Isi (Sumarja)

21
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Ilmu fisika telah digunakan dan diterapkan oleh manusia berabad-abad sebelum Masehi. Catatan sejarah menyabutkan bahwa perkembangan ilmu fisika dimulai sekitar 2400 SM, ketika kebudayaan harapan menggunakan suatu benda untuk memperkirakan sudut bintang di angkasa. Sejak saat itu, ilmu fisika telah berkembang dengan sangat pesat dan penerapannya pun tidak hanya pada ilmu fisika itu sendiri. Penerapan ilmu fisika telah berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu tersebut. Berbagai disiplin ilmu kini juga berkaitan dengan fisika dan membutuhkan ilmu fisika, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu contohnya yaitu keterkaitan antara ilmu fisika dengan dunia farmasi. Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan pada salah satu sifat fisika, yaitu difusi, osmosis, dan disolusi dengan ilmu farmasi. Pada penerapannya pun, difusi, osmosis,dan disolusi memegang peranan penting karena berkaitan dengan berbagai bentuk sediaan dan formulasi obat. Oleh karena itu, ilmu fisika sangat penting untuk dipahami. Hal ini sangat penting dalam penerapannya untuk mendukung seorang farmasis menghasilkan produk farmasi dengan konsistensi yang baik dan dengan kualitas terjamin. Matakuliah Fisika Farmasi berisi pokok-pokok bahasan konsep dasar sifat 1

description

pembahasan oleh sumarja

Transcript of Isi (Sumarja)

Page 1: Isi (Sumarja)

Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Ilmu fisika telah digunakan dan diterapkan oleh manusia berabad-abad sebelum Masehi.

Catatan sejarah menyabutkan bahwa perkembangan ilmu fisika dimulai sekitar 2400 SM,

ketika kebudayaan harapan menggunakan suatu benda untuk memperkirakan sudut bintang di

angkasa. Sejak saat itu, ilmu fisika telah berkembang dengan sangat pesat dan penerapannya

pun tidak hanya pada ilmu fisika itu sendiri.

Penerapan ilmu fisika telah berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu tersebut.

Berbagai disiplin ilmu kini juga berkaitan dengan fisika dan membutuhkan ilmu fisika, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu contohnya yaitu keterkaitan antara ilmu

fisika dengan dunia farmasi. Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan pada salah satu sifat

fisika, yaitu difusi, osmosis, dan disolusi dengan ilmu farmasi. Pada penerapannya pun,

difusi, osmosis,dan disolusi memegang peranan penting karena berkaitan dengan berbagai

bentuk sediaan dan formulasi obat.

Oleh karena itu, ilmu fisika sangat penting untuk dipahami. Hal ini sangat penting dalam

penerapannya untuk mendukung seorang farmasis menghasilkan produk farmasi dengan

konsistensi yang baik dan dengan kualitas terjamin. Matakuliah Fisika Farmasi berisi pokok-

pokok bahasan konsep dasar sifat fisikokimia molekul obat, kinetika,dan orde reaksi,

kelarutan dan factor yang mempengaruhinya, difusi dan disolusi, stabilitas (fungís dan cara

penentuannya), pengertian tentang fenomena antar permukaan dan penentuang tegangan

permkaan, system dispersi (koloid, emulsi, dispersi padat), pengertian rheologi dan viskositas

serta hubungannya dalam FARMASI, mikrometrik, sifat-sifat física senyawa berbentuk

serbuk.

1

Page 2: Isi (Sumarja)

1.2 Rumusan Masalah

- Apakah definisi difusi?

-Apa saja tipe – tipe difusi?

-Apakah definisi disolusi?

-Apa definisi dari kecepatan larut?

-Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi disolusi?

1.3 Tujuan

- Mengetahui definisi difusi

- Mengetahui Tipe – tipe Difusi

- Mengetahui Definisi dari Disolusi

- Mengetahui Pengertian Kecepatan Pelarutan

- Mengetahui Faktor – Faktor Disolusi

2

Page 3: Isi (Sumarja)

Bab II

Pembahasan

A. Definisi Difusi

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang

dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan

konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran polimer, merupakan

suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses difusi. Perjalanan suatu zat melalui suatu

batas bisa terjadi oleh suatu permeasi molekul sederhana atau oleh gerakan melalui pori dan

lubang (saluran). Difusi molecular atau permeasi melalui media yang tidak berpori

bergantung pada disolusi dari molekul yang menembus dalam keseluruhan membrane.

