Intelegensi, Kemampuan Berpikir, dan Emosi
Transcript of Intelegensi, Kemampuan Berpikir, dan Emosi
Intelegensi, Kemampuan Berfikir, dan Emosi
Dosen: Ibu Layyinah S.Psi, M.Si
Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan
Makalah ini disusun oleh:
Dzawin Nur Ikram 1111014000126
Dessi Wulandari 1111014000
Maya Syarie 1111014000096
Lili Tsamrotul Karimah 1111014000110
Shendy Pratama 1111014000
Kelas 2C
Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Jakarta
2012
Daftar Isi
Daftar Isi ...............................................................................................................
Bab I Pendahuluan ................................................................................................
Bab II Landasan Teori
A. Intelegensi
1. Pengertian Intelegensi.........................................................................
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi ..................................
3. Intelegensi dan IQ ...............................................................................
4. Pengukuran Intelegensi.......................................................................
B. Kemampuan Berpikir
1. Pengertian Berikir ...............................................................................
2. Macam-macam Berpikir .....................................................................
C. Emosi
1. Pengertian Emosi ................................................................................
2. Macam-macam Emosi ........................................................................
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi .........................................
Bab II Pembahasan
A. Hubungan antara Intelegensi, kemampuan berpikir dan emosi dengan
proses dan hasil belajar ............................................................................
Bab III Kesimpulan ..............................................................................................
Daftar Pustaka ......................................................................................................
Bab I
Pendahuluan
Keberhasilan dari suatu proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat
kecerdasan atau yang biasa disebut sebagai intelegensi, tingkat kogitif (kemampuan
berpikir), dan tingkat penguasaan emosi. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama
lain.
Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa
makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia sejak
lahir, dan sejak itu pula potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan
kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah berkembang, maka fungsinya
semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya
dengan lingkungannya.
Intelegensi juga dapat mempengaruhi aktifitas berpikir. Berpikir merupakan kegiatan
atau tingkah laku yang menggunakan ide dalam mengambil suatu keputusan atau dalam
memecahkan suatu masalah.
Intelegensi dan kemampuan berpikir tidak bekerja sendiri dalam mementukan
keberhasilan proses belajar, ada satu sisi lagi yang harus diperhatikan, yaitu emosi. Pada
umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu yaitu perasaan
senang dan tidak senang. Perasaan senang dan tidak senang yang selalu menyertai
perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat,
kadang-kadang lemah , atau samar-samar saja. Dalam hal warna efektif yang kuat akan
perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-
perasaan seperti ini disebut emosi.
Ketiga hal tersebut saling berkaitan dalam menentukan keberhasilan proses belajar.
Dalam makalah ini, kami menguraikan beberapa definisi antara Intelegensi, kemampuan
berpikir, emosi dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, serta hubungan-hubungan
antara intelegensi, kemampuan berpikir, dan emosi dengan proses dan hasil belajar.
Bab II
Landasan Teori
A. Intelegensi
1. Pengertian Intelegensi
Intelegensi merupakan kemampuan atau kecakapan intelektual yang berdaya guna
dan berhasil guna untuk menghadapi atau bertindak / berbuat dalam suatu situasi atau
dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Berikut ini akan dijelaskan apa yang
dimaksud dengan intellegensi:
o Intelligence is a general capacity of behave in an adaptable and acceptable
manner. (David C Edward, General Psychology, 1968).
o Intelligence-term used to describe a person’s general abilities in a number of
different areas, including both verbal and motor skills (Robert E. Silverman,
Psychology, 1971).
o Intelligence is a global capacity of the individual to act purposefully, to think
rationally and to deal effectively with the environment (Dennis coon, Introduction
to Psychology-Exploration and Application, 1977).
