ISI(1).docx

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar kata agama. Salah satu tujuan agama adalah sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan dilaksanakan secara benar. Memahami, mempedomani, dan melaksanakan agama secara benar dapat dilakukan dengan cara memiliki pengetahuan yang baik mengenai agama. Pada kenyataanya, banyak pemeluk agama yang kurang mengetahui maksud, tujuan, dan ruang lingkup agama itu sendiri. B.Tujuan Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan yang lebih mendalam mengenai pemicu yang telah diberikan. Selain itu juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam pada semester I di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. C. Langkah – Langkah Pemicu 1. Pemicu 1 Bagi manusia agama sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan diamalkan secara benar, komprehensif dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, agama harus diketahui secara benar sehingga diketahui maksud dan 1

description

kkj

Transcript of ISI(1).docx

Page 1: ISI(1).docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar kata agama. Salah satu tujuan

agama adalah sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan

dilaksanakan secara benar. Memahami, mempedomani, dan melaksanakan agama secara

benar dapat dilakukan dengan cara memiliki pengetahuan yang baik mengenai agama. Pada

kenyataanya, banyak pemeluk agama yang kurang mengetahui maksud, tujuan, dan ruang

lingkup agama itu sendiri.

B. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan

yang lebih mendalam mengenai pemicu yang telah diberikan. Selain itu juga untuk

memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam pada semester I di Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Langkah – Langkah Pemicu

1. Pemicu 1

Bagi manusia agama sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan

diamalkan secara benar, komprehensif dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, agama

harus diketahui secara benar sehingga diketahui maksud dan tujuannya. Dalam

kenyataannya, masih banyak pemeluk agama kurang mengetahui pengertian ruang

lingkup dan tujuannya.

Key word: Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk.

2. Klarifikasi Istilah

Agama

Komprehensif

3. Identifikasi Masalah

Agama sebagai tatanan kehidupan

1

Page 2: ISI(1).docx

Agama harus diketahui secara benar

Banyak pemeluk yang kurang memahami agama

4. Rumusan Masalah

Apa yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk?

5. Analisis Masalah

6. Hipotesis

Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk agama diduga karena kurang

mengetahui pengertian ruang linngkup dan tujuan agama.

7. Learning Issues

1) Bagaimana cara memahami, mempedomani, dan mengamalkan agama secara

benar?

2) Apa saja upaya untuk mengatasi minimnya pengetahuan agama?

3) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi

pemeluknya?

4) Apa saja ruang lingkup dan tujuan agama bagi pemeluknya?

2

AGAMA

Minimnya pengetahuan

agama

UpayaTujuan

Tatanan kehidupan

Ruang lingkup

Diamalkan

Diteladani

Dipahamai

Page 3: ISI(1).docx

BAB II.

PEMBAHASAN

1. Definisi Agama

Secara etimologi agama berasal dari bahasa Sankrit yaitu kata “a” yang artinya tidak,

dan kata “gama” yang artinya rusak, jadi agama dalam bahasa Sankrit berarti tidak rusak

atau teratur. Dalam bahasa Eropa dan Inggris, agama dikenal dengan istilah “religion”.

Sedangkan dalam bahasa arab, agama dikenal dengan istilah “ad-din” yang dapat berarti

agama (QS. Al-Fath:28), ibadah (QS. Al-Mukminun:14), kekuatan (QS. Luqman:32), dan hari

kiamat (QS. Asy-Syuara:82).

Secara terminologi agama menurut Drs. Sidi Gazalba (1991) adalah “kepercayaan pada

hubungan manusia dengan yang kudus, dihayati sebagai hakikat yang ghaib, hubungan yang

menyatakan diri dalam bentuk serta sistem kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin

tertentu”. Sedangkan menurut Abdullah Al-Masdoosi, agama menurut pandangan islam

adalah “kaidah hidup yang diturunan kepada umat manusia yang diwahyukan Allah kepada

Nabi Muhammad SAW sebagai suatu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan

lengkap mengenai aspek hidup manusia baik secara spiritual maupun material”.

