Isi
description
Transcript of Isi
1
BAB 1PENDAHULUAN
Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada
tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum
dilaksanakan anestesi.
TIVA (Total Intravenous Anesthesia) merupakan salah satu jenis
anestesi umum yang meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible. Anestetik intravena selain untuk induksi
juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi tambahan pada analgesia atau
untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan
propofol. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi
yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan
motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu Amnesia, Arefleksia
otonomik, Analgesik, relaksasi otot. Jika keempat komponen tadi perlu
dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang
dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi
intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali ketamin yang
mempunyai efek 3 A menjadikan ketamin sebagai agen anestesi intravena yang
paling lengkap. Kelebihan TIVA yaitu kombinasi obat-obat intravena secara
terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan,
tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi
2
sekitar jalan nafas atau paru-paru dan anestesi yang mudah dan tidak
memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
Pada pasien abses payudara pembedahan dilakukan dengan general
anestesi intravena, intermitten balance, tanpa intubasi, napas spontan dengan
bantuan kanul oksigen. pemilihan jenis anestesi ini didasarkan dari kelebihan
TIVA seperti diatas, selain itu operasi ini juga tidak memakan waktu yang lama
sehingha tidak dibutuhkan intubasi selama anestesi. Penilaian dan persiapan pra
operasi adalah suatu tindakan yang penting untuk mnengetahui keadaan pasien,
dimana letak operasi yang akan dilakukan dan macam operasinya. Sehingga
kita bisa menentukan jenis anastesi yang akan dilakukan. Persiapan yang
dilakukan meliputi kunjungan pra anastesi sehingga diketahui status fisik ASA
pasien, lalu pemilihan untuk premedikasi, induksi dan maintenance yang sesuai
dengan keadaan pasien.
3
BAB 2LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Butet Bayani
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Blang Jreun
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan utama: Nyeri payudara
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri payudara sebelah kiri lebih kurang sudah 3
bulan, demam negative, nyeri posotif, bengkak positif, pus positif, eritema
positif, putting retruksi kedalam, mual dan muntah negatif
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit sepeti ini sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit seperti yang di alami pasien disangkal.
Anamnesis Sistem:
- Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+)
4
- Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-) berdebar (-)
- Sistem respirasi : sesak napas (+), batuk (-) hidung berair (+)
- Sistem gastrointestinal : mual (-) muntah (-) BAB (+)
- Sistem urogenital : tidak ada gangguan BAK
- Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas
- Sistem integumentum : sianosis(-), ikterik (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik, kesan gizi cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M6V5
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
HR : 76 kali/menit
RR : 20 kali/menit
T : 35,9 °C
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 155 cm
1. Kepala
Bentuk kepala : simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)
Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Nyeri tekan : (-)
5
Mata : konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), radang (-/-)
Hidung : simetris, deformitas (-), sekret (-), darah (-)
Mulut : tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak arkus
faring, uvula dan palatum molle, darah (-), susunan gigi baik
Telinga : nyeri tekan tragus (-), darah (-)
2. Leher
Trakea : deviasi (-)
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfe :
3. Dada
a. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
b. Pulmo
Inspeksi : tanda trauma (-), deformitas (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, suara tambahan (-)
4. Abdomen
Inspeksi : kulit abdomen intak, jejas (-), sikatrik (-)
6
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
5. Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan genital
6. Ekstremitas
a. Superior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-),
hangat (-/-) pucat (-/-)
b. Inferior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat
(-/-), pucat (-/-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 11,2 g/dl
Eritrosit : 4,1x106
Leukosit : 13.800 L
Hematokrit : 35%
Trombosit : 276x103/L
Golongan darah : O
DIAGNOSIS KERJA
- Abses mamae
LAPORAN ANESTESI
7
Preoperatif
Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum
operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 84 x/menit, RR 76
x/menit, suhu 35,9 OC.
