BAB 1 Pendahuluan -...
Transcript of BAB 1 Pendahuluan -...
1
Universitas Muhammadiyah Malang
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Partai politik pertama kali lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan
dengan gagasan, bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses
politik. Dalam hal ini, partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di
satu pihak dan pemerintah di lain pihak, namun dalam perkembangan selanjutnya
partai politik dianggap sebagai manifestasi dari suatu system politik yang
demokratis, modern dan mewakili aspirasi rakyat. Namun berbicara tentang
keberadaan atau “eksistensi”1 dan “hegemoni” dalam hal ini, eksistensi dan
1 Istilah “Eksistensi” dalam bahasa Inggris disebut existensi; dari bahasa Latin existensi (muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual), dari ex (keluar) dan sistere (tampil muncul). sedangkan dalam defenisi indonesianya adalah segala sesuatu (apa saja) yang alami. Menekankan bahwa sesuatu itu ada. Berbeda dengan esensi, yang menekankan apaan sesuatu (apa sebenarnya sesuatu itu sesuai dengan kordrat inherennya. Kemudian beberapa filsuf berpandangan diantaranya; Plato, bahwa forma atau esensi, pada dirinya, lebih real daripada kalau berpartisipasi dalam materi. Dengan mengasimilasikan eksistensi kepada esensi, amter berasosiasi dengan bukan-ada. Aristoteles, mengunakan perbedaan dualis (rangkap dua) ia mengasosiasikan eksistensi dengan materi yang berforma, yaitu substansi, seraya mengasosiasikan esensi denga forma dan dengan unsur-unsur sebuah definisi yang benar. Thomas Aguines, menganut komposisi rangkap esensi dan eksistensi. Dalam komposisi pertama materi yang berforma diidentikan dengan esensi suatu hal. Dalam komposisi yang kedua, eksistensi sebagai suatu karunia tambahan menerjemahkan esensi kedalam aktualitas. Duns Scotus, mengunakan paham bacceitas (kekinian) sebagai prinsip individuasi. Dia megarah kepada eksistensialisasi eksistensi. Artinya, esensi suatu adalah eksistensinya. Alasannya, suatu hal bereksistensi berkat bacceitas-nya (kekinianya). Hegel mereduksi (mengembalikan) eksistensi kepada esensi. Hegel penganut esensialisme yang paling lengkap. Keirkegard, menentang esensialisme hegel. Ia dipandang sebagai penganut pertama eksistensialisme. Jika eksistensi dipandang terpisah sama sekali dari esensi, ia menjadi tak terpahami dan dalam arti tertentu irasional. Inilah sepak terjang kierkegaard. Malah kemungkinan suatu ontologis eksistensi dibuang. Hal-hal individu – dan bukan eksistensi- diakui atau dikenal. Dan keputusan eksistensi mengantikan spekulasi. Lihat, Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal: 183-185. Sedangkan Rene Deskartes pada tahun (1596-1650), Dia mempertanyakan keberadaanya yaitu “Cogito Ergo Sum” artinya “Aku berpikir Maka Aku Ada”. Lihat, Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat; Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal: 740. Lain hal dengan filsafat Immanuel Kant (1724-1804) bahwa eksistensi adalah keberadaan atau “Existence”, dia meneyebutkan secara ontologis bahwa Tuhan sebagai Zdat yang paling nyata, yakni subjek dari semua predikat bersifat mutlak, bukti kosmologi menyatakan bahwa jika segala sesuatu itu ada, maka realitas mutlak tentu juga ada; sekarang saya tahu bahwa saya ada karena
2
Universitas Muhammadiyah Malang
hegemoni organisasi politik atau partai politik diawal-awal pendiriannya masih
bersifat elitis dan aristokrasi, dimana lembaga politik tersebut tentu hanya
mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja,
kemudian peranan tersebut meluas di semua lapisan masyarakat. Hal ini antara
lain di sebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua
golongan masyarakat, dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang
bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan demokrasi kepartaiaan di Negara-negara Eropa hingga di
Negara yang baru merdeka, yakni wilayah Asia dan Afrika. Tentu menjadikan
partai politik sebagai sebuah lembaga politik yang penting di dalam Negara,
sehingga dapat dilihat partai politik di negara-negara jajahan, dimana partai politik
dalam Negara tersebut sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan
penggerak kearah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal
ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih Hindia-Belanda) serta India, dan dalam
perkembangan akhir-akhir ini partai politik umumnya di terima sebagai suatu
lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi
konstitusional yaitu sebagai kelengkapan system demokrasi suatu negara atau
dalam trias politica (legislatif, eksekutif dan yudikatif).2
realitas mutlak juga ada dan ini menurut Kant disebut ens realissimun. Lihat, Ibid., hal: 924-926. Kemudin Filsafat Hermeneutik Martin Heidegger pada tahun (1889-1976). Dia merunjuk pada fenomenologi eksistensial ialah modalitas pengalaman mengenai kesadaran sekaligus merupakan cara-cara keberadaan seseorang di dunia. Lihat, Maulidin, Sketsa Hermeneutika, dalam Jurnal Gerbang Menafsirkan Hermeneutika, No 14, volume V, 2003, hal: 21-22. Dan dalam pandangan lain Heidegger menjelaskan bahwa makna “ada”, dimana “ada” tentang makna hidup dari eksistensi manusia yang mencakup semua realitas (ekonomi, antropologi, fisika, ekonomi, psikologi, manusia, hewan dll). Lihat, Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu dan Metodologi Posmodernis, Bogor, Akademia, hal: 213-214. 2 Melihat ketiga lembaga Negara tersebut dapat menjadi sebuah institusi yang lahir untuk mengatur tata kelolah Negara. Lihat, Montesquieu, The Spirit Of Law, (Terj, M.Khoirul Anam) Bandung, Nusamedia, 2007, hal: 186-187. Sementara di Indonesia Eksekutif ialah lembaga kepresidenan, Legislatif ialah lembaga perwakilan rakyat (DPR/MPR) dan Yudikatf ialah lembaga kustitusi Negara yakni Mahkama Agung (MA)
3
Universitas Muhammadiyah Malang
Dalam negara yang demokratis, partai politik memiliki arti yang sangat
penting dalam proses perpolitikan, Menurut Macridis (1988), bahwa tidak ada
system politik yang berjalan tanpa partai politik, kecuali negara yang menganut
sistem perpolitikan otoriter atau tradisional, dimana raja atau penguasa yang
menjalankan kekuasaannya sangat bergantung pada tentara atau polisi.3
Sedangkan Tandjung (2007), fungsi utama partai politik adalah bersaing untuk
memenangkan pemilihan umum, mengaggregasikan berbagai kepentingan
masyarakat, menyediakan alternatif kebijakan dan mempersiapkan para calon
pemimpin yang akan duduk dalam pemerintahan.4 Hal tersebut menuntut system
demokrasi yang harus menjadi system politik dalam Negara di Indonesia, karena
partai politik menjadi alat atau fungsi utama oleh rakyat untuk menentukan
pilihan-pilihan politik hingga kebijakan politik yang menentukan nasib rakyat.
