Isk

16
TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI SALURAN KEMIH DEFINISI Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Bakteriuria bermakna: bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. 30 EPIDEMIOLOGI 25-35% wanita dewasa pernah mengalami ISK. ISK tergantung pada banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteri serta faktor faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih, termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun,perempuan cenderung menderita ISK dibanding laki laki. 30

description

Infeksi saluran kemih

Transcript of Isk

Page 1: Isk

TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN KEMIH

DEFINISI

Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun

uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan

mikroorganisme dalam urin. Bakteriuria bermakna: bakteriuria bermakna menunjukkan

pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan

urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan

bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai

persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan

pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant

pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. 30

EPIDEMIOLOGI

25-35% wanita dewasa pernah mengalami ISK.

ISK tergantung pada banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteri serta faktor faktor

predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih, termasuk ginjal. Selama

periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun,perempuan cenderung menderita ISK

dibanding laki laki. 30

ETIOLOGI

Mikroorganisme umunya disebabkan mikroorganisme tunggal :

Escherichia coli merupakan penyebab tersering.

Yang lainnya seperti proteus spp, klebsiella spp, proteus spp, enterobacter spp, stafilokokus

dengan koasgulase negatif, pseudomonas aeroginosa. 30

Page 2: Isk

FAKTOR RESIKO

Adanya obstruksi pada saluran kemih, bisa berupa lithiasis, dan gangguan lainnya.

Penyakit ginjal polikistik, pasca kateterisasi, pasca senggama, pada pasien DM, pada wanita

hamil juga memiliki faktor resiko yang tinggi untuk mengalami ISK. 30

PATOFISIOLOGI

Pada pasien normal, urin selalu steril karna jumlah dan frekuensi normal selalu

dipertahankan. Bagian ureterodistal adalah bagian dimana terjadi kolonisasi bakteri non

patogen. Jika terdapat faktor resiko tersebut, bakteri ini bisa menginfeksi saluran kemih dan

akan naik secara scending ke saluran kemih diatasnya, bahkan bisa sampai ke ginjal dan

terjadilah gejala ISK. 30

Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari

patogenitas dan status pasien sendiri (host).

A. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli

diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian

permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170

serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli

ini mempunyai patogenisitas khusus. 30

B. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae

merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada

permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood

group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. 30

C. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan

dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-

1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-

hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS)

dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan

untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase

MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di

Page 3: Isk

antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri

berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. 30

D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

i. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung

hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.

Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting

untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami

kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih.

Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat

menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.

Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini

sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses

pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi

sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal

terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi 30

ii. Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa

golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap

ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan

hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen

darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama

diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan

PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah

Lewis. Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih

normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-

sekretorik dibandingkan kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi

IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan

terhadap ISK rekuren. 30

KLASIFIKASI

Page 4: Isk

ISK bawah pada perempuan bisa berupa cystitis dan sindroma uretra akut. Sedangkan pada

laki laki bisa berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, uretritis. ISK atas bisa berupa pielonefritis

akut (proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri) dan pielonefritis

kronik (lanjutan dari pielonefritis akut yang berkepanjangan diikuti pembentukan jaringan

ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. Bakteriuria

asimptomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah menyebabkan

pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal. 30

GEJALA KLINIS

Pada PNA bisanya pasien mengeluhkan panas tinggi (39,5 -40,5 C), disertai menggigil, sakit

pinggang. Pada sistitis terdapat sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, stranguria.

Pada sindroma uretra akut, gejalanya mirip dengan sistitis, namun lebih sering berupa disuria

dan polakisuria. Ada 3 macam pasien dengan SUA: kelompok pertama pasien dengan piuria,

biakan urin dapat diisolasi E coli dengan cfu/ml urin 1000- 100.000. kelompok ini

memberikan respon baik terhadap terapi antibiotik standar seperti ampisilin. Kelompok kedua

pasien leukosituri 10-50/lp dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan chlamydia

trachomatis atau bakteri anaerobik. Kelompok ketiga pasien tanpa piuria dan biakan urin

steril. ISK rekuren terdiri dari 2 kelompok : pertama, reinfeksi, dengan mikroorganisme

berlainan pada interval >6 mgg setelah episode infeksi. Kelompok kedua berupa relapsing

infection, yakni infeksi yang disebakna oleh mikroorganisme yang sama disebabkan sumber

infeksi tidak mendapat terapi adekuat. 30

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Analisa urin rutin.

Pengambilan dan koleksi urin , suhu dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan

protokol yang dianjurkan. Didapatkan hasil berupa

-Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK.

Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih.

Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun

adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada

Page 5: Isk

inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan

pemeriksaan kultur 30.

