(I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

244
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu mengadakan pembangunan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pembangunan nasional adalah pembangunan umum, seperti pembangunan jalan raya, pemukiman rakyat, pembangunan pasar tradisional, pembangunan gedung-sekolah dan sebagainya. Pembangunan nasional untuk kepentingan umum seperti ini diperlukan lahan yang luas dan pemiliknya sangat banyak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tanah tersebut dilakukan pembebasan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional 1 . Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan 1 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Transcript of (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

Page 1: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, pemerintah perlu mengadakan pembangunan dalam segala aspek

kehidupan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka

pembangunan nasional adalah pembangunan umum, seperti pembangunan

jalan raya, pemukiman rakyat, pembangunan pasar tradisional, pembangunan

gedung-sekolah dan sebagainya.

Pembangunan nasional untuk kepentingan umum seperti ini

diperlukan lahan yang luas dan pemiliknya sangat banyak. Dalam rangka

memenuhi kebutuhan tanah tersebut dilakukan pembebasan tanah yang

pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung

di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

hukum tanah nasional1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat2. Hak menguasai negara tersebut,

memberikan wewenang kepaa negara, diantaranya untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

bumi, air dan ruang angkasa3.

Untuk melaksanakan wewenang tersebut, hal yang sudah disadari oleh

pembentuk Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa hukum tanah yang

dibangun itu harus didasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

Indonesia sendiri, yaitu hukum adat, secara teoretik, hukum tanah yang

1Penjelasan Umum Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

2Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal

3 ayat (2) huruf a.

1

Page 2: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

2

dibangun berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat4, dan

pencabutan hak atas tanah oleh negara untuk kepentingan umum harus

dilakukan dengan pemberian ganti rugi yang layak dan sebaiknya harus

diperoleh melalui musyawarah, maka pengambilan hak atas tanah untuk

kepentingan umum, seharusnya akan diterima dan dipatuhi oleh masyarakat,5

sehingga sengketa akan relatif jarang terjadi. Akan tetapi kenyataannya,

pengadaan tanah untuk kepentingan umum, ternyata banyak menimbulkan

sengketa6, antara pemerintah dengan pemilik tanah baik sebagai perseorangan

maupun badan hukum yang terkena proyek pembebasan tanah.

Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

yaitu karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari

tanah. Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan

pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Manusia akan hidup senang

serba kecukupan kalau mereka dapat menggunakan tanah yang dimilikinya

sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup

tenteram dan damai kalau mereka dapat menggunakan hak-hak dan

kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang berlaku

untuk mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.

Tanah memiliki hukumnya sendiri yaitu keberadaannya tak dapat di

tambah namun sebaliknya kebutuhan atas tanah selalu meningkat seiring

dengan jumlah penduduk. Betapa pentingnya arti sebuah tanah sehingga

sesuai dengan falsafah atau kultur masyarakat Jawa ”Sedumuk bathuk senyari

bumi”.Tersedianya tanah merupakan kunci eksistensi manusia dan

pengaturan serta penggunaannya merupakan kebutuhan yang sangat penting.

4Freiderich Carl Von Savigny, menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya dikeluarkan oleh penguasa publik dalam bentuk perundang, namun hukum adalah jiwa bangsa (volgeist). Satjipto Rahardjo, “Membedah Hukum Progresif”, Jakarta, Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 164.

5Harbermas mengatakan bahwa validitas hukum ditentukan oleh konsensus yang dibuat oleh elemen-elemen masyarakat. ia tidak melihat nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi acuan validitas hukum itu sebagai nilai- nilai obyektif, karena itu, maka nilai-nilai itu harus ditemukan melalui concencus bersama, Rezaa A.A Wattimena, Melampaui Negara hukum Klasik, Locke Rausseau Harbermas, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm. xvi-xvii.

6 Darwin Ginting, Kapita Selekta Hukum Agraria, Jakarta: Fokussindo Mandiri, 2013, hlm. 122

Page 3: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

3

Tanah dalam pembangunan nasional merupakan salah satu modal dasar yang

strategis. Hal ini untuk menopang tujuan nasional sesuai yang termaktub

dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, sehingga akan terwujud suatu

masyarakat adil dan makmur baik dalam materiil maupun spirituil

berdasarkan Pancasila dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang merdeka dan berkedaulatan rakyat serta kehidupan berbangsa

bernegara yang tertib, aman dan dinamis untuk mewujudkan kesejahteraan

yang adil dan merata bagi segenap rakyat Indonesia. Oleh karena itu, untuk

mewujudkan tujuan tersebut maka dilaksanakan suatu program pembangunan

yang terpadu dan menyeluruh dan berkelanjutan termasuk dalam bidang

pertanahan.

Di satu sisi tanah dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara lahir, batin, dan merata,

di sisi lain perlu dijaga kelestariaannya. Tanah merupakan karunia Tuhan

yang dapat digunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat bangsa Indonesia, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk

mewujudkan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis

UUD 1945) yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat “. Dari bunyi Pasal tersebut dapat

diketahui bahwa penggunaan bumi (tanah), air dan kekayaan alam yang

terkandung didalam harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yaitu untuk mewujudkan

kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Seluruh batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 merupakan suatu penjabaran dari Pancasila, maka

dengan sendirinya kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan lahir

batin, adil, dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Melihat materi dari

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Page 4: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

4

1945 di atas maka tujuan negara di sini merupakan tujuan dari negara

Republik Indonesia yang bersifat mendasar dan abadi, juga bersifat filosofi

dan keadilan7. Dengan demikian, antara dikuasai negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Artinya, dikuasainya bumi (tanah), air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara, semata-mata

dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan elit tertentu dari instansi

pemerintah yang memerlukan tanah tersebut.8

Sebagai implementasi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun1945, pada tanggal 24 September 1960

pemerintah mengundangkan Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-

Undang Pokok Agraria yang termuat dalam Lembaran Negara No.104 tahun

1960.

Menurut Herma Yulis dalam Achmad Rubaeie, tanah mempunyai arti

penting karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan

capital asset. Sebagai social asset, tanah merupakan sarana pengikat kesatuan

sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan,

sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor modal dalam

pembangunan dan tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat

penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi9.

Menurut hukum adat, manusia dengan tanah mempunyai hubungan

magis religius selain hubungan hukum. Hubungan itu tidak hanya antara

individu dengan tanah tetapi juga antar kelompok anggota masyarakat suatu

persekutuan hukum adat (Rechtgemeenschap) di dalam hubungan dengan hak

ulayat10. Di satu sisi tanah dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

7Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional dalam Perspektif Negara Kesatuan. Media Abadi. Yogyakarta, 2005, hlm.1

8Achmad Rubaeie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk KepentinganUmum , Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm. 2

9Ibid, hlm. 110Ibid, hlm.40

Page 5: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

5

untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara lahir, batin, dan merata,

di sisi lain perlu dijaga kelestariaannya. Tanah merupakan karunia Tuhan

yang dapat digunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat bangsa Indonesia, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk

mewujudkan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD

1945) yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat “. Dari bunyi Pasal tersebut dapat diketahui bahwa

penggunaan bumi (tanah), air dan kekayaan alam yang terkandung didalam

harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat

Indonesia.

Seluruh batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 merupakan suatu penjabaran dari Pancasila, maka

dengan sendirinya kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan lahir

batin, adil, dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Melihat materi dari

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 di atas maka tujuan negara di sini merupakan tujuan dari negara

Republik Indonesia yang bersifat mendasar dan abadi, juga bersifat filosofi

dan keadilan11. Dengan demikian, antara dikuasai negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Artinya, dikuasainya bumi (tanah), air, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara, semata-mata

dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan elit tertentu dari instansi

pemerintah yang memerlukan tanah tersebut12.

Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya ditulis UUPA)

menegaskan, bahwa kewenangan negara terkait hak menguasai tanah dalam 11Ibid, hlm.112Achmad Rubaei, Op. Cit. hlm. 2

Page 6: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

6

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945 adalah :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

atau pemeliharaannya;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian

(bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; dan

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang

angkasa, segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat dalam masyarakat adil dan makmur.

Dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam

Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diartikan sebagai

kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara

hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil, dan makmur. Sehubungan

dengan ketentuan tersebut, maka penggunaan tanah tidak hanya untuk

kepentingan individu saja tetapi juga kepentingan masyarakat luas di

Indonesia. Bunyi Pasal tersebut tersirat bahwa penggunaan tanah juga harus

memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan sosial.

Hak-hak atas tanah yang individual dan bersifat pribadi dalam

konsepsi hukum tanah nasional mengandung unsur kebersamaan13. Unsur

kebersamaan atau unsur kemasyarakatan tersebut ada pada tiap hak atas

tanah, karena semua hak atas tanah secara langsung ataupun tidak langsung

bersumber pada hak bangsa, yang merupakan hak bersama. Pasal 6 Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA), menyatakan : “Semua hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial.” Dari ketentuan tersebut berarti penggunaan tanah

tidak hanya menyangkut kepentingan individu atau golongan pemegang hak

atas tanah tersebut, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan

masyarakat. Sebab, kepentingan pribadi sudah termasuk juga di dalam

kepentingan masyarakat. Jadi harus ada keseimbangan antara kepentingan

13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, Isi dan Pelaksanaannya edisi Revisi).Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 231

Page 7: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

7

individu dan kepentingan umum (masyarakat) dalam pemanfaatan serta

penggunaan tanah.

Menurut Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun1945 Juncto Pasal 2 ayat (3) Juncto Pasal 6

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka terkait hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial, negara perlu melakukan berbagai ragam kebijakan

dan kegiatan yang memerlukan berbagai macam ketrampilan dan keahlian,

termasuk mengatur penggunan tanah bagi kepentingan umum dalam

pengadaan tanah untuk pembangunan, di mana tujuan utamanya tetap harus

untuk kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Sebagaimana dalam Pasal

18 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa untuk

kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta

kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan

memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan

Undang-Undang.

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah yang membutuhkan

tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam pelaksanaanya

harus mempertimbangkan banyak hal. Argumentasinya, menurut Imam

Koeswahyono yang mengutip pendapat Soemarjono dan Oloan Sitorus,

bahwa pengadaan tanah harus berdasarkan atau mencangkup prinsip14:

1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan

apapun harus ada landasan haknya;

2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber

pada hak bangsa (ini kaitannya dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 Juncto Pasal 1 dan 2 Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA));

3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dimiki haknya oleh seseorang

atau badan hukum harus melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan

14 Imam Koeswahyono, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah untuk KepentinganPembangunan Bagi Umum”, dimuat dalam Artikel Jurnal Konstitusi. Vol.1 Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2008. hlm. 5

Page 8: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

8

(kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia ( selanjutnya ditulis UU HAM));dan

4. Dalam keadaan yang memaksa artinya jalan lain yang ditempuh gagal, maka

presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak tanpa

persetujuan subyek hak menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961

Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah dan Benda-Benda yang Ada di

Atasnya (selanjutnya ditulis UU No. 20 Tahun 1961).

Pemilikan tanah oleh individu sebagaimana diuraikan dalam Pasal 9

ayat (2) UUPA sewaktu-waktu dapat digugurkan karena berhadapan dengan

pembangunan bagi kepentingan umum. Adapun di lain pihak sebagian dari

masyarakat memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata

pencahariannya. Bilamana hal tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan

untuk keperluan pembangunan, maka dapat berdampak mengesampingkan

kepentingan perseorangan yang dikhawatirkan akan menghilangkan hak

perseorangan untuk hidup secara layak. Secara tegas Hak Milik telah

mendapatkan perlindungan yang kuat dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar

1945, dinyatakan “Setiap orang berhak mempunyai milik pribadi dan Hak

Milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh

siapapun”. Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Hak Asasi

Manausia, menyatakan: “(1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya,

keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.

(2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan

secara melawan hukum”.

Salah satu persoalan yang masih dihadapi sehubungan dengan

pelaksanaan kepentingan umum adalah menentukan keseimbangan antara

kepentingan umum dan kepentingan pribadi pemegang hak atas tanah.

Pembangunan yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah seringkali

berbenturan berbagai masalah pengadaan tanah yang mengabaikan hak atas

tanah yang dimiliki masyarakat. Permasalahan ini muncul baik dalam tahap

awal, pelaksanaan maupun pemberian ganti rugi yang kurang layak yang tanpa

Page 9: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

9

melibatkan masyarakat pemegang hak atas tanah15, sehingga pengadaan tanah

yang berdalih untuk kepentingan umum sering kali melanggar hak asasi

manusia.

Selain itu, persoalan yang paling disorot adalah kriteria pembatasan

“kepentingan umum” yang membuka kemungkinan pengadaan tanah oleh

swasta difasilitasi oleh Pemerintah. Pengertian kepentingan umum

dikhawatirkan akan diartikan secara luas sehingga dapat melanggar hak milik

atas tanah di Indonesia yang belum sepenuhnya dilindungi sistem hukum16.

Demikian juga selain perangkat aturan yang ada saat ini dilihat belum

mengakomodasi keperluan kepentingan pembangunan. Wadahnya pun disorot

tidak layak, lantaran persoalan tanah yang terkait hak asasi manusia tidak

dihimpun dalam Undang-Undang.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diadakan oleh

Pemerintah, apabila melalui pembebasan tanah tidak bisa tercapai maka

melalui pencabutan hak milik. Hal demikian diatur dalam Pasal 1 Undang-

Undang No 20 Tahun 1961, menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan umum,

termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari

rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam

keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri

Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah

dan benda-benda yang ada diatasnya”.

Terkait dengan pelaksanaan pencabutan hak atas tanah, terkadang organ

Pemerintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige

overheidsdaad) publik, seperti dalam hal pelaksanaan pencabutan Hak Milik.

Pelanggaran hukum tersebut seperti dalam hal17:

1. Penetapan ganti rugi oleh panitia penaksir telah ditetapkan dengan tidak

mengindahkan dasar-dasar pertimbangan yang layak, sehingga dirasa sangat

mustahil untuk diterima oleh yang bersangkutan;dan/atau

15 (http://sosiologipertanahan.blogspot.com/2014/04/hambatan-fungsi-sosial.html , 3 April 2014, jam 16.00 WIB)

16 Mohammad Hatta, Op. Cit, hlm 15717 Marmin M.Roosadijo. Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda

yang Ada di Atasnya. Ghalia Indonesia, Jakarta,1979, hlm. 31

Page 10: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

10

2. Daerah penampungan yang ditunjuk Pemerintah ternyata tidak memenuhi

persyaratan hidup untuk dihuni berhubung tiada sumber air atau air yang

terdapat di daerah itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena adanya

pencemaran lingkungan.

Apabila kita ikuti kasus-kasus seputar pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, yang kebanyakan pemicunya terkait dengan pemberian

ganti rugi, baik dalam bentuk, pelaksanaan pembayarannya maupun

besarnya ganti rugi. Pembayarannya terkadang tidak langsung tunai dan

diundur-undur dan besarnya ganti rugi tidak layak. Guna menghindari

konflik terkait pemberian ganti rugi baik mengenai bentuk maupun besarnya

harus ditetapkan berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak yang

mempunyai kedudukan sama dan sederajad, sehingga antara pihak

pemerintah dengan pemegang hak atas tanah terjadi keseimbangan.

Dengan demikian kebijakan pemerintah, akan berjalan dengan baik karena mendapat dukungan dari masyarakat, termasuk dalam hal pengadaan tanah untuk pembangunan. Kebijakan pemeriantah yang dilakukan dalam waktu ke waktu tentunya mengalami perkembangan, yang pada intinya bertujuan demi perbaikan. Pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan yang tentunya tidak sesuai harapan. Seperti yang disampaikan oleh Owen Hughes dalam Pan S. Kim.18

“Summarized for this group: “The administrative paradigma in is terminal stages and unlikely to be revbuved...(It is being replaced by) a new paradigm of public management which pust forward a different relationship betwen government, the public service aand the public”. (Paradigma administrasi berada pada tahap akhir dan tidak mungkin dibangkitkan kembali... (hal ini digantikan oleh) sebuah paradigma baru tentang manajemen pemerintah yang mengusulkan suatu hubungan yang berbeda antara pemerintah, pelayanan masyarakat dan masyarakat).

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang dilaksanakan

dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah harus memperhatikan

18Pan S. Kim, Civil Service reform in Japan and Korea toward Competitiveness and competency, International Rteview of Administrative Science. Vo. 68

Page 11: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

11

peran tanah dalam kehidupan manusia dan dilakukan berdasarkan prinsip

penghormatan terhadap hak atas tanah. Pemerintah tidak boleh mengambil

atau mencabut hak atas tanah sewenang-wenang dengan berdalih untuk

kepentingan umum tanpa mempertimbangkan prinsip penghormatan hak atas

tanah. Termasuk pengadaan tanah untuk kepentinganm umum yang terjadi di

Wilayah Hukum Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo yaitu pengadaan

tanah untuk sarana pendidikan yang dipergunakan untuk pendirian Kampus

yang memerlukan lahan seluas 9 hektar.

Berdasarkan uraian di atas, maka menarik penulis untuk mempelajari

dan mengakaji lebih dalam terkait hal tersebut dalam sebuah penulisan

penelitian hukum dengan judul : IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG

NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI

PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DITINJAU DARI

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN. (Studi Kasus di Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria, maka dalam

pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

harus berdasarkan prinsip penghormatan hak atas tanah, yang mencangkup

untuk kepentingan umum, ganti rugi yang layak dan tata caranya yang diatur

dengan Undang-Undang. Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum yang dapat memberikan perlindungan hukum

bagi pemegang hak atas tanah?

2. Bagaimana Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan?

Page 12: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

12

3. Kendala apakah yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah hal-hal tertentu yang hendak dicapai dalam

suatu penelitian. Tujuan penelitian akan memberikan arah dalam pelaksanaan

penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Tujuan Objektif

Tujuan Objektif dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum yang dapat memberikan perlindungan

hukum bagi pemegang hak atas tanah.

b. Mengetahui Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

c. Mengetahui kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

2. Tujuan Subjektif

Tujuan Subjektif penelitian ini adalah :

a. Menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan analitis penulis

mengenai Hukum Agraria, terutama menyangkut prinsip

penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk

Pembangunan demi kepentingan umum;

b. Melatih kemampuan penulis dalam menerapkan teori ilmu hukum,

mengembangkan, dan memperluas wacana pemikiran serta

pengetahuan yang didapat selama perkuliahan guna menganalisis

permasalahan-permasalahan yang muncul dalam hal prinsip

Page 13: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

13

penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum; di lihat dari sisi teeori hukum pembangunan.

c. Memperoleh bahan dan informasi secara lebih jelas dan lengkap

sebagai bahan untuk menyusun Tesis, guna memenuhi persyaratan

akademis dalam mencapai Magister Hukum Konsentrasi Hukum

Kebijakan Publik di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan mempunyai manfaat bukan hanya

bagi penulis saja, tapi diharapkan juga dapat berguna bagi pihak-pihak lain.

Adapun manfaat dalam penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Manfaat Teoretis dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menambah pengetahuan mengenai ilmu hukum agraria terutama

mengenai masalah Pengadaan Tanah untuk pembangunan demi

kepentingan umum.

b. Untuk mengembangkan wawasan ilmiah yang dapat digunakan dalam

penulisan ilmiah di bidang hukum terutama hukum agraria.

a. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum Hukum Agraria

tentang prinsip penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah

untuk Pembangunan demi kepentingan umum.

2. Manfaat Praktis

Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah:

a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

pola pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh;

b. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi

para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk

mengkaji permasalahan yang sejenis.

Page 14: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Page 15: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

15

1. Tinjauan Tentang Hak Atas Tanah

a. Pengertian Hak Atas Tanah

Menurut Boedi Harsono, hak atas tanah merupakan hak

penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang,

kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat

sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau

dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah

yang menjadi kriteria atau tolok pembeda di antara hak-hak penguasaan

atas tanah yang diatur dalam hukum tanah19.

Menurut Urip Santosa yang mengutip pendapat Soedikno

Mertokusumo yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi

wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Kata “menggunakan”

mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk

kepentingan pembangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, dan

pabrik. Kata “ mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak

atas tanah digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan,

peternakaan, perkebunan20.

b. Macam Hak Atas Tanah

Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria

dinyatakan bahwa atas dasar menguasai dari negara ditentukan adanya

macam-macam hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai baik sendirian maupun secara bersama-sama dengan orang lain

serta badan-badan hukum di mana hak atas tanah ini memberi

wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sedemikian

rupa, begitu pula bumi dan air serta ruang udara diatasnya sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan

19Boedi Harsono, Op. Cit. hlm. 28320 Urip Santosa, Pendaftaran dan Perolehan Hak Atas Tanah. Kencana, Jakarta, 2010,

hlm. 49

14

Page 16: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

16

penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut Undang-Undang

Pokok Agraria dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Macam-macam hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16

Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 53 Undang-Undang Pokok

Agraria dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu:

1) Hak atas tanah yang bersifat tetap

Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku selama

Undang-Undang Pokok Agraria masih berlaku atau belum dicabut

dengan Undang-Undang yang baru. Macam hak atas tanah ini

adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,

hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, dan hak memungut

hasil hutan.

2) Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang

Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan

dengan Undang-Undang. Hak macam tanah ini belum ada.

Berkaitan dengan hak atas tanah ini, menurut Emelan Ramelan

dalam Urip Santosa menyatakan bahwa pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria menyadari bahwa dalam perkembangannya

nanti akan sangat dimungkinkan timbulnya hak atas tanah yang baru

sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan masyarakat, hanya

saja pengaturannya harus dalam bentuk Undang-Undang.

3) Hak atas tanah yang bersifat sementara

Yaitu hak atas tanah yang sifatnya sementara, dalam waktu yang

singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat

pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa

Undang-Undang Pokok Agraria. Macam hak atas tanah ini adalah

Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Sewa

Tanah Pertanian.

Berdasarkan asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu:21

21Ibid, hlm. 52-53

Page 17: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

17

1) Hak atas tanah yang bersifat primer.

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam

hak atas tanah ini adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan atas tanah negara, dan hak pakai atas tanah negara.

2) Hak atas tanah yang bersifat sekunder.

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-

macam hak atas tanah ini adalah hak guna bangunan atas tanah hak

pengelolaan, hak guna bangunan atas tanah hak milik, hak pakai

atas tanah hak milik, hak sewa untuk bangunan, hak gadai, hak

usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah Pertanian.

Berdasarkan macam hak atas tanah di atas, lebih jelasnya

sebagai berikut :

1) Hak milik

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan tetap mengingat

ketentuan tentang hak atas tanah untuk fungsi sosial (Pasal 20 ayat

(2) Undang-Undang Pokok Agraria). Hak milik merupakan hak yang

paling kuat atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada

pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas bidang

tanah hak milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa hak guna

bangunan atau hak pakai, dengan pengecualian hak guna usaha),

yang hampir sama kewenangan negara (sebagai penguasa) untuk

memberi hak atas tanah kepada warganya22.

Hak milik berjangka waktu selama-lamanya (tidak dibatasi

oleh jangka waktu). Selama pemegang haknya masih memenuhi

syarat sebagai subyek hak milik, maka hak milik tersebut tetap

berlaku. Sebaliknya, kalau pemegang haknya tidak lagi memmenuhi

syarat sebagai subyek hak milik, maka hak milik tersebut menjadi

hapus.

22 Kartini Muljadi,dkk., . Hak-Hak Atas Tanah. Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm.30

Page 18: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

18

Sifat khas dari hak milik yaitu turun temurun, terkuat, dan

terpenuh. Turun-temurun artinya hak milik tidak hanya berlangsung

selama hidupnya orang yang mempunyai, tetapi dapat dilanjutkan

oleh ahli warisnya apabila pemiliknya meninggal dunia. Terkuat

menunjukkan:

a) Jangka waktu hak milik tidak terbatas. Jadi berlainan dengan

hak guna usaha atau hak guna bangunan, jangka waktunya

tertentu.

b) Hak yang terdaftar dan adanya “tanda bukti hak”. Hak milik

juga hak yang terkuat, karena terdaftar dan yang mempunyai

diberi “tanda hak milik”.

Terpenuh artinya:

a) Hak milik itu memberikan wewenang kepada yang empunya,

yang paling luas jika dibandingkan dengan hak lain.

b) Hak milik bisa merupakan induk daripada hak-hak lainnya.

Artinya seseorang pemilik tanah bisa memberikan tanah kepada

pihak lain dengan hak-hak yang kurang daripada hak milik:

menyewakan, membagi hasilkan, menggadaikan, menyerahkan

tanah itu kepada orang lain dengan hak guna bangunan atau hak

pakai.

c) Hak milik tidak berinduk kepada hak atas tanah lain.

d) Dilihat dari peruntukannya, hak milik juga tak terbatas. Hak

guna bangunan untuk keperluan bangunan saja, hak guna usaha

terbatas hanya untuk pertanian sedangkan hak milik dapat

digunakan untuk usaha pertanian maupun untuk bangunan.23

Subyek hak milik atas tanah yaitu Warga Negara Indonesia

dan badan hukum. Hal demikian, sesuai dengan Pasal 21 ayat (2)

Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa oleh

pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai

hak milik dengan syarat-syarat. Pemberian landasan hukum yang

23 Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 236-237

Page 19: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

19

terkuat kepada badan-badan hukum untuk medapatkan hak milik atas

tanah, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah24. Pasal 1 Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 1963 menyatakan bahwa Badan-badan hukum

yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, masing-masing dengan

pembatasan yang disebut pada Pasal 1, 2, dan 4 peraturan ini :

a) Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut bank

negara);

b) Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan

berdasarkan Undang-Undang No. 79 Tahun 1958;

c) Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama; dan

d) Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan

Sosial.

Hapusnya hak milik diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang

Pokok Agraria yang menyatakan bahwa Hak Milik Hapus apabila:

a) Tanahnya jatuh kepada negara :

(1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 Undang-

Undang Pokok Agraria;

(2) Karena penyerahan sukarela oleh pihak pemiliknya;

(3) Karena ditelantarkan; dan

(4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) (hilangnya

kewarganegaraan) dan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang

Pokok Agraria.

b) Tanahnya musnah.

2) Hak Guna Usaha (HGU)

Hak guna usaha (selanjutnya disebut HGU) adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasasi langsung oleh Negara, dalam

24Supriyadi,Hukum Agraria. Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 66

Page 20: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

20

jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan atau

peternakan (Pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria). Hak Guna

Usaha merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki

spesifikasi. Spesifikasi Hak Guna Usaha tidak bersifat terkuat dan

terpenuh, dalam artian bahwa Hak Guna Usaha ini terbatas daya

berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain25.

Penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria telah diakui dengan

sendirinya bahwa Hak Guna Usaha ini sebagai hak-hak baru guna

memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan hanya diberikan

terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Jadi, tidak

dapat terjadi atas suatu perjanjian antara pemilik suatu hak milik

dengan orang lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Pasal 8 ayat (1), Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu 35

tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui untuk jangka

waktu 35 tahun atas permintaan pemegang hak dengan mengingat

keadaan perusahannya.

Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang paling sedikit 5

hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih

harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan

yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Hak Guna Usaha

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dengan cara: jual beli,

tukar-menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan

(Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996).

Subyek Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 2 Peraturan

Pemerintah No. 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa yang dapat

mempunyai Hak Guna Usaha adalah:

a) Warga Negara Indonesia;

b) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

25Ibid, hlm 110

Page 21: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

21

Berkaitan dengan subyek Hak Guna Usaha di atas, maka

bagaimana kalau subyek pemegang Hak Guna Usaha tersebut

beralih menjadi warga negara lain atau status badan hukum tersebut

berubah, yaitu yang tadinya nasional Indonesia menjadi berstatus

asing atau pemilikan sebuah Perseroan Terbatas (PT) telah beralih

ke tangan pihak asing. Bagaimana status Hak Guna Usaha -nya

tersebut. Menurut Supriadi yang mengutip pendapat Sudargo

Gautama, berlaku teori ketiga tentang status badan hukum yaitu teori

tentang siapa yang memegang managing control, pengawasan atau

manajemen dan kontrol atas Perseroan Terbatas bersangkutan.

Dengan demikian, lebih lanjut dikatakan26:

Jika jatuh semua dalam tangan asing, maka dipandang Perseroan Terbatas bersangkutan ini sebagai sudah berstatus asing. Dengan demikian, maka harus dilepaskan HGU yang telah dimilikinya semula sesuai ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Jika tidak dilakukan pelepasan ini dalam waktu 1 tahun setelah perubahan status dari pemegangnya, maka karena hukum Hak Guna Usaha bersangkutan menjadi hapus dan tanah menjadi tanah negara (ayat (2) dari Pasal 3).

Hak Guna Usaha mempunyai batas waktu berlakunya. Hal

ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Pokok

Agrariadinyatakan bahwa, Hak Guna Usaha hapus karena:

a) Jangka waktunya berakhir;

b) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuai

syarat tidak dipenuhi;

c) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir;

d) Dicabut untuk kepentingan umum;

e) Ditelantarkan;

f) Tanahnya musnah;

26Ibid, hlm. 111

Page 22: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

22

g) Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2).

Ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Pokok Agrariaini diatur

kembali dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996, HGU Hapus karena:

a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemberian atau perpanjangannya;

b) Dibatalkan hanya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka

waktunya berakhir karena: (1) tidak terpenuhinya kewajiban-

kewajiban pemegang hak dan atau dilanggarnya ketentuan-

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13

dan/atau 14; (2) putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap;

c) Dicabut berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 1961;

d) Ditelantarkan;

e) Tanahnya musnah; dan

f) Ketetapan Pasal 3 ayat (2), yaitu apabila dalam jangka waktu

satu tahun Hak Guna Usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan.

3) Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan

miliknya sendiri (Pasal 35 Undang-Undang Pokok Agraria), dengan

jangka waktu paling lama 30 tahun yang dapat diperpanjang dengan

waktu paling lama 20 tahun atas permintaan pemegang haknya

dengan mengingat keadaan keperluan dan keadaan bangunannya.

Hak Guna Bangunan atas tanah hak milik tidak dapat diperpanjang

jangka waktunya, akan tetapi atas kesepakatan dengan pemilik tanah

dapat diperbaharui haknya.

Subyek yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan

adalah: warga negara Indonesia, badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 19

Page 23: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

23

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996). Hak Guna Bangunan

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, peralihan HGB terjadi

karena: jual beli, tukar menukar, penyertaan modal, hibah, dan

pewarisan. (Pasal 34 ayat (1) dan (2) No. 40 Tahun 1996).

Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu berlakunya.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah No.

40 tahun 1996 dinyatakan bahwa, Hak Guna Bangunan hapus

karena:

a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam

perjanjian pemberiannya;

b) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak

pengelolaan atau hak milik, sebelum jangka waktunya berakhir,

karena: (1) tidak terpenuhinya kewajiban pemegang hak

dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30, dan Pasal 32; atau (2) tidak

dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang

tertuang dalam pemberian Hak Guna Bangunan antara

pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak milik atau perjanjian

penggunaan tanah hak pengelolaan; atau (3) putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekeuatan hukum yang tetap;

c) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum

janghka waktu berakhir;

d) Dicabut berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 1961;

e) Ditelantarkan;

f) Tanahnya musnah;

g) Ketentuan Pasal 20 ayat (2) (pemegang Hak Guna Bangunan

yang tidak lagi memnuhi syaratdalam satu tahun yang tidak

melepaskan atau mengalihkan haknya).

4) Hak Pakai

Page 24: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

24

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau

tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban

yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

berwenang memberikannya atau perjanjian sewa-menyewa atau

perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan

dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang. Hak pakai diatur dalam

Pasal 39-58 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

Hak pakai berjangka waktu untuk pertama kalinya paling

lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama

20 tahun, dan dapat diperbaharui haknya untuk jangka waktu paling

lama 25 tahun. Untuk perpanjangan jangka waktu dan pembaharuan

hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus ada persetujuan tertulis

terlebih dahulu pemegang hak pengelolaan. Hak pakai atas tanah

hak milik tidak dapat diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi

atas kesepakatan dengan pemilik tanah dapat diperbabaharui haknya.

5) Hak Sewa

Hak sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk

mempergunakan tanah milik orang lain dengan membayar kepada

pemiliknya sejumlah uang sebagai sewanya. Jangka waktu Hak

Sewa untuk bangunan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik

tanah. Hapusnya hak ini sesuai dalam ketentuan perjanjian sewa-

menyewa dalam Kitap Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata).

2. Tinjauan Tentang Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Konsep fungsi sosial baru timbul sekitar abad ke-19 sebagai reaksi

daripada penerapan dan penggunaan hak milik secara mutlak dan formalistis

di dalam masa puncak perkembangan kapitalis (Hoch kapitalismus) dan

industrialisme di Eropa. Menurut Wolfgang Friedman yang dikutip

Page 25: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

25

Sunarjati Hartono, menyatakan bahwa di dalam masyarakat yang sederhana

(pra-industri) hak milik mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan seseorang,

sesuai dengan pekerjaannya dalam rangka pencarian nafkah. Di dalam

masyarakat pra-industri yang sederhana, seperti di dalam hukum adat

Indonesia, apabila orang berbicara tentang hak milik atau kepunyaan, maka

yang dimaksud olehnya adalah barang yang dikuasai sepenuhnya dan yang

dapat dinikmati sepenuhnya pula27.

Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang mempunyai

berbagai macam hak untuk menjamin dan mempertahankan kehidupannya

di tengah-tengah masyarakat, dimana salah satunya adalah hak atas tanah.

Hak atas tanah merupakan hak yang dipunyai seseorang yang menurut

sifatnya termasuk hak yang secara wajar boleh dimiliki oleh suatu pihak

karena hubungannya yang khusus dengan orang atau pihak lain pada suatu

tempat dan waktu tertentu serta situasi dan kondisi yang dianggap tepat.

Hak ini masih dapat dikesampingkan dari kehidupan seseorang karena

adanya suatu atau beberapa kepentingan yang memaksa28. Artinya hak atas

tanah dapat diperoleh berdasarkan hukum tetapi masih dapat diganggu gugat

melalui hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa kepentingan sebagai

sebabnya yang lebih memaksa, yang antara lain adalah kepentingan umum.

Bangsa Indonesia yang sejak semula hidup dalam suasana

kekeluargaan dan hukum adat tidak pernah memberi tekanan kepada

kepentingan perseorangan, manusia Indonesia selamanya hanya berarti

dalam lingkungan suatu kelompok masyarakat yaitu sebagai warga

masyarakat. Boedi Harsono merumuskan bahwa konsepsi hukum adat

adalah komunalistik-religius, yang juga memungkinkan penguasaan tanah

secara individual sekaligus mengandung unsur kebersamaan29. Ini berarti

bahwa hak atas tanah yang dikuasai secara individual tidak dibenarkan

penggunaan tanah tersebut untuk kepentingan pribadi, melainkan 27 Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah. Alumni,

Bandung, 1978, hlm. 16-1728 Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan, 1982. Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran

Tinjauan Falsafah Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 7-829Boedi Harsono, OP. Cit, hlm. 79

Page 26: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

26

penggunaannya harus disesuaikan dengan manfaat bagi masyarakat dan

negara. Hak milik atas tanah dalam hukum adat yang berkembang sebelum

bangsa barat datang adalah hukum adat yang merupakan hukum asli

golongan pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak

tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli yaitu sifat

kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berasaskan keseimbangan serta

diliputi oleh suasana keagamaan.

Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa “semua

hak tanah mempunyai fungsi sosial”. Di dalam penjelasan umum fungsi

sosial hak-hak atas tanah tersebut dinyatakan bahwa:

ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu merugikan masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan seseorang akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. (Penjelasan Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Pokok Agraria).

Dari ketentuan di atas berarti hak atas tanah bukanlah bersifat

pribadi semata-mata. Penggunaannya juga harus memperhatikan

kepentingan bersama yaitu kepentingan umum, karena bidang tanah yang

dikuasai itu adalah sebagian dari tanah bersama.Dalam konsep hukum

barat, pengertian fungsi sosial pada hakikatnya berupa pengurangan atau

pembatasan kebebasan individu bagi kepentingan bersama. Sebaliknya

konsep fungsi sosial dalam hukum adat dan hukum tanah nasional

merupakan bagian dari alam pikiran asli orang Indonesia. Bahwa manusia

Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus makhluk sosial, yang

mengusahakan terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

Page 27: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

27

antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, kepentingan

masyarakatnya30.

Fungsi sosial hak atas tanah adalah salah satu dari tiga kewajiban

dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang bersifat umum yang

dibebankan pada setiap pemegang hak atas tanah, yakni:

a. Kewajiban menjalankan fungsi sosial hak atas tanah (Pasal 6);

b. Kewajiban memelihara tanah (Pasal 52 ayat (1));dan

c. Kewajiban untuk mengerjakan sendiri secara aktif tanah pertanian

(Pasal 10)31.

Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria mengandung beberapa prinsip

keutamaan antara lain32:

a. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang

merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-

hak atas tanah menurut konsepsi hukum tanah nasional;

b. Tanah seseorang tidak mempunyai fungsi sosial bagi yang punya hak itu

saja, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensinya, dalam

mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya kepentingan

individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga kepentingan

masyarakat; dan

c. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan hak untuk mempergunakan

tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya, artinya keadaan

tanahnya, sifatnya, dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut

dimaksudkan agar tanah harus dipelihara dengan baik dan dijaga

kualitas, kesuburan serta kondisi tanah sehingga dapat dinikmati tidak

hanya pemilik tanah saja tetapi juga masyarakat lainnya. Oleh karena itu

kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya

atau pemegang hak yang bersangkutan, melainkan juga beban dari setiap

30Ibid, hlm. 30231Ibid, hlm. 42-4332Ibid, hal. 299

Page 28: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

28

orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan

hukum dengan tanah.

Maria S.W. Soemardjono yang mengemukakan bahwa interpretasi

asas fungsi sosial hak atas tanah, di samping mengandung makna bahwa

hak atas itu harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya,

sehingga bermanfaat bagi si pemegang hak dan bagi masyarakat, juga

berarti bahwa harus terdapat keseimbangan antara kepentingan

perseorangan dan kepentingan umum, dan bahwa kepentingan

perseorangan diakui dan dihormati dalam rangka pelaksanaan kepentingan

masyarakat secara keseluruhan33. Maka jika kepentingan umum

menghendaki didesaknya kepentingan individu, hingga yang terakhir ini

mengalami kerugian, maka kepadanya harus diberikan ganti rugi34.

3. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

a. Pengertian Pengadaan Tanah

Menurut John Salindeho pengadaan tanah adalah menyediakan

tanah atau mengadakan tanah untuk kepentingan atau keperluan

pemerintah, dalam rangka pembangunan proyek atau pembangunan

sesuatu sesuai program pemerintah yang telah ditetapkan35.

Pada dasarnya pengertian di atas dimaksudkan untuk

menyediakan atau mengadakan tanah untuk kepentingan atau keperluan

Pemerintah, dalam rangka proyek atau pembangunan infrastruktur

negara sesuai program pemerintah yang telah ditentukan. Bukan tidak

ada tanah yang tersedia, tetapi tanah bebas dari hak orang atau badan

hukum yang justru dibutuhkan oleh pemerintah untuk kepentingan

pembangunan sesuai strategi pembangunan nasional, diperlukan (tanah)

demi terlaksananya program bertalian dengan proyek yang telah

direncanakan36.33 Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implentasi

(Edisi Revisi +). PT.Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm. 7934Boedi Harsono,Op. Cit. hlm. 298-29935 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan. Sinar Grafika, Jakarta, 1993,

hlm. 3136Ibid, hal. 31-32

Page 29: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

29

Menurut Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 dikatakan

bahwa Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas

tanah tesebut”.

Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No 65 Tahun

2006, menyebutkan bahwa Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan

untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada

yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan

benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (2)Undang-Undang No. 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa Pengadaan adalah kegiatanh

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti rugi yang layak adan

adil kepada pihak yang berhak. Dalam Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan mendasarkan pada

asas: Kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan,

kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan serta

kesetaraan.

b. Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah

1) Pengertian Kepentingan Umum :

Istilah kepentingan umum, pertama kali bermula dari

ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria, “...kepentingan

umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan

bersama dari rakyat,,,,”. Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang No. 20

Tahun 1961 sebagai pelaksana Pasal 18 Undang-Undang Pokok

Agraria, menyatakan “ ,,,kepentingan umum, termasuk kepentingan

bangsa dan negara serta kepentingan bersamadari rakyat, sedemikian

pula kepentingan pembangunan,,,”. Pasal 1 butir 5 Peraturan

Presiden No 36 tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah bagi

Page 30: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

30

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Perpres No 36 Tahun

2005), menyatakan, “ Kepentingan umum adalah kepentingan

sebagian besar lapisan masyarakat”. Hakikat Kepentingan Umum

dapat dikatakan untuk keperluan, kebutuhan, atau kepentingan orang

banyak atau tujuan sosial yang luas. John Salindeho telah

merumuskan bahwa kepentingan umum sebagai kepentingan bangsa

dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan

memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan hankamnas

atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan

Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara37.

Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (6)Undang-Undang No. 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, yang dimaksud kepentingan umum dalah

kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan

oleh Pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan

rakyat.

Ketentuan Pasal 1 Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973

(sudah tidak berlaku), menyebutkan apa yang dimaksud dengan

kepentingan umum, yakni :

a) Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan

mempunyai sifat kepentingan umum apabila kegiatan tersebut

menyangkut kepentingan bangsa dan negara, dan/atau

kepentingan masyarakat luas dan/atau kepentingan rakyat

banyak/bersama dan/atau, kepentingan pembangunan.

b) Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat

kepentingan umum meliputi bidang-bidang pertahanan,

pekerjaan umum, jasa umum, keagamaan, ilmu pengetahuan

dan seni budaya, kesejahteraan olahraga, keselamatan umum

terhadap bencana alam, kesejahteraan sosisal, makam/kuburan,

37Ibid, hal. 40

Page 31: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

31

pariwisata dan rekreasi, usaha-isaha ekonomi yang bermanfaat

bagi kesejahteraan umum.

Pasal 5 Peraturan Presiden No 65 tahun 2006, menyatakan

bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan

Pemerintah atau pemerintah daerah, yang selanjutnya dimiliki atau

akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi :

a) jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang

atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/

air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;

b) waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan

lainnya;

c) pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

d) fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan

bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

e) tempat pembuangan sampah;

f) cagar alam dan cagar budaya; atau

g) pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

2) Karakteristik Kepentingan Umum ;

Menurut Adrian Suteji, ada tiga prinsip suatu kegiatan benar-

benar untuk kepentingan umum, yaitu :

a) Kegiatan tersebut benar-benar dimiliki oleh pemerintah.

Bahwa kegiatan kepentingan umum tidak dapat dimiliki oleh

perorangan atau swasta. Dengan kata lain, swasta dan

perorangan tidak dapat memiliki jenis-jenis kegiatan kepentingan

umum yang membutuhkan pembebasan tanah-tanah hak maupun

negara.

b) Kegiatan pembangunan terkait dilakukan oleh pemerintah.

Bahwa proses pelaksanaan dan pengelolaan suatu kegiatan untuk

kepentingan umum hanya dapat diperankan oleh pemerintah.

c) Tidak mencari keuntungan.

Page 32: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

32

Bahwa Fungsi suatu kegiatan untuk kepentingan umum sehingga

benar-benar berbeda dengan kepentingan swasta yang bertujuan

untuk mencari keuntungan sehingga terkualifikasi bahwa

kegiatan untuk kepentingan umum sama sekali tidak boleh

mencari keuntungan.

Adrian Suteji, juga berpendapat bahwa kriteria sifat, kriteria

bentuk, dan kriteria karakteristik dari kegiatan untuk kepentingan

umum, yaitu :38

a) Penerapan untuk kriteria sifat suatu kegiatan untuk kepentingan

umum agar memiliki kualifikasi untuk kepentingan umum harus

memenuhi salah satu sifat dari beberapa sifat yang telah

ditentukan dalam daftar sifat kepentingan sebagaimana tercantum

dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yaitu

untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan

Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula

kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang

memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri

Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut

hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya;

b) Penerapan untuk kriteria bentuk suatu kegiatan untuk kepentingan

umum agar mempunyai kualifikasi sebagai kegiatan untuk

kepentingan umum harus memenuhi syarat bentuk kepentingan

umum sebagaimana Pasal 2 lampiran Instruksi Presiden 1973

(bahwa sebelumnya proyek tersebut sudah termasuk dalam

rencana pembangunan yang telah diberitahukan kepada

masyarakat yang bersangkutan, sudah termasuk dalam rencana

induk pembangunan dari daerah yang bersangkutan dan yang telah

mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

38 Adrian Suteji, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 75

Page 33: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

33

setempat) dan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005;

dan;

c) Penerapan untuk kriteria ciri-ciri suatu kegiatan untuk kepentingan

umum sehingga benar-benar berbeda dengan bukan kepentingan

umum, maka harus memasukkan ciri-ciri kepentingan umum,

yaitu bahwa kegiatan tersebut benar-benar dimiliki pemerintah,

dikelola oleh pemerintah dan tidak untuk mencari keuntungan.

c. Tata Cara Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

Menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku,

pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan

cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau pencabutan hak

atas tanah. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah

dilakukan dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang

disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 2 ayat (1) dan (2) Perpres No. 65 Tahun 2006 mengatakan

bahwa cara pengadaan tanah ada 2 (tiga ) macam, yakni: Pertama,

pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Kedua, jual-beli, tukar-

menukar, atau cara lain yang disepakati secara suka rela oleh pihak-

pihak yang bersangkutan.

Pengadaan tanah yang dilakukan dengan yang pertama dan

kedua di atas masuk dalam katagori pengadaan tanah secara sukarela

(voluntary land acquisition). Dalam klasifikasi teoritis cara pengadaan

dengan jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati secara

suka rela oleh pihak-pihak yang bersangkutan ini disebut sebagai

pemindahan hak, dengan cara pemindahan hak tersebut, hak atas tanah

langsung berpindah dari pihak yang empunya kepada pihak yang

membutuhkan. Jika yang ditempuh adalah cara pelepasan atau

penyerahan hak, maka setelah tanah “dilepaskan” atau “diserahkan”

Page 34: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

34

status tanah menjadi tanah negara, yang selanjunya dilakukan

permohonan hak oleh pihak yang membutuhkan tanah39. Cara

pengadaan yang dilakukan dengan pencabutan hak atas tanah, yang

telah diatur sebelumnya dalam Undang-Undang No. 20 tahun 1961

merupakan pengadaan tanah yang dilakukan tanpa persetujuan yang

empunya tanah (compulsory acquisition of land).

Jelaslah bahwa hukum tanah di negara Republik Indonesia

sesungguhnya sudah mengatur berbagai cara pengadaan tanah, baik

untuk kepentingan umum, usaha maupun pribadi. Cara yang digunakan

tergantung pada:40

1) Status hukum tanah yang diperlukan;

2) Status hukum pihak yang memerlukan tanah;

3) Peruntukan tanah yang diperlukan;

4) Ada atau tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan

tanah yang bersangkutan.

Meskipun ada 4 (empat) faktor yang harus diperhatikan dalam

menentukan cara pengadaan tanah, namun untuk menetapkan sistem

tata cara pengadaan tanah sekarang ini cukup jika sudah diketahui41:

1) Status (hukum) tanah yang tersedia, apakah merupakan tanah

negara, tanah ulayat masyarakat hukum adat atau tanah hak;

2) Ada-tidaknya kesediaan yang empunya tanah. Artinya, kalau yang

tersedia tanah hak, apakah yang empunya tanah:

a) Bersedia menyerahkan tanah atau melepaskan hak atas tanah

yang dipunyainya,atau

b) Tidak bersedia menyerahkan tanah atau melepaskan hak atas

tanah yang dipunyainya;

3) Status hukum yang memerlukan tanah

39 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. Yogyakarta, 2004, hlm. 14

40Boedi Harsono, Op. Cit. hlm. 541Ibid, hal. 5-6

Page 35: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

35

kalau yang tersedia tanah hak dan pihak yang mempunyai bersedia

menyerahkan atau melepaskan hak atas tanah yang dipunyainya,

apakah yang memerlukannya:

a) Memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang

diterimanya, atau

b) Tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak yang akan

diperolehnya.

Berdasar kreteria di atas, maka cara pengadaan tanah dapat

disusun dalam suatu sistem sebagai berikut42:

1) Jika tanah yang tersedia/diperlukan berstatus tanah negara, maka

tanah yang harus digunakan adalah acara permohonan dan

pemberian hak atas tanah;

2) Jika tanah yang tersedia berstatus tanah ulayat, maka acaranya

adalah meminta kesediaan Penguasa Masyarakat Hukum Adat yang

bersangkutan untuk melepaskan hak ulayatnya, dengan pemberian

ganti-rugi atas tanam tumbuh rakyat yang ada diatasnya.

Tanah tersebut kemudian dimohonkan hak atas tanh sesuai dengan

status pihak yang akan menggunakannya melalui cara permohonan

pemberian hak tersebut di atas.

3) Jika tanah yang dimohon berstatus tanah hak, maka acara yang

digunakan, tergantung pada ada atau tidaknya kesediaan yang

empunya tanah untuk menyerahkan kepada yang memerlukan,

dengan ketentuan:

a) Jika ada kesediaan untuk menyerahkan secara suka rela, maka

ditempuh:

(1)Acara perpemindahan hak, melalui jual-beli, tukar-menukar

atau hibah, yaitu jika yang memerlukan memenuhi syarat

sebagai subyek hak tanah yang dipindahkan itu;

(2)Acara penyerahan atau pelepasan hak, diikuti dengan

permohonan hak baru yang sesuai, yaitu jika pihak yang

42Ibid, hlm. 6-7

Page 36: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

36

memerlukan tidak memenuhi syarat sebagagi subyek hak

yang semula menentukan status tanah tersebut.

b) Jika yang empunya tanah tidak bersedia menyerahkannya

dengan suka rela, apabila syarat-syarat telah terpenuhi, maka

dapat ditempuh acara pencabutan hak, sebagai cara

pengambilan tanah secara paksa43.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh

Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, bahwa pengadaan

tanah untuk kepentingan umum di wilayah Daerah Istimewa/kota

dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah Daerah

Istimewa/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota, sedangkan untuk

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur.

Panitia pengadaan tanah bertugas (Pasal 7):

1) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,

tanaman dan benda –benda lain yang ada kaitannya dengan tanah

yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

2) Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya

akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang

mendukungnya;

3) Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan

dilepaskan atau diserahkan;

4) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang

terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah

mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam

bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak

maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh

43 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op. Cit, hlm. 14

Page 37: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

37

masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang

hak atas tanah;

5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah

dan instansi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang

memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau

besarnya ganti rugi;

6) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para

pemegang hak atas tanah,bangunan, tanaman, dan benda-benda lain

yang ada di atas tanah;

7) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah;

dan

8) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas

pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang

berkompeten.

Pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah,

sehingga didapat kesepakatan baik mengenai pelaksanaan

pembangunannya dan juga mengenai ganti ruginya. Berdasarkan Pasal

12, ganti rugi diberikan untuk: hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan

benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Pasal 20 mengatur mengenai pengadaan tanah skala kecil,

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan

tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilakukan

langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para

pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau

cara lain yang disepakati kedua belah pihak.

Berkaitan dengan prosedur, peraturan presiden ini telah

memperkenalkan perusahaan penilai (appraisal) yang secara

independen akan menetapkan harga tanah, yang selanjutnya akan

digunakan sebagai acuan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Sementara itu

berkaitan dengan waktu, peraturan presiden ini telah memperkenalkan

pembatasan waktu (120 hari) dan konsepsi konsinyasi (penitipan uang

Page 38: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

38

di Pengadilan Negeri setempat). Perpaduan antara kinerja perusahaan

penilai, batasan waktu, dan konsepsi konsinyasi akan dapat

menghindarkan berlarut-larutnya pengadaan tanah, yang sekaligus

untuk menghindari pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961.

Secara garis besar dikenal 2 (dua) jenis pengadaan tanah, yaitu:

pengadaan tanah untuk kepentingan Pemerintah dan pengadaan tanah

untuk kepentingan swasta. Pengadaan tanah yang dilakukan Pemerintah

dibagi atas pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan pengadaan

tanah bukan untuk kepentingan umum (misalnya: kepentingan

komersial). Selanjutnya pengadaan tanah bagi kepentingan swasta bisa

pula digolongkan menjadi kepentingan komersial dan bukan komersial,

yakni yang bersifat menunjang kepentingan umum termasuk

pembangunan sarana umum dan fasilitas sosial lainnya44.

Agar lebih jelasnya, berikut digambarkan alur atau bagan

pengadaan Tanah Untuk Pembangunan demi kepentingan umum.

44Ibid, hlm. 5

Page 39: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

39

Page 40: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

40

Page 41: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

41

Page 42: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

42

d. Prinsip Penghormatan Hak Atas Tanah dan Ganti Kerugian dalam

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

Di dalam diktum pertimbangan Peraturan PresidenNo. 36

Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan PresidenNo.