Namun perjalanan politik di Indonesia selalu berubah dalam tradisi atau
system periodek kepemimpinan yang dibangun, dimana perkembangan partai
politik dapat di golongkan dalam beberapa periode, dengan setiap kurun waktu
yang mempunyai ciri dan tujuan masing-masing yaitu masa penjajahan Belanda,
masa pendudukan Jepang dan masa kemerdekaan hingga reformasi. Tentu
dinamika perpolitikan bangsa Indonesia maupun system kepartaiannya semakin
berada pada posisi yang sangat fital. Sehingga partai politik selalu menjadi alat
dan pilar demokrasi untuk mencapai kekuasaan yang “hegemonik”,5 dalam
dan Mahkama Konstitusi (MK). Sedangkan terkait dengan partai politik di Indonesia, Lihat, Sejarah Terbentuknya Partai Politik Di Dunia. Diakses pada tanggal 8 juni 2011 dari www.wartawarga.com. pukul 13.00. 3 Roy C. Macridis, Pengantar Sejarah, Fungsi Dan Tipologi Partai-Partai. Dalam Ichlasul Amal (ed), Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yokyakarta, Tiara Wacana, 1998, hal:18. 4 Akbar Tandjung, The Golkar Way; Survival Partai Golkar Di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal: 1. 5 Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar & Insist, 2004, hal: 19-20
4
Universitas Muhammadiyah Malang
pandangan Firmanzah (2008), tentang partai politik bahwa lahirnya dan
berakhirnya suatu partai dapat disebabkan oleh perubahan desain system politik
yang dianut ‘penguasa’.6 Maka secara tidak langsung eksistensi partai politik di
Indonesia juga sangat berpengalam soal gonta-ganti merek partai politik atau
bendera partai politik serta strategi partai politik dalam rangka menyesuiakan
kondisi politik yang berlaku dalam setiap etape perubahan system politik.
Dinamika partai politik di Indonesia juga sangat baik untuk dijadikan kajian
ilmiah, karena partai politik sudah menjadi alat politik untuk menuju kekuasaan,
namun telah terbukti bahwa partai politik juga punya sejarah yang pahit maupun
sejarah yang manis dalam merebut kekuasaan atau hegemoni partai di dalam
pemerintahan, atau telah terlihat bahwa lika-liku kehidupan maupun eksistensi
partai politik juga sangat disayangkan, tetapi sebagian yang lain sangat patut
diapresiasi, dimana partai politik yang sebagian masih mempertahankan warna
partai, platform dan ideologinya, sebagian juga ada yang sudah “bubar” dan
“mati”, sebagian ada yang tinggal menjadikan sebagai ormas politik, dan
sebagiannya lagi ada yang menggantikan nama partainya tetapi ideologinya tetap
di pakai dan masih banyak lagi partai yang penuh dengan warna-warninya.
Menurut Dahl (1972) bahwa partai politik sebagai bagian penting
masyarakat politik menjadi penyeimbang kekuasaan eksekutif ketika wakil-
wakilnya di parlemen menyelenggarakan kontrol efektif terhadap jalannya
kekuasaan.7 Dalam pandangan Dahl tersebut partai politik menjadi salah satu
6 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik, Jakarta, Buku Obor, 2008, hal: 60. 7 Robert A Dahl ialah salah satu Profesor Sterling emeritus ilmu politik di Yale University, Ia menerima gelar Ph.D. dalam ilmu politik pada tahun 1940 dan mantan presiden Asosiasi Ilmu Politik Amerika dan salah satu yang paling terkenal ilmuwan politik. Lihat: Muliansyah A. Ways, Bingkai Demokrasi:Sebuah Refleksi Gelombang Demokrasi Di Indonesia, Yogyakarta, Arruszz Media, 2010, hal: 74
5
Universitas Muhammadiyah Malang
lembaga perwakilan dan lembaga pengontrol maupun penyeimbang. Artinya
dengan lahirnya partai politik, maka bangsa ini akan menjalankan system
demokrasi kepartaiaan dan saling memberikan masukan demi berjalanya
pemerintahan atau kekuasaan dengan baik, serta bentuk aspirasi dan mengambil
keputusan sesuai dengan harapan masyarakat setempat, dari semua partai politik
memiliki visi memajukan dan mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Mareuke dengan ideologi dan platform partainya masing-masing.
