Isi

43
1 BAB 1 PENDAHULUAN Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. TIVA (Total Intravenous Anesthesia) merupakan salah satu jenis anestesi umum yang meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi tambahan pada analgesia atau untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan propofol. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu Amnesia, Arefleksia otonomik, Analgesik, relaksasi otot. Jika

description

lo

Transcript of Isi

Page 1: Isi

1

BAB 1PENDAHULUAN

Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada

tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum

dilaksanakan anestesi.

TIVA (Total Intravenous Anesthesia) merupakan salah satu jenis

anestesi umum yang meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversible. Anestetik intravena selain untuk induksi

juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi tambahan pada analgesia atau

untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan

propofol. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi

yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan

motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu Amnesia, Arefleksia

otonomik, Analgesik, relaksasi otot. Jika keempat komponen tadi perlu

dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang

dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi

intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali ketamin yang

mempunyai efek 3 A menjadikan ketamin sebagai agen anestesi intravena yang

paling lengkap. Kelebihan TIVA yaitu kombinasi obat-obat intravena secara

terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan,

tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi

Page 2: Isi

2

sekitar jalan nafas atau paru-paru dan anestesi yang mudah dan tidak

memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

Pada pasien abses payudara pembedahan dilakukan dengan general

anestesi intravena, intermitten balance, tanpa intubasi, napas spontan dengan

bantuan kanul oksigen. pemilihan jenis anestesi ini didasarkan dari kelebihan

TIVA seperti diatas, selain itu operasi ini juga tidak memakan waktu yang lama

sehingha tidak dibutuhkan intubasi selama anestesi. Penilaian dan persiapan pra

operasi adalah suatu tindakan yang penting untuk mnengetahui keadaan pasien,

dimana letak operasi yang akan dilakukan dan macam operasinya. Sehingga

kita bisa menentukan jenis anastesi yang akan dilakukan. Persiapan yang

dilakukan meliputi kunjungan pra anastesi sehingga diketahui status fisik ASA

pasien, lalu pemilihan untuk premedikasi, induksi dan maintenance yang sesuai

dengan keadaan pasien.

Page 3: Isi

3

BAB 2LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Butet Bayani

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Blang Jreun

Agama : Islam

ANAMNESIS

Keluhan utama: Nyeri payudara

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri payudara sebelah kiri lebih kurang sudah 3

bulan, demam negative, nyeri posotif, bengkak positif, pus positif, eritema

positif, putting retruksi kedalam, mual dan muntah negatif

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit sepeti ini sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit seperti yang di alami pasien disangkal.

Anamnesis Sistem:

- Sistem saraf pusat : nyeri kepala (+)

Page 4: Isi

4

- Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-) berdebar (-)

- Sistem respirasi : sesak napas (+), batuk (-) hidung berair (+)

- Sistem gastrointestinal : mual (-) muntah (-) BAB (+)

- Sistem urogenital : tidak ada gangguan BAK

- Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas

- Sistem integumentum : sianosis(-), ikterik (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik, kesan gizi cukup

Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M6V5

Vital Sign

TD : 110/70 mmHg

HR : 76 kali/menit

RR : 20 kali/menit

T : 35,9 °C

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 155 cm

1. Kepala

Bentuk kepala : simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)

Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Nyeri tekan : (-)

Page 5: Isi

5

Mata : konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), radang (-/-)

Hidung : simetris, deformitas (-), sekret (-), darah (-)

Mulut : tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak arkus

faring, uvula dan palatum molle, darah (-), susunan gigi baik

Telinga : nyeri tekan tragus (-), darah (-)

2. Leher

Trakea : deviasi (-)

Kelenjar tiroid : tidak membesar

Kelenjar limfe :

3. Dada

a. Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)

b. Pulmo

Inspeksi : tanda trauma (-), deformitas (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, suara tambahan (-)

4. Abdomen

Inspeksi : kulit abdomen intak, jejas (-), sikatrik (-)

Page 6: Isi

6

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani

5. Genital

Tidak dilakukan pemeriksaan genital

6. Ekstremitas

a. Superior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-),

hangat (-/-) pucat (-/-)

b. Inferior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat

(-/-), pucat (-/-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 11,2 g/dl

Eritrosit : 4,1x106

Leukosit : 13.800 L

Hematokrit : 35%

Trombosit : 276x103/L

Golongan darah : O

DIAGNOSIS KERJA

- Abses mamae

LAPORAN ANESTESI

Page 7: Isi

7

Preoperatif

Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum

operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 84 x/menit, RR 76

x/menit, suhu 35,9 OC.

