ISI CMV

45
BAB I PENDAHULUAN Cytomegalovirus (CMV) seringkali disebut virus pengasuh anak. Namun saat ini infeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang sering terjadi di dunia. Infeksi CMV dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang merupakan singkatan dari Toxoplasma, Other, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus. Infeksi CMV menjadi popular karena berdampak negatif terhadap janin atau fetus dari wanita hamil yang terinfeksi. Infeksi CMV merupakan infeksi intrauterine yang berhubungan dengan pertumbuhan janin dan tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri. Hal ini dikarenakan selain pada ibu hamil dan fetus, infeksi CMV dapat menyerang setiap individu. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, dan perinatal bagi bayi yang dilahirkan 1,2 . Infeksi CMV juga dapat memicu berbagai macam penyakit lain, antara lain keganasan, penyakit autoimun, bermacam inflamasi seperti radang ginjal- saluran kemih, hati, saluran cerna, paru, mata, dan infertilitas. 2 Menurut lokasi geografisnya prevalensi CMV pada 1

description

referat cytomegalovirus

Transcript of ISI CMV

Page 1: ISI CMV

BAB I

PENDAHULUAN

Cytomegalovirus (CMV) seringkali disebut virus pengasuh anak. Namun

saat ini infeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang sering terjadi di dunia.

Infeksi CMV dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang merupakan singkatan

dari Toxoplasma, Other, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus.

Infeksi CMV menjadi popular karena berdampak negatif terhadap janin atau fetus

dari wanita hamil yang terinfeksi. Infeksi CMV merupakan infeksi intrauterine

yang berhubungan dengan pertumbuhan janin dan tidak selalu bergabung dalam

infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri. Hal ini dikarenakan selain pada

ibu hamil dan fetus, infeksi CMV dapat menyerang setiap individu. Pada infeksi

CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik

tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang

minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang

dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital, dan perinatal bagi bayi

yang dilahirkan1,2. Infeksi CMV juga dapat memicu berbagai macam penyakit

lain, antara lain keganasan, penyakit autoimun, bermacam inflamasi seperti

radang ginjal-saluran kemih, hati, saluran cerna, paru, mata, dan infertilitas. 2

Menurut lokasi geografisnya prevalensi CMV pada orang dewasa berkisar

dari 40% sampai lebih dari 70% yang beresiko pada janin bila ibu mendapatkan

infeksi CMV primer. Sekitar 40% dari kasus menjadi infeksi janin. Sebaliknya

hanya 1% janin yang mengalami infeksi bila wanita hamil mengalami infeksi

CMV berulang. Di Amerika Serikat, sekitar 1% dari semua bayi yang baru lahir

yaitu 30.000 sampai 40.000 bayi dalam setahun terinfeksi CMV. Sekitar 5 – 10%

kasus menunjukkan gejala sejak lahir dan 90 – 95% bersifat asimptomatik. 1

Oleh karena itu penting bagi kita sebagai dokter layanan primer untuk

dapat mendeteksi secara dini infeksi CMV pada neonatus sehingga dapat

ditatalaksana sesegera mungkin. Pembuatan makalah ini bertujuan secara umum

untuk mengetahui pengertian infeksi CMV pada neonatus, manifestasi klinis,

patofisologi, komplikasi yang dapat terjadi, pencegahan dan prognosis dari infeksi

sitomegalovirus pada neonates sehingga tujuan secara khusus untuk mengetahui

cara menegakkan diagnose dan penatalaksanaan yang tepat pada infeksi CMV.

1

Page 2: ISI CMV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi

Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

cytomegalo yang dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada

masa kanak - kanak. Cytomegalovirus (CMV) merupakan 1 dari 8 virus herpes

manusia yang termasuk dalam anggota dari subfamili beta-virus herpes, yang

juga mencakup roseolaviruses, virus herpes manusia tipe 6, dan virus herpes

manusia tipe 7. Kadang-kadang CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer

pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan

reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya

disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan3.

Gambar 2.1 Human Cytomegalovirus

2. 2. Epidemiologi

Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia dan terjadi endemik tanpa

tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi

dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang

dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi

CMV. Keadaan ini meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada keadaan

sosial ekonomi yang jelek, atau di Negara berkembang, lebih dari atau sama

dengan 80 - 90% masyarakat terinfeksi oleh CMV. Selain itu sangat banyak

masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar sudah berjalan

kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa menyadari bahwa sudah terinfeksi

2

Page 3: ISI CMV

CMV.2

Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan

perinatal paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital

bervariasi luas di antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar

0,2 – 3%, ada pula sebesar 0,7 - 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka

infeksi 1%- 2% dari seluruh kehamilan. Keadaan asimtomatik saat lahir

dijumpai pada 5 –17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV

kongenital. 2

2. 3. Penularan CMV

Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi

(viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada

kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi. Viremia pada ibu

hamil dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus

plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun pada

reaktivasi, infeksi rekuren endogen, yang mungkin akan menimbulkan risiko

tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi

primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi.

Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus

dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang

kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan

menimbulkan penyakit yang lebih berat.2

Tabel 2.1 Transmisi Intrauterus

3

Virus pada ibu menular ke janin

Menyebar ke pembuluh darah

Menembus plasenta

Menuju fetus

Menyebabkan infeksi primer, reaktivasi,

dan infeksi rekuren

Page 4: ISI CMV

Gambar 2.2 Transmisi CMV

Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital

maupun melalui air susu ibu. Kira-kira 2% – 28% wanita hamil dengan CMV

seropositif, melepaskan CMV ke sekret serviks uteri dan vagina saat

melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian infeksi

perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9% - 88%

wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke

ASI. Kurang lebih 50% - 60% bayi yang menyusu terinfeksi asimtomatik,

bila selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik

dari ibu melalui plasenta. Penelitian pada bayi dengan seronegatif pada saat

lahir yang disusui oleh ibu yang menularkan CMV melalui ASi menunjukkan

infeksi 63%. Walaupun antibody spesifik CMV terdapat pada kolostrum dan

ASI, antibody tampaknya tidak protektif. Penularan pada bayi cukup bulan

tampak tanpa gejala atau sekuele namun resiko pada bayi preterm mungkin

sangat lebih besar dan penggunaan susu donor sangat relative

terkontraindikasi kecuali apabila telah diketahui susu donor seronegatif pada

CMV. Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir

prematur atau dengan berat badan lahir rendah1,2

Transmisi postnatal dapat terjadi melalui air ludah, mainan anak-anak

misalnya karena terkontaminasi dari muntah. Transmisi juga dapat terjadi

4

Page 5: ISI CMV

melalui kontak langsung atau tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah,

transplantasi organ. Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi

dari sel ke sel melalui celah diantara 2 membran atau dinding sel yang

berdekatan. Di samping itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel

terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi

penyebaran per hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke

organ lainnya.2

2. 4. Patofisiologi Infeksi CMV

Cytomegalovirus dapat menular dari ibu hamil ke janinnya selama

kehamilan. Virus dalam darah ibu masuk lewat plasenta dan menginfeksi

darah janin. Antara bayi yang lahir dengan infeksi CMV (infeksi CMV

kongenital), sekitar 1 dari 5 akan memiliki cacat permanen, seperti cacat

perkembangan atau gangguan pendengaran.3

Cytomegalovirus merupakan virus litik yang menyebabkan efek

sitopatik in vitro dan in vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang

membesar dengan badan inklusi virus (viral inclusion bodies)2.

Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di

permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam

vakuola di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat

menuju ke nukleus sel inang (uncoating).2

Replikasi DNA virus terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel

terinfeksi CMV dapat berinteraksi satu dengan yang lain, membentuk satu sel

besar dengan nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated

cells) dapat dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel

berinti ganda yang membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi

virus, yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti

mata burung hantu (owl eye)2. Walaupun merupakan suatu dasar diagnosis,

tampilan histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada pada organ

terinfeksi.4

5

Page 6: ISI CMV

Gambar 2.3 Inklusi mata burung hantu yang tipikal (Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan)

Riwayat infeksi CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus

diekskresi melalui beberapa tempat dan ekskresi virus dapat menetap

beberapa minggu, bulan, bahkan tahun sebelum virus hidup laten. Infeksi

ulang sering terjadi, karena reaktivasi dari keadaan laten dan terjadi pelepasan

virus lagi. Infeksi ulang juga dapat terjadi eksogen dengan strain lain dari

CMV. Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan menetap sepanjang hidup.

”Sekali terinfeksi, tetap terinfeksi” dimana virus hidup dormant dalam sel

inang tanpa menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti common

cold. Virus CMV dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah, urin, semen,

sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh. Ekskresi

yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama,

sehingga bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi

CMV pada infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama.2

Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten,

meskipun tanpa menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi

virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan manifestasi

klinik infeksi CMV2.

Penyakit yang timbul melibatkan peran dari banyak molekul baik yang

dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh inang yang terpacu

aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV dapat hidup di

dalam bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas, leukosit

6

Page 7: ISI CMV

polimorfonukleus, makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik, limfosit

T (CD4+,CD8+), limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit. Dengan

demikian berarti infeksi CMV menyebabkan infeksi sistemik dan menyerang

banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan, paru, saluran

cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak atau sistem

syaraf pusat2.

Tabel 2.2 Patogenesa Cytomegalovirus

Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi

virus yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang

baik (imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi,

namun penyakit dapat menjadi berat apabila individu berada dalam keadaan

immature, immunosuppressed atau immunocompromised, termasuk ibu hamil

dan neonatus, penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita

yang mendapatkan transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan

7

Virus CMV memasuki sel

berikatan dengan reseptor pada

permukaan sel inang

membran sel

masuk ke dalam vakuola di sitoplasma

selubung virus terlepas

nucleocapsid menuju nukleus

sel inangreplikasi

Endothelial giant cells (pada pemeriksaan

histologis di dapatkan owl eye)

CMV hidup dalam bermacam

sel

Infeksi sistemik dan menyerang banyak organ

Page 8: ISI CMV

yang menderita penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang

tertekan atau lemah, sehingga belum mampu membangun respons baik seluler

maupun humoral yang efektif dan dapat mengakibatkan nekrosis atau

kematian jaringan yang berat, bahkan berakibat fatal.2

Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti terhadap infeksi

terhadap virus pada umumnya, bersifat kompleks yang meliputi baik faktor

atau komponen yang berperan dalam respons imun seluler maupun humoral.

Kontrol yang cepat, segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang

diperantarai sel yaitu sel NK (natural killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan

sel T CD4+. Sel NK, anggota limfosit nonT-nonB yang beredar dalam

sirkulasi darah dan jaringan, merupakan komponen nonspesifik dari sistem

imun bawaan, akan mengenal sel inang yang terinfeksi virus, kemudian

menghancurkan sel tersebut dengan cara lisis proteolitik. Pada awal infeksi

akut, dalam respons imun spesifik, antigen virus diproses oleh makrofag

antigen presenting cells (APC), dipresentasikan ke sel limfosit T CD4+ (T

helper) yang memproduksi sitokin dan memicu proliferasi klon tunggal sel T

sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitisasi. Sel T CD8+ yang

teraktivasi kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang

mengekspresikan antigen virus yang berikatan dengan major

histocompatibility complex (MHC) atau human leucocyte antigen (HLA)

kelas I di permukaan sel. MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir

semua sel berinti. Respons imun ini ditargetkan terhadap bermacam antigen

seperti protein IE1, IE2, gB dan pp 65. Sel T-CD4+ spesifik juga memegang

peran penting di dalam mengontrol infeksi virus dengan cara melepaskan

interferon γ ( IFN-γ ) yang kemudian mengaktifkan makrofag sebagai fagosit.

