Isi

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran lingkungan. . Untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3 diperlukan suatu system pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Pengelolaan limbah tersebut merupakan salah satu usaha dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup. Agar usaha tersebut berjalan dengan baik perlu dibuat dan diterapkan suatu sistem pengelolaan terutama pada sector-sektor kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah, seperti sector industry, rumah sakit dan pertambangan. Industri di Indonesia sekarang ini berkembang dengan pesat dan baik. Jumlahnya pun beragam. Serta saat ini Indonesia dapat dikategorikan sebagai Negara yang perkembangan industrinya cukup tinggi dan dikategorikan sebagai Negara semi industri. Meningkatnya pertumbuhan industri membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Beberapa kasus pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh B3 yang dihasilkan industri telah menjadi topik hangat di media masa. Hal ini dapat dilakasanakan dengan memberlakukan peraturan perundang- undangan lingkungan hidup sebagai dasar dalam pelaksanaannya. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut maka hak, kewajiban 1

description

limbah b3

Transcript of Isi

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBerbagai jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran lingkungan. . Untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3 diperlukan suatu system pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Pengelolaan limbah tersebut merupakan salah satu usaha dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup. Agar usaha tersebut berjalan dengan baik perlu dibuat dan diterapkan suatu sistem pengelolaan terutama pada sector-sektor kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah, seperti sector industry, rumah sakit dan pertambangan.Industri di Indonesia sekarang ini berkembang dengan pesat dan baik. Jumlahnya pun beragam. Serta saat ini Indonesia dapat dikategorikan sebagai Negara yang perkembangan industrinya cukup tinggi dan dikategorikan sebagai Negara semi industri.Meningkatnya pertumbuhan industri membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Beberapa kasus pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh B3 yang dihasilkan industri telah menjadi topik hangat di media masa. Hal ini dapat dilakasanakan dengan memberlakukan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai dasar dalam pelaksanaannya. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut maka hak, kewajiban dan kewenangan dalam pengelolaan limbah B3 oleh setiap orang/badan usaha maupun organisasi kemasyarakatan dijaga dan dilindungi hukum. Untuk menunjang pelaksanaan program-program tersebut, diperlukan sumberdaya manusia (SDM) yang menguasai menejeman pengelolaan limbah B3, hak, dan kewajiban instansi /badan usaha yang dipimpin dan kesadaran untuk melindungi lingkungan dari bahaya pencemaran dan perusakan tersebut

1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan makalahRumusan MasalahApa yang dimaksud dengan limbah B3 serta peraturannya yang berlaku?Apa saja karakteristik limbah B3?Darimana sumber limbah B3?Bagaimanakah cara pengelolaan dan penanganan limbah B3? Dan bagaimanakah contoh kasus penangan limbah B3?Makalah ini di tujukan untuk:Tujuan:1. Memenuhi tugas mata kuliah umum Farmasi Lingkungan2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang limbah B3 baik dari karakteristik, sumber limbah, contoh kasusnya, cara penanganan danpengelolaannya

