ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

17
1 PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN ASYMMETRICAL CABLE- STAYED NGRAME II MOJOSARI- MOJOKERTO DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM Nama Mahasiswa :AKHDIAT FAJAR W.K NRP : 3107 100 614 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS Abstrak Jembatan merupakan suatu bagian dari jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus karena adanya rintangan seperti sungai, danau, lembah, jurang, dan lain sebagainya. Dengan melihat fungsi sarana transportasi yang cukup besar dan vital bagi kehidupan khususnya untuk menunjang perekonomian didaerah Jawa Timur. Maka dibangun Jembatan Ngrame II sebagai pendukung pengembangan jalan alternatif Mojosari-Krian. Dalam perencanaan ini Jembatan Ngrame II dibangun dengan menggunakan konstruksi Asymmetrical Cable-Stayed dengan two vertical planes system. Jembatan dibagi menjadi 2 bentang dengan panjang masing- masing bentang 160 m dan 40 m serta lebar jalan jembatan 11,9 meter. Konfigurasi kabel arah melintang dengan two vertical planes system dan konfigurasi kabel arah memanjang berupa fan system. Material yang menyusun lantai kendaraan berupa elemen komposit antara pelat baja gelombang (Compodeck) dengan beton bertulang. Sedangkan gelagar jembatan menggunakan profil baja WF dan box girder. Stuktur Pylon dari beton bertulang yang terletak pada salah satu tepi sungai. Sedangkan untuk kabel dan angkernya digunakan VSL 7-wire strand. Perencanaan ini dibantu dengan menggunakan program komputer MIDAS/Civil v7.0.1 untuk menganalisa perilaku struktur utama secara keseluruhan serta SAP2000 v14 untuk menganalisa struktur sekunder. Program MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu kali eksekusi program. Dimana hasil analisa pada saat servis/analisa statis dibandingkan dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi/staging analysis. Hasil dari perencanaan ini adalah didapatkan dimensi struktur lantai kendaraan, kabel dan angker, pylon, serta pondasi, dengan menggunakan acuan peraturan BMS ’92, RSNI T-12-2004, RSNI T-02-2005, RSNI T-03-2005. Selain itu stabilitas jembatan terhadap angin juga dikontrol menggunakan analisa dinamis yang meliputi analisa aerodinamis dan gempa dinamis. Kata kunci: Jembatan, cable stayed, two vertical planes system, asymmetrical. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan transportasi sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu masalah ekonomi, sosial, budaya, maupun aspek-aspek lainnya yang ada dalam kehidupan masyarakat. Selain untuk memperpendek jarak dan untuk memindahkan suatu objek, Transportasi juga berfungsi untuk melancarkan hubungan antara lokasi satu ke lokasi yang lainnya. Salah satu prasarana untuk memperlancar kegiatan transportasi adalah jembatan. Jembatan merupakan suatu bagian dari jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus karena adanya rintangan seperti sungai, lembah, jurang, dan lain sebagainya. Sejak luapan lumpur lapindo menenggelamkan Jalan Tol Porong - Gempol pada tahun 2006, arus lalu lintas dari Malang - Pasuruan - Surabaya dan sebaliknya terpaksa menggunakan jalan arteri Porong-Gempol sebagai jalur satu-satunya. Akibatnya, setiap hari terjadi penumpukan kendaraan disepanjang jalan sekitar 3 kilometer. Terhambatnya transportasi dari Surabaya ke arah timur berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun

description

xvz

Transcript of ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

Page 1: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN ASYMMETRICAL CABLE-

STAYED NGRAME II MOJOSARI-MOJOKERTO DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM

Nama Mahasiswa :AKHDIAT FAJAR W.K NRP : 3107 100 614 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

Abstrak Jembatan merupakan suatu bagian dari

jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus karena adanya rintangan seperti sungai, danau, lembah, jurang, dan lain sebagainya. Dengan melihat fungsi sarana transportasi yang cukup besar dan vital bagi kehidupan khususnya untuk menunjang perekonomian didaerah Jawa Timur. Maka dibangun Jembatan Ngrame II sebagai pendukung pengembangan jalan alternatif Mojosari-Krian.

Dalam perencanaan ini Jembatan Ngrame II dibangun dengan menggunakan konstruksi Asymmetrical Cable-Stayed dengan two vertical planes system. Jembatan dibagi menjadi 2 bentang dengan panjang masing-masing bentang 160 m dan 40 m serta lebar jalan jembatan 11,9 meter. Konfigurasi kabel arah melintang dengan two vertical planes system dan konfigurasi kabel arah memanjang berupa fan system. Material yang menyusun lantai kendaraan berupa elemen komposit antara pelat baja gelombang (Compodeck) dengan beton bertulang. Sedangkan gelagar jembatan menggunakan profil baja WF dan box girder. Stuktur Pylon dari beton bertulang yang terletak pada salah satu tepi sungai. Sedangkan untuk kabel dan angkernya digunakan VSL 7-wire strand.

Perencanaan ini dibantu dengan menggunakan program komputer MIDAS/Civil v7.0.1 untuk menganalisa perilaku struktur utama secara keseluruhan serta SAP2000 v14 untuk menganalisa struktur sekunder. Program MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu kali eksekusi program. Dimana hasil analisa pada saat servis/analisa

statis dibandingkan dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi/staging analysis.

Hasil dari perencanaan ini adalah didapatkan dimensi struktur lantai kendaraan, kabel dan angker, pylon, serta pondasi, dengan menggunakan acuan peraturan BMS ’92, RSNI T-12-2004, RSNI T-02-2005, RSNI T-03-2005. Selain itu stabilitas jembatan terhadap angin juga dikontrol menggunakan analisa dinamis yang meliputi analisa aerodinamis dan gempa dinamis.

Kata kunci: Jembatan, cable stayed, two vertical planes system, asymmetrical.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai macam sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan transportasi sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu masalah ekonomi, sosial, budaya, maupun aspek-aspek lainnya yang ada dalam kehidupan masyarakat. Selain untuk memperpendek jarak dan untuk memindahkan suatu objek, Transportasi juga berfungsi untuk melancarkan hubungan antara lokasi satu ke lokasi yang lainnya. Salah satu prasarana untuk memperlancar kegiatan transportasi adalah jembatan. Jembatan merupakan suatu bagian dari jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus karena adanya rintangan seperti sungai, lembah, jurang, dan lain sebagainya.

