiap tahapan proses
pembangunan, baik itu dalam proses perencanaan, pengorganisasian maupun
dalam pelaksanaan pembangunan.
Dari bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh para aktifis perempuan
bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi
Daerah, merupakan hal signifikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
perempuan dalam berbagai segi kehidupan.
Menurut Naqiyah dalam Otonomi Perempuan (2005: h.78) Partisipasi
politik perempuan dapat dilihat dalam tiga aspek yaitu akses, kontrol, dan suara
perempuan dalam proses pembuatan kebijakan (policy making process). Realitas
menunjukkan bahwa dalam tiga aspek di atas keterlibatan perempuan Indonesia
sangat kurang. Hal ini dapat dilihat bahwa hingga saat ini keterwakilan
perempuan dalam arena politik sangat minim.
2.8 Dasar Pemikiran Pembentukan Partai Aceh
Konflik 30 tahun yang disusul oleh gempa bumi dan tsunami, Aceh
mengalami banyak kesulitan pada masa itu dengan kehilangan segala-galanya.
Semuanya dimulai dengan MOU Helsinki yang ditanda-tangani pada hari Senin
tanggal 15 Agustus 2005 atas nama Pemerintah Republik Indonesia Hamid
Awaluddin Menteri Hukum dan HAM, dan juga atas nama Pimpinan Gerakan
Aceh Merdeka Malik Mahmud.
Setelah MoU Helsinki ditandatangani, dengan serta merta keadaan aman
dan damai terwujud di Aceh. Berdasarkan point 1.2.1 MoU Helsinki yaitu:
“Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota
21
21
Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi
pembentukkan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi
persyaratan nasional”.
Atas dasar inilah masyarakat Aceh tidak mau kehilangan masa depan
mereka yang demokratis, adil dan bermartabat di bawah payung kepastian hukum
dengan perumusan ekonomi yang memihak kepada rakyat Aceh secara khusus
dan seluruh tanah air secara umum. Para pihak bertekat untuk menciptakan
kondisi sehingga pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses
yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik
Indonesia.
Untuk menjamin perdamaian yang hakiki dan bermartabat serta dapat
membangun masa depan Aceh dan mengukuhkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah melalui proses demokrasi dengan partai politik lokal berdasarkan
perjanjian Memorendum of Understanding (MoU) Helsinki.
Jelang pemilihan umum 2009, GAM yang telah mengubah dirinya menjadi
komite peralihan Aceh (KPA), lalu membentuk sebuah partai lokal yang
dinamakan Partai Aceh (PA). Sebelum lolos verifikasi yang dilakukan oleh
Kantor Wilayah Departemen hukum dan HAM, yang sebelumnya memakai nama
Partai GAM (tanpa akronim), selanjutnya menjadi partai Gerakan Aceh Mandiri
(dengan Akronim: PGAM), baru akhirnya terdaftar sebagai partai Aceh. (Otto
Syamsuddin Ishak, 2013: h. (259-285).
Pimpinan Politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Malik Mahmud
memberikan surat mandat kepada Tgk Yahya Mu’ad, SH atau disebut juga
Muhammad Yahya Mu’ad, SH untuk terbentuknya partai politik lokal (Partai
22
22
GAM) pada tanggal 19 Februari 2007. Partai GAM berdiri dengan akta notaris H.
Nasrullah, SH akta notaris 07 pada tanggal 07 Juni 2007 dengan pendaftaran
Kanwilkum dan HAM dengan nomor: WI.UM. 08 06-01.
Partai Aceh adalah salah satu partai politik lokal di provinsi Aceh. Partai
ini ikut dalam Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009 dan pemilihan anggota
parlemen daerah Provinsi Aceh. Partai Aceh dahulu bernama Partai Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), kemudian pernah berubah menjadi Partai Gerakan Aceh
Mandiri. (Wikypedia, 2014). Dalam Pemilu 2009, Partai Aceh meraih suara
mayoritas di Provinsi Aceh dengan menguasai 47% kursi yang tersedia.
2.9 Pemilihan Umum (Pemilu)
Pemilihan umum (Pemilu) adalah suatu proses dimana para pemilih
memilih para orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu. Jabatan-jabatan
disini beraneka ragam mulai dari Presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas Pemilu juga
dapat berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas
walaupun ini untuk kata ”pemilihan” lebih sering digunakan. Sistem Pemilu yang
digunakan adalah luber dan jurdil (wikipedia.org).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilihan umum selanjutnya disebut pemilu,
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
23
23
Tahun1945. Selanjutnya Rudini (2001: h. 3) mengemukakan bahwa pemilihan
umum adalah:
”Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi untuk membuat suatu sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari rakyat,
untuk rakyat, dan oleh rakyat, menurut sistem permusyawaratan dan perwakilan. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa pemilihan
umum itu tiada lain sebagai alat atau sarana untuk mengembangkan demokrasi.”
Pemilihan umum merupakan kesempatan bagi warga negara untuk
memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka
inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusan itu
warga negara menentukan apakah yang sebenarnya mereka inginkan untuk
dimiliki (Sofiah, 2001: h. 12). Yang dimaksud Pemilihan Umum menurut Ali
(2005: 12) adalah:
”Pemilihan umum adalah jalan lurus untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Bagi Indonesia khususnya paska
amandemen UUD 1945, pelaksanaan pemilu bukan lagi sekadar rutinitas politik dan aksesoris demokrasi. Namun seiring dengan era reformasi, pemilu telah menjadi agenda nasional yang diharapkan
dapat menjadi solusi bagi krisis kenegaraan dan kebangsaan yang nyaris mengancam keutuhan wilayah negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pemilu adalah bagian penting dalam demokrasi. Pemilu jika diartikan
secara sederhana adalah cara individu warga negara melakukan aktivitas politik
ataupun kontrak politik dengan orang lain atau partai politik yang diberikan
mandat atau wewenang untuk melaksanakan sebagian kekuasaan rakyat/pemilih.
Pemilu bukanlah pemberian mandat kekuasaan secara total. Klaim partai politik
yang menyatakan bahwa partainya telah memiliki pemilih dengan jumlah total
tertentu dalam pemilu adalah tidak tepat.
24
24
Dengan demikian pemilihan umum merupakan suatu cara atau sarana
untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan
roda pemerintahan. Proses Pemilu yang bebas, jujur dan adil dapat mewujudkan
tatanan suatu negara yang aman, adil dan sejahtera. Pemilu dapat juga diartikan
sebagai akad antara rakyat dan pemimpinnya, dimana rakyat mempercayakan
suaranya pada para pemimipin yang dipilihnya.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk
memperoleh gambaran tentang bagaimana mekanisme pemenuhan 30%
keterwakilan perempuan di partai Aceh DPW Nagan Raya. Menurut Moh. Nazir
(2004: h. 54) metode deskriptif adalah “Metode deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki”.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskripsi, dimana
peneliti mendeskripsikan wawancara mendalam dan penyebaran pedoman
wawancara terhadap subjek penelitian.
Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu
memberikan gambaran mengenai mekanisme 30% pemenuhan keterwakilan
perempuan pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Partai Aceh
DPW Kabupaten Nagan Raya.
