Isi Migren Siph
Transcript of Isi Migren Siph
BAB I
PENDAHULUAN
Migren merupakan salah satu keluhan nyeri kepala yang banyak dijumpai di
masyarakat. Hal ini pastilah sangat mengganggu, bukan hanya menimbulkan rasa
tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas di kehidupan sehari-hari.
Migren dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti stres, perubahan hormon,
makanan, faktor fisik, dll.1
Migrain atau nyeri kepala sebelah adalah salah satu penyakit yang
diperkirakan diderita oleh 25% wanita dan 10% pria di seluruh dunia. Secara
statistik, wanita tiga kali lebih sering terkena migrain dibanding laki-laki dan lebih
banyak diderita orang dewasa di usia 20 hingga 50 tahun. Seiring pertambahan usia,
tingkat keparahan dan frekuensinya pun ikut menurun. Dari hasil penelitian
epidemiologi, migren terjadi pada hampir 30 juta penduduk Amerika Serikat, 75%
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya
muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai aura
dengan persentase sebanyak 90%.2,3
Migren merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya berdenyut di
satu sisi kepala (unilateral), dengan intensitas sedang sampai berat, dan bertambah
dengan aktivitas. Dapat disertai mual, dan atau muntah, atau fonofobia dan fotofobia.
Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka ragam, dari tiap hari sampai satu
serangan per minggu atau bulan.4,5
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat
adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan
1
mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi
(peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala
lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain
yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migren.3
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di
lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala
ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya, berusaha
menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien bekerja sama
dalam mengenal gejala dini dan gejala migren pada umumnya serta tindakan
penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat
menurunkan angka morbiditas pasien.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala
vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya
sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat,
diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia,
dan fonofobia.1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Dari hasil penelitian epidemiologi, migren terjadi pada hampir 30
juta penduduk Amerika Serikat, 75% diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi
pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka
kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih
sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%. 1,2
Migren dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya jarang
terjadi setelah berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migren dalam
kepustakaan berbeda-beda pada setiap negara, umumnya berkisar antara 5–6% dari
populasi. Di Indonesia belum ada data secara kongkret. Pada wanita migren lebih
banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita hamil tidak luput dari
serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester 1.4
3
2.3 ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, di duga
sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi
sistem trigeminal-vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu:2,3,4,5
1. Ketegangan jiwa (stress) baik emosional maupun fisik
Stress fisik dan mental dapat memperberat serangan migren.
Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan
ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia pubertas.
Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial dapat
terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah kepala.
Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di batang
otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat
pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung
pada faktor emosi dan psikososial.
2. Menstruasi
Biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya / perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan
meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya
merasakan serangan migren pada saat menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’
sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua
hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Penurunan kadar estrogen
dalam darah menjadi penyebab terjadinya migren.
Beberapa saat menjelang menstruasi, kadar estrogen dan progesteron di dalam
tubuh perempuan turun drastis. Kondisi ini mempengaruhi kadar serotonin.
Serotonin adalah hormon yang mengatur kepekaan serabut syaraf menerima
4
rangsang nyeri. Dalam hal ini kadar serotonin juga ikut mengalami penurunan.
Saat kadar serotonin rendah di dalam tubuh maka seorang perempuan akan
mengalami migren.
3. Menopause
Umumnya, nyeri kepala migren akan meningkat frekuensi dan berat ringannya
pada saat menjelang menopause. Tetapi beberapa kasus membaik setelah
menopause. Terapi hormonal dengan estrogen dosis rendah dapat diberikan
untuk mengatasi serangan migren pasca menopause.
4. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering
terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit
kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan sangat
membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migren. Tidur yang baik
juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migren.
5. Rangsangan Sensorik
-Cahaya kilat atau berkelip.
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini
juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang
lebih tinggi daripada manusia normal. Sinar matahari, televisi dan lampu disko
dilaporkan sebagai sumber cahaya yang menjadi faktor pencetus migren.
-Bau menyengat
Termasuk bau yang menyenangkan seperti parfum dan bunga atau bau yang
tidak menyenangkan seperti tinner dan asap rokok.
5
Pencetus (trigger) migren berasal dari Talamus yaitu sebagai respon terhadap
stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising,
dan bau-bau yang tajam.
6. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan,
teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah sedikit akan meningkatkan
kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan
menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan sakit kepala.
