ISI PAPER GIZI - probiotik.docx
-
Upload
jodie-suwandi -
Category
Documents
-
view
249 -
download
0
Transcript of ISI PAPER GIZI - probiotik.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga
obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani.
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup
yang menjurus ke budaya orang barat dan sedentari berakibat pada perubahan pola
makan / konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi
lemak dan kolesterol terutamaterhadap penawaran makanan siap saji (fast food)
yang berdampak meningkatkan risiko obesitas. 1,2
Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa
terdapat lebih dari 1.9 milyar penduduk dunia yang memiliki BMI ≥25kg/m2
(overweight), di antaranya terdapat lebih dari 600 juta penduduk memiliki BMI
≥30kg/m2 atau mengalami obesitas. 1 Di Indonesia sendiri, prevalensi berat badan
lebih pada tahun 2013 adalah sebesar 13.5% dan obesitas sebesar 15.4%.
Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak
19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Prevalensi
obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun
2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%). Selain itu, Departemen
Kesehatan Indonesiajuga melakukan pendataan status gizi berdasarkan nilai
lingkar perut dengan kriteria WHO Asia Pasifik, dimana nilai LP >90cm pada
laki-laki dan LP >80cm pada perempuan dinyatakan sebagai obesitas sentral.
Secara nasional, prevalensi obesitas sentral adalah 26.6 persen, lebih tinggi dari
prevalensi padatahun 2007 (18,8%). DKI Jakarta menduduki peringkat tertinggi
dengan angkasebesar 39.7%.2
Obesitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti penampilan kurang
menarik dan kurang rasa percaya diri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Lew dan Garfinkel pada tahun 1979, obesitas meningkatkan risiko kematian untuk
semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat
dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 1,9 kali lebih besar
1
dibandingkan dengan berat badan rata-rata baik pada pria maupun wanita.
Kenaikan mortalitas di antara penderita obes merupakan akibat dari penyakit -
penyakit yang mengancam kehidupan seperti DM tipe 2 (Inoue et al., 2000). 3
Studi beberapa dekade terakhir ini telah menghubungkan hubungan
mikrobiota di dalam usus dengan perkembangan gangguan metabolik terutama
diabetes dan obesitas.(5 micgut) Baik studi pada binatang dan manusis, obesitas
dikaitkan dengan komposisi yang berbeda pada mikrobiota usus. Sebuah studi
memaparkan bahwa mikrobiota usus pada manusia normal dan tikus didominasi
oleh 60% sampai 80% Firmicutes dan 20% Bacteroidetes.6,9 Studi lainnya
memaparkan bahwa peningkatan populasi Clostridia akan meningkatkan efisiensi
metabolisme karbohidrat, mengekstrak energi lebih besar pada asupan kalori,
memungkinkan untuk memanfaatkan energi yang lebih tinggi. 9
Beberapa penelitian yang dilakukan beberapa tahun terakhir menujukkan hasil
yang baik antara konsumsi probiotik dan kaitannya dengan obesitas. Sebagai
contoh, penelitian yang dilakukan oleh Kim et el pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa konsumsi perbiotik Lactobacillus rhamnosus GG dapat membantu
menurunkan berat badan dan massa lemak, serta dapat meningkatkan ekspresi gen
untuk metabolisme glukosa yang dapat membantu mengatasi masalah obesitas.
2
BAB II
OBESITAS
2.1. Definisi obesitas
Obesitas adalah keadaan dimana terdapat massa jaringan adiposa yang
berlebihan. Obesitas sering dianggap sebagai peningkatan berat badan, tetapi
individu yang berotot mungkin memiliki kelebihan berat badan tanpa peningkatan
adipose.3
Meskipun bukan ukuran langsung dari adiposa, metode yang paling
banyak digunakan untuk menentukan obesitas adalah dengan indeks massa tubuh
(BMI), yang sama dengan berat badan/ tinggi badan kuadrat (kg/m2). Pendekatan
lain untuk mengukur obesitas termasuk antropometri (ketebalan kulit),
densitometri (berat dalam air), CT-Scan atau MRI, dan impendansi listrik. Wanita
memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data
morbiditas, BMI 30 paling sering digunakan sebagai ambang batas untuk obesitas
pada pria dan wanita. Studi epidemiologi skala besar menunjukkan bahwa semua
penyebab, metabolisme, kanker, dan morbiditas kardiovaskular mulai meningkat
(meskipun pada tingkat yang lambat) ketika BMI ≥ 25, menunjukkan bahwa cut-
off untuk obesitas harus diturunkan. Kebanyakan penulis menggunakan istilah
kelebihan berat badan (bukan obesitas) untuk menggambarkan individu dengan
BMI antara 25 dan 30. BMI antara 25 dan 30 harus dianggap sebagai tanda medis
yang signifikan dan layak untuk dilakukan terapi intervensi, terutama dengan
adanya faktor risiko yang dipengaruhi oleh adiposit, seperti hipertensi dan
intoleransi glukosa.3
Distribusi jaringan adiposa yang berbeda-beda memiliki implikasi yang
besar terhadap morbiditas. Khusus, lemak intraabdominal dan jaringan abdomen
subkutan lebih berarti daripada lemak subkutan di bagian bokong dan ekstremitas
bawah. Perbedaan yang paling mudah dibuat secara klinis adalah dengan
menentukan rasio pinggang-pinggul, dengan rasio > 0,9 pada wanita dan > 1,0
pada pria menjadi tidak normal.
3
Komplikasi yang paling penting dari obesitas, seperti resistensi insulin,
diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan hiperandrogenisme pada wanita, lebih
berhubungan terhadap lemak tubuh intraabdominal dan/atau tubuh bagian atas
daripada keseluruhan adiposit. Mekanisme yang mendasari hubungan ini tidak
diketahui, tetapi mungkin berhubungan dengan fakta bahwa adiposit
intraabdominal lebih aktif dalam lemak daripada yang lainnya. 3
2.2. Prevalensi obesitas
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30kg/m2
melebihi 250 juta orang yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia.
Bila kita mempertimbangkan masing-masing Negara, kisaran prevalensi obesitas
meliputi hampir semua spectrum, dari < 5% di China dan Jepang. Angka obesitas
tertinggi di dunia berada di Kepulauan Pasifik pada populasi Melaesia, Polinesia
dan Mikronesia.4
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya
mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah maknaan yang tersedia.
Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjdi di negara – negara yang
sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada
populasi Negara – negara ini, termasuk di Indonesia. Walaupun belum ada
penelitian yang baku mengenai obesitas, data yang ada saat ini sudah
menunjukkan terjadinya jumlah penambahan penduduk dengan obesitas
khususnya di kota-kota besar. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah
sub urban di daerah Koja, Jakarta utara pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi
obesitas sebesar 4,2%; di daerah Kyu Putih, Jakarta Pusat pada tahun 1992
prevalensi obesitas sudah mencapai 17,1%, di mana ditemukan prevalensi obesitas
pada laki-laki dan perempuan masing-masing, 10,9% dan 24,1%.4
Data dari National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES)
menunjukkan bahwa persen dari populasi orang dewasa Amerika dengan obesitas
(BMI> 30) telah meningkat dari 14,5% (antara tahun 1976 dan 1980) menjadi
30,5% (antara 1999 dan 2000). Sebanyak 64% dari orang dewasa AS, umur >20
4
tahun dengan kelebihan berat badan (didefinisikan sebagai BMI> 25) antara tahun
1999 dan 2000. Ekstrim obesitas (BMI >40) juga meningkat dan mempengaruhi
4,7% dari populasi. Peningkatan prevalensi obesitas yang signifikan menimbulkan
keprihatinan besar. Obesitas lebih sering terjadi pada wanita dan orang miskin;
prevalensi pada anak juga meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan.3
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral,
sangat erat hubungan nya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik
merupakan suatu kelompok kelainan metabolik yang selain obesitas meliputi,
resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida dan
hemostatis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-
sendiri atau bersama-saa merupakan factor resiko utama untuk terjadinya
aterosklerosis dengan maifestasi penuakit jantung coroner dan/atau strokrae.
Mekanisme dasar bagaimana komponen-komponen indrom metabolic ini dapat
terjadi pada obesitas sentral hingga saat ini masih dalam penelitian.4
Insidensi obesitas di negara – negara berkembang makin meningkat,
sehingga saat ini banyaknya orang dengan obesitas di dunia hampir sama
jumlahnya dengn mereka yang menderita karena kelaparan. Beban finansial,
resiko kesehatan dan dampak pada kualitas hidup berhubungan dengan epidemik
tersebut sehingga memerlukan pemahaman mendalam tentang mekanisma
molecular nyang mengatur berat badan untuk kemudian dapat mengidentifikasi
cara-cara pegobatan baru untuk mengatasinya.4
2.3. Klasifikasi obesitas
5
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan
IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang < 18.5
Kisaran Normal 18.5 – 24.9
Berat Badan Lebih > 25
Pra-Obes 25.0 – 29.9
Obes Tingkat I 30.0 – 34.9
Obes Tingkat II 35.0 – 39.9
Obes Tingkat III > 40
Sumber : WHO technical series, 2000
Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar
Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)Risiko Ko-Morbiditas
< 90 cm (Laki-Laki)
< 80 cm (Perempuan)
≥90 cm (Laki-Laki)
≥80 cm (Perempuan)
Berat Badan Kurang < 18.5 Rendah (risiko
meningkat pada
masalah klinis
lain)
Sedang
Kisaran Normal 18.5 – 22.9 sedang Meningkat
Berat Badan Lebih ≥ 23.0
Berisiko 23.0 – 24.9 meningkat Moderat
Obes I 25.0 – 29.9 moderat Berat
Obes II ≥ 30.0 Berat Sangat berat
Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment (2000)
2.4. Penyebab obesitas
6
Meskipun jalur molekuler yang mengatur keseimbangan energi mulai
diketahui, penyebab obesitas tetap sulit dipahami. Pada satu tingkat, patofisiologi
obesitas tampak sederhana: yaitu kelebihan kronis asupan gizi terhadap tingkat
pengeluaran energi. Namun, karena kompleksitas neuroendokrin dan metabolik
sistem yang mengatur asupan energi, penyimpanan, dan pengeluaran, sehingga
sulit menentukan parameter yang relevan (misalnya, asupan makanan dan
pengeluaran energi) dari waktu ke waktu pada manusia.3
2.4.1. Gen dan lingkungan
Sulit untuk membedakan peran gen dan faktor lingkungan. Efek genetik
ini tampaknya berhubungan baik dengan asupan energi dan pengeluaran energi.
