IQTISHOD+Juli+Republika

4
JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Kamis > 29 Juli 2010 5 P ertumbuhan zakat, infak dan sedekah (ZIS) di tanah air dalam satu dekade terakhir sangat luar biasa. Pesatnya perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari problem kemiskinan dan kesenjangan pendapatan yang masih menjadi musuh utama negeri ini. Data BPS menunjukkan angka kemiskinan, di perkotaan maupun di pedesaan, berada di level yang tinggi, meski trennya menurun. Di perkotaan misalnya, jumlah orang miskin 2009 lalu mencapai angka 11,91 juta jiwa, sementara jumlah orang miskin di pedesaan mencapai angka 20,62 juta jiwa. Secara umum, prosentase penduduk miskin terhadap total populasi mengalami penu- runan dari 17,47 persen pada 1996 menjadi 14,15 persen pada 2009. Sementara itu, berdasarkan rasio Gini, kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, ternyata mengalami pening- katan, terutama pasca krisis ekonomi 1998 lalu. Rasio Gini pada 1999 mencapai 0,311, sedangkan pada 2008, menjadi 0,368. Kondisi tersebut mengindikasikan kue pertumbuhan ekonomi yang dinikmati ke- lompok menengah ke atas, jauh lebih besar bila dibanding kue pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh kelompok menengah ke bawah. Meski demikian, kisaran angka indeks Gini ini masih berada pada kategori low income gap versi Bank Dunia. Integrasi Zakat Untuk mengatasi kondisi di atas, maka integrasi zakat dalam kebijakan nasional menjadi kebutuhan yang sangat penting. Apalagi potensi zakat yang dimiliki sangat besar, yaitu 2 persen dari total GDP ber- dasarkan riset Habib Ahmed dari IRTI IDB. Fakta pun menunjukkan, pasca disahkan- nya UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, realisasi penghimpunan dana ZIS mengalami peningkatan yang luar biasa. Pertumbuhan zakat sejak 2002 hingga 2009 mencapai lebih dari 1.000 persen. Meski demikian, aktualisasi penghimpunan zakat masih kurang dari 5 persen dari total potensi. Sementara dari sisi kelembagaan, saat ini terdapat 1 BAZ di tingkat nasional (BAZNAS), 33 BAZDA Provinsi, 240 BAZDA Kota/Kabupaten yang aktif (dari sekitar 400an) serta 18 LAZ tingkat nasional yang telah mendapat pengukuhan Menteri Agama. Dengan kondisi seperti ini, wajarlah jika kemudian dunia zakat di tanah air menjadi sangat aktif dan dinamis, dengan dukungan program yang kreatif dan inovatif. Penelitian ini mencoba membuktikan bahwa dana zakat yang telah dihimpun dan disalurkan selama ini, memiliki dampak positif terhadap pengurangan angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan rumah tangga mustahik, dengan mengambil studi kasus di Provinsi DKI Jakarta, sebagai barometer perekonomian nasional. Pendekatan Metodologi Untuk mengetahui apakah zakat yang di- salurkan memiliki dampak positif atau negatif terhadap kemiskinan dan kesenjang- an pendapatan, maka penelitian ini meng- gunakan sejumlah indeks yang telah digu- nakan secara masif di seluruh dunia, dengan tiga aspek yang akan diukur. Yaitu, jumlah kemiskinan mustahik, tingkat kedalaman kemiskinan mustahik, dan tingkat keparah- an kemiskinan mustahik, dengan satuan ukuran rumah tangga. Untuk mengukur dampak zakat terhadap penurunan jumlah rumah tangga miskin mustahik, digunakan headcount index (H). Untuk tingkat kedalaman rumah tangga miskin, digunakan rasio poverty gap (P 1 ) dan income gap (I). Sementara indeks Sen (P 2 ) dan indeks FGT (Foster, Greer dan Thorbecke) atau P 3 , digunakan untuk meng- ukur dampak zakat terhadap tingkat kepa- rahan rumah tangga miskin. Sedangkan dari sisi kesenjangan pendapatan, rasio Gini dan kurva Lorenz digunakan sebagai alat analisa dalam melihat fenomena yang ada. Penelitian ini menggunakan data primer, dimana sampel sebanyak 1.195 rumah tangga penerima zakat dipilih secara acak dari total populasi yang berjumlah 26.403 rumah tangga penerima zakat yang berada di wilayah DKI Jakarta. Mereka ini keselu- ruhannya berasal dari mustahik yang dibina oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Badan Amil Zakat dan Infak/Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta, dan Dompet Dhuafa Republika. Sedangkan data sekunder diper- oleh dari sumber-sumber ilmiah relevan. Dipilihnya BAZNAS dan BAZIS DKI adalah sebagai representasi lembaga zakat yang dikelola pemerintah, sedangkan Dompet Dhuafa dipilih sebagai perwakilan lembaga zakat yang didirikan atas inisiatif masyarakat. Survey sendiri dilakukan selama 6 bulan, sejak bulan Februari hingga Juli 2008, dengan didahului oleh pilot project pada awal Februari tahun yang sama. Adapun garis kemiskinan yang digunakan adalah standar garis kemiskinan per kapita DKI Jakarta, yang menurut BPS (2007) be- sarnya adalah Rp 266.874,00. Standar ini di- konversi menjadi garis kemiskinan keluarga, yang nilainya mencapai Rp 1.254.308,00. Analisa Kemiskinan dan Kesenjangan Berdasarkan hasil penelitian, dana zakat yang telah disalurkan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga mustahik rata-rata 9,82 persen. Sedangkan proporsi zakat sendiri terhadap total pendapatan rumah tangga mustahik adalah 8,94 persen. Kontribusi zakat terhadap pendapatan yang paling besar terjadi di Jakarta Barat (11 persen) dan Jakarta Selatan (10,16 persen), sedangkan yang terendah adalah di Jakarta Utara & Kepulauan Seribu (5,49 persen). Ini menun- jukkan bahwa secara umum, zakat mampu memperbaiki taraf kehidupan mustahik. Dari sisi kemiskinan, berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa jumlah kemiskinan mus- tahik dapat dikurangi 16,80 persen. Ini mem- buktikan bahwa ketika zakat dikelola dengan baik oleh institusi amil yang amanah dan profesional, maka implikasi terhadap pengurangan jumlah rumah tangga miskin penerima zakat dapat direalisasikan, mes- kipun angkanya kurang dari seperlimanya. Sementara itu, tingkat kedalaman ke- miskinan mustahik, sebagaimana ditun- jukkan oleh nilai P 1 dan I, juga dapat diku- rangi. Zakat mampu mengurangi jarak pen- dapatan rata-rata rumah tangga mustahik terhadap garis kemiskinan dari Rp 475.858,78 menjadi Rp 409.726,40, atau sebesar 13,90 persen. Demikian pula halnya dengan rasio kesenjangan pendapatan (I) yang dapat dikurangi sebesar 13,72 persen. Hasil yang sama juga diperlihatkan oleh indeks Sen dan indeks FGT pasca distribusi zakat. Tingkat keparahan kemiskinan rumah tangga miskin penerima zakat dapat diku- rangi, setelah nilai P 2 dan P 3 menunjukkan penurunan masing-masing 26,69 persen dan 36,70 persen. Ini membuktikan adanya per- baikan distribusi pendapatan mustahik. Dari sisi kesenjangan pendapatan, kurva Lorenz pasca zakat menunjukkan adanya pergeseran menuju garis ekuilibrium bila dibanding kurva Lorenz pra zakat (lihat Gambar 1). Ini mencerminkan berkurangnya kesenjangan kelompok masyarakat. Survey membuktikan, share pendapatan 40 persen kelompok masyarakat terbawah terhadap total pendapatan, dapat ditingkatkan dari 18,10 persen menjadi 20 persen karena zakat. Sedangkan share pendapatan 20 persen kelompok masyarakat terkaya dapat diku- rangi dari 42,60 persen menjadi 40,40 persen. Nilai rasio Gini pasca zakat juga dapat dikurangi dari 0,351 menjadi 0,349. Pengu- rangan sebesar 0,57 persen ini akibat masih rendahnya angka aktualisasi penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Jika angka itu dapat ditingkatkan, maka diyakini rasio tersebut dapat dikurangi lebih besar lagi. Implikasi Kebijakan Temuan empirik di atas membuktikan meski dana zakat masih sangat kecil, namun memiliki dampak nyata terhadap upaya pen- gentasan kemiskinan dan kesenjangan pen- dapatan. Tentu saja ada sejumlah implikasi kebijakan yang harus didorong. Pertama, pemerintah harus lebih serius mengintegrasikan zakat sebagai bagian penting kebijakan ekonomi nasional. Jika melihat potensi, pemerintah dipastikan akan memiliki tambahan sumber dana domestik untuk pemberdayaan kelompok miskin, tanpa harus berutang ke pihak asing. Kedua, proses amandemen UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat harus segera dituntaskan. Tiga isu utama, baik penataan kelembagaan BAZ dan LAZ, sanksi muzakki, maupun zakat sebagai kredit pajak, harus diselesaikan dengan baik. Khusus policy zakat sebagai kredit pajak, penulis melihat hal tersebut tidak akan menyebabkan trade off antara zakat dengan pajak, sebagaimana yang terjadi di Malaysia. Jika ini terlaksana, dibutuhkan dukungan dan perubahan terkait, seperti UU APBN, UU Pajak, dan UU Keuangan Negara. Pos pene- rimaan negara ditambah, dari 3 menjadi 4; pajak, penerimaan negara bukan pajak, hibah dan lain-lain, serta zakat, sehingga total penerimaan negara tidak terganggu. M emahami konsep ma- qashid, yaitu tujuan-tujuan disyariatkannya suatu iba- dah dalam Islam, merupa- kan hal yang sangat fundamental dalam kehidupan, agar dapat memahami hake - kat ibadah dengan benar. Paling tidak, berdasarkan ayat dan hadits yang ada, maqashid zakat ini dapat dibagi ke dalam tiga dimensi. Yaitu, dimensi spiritual per- sonal, sosial, dan ekonomi. Pertama, dimensi spiritual personal. Zakat merupakan perwujudan keimanan kepada Allah SWT sekaligus sebagai ins- trumen untuk purifikasi dan penyucian jiwa dari segala penyakit ruhani, seperti bakhil dan tidak peduli sesama (QS 9: 103). Zakat pun akan menumbuhkem- bang kan etika bekerja dan berusaha yang benar, yang berorientasi pada pemenuhan rezeki yang halal. Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat, infak dan sedekah dari harta yang dida- pat kan dengan jalan tipu daya (HR Mu- slim). Sehingga, mendorong orang untuk berzakat sesungguhnya sama dengan mendo rong berkembangnya gerakan anti korupsi, karena orang akan termotivasi untuk ha nya mencari harta yang halal. Produk t ivitas individual pun akan me- ningkat, karena zakat mendorong seseo- rang untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Selanjutnya, keengganan membayar zakat dapat dikategorikan sebagai bentuk kemusyrikan pada Allah SWT (QS 41 : 6- 7). Padahal, jika dosa syirik ini terbawa mati, tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Selain itu, merajalelanya syirik juga ber- dampak pada ketidakberkahan dan kesemrawutan pengelolaan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Yang kedua adalah dimensi sosial, di mana zakat berorientasi pada upaya untuk menciptakan harmonisasi kondisi sosial masyarakat. Solidaritas dan persaudaraan akan tumbuh dengan baik (QS 9 : 71). Akan muncul perasaan saling men c intai dan senasib sepenanggungan (al-hadits). Keamanan dan ketenteraman sosial akan tercipta di tengah-tengah ma syarakat, sehingga mereduksi potensi konflik. Sedangkan yang ketiga adalah dimensi ekonomi, yang tercermin pada dua kon- sep utama, yaitu pertumbuhan ekonomi berkeadilan (QS 30 : 39) dan mekanisme sharing dalam perekonomian (QS 51 : 19). Tujuan utamanya adalah untuk me- ningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa. Pada jangka pendek, kebutuhan primer mustahik dapat terpenuhi, sementara pa- da jangka panjang, daya tahan ekonomi mereka akan meningkat, sekaligus men- stimulasi pertumbuhan ekonomi. Bahkan di banyak kasus, tidak sedikit mustahik yang mampu memberdayakan dan mem- bebaskan dirinya dari kubangan kemiskin - an. Namun demikian, kondisi di atas hanya akan terjadi manakala zakat dikelola oleh institusi amil yang amanah dan profesio - nal. Rubrik Iqtishodia edisi perdana ini mencoba mengangkat peran empirik zakat dalam mengurangi jumlah kemiskinan mustahik, tingkat kedalaman dan kepa- rahan kemiskinan mustahik, serta tingkat kesenjangan berdasarkan kelas penda- patan masyarakat, dengan mengambil studi kasus di Jakarta, Bogor, Lampung Selatan dan Garut. Wallahu’alam. Dr Irfan Syauqi Beik Dosen IE-FEM IPB Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat, Dr M Firdaus, Dr Dedi Budiman Hakim, Dr Irfan Syauqi Beik, Dr Iman Sugema, Idqan Fahmi, MEc Tony Irawan MApp.Ec Dr Irfan Syauqi Beik Dosen IE-FEM IPB R endahnya penurunan prosentase kemiskinan dan meningkatnya ke - senjangan pendapatan, menurut Susilowati et al (2007), meng i ndi- kasikan adanya trade-off antara per tum b uh - an ekonomi dan distribusi pada pem - bangunan ekonomi nasional. Konsep dis- tribusi ekonomi yang selama ini didominasi oleh dua mazhab utama (ortodoks dan strukturalis), ternyata mengalami kegagalan di dalam menekan lebih rendah lagi la j u kemiskinan dan kesenjangan penda - patan. Mazhab ortodoks (klasik) lebih me ne- kankan pada pentingnya konsep keseim- bangan alokasi sumberdaya dan pasar be- bas. Perbedaan antar sektor dalam per- eko nomian akan mengakibatkan terjadinya proses pertukaran (pembangunan) yang akan menciptakan efisiensi alokasi sum- ber daya tanpa intervensi pemerintah, hing ga kondisi pareto optimum tercapai. Sementara mazhab strukturalis percaya bahwa peran pemerintah sangat mutlak di dalam melakukan intervensi pada pem- bangunan ekonomi. Tanpa intervensi negara, maka distribusi pendapatan dan kekayaan tidak akan pernah terjadi. Pada prakteknya, mazhab ortodoks menggu- nakan prinsip “grow first then redistribute” sementara mazhab strukturalis menggu- nakan prinsip “redistribute first then grow”. Keduanya adalah kutub ekstrim yang saling bertolak belakang. Kondisi yang sama juga terjadi pada tataran global. Dalam Human Development Report 2006 terungkap bahwa 10 persen penduduk dunia menguasai 54 persen pen- dapatan dan kekayaan dunia. Share per- tumbuhan ekonomi yang dinikmati masya- rakat miskin dalam kurun dua dekade ter- akhir, menurut laporan the New Economics Foundation, mengalami penurunan lebih dari 73 persen. Sedangkan World of Work Report 2008 yang diterbitkan ILO, men- gungkap fakta bahwa meskipun kesem- patan kerja secara global meningkat 30 persen, namun dua per tiga negara-negara di dunia ini mengalami peningkatan kesen- jangan pendapatan yang luar biasa. Menyikapi fenomena tersebut, Ishaq (2003) menyatakan bahwa salah satu pe- nyebab utama kegagalan pembangunan di negara-negara berkembang dewasa ini, terutama dalam menekan laju kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, adalah karena diabaikannya instrumen pembangu- nan yang sesuai dengan agama dan budaya masyarakat. Karena itu sebagai jawaban, ia merekomendasikan adanya integrasi ekonomi syariah pada kebijakan ekonomi negara-negara dunia ketiga. Wallahu’alam. Kegagalan Pendekatan Konvensional Peran Zakat Mengentaskan Kemiskinan dan Kesenjangan TABEL 1. INDIKATOR DAMPAK ZAKAT TERHADAP KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN DI DKI JAKARTA NO INDIKATOR PRA-ZAKAT PASCA-ZAKAT PERUBAHAN 1 Headcount Index (H) 0,554 0,461 16,80 % 2 Poverty Gap (P1) Rp 475,858.78 Rp 409,726.40 13,90 % 3 Income Gap (I) 0.379 0.327 13,72 % 4 Sen Index (P2) 0.281 0.206 26,69 % 5 FGT Index (P3) 0.109 0.069 36,70 % 6 Proporsi Pendapatan 40% Kelompok Termiskin Masyarakat 18,10 % 20 % 1,90% 7 Koefisien Gini 0,351 0,349 0,57 % Sumber: Riset Beik (2010)