65 Tahun 2006, menyatakan “bahwa dengan meningkatnya

pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah, maka

pengadaannya perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap

memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas

tanah”. Pasal 4 menyatakan “Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip

penghormatan terhadap hak atas tanah.”.Maria S.W. Soemardjono

berpendapat prinsip penghormatan ini diberikan kepada pemegang hak

atas tanah (subyek), karena konstitusi menjamin hak seseorang atas

tanah yang merupakan hak ekonominya.

Page 43: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

43

Kebijakan pengambilalihan tanah dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum harus bertumpu pada prinsip demokrasi dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, di mana perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut45:

1) Pengambilalihan tanah merupakan perbuatan hukum yang

berakibat terhadap hilangnya hak-hak seseorang yang bersifat fisik

maupun non-fisik, dan hilangnya harta benda untuk sementara

waktu atau selama-lamanya, tanpa membedakan bahwa mereka

yang tergusur tetap tinggal di tempat semula atau pindah ke lokasi

lain;

2) Ganti kerugian sebagai upaya mewujudkan penghormatan kepada

hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan

untuk kepentingan umum46, maka ganti kerugian yang diberikan

harus memperhitungkan:

(3) Hilangnya hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-

benda lain yang berkaitan dengan tanah;

(4) Hilangnya pendapatan dan sumber kehidupan lainnya;

(5) Bantuan untuk pindah ke lokasi lain, dengan memberikan

alternatif lokasi baru yang dilengkapai dengan fasilitas dan

pelayanan yang layak; dan

(6) Bantuan pemulihan pendapatan agar tercapai keadaan yang

setara dengan keadaan sebelum terjadi pengambil alaihan.

Besarnya ganti kerugian untuk tanah dan bangunan

seyogyanya didasarkan pada biaya pengggantian nyata. Bila

diperlukan dapat diminta jasa penilai independent untuk

melakukan taksiran ganti kerugian.

3) Mereka yang tergusur karena mengambilalihan tanah dan harus

diperhitungkan dalam pemberian ganti kerugian harus diperluas,

mencangkup:

a) Pemegang hak atas tanah yang bersertifikat; 45 S.W. Soemardjono, Op. Cit. hlm. 90-9146Ibid, hlm. 80

Page 44: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

44

b) Mereka yang menguasai tanah tanpa sertifikat dan bukti

pemilikan lain;

c) Penyewa bangunan;

d) Buruh tani atau tunawisma yang akan kehilanagan pekerjaan;

e) Pemakai tanah tanpa hak yang akan kehilangan lapangan kerja

atau penghasilan; dan

f) Masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional yang akan

kehilangan tanah dan sumber penghidupannya.

4) Untuk memperoleh data yang akurat tentang mereka yang terkena

penggusuran dan besarnya ganti kerugian, mutlak dilaksanakan

survei dasar dan survei sosial ekonomi;

5) Perlu ditetapkan instansi yang bertanggung jawab untuk

pelaksanaan pengambilalihan tanah dana permukiman kembali,

dengan catatan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan sungguh-sungguh

terjamin;

6) Cara musyawarah untuk mencapai kesepakatan harus

ditumbuhkembangkan dalam hal terjadi pemukiman kembali,

integrasi dengan masyarakat setempat perlu disiapkan semenjak

awal untuk menghindari hal-hal yang diharapkan oleh kedua belah

pihak;dan

7) Perlu adanya sarana untuk menampung keluhan dan

menyelesaiakan perselisihan yang timbul dalam proses

pengambilalihan tanah dan permukiman kembali, beserta tatacara

penyampaiannya.

Ganti kerugian merupakan bukti terhadap pengakuan,

penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia. Keadilan dalam

memberi ganti kerugian diterjemahkan sebagai mewujudkan

penghormatan kepada seorang yang haknya dikurangi dengan

memberikan imbalan berupa sesuatu yang setara dengan keadaannya

sebelum hak tersebut dikurangi atau diambil, sehingga yang

Page 45: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

45

bersangkutan tidak mengalami degradasi kesejahteraan. Karena

setidaknya kerugian yang akan terjadi itu meliputi47 :

1) Kehilangan tanah (tanah pertanian, pekarangan, akses ke hutan dan

sumber-sumber alam lain, kehilangan tanah kepunyaan bersama);

2) Kehilangan bangunan (untuk rumah atau bangunan fisik lain);

3) Kehilangan penghasilan dan sumber penghidupan (karena

ketergantungannya kepada hutan dan sumber-sumber alam lainnya);

dan

4) Kehilangan pusat-pusat kehidupan dan budaya masyarakat (tempat-

tempat religius, tempat ibadah, kuburan, hak atas sumber daya

alam).

Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat

fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang

mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang

berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup

yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena

pengadaan tanah. Bentuk ganti rugi dapat berupa (Pasal 13 Peraturan

PresidenNo 65 tahun 2006) :

1) Uang; dan/atau

2) Tanah pengganti; dan/atau

3) Pemukiman kembali; dan/atau

4) Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;

5) Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas (Pasal 15

ayat (1) Peraturan PresidenNo.65 tahun 2006):

1) Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan

memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan

penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh

panitia;

47 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op. Cit, hlm. 33

Page 46: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

46

2) Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggung jawab di bidang bangunan;dan

3) Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggungjawab di bidang pertanian.

4. Tinjauan tentang Kebijakan

a. Kebijakan Publik

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini dengan segala

kegiatan pemerintahan tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai

kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat ditemukan dalam

bidang antara lain kesejahteraan sosial (social welfare), di bidang

kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi,

hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya.

Menurut Carl Fredrich, kebijakan sebagai suatu arah tindakan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu

lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan

kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk

menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan,

atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu48 .

Harold D. Laswell memberikan definisi kebijakan publik

sebagai berikut :49

1) Kebijakan Publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.

2) Kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah.

48 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta, 2002, hlm.16

49 Setiono, Materi Matrikulasi Hukum dan Kebijakan Publik, Pascasarjana UNS, Surakarta, 2004, hlm. 4

Page 47: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

47

Lebih lanjut James Anderson menyatakan 4 (empat) aspek

kebijakan publik mempunyai beberapa implikasi : 50

1) Kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan.

2) Kebijakan publik merupakan pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan Undang-Undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanaannya.

3) Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah dan bukan apa yang diinginkan pemerintah.

4) Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif dan negatif. Positif : kebijakan mungkin mencakup bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu masalah tertentu. Negatif : kebijakan mungkin mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tetapi tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah.

b. Implementasi Kebijakan

1) Definisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas

merupakan alat administrasi hukum dan berbagai aktor, organisasi,

prosedur dan teknik untuk bekerja sama menjalankan kebijakan guna

meraih dampak atau tujuan yang diinginkan51. Menurut Masmanian

bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan putusan kebijakan

dasar, dalam bentuk Undang-Undang atau keputusan-keputusan

eksekutif. Keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin

diatasi, menyebut secara tegas tujuannya dari berbagai cara untuk

mengatur proses implementasinya.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier menjelaskan

makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa : “memahami apa

yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku

atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan

50 Budi Winarno, Loc. Cit. hlm. 1851 Budi Winarno, Op. Cit. hlm. 101

Page 48: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

48

yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan timbul sesudah

disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, mencakup baik

usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk

menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat/kejadian-

kejadian”52

2) Konsep atau Model Implementasi Kebijakan

a) Model Meter dan Horn

Implementasi merupakan proses yang dinamis, Van Meter

dan Van Horn membuat ikatan (linkages) yang dibentuk antara

sumber-sumber kebijakan dan tiga komponen lainnya. Menurut

mereka tipe dan tingkatan sumber daya yang disediakan oleh

keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan

komunikasi dan pelaksanaan. Pada sisi lain, kecenderungan para

pelaksana dapat dipengaruhi secara langsung oleh tersedianya

sumber daya.53

b) Model Grindle

Implementasi kebijakan menurut Grindle didasarkan oleh isi

kebijakan dan konteksnya. Ide dasar Grindle muncul setelah

kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek

individual dan biaya telah disediakan maka implementasi

kebijakan dilaksanakan54

c) Model Sabatier dan Mazmanian

Menurut Sabatier dan Mazmanian implementasi kebijakan

mempunyai fungsi dari tiga variabel yaitu (1) karakteristik

masalah, (2) struktur manajemen program tercermin dalam

berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan

dan (3) faktor-faktor diluar aturan. Implementasi akan efektif

apabila dalam pelaksanaannya mematuhi apa yang sudah

52Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebiajkan Publik, Alumni, Bandung, 2004. hlm. 6553Budi Winarno, Loc. Cit. hlm. 11954Ibid, hlm. 113

Page 49: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

49

digariskan oleh peraturan atau petunjuk pelaksanaan dan petunjuk

teknis.55

Dilihat dari ketiga konsep tersebut di atas, Konsep dalam

tulisan ini termasuk Model Grindle, dalam hal ini

pengimplementasian kebijakan tentang pengadaan tanah untuk

pembangunan demi kepentingan umum (Studi kasus di Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo).

3) Pendekatan Implementasi

Menurut Solichin Abdul Wahab ada empat pendekatan dalam

implementasi kebijakan untuk meningkatkan efektivitas implementasi

yaitu :

1. Pendekatan StrukturalPendekatan ini ada dua bentuk yaitu struktur yang bersifat organis dan pendekatan struktur matrik.

2. Pendekatan Prosedural dan Manajerial Perlu dibedakan antara merencanakan perubahan dan merencanakan untuk melakukan perubahan. Dalam hal pertama, implementasi dipandang sebagai semata-mata masalah teknis atau masalah manajerial, prosedur-prosedur yang dimaksud termasuk diantaranya menyangkut penjadwalan (scheduling), perenacanaan (planning) dan pengawasan (control). Teknik manajerial merupakan perwujudan dari pendekatan ini ialah perencanaan jaringan kerja dan pengawasan (network planning and control-MPC) yang menyajikan suatu kerangka kerja, proyek dapat dilaksanakan dan implementasinya dapat diawasi dengan cara identifikasi tugas-tugas dan urutan-urutan logis, sehingga tugas tersebut dapat dilaksanakan.

3. Pendekatan KeperilakuanAda dua bentuk dalam pendekatan ini : Pertama, OD (organisitional development/pengembangan organisasi). OD adalah suatu proses untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan dalam suatu organisasi melalui penerapan dalam ilmu-ilmu kepribadian; Kedua, bentuk management by objectives (MBO). MBO adalah suatu pendekatan penggabungan unsur-unsur yang terdapat dalam pendekatan prosedural/manajerial dengan unsur-unsur yang termuat dalam analisis keperilakuan. Jelasnya MBO berusaha menjembatani antara tujuan yang telah dirumuskan secara spesifik dengan implementasinya.

55 Ibid, hlm. 114

Page 50: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

50

4. Pendekatan PolitikPendekatan politik secara fundamental menentang asumsi yang diketengahkan oleh ketiga pendekatan terdahulu khususnya pendekatan perilaku. Keberhasilan suatu kebijakan pada akhirnya akan tergantung pada kesediaan dan kemampuan kelompok-kelompok dominan/berpengaruh. Situasi tertentu distribusi kekuasaan kemungkinan dapat pula menimbulkan kemacetan pada saat implementasi kebijakan, walaupun sebenarnya kebijakan tersebut secara formal telah disahkan 56

c. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari :57

1) Formulasi Hukum dan Kebijakan Publik

Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan public saling

memperkuat satu dengan yang lain. Sebuah produk hukum tanpa ada

proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan

kehilangan makna substansinya. Sebaliknya sebuah proses kebijakan

publik tanpa ada legalisasi hukum, akan lemah pada tatanan

operasionalnya.

2) Penerapan/implementasi hukum dan kebijakan public.

Menurut Setiono58 pada dasarnya di dalam penerapan hukum

tergantung pada 4 unsur :

a) Unsur hukum

56Solichin Abdul Wahab, Loc. Cit, hal 11057 Setiono, Loc. Cit. hal 5 58 Ibid, hal. 4

Page 51: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

51

Unsur hukum disini oleh Setiono diartikan sebagai produk atau

kalimat, aturan-aturan hukum. Kalimat-kalimat hukum harus ditata

sedemikian rupa hingga maksud yang diinginkan oleh pembentuk

hukum dapat terealisasikan di lapangan yang luas dengan tetap

mengacu kepada satu pemaknaan hukum. Namun bukan berarti

pemaknaan yang diberikan oleh pembentuk hukum harus

dipaksanakan sedemikian rupa, sehingga di semua tempat harus

direalisasikan sama persis dengan apa yang dimaksud oleh para

pembentuk hukum. Modifikasi-modifikasi oleh penerap hukum

dilapangan diperlukan sebatas semua itu dilakukan untuk menuju

pemaknaan ideal dari aturan hukum yang dimaksud.

b) Unsur Struktural

Unsur struktural adalah berkaitan dengan lembaga-lembaga atau

organisasi-organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum.

Pentingnya unsur struktural pada penerapan hukum ada dua :

(1) Organisasi atau institusi seperti apa yang tepat untuk

melaksanakan Undang-Undang tertentu.

(2) Bagaimana organisasi itu dapat menjalankan tugasnya

dengan baik.

Berkaitan dengan aspek pemilihan organisasi atau institusi

maka pengambilan keputusan harus ekstra hati-hati untuk memilih

organisasi atau institusi mana yang dianggap relevan dengan

produk hukum yang hendak diterapkan itu. Kemudian berkaitan

dengan aspek bagaimana organisasi yang telah ditunjuk mampu

optimal dalam menjalankan tugasnya, ini berkaitan dengan

manajemen yang ada pada perusahaan. Tidak jarang terjadi

organisasi yang ditunjuk sudah tepat namun kinerja organisasi

Page 52: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

52

sangat lemah dan tidak professional, sehingga tugas-tugas yang

dibebankan tidak dapat dijalankan dengan baik. Kebijakan publik

dalam hal ini lebih berperan dalam bagaimana organisasi atau

instansi pelaksana itu seharusnya ditata dan bertindak agar tugas-

tugas yang dibebankan hukum kepadanya dapat dijalankan dengan

baik. Menunjuk orang yang dipercaya untuk mengendalikan

organisasi tersebut harus dipilih yang mempunyai kemampuan

dalam unsur structural ini lebih dominant berposisi sebagai sebuah

seni, yaitu bagaimana ia mampu melaksanakan kreasi sedemikian

rupa sehingga organisasi dapat tampil dengan baik.

c) Unsur Masyarakat

Unsur ini berkaitan dengan kondisi sosial politik dan sosial

ekonomi dari masyarakat yang akan terkena dampak atas

diterapkannya sebuah aturan hukum. Kondisi masyarakat yang ada

harus diselesaikan lebih dahulu demi terselenggara dan lancarnya

penerapan hukum.

d) Unsur budaya

Dalam unsur ini ada dua hal. Pertama : sedapat mungkin

diupayakan bagaimana agar produk hukum atau Undang-Undang

yang dibuat itu dapat sesuai dengan budaya yang ada dalam

masyarakat. Kedua : bagaimana produk hukum yang tidak sesuai

dengan budaya dalam masyarakat dapat diterima masyarakat.

Disinilah kebijakan publik akan sangat berperan. Namun harus

diingat bahwa kebijakan publik yang diambil harus berdasar

hukum dibutuhkan improvisasi dan kreasi.

3) Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan publik adalah suatu evaluasi yang akan

menilai apakah kebijakan publik sudah sesuai dengan yang diharapkan

atau belum. Evaluasi kebijakan publik adalah sebagai hakim yang

Page 53: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

53

menentukan kebijakan yang ada telah sukses atau telah gagal mencapai

tujuan. Evaluasi publik juga sebagai dasar apakah kebijakan yang ada

layak diteruskan, direvisi, atau bahkan dihentikan sama sekali.

Evaluasi kebijakan dibedakan dalam 3 (tiga) macam:

a) Evaluasi AdministratifEvaluasi administratif adalah evaluasi kebijakan publik yang dilakukan di dalam lingkup pemerintahan atau instansi-instansi yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah yang terkait dengan program tertentu.

b) Evaluasi yudisialEvaluasi terhadap kebijakan publik yang berkaitan dengan obyek-obyek hukum: apa ada pelanggaran hukum atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut. Yang melakukan evaluasi yudicial adalah lembaga-lembaga hukum seperti pengacara, pengadilan, kejaksaan, PTUN dan sebagainya.

c) Evaluasi PolitikEvaluasi politik pada umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga politik, baik parlemen maupun parpol. Namun sesungguhnya evaluasi politik bisa juga dilakukan oleh masyarakat scara umum.59

Penelitian ini dapat dikatakan mengkajiImplementasiUndang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk

pembangunan demi kepentingan umum. Mengingat evaluasi yang

dipergunakan lebih kepada apa yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo terkait dalam pengimplementasian Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah untuk pembangunan demi

kepentingan umum oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo.Seperti

halnya pemikiran Thomas R. DYE tentang kebijakan. Teori Thomas

R.DYE dalam penelitian ini dapat dikatakan menyangkut kepentingan

orang banyak. Sehingga apa yang diperbuat oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonsobo sehubungan dengan kebijakan di bidang pengadaan

59Ibid, hal.. 6

Page 54: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

54

tanah untuk pembangunan sudah merupakan suatu kebijakan, Sehingga

relevan dengan pemikiran atau Teori Thomas R. DYE.

Berbicara tentang perspektif kebijakan publik mengarahkan

perhatian, untuk mengkaji proses pembuatan kebijakan (policy making

process) oleh pemerintah (government) atau pemegang kekuasaan dan

dampaknya terhadap masyarakat luas (public). Thomas R. Dye

mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose

to do or not to do” (Thomas R. Dye dalam Esmi Warasih

Pujirahayu) .secara sederhana pengertian kebijakan publik dirumuskan

dalam kalimat sebagai berikut:60

a. Apa yang dilakukan oleh pemerintah (What government do?)b. Mengapa dilakukan tindakan itu (Why government do?)c. Dan apa terjadi kesenjangan antara apa yang ingin diperbuat dengan

kenyatan (what defference it makes?)

Sistem kebijakan publik adalah produk manusia yang subjektif

yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku

kebijakan sekaligus realitas objektif yang diwujudkan dalam tindakan-

tindakan yang dapat diamati akibat-akibat yang ditimbulkannya, setidak-

tidaknya menyangkut tiga hal penting dalam menyusun agenda kebijakan

yaitu :

(1) Membangun persepsi di kalangan stakeholder bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagian masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah;

(2) Membuat batasan masalah;

(3) Mobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. 61

60 Esmi Warassih Pujirahayu, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 8

61 A.G Subarsomo, Evaluasi kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm.11

Page 55: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

55

Ketertiban antara hukum dan kebijakan publik akan semakin

relevan pada saat hukum diimplementasikan. Proses implementasi selalu

melibatkan lingkungan dan kondisi yang berbeda di tiap tempat, karena

memiliki ciri-ciri struktur sosial yang tidak sama. Demikian pula

keterlibatan lembaga di dalam proses implementasi selalu akan bekerja di

dalam konteks sosial tertentu sehingga terjadi hubungan timbal balik yang

dapat saling mempengaruhi.

d. Kebijakan Yuridis Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum merupakan Undang-

Undang yang ditunggu tunggu, peraturan perUndang-Undangan

sebelumnya dianggap belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang

kehilangan tanahnya. Undang-Undang ini diharapankan pelaksanaannya

dapat memenuhi rasa keadilan setiap orang yang tanahnya direlakan atau

wajib diserahkan bagi pembangunan. Bagi pemerintah yang memerlukan

tanah, peraturan perUndang-Undangan sebelumnya dipandang masih

menghambat atau kurang untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan

pembangunan sesuai rencana.

Ada beberapa Pasal yang perlu mendapat perhatian antara lain:

Bunyi Ketentuan umum Pasal 1 angka  2 Undang-Undang ini: “Pengadaan

tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti

kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Pasal 1 angka 10

menegaskan lagi: “Ganti Kerugian adalah penggantian layak dan adil

kepada yang berhak  dalam proses pengadaan tanah”. memang baik

terdengarnya apabila dapat dilaksanakan demikian.

Asas pengadaan tanah yang diatur Pasal 2 lebih baik lagi

menyatakan  bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum

dilaksanakan  berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan,

kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan,

keberlanjutan, dan keselarasan. Dari sekian banyak asas haruslah asas

Page 56: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

56

keadilan diutamakan karena asas ini telah ditegaskan dua kali pada

Ketentuan Umum angka 2 dan angka 10 Undang-Undang ini. Kalimat: 

“Ganti kerugian adalah penggantian layak dan adil” belum pernah muncul

pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan

tanah sebelumnya.

Pasal 5 menegaskan pihak yang berhak wajib melepaskan

tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. kata wajib

ditegaskan pada Undang-Undang ini. Seharusnya ada keseimbangan

hukum yaitu bahwa wajib setelah pemberian ganti kerugian dirasakan adil

dan layak oleh pihak yang berhak.

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai tanah

dilakukan bidang per bidang tanah. Penilaian bidang per bidang tanah ini

dimaksudkan untuk dapatnya memenuhi rasa keadilan, oleh karena pada

bidang tanah yang berdampingan dalam keadaan tertentu yang satu harus

dinilai lebih tinggi sedang yang lain lebih rendah. Dimungkinkan dalam

pelaksanaan suatu bidang setelah pelebaran jalan nilainya akan naik, tetapi

di lain pihak ada suatu bidang tanah habis tidak tersisa atau tersisa sedikit.

Bidang tanah yang karena pelebaran jalan nilainya  akan naik, oleh karena

itu nilai ganti ruginya harus lebih rendah daripada  bidang tanah yang

tergusur habis.

Diatur pada Pasal 35, apabila dalam hal bidang tanah tertentu

yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat

difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang

Berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.

Bunyi pasal ini belum pernah muncul di peraturan peraturan sebelumnya.

Pasal ini muncul dalam rangka mewujudkan pengadaan tanah yang adil.

Setelah penetapan lokasi pembangunan Pihak yang Berhak hanya

dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan

tanah melalui Lembaga Pertanahan. Hal ini untuk menghindari “calo” dan

Page 57: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

57

spekulan tanah, pembatasan ini belum pernah muncul pada peraturan

perUndang-Undangan sebelumnya.

Selanjutnya bila kita perhatikan Pasal 41:

Pasal 41

1)   Ganti Kerugian diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil

penilaian yang ditetapkan dalam  musyawarah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 ayat (2) dan/atau putusan pengadilan

negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat

(5).

2)   Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima

Ganti Kerugian wajib:

a. melakukan pelepasan hak; dan

b. menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan

Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga

Pertanahan.

3)  Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan satu-

satunya alat bukti yang sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu

gugat di kemudian  hari.

4)    Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian bertanggung jawab atas

Kebenaran  dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang

diserahkan.

Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) tersebut di atas yang menyatakan

bahwa Pihak yang Berhak harus menyerahkan bukti penguasaan atau

kepemilikan yang merupakan satu-satunya bukti yang sah menurut

hukum dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari hal ini

mencerminkan Undang-Undang ini represif.  Kalimat “tidak dapat

diganggu gugat di kemudian hari “ ini bertentangan dengan fakta

hukum yang sedang berlangsung di Indonesia dalam hal ini Pasal 19

ayat (2)Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria sebagai berikut:

Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria

Page 58: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

58

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;

b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat.

Bahwa Pasal 19 ayat (2) huruf c. Undang-Undang Pokok

Agrariamenegaskan surat-surat tanda bukti hak  sebagai alat

pembuktian yang kuat, dalam hal ini belum sebagai alat pembuktian

yang mutlak. Alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia yang sudah

berupa Sertipikat Hak Atas Tanah  saja setiap saat atau di kemudian

hari masih dapat diganggu gugat.

 Terhadap kalimat Pasal 41 ayat (3) ini perlu dilakukan

“yudicial review”, dengan menghapus kalimat  “tidak dapat diganggu

gugat di kemudian hari “. Pemerintah sendiri yang menerbitkan

sertipikat hak atas tanah tidak pernah menjamin bahwa sertipikat itu

tidak dapat digugat di kemudian hari, bagaimana mungkin pemilik

tanah yang tanahnya wajib diserahkan bagi pembangunan untuk

kepentingan umum menjamin sertipikat itu tidak dapat diganggu gugat

di kemudian hari.

Pasal Pasal 43 Undang-Undang ini menyatakan:  Pada saat

pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a telah

dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di

pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),

kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi

hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlakudan tanahnya

menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Page 59: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

59

 Hapusnya kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari pihak yang

berhak yang menolak hasil musyawarah tetapi tidak mengajukan

keberatan sebagaimana diatur Pasal 43 di atas, menunjukkan

represifnya Undang-Undang ini yang sengaja ditabrakkan dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak

Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya.  Pasal 43 ini jelas tidak

sesuai dengan apa yang telah diuraikan dalam diktum Menimbang,

Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 dan angka 10 serta Pasal 2 Undang-

Undang ini sendiri.

5. Teori Hukum Pembangunan

a. Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusuma Atmaja.

Teori hukum pembangunan yang berkembang di Indonesia tak bisa

dilepaskan dari nama Mochtar Kusuma Atmadja. Pengadiannya di

kampus dan di birokrat telah ikut membantu penyebaran pandangan-

pandangannya tentang hukum. Dikenal sebagai pakar hukum

internasional, Mochtar pernah diangkat menjadi Menteri Kehakiman

(1974-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988).Gagasan-gagasan

Mochtar telah dimasukkan sebagai materi hukum dalam Pelita I (1970-

1975). Pada intinya teori hukum pembangunan menegaskan hukum harus

bisa didayagunakan untuk kepentingan pembangunan. Pemikiran

Mochtar sedikit banyak mengenalkan mahasiswa hukum di Indonesia

dengan sebutan law is a tool of social engineering.

Pokok-pokok pikiran Mochtar terkait dengan fase kedua dari Teori

Hukum Pembangunan dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Filsafat Pancasila digunakan sebagai landasan fundamental untuk

menggantikan posisi teori-teori dari pemikir asing, seperti Northrop,

Pound, Lassswell, dan McDougal yang sebelumnya diakui Mochtar

sempat mempengaruhi pandangannya. Ia mulai menulis dan

Page 60: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

60

menggunakan istilah cita hukum Pancasila, filsafat hukum Pancasila,

dan Negara hukum Pancasila.