Apapun peran gen, jelas bahwa lingkungan memainkan peran kunci dalam
obesitas, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa kelaparan mencegah obesitas
bahkan individu yang paling rawan obesitas. Faktor budaya juga penting-ini
berhubungan dengan ketersediaan, komposisi diet dan perubahan tingkat aktivitas
fisik. Dalam masyarakat industri, obesitas lebih sering terjadi pada perempuan
miskin, sedangkan di negara-negara terbelakang, wanita kaya yang lebih sering
obesitas. Pada anak-anak, obesitas berkorelasi dengan waktu yang dihabiskan
untuk menonton televisi. Data epidemiologi dan eksperimen menunjukkan bahwa
kurang tidur menyebabkan peningkatan obesitas.3
7
Tabel 2.3. Sindrom Genetik Spesifik
Sumber : Harrison’s Principles of International Medicine, 17th Edition
2.5. Patogenesis obesitas
Obesitas diperoleh dari peningkatan asupan energi, penurunan pengeluaran
energi, atau kombinasi dari keduanya. Dengan demikian, mengidentifikasi
etiologi obesitas harus melibatkan pengukuran kedua parameter tersebut. Namun,
hampir tidak mungkin untuk melakukan pengukuran langsung dan akurat dari
asupan energi pada individu yang hidup bebas, dan obesitas, khususnya.3
Ketika cadangan lemak habis, sinyal adipostat rendah, dan hipotalamus
merespon dengan merangsang rasa lapar dan penurunan pengeluaran energi untuk
menghemat energi. Sebaliknya, ketika cadangan lemak berlimpah, sinyal
meningkat, dan hipotalamus merespon dengan menurunkan rasa lapar dan
meningkatkan pengeluaran energi.3
2.5.1 Leptin pada obesitas
Sebagian besar orang obesitas memiliki kadar leptin yang tinggi tetapi
tidak memiliki mutasi, baik leptin atau reseptornya. Hal ini terjadi karena
8
“resistensi leptin”. Mekanisme resistensi leptin, dan apakah itu dapat diatasi
dengan meningkatkan kadar leptin, belum diketahui. Beberapa data menunjukkan
bahwa leptin mungkin tidak efektif melintasi sawar darah otak.3
2.6. Evaluasi obesitas
Lima langkah utama dalam evaluasi obesitas adalah (1) difokuskan sejarah
terkait obesitas, (2) pemeriksaan fisik untuk menentukan tingkat dan jenis
obesitas, (3) kondisi komorbiditas, (4) tingkat kebugaran, dan (5) kesiapan pasien
untuk mengadopsi perubahan gaya hidup.3
Tiga pengukuran antropometri kunci penting untuk mengevaluasi tingkat
obesitas yaitu berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang. Indeks massa
tubuh (BMI), dihitung sebagai berat badan (kg) / tinggi badan (m) kuadrat, atau
sebagai berat (lbs) / tinggi (inci) 2 x 703, digunakan untuk mengklasifikasikan
status berat badan dan risiko penyakit (Tabel 75-2). BMI digunakan karena
memberikan perkiraan lemak tubuh dan berhubungan dengan risiko penyakit.3
Kelebihan lemak perut, dinilai oleh pengukuran lingkar pinggang atau
rasio pinggang-pinggul, secara independen terkait dengan risiko yang lebih tinggi
untuk diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular. Pengukuran lingkar
pinggang adalah pengganti untuk jaringan adiposa visceral dan harus dilakukan
pada bidang horisontal di atas puncak iliaka. Cut poin yang menentukan risiko
yang lebih tinggi untuk pria dan wanita berdasarkan etnisitas telah diusulkan oleh
International Diabetes Federation .3
Tabel 2.4. Nilai spesifik berdasarkan etnis untuk lingkar pinggang
9
Sumber : Harrison’s Principles of International Medicine, 17th Edition
2.6.1. Kesehatan fisik
Beberapa studi prospektif telah menunjukkan bahwa kesehatan fisik, yang
diukur dengan tes latihan treadmill maksimal, merupakan prediktor penting dari
semua penyebab kematian tidak tergantung dari BMI dan komposisi tubuh.
Observasi ini menyoroti pentingnya olahraga selama pemeriksaan serta
menekankan aktivitas fisik sebagai pendekatan pengobatan.3
2.6.2. Obesitas yang berhubungan dengan kondisi komorbid
Evaluasi kondisi komorbiditas harus didasarkan pada gejala, faktor risiko,
dan indeks kecurigaan. Semua pasien harus memiliki panel lipid puasa (total,
LDL, dan HDL kolesterol dan trigliserida) dan glukosa darah diukur bersama
dengan tekanan darah. Gejala dan penyakit yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan obesitas tercantum pada Tabel 2.4. Meskipun
individu bervariasi, jumlah dan tingkat keparahan kondisi komorbiditas organ-
spesifik biasanya meningkat dengan meningkatnya tingkat obesitas. Pasien
berisiko mutlak sangat tinggi meliputi: penyakit jantung koroner; adanya penyakit
aterosklerosis lain seperti penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominal, dan
penyakit arteri karotis gejala; diabetes tipe 2; dan apnea tidur.3
Tabel 2.5. Sistem organ yang terkait obesitas
10
Sumber : Harrison’s Principles of International Medicine, 17th Edition
11
2.7. Tatalaksana obesitas
2.7.1. Tujuan pengobatan
Tujuan dari pengobatan obesitas harus memfokuskan pada penurunan
berat badan sendiri yang didefinisikan sebagai mencapai berat terbaik dalam
keseluruhan konteks kesehatan. Mencapai berat badan ideal atau persentase lemak
tubuh tidak selalu realistis. Tergantung kepada jenis dan tingkat keparahan
obesitas yang ada dan usia serta gaya hidup individu.5
Gambar 2.1. Algoritma patofisiologi dan manajemen perawatan
Sumber : Harrison’s Principles of International Medicine, 17th Edition
12
Orang obesitas yang berhasil menurunkan berat badan (5%-10%) dapat
meningkatkan kesehatan mereka dalam jangka pendek dengan mengurangi
komorbiditas penyakit yang terkait dengan obesitas. Sebuah tinjauan studi di
mana pasien mengalami penurunan berat badan 10% atau kurang menunjukkan
bahwa mereka juga telah mengalami peningkatan kontrol glikemik, penurunan
tekanan darah, dan kadar kolesterol.5
Studi klasik tentang kelaparan yang dilakukan oleh Keys (1950)
menemukan bahwa selama 10 hari pertama setelah penggunaan cadangan
glikogen, sekitar 8%-12% dari pengeluaran energi
adalah dari protein dan sisanya adalah dari lemak. Penggunaan lemak, lebih dari
dua kali kilokalori protein, tidak hanya lebih effrcient tetapi juga, cadangan
protein penting untuk jaringan.5
Tabel 2.6. Panduan pemilihtan terapi
Sumber : Harrison’s Principles of International Medicine, 17th Edition
2.7.2. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi perilaku terus menjadi landasan dalam intervensi obesitas. Ini
berfokus pada restrukturisasi lingkungan pasien untuk mengurangi perilaku-
perilaku atau kebiasaan yangc menyebabkan obesitas. Selain nutrisi dan aktivitas
fisik, komponen kunci dari modifikasi perilaku mencakup pengendalian diri,
penetapan tujuan, kontrol stimulus, pemecahan masalah, restrukturisasi kognitif,
dan mencegah kekambuhan (Berkel et al., 2005).5
Pengendalian diri dengan catatan harian tempat dan waktu asupan
makanan, serta pikiran dan perasaan yang menyertainya, membantu dalam
pengaturan emosional ketika makan. 5
13
Tabel 2.7. Strategi modifikasi gaya hidup
Lifestyle Modification Strategies
Setting Easy-To-Aachieve Short-Term Goals
Increase number of minutes of walking on weekends
Include one fruit at lunch
Self-Monitoring
Food and activity records
Regular weight in (i.e., daily or weekly)
Stimulus Control
Shop when not hungry and with a grocery list
Make eating a singular activity (e.g., turn off the television)
Confronting Barriers
Problem solving steps
Planning ahead (e.g., healthful snacks on hand)
Stress Management
Daily meditation or yoga
Progressive relaxation
Social Support
Organized commercial support meetings or classes
Family, friends, co-workers as support systems
Contracting
Realistic, simple, and achievable healthful goals
Useful for short-term changes
Sumber : Modified from Fareyt JP : Need for lifestyle intervention : how to begin, Ann J
Cardiovanc 96:11E-14E, 2005 in Harrison’s Principles of International Medicine, 17th
Edition
2.7.3. Modifikasi diet
14
Keberhasilan program penurunan berat badan berhubungan dengan
mengganti makan dengan olahraga, modifikasi perilaku, edukasi nutrisi, dan
dukungan psikologis. Ketika pendekatan ini gagal untuk menurunkan lemak
tubuh, obat dapat digunakan dalam program ini dan, dalam kasus obesitas ekstrem
atau morbid (BMI 40 atau lebih), intervensi bedah mungkin diperlukan.5
Program penurunan berat badan harus menggabungkan keseimbangan
nutrisi diet dengan modifikasi gaya hidup dan olahraga. Memilih strategi yang
tepat tergantung pada tujuan dan risiko kesehatan pasien. Pilihan pengobatan
meliputi :
Diet rendah kalori, meningkatkan aktivitas fisik, dan modifikasi gaya
hidup
Diet rendah kalori, meningkatkan aktivitas fisik, dan modifikasi gaya
hidup ditambah farmakoterapi
Bedah ditambah regimen diet yang ditentukan sendiri, aktivitas fisik, dan
modifikasi gaya hidup.