description

Jurnal

Transcript of IQTISHOD+Juli+Republika

Page 1: IQTISHOD+Juli+Republika

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 29 Juli 2010 5

Pertumbuhan zakat, infak dansedekah (ZIS) di tanah airdalam satu dekade terakhirsangat luar biasa. Pesatnyaperkembangan ini tidak bisadilepaskan dari problem

kemiskinan dan kesenjangan pendapatanyang masih menjadi musuh utama negeri ini.Data BPS menunjukkan angka kemiskinan,di perkotaan maupun di pedesaan, berada dilevel yang tinggi, meski trennya menurun.

Di perkotaan misalnya, jumlah orangmiskin 2009 lalu mencapai angka 11,91 jutajiwa, sementara jumlah orang miskin dipedesaan mencapai angka 20,62 juta jiwa.Secara umum, prosentase penduduk miskinterhadap total populasi mengalami penu-runan dari 17,47 persen pada 1996 menjadi14,15 persen pada 2009.

Sementara itu, berdasarkan rasio Gini,kesenjangan pendapatan antar kelompokmasyarakat, ternyata mengalami pening -katan, terutama pasca krisis ekonomi 1998lalu. Rasio Gini pada 1999 mencapai 0,311,sedangkan pada 2008, menjadi 0,368.

Kondisi tersebut mengindikasikan kuepertumbuhan ekonomi yang dinikmati ke -lompok menengah ke atas, jauh lebih besarbila dibanding kue pertumbuhan ekonomiyang dinikmati oleh kelompok menengah kebawah. Meski demikian, kisaran angkaindeks Gini ini masih berada pada kategorilow income gap versi Bank Dunia.

Integrasi ZakatUntuk mengatasi kondisi di atas, maka

integrasi zakat dalam kebijakan nasionalmenjadi kebutuhan yang sangat penting.Apalagi potensi zakat yang dimiliki sangatbe sar, yaitu 2 persen dari total GDP ber -dasarkan riset Habib Ahmed dari IRTI IDB.

Fakta pun menunjukkan, pasca disahkan-nya UU No 38/1999 tentang PengelolaanZakat, realisasi penghimpunan dana ZISmengalami peningkatan yang luar biasa.Pertumbuhan zakat sejak 2002 hingga 2009mencapai lebih dari 1.000 persen. Meskidemikian, aktualisasi penghimpunan zakatmasih kurang dari 5 persen dari total potensi.

Sementara dari sisi kelembagaan, saat initerdapat 1 BAZ di tingkat nasional(BAZNAS), 33 BAZDA Provinsi, 240 BAZDAKota/Kabupaten yang aktif (dari sekitar400an) serta 18 LAZ tingkat nasional yangtelah mendapat pengukuhan Menteri Agama.Dengan kondisi seperti ini, wajarlah jikakemudian dunia zakat di tanah air menjadisangat aktif dan dinamis, dengan dukunganprogram yang kreatif dan inovatif.

Penelitian ini mencoba membuktikanbahwa dana zakat yang telah dihimpun dandisalurkan selama ini, memiliki dampakpositif terhadap pengurangan angkakemiskinan dan kesenjangan pendapatanrumah tangga mustahik, dengan mengambilstudi kasus di Provinsi DKI Jakarta, sebagaibarometer perekonomian nasional.

Pendekatan MetodologiUntuk mengetahui apakah zakat yang di -

salurkan memiliki dampak positif ataunegatif terhadap kemiskinan dan kesenjang -an pendapatan, maka penelitian ini meng-gunakan sejumlah indeks yang telah digu-nakan secara masif di seluruh dunia, dengantiga aspek yang akan diukur. Yaitu, jumlahkemiskinan mustahik, tingkat kedalamankemiskinan mustahik, dan tingkat keparah -an kemiskinan mustahik, dengan satuanukuran rumah tangga.