Jenis operasi : Eksisi Abses

Jenis anestesi : Anestesi TIVA

Premedikasi : Pethidine

Medikasi : Ketalar

Sedacum

Ranitidine

Ketorolac

Teknik anestesi :

Preoksigenasi 5 menit

Induksi IV

Respirasi : Sistem control

Posisi : Terlentang (supine)

Cairan : infus RL ± 500 ml

Keadaan akhir pembedahan :

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Baik

Tekanan darah : 125/72 mmHg

Page 8: Isi

8

Frekuensi nafas : 20x/menit

Frekuensi nadi : 84x/menit

Suhu : 36°C

Pemantauan Selama Anestesi

O2 : 2 liter

SpO2 : 98-99%

Mulai anestesi : 10.30 WIB

Mulai operasi : 10.40 WIB

Tekanan Darah dan Frekuensi Nadi

Pukul (WIB) Tekanann darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

10.45 125/72 76

10.50 120/70 84

10.55 123/72 80

11.00 115/71 78

11.05 119/70 82

11.10 155/72 80

Recovery

Page 9: Isi

9

Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan

diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada

nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

tekanan darah : 115/70 mmHg

nadi : 83 kali/menit

saturasi oksigen : 99%

observasi dengan Aldrete Score : 9

Kesadaran : sadar, orientasi baik

Pernapasan : napas dalam, teratur

Sirkulasi : baik

Warna : merah muda, SaO2 > 92%

Aktivitas : 4 ekstremitas dapat digerakkan

Program post operasi :

- Awasi vital sign dan kesadaran

- Posisi tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar

- Sadar penuh boleh minum secara bertahap

- Lain-lain sesuai dokter bedah

- Emergensi lapor dokter anestesi.

BAB 3

Page 10: Isi

10

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Abses Payudara

Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan

kumpulan nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari

infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan

nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang dengan abses payudara

dapat menderita demam. Kondisi ini umumnya terjadi pada orang-orang yang

berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi sangat jarang terjadi pada

wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita

yang menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses payudara.

Page 11: Isi

11

Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara

yang pecah. Ketika bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan

tubuh akan berusaha untuk melawan bakteri-bakteri tersebut dengan

mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses

pembunuhan bakteri-bakteri ini, beberapa jaringan dapat mengalami

kerusakan, membentuk suatu kantung kecil yang akan diisi oleh nanah

(campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah putih), membentuk

abses payudara. Untungnya, abses payudara dapat dihilangkan melalui

drainase abses dan pemakaian antibiotik.

A. FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO

Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang

umum ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi

terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh

melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada

masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.

Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui

harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka,

wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami

subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting

susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.

Page 12: Isi

12

Faktor risiko:

1. Diabetes mellitus

Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor risiko utama,

beberapa faktor lain ternyata dapat meningkatkan risiko abses

payudara. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian di University of

Iowa, yang dipublikasikan dalam Journal of The American College

of Surgeons edisi Juli 2010.

2. Perokok berat

Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat

meningkatkan risiko abses payudara 6 kali lipat dibanding pada

wanita yang tidak merokok. Selain itu, rokok juga membuat peluang

kekambuhan melonjak hingga 15 kali lipat. Dari sejumlah pasien

yang mengalami kekambuhan, 60 persen di antaranya merupakan

perokok berat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan para pendeita

abses yang merokok untuk menghentikan kebiasaanya agar risiko

kambuh bisa dikurangi.

Dalam penelitian ini, para ahli melibatkan 68 wanita yang

mengalami abses payudara, termasuk 43 wanita perokok dan 9

wanita yang memiliki tindik di putingnya. Seluruh partisipan tidak

memiliki riwayat kanker payudara dan tidak sedang menjalani

penyinaran dengan radiasi maupun operasi payudara dalam 12 bulan

terakhir.

Page 13: Isi

13

3. Tindik di bagian puting susu (baru pertama kali diungkapkan)

Risiko untuk mengalami abses payudara pada wanita yang

putingnya ditindik cenderung meningkat pada kurun waktu hingga 7

tahun sejak tindik dibuat.

4. Infeksi setelah melahirkan

5. Anemia

6. Penggunaan obat steroid

7. Rendahnya sistem imun

8. Penanaman silicon

B. TANDA GEJALA

1. Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

2. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

3. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Kadang-kadang keluar

cairan nanah melalui puting susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah

pada payudara adalah stafilokokus aureus dan spesies streptokokus.

4. Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak

membengkak.Bengkak dengan getah bening dibawah ketiak.

5. Nyeri dan teraba masa yang fluktuatif / ‘empuk

6. Sensasi rasa panas pada area yang terkena

7. Demam dan kedinginan, menggigil

8. Rasa sakit secara keseluruhan

Page 14: Isi

14

9. Malaise, dan timbul limfadenopati pectoralis, axiller,  parasternalis,

dan subclavia.

C. DIAGNOSIS

Untuk memastikan diagnosisnya perlu dilakukan aspairasi nanahmya.

Differensial diagnosisnya galactoele, fibroadenoma dan carcinoma.

D. PENCEGAHAN

1. Perawatan Putting Susu Rata

Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui

adalah hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini,

Hoffman’s exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles

sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu

jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit

dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini

di ulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beebrapa

kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu

mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah penarikan puting

susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat

kehamilan.

2. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah

menyusui.

