Islam Indonesia Jangan Mudah Digerakkan Kelompok Intoleran · membangun kemajemukan dengan terlalu...

1
[JAKARTA] Toleransi antarumat beragama di Indonesia saat ini sebenarnya sudah sangat baik. Hal tersebut terlihat dari umat beragama yang hidup berdam- pingan secara damai. Namun, kecenderungan kebangkitan kelompok konservatif pascaaksi 411 (4 November 2016) dan 212 (2 Desember 2016) jangan sampai ditutupi. Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti kepada SP di Jakarta, Selasa (10/1). “Mereka mendapatkan fresh air untuk bangkit dan melakukan penetrasi ke organisasi-organisa- si kemasyarakatan (ormas) Islam besar di Indonesia, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Mereka banyak diundang berceramah di banyak forum dan menghiasi media massa. Secara psikologi, massa sedang dalam euphoria terhadap kelom- pok ini,” kata Mu’ti. Dia meyakini, keberadaan kelompok-kelompok intoleran itu tidak akan berlangsung lama, jika keadaan yang selama ini menjadi penyebab aksi dapat dihapuskan. Pasalnya, selama ini umat Islam selalu merasa berada di pihak yang termarginalkan oleh berba- gai kebijakan. Untuk itu, Mu’ti berharap pemerintah berusaha lebih keras lagi dalam membangun dan mem- bina kemajemukan dengan cara yang alamiah, otentik, dan meng- akar ke bawah. Sebab, yang ter- jadi selama ini ada kesan usaha membangun kemajemukan dengan terlalu banyak hal-hal yang ber- sifat seremonial dan elitis. Mu’ti menyarankan, pemerin- tah tidak perlu memperbanyak aturan. Semua aturan yang ada sebenarnya sudah cukup, sehing- ga yang perlu dilakukan adalah upaya menegakkan aturan secara adil dan bersama-sama. “Dalam hal ini, pemerintah perlu membangun kerja sama dengan elemen masyarakat mode- rat, tidak hanya dengan kelompok tertentu,” katanya. Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana menga- takan, kelompok intoleran saat ini semakin besar. Hal itu terlihat dalam beberapa tahun terakhir kelompok tersebut menemukan momentum untuk unjuk diri. Pembiaran terhadap kelompok ini, lanjutnya, membuat mereka leluasa bergerak. Pembiaran dila- kukan diduga karena adanya kepentingan politik dan kekuasa- an. “Pengalaman dari negara-ne- gara lain, seperti Pakistan dan Afghanistan, kelompok-kelompok seperti ini dibiarkan membesar dan orang-orang moderat lama-la- ma tersingkir,” katanya. Oleh karena itu, kata Uung, banyak hal yang perlu diubah ke arah yang lebih baik. Pendidikan agama harus ditata ulang menja- di inklusif. Perlu juga pengawas- an terhadap lembaga-lembaga kemahasiswaan agar para pembi- nanya terkontrol dan diawasi pemerintah. Uung juga meminta agar negara, dalam hal ini aparat pene- gak hukum untuk tidak ragu bertindak dan menegakkan hukum terhadap kelompok-kelompok intoleran. Jika alasannya karena hak asasi manusia (HAM), kata dia, sesungguhnya HAM seseorang atau kelompok lain juga dibatasi oleh hak asasi masyarakat lainnya. Di sisi lain, dia mengingatkan, lembaga-lembaga agama juga harus menyentuh dan berinterak- si langsung dengan masyarakat akar rumput. Tindakan itu perlu dilakukan sebagai upaya kontrol dan pembinaan ke arah yang baik, sehingga tidak dikuasai kelompok intoleran. Dewan Kerukunan Sementara itu, pemerintah berencana untuk membentuk Dewan Kerukunan Nasional, yang diisi para figur dan tokoh yang telah teruji dalam menjaga kema- jemukan Indonesia. “Orang-orang yang akan duduk di dewan keru- kunan adalah yang mempunyai rekam jejak teruji. Orang yang tidak menimbulkan kontroversi,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Jakarta, Senin (9/1). Sejumlah menteri telah dimin- ta menyiapkan peraturan presiden terkait pembentukan Dewan Kerukunan Nasional itu. Diharapkan, melalui lembaga itu, tensi politik yang muncul akibat masalah kerukunan dan toleransi dapat dikurangi. Pramono juga mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bakal menyusun pelajaran terkait mul- tikulturalisme. Dengan begitu, keberagaman dapat