Jenis operasi : Eksisi Abses
Jenis anestesi : Anestesi TIVA
Premedikasi : Pethidine
Medikasi : Ketalar
Sedacum
Ranitidine
Ketorolac
Teknik anestesi :
Preoksigenasi 5 menit
Induksi IV
Respirasi : Sistem control
Posisi : Terlentang (supine)
Cairan : infus RL ± 500 ml
Keadaan akhir pembedahan :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 125/72 mmHg
8
Frekuensi nafas : 20x/menit
Frekuensi nadi : 84x/menit
Suhu : 36°C
Pemantauan Selama Anestesi
O2 : 2 liter
SpO2 : 98-99%
Mulai anestesi : 10.30 WIB
Mulai operasi : 10.40 WIB
Tekanan Darah dan Frekuensi Nadi
Pukul (WIB) Tekanann darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
10.45 125/72 76
10.50 120/70 84
10.55 123/72 80
11.00 115/71 78
11.05 119/70 82
11.10 155/72 80
Recovery
9
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan
diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada
nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
tekanan darah : 115/70 mmHg
nadi : 83 kali/menit
saturasi oksigen : 99%
observasi dengan Aldrete Score : 9
Kesadaran : sadar, orientasi baik
Pernapasan : napas dalam, teratur
Sirkulasi : baik
Warna : merah muda, SaO2 > 92%
Aktivitas : 4 ekstremitas dapat digerakkan
Program post operasi :
- Awasi vital sign dan kesadaran
- Posisi tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar
- Sadar penuh boleh minum secara bertahap
- Lain-lain sesuai dokter bedah
- Emergensi lapor dokter anestesi.
BAB 3
10
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Abses Payudara
Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
kumpulan nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari
infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan
nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang dengan abses payudara
dapat menderita demam. Kondisi ini umumnya terjadi pada orang-orang yang
berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi sangat jarang terjadi pada
wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita
yang menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses payudara.
11
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara
yang pecah. Ketika bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan
tubuh akan berusaha untuk melawan bakteri-bakteri tersebut dengan
mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses
pembunuhan bakteri-bakteri ini, beberapa jaringan dapat mengalami
kerusakan, membentuk suatu kantung kecil yang akan diisi oleh nanah
(campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah putih), membentuk
abses payudara. Untungnya, abses payudara dapat dihilangkan melalui
drainase abses dan pemakaian antibiotik.
A. FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang
umum ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi
terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh
melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada
masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui
harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka,
wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami
subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting
susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.
12
Faktor risiko:
1. Diabetes mellitus
Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor risiko utama,
beberapa faktor lain ternyata dapat meningkatkan risiko abses
payudara. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian di University of
Iowa, yang dipublikasikan dalam Journal of The American College
of Surgeons edisi Juli 2010.
2. Perokok berat
Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat
meningkatkan risiko abses payudara 6 kali lipat dibanding pada
wanita yang tidak merokok. Selain itu, rokok juga membuat peluang
kekambuhan melonjak hingga 15 kali lipat. Dari sejumlah pasien
yang mengalami kekambuhan, 60 persen di antaranya merupakan
perokok berat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan para pendeita
abses yang merokok untuk menghentikan kebiasaanya agar risiko
kambuh bisa dikurangi.
Dalam penelitian ini, para ahli melibatkan 68 wanita yang
mengalami abses payudara, termasuk 43 wanita perokok dan 9
wanita yang memiliki tindik di putingnya. Seluruh partisipan tidak
memiliki riwayat kanker payudara dan tidak sedang menjalani
penyinaran dengan radiasi maupun operasi payudara dalam 12 bulan
terakhir.
13
3. Tindik di bagian puting susu (baru pertama kali diungkapkan)
Risiko untuk mengalami abses payudara pada wanita yang
putingnya ditindik cenderung meningkat pada kurun waktu hingga 7
tahun sejak tindik dibuat.
4. Infeksi setelah melahirkan
5. Anemia
6. Penggunaan obat steroid
7. Rendahnya sistem imun
8. Penanaman silicon
B. TANDA GEJALA
1. Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
2. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
3. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Kadang-kadang keluar
cairan nanah melalui puting susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah
pada payudara adalah stafilokokus aureus dan spesies streptokokus.
4. Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak
membengkak.Bengkak dengan getah bening dibawah ketiak.
5. Nyeri dan teraba masa yang fluktuatif / ‘empuk
6. Sensasi rasa panas pada area yang terkena
7. Demam dan kedinginan, menggigil
8. Rasa sakit secara keseluruhan
14
9. Malaise, dan timbul limfadenopati pectoralis, axiller, parasternalis,
dan subclavia.