Sedang proses difusi perjalanan suatu zat melalui pori suatu membran yang berisi pelarut,

serta dipengaruhi oleh ukuran relative molekul yang menembusnya serta diameter dari pori

tersebut.

Perbedaan konsentrasi (suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke

bagian yang berkonsentrasi rendah) yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.

Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai

keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadiwalaupun tidak ada

perbedaan konsentrasi. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar.

Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi

dalam udara. Difusi yang paling sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi

jikaterbentuk perpindahan dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau

fluida. Dalam mengambil zat-zat nutrisi yang penting dan mengeluarkan zat-zat yang tidak

diperlukan, sel melakukan berbagai jenis aktivitas, dan salah satunya adalah difusi.

3

Page 4: Isi (Sumarja)

Ada dua jenis difusi yang dilakukan, yaitu difusi biasa dan difusi khusus. Difusi biasa

terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekulyang hydrophobic atau tidak berpolar /

berkutub. Molekul dapat langsung berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari

phospholipids. Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP (Adenosine Tri-

Phosphate). Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang

hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan protein khusus yang

memberikan jalur kepada partikel- partikel tersebut ataupun membantu dalam perpindahan

partikel. Hal ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati membran

plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut campur dalam difusikhusus ini biasanya

berfungsi untuk spesifik partikel.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih

rendah.

Contoh difusi :

a. Difusi gas

b. Difusi air

Hukum I Ficks :

Q = - D dc/dx

Ket :

D = Koofisien Difusi (cm2/det)

Q = Jumlah materi yang berdifusi perwaktu dalam suatu area

dc/dx = Perubahan Konsentrasi obat dalam membran.

Kecepatan Difusi

Hukum II Ficks:

ds/dt = kA(Cl-C0) h-1

ket :

s = Jumlah substansi yang berdif

t = Waktu

K = Konstanta zat yang berdifusi

4

Page 5: Isi (Sumarja)

A = Area membran

h = Ketebalan membran

ds/dt =Kecepatan difusi disolusi

C1 = Konsentrasi pada salah satu sisi

C0 = Konsentrasi pada sisi lain

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:

Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan

bergerak, sehinggakecepatan difusi semakin tinggi.

Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.

Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.

Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan

difusinya.

Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energy untuk bergerak dengan

lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan

ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu

semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.

B. Tipe Difusi

Awalnya konsentrasi difusan di kompartemen kiri akan turun, dan konsentrasi

dikompartemen kanan naik sampai terjadi kesetimbangan. Setelah sistem berada selama

periode waktu yang cukup, konsentrasi difusan pada kedua kompartemen mjd konstan thd

waktu walaupun jumlahnya tidak sama. Penetrasi senyawa melalui membrane dapar terjadi

sebagai:

Difusi (pasif murni)

5

Page 6: Isi (Sumarja)

Difusi terfasilitsi (melalui pembawa)

Transpor aktif atau Pinositosis, fagositosis, dan persorpsi.

Difusi pasif “pH partisi hipotesis”

Difusi pasif menyangkut senyawa yang dapat larut dalam komponenpenyususun

membran. Karena ini menyangkut difusi murni, maka difusi ini tidak dapat dihambat

olehsenyawa analog dan melalui blockade metabolisme. Dilihat secara kuantitatif, difusi pada

pengambilan bahan ke dalam organisme terjadi terutama melalui matriks lipid. Karena itu,

kelarutan senyawa yang diabsorpsi dalam lemak memegang peranan yang menonjol. Pori

yang terdapat dalam membran hanya memiliki arti tertentu untuk absopsi senyawa

nonelektrolit yang sukar larut dalam lemak serta senyawa yang terionisasi sempurna dengan

bobot molekul rendah. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau

elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua sisi

membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum

Fick:

V = P (Ce-Ci),

P adalah tetapan permeabilitas, sedangkan Ce dan Ci adalah konsentrasi pada kedua

kompartemen.