Sejak luapan lumpur lapindo menenggelamkan Jalan Tol Porong - Gempol pada tahun 2006, arus lalu lintas dari Malang - Pasuruan - Surabaya dan sebaliknya terpaksa menggunakan jalan arteri Porong-Gempol sebagai jalur satu-satunya. Akibatnya, setiap hari terjadi penumpukan kendaraan disepanjang jalan sekitar 3 kilometer. Terhambatnya transportasi dari Surabaya ke arah timur berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun

Page 2: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

2007. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2007 mencapai 6,11 persen. Padahal, kalau tidak ada bencana lumpur, pertumbuhan bisa mencapai 6,4 persen (Kompas.com). Mengantisipasi kemungkinan terburuk pada ruas Jalan Raya Porong, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur membuat jalur alternatif Mojosari-Krian. Peningkatan kapasitas jalan sangat diperlukan pada jalur alternatif ini yakni dengan cara pelebaran jalan dan pembangunan jembatan. Kapasitas jalur alternatif ini belum mampu menampung limpahan kendaraan dari ruas Jalan Raya Porong jika sewaktu-waktu jalan tersebut ditutup akibat luapan lumpur lapindo. Di sepanjang jalur alternatif ini juga melintasi 11 aliran sungai sehingga perlu dibangun banyak jembatan. Salah satunya adalah Jembatan Ngrame II Mojosari-Mojokerto yang memiliki bentang 225 meter. Pada lokasi ini telah memiliki jembatan dengan lebar 9 m Karena kapasitas kendaraannya kurang maka perlu pembangunan jembatan baru disebelahnya. Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang dari 11 jembatan yang akan dibangun disepanjang jalur alternatif Mojosari-Krian. Lokasi jembatan Ngrame II akan ditampilkan pada gambar peta lokasi dan layout jembatan dibawah ini:

Gambar 1.1 Peta Lokasi Jembatan Ngrame II

Gambar 1.2 Layout Jembatan Ngrame II

Konstruksi jembatan Ngrame II

merupakan jembatan rangka baja yang saat ini terdiri dari 5 bentang, dengan panjang masing – masing bentang 45 meter dengan lebar jembatan 9 meter. Bangunan atas menggunakan struktur rangka baja. Sedangkan bangunan bawah memakai pilar dengan kolom ganda dan menggunakan pondasi tiang pancang. Sebagai alternatif lain untuk perencanaan Jembatan Ngrame II Mojosari-Mojokerto berupa konstruksi Asymmetrical Cable-Stayed dengan two vertical planes system. Jembatan dibagi menjadi 2 bentang dengan panjang masing-masing bentang 160 m dan 40 m serta lebar jalan diatas jembatan 7 meter. Stuktur Pylon dari beton bertulang yang terletak pada salah satu tepi sungai. Sedangkan gelagar jembatan ini direncanakan dengan menggunakan gelagar baja dan lantai kendaraan dari elemen komposit antara pelat baja gelombang (Compodeck) dengan beton bertulang. Konstruksi eksisting dan desain perencanaan modifikasi jembatan akan ditampilkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 1.3 Konstruksi Eksisting Jembatan

Ngrame II

20 20 20 20 20 20 20 20 20 2020

20 200

M.A.B

M.A.N

Gambar 1.4 Desain Modifikasi Konstruksi

Jembatan Ngrame II

Lokasi Jembatan Ngrame II

Kab. Mojokerto

Page 3: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

CL

0.550.15

1.4

0.550.15

3.53.5

MojosariKrian

1.4

1.6

0.3± 0.00

- 1.6081.75 1.75

1.4 1.4 1.4 1.4 1.4

- 0.30

Gambar 1.5 Desain Lebar Rencana Jembatan

Ngrame II

Dipilihnya Jembatan Cable-Stayed pada perencanaan ini adalah :

Dapat menopang bentang yang sangat panjang sampai 2000 m dan proses ereksinya dengan cara kantilever bebas sehingga tidak mengganggu aktifitas di bawahnya.

Membutuhkan material relatif lebih sedikit.

Indah dari segi arsitektural.

Jika dibandingkan dengan pemakaian konstruksi rangka baja yang menggunakan banyak pilar, pemakaian konstuksi cable-stayed akan mereduksi pemakaian 4 pilar dengan 1 pylon pada jembatan ini. Sehingga dengan melihat posisi jembatan Ngrame II, Pengerjaan Jembatan ini diuntungkan dengan pengerjaan konstruksi bangunan bawah yang tidak berada di bawah permukaaan air dan juga menghindarkan bangunan bawah terkena scouring akibat kegiatan penambangan pasir yang sering terjadi di daerah Mojokerto. Sedangkan penggunaan two vertical planes system akan menghasilkan gelagar yang lebih ramping dibandingkan dengan penggunaan single planes dan asymmetrical planes system karena kekakuan torsi tidak diperhitungkan.

Dengan demikian timbul permasalahan utama bagi penulis, yaitu bagaimana merancang Jembatan Ngrame II dengan konstruksi Asymmetrical Cable-Stayed dengan two vertical planes system agar syarat kekuatan maupun estetika terpenuhi. Sehingga kedepannya diharapkan Proyek Akhir ini dapat memberikan kontribusi yang berarti

dalam perkembangan terhadap dunia konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka untuk perencanaan struktur Jembatan Ngrame-II permasalahan yang ditinjau, antara lain :

1. Apa dasar peraturan yang akan dipakai untuk perhitungan jembatan?

2. Beban-beban apa saja yang harus diperhitungkan untuk perencanaan jembatan?

3. Bagaimana permodelan dan analisa struktur dari jembatan ini?

4. Bagaimana perhitungan untuk bangunan atas?

5. Bagaimana perencanaan bangunan bawah?

6. Bagaimana mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap struktur?

7. Bagaimana mengontrol kestabilan jembatan dengan analisa dinamis?

8. Jenis pondasi apa yang paling sesuai untuk jembatan ini?

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud tugas akhir ini adalah untuk mendesain kembali Jembatan Ngrame II Mojosari-Mojokerto dengan menggunakan konstruksi Asymmetrical Cable-Stayed dengan two vertical planes system. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan peraturan-peraturan dipakai untuk perhitungan jembatan.

2. Memperhitungkan beban-beban yang dipikul oleh jembatan.

3. Menentukan permodelan dan analisa struktur jembatan .

4. Menghitung dan merencanakan bangunan atas.

5. Menghitung dan merencanakan bangunan bawah.

6. Mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap struktur.

7. Mengontrol kestabilan jembatan dengan analisa dinamis.

8. Menentukan jenis pondasi yang sesuai untuk jembatan ini.

Page 4: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

1.4 Batasan Masalah

Keterbatasan waktu yang ada dan banyaknya materi yang perlu dibahas dalam penyusunan tugas akhir ini, maka perlu adanya batasan masalah. Dalam penyusunan tugas akhir ini permasalahan akan dibatasi sampai dengan batasan-batasan, antara lain :

1. Tidak menghitung biaya kontruksi jembatan.

2. Tidak merencanakan perkerasan jalan di jembatan.

3. Tidak membahas teknik pelaksanaan pembuatan jembatan secara keseluruhan.

4. Tidak merencanakan desain jalan pendekat (approach road).

5. Tidak merencanakan blok anker dan abutment.

1.5 Manfaat

Manfaat dari perencanaan jembatan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai solusi untuk memperlancar arus lalu lintas pada ruas jalan alternatif Krian-Mojosari dan juga mengurangi kemacetan pada ruas jalan raya Porong.