Pencegahan kenaikan berat badan melalui keseimbangan energi
2.7.4. Diet Pembatasan Energi
Diet pembatasan energi adalah metode yang paling banyak digunakan
untuk menurunkan berat badan. Diet nutrisi harus adekuat, kecuali energi
sehingga cadangan lemak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
harian. Defisit kalori dari 500 - 1000 kkal per hari.
Diet rendah kalori karbohidrat (50%-55% dari total kilokalori), menggunakan
sumber seperti sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Diet juga
harus mencakup protein yang cukup, sekitar 15%-25% dari total kilokalori, untuk
mencegah konversi protein menjadi energi. Kandungan lemak tidak boleh
melebihi 30% dari total kalori. Diperlukannya serat ekstra untuk mengurangi
kepadatan kalori, sehingga tetap kenyang, menunda lapar, dan untuk mengurangi
efisiensi penyerapan usus.5
2.7.5. Manajemen Farmakoterapi
15
Farmakoterapi yang tepat dapat meningkatkan diet, aktivitas fisik, dan
terapi perilaku sebagai pengobatan untuk pasien dengan BMI 30 atau lebih tinggi
atau pasien dengan BMI 27 atau lebih tinggi yang juga memiliki faktor risiko
yang signifikan atau penyakit. Agen ini bisa menurunkan nafsu makan,
mengurangi penyerapan lemak, atau meningkatkan pengeluaran energi. Selain
dengan terapi obat, dokter juga perlu memantau efikasi dan keamanannya.5
Obat yang tersedia dapat dikategorikan sebagai obat yang bekerja di
sistem saraf pusat (SSP) dan obat yang bekerja di luar SSP. Obat yang bekerja di
SSP dibagi dalam kategori obat katekolaminergik, serotoninergik, dan obat
kombinasi katekolaminergik-serotoninergik. Efek samping yang umum dari obat
yang bekerja di SSP adalah mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan konstipasi.3
Saat ini hanya sibutramine (Meridia) dan orlistat yang disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk penggunaan jangka panjang dalam pengobatan
obesitas. Sibutramine adalah kombinasi dari obat katekolaminergik dan
serotoninergik yang menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin di
SSP untuk meningkatkan rasa kenyang, mengurangi rasa lapar, dan mengurangi
penurunan tingkat metabolisme yang sering terjadi dengan penurunan berat badan.
Karena stimulasi dari sistem saraf simpatik, pasien yang memakai sibutramine
mungkin mengalami efek samping kardiovaskular, dan tidak dianjurkan untuk
pasien dengan riwayat CAD dan gangguan yang terkait.5
Sejumlah penelitian menunjukkan manfaat sibutramine sebagai obat
penurun berat badan dan memelihara berat badan pada obesitas dengan diabetes
tipe 2 (Li et al., 2005). Namun, keamanannya masih belum pasti (Norris et al.,
2005). Sibutramine tidak boleh dikombinasi dengan obat antidepresan tertentu
seperti inhibitor monoamine oxidase atau selective serotonin reuptake inhibitor
atau obat lainnya yang bekerja di saraf pusat seperti pseudoefedrin atau ephedra.
Interaksi dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Katekholaminergik (terkait
dengan neurotransmitter otak norepinephrine, epinephrine, dan dopamine) obat
bekerja di otak, meningkatkan ketersediaan norepinefrin. Daftar obat
katekolaminergik yang dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menurunkan
berat badan.5
16
2.8. Komplikasi obesitas
Obesitas memiliki banyak efek samping pada kesehatan. Obesitas
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, dengan 50-100% peningkatan risiko
kematian dari semua penyebab dibandingkan dengan individu normal, sebagian
besar karena penyebab kardiovaskular. Obesitas dan kelebihan berat badan
bersama-sama adalah penyebab kedua kematian yang dapat dicegah di Amerika
Serikat, sekitar 300.000 kematian per tahun. Angka kematian meningkat karena
obesitas meningkat, terutama ketika obesitas berhubungan dengan peningkatan
lemak intraabdominal. Harapan hidup individu yang obesitas menurun 2-5 tahun,
dan pria 20-30 tahun dengan BMI> 45 mungkin kehilangan 13 tahun kehidupan.3
2.8.1. Resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin adalah ciri-ciri dari obesitas,
meningkat dengan penambahan berat badan dan menurun dengan penurunan berat
badan (Chap. 236). Resistensi insulin lebih kuat terikat dengan lemak
intraabdominal daripada lemak di tempat lainnya. Ikatan molekul antara obesitas
dan resistensi insulin pada jaringan seperti lemak, otot, dan hati telah dipelajari
selama bertahun-tahun. Faktor utama meliputi: (1) insulin itu sendiri, yang
menginduksi reseptor downregulation; (2) asam lemak bebas, diketahui
meningkat dan mengganggu kerja insulin; (3) akumulasi lipid intraseluler; dan (4)
berbagai peptida yang dihasilkan oleh adiposit, termasuk sitokin TNF-α dan IL-6,
RBP4, dan "adipokines" adiponektin dan resistin, yang diproduksi oleh adiposit,
yang dapat memodifikasi kerja insulin. Meskipun resistensi insulin hampir
universal, banyak orang obesitas tidak menderita diabetes, menunjukkan bahwa
timbulnya diabetes membutuhkan interaksi antara obesitas yang diinduksi oleh
resistensi insulin dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi diabetes, seperti
gangguan sekresi insulin. Obesitas, bagaimanapun, adalah faktor risiko utama
untuk diabetes, dan sebanyak 80% dari pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
mengalami obesitas. Penurunan berat badan dan olahraga berhubungan dengan
17
peningkatan sensitivitas insulin dan sering meningkatkan kontrol glukosa pada
diabetes.3
2.8.2. Gangguan reproduksi
Gangguan yang mempengaruhi reproduksi berhubungan dengan obesitas
pada pria dan wanita. Hipogonadisme laki-laki berhubungan dengan peningkatan
jaringan adiposa. Pada pria > 160% berat badan ideal, testosteron dan hormon
seks pengikat globulin (SHBG) sering berkurang, dan tingkat estrogen (yang
berasal dari konversi androgen adrenal di jaringan adiposa) meningkat (Chap.
340). Ginekomastia dapat ditemukan. Testosteron bebas dapat menurun pada pria
obesitas yang berat badannya> 200% berat badan ideal.3
Obesitas telah lama dikaitkan dengan gangguan menstruasi pada wanita,
terutama pada wanita dengan obesitas tubuh bagian atas. Temuan umum
peningkatan produksi androgen, penurunan SHBG, dan peningkatan konversi
perifer androgen ke estrogen. Wanita obesitas dengan oligomenore memiliki
sindrom polikistik ovarium (PCOS), dengan anovulasi dan hiperandrogenisme
ovarium; 40% dari wanita dengan PCOS mengalami obesitas. Kebanyakan wanita
obesitas dengan PCOS juga resistensi insulin, menunjukkan bahwa resistensi
insulin, hiperinsulinemia, atau kombinasi dari keduanya menjadi penyebab atau
berkontribusi terhadap patofisiologi ovarium pada PCOS baik orang obesitas dan
tidak obesitas. Pada wanita obesitas dengan PCOS, penurunan berat badan atau
pengobatan dengan obat sensitisasi insulin mengembalikan menstruasi normal.