Sakit kepala dimulai 24 sampai 48 jam setelah menghentikan kafein dan
berlangsung selama 1 sampai 6 hari. Kafein yang terkandung dalam minuman
bervariasi mulai dari 150 mg dalam 5 gelas kecil kopi, 35 mg dalam kaleng
cola. Vasokonstriksi serebral selama asupan kafein diikuti oleh vasodilatasi
rebound dan aliran darah arterial yang meningkat bila kafein dihentikan.
7. Puasa Dan Terlambat Makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan kadar gula
darah. Hal ini menyebabkan penderita migren tidak dianjurkan untuk berpuasa
dalam jangka waktu yang lama.
8. Makanan misalnya akohol, coklat, keju, MSG, aspartam.
Alkohol menyebabkan sakit kepala dengan berbagai mekanisme: tiramin
melepasan norepinephrin, histamin melepaskan nitritoksid dari endotelium
vaskular dan flavonoid dengan melepaskan serotonin dari platelet.
Cokelat dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migren.
Unsur coklat yang terlibat dalam mekanisme migren yang dipicu oleh diet
meliputi phenylethylamine, theobromine, kafein dan katekin.
6
Phenylethylamine merupakan biogenik amino yang dimetabolisme oleh enzim
monoamino oksidase, theobromine dan kafein merupakan methilxantin dan
katekin adalah senyawa phenolik. Kimia ini memulai reaksi terhadap nyeri
kepala dengan perubahan aliran darah serebral dan pelepasan norepinefrin dari
sel saraf simpatis. Suatu uji klinis acak tersamar ganda yang menilai klinis
migren didapati coklat sebagai pencetus serangan migren pada remaja. Studi
lain pada anak juga menunjukan adanya hubungan antara coklat dengan
migren yaitu dengan menghidari diet ”oligoantigenik” yang diikuti dengan
pengenalan kembali satu atau lebih jenis makanan tertentu. Suatu penelitian
dari 99 penderita migren, didapatkan 82 penderita respon terhadap diet coklat
dan 30% dari 82 penderita tidak respon terhadap serangan migren yang
dicetuskan coklat.
Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur merah, bir, sosis, dan
acar) dapat mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak terdapat bukti jika
mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan frekuensi
serangan migren.
Serangan migren terjadi setelah mengkonsumsi keju, dimana kandungan
tiramin yang tinggi dari keju bersama dengan konjugasi enzim dan monoamin
oksidase yang diserap dari usus ke dalam sirkulasi. Pengaruh vasokonstriktor
bisa timbul dengan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis.
Penyedap masakan atau MSG (Monosodium Glutamat) dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar
debar, cemas, parestesia leher dan tangan, nyeri perut dan nyeri dada jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini
biasa disebut Chinese restaurant syndrome.
7
Monosodium glutamate merupakan vasokonstriktor yang potensial di dasar
pembuluh darah yang menyebabkan timbulnya gejala. Munculnya gejala
sekitar 15 sampai 60 menit setelah mengkonsumsi MSG sewaktu perut kosong
Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet dan
makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah
besar dan jangka waktu yang lama.
9. Obat –obatan
Seperti: nitrogliserin, nifedipin sublingual, dan isosorbid-dinitrat
Secara umum efek samping yang timbul akibat penggunaan obat golongan
nitrat untuk antiangina, antara lain: dilatasi arteri akibat nitrat menyebabkan
sakit kepala (30-60% dari pasien yang menerima terapi nitrat).
Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan) pertama dalam pengobatan
angina pektoris. Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika
metabolisme obat pertama kali melepaskan ion nitit (NO2-), suatu proses yang
membutuhkan tiol jaringan. Di dalam sel, NO2- diubah menjadi nitrat oksida
(NO), yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase, yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik (cGMP) intraseluler pada
sel otot polos vaskular. cGMP menyebabkan relaksasi, menyebabkan
defosforisasi miosin rantai pendek (MCL), kemungkinan dengan menurunkan
konsentrasi ion Ca2+ bebas dalam sitosol. Hal tersebut akan menimbulkan
relaksasi otot polos, termasuk arteri dan vena. Nitrat organik menurunkan
kerja jantung melalui efek dilatasi pembuluh darah sistemik. Venodilatasi
menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung, sehingga tekanan akhir
diastolik ventrikel dan volume ventrikel menurun. Diastolik ventrikel yang
menurun juga memperbaiki perfusi sub endokard. Vasodilatasi menyebabkan
penurunan resistensi perifer sehingga tegangan dinding ventrikel sewaktu
8
sistole berkurang. Akibatnya, kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi
berkurang.