BAB IITINJUAN PUSTAKA

Limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifatnya dan atau knsetrasinya maupun jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung hidup manusia dan makluk lain (PP No. 188 Tahun 1999 dan PP No. 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah B3).Bahan berbahaya dan beracun mungkin dapat kita jumpai di rumah kita, seperti buangan produk yang tidak memenuhi standar yang aman bagi lingkunagn atau sisa bahan maupun tumpahan bahan kimia yang kadaluarsa. Pada umumnya, produk yang mengandung B3 bersifat mudah meledak dan terbakar, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi dan menyebabkan karat (korosif).Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:1. Berdasarkan sumber2. Berdasarkan karakteristikPeningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini. Dalam Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedal setempat. Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Definisi limbah B3Definisi Limbah, Berdasarkan:BAPEDAL (1995) Setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia PP No. 18 tahun 1999Yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. OSHA (Occupational Safety And Health Administration); HAZARDOUS WASTE as the waste form of a hazardous substance that is, a substance that will, or may, result in adverse effect on the health or safety employees.RCRA (Resource Conservation And Recovery Act ) Limbah (Solid) atau gabungan berbagai limbah yang karena jumlah dan konsentasinya, atau karena karakteristik fisik-kimia-dan ndaya infeksiusnya bersifat :1. Dapat mengakibatkan timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau penyakit yang melumpuhkan2. Menyebabkan timbulnya gangguan atau berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia atau lingkungan, apabila tidak diolah, disimpan, diangkut , dibuang atau dikelola dengan baik3.2 Dasar HukumMengingat begitu pentingnya permasalahan pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 ini, maka pemerintah memandang perlu untuk membuat peraturan perundang-undangan guna mengatur limbah B3 ini. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah :a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.b) PP RI Nomor 18 Tahun 1999 Jo. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai revisi dari PP RI Nomor 19 Tahun 1994 Jo. PP RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pengelolaan Limbah B3.c) Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.d) Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.e) Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3.f) Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Penimbunan Limbah B3.g) Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label.h) Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Pengelolaan Limbah B3.i) Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah B3.j) Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Kendali B3.k) Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas. Peraturan-peraturan mengenai pengelolaan limbah B3 diatas diharapkan dapat mencegah, mengurangi, serta mengontrol keberadaan limbah B3 di lingkungan masyarakat. Mengacu pada ketentuan undang-undang lingkungan hidup, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi perhatian kita bersama. Hal ini terutama mengenai pengelolaan dan pengolahan limbah B3, sebagaimana dikatakan pada pasal 58 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 bahwa :Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.Pasal tersebut tidak sekedar ditujukan kepada pihak-pihak yang melakukan kegiatan dan menghasilkan limbah B3, namun juga ditujukan kepada badan usaha yang melakukan import limbah dari luar negeri menuju ke Indonesia. Lebih lanjut dikatakan pada pasal 69 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 bahwa terdapat beberapa larangan mengenai keberadaan limbah B3 khususnya yang berada di Indonesia. Selain itu, diatur pula mengenai tanggung jawab mutlak (strict liability) dari pengelolaan limbah B3, hal ini sebagaimana diatur pada pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa :Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Tanggung jawab mutlak atau strict liability adalah unsur kesalahan yang tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut pasal 88 ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.Sedangkan yang dimaksud dengan sampai batas waktu tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundangundangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.Selanjutnya ketentuan pidana mengenai pelanggaran pengelolaan dan pengolahan limbah B3 itu sendiri diatur pada Pasal 102 s.d. 106. Sebagai contoh mengenai pengelolaan limbah B3 dengan tanpa ijin maka ancaman minimalnya adalah pidana penjara 1 tahun dan maksimal 3 tahun dengan denda minimal 1 milyard rupiah dan paling banyak 3 milyar rupiah. Tidak cukup sampai disitu, pelanggaran terhadap kegiatan/usaha yang memasukan limbah B3 kedalam wilayah NKRI juga diganjar dengan ancaman hukuman yang cukup berat. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam pasal 105 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa :Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).Dengan keberadaan ancaman pidana yang cukup berat ini, maka diharapkan tidak terjadi lagi pelanggaran terhadap pengelolaan dan pengolahan limbah B3 di lingkungan masyarakat.3.3 Sumber Limbah B3 Limbah B3 menurut sumbernya (PP.05/1999):

1. Sumber Tidak Spesifik (berdasarkan Lampiran I, tabel 1, PP 85 /1999) 2. Sumber Spesifik (berdasarkan Lampiran I, tabel 2, PP 85/1999) 3. Bahan kimia kadaluarsa; Tumpahan; sisa kemasan; buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi

Gamabar-1 .Identifikasi Limbah B3Keterangan :

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik : Limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dll. Limbah B3 dari sumber spesifik : Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu. Limbah B3 dari sumber lain : bahan Kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

3.4 Karakteristik Limbah B3 Karakteristik Limbah B3 menurut PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu: Mudah meledak Mudah terbakar Bersifat reaktif Beracun Menyebabkan infeksi Bersifat korosif Karakteristik Limbah B3 berdasarkan International Classification (UN-regulation) Class 1 Explosives: Fireworks, Gelignite Class 2 Flammable / Inflammable / Toxic gases: Acetylene, LPG; Air, Argon; Chlorine, ammonia Class 3 Flammable liquids: Petrol, Kerosene Class 4 Flammable solids, Combustible, Dangerous when wet : Sulfur, Nitrocellulose; Carbon Black, Carbon; Calcium Carbide, Metal hydride Class 5 Oxidizing agent: Hydrogen peroxide, Calcium Hypochlorite Class 6 Toxic and infectious substances: NaCN, Hospital waste Class 7 Radioactive substances: Uranium Class 8 Corrosive substances: HCl, NaOH Class 9 Miscellaneous: Aerosol Dari sumber diatas maka penggolongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan : mudah meledak; pengoksidasi; sangat mudah sekali menyala; sangat mudah menyala; mudah menyala; amat sangat beracun; sangat beracun; beracun; berbahaya; korosif; bersifat iritasi; berbahayabagi lingkungan; karsinogenik; teratogenik; mutagenik.

