Isi
-
Upload
nina-mutia-febriani -
Category
Documents
-
view
210 -
download
7
Transcript of Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu
bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam
pembangunan. Informasi mengenai sumber daya dan cadangan batubara
menjadi hal yang mendasar di dalam merencanakan strategi kebijaksanaan
energi nasional. Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan
batubara sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada
sektor industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk ekspor. Sejalan
dengan itu pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan
pengembangan batubara.
Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batu bara
sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor
industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk ekspor. Sejalan dengan itu
pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan pengembangan
batu bara. Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi yang besar dalam
pengusahaan pertambangan bahan galian khususnya batubara. Batubara
merupakan salah satu komoditi yang diunggulkan propinsi ini. Batubara juga
merupakan produk pertambangan andalan yang menarik bagi investor dan akan
berkembang pada tahun-tahun mendatang seiring dengan harga batubara yang
bagus. Eksplorasi mineral bijih besi telah dilakukan di Kabupaten Tanah Laut,
Tanah Bumbu, Kotabaru dan Balangan dan akan mulai dieksploitasi saat
1
kondisinya memungkinkan. Masih banyak jenis mineral lainnya seperti intan,
emas, marmer, lempung, serpentinit yang terbuka bagi eksploitasi. Produk turunan
dari mineral tersebut akan memberikan nilai tambah ekonomi dibanding
memasarkan langsung mineral tersebut.
Kualitas batubara merupakan penentu penggunaan batubara dalam
industri. Dalam bukunya Coal, Typology-Physics-Chemistry-Constitution,
Krevelen (1993) menjelaskan bahwa pemanfaatan batubara dipengaruhi oleh asal
mula, sifat dasar, dan sistem komersial batubara. Aspek nilai dagang/pasar yang
mengutamakan kualitas dalam sistem komersial batubara merupakan salah satu
faktor pendorong perusahaan-perusahaan tambang batubara untuk menentukan
analisis kadar batubara (Sukandarrumidi, 2006).
Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis standar batubara, yang bertujuan
untuk menentukan kelayakan batubara tersebut dalam pasar internasional. Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan merupakan instansi
Pemerintah yang meneliti serta memberikan informasi mengenai kualitas dan
kuantitas hasil pertambangan yang ada di Kalimantan Selatan, salah satunya
adalah analisis kandungan bahan galian, analisis kandungan air serta mekanika
tanah, dengan menggunakan metode berstandar internasional yang sudah diuji dan
diverifikasi.
1.2 Tujuan
Tujuan umum dilaksanakannya kerja praktik adalah untuk :
1. Membuka wawasan mahasiswa agar lebih mengenal dunia kerja.
2. Mengetahui analisis kimia di laboratorium batubara.
3. Mengaplikasikan ilmu kimia di dunia kerja.
2
Tujuan khusus dari kegiatan kerja praktik ini adalah melakukan general
analisis batubara, yaitu analisis proximate (moisture, ash content, volatile matter,
dan fixed carbon), nilai kalori (Calorific Value), dan salah satu analisis ultimate
yaitu total sulphur di laboratorium Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi
Kalimantan Selatan, untuk memenuhi persyaratan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
1.3 Manfaat
Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :
1. Menunjang program link and match antara pihak perguruan tinggi dan
instansi.
2. Mahasiswa diharapkan mendapat pengalaman kerja di perusahaan/instansi.
3. Mahasiswa mengetahui kualitas batu bara yang baik melalui proses analisis di
laboratorium.
4. Menjalankan kewajiban mahasiswa untuk memenuhi program Praktik Kerja
Lapangan (PKL) sesuai dengan Sistem Kredit Semester (SKS) yang
dicanangkan oleh pihak Universitas.
5. Praktik kerja lapangan ini akan menjadi sarana agar terjalin hubungan
kerjasama yang erat dan harmonis antara Fakultas MIPA Unlam dengan Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan.
3
BAB II
KEADAAN UMUM DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan
2.1.1.Dinas pertambangan dan energi provinsi kalimantan selatan
Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi Kalimantan
Selatan mula-mula dengan nama “Kantor Perwakilan Daerah Departemen
Pertambangan Banjarmasin” berdasarkan S.K. Menteri Pertambangan
No.280/Kpts/M/Pertamb/1971 Tanggal 7 Juni 1971.
Kedudukan kantor tersebut adalah di Banjarbaru lebih kurang 25 km
sebelah tenggara Kota Banjarmasin dan wilayah tugasnya adalah meliputi
Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur. Kantor Perwakilan Daerah Departemen Pertambangan
Banjarmasin mempunyai 4 (empat) buah seksi yaitu:
a. Seksi Penyusunan dan Data
b. Seksi Pengawasan
c. Seksi Bimbingan dan Pengembangan
d. Seksi Tata Usaha
Dengan surat keputusan memberi pertimbangan No.675/Kpts/
M/Pertamb/1973 tertanggal 7 Desember 1973 Kantor Perwakilan Daerah
Departemen Pertambangan Banjarmasin dirubah namanya menjadi Kantor
Daerah Departemen Pertambangan yang meliputi 2 seksi dan sebuah
sekretariat yaitu:
4
a. Seksi Pembinaan dan Pengembangan
b. Seksi Pengawasan dan Pertambangan
c. Sekretariat
Kemudian dengan S.K. Menteri Pertambangan No.204 tahun 1975
tertanggal 30 April 1975 dengan surat Sekretaris Jenderal Pertambangan
No.1426/S.JP/75 tanggal 8 Juli 1975 Kantor Daerah Pertambangan
Banjarmasin dirubah namanya menjadi Kantor Wilayah Departemen
Pertambangan Kalimantan yang mempunyai 4 (empat) buah seksi dan 1
(satu) sub bagian, yaitu :
a. Seksi Pengembangan Wilayah Pertambangan
b. Seksi Pengembangan Pertambangan
c. Seksi Pengawasan Pertambangan
d. Seksi Penyuluhan dan Dokumentasi
e. Sub Bagian Tata Usaha
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan No.
149/Kpts/M/Pertamb/1982 Kantor Wilayah Departemen Pertambangan
Kalimantan. Disamping yang semula Kantor Wilayah Pertambangan
Kalimantan masih eselon III maka dengan terbitnya S.K. Menteri
Pertambangan dan Energi eselon II yang mempunyai 4 (empat) bidang,
yaitu:
a. Bidang Geologi
b. Bidang Pertambangan
c. Bidang Minyak dan Gas Bumi
d. Bidang Ketenagaan
5
Untuk memperlancar tugasnya, maka Kantor Wilayah Departemen
Pertambangan Kalimantan, telah menempatkan pejabat-pejabat sebagai
penghubung di tiap ibukota Provinsi yaitu:
1. Penghubung I di Samarinda, Kalimantan Timur dengan Surat Keputusan
Menteri Pertambangan No. 173/Kpts/M/Pertamb/1973 tanggal 23 April
1973.
2. Penghubung II di Palangkaraya, Kalimantan Tengah dengan Surat
Keputusan Menteri Pertambangan No. 172/Kpts/M/Pertamb/1973
tanggal 23 April 1973.
3. Penghubung III di Pontianak, Kalimantan Barat dengan Surat Keputusan
Menteri Pertambangan No. 09/Kpts/M/Pertamb/173 tanggal 23 April
1974.
Setelah adanya Surat Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan
Selatan No. 036 tahun 2001 bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi
Daerah No. 8 tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, yang antara lain meliputi organisasi
sehingga sampai sekarang Kantor Wilayah Departemen Pertambangan
dirubah menjadi Dinas Pertambangan Energi Provinsi Kalimantan Selatan.
2.1.2.Unit pelayanan jasa sumber daya mineral dan energi
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi didirikan pada
tahun 2001 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan nomor 0038 tahun
2001, tanggal 14 Maret 2001 tentang Organisasi Dinas Pertambangan
Mineral dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan dan Peraturan Daerah
6
nomor 12 tahun 2002, tanggal 30 Juli 2002 tentang Organisasi Unit
Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi Propinsi Kalimantan
Selatan. Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi merupakan
unit kerja pelaksana teknis dinas yang berkedudukan dibawah Dinas
Pertambangan Mineral dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan.
Tujuan pembentukan Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan
Energi Propinsi Kalimantan Selatan adalah untuk mempermudah jangkauan
pelayanan kepada masyarakat di kabupaten/kota khususnya pelayanan
analisa laboratorium, penggunaan peralatan eksplorasi, pengolahan data
geologi dan pertambangan serta memberikan pelayanan informasi wilayah
usaha pertambangan dan pencetakan peta yang diharapkan dapat
memberikan konstribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi Propinsi
Kalimantan Selatan beralamat di:
Jalan : Pangeran Suriansyah No. 07, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Kode Pos 70711
Telepon : (0511) 4772479 , 4784750
Faksimile : (0511) 4774115
e-mail : [email protected]
Dalam menyikapi dan menghadapi tuntutan dinamika permintaan
pelanggan dan untuk meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan serta
memberi kepuasan terhadap pelanggan, pimpinan puncak UPJ SDME
menetapkan kebijakan untuk menerapkan sistem manajemen ISO /IEC
7
17025 : 2005 tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium penguji
dan kalibrasi untuk kegiatan pelayanan jasa laboratorium penguji di bidang
pertambangan dan energi.