10. Merokok
Pemicu kimia seperti merokok dapat menstimulasi neuroreseptor yang
mengakibatkan pelepasan neurotransmiter. Neurotransmiter dapat
mempengaruhi langsung terhadap neuron pada jalur migren trigeminovaskular
sehingga melepaskan substance P (SP), calcitonin gene-related peptide (CGRP)
dan neurokinin yang di aktifkan dari berbagai pencetus. Substance P
berhubungan dengan vasodilatasi, degranulasi mast cell, peningkatan
permeabilitas dan edema meningeal. Secara bersamaan terjadi pembentukan
fenomena yang disebut peradangan neurogenik. Aktivitas ganglia trigeminal
yang berlebihan dan peradangan pada neurovaskular dari meningeal
menyebabkan serangan migren.
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada
pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan
pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC
ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin
menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura
Pencetus (trigger) migren berasal dari:
1.Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,
2.Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya
yang menyilaukan, suara bising, makanan, bau-bau yang tajam,
3.Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan
"lingkungan" internal (perubahan hormonal),
4.Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap
vasodilator, atau angiografi.
9
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan migren adalah
- Riwayat penyakit migren dalam keluarga
Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya suatu
pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari otak.
Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren
yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen
pada lengan panjang kromosom).
- Wanita dan usia muda.
2.4 KLASIFIKASI
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut:1,2
1. Migren Tanpa Aura.
a. Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi.
b. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan.
c. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-
48 jam.
d. Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
- Kualitas berdenyut
- Lokasi unilateral
- Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-
hari.
- Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
e. Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
- Mual dan atau muntah
- Fotofobia dan fonofobia
f. Minimal terdapat satu dari berikut:
10
- Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan
lain.
- Riwayatdan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi
telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai
(mis: MRI atau CT Scan kepala)
2. Migren Dengan Aura
a. Migren dengan aura yang khas.
b. Migren dengan aura yang diperpanjang.
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine).
d. Migren dengan basilaris.
e. Migren aura tanpa nyeri kepala.
f. Migren dengan awitan aura akut
Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan
fase postdromal.
a. Aura dengan minimal 2 serangan
b. Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :
- Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal
(mis: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala
visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia,
paresis, penurunan kesadaran).
- Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua
atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama.
- Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila
lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama.
- Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri
kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum
aura.
11
c. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
- Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan
lain.
- Riwayatdan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain,
tetapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang
memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)
3. Migren Oftalmoplegik.
a. Migren yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang
berhubungan dengan paresis.
b. Tidak ada kelainan organik.
c. Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI
4. Migren Retinal.
a. Terjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam.
b. Gangguan okuler dan vaskuler tidak dijumpai.
5. Migren Yang Berhubungan dengan Gangguan Intrakranial.
a. Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.
b. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi
intrakranial.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum,
pada saat atau setelah serangan nyeri kepala.
6. Migren Dengan Komplikasi.
a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
- Tanpa kelebihan penggunaan obat.
- Kelebihan penggunaan obat untuk migren.
b. Infark migren.
12
7. Gangguan Seperti Migren Yang Tidak Terklasifikasikan.
Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine.
Classic migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit
neurologik fokal, misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.
Sedangkan common migraine tidak didahului atau disertai dengan
fenomena defisit neurologic fokal. Oleh Ad Hoc Committee of the
International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama atau
sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic
migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine.
2.5 PATOFISIOLOGI
Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of the
brain) yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga pembuluh
darah mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri kepala berikut
aktivasi saraf lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh suatu primary
vascular event . Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi baik dalam setiap
individu maupun antar individu. Variabilitas tersebut paling tepat dijelaskan melalui
pemahaman terhadap kelainan biologik dasar dari migren yaitu disfungsi ion channel
pada nuklei aminergik batang otak yang secara normal berfungsi mengatur input
sensoris dan memberikan kendali neural (neural influences) terhadap pembuluh darah
kranial.6
Mekanisme dasar bagi korteks serebri untuk menghindari kerusakan organ
ialah dengan mengurangi pasokan darah menuju otak, sehingga akan terjadi
perubahan diameter pembuluh darah otak, yang bermanifestasi sakit kepala akibat
perubahan vaskular tersebut. Secara klinis, sakit kepala dibagi menjadi dua kategori;
sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer terjadi tanpa
13
kerusakan organ (etiologi struktural), misalnya sakit kepala vaskular (migren), cluster
headache, tension headache, dan sakit kepala akibat penggunaan obat yang berlebih.