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).1) Bahan kimia yang mudah meledak Zat kimia yang peka terhadap suhu dan tekanan yang tinggi atau goncangan yang mendadak. Zat padat atau cair atau campuran keduanya, akibat suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan besar serta suhu yang tinggi sehingga bisa menimbulkan peledakan. Contoh : Trinitrotoluen (TNT), itroglycerine, amonium nitrat. Sedangkan Campuran eksplosif, dapat terjadi pula akibat pencampuran beberapa bahan, terutama bahan oksidator dan reduktor dalam suatu reaktor maupun dalam penyimpanan. Debu-debu seperti debu karbon dalam industri batu bara, zat warna diazo dalam pabrik zat warna dan magnesium dalam pabrik baja adalah debu-debu yang sering menimbulkan ledakan.Contoh campuran eksplosifOKSIDATORREDUKTOR

KClOKarbon, Belerang

Asam nitrat

Etanol

Kalium permanganat

Gliserol

Krom TrioksidaHidrazin

2) Mudah Terbakar (Flammable) Bahan kimia yang dapat dengan mudah menyala /terbakar: pyrophoris : dapat menyala secara spontan dalam udara pada suhu 54 C atau kurang tanpa kontak dengan api. Contoh : diborane. flammable chemicals : Mudah menyala bila kontak dengan percikan api combustible chemicals : Mudah menyala bila kontak dengan api Oxidizers : bersifat eksplosif karena sangat reaktif atau tidak stabil.Mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraiannya sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan. Dapat terbakar pada suhu normal Check Flash Point (FP) OSHA FP < 100 F (38 C) EPA/DOT FP < 140 F (60 C) Contoh : Gasoline Methyl Ethyl Ketone3.5 Pengelolaan Limbah Dalam pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula. Dalam Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan

Pengolahan Limbah B3

(gambar: pengolahan limbah)

Jenis-jenis proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia antara lain : 1. Proses pengolahan secara kimia : Reduksi-Oksidasi

Elektrolisasi

Netralisasi

Presipitasi / Pengendapan

Solidifikasi / Stabilisasi

Absorpsi

Penukaran ion, dan

Pirolisa

2. Proses pengolahan limbah secara fisik :

Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi, Koagulasi, Filtrasi, Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi, Kristalisasi, Dialisa, Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan Stripping Penerapan Sistem Pengolahan Limbah B3 Penerapan sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan karakterisasi dari limbah yang akan diolah dengan memperhatikan 5 hal sebagai berikut : 1. Biaya pengolahan murah, 2. Pengoperasian dan perawatan alat mudah, 3. Harga alat murah dan tersedia suku cadang, 4. Keperluan lahan relatif kecil, dan 5. Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek samping terhadap lingkungan.