Sebagai tindak lanjut pengembangan organisasi, Laboratorium
Penguji UPJSDME ditetapkan sebagai laboratorium yang mandiri berdasar
Keputusan Kepala Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi,
Dinas Pertambangan dan Energi propinsi Kalimantan Selatan Nomor 012
Tahun 2011 tanggal 04 April 2011, Penetapan Struktur Organisasi dan
Pejabat pelaksana penerapan sistem manajemen Laboratorium Penguji Unit
Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi Provinsi Kalimantan
Selatan
Laboratorium Penguji UPJSDME menyusun dokumen sistem
manajemen yang mengacu pada ISO/IEC 17025:2005 dan menerapkannya,
dan selanjutnya mengajukan aplikasi kepada Komite Akreditasi Nasional
(KAN) untuk mendapat pengakuan.
2.2 Visi dan Misi
2.2.1 Tugas pokok
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi mempunyai
tugas memberikan pelayanan jasa eksplorasi dan laboratorium usaha
pertambangan dan energi.
2.2.2 Fungsi
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi mempunyai
fungsi:
1. Penyusunan program pelayanan jasa sumber daya mineral dan energi;
8
2. Pelayanan jasa pemeriksaan/analisa fisika dan kimia sumber daya
mineral secara laboratories;
3. Pelayanan jasa peralatan, pemboran, pemetaan, ketenagalistrikan dan
peralatan pertambanagan lainnya.
4. Pelayanan jasa eksplorasi sumber daya mineral; dan
5. Pengelolaan urusan ketatausahaan.
2.2.3 Visi
Terciptanya kualitas sistem pelayanan teknis pertambangan dan
energi kepada masyarakat secara konprehensif, profesional, efektif dan
efisien.
2.2.4 Misi
Menciptakan kualitas dan kuantitas pelayanan teknis bidang
pertambangan dan energi melalui peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia.
2.2.5 Maksud dan tujuan
Pendirian unit ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pelayanan
jasa laboratorium di bidang pertambangan dan energi serta lingkungan
pertambangan, meningkatkan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam
upaya pemanfaatan batubara sebagai energi alternatif, meningkatkan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam pemanfaatan air tanah untuk
mengatasi daerah sulit air dan eksplorasi bahan galian untuk mengetahui
potensi daerah sumber daya mineral, meningkatkan pemanfaatan jasa
perpetaan dalam upaya pengembangan wilayah dan eksplotasi bahan galian,
9
serta meningkatkan pelayanan di bidang pertambangan dan energi melalui
pendayagunaan Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi.
2.3 Kegiatan Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral Dan Energi
Susunan Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi Berdasarkan
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 039 Tahun 2009 tentang Uraian
Tugas Unsur-Unsur Organisasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Kalimantan Selatan.
2.3.1 Susunan organisasi
Unsur-unsur organisasi Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral
dan Energi berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor
039 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Unsur-Unsur Organisasi Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan adalah:
a. Sub Bagian Tata Usaha;
b. Seksi Laboratorium; dan
c. Seksi Peralatan Eksplorasi dan Perpetaan
Berdasarkan Perda Provinsi Kalimantan Selatan No. 39 tahun 2009,
struktur organisasi di dalam Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan
Energi adalah sebagai berikut :
10
Gambar 1. Struktur Organisasi UPJSDME Dinas Pertambangan dan Energi
Provinsi Kalimantan Selatan
2.3.2 Sub bagian tata usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
penyusunan program, pengelolaan penatausahaan keuangan, administrasi
kepegawaian, ketatalaksanaan, surat-menyurat, rumah tangga dan
perlengkapan. Uraian tugas sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan bahan dan menyusun program kegiatan Unit Pelayanan Jasa
Sumber Daya Mineral dan Energi;
b. Menyiapkan bahan dan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA);
c. Melaksanakan bimbingan, pengaturan dan pengelolaan penatausahaan
keuangan;
d. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
e. Mengelola surat-menyurat, ekspedisi dan kearsipan;
f. Menyiapkan urusan rumah tangga, perlengkapan dan kehumasan;
11
g. Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian dan peningkatan
kapasitas SDM;
h. Melaksakan urusan ketatalaksanaan dan perpustakaan;
i. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan kinerja ketatausahaan; dan
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Unit sesuai bidang
tugas dan tanggung jawabnya.
2.3.3 Seksi laboratorium
Seksi Laboratorium mempunyai tugas melaksanakan pelayanan jasa
yang meliputi jasa pengujian fisika dan kimia untuk sumber daya mineral
dan energi, air dan limbah pertambangan secara laboratories serta jasa
bantuan teknis dan konsultasi. Uraian tugas sebagaimana dimaksud adalah
sebagai berikut:
a. Menyiapkan bahan dan menyusun rencana kegiatan pelayanan jasa
laboratorium;
b. Menerima dan melaksanakan analisis sampel bahan galian, air dan
energy serta bahan limbah kegiatan pertambangan;
c. Mengambil dan melaksanakan analisa uji sampel air, bahan galian dan
bahan limbah pertambangan sesuai parameter yang diinginkan
konsumen;
d. Menyiapkan bahan dan melaksanakan pengujian fisika dan kimia secara
laboratories sumber daya mineral dan energi, air dan limbah
pertambangan;
e. Menyiapkan bahan dan memproses penyerahan hasil analisa uji sampel
bahan galian, air dan limbah pertambangan kepada konsumen;
12
f. Menyiapkan bahan, melaksanakan perencanaan pengadaan dan
pengelolaan fasilitas laboratorium;
g. Menyiapkan bahan dan melaksanakan perawatan dan pemeliharaan
fasilitas laboratorium;
h. Memantau, mengevaluasi dan menyusun laporan kondisi fasilitas
laboratorium secara berkala.
i. Melaksanakan kalibrasi peralatan dan fasilitas laboratorium sesuai
jadwal;
j. Mengembangkan informasi dan melaksanakan sosialisasi pelayanan
laboratorium;
k. Menyiapkan bahan dan mengikuti uji profisiensi sampel batubara;
l. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan kinerja pelayanan
laboratorium dan kegiatan laboratorium lainnya; dan Melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Kepala Unit sesuai bidang tugas dan tanggung
jawabnya.
2.3.4 Seksi peralatan eksplorasi dan perpetaan
Seksi Peralatan Eksplorasi dan Perpetaan mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan jasa peralatan pemboran, pemetaan, dan eksplorasi
bahan galian dan air serta percetakan peta topografi, geologi dan sumber
daya mineral. Uraian tugas sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan bahan dan menyusun renacana kegiatan pelayanan peralatan
eksplorasi dan perpetaan;
b. Menghimpun, mengolah, menyajikan data intensitas dan jenis pelayanan;
13
c. Menyiapkan bahan dan melaksanakan pelayanan penggunaan peralatan
eksplorasi bahan galian dan air serta pemboran, pemetaan dan peralatan
lainnya.
d. Mengembangkan informasi dan melaksanakan sosialisasi pelayanan jasa
pemboran, pemetaan dan eksplorasi bahan galian dan air serta informasi
pelayanan jasa teknis pertambangan lainnya;
e. Melayani pemakaian peralatan teknis pertambangan dan memberikan
informasi teknis penggunaan peralatan pemboran, pemetaan dan peralatan
lainnya;
f. Menghimpun, mengolah, menganalisis dan menyajikan data hasil survey
dan pemetaan topografi, geografi dan bahan galian;
g. Menghimpun, mengolah dan up-dating data wilayah usaha pertambangan;
h. Melaksanakan pelayanan pembuatan, pencetakan, pengkompilasian dan
pendigitasian peta geologi dan bahan galian serta data pertambangan
lainnya;
i. Menyiapkan bahan dan melaksanakan pelayanan informasi data sumber
daya mineral, geologi teknik dan data potensi pertambangan lainnya;
j. Menyiapkan bahan dan menyusun laporan kinerja pelayanan peralatan
eksplorasi dan perpetaan; dan Melaksanakan tugas lain yang diberikan
oleh Kepala Unit sesuai bidang tugas dan tanggung jawabnya.
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Cara Terbentuknya Batubara
Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan
tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N,
S, P. Ini terjadi karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah
mengalami proses pembatubaraan (coalification). Batubara terbentuk oleh proses
alam selama jangka waktu ratusan hingga ribuan juta tahun. Cara terbentuknya
batubara melalui proses yang kompleks dipengaruhi faktor fisika, kimia dan
biologi. Menurut Hutton dan Jones (1995) faktor-faktor tersebut antara lain
posisis geoteknik, keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses penurunan
cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses
dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan
metamorfosa organik (Sukandarrumidi, 2006).
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan
komposisi utama terdiri dari selulosa. Faktor fisika dan kimia yang ada di alam
akan mengubah selulosa menjadi batubara. Reaksi pembentukan batubara adalah
sebagai berikut :
5 (C6H10O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO Selulosa Lignit Gas metana
(Sukandarrumidi, 2006).