Imunitas yang diperantarai sel ini memegang peran utama untuk menekan

aktivitas virus yang menetap secara laten.2

Respons imun humoral terbentuk karena fragmen antigen yang

berikatan dengan molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada

limfosit T-CD4+. Produksi sitokin terpacu untuk mengaktifkan sel B,

kemudian sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang

menghasilkan antibodi atau imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah

8

Page 9: ISI CMV

itu dengan mutasi somatik yang terjadi pada limfosit B yang terstimulasi

antigen, maka akan terjadi isotype switching dan terbentuk isotype

immunoglobulin yang lain seperti IgG, IgA., IgE, dan IgD. Antibodi yang

terbentuk pada awalnya memiliki kekuatan mengikat antigen yang masih

lemah, selanjutnya terjadi affinity maturation terhadap sebagian dari sel B,

sehingga menghasilkan antibodi yang mampu mengikat antigen dengan kuat.

Kekuatan ikatan antibodi terhadap antigen ini disebut high-affinity dan high

avidity. Antibodi IgG adalah yang paling utama melakukan neutralisasi dan

eliminasi terhadap CMV yang beredar dalam sirkulasi. IgG tersebut adalah

antibody anti-gB (anti-glikoprotein B) yang merupakan antibodi terhadap

antigen paling imunogenik dari amplop CMV.2

Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur

fetus 22 minggu. Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4+ dapat terjadi, meskipun

kemampuan untuk menghasilkan IFN-γ masih lemah. Hasil suatu studi

menyatakan bahwa peran sel T CD4+ spesifik dengan frekuensi yang tinggi

pada neonatus memungkinkan terjadi stimulasi terhadap imunitas seluler,

sehingga infeksi CMV kongenital bersifat asimtomatik.2

Respons imun humoral dimulai pada 9 – 11 minggu kehamilan, namun

kadar antibodi dalam sirkulasi tetap rendah sampai pertengahan kehamilan,

kecuali terdapat virus dalam titer tinggi dan ada perkembangan reseptor

antigen di permukaan sel keadaan ini, kadar antibodi meningkat dengan

predominan IgM. Pada infeksi kongenital, IgG maternal dapat menembus

plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan IgM atau IgA yang terdeteksi

pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan bahwa antibodi tersebut

diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri yang terinfeksi secara vertikal dari ibu.

Pada reaktivasi, antibodi anti-CMV terbentuk adekuat, sebaliknya terjadi

defek imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan jumlah sel NK dan T

CD8+.2

2. 5. Manifestasi Klinis dan Komplikasi

1. Manifestasi Klinis Secara Umum

Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif)

dalam tubuh, hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang

9

Page 10: ISI CMV

bersangkutan menurun. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang

menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi

primer CMV pada saat dewasa dapat menimbulkan infeksi. Gejalanya

mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara lain; demam,

rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di leher, rasa

capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot, pembesaran

hati dan limpa. Gejala ini sebagaimana gejala flu, bisa sembuh sendiri

tanpa diobati. Cukup beristirahat 2 – 6 minggu2.

2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :

Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak

terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam,

lesu, sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang

terinfeksi CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya,

sehingga bayi yang dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital.

Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi

CMV.6 Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama

kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi

transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterin,

gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi intrakranial, mikrosefali,

hidrosefalus, hepatosplenomegali, keterbelakangan psikomotorik dan

atrofi optik2.

Tidak seperti rubella, CMV dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap

saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis

(trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif

(trimester II) dapat menyebabkan kelainan serius. Pada trimester I dan II

infeksi congenital CMV dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR,

tuli, ikterus, masalah penglihatan, keterlambatan mental hingga kematian.

Pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan

karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukkan psikomotor.

Bayti cenderung normal akan tetapi tetap beresiko terjadinya kurazng

pendengaran atau retradasi psikomotor10.

10

Page 11: ISI CMV

Tabel 2.3 Konsekuensi terinfeksi CMV selama kehamilan11

3. Manifestasi Klinis pada Bayi

Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi

pada kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan

kongenital berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang

ditemukan. Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10%

dari seluruh kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV

hanya 30-40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang

prematur setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10%

dari janin yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam

dua minggu pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas

gejalanya. Gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang

tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan

paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik

merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak

(microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental

bahkan kematian. Tetapi ada juga yang baru tampak gejalanya pada masa

pertumbuhan dengan memperlihatkan gangguan neurologis, mental,

11

Page 12: ISI CMV

ketulian dan visual2. Selain itu cytomegalovirus dapat menyababkan

terjadinya cytomegalovirus retinitis, dimana cytomegalovirus retinitis

banyak ditemukan pada pasien dengan immunocompromised.

Gambar 2.4 Bayi ikterus pada cytomegalovirus

Gambar 2.5 Cytomegalovirus retinitis

2. 6. Diagnosis Infeksi CMV

2.6.1 Diagnosis Klinis

Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 sampai 12

minggu (rata-rata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi

perinatal lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi

kongenital, infeksi ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama

bertahun-tahun. Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah

asimtomatik, karena bayi memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap CMV.