Atau dapat disimpulkan bahwa:
o Intelegensi merupakan kemampuan umum mental individu yang tampak dalam
caranya bertindak / berbuat atau dalam memecahkan masalah atau dalam
melaksanakan suatu tugas.
o Intelegensi merupakan suatu kemampuan umum individu yang menunjukkan
kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak / berbuat atau
memecahkan masalah atau tugas yang dihadapi.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
o Pembawaan, ialah kemampuan / potensi yang dibawa sejak lahir.
o Kematangan, ialah kesiapan suatu fungsi atau potensi untuk dikembangkan.
o Pembentukan, ialah segala faktor luar yang akan mempengaruhi perkembangan
intelegensi.
o Minat, ialah sikap senang terhadap sesuatu hal.
o Kebebasan, ialah kondisi psikologi yang dapat mempengaruhi sikap, performance /
aktivitas seseorang dalam berbuat / mencapai tujuan dalam mewujudkan dirinya.
3. Intelegensi dan IQ
IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ (Intelligence
Quotient) yang hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang
dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Atau dengan kata
lain, IQ menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelegensi / kecerdasan seseorang
yang ditentukan berdasarkan hasil tes intelegensi. Sedangkan intelegensi merupakan
suatu konsep umum tentang kemampuan individu.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental
Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological Age atau CA), skor ini kemudian
dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar penghitungan IQ.
MA = Adalah kemampuan lebih yang dimliki individu pada saat itu
CA = Adalah yang seharusnya dimiliki oleh individu pada saat itu
Namun kemudian timbul permasalahan karena MA akan mengalami stograsi dan
penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus bertambah. Masalah ini kemudian diatasi
dengan membandingkan skor seseorang dengan skor orang lain dalam kelompok umur
yang sama. Cara ini disebut “perhitungan IQ berdasarkan norma dalam kelompok
(Within Group Normal)” dan hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ.
Dengan cara perhitungan seperti ini, maka oramg yang IQ sama dengan rata-rata
kelompok akan memeperoleh nilai 100. Nilai yang lebih tinggi atau lebih rendah dari
nilai rata-rata kelompok akan menentukan posisi IQ orang tersebut dalam kelompok
umurnya.
4. Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi
siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat
tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks
numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age
dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford Binet. Indeks seperti ini
sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William
Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet
ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes
itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan
bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor),
tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor
(Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini
adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang
lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Dari hasil pengukuran tes intelegensi, akan diperoleh tingkatan intelegensi, diantaranya
tingkat jenius, normal, rendah, dan terbelakang.
- Jenius, kemampuan yang luar biasa, dalam ukuran / tingkatan diatas 140
- Normal, mempunyai tingkatan ukuran yang rata-rat 100-110, atau yang disebut
kecerdasan yang rata-rata
- Rendah, kemampuan dibawah rata-rata, tingkat ukurannya antara 70-90
- Keterbelakangan
Anak yang mempunyai kemampuan sangat rendah dan sangat sulit untuk melakukan
tugas atas dirinya. Diantara keterbelakangan ini disebut dengan:
1) Idiot (IQ 0-29), keterbelakangan yang sangat rendah sekali kemampuannya seperti
anak bayi.
2) Imbecile (IQ 30-40), lebih meningkat dari idiot, biasanya anak yang umur 7 tahun
kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3 tahun.
3) Debil (IQ 41-90), yaitu orang yang sedikit kekurangan /kelemahan mentalnya.
B. Berpikir
1. Pengertian Berpikir
Proses belajar pada manusia erat sekali hubungannya dengan proses berpikir.
Berikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu proses simbolis. Misalnya
membayangkan sesuatu yang tidak ada, maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol
tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.
2. Macam-macam Kegiatan Berpikir
Macam-macam kegiatan berpikir dapat digolongkan sebagai berikut:
o Berpikir assosiatif, yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya
ide lain. Jalan pikiran dalam proses assosiatif tidak ditentukan atau diarahkan
sebelumnya, jadi ide-ide timbul dengan sendirinya. Adapun jenis-jenis berpikir
assosiatif ada lima, yaitu:
1) Assosiasi bebas, suatu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain tanpa ada
batasnya.
2) Assosiasi terkontrol, suatu ide tertentu akan menimbulakan ide mengenai hal lain
dalam batas-batas tertentu.