3.2 Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batubara adalah sebagai berikut:
15
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari periode ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batubara dari periode ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae (Achmadi, 2001).
3.3 Istilah Umum dan Definisi
Endapan Batubara (coal deposit) adalah endapan yang mengandung hasil
akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah
melalui proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara. Material tersebut
telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh
peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis. Bahan-bahan
organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari
50% atau volume bahan organik tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan
(Inherent Moisture), lebih dari 70%.
16
Sumber daya batubara (coal resources) adalah bagian dari endapan
batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batubara ini
dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi
yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan
secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumber daya ini dapat meningkat
menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara (coal reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara
yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada
saat pengkajian kelayakan dinyatakan Iayak untuk ditambang.
Keyakinan geologi (geological assurance) adalah tingkat kepercayaan
tentang keberadaan batubara yang ditentukan oleh tingkat kerapatan titik
informasi geologi yang meliputi ketebalan, kemiringan lapisan, bentuk, korelasi
lapisan batubara, sebaran, struktur, ketebalan tanah penutup, kuantitas dan
kualitasnya sesuai dengan tingkat penyelidikan. Kajian kelayakan (feasibility
study) adalah suatu kajian rinci terhadap semua aspek yang bersifat teknis
dan ekonomis dari suatu rencana proyek penambangan. Hasil dari kajian ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan investasi dan
sebagai dokumen yang mempunyai nilai komersial (bankable document) untuk
pendanaan proyek. Kajian ini meliputi seluruh aspek ekonomi, penambangan,
pengolahan, pemasaran, kebijakan pemerintah, peraturan/perundang-undangan,
lingkungan dan sosial. Proyeksi anggaran biaya harus akurat dan berdasar serta
tidak diperlukan lagi penyelidikan lanjutan untuk membuat keputusan
investasi. Informasi pada kajian ini meliputi angka cadangan yang didasarkan
17
pada hasil eksplorasi rinci, pengujian model teknis dan perhitungan biaya
operasional.
Ketebalan lapisan batubara (seam thickness) adalah jarak terpendek antara
atap dan Iantai lapisan batubara yang diukur pada singkapan batubara (surface
outcrop), Iubang bor (borehole), dan pengamatan pada tambang dalam aktif
(working underground mining). Lapisan batubara seringkali terdiri atas sub-
lapisan atau lapisan majemuk yang dihasilkan oleh terbelahnya lapisan atau
penggabungan lapisan. Sub-lapisan ini mempunyai karakteristik masing-masing
yang kadang-kadang dipisahkan oleh lapisan pengotor (rock/dirt partings)
dengan ketebalan yang bervariasi (Asthary, 2007).
3.4 Sistem Klasifikasi Batubara
3.4.1 Klasifikasi batubara Regnault-Grauner
Pada tahun 1874 Regnault-Grauner menyusun klasifikasi batubara
berdasarkan persentase residu (sisa) batubara setelah dipanaskan
(carbonised). Sistem ini membagi batubara menjadi 6 golongan, yaitu
houilles seches a longue flamme, houilles grasses a flammer (carbons a
gaz), houilles grasses proprement dites (carbons de forge), houilles grasses
a courte flamme (carbons a coke), houilles maigres anthracituses (carbons
a poele), dan anthracites.
3.4.2 Klasifikasi batubara Schodorff
Seorang ilmuwan dari Jerman, Schodorff (1875) mengklasifikasikan
batubara berdasarkan komposisi sisa hasil pembakaran (sandkohle/sand
coal) meliputi 4 jenis, yaitu sinterkohle, blackkohle, beckende sinterkohle,
dan sandkohle.
18
3.4.3 Klasifikasi batubara Frase
Di Amerika dikembangkan klasifikasi batubara oleh Frase (1877),
berdasarkan fuel ratio yaitu perbandingan antara carbon residu dan content
of volatile matter. Dalam sistem ini batubara ada 4 jenis, yaitu anthracite,
semi-anthracite, semi bituminous dan bituminous (Sukandarrumidi, 2006).
3.4.4 Klasifikasi batubara secara umum
Batubara secara umum terbagi menjadi 5 tingkatan, yaitu antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-
10%; dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di
Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
Peat (gambut), berpori dan memiliki kadar air di atas 75%, serta nilai
kalori yang paling rendah (Asthary, 2007).
3.4.5 Klasifikasi batubara berdasarkan nilai kalor
Berdasarkan klasifikasi ini, batubara terbagi menjadi :
19
- Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite,
dan semi anthracite.
- Batubara tingkat menengah (moderate rank), meliputi low volatile
bituminous coal dan high volatile coal.
- Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal dan
lignite.
3.4.6 Klasifikasi batubara menurut ASTM
American Society for Testing Material (ASTM) membuat klasifikasi
yang umum dipergunakan dalam industri. Sestem klasifikasi ini disususn
oleh Geiger dan Gibson pada tahun 1981, dan membagi batubara menjadi 4
jenis, yaitu anthracite, bituminous, subbituminous dan lignite.
3.5 Tahap Eksplorasi Batubara
Tahap eksplorasi batubara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap,
yakni survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci.
Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan,
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan
batubara sebagai dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.
Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas
sumber daya batubara yang dihasilkan. Penghitungan sumber daya batubara
dilakukan dengan berbagai metode diantaranya poligon, penampangan,
isopach,inverse distance, geostatisik, dan lain-lain (Achmadi, 2001).
20
3.6 Sampling Batubara
Sampling adalah proses pengambilan contoh dari suatu material. Sampling
batubara merupakan sampling yang paling sulit karena batubara merupakan
material padat yang sangat heterogen. Faktor Heterogenitas batubara antara lain
bahan pembentuk batubara dan kondisi pembentukan, situasi dan kondisi pada
saat penambangan/eksploitasi, situasi dan kondisi pada saat penumpukan/storage,
prosessing/handiling batubara. Kondisi batubara terbagi 2, yaitu batubara insitu
(coal in bed) dan batubara curah (coal in bulk).
3.6.1 Sampling batubara insitu (Coal In Bed)
Sampling ini terbagi 2, yaitu Channel Sampling dan Coring Sampling.
Channel Sampling adalah proses pengambilan sampel dari suatu seam
batubara dengan cara membuat channel atau saluran dari bagian top sampai
ke bottom seam batubara tersebut atau sebagian dari tebal seam tersebut.
Sedangkan Coring Sampling adalah proses pengambilan sampel batubara
dengan cara drilling atau pengeboran terhadap seam batubara.
3.6.2 Sampling batubara curah (Coal In Bulk)
Sampling ini terbagi 2, yaitu batubara diam (stationary) dan batubara
bergerak (moving). Batubara diam (stationary), contohnya di dalam palka
kapal, di atas tongkang, di stockpile, dan di atas kereta. Sedangkan batubara
bergerak contohnya seperti barging dan dump truck (DT).
3.6.3 Definisi-definisi penting dalam sampling batubara
Increment, yaitu sejumlah batubara yang terambil dari satu kali
operasi suatu alat sampling. Nominal top particle size, yaitu ukuran partikel
yang ekivalen dengan ukuran ayakan berlubang persegi empat dimana 95%
21
dari masa yang diayaknya akan lolos. Time basis sampling, dalam time basis
sampling, increment diambil dari material yang sedang diambil contohnya,
dengan interval waktu di antara pengambilan increment yang berurutannya
sama. Mass basis sampling, dalam mass basis sampling, increment diambil
dari batubara yang melewati sampling point pada setiap berat masa yang telah
ditentukan. Sampling unit, yaitu sejumlah batubara yang terwakili oleh satu
gross sample. Dalam satu lot bisa terdapat lebih dari satu sampling unit.
Apabila suatu kargo terdiri dari beberapa tongkang yang dipindahkan ke
kapal (transshipped), biasanya setiap sampling unit mewakili batubara dalam
setiap tongkang. Sampling unit merupakan istilah yang dipergunakan dalam
literatur standar, tetapi dalam prakteknya di Indonesia istilah yang
dipergunakan ialah lot atau sub-lot. Lot, adalah sejumlah batubara tertentu
yang mutunya harus diukur pada presisi tertentu. Dalam jasa inspeksi cargo,
analisis lot-nya didapat melalui analisis komposit cargo-nya. Variance,
adalah kuadrat rata-rata dari nilai rata-rata suatu set observasi. Standard
deviation, merupakan akar positif dari variance. Common sample, adalah
suatu contoh yang diambil untuk penetapan total moisture dan untuk
preparasi contoh general analysis. Precision, adalah kecermatan pengukuran.
Bias, suatu kesalahan sistematik, dimana hasilnya selalu mengarah lebih besar
atau lebih kecil dari nilai sesungguhnya. Partial Sample, suatu contoh yang
mewakili sebagian dari sampling unit, yang diambil untuk contoh
laboratorium atau contoh pengujian.
