ISI(1).docx
-
Upload
yusuf-brilliant -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of ISI(1).docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar kata agama. Salah satu tujuan
agama adalah sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan
dilaksanakan secara benar. Memahami, mempedomani, dan melaksanakan agama secara
benar dapat dilakukan dengan cara memiliki pengetahuan yang baik mengenai agama. Pada
kenyataanya, banyak pemeluk agama yang kurang mengetahui maksud, tujuan, dan ruang
lingkup agama itu sendiri.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan
yang lebih mendalam mengenai pemicu yang telah diberikan. Selain itu juga untuk
memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam pada semester I di Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Langkah – Langkah Pemicu
1. Pemicu 1
Bagi manusia agama sebagai tatanan kehidupan yang harus dipahami, dipedomani, dan
diamalkan secara benar, komprehensif dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, agama
harus diketahui secara benar sehingga diketahui maksud dan tujuannya. Dalam
kenyataannya, masih banyak pemeluk agama kurang mengetahui pengertian ruang
lingkup dan tujuannya.
Key word: Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk.
2. Klarifikasi Istilah
Agama
Komprehensif
3. Identifikasi Masalah
Agama sebagai tatanan kehidupan
1
Agama harus diketahui secara benar
Banyak pemeluk yang kurang memahami agama
4. Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk?
5. Analisis Masalah
6. Hipotesis
Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk agama diduga karena kurang
mengetahui pengertian ruang linngkup dan tujuan agama.
7. Learning Issues
1) Bagaimana cara memahami, mempedomani, dan mengamalkan agama secara
benar?
2) Apa saja upaya untuk mengatasi minimnya pengetahuan agama?
3) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi
pemeluknya?
4) Apa saja ruang lingkup dan tujuan agama bagi pemeluknya?
2
AGAMA
Minimnya pengetahuan
agama
UpayaTujuan
Tatanan kehidupan
Ruang lingkup
Diamalkan
Diteladani
Dipahamai
BAB II.
PEMBAHASAN
1. Definisi Agama
Secara etimologi agama berasal dari bahasa Sankrit yaitu kata “a” yang artinya tidak,
dan kata “gama” yang artinya rusak, jadi agama dalam bahasa Sankrit berarti tidak rusak
atau teratur. Dalam bahasa Eropa dan Inggris, agama dikenal dengan istilah “religion”.
Sedangkan dalam bahasa arab, agama dikenal dengan istilah “ad-din” yang dapat berarti
agama (QS. Al-Fath:28), ibadah (QS. Al-Mukminun:14), kekuatan (QS. Luqman:32), dan hari
kiamat (QS. Asy-Syuara:82).
Secara terminologi agama menurut Drs. Sidi Gazalba (1991) adalah “kepercayaan pada
hubungan manusia dengan yang kudus, dihayati sebagai hakikat yang ghaib, hubungan yang
menyatakan diri dalam bentuk serta sistem kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin
tertentu”. Sedangkan menurut Abdullah Al-Masdoosi, agama menurut pandangan islam
adalah “kaidah hidup yang diturunan kepada umat manusia yang diwahyukan Allah kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai suatu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan
lengkap mengenai aspek hidup manusia baik secara spiritual maupun material”.
Agama islam dalam bahasa arab berasal dari istilah “dinul islam”. Islam berasal dari kata
aslama-yuslimu-islaman yang berarti keselamatan dan kesejahteraan. Secara istilah agama
islam adalah “seluruh ajaran dan hukum-hukum Nya yang terdapat di dalam al-Qur’an yang
diturunkan oleh Allah dan diwahyukan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW untuk
disampaikan dan didakwahkan kepada segenap umat manusia, sehingga manusia yang ada
di muka bumi ini akan memperoleh kebahagiaan hakiki dan bermakna baik ketika hidup di
dunia maupun ketika di akhirat”.