Sebaliknya, 15-25% bayi prematur yang terinfeksi dapat menyebabkan

12

Page 13: ISI CMV

berbagai penyakit klinis, seperti pneumonia, hepatitis atau penyakit

sepsis dengan gejala apnea, bradikardia, hepatosplenomegali, distensi

usus, anemia, trombositopenia dan fungsi hati yang abnormal. Infeksi

CMV yang didapat karena tranfusi pada bayi prematur dengan bayi

lahir sangat rendah berat badan mungkin mengalami gejala-gejala

menyerupai DIC.7

Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten

dan dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi

sebagai demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV

biasanya tanpa gejala, tetapi nyata bisa sebagai gambar

mononukleosislike, dengan demam, kelelahan dan limfadenopati.

Perempuan yang berada dalam kontak yang dekat dengan anak-anak

atau anak-anak di prasekolah, pekerja penitipan atau pekerja kesehatan

berisiko lebih tinggi terhadap infeksi.7

2.6.2 Diagnosis Banding

a. Toxoplasmosis

Gejala8 :

i. First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada

CNS, mikrosefali, hidrosefalus dan kematian perinatal.

ii. Second half of pregnancy : Ringan/asimtomatik, demam (flu like

syndrome, limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak sakit.

Gejala-gejala ini muncul selama beberapa minggu s/d bulan.

Anemia, lekopenia, kadang lekositosis. Dapat terjadi

chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan

atau beberapa tahun kemudian.

b. Rubella

Gejala klinis Rubella bervariasi setiap orang dan sulit dikenali.

Gejalanya mirip dengan infection mononucleosis, drug induced

rashes. Pada wanita hamil dengan infeksi primer bisa menularkan

ke janin dengan masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari.

Kelainan kongenital tergantung pada saat mana terjadi infeksi pada

waktu hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat

13

Page 14: ISI CMV

menyebabkan fetal malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan

kedua dan 17% pada bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome

dapat terjadi pada infeksi di trimester 1 kehamilan. Kelainan

lainnya adalah CHD (PDA dan VSD), katarak, chorioretinitis,

microcephaly, retardasi mental dan tuli. Namun pada bayi dengan

rubella biasa didapatkan ruam kulit yang berupa purpura ataupun

ptechiae8

Gambar 2.6 Ruam kulit pada rubella

c. Herpes Simplex

Gejala8 :

1. HSV-1

Vesikel-vesikel di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis.

Infeksi HSV-1 primer dapat menyebabkan follicular

congjungtivitis dengan kemosis, edema dan ulks kornea.

Herpes labialis dan dendritic corneal ulcers paling sering

merupakan manifestasi infeksi HSV-1 rekuren. Pada keadaan

parah dapat menyebabkan HSV encephalitis.

2. HSV-2

Infeksi HSV-2 merupakan infeksi pada genital dan dapat

menyebabkan infeksi pada bayi pada waktu proses kelahiran.

Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada ibu hamil

asimtomatis. Lesi ulserativ, pain fever, disuria, dan

lymphadenopathy selalu dijumpai.

14

Page 15: ISI CMV

2. 7. Penatalaksanaan Infeksi CMV

Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir

dan valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet

dan cidofovir. Konsensus yang menyatakan hal yang lebih baik antara

profilaksis dengan terapi preemptive yang lebih baik untuk pencegahan infeksi

CMV pada penerima organ transplan solid.9

a. Terapi medikamentosa

Pemberian terapi anti-Cytomegalovirus hanya setelah konsultasi

dengan ahli yang mengerti dengan dosis dan efek berat. Agen antiviral

dapat diberikan pada terapi penyakit Cytomegalovirus yang sudah

ditegakkan atau sebagai profilaksis (seperti terapi preemptive) jika risiko

perkembangan penyakit ini tinggi (seperti pada penerima organ

transplan).9

Antivirus nukleosida adalah agen antivirus yang sesungguhnya aktif

melawan Cytomegalovirus, meskipun immunoglobulin dapat menyediakan

efek antivirus, yang sebagian besar dikombinasikan dengan obat-obat ini.

Obat-obat ini bekerja pada target molekuler yang umum yang dinamakan

DNA polimerase virus. Setiap bahan harus difosforilasi ke dalam bentuk

trifosfat sebelum dapat dihambat oleh polimerase6,9

Asiklovir per oral dan pernteral juga telah sukses digunakan untuk

profilaksis organ padat transplantasi (penerima seronegatif). Meskipun

demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk terapi penyakit

Cytomegalovirus yang aktif. Formulasi oral dibuktikan untuk digunakan

pada pasien HIV dewasa yang mengalami retinitis Cytomegalovirus.

Meskipun demikian bioavailabilitasnya kurang dan tidak ada data yang

mendukung pada anak-anak.9

Sekuel neurologi dari Cytomegalovirus kongenital umumnya tuli

sensorineural, berkembang pada posnatal, kemunculan hasilnya dari

percobaan terminasi kolaborasi bangsa-bangsa masih menarik diteliti.

Gansiklovir intravena membawa perkembangan atau stabilisasi

pendengaran pada sejumlah balita usia 6 bulan. Laporan kasus

menyarankan efikasi gansiklovir untuk penyakit neonatus akut pada

15

Page 16: ISI CMV

penyakit Cytomegalovirus9

1) Gansiklovir

Gansiklovir terlisensi untuk terapi infeksi CMV. Nukleotida

asiklik sintetik secara struktural serupa dengan guanin. Resistensi

dapat terjadi pada penggunaan jangka panjang, secara umum terjadi

karena mutasi gen ini. Indikasi obat ini untuk anak

immunocompromised seperti infeksi HIV, postransplan, dan lain-lain

jika secara klinis dan virologis membuktikan penyakit spesifik

berakhirnya organ yang spesifik. 9 Gansiklovir adalah sebuah analog

nukleosida asiklik. Gansiklovir umumnya digunakan sebagai terapi

preemptive pada penerima organ transplan yang berisiko tinggi

mengalami perkembangan penyakit (seperti pada penderita transplansi

organ yang seronegatif terhadap organ transplan dari donor

seropositif). Efek samping utama terapi gansiklovir termasuk demam,

ruam, diare, dan efek hematologi (yaitu, neutropenia, anemia,

trombositopenia). Gancyclovir 6 mg/kgBB/dosisIV drip dalam satu

jam, diberikan setiap 12 jam selama 6 minggu. Efek sampingnya

menyebabkan sumsum tulang dan atrofi testis 6,9,13.