Untuk mengukur dampak zakat terhadappenurunan jumlah rumah tangga miskinmustahik, digunakan headcount index (H).Untuk tingkat kedalaman rumah tanggamiskin, digunakan rasio poverty gap (P1) danincome gap (I). Sementara indeks Sen (P2)dan indeks FGT (Foster, Greer danThorbecke) atau P3, digunakan untuk meng -ukur dampak zakat terhadap tingkat kepa -

rahan rumah tangga miskin. Sedangkan darisisi kesenjangan pendapatan, rasio Gini dankurva Lorenz digunakan sebagai alat analisadalam melihat fenomena yang ada.

Penelitian ini menggunakan data primer,dimana sampel sebanyak 1.195 rumah tanggapenerima zakat dipilih secara acak dari totalpopulasi yang berjumlah 26.403 rumahtangga penerima zakat yang berada diwilayah DKI Jakarta. Mereka ini keselu-ruhannya berasal dari mustahik yang dibinaoleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),Badan Amil Zakat dan Infak/Sedekah(BAZIS) DKI Jakarta, dan Dompet DhuafaRepublika. Sedangkan data sekunder diper-oleh dari sumber-sumber ilmiah relevan.

Dipilihnya BAZNAS dan BAZIS DKIadalah sebagai representasi lembaga zakatyang dikelola pemerintah, sedangkanDompet Dhuafa dipilih sebagai perwakilanlembaga zakat yang didirikan atas inisiatifmasyarakat. Survey sendiri dilakukanselama 6 bulan, sejak bulan Februari hinggaJuli 2008, dengan didahului oleh pilot projectpada awal Februari tahun yang sama.Adapun garis kemiskinan yang digunakanadalah standar garis kemiskinan per kapitaDKI Jakarta, yang menurut BPS (2007) be -sarnya adalah Rp 266.874,00. Standar ini di -konversi menjadi garis kemis kin an keluarga,yang nilainya mencapai Rp 1.254.308,00.

Analisa Kemiskinan dan KesenjanganBerdasarkan hasil penelitian, dana zakat

yang telah disalurkan mampu meningkatkanpendapatan rumah tangga mustahik rata-rata9,82 persen. Se dangkan pro porsi zakat sendiriterhadap total penda pat an rumah tanggamustahik adalah 8,94 per sen. Kontribusizakat terhadap pen da patan yang paling besarterjadi di Jakarta Barat (11 persen) danJakarta Selatan (10,16 persen), sedangkanyang terendah adalah di Ja karta Utara &Kepulauan Seribu (5,49 per sen). Ini menun-jukkan bahwa secara umum, zakat mampumemperbaiki taraf kehidupan mustahik.

Dari sisi kemiskinan, berdasarkan Tabel1, terlihat bahwa jumlah kemiskinan mus-tahik dapat dikurangi 16,80 persen. Ini mem-buktikan bahwa ketika zakat dikeloladengan baik oleh institusi amil yang amanahdan profesional, maka implikasi terhadappengurangan jumlah rumah tangga miskinpenerima zakat dapat direalisasikan, mes -kipun angkanya kurang dari seperlimanya.

Sementara itu, tingkat kedalaman ke -miskinan mustahik, sebagaimana ditun-jukkan oleh nilai P1 dan I, juga dapat diku-rangi. Zakat mampu mengurangi jarak pen-dapatan rata-rata rumah tangga mustahikterhadap garis kemiskinan dari Rp475.858,78 menjadi Rp 409.726,40, atausebesar 13,90 persen. Demikian pula halnyadengan rasio kesenjangan pendapatan (I)yang dapat dikurangi sebesar 13,72 persen.

Hasil yang sama juga diperlihatkan olehindeks Sen dan indeks FGT pasca distribusizakat. Tingkat keparahan kemiskinan rumahtangga miskin penerima zakat dapat diku-

rangi, setelah nilai P2 dan P3 menunjukkanpenurunan masing-masing 26,69 persen dan36,70 persen. Ini membuktikan adanya per-baikan distribusi pendapatan mustahik.

Dari sisi kesenjangan pendapatan, kurvaLorenz pasca zakat menunjukkan adanyapergeseran menuju garis ekuilibrium biladibanding kurva Lorenz pra zakat (lihatGambar 1). Ini mencerminkan berkurangnyakesenjangan kelompok masyarakat. Surveymembuktikan, share pendapatan 40 persenkelompok masyarakat terbawah terhadaptotal pendapatan, dapat ditingkatkan dari18,10 persen men jadi 20 persen karena zakat.Sedangkan share pendapatan 20 persenkelompok ma syarakat terkaya dapat diku-rangi dari 42,60 persen menjadi 40,40 persen.

Nilai rasio Gini pasca zakat juga dapatdikurangi dari 0,351 menjadi 0,349. Pengu -rangan sebesar 0,57 persen ini akibat masihrendahnya angka aktualisasi penghimpunandan pendayagunaan zakat. Jika angka itudapat ditingkatkan, maka diyakini rasiotersebut dapat dikurangi lebih besar lagi.

Implikasi KebijakanTemuan empirik di atas membuktikan

meski dana zakat masih sangat kecil, namun

memiliki dampak nyata terhadap upaya pen-gentasan kemiskinan dan kesenjangan pen-dapatan. Tentu saja ada sejumlah implikasikebijakan yang harus didorong.

Pertama, pemerintah harus lebih seriusmengintegrasikan zakat sebagai bagianpenting kebijakan ekonomi nasional. Jikamelihat potensi, pemerintah dipastikan akanmemiliki tambahan sumber dana domestikuntuk pemberdayaan kelompok miskin,tanpa harus berutang ke pihak asing.

Kedua, proses amandemen UU No38/1999 tentang Pengelolaan Zakat harussegera dituntaskan. Tiga isu utama, baikpenataan kelembagaan BAZ dan LAZ,sanksi muzakki, maupun zakat sebagaikredit pajak, harus diselesaikan dengan baik.Khusus policy zakat sebagai kredit pajak,penulis melihat hal tersebut tidak akanmenyebabkan trade off antara zakat denganpajak, sebagaimana yang terjadi di Malaysia.

Jika ini terlaksana, dibutuhkan dukungandan perubahan terkait, seperti UU APBN, UUPajak, dan UU Keuangan Negara. Pos pe ne -ri maan negara ditambah, dari 3 menjadi 4;pa jak, penerimaan negara bukan pajak, hibahdan lain-lain, serta zakat, sehingga totalpenerimaan negara tidak terganggu. �

M emahami konsep ma -qashid, yaitu tujuan-tujuandisyariatkannya suatu iba -dah dalam Islam, merupa -

kan hal yang sangat fundamental dalamkehidupan, agar dapat memahami hake -kat ibadah dengan benar. Paling tidak,berdasarkan ayat dan hadits yang ada,maqashid zakat ini dapat dibagi ke dalamtiga dimensi. Yaitu, dimensi spiritual per-sonal, sosial, dan ekonomi.

Pertama, dimensi spiritual personal.Zakat merupakan perwujudan keimanankepada Allah SWT sekaligus sebagai ins -trumen untuk purifikasi dan penyucianjiwa dari segala penyakit ruhani, sepertibakhil dan tidak peduli sesama (QS 9:103). Zakat pun akan menumbuhkem -bang kan etika bekerja dan berusaha yangbenar, yang berorientasi pada pemenuhan

rezeki yang halal. Rasulullah SAW menegaskan bahwa

Allah SWT tidak akan menerima zakat,infak dan sedekah dari harta yang dida -pat kan dengan jalan tipu daya (HR Mu -slim). Sehingga, mendorong orang untukberzakat sesungguhnya sama denganmendo rong berkembangnya gerakan antikorupsi, karena orang akan termotivasiuntuk ha nya mencari harta yang halal.Produk tivitas individual pun akan me -ningkat, karena zakat mendorong seseo-rang untuk memiliki etos kerja yang tinggi.

Selanjutnya, keengganan membayarzakat dapat dikategorikan sebagai bentukkemusyrikan pada Allah SWT (QS 41 : 6-7). Padahal, jika dosa syirik ini terbawamati, tidak akan diampuni oleh Allah SWT.Selain itu, merajalelanya syirik juga ber -dampak pada ketidakberkahan dan

kesemrawutan pengelolaan kehidupanmasyarakat, bangsa dan negara.

Yang kedua adalah dimensi sosial, dimana zakat berorientasi pada upaya untukmenciptakan harmonisasi kondisi sosialmasyarakat. Solidaritas dan persaudaraanakan tumbuh dengan baik (QS 9 : 71).Akan muncul perasaan saling men cintaidan senasib sepenanggungan (al-hadits).Keamanan dan ketenteraman sosial akantercipta di tengah-tengah ma syarakat,sehingga mereduksi potensi konflik.

Sedangkan yang ketiga adalah dimensiekonomi, yang tercermin pada dua kon-sep utama, yaitu pertumbuhan ekonomiberkeadilan (QS 30 : 39) dan mekanismesharing dalam perekonomian (QS 51 :19). Tujuan utamanya adalah untuk me -ningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa.Pada jangka pendek, kebutuhan primer

mustahik dapat terpenuhi, sementara pa -da jangka panjang, daya tahan ekonomimereka akan meningkat, sekaligus men-stimulasi pertumbuhan ekonomi. Bahkandi banyak kasus, tidak sedikit mustahikyang mampu memberdayakan dan mem-bebaskan dirinya dari kubangan kemiskin -an.

Namun demikian, kondisi di atas hanyaakan terjadi manakala zakat dikelola olehinstitusi amil yang amanah dan profesio -nal. Rubrik Iqtishodia edisi perdana inimencoba mengangkat peran empirik zakatdalam mengurangi jumlah kemiskinanmustahik, tingkat kedalaman dan kepa -rahan kemiskinan mustahik, serta tingkatkesenjangan berdasarkan kelas penda -patan masyarakat, dengan mengambilstudi kasus di Jakarta, Bogor, LampungSelatan dan Garut. Wallahu’alam. �

Dr Irfan Syauqi Beik

Dosen IE-FEM IPB

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika danProgram Studi Ilmu Ekonomi Syariah, DepartemenIlmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman Syaukat,Dr M Firdaus,Dr Dedi Budiman Hakim,Dr Irfan Syauqi Beik,Dr Iman Sugema,Idqan Fahmi, MEcTony Irawan MApp.Ec

Dr Irfan Syauqi Beik

Dosen IE-FEM IPB

Rendahnya penurunan prosentasekemiskinan dan meningkatnya ke -senjangan pendapatan, menurutSusilowati et al (2007), meng indi -

kasikan adanya trade-off antara per tum buh -an ekonomi dan distribusi pada pem -bangunan ekonomi nasional. Konsep dis-tribusi ekonomi yang selama ini didominasioleh dua mazhab utama (ortodoks danstrukturalis), ternyata mengalami kegagalandi dalam menekan lebih rendah lagi la jukemiskinan dan kesenjangan penda -patan.