2. Ruang Lingkup Ajaran Islam
Endang saifuddin Anshory (1980:73) dalam bukunya Kuliah Al-Islam membagi ajaran
islam terdiri dari tiga bagian yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak (etika/moral).
a. Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah
menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini
3
yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang
harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah
ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya,
kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’ dan
qadar.
b. Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya,
peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang
mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut
Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk
ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah
ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari:
Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan
wasiat.
Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang,
wakaf.
Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam.
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan
minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan
pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan,
dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”.
Khilafat (pemerintahan/politik islam).
Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
Akhlak/etika.
4
c. Akhlak
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau
tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur
tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan fikiran”.
Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri,
kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya dengan
sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau
bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan
bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil
akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan
dibiasakan menggunakan berpakaian berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-
laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai
sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Ahzab di atas.
3. Tujuan Agama
Pada dasarnya semua agama monotheisme mempunyai tujuan akhir yang sama yakni
tercapainya keselamatan, kebaagiaan, dan kesejahteraan dunia akhirat bagi para
pemeluknya. Namun dalam agama islam tujuan utamanya adalah bertauhid kepada Allah
SWT, yakni meyakini ke-Esa-an Nya dengan tidak meragukan dzat-Nya, sifat-Nya, dan kuasa-
Nya. Setelah tercapainya tauhid kepada Allah, maka manusia yang beriman akan
mendapatkan keselamatan, kebaagiaan, dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
5
4. Cara memahami, memedomani, dan mengamalkan agama
Seperti yang kita tahu, agama memiliki ruang lingkup yaitu aqidah (keyakinan), syariah
(aturan), dan ibadah (pengamalan). Untuk itu, pertama-tama kita harus mengetahui apa
yang dipahami, dipedomani, dan diamalkan.
Cara memahami, memedomani, dan mengamalkan adalah inti dari ruang lingkup
agama itu sendiri. Caranya yang pertama adalah mempelajari pedoman agama islam yaitu
Al-quran dan hadist. Yang kedua adalah mempelajarinya secara keseluruhan karena kedua
pedoman tersebut tidak dapat dikaji secara terpisah. Yang terakhir adalah mempelajari
ketentuan-ketentuan yang belum secara jelas ditentukan saat zaman Rasulullah saw..
Dengan melakukan hal diatas kita dapat memahami ruang lingkup tersebut.
Dengan kita memahami aqidah, yaitu dengan mempelajarinya dari asal-usul, mengapa
kita harus beragama islam, sampai kita menjadi orang beriman yang mengimani enam rukun
iman (iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab, iman kepada rasul,
iman kepada qada dan qadar, iman kepada hari akhir) secara utuh yaitu dengan
mempelajarinya dari pedoman umat islam yaitu Al-quran dan hadist. Bukan saja kita tahu
apa aqidah itu, tetapi juga mengerti esensi dari iman itu sendiri dan paham tentang inti dari
agama itu.
Tersirat dari pernyataan diatas bahwa cara kita memahami agama adalah dengan
menuntut ilmu. Sesuai dengan hadist yaitu Rasulullah saw. bersabda “Innamal ilmu
bitta’alun” , cara mendapatkan ilmu adalah belajar, bukan sekedar tahu tapi paham apa inti
dari apa yang kita pelajari.
Untuk belajar, kita membutuhkan sumber yang valid dan terpercaya. Untuk itu, kita
sebagai umat islam, harus menjadikan Al-quran dan hadist sebagai sumber pembelajaran
agama dan mengkajiinya secara keseluruhan (saling melengkapi dan berkesinambungan).
Hal ini sesuai nama lain Al-quran yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman yang harus
kita pegang selama kita mempelajari dan mengkaji agama.