Pada balita, terapi antiviral dengan gansiklovir mungkin berguna

menurunkan prevalensi sekuel perkembangan neural, khususnya

gangguan pendengaran sensorineural. Terapi gansiklovir juga harus

digunakan pada bayi dengan bawaan atau kandungan memperoleh

infeksi dengan penyakit akhir-organ yang parah, seperti pneumonia,

hepatitis, atau viremia. Sebuah penelitian mengenai penyakit alergi dan

infeksiinstitusi nasional di negara peneliti menunjukkan perbaikan

relatif pada pendengaran pada tuli simtomatik kongenital CMV yang

diterapi dengan gansiklovir. Meskipun demikian, terapi pada neonatus

harus dikonsultasikan oleh ahlinya.6,9

2) Sidofovir

Sidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Sidofovir adalah analog

nukleotida yang selektif menghambat produksi DNA virus pada CMV

dan infeksi virus herpes lainnya6.

16

Page 17: ISI CMV

3) Foscarnet ( Foscavir)

Foscarnet adalah analog organik pirofosfat anorganik yang

menghambat replikasi virus herpes yang dikenal, termasuk CMV,

HSV-1, dan HSV-2. Dimana foscarnet menghambat replikasi virus di

lokasi pirofosfat dengan mengikat polimerase DNA virus-spesifik6.

4) Immunoglobulin

Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi pasif untuk mencegah

penyakit CMV simtomatik. Strategi ini telah digunakan pada kontrol

penyakit CMV pada pasien immunocompromised pada era antivirus

prenuklosida. Bukti pada kehamilan menyarankan infus Ig CMV pada

wanita dengan infeksi primer dapat mencegah transmisi dan

memeperbaiki kondisi kelahiran.9 Immunoglobulin untuk infeksi CMV

antara lain :

Immune globulin intravenous (Carimune, Gamimune,

Gammagard S / D, Gammar-P, Polygam S / D)

Peneliti mengatakan bahwa immune globulin intravenous sama

efektifnya dengan CMV hyperimmunoglobulin. Immune

globulin intravenous menunjukkan bahwa manfaat dapat

diperoleh dari efek imunomodulator yang tidak terkait dengan

virus netralisasi6.

Cytomegalovirus immunoglobulin (CytoGam)

Sebuah hyperimmunoglobulin CMV telah terbukti menurunkan

prevalensi penyakit CMV bila diberikan post transplantation

kepada penderita yang berisiko tinggi. Cytomegalovirus

immunoglobulin dapat diberikan sendiri atau dapat di

kombinasi dengan antivirus nukleosida. Biasanya diberikan

kombinasi dengan gansiklovir untuk penyakit CMV6.

5) Valgansiklovir (VGCV)

Valgansiklovir (VGCV) adalah sebuah prodrug turunan valyl dari

gansiklovir. Setelah absorbsi di intestinum, moase valine cepat diurai

oleh hepar menghasilkan gansiklovir. Zat ini inaktif dan membutuhkan

trifosforilasi untuk aktivitas virostatis. 9

17

Page 18: ISI CMV

b. Pembedahan

Terapi operatif yang dibutuhkan seperti pada kejadian dengan cerebral

palsy yaitu dengan operasi ortopedik dan gastrotomy. Gastrotomy

dilakukan untuk mengganti nutrisi untuk ke enteral. 9

2.8. Pemeriksaan Pada Infeksi CMV

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan gejala spesifik yang muncul

pada kehamilan dengan infeksi CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV

bawaan, tidak ada gejala yang muncul saat lahir, tetapi dapat

mengembangkan sekuel di kemudian hari. Gejala yang mungkin muncul

adalah splenomegali, ptekie atau jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi pada

5-10% bayi, ditandai dengan jaundice, hepatosplenomegali, ruam ptekie,

gangguan pernapasan dan keterlibatan neurologis, yang mungkin termasuk

mikrosefali, retardasi motor, kalsifikasi serebral, lesu dan kejang.2

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menunjang diagnosis

infeksi CMV. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang dipakai ialah serum

darah, urin, cairan tubuh lain. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dilakukan antara lain ialah isolasi virus dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan

tubuh lain), kadar antibodi, peningkatan enzim hepar dan petanda laboratorik

lain dari organ yang terinfeksi. Interpretasi terhadap hasil pemeriksaan

tersebut diperlukan agar dengan tepat dapat diterapkan sesuai dugaan klinik.

Hasil pemeriksaan CMV positif menunjukkan adanya infeksi, bukan

penyakit. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain1,2 :

1. Tes serologic metoda enzyme linked immuno-sorbent assay (ELISA)

atau enzyme linked immunofluorescent assay (ELFA)