Jadi konsentrasi (C) senyawa dikedua sisi membran berpengaruh pada proses

penembusan, tetapi perlu ditekankan bahwa hanya fraksi bebas dari zat aktif yang

diperhitungkan dalam perbedaan konsentrasi. Sesungguhnya (masalah ini dibahas lagi pada

studi penyebaran obat) banyak molekul-molekul yang memberikan aktivitas terapetik,

menunjukkan afinitas terhadap bahan biologis khususnya protein yang terdapat dalam suatu

kompartemen. Kombinasi zat aktif-protein yang terbentuk tersebut tidak dapat berdifusi

karena alas an bobot molekulnya. Dalam hal ini hanya fraksi bebas yang dapat berdifusi:

rantai protein merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi laju difusi melalui

membran.

Tetapan permeabilitas P tergantung pada membran dan molekul obat. Jadi persamaan difusi

6

Page 7: Isi (Sumarja)

transmembran yang berikut ini:

V = P (Ce-Ci),

dapat ditulis V = Catatan: D adalah koefesien

difusi molekul, K adalah koefisien partisi A dan ΔX adalah luas permukaan dan

tebal membran.

Jadi koefisien difusi molekul terkait dengan ukuran molekul: molekul yang ukurannya

kecil akan berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar dan

sebaliknya. Tetapi hal yang lebih penting berkaitan dengan tetapan permeabilitas adalah

koefisien partisi antara fase lipida dan fase air yang terletak di kedua sisi membran. Koefisien

partisi didefinisikan:

K = Bila molekul semakin larut-lemak,maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi

transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase

lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal

tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif.

Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut

sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan.

Jika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal- kanal membran, maka polaritas yang kuat dari

bentuk terionkan akan menghambat proses difusi transmembran. Hanya fraksi zat aktif yang

tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif.

Pentingnya faktor-faktor yang berpengaruh pada difusi transmembran dari suatu molekul

(derajat ionisasi molekul, pH kompartemen) digarisbawahi dalam“TEORI DIFUSI NON

IONIK ATAU HIPOTESA pH PARTISI”. Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam

dari asam kuat atau basa kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran.

Sebaliknya untuk elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa

lemah yang sedikit terionisasi, maka difusi melintasi membrane tergantung kelarutan bentuk

tak terionkan di dalam lemak, jumlah bentuk yang tak terionkan (satu- satunya yang

berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi molekul.

7

Page 8: Isi (Sumarja)

Derajat ionisasi tergantung pada dua faktor, (persamaan Henderson Hasselbach ) yaitu:

Tetapan disosiasi daru senyawa atau pKa (pH dimana bentuk terionkan dan bentuk

tak terionkan jumlahnya sama)

pH cairan dimana teradpat molekul zat aktif; pH dikedua sisi dapat berbeda.

Untuk asam: pH = pKa + log

Untuk basa: pH = pKb + log

Pada setiap molekul tertentu, perjalan lintas-membran sangat berbeda pada setiap daerah

saluran perncernaan, karena pH saluran cerna beragam antara 1-3,5 untuk lambung, 5-6 untuk

duodenum dan ±8 pada ileum. Penyerapan efektif terutama terjadi pada bentuk yang tak

terionkan yaitu zat aktif bersifat asam lemah pada lambung, sedangkan difusi basa lemah di

lambung akan berkurang, namun penyerapannya didalam usus halus menjadi sangat berarti

karena bentuk tak terionkan yang larut-lemak terdapat dalam jumlah yang banyak.

pH = pKa + log

Terori ini secara nyata diterapkan dalam penyerapan zat aktif lainnya, yaitu pada

penetrasi zat aktif ke dalam tubuh, juga pada fase kinetic selanjutnya. Demikian pula pada

pengobatan dengan obat-obat yang berbahaya, yang dapat melepaskan zat aktif dari tempat

fiksasinya di jaringan dan peniadaannya. Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul

(polaritas, ukuran, molekul, dan sebagainya) merupakan hambatan penumbusan

transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Pengikutsertaan proses aktif

dapat menjelaskan perjalanan obat yang kadang-kadang melintasi membrane sel dengan

sangat cepat.