2) Mochtar tetap setuju bahwa tujuan utama hukum pada umumnya

adalah ketertiban dan keadilan. Tujuan keadilan ini dikaitkan Mochtar

dengan tujuan hukum dalam suatu Negara hukum Pancasila. Dalam

setiap Negara hukum, kekuasaan diatur dan oleh karena itu, harus pula

tunduk pada hukum. Tujuan keadilan ini mencakup di dalamnya

keadilan social (sila kelima dari Pancasila)

3) Selain itu keadilan sebagai tujuan hukum juga berkaitan dengan

kedudukan dan hak yang sama bagi semua orang di dalam hukum. Hal

ini dapat dihubungkan dengan sila kerakyatan dalam Pancasila (asas

persamaan). Apabila tujuan hukum dalam Negara pancasila pada

analisis di atas adalah keadilan social, maka fungsi hukum jadinya

adalah untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita dalam kenyataan.

4) Hukum suatu Negara, bagaimanapun baiknya tujuannya, tidak akan

bermanfaat bagi kehidupan masyarakat kalau tidak ditegakkan.

Penegakkan hukum dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hukum,

yaitu ketika hukum yang mengatur tidak berhasil atau terganggu

dalam menjalankan fungsinya. Instansi terakhir dalam penegakkan

hukum ini dijalankan oleh hakim. Hakim memeriksa perkara dan

memberi keputusannya berdasarkan hukum dan demi keadilan.

5) Penegakkan hukum tidak hanya menjadi urusan aparat penegak

hukum (polisi, jaksa, atau advokat) melainkan pada instansi terkait

terakhir juga bergantung pada pencari keadilan itu sendiri. Untuk

itulah perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa berpekara itu adalah demi

menegakkan hukum dan keadilan, tidak semata-mata demi

memenangan perkara.

6) Dalam menumbuhkan kesadaran ini, ada peran etika di dalamnya.

Etika dan hukum sama-sama merupakan kaidah yang mengatur

kehidupan manusia di dalam masyarakat. Etika mengatur tindakan

manusia dari dalam diri manusia tersebut, sedangkan hukum mengatur

Page 61: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

61

aspek tindapan lahiriah manusia dalam masyarakat. Khusus bagi

aparat penegak hukum, etika ini berhubungan dengan etika profesi,

yang dijalankan demi penegakkan Undang-Undang dan hukum, demi

melindungi/membela kepentingan terdakwa atau klien, dan demi

memegang kerahasiaan profesi.

7) Mochtar mengakui ada penekanan tahap pertama pembangunan yang

diberikan pada upaya pelembagaan (institutionalization) pada usaha-

usaha besar pembinaan bangsa (a great nation building effort). Pada

tahap pertama memang tekanan diberikan pada pelembagaan usaha-

usaha atau proses ini, sehingga orang perorangan mungkin terdesak,

namun hal ini tidak berarti individualitas dari orang perorangan

tersebut tidak boleh diberi kesempatan untuk berkembang, mengingat

analisis terakhir terhadap satua-satuan masyarakat itu akan berujung

pada individu juga.

8) Persoalan manusia di dalam pembangunan Indonesia tersebut

didasarkan pada asumsi penerimaan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 sebagai suatu kenyataan

dan landasan berpikir dan bertindak manusia Indonesia.

9) Pembangunan manusia Indonesia harus dilakukan dengan prinsip-

prinsip sebagi berikut:

a) Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, juga harus percaya

pada kemampuan diri sendiri dan pada hari dpan Indonesia yang

lebih baik;

b) Sebagai insan politik, harus committed pada sistem politik Negara

yang pada titik puncaknya telah menerima pancasila sebagai asas

tunggal yang cocok bagi bangsa Indonesia; dan

c) Sadar pada hak dan kewajiban, baik sebagai orang perorangan

maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga pengertian individu

tidak bisa dilepaskan dari pengertian masyarakat tempat individu

itu mendapat kesempatan berkembang sepenuhnya.

Page 62: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

62

10) Manusia Indonesia “masa kini” yang terlibat dalam pembangunan

tersebut diupayakan agar memiliki karakter sebagai insan modern,

yang mencakup sifat-sifat ideal sebagai berikut:

a) Cermat, sebagai lawan dari kecerobohan dan “asal saja”;

b) Hemat, dalam arti dapat mengatur kekayaannya (termasuk Negara,

pikiran, dan waktu) untuk tujuan-tujuan produktif;

c) Rajin, dalam arti suka bekerja untuk memenangkan persaingan;

d) Jujur, sebagai sifat terpuji yang menjadi keharusan untuk

mendapatkan kepercayaan sebagai modal dalam berusaha,

terlepas dari apakah ada tidaknya anjuran sifat jujur ini dalam

agama atau norma-norma etika;

e) Tepat waktu (tepat janji), sebagai sifat untuk menghormati rekan

pergaulan dan hal ini juga menjadi modal dasar yang penting

dalam usaha dana perdagangan;

f) Tegas tetapi bijaksaja, mengingat tegas penting untuk

menghilangkan keragu-raguan pada pihak ketiga dalam

berhubungan dengan kita dan bijaksana perlu karena terkait

dengan pihak ketiga yang menjadi sasaran ketegasan tersebut;

g) Berani tetapi berhati-hati, dalam arti siap menghadapi resiko demi

perubahan dan perbaikan serta berhati-hati agar resiko tersebut

dilandasi perhitungan yang matang;

h) Teguh memegang prinsip (prinsipiil), yakni sifat untuk tidak mudah

goyah atau tergoda melakukan hal-hal yang kurang baik dan

menjerumuskan.62

Mochtar memang belum sempat menuliskan secara detail

perkembangan dari fase pertama pemikirannya tentang Teori Hukum

Pembangunan ini. Cukup banyak prinsip-prinsip pokok dari fase

pertama pemikiran tersbeut yang masih dipertahankan, misalnya,

62 Shidarta, dkk, Mochtar Kusuma Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan: Eksistensi dan Implikasi. HuMa, Jakarta, 2012, hlm. 124-128

Page 63: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

63

konsep tentang fungsi hukum sebagai law as a tool of social

engineering, tetap dipertahankan.63

Perhatian Mochtar terhadap hukum kebiasaan juga masih cukup

menonjol. Tampaknya ia melihat hukum kebiasaan ini lebih cocok

dengan kondisi Indonesia dalam iklim globalisasi dewasa ini. Mochtar

memang tidak lari kea rah penekanan hukum adat gaya lama, tetapi

lebih ke konsep hukum adat dalam masyarakat modern Indonesia

sebagaimana dapat di baca dalam tulisan-tulisan M.B.Hooker.64

Dalam pandangan penulis, apa yang disampaikan oleh Mochtar

ini selayaknya direspons secara positif oleh para ahli hukum Indonesia.

Harus diakui bahwa apa yang dulu dikenal sebagai ciri-ciri hukum adat

di Indonesia, yakni kongkret, kontan, dan komunal, seiring dengan

perjalanan zaman telah mengalami pergeseran-pergeseran tajam. Saat

ini, misalnya, di desa-desa jual beli sepeda motor telah dilakukan

dengan sistem kredit. Sikap-sikap individualistis juga terlihat makin

menonjol. Artinya, temuan-temuan tokoh-tokoh hukum adat tradisional

tersebut perlu dikaji ulang, kendati teori-teori lama ini tetap berguna

sebagai hipotesis.65

Teori Hukum Pembangunan pada fase kedua pemikiran Mochtar

dapat dikatakan telah memberi inspirasi bagi para ahli hukum Indonesia

agar mau menukik kepada pencarian teori dan filsafat hukum Indonesia

yang lebih membumi. Pada fase kedua ini Mochtar telah beranjak dari

seorang pemikir teoretikan menuju pemikir filosofikal. Apabila

seseorang ilmuwan mengambil dasar-dasar filsafat, maka sesungguhnya

ia sedang bergerak menjadi filsuf. Dalam posisi demikian, semua

pikirannya tentang berbagai persoalan (hukum, ekonomi, politik, dan

sebagainya) telah dipengaruhi sudut pandang dari dasar-dasar

filsafatnya itu. Jadi, untuk mendalami filsafat Pancasila versi Mochtar,

sebenarnya tidak cukup hanya menganalisisnya dari sudut filsafat

63Ibid, hlm. 29-3064Ibid, hlm. 3065Ibid, hlm. 30

Page 64: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

64

hukum saja, tetapi juga pandangan-pandangan yang menyeluruh tentang

aspek kehidupan lainnya. Dari sudut ini, maka filsafat Pancasila

(termasuk filsafat hukum Pancasila) ala Mochtar akan berbeda dengan

filsafat Pancasila dari tokoh-tokoh hukum lainnya. Dalam konteks ini,

Teori Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusuma Atmadja bias

didekati pada fase kedua ini dengan menggunakan kerangka berfikir

filsafat Pancasila, sehinggan hasil analisis kita terhadap Teori Hukum

Pembangunan ini bukan tidak mungkin suatu saat akan berkembang

menjadi kajian Filsafat Hukum Pembangunan.66

b. Teori Hukum Pembangunan Romli Atmasasmita

Romli Atmasasmita dengan melakukan pendekatan BSE (Bureucratic

and Social Engineering) yang kemudian disebut dengan nama teori

hukum pembangunan generasi II (1980). Konsep pendekatan BSE

(Bureucratic and Social Engineering) dalam pembangunan nasional

hanya dapat dilaksanakan secara efektif jika baik aparat penyelenggara

negara dan warga negara telah memahami fungsi dan peranan hukum 

sebagai berikut :67

1) Hukum tidak dipandang sebagai seperangkat norma yang harus di patuhi oleh masyarakat melainan juga harus dipandang sebagai sarana hukum yang membatasi wewenang dan perilaku aparat hukum dan pejabat publik;

2) Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana pembaharuan masyarakat semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembaharuan birokrasi.

3) Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya dilihat dari kacamata kepentingan pemengan     kekuasaan (negara) melainkan juga harus dilihat dari kacamata kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder), dan kepentingan korban-korban (victims);

4) Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang rentan (vulnerable) dan dalam masa peralihan (transisional), baik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, tidak dapat dilaksanakan secara optimal

66Ibid, hlm. 30-3167Romli Atma Sasmita, Teori Hukum Integratif, Yogyakarta : Genta Publising, 2012, hlm.

83

Page 65: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

65

hanya dengan menggunakan pendekatan preventif dan represif semata, melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif dan rehabilitatif;

5) Agar fungsi dan peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal dalam pembangunan nasional, maka hukum tidak semata-mata dipandang sebagai wujud dari komitmen politik melainkan harus dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara berpikir (mindset) dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan masyarakat bersama-sama.

c. Teori Hukum Pembangunan Achmad Ali

Menuru Achmad Ali, hukum merupakan seperangkat

kaidah,norma serta nilai-nilai yang tercermin dalam masyarakat yang

menentukan apa yang boleh dan yang tidak dibolehkan untuk

dilaksanakan. Dalam pandangan Achmad Ali, hukum dimanifestasikan

dalam wujud:

1) Hukum sebagai kaidah (hukum sebagai sollen); dan

2) Hukum sebagai kenyataan (hukum sebagai sein).

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa yang utama adalah

hukum sebagai kenyataan dimana memuat keseluruhan kaidah social

yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi yang ada dalam

masyarakat tersebut. Oleh karena itu definisi hukum menurut Achmad

Ali yaitu: “Hukum adalah seperangkat kaidah atau ukuran yang

tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan tidak

boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam kehidupan

bermasyarakatnya. Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakat

sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas

tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan

oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam kehidupannya.

Jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi

otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.”

Berdasarkan pandangan di atas maka kita dapat menggambarkan

bagaimana hukum itu menjadi sangat penting untuk mengatur tatanan

kehidupan bernegara. Akan tetapi hal tersebut dirasa tidak mudah ketika

Page 66: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

66

kita mengkaji hukum itu dalam kenyataanya di masyarakat. Mochtar

Kusumaatmadja, dalam bukunya yang berjudul Fungsi dan

Perkembangan Hukum dalam Pembangungan Nasional yang dikutip

dalam buku Achmad Ali: “kesulitan dalam menggunakan hukum

sebagai suatu alat untuk mengadakan perubahan-perubahan masyarakat

ialah harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian bagi

masyarakat.”68 Oleh karena itu kajian hukum sebagai kenyataan dalam

masyarakat memiliki persoalan yang lebih kompleks karena melibatkan

keseluruhan aspek lain dari kehidupan manusia. Jika demikian

bagaimana hukum bisa diketahui berhasil atau tidak dalam suatu

masyarakat. Tentunya harus diketahui dulu

Indikator keberhasilan hukum, indikatornya adalah mampu

tidaknya hukum mewujudkan “harmonisasi” di antara warga

masyarakat, dan ketika harmonisasi telah terwujud, maka itu dianggap

perwujudan dari ide keadilan, juga kedamaian senantiasa melahirkan

kemanfaatan bagi masyarakat sebagai suatu totalitas

Penegasan yang dikemukakan oleh.Achmad Ali69 bahwa

hakikat pembangunan hukum merupakan hubungan timbal balik dari

tiga komponen yakni struktur, substansi, dan kultur hukum serta

tambahan unsur oleh beliau yakni profesionalisme dan kepemimpinan

yang saling terkait dengan fungsi dan tujuan hukum. ketika komponen

tersebut dipisahkan satu sama lain maka munculah istilah “penyakit

hukum” dan inilah ciri kegagalan hukum. Oleh karena itu dengan

penyatuan komponen-komponen tersebut hukum Timur yang diwakili

salah satunya oleh Jepang bertujuan untuk menghasilkan putusan yang

bersifat “win win solution” dan berbeda proses hukum Barat yang

sifatnya “win or lose” di antara pihak yang terlibat dalam suatu proses

hukum.

68Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Gramedia, Jakarta, 1999, hlm. 4769Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Gramedia, Jakarta, 2000,

hlm. 207

Page 67: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

67

d. Teori Hukum Pembangunan M. Sofyan Lubis.

M. Sofyan Lubis menyimpulkan bahwa hakikat

Pembangunan Hukum adalah bagaimana merubah perilaku manusia ke

arah kesadaran dan kepatuhan hukum terhadap nilai-nilai yang hidup

dan diberlakukan dalam masyarakat. Tegasnya membangun perilaku

manusia dan masyarakat harus di dalam konteks kehidupan masyarakat

berbangsa dan bernegara dimana mereka mengerti dan bersedia

menjalankan kewajiban hukumnya sebagai warganegara dan mengerti

tentang bagaimana menuntut hak-hak yang dijamin secara hukum

dalam proses hukum itu sendiri. Dalam konteks ini jelas pembangunan

tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan manusia atau

masyarakat terhadap nilai-nilai hukum. Pembangunan hukum harus

dilakukan secara simultan dengan perencanaan pembangunan lainnya

yang dilaksanakan dalam proses perencanaan pembangunan suatu

bangsa secara global, karena sasaran akhir (goal end) perencanaan

pembangunan adalah “prilaku manusia” yang mematuhi nilai-nilai

pembangunan itu sendiri. Pembangunan hukum harus dilakukan secara

simultan dan sinergi dengan aspek pembangunan lainnya. Tanpa seperti

itu ia menjadi utopia, sehingga hukum hanya bisa dipatuhi oleh

masyarakat di dalam system pemerintahan yang otoriter.

Dari beberapa teori tersebut pada intinya,titik persamaan yang

ditemukan adalah sama-sama menghendaki agar hukum memiliki

peranan jauh ke depan, yaitu memberikan arah dan dorongan

perkembangan masyarakat agar tercapai masyarakat yang tertib, adil,

dan sejahtera. Peranan hukum bukan sekedar sebagai alat (tools)

melainkan harus dipahami sebagai saranan (dinamis) untuk mencapai

kemajuan peradaban masyarakat.

5. Teori Implementasi

Page 68: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

68

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi berarti :70

a. Pelaksanaan yaitu Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan

oleh suatu badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna

mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Penerapan, Kamus Webster merumuskan secara pendek bahwa to

implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for

carrying out (menimbulkan dampak/ akibat terhadap sesuatu). Kalau

pandangan ini diikuti, maka implementasi kebijaksanaan keputusan

dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanaan keputusan

kebijaksanaan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, peraturan

pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit

persiden).

Dalam hubungannya dengan penulisan ini, implementasi diberi

batasan : berlakunya suatu hukum atau peraturan perUndang-

Undangan di dalam masyarakat.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses implementasi adalah

keputusan dasar biasanya dalam bentuk Undang-Undang namun dapat

pula berbentuk perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang

penting atau keputusan badan peradilan. Pada umumnya, keputusan

tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan

menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan

berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses

implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui beberapa

tahapan tertentu, yang biasanya diawali dengan kebijakan dalam

bentuk kebijakan bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan

pelaksananya.

Memperhatikan pendapat tersebut di atas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa pengertian implementasi adalah suatu proses yang

melibatkan sejumlah sumber-sumber didalamnya termasuk manusia, 70Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2003, hlm 319

Page 69: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

69

dana, kemampuan organisional, baik oleh pemerintah maupun oleh

swasta (individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan).

Sebagai suatu pendekatan untuk pengambilan keputusan, yang

memperhitungkan baik keputusan yang fundamental maupun

keputusan yang inkramental dan memberikan urutan teratas bagi

proses pembuatan kebijakan fundamental yang memberikan arahan

dasar dan proses-proses pembuatan kebijaksanaan dan inkramental

yang melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan itu tercapai.71

6. Penelitian yang Relevan.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

a. Penelitian Tesis Bukhari (2008) Program Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara dengan Judul Problematika Pelaksanaan Kepentingan

Umum (Studi Kasus pada Pembangunan Kampus UNIMAL di Desa

Reuleut Timur Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Fokus

Penelitian ini mengkaji tentang Prosedur pelaksanaan pelepasan hak atas

tanah untuk pembangunan kampus Universitas Malikussaleh, hambatan

apa yang ditemui pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan

kampus Universitas Malikussaleh serta upaya yang dilakukan untuk

mengatasi hambatan yang ditemui antara pemilik tanah dan Universitas

Malikussaleh di lapangan.

b. Penelitian Tesis Andi Rio Edris (2002), Program Magaister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, dengan judul

Pelaksanaan Pengadaan Tanah bagti Pembangunan u ntuk kepentingan

Umum berdasarkan Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 (Studi kasus

Pembangunan Terminal di Kelurahan Giwangan, Kecamatan

Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta). Penelitian ini 71Ibid, hlm. 193

Page 70: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

70

menitikberatkan pada aspek Prosedur pembebasan Tanah serta

Permberian ganti rugi beserta permasalahan yang muncul di lapangan.

c. Penelitian Tesis Rinda Rahmi (2008), Program Pascasarjana Universitas

Andalas dengan judul Pelaksaaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum di Kota Padang. Penelitian ini menitik

beratkan tentangpelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum

di kota Padang, pihak yang berwenang dalam pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum, kendala yang dihadapi dalam

pengadaan tanah serta peranan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan

dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, kasus tentang

pengadaan tanah dan pembahasannya.

d. Penelitian Tesis Wahyu Candra Alam (2010), Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tentang

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Kurang dari satu hektar

dan penetapan ganti kerugiannya (Studi Kasus Pelebaran Jalan Gatot

Subroto di Kota Tangerang). Penelitian ini meneliti tentang pelaksanaan

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang Luasnya Kurang

Dari Satu Hektar dan Penetapan Ganti Kerugiannya dalam

pembangunan Pelebaran Jalan Gatot Subroto dan pembuatan Over Pass

di Kota Tangerang, serta peraturan yang berlaku apakah sudah

memenuhi rasa keadilan masyarakat yang terkena pembangunan

tersebut.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tesis ini

meneliti tentang Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan dan jugauntuk Mengetahui

Permasalahan yang dihadapi Kantor Badan Pertanahan Kabupaten

Wonosobo dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Page 71: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

71

B. Kerangka Pemikiran

Pembangunan merupakan indikator “hidupnya” sebuah Negara hanya

akan bermanfaat bagi masyarakat jika ada aturan yang menjadi landasan

utama. Aturan bisa berjalan lancar jika masyarakat ikut berpartisipasi di

dalamnya. Tentunya hal ini membutuhkan sosialisasi yang dilakukan secara

terus menerus mengingat budaya yang beragam di Indonesia. Salah satunya

adalah aturan bidang pertanahan. Betapa pentingnya tanah bagi kehidupan

manusia sehingga diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 yang manyatakan “Bumi air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Melalui hak menguasai

dari negara ini maka negara akan dapat senantiasa mengendalikan atau

mengarahkan pengelolaan fungsi tanah sesuai dengan peraturan dan

kebijakan yang ada. Hal ini memberikan hak bagi negara untuk campur

tangan, dengan pengertian bahwa setiap pemegang hak atas tanah tidak akan

terlepas dari hak menguasai negara tersebut, karena kepentingan nasional

diatas kepentingan individu atau kelompok. Atau dengan kata lain, setiap

pemegang hak atas tanah tidak boleh mengabaikan fungsi sosial dari tanah

tersebut (Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria).

Alur pemikiran Penulis tentang Implementasi Undang-Undang No. 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di tinjau

dari Teori Hukum Pembangunan yang terjadia di kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo dapat digambarkan bahwa pengadaan tanah untuk

Pembangunan demi kepentingan umum bermula dari konsep dalam Undang-

Undang Pokok Agrariadan konsep fungsi sosial hak atas tanah. Pasal 6 Undang-

Undang Pokok Agrariamenyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial. Dari ketentuan tersebut, penggunaan hak tanah tidak hanya

menyangkut kepentingan individu atau golongan pemegang hak atas tanah

tersebut, melainkan harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas

(kepentingan umum). Interpretasi asas fungsi sosial hak atas tanah, disamping

Page 72: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

72

mengandung makna bahwa hak atas itu harus digunakan sesuai dengan sifat

dan tujuan haknya, sehingga bermanfaat bagi si pemegang hak dan bagi

masyarakat, juga berarti bahwa harus terdapat keseimbangan antara

kepentingan perseorangan dan kepentingan umum dengan berdasarkan asas

kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan,

keikutsertaan,kesejahteraan, keberlanjutans serta asas keselarasan.

Dalam hal ini penulis menganalisis penjabaran Implementasi Undang-

Undang No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan

demi kepentingan umum dengan Teori Hukum Mochtar Kusumatmaja, Teori

Hukum Pembangunan Romli Atmasasmita, Teori Hukum Pembangunan

Achmad Ali serta Teori Hukum Pembangunan M. Sofyan Lubis.

pengiterpretasikan peraturan perUndang-Undangan yang terkait, dan putusan

pengadilan serta mengkaitkan dengan teori-teori, doktrin-doktrin maupun

asas-asas yang berkaitan dengan prinsip pengadaan tanah untuk kepentingan

umum. Prinsip Pengadaan Tanah untuk pembangunan demi kepentingan

umum tersebut dapat tercemin melalui interpretasi konsep kepentingan

umum, musyawarah dalam pelaksanaannya, dan ganti kerugian bagi

pemegang hak atas tanah. Konsep kepentingan umum dalam peraturan

perUndang-Undangan di Indonesia dengan menyeimbangkan antara

kepentingan umum (Pemerintah) dengan kepentingan pribadi pemegang hak

atas tanah. Musyawarah dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti kerugian maupun masalah lain yang timbul dari

kegiatan pengadaan tanah tersebut, atas dasar kedudukan yang setara dan

sederajad antara pihak yang membutuhkan tanah dalam hal ini pemerintah

dengan pemegang hak atas tanah. Pemberian ganti rugi sebagai penghormatan

dari segi ekonomi dari pemegang hak atas tanah supaya tidak mengalami

kemunduran kondisi ekonomi maupun sosialnya. Ketertiban atau keteraturan

dalam rangka pembaharuan atau pembangunan merupakan sesuatu yang

diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya. Hukum dalam arti kaidah atau

peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana

Page 73: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

73

pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki

ke arah pembaharuan

Dari analisis konsep kepentingan umum, musyawarah dan pemberian

ganti kerugian pengadaan tanah dalam peraturan perundang-undangan di

Indonesia maka dapat ditarik kesimpulan mengenai konstruksi hukum dalam

pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum. Berdasarkan

uraian diatas, maka penulis dapat membuat suatu kerangka pemikiran yang

diwujudkan dalam skema sebagai berikut :

Teori Hukum Pembangunan

Teori Implementasi HukumPijakan Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum :1. Konsep Kepentingan

Umum2. Musyawarah3. Ganti kerugian

Fakta Hukum:Penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk Pembangunan demi kepentingan umum:

Tujuan dengan diadakannya pengadaan untuk Pembangunan demi kepentingan umum

1. Pasal 33 UUD 19452. UU No. 12 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

3. UUPA (Undang-Undang No.5 Th 1960)

4. Undang-Undang No. 20 Th 1961

5. Keppres No. 55 Th 19936. Perpres No. 36 Th 2005

Sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Th 2006 terakhir dengan Perpres No. 71 Tahun 2012

Page 74: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

74

Bagan 2. Kerangka Pemikiran

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Ilmu hukum mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi

bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang

tertentu. Metode Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk

menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi72.Penelitian hukum dilakukan untuk

mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul dan hasil yang dicapai adalah

untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu hukum

yang diajukan73.Sebelum penulis mengemukakan jenis penelitian yang akan

digunakan, maka terlebih dahulu perlu diuraikan secara singkat mengenai

metode, demikian pula penelitian.

72 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 35

73Ibid, hlm. 41

Page 75: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

75

Metode menurut Setiono74 adalah suatu alat untuk mencari jawaban

dari pemecahan masalah, oleh karena itu suatu metode atau alatnya harus

jelas terlebih dahulu apa yang akan dicari. Penelitian dalam penulisan ini

termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau non doktrinal serta di dukung

dengan data sekunder, sedangkan dilihat dari sifatnya termasuk penelitian

yang deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan

mendeskripsikan tentang Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan di Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo .

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu

tata cara penelitian yang menghasilkan data diskriptif-analitis. Data diskriptif

yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga

perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang

utuh75.

Metode penelitian kualitatif dikembangkan untuk mengkaji kehidupan

manusia dalam kasus-kasus terbatas, kasuistis sifatnya, namun mendalam,

total menyeluruh, dalam arti tidak mengenal pemilihan-pemilihan gejala

secara konseptual ke dalam aspek-aspeknya yang eksklusif (disebut variabel).

Metode kualitatif dikembangkan untuk mengungkap gejala-gejala kehidupan

masyarakat itu sendiri dan diberi kondisi mereka tanpa diintervensi oleh

peneliti atau naturlistik76

Dalam mempelajari hukum, tentunya tidak boleh lepas dari 5 (lima)

konsep hukum yang menurut Soetandyo Wignjosoebroto seperti

dikembangkan oleh Setiono adalah sebagai berikut:77

74Setiono, Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum, (Diktad). Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS, 2002, hlm. 1

75Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 250

76 Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Kualitatif, Gramedia, Jakarta, 2001, hlm. 54

77Setiono. OP. Cit. hlm. 3

75

Page 76: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

76

1. Hukum adalah asas-asas moral atau kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal (yang menurut bahasa Setiono disebut sebagai hukum alam)

2. Hukum merupakan norma atau kaidah yang bersifat positif di dalam sistem perUndang-Undangan;

3. Hukum adalah keputusan-keputusan badan peradilan dalam penyelesaian kasus atau perkara (in concreto) atau apa yang diputuskan oleh hakim;

4. Pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variable sosial yang empiric ;

5. Manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi mereka (yang menurut bahasa Setiono disebut sebagai hukum yang ada dalam benak manusia).