2. Sebagai bahan rekomendasi dan evaluasi bagi instansi terkait dalam pembangunan Jembatan Ngrame II Mojosari-Mojokerto.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Seiring waktu, teknologi pembangunan jembatan di Indonesia juga terus berkembang. Secara garis besar ada dua teknologi pembangunan jembatan saat ini yaitu Kabel Baja (Strand) dan teknologi deck yang menggunakan komposit atau baja ringan. Teknologi kabel baja dapat dibedakan menjadi dua yaitu cable-stayed dan cable-suspension. Teknik cable-stayed antara lain digunakan pada jembatan Pasopati di Bandung dan Suramadu di Jawa Timur yang telah selesai dikerjakan. Sementara cable-suspension antara

lain pada jembatan Mahakam II dan jembatan Barito di Kalimantan (Herry Vazza 2004).

Konstruksi cable-stayed yaitu sebuah sistem struktur yang terdiri dari dek ortotropic dan girder menerus yang diikat oleh incline cable dan didistribusikan ke menara yang terletak pada pilar utama (Troitsky 1977). Prinsip dari jembatan ini adalah bahwa segmen-segmen gelagar yang menyusun lantai kendaraan bertumpu kabel-kabel (O’Connor 1971). Jembatan ini ekonomis dipakai pada bentang utama antara 320-2600 ft atau 99-780 m. Tetapi pada teorinya, cable-stayed mungkin memikul hingga 2000 m (Lin 2000).

Menurut O’Connor (1971), jembatan cable-stayed mempunyai ciri khas, seperti:

Kabel terkekang lurus sehingga kekakuan kabel lebih besar.

Kabel diangker pada gelagar jembatan yang mengkontribusi gaya tekan, sehingga lantai kendaraan kaku.

Proses pemasangan kabel jauh lebih mudah dibandingkan dengan jembatan gantung.

Banyak variasi desain konfigurasi kabel.

Mempunyai kestabilan aerodinamis yang baik pada saat pembangunannya.

Karena tidak membutuhkan blok angker seperti halnya jembatan gantung, maka cable-stayed lebih efektif dalam hal kuantitas bahan, berat dan biaya.

Dapat didirikan dengan metode balanced-cantilever sehingga mempermudah pendirian terutama diatas rintangan air. Jembatan cable-stayed mempunyai

elemen utama yang menyerupai jembatan gantung (kecuali blok angker) yaitu gelagar, kabel dan pylon pada superstructure serta abutmen dan pondasi pada substructure. Dimana pylon sebagai struktur tekan, kabel sebagai struktur tarik, sedangkan gelagar bisa bersifat tekan ataupun tarik.

2.2 Peraturan Terkait

Standar perencanaan yang digunakan sebagai referensi Desain Jembatan Asymmetrical Cable-Stayed Ngrame II

Page 5: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

No Nama Profil Bentuk Profil

1 Twin I girder

2 Single rectangular box girder

3 Central box girder and sidesingle web girders

4 Single twin cellular box girderand sloping struts

5 Single trapezoidal box girder

6 Twin rectangular box girder

7 Twin trapezodial box girder

Mojosari-Mojokerto dengan Two Vertical Planes System adalah :

a. Bridge Management System (BMS 1992)

b. Standar Nasional Indonesia (RSNI T-03-2005) “Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan”

c. Standar Nasional Indonesia (RSNI T-02-2005) “Standar Pembebanan Untuk Jembatan”

d. Standar Nasional Indonesia (RSNI T-12-2004) “Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan” Standar perencanaan yang digunakan

untuk desain jembatan ini masih banyak yang berupa rancangan. Ini dimaksudkan agar suatu saat jika rancangan standar perencanaan tersebut resmi dikeluarkan, para perencana jembatan telah terbiasa dengan peraturan baru tersebut.

2.3 Gelagar Jembatan

Walther (1999), menyatakan bahwa bentuk profil gelagar jembatan dan pertimbangan pemilihan bahannya tergantung dari beberapa faktor, diantaranya :

1. Jarak antar kabel penggantung, maksudnya jembatan dengan jarak kabel yang relatif besar, secara otomatis akan diperlukan gelagar yang kaku, dan biasanya sifat seperti ini didapati pada gelagar dari baja. Seperti pada jembatan Cable-Stayed generasi pertama, pada umumnya jembatan seperti ini mempunyai rasio ketebalan gelagar dan bentang (h/L) antara 1/50 sampai 1/100. Sedangkan pada jembatan yang memiliki jarak antar kabel yang relatif kecil, rasio ini dapat direduksi sampai 1/500 dengan bahan dari beton, karena kebutuhan kekakuan girder berkurang.

2. Konfigurasi kabel arah melintang serta lebar gelagar pada jembatan dengan satu kabel di tengah (single-plane), diperlukan gelagar dengan kekakuan torsi yang tinggi. Sifat ini dapat diberikan oleh gelagar berbentuk kotak (box), baik itu dari

baja maupun beton. Sedangkan pada jembatan dengan konfigurasi dua kabel di tepi-tepi (double-plane), memungkinkan dipakainya gelagar yang lebih langsing, karena kekakuan torsi tidak diperhitungkan. Gelagar yang lebih langsing lagi bahkan dapat dicapai dengan menggunakan konfigurasi tiga kabel (triple-plane), sehingga material yang digunakan dapat direduksi sedemikian rupa. Selain itu, alasan ekonomis dan pertimbangan metode konstruksi menjadi faktor yang tidak kalah penting.

Konfigurasi kabel dan bentuk profil gelagar ditampilkan pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 2.1 Susunan Kabel pada Gelagar Tabel 2.1 Macam-macam Bentuk Profil Gelagar

Page 6: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

(a)

(b )

(c )

Ada tiga kemungkinan material utama gelagar, yaitu:

1) Gelagar baja (Stell Deck) 2) Gelagar Beton (Concrete Deck) 3) Gelagar Komposit (Composite Deck)

Berdasarkan sifat struktur gelagar

jembatan dibagi menjadi tiga jenis (Yogi dan Andri 2008), yaitu :

1. Beton Bertulang 2. Dinding Penuh 3. Rangka Batang

Ada tiga kemungkinan sistem konstruksi gelagar menurut Gimsing (1983), yaitu :

a. Gelagar memiliki expansion joint pada pylon dan terjepit dikedua tepinya. Hal ini mengakibatkan gelagar sepenuhnya menerima tarik. N = 0 di pylon.

b. Gelagar menerus dengan perletakan rol dikedua tepi dan salah satu pylon-nya. Hal ini mengakibatkan gelagar sepenuhnya menerima tekan. N = 0 tengah bentang utama.

c. Gelagar menerus dengan perletakan rol disemua tepi dan pylon-nya. Hal ini mengakibatkan gelagar menerima tarik di tengah bentang utama dan tekan di tepi bentang utama serta bentang tepinya. N = 0 di perletakan akhir bentang tepi.