Mazhab ortodoks (klasik) lebih me ne -kankan pada pentingnya konsep keseim-bangan alokasi sumberdaya dan pasar be -bas. Perbedaan antar sektor dalam per -eko nomian akan mengakibatkan terjadinyaproses pertukaran (pembangunan) yangakan menciptakan efisiensi alokasi sum-ber daya tanpa intervensi pemerintah,hing ga kondisi pareto optimum tercapai.Sementara mazhab strukturalis percayabahwa peran pemerintah sangat mutlak didalam melakukan intervensi pada pem-bangunan ekonomi. Tanpa intervensinegara, maka distribusi pendapatan dankekayaan tidak akan pernah terjadi. Padaprakteknya, mazhab ortodoks menggu-nakan prinsip “grow first then redistribute”sementara mazhab strukturalis menggu-nakan prinsip “redistribute first then

grow”. Keduanya adalah kutub ekstrimyang saling bertolak belakang.

Kondisi yang sama juga terjadi padatataran global. Dalam Human DevelopmentReport 2006 terungkap bahwa 10 persenpenduduk dunia menguasai 54 persen pen-dapatan dan kekayaan dunia. Share per-tumbuhan ekonomi yang dinikmati masya -rakat miskin dalam kurun dua dekade ter-akhir, menurut laporan the New EconomicsFoundation, mengalami penurunan lebihdari 73 persen. Sedangkan World of WorkReport 2008 yang diterbitkan ILO, men-gungkap fakta bahwa meskipun kesem-patan kerja secara global meningkat 30persen, namun dua per tiga negara-negaradi dunia ini mengalami peningkatan kesen-jangan pendapatan yang luar biasa.

Menyikapi fenomena tersebut, Ishaq(2003) menyatakan bahwa salah satu pe -nyebab utama kegagalan pembangunan dinegara-negara berkembang dewasa ini,terutama dalam menekan laju kemiskinandan kesenjangan pendapatan, adalahkarena diabaikannya instrumen pembangu-nan yang sesuai dengan agama danbudaya masyarakat. Karena itu sebagaijawaban, ia merekomendasikan adanyaintegrasi ekonomi syariah pada kebijakanekonomi negara-negara dunia ketiga.Wallahu’alam. �

Kegagalan Pendekatan Konvensional

Peran ZakatMengentaskan Kemiskinan dan Kesenjangan

TABEL 1. INDIKATOR DAMPAK ZAKAT TERHADAP KEMISKINANDAN KESENJANGAN PENDAPATAN DI DKI JAKARTA

NO INDIKATOR PRA-ZAKAT PASCA-ZAKAT PERUBAHAN

1 Headcount Index (H) 0,554 0,461 16,80 %

2 Poverty Gap (P1) Rp 475,858.78 Rp 409,726.40 13,90 %

3 Income Gap (I) 0.379 0.327 13,72 %

4 Sen Index (P2) 0.281 0.206 26,69 %

5 FGT Index (P3) 0.109 0.069 36,70 %6 Proporsi Pendapatan 40%

Kelompok TermiskinMasyarakat 18,10 % 20 % 1,90%

7 Koefisien Gini 0,351 0,349 0,57 %

Sumber: Riset Beik (2010)

Page 2: IQTISHOD+Juli+Republika

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 29 Juli 2010 6

Kabupaten Garut adalah ka -bupaten yang berada diurut an ketiga dalam haljum lah penduduk miskinter banyak di Provinsi JawaBarat. Berdasarkan data

BPS, di kabupaten tersebut, jumlah orangmis kin mencapai angka 410,6 ribu jiwa atausekitar 17,87 persen dari populasi pada tahun2008.

Upaya penanggulangan persoalan ke -miskinan tersebut diharapkan dapat berjalanlebih baik apabila didukung oleh penerapankebijakan zakat yang terintegrasi, karenatujuan utama zakat adalah untuk mengen-taskan kemiskinan mustahik. Apalagi po -tensi zakat di Indonesia sangat besar, yaitumen capai angka 100 trilyun pada tahun 2010(riset Habib Ahmed – IRTI IDB). Demikianpula dengan potensi zakat di kabupaten Ga -rut yang juga sangat besar. Sebagai contoh,potensi zakat, infak dan sedekah (ZIS) PNSdi Kabupaten Garut mencapai angka Rp 720juta/bulan atau 8,7 milyar/tahun. Belum lagiditambah dengan jumlah umat muslim yangmencapai angka sekitar 99,80 persen.

Pada prakteknya, dana ZIS yang di be -rikan kepada mustahik terbagi ke dalam pro -gram yang bersifat konsumtif dan programyang bersifat produktif. Dana ZIS ini didugamemiliki pengaruh terhadap pendapatan perkapita mustahik. Pendapatan per kapita inimenjadi indikator atau tolak ukur dalammenganalisis tingkat kemiskinan. Seseorangdikatakan miskin jika pendapatannya ber -ada di bawah garis kemiskinan. Untuk Garutsendiri, garis kemiskinannya mencapai ang -ka Rp 154.245 per kapita/bulan.

Artikel ini mencoba menganalisa dampakpendayagunaan zakat terhadap kemiskinandi kabupaten Garut, dengan mengambil stu -di kasus lembaga Pusat Zakat Umat (PZU)Persis. Penelitian ini dilaksanakan padabulan Maret 2010, dengan menggunakansurvey dan wawancara sebagai sumber dataprimernya. Populasi dari riset ini adalahorang yang mendapatkan dana ZIS dariPZU, dimana jumlahnya mencapai angka1.456 mustahik dan tersebar di 32 keca-matan. Untuk sampel, penelitian ini memilih100 orang mustahik PZU secara acak di 11kecamatan lokasi pendayagunaan ZIS.

Adapun alat analisa yang digunakanadalah indeks-indeks kemiskinan yang telahdigunakan di berbagai negara di seluruhdunia. Yaitu, headcount index, poverty gap(P1), income gap (I), indeks Sen (P2), danindeks FGT (P3).

Analisa HasilBerdasarkan hasil survey, dapat disim-

pulkan bahwa mayoritas responden adalahkepala keluarga dengan jumlah rata-rataanggota keluarga mencapai lebih dari 5orang, berjenis kelamin laki-laki, sudah me -ni kah, berusia antara 43-64 tahun, berpen-didikan sampai tingkat Sekolah Dasar (SD),dan bekerja sebagai buruh/pekerja.

Pendapatan per kapita, yang merupakanindikator dalam menganalisis kemiskinan,ditinjau juga dengan menggunakan alatanalisis model ekonomi, dimana pendapatanper kapita ini dipengaruhi secara nyata dan

positif oleh dana ZIS, jumlah jam kerja, dantingkat pendidikan kepala keluarga mus-tahik. Sementara jumlah anggota keluargaberpengaruh nyata dengan arah negatif ter-hadap pendapatan per kapita. Artinya,semakin besar jumlah anggota keluarga,semakin rendah pula tingkat pendapatan perkapitanya.

Berdasarkan Tabel 1, program pendaya-gunaan ZIS mampu meningkatkan pendap-atan perkapita mustahik sebesar 3,70 persen.Kecilnya prosentase tersebut disebabkanoleh masih rendahnya angka penghimpunanZIS yang ada. Sedangkan nilai headcountratio (H), turun dari 0,68 menjadi 0,56. Iniberarti jumlah orang miskin mengalamipenurunan sebesar 21,40 persen setelahadanya pendayagunaan zakat.

Sementara itu, baik poverty gap maupunincome gapmenunjukkan penurunan sebesar7,52 persen. Ini membuktikan bahwa zakatmampu mempersempit jarak antara penda-patan rata-rata per kapita mustahik ter-hadap garis kemiskinan. Dengan kata lain,tingkat kedalaman kemiskinan dapat dire-

duksi. Adapun untuk tingkat keparahankemiskinan, survey membuktikan adanyapengurangan nilai indeks Sen dan indeksFGT, masing-masing sebesar 29,90 persendan 37,30 persen. Ini juga berarti bahwa pen-dayagunaan ZIS, mampu menciptakan dis-tribusi pendapatan yang lebih merata diantara orang miskin.

Faktor Kepekaan Keluarga Kepekaan keluarga ini ditinjau dari

berbagai faktor, antara lain karakteristikjenis kelamin kepala keluarga mustahik, usiakepala keluarga mustahik, jumlah anggotakeluarga mustahik, tingkat pendidikan kepa -la keluarga mustahik, jenis pekerjaan kepalakeluarga mustahik, dan status pernikahankepala keluarga mustahik. Penelitian inimen coba menguraikan pengaruh zakat ter -ha dap masing-masing variabel tersebut se -cara lebih dalam.

Berdasarkan jenis kelamin, ternyata penu-runan jumlah kemiskinan kepala keluargalaki-laki (27,27 persen) lebih besar bila di -ban dingkan dengan kepala keluarga perem -pu an (13,04 persen). Demikian pula denganpenurunan tingkat kedalaman dan kepara-han kemiskinannya. Ini menunjukkan bahwarumah tangga yang dipimpin oleh perem-puan (ibu tunggal), perlu mendapat perhat-

ian ekstra, karena kinerjanya lebih rendahdibandingkan dengan kepala rumah tanggalaki-laki.

Sedangkan berdasarkan usia kepala kelu-arga, penurunan jumlah kemiskinan keluar-ga yang dipimpin oleh orang yang berusiaantara 21-42 tahun (19,04 persen), jauh lebihtinggi bila dibandingkan dengan merekayang berusia antara 43-64 tahun (12,90persen) maupun yang berusia di atas 65tahun (9,40 persen). Komposisi ini sangatlahwajar. Yang perlu mendapat perhatianadalah mereka yang berusia di atas 65 tahun.Dengan keterbatasan yang dimiliki, kelom-pok ini menjadi kelompok yang paling rawanterhadap kemiskinan, sehingga pemilihanprogram yang tepat untuk mereka menjadisangat krusial. Berbeda dengan kelompokusia 21-42 tahun, yang merupakan usia pro-duktif, dimana penurunan tingkat kedala-man dan keparahan kemiskinan kelompokini pun yang paling tinggi.