Penelitian ini mendasarkan pada konsep hukum yang ke-5, yang

menurut Soetandyo Wignjosoebroto, seperti yang dikembangkan oleh

Setiono78 yaitu hukum yang ada dalam benak manusia. Penelitian ini akan

menggali pendapat-pendapat, ide-ide, pikiran-pikiran dari pelaku peristiwa

secara langsung dan mendalam sehingga diperoleh informasi dan data-data

yang akurat, yang penulis perlukan dalam penulisan ini.

Apabila dilihat dari bentuknya, penelitian ini termasuk ke dalam

bentuk penelitian evaluatif. Menurut Setiono79, yang dimaksud dengan

penelitian yang berbentuk evaluatif adalah penelitian yang dimaksudkan

untuk menilai program-program yang dijalankan. Penelitian hukum empiris

ini dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth

interview) dengan para responden dan narasumber yang berkompeten dan

terkait dengan masalah yang diteliti (objek yang diteliti), untuk mendapatkan

data primer dan akan dilakukan pula dengan studi kasus.

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu penelitian yang mempelajari

ilmu hukum yang preskriptif yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai

keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma

78 Setiono, Metode Penelitian Hukum. Surakarta : Program Pascasarjana UNS. 2005, hlm. 7

79Ibid, hlm. 6

Page 77: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

77

hukum80. Tujuan dari penelitian ini untuk mencapai hasil yang memberikan

preskripsi mengenai apa yang seyogyanya mengenai prinsip penghormatan hak

atas tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis adalah :

a. Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo.

b. Perpustakaan Pascasarjana UNS

c. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

d. Perpustakaan Fakultas Hukum UNS

Alasan pemilihan lokasi adalah:

a. Permasalahan yang diteliti relatif baru

b. Data tersedia Lengkap dan layak untuk diteliti.

c. Tersedia akses internet

d. Mudah membandingkan literatur yang satu dengan literatur lainnya

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan terutama merupakan data pokok yaitu data

yang paling relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Namun untuk

kelengkapan dan keutuhan dari masalah yang diteliti, maka akan

disempurnakan dengan penggunaan data pelengkap yang berguna untuk

melengkapi data pokok dan data pelengkap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau

data dasar81. Adapun yang termasuk dalam data primer dalam penelitian

ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan tentang

80 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 22

81 Soerjono Soekanto, Op. Cit. hlm. 12

Page 78: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

78

Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau

dari Teori Hukum Pembangunandi Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo.

b. Data sekunder, adalah data yang berasal dari data-data yang sudah

tersedia misalnya, dokumen resmi, surat perjanjian atau buku-buku. Data

Sekunder dapat berupa bahan hukum Primer, Sekunder maupun Tertier82.

Adapun yang termasuk Bahan Hukum Primer dalam penelitian ini

meliputi :

1) Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

2) Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria;

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

4) Undang-UndangNo. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

5) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

6) Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan

Nasional

7) Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;

8) Per.Ka. BPN No. 5 Tahun 2012 tentangpetunjuk teknis pelaksanaan

pengadaan tanah;

9) Permendagri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan

Biaya pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

10) Per.Menkeu No. 13 Tahun 2013 tentang Biaya Operasional dan

Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

82 Setioo, Op. Cit. hlm. .6

Page 79: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

79

Pembangunan untuk kepentingan Umum yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

11) Per.Gub. Jateng No. 18 Tahun 2013

12) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997, Tentang Ketentuan Pelaksanaam

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah

13) Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional

di Bidang Pertanahan.

14) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan

pertanahan

2. Sumber Data

Sumber data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Sumber Data Primer

Sumber Data Primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari lapangan yang meliputi keterangan atau data hasil

wawancara kepada pejabat yang berwenang dalam hal

Pengimplementasian Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan di Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo. Sumber data primer adalah data atau

keterangan yang diperoleh semua pihak terkait langsung dengan

permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dalam hal ini, bertindak

sebagai informan adalah pejabat dan staf di lingkungan Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber Data Sekunder merupakan sumber data yang didapatkan

secara langsung berupa keterangan yang mendukung data primer.

Sumber data sekunder merupakan pendapat para ahli, dokumen-

Page 80: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

80

dokumen, tulisan-tulisan dalam buku ilmiah, dan literatur-literatur yang

mendukung data. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :

3) Bahan-bahan hukum Primer :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

d) Peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah

e) Peraturan presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional

f) Keputusan Presaiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan

Nasional di Bidang Pertanahan

g) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997, Tentang Ketentuan

Pelaksanaam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah

h) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan

Pengaturan Pertanahan

i) Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;

j) Per.Ka. BPN No. 5 Tahun 2012tentangpetunjuk teknis

pelaksanaan pengadaan tanah;

k) Permendagri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan

Biaya pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

l) Per.Menkeu No. 13 Tahun 2013 tentang Biaya Operasional dan

Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Page 81: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

81

Pembangunan untuk kepentingan Umum yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

m) Per.Gub. Jateng No. 18 Tahun 2013

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer adalah :

a) Hasil Penelitian yang berkaitan dengan Kewenangan Pertanahan

di Indonesia;

b) Buku-buku terkait dengan Hukum Agraria

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan sekunder,

misalnya :

a) Kamus Besar Bahasa Indonesia

b) Kamus Umum Lengkap Inggris –Indonesia, Indonesia- Inggris

c) Kamus Hukum

E. Teknik Pengumpulan data

Teknik Pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Dalam studi lapangan ini penulis melaksanakan kegiatan wawancara,

yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan

secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap secara langsung.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang

kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka83. Secara umum ada

dua jenis teknik wawancara, yaitu wawancara terpimpin (terstruktur) dan

wawancara dengan teknik bebasa (tidak terstruktur) yang disebut

wawancara mendalam (in-depth interviewing)84. Dalama wawancara ini

dilakukan dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan pihak-83 Burhan Ashofa, Op. Cit. hlm. 9584 HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta, 2002, hlm. . 58

Page 82: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

82

pihak yang dapat mendukung diperolehnya data yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti guna memperoleh data baik lisan maupun tulisan

atas sejumlah data yang diperlukan.

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode campuran, dengan menggabungkan metode terpimpin (terstruktur)

dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat

pedoman wawancara dengan pengembagan secara bebas sebanyak mungkin

sesuai kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara ini

dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat

dari para pihak yang berkaitan dengan Pengimplementasian Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan di

Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo. Selain itu juga mempergunakan

metode Observasi yaitu dengan cara mengamati suatu obyek yang diteliti,

setelah itu mencatat dan mencocokkan dengan teori agar tercapai sasaran

penelitian. Cara ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan adanya

beberapa hal yang tidak sempat poneliti tanyakan ataupun tidak terjawabnya

pertanyaan pada saat wawancara dilakukan, sehingga peneliti bisa

mendapatkan data yang lengkap.

Wawancara dilakukan kepada Karjono, APtnh selaku Kepala Seksi

Survei Pengukuran dan Pemetaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo serta Santosa, SH. MKn selaku Kepala seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo. Wawancara

juga dilakukan terhadap masyarakat yang setuju dan tidak setuju dengan

adanya pembangunan sarana kepentingan umum berupa pembangunan

kampus, diantaranya kepada H. Sholeh Rosyadi selaku yang keberatan serta

Riani Sadiati, salah satu masyarakat yang menyetujui atau tidak keberatan

dengan adanya pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan

umum.

Page 83: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

83

2. Studi Pustaka

Dalam studi ini penulis mengumpulkan data dengan cara membaca,

memahami dan mengumpulkan bahan-bahan Hukum yang akan diteliti,

yaitu dengan membuat lembar dokumen yang berfungsi untuk mencatat

informasi atau data dari bahan-bahan Hukum yang diteliti yang berkaitan

dengan masalah penelitian yang sudah dirumuskan terhadap:

a. Buku-buku literatur.

b. Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan

penelitian ini.

c. Dokumen

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus

dianalisis. Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan

dimanfaatkan sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab persoalan

penelitian. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif karena data yang diperoleh bukan angka atau yang akan di-angkakan

secara statistik. Menurut Soerjono Soekanto, analisis data kualitatif adalah

suatu cara analisis yang menghasilkan data diskriptif analitis, yaitu apa yang

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang

nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh85.

Dalam operasionalisasinya, peneliti membatasi permasalahan yang

diteliti dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu

dijawab dalam penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah

diperoleh disusun sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian

data tersebut diolah dalam bentuk sajian data. Setelah pengumpulan data

selesai, peneliti melakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi berdasarkan

semua hal yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian datanya. Misalnya

untuk mengetahui jawaban, tentang bagaimana Pengimplementasian Undang-85Soerjono Soekanto, Op. Cit. hal. 154

Page 84: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

84

Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan di Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo, maka penulis menanyakan langsung ke

pokok permasalahannya. Kemudian dari jawaban yang diperoleh tersebut

diolah menjadi sajian data untuk kemudian dianalisis. Setelah data tersebut

selesai dianalisis kemudian disimpulkan. Apabila di dalam kesimpulannya

dirasa kurang mantap, maka penulis kembali melakukan kegiatan pengumpulan

data yang sudah terfokus dan juga pendalaman data.

Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis interaktif

yaitu model analaisis data yang dilaksanakan dengan menggunakan tiga

tahap/komponen berupa reduksi data, sajian data serta penarikan

kesimpulan/verivikasi dalam suatu proses siklus antara tahap-tahap tersebut

sehingga data terkumpul akan berhuibungan satu dengan lainnya secara

oromatis86.

Dalam penelitian ini proses analisis sudah dilakukan sejak proses

pengumpulan data masih berlangsung. Peneliti terus bergerak di antara tiga

komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama proses data terus

berlangsung. Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti bergerak diantara

tiga komponen analisis dengan menggunakan waktu penelitian yang masih

tersisa..

Agar lebih jelas proses/siklus kegiatan dari analisis tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:87

86 HB. Sutopo, Op. Cit. hlm. 8687Ibid, hlm. 87

Page 85: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

85

Gambar : 3

Bagan model analisis data interaktif (Interactive Model Of Analysis)

Ketiga Komponen tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Reduksi data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan di lapangan. Reduksi data berlangsung

terus-menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai

sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Reduksi data bukanlah merupakan suatu hal yang terpisah dari

analisis dan merupakan bagian dari analisis.

Pengumpulan Data

( II )

Sajian Data

(I)

Reduksi Data

(III ) Penarikan KKesimpulan/Verifikasi

Page 86: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

86

b. Penyajian Data

Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, seorang analis kualitatif

mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan

proposisi. Kesimpulan-kesimpulan itu akan ditangani dengan longgar,

tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-

mula belum jelas meningkat lebih terperinci dan mengakar dengan

kokoh. Kesimpulan-kesimpulan juga di verifikasi selama penelitian

berlangsung. Singkatnya makna-makna yang muncul dari data harus

diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yakni

merupakan validitasnya88

Model analisis ini merupakan proses siklus dan interaktif.

Seorang peneliti harus bergerak diantara empat sumbu kumparan itu

selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara

kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi

selama sisa waktu penelitiannya. Kemudian komponen-komponen

yang diperoleh adalah komponen-komponen yang benar-benar

mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah

analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif

yaitu secara apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan

data-data yang diperoleh.88Soerjono Soekanto,, Op. Cit. hal. 18-19

Page 87: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

87

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tata Cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum yang dapat memberikan Perlindungan Hukum

bagi Pemegang Hak Atas Tanah.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo, tentu saja berbeda dengan pengadaan barang dan

jasa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengadaan Tanah Untuk

pembangunan di Kabupaten Wonosobo mengacu pada ketentuan atau

tata cara yang berlaku.Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan demi

Kepentingan Umum di Kabupaten Wonosobo, salah satunya adalah

Pengadaan tanah Pemerintah daerah untuk Pembangunan sarana

Pendidikan di Wonosobo, berupa kawasan kampus sarana pendidikan di

Kabupaten Wonosobo. Tujuannya adalah :

a. Mendukung peningkatan status sarana pendidikan menjadi Universitas

Negeri.

b. Dengan statusnya yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri

diharapkan biayanya relatif lebih murah sehingga terjangkau

masyarakat menengah ke bawah.

Lokasi Pembangunan Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo ini

berada di Desa Sidorejo, Kecamatan Selomarto, Kabupaten Wonosobo,

Provinsi Jawa Tengah dengan luas 9 (sembilan) hektar.

Page 88: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

88

Tabel. 1

Luas Penggunaan lahan untuk pembangunan sarana pendidikan di

Kabupaten Wonosobo

KODE UNSUR PENUNJANG LUAS ( M2)

A Ruang kantor Administrasi FTP 500

B Gedung Multimedia FTP 1.500

C Rauang Laboratorium FTP 10.000

D Gedung perkuliahan FTP 2.000

E Gedung Serbaguna untuk FTP dan FPT 2.000

F Kebun Praktek/ Percobaan FTP 17.000

G Gedung Perpustakaan untuk FTP dan FPT 1.000

H Ruang Dosen FTP 500

I Sarana Olah Raga Untuk FTP dan FPT 2.000

J Ruang Komputer FTP 500

K Masjid 500

L Lahan parkir untuk FTP dan FPT 10.000

M Jalan dan drainase 12.500

N Ruang Kantor Administrasi FPT 500

O Gedung Multimedia FPT 1.500

P Lahan Laboratorium FPT 10.000

Q Lahan terbuka (Kandang dan Kolam) 15.000

R Gedung Perkuliahan FPT 2.000

S Ruang Dosen FPT 500

T Ruang komputer FPT 500

Jumlah lahan yang dibutuhkan 90.000

Sumber : Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Tanah oleh Pemerintah

Kabupaten Wonosobo untuk pembangunan Prasarana

87

Page 89: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

89

Pendidikan di Desa Sidorejo, Kecamatan Selomerto,

Kabuypaten Wonosobo Tahun 2013.

Tata cara pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan

umum di Kabupaten Wonosobo berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012. Kita ketahui bahwa pada tahun 2012 awal bulan Januari,

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Semula pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur oleh strata

perundangan yang lebih rendah yaitu, Keppres 55 tahun 1994, Perpres 36

Tahun 2005 dan perubahannya, Perpres No. 65 tahn 2006. Terdapat

perbedaan yang cukup mendasar antara ketentuan perundangan yang

lama dan yang baru (Undang-Undang). Perbedaan paling nyata terdapat

pada proses penetapan lokasi hingga pemberian ganti kerugian. Untuk

jelasnya saya uraikan sebagai berikut :

Dari Hasil Penelitian berdasarkan wawancara dengan Santosa,

SH. MKn selaku Kepala seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor

Pertanahan Kabupaten Wonosobo pada tanggal 6 Januari 2015,

diperoleh data bahwa Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo,

khususnya pengadaan tanah untuk pendidikan (kampus) yang terletak di

Desa Sidorejo, Kecamatan Selomarto, Kabupaten Wonosoboterdiri dari

tahapan :

a. Perencanaan

Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan. Perencanaan Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum  didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah

dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana

Page 90: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

90

Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja

Pemerintah Instansi yang bersangkutan (yang memerlukan tanah).

Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, yang

paling sedikit memuat: maksud dan tujuan rencana pembangunan,

kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana

Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah, luas tanah yang

dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan waktu

pelaksanaan Pengadaan Tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan

pembangunan, perkiraan nilai tanah; dan rencana

penganggaran. Dokumen perencanaan Pengadaan Tanah disusun

berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, ditetapkan oleh Instansi

yang memerlukan tanah.diserahkan kepada pemerintah provinsi.

b. Persiapan

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi,

berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan:

1) pemberitahuan rencana pembangunan

Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada

masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk Kepentingan

Umum, baik langsung maupun tidak langsung.

2) pendataan awal lokasi rencana pembangunan

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan

pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan

Tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan

awal lokasi rencana pembangunan  digunakan sebagai data untuk

pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.

3) Konsultasi publik rencana pembangunan.

Page 91: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

91

Konsultasi publik rencana pembangunan, dilaksanakan

untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari

pihak yang berhak. Konsultasi publik dilakukan dengan melibatkan

pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta

dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan

umumatau di tempat yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak

dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan

oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan.

Kesepakatan dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.

Atas dasar kesepakatan , instansi yang memerlukan tanah

mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.

Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan

permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan

dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila

sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja

pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat

pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan,

dilaksanakan Konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.Apabila dalam konsultasi

publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan mengenai

rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah

melaporkan keberatan kepada gubernur setempat. Gubernur

membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana

lokasi pembangunan.

Berdasarkan wawancara dengan Santosa, SH. MKn selaku

Kepala seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo pada tanggal 6 Januari 2015, menyatakan

bahwa Tim  terdiri atas:

Page 92: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

92

(a) Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

(b) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;

(c) Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;

(d) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;

(e) Bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan

(f) Akademisi sebagai anggota.

Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau

ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya

permohonan oleh gubernur. Gubernur, berdasarkan rekomendasi

tim mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas

rencana lokasi pembangunan. Dalam hal ditolaknya keberatan atas

rencana lokasi pembangunan, gubernur menetapkan lokasi

pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana

lokasi pembangunan, gubernur memberitahukan kepada Instansi

yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi

pembangunan di tempat lain.

Setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat

keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat

mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat

paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya

penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima

atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan

terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi

kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Page 93: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

93

Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi

diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Penetapan

lokasi pembangunan untuk kepentingan umum diberikan dalam

waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu)

tahun. Jika dalam jangka waktu penetapan lokasi pembangunan

untuk kepentingan umum  tidak terpenuhi, maka penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan proses ulang

terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaannya.

Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan

umum ditetapkan, Gubernur bersama instansi yang memerlukan

tanah mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk

kepentingan umum. Pengumuman dimaksudkan untuk

pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan

dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum. Bersamaan

dengan telah diumumkannya penetapan lokasi pembangunan untuk

kepentingan umum, Pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan

hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui

lembaga pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan

memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai

pengumuman penetapan lokasi

c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan

umum yang telah ditetapkan,, instansi yang memerlukan tanah

mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga

pertanahan. 

Page 94: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

94

Berdasarkan wawancara dengan Santosa, SH. MKn selaku Kepala

seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo pada tanggal 6 Januari 2015, menyatakan

bahwa Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:

1) inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

2) penilaian ganti kerugian;3) musyawarah penetapan ganti kerugian;4) pemberian ganti kerugian; dan5) pelepasan tanah Instansi.

Kelima hal tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan,

Penggunaan, serta Pemanfaatan Tanah

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang meliputi kegiatan:

(1) Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tana.

(2) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan objek pengadaan

tanah.

Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor

desa/kelurahan, kantor kecamata, dan tempat pengadaan tanah

dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja

yang dilakukan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan.

Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi subjek

hak, luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, pihak yang

berhak dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung

sejak diumumkan hasil inventarisasi. Apabila keberatan atas hasil

inventarisasi dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

Page 95: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

95

diterimanya pengajuan. Dalam hal masih juga terdapat keberatan

atas hasil inventarisasi inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan. Hasil

pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh

Lembaga Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan

pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.

b)      Penilaian Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga Pertanahan

mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan

penilaian objek pengadaan tanah. Penilai yang ditetapkan wajib

bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan dan

apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi administratif

dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-

Undangan.

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan

bidang per bidang tanah, meliputi:

(1)   Tanah

(2)   Ruang atas tanah dan bawah tanah

(3)   Bangunan

(4)   Tanaman

(5)   Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau

(6)   Kerugian lain yang dapat dinilai.

Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan

nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk

kepentingan umum. Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan

hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan

dengan berita acara dan menjadi dasar musyawarah penetapan

ganti kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena

Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan

Page 96: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

96

sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak

dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

(a) Uang

(b) Tanah pengganti

(c) Permukiman kembali

(d) kepemilikan saham, atau

(e)   bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

c)      Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak

yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada Lembaga

Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti

kerugian. Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil

kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti

kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita

acara kesepakatan.

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk

dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat

mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam

waktu paling lama 14(empat belas) hari kerja setelah musyawarah

penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk

dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.

Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam

waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan

kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah

Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan

Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian

Page 97: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

97

kepada pihak yang mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang

Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi

tidak mengajukan keberatan dalam waktu tersebut, pihak yang

berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian.

d)     Pemberian Ganti Kerugian

Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah

diberikan langsung kepada pihak yang perhak. Ganti kerugian

diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian

yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan Pengadilan

Negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian

Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:

(1) Melakukan pelepasan hak dan

(2) Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek

pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah

melalui Lembaga Pertanahan.

Bukti yang dimaksud merupakan satu-satunya alat bukti yang

sah menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat dikemudian

hari. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian bertanggung

jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau

kepemilikan yang diserahkan.Tuntutan pihak lain atas objek

pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang

memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak

menerima ganti kerugian.

Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau

besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau

putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian

dititipkan di Pengadilan Negeri setempat.

Penitipan ganti kerugian Di Pengadilan Negeri juga dapat

dilakukan terhadap:

(1) Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui

keberadaannya, atau

Page 98: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

98

(2)   Objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:

(a) Sedang menjadi objek perkara di pengadilan

(b)   Masih dipersengketakan kepemilikannya

(c)   diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, atau

(d)   menjadi jaminan di bank.

Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan

Hak telah dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah

dititipkan di Pengadilan Negeri, kepemilikan atau Hak Atas Tanah

dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya

dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang

dikuasai langsung oleh negara.

e)      Pelepasan Tanah Instansi

Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum

yang dimiliki pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan barang

milik negara/daerah. Pelepasan objek pengadaan tanah untuk

kepentingan umum yang dikuasai oleh pemerintah atau

dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

Milik Daerah dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun

2012.

Pelepasan Objek Pengadaan Tanah dilakukan oleh pejabat

yang berwenang atau pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan

untuk itu. Pelepasan objek pengadaan tanah tidak diberikan Ganti

Kerugian, kecuali:

a) Objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang

dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas

pemerintahan;

b) Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau

c) Objek pengadaan tanah kas desa.

Page 99: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

99

Ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan dalam

bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan objek

pengadaan tanah dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari

kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan

umum. Apabila pelepasan objek pengadaan tanah belum selesai

dalam waktu tersebut, dinyatakan telah dilepaskan dan menjadi

tanah negara dan dapat langsung digunakan untuk pembangunan

bagi kepentingan umum.

b. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada

Instansi yang memerlukan tanah setelah:

1)   Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan

pelepasan hak dilaksanakan; dan/atau

2)      Pemberian ganti kerugian telah dititipkan di Pengadilan

Negeri.

Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan

kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil

pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

karena keadaan mendesak akibat bencana alam, perang, konflik

sosial yang meluas, dan wabah penyakit dapat langsung

dilaksanakan pembangunannya setelah dilakukan penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum.Sebelum penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum terlebih dahulu

disampaikan pemberitahuan kepada pihak yang berhak. Dalam hal

terdapat keberatan atau gugatan atas pelaksanaan pengadaan tanah,

Instansi yang memerlukan tanah tetap dapat melaksanakan

kegiatan pembangunan. Instansi yang memperoleh tanah wajib

mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan ketentuan

peraturan perUndang-Undangan.

Page 100: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

100

c. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pengadaan tanah untuk

kepentingan umum dilakukan oleh Pemerintah. Pemantauan dan

evaluasi hasil penyerahan pengadaan tanah untuk kepentingan

umum yang telah diperoleh, dilakukan oleh Lembaga Pertanahan.

Kesemuanya tersebut juga diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 72 Tahun 2012. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.

Perpres ini mengatur tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan

umum dari tahapan perencanaan, tahapan persiapan, tahapan

pelaksanaan, sampai dengan penyerahan hasil. Hal ini merupakan

amanat dari pelaksanaan amanat Pasal 53 dan Pasal 59 Undang-

UndangNomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Lebih lanjut Santosa, SH. MKn selaku Kepala seksi Hak

Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo dalam penjelasannya pada tanggal 6 Januari 2015,

menyatakan bahwa hal-hal pokok yang diatur dalam Perpres

tersebut, antara lain:

Keharusan setiap instansi yang memerlukan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum, untuk menyusun

dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang antara lain memuat

tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan Rancangan Tata

Ruang Wilayah (RTRW), letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan,

gambaran umum status tanah, dan perkiraan nilai tanah, dan untuk

selanjutnya diserahkan kepada Gubernur yang melingkupi wilayah

dimana letak tanah berada;

1) Pembentukan Tim Persiapan oleh Gubernur, yang

beranggotakan Bupati/Walikota, SKPD Provinsi terkait,

instansi yang memerlukan tanah dan instansi terkait lainnya,

untuk antara lain melaksanakan pemberitahuan rencana

Page 101: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

101

pembangunan, melakukan pendataan awal lokasi rencana

pembangunan, dan melaksanakan konsultasi publik rencana

pembangunan;

2) Ketentuan dan tata cara pelaksanaan konsultasi publik oleh

Tim Persiapan dengan melibatkan pihak yang berhak dan

masyarakat yang terkena dampak pembangunan secara

langsung, untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana

pembangunan;

3) Keharusan bagi Gubernur untuk membentuk Tim Kajian

Keberatan sebelum mengeluarkan penetapan lokasi

pembangunan, dalam hal masih terdapat pihak yang tidak

sepakat atau keberatan atas lokasi rencana pembangunan;

4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah oleh

Kepala BPN, yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Kepala

Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan

Tanah (dengan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi

geografis dan sumber daya manusia, dapat didelegasikan

kepada Kepala Kantor Pertanahan);

5) Ketentuan dan tata cara pelaksanaan pengadaan tanah oleh

pelaksana pengadaan tanah, meliputi antara lain inventarisasi

dan identifikasi data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan,

dan pemanfaatan tanah serta data pihak yang berhak termasuk

obyek pengadaan tanah; penyusunan Peta Bidang Tanah dan

daftar nominatif; penetapan besarnya nilai ganti kerugian yang

didasarkan pada hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik;

pelaksanaan musyawarah; dan pemberian ganti kerugian;

pelepasan hak obyek pengadaan tanah; serta penyerahan hasil

pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah;

6) Pengaturan pemberian ganti kerugian yang dapat diberikan

dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali,

kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui kedua

Page 102: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

102

belah pihak, baik berdiri sendiri maupun gabungan dari

beberapa bentuk ganti kerugian tersebut (namun demikian

dalam musyawarah, pelaksana pengadaan tanah

mengutamakan pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang);

7) Pengaturan ganti kerugian dalam keadaan khusus, yaitu

meliputi pengaturan dimana sejak ditetapkannya lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum, Pihak yang berhak

hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada pelaksana

pengadaan tanah; dan ketentuan bahwa pelaksana pengadaan

tanah dapat memprioritaskan atau mendahulukan pemberian

ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang membutuhkan

pemberian ganti kerugian dalam keadaan mendesak, maksimal

25% dari perkiraan ganti kerugian berdasarkan NJOP tahun

sebelumnya;

8) Syarat dan ketentuan penitipan ganti kerugian di pengadilan

negeri, yaitu dalam hal adanya penolakan dari pihak yang

berhak, padahal hasil musyawarah yang telah dilaksanakan,

tidak ada keberatan sebelumnya; pihak yang berhak tidak

diketahui keberadaannya; dan obyek pengadaan tanah menjadi

obyek perkara di Pengadilan, masih disengketakan

kepemilikannya, diletakkan sita, atau menjadi jaminan bank;

9) Penegasan bahwa obyek pengadaan tanah yang telah dititipkan

di Pengadilan Negeri dan obyek tanah yang telah diberikan

ganti kerugian, maka hubungan hukum antara pihak yang

berhak dengan tanahnya menjadi putus;

10) Pengaturan sumber pendanaan pengadaan tanah yang berasal

dari APBN dan/atau APBD;

11) Ketentuan yang memungkinkan pemberian insentif perpajakan

kepada pihak yang berhak, yang mendukung penyelenggaraan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,

Page 103: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

103

dan tidak melakukan gugatan atas putusan penetapan lokasi

dan putusan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.