3.6 Penanganan LimbahLimbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut1. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3, sedangkan Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.2. Metode Pembuangan Limbah B3 a. Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep well injection)Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.b. Kolam penyimpanan (surface impoundments) Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfils) Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.3.7 Contoh Kasus Penanganan Berikut beberapa kasus limbah B3 yang ada di dunia 1. Kasus Penyakit Kucing Menari Di MinamataKasus Minamata ini terkenal di dunia bila membicarakan masalah industri, limbah dan kesehatan masyarakat, yang terungkap setelah sekitar 600 ton merkuri, yang digunakan sebagai katalis dalam prosesnya, dibuang secara bertahap sekitar 45 tahun. Merkuri didapat di alam, merupakan logam warna putih-perak, termasuk logam berat, dan berada fasa cair pada suhu biasa, dan biasanya digunakan sebagai katalis. Pada tahun 1714 Gabriel Fahrenheit menggunakan merkuri ini untuk termometer. Mikroorganisme dalam air mengkonversi logam ini menjadi methylmercure, dengan prakiraan 70 100 tahun akan persistan di alam. Merkuri alamiah dapat dievakuasi oleh tubuh manusia secepatnya melalui urin, sedang mercuri organik bersifat biokumulasi, yang dapat menyerang syaraf dan otak.Pencemaran mercuri tetap berlanjut. Kasus penyakit ini juga terus berlanjut, dan terutama menyerang anak-anak. Tahun 1956 masyarakat sekitarnya mengadakan aksi menentang keberadaan Chisso. Chisso memberikan santunan pada korban dan yang meninggal, tanpa mengetahui penyebab masalah ini. Kasus ini lama kelamaan terungkap, karena korban umumnya mengandung merkuri yang berlebihan pada tubuhnya. Tahun 1976 sekitar 120 penduduk Minamata meninggal karena keracunan merkuri dan 800 orang menderita sakit. Tahun 1978, 8100 penduduk mengklaim hal ini, dan 1500 diantaranya yang diperiksa diketahui keracunan merkuri. Akhirnya pembuangan merkuri dihentikan dengan ditutupnya pabrik tersebut, dan pemerintah menyatakan bahwa Chisso adalah penanggung jawab penyakit yang berjangkit di Minamata. 22 Maret 1979 dua pemimpin Chisso , yang pada saat itu telah berumur 77 tahun dan 68 tahun, dihukum masing-masing 2 tahun dan 3 tahun penjara. Disamping itu, korban kasus ini menerima santunan yang dibebankan pada Chisso.2. Kasus Love Canal (Amerika Serikat)Niagara Falls menjadi pusat industri, khususnya industri kimia. Produk kimia yang dihasilkan antara lain adalah natrium hidroksida, yang merupakan produk elektrolisa natrium khlorida. Elektrolisa ini juga menghasilkan produk samping (by-product) yang tidak diinginkan yaitu khlor, yang terproduksi dalam jumlah besar. Pengembangan penelitian menghasilkan alternatif pemanfaatan produk samping ini menjadi bahan organik berkhlor seperti plastik, pestisida dan hasil industri antara lainnya. Pada saat itu fihak pemerintah dan industri belum mengetahui akibat samping dari produk ini. Belum seorangpun yang menyadari bahwa keuntungan dari pestisida seperti DDT, endrin atau dari bahan organik berklor lainnya seperti pelarut berkhlor akan mendatangkan masalah bagi lingkungan di kemudian hari.Pada tahun 1930-an, Hooker Chemical and Plastic Corporation yang memproduksi bahan kimia di daerah tersebut mulai mengurug limbahnya pada bagian utara Love Canal yang belum terselesaikan. Sampai tahun 1947 dapat dikatakan daerah tersebut menjadi lahan pengurugan beragam jenis limbah terutama dari industri, termasuk pula abu sisa pembakaran dari kota. Bahkan Angkatan Darat Amerika Serikat juga mengurug sejumlah besar residu senjata biologis walaupun secara resmi fihak Pentagon menolak tuduhan tersebut. Tahun 1952 kanal tersebut ditutup oleh Hooker Chemical. Tahun 1953 fihak kotamadya meminta Hooker Chemical untuk menjual sebagian lahan kanal tersebut untuk pembangunan sekolah baru. Fihak Hooker menjual sebagian kanal tersebut ke pengelola kota hanya seharga US $ 1.Sekolah kemudian dibangun berdampingan dengan daerah yang sebelumnya adalah pengurug limbah industri. Sebagian dari lahan tersebut dijadikan taman bermain. Sering dijumpai anak-anak bergembira menemukan residu fosfor yang dapat menimbulkan bunga api bila dilemparkan ke permukaan yang berbatu. Pada tahun 1958 tiga anakanak mengalami luka bakar akibat terpapar dengan residu yang muncul ke permukaan.Seorang keluarga di dekat Love Canal melahirkan anak dengan cacat fisik dan mental, tetapi hal ini dianggap alamiah. Pada suatu pagi di tahun 1974, satu keluarga mendapatkan kolam renang mereka menjadi lebih tinggi sekitar 60 cm. Ketika kolam ini dibongkar, maka galiannya langsung terisi air tanah berwarna kuning, biru dan ungu, dengan sifat yang sangat tajam, yang dapat menghanguskan akar pohon sekitarnya. Tahun 1959 sebuah keluarga lain mendapat masalah di lantai bawahnya (basement) dengan adanya lumpur hitam yang masuk ke dalamnya. Segala upaya dicoba untuk menghentikannya. Akhirnya mereka membuat lobang untuk mengetahui apa yang terdapat di balik tembok. Sejumlah