C. DIAGNOSIS
Untuk memastikan diagnosisnya perlu dilakukan aspairasi nanahmya.
Differensial diagnosisnya galactoele, fibroadenoma dan carcinoma.
D. PENCEGAHAN
1. Perawatan Putting Susu Rata
Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui
adalah hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini,
Hoffman’s exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles
sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu
jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit
dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini
di ulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beebrapa
kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu
mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah penarikan puting
susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat
kehamilan.
2. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah
menyusui.
15
3. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan
biarkan kering dengan sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau
vitamin A dan D)
4. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
5. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
6. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran,
kosongkan payudara dengan cara memompanya
7. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu.
8. Minum banyak cairan
9. Menjaga kebersihan puting susu
10. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
E. PENATALAKSANAAN
1. Teknik menyusui yang benar.
2. Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian.
3. Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.
4. Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
5. Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi
ASI harus tetap dikeluarkan.
6. Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan
antibiotik.
16
7. Rujuk apabila keadaan tidak membaik.
Evakuasi abses dengan cara dilakukan operasi (insisi abses) dalam
anestesi umum. Setelah diinsisi, diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses
yang ‘mungkin’ masih tertinggal dalam payudara.
Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur resistensi dan
pemeriksaan PA. Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam
payudara, selain dipasang drain juga dilakukan bebat payudara dengan elastic
bandage. Setelah 24 jam tindakan, pasien kontrol kembali untuk mengganti
kassa. Pasien diberikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit.
3.2 TIVA
TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-
obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi
inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting
dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks,
sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan
kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat
komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1
17
atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A
menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang
lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi
sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan
memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-
obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik
narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan
sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia
regional.10
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi
dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,
Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
INDIKASI ANESTESI INTRAVENA
1. Obat induksi anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
18
4. Obat tambahan anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
• Induksi anestesi
• Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
• Sesuai kebutuhan : curetase
3. Diteteskan lewat infus :
• Menambah kekuatan anestesi
JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
PROPOFOL ( 2,6 – DIISOPROPYLPHENOL )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali
digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia
umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.
19
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan
kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal
tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan
D5W.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi
diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma
Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat
protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit
tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam.
Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol
didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan
sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat
hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
20
Farmakodinamik
a. Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis
yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada
pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat
menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.
Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml
Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml
Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml
Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml
b. Pada sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi
pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik
sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
21
• Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas
kendali
• Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding
pemberian secara bolus
• Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
c. Pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada
pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek
terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut:
• Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah
diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
• Pemberian 2,4 mg/kg:
1. Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit
2. Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit
• Pemberian 100 µg/kg/min:
1. Respons CO2 sedikit menurun
2. VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%
22
• Pemberian 200 µg/kg/min:
1. Hanya sedikit mendepresi VT
2. paCO2 menurun
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to
effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih
dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
23
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada
bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar.
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme
lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat
menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau
methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian
induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya
nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian
propofol.
KETAMIN
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang
memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis
tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat
anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi
dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang
Vietnam.
24
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan
“rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang
yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang
digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.
Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat
dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan
interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan
juga efek analgesik.
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular
b. Distribusi
25
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah
pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 –
20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15
menit.
c. Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati
menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
d. Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
Farmakodinamik
a. Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata
berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang
dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan
mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi
dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila
diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
26
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga
pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia
ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat
anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat
(NMDA) yang non kompetitif yang menyebabkan :
• Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat
• Mengurangi pembebasan presinaps glutamat
• Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:
• Mimpi buruk
• Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)
• Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi
• Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan
• 20%-30% terjadi pada orang dewasa
27
• Dewasa > anak-anak
• Perempuan > laki-laki
b. Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan,
terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada
pleksus koroidalis.
c. Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga
bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah
akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
d. Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga
merupakan obat pilihan pada pasien asma.
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular
apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak.
Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis
28
induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk
dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis
setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk
menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4
mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.
Bioavailabilitas
Route % bioavailabilitas
Nasal 50
Oral 20
IM 90
Rektal 25
Epidural 77
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur
pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi
29
dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek
mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan
tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan
diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti
yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal
saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus
dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada
trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler
meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.
Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat
simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.