Partai Golkar adalah salah satu partai politik di Indonesia yang sangat lama
bertahan dan mempunyai pengalaman kedewasaan politik secara organisasi
maupun secara perorangan di partai tersebut. Mulai terbentuk hingga menjadi
partai penguasa, eksistensi Partai Golkar memiliki sejarah perjalanan politik yang
sangat panjang, dari kemenangan Partai Golkar pertama tahun 1971 sampai 1997
hingga kekalahan pada tahun 1999 serta menang lagi dalam pemilu tahun 2004
dan kemudian kalah dalam pemilu di tahun 2009.
Begitulah jalan panjang Partai Golkar yang menjadi bagian dari pilar
demokrasi di Indonesia, era orde baru dibawah komendan Jendral Soeharto
memiliki mesin politik partai yang kuat dan permanen serta dibawah binaan oleh
pemerintah, kemudian ditambah dengan konsolidasi politik oleh lembaga-lembaga
kekaryaan yang tergabung dalam Tujuh Kelompok Induk Organisasi (KINO),
yakni: Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO), Sentral Organisasi
Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Musyawarah Kekeluargaan Gotong
Royong (MKGR), Organisasi Profesi, Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM),
Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI), Dan Gerakan Pembangunan.
6
Universitas Muhammadiyah Malang
Dari lembaga-lembaga kekaryaan tersebut kemudian melembur menjadi
satu nama partai dan satu logo partai yaitu Sekber-Golkar (Golongan Karya)
dalam rangka mengikuti pemilihan umum di Indonesia.8 Langkah strategis yang
diambil oleh Golkar dalam pemilihan umum (pemilu) di tahun 1971 dalam
memenangkan pemilu tersebut, bahkan mengalahkan partai-partai besar yang
pernah menang dalam pemilu sebelumnya di tahun 1955, seperti Partai Masyumi,
Nahlatul Ulama (NU) dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Walhasil pemilu
tersebut juga menjadi catatan awal Partai Golkar untuk memenangkan pemilu,
kemudian di tahun 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997.
Pertarungan Golkar untuk memperoleh hegemoni terbukti di mulai pada
pemilu 1971 dimana Golkar memperoleh 62,8 suara, memenangkan 236 (65,6%)
dari 360 kursi yang diperebutkan. PNI (6,9%), NU (18,7%) dengan komposisi
tersebut maka secara otomatis negara dalam hegemoni Golongan Karya.9 Ada
beberapa kondisi yang diciptakan untuk menanamkan hegemoni Golongan Karya
yang dikomandoi Soeharto sebagai presiden, yaitu: 1). Peran sosial politik militer
dilegalisasi dengan kekuasaan yang besar untuk menjamin terciptanya stabilitas,
2). Dilakukannya depolitisasi massa dengan alasan agar seluruh rakyat
berkonsentrasi dan mengarahkan perhatiannya pada pembangunan ekonomi, 3).
Diperkenalkan kebijakan pembatasan peran partai-partai non-Golkar disertai
rekayasa struktural dan kooptasi negara terhadap partai, 4). Pemilihan umum
dilakukan dengan manajemen yang mendukung bagi terjaminnya kelestarian
hegemoni Golkar dan kelangsungan kekuasaan Golkar dalam pemerintahan, 5).
8 Ian, Sejarah Partai Golkar. (Dokumen Partai Golkar). Diakses 19 Maret 2012 dari www.golkar.or.id. Ha, 2010, Pukul 02:00. 9 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta, Serambi, 2005, hal: 585-586
7
Universitas Muhammadiyah Malang
Partai-partai politik non-Golkar menghadapi persoalan-persoalan intern mereka
berupa konflik antarunsur atau kepentingan.10
Sebuah sejarah panjang kekuatan Golkar membuat kita tidak dapat dengan
mudah mengaleniasikan kekuatan massa untuk memenangkan pemilihan umum,
untuk tahun-tahun berikutnya selama Orde Baru Golkar selalu mendapatkan
kemenangan, kemudian pada tahun 1998 kekuasaan orde baru dan hegemoni
Golkar telah jatuh masa kejayaanya, tentu partai Golkar yang pernah di tunggangi
Soeharto juga dianggap penghianat dan harus di bubarkan oleh rakyat Indonesia.
Pada saat itu juga, Golkar bahkan pemerintah sekalipun tidak mampu mencegah
amukan masa oleh rakyat Indonesia atau teriakan pembubaran Golkar di seluruh
daerah-daerah di tanah air.
Terbukti bahwa pada awal-awal reformasi yang bersamaan dengan jatuhnya
orde baru, telah terjadi teriakan terjadi dimana-mana atas pembubaran Golkar,
pembakaran kantor Golkar, pengrusakan maupun anarkisme. Tapi di saat itu juga
telah terpilihnya legendaris Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum, kemudian
Akbar mati-matian mempertahankan eksistensi dan hegemoni Partai Golkar
dibawah kepemimpinanya. Golkar di era Akbar juga telah berubah wujud menjadi
Partai Politik atau Partai Golkar, dimana saat itu juga Partai Golkar mengusung
citra sebagai Golkar baru. Penyelamatan dan upaya Akbar juga tak sia-sia, Akbar
berhasil mempertahankan Partai Golkar dari serangan eksternal dan krisis citra,
Partai Golkar kemudian ikut dalam Pemilu tahun 1999, berkompetisi bersama
partai-partai baru di era multipartai.
10 Saefulloh Fatah, Eep, Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru, Masalah dan Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional. Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2000, hal: 196.