Gambar 2.3 Jenis Perletakan

2.4 Kabel

Kabel pada jembatan cable-stayed merupakan salah satu komponen yang paling penting. Biaya untuk kabel pada jenis konstruksi ini bisa mencapai 30% dari seluruh biaya struktur (Massie 2004). Kabel-kabel ini memikul berat girder dan meneruskannya ke

pylon. Dalam arah memanjang, konfigurasi kabel dapat dibagi menjadi empat (Walter & John 1999), yaitu :

1) Radiating 2) Harp 3) Fan 4) Star

2.5 Pylon

Pemilihan bentuk pylon banyak mempengaruhi nilai estetika, nilai ekonomis, juga terhadap kekuatan statis dan dinamis dari struktur jembatan. Pylon dapat terbuat dari konstrusi baja maupun beton. Bentuk pylon sendiri tergantung juga dari konfigurasi kabelnya. Troitsky (1977) mengklasifikasikan bentuk pylon, sebagai berikut :

1) Trapezoidal Portal Frames 2) Twin towers 3) A-frames 4) Single towers

Seperti pada jembatan gantung, mula-mula menara selalu berbentuk portal agar dapat memikul gaya horisontal akibat angin yang dipindahkan kabel pada puncak menara. Akan tetapi kemudian terbukti bahwa gaya-gaya horisontal ini relatif tidak besar, sehingga mulailah dipakai menara dengan bentuk single atau twin tower. 2.6 Konfigurasi Beban Layan

Beban yang bekerja pada struktur terdiri dari beban mati (DL) atau berat sendiri struktur, beban super imposed dead load (SDL), beban hidup (LL) dan beban angin (W) yang konfigurasinya sebagai berikut :

Tabel 2.3 Konfigurasi Service Load

DL = Beban mati

LL = Beban UDL

SDL = Beban aspal

Beban angin

Beban KEL

Kasus Beban Gambar

1

2

3

4

5

DL + SDL + LLtepi

DL + SDL + LLtengah

DL + SDL + LLpenuh

DL + SDL + Anginpenuh

DL + SDL + Anginekstrim

Page 7: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

2.7 Metode Pelaksanaan

Cara melakukan erection sangat mempengaruhi model pembebanan struktur jembatan. Pada saat pelaksanaan, ada 3 cara yang umum dipakai :

2.7.1 Staging Method

Dipakai apabila ruang bebas di bawah jembatan rendah dan pemasangan penyokong sementara akan mengganggu lalu lintas di bawah jembatan. Keuntungannya adalah :

a. Teliti dalam mengikuti bentuk geometrik dan tanjakan yang dipersyaratkan pada erection.

b. Biaya rendah pada ruang bebas yang rendah.

2.7.2 Push – out method

Dipakai terutama bila lalu lintas di bawah jembatan tidak boleh diganggu dengan adanya sistem erection jembatan, sedangkan pemakaian cara kantilever dinilai tidak praktis pada situasi yang ada di tempat jembatan.

2.7.3 Cantilever Method

Dipakai pada cable stayed, dimana kondisi lapangan tidak memungkinkan dipasang penyokong sementara. Bedanya dengan staging method adalah : bila pada staging method yang memikul beban saat erection bangunan di atasnya adalah pilar dan penyokong sementara maka pada cantilever method, pilar, pylon dan kabelnya sudah dimanfaatkan untuk memikul beban saat erection.

2.8 Analisis Dinamik Cable Stayed

Dalam perencanaan jembatan harus ditinjau mengenai aspek berikut :

1. Aerodynamic stability, terutama akibat vortex-shedding (tumpahan pusaran angin) yang menyebabkan efek fultter, penyebab umum fatik pada sistem gantung.

2. Safety againts earthquake, perbedaan dukungan dapat menyebabkan bahaya pada struktur khususnya jika aksi gempa searah sumbu langitudinal dan atau transversal.

3. Physiological effects, tanpa kerusakan struktur akibat vibrasi oleh beban angin dan kendaraan, pengguna harus tetap nyaman.

BAB III METODOLOGI

MULAI

Studi Literatur dan Data Awal

Preliminary Design : Konfigurasi & Dimensi Kabel, Dimensi Gelagar, Lantai

Kendaraan, Pylon, dan Metode Pelaksanaan

Analisa Struktur Menggunakan Program MIDAS/Civil

(Analisa Statis & Dinamis, Staging Analysis)

Not OK

Desain Struktur Utama Gelagar memanjang (Box), Pylon

Kontrol Stabilitas Aerodinamis

OK

Desain Struktur Bawah Perletakan, Pondasi

SELESAI

Menyusun Gambar Kerja

Desain Struktur Sekunder Plat lantai kendaraan & Railing Jembatan

Desain Struktur Utama Gelagar memanjang (Ribs), Gelagar

Melintang

OK

Not OK

Page 8: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

BAB IV PRELIMAINARY DESAIN

4.1 Konfigurasi Susunan Kabel

Konfigurasi kabel arah melintang berupa Two Vertical Planes System, sedangkan arah memanjang jembatan berupa Fan System. Plan design sebagai berikut :

Panjang bentang : CLllL ++= '2 1 Dimana :

L = Panjang jembatan 'l = Panjang bentang dalam

1l = Panjang bentang samping CL = Closure

Rumus diatas dipakai jika jembatan yang direncanakan berupa Symmetric Cable-Stayed. Sedangkan untuk jembatan Asymmetrical Cable-Stayed belum memiliki cara estimasi awal untuk panjang bentang jembatan. Apalagi kemampuan jembatan yang didukung dengan adanya blok anker, maka bentang yang dipikul akan lebih panjang.

Dalam tugas akhir ini, perencanaan akan didasarkan pada rasio maksimum antara panjang bentang terpanjang dengan panjang bentang total jembatan yang pernah dibuat. Pada kasus ini, jembatan Batman di Australia akan digunakan sebagai contoh dasar perencaaan jembatan Asymmetrical Cable-Stayed.

Gambar 4.1 Batman Bridge, Australia

Dengan rasio 81,0m 260m 210 1 ===

LLn

Dimana : L1 = Panjang bentang terpanjang L = Panjang bentang total

Maka hasil diatas dapat digunakan sebagai pembatas dalam perencanaan jembatan Asymmetrical Cable-Stayed Ngrame II Mojosari – Mojokerto. Misal direncanakan panjang bentang terpendek 40 m (panjang bentang diukur dari jarak terdekat pylon

dengan tepi sungai sesuai dengan latar belakang dipilihnya jembatan ini). Maka bentang yang tersisa adalah 160 m sebagai bentang terpanjang.