semakin dihargai sejak dini. Akhir pekan lalu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd Rahman Mas’ud mengatakan, indeks kerukunan umat beragama (KUB) Indonesia tahun 2016 sudah baik, yakni 75,47. Hasil survei nasional itu naik 0,12 poin jika dibandingkan dengan indeks KUB 2015. Menurut Masud, survei ini mengukur tiga indikator utama, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama. “Kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama memiliki angka yang tinggi sebesar 68,65%. Kepercayaan umat beragama terhadap orang dari suku berbeda 73,71%. Sedangkan, kepercayaan umat beragama terhadap penganut agama lain sebesar 77,09%,” katanya. Menurut Mas’ud, Indonesia patut bersyukur karena memiliki ormas Islam berpaham moderat, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Negara Islam sekalipun, kata dia, belum tentu mempunyai ormas Islam yang sangat mengakar dan dapat menyemai nilai Islam yang santun dan moderat. “NU dan Muhammadiyah telah membuk- tikan pengamalan Islam yang penuh kedamaian, Islam yang ramah, dan Islam yang senyum,” tuturnya. [FAT/R-15/C-6] 3 Suara Pembaruan Selasa, 10 Januari 2017 Utama [JAKARTA] Direktur Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik Rafendi Djamin meminta umat Islam di Indonesia untuk tidak mudah dige- rakkan oleh kelom- pok intoleran. Pasalnya, kelom- pok intoleran ini bergerak hanya berdasarkan emosi dan memaksakan kehendak, bahkan dengan cara kekerasan. “Aksi unjuk rasa 411 dan 212 sebenarnya menunjukkan bahwa sebagian kaum Islam sudah digerakan dan diarahkan kelom- pok intoleran yang bergerak berdasarkan emosi saja, tanpa melihat fakta dan kehilangan nalar. Apalagi, gerakan itu dila- kukan dalam bentuk massa,” ujar Rafendi kepada SP di Jakarta, Selasa (10/1). Kemunculan kelompok into- leran ini, kata Refendi, memang tidak terlepas dari kebebasan yang disalahgunakan oleh kelompok intoleran. Menurut dia, kelompok intoleran memang buah dari kebebasan, tetapi akhirnya mere- ka menjadi musuh kebebasan karena menganggap diri paling benar dengan mengekang kebe- basan kelompok lain. “Ini tidak bisa dibenarkan hidup di Indonesia, karena sejak berdirinya bangsa ini masyara- kat sudah beragam dan maje- muk,” katanya. Selain karena kebebasan memberikan peluang, lanjut dia, pendidikan agama di Indonesia selama 16 tahun terakhir terlalu sekterian, sehingga tanpa disadari telah membangun sekat-sekat anta- ra kelompok agama. Padahal, buda- ya dialog penting untuk dikedepan- kan agar bisa memahami dan menghormati kebenaran masing -masing agama. “Ini tentunya menjadi tantangan kelompok agama di Indonesia, ter- utama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua kelompok ini harus bisa memastikan bahwa pendidikan agama di pasantren-pesantrennya tidak disusupi oleh ajaran-ajaran intoleran,” imbuh dia. Negara Hadir Lebih lanjut, Rafendi juga berharap agar negara hadir dalam menjaga kemajemukan dan keb- hinekaan. Dalam konstitusi Indonesia, kata dia, sudah diatur kewajiban negara untuk meng- hargai dan melindungi HAM dengan penerapan prinsip non- diskriminasi. “Bahkan, sebelum diamen- demen dan ada deklarasi HAM internasional, di UUD 1945 sudah ada prinsip HAM, yakni nondis- kriminasi. Setelah amendemen, prinsip itu semakin ditegaskan. Nondiskriminasi berarti meng- hormati keberagaman dan nega- ra wajib memberikan perlindung- an terhadap semua warga negara tanpa kecuali. Jika ada yang melakukan tindakan intoleran, maka negara mempunyai wewe- nang yang sah untuk menindak kelompok intoleran tersebut,” katanya. [YUS/O-1] Tegas terhadap Kelompok Intoleran Islam Indonesia Jangan Mudah Digerakkan Kelompok Intoleran ISTIMEWA Rafendi Djamin Negara, dalam hal ini aparat penegak hukum jangan ragu bertindak dan menegakkan hukum terhadap kelompok-kelompok intoleran. Jika alasannya karena hak asasi manusia (HAM), sesungguhnya HAM seseorang atau kelompok lain juga dibatasi oleh hak asasi masyarakat lainnya.