8
Universitas Muhammadiyah Malang
Pada pemilu pertama di Era Reformasi ini, Partai Golkar mengalami
penurunan suara di peringkat ke dua di bawah PDIP.11 Gelombang anti partai
masih tetap berlanjut hingga gugatan ke pengadilan setelah runtuhnya Orde Baru
hingga pemilu tahun 1999 dibawah kepresidenan B.J. Habibie. Namun eksistensi
dan hegemoni Partai Golkar era reformasi juga di mulai lah kepemimpinan Akbar
Tandjung dan kemudian menuju pemilu tahun 2004 Partai Golkar juga bertekad
untuk memperoleh suara terbanyak sehingga Partai Golkar mulai mempersiapkan
dirinya untuk menghadapi Pemilu 2004, dimana partai golkar langsung
menyelenggarakan penyaringan Calon Presiden dari tingkat bawah melalui
“konvensi”. Muncullah nama-nama calon presiden yaitu; Akbar Tanjung,
Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Wiranto, Prabowo Subianto dan Sri
Sultan Hamengku Buwono X dalam konvensi tersebut dan di luar Partai Golkar
termasuk Nurcholish Madjid (CAK NUR).
Strategi yang baik dan membangun citra baru Partai Golkar hingga
diuntungkan oleh format baru mulai dari Pemilu 2004 hingga pemilu 2009,
dimana proses pemilihan tentu berbeda dengan Pemilu tahun 1999 yaitu
dipisahkannya pemilu legislatif dengan pemilu presiden. Setidaknya ada empat
format baru terkait dengan pemilihan umum, menurut Syamsudin Haris (2000),
yaitu: pertama, masyarakat diberi kebebasan untuk memilih partai yang
dikehendakinya. kedua, terbukanya kompetisi bagi partai-partai politik peserta
pemilu untuk memperebutkan masa pemilih. Ketiga, birokrasi tidak lagi menjadi
mesin pendulang suara bagi suatu partai politik. keempat, masyarakat dan
organisasi-organisasi kemasyarakatan, domestik maupun internasional secara
11 PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) adalah partai pecahan dari PDI yang kemudian menjadi PDIP dibawah pimpinan Megawati Soekarno Putri. (Presiden RI Ke-4)
9
Universitas Muhammadiyah Malang
terbuka dan sukarela berhak melakukan pengawasan terhadap hampir semua
proses pemilu.12
Tabel 1: Bentuk Eksistensi dan Hegemoni Partai Golkar
INSTRUMEN ORDE BARU ORDE REFORMASI
1. Bentuk (Pemaksaan
Bahasa, Kekuasaan
Tunggal, Mendidik
mulai dari kecil,
Pendekatan Persuasi)
2. Ideologi
3. Media
- Pemerintahan tunggal
- Legitimasi penuh
Golongan Karya
- Kekuatan militer
(ABRI)
- UU Pemilu yang
mengkhuskan Golkar
- Menyeragamkan
kebijakan politik
nasional.
- Memenangkan Pemilu
yang dilaksanakan
- Membangun ideologi
partai “baru” sebagai
partai reformis dan
demokratis.
- Partai Golkar
memiliki kekuatan
ekonomi secara
kelembagaan maupun
perorangan
- Menguasai hampir
seluruh media
- SDM Partai yang
matang.
- Memenangkan
Pemilu tahun 2004.
Keempat format pemilu tersebut, jelas-jelas memberi harapan kepada proses
demokratisasi di Indonesia, masyarakat tidak lagi dijadikan objek dalam pemilu
tetapi rakyat menjadi subyek yang independen untuk menentukan pilihannya
dalam pemilu. Pemilu harus diyakini sebagai sarana menegakkan kedaulatan
rakyat yang ketika di masa orde baru tidak membaskan dari belenggu kekuasaan
dictator Soeharto. Dengan adanya format baru pemilu, maka ditambah lagi dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik 12 Syamsudin Haris, Pemilu 1999 dan Format Baru Politik Indonesia. dalam Seri Penerbitan Studi Politik. Bandung, Mizan dan Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI, 2000, hal: 35
10
Universitas Muhammadiyah Malang
kemudian berubah UU Nomor 2 tahun 2008 dan UU tersebut berubah lagi di
tahun 2011 dengan namanya UU RI Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik.13
Sehingga pemilu akan datang benar-benar menciptakan perpolitikan
nasional yang lebih baik, demokratis dan partisipasi politik masyarakat juga
sangat terbuka lebar seperti di cita-citakan bersama. Hal ini tercermin dengan
adanya partai politik yang masih eksis mengikuti persaingan Pemilu legislatif di
2004 dan 2009 yang lalu, dan kemudian berdirinya partai politik baru demi
merebut dan memperoleh sebanyak-banyaknya dukungan dari masyarakat
Indonesia.
Menurut pandangan Imawan (1998), bahwa pemilu diyakini menjadi sarana
yang paling efektif dan demokratis dalam memilih dan menentukan elit politik.
Dalam pemilu rakyat diberi kebebasan untuk menentukan siapa yang dipilih, dan
calon elit juga bebas untuk mengumbar janji-janji agar mendapat simpati dan
dukungan rakyat sebanyak-banyaknya14. Oleh karena itu, partai-partai tersebut
selalu bertekad dengan niatan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan
meningkatkan taraf hidup dan kecerdasan masyarakat secara menyeluruh.
Disinilah partai golkar membangun citra sebagai partai besar dan selalu
mengutamakan kepentingan rakyat pada umumnya, Hal itu membuahkan
hasilnya pada saat Partai Golkar telah menjadi partai pemenang pemilihan umum
legislatif dengan meraih 24.480.757 suara atau 21,58% suara sah pada pemilu
2004.15 Kemudian Partai Golkar di tahun 2004-2009 di nahkodai kepemimpinan
baru M.Yusuf Kalla yang juga menjabat sebagai wakil presiden RI, tentu
13 UU tentang partai politik sudah tiga kali perubahan, artinya dengan perubahan UU parpol ini bisa membawa partai sebagai partai yang punya peran dan fungsi untuk rakyat banyak. 14 Riswandha Imawan, Membedah Politik Orde Baru, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998, hal: 3 15 Lihat, Direktori Partai Politik Indonesia. (Data Partai Golkar). Diakses 20 Maret 2012 dari http://www.partai-.or.id. Pukul: 18:09
11
Universitas Muhammadiyah Malang
melakukan konsolidasi politik untuk mempertahankan Partai Golkar di pemilu
tahun 2009, karena rifal Partai Golkar kedepan adalah partai-partai pendatang
baru dan termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),16 Partai
Keadilan Sejahtera (PKS),17 Partai Amanat Nasional (PAN)18 serta Partai
Demokrat (PD) yang dibawah Pembina Presiden SBY (Soesilo Bambang
Yudhoyono).19
Sebagai partai pemenang, sangat strategis Partai Golkar tetap
mempertahankan eksistensi dan hegemoni kemenangan di masa yang akan datang.