Setelah kita telah memahami esensi dari aqidah (didasari oleh rukun iman), kita harus
mengamalkan apa yang kita dapat sebagai cerminan orang yang beriman dengan cara
beribadah. Selain cerminan sebagai orang yang beriman, ibadah merupakan suau ritual
keagamaan yang merupakan bentuk komunikasi antara tuhan dan manusia
(hablumminallah). Dan ibadah juga merupakan kewajiban bagi umat islam, dalam firman
6
dipahami diamalkan
Al-quran, hadist, dan ijtihad
Ibadah (rukun islam)
dipedomani
Aqidah (rukun iman)
Agama sebagai tatanan kehidupan
Akhlak yang baik
Allah “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS :
Az-azriyat :56).
Dalam beribadah ada lima prinsip dasar (rukun islam yaitu syahadat, sholat, puasa,
zakat, haji), dengan melakukan pengamalan-pengamalan ibadah ini kita mengaplikasikan
apa yang telah kita pahami. Melaksanakan ibadah harus sesuai ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan dari zaman terdahulu conntohya adalah puasa dan sholat. Dan juga, ada
beberapa ibadah yang tidak ditentukan ketentuan-ketentuannya contohnya tersenyum,
dalam melakukan pengamalan-penghamalan, niat kita untuk melakukannya juga
berpengaruh. Untuk itu, kita harus meluruskan niat kita dalam beribadah, yaitu niat kita
untuk beribadah kepada Allah semata dan mengaharapkan ridhanya.
Aqidah, syariah, dan ibadah merupakan fungsi agama sebagai pengatur tatanan
kehidupan. Ketiga hal tersebut berkesinambungan demi tercapainya suatu tatanan
kehidupan yang baik sehingga tujuan dari agama dapat terpenuhi, yaitu agar manusia hidup
tenang, tentram, dan bahagia dunia akhirat. Ada satu nilai yang tercermin dalam keseharian
kita setalah kita memahami, memedomani, dan mengamalkan agama, hal itu tercermin
dalam akhlaq manusia. Setelah kita memahami aqidah (rukun iman), setelah kita
berpedoman dan mengkaji Al-quran dan hadist (Al-quran dan hadist) melaksanakan ibadah
sebagai bentuk dari pengamalan agama (rukun iman), sebagai orang beriman, kita harus
mencerminkan perbuatan yang sesuai dengan ajaran islam. Hal tersebut akan tercermin dari
akhlaq yang baik. Berikut adalah diagram bagaimana kita memahami, memedomani, dan
mengamalkan agama.
7
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya pengetahuan agama
a. Faktor internal
Faktor internal yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama bagi pemeluk agama
itu sendiri pada dasarnya disebabkan rendahnya kesadaran individu itu sendiri terhadap
pentingnya agama. Banyak dari pemeluk agama hanya menjadikan agama hanya sebagai
status sosial saja. Hal ini didukung oleh faktor-faktor realita kehidupan beragama yang ada
di masyarakat. Terdapat 3 hal penting yang cukup menonjol dalam melihat persoalan agama
yakni, pertama, semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap fungsi agama;
kedua, agama tampil kurang menarik dibanding dengan penampilan (performance) dunia
material; dan ketiga, agama dipandang sebagai urusan akhirat yang terpisah yang terpisah
dari kehidupan dunia (sekuler).
Persoalan pertama, disebabkan adanya pandangan tentang status ekonomi dan
kekayaan bendawi yang dianggap mampu mengangkat harga diri dan citra sosial. Karena
hanya dengan benda yang mampu memainkan peranan penting dalam mewujudkan
kesejahteraan dan kebahagiaan. Jadi, bukan agama yang sebenarnya ikut berperan, karena
memandang agama hanya dari sisi abstrak dan bersifat teologis belaka. Sehingga, agama
tidak lagi memperoleh wibawa dan kepercayaan sepenuhnya di tengah-tengah masyarakat.