26
26
3.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer
Merupakan sumber data yang didapat di lapangan. Data primer dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di lapangan yang
bersumber pada penelitian wawancara dan dokumentasi.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen, koran,
internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti o leh penulis. Data
sekunder dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang ada di kantor KIP dan
bahan-bahan yang diperoleh dari literatur- literatur perpustakaan (Library reseach)
koran internet untuk menunjang penulisan dan penellitian.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Adalah teknik pengumpukan data dengan mengajukan pertanyaan
langsung melalui cara tanya jawab yang dilakukan dengan beberapa nara sumber
yang terpilih. Teknik ini digunakan dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara). Beberapa hal yang belum tercakup dalam
pertanyaan dapat digali dengan teknik ini.
27
27
2. Dokumentasi
Yaitu teknik untuk mendapatkan data sekunder, melalui studi pustaka atau
literatur dilengkapi dengan data statistik, peta, foto, dan gambar-gambar yang
relevan dengan tujuan penelitian.
3.2.3 Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (Key-informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.
Teknik yang digunakan dalam menentukan informan adalah dengan menggunakan
“purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik sampling yang
digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan
tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009: h.128).
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1. Ketua DPW PA Nagan Raya 1 Orang
2. Sekretaris 1 orang
3. Wakil Ketua 4 orang
4. Caleg 6 orang
Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis, maka jumlah
responden adalah 11 orang. Tujuan yang diambil sebagai informan, karena dapat
memberikan informasi yang jelas serta dapat memberikan data-data yang dapat
menunjang penelitian penulis.
28
28
3.2.4 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dimulai dari tanggal 5 Februari 2014 sampai dengan
tanggal 5 Maret 2014, dengan perincian dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
Waktu
Kegiatan
Jan
2014
Feb
2014
Mar
2014
Apr
2014
Mei
2014
Juni
2006
Tahap persiapan :
1. Penjajakan ke Lokasi
2. Usulan penelitian.
3. Penyusunan pedoman
wawancara
Tahap pengumpulan data
Tahap pengolahan data
Tahap penulisan atau
penyusunan
Sidang
3.3 Instrumen Penelitian
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka
peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Moleong, 2002: h.4). Peneliti merupakan
instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan
skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan
wawacara dengan informan.
Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data
yang valid dan realible. Namun, untuk membantu kelancaran dalam
melaksanakannya, penelitian ini juga didukung oleh instrumen pembantu sebagai
paduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun ke lapangan, maka peneliti
29
29
akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan penelitian di
lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu: dokumen,
laporan dan lain sebagainya.
3.4 Teknik Analisa Data
Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara
kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-kata lisan
maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum
dan menyeluruh dari obyek penelitian. Serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil
studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran
hasil penelitian.
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002: h.103). Analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif, di mana pembahasan penelitian serta
hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka
analisis data yang digunakan non statistik.
Menurut (Miles, 2007: h.15-19) Analisis data dalam penelitian kualitatif
berlangsung secara interaktif, di mana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan
sendiri-sendiri. Meskipun tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang
direncanakan, akan tetapi kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang
antara kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta ver ifikasi
atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini,
digunakan langkah langkah atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan
30
30
data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi
data.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang
tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007: h.17). Reduksi data ini bertujuan
untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau
verifikasi. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan
mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian
dipilih dan dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (2007: h.18) penyajian data adalah
pengumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini, data yang telah
dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data.
Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang teliti.
3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna -
makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,
kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 2007 : h.19). Penarikan
kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat
dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok
permasalahan yang diteliti.
31
31
Menurut Miles dan Huberman (2007: h.36) ada tiga komponen analisis
yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga
komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen
analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini. Untuk lebih
jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut:
Sumber : Miles dan Huberman (2007: h.36)
3.5 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan
member check. Pengujian kredibilitas data digunakan untuk mendapatkan data
yang lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2011: h. 270).
Pengujian kredibilitas data penelitian akan dilakukan dengan perpanjangan
pengamatan, peningkatan ketekukan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif dan memberchcek (Sugiyono, 2011: h. 270).
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan
kesimpulan/verifikkasi
32
32
Agar lebih jelas pengujian kredibilitas data maka dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar: 3. 2 Uji kredibilitas data dalam penelitian Kualitatif
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.
Menurut Moleong (2002: h.327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal
di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam
pengumpulan data, pengamatan yang dilakukan tidak hanya dilakukan dalam
waktu yang singkat melainkan memerlukan perpanjangan pengamatan dengan
Uji Kredibilitas
data
Perpanjangan
Pengamatan
Peningkatan
Ketukunan
Triangulasi
Diskusi dengan
Teman Sejawat
Analisis Kasus
Negatif
Perpanjangan
Pengamatan
33
33
keikutsertaan pada lata penelitian. Perpanjangan pengamatan yang dilakukan
peneliti adalah dengan sering melakukan pengamatan di lokasi penelitian.
2. Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan
dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait
dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar
dan bisa dipercaya atau tidak.
3. Triangulasi
Analisa Triangulasi merupakan “suatu metode analisis untuk mengatasi
masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau
satu metode penelitian saja (Sugiyono, 2011: h.225)”. Triangulasi dapat diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut
Sugiyono (2011: h.273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu:
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai
sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber
data antara bawahan, atasan dan teman. Analisis triangulasi sumber data
ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 3.3. Triangulasi Sumber Data
Teman Pemimpin
Masyarakat
34
34
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang
sama. Truangulasi Teknik pengumpulan data dapat dilihat pada gambar di bawah
ini :
Gambar: 3.4. Triangulasi Teknik Pengumpulan data
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang
sama. Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi lebih
konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono, 2011: h.
241). Triangulasi waktu pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Gambar 3.5. Triangulasi Waktu Pengumpulan Data
4. Pemeriksaan Teman Sejawat
Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
Observasi Wawancara
Dokumen
Sore Siang
Pagi
35
35
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang
berguna untuk proses penelitian.
5. Analisis Kasus Negatif
Menurut Sugiyono (2011: h.275) melakukan analis kasus negatif berarti
peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang
telah ditemukan.
6. Member Check
Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara
mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan
data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Kabupaten Nagan Raya dengan Ibu Kota Suka Makmue yang dibentuk
dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002. Secara Geografis Kabupaten
Nagan Raya terletak pada posisi 03º40 - 04º38 Lintang Utara dan 96º11 - 96º48
Bujur Timur dengan Luas Wilayah 3.544,90, KM² (354.490 Ha), dengan batas-
batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Tengah .
- Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Barat
Daya.
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Pidie.
Berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun
2011, maka secara definitif pada tahun 2011 terdapat 2(dua) kecamatan yang
mengalami pemekaran. Sehingga jumlah kecamatan bertambah dari 8 (delapan)
menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran
wilayah adalah Kecamatan Beutong dan Kecamatan Darul Makmur. Kecamatan
Beutong mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Beutong dan Kecamatan
Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Sedangkan Kecamatan Darul Makmur
mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Darul Makmur dan Kecamatan Tripa
Makmur.