Selanjutnya, ditinjau dari status pernika-han, keluarga yang dipimpin oleh duet suamiistri yang lengkap, memiliki tingkat kepe -kaan yang lebih tinggi bila dibandingkandengan keluarga yang dipimpin oleh orangyang berstatus duda/janda. Hal tersebutdikarenakan kelompok yang pertama memi-liki kinerja pengentasan kemiskinan yang

lebih baik, baik ditinjau dari sisi insidenkemiskinan, maupun tingkat kedalaman dankeparahan kemiskinan. Sedangkan berda -sarkan tingkat pendidikan, sesuai denganperkiraan, semakin baik tingkat pendidikan,akan semakin cepat pula upaya pengentasankemiskinan.

Survey membuktikan, mereka yangberpendidikan menengah (SMP dan SMA)mampu membebaskan dirinya dari kemiski-nan lebih cepat bila dibandingkan denganmereka yang berpendidikan lebih rendah(SD atau tidak sekolah). Kemiskinan kelom-pok pertama berkurang 21,87 persen semen-tara kelompok yang kedua hanya berkurang12,31 persen.

Ditinjau dari ukuran keluarga, ditinjaudari aspek kedalaman dan keparahan kemis -kinan, keluarga yang memiliki anggota ku -rang dari 3 orang, memiliki tingkat kepekaanyang lebih tinggi, bila dibandingkan dengankeluarga yang memiliki anggota 3-5 orangdan lebih dari 5 orang. Akan tetapi, jika di -tinjau dari pengurangan jumlah orangmiskin, keluarga dengan anggota 3-5 orangmemiliki prosentase penurunan terbesar(23,07 persen) bila dibandingkan dengankedua kelompok lainnya.

Yang juga sangat menarik adalah temuanberdasarkan jenis pekerjaan kepala keluarga.Pengurangan angka kemiskinan keluargayang dipimpin oleh mereka yang mengang-gur (7,14 persen), lebih kecil bila diband-ingkan dengan mereka yang berdagang(21,25 persen) maupun yang menjadi buruh(16,50 persen). Karena itu, lembaga zakatharus mampu menstimulasi para pengang-guran ini dengan pekerjaan yang produktif,agar mereka memiliki daya tahan ekonomiyang lebih besar lagi di masa depan.Jikatidak, maka mereka akan selamanya tergan-tung dengan zakat yang bersifat konsumtif.Ke depan, upaya untuk merealisasikanpotensi zakat ini harus lebih ditingkatkan,agar proses pengentasan kemiskinan dikabupaten Garut ini dapat berjalan lebihcepat lagi. Wallahu’alam. �

Pengentasan KemiskinanBerbasis Zakat:

Studi Kasus di Garut

Dr Sri Hartoyo

Dosen IE-FEM IPB

P usat Zakat Umat LAZ Persatuan Is -lam adalah sebuah lembaga pen-gelola zakat, infaq, dan shadaqah(ZIS) yang bertujuan untuk pening -

katan ke sejahteraan umat dalam bidang pen-didikan, dakwah, sosial, dan ekonomi. Didi ri -kan berdasarkan SK Menteri Agama RINo.552 Tahun 2001, serta didukung oleh te -naga amil zakat profesional, Pusat Zakat Umatmenca nangkan visi sebagai lembaga yang me -ngelola dana zakat, infak, shadaqah (ZIS) se -cara amanah, profesional, dan trans paran un -tuk disalurkan bagi kesejahteraan umat di se -luruh Indonesia. Untuk memudah kan penghim-punan dan penyaluran dana zakat ke pelosok-pelosok, Pusat Zakat Umat men di rikan kantorperwakilan dan kantor unit di be be rapa daerahdi Indonesia (Pusat Zakat Umat, 2009).

Penyebaran pendistribusian zakat oleh Pu -sat Zakat Umat (PZU) Persis Kabupaten Ga ruttersebar di 32 kecamatan dengan jumlah totalmustahik sebanyak 1.456 orang. Ke ca matanyang memperoleh porsi pendistri bu si an palingbesar yaitu Kecamatan Pa meung peuk sebesar9,71 persen, yang paling sedikit yaituKecamatan Cimari sebesar 0,56 per sen.

Proses pemilihan orang yang berhak me -nerima dana ZIS (mustahik) dilakukan melaluibeberapa tahap prosedural, sehingga diharap-kan para mustahik-nya bisa tepat sasaran.Hal ini sangat penting dilakukan karena dana

ZIS merupakan amanah yang dititipkan olehmuzakki kepada Lembaga Amil Zakat, danharus disalurkan kepada orang yang benar-benar berhak menerima zakat (8 ashnaf).

Tahapan-tahapan tersebut antara lain, per-tama, mustahik mengajukan permohonanbeserta persyaratan yang diperlukan kepadadivisi pendayagunaan zakat PZU. Kemudian,dilakukan proses pemeriksaan kelengkapan.Apabila terdapat kekurangan kelengkapanpersyaratan maka mustahik direkomen-dasikan untuk melengkapi persyaratan yangdiperlukan. Jika persyaratan telah terpenuhi,

dilakukan proses analisis kelayakan denganmelakukan survey secara langsung kepadacalon mustahik. Dana ZIS akan disalurkanapabila calon mustahik dikategorikan layaksebagai penerima zakat.

Jenis program pendayagunaan dana ZISyang dijalankan oleh Pusat Zakat Umat (PZU)LAZ Persis Garut dibagi menjadi dua kategori,yaitu program konsumtif dan produktif.Program konsumtif ini merupakan bantuanZIS yang diberikan secara rutin maupun insid-ental, baik berupa uang tunai, barang,ataupun dana untuk kesehatan dan pen-

didikan. Sedangkan program yang bersifatproduktif merupakan dana ZIS yang digu-nakan sebagai modal usaha mustahik.Prosentase program konsumtif ini jauh lebihbesar (96,42 persen) bila dibandingkan den-gan program produktif (3,58 persen).

Penghimpunan dana pada Pusat ZakatUmat (PZU) LAZ Persis Garut terdiri dari zakatfitrah, zakat maal (harta), infak wajib (hasilprofesi, usaha jasa), dan infak/shadaqahsunnah. Adapun perkembangan penghim-punan dana zakat di PZU LAZ Persis Garutselama lima tahun terakhir mencapai angkaRp 1,47 milyar, atau sekitar Rp 284 juta/ -tahun. Jumlah ini baru mencapai 3,3 persendari total potensi zakat di Kabupaten Garut.Sedangkan dana yang telah tersalurkan kepa-da mustahik dalam kurun waktu yang samamencapai angka Rp 1,42 milyar.

Potensi zakat kabupaten Garut sangatbesar. Sebagai contoh, potensi ZIS PNS dilingkungan Pemkab. Berdasarkan data BPSKabupaten Garut, terdapat 20.271 orangyang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil(PNS), dari golongan 1 hingga IV. Dengan jum-lah muslim sebesar 99,8 persen, maka ter-dapat 20.230 PNS beragama Islam. Sesuaidengan survey nasional PIRAC, yang ber po -tensi menjadi muzakki berjumlah 55 persen,atau sekitar 11.126 jiwa. Maka, proyeksi ZISPNS Kabupaten Garut adalah sebesar Rp723,2 juta/bulan atau sekitar Rp 8,7milyar/tahun (Tabel 2). Wallahu’alam. �

Mengenal Pusat Zakat Umat Persis GarutTABEL 2. PROYEKSI POTENSI ZAKAT MINIMAL KABUPATEN GARUT

Jumlah PNS1 20.271 jiwa 20.271 jiwa

Jumlah muslim2 20.230 jiwa 20.230 jiwa

Jumlah muzzaki3 11.126 jiwa 11.126 jiwa

Proyeksi zakat per muzakki4 Rp 65.000 Rp 780.000

Proyeksi zakat minimal Kabupaten Garut Rp 723,2 juta Rp 8,7 milyar

Determinan Potensi Zakat Skenario (Per bulan) Skenario (Per Tahun)

Keterangan:1 Berdasarkan data BPS Kabupaten Garut (2008).2 Berdasarkan data bahwa persentase penduduk muslim di Kabupaten Garut adalah 99,8 persen (BPS Kabupaten

Garut, 2008)3 Berdasarkan hasil survey nasional PIRAC (55 %), 20074 Hasil dari pengalian rata-rata pendapatan minimal per muzaki (Rp 2,6 juta/bulan) dengan prosentase wajib zakat

(2,5 persen)

Potensi zakat

kabupaten Garut

sangat besar. Sebagai

contoh, potensi ZIS

PNS di lingkungan

Pemkab. Berdasarkan

data BPS Kabupaten

Garut, terdapat 20.271

orang yang bekerja

sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS),

darigolongan

1 hingga IV.

TABEL 1. HASIL ESTIMASI INDEKS KEMISKINANMUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH ZAKAT

Nia Purnamasari

Mahasiswa DepartemenIlmu Ekonomi FEM IPB

Y Rp. 100.844,90 Rp. 104.580,99 3,70

H (%) 0,68 0,56 21,40

P1 Rp 53.400,09 Rp 49.664 7,52

I 0,35 0,32 7,52

P2 0,31 0,24 29,90

P3 0,11 0,08 37,30

INDEKS KEMISKINANPENDAPATAN

SEBELUM ZIS SETELAH ZIS PERUBAHAN (%)

YOGI ARDHI/REPUBLIKA

Page 3: IQTISHOD+Juli+Republika

Masih jauhnya jarak an -tara target penurunanangka kemiskinan pa -da tahun 2009 ber da -sarkan RPJM Nasional2004-2009, sebesar 8,20

persen, dengan realitas yang terjadi (14,15persen), menunjukkan perlunya revitalisasistrategi pengentasan kemiskinan yang lebihkomprehensif. Untuk itu, pemanfaatan in -strumen yang memiliki potensi besar dalammereduksi angka kemiskinan sangat dibu-tuhkan. Salah satunya adalah zakat, yangmerupakan pilar penting dalam ajaran Islam

Artikel ini mencoba untuk menganalisasecara empirik dampak zakat terhadap pen-gentasan kemiskinan, dengan mengambilstudi kasus salah satu badan amil zakat(BAZ) tingkat kota/kabupaten yang perkem-bangannya sangat pesat, yaitu BAZ KotaBogor.

Sebagai lembaga resmi yang berada dibawah pengelolaan Pemerintah Kota Bogor,BAZ Kota Bogor memiliki sejumlah programzakat yang bersifat konsumtif dan produk-tif.