22
3.7 Preparasi Batubara
Preparasi sampel batubara terbagi menjadi 4 tahap, yaitu crushing,
mixing/dividing, drying, dan milling. Tujuan suatu preparasi sampel adalah untuk
mempersiapkan satu atau lebih sampel tes untuk dianalisis. Tujuan dari suatu
crushing adalah untuk memperkecil ukuran partikel batubara. Semua crushing
(penggilingan) dilakukan secara mekanik dengan pengecualian untuk preparasi
batubara crushed coal atau row coal. Mixing dapat dilakukan secara mekanis dan
dapat pula dilakukan secara manual. Metode manual yang sering digunakan
adalah Increment Division, Riffling, Fractional Shoveling dan Strip Mixing and
Spliting.
Air Drying/Oven Drying, untuk mengeringkan sampel. Perbedaan utama
antara ASTM dengan standar lainnya untuk preparasi sampel yaitu Air Drying
Sample dengan metode ASTM dilakukan sampai berat konstan pada setiap tahap
dari preparasi sampel. Milling adalah tahap akhir dari suatu preparasi sampel,
yaitu mengubah ukuran partikel batubara ke ukuran sample test yaitu 0,212 mm
(untuk ISO) dan 0,250 mm (untuk ASTM). Semua pembagian yang lain harus
dilakukan secara mekanik. Harus diperhatikan bahwa pada saat pengambilan
sampel yang akan dibagi minimal harus diambil sebanyak 60 kali/increment
pengambilan dan material yang diambil memiliki berat minimum sesuai dengan
ukuran partikel sampel (Anonim, 2001).
3.8 Analisis Batubara
Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering digunakan adalah
kelembaban, zat terbang, kadar abu, kadar karbon, nilai kalori, kadar sulfur,
ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping itu ada pula parameter lain seperti
23
analisis unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5, Fe2O3, dan lain-lain),
analisis komposisi sulfur (pyritic sulphur, sulphate sulphur, organic sulphur), dan
titik leleh abu (ash fusion temperature).
3.8.1 Kelembaban (Moisture (%) )
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM)
dan inherent moisture (IM). Jumlah dari keduanya disebut dengan total
moisture (TM). Free Moisture disebut juga sebagai air eksternal yaitu air
yang menempel pada permukaan batubara. Sedangkan Inherent Moisture
disebut sebagai air internal, yaitu air yang terikat dalam batubara secara
kimiawi. Semakin halus butir batubara, maka semakin luas permukaan butir,
sehingga makin banyak air yang menempel. Batubara bersifat hidrofobik,
artinya apabila batubara telah dikeringkan, maka batubara tersebut sulit
menyerap air. Hal ini menyebabkan jumlah air internal dalam batubara tidak
akan bertambah (Sukandarrumidi, 2006).
3.8.2 Kadar abu (Ash content (%) )
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan
anorganik. Apabila batubara dibakar, senyawa anorganik akan berubah
menjadi senyawa oksida yang berbentuk abu. Abu hasil pembakaran batubara
ini yang dikenal sebagai ash content (kadar abu). Kadar abu akan terbawa
bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konversi dalam
bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80% dan abu dasar
sebanyak 20%. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi
tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui (Fariz,
2009).
24
3.8.3 Zat terbang (Volatile Matter (%) )
Volatile Matter (VM) merupakan bahan-bahan yang mudah menguap.
Nilai VM sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut. Semakin
tinggi VM-nya, maka semakin rendah kelas batubaranya. Pada pembakaran
batubara, VM yang tinggi akan mempercepat pembakaran karbon padatnya
dan sebaliknya. Sehingga nilai VM mempengaruhi kesempurnaan
pembakaran dan intensitas nyala api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio
atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat
terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Semakin tinggi
nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga
semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1,2 maka
pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran
menurun (Miller, 1999).
3.8.4 Kadar karbon (Fixed Carbon (%) )
Kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan
jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini
semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan
jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas
bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas
(Fariz, 2009).
3.8.5 Nilai Kalori (Calorific Value (cal/g))
Calorific Value adalah banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh
batubara tiap satuan berat. Terdapat dua macam nilai kalori, yaitu :
25
a. Nilai kalori net (net calorific value atau low haeting value), yaitu nilai
kalor pembakaran di mana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud
gas.
b. Nilai kalori gross (grosses calorific value atau high heating value), yaitu
nilai kalor pembakaran di mana semua air (H2O) dihitung dalam kedaan
wujud cair (Achmadi, 2001).
3.8.6 Kadar sulfur (Total Sulphur (%) )
Sulfur atau belerang dalam batubara dijumpai sebagai mineral pirit,
markasit, kalsium sulfat atau belerang organik, yang pada saat pembakaran
akan berubah menjadi SO2. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur
dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulphur (TS). Keberadaan sulfur
berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi pada
elemen pemanas udara dan terhadap efektivitas kerja peralatan penangkapan
abu. Uap sulfur yang terlepas ke udara di sekitar daerah industri akan
berakibat buruk terhadap manusia dan menyebabkan korosi bangunan yang
terbuat dari seng dan besi (Fariz, 2009).
26
BAB IV
METODE KERJA PRAKTEK
4.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan kerja praktik ini dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2012
sampai 17 Februari 2012, sedangkan tempat pelaksanaan kegiatan ini adalah
Laboratorium Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan di
Banjarbaru.
4.2 Bentuk Kerja Praktek
Kegiatan kerja praktek berupa kegiatan magang, yaitu mengikuti kegiatan
yang ada pada instansi tersebut selama jam kerja yakni mempelajari metode-
metode analisis bahan galian dengan dibimbing oleh pembimbing eksternal dan
para staf lainnya.
4.3 Metode Kerja Laboratorium
4.3.1 Penentuan inherent moisture (IM) contoh batubara kering udara
(SNI 13-3477-1994)
Analisis kadar air lembab ini bertujuan untuk mengetahui kandungan
air dalam 1 gram batu bara. Kadar air yang terkandung dibagi menjadi 3
bagian yaitu free moisture, inherent moisture, dan total moisture. Namun,
analisis yang dilakukan berada pada kondisi air dry basis (adb), artinya
bagian kadar free moisture sampel sudah dihilangkan sehingga analisis yang
dilakukan hanyalah analisis inherent moisture (IM).
Mulanya, cawan beserta tutupnya ditimbang (m1) dan dimasukkan
sampel ke dalam cawan sebanyak 1 gram (m2). Oven sampel selama 1 jam
pada suhu 105-1100C. Cawan diambil dari dalam oven kemudian
27
didinginkan dalam desikator. Setelah dingin sampel ditimbang (m3). Kadar
air lembab (moisture) dihitung dengan persamaaan:
(adb) % IM = m2−m3
m2−m1 × 100%
Tabel 1. Nilai batas pengulangan pada penentuan kadar lembab contoh
batubara kering udara
Jenis Contoh Perbedaan yang diijinkan (%)
Lab yang sama
(Repeatability)
Lab yang berbeda
(Reproducibility)
Batubara dengan kalor air
lembab < 5%0,2 0,3
Batubara dengan kalor air
lembab ≥ 5%0,3 0,5
4.3.2 Penentuan ash content contoh batubara (SNI 13-3478-1994)
Cawan ditimbang (m1) dan kemudian dimasukkan sampel ke dalam
cawan sebanyak 1 gram (m2). Sampel dimasukkan ke dalam furnace, yaitu
memulai dari suhu rendah kemudian dinaikkan sampai 550 0C selama 60
menit dan 5500C sampai 8150C selama 60 menit. Cawan abu diambil dari
dalam furnace dan diletakkan pada lempengan logam kemudian didinginkan
dalam desikator. Setelah dingin kemudian sampel ditimbang (m3). Cara ini
diulangi untuk sampel yang sama, sampai didapat hasil yang stabil. Kadar
abu dihitung dengan persamaaan:
(adb) % Ash = m3−m1
m2−m1 × 100%
28
Tabel 2. Nilai batas pengulangan pada penentuan kadar abu contoh batubara
Jenis Contoh Perbedaan yang diijinkan (%)
Lab yang sama
(Repeatability)
Lab yang berbeda
(Reproducibility)
Batubara yang mengandung abu
< 10%0,2 absolut 0,3 absolut
Batubara yang mengandung abu
≥ 10%2,0 dari hasil rata-rata 3,0 dari hasil rata-rata
4.3.3 Penentuan volatile matter contoh batubara (SNI 13-3999-1995)
Cawan silika dan tutup ditempatkan di atas piringan, lalu dimasukkan
dalam furnace dan dipanaskan pada suhu 9000C±100C selama 7 menit.
Dudukan dan diambil cawan tersebut dari dalam furnace lalu didinginkan
dalam desikator. Kemudian cawan beserta tutupnya ditimbang (m1). Sampel
dimasukkan ke dalam cawan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram (m2).