Ternyata pada pemilu legislatif 2009 yang lalu, suara Partai Golkar kembali turun
posisi kedua serta yang memenangkan pemilu dipegang oleh Partai Demokrat
dengan jumlah suara terbanyak. Penurunan perolehan suara Partai Golkar pada
pemilu legislatif tahun 2009 menjadi tinjauan penting terkait dengan strategi
pencitraan yang dilakukannya. Partai Golkar di zaman Yusuf Kalla mengalami
penurunan perolehan suara secara nasional atau kalah dalam pemilu diakibatkan:
Pertama, Internal Partai Golkar tidak solid dan sebagian lain mendirikan partai
baru (Prabowo Subianto mendirikan Partai Gerindra, Wiranto mendirikan Partai
Hanura, dll). Kedua, Pencitraan Partai Golkar jauh lebih seksi dari Partai
Demokrat, misalnya Partai Demokrat mengkampanyekan “Stop Korupsi” di
berbagai media (koran, tv dll). Sedangkan Ketiga, Ketua Umum Partai Golkar
Yusuf Kalla juga selain memimpin Partai Golkar, tentu Yusuf Kalla juga sebagai
16 PDIP hingga hari ini menjadi partai oposisi dan masih dibawah pimpinan Megawati Soekarno Putri. 17 PKS adalah Partai Keadilan Sejahtera yang sebelumnya menjadi Partai Keadilan merupakan satu-satunya partai Islam yang dari gerakan sosial menjadi partai politik. Lihat, Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, Jakarta, Gramedia, 2012, hal: 31-49 18 PAN adalah Partai Amanat Nasional yang didirikan oleh tokoh-tokoh reformasi terutama Amien Rais. 19 Partai Demokrat hingga sekarang masih di bawah dewan Pembina oleh SBY,
12
Universitas Muhammadiyah Malang
wakil presiden RI, sehingga waktunya benar-benar terbagi atau tersita untuk
mengelolah partai tersebut.
Fenomena Partai Golkar sangat menarik bila ditinjau lebih dalam lagi,
dimana dari tahun ke tahun dan dari setiap kepemimpinan mengalami distorsi
baik dalam kemenangan maupun dalam kegagalan. Oleh karena itu, dengan
kondisi Partai Golkar yang porak-poranda atau dalam bahasa lain yaitu kalah
dalam pemilu di tahun 2009, maka Partai Golkar penting dan harus melakukan
pembenahan internal partai dalam menghadapi pemilu-pemilu akan datang.
Tanggung jawab kepemimpinan baru atas kekalahan partai golkar di tahun 2009,
dimana, siapapun yang menjadi ketua umum partai golkar kedepannya harus
memikirkan masa depan Partai Golkar.
Musyawarah Nasional (Munas) ke-VIII di Pekanbaru, telah terpilih Aburizal
Bakrie sebagai Ketua Umum yang menggantikan Yusuf Kalla. Sebagai pimpinan
baru partai beringin ini, maka Aburizal Bakrie tentu harus bertekad akan kembali
membawa eksistensi dan hegemoni Partai Golkar memenangkan pemilu di tahun
2014 nanti. Partai Golkar dari masa ke masa melahirkan konsep dan strategi
pemenang menuju eksistensi dan hegemoni partai yang kuat dan menjadi
pemenang, mulai dari era Orde Baru terkenal dengan Harmoko sebagai Ketua
umumnya yang terakhir, era transisi Akbar Tandjung dan era Yusuf Kalla hingga
era sekarang yaitu era kepemimpinan Aburizal Bakrie.
Gaya kepemimpinan dan strateginya politik berbeda-beda dalam setiap
waktu, misalnya Gaya kepemimpinan sebelumnya dan Harmoko masih di
hegemoni penguasa orde baru atau Jenderal Soeharto, sedangkan Akbar Tandjung,
Yusuf Kalla dan sekarang Aburizal Bakrie menjadikan partai politik yang dewasa
13
Universitas Muhammadiyah Malang
secara politik dan mampu menjawab tantangan bangsa. Partai Golkar kini sudah
terbuka, benar-benar demokratis dan tidak mempertahankan status quo, dimana
Golkar yang dulu di kenal sebagai kelompok Golongan Karya yang terdiri dari
para pegawai negeri, ABRI dan bahkan partai yang selalu mempertahankan
kekuasaan orde baru.