Difusi Terfasilitasi (difusi sederhana)

Difusi sederhana/terfasilitasi merupakan cara perlintasan membran yang memerlikan

8

Page 9: Isi (Sumarja)

suatu pembawa dengan karekteristik tertentu (kejenuhan, spesifik, dan kompetitif). Pembawa

tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif, tetapi disini perlintasan terjadi akibat

gradient konsentrasi dan tanpa pembebasan energi. Difusi sederhana bertanggung jawab

terhadap penetrasi glukosa ke bagian dalam sel darah. Pada difusi melalui pembawa

(terfasilitasi), molekul hidrofil misalnya fruktosa, berikatan dengan suatu pembawa (carrier =

pembawa) yang merupakan protein membrankhusus. Pembawa dan kompleks pembawa-

substrat dapat bergerak bebas dalam membran, dengan demikian penetrasi zat yang

ditransportasi zat yang ditranspor melalui membran sel lipofil ke dalam bagian dalam sel

dipermudah. Apabila terjadi penetrasi melalui membran, senyawa dilepaskan lagi dari

pembawa. Syarat untuk transpor pembawa ialah afinitas tertentu dari zat yang ditranspor (S)

terhadap pembawa (C). pada sisi luar membran terdapat keseimbangan dinamik antara

pembawa bebas, zat yang ditranspor, yang disebut juga sebagai substrat dan kompleks

substrat pembawa.

Menurut pembentukan kompleks tersebut suatu landaian konsentrasi antara sisi luar dan

sisi dalam dari membran, yang merupakan gaya mendorong untuk transpor kompleks

substrat- pembawa melalui membran. Karena disini tak ada energi yang dibutuhkan, difusi

yang terfasilitasi serta difusi sederhana tidak dapat dihambat oleh racum metabolisme.

Sebaliknya pembawa dapat ditempati secara kompetitif oleh zat-zat yang biasanya sangat

mirip dengan zat yang ditranspor. Apabila kompleks substrat-pembawa berhasil mencapai

bagian dalam membran, terjadi pemisahan substrat dan pembawa. Hal ini disebabkan oleh

konsentrasi yang rendah dalam sitoplasma makapersamaan ikatan S+C=SC bergeser ke arah

sebaliknya.

C. Definisi Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut

menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat

melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam

penentuan kecepatan disolusi dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses

9

Page 10: Isi (Sumarja)

disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan,

kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses

pengembangan, proses ddisintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor

yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut

dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relative tidak dapat

dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu

sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari

senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut,

seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasiobat atau kompleksasi.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis

mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalam tubuh. Oleh karena itu, konsentrasiobat,

bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya adalah

faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini

meliputi faktor difusi dan disolusi obat. Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh,

selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke

seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki

pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga

sebaliknya. Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan kemudian diabsorbsi dalam tubuh dan

dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang diberikan dan juga fisiologis dari

sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, pKa

dan ikatan protein adalah faktor-faktor fisika dan kimia yang harus dipahami untuk mendesain

pemberian yang menunjukkan suatu karakteristik terkontrol.

Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi. Proses

pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa aktif dari bentuk

sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam larutan, selanjutnya terjadi

proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat

10

Page 11: Isi (Sumarja)

aktif memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga semakin

cepat, begitu pula sebaliknya. Lepasnya suatu obat dari system pemberian meliputi faktor

disolusi dan difusi.

Laju disolusi adalah sebagai salah satu faktor yang meliputi dan mempengaruhi

pelepasan obat. Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing

monografi obat. Pengujian merupakan alat yang objekif dalam menetapkan sifat disolusi

suatu obat yang berada dalam tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalamkeadaan

melarut. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang

memuaskan. Setiap tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat di dalam

monografi untuk kecepatan disolusi. Pada pengujian disolusi dan penentuan bioavailabilitas

dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan dari sistem yang sempurna

bagi analisa dan pengujian disolusi tablet. Uji disolusi memperhatikan fasilitas modern untuk

mengontrol kualitas, digunakan untuk menjaga terjaminnya standar dalam produksi tablet. Uji

disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan alat

disolution tester.