Merupakan cara yang paling sering dilakukan yaitu untuk menetapkan

IgM, IgG, IgG avidity spesifik anti-CMV dalam sirkulasi. Antibodi

yang dideteksi dengan metoda serologik invitro adalah antibodi

terhadap protein nonstruktural dari CMV dan bukan merupakan

antibodi terhadap protein struktural yang bersifat protektif in vivo. Hal

ini berarti penetapan antibodi anti-CMV in vitro hanya dapat dipakai

untuk tujuan menunjang diagnosis dan tidak bersifat protektif in vivo,

karena struktur antigen dari antibodi ini tidak dijumpai baik pada

18

Page 19: ISI CMV

permukaan sel terinfeksi CMV ataupun CMV sendiri yang bersifat

infeksius. Antibodi anti-protein nonstruktural ini dijumpai menetap

bertahun-tahun bahkan sepanjang hidup. Pemeriksaan serologik untuk

menetapkan antibody atau imunoglobulin (Ig) merupakan pemeriksaan

yang umum dikerjakan. Penetapan antibodi anti-CMV IgM spesifik

dalam serum, meskipun tidak sempurna benar, merupakan metoda

laboratorik yang dapat diterima untuk menilai infeksi akut, primer dan

infeksi kongenital. Pada keadaan dengan IgM negatif atau nonreaktif,

bukan berarti penderita sembuh, karena tetap dapat timbul reaktivasi,

replikasi, reinfeksi. Demikian pula hasil IgM positif tidak hanya

terbatas pada infeksi primer akut, karena dapat juga dijumpai hasil

positif pada reaktivasi atau reinfeksi. Perlu dilakukan pemantauan serial

terhadap tes serologik dengan interval waktu 2 – 3 minggu untuk

melihat serokonversi atau ada tidaknya peningkatan titer atau kadar

antibodi. Tes IgG dipakai untuk mendeteksi infeksi yang telah terjadi

sebelumnya atau di masa lalu. Apabila hanya ada satu pemeriksaan IgG

yang menunjukkan positif atau titer IgG mencapai fase tinggi mendatar

(plateau) disertai dengan IgM yang positif, maka tidak mungkin

membedakan infeksi primer dengan reaktivasi-reinfeksi atau dengan

kemungkinan suatu stimulasi poliklonal. Infeksi baru dapat dibedakan

dari infeksi lama dengan menetapkan IgG avidity. IgG yang diproduksi

dalam 3- 5 bulan setelah infeksi primer memiliki aviditas rendah,

sedangkan yang diproduksi lebih dari 3-5 bulan atau bertahun-tahun

memiliki aviditas yang tinggi. Pemeriksaan IgG avidity selain dapat

dipakai untuk mengetahui apakah infeksi sudah lama atau baru terjadi,

primer atau sekunder, dapat pula dipakai untuk mempertimbangkan

kemungkinan perlu pemberian terapi atau tidak. Secara umum uji

antibodi imunoglobin G spesifik CMV dapat dipercaya sedangkan uji

IgM kurang sensitive. Namun apabila uji igM negative terhadap

antibodi CMV tidak menghapus kemungkinan terjadinya infeksi akut.

2. Kultur virus

Merupakan gold standard untuk infeksi CMV, namun metoda ini

19

Page 20: ISI CMV

memerlukan waktu 7 – 10 hari. Spesimen harus diambil selama stadium

akut, yaitu ketika terjadi pelepasan virus tertinggi. Isolasi dilakukan dari

saliva atau urin, kadang-kadang dari darah perifer. Kultur virus tidak

dapat membantu untuk membedakan infeksi primer dengan infeksi

lama, karena virus sering dijumpai pada reaktivasi asimtomatik. Infeksi

dalam jaringan dapat dideteksi , namun lebih mudah terlihat pada sel1,2.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Dilakukan untuk mendeteksi DNA dari CMV. Bahan pemeriksaan yang

dipakai ialah urin, darah atau jaringan. Deteksi CMV dengan hibridisasi

DNA atau amplifikasi PCR diperlukan untuk memperkuat hasil

serologic. Metode PCR mempunyai sensitivitas 89,2 % dan spesifisitas

95,8%. Peneliti lain melaporkan bahwa spesifisitas metoda PCR adalah

100% untuk menunjang hepatitis CMV. Hasil PCR kualitatif positif

menunjukkan replikasi virus dalam sel, akan tetapi tidak dapat dipakai

untuk menjelaskan risiko perkembangan penyakit dan transmisi ke

fetus. Namun uji ini biasanya tidak diperlukan karena virus dengan

segera di isolasi dalam biakan sel1,2.

4. Antigen CMV pp65

yaitu fosfoprotein tegumen virus yang merupakan salah satu antigen

CMV paling imunogenik dalam leukosit segmen neutrofil darah tepi1,2.

5. Pemeriksaan leukosit darah tepi merupakan tes yang valid dan sensitif

untuk menilai kesembuhan CMV, namun memerlukan waktu lebih lama

dari metoda serologik. Metoda pengecatan imunofluoresen dengan

menggunakan antibodi monoklonal untuk mendeteksi early antigen

memiliki sensitivitas 84%. 1,2

Deteksi pada ibu hamil dimana Ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum

konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer saat hamil. Tes IgG perlu

dilakukan sekurang-kurangnya 2 x yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan kehamilan.

Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda, bila didapatkan

serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi dapat

ditegakkan. Reinfeksi sering terjadi ketika hamil, penetapan muatan virus

dapat dipakai untuk mengetahui risiko transmisi vertikal2.

20

Page 21: ISI CMV

Sedangkan deteksi pada prenatal dilakukan Isolasi virus dari cairan

amnion dipakai untuk mendeteksi infeksi in utero, kombinasi dengan tes

darah fetus setelah 20 minggu kehamilan memberi hasil sensitivitas

diagnostik 80-100%2.

Pada deteksi congenital dilakukan Isolasi CMV dari darah tali pusat,

urin, saliva, darah atau serum pada minggu pertama setelah lahir atau sebelum

berumur 3 minggu, merupakan pemeriksaan penunjang untuk infeksi

kongenital. Ekskresi CMV tersebut dapat dideteksi dengan metoda PCR.