Program-program konsumtif meliputiKlinik Dhuafa Ibnu Sina, Health EmergencyCase, Kampung Ziaga, Beasiswa, AngkasaInstitute, Santunan Sosial Kemanusiaan(SSK), dan lain-lain.

Sementara program yang bersifat produk-tif untuk membantu usaha dan bisnis mus-tahik, disebut dengan TAREKAT. Pada tahun2009, jumlah dana umat yang diamanahkanke BAZ Kota Bogor mencapai angka Rp 2,56milyar, yang terdiri dari dana zakat sebesarRp 2,13 milyar dan dana infak sebesar Rp440 juta. Dengan penghimpunan sebesar itu,zakat memiliki potensi besar dalam mem-bantu masyarakat miskin. Tinggal sekarangbagaimana me ningkatkan efektivitas danefisiensi penggunaan dana zakat dan infaktersebut.

Metode Penelitian Dalam penelitian ini, survey dan wawan-

cara digunakan sebagai alat untuk menda-patkan data primer dari mustahik yangdibina oleh BAZ Kota Bogor. Sebanyak 100orang responden dipilih secara acak daridata yang tersedia. Survey ini dilaksanakanpada bulan Maret 2010, dengan mengambillokasi di tiga kecamatan, yaitu BogorTengah, Bogor Timur dan Bogor Barat.

Adapun alat analisa yang digunakan,men cakup , Headcount Ratio (H), Rasio Po -verty Gap (P1), Rasio Income-gap (I), IndeksSen (P2) dan Indeks FGT (P3). Sedangkanstandar garis kemiskinan yang digunakan,sesuai dengan data BPS Kota Bogor (2009),adalah Rp 223.218,00 per kapita/bulan.

Mengurangi Kemiskinan Hasil analisis dalam studi ini secara

umum menunjukkan penurunan angka padasemua indeks (lihat Tabel 1). HeadcountRatio (H) mengindikasikan bahwa proporsijumlah mustahik miskin pasca distribusizakat mengalami penurunan sebesar 8,77persen. Ini menunjukkan adanya penurunanpada insiden kemiskinan, sekaligus per-baikan pada kesejahteraan kaum dhuafa.

Kemudian, selisih antara garis kemiski-

nan dengan pendapatan rata-rata mustahikdapat dikurangi 9,28 persen, sebagaimanaditunjukkan oleh nilai P1. Fakta senada jugadiperlihatkan oleh rasio income gap (I) yangmenunjukkan penurunan sebesar 9,03 persenpasca zakat. Dengan demikian, dapat disim-pulkan bahwa tingkat kedalaman kemiski-nan mustahik dapat direduksi dengan ada -nya distribusi zakat.

Sementara itu, indeks Sen (P2) dan indeksFGT (P3) juga mengalami penurunan ma -sing-masing sebesar 16,20 persen dan 23,81persen. Ini menunjukkan bahwa ting katkeparahan kemiskinan mustahik zakat dapatdiminimalisir. Indeks-indeks ini membuk-tikan peran positif zakat dalam pengentasankemiskinan mustahik di kota Bogor.

Bila dibandingkan berdasarkan wilayahkecamatan, maka penurunan angka kemiski-nan mustahik di kecamatan Bogor Timur(11,80 persen) terlihat lebih tinggi bila di -bandingkan dengan dua kecamatan lainnya,yaitu Bogor Tengah (6,70 persen) dan BogorBarat (10 persen). Demikian pula halnya de -ngan tingkat kedalaman dan keparahankemiskinan. Bogor Timur menunjukkan per-formance yang lebih baik.

Temuan yang sangat menarik adalah padakeluarga yang memiliki anggota 3 orang atau

kurang, zakat yang disalurkan pada merekaternyata belum mampu mengurangi jumlahorang miskin. Berbeda dengan keluarga yangmemiliki anggota 4-6 orang dan keluargayang memiliki anggota di atas 6 orang, yangmenikmati penurunan angka kemiskinanmustahik masing-masing sebesar 19,10persen dan 12,50 persen. Ini mengin di ka -sikan bahwa BAZ Kota Bogor harus meng -ubah pendekatan program khusus untuk ke -luarga dengan anggota 3 orang atau kurang,agar pengentasan kemiskinan berjalan lebihcepat. Pola pendekatan yang sekarang di -rasakan belum efektif di dalam mengurangikemiskinan mereka.

Selanjutnya, berdasarkan jenis programzakat, program konsumtif mampu menguran-gi jumlah mustahik sebesar 9,10 persen. Na -mun demikian, sangat disayangkan bah waprogram produktif belum mampu mereduksijumlah kemiskinan mustahik. Program pro-duktif baru mampu mengurangi tingkat ke -dalaman dan keparahan kemiskinan, dan be -lum mampu melepaskan mustahik dari gariske miskinan. Faktor penyebabnya be ragam,antara lain minimnya alokasi ang garan zakatper mustahiknya serta kurangnya pendam -pingan dan supervisi usaha mustahik. Ke de -pan, pola program produktifnya harus diper-baiki, sehingga zakat betul-betul da patdirasakan oleh mereka yang menerimanya.

Secara umum, kinerja zakat BAZ KotaBogor sangat baik. Ini terlihat dari kinerjapendayagunaan zakat yang mampu mem-berikan dampak positif terhadap pengentas -an kemiskinan di kota hujan ini. Agar kinerjaBAZ Kota Bogor dapat berjalan lebih baiklagi, maka upaya peningkatan kualitas man-ajemen dan sumberdaya manusia (SDM)yang dimiliki BAZ, harus terus menerusdilakukan. Wallahu’alam.

*Penelitian ini berada di bawah bimbinganDr Ir fan Syauqi Beik

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 29 Juli 2010 7

BAZ Kota Bogordan Pengentasan Kemiskinan

Anriani

Mahasiswa DepartemenIlmu Ekonomi FEM IPB

S ecara normatif, zakat merupakan sis-tem jaminan sosial terpenting dalamIslam. Teori mengatakan za kat akanmengurangi tingkat kemis kinan dan

memperkecil kesenjangan penda patan. Kalauteori ini sudah pasti benarnya tentu tidaksusah meyakinkan pengambil ke putusan untukmenjadikan zakat sebagai sa lah satu programstrategis. Karena, tingkat kemiskinan dan ke -senjangan pendapatan se lalu menjadi momokdi banyak negara ber kembang, termasuk In do -nesia. Namun apa kah kenyataan sesuai nor -ma dan teori, ba nyak hal yang dapat mem -penga ruhi. Pe nge lolaan dan distribusi zakatsangat menentu kan apakah zakat akan dapatmencapai tu juannya secara efektif. Disinilahperan kajian empiris menjadi penting untukmembuktikan dan menguatkan pentingnyazakat, sekaligus mengidentifikasi celah per-baikan yang perlu dilakukan.

Disertasi Doktor yang ditulis oleh Patma -wati Ibrahim (2006) tentang ”Economic Roleof Zakat in Reducing Income Inequality andPoverty in Selangor” menunjukkan bahwa za -kat telah berhasil mengurangi tingkat kemis -kinan dalam berbagai aspeknya. Jika dilihatdari segi poverty incidence, zakat telah me -nyebabkan tingkat kemiskinan di Selangorberkurang dari 62% menjadi 47% dari totalpenduduk fakir dan miskin yang menjadi mus-tahik zakat. Penurunan lebih signifikan terjadidi pedesaan dibandingkan dengan perkotaan.

Tidak saja jumlahnya, tingkat kedalamankemiskinan (extent of poverty) yang diukurdari kesenjangan antara tingkat pendapatandengan garis kemiskinan juga menurun. Ke -cenderungan yang sama terjadi pada aspekkeparahan kemiskinan (severity of poverty)dimana distribusi pendapatan dimasukkansebagai salah satu pertimbangan. Sen danFGT Index yang semakin menurun membuk-tikan hasil yang terakhir ini.

Selain dampak menyeluruh terhadapkemiskinan di atas, pemetaan lebih rinci jugamenunjukkan hasil yang menarik. Walaupuntingkat kemiskinan penduduk di perkotaan le -bih kecil, tetapi mereka mengalami kedalam -an kemiskinan yang lebih besar. Artinya gapantara tingkat pendapatan dengan garis ke -mis kinan di pedasaan lebih kecil dibanding -kan dengan di perkotaan. Dengan garis ke -miskinan yang sama, hal ini berarti rata-rata

tingkat pendapatan fakir miskin di pedesaanlebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratapendapatan fakir miskin di perkotaan. Namundari segi tingkat keparahan kemiskinan, pen-duduk pedesaan cenderung lebih tinggi diban -dingkan dengan penduduk perkotaan yang me -nyiratkan distribusi pendapatan di kalang anpenduduk miskin di perkotaan lebih merata.

Secara teoretis, zakat selain mengurangitingkat kemiskinan dalam berbagai aspeknya,juga akan menyebabkan membaiknya distribu sipendapatan antara golongan kaya dan mis kin.Sayangnya, hipotesis ini tidak didukung untukkasus penduduk Selangor yang dikaji di atas.Memang jika dilihat dari kurva Lorenz dan rasioGini, zakat terlihat telah mampu mem perbaikiketimpangan pendapatan pada hampir seluruhdistrik. Namun jika aspek ke se jahteraan ikutdiperhitungkan dengan meng gu nakan AtkinsonIndex hasilnya menjadi berbalik.

Dengan menggunakan kurva Lorenz danrasio Gini, secara keseluruhan persentasependapatan yang dinikmati 10% penduduktermiskin meningkat lebih dari dua kali lipat

setelah mendapatkan zakat. Hasil ini men-gakibatkan rasio Gini semkain menurun ataupendapatan semakin terdistribusi merata.Sam pai di sini hasil penelitian ini masih seja -lan dengan hasil yang diprediksi oleh teori.

Teori juga mengatakan bahwa tingkat ke -senjangan yang semakin menurun akan me -ningkatkan kesejahteraan. Hasil perhitunganPatmawati dengan Atkinson Index menunjuk -kan bahwa tingkat kesejahteraan rata-rata ma -syarakat Selangor sebelum dan sesudah men-dapatkan zakat dapat dicapai dengan ting katpendapatan lebih rendah 38% (se belum) dan53% (sesudah), seandainya pendapatan terse-bar merata. Angka ini meng isya ratkan bahwamasyarakat kehilangan ke sejah teraan (welfareloss) sebesar 38% sebelum tersentuh zakatdan 53% sesudahnya.