Agama islam dalam bahasa arab berasal dari istilah “dinul islam”. Islam berasal dari kata

aslama-yuslimu-islaman yang berarti keselamatan dan kesejahteraan. Secara istilah agama

islam adalah “seluruh ajaran dan hukum-hukum Nya yang terdapat di dalam al-Qur’an yang

diturunkan oleh Allah dan diwahyukan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW untuk

disampaikan dan didakwahkan kepada segenap umat manusia, sehingga manusia yang ada

di muka bumi ini akan memperoleh kebahagiaan hakiki dan bermakna baik ketika hidup di

dunia maupun ketika di akhirat”.

2. Ruang Lingkup Ajaran Islam

Endang saifuddin Anshory (1980:73) dalam bukunya Kuliah Al-Islam membagi ajaran

islam terdiri dari tiga bagian yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak (etika/moral).

a. Aqidah

Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah

menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini

3

Page 4: ISI(1).docx

yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang

harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah

ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya,

kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’ dan

qadar.

b. Syari’ah

Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur

hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya,

peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang

mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut

Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk

ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah

ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.

Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari:

Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan

wasiat.

Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang,

wakaf.

Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam.

Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan

minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan

pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan,

dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”.

Khilafat (pemerintahan/politik islam).

Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).

Akhlak/etika.

4

Page 5: ISI(1).docx

c. Akhlak

Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau

tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur

tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan

jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui

pertimbangan fikiran”.

Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri,

kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.

Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia

kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan

mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)

Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan

sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau

bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.

Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan

bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil

akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan

dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-

laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai

sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Ahzab di atas.

3. Tujuan Agama

Pada dasarnya semua agama monotheisme mempunyai tujuan akhir yang sama yakni

tercapainya keselamatan, kebaagiaan, dan kesejahteraan dunia akhirat bagi para

pemeluknya. Namun dalam agama islam tujuan utamanya adalah bertauhid kepada Allah

SWT, yakni meyakini ke-Esa-an Nya dengan tidak meragukan dzat-Nya, sifat-Nya, dan kuasa-

Nya. Setelah tercapainya tauhid kepada Allah, maka manusia yang beriman akan

mendapatkan keselamatan, kebaagiaan, dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

5

Page 6: ISI(1).docx

4. Cara memahami, memedomani, dan mengamalkan agama

Seperti yang kita tahu, agama memiliki ruang lingkup yaitu aqidah (keyakinan), syariah

(aturan), dan ibadah (pengamalan). Untuk itu, pertama-tama kita harus mengetahui apa

yang dipahami, dipedomani, dan diamalkan.

Cara memahami, memedomani, dan mengamalkan adalah inti dari ruang lingkup

agama itu sendiri. Caranya yang pertama adalah mempelajari pedoman agama islam yaitu

Al-quran dan hadist. Yang kedua adalah mempelajarinya secara keseluruhan karena kedua

pedoman tersebut tidak dapat dikaji secara terpisah. Yang terakhir adalah mempelajari

ketentuan-ketentuan yang belum secara jelas ditentukan saat zaman Rasulullah saw..

Dengan melakukan hal diatas kita dapat memahami ruang lingkup tersebut.

Dengan kita memahami aqidah, yaitu dengan mempelajarinya dari asal-usul, mengapa

kita harus beragama islam, sampai kita menjadi orang beriman yang mengimani enam rukun

iman (iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab, iman kepada rasul,

iman kepada qada dan qadar, iman kepada hari akhir) secara utuh yaitu dengan

mempelajarinya dari pedoman umat islam yaitu Al-quran dan hadist. Bukan saja kita tahu

apa aqidah itu, tetapi juga mengerti esensi dari iman itu sendiri dan paham tentang inti dari

agama itu.

Tersirat dari pernyataan diatas bahwa cara kita memahami agama adalah dengan

menuntut ilmu. Sesuai dengan hadist yaitu Rasulullah saw. bersabda “Innamal ilmu

bitta’alun” , cara mendapatkan ilmu adalah belajar, bukan sekedar tahu tapi paham apa inti

dari apa yang kita pelajari.

Untuk belajar, kita membutuhkan sumber yang valid dan terpercaya. Untuk itu, kita

sebagai umat islam, harus menjadikan Al-quran dan hadist sebagai sumber pembelajaran

agama dan mengkajiinya secara keseluruhan (saling melengkapi dan berkesinambungan).