Sedangkan sakit kepala sekunder terjadi karena adanya kerusakan struktural atau
organik. Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini
dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami pelebaran
sehingga akan teraba denyut jantung. Pelebaran ini akan menstimulasi orang sadar
yang diterjemahkan sebagai sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor (misalnya golongan senyawa ergot) akan mengurangi sakit kepala,
sedangkan vasodilator (misalnya nitrogliserin) akan memperburuk sakit kepala.1,6
Migren dengan aura juga telah diketahui dengan baik, dikenal dengan teori
cortical spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di
substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini
diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga
membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip
neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino glutamat eksitatori dari
jaringan saraf sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter, depresi
saraf pun menyebar.2,6
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di
neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.
Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk
dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma.
Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah
inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren
14
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian
rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini
bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor.
Pemberian antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren
dengan efektif.2,6
1. Teori Depolarization
Sebuah fenomena yang dikenal sebagai kortikal menyebarkan depresi yang
dapat menyebabkan migrain. Di kortikal menyebarkan depresi, aktivitas
saraf tertekan atas area korteks otak. Situasi ini mengakibatkan rilis
mediator inflamasi menyebabkan iritasi saraf kranial, terutama saraf
trigeminal, yang menyampaikan informasi sensorik untuk wajah dan
kepala. Pandangan ini didukung oleh neuroimaging teknik, yang
tampaknya menunjukkan bahwa migrain terutama adalah gangguan otak
(neurologis).
Teori ini dimana terjadi depresi gelombang listrik yang menyebar lambat
ke anterior setelah peningkatan mendadak aktivitas listrik pada bagian
posterior otak. Menyebarkan depolarization (perubahan listrik) mungkin
mulai 24 jam sebelum serangan, dengan munculnya sakit kepala yang
terjadi ketika wilayah otak depolarized. Penelitian Perancis pada tahun
2007, menggunakan teknik Positron Emission Tomography (PET)
mengidentifikasi hipotalamus sebagai kritis terlibat dalam tahap awal.2,4
2. Teori Vascular
Serangan disebabkan oleh vasokontriksi pembuluh darah intrakranial
sehingga aliran darah otak menurun yang dimulai di bagian oksipital dan
meluas ke anterior perlahan-lahan ibarat gelombang oligemia yang sedang
menyebar, yang melintasi korteks serebri dengan kecepatan 2-3 mm per
15
menit, berlangsung beberapa jam dan diikuti oleh vasodilatasi pembuluh
darah ekstrakranial yang menimbulkan nyeri kepala.2,4
3. Teori Inflamasi Neurogenik
Sistem trigeminovaskular dimulai dari meningen pada ujung serabut saraf
aferen primer C yang kecil dari nervus trigeminus yang badan selnya
berada dalam ganglion trigeminus dan pembuluh darah di sekitarnya.
Impuls yang berjalan sepanjang nervus trigeminal menuju ke ganglion, ke
dalam pons, dan berjalan turun bersinaps pada nukleus kaudalis trigeminus.
Inflamasi neurogenik yang menimbulkan nyeri migren terjdi pada ujung
pertemuan serabut saraf trigeminus dan arteri durameter. Inflamasi ini
disebabkan oleh pelepasan substansia P, CGRP (Calcitonin Gene-Related
Peptide), dan neurokinin-A dari ujung-ujung saraf tersebut.
Neurotransmiter ini membuat pembuluh darah dura yang berdekatan
menjadi melebar, terjadi ekstravasasi plasma, dan aktivasi endotel vaskular.
Inflamasi neurogenik ini menyebabkan sensitisasi neuron dan
menimbulkan nyeri. Aktifitas listrik selama fase aura atau pada awal
serangan migren menimbulkan depolarisasi serabut saraf trigeminus di
dekat arteri piameter sehingga mengawali fase nyeri kepala.2,4
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap
individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain:
1. Fase Prodormal
16
Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur
berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti coklat) dan
gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase
nyeri kepala. Fase ini memberi pertanda kepada penderita atau
keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.2
2. Fase Aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit.
Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari
aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan
gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren
adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak),
gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi lapang pandang,
persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena
positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena
negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua
fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada
migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan
tanpa periode laten. Selain itu dapat terjadi mikropsia, makropsia, dan
photopsia (kilatan cahaya/lampu). Gejala sensorik berupa parestesi mulai
dari tangan menyebar ke siku, lengan atas, leher, sampai lidah dan bibir.