Peningkatan konversi androstenedion menjadi estrogen, terjadi lebih besar pada
wanita obesitas tubuh bagian bawah, dan dapat berperan pada peningkatan
kejadian kanker rahim pada wanita postmenopause dengan obesitas.3
2.8.3. Penyakit kardiovaskular
Framingham Study mengungkapkan bahwa obesitas merupakan faktor
risiko independen untuk insidens penyakit kardiovaskular pada pria dan wanita
[termasuk penyakit koroner, stroke, dan gagal jantung kongestif (CHF)]. Rasio
pinggang/pinggul menjadi prediktor terbaik risiko ini. Efek hipertensi dan
intoleransi glukosa yang berhubungan dengan obesitas membuat dampak obesitas
18
lebih nyata. Efek obesitas terhadap mortalitas kardiovaskular pada wanita dapat
dilihat di BMI 25. Obesitas, terutama obesitas abdomen, terkait dengan profil lipid
aterogenik; dengan peningkatan kolesterol lipoprotein low-density (LDL),
lipoprotein densitas sangat rendah, dan trigliserida; dan dengan penurunan
kolesterol high-density lipoprotein (HDL) dan penurunan pelindung adipokine
adiponektin pembuluh darah (Chap. 350). Obesitas juga berhubungan dengan
hipertensi. Pengukuran tekanan darah pada obesitas membutuhkan penggunaan
ukuran manset yang lebih besar. Obesitas yang diinduksi hipertensi dikaitkan
dengan peningkatan resistensi perifer dan curah jantung, peningkatan simpatik
sistem saraf, peningkatan sensitivitas garam, dan insulin-mediated retensi garam;
sering responsif terhadap penurunan berat badan.3
2.8.4. Penyakit paru - paru
Obesitas dapat dikaitkan dengan sejumlah kelainan paru. Obesitas
mengurangi pengembangan dinding dada, peningkatan kerja pernapasan,
peningkatan ventilasi per menit karena peningkatan tingkat metabolisme, dan
penurunan kapasitas residual fungsional dan volume cadangan ekspirasi (Chap.
246). Obesitas berat mungkin berhubungan dengan obstructive sleep apnea dan
"sindrom obesitas hipoventilasi" dengan hipoksia dan hiperkapnea.3
2.8.5. Batu empedu
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan sekresi kolesterol oleh empedu,
cairan empedu jenuh, dan insiden yang lebih tinggi dari batu empedu, terutama
batu empedu kolesterol. Seseorang dengan berat badan diatas 50% berat badan
ideal memiliki peningkatan enam kali lipat kejadian batu empedu simtomatik.
Puasa meningkatkan cairan empedu jenuh dengan mengurangi komponen
fosfolipid. Puasa dapat menginduksi kolesistitis merupakan komplikasi dari diet
ekstrim.3
2.8.6. Kanker
Obesitas pada laki-laki berhubungan dengan kematian yang lebih tinggi
dari kanker, termasuk kanker kerongkongan, usus besar, rektum, pankreas, hati,
dan prostat; obesitas pada wanita dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi
19
dari kanker kandung empedu, saluran empedu, payudara, endometrium, serviks,
dan ovarium. Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat konversi androstenedion
menjadi estron di jaringan adiposa orang obesitas. Baru-baru ini diperkirakan
bahwa obesitas menyumbang 14% dari kematian akibat kanker pada pria dan 20%
pada wanita di Amerika Serikat.3
2.8.7. Tulang, sendi, dan penyakit kutaneus
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoarthritis. Prevalensi
gout mungkin juga akan meningkat. Di antara masalah kulit yang berhubungan
dengan obesitas adalah acanthosis nigricans, dimanifestasikan oleh penggelapan
dan penebalan kulit lipatan di leher, siku, dan ruang interphalangeal dorsal.
Kerapuhan kulit meningkat terutama di lipatan kulit, meningkatkan risiko infeksi
jamur dan ragi. Akhirnya, stasis vena meningkat pada obesitas.3
2.9. Prognosis obesitas
Prognosis obesitas tergantung pada penyebab dan ada tidaknya
komplikasi. Obesitas yang berlanjut sampai dewasa, morbiditas dan mortalitasnya
tinggi. Pasien dengan obesitas sentral terutama wanita, beresiko memiliki banyak
komplikasi medis, seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus. 4
BAB III
GUT MICROBIOTA
20
Bayi manusia lahir dari suatu lingkungan yang terpapar dengan
mikroorganisme dari jalan lahir dan sewaktu menyusui terdapat mikrooranisme
dari ASI. Melalui lingkungan yang sangat oksidatif pada saluran pencernaan,
koloni primer yang tinggal adalah bakteri anaerob seperti proteobacteria, dimana
dapat bertahan hidup pada lingkungan rendah konsentrasi oksigen agar bisa
berkolonisasi, contohnya dari genus bacteroides dan anggota dari genus phyla
seperti Actinobacteria dan Firmicutes. Selama tahun pertama kehidupan,
mikrobiota usus berkembang sampai anak mencapai usia 1-2 tahun.6
Gambar 3.1. Perkembangan mikrobiota 7
Sumber : Lozupone CA, Stombaugh JI, Gordon JI, Jansson JK, Knight R. Diversity,
stability and resilience of the human gut mikrobiota. Macmillan; 11 september 2012.
Saluran pencernaan janin sampai lahir masih steril, setelah bayi lahir
barulah terjadi invasi kolonisasi. Tergantung dari cara melahirkan, koloni yang
berinvasi dapat berasal dari kulit (operasi sesar) ataupun dari vagina (persalinan
normal). Dalam minggu kehidupan yang pertama, terdapat penurunan dari
aktivitas TLRs, yang dimana dapat terjadi perubahan stabilitas formasi dari
bakteri usus. Pada saat yang sama, sistem imun “mempelajari” bagaimana
membedakan antara bakteri yang fisiologis dan patologis. Pada usia dewasa,
sudah terdapat kolonisasi yang tetap, yang kebanyakan didominasi oleh
21
Bacteroidetes dan Firmicutes. Penyakit yang berbeda-beda akan mengakibatkan
perubahan signifikan dari mikrobiota yang terhubung dengan produksi dari sitokin
inflamasi.7
Gambar 3.2. Transisi komposisi dari mikroba usus 8
Sumber : Clemente JC, Luke K. Ursell, Laura WP, Rob K. The Impact of the Gut Mikrobiota on Human Health: An Integrative View. Department of Chemistry &
Biochemistry, University of Colorado at Boulder, Boulder, CO 80309, USA Howard Hughes Medical Institute, Boulder, CO 80309, USA. 2012.
Mikrobiota usus didominasi oleh bakteri dan beberapa divisi yang spesifik
seperti Bacteroidetes dan Firmicutes. Walaupun terdapat jumlah variasi yang
besar dalam komposisi tiap masing masing mikroba, telah berhasil
dikelompokkan menjadi 3 kelompok varian atau “enterotype” berdasarkan genus
yang dominan (Bacteroides, Prevotella, atau Ruminococcus). Mikrobiota usus
normal didominasi oleh bakteri anaerob, yang dimana jumlahnya dapat mencapai
kelipatan 100 sampai 1000. Jumlah microba usus sekitar 5000-1000 spesies, dan
hanya sedikit yang diketahui jenisnya seperti bakteri Phyla (Firmicutes,
Actinobacteria, Bacteriodetes, Proteobacteria, Verrumicrobia, Fusobacteria dan
22
Cyanobacteria). Terdapat 2 cara distribusi microba pada saluran cerna. Pertama,
berat jenis mikroba berkembang pada kedua bagian usus distal dan proksimal
(pada lambung mengandung 101 sel mikroba/gram, duodenum 103 sel/gram,
jejunum 104 sel/gram, ileum 107 sel/gram dan usus besar sampai dengan 1012
sel/gram).1 Kedua, keragaman bakteri meningkat sesuai dengan jenis microba
sebelumnya. Banyak spesies bakteri terdapat di lumen, walaupun sedikit tetapi
terdiri dari spesiel yang cukup stabil, termasuk beberapa Proteobacteria dan
akkermansia muciniphila, yang menempel dan tinggal di dalam lapisan mucus
yang berdekatan dengan jaringan.6
Di dalam usus orang dewasa, terdapat sekitar 1014 sell bakteri, dimana
jumlahnya 10 kali lipat dibandingkan dengan sell manusia di dalam tubuh.
Mereka berkombinasi genom (microbiome) yang terdiri lebih dari 5 juta gene dan
menghasilkan biokimia dan aktivitas metabolik untuk menunjang fisiologi host.
Dan faktanya, kapasitas metabolik dari mikrobiota usus sama dengan kapasitas
dari hati, dan mikrobiota usus bisa dianggap sebagai organ tambahan. Bakteri ini
sangat esensial untuk menunjang aspek biologi dari host. Seperti contohnya dalam
hal memfasilitasi metabolisme pengaktifan polisakarida dan memproduksi
vitamin esensial yang didapatkan dari perkembangan dan diferensiasi epitel usus
host dan sistem imun; mikroba ini juga merupakan pertahanan terhadap invasi
dari mikroorganisme pathogen dan fungsi utama mempertahankan homeostasis
dari jaringan.6
3.1. Efek mikrobiota pada fisiologi host / pejamu
Pada usus, salah satu organ esensial memiliki sistem imun mukosa, yang
memiliki 2 fungsi. Pertama, dapat memfasilitasi absorbs dari nutrisi; dimana total
23
luas permukaan saluran pencernaan kita kira-kira 200 m2. Kedua, dapat
meresistensi infeksi dan menghambat mikroba translokasi masuk ke dalam
jaringan pelindung. Mikrobiota yang memiliki kepadatan tinggi dan sel epitel usus
host terpisah oleh hanya beberapa micrometer mucus di dalam usus halus dan
sampai beberapa ratus micrometer di dalam usus besar, bergantung pada lokasi.