Golkar (Golongan Karya) berubah menjadi Partai Golkar di Zaman Akbar
Tandjung hingga Zaman Aburizal Bakrie tentu punya kedewasaan politik sudah
matang dari partai-partai yang lain. Karena partai tersebut pernah menjadi
penguasa tunggal selama 32 tahun, berarti umur partai tersebut sudah begitu lama
dan pasti mengalami pasang surut juga telah lama, artinya kalau segala sesuatu itu
lahir dan belajar begitu lama, maka sesuatu itu betul-betul kuat dan memiliki
kecerdasan dan kedewasaan juga pun baik. William Liddle (2006), pernah
mengatakan bahwa partai yang bertahan dimasa yang akan datang adalah Partai
Golkar dan PKS, karena partai tersebut sudah memiliki kader dan lembaga yang
sudah kuat.20
Model politik Partai Golkar dalam menghadapi dan memenangkan pemilu
memiliki khas dari setiap era kepemimpinan ketua umumnya, misalnya partai
“hegemonic” era Harmoko,21 menuju Partai Golkar yang “cultural” era Akbar
Tandjung,22 ke Era “pasar” Yusuf Kalla23 hingga era Aburizal Bakrie. Era-era
20 R William Liddle adalah salah satu pengamat politik di asia tenggara. Pernah diwawancarai Metro TV, karena melihat salah satu partai islam yang mulai tumbuh di Indonesia yaitu PKS. 21 Beberapa pengamat mengkategorikan kepemimpinan Harmoko di partai golkar adalah system hegemonic party (system hegemoni kepartaian) di zaman orde baru (Gaffar, 1992) dan (Suryadinta, 2007). Lihat, Rully Chairul Azwar, Politik Komunikasi Partai Golkar Di Tiga Era: Dari Partai Hegemonik Ke Partai Berorientasi Pasar, Jakarata, Grasindo, 2009, hal: 2 22 Di era ini adalah era konsolidasi cultural yang dilakukan oleha Akbar Tandjung, dimana Tandjung selain dia adalah mantan ketua umum PB.HMI dan partai golkar berada di luar pemerintahan serta dikalangan kaum Abangan sangat diterima dengan baik. Lihat, Ibid., hal: 5
14
Universitas Muhammadiyah Malang
kepemimpinan tersebut merupakan cikal bakal Partai Golkar dalam setiap
perubahan politik masyarakat Indonesia, Indonesia di Masa Soekarno sangat
berbeda dengan Indonesia di masa Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan
SBY. Dengan berbeda itulah, masa kepemimpinan partai politik juga membangun
partainya dengan cara dan karakternya tersendiri. Penyesuaain strategi partai
politik mengikuti budaya politik masyarakat Indonesia, sehingga partai politik
semakin kuat dan tetap disukai oleh rakyat Indonesia.
Partai Golkar kini menunjukan giginya dihadapan rakyat Indonesia dengan
berbagai macam strategi, pola dan pencitraanya. Partai Golkar membuktikan tidak
dengan kata-kata manis, namun Partai Golkar sedang melakukan terobosan-
terobosan politik dengan langkah yang konkrit dan pasti. Kurang lebih tiga tahun
waktu yang dimanfaatkan Ketua Umum Aburizal Bakrie untuk memberikan
program-program untuk rakyat Indonesia, sehingga Partai Golkar mampu
mengangkat kembali harga dirinya.
Partai “beringin” telah membuktikan tingkat elektabilitasnya dimata
masyarakat Indonesia, lewat lembaga-lembaga survey di Indonesia antara lain;
Lingkar Survei Indonesia (LSI), Indo Barometer, Lembaga Survei Indonesia
(LSI), Sugeng Suryadji Sindicate (SSS), Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC) telah melakukan survey, dimana hasilnya telah membuktikan bahwa
Partai Golkar telah naik peringkat pertama atau elektabilitas partainya meningkat.
Ini artinya menggambarkan bahwa Partai yang dipimpin Aburizal Bakrie ini, akan
menjadi partai pemenang bila pemilu dilaksanakan sekarang.
23 Era Yusuf Kalla, perubahan internal partai golkar sangat terlihat, karena partai golkar masuk menjadi bagian dari pemerintah secara utuh walaupun tidak dominan, sehingga diera ini partai golkar juga menjadikan partai sebagai orientasi pasar. Lihat, Ibid., hal: 18
15
Universitas Muhammadiyah Malang
Survei LSI dari tahun 2010, 2011 hingga maret 2012 ternyata Partai Golkar
membuahkan hasil yang begitu baik atau memuncak, dimana partai golkar
mencapai elektabilitas sekurang-kurannya 17, 7 % dibandingkan partai penguasa
yaitu Partai Demokrat meraih 13,6 % dan PDIP sebanyak 13,4 % dari 2.418
responden, terbagi di 33 provinsi. Mulai dari tanggal 25 Februari 2012- 5 Maret
2012.24 Hasil survey ini memberikan sinyal kepada Partai-partai politik dalam
mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pemilihan umum legislatif di tahun
2014.
Eksistensi dan hegemoni serta kesiapan Partai Golkar sudah mulai terlihat
ketika dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan LSI sejak bulan juni 2011
hingga februari 2012. Tingkat elektabilitas Partai Golkar terus meningkat dan
bertahan menempati urutan teratas dan mengalahkan Partai Demokrat dan PDIP
yang hanya berada pada posisi ketiga dan kedua. Kemudian survey selanjutnya
diadakan tanggal 25 februari hingga 5 maret, ternyata Partai Golkar masih
bertahan dan selalu naik tingkat elektabilitasnya.
Berdasarkan rilisan LSI oleh Dodi Ambardi25 pada saat konfrensi pers di
Jakarta, Kenapa Partai Golkar menang dalam survey setiap kali dilakukan survey
oleh LSI. Menurutnya ada beberapa hal yang mendorong Partai Golkar bisa
meraup suara dari rakyat secara objektif, antara lain sebagai berikut: Pertama, Di
pengaruhi berita dan acara talk show yang menampilkan sejumlah kasus korupsi
yang melibatkan kader-kader dari Partai Demokrat, sehingga rakyat Indonesia
sebagian beralih pilihan politiknya, maka Partai Golkar menjadi pilihan politik
24 Lihat, Hasil Survei LSI (Lingkar Survei Indonesia) diakses dari Suara Karya Online. Tanggal 12 Maret 2012. Pukul: 20.00. 25 Direktur Lingkar Survei Indonesia
16
Universitas Muhammadiyah Malang
mereka. Kedua, Selama ini Partai Golkar dianggap cukup aktif bersuara
menentang kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat.