Gejala motorik berupa rasa lelah, hemiparesis (lemah satu sisi anggota
gerak), dan gangguan berbahasa.2
3. Fase Nyeri Kepala
17
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah 1-2
jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama
4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung selama
1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang
sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.2
4. Fase Postdormal
Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi
perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa segar atau euphoria
setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan
lemas.2
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura,
sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase
prodormal, fase nyeri kepala, dan fase postdormal.2,7
2.7 KRITERIA DIAGNOSIS
1. Migren Tanpa Aura
Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan
manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri
kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai
berat dengan disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala
diperberat dengan adanya aktivitas fisik.
2. Migren Dengan Aura
Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan
dengan gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan
18
batang otak, biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak
lebih dari 60 menit. Nyeri kepala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya
langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan
tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama
sekali tidak ada. Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala
hemisensorik, hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.
KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B dan D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati
atau pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri
kepala.
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari
karakteristik sebagai berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat dengan kegiatan fisik .
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di
bawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan
19
KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit,
atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila
lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala
mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60
menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organic
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan
3. Migren Hemiplegik Familial
Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama
seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga
terdekatnya mempunyai riwayat migren yang sama.
4. Migren Basilaris
20
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua
lobioksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua
atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini:
a. Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
b. Disartia
c. Vertigo
d. Tinitus
e. Penurunan pendengaran
f. Diplopi
g. Ataksia
h. Parastesia bilateral
i. Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
5. Migren Aura Tanpa Nyeri Kepala
Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri
kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.
6. Migren Dengan Awitan Aura Akut
Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria
diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala
neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi
selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak
berhasil), selama nyeri berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau
muntah, fonofobia/fotofobia. Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan
pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan jantung serta darah.
7. Migren Oftalmoplegik
Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang
yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak
21
didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-
kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak
didapatkan kelainan serebrospinal.
8. Migren Retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta
tidak lebih dari satu jam. Dapat berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak.
Gangguan ocular dan vascular tidak dijumpai.
9. Migren Yang Berhubungan Dengan Gangguan Intracranial
Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara
temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi
intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh
hilangnya serangan migren.
KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL
Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini:
A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60
menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau
penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan
monokular selama serangan tersebut.
B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri
tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri
kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain
atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.
C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat
disingkirkan dengan peneriksaan angiografi, CT scan,
pemeriksaan jantung dan darah.
22
KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN
INTRAKRANIAL
A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
B. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro
imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari:
1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intracranial
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intracranial
D. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren akan hilang
dengan sendirinya
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding.2,7
1.CT Scan dan MRI Kepala
CT Scan : pada penderita migren yang ringan tidak menunjukkan suatu
kelainan, tetapi pada berat dan lama kadang memperlihatkan area
pembengkakan.
2.Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal : dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi dan menentukan
tingkat leukosit, glukosa, dan protein pada LCS. Diindikasikan pada sakit
kepala yang progresif, rekurens, dan onsetnya cepat.
3. EEG (Elektroensefalogram)
23
EEG : pada penderita migren akan tampak suatu daerah perlambatan 2-4
detik tidak lama setelah serangan tetapi akan menjadi normal kembali seperti
biasa dalam beberapa hari.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala tegang (tension headache)
2. Nyeri kepala kluster (cluster headache)
1. Nyeri kepala tegang (tension headache)
yaitu serangan nyeri kepala berulang yang berlangsung dalam menit sampai
hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari
ringan sampai berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala
penyertanya tidak menonjol.
Nyeri kepala ini dapat bersifat episodik dan kronik. Jika episodik,
sekurang-kurangnya terdapat 10 serangan nyeri kepala, dengan jumlah hari
nyeri kepala kurang dari 15 hari per bulan. Sedangkan kronik, frekuensi dan
rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan dan berlangsung lebih dari
6 bulan.
Nyeri kepala dominan pada wanita dan dapat terjadi pada segala usia. Yang
khas, biasanya dimulai pada usia 20-40 tahun. Riwayat dalam keluarga
dapat ditemukan. Nyeri dikeluhkan sebagai tidak berdenyut, rasa kencang
daerah bitemporal atau bioksipital, atau seperti diikat sekeliling kepala, rasa
berat dan tertekan. Lokasi nyeri terutama dahi, pelipis, belakang kepala,
atau leher. Pada palpasi dapat teraba nodul-nodul yang berbatas tegas.