12) Pengaturan kembali bahwa pengadaan tanah untuk

kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar,

dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah

dengan pihak yang berhak, dengan cara jual beli atau tukar

menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.

Selain pengaturan pokok di atas, Perpres ini juga mengatur

durasi waktu setiap tahapan dalam proses pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum secara tegas dan konkrit.

Dalam Perpres itu ditegaskan, bahwa durasi waktu keseluruhan

penyelenggaraan pembebasan tanah untuk kepentingan umum

paling lama (maksimal) 583 hari.

d. Sumber dana Pengadaan Tanah

Dalam hal pengadaan tanah untuk pembangunan demi

kepentingan umum di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

tidak terlepas adanya pendanaan. Berdasaarkan wawancara dengan

Santosa, SH. MKn selaku Kepala seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo.

Pada tanggal 12 Januari 2015 menyatakan bahwa:

“Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Dana pengadaan tanah yang dimaksud meliputi dana:

1)      Perencanaa

2)      Persiapan

3)      Pelaksanaan

4)     Penyerahan hasil

5)      Administrasi dan pengelolaan; dan

6)       Sosialisasi.

Page 104: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

104

Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan

oleh Instansi dan dituangkan dalam dokumen penganggaran

sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

e. Perlindungan Hukum

Dalam hal pemberina perlindungan hukum kepada pemegang hak

atas tanah ada beberapa hak yang diberikan kepada memegang hak

atas tanah, khususnya masyarakat yang tekena pembebasan lahan

yang diperuntukkan bagi pembangunan untuk kepentingan

umum.Hal ini penting agar masyarakat yang terkena penggusuran

mengetahui dan mendapatkan hak-haknya serta perlindungan

hukumnya. Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, pihak yang

berhak mempunyai hak:

1)      Mengetahui rencana penyelenggaraan pengadaan tanah; dan

2)      Memperoleh informasi mengenai pengadaan tanah.

Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan

umum, setiap orang wajib mematuhi ketentuan pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam

penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum,

masyarakat dapat berperan serta, antara lain:

(a) Memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai

pengadaan tanah; dan

(b) Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan

tanah.

Dengan demikian Proses pengadaan Tanmah demi

kepentingan umum terkait pembangunan sarana pendidikan

(kampus) dapat berjalan dengan baik dan masyarakat merasa

terlindungi hak-haknya secara hukum.

Agar lebih Jelasnya, berikut digambarkan perencanaan

pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten

Wonosobo, berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 dan

Page 105: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

105

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembaangunan untuk Kepentingan Umum.

Page 106: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

106

2. Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Dalam hal Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan dari hasil penelitian

dapat dijelaskan bahwa :

Teori Hukum Pembangunan tidak terlepas adanya fungsi dan

peranan hukum dalam pembangunan nasional, semua masyarakat yang

sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan dan hukum berfungsi

agar dapat menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur yang

dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau

kombinasi keduanya. Hukum menjadi suatu sarana (bukan alat) yang

tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. Hukum yang baik

adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)

dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu. Sungguh

ideal, akan tetapi Teori Hukum Pembangunan justru dalam praktik

pembentukan hukum dan penegakan hukum masih mengalami hambatan-

hambatan yang dikarenakan sukarnya menentukan tujuan dari

perkembangan hukum (pembaruan), sedikitnya data empiris yang dapat

digunakan untuk mengadakan suatu analisis deskriptif dan prediktif, dan

sukarnya mengadakan ukuran yang objektif untuk mengukur

berhasil/tidaknya usaha pembaharuan hukum. Yang lebih parah lagi,

adanya upaya destruktif pengambil kebijakan yang kerap memanfaatkan

Page 107: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

107

celah untuk menggunakan hukum sekedar sebagai alat dengan tujuan

memperkuat dan mendahulukan kepentingan kekuasaan daripada

kepentingan dan manfaat bagi masyarakat.

Pengadaan tanah Untuk Pembangunan demi kepentingan Umum

dalam pengadaan tanah untuk sarana pendidikan di Kabupaten

Wonosobo mengacu pada Undang-Undang No. 2 tahun 2012 Usaha

kegiatan yang dilakukan yang menimbulkan dampak besar dan penting

adalah pada tahap sosialisasi dan pembebasan lahan. Usaha yang

dilakukan antara lain :

a. Sosialisasi.

Sosialisasi merupakan upaya pengenalan kepada masyarakat tentang

kegiatan pengadaan tanah Pemerintah daerah untuk pembangunan

Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo. hal ini penting dilakukan

agar supaya secara dini masyarakat telah mengetahuinya, sehingga

kegiatan-keegiatan yang hendak dilakukan oleh proyek mendapat

respon yang positif dari masyarakat serta dapat berjalan dengan wajar

dan lancar.

Berdasarkan wawancara dengan Santosa, SH. MKn selaku

Kepala seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan

Kabupaten Wonosobo pada tanggal 6 Januari 2015, menyatakan

bahwa sosialisasi yang dilakuan dalam pengadaan tanah untuk sarana

pendidikan di Kabupaten Wonosobo dengan cara :

1) Pemasaangan papan pengumuman di lokasi calon kampus.2) Pemasangan pengumuman melalui spanduk, ditempatkan pada ruas

jalan yang relatif banyak dilewati orang3) tatap muka langsung dengan masyarakat dengan cara

mengumpulkan warga masyarakat, khususnya mereka yang lahannya dibutuhkan untuk pembangunan

4) Menginformsikan melalui perangkat desa untuk disampaikan kepada warga masyarakat.

Sasaran sosialisasi pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah

Daerah untuk pembangunan Sarana Pendidikan di Kabupaten

Page 108: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

108

Wonosobo adalah masyarakat di Desa Sidorejo Kecamatan Selomarto.

Kegiatan sosialisasi ini akan menimbulkan damapak terjadinya

persepsi dan sikap masyarakat yang terpolarisasi di desa tersebut.

Tentu ada sebagaian warga masyarakat yang sangat antusias terhadap

kegiatan ini, sementara ada juga yang merasa khawatir.

Antusias masyarakat timbul karena adanya harapan bisa

memperoleh manfaat dari adanya kegiatan pengadaan tanah

Pemerintah daerah untuk pembangunan saran Pendidikan di

Wonosobo, seperti mendapatkan pekerjaan di kampus, atau adanya

dampak pembangunan kampus yang meningkatkan pendapatan

melalui penyediaan kos, mendirikan kantin, membuka usaha fotocopy.

Adapun kekhawatiran bisa timbul karena takut ada penggusuran, ada

pemaksaan jual tanah dengan harga rendah, atau pengaruh khodupan

mahasiswa yang dinilai negatif.

b. Pembebasan Lahan

Pembebasan lahan pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah Daerah

untuk pembangunan Sarana Pendidikan di kabupaten Wonosobo

digunakan untuk pembangunan kampus yang memerlukan lahan

seluas 90.000 m2 atau 9 Ha.

Pembebasan lahan berdampak pada alih fungsi lahan serta

kemungkinan timbul gangguan ketertiban dan keamanan. Alih fungsi

lahan terjadi dari lahan tegalan menjadi kawasan kampus sarana

pendidian di Kabupaten Wonosobo. Selain alih fungsi lahan dampak

selanjutnya adalah pengurangan luas lahan untuk usaha tani yang

bersifat permanen. Sementara uang ganti lahan yang dibebaskan

sering kali digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif

maupun barang mewah yang dapat mengakibatkan rasa irihati orang-

orang disekitarnya. Bahkan tidak jarang mereka menjadi sasaran

pencurian, perampokan, sehingga ketertiban dan keamanan yang

semula tenang menjadi terusik.

c. Pemasangan Patok Batas Lokasi Kampus

Page 109: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

109

Luas lahan yang dibebaskan untuk pembangunan kampus Sarana

Pendidikan di Kabupaten Wonosobo mencapai 9 Ha. Pada lahan

peruntukan kampus ini perlu dibuat batas lokasi dengan lahan milik

pihak lain. Dengan membuat pagar keliling disamping dengan

membuat patok batas lokasi kampus.

d. Pengaturan Pemanfaatan lahan

Lahan peruntukan pembangunan sarana pendidkan di Wonosobo

mencapai 9 Ha. Lahan seluas itu tidak serta merta dibangun kampus

sekaligus, sehingga masih tersisa lahan yang belum dibangun. Agar

terhindar dari lahana tidur, lahan tersebut tetap digarap dengan model

kemitraan yaitu melibatkan petani di sekitar lokasi kampus.

3. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Tanah menjadi suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi, khususnya yang berada dikawasan strategis. Mengetahui hal itu

seseorang akan rela mempertahankan tanahnya secara mati-matian jika

hak kepemilikan tanahnya direbut oleh orang lain. Berbagai macam cara

akan ditempuh sebagian orang untuk mempertahankan kepemilikan

tanahnya. Padahal sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria tanah

mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang

ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan

dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentinggan

pribadinya, apalagi jika hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat

Pembangunan  infrastruktur  seperti : jalan, pembangkit tenaga

listrik berperan sangat penting dalam menunjang berkembangnya

perekonomian suatu bangsa. Tanpa adanya fasilitas tersebut gerakan

ekonomi akan sangat lambat. Akan tetapi, tanah yang merupakan suatu

wadah bagi pembangunan telah banyak dilekati dengan hak (tanah

Page 110: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

110

hak) ,sementara tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya. Untuk

itu, sebagai salah satu solusi dari masalah tersebut adalah dengan

mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” (oleh pemerintah

dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum)

inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah.

Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sedangkan kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum seringkali terhambat pada proses pengadaan tanah.

Menurut Karjono, APtnh selaku Kepala Seksi Survei Pengukuran

dan Pemetaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo dalam wawancara tanggal 12 Januari 2015 menyatakan bahwa :

“ada 2 (dua) kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pengadaan tanah yaitu faktor psikologis masyarakat dan faktor dana, selama ini sering menjadi masalah dalam pelaksanaan pelepasan atau penyerahan hak lebih dikarenakan oleh faktor dana daripada faktor psikologis masyarakat. Ini terbukti bahwa selama ini yang menjadi permasalahan dalam pengadaan tanah bukan mengenai ada-tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya untuk kepentingan umum, melainkan karena para pemilik tanah menganggap bahwa ganti-rugi yang ditawarkan tidak sesuai dengan harga pasar setempat”.

Terhambatnya pelaksanaan pengadaan tanah pada umumnya

disebabkan oleh  ketidaksesuaian harga yang ditetapkan pemerintah

dengan harga yang dikehendaki oleh masyarakat. Masyarakat selaku

pemilik tanah biasanya menolak harga dari pemerintah yang menurut

mereka terlalu murah. Mereka akan mematok harga lebih tinggi dari

harga pasar atau paling tidak sesuai dengan harga pasar, bahkan ada

masyarakat yang menetapkan harga ganti rugi itu didasarkan pada harga

Page 111: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

111

sekian tahun kedepan atau setelah tanahnya dibebaskan dan telah

dijadikan sarana umum.

Ada sebagian kecil masyarakat yang keberatan dengan besaran

nilai penggantian ganti rugi. Mereka beranggapan bahwa nilai yang

diberikan sebagai ganti rugi pembebasan lahan tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Salah satunya adalah H. Sholeh Rosyadi yang beralamat di

Kelurahan Jaraksari Rt. 002/ RW. 002, Wonosobo dalam wawancara

tanggal 13 Januari 2015 menjelaskan :

Pemberian ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat, jauh dari nilai yang diharapkan. Sebenrnya saya menyetujui asal nilai penggantian pembebasan lahan besarannya sesuai dengan yang diajukan pemilik lahan.

Namun akhirnya H. Sholeh Rosyadi, menerima atau tidak

keberatan dengan adanya pemberian besaran ganti rugi, setelah melalui

musyawarah serta penjelasan dari panitia pengadaan lahan yang akan

dipergunakan untuk pembangunan sarana pendidikan atau kampus di

Wonosobo.

Sebenarnya banyak yang setuju dengan adanya pemberian ganti

rugi pembebasan lahan yang dipergunakan untuk membangun sarana

pendidikan yaitu sebuah kampus. Salah satunya adalah Riani Sadiati

yang beralamat di Jalan Sabuk Alu No. 03 Kelurahan Pager Kukuh

Wonosobo. Dalam wawancara yang dilakukan tanggal 13 Januari 2015

Riani Sadiati menjelaskan :

Kami sangat mendukung dengan adanya pembangunan sarana pendidikan yang dipergunakan untuk kepeentingan umum. Masyarakat tentu menyadari bahwa pembangunan dapat berjalan dengan lancar tentu haruslah mendapat dukungan dari seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang terkena dampak dari pembangunan lahan tersebut yaitu pemilik lahan. Kami menyadari bahwa masyarakat tentu sudah memikirkan besaran ganti rugi lahan yang sesuai dengan harga pasaran serta berkeadilan.

Page 112: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

112

Pemerintah dalam menetapkan besarnya ganti rugi selama ini

hanya menghitung pada aspek fisik saja. Besarnya ganti rugi seharusnya

juga memperhitungkan aspek non fisik terhadap warga yang terkena

dampak dari pembangunan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (11).

Karjono, APtnh selaku Kepala Seksi Survei Pengukuran dan

Pemetaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo menambahkan

bahwa :

“kebijakan mengenai pemberian ganti rugi sebenarnya tidaklah terbatas pada penggantian nilai tanah, bangunan, dan tanam-tanaman, tetapi juga meliputi penilaian kerugian yang bersifat immaterial dan kerugian yang timbul, seperti kegiatan usahanya, akibat perpindahan ke tempat lain, jumlah pelanggan dan keuntungan yang berkurang”.

Sering juga memperkeruh masalah dalam proses pengadaan

tanah adalah adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang ingin

mendapatkan keuntungan pribadi dengan memanas-manasi masyarakat

untuk meminta harga yang sangat tinggi/ tidak wajar, yang

mengakibatkan pembangunan terhambat karena penyelesaian menjadi

berlarut-larut dan berkepanjangan. Pihak ini bisa saja dari warga yang

tidak mau diganti rugi dan mempengaruhi warga yang lain agar menolak

harga ganti rugi dari pemerintah. Dan tak jarang pula kondisi tersebut

memicu suatu benturan antar warga.

Sejak berlakunya Keppres Nomor 34 tahun 2003 maka

penanganan permasalahan pengadaan tanah termasuk kegiatan

pengadaan tanah lebih banyak dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Dari 10 Kota/Kab yang menjadi sample, hanya kota Surabaya dan

Sidoarjo yang masih tetap eksis melaksanakan kegiatan tersebut dengan

adanya surat dari Walikota/Bupati yang isinya tetap menyerahkan

pelaksanaannya pada Badan Pertanahan Nasional terutama dari segi

administrasi.

Peran Pemda dalam kegiatan Pengadaan Tanah cukup tinggi, seperti :

Page 113: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

113

a. melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat sebelum

kegiatan dilaksanakan,

b. melakukan inventarisasi tanah yang akan terkena kegiatan,

c. memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya

kegiatan pengadaan tanah tersebut untuk dilaksanakan melalui

pertemuan dengan masyarakat,

d. mengadakan rapat dikecamatan, dan

e. menfasilitasi rapat koordinasi dengan instansi terkait pelaksanaan

pengadaan tanah tersebut.

Akibat adanya Keppres tersebut maka segala administrasi yang

berkaitan dengan pengadaan tanah dilaksanakan oleh Pemda, BPN sama

sekali tidak memiliki arsip mengenai kegiatan pengadaan tanah yang ada

di wilayahnya karena semua arsip ada di Pemerintah Daerah.

Kelemahannya jika terjadi permasalahan Badan Pertanahan Nasional

kesulitan untuk membantu menanganinya.

Peran Kantor Pertanahan Nasional saat ini dalam kegiatan

pengadaan tanah dapat dikatakan hanya membantu Pemda melaksanakan

berbagai kegiatan pengadaan tanah seperti sosialisasi, penyuluhan dan

mediasi dengan para pihak jika terjadi permsalahan,Badan Pertanahan

Nasionalhanya memberikan saran atau masukan dalam pelaksanaan atau

dalam rapat koordinasi. Badan Pertanahan Nasionaltetap berperan

terutama dalam penelitian data administrasi dan peninjauan lapangan,

dan dalam kepanitiaan Wakil Ketua II dipegang Kakan Pertanahan dan

Sekretaris II ada pada Badan Pertanahan Nasional.

Selain itu keberhasilan suatu kegiatan pengadaan tanah juga

ditentukan oleh penyuluhan yang dilakukan apakah dapat memberikan

pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pembangunan

yang akan dilaksanakan.

Pelaksanaan penyuluhan sebelum dilaksanakannya kegiatan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

frekwensinya berkisar rata-rata 3 x di setiap daerah, yang menjadi

Page 114: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

114

pelaksana dari setiap kegiatan penyuluhan adalah Pemerintah daerah dan

instansi yang terkait dan masuk dalam kepanitiaan Pengadaan Tanah.

Dan lokasi penyuluhan pada umumnya dilakukan dilokasi pengadaan

tanah atau di kantor Desa tempat dilaksanakannya kegiatan pengadaan

tanah.

Pengumuman dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kabupaten/kota,

kantor camat dan kantor Kelurahan/Desa setempat selama 1 bulan. Jika

ada keberatan yang diajukan dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan itu,

yang oleh Panitia dianggap beralasan, maka Panitia mengadakan

perubahan terhadap daftar dan peta tersebut.

Dari hasil penelitian ini diperoleh data penentuan bentuk dan

besarnya ganti rugi melalui musyawarah antara instansi pengguna tanah

dan masyarakat pemilik tanah yang difasilitasi oleh panitia dilakukan

secara langsung kepada pemilik tanah dengan frekwensi pada umumnya

berjalan 1-3 x pertemuan, bahkan ada yang 2 x musyawarah sudah

tercapai kesepakatan.

Hanya saja proses musyawarah yang terjadi tidak ada komunikasi

dua arah, Pemerintah sudah menetapkan harga atau biaya ganti rugi yang

akan diberikan, dan masyarakat harus bisa menerima harga ganti rugi

yang ditawarkan itu. Sehingga musyawarah yang dilaksanakan selama ini

terkesan hanya merupakan mekanisme formal saja, dilaksanakan namun

kurang memperhatikan aspirasi pemilik tanah sehingga akhirnya setelah

kegiatan berjalan muncul keberatan dari pemilik tanah.

Adapun Jangka waktu musyawarah dalam Keppres Nomor 55

tahun 1993 tidak ditetapkan, hal ini berbeda dengan Peraturan Presiden

Nomor 36 tahun 2005 yang menetapkan jangka waktu 90 hari dan

Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 yang menetapkan jangka waktu

musyawarah lebih lama yaitu 120 hari.

Selain itu mekanisme pembayaran ganti rugi kepada pemilik tanah

yang diperoleh dalam penelitian ini bervariasi, sebagian besar responden

(60 %) menyatakan pembayaran ganti rugi selama ini melalui

Page 115: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

115

bank/panitia, sisanya menggunakan pembayaran langsung dengan

menerima cek cash dari pimpro. Dalam penetapan ganti rugi selama ini

yang menjadi dasar penetapan adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)

tahun berjalan dan harga pasar, hal ini sejalan dengan peraturan yang

digunakan pada waktu pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah yaitu

Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 dan peraturan pelaksananya

PMNA Nomor 1 tahun 1994.

Menjadi persoalan manakala pemegang hak atas tanah menuntut

besarnya ganti rugi atas berdasarkan harga pasar karena hal ini dinilai

layak olehnya, sedangkan Pemerintah atau pemerintah daerah yang

memerlukan tanah menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah

berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi Dan Bangunan

(PBB) tahun terakhir karena hal ini sesuai dengan pasal 15 ayat 1 Perpres

Nomor 36 tahun 2005. Kalau dasar perhitungan ganti rugi atas tanah

didasarkan atas NJOP PBB tahun terakhir, maka hal ini kurang

memberikan penghargaan terhadap hak atas tanah karena NJOP PBB

sangat jauh dari harga pasar.

Ada perangkat baru yang tugasnya membantu Panitia Pengadaan

Tanah dalam menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yaitu

Lembaga/Tim Penilai harga tanah. Dalam pasal 1 angka 12 Perpres

Nomor 36 tahun 2005 dinyatakan bahwa Lembaga/Tim Penilai harga

tanah adalah lembaga/tim yang profesional dan independen untuk

menentukan nilai/harga tanah yang akan digunakan sebagai dasar guna

mencapai kesepakatan atas jumlah/besarnya ganti rugi.

Panitia Pengadaan Tanah dalam kegiatan pengadaan tanah jika

terjadi permasalahan antara para pihak mengenai besaran ganti rugi kalau

diperlukan menjadi mediator para pihak yang bersengketa (50 %),

sisanya menyatakan selalu menjadi mediator jika terjadi permasalahan.

Sebagai mediator, keputusan yang ditetapkannya adalah keputusan

sebagai pihak ketiga yang sifatnya hanya membantu terwujudnya

kesepakatan diantara para pihak. Bagi mediator tidak ada kewenangan

Page 116: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

116

untuk memaksakan keputusannya agar dipatuhi oleh para pihak yang

dibantunya.

Adapun yang menjadi Kendala Panitia Pengadaan Tanah dalam

pelaksanaan tugas, adalah :

a. Norma/peraturan :

1) petunjuk pelaksanaan kurang lengkap

2) berbenturan dengan hak ulayat

b. Personil :kurang memadai, kurang keahlian

c. Sarana/Prasarana/peta: tidak memadai

d. Pembiayaan :tidak memadai, belum mendukung, terbentur anggaran

belanja daerah.

Pada intinya permasalahan yang ditemui di lapangan dalam proses

pengadaan tanah menurut Karjono, APtnh selaku Kepala Seksi Survei

Pengukuran dan Pemetaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam wawancara tanggal 12 Januari 2015 menyatakan bahwa :

“ Proses sosialisasi yang kurang maksimal dalam penetapan ganti kerugian atas tanah garapan masyarakat sehingga memicu keresahan masyarakat petani yang tanahnya akan terpakai. Lokasi tanah yang akan dipakai oleh pemerintah dalam pembangunan Sarana Pendidikan adalah ttanah garapan. Masyarakat mencurigai bahwa pendekatan yang dipakai pemerintah daerah dalam pembangunan Kampus adalah pendekatan proyek semata”.

Namun dengan pendekatan serta upaya yang maksimal dan terus

menerus, akhirnya masyarakat menyadari akan arti penting sarana

pendidikan. Disamping Lokasi yang diperuntukkan bagi Kampus

(Perguruan Tinggi) dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

khususnya masyarakat sekitar kampus.

Lebih lanjutKarjono, APtnh selaku Kepala Seksi Survei Pengukuran

dan Pemetaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo dalam

wawancara tanggal 12 Januari 2015 menyatakan bahwa :

Page 117: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

117

“Kurangnya anggaran dari pemeriintah daerah melalui anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka lahan yang seharusnya dibebaskan seluas 9 ha, hanya dapat dibebaskan seluas 4,8 ha”, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Wonosobo, tentu akan mencari jalan keluar, dengan jalan dianggarkan untuk tahun-tahun berikutnya melalui anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, agar kebutuhan lahan ke depan dapat tercukupi.

Dengan penganggaran kembali melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Tahun berikutnya, tentu kebutuhan lahan yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah yang akan dipergunakan untuk pembangunan sarana pendidikan dapat tercukupi.

B. Pembahasan

1. Tata Cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum yang dapat Memberikan Perlindungan Hukum

bagi Pemegang Hak Atas Tanah.

Prosedur pengadaan tanah yang ada pada Undang-Undang ini

adalah hanya untuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal

tersebut sudah disebutkan secara limitatif dalam Undang-Undangini.

Diluar dari yang disebutkan oleh Undang-Undang ini tidak dapat

dilaksanakan menurut Undang-Undang ini, namun dilaksanakan menurut

peraturan perundang-undangan lainnya.

Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum di

Kabupaten Wonosobo diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo yang diangkat oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Jawa tengah dengan mempertimbangkan efisiensi,

efektifitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia. Kepala Kantor

pertanahan Kabupaten sebagai ketua Pelaksana Pengadaan Tanah betugas

melaksanakan tahapan pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan :

Page 118: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

118

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum;

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang

penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum;

3. Peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan

tanah;

4. Dokumen pengadaan tanah berdasarkan kepada keputusan Gubernur

Jawa tengah tentang penetapan lokasi pengadaan tanah untuk

pembangunan;

5. Ketentuan lain yang terkait dengan pengadaan tanah bagi pembangunan

untuk kepentingan umum.

Dokumen tanahapan pelaksanaan pengadaan tanah dalam pembangunan

Kampus di Kabupaten Wonosobo antara lain meliputi :

a. Penyiapan pelaksanaan;

b. Inventarisasi dan identifikasi;

c. Penetapan penilai;

d. Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian;

e. Pemberian ganti kerugian;

f. Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus;

g. Penitipan ganti kerugian;

h. Pelepasan obyek pengadaan tanah;

i. Pemutusan hubungan hokum antara pihak yang berhak dengan objek

pengadaan tanah;

j. Pendokumentasi peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi

pengadaan tanah; dan

k. Penyerahan hasil pengadaan tanah.