Hal ini sesuai nama lain Al-quran yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman yang harus

kita pegang selama kita mempelajari dan mengkaji agama.

Setelah kita telah memahami esensi dari aqidah (didasari oleh rukun iman), kita harus

mengamalkan apa yang kita dapat sebagai cerminan orang yang beriman dengan cara

beribadah. Selain cerminan sebagai orang yang beriman, ibadah merupakan suau ritual

keagamaan yang merupakan bentuk komunikasi antara tuhan dan manusia

(hablumminallah). Dan ibadah juga merupakan kewajiban bagi umat islam, dalam firman

6

Page 7: ISI(1).docx

dipahami diamalkan

Al-quran, hadist, dan ijtihad

Ibadah (rukun islam)

dipedomani

Aqidah (rukun iman)

Agama sebagai tatanan kehidupan

Akhlak yang baik

Allah “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS :

Az-azriyat :56).

Dalam beribadah ada lima prinsip dasar (rukun islam yaitu syahadat, sholat, puasa,

zakat, haji), dengan melakukan pengamalan-pengamalan ibadah ini kita mengaplikasikan

apa yang telah kita pahami. Melaksanakan ibadah harus sesuai ketentuan-ketentuan yang

sudah ditetapkan dari zaman terdahulu conntohya adalah puasa dan sholat. Dan juga, ada

beberapa ibadah yang tidak ditentukan ketentuan-ketentuannya contohnya tersenyum,

dalam melakukan pengamalan-penghamalan, niat kita untuk melakukannya juga

berpengaruh. Untuk itu, kita harus meluruskan niat kita dalam beribadah, yaitu niat kita

untuk beribadah kepada Allah semata dan mengaharapkan ridhanya.

Aqidah, syariah, dan ibadah merupakan fungsi agama sebagai pengatur tatanan

kehidupan. Ketiga hal tersebut berkesinambungan demi tercapainya suatu tatanan

kehidupan yang baik sehingga tujuan dari agama dapat terpenuhi, yaitu agar manusia hidup

tenang, tentram, dan bahagia dunia akhirat. Ada satu nilai yang tercermin dalam keseharian

kita setalah kita memahami, memedomani, dan mengamalkan agama, hal itu tercermin

dalam akhlaq manusia. Setelah kita memahami aqidah (rukun iman), setelah kita

berpedoman dan mengkaji Al-quran dan hadist (Al-quran dan hadist) melaksanakan ibadah

sebagai bentuk dari pengamalan agama (rukun iman), sebagai orang beriman, kita harus

mencerminkan perbuatan yang sesuai dengan ajaran islam. Hal tersebut akan tercermin dari

akhlaq yang baik. Berikut adalah diagram bagaimana kita memahami, memedomani, dan

mengamalkan agama.

7

Page 8: ISI(1).docx

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya pengetahuan agama

a. Faktor internal

Faktor internal yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi pemeluk agama

itu sendiri pada dasarnya disebabkan rendahnya kesadaran individu itu sendiri terhadap

pentingnya agama. Banyak dari pemeluk agama hanya menjadikan agama hanya sebagai

status sosial saja. Hal ini didukung oleh faktor-faktor realita kehidupan beragama yang ada

di masyarakat. Terdapat 3 hal penting yang cukup menonjol dalam melihat persoalan agama

yakni, pertama, semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap fungsi agama;

kedua, agama tampil kurang menarik dibanding dengan penampilan (performance) dunia

material; dan ketiga, agama dipandang sebagai urusan akhirat yang terpisah yang terpisah

dari kehidupan dunia (sekuler).