Ketiga, Kenaikan suara Partai Golkar ditopang banyak iklan Partai Golkar
dan masifnya sosialisasi yang dilakukan partai berlambang beringin ini.
Sedangkan partai lainnya dinilai belum cukup siap mengkonsolidasikan kekuatan
untuk maju pada Pemilu 2014. Dikarenakan Partai lain sibuk dengan konflik
internal atau pergerakannya tidak terlalu kelihatan. Keempat, Partai Golkar dinilai
mampu memanfaatkan opini di media dengan mengambil sikap oposisi. Dalam
hal ini, Partai Golkar berhasil menarik hati publik melalui pemberitaan di media
dan dialog politik (talk show) di televisi dan radio.26
Sementara itu, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi (2012), mengatakan,
pengaruh iklan di televisi dalam menentukan perilaku pemilih dalam pemilihan
umum lebih kuat daripada berita atau talk show di media yang sama. Pengaruh
pemberitaan terhadap perilaku pemilih sangat terbatas karena sebagian besar
warga negara yang mempunyai hak pilih lebih cenderung menonton acara lain di
televisi, seperti sinetron, karena iklan dapat ditonton masyarakat Indonesia pada
tayangan apa pun, baik itu saat tayangan sinetron, berita, lawak, musik, ataupun
dialog politik, sehingga pengaruhnya lebih luas. Itulah yang membuat
pemberitaan terhadap partai atau tokoh politik tertentu pengaruhnya sangat
terbatas dibanding iklan (Pukul, 22.12).
Artinya peran iklan yang sangat besar dalam mempengaruhi 80 persen
(80%) pemilih mengambang (swing voters/floating mass) yang jumlahnya di
Indonesia mencapai 80 persen dari total pemilih. Karena orang yang menonton
26 Lihat, Suara Karya Online (media online Partai Golkar). Diakses 12 Maret 2012. Pukul: 20.00
17
Universitas Muhammadiyah Malang
berita pada umumnya sudah memiliki pilihan terhadap partai politik tertentu, dan
mereka menonton berita untuk mengonfirmasi pilihan tersebut. Selain itu,
menurut Muhtadi, penonton berita pada umumnya juga mempunyai bias ingatan
dalam aktivitas mereka berada di depan televisi. Misalnya, jika seorang
pendukung Partai Demokrat menonton berita yang cenderung mengabarkan kasus
korupsi kadernya, maka penonton itu akan cenderung cepat melupakannya. Hal
ini berbeda jika sebaliknya, jika bukan pendukung Partai Demokrat, maka orang
tersebut cenderung akan terus mengingatnya.27
Begitu pula dengan Partai Golkar, Partai Golkar tidak pernah sunyi dari
media TV maupun harian Koran. Partai yang selalu menampilkan program-
program pro rakyat dan selalu memberikan gagasan baik dalam setiap dialog di
TV nasional bahkan selalu mengkritisi pemerintah, ketikan kebijakan pemerintah
yang tidak pro rakyat Indonesia. Golkar adalah partai pemerintah, tetapi dia selalu
memberikan kritik-kritik demi perbaikan bangsa, dengan moto “suara golkar,
suara rakyat” adalah menjadi komitmen politik bagi kader Golkar. Startegi Partai
Golkar dibawah pimpinan Aburizal Bakrie memang benar-benar menyentuh
rakyat bawah atau rakyat kecil.
Sebelum Partai Golkar di Pimpin oleh Aburizal Bakrie, Bakrie sudah pernah
memberikan pesan terhadap kadernya di tahun 2004, yaitu “Intinya pada pemilu
2004 Partai Golkar akan memasuki arena kompetisi politik dengan kondisi yang
lebih sehat, maka sah-sah saja jika optimisme kemudian bermunculan. Jika dalam
situasi terjepit saja mampu meraih posisi kedua dengan jumlah dukungan yang
cukup substansial, maka bayangkanlah apa yang mungkin di raih Partai Golkar
27 Burhanuddin Muntadi ialah salah satu pengamat politik nasional. Diakses 12 Maret 2012 dari Suara Karya Online. Pukul: 23.00.
18
Universitas Muhammadiyah Malang
pada pemilu 2014 dengan kondisi partai yang segar, penuh semangat, dan dengan
mesin organisasi serta kader-kader partai diberbagi daerah yang antusias dan
penuh dedikasi” (Lalu, 2010).28
Komunikasi politik Bakrie sangat mendasar dan berkualitas, hal ini
menunjukan bahwa sosok Bakrie dan Partai Golkar akan benar-bernar
meyakinkan rakyat Indonesia, ternyata Partai Golkar-lah yang menjadi solusi
kesejahteran bersama. Program-program pro rakyat, sangat banyak di lakukan
oleh Partai Golkar di tahun 2009, antara lain: (1). Strategi-strategi pencitraan yang
didalamnya terdapat bagaimana menyeleksi calon legislate secara professional.