Transcript of Islam Indonesia Jangan Mudah Digerakkan Kelompok Intoleran · membangun kemajemukan dengan terlalu...

[JAKARTA] Toleransi antarumat beragama di Indonesia saat ini sebenarnya sudah sangat baik. Hal tersebut terlihat dari umat beragama yang hidup berdam-pingan secara damai. Namun, kecenderungan kebangkitan kelompok konservatif pascaaksi 411 (4 November 2016) dan 212 (2 Desember 2016) jangan sampai ditutupi.

Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti kepada SP di Jakarta, Selasa (10/1).

“Mereka mendapatkan fresh air untuk bangkit dan melakukan penetrasi ke organisasi-organisa-si kemasyarakatan (ormas) Islam besar di Indonesia, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Mereka banyak diundang berceramah di banyak forum dan menghiasi media massa. Secara psikologi, massa sedang dalam euphoria terhadap kelom-pok ini,” kata Mu’ti.

Dia meyakini, keberadaan kelompok-kelompok intoleran itu tidak akan berlangsung lama, jika keadaan yang selama ini menjadi penyebab aksi dapat dihapuskan. Pasalnya, selama ini umat Islam selalu merasa berada di pihak yang termarginalkan oleh berba-gai kebijakan.

Untuk itu, Mu’ti berharap pemerintah berusaha lebih keras lagi dalam membangun dan mem-

bina kemajemukan dengan cara yang alamiah, otentik, dan meng-akar ke bawah. Sebab, yang ter-jadi selama ini ada kesan usaha membangun kemajemukan dengan terlalu banyak hal-hal yang ber-sifat seremonial dan elitis.

Mu’ti menyarankan, pemerin-tah tidak perlu memperbanyak aturan. Semua aturan yang ada sebenarnya sudah cukup, sehing-ga yang perlu dilakukan adalah upaya menegakkan aturan secara adil dan bersama-sama.

“Dalam hal ini, pemerintah perlu membangun kerja sama dengan elemen masyarakat mode-rat, tidak hanya dengan kelompok tertentu,” katanya.

Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana menga-takan, kelompok intoleran saat ini semakin besar. Hal itu terlihat dalam beberapa tahun terakhir kelompok tersebut menemukan momentum untuk unjuk diri.

Pembiaran terhadap kelompok ini, lanjutnya, membuat mereka leluasa bergerak. Pembiaran dila-kukan diduga karena adanya kepentingan politik dan kekuasa-an. “Pengalaman dari negara-ne-gara lain, seperti Pakistan dan Afghanistan, kelompok-kelompok seperti ini dibiarkan membesar dan orang-orang moderat lama-la-ma tersingkir,” katanya.

Oleh karena itu, kata Uung,

banyak hal yang perlu diubah ke arah yang lebih baik. Pendidikan agama harus ditata ulang menja-di inklusif. Perlu juga pengawas-an terhadap lembaga-lembaga kemahasiswaan agar para pembi-nanya terkontrol dan diawasi pemerintah.

Uung juga meminta agar negara, dalam hal ini aparat pene-gak hukum untuk tidak ragu bertindak dan menegakkan hukum terhadap kelompok-kelompok intoleran. Jika alasannya karena hak asasi manusia (HAM), kata dia, sesungguhnya HAM seseorang atau kelompok lain juga dibatasi oleh hak asasi masyarakat lainnya.

Di sisi lain, dia mengingatkan, lembaga-lembaga agama juga harus menyentuh dan berinterak-si langsung dengan masyarakat akar rumput. Tindakan itu perlu dilakukan sebagai upaya kontrol dan pembinaan ke arah yang baik, sehingga tidak dikuasai kelompok intoleran.

Dewan KerukunanSementara itu, pemerintah

berencana untuk membentuk Dewan Kerukunan Nasional, yang diisi para figur dan tokoh yang telah teruji dalam menjaga kema-jemukan Indonesia. “Orang-orang yang akan duduk di dewan keru-kunan adalah yang mempunyai rekam jejak teruji. Orang yang tidak menimbulkan kontroversi,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Jakarta, Senin (9/1).

Sejumlah menteri telah dimin-ta menyiapkan peraturan presiden terkait pembentukan Dewan K e r u k u n a n N a s i o n a l i t u . Diharapkan, melalui lembaga itu, tensi politik yang muncul akibat masalah kerukunan dan toleransi dapat dikurangi.

Pramono juga mengatakan, M e n t e r i P e n d i d i k a n d a n Kebudayaan (Mendikbud) bakal

menyusun pelajaran terkait mul-tikulturalisme. Dengan begitu, keberagaman dapat semakin dihargai sejak dini.

Akhir pekan lalu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd Rahman Mas’ud mengatakan, indeks kerukunan umat beragama (KUB) Indonesia tahun 2016 sudah baik, yakni 75,47. Hasil survei nasional itu naik 0,12 poin jika dibandingkan dengan indeks KUB 2015.