Persoalan pertama, disebabkan adanya pandangan tentang status ekonomi dan

kekayaan bendawi yang dianggap mampu mengangkat harga diri dan citra sosial. Karena

hanya dengan benda yang mampu memainkan peranan penting dalam mewujudkan

kesejahteraan dan kebahagiaan. Jadi, bukan agama yang sebenarnya ikut berperan, karena

memandang agama hanya dari sisi abstrak dan bersifat teologis belaka. Sehingga, agama

tidak lagi memperoleh wibawa dan kepercayaan sepenuhnya di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi, fungsi agama sudah bergeser dari fungsi orisinalitasnya; yang seharusnya menjadi,

sumber kebenaran, motivator kerja, pengontrol dinamika masyarakat, pembawa nilai-nilai

kebaikan dan keluhuran, penyejuk dan pemersatu masyarakat. Apa yang terjadi sekarang ini

justru, malah sebaliknya agama hanya dijadikan “senjata ampuh” sebagai alat pembenar

(justifikasi) setiap tindakan – bahkan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan

sekalipun – atau beralih fungsi sebagai penangkal atau tameng belaka, yang lebih fatal lagi

dijadikan sebagai alat “penghancur” (destroyer) terhadap “lawan” yang tidak sepaham atau

tidak disukainya. Singkat kata, agama beralih fungsi menjadi alat kekuasaan bagi

kepentingan individual, kelompok tertentu, komunitas eksklusif termasuk dalam

pemenuhan interes ekonomi dengan jalan menghalalkan segala cara, termasuk dengan jalan

kekerasan (violence).

Persoalan kedua berkenaan dengan performance agama itu sendiri yang ditampilkan

oleh pemeluknya dengan “baju” yang kumal, murahan dan apa adanya. Sehingga

performance agama kurang menarik dan kurang wibawa ketika harus “berpose” di depan

8

Page 9: ISI(1).docx

para competitor yang berbaju lebih menarik, mewah dan gemerlap atas nama materi.

Sedangkan di sisi yang lain, telah terjadi transformasi budaya materislistik besar-besarnya

secara terbuka tanpa. Hingar bingarnya kehidupan materialistik saat ini seolah menjadi

penghambat tumbuh berkembangnya agama di tengah-tengah masyarakat. Fasilitas

materislitik, secara perlahan-lahan atau frontal telah menggerogoti nilai-nilai kebaikan

agama, juga nilai etika dan sosial.

Persoalan ketiga, melihat urusan agama hanya berkaitan dengan urusan akhirat dan

hanya menjadi tanggung jawab agamawan, rohaniawan, dan para ulama-nya. Oleh

karenanya, agama dianggap tidak perlu intervensi (ikut campur) dengan urusan duniawi

yang identik dengan dunia materialistik. Akibatnya, agama dipandang hanya akan menjadi

faktor penghambat kemajuan, karena hanya berfungsi sebagai menghalalkan dan

mengharamkan saja. Pandangan sekuler ini sebenarnya melihat kehidupan secara

dikhotomis yang hanya akan melahirkan pertentangan dan perbedaan secara diametral,

yang tidak akan pernah sampai pada titik temu. Memang diakui, ada wilayah agama yang

tidak terjangkau (beyond) oleh dimensi rasional, karena hanya bersifat maknawi-

fundamental. Yang jelas, bahwa agama tidak pernah menutup diri (eksklusif) secara legal-

formal terhadap hal-hal yang terjadi di luar dirinya, apalagi men-cover untuk tidak

berinteraksi dengan aspek lain meskipun membawa konsekuensi-konsekuensi dan risiko-

risiko.

b. Faktor eksternal

Salah satu contoh faktor yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama adalah

berasal dari faktor lingkungan, karena lingkungan mempunyai andil besar dalam

pembentukan karakter seseorang. Contohnya adalah minimnya pengetahuan orangtua

tentang agama, kurangnya pendidikan agama, dan salah pergaulan dalam lingkungan.

Keluarga adalah suatu lembaga informal yang sangat berpegaruh pada perkembangan

anak, karena keluargalah sebagai pondasi terhadap perkembangan si anak kelak dan

keluargalah yang membekali anak dengan ilmu pengetahuan terutama pengetahuan agama

dengan cara pembiasan dan latihan-latihan. Sebagaimana nasihat salah seorang sahabat

Nabi Ali bin Abi Thalib, R.A. Dari Muas bin Jabal dari Nabi Muhammad SAW

bersabda:“Tidaklah anak-anak kalian tidak seperti yang didikkan kepadakalian sendiri, oleh

9

Page 10: ISI(1).docx

karena itu diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan generasi zaman kalian”.