( )oknLLn 81,0......80,0

m 200m 160 1 <===

Maka bentang jembatan diatas dipakai pada perencanaan jembatan ini. Rasio maksimum antara panjang bentang terpanjang dengan panjang bentang total jembatan yang pernah dibuat untuk jembatan cable-stayed dua bentang akan ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 4.1 Rasio Panjang Bentang Jembatan Cable-stayed

Jarak kabel pada gelagar (a) : gelagar baja (15 m – 25 m) dan gelagar beton (5 m – 10 m).

a = ( )[ ]

nPyCLl /−

= ( )[ ]8

1/0160−

= 20 m ......... 15m ≤ a ≤ 25m (ok)

Dimana : a = Jarak angker kabel pada gelagar l = Panjang bentang tengah

n = Jumlah kabel Py = Jumlah pylon CL = Closure

Tinggi Pylon (h) ≥ L/6 (Troitsky 1977 hal 33)

6160mh ≥

h ≥ 26,67 m Atau

h = 0,465x n x a (Troitsky 1977 hal 181)

Page 9: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

h = 0,465 x 8 x 20 = 74,4 m Sedangkan Gimsing (1983)

memberikan perumusan yang berbeda untuk jembatan cable-stayed dengan Fan System yaitu :

Dalam perencanaan tinggi pylon

harus benar-benar diperhatikan karena semakin pendek pylon maka gaya aksial yang akan dipikul oleh gelagar utama akan semakin besar. Apalagi jembatan ini direncanakan Asymmetric, maka besarnya gaya yang bekerja pada perletakan harus juga diperhitungkan. Sehingga tinggi pylon yang direncanakan setinggi 68 meter dari perletakan kabel di gelagar utama. Kelandaian arah memanjang sebesar 0 %.

4.2 Dimensi Gelagar Memanjang

Box girder Menurut Podolny (1976) dalam

bukunnya “Contruction & Design of Cable-Stayed Bridges”, bahwa perbandingan tinggi gelagar dengan bentang jembatan bervariasi antara 1/40 s/d 1/100. Tinggi box girder (h) : LhL

1001

401

≥≥

» mxhmx 160100

1160401

≥≥

» 4 m ≥ h ≥ 1,60 m

Dalam tugas akhir ini, tinggi box girder direncanakan menggunakan perbandingan 1/66. Perencanaan tersebut mengacu pada perencanaan jembatan Severin dijerman karena memiliki banyak kesamaan pada desain konstruksinya.

mmxh 42,2160661

==

dipakai h = 2,40 m & b = 1,60 m Mutu baja box girder : BJ-50 fy = 290 Mpa fu = 500 Mpa

Gambar 4.2 Penampang dek Severin Bridge,

Germany

Gambar 4.3 Preliminary box girder

Ribs (rusuk-rusuk)

Jarak antar balok melintang sebesar 5 m

Gelagar melintang berupa profil baja WF :

Tinggi ribs (d) ≥125

12=

L = 0,416 m

Dipilih WF 450x200x8x12 d = 446 mm bf = 199 mm r = 18 mm tf = 12 mm tw = 8 mm w = 66,2 kg/m Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa

fu = 410 Mpa

Gambar 4.4 Profil WF

bf

tf

d twh

Box t = 30 mm

2.4

0.2

0.5

0.5

0.5

0.5

0.2

0.2 0.6 0.20.6

1.6

Plat t = 12 mm

Plat t = 18 mm

Page 10: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

10 

4.3 Dimensi Gelagar Melintang dan Kantilever

Gelagar melintang berupa profil baja WF :

Tinggi balok (d) ≥97

9=

L = 0.77 m

Dipilih WF 800x300x14x26 : d = 800 mm bf = 300 mm r = 28 mm tf = 26 mm tw = 14 mm w = 210 kg/m

Kantilever berupa baja WF :

Tinggi balok (d) ≥625,1

6=

L = 0.21 m

Dipilih WF 300x150x5,5x8 d = 298 mm bf = 149 mm r = 13 mm tf = 8 mm tw = 5.5 mm w = 32 kg/m Mutu baja WF : BJ-41 fy = 250 Mpa fu = 410 Mpa Baut tipe tumpu (normal) : BJ-50 Mutu Las : FE60 fu = 60 ksi

Gambar 4.5 Penampang dek jembatan 4.4 Dimensi Kabel dan Angker

Jenis konfigurasi kabel yang digunakan yaitu konfigurasi fan dengan sistem kabel 2 bidang vertikal (two vertical planes system):

Gambar 4.6 Konfigurasi kabel memanjang

Gambar 4.7 Konfigurasi kabel melintang

Ada dua jenis kabel pararel VSL 7-wire strand yang biasa digunakan untuk konstruksi jembatan kabel yaitu: Tabel 4.2 Jenis kabel dan angker

Standard ASTM A

416-74 grade 270

Euronorme 138-79

∅ (mm) 15,2 15,7 As (mm2) 140 150 fu (fijin = 0,7 fu) (MPa) 1860 (1302) 1770 (1239)

Ukuran angker

7, 12, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand

Dalam perencanaan ini akan digunakan

kabel tipe 1 (15,2 mm; 1860 Mpa seperti yang disyaratkan pada RSNI T-03-2005 yaitu mutu kabel yang digunakan memiliki tegangan putus minimal 1800 Mpa dan dengan tegangan

CL

0.151.15

0.15

3.53.5

MojosariKrian

2.4

0.3

± 0.00

- 1.60

8.62.05

1.4 1.4 1.4 1.4 1.4

+ 0.30

1.4

1.15

2.05

1.4

6.8

2.4

0.3± 0.00

- 2.40

- 9.20

2

313.73

12.5

1 - 10.20

+ 0.30

2+ 70.00

+ 68.00

3

+ 65.00

3

+ 62.00

3

+ 59.00

3

+ 56.00

3

+ 53.00

3

+ 50.00

3

+ 47.00

46.7

2.55

2

CL

0.151.15

0.15

3.53.5

MojosariKrian

8.6

1.4 1.4 1.4 1.4 1.4

1.4

1.15

2.55

1.4

B

B

20 20 20 20 20 20 20 20 20 2020

20 200

M.A.B

M.A.N

Page 11: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

11 

ijin sebesar 0,7fu. Pada tugas akhir ini, Kabel akan diberi simbol sebagai berikut untuk bentang terpendek diberi simbol “s” dan bentang terpanjang diberi simbol “m”. Penomoran kabel dimulai dari dekat pylon dan dilanjutkan menuju tengah untuk bentang tengah (m1 sampai m7) dan untuk bentang tepi (s1 sampai s7). Berikut adalah dimensi kabel dan anker dari VSL :

Tabel 4.3 Dimensi anker VSL

Dimensi awal kabel didekati dengan

persamaan berikut (Gimsing, 1983):