Apalagi, fungsi agama sudah bergeser dari fungsi orisinalitasnya; yang seharusnya menjadi,
sumber kebenaran, motivator kerja, pengontrol dinamika masyarakat, pembawa nilai-nilai
kebaikan dan keluhuran, penyejuk dan pemersatu masyarakat. Apa yang terjadi sekarang ini
justru, malah sebaliknya agama hanya dijadikan “senjata ampuh” sebagai alat pembenar
(justifikasi) setiap tindakan – bahkan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan
sekalipun – atau beralih fungsi sebagai penangkal atau tameng belaka, yang lebih fatal lagi
dijadikan sebagai alat “penghancur” (destroyer) terhadap “lawan” yang tidak sepaham atau
tidak disukainya. Singkat kata, agama beralih fungsi menjadi alat kekuasaan bagi
kepentingan individual, kelompok tertentu, komunitas eksklusif termasuk dalam
pemenuhan interes ekonomi dengan jalan menghalalkan segala cara, termasuk dengan jalan
kekerasan (violence).
Persoalan kedua berkenaan dengan performance agama itu sendiri yang ditampilkan
oleh pemeluknya dengan “baju” yang kumal, murahan dan apa adanya. Sehingga
performance agama kurang menarik dan kurang wibawa ketika harus “berpose” di depan
8
para competitor yang berbaju lebih menarik, mewah dan gemerlap atas nama materi.
Sedangkan di sisi yang lain, telah terjadi transformasi budaya materislistik besar-besarnya
secara terbuka tanpa. Hingar bingarnya kehidupan materialistik saat ini seolah menjadi
penghambat tumbuh berkembangnya agama di tengah-tengah masyarakat. Fasilitas
materislitik, secara perlahan-lahan atau frontal telah menggerogoti nilai-nilai kebaikan
agama, juga nilai etika dan sosial.
Persoalan ketiga, melihat urusan agama hanya berkaitan dengan urusan akhirat dan
hanya menjadi tanggung jawab agamawan, rohaniawan, dan para ulama-nya. Oleh
karenanya, agama dianggap tidak perlu intervensi (ikut campur) dengan urusan duniawi
yang identik dengan dunia materialistik. Akibatnya, agama dipandang hanya akan menjadi
faktor penghambat kemajuan, karena hanya berfungsi sebagai menghalalkan dan
mengharamkan saja. Pandangan sekuler ini sebenarnya melihat kehidupan secara
dikhotomis yang hanya akan melahirkan pertentangan dan perbedaan secara diametral,
yang tidak akan pernah sampai pada titik temu. Memang diakui, ada wilayah agama yang
tidak terjangkau (beyond) oleh dimensi rasional, karena hanya bersifat maknawi-
fundamental. Yang jelas, bahwa agama tidak pernah menutup diri (eksklusif) secara legal-
formal terhadap hal-hal yang terjadi di luar dirinya, apalagi men-cover untuk tidak
berinteraksi dengan aspek lain meskipun membawa konsekuensi-konsekuensi dan risiko-
risiko.
b. Faktor eksternal
Salah satu contoh faktor yang menyebabkan minimnya pengetahuan agama adalah
berasal dari faktor lingkungan, karena lingkungan mempunyai andil besar dalam
pembentukan karakter seseorang. Contohnya adalah minimnya pengetahuan orangtua
tentang agama, kurangnya pendidikan agama, dan salah pergaulan dalam lingkungan.
Keluarga adalah suatu lembaga informal yang sangat berpegaruh pada perkembangan
anak, karena keluargalah sebagai pondasi terhadap perkembangan si anak kelak dan
keluargalah yang membekali anak dengan ilmu pengetahuan terutama pengetahuan agama
dengan cara pembiasan dan latihan-latihan. Sebagaimana nasihat salah seorang sahabat
Nabi Ali bin Abi Thalib, R.A. Dari Muas bin Jabal dari Nabi Muhammad SAW
bersabda:“Tidaklah anak-anak kalian tidak seperti yang didikkan kepadakalian sendiri, oleh
9
karena itu diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan generasi zaman kalian”.