Dalam waktu yang sama juga, sistem imun mukosa menjaga dan mengatur
komposisi mikrobiota agar terhindar dari kondisi patologis, merestriksi
pertumbuhan mikroba dan melindungi tubuh dari reaksi mikroorganisme yang
terkena cairan kimia usus dan agen protector seperti Immunoglobulin A dan
antimikroba peptide. Sebaliknya, mikrobiota usus memiliki peran utama langsung
dalam aspek perkembangan dan regulasi dari jaringan imun host, populasi sel
imun dan mediator imun.6
Pada lapisan mucus koloni terbagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan dalam
dan luar yang disekresi oleh sel goblet dan dibuat dalam bentuk seperti gel dengan
protein glikosilat yang tinggi. Setiap lapisan mucus mempresentasikan mikroba
yang selektif untuk menempel melalui lectins dan glikosida, yang terekspresikan
hanya untuk mikroba spesifik dan juga menyediakan sumber nutrisi untuk
mikroba. 6
Mikrobiota usus telah banyak mempengaruhi aspek dari fisiologi host
yang dapat menyebabkan efek ke arah stimulasi atau inhibitor pada fisiologi host.
Mikrobiota memiliki pengaruh pada fungsi saluran pencernaan host,
meningkatkan maturasi dari GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), regenerasi
jaringan (termasuk villi usus) dan pergerakan usus, dan mengurangi permeabilitas
sel epitel yang bersusun di usus, serta meningkatkan pelindung lapisan usus.
Selain itu, mikrobiota usus juga mempengaruhi morfogenesis dari sistem vascular
di sekitar usus yang diperankan dengan meningkatkan glikosilasi dari receptor 1
aktifator (PAR1). Selanjutnya phosphorylates TF akan mempresentasikan ANG 1
(Epithelial expression of angiopoetin 1), yang akan merangsang untuk
meningkatkan vaskularisasi. Perubahan pada komposisi mikrobiota atau
terjadinya penurunan fungsi telah menunjukkan dampak pada metabolism, sikap
dan homeostasis jaringan. Dan lebih spesifiknya, mikrobiota usus juga dapat
24
mengatur dari sistem saraf dari host, dengan menurunkan koneksi sinaps dan
meningkatkan perilaku seperti kecemasan dan persepsi nyeri. Pada metabolism
host, terlihat bahwa mikrobiota usus memfasilitasi energi untuk diet, untuk
merangsang metabolism host (melalui penurunan dari energi expenditure) dan
meningkatkan jaringan adipose. Mikrobiota usus dapat mempengaruhi dari
homeostasis jaringan seperti penurunan dari massa tulang dikarenakan efek fungsi
pada osteoclasts (yang menyebabkan reabsorbsi tulang) dan meningkatkan
sejumlah proinflamatori sel T Helper 17. 7
Gambar 3.3. Efek mikrobiota terhadap host 6
Sumber : Sommer F, Backhed F. The gut mikrobiota — masters of host development and physiology. Nature Reviews Microbiology AOP. 25 February 2013;
doi:10.1038/nrmicro2974Komposisi dari mikrobiota usus bergantung pada berbagai keadaan
lingkungan, termasuk penggunaan antibiotik, gaya hidup, diet dan higienitas. Sifat
genetik host juga memiliki peran, hiperimunitas (terjadi over-representasi dari
sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 6, IL 12, TNF) atau sebaliknya
immunodefisiensi (terjadinya mutasi dari regulasi protein imun) dapat
mempengaruhi komposisi mikrobiota usus. Dan oleh Karena itu, faktor di atas
akan mempengaruhi perubahan mediator imun yang akan merangsang terjadinya
inflamasi kronik dan disfungsi metabolik. 7
Gambar 3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi mikroba usus dan efek
kesehatan pada host 8
25
Sumber : Clemente JC, Luke K. Ursell, Laura WP, Rob K. The Impact of the Gut Mikrobiota on Human Health: An Integrative View. Department of Chemistry &
Biochemistry, University of Colorado at Boulder, Boulder, CO 80309, USA Howard Hughes Medical Institute, Boulder, CO 80309, USA. 2012
3.2. Gut microbiota dan kaitannya dengan obesitas
Penyebab dari obesitas sekarang ini dapat disebabkan oleh beberapa sebab,
termasuk dampak dari modernisasi terutama dari segi makanan dan gaya hidup
atau aktifitas fisik. Meskipun banyak intervensi telah direkomendasikan,
prevalensi obesitas saat ini terus meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir ini
diketahui bahwa mikrobiota di dalam dalam saluran pencernaan berhubungan
dengan obesitas. 9
Studi beberapa dekade terakhir ini telah menghubungkan hubungan
mikrobiota di dalam usus dengan perkembangan gangguan metabolik terutama
diabetes dan obesitas. Meskipun tidak sepenuhnya di ketahui, mikrobiota di dalam
usus terlibat dalam pengaturan dari beberapa fungsi fisiologis, termasuk
26
pertumbuhan epitel-epitel usus, sirkulasi darah, dan mekanisme adaptif. Sebuah
teori baru menunjukkan bahwa mikrobiota sebagai kontributor terhadap regulasi
energi homeostatis. Dengan demikian, dengan kerentanan terhadap lingkungan,
mikrobiota di dalam usus dapat menimbulkan gangguan pada energi homeostatis,
yang dapat menyebabkan kelainana metabolik. 10
Mikrobiota di dalam usus orang dewasa di dominasi oleh dua filum
Firmicutes dan Bacteroidetes, yang mengklasifikasikan sekitar 90% dari semua
spesies bakteri di usus. Baik studi pada binatang dan manusis, obesitas dikaitkan
dengan komposisi yang berbeda pada mikrobiota usus. Banyak studi telah
menunjuk kearah penurunan relatif yang berlimpah pada Bacteroidetes bersamaan
dengan peningkatan relatif pada Firmicutes sebagai karakteristik dari “obesogenic
mikrobiota” tetapi temuan ini masih jauh dari kata konsisten. Obesitas juga
dihubungkan pada perbedaan di tingkatan spesies seperti : Clostridium
innocuum, Eubacterium dolichum, dan Catenibacterium mitsuokai, Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus sakei, Actinobacteria, dan termasuk dari golongan Archae
seperti Methanobrevibacter smithii. 11
Pengamatan awal menunjukkan bahwa subjek tikus yang obesitas
memiliki perubahan yang menyeluruh pada proporsi dua devisi utama pada
bakteria. Manusia normal dan tikus memiliki 60% sampai 80% Firmicutes dan
20% Bacteroidetes.4 Penemuan pertama telah mengaitkan fakta bahwa tikus
dengan mutasi pada gen leptin (pada tikus obesitas metabolik ) memiliki
mikrobiota yang berbeda dibandingkan dengan tikus lain tanpa mutasi. Pada
model tikus obesitas, proporsi yang dominan dari filum di usus Bacteroidetes dan
Firmicutes telah mengalami perubahan yang signifikan pada penurunan
Bacteroidetes dan pingkatan pada Firmicutes (Ley, 2010). 10
Ley et al. (2006) adalah yang pertama melaporkan perubahan mikrobiota
usus yang sama dengan yang ditemukan pada tikus yang obesitas ( angka yang
tinggi pada firmicutes dan relatif sedikit pada Bacteroidetes) dengan 12 subjek
obesitas dibandingkan dengan 2 orang subjek yang kurus. Kemudian, Armougom
et al. (2009) mengonfirmasi pengurangan pada Bacteroidetes disertai dengan
peningkatan pada spesies Lactobacillus yang termasuk pada filum Firmicutes.
27
Turnbaugh et al. (2009b) and Furet et al. (2010) menunjukkan pola yang berbeda
berdasarkan representasi yang lebih rendah pada Bacteroidetes pada individu yang
obesitas dengan tidak ada perbedaan pada filum Firmicutes. Collado et al. (2008)
melaporkan terdapat peningkatan pada spesies Firmicutes (Staphylococcus
aureus) maupun spesies Bacteroidetes (Bacteroides/Prevotella) pada wanita yang
mengalami obesitas. Million et al. (2012) menggambarkan perubahan pada
komposisi Firmicutes berdasarkan peningkatan pada Lactobacillus reuteri dan
penurunan pada L. paracasei dan L. plantarum.10
Tabel 3.1. Mikrobiota usus yang berhubungan dengan obesitas 8
Jenis mikrobiota usus yang berhubungan dengan obesitas
Bacteroidetes ↓ Terdapat perubahan signifikan pada
mikrobiota usus yang berhubungan
dengan meningkatkan kejadian
obesitas
Lactobacillus ↑
Firmicutes/Bacteroidetes ratio ↓
Methanobrevibacter smithii ↓
Sumber : Clemente JC, Luke K. Ursell, Laura WP, Rob K. The Impact of the Gut Mikrobiota on Human Health: An Integrative View. Department of Chemistry &
Biochemistry, University of Colorado at Boulder, Boulder, CO 80309, USA Howard Hughes Medical Institute, Boulder, CO 80309, USA. 2012.