Cawan perlahan digoyang agar permukaan contoh rata. Letakan kembali
cawan didudukan. Cawan dimasukkan ke dalam furnace dan dipanaskan
pada suhu 9000C selama 7 menit. Dudukan diangkat dan didinginkan dalam
desikator. Cawan beserta sampelnya ditimbang setelah dingin (m3). Kadar
zat terbang (volatile matter) dihitung dengan persamaaan:
(adb) % VM = m2−m3
m2−m1 × 100% - % IM
Tabel 3. Nilai batas pengulangan pada penentuan Kadar zat terbang (volatile
matter) batubara
Jenis Contoh Perbedaan yang diijinkan (%)
29
Lab yang sama
(Repeatability)
Lab yang berbeda
(Reproducibility)
Batubara dengan kadar VM <
10%0,3 absolut 0,5 absolut
Batubara dengan kadar VM ≥
10%3,0 dari hasil rata-rata 4,0 dari hasil rata-rata
4.3.4 Penentuan fixed carbon contoh batubara (SNI 13-3479-1994)
Kadar karbon tertambat pada contoh batubara tidak dilakukan
dengan analisis. Untuk mengetahui kadarnya cukup dengan perhitungan
namun memerlukan data analisis lainnya seperti kadar air lembab, kadar abu
dan zat terbang. Perhitungannya yakni 100 dikurang jumlah dari kadar air
lembab, abu, dan zat terbang. Untuk menentukan nilai FC, digunakan
persamaan :
(adb) % FC = 100 % - % IM - % Ash - % VM
4.3.5 Penentuan calorific value (ASTM D 5865-07a)
Menyiapkan alat kalori meter, kemudian menghidupkan calorimeter
dan water handling system. Menyalakan pompa aliran air pada pemanas dan
pendingin air pada kalorimeter. Setelah itu membiarkan kalorimeter untuk
bekerja beberapa waktu hingga menunjukan sinyal stand by, artinya suhu
aliran air telah sesuai dan stabil dengan pengaturan alat. Namun sebelumnya
perlu menimbang sampel batubara terlebih dahulu pada neraca analitik yang
telah terhubung pada konektor kalorimeter dan dimasukkan ke dalam
cawan. Kemudian cawan tersebut dipasang pada elektroda yang tersedia,
dengan kawat wolfram yang terikat pada tiang elektroda kemudian kawat
wolfram tersebut dihubungkan dengan sampel batubara. Mengukur 10 ml
aquades dan masukan kedalam tabung bomb calorimeter. Luaran tabung
30
Bomb Calorimeter dibersihkan dan menutup Bomb Calorimeter tersebut
rapat-rapat dengan tutupnya. Kemudian mengisikan gas oksigen dengan
tekanan 30-40 atm ke dalam bomb melalui konektor. Calorimeter bucket
sebelumya harus diisi dengan 2 liter air dari water handling system sebelum
tabung bomb calorimeter dimasukkan kedalamnya. Saat memasukkan
tabung bomb calorimeter harus dengan menggunakan penjepit kedalam
bucket agar posisinya sesuai. Setelah itu kedua kabel elektroda pada bomb
kalorimeter dipasang, kemudian ditutup, lalu menekan tombol ‘Start’ untuk
memulai. Sinyal ‘Sample ID’ akan nampak pada monitor, masukan identitas
sampel dan tekan tombol ‘Enter’. Sinyal ‘bomb ID’ akan nampak pada
monitor, masukan nomor bomb yang digunakan dan tekan tombol ‘Enter‘.
Sinyal ‘Sample Weight’ akan tampak pada monitor, masukan berat contoh
dan tekan tombol ‘Enter’. Menunggu beberapa menit, akan terdengar bunyi
yang terputus-putus, artinya proses pembakaran sedang berlangsung. Sinyal
‘Idle’ akan nampak jika pembakaran sudah sempurna diiringi dengan bunyi
yang panjang. Secara otomatis nilai kalori dari sampel batubara tersebut
akan terbaca pada monitor. Penutup kalorimeter tersebut dibuka dan
dikeluarkan bomb nya kemudian gas pada bomb tersebut dibuang dengan
membuka katup gas secara perlahan-lahan. Bomb tersebut dibuka dan
masing-masing bagian dibersihkan dengan hati-hati. Perlu adanya
pengecekan kestabilan bomb untuk mengetahui kelayakan pemakaiannya
minimal satu bulan sekali atau setiap 500 kali pemakaian wadah bomb.
Apabila hasilnya jauh dari nilai kalori yang tertera pada botol asam benzoat,
maka perlu dikalibrasi ulang sampai menunjukkan data yang sesuai.
31
Tabel 4. Nilai Batas Pengulangan pada Penentuan Calorific Value
Coal Range Repeatability limit
(r)
Reproducibility
Bituminous 29.535 to 33.720 J/g
(12.700 to 14500 Btu/b)
160 J/g
(69 Btu/b)
249 J/g
(107 Btu/b)
Sub-bit-lignite 20.442 to 29.651 J/g
(8.790 to 12.750 Btu/b)
140 J/g
(59 Btu/b)
326 J/g
(140 Btu/b)
4.3.6 Penentuan total sulphur batubara (ASTM D 4239-08)
Tabung oksigen dan aliran gas oksigen dibuka pada tekanan 40 psi
(oksigen dengan kemurnian 99, %). Alat LECO SC-144 DR disiapkan.
Sampel boat LECO juga disiapkan. Disiapkan timbangan yang telah
dihubungkan dengan alat LECO SC-144 DR. Komputer dan printer
dipastikan telah dihubungkan pada alat LECO SC-144 DR. Sampel Round
Robin Desember 2011 PT Geoservices disiapkan. Power On/OF dari alat
LECO SC-144 DR dihidupkan. Program LECO SC-144 DR dipilih pada
komputer. Menu diagnostic dipilih pada toolbar. Temperatur furnace diatur
hingga mencapai 1350oC±50oC. Kondisi sel sulfur diatur pada kondisi ± 8,5
volt. Analisa blank dilakukan sebelum analisa sampel dengan mengunakan
metode yang sudah dikalibrasi. Ditekan tombol add sample, pada kolom
name pilih blank dari tombol drop down berat 1,0000 g otomatis akan
muncul pada kolom berat sampel). Tombol analyze ditekan. Setelah muncul
perintah untuk memasukkan boat, boat dimasukkan ke dalam furnace, maka
analisa blank dimulai. Analisa blank diulangi sebanyak 6 kali. Tombol add
sample ditekan, pada kolom name dimasukkan nama sampel dan diletakkan
kursor pada kolom berat sampel. Sampel sebanyak ± 0,5 gram ditimbang ke
dalam boat, lalu tombol print pada timbangan ditekan. Berat sampel akan
32
muncul pada kolom berat sampel. Sampel yang ada dalam boat diratakan.
Analyze (tombol F4) ditekan untuk memulai analisa. Ditunggu sampai pesan
Push the sampel boat into the furnace kemudian sampel boat dimasukkan
ke dalam furnace sampai menyentuh boat stop. Sampel boat dikeluarkan
dari furnace setelah analisis selesai. Hasil analisis akan muncul pada
monitor komputer. Langkah-langkah tersebut diulangi untuk analisis sampel
berikutnya. Pengujian diulangi jika hasil antara dua pengujian berbeda lebih
besar dari batas repeatability.
Tabel 5. Nilai batas pengulangan pada penentuan Total Sulphur
Repeatability Reproducibility
0,02+0,03X 0,02+0,09X
Dimana X adalah nilai rata-rata dari dua hasil analisis
33
BAB V
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
5.1 Evaluasi Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktik telah dilakukan selama 1 bulan terhitung sejak 16 Januari-17
Februari 2012. Selama itu mahasiswa memperoleh gambaran nyata dari dunia
kerja, serta mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam analisis batubara.
Pada saat kerja praktik mahasiswa memperoleh pengetahuan bahwa suatu bahan
tambang/galian (batubara/mineral) memerlukan adanya suatu standar yang telah
teruji secara nasional maupun internasional, diantaranya adalah SNI dan ASTM.
Semua sampel batubara harus ada uji standar yang dilakukan agar produknya
layak digunakan untuk berbagai keperluan industri oleh konsumen.
Pelaksanaan praktek yang kami lakukan berdasarkan metode – metode
yang telah dilakukan oleh staf laboran dan dengan bimbingan staf laboran Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk analisis proksimat
batubara dilakukan berdasarkan metode standar SNI. Sebenarnya di laboratorium
terdapat instrumen untuk menganalisis kadar moisture batubara yaitu moisture
analyzer, namun tidak kami gunakan untuk analisis karena keakuratan datanya
tidak mencapai rentang repeatability yang telah ditentukan SNI.