Pada satu sisi, hasil di atas berhasil mem-buktikan bahwa pemerataan pendapatan yanglebih baik akan dapat meningkatkan kesejah -teraan penduduk. Namun pada sisi lain, per -sentase yang lebih besar setelah mendapat -kan zakat mengisyaratkan bahwa zakat belummampu mengurangi kesenjangan pendapatanantara penduduk kaya dan miskin di Se la -ngor. Setelah mendapatkan zakat, tingkatkehilangan pendapatan meningkat sehinggadan pada gilirannya mengurangi kesejahter-aan masyarakat. Dengan kata lain, zakattidak saja belum mampu mengurangi kesen-jangan, tetapi juga belum berhasil memaksi-mumkan kesejahteraan masyarakat. Inimenuntut kajian lebih lanjut untuk melihatdimana masalahnya sehingga Pusat ZakatSelangor (PZS) belum berhasil mencapaitujuannya dalam aspek pemerataan.

Selanjutnya, Patmawati melanjutkan ka -jian nya dengan melakukan simulasi untukmendapatkan sistem distribusi yang lebihbaik. Ada lima skenario yang disimulasikanuntuk mendapatkan model distribusi zakatyang terbaik dalam mengentaskan kemiski-nan sekaligus mengurangi kesenjangan.

Hasil simulasi memperlihatkan diperlukanpendekatan yang berbeda antara distribusizakat di desa dan di kota. Namun demikian,kedua model menggunakan basis yang sama,yaitu besaran zakat yang diberikan berdasar -kan gap antara tingkat pendapatan RT dengankebutuhan dasar sebuah RT (Rumah Tangga)setelah mempertimbangkan mempertimbang -

kan jumlah tanggungan (garis ke mis kinan). De -ngan pendekatan ini, maka seluruh pendudukfakir dan miskin baik di pedesaan mau pun di -perkotaan dapat mencukupi kebutuhan dasar -nya sehingga teren taskan dari kemiskinan.

Perbedaan model untuk pedesaan dengandi perkotaan adalah dalam hal kelompok yangmendapatkan zakat. Di pedesaan kelompokyang mendapatkan zakat adalah kelompokfakir (tingkat pendapatan kurang dari setengahgaris kemiskinan), miskin (ting kat pendapatankurang garis kemiskinan) dan kelompok vulner-able (tingkat pendapatan su dah di atas gariskemiskinan tetapi masih re latif rendah).Kelompok fakir dan miskin men dapatkan zakatsejumlah kekurangan pen dapatan merekauntuk mencapai garis kemiskinan, sementarakelompok vulnerable mendapatkan zakat sebe-sar yang selama ini mereka peroleh dari PZS.Sementara itu, un tuk di perkotaan kelompokvulnerable sama sekali tidak lagi mendap-atkan zakat. Zakat yang selama ini diberikanpada mereka diredistribusikan kepada kelom-pok fakir dan miskin.

Selain perbedaan perlakuan untuk desadan kota, Patmawati juga merekomendasikanuntuk memberikan perhatian lebih kepadakelompok masyarakat tertentu, yaitu RT den-gan kepala keluarga perempuan, pensiunan,dan mereka yang tidak mempunyai pen-didikan formal.

Pelajaran dari pengalaman negara tetang-ga di atas adalah bahwa walaupun zakatmempunyai dasar normatif dan logika yangkuat, tetap tidak boleh taken for granted.Manajemen distribusi yang dirancang secaramatang dengan strategi yang didasarkanpada kajian di lapangan tetap memegang per-anan penting agar zakat dapat mencapai tu -juan yang diharapkan. Selain itu, aspek yangtidak kalah penting namun di luar lingkuppenelitian di atas adalah strategi pengumpu-lan zakat. Monzer Kahf (1999) menyatakanbahwa distribusi zakat tidak akan pernahdapat mengentaskan kemiskinan jika ”kue”yang dibagi kecil. Oleh karena itu, diskursustentang zakat sebagai alat untuk pengentas -an kemiskinan tidak dapat menghindar daripertanyaan bagaimana memperluas basiszakat sehingga diameter ”kue” yang akandibagi menjadi lebih besar.

Wallaahu a’lam. �

Zakat, Pengentasan Kemiskinan dan Kesenjangan:

Pelajaran Malaysia

Idqan Fahmi

Dosen IE-FEM IPBdan Kandidat Doktor IPB

H 0,570 0,520 8,77

P1 (Rp) 290.912,719 263.921,154 9,28

I 0,277 0,252 9,03

P2 0,216 0,181 16,20

P3 0,063 0,048 23,81

Walaupun zakat mempun-yai dasar normatif danlogika yang kuat, tetaptidak boleh taken for

granted. Manajemen dis-tribusi yang dirancangsecara matang dengan

strategi yang didasarkanpada kajian di lapangan

tetap memegang perananpenting agar zakat dapat

mencapai tu juan yangdiharapkan.

TABEL 1. INDEKS KEMISKINAN MUSTAHIK TANPA DISTRIBUSI ZAKAT DAN DENGANDISTRIBUSI ZAKAT MENDAPATKAN BANTUAN ZAKAT

INDIKATOR TANPA DENGAN PERUBAHAN (%)KEMISKINAN DISTRIBUSI ZAKAT DISTRIBUSI ZAKAT

Page 4: IQTISHOD+Juli+Republika

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 29 Juli 2010 8

Salah satu wilayah yang memi-liki tingkat kemiskinan dankesenjangan pendapatan yangsangat tinggi di tanah airadalah Provinsi Lampung.Pada tahun 2005 lalu, provinsi

ini merupakan provinsi dengan Indeks Ginitertinggi ketiga di Indonesia. Selain itu,Lampung juga merupakan provinsi denganprosentase dan jumlah penduduk miskinterbesar kedua di Pulau Sumatera, yaitu20,93 persen atau 1,60 juta jiwa. SedangkanLampung Selatan adalah kabupaten yangmemiliki jumlah penduduk miskin terbesardi Provinsi Lampung, yaitu sebanyak 351.200jiwa.

Upaya mengentaskan kemiskinan melaluipertumbuhan ekonomi harus melibatkansemua pihak baik orang kaya maupun orangmiskin, agar manfaat pertumbuhan tersebutdapat dinikamati tidak hanya oleh merekayang kaya, tetapi juga oleh orang miskin.Salah satunya adalah melalui implementasizakat, sebagai sebuah institusi yangberfungsi untuk menciptakan alirankekayaan dari kelompok the have kepadathe have not.

Pasca diberlakukannya UU No 38/1999tentang Pengelolaan Zakat, KabupatenLampung Selatan mendirikan Badan AmilZakat Daerah (BAZDA) pada tahun 2006,berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor126/SOS/HK-LS/2006 tanggal 29 Mei 2006tentang Pembentukan Pengurus BAZDALampung Selatan Periode 2006-2009. Darisisi penghimpunan, zakat yang dikumpulkannilainya berfluktuasi. Pada tahun 2008, per-olehan zakat meningkat 29,01 persen, dariRp 444,78 juta menjadi Rp 573,82 juta.Sedangkan pada tahun 2009, perolehanzakat tersebut turun 6,92 persen, menjadi Rp534,10 juta. Meskipun perolehan dana zakatberfluktuasi, pendistribusian zakatnya justrumengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pendistribusian ini dilakukan dalambentuk pembiayaan konsumtif maupun pro-duktif, yang tersebar di 17 kecamatan diseluruh wilayah Lampung Selatan. Zakatkonsumtif diberikan dalam bentuk beasiswapendidikan, dengan jangka waktu pemberianper bulan atau per semester. Selain itu jugadiberikan santunan kepada guru ngaji danpengurus masjid secara rutin setiap bulan-nya, dalam jangka waktu tertentu. Jugabantuan pengobatan dan bantuan saranasekolah.

Untuk pembiayaan produktif diberikandalam bentuk pinjaman tanpa bunga (qar -dhul hasan). Pinjaman tersebut disalurkankepada kelompok tani sebagai modal berco-cok tanam, dan pengembaliannya dilakukanpada saat panen. Pinjaman juga diberikankepada mustahik yang berkeinginan me -mulai usaha atau mengembangkan usaha -nya.

Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk menge-

tahui dampak program zakat BAZ KabLampung Selatan terhadap penurunantingkat kemiskinan dan kesenjangan penda-patan. Data yang digunakan adalah datatahun 2009. Survey dan wawancara dila -kukan terhadap 120 responden, yang dipilihsecara acak, terdiri dari 80 mustahik dan 40

muzakki. Data sekunder berupa garis kemis-kinan diperoleh dari BPS dan literatur pen-dukung.

Adapun analisis indikator kemiskinanmustahik yang digunakan adalah HeadcountRatio index (H) untuk mengetahui insidenkemiskinan, Poverty Gap Ratio (P1) danIncome Gap Ratio (I) untuk mengukurtingkat kedalaman kemiskinan, serta SenIndex of Poverty (P2) serta FGT Index (P3)untuk mengukur tingkat keparahan kemis-kinan. Data yang digunakan adalah datahasil wawancara mustahik saja.

Sementara itu, analisis kesenjangan pen-dapatan menggunakan indeks Gini dankurva Lorenz sebagai alat analisanya. Datayang digunakan adalah data keseluruhanresponden, mencakup mustahik dan mu -zakki.

Analisa HasilHasil penelitian menunjukkan bahwa

pada taraf nyata 5 persen, pendistribusianzakat oleh BAZDA Lampung Selatan ber -pengaruh secara signifikan dan positif ter-hadap pendapatan keluarga mustahik. Pen -dapatan seluruh keluarga mustahik men-galami peningkatan setelah menerima zakat.Beban kemiskinan yang dialami oleh mus-tahik dapat dikurangi setelah distribusizakat dilakukan seperti yang terlihat padaTabel 1.

Dengan zakat, maka jumlah kemiskinanmustahik dapat dikurangi 18,60 persen. Iniberarti ada peningkatan kesejahteraan yangsangat baik bagi kaum dhuafa. Program BAZ

Kab Lampung Selatan terbukti mampumenurunkan jumlah mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Selanjutnya, kesenjangan pendapatan(P1) pun dapat diminimalisir, dari Rp 205,63ribu menjadi Rp 166,42 ribu. Dengan katalain, setelah memperoleh zakat, rata-ratapendapatan keluarga miskin cenderungsemakin mendekati garis kemiskinan, se -hingga semakin sedikit uang yang diperlukanuntuk mengangkat perekonomian setiapmustahik tersebut sampai pada standar pen-dapatan minimum yang telah ditentukan.Hal yang sama terjadi pada instrumen in -come gap index, dimana indeks kesenjanganpendapatan (I) turun sebesar 19,07 persen.Dengan demikian, pendistribusian zakat olehBAZDA Lampung Selatan kepada mustahikmampu mengurangi tingkat kedalaman ke -miskinan.