37
37
Kecamatan Darul Makmur mempunyai luas wilayah terluas yaitu 1.027,93
km2 atau 29,00 persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian diikuti oleh
Kecamatan Beutong dengan luas 1.017,32 km2 atau 28,70 persen. Kecamatan
Tadu Raya, Seunagan Timur, Tripa Makmur, Kuala, Kuala Pesisir Seunagan dan
Suka Makmue mempunyai luas wilayah masing-masing 11,45 %, 9,97 %, 7,10 %,
3,41 %, 2,15 %, 1,60 % dan 1,45 % dari luas kabupaten. Agar lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nagan Raya
No Kecamatan Luas (km2) Distribusi (%)
1 Beutong 1,017.32 28.70
2 Seunagan Timur 251.61 7.10
3 Seunagan 56.73 1.60
4 Suka Makmue 51.56 1.45
5 Kuala 120.89 3.41
6 Kuala Pesisir 76.34 2.15
7 Tadu Raya 347.19 9.79
8 Darul Makmur 1,027.93 29.00
9 Tripa Makmur 189.41 5.34
10 Beutong Ateuh Banggalang 405.92 11.45
Jumlah 3.544,90 100 Sumber : Draf RTRW Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
Secara topografi, sebagian besar desa-desa yang ada di Kabupaten Nagan
Raya merupakan wilayah daratan. Sisanya merupakan desa yang memiliki
topografi lembah/DAS dan lereng. Terdapat 17 desa berbatasan dengan laut
tersebat di empat kecamatan yaitu Kecamatan Darul Makmur, Tripa Makmur,
Tadu Raya dan Kuala Pesisir.
Wilayah Kabupaten Nagan Raya menurut kondisi geografis adalah
wilayah yang sangat cocok untuk budidaya berbagai komoditi pertanian karena
didukung oleh iklim yang bagus. Salah satu faktor cuaca yang sangat signifikan
38
38
untuk budidaya pertanian adalah tingkat curah hujan, dimana untuk setiap
tahunnya jumlah curah hujan yang terjadi sebesar 3.937 mm atau rata-rata 328
mm setiap bulannya. Selain ketersediaan hamparan sawah yang cukup luas dan
potensial, dengan berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten Nagan Raya
merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan, berpotensi besar
bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta mempunyai
peluang besar bagi peningkatan potensi kelautan. Karena hampir sepanjang garis
pantai yang ada, merupakan daerah potensi perikanan laut yang masih belum
dikelola secara optimal. Berikut ini jumlah gampong dan mukim menurut
kecamatan di Kabupaten Nagan Raya, yang sajikan dalam tabel:
.Tabel: 4.2 Jumlah Gampong dan Mukim Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
No Kecamatan Gampong Mukim
1 Beutong 24 4
2 Seunagan Timur 34 4
3 Seunagan 35 5 4 Suka Makmue 19 2 5 Kuala 17 2 6 Kuala Pesisir 16 3 7 Tadu Raya 22 2 8 Darul Makmur 41 5 9 Tripa Makmur 11 2
10 Beutong Ateuh Banggalang 4 1
J u m l a h 222 30
Sumber : Bagian Pemerintahan Setdakab Nagan Raya, 2014
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, maka jumlah gampong yang paling banyak
berada di kecamatan Darul Makmur yaitu 41 gampong dengan jumlah mukim 2.
Sedankan jumlah gampong paling sedikit adalah gampong Ateuh Banggalang
yaitu 4 gampong dengan jumlah mukim 1.
39
39
4.1.2 Kondisi Demografis
Jumlah penduduk di Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2012 sebesar
149.009 yang terdiri dari 74.916 laki- laki dan 74.093 jiwa perempuan. Oleh
karena itu jumlah penduduk Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2012 bertambah
dari tahun lalu sebesar 0,098 %.
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk Kabupaten Nagan
Raya masih sebanding antara jumlah penduduk laki- laki dengan jumlah penduduk
perempuan yang digambarkan oleh perbandingan jenis kelamin (sex ratio) antara
laki- laki dan perempuan yaitu antara 99-102. Untuk lebih rinci mengenai jumlah
penduduk dan sex ratio di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2012 diuraikan
dalam tabel berikut:
Tabel: 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Nagan Raya Berdasarkan Struktur
Usia/Kelompok Umur
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
0 – 4 7,985 7,672 15,657
5 – 9 7,567 7,695 15,262
10 – 14 7,496 7,445 14,941
15 – 19 6,487 6,359 12,846
20 – 24 6,449 6,386 12,835
25 – 29 6,378 6,354 12,732
30 – 34 6,487 6,445 12,932
35 – 39 5,468 5,462 10,930
40 – 44 4,488 4,463 8,951
45 – 49 3,555 3,574 7,129
50 – 54 3,498 3,458 6,956
55 – 59 2,478 2,557 5,035
60 – 64 1,775 1,697 3,472
65 – 69 1,669 1,598 3,267
70 – 74 1,549 1,499 3,048
75 + 1,587 1,429 3,016
Jumlah 74,916 74,093 149,009
Sumber : Disdukcapil Kabupaten Nagan Raya
40
40
Tabel: 4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Nagan Raya Per Kecamatan
No Kecamatan Penduduk
Laki- laki Perempuan Jumlah
1 Beutong 6.521 6.530 13.051
2 Seunagan Timur 6.473 6.759 13.232
3 Seunagan 7.815 7.751 15.566
4 Suka Makmue 4.439 4.390 8.829
5 Kuala 9.551 9.046 18.615
6 Kuala Pesisir 7.883 7.341 15.224
7 Tadu Raya 6.567 6.083 12.650
8 Darul makmur 20.122 20.592 40.714
9 Tripa Makmur 4.666 4.241 8.907
10 Beutong Ateuh
Banggalang
879 1.342 2.221
Jumlah 74.916 74.093 149.009
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Nagan Raya
Jika dilihat berdasarkan struktur usia penduduk di Kabupaten Nagan Raya
tahun 201 penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 0-4 tahun yaitu
sebesar 15.657 jiwa dan yang paling sedikit terdapat pada kelompok umur diatas
75 tahun sebesar 3.016 jiwa.
4.2 Profil DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya
Strutktur dan susunan kepengurusan dewan pimpinan wilayah Partai Aceh
Kabupaten Nagan Raya Periode 2013-2018.
Ketua : Teuku Raja Mulia
Wakil ketua : Bukhari
Wakil ketua : Drs. Tgk. Azhari Idris
Wakil ketua : Hasanah, SE
41
41
Wakil ketua : Musliadi, SH
Wakil ketua : Syarifah Nahza Yanur
Wakil ketua : T.Saiful Rayeuk
Sekretaris : Ferry Achmad Kusairy
Wakil Sekretaris : Siti Khatijah, S.Pd.I
Wakil Sekretaris : Drs. Tgk. Mahdi Nurdin
Wakil Sekretaris : Mahyudi,SH
Wakil Sekretaris : T.Abdullah Sani
Wakil Sekretaris : Desi Raidatun Saleha
Bendahara : H. Imran. NY
Wakil Bendahara : Alyusak Zulkifla
Wakil Bendahara : Marlina
4.2.1 Visi Misi Partai Aceh
1. Visi
"Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi Nota
Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditanda tangani pada tanggal lima belas
Agustus (15-08-2005) antara Pemerintahan Republik Indonesia dan Gerakan Aceh
Merdeka."
2. Misi
"Mentransformasi dan atau membangun wawasan berpikir Masyarakat
Aceh dari citra revolusi party menjadi citra Development Party dalam tatanan
42
42
transparansi untuk kemakmuran hidup rakyat Aceh khususnya dan Bangsa
Indonesia."
4.2.2 Azas Dan Tujuan
Partai Politik ini berazaskan Qanun Meukuta Alam Al Asyi. Selanjutnya
pada tanggal 27 Agustus 2007 terjadi perubahan azas partai menjadi azas
Pancasila dan UUD 1945 serta Qanun Meukuta Alam Al Asyi.