besar cairan hitam masuk memenuhi ruangan. Sejak saat itu, masalah Love Canal mulai diketahui dan diperhatikan.Delapan bulan setelah kejadian kolam renang di atas, dilakukan pengambilan sampel udara di beberapa basement rumah di daerah tersebut. Hasilnya adalah bahwa udara di daerah tersebut mengandung bahan-bahan toksik yang berada di atas ambang threshold-limit value (TLV). Survai kesehatan juga dimulai dan dijumpai bahwa keguguran spontan ternyata 250 kali lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Sampel darah yang diambil juga menunjukkan indikasi adanya kerusakan hati yang meningkat. Kelahiran cacat fisik dan mental juga sering dijumpai. Disamping itu, senyawa-senyawa toksik berhalogen terdeteksi pada sistem penyaluran air buangan kota. Analisa lebih lanjut menemukan bahwa cemaran kimia dalam konsentrasi tinggi telah mencemari air, tanah, termasuk diantaranya 11 jenis cemaran penyebab kanker seperti benzene, chloform dan trichloroethylene. Hooker Chemical akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa sekitar 22.000 ton limbah kimia, diantaranya 200 ton trichlorophenol, telah diurug di lahan-urug tersebut.Kasus Love Canal menyebabkan adanya perbaikan dan pengetatan peraturan-peraturan yang berlaku di Amerika Serikat dalam menangani limbah B3, karena ternyata bukan hanya lahan ini saja yang secara peraturan sebetulnya telah sesuai dengan yang berlaku. Kegiatan remediasi lahan yang terkontaminasi akhirnya menjadi salah satu program yang digalakkan di Amerika Serikat bagi lahan yang tercemar.3. Kasus Kabut Dioxin Di Seveso (Italia)Salah satu kasus limbah berbahaya yang terkenal adalah peristiwa kabut dioxin di Seveso (Italia). Dioxin adalah nama umum untuk grup polychlorinated dibenzodioxins (PCDD). Atom chlor pada senyawa PCDD menghasilkan sampai 75 isomer dengan toksisitas yang sangat bervariasi. Isomer yang sangat aktif dan mempunyai potensi toksisitas tinggi adalah yang mempunyai 4 sampai 6 atom chlor, terutama dalam posisi lateral (2,3,7,8) seperti 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (2,3,7,8-TCDD) dengan toksisitas akut. Efek 2,3,7,8-TCDD ini terhadap spesies binatang ternyata berbeda, namun semuanya sebagai penimbul agen kanker (carcinogen). Agaknya dioxin ini menimbulkan tumor yang berbeda untuk organ yang berbeda, dan para peneliti baru sampai pada tahap awal dalam memahami efek toksisitas dioksin ini pada manusiaSeveso terletak di Italia Utara. Akhir 1960-an, industri farmasi Swiss, Hoffman-La Roche memilih Seveso sebagai lokasi pabriknya di Italia. Pabrik ini menghasilkan asap yang berbau, tetapi penduduknya rupanya sudah terbiasa. Kecelakaan terjadi pada tanggal 10 Juli 1976, ketika reaktor akan dipanaskan dan terjadi retak pada katup pengamannya. Pada temperatur yang sesuai, reaksi kimiawi yang terjadi menghasilkan 2,3,7,8-TCDD. Sekitar 1 Kg dioxin terbuang ke udara membentuk kabut melewati ribuan hektar sekitar bencana. Penduduk di sekitarnya dievakuasi. Daerah sekitarnya dibagi menjadi 2 area bahaya. Area A penduduknya dievakuasi, dan dilarang menggunakan barang-barangnya. Ibu ibu yang hamil dianjurkan untuk menggugurkan kandungannya, dan prianya dihawatirkan mengalami kerusakan pada fungsi genetiknya. Daun-daun pohon di sekitarnya menjadi rontok, binatang- binatang seperti terpanggang. Anak-anak dengan langsung menunjukkan gejala chloracne pada mukanya dan bagian lain di tubuhnya.Pembersihan daerah terkontaminasi merupakan usaha besar-besaran yang dilakukan, terutama pada pabrik itu sendiri yang tercemar berat. Pemerintah Italia akhirnya memutuskan penggunaan teknik insinerasi dan landfilling bagi komponen-komponen pabrik tersebut. Landfilling dalam tanah dilakukan dalam 2 lubang dengan proteksi kuat, yaitu dilapis bentonit dan lembaran polyethylene. Pohon-pohon terkontaminasi ditebang. Tanah terkontaminasi dikupas sedalam rata-rata 5 cm. Daerah tersebut kemudian dijadikan taman. Pekerjaan ini membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.Kasus tersebut ternyata tidak berhenti di sana, dengan timbulnya suatu kasus yang cukup meggegerkan daratan Eropa Barat pada tahun 1981, yaitu kasus transportasi dioxin antar negara. Ternyata penanggung jawab upaya pembersihan daerah Seveso tersebut mengirimkan 41 drum limbahnya untuk ditimbun di luar Italia. Drum tersebut diangkut oleh dua perusahaan swasta ke tempat yang tidak dispesifikasi secara jelas. Drum tersebut berlabel bahan hidrokarbon aromatis, dan tidak ditulis sebagai Dioxin, sedang asalnya ditulis dari Meda, bukan dari Seveso (tempat yang dikenal untuk kasus ini). Pengiriman ini bersifat rahasia, namun akhirnya beritanya tersebar di daratan Eropa dan menjadi pemberitaan hangat selama 9 bulan. Informasi yang didapat menyatakan bahwa drum tersebut akan diangkut ke Inggris untuk diinsinerasi, ke Jerman Timur untuk ditimbun di lahan-urug industri dan ke Jerman Barat untuk dikubur dalam bekas tambang. Tetapi tidak satupun yang sampai. Sembilan bulan kemudian setelah dilakukan pencarian yang melibatkan semua fihak di negara terkait, ternyata drum tersebut tersembunyi di suatu area pejagalan hewan di Perancis. Pihak Hoffman-La Roche harus bertanggung jawab untuk itu, dan harus mengeluarkannya dari Perancis, dan dibawa ke Swiss, sebagai negara asal industri tersebut. Kemudian dioxin tersebut baru diinsinerasi setelah 2,5 tahun dikeluarkan dari Seveso, yaitu pada November 1985.4. Kasus Kepone Di Hopewell (Amerika Serikat)Hopewell (Virginia USA) memprolamirkan dirinya sebagai chemical capital of the south, dan disanalah dimulainya bencana kimiawi di USA. Pada tahun 1973 Allied Chemical mensubkontrakkan pembuatan pestisida pada Life Sciences Product (LSP) yang dikenal dengan nama kepone. Beberapa saat kemudian, dijumpai masalah kesehatan diantara karyawannya. Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa LSP melanggar aturan-aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang berlaku. Disamping itu, baik Allied maupun LSP secara illegal membuang kepone ke sungai James yang bermuara di Chesapeake Bay. Kepone dikembangkan oleh Allied sekitar tahun 1950-an. Pada tahun 1973 Allied Chemical mensubkontrakkan pembuatan pestisida pada Life Sciences Product (LSP) yang dikenal dengan nama kepone. Beberapa saat kemudian, dijumpai masalah kesehatan diantara karyawannya. Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa LSP melanggar aturan-aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang berlaku. Disamping itu, baik Allied maupun LSP secara illegal membuang kepone ke sungai James yang bermuara di Chesapeake Bay. Kepone dikembangkan oleh Allied sekitar tahun 1950-an. Produksinya dikontrakkan pada Hooker Chemical antara 1950 1960. Namun karena pasaran meningkat, Allied juga memproduksi sendiri. Produksi tahunan meningkat dari 36.000 pound pada tahun 1965 menjadi 400.000 pound pada tahun 1972. Allied memproduksi kepone di Hopewell. Tahun 1973 pembuatan kepone disubkontrakkan pada LSP sementara Allied tetap menangani polimer.Pencemaran udara juga telah meluas ke sekitar pabrik itu. Agustus 1975 LSP didenda US$ 16500. Tindakan berikutnya melibatkan US EPA (US Environmental Protection Agency); ternyata LSP telah mengeluarkan efluen kepone sebesar 500 600 ppb, sedangkan standar yang berlaku adalah 100 ppb. EPA kemudian melakukan sampling air minum, udara, tanaman dan limbah kota Hopewell serta sungai. Lumpur dari pengolah limbah mengandung kepone 200 600 ppm. Ikan di dekat sungai James mengandung kepone 0,1 20 ppm, sedang sungai James sendiri mengandung kepone 0,1 4 ppb. Di beberapa tempat, ternyata 40 % dari total partikulat adalah kepone. Pemerintah akhirnya memutuskan bahwa pabrik itu untuk dilucuti, tetapi LSP tidak sanggup untuk operasi tersebut. Allied diminta untuk bertanggung jawab operasi detoksifikasi tersebut dengan rencana biaya sebesar US $ 175000. Namun biaya yang ditanggung Allied untuk operasi tersebut akhirnya menjadi US $ 394000, dan biaya yang ditanggung akhirnya membengkak berlipat ganda dengan adanya tuntutan dari orang yang merasa dirugikan, misalnya 120 pedagang ikan yang merasa dirugikan karena mereka memperoleh ikannya dari sungai James yang tercemar.5. Kasus Lahan Stringfellow Di Kalifornia (USA)Lahan Stringfellow di Glen Avon (Kalifornia-USA) telah digunakan untuk menimbun limbah cair B3 dari tahun 1956 sampai 1972. Selama itu sekitar 30 juta galon (113.550 M3 ) limbah cair B3 telah ditimbun. Studi geologi sebelumnya menyimpulkan bahwa lahan tersebut berada di atas bedrock yang kedap, dan dengan membuat penghalang beton di hilirnya, maka diprakirakan tidak akan terjadi pencemaran air tanah. Ternyata evaluasi berikutnya menyatakan bahwa lahan itu sebetulnya tidak cocok untuk limbah cair B3 dan terjadilah pencemaran air tanah. Lahan ini juga berlokasi di atas akuifer Chino Basin yang merupakan sumber air minum bagi sekitar 500.000 penduduk. Interpretasi hasil analisis air tanah pada tahun 1972 ternyata juga salah, dengan menganggap bahwa pencemaran air tanah yang terjadi berasal dari limpasan air permukaan bukan dari lahan tersebut. Hasil interpretasi yang salah juga dilakukan oleh sebuah konsultan lain pada tahun 1977.Prakiraan biaya untuk menyingkirkan dan mengolah seluruh cairan dan tanah yang terkontaminasi pada tahun 1977 sekitar 3,4 juta US$. Estimasi biaya pada tahun 1974 meningkat 4 kali lipat dengan cara tersebut. Akhirnya Pemerintah memilih cara yang lebih murah, yaitu : Meyingkirkan cairan terkontaminasi ke lahan yang lain, Menetralisir tanah terkontaminasi dengan abu semen kiln, Menempatkan lapisan clay untuk mengisolasi, Membangun sumur-sumur pemantauan.Sekitar 800.000 gallon (3028 m3 ) air tercemar dialirkan ke area di hilirnya, dan 4 juta gallon (15140 m3 ) air tercemar dialirkan ke lahan-urug West Covina, namun ternyata lahan ini juga bocor dan akhirnya ditutup. Lahan-urug lain, Casmalia Resources, juga menerima sekitar 70.000 gal/hari (265 m3 ) dari Stringfellow, tetapi dianggap belum dimonitor secara benar. Sekitar 15 juta US $ telah dihabiskan untuk program tersebut, dan masih dibutuhkan sekitar 65 juta US $ untuk mentuntaskan permasalahan, dengan program pengolahan in-situ terhadap air tanah yang tercemar.