Kemudian, dari sisi tingkat keparahankemiskinan, program zakat yang dilakukanmenunjukkan hasil yang menggembirakan.Tingkat keparahan kemiskinan mustahikdapat direduksi, setelah indeks Sen danindeks FGT mengalami pengurangan ma -sing-masing sebesar 32,50 persen dan 44,59persen. Oleh karenanya, distribusi pendap-atan antar keluarga miskin tersebut cen-derung lebih merata dibandingkan sebelumzakat didistribusikan kepada mustahik.

Sementara itu, dari sisi alat ukur kesen-jangan, rasio Kuznets menunjukkan bahwa20 persen keluarga terkaya memiliki penda-patan 16,7 kali lipat pendapatan 40 persenkeluarga termiskin. Setelah distribusi zakat

terjadi, pendapatan kelompok 40 persenkeluarga termiskin, naik dari 4,51 persenmenjadi 5,16 persen. Hal tersebut diikutidengan penurunan pendapatan kelompok 20persen keluarga terkaya, dari 75,43 persenmenjadi 74,32 persen, sehingga Rasio Kuz -nets kini menjadi 14,4.

Kondisi tersebut selaras dengan hasilkurva Lorenz. Meskipun penurunan kesen-jangannya sangat tipis, namun kurva terse-but menunjukkan bahwa tingkat kesenjang-an pasca zakat dapat dikurangi. Sedangkanhasil analisa indeks Gini menunjukkanadanya penurunan rasio dari 0,638 menjadi0,625. Meskipun angka ini berada pada kat-egori high income gap versi Bank Dunia, danpenurunannya masih sangat kecil, namunpen distribusian zakat kepada mustahikmampu memperbaiki pemerataan pendap-atan responden.

Sedangkan dari sisi kepekaan keluarga,survey membuktikan bahwa kelompok kelu-arga yang memiliki kepekaan tertinggi atasdampak distribusi zakat terhadap penurunankemiskinan adalah : keluarga dengan kepalakeluarga berjenis kelamin perempuan,berusia 40-64 tahun, berstatus tidak menikah(belum menikah/duda/janda), berpendidikanrendah (tidak sekolah/SD), berprofesi selainsebagai pedagang dan petani, dan berang-gotakan 4-6 orang anggota keluarga, sertaberdomisili di Kecamatan Penengahan.Fokus pada keluarga dengan karakter iniakan mempercepat penurunan angka ke -miskinan.

Apabila penurunan kesenjangan penda-patan di masyarakat menjadi tujuan utama,maka pendayagunaan zakat sebaiknya di -fokuskan kepada keluarga dengan kepalake luarga berjenis kelamin perempuan, ber -usia 15-39 tahun, berstatus tidak menikah(belum menikah/duda/janda), beranggo -takan lebih dari 6 orang anggota keluarga,berpendidikan paling tinggi SD. Pekerjaanyang ditekuni oleh kepala keluarga adalahpetani dan berdomisili di KecamatanPenengahan.

Namun, bukan berarti mustahik yang me -miliki karakteristik dengan kepekaan rendahtidak perlu diberikan zakat, karena selamaia masih termasuk dalam golongan delapanashnaf, ia berhak memperoleh zakat. Akantetapi, penyaluran zakat kepada merekaharuslah disertai dengan pembinaan yangintensif, seperti pemberian pelatihan keter-ampilan maupun motivasi untuk lebih giatbekerja dan keutamaan menjadi orang kayayang gemar berzakat, infak dan sedekah.

PenutupDengan fakta sebagaimana disajikan di

atas, sudah saatnya Pemkab LampungSelatan semakin meningkatkan keseriusan-nya dalam mengembangkan instrumen za -kat, infak dan sedekah. Oleh karena itu sa -ngat diperlukan upaya yang lebih maksimaldi dalam menghimpun dan menyalurkanzakat. Tanpa dukungan dan komitmen yangle bih serius dari Pemkab, tidak mungkin op -timalisasi peran zakat ini dapat dilakukan.Wallahu’alam. �

Penelitian ini berada di bawah bimbinganDr Ir fan Syauqi Beik

Mengentaskan Kemiskinandan Kesenjangan di Lampung Selatan

S ebagian besar dari kita memilikisalah anggapan tentang bungaatau interest. Dalam berbagai lit-eratur dan pembicaraan sehari-

hari bunga sering juga disebut sebagaibiaya pinjaman atau cost of borrowingatau bahkan cost of capital. Istilah lainyang sering disebut adalah harga uangatau the price of money. Kenyataannyasemua istilah tersebut tidak sama denganarti bunga yang sebenarnya. Perbedaantersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kalau anda meminjam uang sebesarseratus rupiah dengan tingkat suku bungasepuluh persen pertahun maka bungayang harus anda bayar selama setahunadalah sebesar sepuluh rupiah. Kalauanda mengembalikan pinjaman itu setelahdua tahun maka bunga yang harus dibayarselama masa pinjaman adalah sebesarduapuluh rupiah. Tahun pertama andabayar sepuluh rupiah, dan begitupun padatahun kedua. Karena itu besarnya bungayang dibayar tergantung pada lamanyamasa pinjaman dan pokok pinjaman.

Karena jumlah bunga yang dibayar ter-gantung pada pokok pinjaman, makaorang menyebutnya sebagai cost of bor-rowing dan price of money. Karena uangpinjaman itu sering dijadikan modalusaha, maka orang menyebutnya sebagai

cost of capital. Lebih parah lagi karenamo dal usaha tersebut menciptakan keun-tungan maka bunga juga terkadang dipa -dankan dengan imbal hasil (yield). Ke -rancuan semacam ini sering mengakibat -kan orang menganggap pembayaran bu -nga mirip dengan bagi hasil (profit andloss sharing). Tak jarang saya mendapatipara bankir di bank syariah sedang meya -kinkan para nasabah bahwa bagi hasil dibanknya lebih tinggi sekian persen diband-ing di bank konvensional.

Padahal pokok pinjaman dalam bentukuang hanyalah berperan sebagai faktorpengali saja, bukannya sebagai faktor pe -nentu jumlah bunga. Untuk memahamiitu mari kita ganti pokok pinjamannya da -lam bentuk beras atau komoditas apapun.

Kalau anda pinjam seratus kilogramberas dengan tingkat suku bunga sepuluhpersen maka selama setahun anda harusbayar bunga sebesar 10 kilogram. Kalauyang anda pinjam adalah emas 100 grammaka bunganya pasti sama dengan 10gram emas. Apakah dengan demikiankemudian kita menyebut bunga sebagaithe price of rice dan the price of gold ?Jelas tidak. Jadi sesungguhnya apapunjenis pokok pinjamanya, ia hanya diper-lakukan sebagai faktor pengali saja.

Harga biasanya dinyatakan dengan sat-

uan barang. Contohnya adalah ketikaanda belanja di warung, harga berasdinya takan per kilogram beras. Kalauanda datang ke bank, anda akan menge-tahui secara jelas bahwa suku bunga diny-atakan sebagai sekian persen per tahun.Kilogram adalah satuan berat, dan tahunadalah satuan waktu. Semakin banyakberas yang anda beli maka jumlah uangyang anda bayarkan bertambah banyak.Dengan bertambahnya waktu, maka jum-lah bunga yang harus anda bayar jugabertambah. Artinya bunga adalah hargawaktu atau the price of time.

Terkait dengan masalah waktu, bungadisebut juga sebagai time value of money.Dalam konsep ini nilai uang cenderungberubah dengan berjalannya waktu. Uangsatu rupiah yang dimiliki saat ini dianggaplebih berharga dibanding uang satu rupiahtahun depan. Penyebabnya ada dua.Yang pertama adalah inflasi yang menye-babkan daya beli uang semakin menurundengan berjalannya waktu. Uang yanganda pegang sekarang memiliki daya beliyang lebih besar dibanding dengan jumlahuang yang sama di kemudian hari.Karena itu, bunga dianggap sebagai kom-pensasi atas menurunnya daya beli uang.Pertanyaannya, bagaimana kalau terjadideflasi yang menyebabkan daya beli uang

meningkat? Apakah anda rela jika dibayarsuku bunga negatif yang menyebabkanjumlah nominal uang yang anda milikiberkurang? Jawabanya pasti, uang terse-but lebih baik disimpan di bawah kasurdan tidak mau anda pinjamkan.

Hal tersebut terkait dengan alasanyang kedua mengenai time value ofmoney. Kalau anda diberi pilihan apakahmendapatkan uang satu milyar rupiahsekarang atau tahun depan, pasti andaakan memilih sekarang. Walaupun tidakada inflasi, anda lebih menyukai untukmemegang uang sekarang. Ini terkaitdengan sifat manusia yang serba tergesa-gesa untuk menikmati apapun secaralebih awal. Karena itu bunga dianggapsebagai balas jasa karena anda menundamenikmati apa yang anda miliki. Dalamhal ini bunga disebut juga sebagai therate of time preference.

Kini jelas bahwa bunga adalah theprice of time atau the rate of time prefer-ence. Bunga bukanlah the price of money.Penyebab timbulnya bunga adalah sifatmanusia yang tergesa-gesa. Silahkananda buka Al Qur’an dan hadist mengenaitercelanya sifat ini. Karena yang sayaterangkan adalah bukan tafsir, makasilahkan anda mengambil kesimpulansendiri. �M Iqbal Irfany

Tiara Tsani

Mahasiswa DepartemenIlmu Ekonomi FEM IPB

Dr Iman Sugema

H 0,538 0,438 18,60 %

P1 Rp205.632,25 Rp166.421,78 19,07 %

I 0,288 0,233 19,07 %

P2 0,194 0,131 32,50 %

P3 0,054 0,030 44,59 %

TABEL 1. INDEKS KEMISKINAN MUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH DISTRIBUSIZAKAT DI LAMPUNG SELATAN

INDEKS SEBELUM SETELAH PERUBAHAN KEMISKINAN DISTRIBUSI ZAKAT DISTRIBUSI ZAKAT (%)

EDWIN/REPUBLIKA