Adapun tujuan Partai Aceh adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan cita-cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan
martabat bangsa, agama dan negara.
2) Mewujudkan cita-cita MoU Helsinki yang ditandatangani oleh GAM dan
RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.
3) Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materil dan
spirituil bagi seluruh rakyat Aceh.
4) Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan
berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran,
keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia.
4.2.3 Profil Calon Legislatif Perempuan dari DPW PA di DPR Kabupaten
Nagan Raya
Berikut akan dideskripsikan profil Caleg perempuan di DPW Partai Aceh
Kabupaten Nagan Raya, baik dari aspek pendidikan, pekerjaan, umur dan alamat.
Profil Caleg perempuan DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
43
43
Tabel: 4.5 Profil Caleg Perempuan Pada DPW Partai Aceh Nagan Raya
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat
1 Nur Karijah 46 Paket C IRT Meunasah
Pante
2 Syarifah Nazha Y,
A.Ma
36 SMA Karyawan Nigan
3 Irma Yani 43 Paket C IRT Keude
Linteng
4 Hasanah, SE 53 S1 DPRK Alue Raya
5 Rosmawan 33 Paket C IRT Suak
Palembang
6 Nilawati, A.Ma 32 SMA Karyawan Kuta
Trieng
7 Cut Mawardi 44 Paket C IRT Lhok
8 Marlintan, SE 41 S1 IRT Ujong
Fatihah
9 Isnani, S.Pd 27 SMA Karyawan Cot Me
Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada
Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW
Nagan Raya
Partai Aceh, dalam mengusung keterwakilan perempuan di parlemen
dalam platformnya menyatakan bahwa persamaan hak perempuan mesti
diwujudkan secara hukum, sosial, ekonomi dan politik. Kesempatan yang sama
mesti diberikan kepada perempuan untuk berkecimpung di segala bidang, dan
meyakini perlunya keadilan gender, demikian pula dengan partai nasional maupun
partai lokal lainnya yang ada di Aceh juga memunihi keterwakilan perempuan
dalam pemilihan anggota legislatif.
Sebagai kontestan pemilihan umum tahun 2014, Partai Aceh telah
melakukan pengkaderan dari perempuan, guna merekrut Caleg dari perempuan
44
44
sebanyak 30%, karena syarat tersebut adalah salah satu cara agar lolos ke
pemilihan umum 2014 sebagai anggota legislatif.
Partai Aceh membuka diri dan memberi kesempatan yang sama kepada
seluruh komponen bangsa dengan dengan tidak membeda-bedakan antara laki- laki
dan perempuan, dengan tetap menerapkan kebijakan intern partai untuk
mendapatkan calon-calon anggota legislatif yang berkualitas, sehingga dapat
berkiprah dengan baik dalam tatanan politik praktis, khususnya di Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh dan Kabupaten Nagan Raya untuk menyuarakan
kepentingan rakyat, tetap berpihak kepada rakyat sesuai tugas dan fungsinya.
Partai Aceh memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku dan
seperti telah dikemukakan di atas untuk tetap berpegang pada ketentuan tersebut
diawali dengan pemahaman yang baik bagi setiap kader partai. Dengan demikian
dalam merespon ketemtuan pasal 65 Ayat (1) bahwa setiap partai politik peserta
pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan
keterwakilan sekurang-kurangnya 30%, Partai Aceh telah melakukan langkah-
langkah positif untuk memenuhi tuntutan ketentuan tersebut, baik pada tingkatan
Dewan Pimpinan Daerah Propinsi Aceh maupun pada tingkatan Dewan Pimpinan
Cabang Kabupaten dan Kota.
Berdasarkan uraian di atas, maka sesuai dengan peryataan Bapak Teuku
Raja Mulia, selaku ketua kepengurusan Dewan Pimpinan Partai Aceh Kabupaten
Nagan, mengatakan bahwa:
“Dewan pempinan Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya berpegang pada ketentuan perundangan yang berlaku yang diawali dengan
pemahaman yang baik bagi setiap kader partai. Adapun pemahaman yang dimasud adalah pemahaman Kader partai teruma perempuan
45
45
untuk bisa mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan perwakilan
Rakyat Kabupaten. Pengkaderan salah satu cara partai Aceh untuk menjaring 30% kuota perempuan, karena ketentuan 30% tersebut
merupakan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Undang-undang pemilu”. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).
Menurut Musliadi, SH, selaku wakil Ketua DPW Partai Aceh, mengatakan
bahwa:
“Terkait dengan pengkaderan partai Aceh, khusus bagi calon anggota
legislatif perempuan, maka model pengkaderan anggota partai adalah dengan cara pendidikan politik dan model partai politik. Model-
model tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap kader partai Aceh, maka pihaka DPW Partai Aceh melakukan proses penjaringan calon-calon kader dengan melakukan pelatihan-pelatihan
dengan cara memberikan pemahaman. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).
Model kaderisasi parpol pada umumnya menitikberatkan pada penguatan
parpol bukan pada perempuan. Tidak ada transformasi politik dan tidak ada
kesinambungan. Di samping itu juga tidak ada kontribusi bagi kesinambungan
perempuan partai.
Wawancara dengan Fery Ahmad, selaku sekretaris kepengurusan Dewan
Pimpinan Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya, yaitu:
“Iya kami dari pihak Partai Aceh berpegang terhadap ketentuan perundangan-perundangan yang berlaku, sebab pemenuhan kuota
30% keterwakilan perempuan adalah salah satu syarat untuk lolos pemilu. Kemudian untuk pemenuhan kuota tersebut, maka partai Aceh melakukan pengkaderan dan membentuk tim sembilan (Tim
Sikureng) agar kader-kader partai Aceh dapat terpenuhi 30%. Partai Aceh berupaya memenuhi kuota 30% perempuan bagi calon anggota
legislatif. Partai Aceh dengan fokus mengirim calon-calon anggota legislatif perempuan untuk DPRK dan DPRA sesuai dengan ketentuan dengan tidak mengabaikan aspek kualitas dan moral.
(Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).
46
46
Hasil wawancara dengan Tgk. Ramli Ben Sari, Selaku Caleg DPRK Dapil
II, menyatakan bahwa:
“Ketentuan untuk memenuhi kuota keterwakilan perempuan pada DPW Partai Aceh pada awalnya adalah melalui pengkaderan dan
membentuk Tim Sembilan agar bisa bergabung dengan partai Aceh. Jadi untuk pemenuhan 30% tersebut juga didasarkan pada undang-
undang tentan pemilihan umum, karena tidak boleh lebih dari 30% dan kurang dari 30% keterwakilan perempuan di dalam partai Aceh maupun partai lain. (Wawancara Selasa, 25 Februari 2014).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa untuk
memenuhi keterwakilan 30% perempuan pada partai Aceh adalah dengan
pengkaderan atau membentuk tim sembilan di daerah-daerah perkampungan, guna
bisa bergabung dengan partai Aceh. Tujuan membentuk tim sembilan adalah agar
kader-kader partai Aceh dapat terpenuhi. Kebijakan kuota politik 30% kaum
perempuan karena merupakan kebijakan yang dirancang, dirumuskan, diputuskan
dan disahkan oleh para wakil rakyat yang duduk di legislatif, kebijakan tersebut
demi meningkatkan kepekaan warga negara Indonesia khususnya perempuan
terhadap problematika umat.