Nyeri juga dapat menjalar sampai leher atau bahu. Kedinginan dapat
memicu timbulnya nyeri kepala ini.
24
Pada yang episodik, pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian besar
sembuh dengan obat-obatan analgetik yang bebas beredar di pasaran. Pada
yang kronis, biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu perlu
dievaluasi adanya stress kehidupan, pekerjaan, kebiasaan, sifat kepribadian
tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan cara
pasien mengatasinya.4,7
2. Nyeri kepala kluster (cluster headache)
yaitu nyeri kepala hebat yang periodik dan paroksismal, unilateral, biasanya
terlokalisir di orbita, berlangsung singkat (15 menit-2 jam) tanpa gejala
prodromal.
Nyeri kepala ini timbul secara berkelompok, setiap hari selama 3 minggu-3
bulan, kemudian sembuh sampai berbulan atau bertahun-tahun. Nyeri
bersifat tajam, menjemukan, dan menusuk serta diikuti oleh mual atau
muntah. Nyeri kepala sering terjadi pada lanjut malam atau pagi dini hari,
sehingga membangunkan pasien dari tidurnya. Beberapa pasien mengalami
wajah merah, hidung tersumbat, atau mata berair ipsilateral dari nyeri
kepala. Laki-laki 5 kali lebih banyak terkena daripada wanita. Kebanyakan
pasien menderita serangan pertama pada usia 20-40 tahun. Pemicu nyeri
kepala antara lain minum alkohol.4,7
2.10 PENATALAKSANAAN
Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi non farmakologi dan
farmakologi.
Terapi Non Farmakologi meliputi:7
25
Edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya :
a. Mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migraine.
Siklus kehidupan yang terlalu ketat, kurang istirahat, terlambat makan, dan
kurang rekreasi dapat merupakan pencetus serangan migren. Pembagian
waktu kerja, istirahat, tidur, makan, dan olahraga perlu diatur dengan baik.
b. Mencegah puncak stres melalui relaksasi.
c. Mencegah makanan pemicu serangan migren.
d. Menghindari obat-obat yang bisa menjadi pencetus migren nitrogliserin,
nifedipin sublingual, isosorbid dinitrat.
Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga keteraturan
hidup (regularity of habits), dari pada membatasi beragam makanan dan
aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari otak terhadap
pemicu-pemicu pada waktu tertentu.7
Terapi Farmakologi/Medikamentosa
Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi:2,3,4,7
1. Terapi Abortif (Pengobatan Akut atau Segera) yaitu obat yang diminumkan
untuk menghentikan serangan saat kemunculannya. Terapi untuk
menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi menjadi: terapi
nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific treatments).
2. Terapi Preventif yaitu obat yang diminumkan setiap hari tidak tergantung dari
ada atau tidak nyeri kepala, yang bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat
keparahan serangan. Terapi preventif ini disarankan untuk penderita yang
tidak mengalami perbaikan dengan obat-obatan serangan akut (terapi abortif).
1. Terapi Abortif
26
Terapi nonspesifik seperti:
a. Aspirin
b. Acetaminophen
c. Nonsteroid anti inflammatory drugs (NSAID)
Obat golongan NSAID bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin,
leukotrien, dan mencegah inflamasi neurogenik dari sistem
trigeminovaskular.
Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang
baik menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan.
Terdapat keberhasilan penggunaan analgetik dan NSAID, setelah terlebih
dahulu mempertimbangkan keinginan penderita dan kontraindikasi: obat
harus diminum sesegera mungkin begitu komponen nyeri kepala dari
serangan mulai dirasakan; dosis obat harus adekuat, sebagai contoh, 900
mg aspirin, 1000 mg acetaminophen, 500 sampai 1000 mg naproxen, 400
sampai 800 mg ibuprofen, atau kombinasinya dengan dosis yang
memadai. Penambahan menggunakan antiemetik atau obat yang
meningkatkan motilitas gaster dapat meningkatkan absorpsi obat utama,
sehingga juga akan membantu meredakan serangan. Penggunaan yang
terlalu sering dari kelompok obat-obatan ini harus dihindari; sebagai
contoh, penggunaan tidak boleh melebihi dua sampai tiga hari dalam
seminggu, dan catatan harian (headache diary) penderita perlu diperiksa
dan dipantau untuk mengetahui adanya peningkatan penggunaan obat-
obatan. Yang penting diketahui adalah bahwa tingkat keparahan serangan
migraine dan responnya terhadap pengobatan dapat berubah-ubah;
sehingga suatu ketika penderita dapat hanya memerlukan satu macam
obat, sementara dilain waktu dapat memerlukan sejumlah macam obat
untuk mengatasi serangan yang lebih berat.