Gambar 4.8 Notasi dimensi kabel

( ) iiiu

i

afPW

Asc.cos.sin)7,0(

cos)(γθθ

θλ−

+=

Atau

( )acu

n

i iisci

fh

aAaPWAac

θ

θγλ

cos)7,0(

cos/21)(8,0

12∑=

++=

Dimana: Asc = Luas penampang kabel tanpa blok

anker Aac = Luas penampang kabel dengan blok

anker W = Beban mati dan hidup merata P = Beban terpusat λ = Jarak antar angker kabel pada

gelagar θι = Sudut kabel terhadap horisontal γ = Berat jenis kabel = 77 kN/m3

fu = Tegangan putus kabel = 1860 Mpa a = Jarak mendatar dari pylon ke angker

kabel pada gelagar h = Tinggi kabel di pylon

Wλ = Berat gelagar memanjang box per kabel

W = box tb.30mm + plate tb.18mm + plat tb.12mm

= (0,23646x77) + [(1,2036x0,018/1,5m) +

(0,36x0,012/1,5m)] 77 = 19,54 kN/m

Kabel miring akan mengalami lenturan yang berbentuk parabola dengan gaya aksial tarik T, sehingga kabel mengalami pergeseran sudut. Sudut kemiringan optimum kabel terluar adalah 45º, namun masih dapat divariasikan dalam batas yang dapat diterima (reasonable limits), yaitu antara 25º - 65º (Troitsky, 1977).

- Berat gelagar box pada bentang tengah 20 m Wλ = 19,54 x 20 x 1,1 = 429,88 kN

- P = Berat pada reaksi perletakan balok melintang per-5 m termasuk beban mati dan beban hidup yang diperoleh dari analisa SAP2000 : Untuk bentang tengah =673,53 kN

- asumsi Pangker = 5 kN - γstrand = 77 kN/m3 - Dimensi strand digunakan standar

Amerika 0,7 fu = 0,7x1860 N/mm2

= 1302000 kN/m2

- Wλ +P = beban vertical deck jembatan pada joint kabel

Joint m1 - m7 dan s1 Wλ +P =

[429,88]+[(4x673,53)+5] = 3129 kN

Perhitungan penampang dan jumlah strand kabel untuk preliminary desain sebagai berikut: Kabel m1: a1 = 20 m ; θ1 = 67º ; Wλ+P = 3129 kN

( )231061938,2

207767cos.67sin)1302000(67cos)3129( mx

xAsc −=

−°°°

=

= 2619,38 mm2 Kabel tipe 1 (Ø = 15,2 mm; As = 140 mm2)

Jumlah kabel (n) =

71,18140

38,26190 ==As

Asc ≈ 19 strand

Asc = n.As = 19 x 140 = 2660 mm2

m1m2

m3m4

m5m6

m7

?i

s1s2

s3s4s5s6s7

ai

?ac

ci = h

b

?i

Page 12: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

12 

Tabel 4.4 Perhitungan jumlah strand kabel tanpa blok anker

θi ai Wλ+P Asc0 n npakai Asc( o ) (m) (kN) (mm2) kabel kabel (mm2)

m1 67 20 3129 2619,38 18,71 19 2660m2 51 40 3129 3107,40 22,20 23 3220m3 41 60 3129 3689,57 26,35 27 3780m4 35 80 3129 4232,52 30,23 31 4340m5 31 100 3129 4729,47 33,78 34 4760m6 27 120 3129 5388,09 38,49 39 5460m7 25 140 3129 5812,15 41,52 42 5880s1 67 20 3129 2619,38 18,71 19 2660

No. of Cable

Kabel s7: a7 = 140 m ; θ7 = 25º ; θac7 = 50º ; Wλ+P = 3129 kN

[ ]mx

CosxCos

xxxxxxAac 3

62

1053216,650)1302000(65

2510140588077

2114031298,0

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛°

+

=

= 6532,16 mm2

Kabel tipe 1 (Ø = 15,2 mm; As = 140 mm2) Jumlah kabel (n) =

66,46140

16,65320 ==As

Aac ≈ 47 strand

Asc = n.As = 47 x 140 = 6580 mm2

Tabel 4.5 Perhitungan jumlah strand kabel dengan blok anker

θac θi ai Wλ+P h Asci Aac0 n npakai Aac( o ) ( o ) (m) (kN) (m) (mm2) (mm2) kabel kabel (mm2)

s2 51 51 40 3129 50 3220 2451,70 17,51 18 2520s3 51 41 60 3129 53 3780 3474,49 24,82 25 3500s4 51 35 80 3129 56 4340 4392,75 31,38 32 4480s5 50 31 100 3129 59 4760 5112,80 36,52 37 5180s6 50 27 120 3129 62 5460 5854,51 41,82 42 5880s7 50 25 140 3129 65 5880 6532,16 46,66 47 6580

No. of Cable

4.5 Struktur pylon

Preliminary pylon berdasarkan besarnya gaya aksial tekan kabel untuk satu sisi kolom vertikal pylon.

1. Material : Beton bertulang 2. f’c : 50 MPa 3. fy : 400 Mpa 4. Bentuk pylon menggunakan tipe

two vertical:

Ts1

Ts2

Ts3

Ts4

Ts5

Ts6

Ts7

Ts8

Tm1

Tm2Tm3

Tm4Tm5

Tm6Tm7

Tm8

Gambar 4.9 Distribusi gaya aksial kabel ke

pylon )( PWT += λ

( )iiscaAPWT θγλ cos/21)(8,0 ++=

Berikut ini adalah tabel perhitungan gaya aksial :

Tabel 4.7 Perhitungan gaya aksial pada pylon ai θi Wλ+P Asc T

(m) ( o ) (kN) (mm2) (kN)m1 20 67 3129 2380 3129m2 40 51 3129 2800 3129m3 60 41 3129 3360 3129m4 80 35 3129 3780 3129m5 100 31 3129 4200 3129m6 120 27 3129 4760 3129m7 140 25 3129 5180 3129

No. of Cable

s1 20 67 3129 2380 3129s2 40 51 3129 2240 3129s3 43 41 3129 3080 2509,956s4 46 35 3129 3920 2511,675s5 49 31 3129 4480 2513,06s6 52 27 3129 5180 2514,839s7 55 25 3129 5740 2516,611

Ttotal 40727,14 Gaya aksial total (T) = 40727,14 kN b = lebar penampang ; h = tinggi penampang = 1,5 b

23 8,8145542

105014,40727

'mm

xfcTAperlu === −

=

8145,43 cm2 Luas penampang (A) = b x 1,5 b = 1,5 b2

b = 5,1

43,81455,1=

A= 73,69 cm ≈ 250 cm

h = 1,5 x 250 = 375 cm ≈ 400 cm

Untuk kabel tanpa blok anker atau

Untuk kabel dengan blok anker

Page 13: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

13 

Hasil dari preliminary desain pylon dipresentasikan pada gambar berikut ini :