Partai Aceh tidak hanya terpaku pada gerakan kuota bagi calon legislatif
perempuan, tapi telah mewujudkannya secara demokratis dalam pemilihan umum
internal partai untuk menentukan para calon legislatif.
Dalam wawancara Penulis dengan Syamsul Bahri Syam, S.Pd selaku
anggota DPRK Nagan Raya (Partai Aceh) mengatakan bahwah:
“Pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon
anggota legislatif memiliki kendala, yakni bahwa partai kecil sendiri tidak mengkader dengan baik. mengapa perempuan mesti diberikan
kuota 30% karena pada dasarnya bahwa 30% saja itu masih susah atau sulit perempuan untuk duduk dilegislatif sehingga para pembuat kebijakan dan parpol itu sendiri menganggap bahwa perlu
diberikan atau ditekan dengan kuota 30% keterwakilan perempuan. Akan tetapi khusus Partai Aceh menurutnya sudah tidak ada lagi
47
47
masalah. Partainya selalu memenuhi kuota dan organisasinya sudah
lengkap”. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).
Menurut Bapak Teuku Raja Mulia, selaku ketua DPW PA Nagan Raya,
juga mengatakan bahwa:
“Kenyataan keterwakilan perempuan pada kepengurusan DPW PA
Nagan Raya adalah berdasarkan aturan perundang-undangan agar memuhi keterwakilan perempuan 30%. Pada Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 29 butir dijelaskan
bahwa penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah
satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Ini merupakan langkah kami untuk memuhi kuota keterwakilan perempuan, sebab dalam kalau tidak terpenuhi 30%, maka Partai
Aceh tidak lolos pada pemilu 2014. Oleh sebab itu cara memunuhi kuota tersebut dengan melakukan penjaringan kader-kader”.
(Wawancara Rabu, 26 Februari 2014). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Hasan, SE, selaku Wakil Ketua
DPW Partai Aceh Nagan Raya, mengatakan bahwa:
“Pada Anggaran Dasar Partai Aceh tentang penempatan kader di lembaga legislatif dinyatakan, “penempatan kader di jabatan
legislatif oleh PA, dilakukan secara tepat, terbuka dan diputuskan melalui rapat partai, dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan. “kader PA yang menjadi anggota legislatif terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak dalam setiap tingkatan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang pelaksanaanya
diatur dalam pedoman organisasi” (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).
Hasil wawancara dengan Fery Ahmad, selaku sekretaris kepengarusan
Dewan Pimpinan Parta Aceh Kabupaten Nagan, yaitu:
“Kita sudah memenuhi kuota perempuan pada Partai PA. Bagi yang sudah mengikuti tes wawancara dan administrasi serta memenuhi syaratnya maka akan ditetapkan sebagai Caleg. Beberapa caleg
Partai Aceh di dapil kabupaten di Nagan Raya sudah terpenuhi kuota perempuannya. Karena, ini menyangkut minat kalangan
perempuan yang juga mendukung hal tersebut. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).
48
48
Menurut Musliadi, SH, selaku wakil ketua DPW Partai Aceh, dalam
wawancaranya, yaitu:
“Mekanisme pemenuhuan 30% perempuan pada PA, ini menuntut Partai lokal akan berpikir bagaimana agar bisa mengamankan Caleg
dalam satu Dapil. Karena jika tidak bisa memenuhi kuota 30 %, maka Caleg dalam satu dapil tersebut akan dicoret oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). “Akhirnya kurang maksimal, karena tidak semua dapil ini jumlah perempuannya banyak. (Wawancara Rabu, 26 Februari 2014).
Berdasarkan beberapa wawancara di atas, maka dapatlah dipahami bahwa
untuk memenuhi kuota 30% perempuan pada partai Aceh berdasarkan paraturan
perundang-undangan. Mekanisme penentuan 30% keterwakilan perempuan pada
DPW PA Nagan Raya juga dibahas dalam rapat partai untuk menentukan
bagaimana kriteria-kriteria perempuan yang akan duduk di legislatif Aceh baik di
tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/kota.
Partai politik wajib memenuhi syarat kuota 30 persen calon legislatif
(Caleg) perempuan di setiap Daerah Pemilihan (Dapil). Partai yang tidak
memenuhi syarat, bakal calon di dapil yang tidak memenuhi akan dicoret sebagai
peserta pemilu. Ketentuan itu diatur melalui Surat Edaran Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Nomor: 229/ KPU/IV/2013 tentang petunjuk teknis tata cara
pendaftaran, verifikasi, dan penetapan calon Anggota dpr, dprd provinsi, dan dprd
kabupaten/kota bahwa pada poin verikasi ditegaskan meneliti pemenuhan
keterwakilan perempuan paling sedikit 30% pada setiap daerah pemilihan.
Kebijakan untuk memenuhi kuota minimum 30% keterwakilan perempuan
dalam paket UU Politik (UU Partai Politik dan Pemilu Legislatif), sangat
ditentukan oleh internal partai politik, terutama yang berkaitan dengan rekrutmen,
49
49
kaderisasi, mekanisme pengambilan keputusan berkaitan dengan penetapan nomor
urut dan seleksi caleg, penempatan caleg di daerah pemilihan.
Sebagai syarat untuk bisa menjadi partai politik peserta pemilu, hal ini
juga ditetapkan dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan
umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Bab III Pasal 7, menjelaskan bahwa
menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
Dari uraian di atas, maka dibenarkan oleh Bukari, selaku Wakil Ketua
DPW PA Nagan Raya, yaitu:
“Dengan ketentuan kuota tersebut di atas berdasarkan Undang-
Undang nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, maka pembagian Caleg di setiap Dapil adalah setiap tiga Caleg ada satu caleg perempuan contohnya, di Dapil I, II, III alokasi kursinya 11, Caleg perempuannya dibutuhkan
empat, dapil IV dan 5 dengan kuota 7 dan 9 kursi hanya dibutuhkan 3 Caleg perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen. Partai harus
mematuhi aturan ini. Jika tidak bisa, dinyatakan tidak memenuhi syarat. (Wawancara Kamis, 27 Februari 2014).
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Fery Ahmad, selaku sekretaris
kepengurusan Dewan Pimpinan Parta Aceh Kabupaten Nagan, yaitu:
“Iya memang kuota keterwakilan perempuan itu juga diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Di dalam undang tersebut jelas bahwa harus ada 30% perempuan di dalam setiap partai dan
masing-masin dapil. Namun cara untuk merekrutnya kan sudah ada cara masing-masing partai, yang pasti mekanisme atau prosedurnya kami jelankan berdasarkan peraturan. (Wawancara Kamis, 27
Februari 2014).