27
d. Opiat
Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya meredam
nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang melatar belakangi
serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif; penggunaannya
juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada sebagian besar penderita tidak
memberikan khasiat yang melebihi obat spesifik untuk migraine
(migraine-specific therapy). Kodein 30-60 mg untuk nyeri kepala hebat.
e. Analgetik kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam
gangguan nyeri.2,7
Terapi spesifik meliputi:
- Derivat Ergon
Ergotamin tartrat
Dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat antiemetik,
analgesik, atau sedatif. Dosis oral 1 mg pada saat serangan, diikuti
1 mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau
10 mg/minggu.
Kontraindikasi pemberian ergotamin adalah adanya penyakit
pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit hati
atau ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek sampingnya mual,
muntah, dan kram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan
mental dan gangren.
Dihydroergotamin
Merupakan agonis reseptor 5 HT-1 (serotonin). Aman dan efektif
untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping mual
yang kurang dan lebih bersifat venokonstriktor. Dosis 1 mg
28
intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg
metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap
1 jam sampai total 3 mg.
Kelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan
dihydroergotamine) adalah biaya pengobatan yang rendah dan
pengalaman dari sejarah panjang penggunaannya. Kekurangannya
adalah resiko tinggi terjadinya rebound headaches.2,4
- Triptan
Sumatriptan suksinat
Merupakan zat yang bekerja sebagai agonis selektif reseptor 5-
Hidroksi Triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan
serangan nyeri kepala migren, menghilangkan mual, fotofobia dan
fonofobia pada migren. Dosis lazim 6 mg subkutan, dapat diulang
dalam waktu 1 jam bila diperlukan (jangan melampaui 12 mg/24 jam).
Efek samping ringan berupa reaksi lokal pada kulit, muka merah,
kesemutan, dan nyeri leher, serta kadang-kadang nyeri dada, dizziness,
dan mengantuk. Kontraindikasinya adalah angina, penyakit koroner,
hipertensi, atau penggunaan yang bersamaan dengan ergotamin atau
vasokontriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada
migren basiler atau migren hemiplegik.
Kekurangan dari golongan triptan adalah biaya pengobatan yang
tinggi.2,4
2. Terapi Preventif
Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine
sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan
mendasarkan pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat
keparahan, dan resistensi dari serangan akut yang dialami, termasuk juga
29
keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak
responsif menggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang
mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat
untuk mendapatkan terapi preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas
lebih baik untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu
keadaan menjadi lebih buruk meliputi:
a. serangan migraine menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya dua kali
per bulan
b. penderita berisiko mengalami rebound headache
c. isian migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trend
yang jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.3,7
Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak satu
sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif; namun
apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapi preventif perlu
menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah hari nyeri kepala mencapai lima hari
atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi pertimbangan yang
serius. Terapi preventif ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil.7
Macam-macam obat pilihan pertama yang dianggap efektif dalam
pengobatan preventif adalah :2,4,7
- Penyekat beta seringkali efektif untuk profilaksis (preventif) migren
yaitu Propanolol 80-160 mg per hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian.
Jangan diberikan pada pasien asma bronkial atau gagal jantung
kongestif.
Golongan β-adrenergic blocker bekerja dengan menghambat agregasi
platelet sehingga terjadi penurunan produksi prostaglandin dan
katekolamin. Obat ini dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat
mempengaruhi sistem serotonin dengan penghambatan sistem
30
noradrenergik, absorpsi baik melalui sistem gastrointestinal, dan
dimetabolisme di hati. Pada pasien migren yang dicetuskan oleh stres,
obat ini bermanfaat, dengan efek samping mudah lelah, mual, muntah,
depresi, mimpi buruk, hipoglikemia, bradikardi dan hipotensi
- Antidepresan trisiklik, yaitu Amitriptilin 50-75 mg/hari sebelum tidur
atau dalam dosis terbagi. Jika nyeri kepala timbul relatif sering
dengan intensitas tidak terlalu tinggi, amitriptilin merupakan pilihan
terbaik, apalagi jika penderita mengalami insomnia. Kontraindikasi
penggunaan amitriptilin adalah glaukoma, hipertrofi prostat, epilepsi,
dan penyakit jantung.