Tahap disolusi meliputi :

proses pelarutan obat pada permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh

di sekeliling partikel yang dikenal sebagai lapisan diam (stagnant layer).

Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam ini berdifusi ke dalam pelarut dari

daerah konsentrasi obat yang tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah

Disolusi suatu partikel obat padat dalam suatu pelarut dapat digambarkan sebagai berikut konsentrasi zat terlarut di dalam pelarut zat padat konsentrasi zat terlarut di dalam lapisan diam. Lapisan yang terbentuk pada permukaan zat padat, kadarnya sama dengan kelarutan zat padat tersebut. Sedangkan pada tempat yang menjauhi permukaan zat padat, kadarnya akan semakin menurun hingga suatu keadaan yang tetap.

Konsentrasi zat terlarut di dalam pelarut

11

Page 12: Isi (Sumarja)

Zat padat

konsentrasi zat terlarut didalam lapisan diam

D. Kecepatan Larut

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah Zat yang terlarut dari

bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu.Dapat juga diartikan

sebagai kecepatan larut bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel

sebagai hasil pecahnya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan

medium. Dalam hal tablettent bias diartikan sebagai mass transfer , yaitu kecepatan pelepasan

obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet ke dalam medium penerima.

E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi

Uji disolusi hampir di semua negara telah mengikuti kriteria dan peralatanyang sama.

Sedangkan metode dan peralatan secara rinci dinyatakan dalam masing- masing farmakope,

seperti kecepatan pengadukan, komposisi volume media dan ukuran mesh dapat bervariasi

untuk monografi individu obat dan masing-masing farmakope. Laju disolusi obat secara in

vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi.

Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel.

Laju disolusi akandiperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi.

Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam

maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa

kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk

Kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk

12

Page 13: Isi (Sumarja)

amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk

kristal (Shargel dan Yu, 1999).

- Faktor Formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium

tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.

Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat

menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan

lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium

sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah

obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang

diabsorpsi. (Shargel dan Yu,1999)

- Faktor Alat dan Kondisi Lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan

kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan

obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat

menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur,viskositas dan komposisi dari medium,

serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan

obat (Swarbrick dan Boyland, 1994b; Parrott,1971).

Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian disolusi yang dilakukan secara resmi

yang dilakukan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini terdiri dari rak

keranjang yang dipasang berisi 6 gelas (Chamber), alat yang digunakan ada dua cara yaitu

alat dayung yang diputar untuk melarutkan obat/tablet, dan metode kedua dengan cara

keranjang yang ujungnya terbuka, siikat secara vertical di atas latar belakang dari kawat

steinless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh,keranjang ini dinaik turunkan permenit.Uji

13

Page 14: Isi (Sumarja)

disolusi dilakukan supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam

saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya kedalam cairan tubuh

untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk mengandung bahan obat seperti

antasida dan anti diare.

- Metode klasik

Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang kemudian

dikenal dengan T20, T50, T90 dan sebagainya. Metode ini hanya menyebutkan satu titik saja,

sehingga proses yang terjadi di luar (sebelum dan sesudah) titik tersebut tidak diketahui. Titik

tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu. T20 misalnya,

mengandung pengertian waktu yang diperlukan untuk melarutkan 20% zat aktif (Wagner,

1971). Jumlah zat aktif yang melarut pada waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam waktu

30 menit zat aktif yang melarut sebanyak x mg atau x mg/ml (Shargel dan Yu, 1999)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang

14

Page 15: Isi (Sumarja)

dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya

perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran

polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses difusi.

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam

pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana

zat padat melarut. Secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan

pelarut. . Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi.

Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel.

Laju disolusi akandiperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi

Daftar Pustaka

sabilitime.wordpress.com/2013/11/12/makalah-difusi-obat-dalam-tubuh_farmasi-fisika/

helmanadya.blogspot.in/2013/10/fisika-dasar-disolusi-obat-dan-kelarutan.html?m=1

http://www.unhas.ac.id/perpustakaan/data/lsyafie/farfis%20rock.docx

15

Page 16: Isi (Sumarja)

http://blogs.unpad.ac.id/arifbudiman/files/2011/05/difusi-disolusi.pdf

16