Kepala kantor pertanahan kabupaten sebagai Ketua Pelaksana

Pengadaan Tanah akan melaporka pelaksanaan pengadaan tanah kepada

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui kepala

Page 119: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

119

kantor wilayah badan pertanahan nasional profinsi Jawa Tengah.

Menyangkut biaya pelaksanaan pengadaan tanah dibebankan pada

anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) kabupaten.

Instansi yang terlibat dalam penyediaan tanah serta kapasitas

kewenangan dalam menentukan kebijakan antara lain adalah :

a. Prasjatakim/Bapeda berwenang dalam hal tata ruang.

b. Instansi yang memerlukan tanah berwewenang dalam hal penyiapan

dokumen.

c. Kehutanan berwenang dalam kawasan hutan

d. BPN berwewenang dalam pertimbangan teknis pertanahan dalam

pelaksanaan pengadaan tanah.

e. Gubernur berwewenang dalam penetapan lokasi.

f. Bupati/walikota terkait apabila penetapan lokasi didelegasikn oleh

Gubernur.

Penetapan lokasi adalah penetapan atas lokasi pembangunan

untuk kepentingan umum yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur,

yang dipergunakan sebagai izin untuk pengadaan tanah, perubahan

penggunaan tanah, dan peralihan hak atas tanah dalam pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Persyaratan dalam permohonan penetapan lokasi pembangunan:

1. Surat permohonan dari instansi yang memerlukan tanah

2. Dokumen perencanaan

3. Surat rekomendasi dari instansi yang berwewenang atas kesesuaian

RT,RW

Pelaksanaan pengadaan tanah di Kabupaten Wonosobo saat ini

terhadap program pengadaan tanah yang sedang berjalan atau belum

selesai setelah lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 masih

menggunakan aturan lama yaituPerpres No.36 Tahun 2005 jo Perpres

No.65 Tahun 2006 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3

Tahun 2007, yang berlaku sampai tahun 2014, tapi bagi program

Page 120: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

120

pengadaan tanah yang dibuat sejak Januari 2012 telah menggunakan

ketentuan baru.

Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum selama ini

belum semuanya sesuai dengan konsep ideal, seperti dalam penentuan

ganti kerugian yang bersifat nonfisik belum reakomodasi sepenuhnya,

dalam hal ini harus ada keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan

pengadaan tanah tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam proses

pengadaan tanah sangat menetukan sekali demi kelancaran pelaksanaan

pengadaan tanah.Sebaliknya sudah ada kebijakan yang dilakukan oleh

pemerintah yang mendukung masyarakat seperti pembebasan lahan yaitu

sebelum dilakukan pembebasan lahan dalam tahap konstruksi telah

dilakukan survey, penetapan lokasi dan perijinan. Pada tahap

prakonstruksi terlebih dahulu telah dilakukan :

1. Survey, penetapan lokasi dan perijinan dengan memperhatikan

a. Keresahan masyarakat

b. Sikap dan persepsi masyarakat

2. Pembebasan lahan dengan memperhatikan :

a. Keresahan masyarakat

b. Sikap dan persepsi masyarakat

Pada saat survey, penetapan lokasi dan perijinan diperkirakan

menimbulkan dampak terhadap keresahan masyarakat. Penetuan

batas lahan yang akan dipergunakan telah selesai pelepasan hak

kepemilikan lama kepada pemilikan baru. Suvey didampingi

aparat setempat yang benar-benar mengetahui kepemilikan dan

luasnya.

Apabila terjadi suatu dampak negatif dari suatu kejadian, maka

masyarakat terdekat dengan kegiatan tersebut yang pertama kali

kena imbasnya, karena itu dampak terhadap keresahan

masyarakat perlu dikelola.Begitupun pada kegiatan pembebasan

lahan diperkirakan menimbulkan dampak pada keresahan

Page 121: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

121

masyarakat, terutama pada masyarakat yang lahannya terkena

pembebasan lahan. Walaupun cara pembebasan lahan dilakukan

tanpa perantara dan sesuai dengan kesepakatan bersama, namun

dampak terhadap keresahan masyarakat saat pembebasan lahan

perlu dikelola.

Prosedur untuk pengadaan tanah demi kepentingan umum ini

sangatlah rumit dan sulit bagi instansi yang memerlukan tanah. Untuk

Instansi ang memerlukan pengadaan tanah butuh waktu yang lama untuk

bisa mencapai kesepakatan dengan banyak keberatan dari pihak yang

berhak. Selain itu juga terlalu banyak izin dari lembaga – lembaga lain.

Selain waktu yang lama, dana yang habis untuk mendapatkan pengadaan

atas tanah menurut Undang-Undangini juga sangat besar. Prosedur yang

ada di dalam Undang-Undangini sangat rentan akan terjadi perselisihan

antara pihak yang berhak dengan instansi yang memerlukan, maupun

dengan pemerintah. Prosedur yang rumit dan sulit ini yang dapat

menghambat pembangunan nasional untuk semakin maju.

Terlalu banyak izin yang dilakukan dalam Undang-Undangini,

sangat rentan terjadi gratifikasi atau hal – hal melanggar hukum lainnya.

Jika sudah terjadi hal tersebut, maka yang akan dirugikan adalah pihak

yang berhak. Namun, tidak juga harus dengan mudah bagi instansi

melakukan pengadaan tanah, hal tersebut akan mengorbankan pihak yang

berhak juga.

Sebagaimana yang akan dibangun adalah demi kepentingan umum,

seharusnya dapat dilaksanakan dengan mudah dan cepat. Apabila

dilaksanakan dengan mudah dan cepat maka akan langsung dapat

dirasakan hasilnya. Namun, perlulah dilakukan ganti kerugian yang adil

dan layak bagi para pihak yang berhak. Agar dapat dilakukan dengan

mudah dan cepat serta adil bagi para pihak yang berhak, maka diperlukan

pengawasan dari masyarakat agar tidak dihambat – hambat oleh pihak-

pihak yang memberikan izin untuk pengadaan tanah.

Page 122: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

122

.Pembangunan untuk kepentingan umum memerlukan tanah yang

pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang

terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan,

keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan,

keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan sesuai dengan

nilai-nilai berbangsa dan bernegara. Hukum tanah nasional mengakui dan

menghormati hak masyarakat atas tanah dan benda yang berkaitan dengan

tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat publik kepada Negara

berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan,

mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan

pengawasan yang tertuang dalam pokok-pokok pengadaan tanah sebagai

berikut:

1.Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk

kepentingan umum dan pendanaannya.

2.Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai

dengan:

a.Rencana tata ruang wilayah

b.Rencana pembangunan nasional/daerah

c.Rencana strategis

d.Rencana kerja setiap instansi yang memerlukan tanah

3.Pengadaan tanah diselenggarakan melalui perencanaandengan

melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.

4.Penyelenggaraan pengadaan tanah memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.

5.Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakandengan

pemberian ganti kerugian yang layak dan adil. (vide Penjelasan Umum

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Dilhat dari kriteria pembangunan Untuk Kepentingan Umum,

Tanah untuk kepentingan umum yang digunakan untuk pembangunan,

antara lain:

Page 123: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

123

a. Pertahanan dan keamanan nasional

b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api,stasiun kereta

api,dan fasilitas operasi kereta api.

c. Waduk, bendungan, bending, irigasi, saluran air minum, saluran

pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya.

d. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal.

e. Infrastrusktur minyak, gas dan panas bumi

f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik

g. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah

h. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah

i. Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah

j. Fasilitas keselamatan umum

k. Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah.

l. Fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbukahijau publik

m. Cagar alam dan cagar budaya

n. Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa

o. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah,

serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status

sewa

p. Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah

q. Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah, dan

r. Pasar umum dan lapangan parkir umum (vide Pasal 10 Undang-Undang

No. 2 Tahun 2012).

Dari kriteria tersebeut diatas, Pembebasan lahan di Kabupaten

Wonosobo, termasuak dalam kriteria pembangunan untuk kepentingan

umum. Penyelenggara pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah

Pemerintah. Tanahnya selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah atau

Pemerintah daerah.

Tahapan dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umumdiselenggarakan melalui 4 tahapan, yaitu:

a.Perencanaan

Page 124: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

124

b.Persiapan

c.Pelaksanaan

d.Penyerahan hasil (videPasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil wawancara selama

penelitian yang dilakukaan dengan Santosa, SH. MKn selaku Kepala seksi

Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

pada tanggal 6 Januari 2015.

Pada intinya Perencanaan Pengadaan Tanah Perencanaan

pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan atas rencana tata

ruang wilayah dan prioritaspembangunan yang tercantum dalam rencana

pembangunan jangka menengah, rencana strategis, rencana kerja

pemerintah instansi yang bersangkutan (vide Pasal 14 Undang-Undang No.

2 Tahun 2012).

Perencanaan tersebut disusun dalam bentuk dokumen perencanaan

pengadaan tanah yang paling sedikit memuat:

a.Maksud dan tujuan rencana pembangunan

b.Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana

pembangunan nasional dan daerah.

c.Letak tanah

d.Luas tanah yang dibutuhkan

e.Gambaran umum status tanah

f.Perkiraaan waktu pelaksanaan pengadaan tanah

g.Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan

h.Perkiraaan nilai tanah

i.Rencana penganggaran Penyusunan dokumen perencanaan pengadaan

tanah dapat dilakukan secara bersama-sama oleh instansi yang

memerlukan tanah bersama dengan instansi teknis terkait atau dapat

dibantu oleh lembaga professional yang ditunjuk oleh instansi yang

memerlukan tanah.

Page 125: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

125

Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi

kelayakan yang ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah dan

mencakup: diserahkan kepada pemerintah provinsi.

Studi kelayakan

a.Survey sosial ekonomi

b.Kelayakan lokasi

c.Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat

d.Perkiraan nilai tanah

e.Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat

dari pengadaan tanah dan pembangunan, dan

f.Studi lain yang diperlukan (vide Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun

2012).

Persiapan Pengadaan Tanah, Instansi yang memerlukan tanah

bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan

pengadaan tanah melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan,

pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan konsultasi publik

rencana pembangunan. (vide Pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun

2012).

Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan

kepadamasyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan

umum, baik langsung (sosialisasi, tatapmuka atau surat pemberitahuan)

maupun tidak langsung (melalui media cetak atau media elektronik).

(vide Pasal 17 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan

pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah.

Pendataan awal tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari

kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal

lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan

konsultasi publik rencana pembangunan. (vide Pasal 18 Undang-Undang

No. 2 Tahun 2012).

Page 126: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

126

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk

mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang

berhak. Dalam konsultasi publik, instansi yang memerlukan tanah

menjelaskan anatara lain menegenai rencana pembangunan dan cara

penghitungan ganti kerugian yang akan dilakukan oleh penilai. Konsultasi

publik tersebut dilakukan dengan melibatkan pihak yang berhak dan

masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana

pembangunan kepentingan umum atau ditempat yang disepakati.

Keterlibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan

dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana

pembangunan. Kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang

berhak dituangkankedalam bentuk berita acara kesepakatan. atas dasar

kesepakatan, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan

penetapan lokasi kepada gubernur. Gubernur menetapkan lokasi dalam

waktu paling lama 14 hari terhitung sejak diterimanya pengajuan

permohonan penetapan oleh instansi yang memerlukan tanah. (vide Pasal

19 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Perlu diketahui bahwa konsultasi publik ialah proses komunikasi

dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai

kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum. (videPasal 1 ayat (8) Undang-

Undang No. 2 Tahun 2012). Konsultasi publik rencana pembangunan

dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari kerja. (vide Pasal 20 ayat

(1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Apabila sampai dengan jangka waktu 60 hari kerja pelaksanaan

konsultasi publik recana pembangunan terdapat pihak yang keberatan

mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan konsultasi publik

ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 hari kerja. (vide Pasal

20 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Dalam hal konsultasi ulang masih terdapat pihak yang keberatan

mengenai rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah

Page 127: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

127

melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Untuk

menanggapi keberatan rencana lokasi pembangunan tersebut, Gubernur

membentuk tim yang terdiri atas:

a.Sekretaris daerah propinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua

merangkap anggota

b.Kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris

merangkap anggota

c.Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan

sebagai anggota

d.Kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan HAM sebagai anggota

e.Bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota

f.Akademisi sebagai anggota Tim yang dibentuk oleh gubernur tersebut

mempunyai tugas menginventarisasi masalah yang menjadi keberatan

dan melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan,

serta membuat rekomendasi diterima atau di tolaknya keberatan. Hasil

dari kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan

rencana lokasi pembangunan dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak

diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur dengan berdasar

rekomendasi tersebut, mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya

keberatan atas rencana lokasi pembangunan. (vide Pasal 21 Undang-

Undang No. 2 Tahun 2012).

Dalam hal gubernur mengeluarkan keputusan menolak

keberatanatas rencana lokasi pembangunan maka gubernur menetapkan

lokasi pembangunan. Sebaliknya apabila diterima, gubernur

memberitahukan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk

mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain. (vide Pasal 22

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan

umumdiberikan dalam waktu diberikan dalam waktu 2 tahun dan dapat

diperpanjang paling lama 1 tahun. Dalam hal jangka waktu penetapan

lokasi tersebut tidak terpenuhi, penetapan lokasi pembangunan untuk

Page 128: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

128

kepentingan umum dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah (tanah

yang belum dilepaskan haknya dari pihak yang berhak sampai jangka

waktu penetapan berakhir) yang belum selesai pengadaannya. Terhadap

sisa tanah, apabila instansi yang memerlukan tanah tetap membutuhkan

tanah tersebut, proses pengadaan tanah harus diajukan dari awal. Hal

tersebut dimaksudkan untuk menjamin keabsahan pengadaan tanah sisa.

(vide Pasal 25 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Gubernur bersama dengan instansi yang memerlukan tanah

mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.

Hal ini dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di

lokasi tersebut akan dilaksanakan pembanguna untuk kepentingan umum.

(vide Pasal 26 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Pelaksanaan Pengadaan Tanah berdasarkan penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang memerlukan tanah

mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan.

Pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut meliputi:

(1) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah

(2) Penilaian ganti kerugian

(3) Musyawarah penetapan ganti kerugian

(4) Pemberian ganti kerugian

(5) Pelepasan tanah instansi

Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum,

pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada

instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Beralihnya

hak tersebut dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya

ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi. Yang dimaksud

dengan nilai pengumuman penetapan lokasi ialah bahwa penilai dalam

menentukan ganti kerugian didasarkan nilai objek pengadaan tanah pada

tanggal pengumuman penetapan lokasi. (vide Pasal 27 Undang-Undang

No. 2 Tahun 2012).

Page 129: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

129

Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan

dan Pemanfaatan Tanah Inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan untuk

mengetahui pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Inventarisasi

dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah meliputi kegiatan:

a)Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah, dan

b)Pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja.

(Vide Pasal 28 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Hasil inventarisasi dan identifikasi memuat daftar nominasi pihak

yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pihak yang berhak meliputi

nama, alamat, dan pekerjaan pihak yang menguasai/memiliki tanah. Objek

pengadaan tanah meliputi letak, luas, status serta jenis pengguanaan dan

pemanfaatan tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di

kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan dan tempat pengadaan tanah

dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Hasil inventarisasi dan

identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah

wajib diumumkan secara bertahap, parsial atau keseluruhan meliputi

subjek hak, luas, letak dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

(Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Penilaian Ganti Kerugian, dalam hal ini Lembaga pertanahan

menetapkan penilai sesuai denganketentuan mengenai pengadaan

barang/jasa instansi pemerintah dan mengumumkan penilai yang telah

ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. (vide

Pasal 31 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan

bidang per bidang tanah, meliputi:

a)Tanah

b)Ruang atas tanah dan bawah tanah

Page 130: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

130

c)Bangunan

d)Tanaman

e)Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau

f)Kerugian lain yang dapat dinilai (kerugian non fisik yang dapat

disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena kehilangan

usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan

nilai atas properti sisa). (vide Pasal 33 Undang-Undang No. 2 Tahun

2012).

Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

a.Uang

b.Tanah Pengganti

c.Permukiman kembali (Proses kegiatan penyediaan tanah pengganti

kepada pihak yang berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan

dalam proses pengadaan tanah)

d.Kepemilikan saham (penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan

untuk kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang

didasari kesepakatan antar pihak)

e.Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak (vide Pasal 36

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Selain itu Lembaga pertanahan

melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling

lama 30 haru kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada

lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti

kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut, menjadi dasar

pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dalam berita acara

kesepakatan. (vide Pasal 37 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan

langsung kepada pihak yang berhak. Pemberian ganti kerugian pada

prinsipnya harus diserahkan langsung kepada pihak yang berhak atas ganti

Page 131: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

131

kerugian. Apabila berhalangan, pihak yang berhak karena hukum dapat

memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris.

Penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang

berhak atas ganti kerugian. Yang berhak antara lain:

a)Pemegang hak atas tanah

b)Pemegang hak pengelolaan

c)Nadzir, untuk tanah wakaf

d)Pemilik tanah bekas milik adat

e)Masyarakat hukum adat

f)Pihak yang menguasai tanah Negara dengan itikad baik

g)Pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan

tanah.

Ganti kerugian diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan

hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah penetapan ganti

kerugian dan/atau putusanPengadilan Negeri/Mahkamah Agung. (vide

Pasal 40 jo. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Pada

saat pemberian ganti kerugian, pihak yang berhak menerima ganti

kerugian wajib:

a)Melakukan pelepasan hak

b)Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah

kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan.

Bukti penguasaan merupakan satu-satunya alat bukti yang sah

menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila terdapat pihak

lain menuntut atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada

instansi yang memerlukan tanah, maka hal tersebut menjadi tanggung

jawab pihak yang berhak. (vide Pasal 41 ayat (3) & (5) UU No. 12 Tahun

2012).

Pihak yang berhak menerima ganti kerugian bertanggung jawab

atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang

diserahkan. Dan bagi ada yang melanggar hal tersebut, akan dikenai sanksi

Page 132: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

132

pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (vide

Pasal 41 ayat (4) & (6) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya

ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan Pengadilan

Negeri/Mahkamah Agung, maka ganti kerugian dititipkan di Pengadilan

Negeri setempat. Penitipan ganti kerugian juga dilakukan terhadap:

a) Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui

keberadaannya, atau

b) Objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian:

(1) Sedang menjadi objek perkara di pengadilan

(2) Masih dipersengketakan kepemilikannya

(3) Diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, atau

(4) Menjadi jaminan di bank

(vide Pasal 42 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak

telah dilaksanakan atau pemberian ganti kerugian sudah dititipkan di

Pengadilan Negeri, kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang

berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan

tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. (vide Pasal

43 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Selanjutnya Lembaga pertanahan menyerahkan hasil pengadaan

tanahkepada instansi yang memerlukan tanah setelah:

a) Pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak danpelepasan hak

serta menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan

tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga

pertanahan telah dilaksanakan. Dan/atau

b) Pemberian ganti rugi yang telah dititpkan di pengadilan negeri. Instansi

yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan kegiatan

pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil pengadaan tanah

sebagaimana dimaksud diatas.(videPasal 48 Undang-Undang No. 2

Tahun 2012).

Page 133: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

133

Instansi yang memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang

telah diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(vide Pasal 50 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Pada tahap akhirnya adalah Pemantauan dan evaluasi

penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan

oleh pemerintah. Pemantauan dan evaluasi hasil penyerahan pengadaan

tanah untuk kepentingan umum yang telah diperoleh dilakukan oleh

lembaga pertanahan. (vide Pasal 51 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).

Hal tersebut diatas merupakan tata cara pengadaan Tanah Untuk

Pembangunan demi kepentingan Umum berupa tempat Pendidikan

(Kampus) di Kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Sidorejo, Kecamatan

Selomerto, Kabupaten Wonosobo yang menghabiskan lahan seluas 90 Ha.

2. Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk kepentingan umum berupa

sarana pendidikan yang terletak di Desa Sidorejo, Kecamatan Selomerto

Kabupaten Wonosobo Provoinsi Jawa Tengah, dalam pelaksanaannya

tidak terlepas dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam Pengimplementasiannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan ada beberapa tahapan,

sebagaimana dalam ketentuan pengadaan tanah untuk pembangunan pada

umumnya. Tahapan pengimplementasiannya dalah meliputi:

a. Sosialisasi.

Sosialisasi merupakan upaya pengenalan kepada masyarakat tentang

kegiatan pengadaan tanah Pemerintah daerah untuk pembangunan

Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo. Sosialisasi yang dilakuan

dalam pengadaan tanah untuk sarana pendidikan di Kabupaten

Wonosobo dengan cara :

Page 134: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

134

1) Pemasaangan papan pengumuman di lokasi calon kampus.

2) Pemasangan pengumuman melalui spanduk, ditempatkan pada

ruas jalan yang relatif banyak dilewati orang

3) tatap muka langsung dengan masyarakat dengan cara

mengumpulkan warga masyarakat, khususnya mereka yang

lahannya dibutuhkan untuk pembangunan

4) Menginformsikan melalui perangkat desa untuk disampaikan

kepada warga masyarakat.

Sasaran sosialisasi pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah

Daerah untuk pembangunan Sarana Pendidikan di Kabupaten

Wonosobo adalah masyarakat di Desa Sidorejo Kecamatan Selomarto.

Kegiatan sosialisasi ini akan menimbulkan dampak terjadinya

persepsi dan sikap masyarakat yang terpolarisasi di desa tersebut.

Tentu ada sebagaian warga masyarakat yang sangat antusias terhadap

kegiatan ini, sementara ada juga yang merasa khawatir.

b. Pembebasan Lahan

Pembebasan lahan pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah Daerah

untuk pembangunan Sarana Pendidikan di kabupaten Wonosobo

digunakan untuk pembangunan kampus yang memerlukan lahan

seluas 90.000 m2 atau 9 Ha.

Pembebasan lahan ini tentunya juga selalu mengacu pada ketentuan

hukum yang berlaku sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Masyarakat diberi pengertian serfta ganti rugi sesuai dengan

kesepakatan serta ketentuan yang berlaku.

e. Pemasangan Patok Batas Lokasi Kampus

Luas lahan yang dibebaskan untuk pembangunan kampus Sarana

Pendidikan di Kabupaten Wonosobo mencapai 9 Ha. Pada lahan

peruntukan kampus ini perlu dibuat batas lokasi dengan lahan milik

pihak lain. Dengan membuat pagar keliling disamping dengan

membuat patok batas lokasi kampus.

f. Pengaturan Pemanfaatan lahan

Page 135: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

135

Lahan peruntukan pembangunan sarana pendidkan di Wonosobo

mencapai 9 Ha. Lahan seluas itu tidak serta merta dibangun kampus

sekaligus, sehingga masih tersisa lahan yang belum dibangun. Agar

terhindar dari lahana tidur, lahan tersebut tetap digarap dengan model

kemitraan yaitu melibatkan petani di sekitar lokasi kampus.

Pada Prinsipnya pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan

tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada

pihak yang berhak. Dalam Undang-Undang ini pengadaan tanah adalah

untuk kepentingan Umum, artinya menyediakan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan

hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

diselenggarakan oleh Pemerintah.Pihak yang berhak wajib melepaskan

tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan

umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap. Tanah yang selanjutnya dibangun sesuatu untuk kepentingan

umum akan menjadi milik Pemerintah/Pemerintah Daerah.

Sehubungan dengan teori hukum pembangunan, bahwa hakikat

pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari

kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan.

Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga

peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa

perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur

demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan

pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat

dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan

dalam proses pembangunan. Adapun masalah-masalah dalam suatu

masyarakat yang sedang membangun yang harus diatur oleh hukum

secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :

Pertama,masalah-masalah yang langsung mengenai kehidupan pribadi

Page 136: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

136

seseorang dan erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan spritual

masyarakat, Kedua,masalah-masalah yang bertalian dengan masyarakat

dan kemajuan pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor lain dalam

masyarakat terutama faktor ekonomi, sosial dan kebudayaan, serta

bertambah pentingnya peranan teknologi dalam kehidupan masyarakat

moderen.

Jika dikaji secara substansial, maka teori hukum pembangunan

merupakan hasil modifikasi dari Teori Roscoe Pound Law as a tool of

social enginering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran

Pragmatig legal realism yang kemudian diubah menjadi hukum sebagai

sarana pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah

bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum berfungsi sebagai

alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah

kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan disamping

fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order).

Pengembangan teori hukum sebagai sarana pembangunan

masyarakat di Indonesia memiliki jangkauan dan ruang lingkup yang

lebih lebih luas jika dibandingkan dari tempat asalnya sendiri karena

beberapa alasan, yaitu: Pertama,bahwa dalam proses pembaruan hukum

di Indonesia lebih menonjolkan pada perundang-undangan walaupun

yurisprudensi juga memegang peranan, berbeda dengan keadaan di

Amerika dimana teori Roscoe Pound ditujukan pada pembaruan dari

keputusan-keputusan pengadilan khususya Supreme Court sebagai

mahkamah tertinggi. Kedua, bahwa dalam pengembangan di Indonesia,

masyarakat menolak pandangan aplikasi mechanistis yang teradapat pada

konsepsi Law as a tool of social engineering yang digambarkan dengan

kata tool yang akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda

dengan penerapan legisme dalam sejarah hukum yang dahulu pernah

diterapkan oleh Hindia Belanda, namun masyarakat Indonesia lebih

memaknai hukum sebagai sarana pembangunan serta dipengaruhi pula

oleh pendekatan-pendekatan filasafat budaya dari Northrop dan

Page 137: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

137

pendekatan Policy oriented. Ketiga,bahwa bangsa Indonesia sebenarnya

telah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaruan, sehingga pada

hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri

berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor

yang berakar dalam sejarah masyarakat bangsa Indonesia.

Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dari teori hukum

pembangunan yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa teori

hukum pembangunan didukung oleh aliran-aliran filsafat hukum mulai

sejak era Yunani hingga sekarang yaitu : hukum itu berlaku universal dan

abadi, aliran hukum positif (Positivisme hukum) yang berarti hukum

sebagai perintah penguasa, hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan

berkembang bersama masyarakat (living law),hukum harus memberikan

perlindungan bagi masyarakat golongan rendah serta hukum dapat

mencerminkan nilai sosial budaya masyarakat dan mengadung sistem

nilai. Namun ada hambatan-hambatan yang dihadapi teori hukum

pembangunan adalah sebagai berikut :

a. Sukarnya menentukan tujuan dari pembangungan hukum

(pembaruan);

b.   Sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan

suatu analisis dekriptif dan  prediktif;

c. Sukarnya mengadakan ukuran yang obyektif untuk mengukur

berhasil/tidaknya usaha  pembaharuan hukum.