(Masyhury, 1980:531)
Kebanyakan di era modern ini orangtua terlalu sibuk mencari dan mengejar urusan
duniawi seperti mencari materi sebanyak-banyaknya dengan alasan untuk kebahagiaan
anak, namun mereka mengenyampingkan pentingnya ilmu agama bagi si anak, akhirnya
anak tersebut tidak mendapat ilmu agama yang memadai.
6. Upaya mengatasi minimnya pengetahuan agama
Pertama menumbuhkan kesadaran dalam diri manusia itu sendiri bahwa di dalam
kehidupan, kita sebagai manusia membutuhkan pedoman hidup yaitu agama. Adapun cara
mempelajari agama antara lain,dengan jalan menambah ilmu dan mengembangkannya
dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkokoh bukan untuk mengikis atau
mengerosikannya. Karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam tidaklah
bersifat netral atau bebas nilai. Sebaliknya penerapan dan pengembangan ilmu pengeta-
huan itu harus mengarah pada pengokohan iman, yakni dalam rangka mensyukuri nikmat
Allah dengan jalan memahami, menggali dan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah dan
kebenaran ajaran-ajaranNya, serta memanfaatkannya untuk kepentingan kesejahteraan dan
kemakmuran umat manusia serta kelestarian alam semesta, bukan untuk merusak dan
mencelakakannya.
Dalam mempelajari ajaran Islam terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan,
yaitu:
(1) hendaklah Islam dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah;
(2) dipelajari secara integral (menyeluruh dan terpadu) tidak hanya sepotong-potong;
(3) dipelajari motivasi dari setiap ketentuan ajaran tersebut, karena dengan ini akan
mendorong seseorang untuk melaksanakan ajaran agama Islam dengan sungguh-
sungguh dan siap berkorban serta bersedia menerima segala penderitaan
karenanya;
(4) dipelajari cara pelaksanaan setiap ketentuan ajaran Islam tersebut;
(5) dipelajari tujuan setiap ketentuannya, agar jelas arahnya dan mudah menilainya; dan
(6) dalam mempelajari Islam jangan hanya melihat kenyataan (realitas) umat Islam,
tetapi juga harus menggali esensi (hakekat) atau substansi ajarannya.
10
Keluarga juga berperan penting dalam menumbuhkan pengetahuan agama dalam
keluarga. Pembentukan dan pengembangan rasa keagamaan pada anak perlu dilakukan oleh
orang tua dalam usaha menanamkan pengetahuan agama Islam dan dalam rangka
mempersiapkan kepribadian yang positif untuk pertumbuhan generasi muda pembentukan
dibiasakan dengan cara latihan dan membiasakan dalam keluarga.
“Anak harus dibentuk menjadi cakap melaksanakan suatu yang diperintahkan oleh
ajaran agama anak perlu dilatih dan dibina sedini mungkin untuk dibicarakan secara
sistimatika mewujud isi ajaran agama pada dirinya” (B. Samod : 1978:141).
Keluarga atau orang tua mempunyai wewenang yang tinggi terhadap kemajuan
pendidikan bagi anak-anaknya karena keluarga merupakan tempat yang paling baik untuk
membina kebiasaan dalam mengembangkan pengetahuan dasar bagi anak, dengan
demikian orang tua hendaklah mendalami dan mengarahkan ajaran agama agar lebih
mudah mengembangkan dan mengajarkan pada anak.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Minimnya pengetahuan agama bagi para pemeluk agama dipengaruhi oleh dua faktor;
(1) internal yaitu kesadaran diri sendiri dan (2) eksternal yaitu lingkungan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M.Saifulloh, Z. Muhibbin. 2007. Pendidikan agama Islam
untuk perguruan tinggi. Surabaya: Grasindo
Kurniawan, Beni. 2009. Pendidikan Agama Islam.
Surabaya: Grasindo
Gholib, Achmad. 2006. Study Islam. Jakarta: Faza Media
Al-Quran dan Terjemahnya
e-learning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama-islam/bab3-agama-islam.pdf.
pasca.uin-malang.ac.id
ushuluddin.uin-suka.ac.id
13