Menurut Masud, survei ini mengukur tiga indikator utama, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Hasil survei juga menemukan hubungan positif antara keterlibatan tokoh agama dan organisasi keagamaan dengan kerukunan umat beragama.

“Kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama memiliki angka yang tinggi sebesar 68,65%.

Kepercayaan umat beragama terhadap orang dari suku berbeda 73,71%. Sedangkan, kepercayaan umat beragama terhadap penganut agama lain sebesar 77,09%,” katanya.

Menurut Mas’ud, Indonesia patut bersyukur karena memiliki ormas Islam berpaham moderat, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Negara Islam sekalipun, kata dia, belum tentu mempunyai ormas Islam yang sangat mengakar dan dapat menyemai nilai Islam yang santun d a n m o d e r a t . “ N U d a n Muhammadiyah telah membuk-tikan pengamalan Islam yang penuh kedamaian, Islam yang ramah, dan Islam yang senyum,” tuturnya. [FAT/R-15/C-6]

3Sua ra Pem ba ru an Selasa, 10 Januari 2017 Utama

[ J A K A R T A ] Direktur Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik Rafendi Djamin meminta umat Islam di Indonesia untuk tidak mudah dige-rakkan oleh kelom-pok intoleran. Pasalnya, kelom-pok intoleran ini bergerak hanya berdasarkan emosi dan memaksakan kehendak, bahkan dengan cara kekerasan.

“Aksi unjuk rasa 411 dan 212 sebenarnya menunjukkan bahwa sebagian kaum Islam sudah digerakan dan diarahkan kelom-pok intoleran yang bergerak berdasarkan emosi saja, tanpa melihat fakta dan kehilangan nalar. Apalagi, gerakan itu dila-kukan dalam bentuk massa,” ujar Rafendi kepada SP di Jakarta, Selasa (10/1).

Kemunculan kelompok into-leran ini, kata Refendi, memang tidak terlepas dari kebebasan yang disalahgunakan oleh kelompok intoleran. Menurut dia, kelompok intoleran memang buah dari kebebasan, tetapi akhirnya mere-ka menjadi musuh kebebasan karena menganggap diri paling benar dengan mengekang kebe-basan kelompok lain.

“Ini tidak bisa dibenarkan hidup di Indonesia, karena sejak berdirinya bangsa ini masyara-kat sudah beragam dan maje-muk,” katanya. Selain karena kebebasan memberikan peluang, lanjut dia, pendidikan agama di Indonesia selama 16 tahun terakhir terlalu sekterian, sehingga tanpa disadari telah

m e m b a n g u n sekat-sekat anta-r a k e l o m p o k agama.

Padahal, buda-ya dialog penting untuk dikedepan-kan agar bisa memahami dan m e n g h o r m a t i kebenaran masing-masing agama. “ In i t en tunya menjadi tantangan kelompok agama di Indonesia, ter-utama Nahdlatul

Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua kelompok ini harus bisa memastikan bahwa pendidikan agama di pasantren-pesantrennya tidak disusupi oleh ajaran-ajaran intoleran,” imbuh dia.

Negara HadirLebih lanjut, Rafendi juga

berharap agar negara hadir dalam menjaga kemajemukan dan keb-hinekaan. Dalam konstitusi Indonesia, kata dia, sudah diatur kewajiban negara untuk meng-hargai dan melindungi HAM dengan penerapan prinsip non-diskriminasi.

“Bahkan, sebelum diamen-demen dan ada deklarasi HAM internasional, di UUD 1945 sudah ada prinsip HAM, yakni nondis-kriminasi. Setelah amendemen, prinsip itu semakin ditegaskan. Nondiskriminasi berarti meng-hormati keberagaman dan nega-ra wajib memberikan perlindung-an terhadap semua warga negara tanpa kecuali. Jika ada yang melakukan tindakan intoleran, maka negara mempunyai wewe-nang yang sah untuk menindak kelompok intoleran tersebut,” katanya. [YUS/O-1]

Tegas terhadap Kelompok IntoleranIslam Indonesia Jangan Mudah Digerakkan Kelompok Intoleran

istimewa

Rafendi Djamin

Negara, dalam hal ini aparat penegak hukum jangan ragu bertindak dan menegakkan hukum

terhadap kelompok-kelompok intoleran. Jika alasannya karena hak asasi manusia (HAM), sesungguhnya HAM seseorang atau kelompok

lain juga dibatasi oleh hak asasi masyarakat lainnya.