50
50
Sedangkan menurut Nur Karijah, Selaku Caleg PA Dapil I, mengatakan
bahwa:
“Saya mendaftarkan diri sebagai Caleg Parta PA, sebagaimana yang diatur di dalam ADRT Parta Aceh. Awalnya prosedur untuk masuk
Caleg partai Aceh dijaring-jaring kader dan dibentuk tim 9 yang bertugas untuk merekrut Caleg, baik itu Caleg laki- laki maupun
Caleg perempuan. (Wawancara Kamis, 27 Februari 2014). Dari wawancara di atas, bahwa prosedur atau mekanisme yang diatur di
dalam Partai Aceh sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun
2012 Tentang Pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pelaksanaan prosedur, sistem dan teknis calon legislatif perempuan adalah
suatu mekanisme pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRK untuk
mengakomodasi aspirasi keanekaragaman daerah, sesuai dengan ketentuan Pasal
22 C Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuk
Dewan Perwakilan Daerah yang memenuhi persyaratan dalam pemilihan umum
bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRK yang
merupakan wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat dalam pemilu. Tujuan
diadakannya verifikasi calon anggota legislatif adalah untuk menilai atau
melakukan pemeriksaan tentang kebenaran laporan, yaitu laporan tentang
prosedur, sistem dan teknis pencalonan legislatif agar memiliki mekanisme
pertanggungjawaban yang jelas.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Teuku Raja Mulia, selaku Ketua
DPW Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya, mengatakan bahwa:
“Dalam merumuskan hasil rapat untuk menetapkan daftar calon anggota Legislatif Perempuan di Kabupaten Nagan Raya dalam
Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRA Tahun 2014, dalam hal ini Partai Aceh terlebih dahulu melalui proses
51
51
penyaringan kader, penjaringan dan penetapan nomor urut baik
menurut Undang-Undang dan ketentuan dari partai yang telah dilakukan oleh Tim Verifikasi”. (Wawancara Jumat, 28 Februari
2014). Menurut Musliadi, SH, Selaku Wakil Ketua DPW PA Nagan Raya,
bahwa “Verifikasi Calon Legislatif perempuan di DPR Kabupaten Nagan Raya pada Pemilu Tahun 2014 adalah merupakan penilaian
dalam prosedur, sistem dan teknis yang telah dijelaskan dalam proses penjaringan, penyaringan, penetapan nomor urut dan pelaksanaan calon anggota legislatif yang ada di Partai Aceh di
Kabupaten Nagan Raya yang akan maju pada pemilu tahun 2014. Prosedur, sistem dan teknis pencalonan anggota legislatif Partai
Aceh”. (Wawancara Jumat, 28 Februari 2014). Dari hasil wawancara dengan bapak Teuku Raja Mulia dan Bapak
Musliadi, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa untuk menerapkan
mekanisme dalam dalam menjaring calon anggota legislatif perempuan sebanyak
30%, maka diperlukan Tim verifikasi guna menilai atau melakukan pemeriksaan
tentang kebenaran laporan, yaitu laporan tentang prosedur, sistem dan teknis
pencalonan anggota legislatif perempuan yang sesuai dengan prosedur atau
mekanisme yang telah ditetapkan oleh partai Aceh maupun Komisi Pemilihan
Umum.
Terpenuhinya pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif di DPW
Partai Aceh pada pemilu 2014 sebesar 30% ini tidak lepas dari komitmen partai
lokal untuk melibatkan perempuan di dalamnya, hanya saja komitmen dari partai
politik tersebut masih setengah-setengah. Artinya komitmen parpol tersebut hanya
dalam tataran pemenuhan caleg saja, tidak sampai pada tataran untuk
mengusahakan bagaimana agar caleg perempuan dapat lolos sebagai anggota
legislatif dengan jumlah yang cukup signifikan. Di samping itu masih banyak dari
partai politik yang dalam perekrutan caleg-calegnya hanya sekedar memenuhi
tuntutan kuota.
52
52
Partai Aceh, dalam melaksanakan fungsi rekrutmen politiknya, salah
satunya melaksanakan rekrutmen pencalon legislatif yang mengacu kepada UU
secara substantif yang mengamanatkan bahwa rekrutmen calon dilakukan secara
demokratis dan terbuka dengan sistem skorsing dan penilaian. Dalam sebuah
proses rekrutmen tersebut, mekanisme dan ukuran-ukuran yang digunakan
menjadi sangat relevan untuk melihat figure-figur macam apa yang dihasilkan
termasuk kapabilitas mereka sebagai calon anggota legislatif.
Dari wawancara penulis dengan beberapa ketua parpol di lingkup DPW
Nagan Raya, bahwa sebenarnya tidak ada keberatan bagi parpol untuk menerima
kehadiran dan peran serta perempuan di wilayah politik, justru parlok sekarang
sedang mencari kader-kader perempuan yang mau dan dapat serius terlibat di
dalamnya, partai politik menyambut baik sekaligus mendukung kebijakan
mengenai kuota sebesar 30% terhadap perempuan, hanya saja sebagian ada yang
mengalami kesulitan dalam mencari kader perempuan yang mampu dan mau
terlibat serius di politik. Dalam kontes rekrutmen partai politik mulai menerapkan
sistem penjenjangan dari bawah (bottom up). Bagi Partai Aceh calon anggota.
Dalam melaksakan rekrutmen caleg Partai Aceh dilakukan oleh struktur partai,
yakni Ketua dan Sekretaris DPD provinsi. Meski tidak memililki tim penyaring,
Partai Aceh melekukan penentuan caleg melalui rapat pleno DPP. Sementara
untuk sistem skorsing dan pembobotan hanya memberikan acuan yang bersifat
umum. Meskipun ada sistem skorsing dan pembobotan hanya digunakan sampai
pada penyaringan caleg.
Dengan melihat data-data pemilihan umum legislatif 2014 di Kabupaten
Nagan Raya, maka dapat disimpulkan bahwa Partai Aceh sudah dapat memenuhi
53
53
kebijakan kuota 30% dalam pencalonan legislatif perempuan. Dari total Calon
anggota legislatif 30 orang maka 9 atau 30% adalah caleg perempuan. Artinya
mekanisme atau prosedur dalam pemenuhan kuota tersebut berjalan sesuai dengan
prosedur yang telah yaitu dengan penjaringan kader-kader, pendekatan dengan
tokoh masyarakat, pembentukan tim sembilan hingga membentuk tim verikasi
guna memeriksa tentang pelaksanaan atau penilai-penilaian terhadap calon
anggota legislatif yang terpilih.
Terkait dengan penentuan nomor urut bagi calon anggota legislatif
perempuan pada dasarnya juga diatur dalam undang-undang. Namun di dalam
Partai Aceh ditetapkan berdasarkan rapat pleno dan ketentuan partai. Hal ini juga
dibenarkan oleh Bapak Musliadi, SH, selaku wakil ketua DPW Partai Aceh
mengatakan:
“Setekah Caleg terdaftar maka selanjutnya adalah penentuan nomor urut bagi Caleg Partai Aceh adalah berdasarkan kebijakan partai.
Penentuan nomor urut berdasarkan kriteria Caleg terhadap pengabdian kepada partai, kualifikasi pribadi dan aktifitas
pemenangan pemilu serta pengumpulan kartu anggota. (wawancara, 20 Juni 2014).
Berdasarkan wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa penentuan
nomor urut calon anggota perempuan DPRK Nagan Raya dari DPW PA Nagan
Raya menggunakan kriteria dan parameter yang terukur meliputi kualifikasi
pribadi, pengabdian kepada partai, proposal aktififitas pemenangan pemilu,
affirmative policy untuk caleg perempuan, anggota DPRK, dan pengumpulan
Kartu Tanda Anggota.
54
54
4.3 Pembahasan
4.3.1 Mekanisme pemenuhan 30 % keterwakilan perempuan pada
Pemilihan Calon Anggota legilatif Tahun 2014 di Partai Aceh DPW
Nagan Raya
Kuota 30% perempuan di lembaga legislatif merupakan sebuah terobosan
yang cukup melegakan bagi perempuan yang berhasrat terjun ke dunia politik
praktis, ini merupakan langkah strategis sementara peningkatan perempuan dalam
pengambilan kebijakan selama sistem politik masih patriarkis. Ibarat mendapat
angin segar yang mampu menggugah ghirah perempuan untuk ikut andil dalam
dunia politik, sehingga dapat berperan sekaligus berpengaruh terhadap proses
pengambilan keputusan.