-hematuria Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai

5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik

berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau

nekrosis papilaris30

Baktriologi

- Pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar serta kultur urin juga dianjurkan untuk

menunjang diagnosa ISK. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang

minyak emersi. 30

- biakan bakteri.

Sedangkan renal imaging procedures berupa USG, foto polos abdomen, pielografi IV

dilakukan dengan indikasi : ISK kambuh, ISK Berulang dengan interval <= 6 minggu, pasien

laki laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten,

mikroorganisme jarang (pseudomonas spp dan proteus spp) 30

- tes kimiawi.

Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar

mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 - 1.000.000

bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas

90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien

sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter. 30

- plat celup.

Page 6: Isk

Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat

khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng

dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan

pengeraman semalaman pada suhu 37° C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan

membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar

yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara

1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah

dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui. 30

TATA LAKSANA

ISK bawah

Prinsip manajemen ISK bawah meliputin intake cairan banyaj, antibiotika adekuat dan kalau

perlu terapi simptomatik untuk alkalinisasi urin seperti antibiotika tunggal seperti ampisilin 3

gram, trimetropin 200 mg. Dan terapi untuk etiologi dari ISK tersebut. Jika rekurensi terjadi,

lakukan terapi selama 6 bulan. Jika infeksi disebabkan clamydia, berikan tetrasiklin, Untuk

mikroba anaerob berikan golongan kuinolon. 30

ISK atas

Pada aumumnya pasien harus dirawat untuk memelihara status hidrasidan terapi antibiotika

secara iv paling sedikit 48 jam berupa florokuinolon, aminoglikosida dengan atau tanpa

ampisilin. Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida. Indikasi

rawat inap pasien ISK atas berupa kegagalan untuk mempertahankan hidrasi normal atau

toleransi terhadap antibiotika oral, pasien sakit berat, terapi oral gagal, faktor predisposisi

ISK berupa tipe berkomplikasi, koorbiditas berupa kehamilan, DM, usia lanjut. 30

PENCEGAHAN

Page 7: Isk

Pencegahan terutama dilakukan pda pasien bakteriuria positif, namun gejala kklinis negatif

agar tidak bergejala klinis dan mengeleminasi bakteri pada urin. Uji saring bakteriuria juga

dilakukan pad apasien perempuan hamil, pasien DM, pasca transplantasi ginjal perempuan

dan laki laki, pada kateterisasi.

-Pada perempuan hamil tanpa gejala ISK :

Biasanya organismenya berupa ureplasma urealyticum dan gardne lla vaginalis

Jika bakteriuria negatif : tidak diperlukan antimikroba, hanya rehidrasi

Jika bakteriuria positif : antimikroba dan rehidrasi.

-pada pasien DM tanpa gejala ISK :

Patogenesis kepekaan terhadap ISK pada pasien DM tidak diketahui secara pasti. Diduga

karena disfungsi saraf otonom dan gangguan leukosit PMN pada DM, DAN bakterial

adhesion yang llebih kuat sehingga memudahkan terjadinya ISK. 30

KOMPLIKASI

Pada ISK sederhana :

ISK akut sederhana yaitu non obstruksi dan bukan perempuan hamil. Jenis ini tidak

menimbulkan akibat lanjut dalam jangka lama.

Pada ISK tipe berkomplikasi :

Isk selama kehamilan baik yang tidak diobati (pielonefritis, bayi prematur, anemia) , maupun

yang terjadi pada trimester III (bayi mengalami retardasi mental, pertumbuhan bayi

terhambat, Cerebral palsy, fetal death).

ISK pada DM :

Page 8: Isk

Komolikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi

gram negativ pada pasien DM. Dari penelitian, dianjurkan memberikan antimiroba pada

pasien asimptomatik sekalipun. 30

Page 9: Isk

DAFTAR PUSTAKA

1 Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi kelima. Jakarta:

Interna Publishing, 2009 ; 2565-2579.

2. Bartels CM, Krause RS, Lakdawala VS, et al. Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

2011. [cited 2011 Oct 6]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/332244-

overview

3. NN. Lupus dan Penatalaksanaannya. 2010. [cited 2011 Oct 14]. Available from :

http://www.research.ui.ac.id/v1/images/stories/lupus/Lupus%20dan

%20penatalaksanaannya.pdf

4. Khanna S, Pal H, Panday RM, Handa R. The Relationship Between Disease Activity and

Quality of Life in Systemic Lupus Erythematosus. 2004 [cited 2012 Jan 4]. Available from :

http://rheumatology.oxfordjournals.org/content/43/12/1536.full

5. NN. How to Score the RAND SF-36 Questionnaire. [cited 2012 Jan 4]. Available From :

http://www.chiro.org/LINKS/OUTCOME/How_to_score_the_SF-36.pdf

6. Ware JE. SF-36 Health survey update. Spine; 2000; Vol.25;No. 24:3130-9.

7. Matulessy, Tirza G. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien Lupus

Eritematosus Sistemik ( LES ) ( Tesis ). Jakarta ( Indonesia ) : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2010.