Gambar 2. Moisture analyzer
34
5.2 Hasil Pengamatan dan Pembahasan
5.2.1 Hasil pengamatan
1. Kadar air lembab (inherent moisture)
Tabel 6. Data hasil pengamatan kadar air lembab batubara
No. Sampel
m wadah + tutup (g)
m wadah + tutup + sampel
(g)
m sampel(g)
m sesudah pemanasan (g)
Kadar Air Lembab (%
adb)1 56,7681 57,7696 1,0015 57,5201 24,9126%
2 52,44711 53,4762 1,0051 53,2266 24,8333%
Rata-rata 24,8729%
(Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran hal. 53)
2. Kadar abu (ash content)
Tabel 7. Data hasil pengamatan kadar abu batubara
No. Sampel
m cawan (g) m cawan + sampel (g)
m sampel (g)
m sesudah pembakaran
(g)
Kadar abu (% adb)
1 15,3945 16,3962 1,0017 15,4227 2,8152 %
2 15,1883 16,1931 1,0048 15,2168 2,8363 %
Rata-rata 2,8257 %
(Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran hal. 54)
3. Kadar zat terbang (volatile matter)
Tabel 8. Data hasil pengamatan kadar zat terbang batubara
No. Sampel
m cawan logam + tutup (g)
m wadah + sampel (g)
m sampel
(g)
m sesudah pemanasan
(g)
Kadar zat terbang (% adb)
1 20,3683 21,3730 1,0047 20,7380 38,1891 %
2 20,2161 21,2216 1,0052 20,5875 38,0683 %
Rata-rata 38,1287 %
(Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran hal. 54-55)
4. Kadar karbon tertambat (fixed carbon)
Tabel 9. Data hasil pengamatan kadar karbon tertambat batubara
35
No.Sampel
Air lembab(%)
Abu(%)
Zat terbang(%)
Kadar karbon tertambat (% adb)
1 25,0546 2,8152 38,1891 33,9411 %
2 24,9731 2,8363 38,0683 34,1223 %
Rata-rata 34,0317 %
(Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran hal. 55-56)
5. Nilai kalori (calori value)
Tabel 10. Data hasil pengamatan nilai kalori batubara
Sampel (batubara) Nilai kalori (adb kal/g)
Sampel 1 6896
Sampel 2 6898
Rata-rata 6897
6. Kadar sulfur (sulphur total)
Tabel 11. Data hasil perhitungan kadar sulfur batubara
Sampel (batubara) Sulfur yang terkandung (% adb)
Sampel 1 0,160
Sampel 2 0,130
Rata-rata 0,145
5.2.2 Pembahasan
1. Kadar air lembab (inherent moisture)
Air lembab merupakan air yang terkandung dalam contoh batubara
yang telah dikeringkan pada suhu tertentu. Kondisi ini adalah kondisi suhu
dan waktu yang sesuai dengan ketentuan SNI 13-3477-1994. Analisis yang
dilakukan berada pada kondisi air dry basis (adb), artinya bagian kadar
free moisture sampel sudah dihilangkan sehingga analisis yang dilakukan
hanyalah analisis inherent moisture (IM). Pada prinsipnya pengukuran
kadar air lembab ini adalah dengan cara menghitung kehilangan berat
36
contoh batubara apabila dipanaskan pada suhu dan kondisi standar dalam
oven.
Proses pemanasan dilakukan dalam oven selama 1 jam pada suhu
105–1100C. Penyusutan massa contoh batubara ditimbang kemudian
dihitung dengan menggunakan persamaan di atas sehingga dapat
diketahui. Pada saat pemanasan sangat dihindari kontak dengan udara luar.
Sehingga pada saat pemanasan tutup cawan pun juga ikut disertakan. Pada
saat pemanasan cawan tidak ditutup melainkan dibiarkan terbuka. Sebelum
dikeluarkan dari oven cawan ditutup kemudian baru dikeluarkan.
Pendinginan dilakukan dalam desikator. Setelah dingin maka cawan
ditimbang sehingga dapat diketahui kandungan air pada batubara tersebut.
Dari perhitungan diperoleh kadar air lembab rata-rata yang terdapat pada
sampel batubara tersebut sebesar 24,8729%.
Kandungan air lembab ini juga merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas suatu batubara. Kualitas di sini maksudnya adalah
beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan bagaimana
batubara tersebut, apakah masuk dalam batas standar atau tidak yang
nantinya kan disesuaikan dengan penggunaannya atau tidak diizinkan
penggunaanya karena tidak memenuhi standar. Kandungan air lembab ini
berpengaruh terhadap jumlah pemakaian udara pada batubara, dengan
kandungan air lembab tinggi akan membutuhkan udara lebih banyak guna
mengeringkan batubara tersebut. Selain itu juga kandungan air ini banyak
dipengaruhi oleh proses pengangkutan, penanganan, penggerusan maupun
pada pembakarannya. Pada proses pembakaran akan sangat merugikan
37
apabila kandungan air lembabnya tinggi, karena akan mengurangi panas
yang dihasilkan oleh batubara tersebut.
Gambar 3. Cawan timbang berisi sampel analisis kadar air lembab
Analisis kadar air lembab ini menggunakan jenis sampel yang sama
yaitu sampel Round Robin Sample Test Desember 2011 PT Geoservices.
Wadah sampel yang digunakan untuk analisis ini adalah botol timbang
beserta tutup. Masing-masing botol timbang ditimbang terlebih dahulu
karena massanya yang berbeda-beda tergantung jenis botol timbang yang
digunakan.
Berdasarkan data hasil analisis didapatkan kandungan air lembab
rata-rata yakni 24,8729%. Kadar air lembab ini juga disebut sebagai
inherent moisture yaitu kadar air yang terkandung atau terikat dalam
batubara. Data tersebut di atas bisa dikatakan memenuhi repeatibility
sesuai acuan standar yang digunakan yaitu SNI. Referensi menyebutkan
bahwa repeatibility maksimal untuk batubara dengan kadar air lembab
<5% adalah 0,2 sedangkan untuk jenis batubara yang memiliki kadar air
lembab ≥5% adalah 0,3. Artinya hasil analisis di atas masih memenuhi
standar karena selisih yang dihasilkan sebesar 0,0793 untuk batubara yang
memiliki kadar air ≥ 5%. Kadar air yang terkandung dalam batubara ini
disimpulkan relatif besar.
38
2. Kadar abu (ash content)
Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan
mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa
dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash Content. Kadar abu dalam
batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang
dikandung oleh batubara. Prinsip analisis kadar abu batubara ini adalah
berdasarkan sisa dari hasil pembakaran sampel batubara secara sempurna
pada kondisi standar yaitu kondisi yang dianjurkan dan tertera pada aturan
SNI 13-3478-1994. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi pada waktu
pemanasan dalam furnace di mana ada beberapa rentang waktu pada setiap
pemanasan.
Pemanasan dimulai dari suhu kamar (sekitar 30oC) kemudian
dinaikkan hingga mencapai suhu 550oC selama 1 jam. Selanjutnya, suhu
furnace ditingkatkan hingga suhu 815oC dan dibakar selama 1 jam.
Pemanasan dilakukan bertahap untuk menghindari terjadinya letupan saat
sampel dimasukkan ke dalam furnace yang bersuhu tinggi. Jika hal ini
sampai terjadi, dikhawatirkan sampel akan menyebar ke luar cawan dan
akan mengurangi keakuratan nilai kadar abu yang sebenarnya. Setelah
dikeluarkan dari furnace dan kemudian ditimbang, maka itulah hasil dari
sisa pembakaran abu. Dihitung dengan menggunakan persamaan sehingga
dapat diketahui kadar abu pada sampel batubara tersebut.
39
Gambar 4.Cawan abu berisi sampel analisis kadar abu
Pengukuran kadar abu batubara juga sangat menentukan kualitas
batubara. Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui
ruang bakar dan daerah konveksi dalam bentuk abu terbang atau abu dasar.
Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan 80% dalam bentuk abu terbang.
Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung komposisinya
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan
yang dilalui.
Selain kualitas yang akan mempengaruhi penanganannya, baik
sebagai fly ash maupun bottom ash tetapi juga komposisinya yang akan
mempengaruhi pemanfaatannya dan juga terhadap titik leleh yang dapat
menimbulkan fouling pada pipa-pipa. Dalam hal ini kandungan Na2O
dalam abu akan sangat mempengaruhi titik leleh abu. Abu ini akan
dihasilkan dari pengotor bawaan (inherent impurities) maupun pengotor
sebagai hasil penambangan. Komposisi abu seyogyanya diketahui dengan
baik untuk kemungkinan pemanfaatannya sebagai bahan bangunan atau
keramik dan penanggulangannya terhadap masalah lingkungan yang dapat
ditimbulkannya.
Analisis kadar abu ini menggunakan satu jenis sampel saja yaitu
sampel Round Robin Sample Test Desember 2011 PT Geoservices.
40
Pecobaan dilakukan secara duplo dan dicoba apakah hasilnya akan
memenuhi nilai repeatibility yang diizinkan.
Berdasarkan hasil yang didapat tenyata sampel ini memiliki kadar
abu rata-rata sebesar 2,8257 %, yaitu 0,0282 gram dalam setiap gram
sampel. Kadar abu ini tergolong rendah. Selisih data yang dihasilkan
0,0211%, nilai ini memenuhi rentang repeatability yang ditentukan. Batas
maksimal repeatibility yang diizinkan sesuai SNI yaitu 0,2 % untuk
batubara yang mengandung abu < 10 % dan 2,0 % untuk batubara yang
mengandung kadar abu ≥ 10 %.