Jaminan keterwakilan perempuan sebesar 30% dalam pencalonan anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta DPRA, masih
memerlukan komitmen yang lebih jelas dari partai politik maupun partai lokal.
Hal ini sangatlah penting, sebab apabila tidak ada komitmen yang serius dari
partai politik, maka dalam sistem pencalonannya bisa jadi perempuan hanya
diurutkan di nomor terakhir yang kemungkinan peluang untuk jadi sangat kecil.
Dari wawancara penulis dengan beberapa ketua Partai Aceh di lingkup
DPW Nagan Raya, bahwa tidak ada keberatan bagi partai Aceh untuk menerima
kehadiran dan peran serta perempuan di wilayah partai Aceh Nagan Raya, justru
Parlok maupun Parpol sekarang sedang mencari kader-kader perempuan yang
mau dan dapat serius terlibat di dalamnya, partai lokal menyambut baik sekaligus
mendukung kebijakan mengenai kuota sebesar 30% terhadap perempuan, hanya
saja sebagian ada yang mengalami kesulitan dalam mencari kader perempuan
yang mampu dan mau terlibat serius di dalam politik.
55
55
Temuan penelitian mengenai mekanisme pemenuhan kuota 30 % pada
Partai Aceh DPW Nagan Raya adalah dengan mekanisme/prosedur terbuka.
Adapun jalur rekrutmen yang digunakan berdasarkan pada kemampuan
individual/ kolektif calon pengurus, berdasarkan kaderisasi dan berdasarkan ikatan
primordial baik organisasi, agama, etnis, dan keluarga.
Pemenuhan kuota keterwakilan lebih banyak didorong oleh motivasi
eksternal yakni pemberlakuaan regulasi politik terkait kuota minimal keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30 %, daripada motivasi internal yakni kesadaran
politik terkait perlunya keterwakilan perempuan. Rekrutmen calon anggota DPRK
Kabupaten Nagan Raya dari DPW PA Nagan Raya dilakukan oleh sebuah komite
yang secara khusus menangani pemenangan pemilu atau tim si kureung (tim
Sembilan), yakni Komite Pemenangan Pemilu wilayah (KPPW) Kabupaten
Nagan Raya. Adapun mekanisme dan tahapan yang dilalui dalam rekrutmen Caleg
di DPRK Kabupaten Nagan Raya, khususnya perempuan antara lain sebagai
berikut:
1. Pengumuman calon anggota legislatif.
2. Pendaftaran calon anggota legislatif.
3. verifikasi terhadap kelengkapan administrasi calon anggota legislatif.
4. Pemberitahuan hasil verifikasi kelengkapan administrasi calon anggota
legislatif.
5. Perbaikan terhadap kelengkapan administrasi calon anggota legislatif,
melakukan psiko test dan wawancara, penentuan nomor urut calon anggota
legislatif.
6. Penyerahan berkas calon anggota legislatif ke KPUD.
56
56
7. Tim Sembilan
Rekrutmen calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA dilakukan
secara terbuka. Rekrutmen terbuka dimaknai semua orang, baik kader partai
maupun non-kader partai, lintas agama, suku, ras, golongan dapat mendaftarkan
diri sebagai calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA. Pada rekrutmen
terbuka tersebut, KPPW PA Nagan Raya membuka pendaftaran calon anggota
DPRA Nagan Raya. Selain itu, KPPW melakukan rekrutmen dengan membentuk
Tim Sembilan dan melakukan pendekatan jemput bola, mendekati tokoh-tokoh
masyarakat, baik tokoh agama, tokoh akademisi, tokoh adat supaya berkehendak
maju menjadi calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA.
Setelah terdaftar para Caleg perempuan mengikuti rangkaian seleksi mulai
seleksi berkas administratif, test psikologi dan wawancara. Selanjutnya dilakukan
penentuan daerah pemilihan (Dapil) anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA,
sehingga tersusunlah Dapil calon anggota legislatif sebagai berikut:
Tabel 4.6 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan Dapil I DPW Partai Aceh
Dapil No.urut Nama lengkap Jenis Kelamin
Dapil I 1 Tgk. Ramli Ben Sari Laki- laki
Dapil I 2 Syamsul Bahri Syam, S.Pd Laki- laki
Dapil I 3 Nur Karijah Perempuan
Dapil I 4 Rusli, SE Laki- laki
Dapil I 5 Said Hasyem Laki- laki
Dapil I 6 Syarifah Nazha Yanur, A.Ma Perempuan
Dapil I 7 Irmayani Perempuan
Dapil I 8 H. M. Isa Beransah Laki- laki
Dapil I 9 Muhammad Amin, SST Laki- laki
Dapil I 10 Ruslim, SH Laki- laki
Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya
57
57
Berdasarkan tabel di atas, maka jumlah kuota perempuan pada Dapil I
adalah 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tiap-tiap Dapil paling sedikit
adalah 3 orang. Kemudian untuk selanjutnya dapat dilihat jumlah pada Dapil II,
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.7 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan Dapil II DPW Partai Aceh
Dapil No.urut Nama lengkap Jenis Kelamin
Dapil II 1 ABDULLAH. Y Laki- laki
Dapil II 2 Said Ahmad Laki- laki
Dapil II 3 Hasanah, SE Perempuan
Dapil II 4 Alamsyah Laki- laki
Dapil II 5 Sabarizal Laki- laki
Dapil II 6 Rosmawan Perempuan
Dapil II 7 Tgk. M. Idris ZA Laki- laki
Dapil II 8 Merril Yasar Laki- laki
Dapil II 9 Nilawati, A.Ma Perempuan
Dapil II 10 Nasrulli JF Laki- laki Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya
Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas, jelas bahwa jumlah Caleg laki- laki
lebih banyak dibandingkan dengan Caleg perempuan. Caleg perempuan hanya 3
orang dari total Dapil II 10 orang. Jumlah Caleg perempuan Dapil II sama dengan
jumlah Caleg pada Dapil I dan Dapil III. Kemudian untuk mengetahui jumlah
Caleg pada Dapil II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8 Nomor Urut Calon Anggota Legislatif DPRK Nagan Raya Berdasarkan
Dapil III DPW Partai Aceh
Dapil No.Urut Nama lengkap Jenis Kelamin
Dapil III ( tiga ) 1 Samsuardi Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 2 Alyusak Zulkifli Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 3 Cut Mawardi Perempuan
Dapil III ( tiga ) 4 Mustafa Idris Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 5 Ishak Ismail Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 6 Marlintan, SE Perempuan
Dapil III ( tiga ) 7 Isnani, S.Pd Perempuan
Dapil III ( tiga ) 8 Azman, ST Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 9 Ubit Yahya, S.Hut Laki- laki
Dapil III ( tiga ) 10 Tgk. Basri Ishaq Laki- laki Sumber: DPW Partai Aceh Nagan Raya
58
58
Berdasarkan data tabel 4.3 di atas, maka jumlah perempuan 3 orang dari
total Dapil II 10 orang. Jumlah Caleg perempuan pada Dapil III juga sama dengan
Dapil I dan Dapil II yang masing berjumlah 3 orang. Jadi secara keseluruhan total
Caleg perempuan pada Partai Aceh DPW Nagan Raya adalah 9 orang yang terdiri
dari masing Dapil 3 orang. Dari total Caleg 30 orang maka masing-masing Dapil
hanya ditempatkan 3 orang Caleg perempuan dengan to tal keseluruhan Caleg
perempuan pada Partai Aceh adalah 9 orang atau 30%.