Penemuan dalam darah menunjukkan prognosis yang jelek. Hasil IgM positif

pada darah tali pusat yang diambil in utero atau saat lahir juga mempunyai

arti diagnostik untuk infeksi kongenital. Kecurigaan terhadap infeksi CMV

kongenital dapat dipikirkan, apabila ditemukan kelainan hematologik yang

menunjukkan gambaran limfositosis reaktif, anemia hemolitik,

trombositopeni2

2.9. Pencegahan Infeksi CMV

Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin

dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi

primer dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani 31 cangkok

organ. Namun demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum

lazim dijalankan di negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien

dengan CMV negatif idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV

negatif pula.2 Deteksi laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan

pada setiap donor maupun resipien yang akan mendapat transfusi darah atau

cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada

pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka

darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam

kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu

hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik dinyatakan

terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi

CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital.

Langkah-langkah pencegahan yang perlu diperhatikan antara lain:2

21

Page 22: ISI CMV

1. Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan

dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di

jamban yang saniter.

2. Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja

dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip

tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak

dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang

kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anak-

anak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.

3. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang

seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.

4. Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada

resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka

pemberian immunoglobulin hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik

mungkin menolong.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar yang dapat dilakukan

antara lain: 2

1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan resmi tidak

diperlukan,

2. Isolasi: tidak dilakukan. Lakukan tindakan kewaspadaan terhadap sekret

yang dikeluarkan oleh penderita yang diduga mengekskresikan virus.

3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari

penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan terhadap benda-benda yang

tercemar.

4. Karantina tidak dilakukan.

5. Imunisasi kontak : vaksin secara komersial tidak tersedia.

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi tidak dilakukan, karena tingginya

angka prevalensi orang yang tidak menunjukkan gejala klinis di

masyarakat.

22

Page 23: ISI CMV

BAB III

KESIMPULAN

Cytomegalovirus (CMV) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

cytomegalo yang dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada masa

kanak – kanak. Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital

dan perinatal paling umum di seluruh dunia3.

Di Amerika Serikat, sekitar 1% dari semua bayi yang baru lahir yaitu 30.000

sampai 40.000 bayi dalam setahun terinfeksi CMV. Sekitar 5 – 10% kasus

menunjukkan gejala sejak lahir dan 90 – 95% bersifat asimptomatik2. Penularan

dapat terjadi melalui 3 hal, yaitu2 :

Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi

(viremia) ibu menular ke janin.

Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital maupun

melalui air susu ibu

Transmisi postnatal dapat terjadi melalui air ludah, mainan anak-anak

misalnya karena terkontaminasi dari muntah

Cytomegalovirus merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in

vitro dan in vivo. Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan

badan inklusi virus (viral inclusion bodies). Virus CMV memasuki sel dengan

cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan sel inang, kemudian menembus

membran sel, masuk ke dalam vakuola di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas,

dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel inang (uncoating).2

Replikasi DNA virus terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel terinfeksi

CMV dapat berinteraksi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar dengan

nukleus yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated cells) dapat

dijumpai dalam sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel berinti ganda yang

membesar ini sangat berarti untuk menunjukkan replikasi virus, yaitu apabila

mengandung inklusi intranukleus berukuran besar seperti mata burung hantu (owl

eye)2.

Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu, sakit kepala, sakit otot

dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi CMV akan menyalurkan pada

bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang dikandungnya akan mendapatkan

23

Page 24: ISI CMV

kelainan kongenital. Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran

akibat infeksi CMV.6 Sedangkan gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-

macam, dari yang tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice),

gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik

merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal

ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian.

Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan

valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan

cidofovir. Gansiklovir adalah sebuah analog nukleosida asiklik, sedangkan

cidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Asiklovir per oral dan pernteral juga

telah sukses digunakan untuk profilaksis organ padat transplantasi (penerima

seronegatif). Meskipun demikian, asiklovir tidak pernah digunakan untuk terapi

penyakit Cytomegalovirus yang aktif. Pada balita, terapi antiviral dengan

gansiklovir mungkin berguna menurunkan prevalensi sekuel perkembangan

neural, umumnya tuli sensorineural.Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi

pasif untuk mencegah penyakit CMV simtomatik. Valgansiklovir (VGCV) adalah

sebuah prodrug turunan valyl dari gansiklovir.. Zat ini inaktif dan membutuhkan

trifosforilasi untuk aktivitas virostatis. Terapi operatif yang dibutuhkan seperti

pada kejadian dengan cerebral palsy.. 9

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan gejala spesifik yang muncul pada

kehamilan dengan infeksi CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan,

tidak ada gejala yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan sekuel di

kemudian hari2. Infeksi CMV di diagnose banding dengan toxoplasmma, rubella

dan herpes simplex.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain ialah isolasi virus

dari cairan tubuh (saliva, urin, cairan tubuh lain), kadar antibodi, peningkatan

enzim hepar dan petanda laboratorik lain dari organ yang terinfeksi. Interpretasi

terhadap hasil pemeriksaan tersebut diperlukan agar dengan tepat dapat diterapkan

sesuai dugaan klinik. Hasil pemeriksaan CMV positif menunjukkan adanya

infeksi, bukan penyakit. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara

lain : ELISA, kultur virus, Polymerase Chain Reaction (PCR), antigen CMV

pp65, dan pemeriksaan leukosit darah tepi2

24

Page 25: ISI CMV

BAB IV

HASIL DISKUSI

1. Pilihan obat utama untuk CMV dan efek sampingnya?

Gancyclovir 6 mg/kgBB/dosisIV drip dalam satu jam, diberikan setiap 12

jam selama 6 minggu. Efek sampingnya menyebabkan sumsum tulang dan

atrofi testis13

2. Bagaimana penanganan pada ibu dengan CMV?

Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak

terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam, lesu,

sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang terinfeksi

CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya, sehingga bayi yang

dikandungnya akan mendapatkan kelainan congenital, sehingga akan lebih

baik ibu melakukan screening pada awal kehamilan agar bila terinfeksi dapat

segera di obati2.