3.2.1. Intake energi yang diubah
Kumpulan bakteri yang terdapat di saluran pencernaan bertanggung jawab
terhadap sebagian besar dari energi yang kita dapat, sehingga kita dapat
mengubah menjadi sumber energi. Firmicutes yang meningkat pada tikus dan
manusia yang obesitas telah menunjukkan bahwa lebih mampu untuk memutus
karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan mengubah mereka menjadi energi yang
dapat diserap. Jika mikrobiota bergeser antara individu yang kurus dengan yang
obesitas, kelihatannya mungkin perubahan ini dapat mempengaruhi pada
efesiensi produksi energi/penyerapan di saluran cerna dan mungkin dapat
memfasilitasi dan menghambat perkembangan kea rah obesitas. Ketika di lakukan
penelitian melalui chip gen diamati bahwa bakteri yang berasal dari individu yang
28
obesitas telah meningkatkan ekspresi gen terutama untuk motilitas, transkripsi,
metabolism sakarida.9
Berdasarkan hal tersebut, anda dapat menggabungkan gambaran-
gambaran mengenai obesitas. Memberatkan pada pola makan telah mendorong
populasi komensal ke arah lingkungan firmicutes yang berakhir pada peningkatan
populasi Clostridia. Peningkatan populasi Clostridia bekerja meningkatkan
efisiensi metabolisme karbohidrat, mengekstrak energi lebih besar pada asupan
kalori, memungkinkan untuk memanfaatkan energi yang lebih tinggi. Energi
berlebih jika tidak dipakai akan disimpan pada deposit lemak di dalam tubuh.
Untuk lebih memahami mengenain disposisi individu obesitas yang
meningkatkan konsumsi energi, kolon yang sehat telah di periksa berdasarkan
metabolik saluran pencernaan. Setelah pemeriksaan cecal baik manusia dan
tikusyang diperiksa membuktikan bahwa individu yang obesitas terdapat
peningkatan secara signifikan terhadap asam lemak rantai pendek (SCFAs).
SCFAs seperti asetat, propionate, dan butirat lebih banyak pada orang-orang
obesitas. SCFAs merupakan produk yang umum dari metabolism karbohidrat. Ini
tidak mengherankan bahwa kebanyakan SCFAs (terutama butirat) memproduksi
bakteri termasuk Clostridia cluster XIVa dan IV. Konsentrasi SCFAs di ukur pada
tikus kurus dan obesitas melalui NMR. Secara keseluruhan SCFAs meningkat
pada urin pada tikus obesitas dibandingkan dengan tikus kurus.9
3.2.2. Endotoxemia metabolik, inflamasi, dan sistem imun pada obesitas dan
sindrom metabolik
Obesitas dihubungkan dengan sejumlah gangguan metabolik lain yang
ditandai dengan kronik, sistemik, peradangan tingkat rendah. Meskipun
endotoksin (lipopolisakarida(LPS)), berasal dari dinding sel bakteri gram negatif,
bersirkulasi pada konsentrasi rendah pada darah orang yang sehat, sekarang ini
genetic dan obesitas karena pola makan dan maslah metabolik yang lain telah
dihubungkan dengan peningkatan yang substansial pada konsentrasi LPS keadaan
ini disebut endotoxemia metabolik.12
Konsumsi makanan tinggi lemak pada manusia maupun hewan menghasilkan
peningkatan yang signifikan dari konsentrasi endotoxin dan perubahan pada
29
komposisi mikrobiota di usus, peningkatan angka endotoksis sistemik mungkin
akibat dari peningkatan permeabilitas usus yang disebabkan oleh perubahan
komposisi mikrobiota. Endotoxemia mungkin dapat berkontribus pada inflamasi
yang rendah, resistensi insulin, hyperplasia adipocyte, dan pengurangan fingsi sel
beta yang menjadi ciri khas sindrom metabolik.12
Toll-like receptors (TLRs) diekspresikan dalam protein trans membrane dalam
system imun bawaan yang dikenali sebagai molekul structural yang disimpan
berasal dari mikroba. Diluar potensial dari makanan tinggi lemak untuk
menginduksi metabolism endotoxemia, system imun mungkin memainkan peran
dalam mengatur mikrobiota usus dan mempengaruhi ekstensi dari perkembangan
kelainan metabolik. 12
30
BAB IV
PROBIOTIK
4.1. Definisi probiotik
Ketika awal diperkenalkan, probiotik dimaknai sebagai makanan
tambahan (food supplements) yang bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan
seseorang dan didefinisikan sebagai suatu mikro-organisme dan substansi yang
bertujuan memperbaiki keseimbangan mikro-organisme dalam usus. Pada
perkembangan selanjutnya, probiotik didefinisikan sebagai mikro-organisme
hidup dalam bentuk makanan tambahan yang memberikan keuntungan melalui
kemampuan memodulasi mukosa, aktivitas imun sistemik dan fungsi epitel. FAO
(Food Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization)
mendefinisikan probiotik sebagai mikro-organisme hidup yang apabila diberikan
dalam jumlah cukup bermanfaat memperbaiki kesehatan inang.13
4.2. Mekanisme aksi probiotik
Probiotik memiliki berbagai mekanisme aksi meskipun dengan cara yang
tepat di mana mereka mengerahkan efek mereka masih belum sepenuhnya
dijelaskan. Ini berkisar dari bakteriosin dan produksi asam lemak rantai pendek,
menurunkan usus pH, dan kompetisi nutrisi untuk stimulasi fungsi penghalang
mukosa dan immunomodulation. Yang terakhir khususnya telah menjadi subyek
dari banyak penelitian dan ada bukti bahwa probiotik mempengaruhi beberapa
aspek dari respon imun yang diperoleh dan bawaan dengan menginduksi
fagositosis dan IgA sekresi, memodifikasi respon sel T, meningkatkan respon
Th1, dan tanggapan Th2.13,14
31
4.3. Cara kerja probiotik 13
4.3.1. Produksi bahan- bahan anti mikrobal
Produk probiotik menekan jumlah, metabolisme dan produksi toksin oleh
bakteri usus.Selain itu ditemukan bahwa volatile fatty acids yang diproduksi oleh
Lactic Acid Bacteria (LAB) mampu mengendalikan kolonisasi Shigella sonnei
dan Entero Pathogenic Echeriecia Coli (EPEC).
4.3.2. Kompetisi pada reseptor adhesi
Probiotik nampaknya berperan sebagai pesaing (competitor) bagi galur
patogen untuk mengikatkan diri pada reseptor adesi sehingga galur patogen tak
mampu membentuk koloni dan dengan demikian tidak mampu menimbulkan
penyakit.
4.3.3. Kompetisi terhadap zat makanan
Meskipun usus merupakan sumber makanan yang berlimpah sehingga
teori mengenai persaingan antar mikroorganisme nampaknya tidak dapat diterima,
namun perlu diingat bahwa keberlangsungan mekanisme persaingan dengan
mikro-organisme patogen hanya memerlukan pelibatan satu jenis nutrient.
Temuan penelitian in vitro menunjukkan mikro-organisme usus dalam bentuk
koloni bersaing secara lebih efisien terhadap C. difficile berkaitan dengan
monomeric glucose, N-acetyl-glucosamine dan asam salisilat.
4.3.4. Stimulasi imunitas
Cara kerja bakteria probiotik dalam mendesak pertumbuhan bakteri
penyebab penyakit nampaknya diawali dari pengaruh kerjanya terhadap sistem
imun. Pada dekade belakangan ditemukan bahwa lactobacilli yang dimakan dapat
menstimulasi aktivitas makrofag terhadap beberapa spesies bakteri yang berbeda.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh absorbsi antigen atau translokasi
lactobacilli melalui dinding usus langsung ke peredaran darah untuk kemudian
menstimulasi makrofag. Penelitian membuktikan bahwa lactobacilli yang
32
disuntikkan intravena ditemukan hidup dalam hati, limpa dan paru disertai
aktivitas NK cell yang meningkat.
4.4. Preparat probiotik
Preparat probiotik yang beredar di pasaran terutama dari golongan LAB
seperti Lactobacilli, Streptococci, dan Bifidobacteria yang juga merupakan
komponen mikroflora gastrointestinal dan relatif tidak memberikan pengaruh
merugikan. Kemasan probiotik dapat mengandung satu atau beberapa galur
bakteri yang berbeda. Galur LAB seperti Lactobacillus acidophilus, L. casei, L.
gasseri, Enterococcus faecium dan Bifidobacterium bifidum yang dipakai dalam
probiotik terutama diisolasi dari intestinal. Penggunaan non-human derived
organisms dalam yoghurt (yoghurt starter bacteria) antara lain L. bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus juga memberikan perbaikan di bidang kesehatan
meskipun kemampuan bakteri yoghurt untuk membentuk koloni dalam usus
sangat diragukan.