Hal ini tentu relevan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmaja

dengan Teori Hukum pembangunan. Pokok-pokok pikiran Mochtar

terkait dengan dari Teori Hukum Pembangunan dapat dikatakan bahwa

dasar pijakan Filsafat Pancasila digunakan sebagai landasan fundamental

untuk menggantikan posisi teori-teori dari pemikir asing, seperti

Northrop, Pound, Lassswell, dan McDougal yang sebelumnya diakui

Mochtar sempat mempengaruhi pandangannya. Ia mulai menulis dan

menggunakan istilah cita hukum Pancasila, filsafat hukum Pancasila, dan

Negara hukum Pancasila.Mochtar tetap setuju bahwa tujuan utama

Page 138: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

138

hukum pada umumnya adalah ketertiban dan keadilan. Tujuan keadilan

ini dikaitkan Mochtar dengan tujuan hukum dalam suatu Negara hukum

Pancasila. Dalam setiap Negara hukum, kekuasaan diatur dan oleh karena

itu, harus pula tunduk pada hukum. Tujuan keadilan ini mencakup di

dalamnya keadilan sosial (sila kelima dari Pancasila). Pengadaan tanag

yang diperuantukkan bakgi pembangunan tentu berpijak pada prinsip

keadilan dan ketertiban umum. Hal ini tentu tidak terlepas adanya tujuan

dari pembangunan itu sendiri.

Selain itu keadilan sebagai tujuan hukum juga berkaitan dengan

kedudukan dan hak yang sama bagi semua orang di dalam hukum. Hal

ini dapat dihubungkan dengan sila kerakyatan dalam Pancasila (asas

persamaan). Apabila tujuan hukum dalam Negara pancasila pada analisis

di atas adalah keadilan sosial, maka fungsi hukum jadinya adalah untuk

mewujudkan tujuan atau cita-cita dalam kenyataan.

Hukum suatu Negara, bagaimanapun baiknya tujuannya, tidak

akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat kalau tidak ditegakkan.

Penegakkan hukum dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hukum,

yaitu ketika hukum yang mengatur tidak berhasil atau terganggu dalam

menjalankan fungsinya. Instansi terakhir dalam penegakkan hukum ini

dijalankan oleh hakim. Hakim memeriksa perkara dan memberi

keputusannya berdasarkan hukum dan demi keadilan. Penegakkan

hukum tidak hanya menjadi urusan aparat penegak hukum (polisi, jaksa,

atau advokat) melainkan pada instansi terkait terakhir juga bergantung

pada pencari keadilan itu sendiri. Untuk itulah perlu ditumbuhkan

kesadaran bahwa berpekara itu adalah demi menegakkan hukum dan

keadilan, tidak semata-mata demi memenangan perkara.

Dalam menumbuhkan kesadaran ini, ada peran etika di

dalamnya. Etika dan hukum sama-sama merupakan kaidah yang

mengatur kehidupan manusia di dalam masyarakat. Etika mengatur

tindakan manusia dari dalam diri manusia tersebut, sedangkan hukum

mengatur aspek tindapan lahiriah manusia dalam masyarakat. Khusus

Page 139: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

139

bagi aparat penegak hukum, etika ini berhubungan dengan etika profesi,

yang dijalankan demi penegakkan Undang-Undang dan hukum, demi

melindungi/membela kepentingan terdakwa atau klien, dan demi

memegang kerahasiaan profesi.

Teori Pembangunan ada penekanan, tahap pertama

pembangunan yang diberikan pada upaya pelembagaan

(institutionalization) pada usaha-usaha besar pembinaan bangsa (a great

nation building effort). Pada tahap pertama memang tekanan diberikan

pada pelembagaan usaha-usaha atau proses ini, sehingga orang

perorangan mungkin terdesak, namun hal ini tidak berarti individualitas

dari orang perorangan tersebut tidak boleh diberi kesempatan untuk

berkembang, mengingat analisis terakhir terhadap satua-satuan

masyarakat itu akan berujung pada individu juga.Persoalan manusia di

dalam pembangunan Indonesia tersebut didasarkan pada asumsi

penerimaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik

Indonesia Tahun 1945 sebagai suatu kenyataan dan landasan berpikir dan

bertindak manusia Indonesia.

Pembangunan manusia Indonesia harus dilakukan dengan

prinsip-prinsip sebagi berikut: Selain percaya pada Tuhan Yang Maha

Esa, juga harus percaya pada kemampuan diri sendiri dan pada hari dpan

Indonesia yang lebih baik, sebagai insan politik, harus committed pada

sistem politik Negara yang pada titik puncaknya telah menerima

pancasila sebagai asas tunggal yang cocok bagi bangsa Indonesia; dan

Sadar pada hak dan kewajiban, baik sebagai orang perorangan maupun

sebagai anggota masyarakat, sehingga pengertian individu tidak bisa

dilepaskan dari pengertian masyarakat tempat individu itu mendapat

kesempatan berkembang sepenuhnya.

Dalam pandangan penulis, apa yang disampaikan oleh Mochtar

ini selayaknya direspons secara positif oleh para ahli hukum Indonesia.

Harus diakui bahwa apa yang dulu dikenal sebagai ciri-ciri hukum adat di

Indonesia, yakni kongkret, kontan, dan komunal, seiring dengan

Page 140: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

140

perjalanan zaman telah mengalami pergeseran-pergeseran tajam. Saat ini,

misalnya, di desa-desa jual beli sepeda motor telah dilakukan dengan

sistem kredit. Sikap-sikap individualistic juga terlihat makin menonjol.

Artinya, temuan-temuan tokoh-tokoh hukum adat tradisional tersebut

perlu dikaji ulang, kendati teori-teori lama ini tetap berguna sebagai

hipotesis.

Seprti halnya Achmad Ali, hukum merupakan seperangkat

kaidah, norma serta nilai-nilai yang tercermin dalam masyarakat yang

menentukan apa yang boleh dan yang tidak dibolehkan untuk

dilaksanakan. Achmad Ali memberikan pandangan bahwa hukum

dimanifestasikan dalam wujud Hukum sebagai kaidah (hukum sebagai

sollen); danHukum sebagai kenyataan (hukum sebagai sein).

Berdasarkan pandangan di atas maka kita dapat menggambarkan

bagaimana hukum itu menjadi sangat penting untuk mengatur tatanan

kehidupan bernegara. Akan tetapi hal tersebut dirasa tidak mudah ketika

kita mengkaji hukum itu dalam kenyataanya di masyarakat. Dapat

dikatakan bahwa hakikat pembangunan hukum merupakan hubungan

timbal balik dari tiga komponen yakni struktur, substansi, dan kultur

hukum serta yakni profesionalisme dan kepemimpinan yang saling

terkait dengan fungsi dan tujuan hukum. Bahkan M. Sofyan Lubis juga

menyimpulkan bahwa hakikat Pembangunan Hukum adalah bagaimana

merubah perilaku manusia ke arah kesadaran dan kepatuhan hukum

terhadap nilai-nilai yang hidup dan diberlakukan dalam masyarakat.

Tegasnya membangun perilaku manusia dan masyarakat harus di dalam

konteks kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dimana mereka

mengerti dan bersedia menjalankan kewajiban hukumnya sebagai

warganegara dan mengerti tentang bagaimana menuntut hak-hak yang

dijamin secara hukum dalam proses hukum itu sendiri.

Teori Hukum Pembangunan telah memberi inspirasi bagi para

ahli hukum Indonesia agar mau menukik kepada pencarian teori dan

filsafat hukum Indonesia yang lebih membumi. Pada fase kedua ini Teori

Page 141: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

141

Pembangunan telah beranjak dari pemikir teoretikan menuju pemikir

filosofikal. Dengan mengambil dasar-dasar filsafat, maka sesungguhnya

ia sedang bergerak menjadi filsuf. Dalam posisi demikian, semua

pikirannya tentang berbagai persoalan (hukum, ekonomi, politik, dan

sebagainya) telah dipengaruhi sudut pandang dari dasar-dasar filsafatnya

itu. Jadi, untuk mendalami filsafat Pancasila, sebenarnya tidak cukup

hanya menganalisisnya dari sudut filsafat hukum saja, tetapi juga

pandangan-pandangan yang menyeluruh tentang aspek kehidupan

lainnya.

Dilihat dari Teori Implementasi bahwa pengimplementasian

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Kantor Pertanahan Kabupaten

Wonosobo, merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber-

sumber didalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisional,

baik oleh pemerintah maupun oleh swasta (individu atau kelompok untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat

kebijakan dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo

dalam upaya pengadaan tanah untuk pembangunan yang akan

dipergunakan untuk kepentingan umum yaitu pendirian sebuah kampus.

3. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan

Kendaladalam Proses Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum berdasarkan penelitian yang tim lakukan di

Kabupaten Wonosobo dengan berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun

2012, saat ini program pengdaan tanah belum tersosialisasikan secara lebih

baik, mengingat Undang-Undang tersebut masih baru. Oleh karena itu

dirasa perlu kajian dan penyamaan persepsi dalam menafsirkan amanat

Undang-Undang dan pemahaman yang sama dalam pelaksanaan Undang-

Page 142: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

142

Undang tersebut. Kendala lainnya berkaitan dengan penetapan lokasi oleh

Gubernur melalui proses relatif panjang, begitupun proses pembebasan

tanah dihadapkan dengan kepentingan masyarakat dari proses penilaian

ganti kerugian serta musyawarah penetapan ganti kerugian dengan warga

masyarakat relatif sulit untuk titik temu dan kesepakatan.

Praktek penggantian kerugian selama ini ada kecenderungan ganti

kerugian ini ditekankan sedemikian rupa sehingga menyulitkan bagi

pelaksana kegiatan atau panitia menyepakati ganti kerugian dengan

pemilik tanah, tidak jarang hal ini memicu sengketa bahkan cenderung

menjadi momok bagi panitia atas tuduhan korupsi.

Sebetulnya pada saat proses pembebasan tanah dihadapkan dengan

kepentingan warga masyarakat hambatannya ada seperti :

a. Prokontra masyarakat dalam pengadaan tanah tetap ada.

b. Sulitnya menentukan harga setempat sesuai dengan lokasi.

c. faktor psikologis masyarakat dan faktor dana, selama ini sering menjadi

masalah dalam pelaksanaan pelepasan atau penyerahan hak lebih

dikarenakan oleh faktor dana daripada faktor psikologis masyarakat. Ini

terbukti bahwa selama ini yang menjadi permasalahan dalam pengadaan

tanah bukan mengenai ada-tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk

menyerahkan tanahnya untuk kepentingan umum, melainkan karena

para pemilik tanah menganggap bahwa ganti-rugi yang ditawarkan

tidak sesuai dengan harga pasar setempat.

d. Selama ini terhambatnya pelaksanaan pengadaan tanah pada umumnya

disebabkan oleh  ketidaksesuaian harga yang ditetapkan pemerintah

dengan harga yang dikehendaki oleh masyarakat. Masyarakat selaku

pemilik tanah biasanya menolak harga dari pemerintah yang menurut

mereka terlalu murah. Mereka akan mematok harga lebih tinggi dari

harga pasar atau paling tidak sesuai dengan harga pasar, bahkan ada

masyarakat yang menetapkan harga ganti rugi itu didasarkan pada harga

sekian tahun kedepan atau setelah tanahnya dibebaskan dan telah

dijadikan sarana umum.

Page 143: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

143

e. Adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan

keuntungan pribadi dengan memanas-manasi masyarakat untuk

meminta harga yang sangat tinggi/ tidak wajar, yang mengakibatkan

pembangunan terhambat karena penyelesaian menjadi berlarut-larut dan

berkepanjangan. Pihak ini bisa saja dari warga yang tidak mau diganti

rugi dan mempengaruhi warga yang lain agar menolak harga ganti rugi

dari pemerintah. Dan tak jarang pula kondisi tersebut memicu suatu

benturan antar warga.

Dengan adanya pendekatan serta musyawarah yang dilakukan oleh

Pemerintah, pada akhirnya masyarakat yang tidak setuju atau masyarakat

yang keberatan, pada akhirnya menerima. Upaya yang dilakukan dengan

musyawarah kekeluargaan, dengan tidak meninggalkan nilai nilai keadilan

akhirnya kesepakatan dapat ercapai, sehingga kendala ini dapat teratasi.

Dari hasil penelitin juga dapat dijelaskan bahwa Pemerintah daerah

terus berupaya agar lahan yang dibutuhkan dapat tercukupi, meskipun

Anggaran yang dibutuhkan belum sepenuhnya dapat membebaskan lahan

seluas 9 ha, dikarenakan yang dapat dibebaskan dan diberi ganti rugi baru

seluas 4,8 ha, pemerintah daerah akan menganggarkan melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daeraah untuk anggaran di tahun-tahun yang akan

datang. Hal ini merupakan komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten

Wonosobo, dalam upaya meningkatkan sarana pendidikan melalui

pembangunan sebuah kampus.

Selain hal tersebut di atas, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

dan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 pelaksanaannya di daerah

lebih lanjut diatur dengan peraturan Gubernur bukan dengan Peraturan

Daerah. Adanya kelemahan terhadap undang-undang ini, dimana Undang-

Undang No.2 Tahun 2012 tidak membedakan antara pengadaan tanah dan

pencabutan hak atas tanah, akibatnya Undang-Undang No. 20 Tahun 1961

seakan tidak Berfungsi lagi, pada hal Undang-Undang tersebut tidak

dicabut oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2012. Lainnya undang-undang

Page 144: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

144

ini menggunakan pengadilan sebagai tempat legitimasi pemaksaan dalam

pengadaan tanah.

Dilihat dari teori Hukum Pembangunan, Teori hukum

pembangunan memiliki pokok-pokok pikiran tentang hukum yaitu fungsi

hukum dalam masyarakat direduksi pada satu hal yakni ketertiban (order)

yang merupakan tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan

terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya

suatu masyarakat yang teratur dan merupakan fakta objektif yang berlaku

bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Untuk mencapai

ketertiban dalam masyarakat maka diperlukan adanya kepastian dalam

pergaulan antar manusia dalam masyarakat.

Disamping itu, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan

yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya,

serta sebagai kaidah sosial, tidak berarti pergaulan antara manusia dalam

masyarakat hanya diatur oleh hukum, namun juga ditentukan oleh agama,

kaidah-kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial

lainya. Oleh karenanya, antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya

terdapat jalinan hubungan yang erat antara yang satu dan lainnya. Namun

jika ada ketidaksesuaian antara kaidah hukum dan kaidah sosial, maka

dalam penataan kembali ketentuan-ketentuan hukum dilakukan dengan

cara yang teratur, baik mengenai bentuk, cara maupun alat

pelaksanaannya. Selain itu bahwahukum dan kekuasaan mempunyai

hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan bagi

pelaksanaanya karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan

merupakan kaidah sosial yag berisikan anjuran belaka. Sebaliknya

kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh hukum.

Secara populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah

angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman, dan juga hukum

sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values) yang berlaku di

suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga

Page 145: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

145

dapat dikatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai

dengan hukum yang hidup (The living law) dalam masyarakat yang

tentunya merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat itu sendiri.

Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat artinya hukum

merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Fungsi hukum tidak hanya memelihara dan mempertahankan dari apa

yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya harus dapat  membantu

proses perubahan masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat

untuk melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat

berhati-hati agar tidak timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus

mempertimbangkan segi sosiologi, antroplogi kebudayaan masyarakat.

Dengan adanya aturan berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012, maka aturan ini dapat dikatakan :

1. Hukum tidak dipandang sebagai seperangkat norma yang harus di

patuhi oleh masyarakat   melainan juga harus dipandang sebagai sarana

hukum yang membatasi wewenang dan perilaku aparat hukum dan

pejabat publik;

2. Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana pembaharuan masyarakat

semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana pembaharuan birokrasi.

3. Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya dilihat dari kacamata

kepentingan pemengan     kekuasaan (negara) melainkan juga harus

dilihat dari kacamata kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan

(stakeholder), dan kepentingan korban-korban (victims);

4. Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang rentan (vulnerable) dan

dalam masa peralihan     (transisional), baik dalam bidang sosial,

ekonomi dan politik, tidak dapat dilaksanakan secara optimal hanya

dengan menggunakan pendekatan preventif dan represif semata,

melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif dan rehabilitatif;

5. Agar fungsi dan peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal

dalam pembangunan nasional, maka hukum tidak semata-mata

Page 146: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

146

dipandang sebagai wujud dari komitmen politik melainkan harus

dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara berpikir

(mindset) dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan masyarakat

bersama-sama.

Pada akhirnya dengan adanya pembangunan hukum ketertiban

atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau pembangunan

merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya

serta Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat

berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti

penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah

pembaharuan.

Page 147: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

147

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan1. Tata cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum yang dapat memberikan Perlindungan Hukum

bagi Pemegang Hak Atas Tanah.

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di

Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo, khususnya pengadaan tanah

untuk pendidikan yang terletak di Desa Sidorejo, Kecamatan Selomarto,

Kabupaten Wonosobo terdiri dari tahapan yaitu

a. Perencanaan,

b. Persiapan meliputi pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan

awal lokasi rencana pembangunan, Konsultasi publik rencana

pembangunan

c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah meliputi Inventarisasi dan Identifikasi

Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan,

d. Pemanfaatan Tanah,

e. Penilaian Ganti Kerugian,

f. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian,

g. Pemberian Ganti Kerugian

Page 148: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

148

h. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah.

Mengacu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang

penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum; Peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan

tanah; Dokumen pengadaan tanah berdasarkan kepada keputusan

Gubernur Jawa Tengah tentang penetapan lokasi pengadaan tanah untuk

pembangunan;Ketentuan lain yang terkait dengan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum.

Dokumen pelaksanaan pengadaan tanah antara lain meliputi :

a. Penyiapan pelaksanaan;

b. Inventarisasi dan identifikasi;

c. Penetapan penilai;

d. Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian;

e. Pemberian ganti kerugian;

f. Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus;

g. Penitipan ganti kerugian;

h. Pelepasan obyek pengadaan tanah;

i. Pemutusan hubungan hokum antara pihak yang berhak dengan objek

pengadaan tanah;

j. Pendokumentasi peta bidang, daftar nominative dan data administrasi

pengadaan tanah; dan

k. Penyerahan hasil pengadaan tanah.

2. Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,

147

Page 149: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

149

bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi

segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi

kehidupan. Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan

sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin

bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur yang diawali

dengana Persiapan, Perencanaan, Pelaksanaan Pengadaan Tanah,

Pemantauan dan Evaluasi yang diimplementasikan melalui Sosialisasi,

Pembebasan Lahan, Pemasangan Patok Batas Lokasi Kampus serta

Pengaturan Pemanfaatan lahan dengan tujuan untuk kesejahteraan bagi

masyarakat sesuai dengan tujuan dan cita-cita Pancasila, seperti halnya

pijakan dari Teori hukum Pembangunan.

3. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan

Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan.

Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo

dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

antara lain :

a. Prokontra masyarakat dalam pengadaan tanah, serta sulitnya

menentukan harga setempat sesuai dengan lokasi.

b. Faktor psikologis masyarakat dan faktor dana

c. Ketidaksesuaian harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga yang

dikehendaki oleh masyarakat.

d. Adanya campur tangan pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan

keuntungan pribadi.

e. Kurangnya anggaran dari Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

yang diperuntukkan bagi pembebasan lahan.

Page 150: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

150

C. Implikasi

Konsekuensi logis dari kesimpulan yang diperoleh khususnya menyangkut

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan demi kepentingan Umum di Kabupaten

Wonosobo maka mengandung implikasi, yaitu:

1. Tata cara Pengadaan tanah demi Kepentingan Umum dengan berlandaskan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dapat memberikan perlindungan

hukum bagi pemegang hak atas tanah, di Kabupaten Wonosobo.

2. Dengan diimplementasikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau

dari Teori Hukum Pembangunan maka Pengadaan Tanah yang

diperuntukkan bagi kepentingan umum berupa sarana pendidikan di

Kabupaten Wonosobo dapat berjalan dengan lancar.

3. Dengan adanya Kendala yang dihadapi Kantor Badan Pertanahan

Kabupaten Wonosobo dalam Pengimplementasian Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan, pengadaan

Tanah Untuk Pembangunan di Kabupaten Wonosobo mengalami kendala

namun dapat diselesaikan sehingga masyarakat merasa terlindungi dari sisi

hukum.

D. Saran

Saran yang dapat disampaikan antara lain adalah :

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara maksimal tentang Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012, baik terhadap panitia pelaksanan maupun

terhadap masyarakat, sehingga terdapat suatu persamaan persepsi

mengenai pengertian, makna, tujuan, dan prosedur pengadaan tanah untuk

pembangunan demi kepentingan umum.

2. Bagi Pegawai

Page 151: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

151

Perlu ada Pelatihan bagi Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN)

terkait dengan Proses Penanganan Kasus-kasus pembebasn tanah yang

berpijak pada Hak Asasi Manusia.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat hendaknya menyadari akan arti penting pengadaan tanah

untuk pembangunan demi kepentingan umum, khususnya Pembangunan

sarana dan prasarana kampus.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Sulistiyono. 2006. Krisis Lembaga Peradilan di Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Achmad Ali, 1999, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, Gramedia

___________, 2000, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta, Gramedia

Adrian Suteji. 2007. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta : Sinar Grafika.

Achmad Rubaie. 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Malang : Bayumedia Publishing.

Ari Purwadi. “Implikasi Pencabutan Hak Atas Tanah terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia”Dimuat dalam Jurnal Legality.http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/295

Bambang Sadono. 3 April 2014. Hambatan Fungsi Sosial. Sosiologi Pertanahan. http://sosiologipertanahan.blogspot.com/2014/04/hambatan-fungsi-sosial.html. [26 Februari 2014 pukul 12:17 WIB].

Bernard L. Tanya, dkk. 2010. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publising.

Burhan Ashofa, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Gramedia, Jakarta

Page 152: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

152

Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, Isi dan Pelaksanaannya edisi Revisi). Jakarta : Djambatan.

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo

Citorejo Waciman dan Kawan-Kawan v. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah, Menteri Pekerjaan Umum, Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 2263 K/Pdt/1991 tanggal 20 Juli 1991 (Perkara Kedungombo).

Darwin Ginting, 2013, Kapita Selekta Hukum Agraria, Jakarta: Fokussindo Mandiri

Esmi Warassih Pujirahayu,2005. Pranata Hukum sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama

H. B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Hadjon, Philipus M.. 1988. “Hak-Hak dan Kewajiban Dasar” Yuridika. No. 5 Th. III November 1988

Harry Stephan, dkk. 2014. “Land Acquisitions in Africa: A Return to Franz Fanon?”. Tawarikh: International Journal for Historical Studies. 2(1) 2014. http://www.tawarikh-journal.com/files/File/Harry.pdf

Imam Koeswahyono. “Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah untuk KepentinganPembangunan Bagi Umum”, dimuat dalam Artikel Jurnal Konstitusi. Vol.1 Halm 5. Jakarta:Mahkamah Konstitusi RI.

John Salindeho. 1993. Masalah Tanah dalam Pembangunan. Jakarta : Sinar Grafika.

Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (edisi Revisi). Malang : Bayumedia Publishing.

John Rawls. 2006. Teori Keadilan (Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kartini Muljadi,dkk. 2004. Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta : Prenada Media.

KitabUndang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek).

Lili Rasjidi. 1988. Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu?. Bandung: Remaja Karya.

151

Page 153: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

153

Maria S.W. Sumardjono. “Perpres No 36/2005, Langkah Maju atau Mundur?” Kompas, 11 Mei 2005.

. . 2008. Tanah dalam Perspektif Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara.

. 2009. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implentasi (Edisi Revisi +). Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara.

Marmin M. Roosadijo. 1979. Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Mohamad Hatta. 2005. Hukum Tanah Nasional dalam Perspektif Negara Kesatuan. Yogyakarta : Media Abadi.

Oloan sitorus dan Dayat Limbong. 2004. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia.

Pan S. Kim, Civil Service reform in Japan and Korea toward Competitiveness and competency, International Rteview of Administrative Science. Vo. 68

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim. 1982. Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran Tinjauan Falsafah Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rezaa A.A Wattimena, 2007, Melampaoi Negara hukum Klasik, Locke Rausseau Harbermas, Yogyakarta: Kanisius

Romli Atma Sasmita, 2012, Teori Hukum Integratif, Yogyakarta : Genta Publising

Satjipto Raharjo. 1991. Ilmu Hukum. Bandung: PT.Citra Adtya Bakti.

________ 2006, “Membedah Hukum Progresif”, Jakarta, Kompas Media Nusantara

Setiono. 2002. Pemahaman terhadap Metode Penelitian Hukum, (Diktad). Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS.

________. 2005. Metode Penelitian Hukum. Surakarta : Program Pascasarjana UNS.

Shidarta, dkk, 2012, Mochtar Kusuma Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan: Eksistensi dan Implikasi. Jakarta: HuMa.

Page 154: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

154

Soedikno Mertokusumo. 1988. Hukum Dan Politik Agraria. Jakarta: Karunia-Universitas Terbuka.

Soetandyo Wognjosoebroto. 2002. Hukum. Paradigma dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Perklumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HuMa)

Subekti. 1979. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermedia.

Sunarjati Hartono. 1978. Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan Hukum Tanah. Bandung: Alumni.

Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Supriadi S,. 2005. “Pembaharuan Pengaturan Pertanahan Nasioanal sebagai Wujud Gerakan Sosial”., Jurnal Reformasi Hukum. Vol.VII No. 1. Jakarta: Jurnal Mimbar Universitas Islam Jakarta.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Solichin Abdul Wahab, 2004. Analisis Kebiajkan Publik, Bandung, Alumni

_______.2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Thomas R. DYE, 1981, Understanding Public Policy. Florida: State University

Tukgalii, Lieke Lianadevi. 2010. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Jakarta: Kertas Putih Communication.

Yusriyadi. 2010. Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Atas Tanah. Yogyakarta: Genta Publishing.

Urip Santosa. 2010. Pendaftaran dan Perolehan Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana.

Undang-Undang Dasar Republik Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Page 155: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

155

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan Beserta Peraturan Pelaksananya.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 Tentang Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda di Atasnya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Diatasnya.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1975 Tentang Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

Page 156: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

156

\

LAMPIRAN

Page 157: (I)Reduksi Data( II )Sajian Data file/Data... · Web viewBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

157