(2). Mengakomodasi kader-kader muda. (3). Partai juga mengajukan caleg yang
datang dari luar (eksternal) yang merupakan terobosan baru. (4). Kampanye masa
bukan utama, tetapi partai telah menerapkan mengaktifkan bakti sosial dan
kegiatan lain yang bisa melibatkan masyarakat pada umumnya.29
Kemudian Partai Golkar juga mengkonsepkan kebijakan-kebijakan yang
strategis, misalnya: Memperluas dan meningkatkan kebijaksanaan populis dengan
memanfaatkan program "social safety net" dan Kebijaksanaan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan harapan para petani, buruh,
pedagang, pengusaha kecil dan menengah.30 Sehingga kebijakan-kebijakan
tersebut bisa mendongkrak suara Partai Golkar dimasa akan datang, Partai Politik
bukan lagi mengobral janji-janji manis di masyarakat, tetapi Partai Politik sudah
saatnya membuktikan dengan konkrit kerja-kerja partai. Keberlangsungan Partai
28Lalu Mara Satria. Merebut Hati Rakyat; Melalui Nasionalisme, Demokrasi dan Pembangunan Ekonomi. Sumbangan Pemikiran Aburizal Bakrie, Jakarta, 2010, hal: 28. 29 Aryojati Ardipandanto, Efektifitas Startegi Pencitraan Partai Golkar, PDIP, dan PKS Pada Pemilu 2009. (Tesis), 2010. Diakses 18 Maret 2012. Pukul. 12.00 30 Sofian Effendi. Mencari Format Baru Kelembagaan Partai Golkar,(Makalah), 2000, diakses 18 Maret 2012. Pukul. 12.30.
19
Universitas Muhammadiyah Malang
Golkar juga telah di lanjutkan oleh Bakrie, Bakrie juga telah memberikan harapan
kepada rakyat bahwa “Suara Golkar, Suara Rakyat”.
Program yang terlihat Partai Golkar di masa Bakrie antara lain: (1).
Menyongsong tahun kaderisasi, seperti menitik beratkan dan bahkan di tegaskan
pada acara Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) I Partai Golkar di Jakarta 2010
antara lain, kaderisasi kader agar sukses, strukturisasi perkaderan dari pusat
hingga daerah dan menjadikan 2011 adalah tahun perkaderan.31 (2).Gerakan
Karya-Kekaryaan, seperti beliau langsung berdialog dengan masyarakat Banten,
kurang lebih 200 orang penghubung bagi pedagang untuk memperoleh Kredit
Usaha Rakyat (KUR). Dengan menggagas tema "Ayo bangkit bersama usaha
kecil" yang merupakan percontohan untuk memberikan pendidikan kepada para
UKM. (Pukul, 02.14). (3). Dan strategi yang satu ini adalah, Partai Golkar mulai
dari Desa, Kota/Kabupaten, Provinsi, DPP hingga sayap Partai Golkar akan
mempersiapkan kadernya sebagai calon presiden RI kedepan, sehingga calon
presiden dari Partai Golkar tidak tergesah-gesah seperti di tahun 2004 dan 2009.
Dll.
Selain program pro rakyat dan strategi yang disiapkan, Partai Golkar juga
mampu memanfaatkan opini di media dengan mengambil sikap oposisi. Dalam
hal ini, Partai Golkar berhasil menarik hati publik melalui pemberitaan di media
dan dialog politik (talk show) di televisi dan radio. Tentu penonton berita dan talk
show menyatakan lebih mendukung Partai Golkar dibandingkan dengan partai
lain. Seperti hasil yang sama di layangkan LSI bahwa sebanyak 24 % penonton
31 Riza Fakhrumi Ialah Tahir Wakil Sekretaris DPD Partai GOLKAR Sumut dan Sekretaris Pengurus Daerah Kolektif (PDK) KOSGORO 1957. (blogger). Diakses 18 Maret 2012. Pukul. 09.00
20
Universitas Muhammadiyah Malang
talk show memilih Golkar, PDIP 11 % dan Partai Demokrat hanya 4 %.32 Hal
tersebut memberikan rujukan terhadap internal Partai Golkar, akan siap secara
kelembagaan dan mampu menyiapkan dirinya untuk pemilihan umum legislatif
maupun pemelihan presiden.
Berangkat dari realitas politik seperti itulah, tentu Partai Golkar merupakan
Partai yang sangat menarik buat para peneliti dan penulis untuk meneliti lebih
dalam dengan berbagai macam perspektif dan paradigmanya. Fakta sosial telah
menjadi rujukan bagi peneliti untuk lebih jauh mengenal dan mendalami apa yang
di lakukan Partai Golkar di masa Aburizal Bakrie, mulai dari tahun 2009-hingga
kedepan. Uraian di atas dapat melatar belakangi peneliti untuk meneliti tentang
eksistensi dan hegemoni Partai Golkar dalam menghadapi pemilihan umum di
tahun 2014.
1.2. Rumusan Masaalah
Untuk memusatkan pemikiran dan mengarahkan pola pikir dalam penelitian
ini, maka perlu dilakukan perumusan masalah. Berpijak dari pola pikir tersebut
diatas maka rumusan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana eksistensi dan hegemoni Partai Golkar dalam setiap periode
kepemimpinan dari era orde baru hingga era reformasi.
2.Bagaimana Partai Golkar dalam mempertahankan eksistensi dan
hegemoninya di era kepemimpinan Aburizal Bakrie.
32 Ibid., Pukul. 14.00
21
Universitas Muhammadiyah Malang
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan
1). Untuk mendiskripsikan eksistensi dan hegemoni Partai Golkar di
Indonesia.
2). Untuk mendiskripsikan Partai Golkar dalam mempertahankan eksistensi
dan hegemoni di era Aburizal Bakrie.
1.3.1. Kegunaan Penelitian
Secara akademik, penelitian ini berguna sebagai pengkayaan pemahaman
berkaitan dengan kajian partai politik dalam mengelolah dan menghadapi
pemilihan umum. Penelitian ini juga berguna sebagai penambah literatur tentang
Partai Golongan Karya. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan
bermanfaat untuk merumuskan kebijakan strategi pemenangan pemilu bagi partai
politik.
Secara non akademik penelitian ini bermanfaat sebagai rumusan dan
masukan untuk pengurus dan kader Partai Golkar serta pembelajaran bagi partai
politik khususnya Partai Golongan Karya dan pada umumnya Partai lain di
Indonesia.