Page 15: Isi

15

3. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan

biarkan kering dengan sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau

vitamin A dan D)

4. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara

5. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan

6. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran,

kosongkan payudara dengan cara memompanya

7. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah

robekan/luka pada puting susu.

8. Minum banyak cairan

9. Menjaga kebersihan puting susu

10. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

E. PENATALAKSANAAN

1. Teknik menyusui yang benar.

2. Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara

bergantian.

3. Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.

4. Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.

5. Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi

ASI harus tetap dikeluarkan.

6. Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan

antibiotik.

Page 16: Isi

16

7. Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

Evakuasi abses dengan cara dilakukan operasi (insisi abses) dalam

anestesi umum. Setelah diinsisi, diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses

yang ‘mungkin’ masih tertinggal dalam payudara.

Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur resistensi dan

pemeriksaan PA. Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam

payudara, selain dipasang drain juga dilakukan bebat payudara dengan elastic

bandage. Setelah 24 jam tindakan, pasien kontrol kembali untuk mengganti

kassa. Pasien diberikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit.

3.2 TIVA

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-

obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi

inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting

dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks,

sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu

1.      Amnesia

2.      Arefleksia otonomik

3.      Analgesik

4.      +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan

kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat

komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1

Page 17: Isi

17

atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A

menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.

Kelebihan TIVA:

1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang

lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.

2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi

sekitar jalan nafas atau paru-paru.

3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan

memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-

obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik

narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan

sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia

regional.10

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi

dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,

Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

INDIKASI ANESTESI INTRAVENA

1. Obat induksi anesthesia umum

2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

Page 18: Isi

18

4. Obat tambahan anestesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

CARA PEMBERIAN

1. Sebagai obat tunggal :

• Induksi anestesi

• Operasi singkat: cabut gigi

2. Suntikan berulang :

• Sesuai kebutuhan : curetase

3. Diteteskan lewat infus :

• Menambah kekuatan anestesi

JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA

PROPOFOL ( 2,6 – DIISOPROPYLPHENOL )

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia

intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali

digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia

umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.

Page 19: Isi

19

Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan

kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal

tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas

dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan

D5W.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi

diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma

Amino Butired Acid).

Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat

protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit

tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam.

Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol

didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan

sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif

singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat

hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

Page 20: Isi

20

Farmakodinamik

a. Pada sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis

yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada

pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.

Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat

menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.

Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml

Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml

Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml

Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml

b. Pada sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan

pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan

denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi

pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik

sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :

Page 21: Isi

21

• Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas

kendali

• Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding

pemberian secara bolus

• Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung

c. Pada sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam

beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada

pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek

terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut:

• Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah

diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

• Pemberian 2,4 mg/kg:

1. Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit

2. Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit

• Pemberian 100 µg/kg/min:

1. Respons CO2 sedikit menurun

2. VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%

Page 22: Isi

22

• Pemberian 200 µg/kg/min:

1. Hanya sedikit mendepresi VT

2. paCO2 menurun

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to

effect).

d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila

digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang

minimal 0,2%

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam

lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih

dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.

Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian

Page 23: Isi

23

propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika

mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada

bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar.

Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi

menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme

lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat

menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau

methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian

induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya

nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian

propofol.

KETAMIN

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang

memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis

tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat

anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi

dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang

Vietnam.

Page 24: Isi

24

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan

“rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang

yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang

digunakan sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering

menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi

dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan

persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut

dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerja

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat

dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan

interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan

juga efek analgesik.

Farmakokinetik

a. Absorbsi

Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

b. Distribusi

Page 25: Isi

25

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan

didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah

pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 –

20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15

menit.

c. Metabolisme

Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati

menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.

d. Ekskresi

Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

Farmakodinamik

a. Susunan saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan

mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata

berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang

dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan

mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi

dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila

diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering

Page 26: Isi

26

mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga

pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan

peningkatan tekanan darah intrakranial.

Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia

ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat

anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.

Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat

(NMDA) yang non kompetitif yang menyebabkan :

• Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat

• Mengurangi pembebasan presinaps glutamat

• Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:

• Mimpi buruk

• Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

• Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

• Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

• 20%-30% terjadi pada orang dewasa

Page 27: Isi

27

• Dewasa > anak-anak

• Perempuan > laki-laki

b. Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan,

terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada

pleksus koroidalis.

c. Sistem kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga

bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah

akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

d. Sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat

menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga

merupakan obat pilihan pada pasien asma.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular

apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak.

Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis

Page 28: Isi

28

induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk

dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk

mendapatkan efek yang diinginkan.

Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.

Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis

setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk

menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4

mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.

Bioavailabilitas

Route % bioavailabilitas

Nasal 50

Oral 20

IM 90

Rektal 25

Epidural 77

Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur

pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi

Page 29: Isi

29

dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek

mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan

tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan

diplopia.

Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti

yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal

saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus

dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada

trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler

meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.

Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat

simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.