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanDari berbagai uraian di atas dapat disimpulan sebagai berikut : Dalam pengelolaan limbah B3, karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya perlu diketahui agar dalam penanggulangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah menambahkan masalah pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration. Berbagai contoh kasus limbah B3 dapat dilihat dampak Pengaruhnya terhadap mahluk hidup, khususnya manusia terdiri atas 2 kategori yaitu: (1) efek akut, dan (2) efek kronis. Efek akut dapat menimbulkan akibat berupa kerusakan susunan syaraf, kerusakan sistem pencernaan, kerusakan sistem kardio vasculer, kerusakan system pernafasan, kerusakan pada kulit, dan kematian. Sementara itu, efek kronis dapat menimbulkan efek karsinogenik (pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan), dan kerusakan sistem reproduksi.4.2 SaranLimbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun,maka selaku penulis berharap agar penanganan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut jangan dijadikan masalah yang sepele, namun hal tersebut tentunya dapat menjadi perhatian kita bersama,bukan hanya pemerintah ,tetapi kita semua, karena apabila dampak dari limbah B3 tersebut telah menyebar luas, maka bukan hanya satu ataupun dua orang yang akan menerima akibatnya, tetapi juga akan berpengaruh terhadap orang banyak termasuk mungkin diri kita sendiri.

12