Gambar 4.10 Preliminary desain pylon

BAB V PERANCANGAN STRUKTUR

SEKUNDER

2.4 Tiang Sandaran

Gambar 5.1 Beban yang bekerja pada pipa sandaran

Gambar 5.2 Profil dan Gaya pada Pipa Sandaran

Panjang total jembatan = 200 m Jarak tiang sandaran = 2 m Bahan yang digunakan : 1. Mutu Beton f’c = 20 Mpa 2. Mutu Baja fy = 240 Mpa 3. Pipa sandaran

- Diameter luar (do)= 60,5 mm - Berat pipa (q) = 3,3 kg/m - Tebal pipa (t) = 3 mm - Mutu baja = BJ 41

2.5 Pelat Lantai Kendaraan (Compodeck)

Pelat lantai kendaraan berupa beton komposit antara beton bertulang dengan pelat compodeck.

Gambar 5.5 Potongan Melintang Pelat Lantai Kendaraan

γbeton = 24 kN/m3 γaspal = 22 kN/m3

γcomp = 10,34 kg/m2

f’c = 25 MPa fy = 400 Mpa fyc = 550 Mpa Decking = 45 mm

Tul. Lapangan : D16 – 200 Tul. Tumpuan`: D16 – 100 Tul. Susut dan suhu : ∅12 – 200 Bahan dasar : Compodeck Lysaght

6.8

2.4

0.3± 0.00

- 2.40

- 9.20

6.7

54

6

- 2.50

4 2

313.736

12.5

1 - 10.201- 9.20- 10.20

+ 0.30

2+ 70.00

+ 57.50

CL

0.151.15

0.15

3.53.5

MojosariKrian

8.6

1.4 1.4 1.4 1.4 1.4

1.4

1.15

2.55

1.4

+ 68.00

3

+ 65.00

3

+ 62.00

3

+ 59.00

3

+ 56.00

3

+ 53.00

3

+ 50.00

3

+ 47.00

46.7

2.55

2

+ 51.50

6

+ 63.50

6.5

+ 70.00

A

A

B

B

C C

0,75 kN/m

0,75 kN/m2,3 mm

do = 60,5 mm

Gelagar Ribs

Aspal

tcomp = 1.0 mm

D16-200mmD16-100mm

155 mm

hcomp = 52 mm

Cover = 45 mmtaspal = 50 mm

Ø12-100mmtaspal = 50 mm

ts = 200 mm

1.4 m 1.4 mqL = 0,75 kN/m

2.00 m

1,1 m0.9 m

qD = 3,30 kg/m

2

2

Detail A

Detail B

Detail C

1.5

1.5

2.5

4

Page 14: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

14 

BAB VI GELAGAR MEMANJANG

6.1 Gelagar ribs Data perencanaan sebagai berikut : Gelagar diasumsikan sebagai simple beam.

Gelagar Ribs

Aspal

tcomp = 1.0 mm

D16-200mmD16-100mm

155 mm

hcomp = 52 mm

Cover = 45 mmtaspal = 50 mm

Ø12-100mmtaspal = 50 mm

ts = 200 mm

1.4 m 1.4 m

Gambar 6.2 Potongan Melintang Gelagar Ribs

Beton bertulang : fc’ = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa Profil baja : BJ-41 fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa WF 500x200x9x14 : W = 79,5 kg/m = 0,795 kN/m γbeton = 24 kN/m3

γaspal = 22 kN/m3

γbaja = 77 kN/m3

γcomp = 10,34 kg/m2

Decking = 45 mm tcomp = 1,0 mm Acomp = 1269,7 mm2/m

6.2 Gelagar Box (Box Girder) Data perencanaan sebagai berikut : Profil baja box: BJ-50 fy = 290 Mpa ; fu = 500 Mpa

γbeton = 24 kN/m3 γaspal = 22 kN/m3

γbaja = 77 kN/m3

Mutu baut : fu = 500 Mpa Box girder 1800x1200x50x50

Box t = 50 mm

1.8

0.2

0.35

0.2 0.20.4

1.2

Plat t = 12 mm

Plat t = 18 mm

0.35

0.4

0.2

0.35

0.35

Gambar 6.16 Penampang box girder

BAB VII GELAGAR MELINTANG

7.1 Gelagar Melintang Data perencanaan sebagai berikut : Gelagar diasumsikan sebagai simple beam.

Gambar 7.2 Potongan Gelagar Melintang

Beton bertulang : fc’ = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa Profil baja : BJ-41 fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa WF 900.300.15.23 : W = 213 kg/m = 2,13 kN/m γbeton = 24 kN/m3

γaspal = 22 kN/m3

γbaja = 77 kN/m3

γcomp = 10,34 kg/m2

Decking = 45 mm tcomp = 1,0 mm Acomp = 1269,7 mm2/m

Gelagar Ribs

Gelagar Melintang

hcomp = 52 mm

ts = 200 mm

Page 15: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

15 

7.2 Gelagar Kantilever Data perencanaan sebagai berikut : Gelagar diasumsikan sebagai continous beam.

Gambar 7.21 Potongan Gelagar Kantilever Beton bertulang : fc’ = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa Profil baja : BJ-41 fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa WF 250.125.6.9 : W = 29,6 kg/m = 0,296 kN/m γbeton = 24 kN/m3

γaspal = 22 kN/m3

γbaja = 77 kN/m3

γcomp = 10,34 kg/m2

Decking = 45 mm tcomp = 1,0 mm Acomp = 1269,7 mm2/m

BAB VIII

METODE PELAKSANAAN

Metode pelaksanaan konstruksi jembatan cable stayed ini dibuat kantilever bebas dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Gelagar dan lantai kendaraan (gelagar melintang, kantilever, ribs dan pelat compodeck) sebelum dipasang pada jembatan dirangkai terlebih dahulu (lantai kendaraan tanpa dicor) untuk mengurangi pengerjaan saat pelaksanaan.

BAB X STRUKTUR KABEL

Struktur kabel adalah salah satu struktur utama dalam konstruksi jembatan cable stayed. Kabel-kabel ini memikul berat lantai

kendaraan, gelagar memanjang, melintang, beban tambahan dan beban hidup dari berbagai konfigurasi beban untuk selanjutnya disalurkan ke struktur pylon.