3. Kadar zat terbang (volatile matter)
Kadar zat terbang (volatile matter) merupakan jumlah (%)
kehilangan berat apabila batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi
standar setelah dikoreksi terhadap kadar air lembab. Volatile matter/zat
terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan
pada temperatur tertentu. Volatile Matter biasanya berasal dari gugus
hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus yang mudah putus
dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana
seperti metana atau etana. Kadar VM dalam batubara ditentukan oleh
peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin
tinggi kadar VM-nya. Dalam batubara VM dapat dijadikan sebagai indikasi
reaktifitas batubara pada saat dibakar.
Pada prinsipnya penentuan terhadap volatile matter ini adalah
dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan
tanpa oksidasi pada kondisi standar, kemudian dikoreksi terhadap kadar air
41
lembab. Kondisi standar ini adalah kondisi yang sesuai dengan ketentuan
SNI 13-3999-1995, yaitu dipanaskan dalam furnace pada suhu 9000C
selama 7 menit.
Cawan yang digunakan pada proses pengukuran volatile matter ini
sangat kecil sehingga untuk mempermudah pada proses peletakan dan
pengangkatannya pada furnace, cawan ditempatkan pada dudukan logam.
Setelah dipanaskan dalam furnace, sampel didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Penyusutan massa yang terjadi dihitung dengan
menggunakan persamaan.
Jumlah volatile matter juga turut mempengaruhi terhadap kualitas
batubara. Karena kandungan volatile matter ini akan mempengaruhi
terhadap kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Kesempurnaan
pembakaran ditentukan oleh:
Fuel ratio = ¿Carbon
Volatile Matter
Semakin tinggi fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin
banyak. Oleh karena itu, volatile matter sangat erat kaitannya dengan kelas
batubara tersebut. Makin tinggi volatile matter maka makin rendah
kelasnya. Pada pembakaran batubara, volatile matter yang tinggi akan
lebih mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya volatile
matter yang rendah lebih mempersulit proses pembakaran. Sebaliknya
untuk karbon, apabila kandungannya lebih banyak pada batubara maka
akan semakin baik kualitas batubara tersebut. Jumlah kandungan karbon
yang tertambat terhadap volatile matter disebut fuel ratio.
42
Gambar 5. Cawan VM berisi sampel
Analisis kadar zat terbang (volatile matter) ini menggunakan jenis
sampel yang sama yaitu sampel Round Robin Sample Test Desember 2011
PT Geoservices. Uji ini yaitu untuk mengetahui jumlah zat terbang yang
terkandung dalam batubara. Untuk analisis digunakan massa sampel
sebanyak 1 gram.
Berdasarkan data hasil analisis didapatkan kandungan zat terbang
untuk uji pertama adalah 38,1891 % dan yang kedua adalah 38,0683 %.
Kandungan rata-ratanya adalah sebesar 38,1287 %. Analisis yang
dilakukan secara duplo ini memiliki selisih nilai yang kecil yaitu 0,1208.
Sesuai dengan acuan standar yang digunakan yaitu SNI artinya data ini
presisi atau memenuhi standar. SNI menyatakan bahwa repeatability
batubara dengan kadar VM <10% sebesar 0,3% absolute sedangkan untuk
batubara dengan kadar VM ≥10% sebesar 3% dari hasil nilai rata-rata.
Hasil yang didapat menunjukkan nilai rata-rata yang relatif besar
yaitu 38,1287%, hal ini kemungkinan dikarenakan banyaknya kandungan
lain selain karbon seperti SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,
Na2O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil.
43
4. Kadar karbon tertambat (fixed carbon)
Fixed carbon didefinisikan sebagai material tersisa (yaitu material
karbon). Nilai FC didapatkan setelah nilai-nilai proximate yang lain telah
didapatkan. Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100
dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang.
Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar
karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk
menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio. Makin sedikit
kandungan air, maka nilai FC dan nilai kalor yang dihasilkan akan
semakin tinggi.
Analisa kadar karbon tertambat (fixed carbon) ini menggunakan
jenis sampel yang sama yaitu sampel Round Robin Sample Test Desember
2011 PT Geoservices. Metode ini juga berdasarkan SNI. Untuk
menentukan kadar karbon tertambat dalm sampel batubara tidak perlu
percobaan lagi, hanya dihitung dengan sutu rumus namun memerlukan
data analisi sebelumnya yaitu kadar kelembaban, kadar zat terbang dan
kadar abu.
Berdasarkan data hasil perhitungan dapat kita tentukan kadar
karbon tertambat dalam batubara yaitu sisa padatan yang dapat terbakar
setelah batubara dihilangkan zat terbangnya. Nilai rata-rata karbon
tertambat yang didapatkan sebesar 34,0317 %. Kadar ini relatif tergolong
kecil, faktor penyebabnya adalah kandungan zat terbang (volatile matter)
yang terlalu besar. Hubungannya dengan kalori, diprediksikan batubara
44
jenis ini memiliki nilai kalori yang rendah karena jumlah karbon yang
terbakar juga sedikit.
5. Nilai kalori (calori value)
Kalorimetri adalah suatu metode yang mempelajari jumlah
panas/kalor berdasarkan perubahan temperatur. Hukum termodinamika
pertama dikemukakan bahwa energi dapat diubah dari suatu bentuk yang
satu ke bentuk yang lain, tetapi energi tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan. Energi adalah suatu kemampuan untuk melakukan usaha,
bila suatu benda mempunyai energi, maka benda itu dapat mempengaruhi
benda lain dengan jalan melakukan kerja kepadanya.
Semua bentuk energi dapat diubah keseluruhannya ke panas dan
bila energi diukur, biasanya dalam bentuk kalor. Cara yang biasa
digunakan untuk menyatakan panas disebut kalori, pada mulanya kalori
didefinisikan sebagai jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan
temperatur 1 gram air dengan suhu awal 15oC sebesar 1oC, tetapi akhir-
akhir ini satuan kalori digunakan untuk menyatakan perubahan energi.
Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilkan atau
ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut dengan meningkatkan
temperatur 1 gram air dari 3,5oC – 4,5oC, dengan satuan kalori. Makin
tinggi kadar abunya di dalam batubara, makin rendah nilai kalor yang
diperolehnya. Kalorimeter bom adalah suatu alat yang digunakan untuk
menentukan panas yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar dan oksigen
pada volume tetap. Alat tersebut ditemukan oleh Prof. S. W. Parr pada
45
tahun 1912, oleh sebab itu alat tersebut sering disebut ”Parr Oxygen Bomb
Calorimeter”.
Gambar 6. Calorimeter Leco AC-350
Pengukuran nilai kalor (heating value) didalam batu bara kami
lakukan dengan menggunakan Bomb Calorimeter Leco AC-350. Sampel
yang akan diukur kemudian dimasukan ke dalam sebuah kontainer logam
yang tertutup, serta diberi muatan oksigen dengan tekanan tinggi.
Kemudian bomb ditempatkan di dalam kontainer air dan selanjutnya bahan
bakar dinyalakan menggunakan eksternal kontaktor listrik. Selanjutnya
temperatur air diukur sebagai fungsi waktu sesudah proses pembakaran
berakhir dan dari pengetahuan besaran masa air di dalam sistem, masa dan
panas spesifik kontainer dan kurva pemanasan maupun pendinginan, maka
energi yang terlepas selama pembakaran bisa ditentukan. Dalam hal ini
motor penggerak pengaduk bekerja untuk menjamin keseragaman
temperatur air disekitar bomb. Dalam kondisi khusus pemanasan luar
disuplai oleh mantel air untuk mempertahankan suhu seragam, sementara
46
dalam contoh lain mantel bisa dibiarkan kosong untuk mempertahankan
mendekati kondisi air didalam kontainer adiabatis. Reaksi yang terjadi di
dalam wadah Bomb :
Batubara + O2 → Abu + CO2(g) + H2O (g) + SO3(g) + NO2 + kalori
Reaksi yang terjadi dalam “kalorimeter bomb” berada pada volume
yang tetap karena bejana bomb tak dapat membesar atau mengecil. Berarti
bila gas terbentuk pada reaksi di sini, tekanan akan membesar maka
tekanan pada sistem dapat berubah. Karena pada keadaan volume yang
tetap maka panas reaksi yang diukur dengan bomb calorimeter disebut
panas reaksi pada volume tetap. Kalorimeter berhubungan dengan udara
dan tekanan pada sistem dapat tetap konstan. Maka perubahan energi
diukur dengan kalorimeter adalah panas reaksi pada tekanan tetap. Nilai
kalori batubara yang telah kami dapatkan dengan menggunakan bomb
calorimeter adalah 6897 kal/g. Berdasarkan nilai kalori yang didapat dapat
disimpulkan bahwa jenis batu bara yang dianalisis termasuk jenis
Bituminous yang mempunyai rentang kalori 6277-8166 kal/g.
6. Kadar sulfur (sulphur total)
Pada alat infrared sulfur analyzer penggunaannya bisa dikatakan
praktis dan efisien untuk pengukuran sampel dalam jumlah yang banyak.