8. Sutcliffe N, Clarke AE, Levinton C, Frost C, Gordon C, Isenberg DA. Associates of

health status in patients with systemic lupus erythematosus. 2000. [cited 2011 Oct 8].

Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10555890

9. Chaiamnuay S, Lomaratana V, Sumransurp S, et al. Health-related quality of life and

disease severity of SLE patients in Phramongkutklao Hospital. 2009 [ cited 2011 Dec

7 ].Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21280525

10. Joyce K, Berkebile C, Hastings C, Yarboro C, Yocum D. Health status and disease

activity in systemic lupus erythematosus. 1989 [ cited 2011 Dec 7 ]. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?

Db=pubmed&Cmd=Retrieve&list_uids=2487695&dopt=abstractP

11. Kiani AN, Petri M. Quality-of-life measurements versus disease activity in systemic

lupus erythematosus. 2010 [ cited 2011 Dec 7 ]. Available from

:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20586000

Page 10: Isk

12. D’Cruz D, Espinoza G, Cervera R. Systemic lupus erythematosus: pathogenesis, clinical

manifestations, and diagnosis. 2010 [ cited 2011 Dec 7 ]. Available from

:http://www.eular.org/myuploaddata/files/Compendium_sample_chapter.pdf

13. Eisenberg H. SLE-Rituximab in lupus. 2010 [ cited 2011 Dec 29 ]. Available from :

http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC165056

14. Silva C, Isenberg DA. Aetiology and pathology of systemic lupus erythematosus. Hospt

Pharm 2001;7:1-7.

15. Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol

2003;56:481-490.

16. Manson JJ, Isenberg DA. The Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Netherl

Med 2003;61(11):343-346.

17. Zvezdanovic L, Dordevic V, Cosic V, Cvetkovic T, Kundalic S, Stankovic A. The

significance of cytokines in diagnosis of autoimmune diseases. Jugoslov Med Biohem

2006;25:363-372.

18. Sequeira JF, Keser G, Greenstein B, et al. Systemic lupus erythematosus: sex hormones

in male patients. Lupus 1993;2:315–17.

19. Mok CC, Lau CS. Profile of sex hormones in male patients with systemic lupus

erythematosus. Lupus 2000;9:252–7.

20. McMurry RW, May W (2003) Sex hormones and systemic lupus erythematosus.

Arthritis Rheum 2003;48:2100-10.

21. Kanda N, Tamaki K. Estrogen enhances immunoglobulin production by human

peripheral blood mononuclear cells. J Allergy Clin Immunol1999;103:282–8.

22. Kanda N, Tsuchida T, Tamaki K. Estrogen enhancement of anti-double-stranded DNA

antibody and immunoglobulin G production in peripheral blood mononuclear cells from

patients with systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 1999;42:328–37.

23. NN. 1997 Update of the 1982 American College of Rheumatology Revised Criteria for

Classification of Systemic Lupus Erythematosus. 1997 [cited 2011 Dec 9]. Available

from :http://www.rheumatology.org/practice/clinical/classification/SLE/

1997_update_of_the_1982_acr_revised_criteria_for_classification_of_sle.pdf 63

24. Zandmann-Goddard G, Levy Y, Shoenfeld Y. Intravenous immunoglobulin therapy and

systemic lupus erythematosus. 2005 [cited 2011 Dec 29]. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16391397

25. Sahin A. Mycophenolate Mofetil in the Treatment of Systemic Lupus Erythematosus.

2009 [cited 2011 Dec 29]. Available from :http://www.eajm.org/pdf/pdf_EAJM_304.pdf

Page 11: Isk

26. Freire EAM, Souto LM, Chiconelli RM. Assesments Measures in Systemic Lupus

Erythematosus [cited 2012 Jan 12]. Available from :

http://www.scielo.br/pdf/rbr/v51n1/en_v51n1a06.pdf

27. Estiasari, Riwanti. Disfungsi Kognitif pada penderita Lupus Eritematosus Sistemik

(Tesis). Jakarta ( Indonesia ) : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

28. NN. Anxiety And Depression Lower Quality of Life In Majority Of Systemic Lupus.

2009 [cited 2012 July 30]. Available from : http://www.eular.org/

29. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia Defisiensi Besi. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simandibarata M, and Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.1127-36

30. Tessy A, Ardayo, Suwanto. Infeksi salauran kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 3. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001. h .369 2. Achmad IA, dkk.

Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Genetalia Pria.

Jakarta.2007.hal.1