10.1 Data Perencanaan

Ada dua jenis kabel pararel VSL 7-wire strand yang biasa digunakan untuk konstruksi jembatan kabel yaitu: Tabel 10.1 Jenis kabel dan angker

Standard ASTM A

416-74 grade 270

Euronorme 138-79

∅ (mm) 15,2 15,7 As (mm2) 140 150 fu (fijin = 0,7 fu) (MPa) 1860 (1302) 1770 (1239)

Ukuran angker

7, 12, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand

Dalam perencanaan ini akan digunakan kabel tipe 1 (15,2 mm; 1860 Mpa seperti yang disyaratkan pada RSNI T-03-2005 yaitu mutu kabel yang digunakan memiliki tegangan putus minimal 1800 Mpa dan dengan tegangan ijin sebesar 0,7fu. Kabel akan diberi simbol sebagai berikut :

20 20 20 20 20 20 20 20 20 2020

20 200

M.A.B

M.A.N

m1 s1 s2

s3s4s5s6s7

m2m3m4m5m6m7

10.2 Gaya Stressing Kabel Dalam pelaksanaannya, masing-masing

kabel diberi gaya tarik (stressing) dahulu sebelum dibebani. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur posisi gelagar agar sesuai dengan posisi finalnya sebelum diberi beban hidup. Apabila gaya tarik ini tidak diberikan pada kabel, pada akhirnya posisi final gelagar sebelum diberi beban hidup akan terlalu melendut kebawah akibat deformasi kabel karena dibebani lantai kendaraan.

Dengan bantuan program MIDAS/Civil, dapat dihitung gaya tarik masing-masing kabel

Box Girder

WF 250.125.6.9 Baut & Las

Gelagar Melintang

Gambar 10.1 Nomenklatur Kabel

Page 16: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

16 

tersebut dengan fitur unknown load factors calculation. Langkah-langkah analisanya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Memberi masing-masing kabel gaya tarik sebesar 1 unit (dalam hal ini kN).

2) Memberi batasan deformasi untuk nodal-nodal pada lantai kendaraan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan input pada program kondisi final yang diinginkan untuk lantai kendaraan. Dalam hal ini batasan yang diberikan adalah 0,01 m sampai -0,01 m. Artinya, lantai kendaraan boleh melendut maksimal ±0,01 m pada kondisi final setelah dilakukan stressing.

3) Juga ditentukan beban apa saja yang ikut mempengaruhi kondisi final sebelum diberi beban hidup. Beban-beban yang bekerja adalah beban mati (berat sendiri lantai kendaraan) dan beban superimpose.

4) Data yang diperlukan program sudah cukup dan dapat dilakukan iterasi. Program melakukan iterasi pada gaya tarik yang telah diberikan sebelumnya yaitu 1 kN, hingga tercapai batasan yang juga telah diberikan yaitu ±0,01 m pada lantai kendaraan.

5) Output yang dihasilkan program adalah load factor untuk masing-masing kabel. Jadi, gaya tarik 1 kN di atas diberi load factor oleh program hasil dari iterasi. Hal ini berhubungan dengan fitur yang dimiliki program MIDAS/Civil yaitu unknown load factors calculation.

BAB XI

STRUKTUR PYLON & PERLETAKAN

11.1 Analisa Penampang Pylon Tul. Lentur : 264 - D32

Tul. Geser : 4D16 - 300

70D32

75D32

264D32

D22-300

3.5 Gambar 11.10 Desain tulangan pada pylon

11.2 Analisa Penampang Balok BA Tul. Lentur : 30 - D32 Tul. Geser : 2D16 - 200

11.3 Analisa Penampang Balok BB

Tul. Lentur : 80 - D32 Tul. Geser : 4D16 - 100

11.4 Perletakan Kekerasan durometer IRHD : 70 Modulus geser (G) : 1,2 MPa Modulus keseluruhan : 2000 MPa Dimensi (a x b x t): 600 x 600 x 97 mm Tebal selimut atas + bawah (tc) : 12 mm Tebal selimut sisi (tsc) : 10 mm Tebal karet dalam (t1) : 4@15 mm Tebal pelat baja (ts) : 5@5 mm Kekakuan rotasi (Krn) : 18887 kNm/rad

Gambar 12.12 Dimensi elastomer

60

60

97

Page 17: ITS-Undergraduate-12540-Paper------vcd----------

17 

BAB XII PONDASI

Pondasi merupakan bangunan perantara

untuk meneruskan beban bagian atas dan gaya-gaya yang bekerja pada pondasi tersebut ketanah pendukung di bawahnya. Adapun data-data dalam perencanaan pondasi adalah : Dimensi bor pile (D) = 140 cm Luas bor pile (Ap) = ¼.π.D2 = 1,539 mm2 Keliling bor pile (As) = π.D = 4,40 m 1.6 Daya Dukung Tanah

Daya dukung ijin pondasi dalam dihitung berdasarkan data nilai SPT dari hasil boring dengan menggunakan metode Meyerhoff yang telah dimodifikasi oleh WIKA dan dengan faktor keamanan 2.

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ×+××=

540 AsNApNQu ;

SFQuQd =

1.7 Perencanaan Kelompok Tiang (Pile

Group) Perhitungan jarak tiang berdasarkan Dirjen Bina Marga : Untuk jarak antar tiang pancang : 2,5 D < S < 3 D dimana : S = jarak antar tiang pancang S1= jarak tiang pancang ke tepi Untuk jarak tepi tiang pancang : 1,5 D < S1 < 2 D

Efisiensi daya dukung pondasi kelompok menurut Converse Labarre adalah : Efisiensi : ( ή ) = 1 -

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

nmmnnm

SDtgarc

..90).1().1(

Dimana : D = diameter tiang pancang S = jarak antar tiang pancang m = jumlah tiang pancang dalam 1 baris = 8 n = jumlah baris tiang pancang = 5 daya dukung 1 bor pile : Pijin = η Qd

1.8 Hasil Analisa

∑∑±±

Σ= 22

.xiMy.YiMxn

PixiYi

P

Dimana : Pi = Total beban yang bekerja pada tiang yang ditinjau Y1 = jarak tiang yang ditinjau dalam arah y xi = jarak tiang yang ditinjau dalam arah x Σ xi

2= jumlah kuadrat jarak tiang pancang dalam arah x Σ y1

2 = jumlah kuadrat jarak tiang pancang dalam arah y

Titik bor pile yang ditinjau adalah titik 40 yang menerima beban maksimum akibat gaya vertikal maupun momen :

5,25722,2517441,94x1

9807155104,69x

4028,219895P40 ++=

= 5497,38 + 1107,89 + 83,06 = 6688,33 kN Direncanakan bor pile dengan kedalaman 28 m maka daya dukung 1 bor pile : Pijin = η Qd = 0,59 x 11607,40 = 6848,37 kN Jadi beban maksimal yang diterima 1 bor pile Pmaks = 6688,33 kN < Pijin = 6848,37 kN maka tanah kuat menahan beban diatasnya.

28.9

18.4X

Y

Mx

Hx

Hy

My

1 2 3 4 5 6 7 8

9 10 11 12 13 14 15 16

17 18 19 20 21 22 23 24

25 26 27 28 29 30 31 32

33 34 35 36 37 38 39 40