Adapun perbandingan komposisi calon anggota legislatif Kabupaten
Nagan Raya antara laki- laki dan perempuan di setiap Dapil relatif berbeda, semua
di atas kuota minimal keterwakilan calon anggota legislatif perempuan sekurang-
kurangnya 30 %, dibandingkan kuota laki- laki 21 orang atau 70 %. Dari uraian
data tersebut jelas bahwa kuota 30% perempuan di DPRK Nagan Raya ternuhi
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mekanisme dalam pemenuhan
kuota 30% pada Partai Aceh di Kabupaten Nagan sudah sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentan pemilihan umum. Selain itu, Pasal
55 UU Pemilu Legislatif tersebut juga menyatakan daftar bakal calon juga
memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Lebih jauh, Pasal 62 ayat 4
UU Nomor 08 tahun 2012 juga menyebutkan KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar
calon tetap parpol pada media massa cetak harian dan elektronik nasional.
Sementara di Pasal 2 ayat 3 UU Parpol disebutkan bahwa pendirian dan
pembentukan parpol menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Pasal 20 tentang
kepengurusan parpol disebutkan juga tentang penyusunannya yang
memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.
59
59
Hal ini diperkuat lagi pada pemilu 2014, peraturan perundang-undangan
telah mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik (Parpol) dalam
menempatkan calon anggota legislatifnya. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012
tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pemilu legislatif) serta UU
Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik telah memberikan mandat kepada
parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di
lembaga perwakilan rakyat. Pasal 29 butir 1a UU Nomor 2 tahun 2011 tentang
Partai Politik, misalnya, menyebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30%
keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah
satu persyaratan Parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu.
Dari hasil penelitian yang telah paparkan, maka dapat dinyatakan temuan
penelitian terkait mekanisme pemenuhan kuota 30% keterwakilan Caleg
perempuan oleh DPW PA Nagan Raya dilakukan dengan mekanisme/prosedur
terbuka. Adapun jalur rekrutmen yang digunakan berdasarkan pada kemampuan
individual/kolektif Caleg, berdasarkan kaderisasi dan berdasarkan ikatan
primordial baik organisasi, agama, etnis, dan keluarga.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan
mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan perempuan pada DPW Partai Aceh
Nagan Raya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prosedur atau mekanisme
pemenuhan calon anggota perempuan DPRK Nagan Raya dari DPW Partai Aceh
dilakukan secara terbuka. Prosedur terbuka dimaknai semua orang, baik kader
partai maupun non-kader partai, lintas agama, suku, dan golongan dapat
mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPRK Nagan Raya dari DPW PA. Pada
mekanisme terbuka tersebut, KPPW PA Nagan Raya membuka pendaftaran calon
anggota DPRK Nagan Raya kepada kalangan perempuan untuk menjadi Caleg
maupun kader partai. Selain itu, KPPW melakukan rekrutmen Caleg perempuan
dengan mendekati tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh agama, tokoh akademisi,
tokoh adat supaya berkeinginan maju menjadi calon anggota DPRK Nagan Raya
dari DPW PA.
Mekanisme pemenuhan 30% keterwakilan perempuan pada DPW Partai
Aceh juga dilakukan dengan prosedur yang telah ditetapkan dan prosedur tersebut
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentan pemilihan
umum dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, bahwa pemenuhan kuota perempuan di DPR adalah 30%.
61
61
Setelah terdaftar para Caleg perempuan mengikuti rangkaian seleksi mulai
seleksi berkas administratif, test psikologi dan wawancara. Selanjutnya dilak ukan
penentuan nomor urut calon dan penentuan daerah pemilihan (Dapil). Terkait
dengan penentuan nomor urut Caleg perempuan untuk masing daerah adalah
berdasarkan kebijakan partai bukan kebijakan undang-undang nomor 8 tahun
2012.
5.2 Saran
1. Partai Aceh harus mempertegas komitmennya untuk memperjuangkan
keterwakilan perempuan di legislatif. Hal ini dapat dilakukan mulai dari
proses pengkaderan yang memberi ruang setara pada perempuan hingga
penentuan nomor urut yang diselang-seling antara caleg laki- laki dan
Caleg perempuan.
2. Pada perempuan yang berminat untuk terjun ke dunia politik harus
mempersiapkan diri, mulai dari penataan mental, penambahan kapasitas
keilmuan, kemandirian ekonomi, keterampilan, pemgalaman dan keaktifan
di partai politik, serta keuletan memanfaatkan potensi, kejelian membaca
peluang, dan lain- lain. Perempuan harus berani sedikit demi sedikit
melepaskan diri dari berlindung di balik kedok kebijakan kuota, karena
bagaimanapun prestasi politik adalah sesuatu yang bersifat prestasi bukan
sekedar memberi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali. 2005. Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004, (evaluasi Pelaksanaan, Hasil
dan Masa depan Demokrasi Pasca Pilpres 2004). Pustaka Pelejar. Yogyakarta.
A. Oriza Rania Putri. 2013. Implementasi Ketentuan 30% Kuota Keterwakilan
Perempuan Dalam Daftar Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dan Kota Makassar. Skripsi. Bagian
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar .
Arikunto, Suharsimi. 2009, Manajemen Penelitian , PT Rieneka Cipta, Jakarta.
B. Miles Matthew dan A. Michael Huberman.2007. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar‐Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Herbert Mc.Closky. 2010. International Encyclopaedia of the Social Sciences, dalam Damsar, Pengantar Sosiologi Politik: Kencana Prenada Media
Group. Jakarta. Koentjaraningrat. 2004. Pengantar Antropologi Jilid I. Rineka Cipta : Jakarta.
Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews. 2006. Perbandingan Sistem Politik,
Gajahmada uniiversirty , Yogyakarta.
Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung. Moenir, 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta.
Muhammad Budi Nur Rohman 2009. Partisipasi politik perempuan Dalam
pemilu legislatif tahun 2009 (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Partisipasi Politik Perempuan di Kelurahan Jatipurno, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri dalam Pemilu Legislatif tahun
2009).Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Naqiyah. Najlah. 2005. Otonomi Perempuan, Bayumedia Publishing. Malang.
Purwadarminta. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.
Rusman. 2008. Eksperimen Politik.http://www.pikiran rakyat. com/ detak/ 2005/1205/19/0108.htm. diakses pada tanggal 25 oktober 2013.
Rosarina Muri. 2009. Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap Pemenuhan
Kuota 30% Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota
Legislatif pada Pemilu 2009 di Surakarta. Skripsi, Jurusan
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik Universitas
sebelas maret Surakarta.
Subakti, Ramlan, 2010. Memahami Ilmu Politik. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Syamsuddin, Otto Ishak. 2013. Aceh Pasca Konflik Kontestasi 3 Varian
Nasionalisme. Bandar Publishing. Banda Aceh.
Sofiah. 2001. “Pengantar Perbandingan Sistem Politik”, Gadjah Mada
University, Yogyakarta. 191
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung.
Yani. 2000. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110615232010AApKOBB.
Diakses 25 Desember 2013