Karena pengukurannya tidak memerlukan waktu yang cukup lama.
Infrared sulfur analyzer dihubungkan pada komputer sehingga hasil
pengukurannya dapat langsung terlihat pada komputer. Hasil
pengukurannya berupa konsentrasi kandungan sulfur.
47
Pengukuran dilakukan pada suhu tinggi yaitu diatas 13500C±500C.
Aliran gas dari oksigen (O2) menyebabkan suhu pada furnace bisa
mencapai suhu yang sangat tinggi sekali. Setelah katup gas dibuka dan
mengaliri alat infrared sulfur analyzer maka didiamkan sampai suhu
furnace mencapai 13500C ± 500C.
Prinsip pengukuran dengan menggunakan alat infrared sulfur
analyzer ini adalah pengukuran gas hasil oksidasi dari sulfur oleh sinar
infra merah yang kemudian akan membawanya ke detektor. Alat ini
dilengkapi dengan dua buah detektor yaitu detektor low sulfur dan detektor
high sulfur. Perbedaan dari kedua detektor ini terdapat pada ukurannya,
dimana untuk yang low sulfur bentuknya lebih panjang tetapi luas
pernukaannya lebih kecil. Sedangkan untuk yang high sulfur bentuknya
lebih pendek dengan luas permukaan yang besar. Untuk hasil pengukuran,
detektor low sulfur lebih banyak memberikan hasil pengukuran.
Gambar 7. Infrared Sulfur Analyzer Leco S-144DR
48
Sampel yang dimasukkan ke dalam furnace selanjutnya akan
dibakar oleh O2 sehingga terjadilah proses oksidasi yang akan mengubah
sulfur menjadi gas SO2. Reaksi yang terjadi adalah :
S SO2
Gas yang keluar dari hasil pembakaran akan segera terbaca oleh
sinar infra merah yang selanjutnya akan membawa kedetektor. Detektor
akan membaca sinar infra merah tersebut dan hasilnya akan muncul pada
komputer. Selama proses pengukuran grafik pada layar komputer akan
berubah-rubah namun akan berhenti apabila seluruh sulfur telah habis
teroksidasi dan gas SO2 telah terukur semua. Dengan demikian pada
penggunaan alat tersebut akan lebih mudah menentukan kadar sulfurnya.
Sampel batubara yang digunakan adalah sampel yang berasal
Round Robin Sample Test Desember 2011 PT Geoservices. Analisis ini
menggunakan dua jenis sampel yang berbeda lokasi asalnya sehingga
kemungkinan kandungan sulfurnya pun akan berbeda. Sesudah dipreparasi
masing-masing sampel diambil 1 gram untuk kemudian dianalisis.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dikatakan bahwa kedua jenis
sampel termasuk dalam kategori sulfur yang rendah karena masih berada
dalam kisaran kadar sulfur dibawah 1%.
49
Oksidasi
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan praktek kerja lapangan ini
adalah:
1. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Dinas Pertambangan dan Energi
Propinsi Kalimantan Selatan dengan sampel yang berasal dari batubara Round
Robin Sample Test Desember 2011 PT Geoservices.
2. Batubara in home memiliki kadar air lembab batubara adalah sebesar
24,8729%. Kadar air ini mempengaruhi pembakaran dan dapat menurunkan
nilai kalorinya.
3. Batubara in home memiliki kadar abu rata-rata sebesar 2,8257 %. Besarnya
persen abu dapat mengakibatkan pengotoran pada mesin yang digunakan.
4. Batubara in home memiliki kadar zat terbang batubara adalah sebesar
38,1287%. Angka ini menunjukkan nilai yang besar. Hal ini dipengaruhi oleh
kandungan senyawa lain yang cukup banyak dan pengaruhnya terhadap kalori
adalah berbanding terbalik.
5. Batubara in home memiliki kadar kadar karbon tertambat batubara adalah
sebesar 34,0317%. Hubungannya dengan nilai kalori adalah berbanding lurus.
Semakin tinggi kadar fixed carbon semakin tinggi pula nilai kalorinya.
6. Analisis sampel batubara in home yang telah dilakukan didapatkan nilai kalori
sebesar 6897 kal/g yang artinya jenis ini termasuk batubara Bituminous.
50
7. Analisis sampel batubara in home yang telah dilakukan didapatkan kadar total
sulfur rata-ratanya sebesar 0,145 % db. Angka ini masih dalam ambang batas
yang ditentukan dalam (ASTM D 4239-08), yaitu sebesar 1%.
6.2 SARAN
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan kita dapat melihat variasi data
yang dihasilkan. Namun, untuk mengetahui kualitas/mutu batubara bukan hanya
analisis proximate yang dapat dilakukan, tetapi juga diperlukan analisis ultimate,
agar diperoleh data yang lebih lengkap.
51
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. 2001. Energi Fosil. www.respati.ac.id/artikel/3. pdf Diakses tanggal 7 Februari 2012.
Anonim. 2001. Fisika Energi Untuk Batubara. Erlangga. Jakarta.
Asthary, R. 2007. Integrated Coal Gasification Combined Cycle. http://majari magazine.ac.id/264/1/_6_new.pdf.Diakses tanggal 4 Februari 2012.
Fariz, T. 2009. Batubara Terbaik. www.sulfur.co.id/files/cdk/files/14_.html.Diakses tanggal 8 Februari 2012.
Miller, G. B. 1999. Coal Energy System. Univercity of California. Elsevier Academy Press. United States.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Westra. 2001. Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Pencucian Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga dan Industri Kecil. http://ISSN.ac.id/191/1/_7_new.pdf.
Diakses tanggal 2 Februari 2012.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Abu Contoh Batubara. SNI 13-3478-1994.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Air Lembab dari Contoh Batubara Kering Udara. SNI 13-3477-1994, UDC.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Karbon Tertambat (Fixed Carbon) Contoh Batubara. SNI 13-3999-1995, ICS.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Zat Terbang (Volatile Matter) Contoh Batubara. SNI 13-3999-1995, ICS.
Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara. Amandemen 1 - SNI 13-5014-1998, ICS 73.020.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
52
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. Kadar Air Lembab (Inherent Moisture)
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 56,7681 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 57,7696 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0015 gram
m3 = berat cawan + tutup + sampel setelah pemanasan =
57,5201 gram
% IM = m2−m3
m2−m1 × 100%
=
57 ,7696− 57 ,520157 , 7696 − 56 , 7681
x 100 %
= 24,9126%
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 52,4711 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 53,4762 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0051 gram
m3 = berat cawan + tutup + sampel setelah pemanasan =
53,2266 gram
% IM = m2−m3
m2−m1 × 100%
=
53 ,4762 − 53 , 226653 ,4762 − 52 , 4711
x 100 %
= 24,8333 %
53
2. Kadar Abu (Ash Content)
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 15,3945 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 16,3962 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0017 gram
m3 = berat cawan + tutup + abu = 15,4227 gram
Kadar abu (%) = m3−m1
m2−m1 × 100%
=
15,4227 − 15 ,394516 , 3962−15 ,3945
x 100%
= 2,8152 %
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 15,1883 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 16,1931 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0048 gram
m3 = berat cawan + tutup + abu = 15,2168 gram
Kadar abu (%) = m3−m1
m2−m1 × 100%
=
15,2168 − 15 , 188316 ,1931−15 ,1883
x 100 %
= 2,8363 %
3. Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 20,3683 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 21,3730 gram
54
m2 – m1 = berat sampel = 1,0047 gram
m3 = cawan + tutup + sampel setelah pemanasan = 20,7380 gram
Mad = kadar air lembab = 25,0138 %
Volatile matter = m2−m3
m2−m1 × 100% - % IM
= 21,3730−20,738021,3739 – 20,3683
×100 %−25,0138
= 38,1483%
Sampel nomor 2
Diketahui :
m1 = berat cawan kosong + tutup = 20,2161 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 21,2216 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0052 gram
m3 = cawan + tutup + sampel setelah pemanasan = 20,5875 gram
Mad = kadar air lembab = 25,0138 %
Volatile matter = m2−m3
m2−m1 × 100% - % IM
= 21,2216−20,587521,2216 – 20,2161
×100 %−25,0138
= 38,0683%
4. Kadar Karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Sampel 1
Diketahui : m1 = Kadar air lembab = 25,0546 %
m2 = Kadar abu = 2,8152 %
m3 = Kadar zat terbang = 38,1891%
55
Kadar karbon tertambat = 100 (m1 + m2 + m3)
= 100 - (25,0546 + 2,8152 + 38,1891)
= 100 – 66.0589
= 33,9411 %
Sampel 2
Diketahui : m1 = Kadar air lembab = 24,9731%
m2 = Kadar abu = 2,8363%
m3 = Kadar zat terbang = 38,0683%
Kadar karbon tertambat = 100 (m1 + m2 + m3)
= 100 (24,9731+ 2,8363+ 38,0683)
= 100 – 65,8777
= 34,1223 %
56