Deteksi pada ibu hamil, dimana ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum

konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer pada saat hamil. Tes IgG perlu

dilakukan sekurang – kurangnya 2 x, yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan

kehamilan. Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda. Bila

didapatkan serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi

dapat ditegakkan2.

3. Efek seperti apa yang dapat terjadi apabila infeksi CMV terjadi pada trimester

1, 2 dan 3?

Tidak seperti rubella, CMV dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat

dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I)

atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat

menyebabkan kelainan serius. Pada trimester I dan II infeksi congenital CMV

dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR, tuli, ikterus, masalah

penglihatan, keterlambatan mental hingga kematian. Pada trimester III

berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan

pertumbuhan somatic atau pembentukkan psikomotor. Bayti cenderung

25

Page 26: ISI CMV

normal akan tetapi tetap beresiko terjadinya kurazng pendengaran atau

retradasi psikomotor10.

4. Bagaimana cara mengetahui ibu terkena CMV?

Deteksi pada ibu hamil, dimana ibu dengan seronegatif 6 bulan sebelum

konsepsi, berpeluang untuk terinfeksi primer pada saat hamil. Tes IgG perlu

dilakukan sekurang – kurangnya 2 x, yaitu pada 2 bulan dan 4 bulan

kehamilan. Bila hasil negatif, maka tindakan lanjut dapat ditunda. Bila

didapatkan serokonversi, maka diagnosis infeksi primer ibu dan prenatal bayi

dapat ditegakkan2.

5. Bagaimana cara membedakan dengan toxoplasma?

Biasanya dibedakan melalui anamnesa dimana infeksi parasit protozoa

toxoplasma biasanya di dapatkan pada ibu yang sering memakan daging yang

kurang matang, binatang peliharaan, serta tinja yang tercemar12.

6. Ibu hamil yang menderita CMV, berapa presentase infeksi primer tertular pada

bayi?

Pada infeksi primer, transmisi infeksi ke bayi sebesar 40%13

7. Pencegahan infeksi CMV?

1. Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan

dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di

jamban yang saniter.

2. Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja

dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip

tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak

dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang

kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anak-

anak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.

3. Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang

seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.

4. Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada

resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka

pemberian immunoglobulin hiperimun atau pemberian antivirus

profilaktik mungkin menolong.

26

Page 27: ISI CMV

8. Bolehkah ibu dengan CMV memberikan ASI?

Ibu dengan seropositif CMV boleh memberikan ASI pada bayi cukup

bulan. Pada bayi kurang bulan, kurang dari 1500 gram, perlu dipertimbangkan

manfaat ASI dengan resiko terjadi transmisi CMV. Cara pembekuan dan atau

pasteurisasi dapat sangat menurunkan virus CMV dalam ASI12.

9. Jelaskan mengenai IgG dan IgM dan sebutkan pemeriksaan yang dapat

dilakukan di probolinggo untuk mengetahui IgG dan IgM?

Dikatakan infeksi CMV congenital positif jika di dapatkan IgM anti CMV

(+) pada saat lahir tetapi hasil IgM anti CMV (-) tidak menyingkrikan

diagnosis infeksi CMV congenital. Pada keadaan dengan IgM negatif atau

nonreaktif, bukan berarti penderita sembuh, karena tetap dapat timbul

reaktivasi, replikasi, reinfeksi. Demikian pula hasil IgM positif tidak hanya

terbatas pada infeksi primer akut, karena dapat juga dijumpai hasil positif pada

reaktivasi atau reinfeksi. Tes IgG dipakai untuk mendeteksi infeksi yang telah

terjadi sebelumnya atau di masa lalu. Titer IgG anti CMV penderita yang

meningkat kemungkinan bayi tersebut menderita infeksi congenital aktif,

tetapi untuk lebih memastikan lakukan pemeriksaan ulang pada bulan I, II,

dan IV. Infeksi baru dapat dibedakan dari infeksi lama dengan menetapkan

IgG avidity. Dimana dengan pemeriksaan IgG avidity dapat mengetahui

apakah infeksi sudah lama atau baru terjadi dan dapat pula di pakai untuk

pertimbangan perlunya pemberian terapi atau tidak1,2,13.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan di probolinggo untuk mengetahui IgG

dan IgM adalah dengan pemeriksaan ELISA

27

Page 28: ISI CMV

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman; Kliegman; Arvin. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15 Vol 1. Jakarta : EGC p. 647

2. Budipardigdo S, Lisyani. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Universitas Diponegoro: Semarang

3. Karger, Freiburg. 2001. Cytomegalovirus (CMV). Diunduh dari: http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html. Diakses pada 13 November 2014

4. Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine Infectious Disease. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview. Diakses 13 November 2014.

5. Dwindra, Mayenru. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau6. Kauser, Akhter. 2010. Cytomegalovirus. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview. Diakses pada 13 November 2014

7. Kim CS. 2010. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.

8. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2010. Viral Infections and Pregnancy. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview. Diakses pada 14 November 2014

9. Schleiss, M.R., 2010. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/963090treatment.  Diakses pada 14 November 2014

10. Pass, R F; Karen, B; Fowler,S B; Boppana; Britt, W J; Stagno S. 2005. Congenital cytomegalovirus infection following first trimester maternal infection: Symptoms at birth and outcome. USA : Department of Pediatrics, University of Alabama at Birmingham

11. Revello, M G; Gerna G. 2002. Diagnosis and Management of Human Cytomegalovirus Infection in the Mother, Fetus, and Newborn Infant. USA : American Society For Microbiology

12. Kosim M.S; Yunanto A; Dewi R; Sarosa G I; Usman A. 2014. Buku ajar Neonatologi. Jakarta : IDAI

13. Saharso D. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF ILMU KESEHATAN ANAK Buku Dua. Surabaya : RSUD DOKTER SOETOMO

28