- Penyekat saluran kalsium kadang dipakai sebagai alternatif kedua bila
penyekat beta atau amitriptilin tidak efektif. Verapamil dengan dosis
3-4 kali 80 mg/hari. Kontraindikasi obat ini pada sindrom sinus sakit,
blok jantung derajat dua-tiga, dan gagal jantung kongestif. Efek
sampingnya adalah edema, hipotensi, lelah, dan pusing.
Obat golongan calcium channel blocker bekerja dengan cara menghambat
masuknya kalsium ke dalam sel sehingga menghambat pembentukan
impuls (automaticity) dan conduction velocity. Kalsium intraseluler juga
berperan meregulasi beberapa hormon, enzim, dan neurotransmiter.
Pelepasan serotonin sendiri dipengaruhi oleh kalsium, sehingga
pemberian calcium channel blocker dapat menghambat pelepasan
serotonin, sehingga dapat menjadi preventif serangan migren.
- Antagonis serotonin
Metisergid 2 mg/hari dinaikan sampai 8 mg/hari dibagi dalam
beberapa dosis. Dosis dinaikan bila pasien bebas dari efek samping
termasuk mengantuk, ataksia, dan mual.
31
Rata-rata, sebanyak dua pertiga penderita yang mendapatkan salah satu dari
obat-obatan dalam tersebut diatas akan mengalami penurunan frekuensi serangan
sakit kepala sebanyak 50%. Klinisi perlu menjelaskan efek samping dari obat-obatan
tersebut diatas serta melibatkan penderita dalam proses pengambilan keputusan
pengobatan. Hindari penggunaan methysergide, setidak-tidaknya pada permulaan
penanganan, dan tidak boleh digunakan lebih dari 6 bulan, oleh karena potensi
komplikasinya yang berupa fibrosis retroperitonealis.2,4,7
2.11 KOMPLIKASI
1. Status Migren
Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam dan intensitasnya
berat walaupun telah diobati sebagaimana mestinya. Status migren
disebabkan oleh inflamasi steril sekitar pembuluh darah yang melebar.
Telah diupayakan memberi obat yang berlebihan namun demikian nyeri
kepala tidak kunjung berhenti. Contoh pemberian obat yang berlebihan
misalnya minum ergotamin setiap hari lebih dari 30 mg tiap bulan, aspirin
lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per bulan, dan telah
mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya setiap
bulannya.2,4
2. Infark Migren
Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang
terjadi sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan
pemeriksaan CT scan menunjukkan hipodensitas yang nyata (infark
iskemia). Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.2
32
2.12 PROGNOSIS
Bagi banyak penderita migren, masa penyembuhan sangat penting, terutama
menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh sempurna.
Terutama pada wanita yang sudah memasuki masa menopause, akan lebih aman
mengalami serangan, berhubungan dengan produksi serotonin.2
Migren dengan awal kejadian sebelum umur 7 tahun umumnya lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, pada beberapa orang dengan
migren dapat berlanjut pada umur 7-15 tahun. 20% akan menjadi bebas migren pada
umur 25 tahun dan 50% akan menjadi migren berlanjut sampai umur 50 dan 60
tahun.7
33
BAB III
KESIMPULAN
Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri
yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai
dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.
Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura,
migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan gangguan
intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren yang tidak
terklasifikasikan.
Diagnosis migren dapat ditemukan dengan memperhatikan ciri-ciri khusus
dari beberapa klasifikasi migren diatas. Selain itu dibutuhkan pemeriksaan CT scan
dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan mengurangi
faktor resiko, terapi non farmakologi dan farmakologi. Terapi farmakologi meliputi
terapi abortif (pengobatan akut atau segera) yaitu obat yang diminumkan untuk
menghentikan serangan saat kemunculannya. Serta terapi preventif yaitu obat yang
diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala, yang
bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan. Dan terapi preventif
ini disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan dengan obat-obatan
serangan akut (terapi abortif).
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology,
SixthEdition, Mcgraw-Hill.2Dawn.
2. Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
EGC. Jakarta.
3. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
4. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
5. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar.
DianRakyat: Jakarta.
6. Sudoyo AW, et al, editor. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam “Migren dan
Sakit Kepala”. Jilid II. Edisi 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
7. Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. DianRakyat:
Jakarta.
35