(Masyhury, 1980:531)

Kebanyakan di era modern ini orangtua terlalu sibuk mencari dan mengejar urusan

duniawi seperti mencari materi sebanyak-banyaknya dengan alasan untuk kebahagiaan

anak, namun mereka mengenyampingkan pentingnya ilmu agama bagi si anak, akhirnya

anak tersebut tidak mendapat ilmu agama yang memadai.

6. Upaya mengatasi minimnya pengetahuan agama

Pertama menumbuhkan kesadaran dalam diri manusia itu sendiri bahwa di dalam

kehidupan, kita sebagai manusia membutuhkan pedoman hidup yaitu agama. Adapun cara

mempelajari agama antara lain,dengan jalan menambah ilmu dan mengembangkannya

dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkokoh bukan untuk mengikis atau

mengerosikannya. Karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam tidaklah

bersifat netral atau bebas nilai. Sebaliknya penerapan dan pengembangan ilmu pengeta-

huan itu harus mengarah pada pengokohan iman, yakni dalam rangka mensyukuri nikmat

Allah dengan jalan memahami, menggali dan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah dan

kebenaran ajaran-ajaranNya, serta memanfaatkannya untuk kepentingan kesejahteraan dan

kemakmuran umat manusia serta kelestarian alam semesta, bukan untuk merusak dan

mencelakakannya.

Dalam mempelajari ajaran Islam terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan,

yaitu:

(1) hendaklah Islam dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah;

(2) dipelajari secara integral (menyeluruh dan terpadu) tidak hanya sepotong-potong;

(3) dipelajari motivasi dari setiap ketentuan ajaran tersebut, karena dengan ini akan

mendorong seseorang untuk melaksanakan ajaran agama Islam dengan sungguh-

sungguh dan siap berkorban serta bersedia menerima segala penderitaan

karenanya;

(4) dipelajari cara pelaksanaan setiap ketentuan ajaran Islam tersebut;

(5) dipelajari tujuan setiap ketentuannya, agar jelas arahnya dan mudah menilainya; dan

(6) dalam mempelajari Islam jangan hanya melihat kenyataan (realitas) umat Islam,

tetapi juga harus menggali esensi (hakekat) atau substansi ajarannya.

10

Page 11: ISI(1).docx

Keluarga juga berperan penting dalam menumbuhkan pengetahuan agama dalam

keluarga. Pembentukan dan pengembangan rasa keagamaan pada anak perlu dilakukan oleh

orang tua dalam usaha menanamkan pengetahuan agama Islam dan dalam rangka

mempersiapkan kepribadian yang positif untuk pertumbuhan generasi muda pembentukan

dibiasakan dengan cara latihan dan membiasakan dalam keluarga.

“Anak harus dibentuk menjadi cakap melaksanakan suatu yang diperintahkan oleh

ajaran agama anak perlu dilatih dan dibina sedini mungkin untuk dibicarakan secara

sistimatika mewujud isi ajaran agama pada dirinya” (B. Samod : 1978:141).

Keluarga atau orang tua mempunyai wewenang yang tinggi terhadap kemajuan

pendidikan bagi anak-anaknya karena keluarga merupakan tempat yang paling baik untuk

membina kebiasaan dalam mengembangkan pengetahuan dasar bagi anak, dengan

demikian orang tua hendaklah mendalami dan mengarahkan ajaran agama agar lebih

mudah mengembangkan dan mengajarkan pada anak.

11

Page 12: ISI(1).docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk agama dipengaruhi oleh dua faktor;

(1) internal yaitu kesadaran diri sendiri dan (2) eksternal yaitu lingkungan.

12

Page 13: ISI(1).docx

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M.Saifulloh, Z. Muhibbin. 2007. Pendidikan agama Islam

untuk perguruan tinggi. Surabaya: Grasindo

Kurniawan, Beni. 2009. Pendidikan Agama Islam.

Surabaya: Grasindo

Gholib, Achmad. 2006. Study Islam. Jakarta: Faza Media

Al-Quran dan Terjemahnya

e-learning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama-islam/bab3-agama-islam.pdf.

pasca.uin-malang.ac.id

ushuluddin.uin-suka.ac.id

13