Beberapa peneliti di USA membuktikan adanya penurunan secara
signifikan aktivitas enzim bakteri seperti glucuronidase, nitroreductase dan
azoreductase dengan pemberian L. acidophilus. Nampak bahwa aktivitas enzim -
enzim tersebut menurun selama Lactobacillus supplement dikonsumsi untuk
kemudian aktivitas enzim berangsurangsur pulih kembali seperti semula apabila
pemberian lactobacillus supplement dihentikan. Sejumlah industri farmasi telah
memproduksi dan memasarkan probiotik dengan tujuan yang sama yaitu
meningkatan kualitas hidup manusia. Berbagai kombinasi bakteri dengan mineral,
vitamin dan prebiotik telah beredar di pasaran baik sebagai kemasan bebas
maupun sebagai kemasan yang diresepkan. Untuk mencegah timbulnya reaksi
yang mengurangi bahkan menghilangkan tujuan kombinasi (bakteri, vitamin dan
mineral) nampaknya diperlukan proses pelapisan masing-masing bahan tersebut
dengan bahan pelapis yang tahan terhadap asam lambung. Kelebihan kemasan
semacam ini adalah jumlah bakteri hidup yang sampai ke usus tetap terjamin
dalam jumlah besar, tidak memerlukan penyimpanan khusus, bebas kalori, tanpa
33
rasa dan praktis. Sedangkan makanan probiotik umumnya tidak stabil,
membutuhkan penyimpanan khusus, dibatasi masa kadaluarsa, dosis rendah
vitamin dan mineral, mengandung kalori dan memiliki rasa khas. 13,14
4.5. Kondisi – kondisi yang membutuhkan konsumsi probiotik
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan manusia untuk mengkonsumsi
probiotik, yaitu pada (1) chronic bowel problems atau adanya infeksi
berkepanjangan seperti Candidiasis, (2) sebagai prevensi terhadap keracunan
makanan ketika sedang berwisata (Bifidobacteria dan Acidophillus mampu
membunuh sebagian besar food-poisoning bacteria), (3) wanita dalam status
premenopause dan menopause untuk mereduksi osteoporosis, (4) individu dengan
hiperkholesterolemia, (5) individu dengan masalah kesehatan kronis (seperti
jerawat, masalah kulit, alergi, artritis, kanker), serta (6) individu yang
memperoleh pengobatan radiasi. 13
4.6. Probiotik pada produk makanan
Berbagai produk makanan yang mengandung strain probiotik yang luas
dan masih terus berkembang. Produk utama yang ada di pasar adalah yang
berbasis susu termasuk susu fermentasi, keju, es krim, buttermilk, susu bubuk, dan
yogurt. Aplikasi pada makanan non-dairy termasuk produk kedelai, sereal bar,
sereal, dan berbagai jus merupakan cara yang tepat untuk pengiriman probiotik
untuk konsumen.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi efektivitas
penggabungan strain probiotik dalam produk tersebut, antara lain keamanan,
kompatibilitas produk dengan mikroorganisme dan pemeliharaan kelangsungan
hidup melalui pengolahan makanan, kemasan, dan kondisi penyimpanan. pH
produk juga merupakan faktor yang signifikan yangmenentukan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan probiotik yang dimasukkan.
34
Inovasi teknologi saat ini menyediakan cara untuk mengatasi masalah
stabilitas dan kelangsungan hidup probiotik dengan menawarkan pilihan baru
untuk media tampung bagi probiotik dan melindungi bakteri dari kerusakan yang
disebabkan oleh lingkungan eksternal. Dengan pengenalan sistem bentuk kering
bakteri probiotik, produsen minuman sekarang dapat memberikan kepada
konsumen produk yang mengandung probiotik dengan lebih baik lagi. 14
4.7. Probiotik dan kaitannya dengan obesitas
Tabel 4.1. Penelitian – penelitian mengenai probiotik yang terkait obesitas 15-33
Penelitian Probiotik Hasil
Yoe et al. 201315 Lactobacilus curvatus
HY7601 dengan atau
tanpa kombinasi
Lactobacillus plantarum
KY1032
BB turun Menurunkan akumulasi lipid
di hepar dan simpanan lemak Menurunkan kolesterol
plasma dan hepar Menurunkan aktivitas gen
yang mengsintesis enzim lemak
Menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1b)
Park et al. 201316 Lactobacilus curvatus
HY7601 dan
Lactobacillus plantarum
KY1032
Menurunkan BB, akumulasi lemak
Menurunkan insulin plasma, kolesterol total, biomarker toksin hepar
Menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1b)
Menurunkan oksidasi asam lemak
Wang et al. 2015 17 Lactobacillus paracasei CNCM I-4270, Lactobacillus rhamnosusI-3690 atau Bifidobacterium
Menurunkan BB Menurunkan infiltrasi
makrofag di jaringan lemak Menurunkan stenosis hepar Meningkatkan keseimbangan
35
animalis subsp. lactis I-2494 insulin
An et al. 2011 18 Lactic acid bacterium (LAB)supplement (B. pseudocatenulatumSPM 1204, B. longum SPM 1205,and B. longum SPM 1207;
108 ~ 109 CFU)
Menurunkan BB dan akumulasi lemak
Menurunkan koesterol total, TG, glukosa, leptin LDL-C, HDL-C
Menurunkan biomarker toksin hepar
Chen et al. 2012 19Bifidobacterium adolescentis Menurunkan BB dan akumulasi lemak
Meningkatkan sensitivitas insulin
Zhao et al. 2012 20 Pediococcus pentosaceus LP28 /Lactobacillus plantarum SN13T
as comparato
Menurunkan BB dan akumulasi lemak, TG dan kolesterol
Menurunkan cadangan lemak
Menurunkan gen pembentukan lipid
Gauffin et al.
201221
Bacteroides uniformis CECT
7771
Menurunkan BB dan akumulasi lemak
Menurunkan koesterol total, TG, glukosa, leptin LDL-C, HDL-C
Menurunkan biomarker toksin hepar
Everard et al.
201322
Akkermansia muciniphila(alive versus heat- killed)
Menurunkan BB dan akumulasi lemak, TG dan kolesterol
Menurunkan cadangan lemak
Menurunkan gen pembentukan lipid
Everard et al.
201422
Saccharomyces boulardii
Biocodex
BB turun Menurunkan akumulasi lipid
36
di hepar dan simpanan lemak Menurunkan kolesterol
plasma dan hepar Menurunkan aktivitas gen
yang mengsintesis enzim lemak
Menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1b)
Kim et al. 201323 Lactobacillus rhamnosus GG Menurunkan BB dan massa lemak
Meningkatkan sensitivitas insulin
Meningkatkan ekspresi gen untuk metabolism glukosa
Meningkatkan adiponectin di jaringan lemak
Tabuchi et al.
200324
Lactobacillus rhamnosus GG Menurunkan HbA1c Meningkatkan toleransi
glukosa oral
Park et al. 201525 Lactobacillus rhamnosus GG Meningkatkan toleransi glukosa
Meningkatkan stimulasi insulin
Meningkatkan sensitivitas insulin
Yadav et al. 200626Lactococcus lactis Menurunkan BB Menurunkan HbA1c Meningkatkan toleransi
glukosa oral
Yadav et al. 201727 Lactobacillus casei/Lactobacillus
acidophilus
Menurunkan BB Menurunkan HbA1c Meningkatkan toleransi
glukosa oral
Ritze et al. 201428 Lactobacillus rhamnosus GG Menurunkan BB dan akumulasi lemak, TG dan
37
kolesterol Menurunkan cadangan
lemak Menurunkan gen
pembentukan lipid
Yin et al. 201029 Bifidobacteria L66-5, L75-4, M13-4
and FS31-12
BB turun Menurunkan akumulasi lipid
di hepar dan simpanan lemak Menurunkan kolesterol
plasma dan hepar Menurunkan aktivitas gen
yang mengsintesis enzim lemak
Menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1b)
Reichold A et al.
201430
Bifidobacteria adolescentis Menurunkan BB dan massa lemak
Meningkatkan sensitivitas insulin
Meningkatkan ekspresi gen untuk metabolism glukosa
Meningkatkan adiponectin di jaringan lemak
Plaza-Diaz et al.
201431
Lactobacillus paracasei CNCMI-4034, Bifidobacterium breveCNCM I-4035 and Lactobacillusrhamnosus CNCM or mixture
of 3 strains
BB turun Menurunkan akumulasi lipid
di hepar dan simpanan lemak Menurunkan kolesterol
plasma dan hepar Menurunkan aktivitas gen
yang mengsintesis enzim lemak
Menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1b)
Savcheniuk O et al.
201432,33
14 alive probiotic strains(Lactobacillus, Lactococcus,Bifidobacterium,
Menurunkan BB dan massa lemak
Meningkatkan sensitivitas insulin
Meningkatkan ekspresi gen
38
Propionibacterium,
Acetobacter)
untuk metabolism glukosa Meningkatkan adiponectin di
jaringan lemak
39
BAB V
RESUME
Obesitas merupakan salah satu perilaku hidup tidak sehat yang sampai
sekarang menjadi fokus utama dalam kehidupan. Tingginya populasi manusia
dengan obesitas membuat dirinya rentan terkena penyakit yang membahayakan
seperti penyakit jantung coroner dan diabetes mellitus sehingga tidak sedikit yang
meninggal dunia. Tulang sebagai penopang badan juga terkena dampak akibat
berat badan yang berlebih. Pentingnya gaya hidup sehat dapat menjadi salah satu
solusi untuk obesitas,baik berupa olahraga yang teratur,pola makan yang sehat
dan istirahat yang cukup. Selain pola makan sehat, juga perlu diperhatikan
keadaan gut microbiota yang seimbang serta asupan probiotik. Karena faktor-
faktor inilah yang sering luput dari perhatian.
Melalui berbagai studi yang pernah dilakukan dalam kurun waktu kurang
dari 5 tahun terakhir, didapatkan bahwa mikrobiota dalam tubuh manusia
memiliki peranan penting pada pengaturan tubuh seseorang. Mikrobiota pada
usus memiliki beberapa fungsi pada usus yang sangat menguntungkan seperti
pencegahan infeksi masuk dengan melapisi usus,meningkatkan maturasi GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue), regenerasi jaringan (termasuk villi
usus),pergerakan usus, meningkatkan vaskularisasi usus dengan meningkatkan
glikosilasi dari receptor aktifator (PAR1).
Dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak diadakan penelitian
mengenai hubungan antara obesitas dan gut microbiota baik pada hewan maupun
pada manusia. Berdasarkan penelitian-penelitian pada orang obesitas dan tikus
obesitas secara keseluruhan terdapat peningkatan pada golongan Firmicutes dan
penurunan pada golongan Bacteroidetes dibandingkan dengan orang normal. Pada
obesitas dari sekian golongan microbiota dalam Firmicutes yang meningkat,
terjadi penambahan populasi Clostridia sehingga membuat energi berlebih saat
metabolism yang berujung banyak kalori yang disimpan dalam tubuh. penyebab
obesitas
40
Untuk mengatur kerja dari gut microbiota agar tetap seimbang
diperlukanlah terapi manipulasi dari luar. Salah satunya adalah intervensi
probiotik walaupun mekanisme secara pastinya belum diketahui tapi telah diteliti
melalui tikus percobaan dan pada individu dengan obesitas bahwa pemberian
probiotik mempunyai dampak positif seperti menurunkan resistensi insulin serta
meningkatkan sensitivitas insulin menurunkan berat tubuh, menurunkan
akumulasi lipid di hepar dan jaringan adiposa.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Obesity and Overweight Fact Sheets.
January. 2015. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/
diakses pada tanggal 10 Juni 2016.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesahatan Dasar
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/general/pokok2%2
0hasil%20riskesdas%202013.pdf diakses pada tanggal 10 Juni 2016.
3. Anthony Fauci, Eugene Braunwald, Dennis Kasper, Stephen Hauser, Dan
Longo, J. Jameson, Joseph Loscalzo. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 17th Edition. USA: Mcgraw-hill. 2008.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
5. Lysen LK, Israel DA. Nutrition in Weight management. In: Mahan LK,
Escott-Stump S., eds. Krause’s Food & Nutrition Therapy. 13 th ed. St.
Louis: Saunders Elsevier.2012: 462-487
6. Sommer F, Backhed F. The gut mikrobiota — masters of host
development and physiology. Nature Reviews Microbiology AOP. 25
February 2013; doi:10.1038/nrmicro2974
7. Lozupone CA, Stombaugh JI, Gordon JI, Jansson JK, Knight R. Diversity,
stability and resilience of the human gut mikrobiota. Macmillan; 11
september 2012
8. Clemente JC, Luke K. Ursell, Laura WP, Rob K. The Impact of the Gut
Mikrobiota on Human Health: An Integrative View. Department of
Chemistry & Biochemistry, University of Colorado at Boulder, Boulder,
CO 80309, USA Howard Hughes Medical Institute, Boulder, CO 80309,
USA. 2012.
42
9. J Kyle.Wolf ,G Robin, Lorenz , Gut Mikrobiota and obesity,etiology of
obesity (D Allison, Second Edition). 7 january 2012; DOI
10.1007/s13679-011-0001-8
10. Moreno-indias I, Cardona F, J.Tinahones F, Isabel Queipo-Ortuno M,
Impact of the gut mikrobiota on the development of obesity and type 2
diabetes mellitus. Frontiers in Microbiology. 2014 doi:
10.3389/fmicb.2014.00190
11. Sanmiguel C, Gupta A, A Mayer E, Gut Microbiome and Obesity:
APlausible Explanation for obesity. 2015 June. Curr Obes Rep.; 4(2):
250–261. doi:10.1007/s13679-015-0152-0.
12. DiBaise KJ, Frank DN., Mathur R , Impact of the Gut Mikrobiota on the
Development of Obesity: Current Concepts. Am J Gastroenterol Suppl
2012; 1:22– 27; doi: 10.1038/ajgsup.2012.5
13. Silvia JP, Freitas AC. Probiotic Bacteria : Fundamentals, Therapy, and
Technology. USA: Pan Standford. 2014.
14. Kobyliak N, Conte C, Cammarota G, et al. Probiotics in prevention and
treatment of obesity: a critical view. 2016; 10.1186/s12986-016-0067-0
15. Yoo SR, Kim YJ, Park DY, Jung UJ, Jeon SM, Ahn YT, et al. Probiotics
L. plantarum and L. curvatus in combination alter hepatic lipid metabolism
and suppress diet-induced obesity. Obesity (Silver Spring). 2013;21:2571–
8.
16. Park DY, Ahn YT, Park SH, Huh CS, Yoo SR, Yu R, et al.
Supplementation of Lactobacillus curvatus HY7601 and Lactobacillus
plantarum KY1032 in diet-induced obese mice is associated with gut
microbial changes and reduction in obesity. PLoS One. 2013;8:e59470.
17. Wang J, Tang H, Zhang C, Zhao Y, Derrien M, Rocher E, et al.
Modulation of gut microbiota during probiotic-mediated attenuation of
metabolic syndrome in high fat diet-fed mice. ISME J. 2015;9:1–15.
18. An HM, Park SY, do Lee K, Kim JR, Cha MK, Lee SW, et al. Antiobesity
and lipid-lowering effects of Bifidobacterium spp. in high fat diet-induced
obese rats. Lipids Health Dis. 2011;10:116.
43
19. Chen J, Wang R, Li XF, Wang RL. Bifidobacterium adolescentis
supplementation ameliorates visceral fat accumulation and insulin
sensitivity in an experimental model of the metabolic syndrome. Br J Nutr.
2012;107:1429–34.
20. Zhao X, Higashikawa F, Noda M, Kawamura Y, Matoba Y, Kumagai T, et
al. The obesity and fatty liver are reduced by plant-derived Pediococcus
pentosaceus LP28 in high fat diet-induced obese mice. PLoS One.
2012;7(2):e30696.
21. Gauffin Cano P, Santacruz A, Moya A, Sanz Y. Bacteroides uniformis
CECT 7771 ameliorates metabolic and immunological dysfunction in mice
with high-fat-diet induced obesity. PLoS One. 2012;7:e41079.
22. Everard A, Belzer C, Geurts L, Ouwerkerk JP, Druart C, Bindels LB, et al.
Cross-talk between Akkermansia muciniphila and intestinal epithelium
controls diet-induced obesity. Proc Natl Acad Sci U S A. 2013;110:9066–
71.
23. Kim SW, Park KY, Kim B, Kim E, Hyun CK. Lactobacillus rhamnosus
GG improves insulin sensitivity and reduces adiposity in high-fat diet-fed
mice through enhancement of adiponectin production. Biochem Biophys
Res Commun. 2013;431:258–63.
24. Tabuchi M, Ozaki M, Tamura A, Yamada N, Ishida T, Hosoda M, et al.
Antidiabetic effect of Lactobacillus GG in streptozotocin-induced diabetic
rats. Biosci Biotechnol Biochem. 2003;67:1421–4.
25. Park KY, Kim B, Hyun CK. Lactobacillus rhamnosus GG improves
glucose tolerance through alleviating ER stress and suppressing
macrophage activation in db/db mice. J Clin Biochem Nutr. 2015;56:240–
6.
26. Yadav H, Jain S, Sinha PR. Effect of dahi containing lactococcus lactis on
the progression of diabetes induced by a high-fructose diet in rats. Biosci
Biotechnol Biochem. 2006;70:1255–8.
44
27. Yadav H, Jain S, Sinha PR. Antidiabetic effect of probiotic dahi
containing Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei in high
fructose fed rats. Nutrition. 2007;23:62–8.
28. Ritze Y, Bárdos G, Claus A, Ehrmann V, Bergheim I, Schwiertz A, et al.
Lactobacillus rhamnosus GG protects against non-alcoholic fatty liver
disease in mice. PLoS One. 2014;9:e80169.
29. Yin YN, Yu QF, Fu N, Liu XW, Lu FG. Effects of four Bifidobacteria on
obesity in high-fat diet induced rats. World J Gastroenterol.
2010;16:3394–401.
30. Reichold A, Brenner SA, Spruss A, Förster-Fromme K, Bergheim I,
Bischoff SC. Bifidobacterium adolescentis protects from the development
of nonalcoholic steatohepatitis in a mouse model. J Nutr Biochem.
2014;25:118–25.
31. Plaza-Diaz J, Gomez-Llorente C, Abadia-Molina F, Saez-Lara MJ,
Campaña-Martin L, Muñoz-Quezada S, et al. Effects of lactobacillus
paracasei CNCM I-4034, bifidobacterium breve CNCM I-4035 and
lactobacillus rhamnosus CNCM I-4036 on hepatic steatosis in zucker rats.
PLoS One. 2014;9:e98401.
32. Savcheniuk O, Kobyliak N, Kondro M, Virchenko O, Falalyeyeva T,
Beregova T. Short-term periodic consumption of multiprobiotic from
childhood improves insulin sensitivity, prevents development of non-
alcoholic fatty liver disease and adiposity in adult rats with glutamate-
induced obesity. BMC Complement Altern Med. 2014;14:247.
doi:10.1186/1472-6882-14-247.
33. Kondro M, Kobyliak N, Virchenko O, Falalyeyeva T, Beregova T, Bodnar
P. Multiprobiotic therapy from childhood prevents the development of
nonalcoholic fatty liver disease in adult monosodium glutamate-induced
obese rats. Curr Issues Pharm Med Sci. 2014;27:243–5.
45