3) Melamun, menghayal bebas tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak
realistis.
4) Mimpi, ide-ide tentang berbagai hal timbul secara tidak disadari.
5) Berpikir artistik, proses berpikir yang subjektif (dipengaruhi oleh pendapat dan
pandangan pribadi).
o Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan
biasanya diarahkan pada pemecahan persoalan. Berpikir terarah ada dua, yaitu:
1) Berpikir kritis, membuat keputusan atau pemeliharaan terhadap suatu keadaan.
2) Berpikir kreatif, menentukan hubungan-hubungan baru antara berbagai hal,
menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem, menenukan
bentuk arsistik baru, dan sebagainya.
C. Emosi
1. Pengertian Emosi
Ada dua macam pendapat mengenai terjadinya emosi. Pendapat nativistik
mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan
pendapat empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses
belajar.
Rene Descrates (1596-1650), salah seorang nativisme, mengatakan bahwa sejak
lahir manusia memiliki enam emosi dasar, yaitu: cinta, kegembiraan, keinginan, benci,
sedih, dan kagum. Sedangkan para tokoh empirisme seperti William James (1842-1910,
Amerika Serikat) dan Carl Lange (Denmark) menyusun teori tentang emosi James-Lange
yang manyatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsangan yang datang dari
luar. Wilhem Wundt (1832-1920) memberikan tiga pasang kutub emosi, yaitu:
Lust-Unlust (senang-tidak senang)
Spannung-Losung (tegang-tidak tegang)
Erregung-Berubigung (semangat-tenang)
2. Macam-macam Emosi
Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi, diantaranya yaitu:
Amarah; benci, mengamuk, beringas.
Kesedihan; muram, pedih, putus asa.
Takut; cemas, gugup, khawatir.
Bahagia; gembira, senang, bangga.
Cinta; persahabatan, kasih sayang, hormat.
Terkejut; kaget.
Jengkel; hina, muak, kesal.
Malu; malu hati
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi
Beberapa ahli psokologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:
a. Pola asuh orang tua
Pengasuhan ini berarti orag tua mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak sesuai denan nrma-norma yang ada
dalam masyarakat (Tarmuji, 2001). Dimana tugas tersebut berkaitan
dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, baik
secara fisik maupun psikologis (Andayani dan Koentjoro, 2004).
b. Jenis kelamin
Perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun
tuntutan sosial berpengaruuh pada perbedaan karakteristik emosi antara
keduanya.
c. Usia
Kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan
fisiologis seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka kadar hormonal
dalam tubuh turut berkurang, sehingga mengakibatkan penurunan
pengeruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto,
2001). Tapi tidak menutup kemungkinan jika seseorang yang sudah tua
kondisi emosionalnya cendrung meledak-ledak . hal ini dapat disebabkan
oleh adanya kalainan di dalam tubuhnya maupun klainan secara fisik.
Kelainan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor makanan yang merangsang
terbentuknya kadar hormonal.
Bab II
Pembahasan
A. Hubungan antara Intelegensi, Kemampuan Berpikir dan Emosi dengan Proses dan
Hasil Belajar
Intelegensi merupakan suatu kemampuan teringgi dari makhluk hidup yang
hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi adalah kemampuan atau kecakapan
intelektual yang berdaya guna untuk menghadapi atau bertindak dalam suatu
situasi atau dalan menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Adapun antara
intelegensi dengan proses dan hasil belajar, yaitu semakin tinggi tingkat
intelegensi seseorang, maka kecepatan, ketepatan, dan keberhasilannya dalam
bertindak atau memecahkan masalah akan semakin tinggi.
Selain faktor intelegensi, ada hal lain yang dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar peserta didik, yaitu kemampuan berpikir dan emosional. Berpikir
adalah aktifitas jiwa yang mempunyai kecendrungan final (final tendency) yaitu
pemecahan persoalan yang dihadapi. Untuk mencapai suatu akta psikis yang
bersifat dinamis. Dimana individu itu sendiri yang merupakan penggerak
prosesnya. Kulpe menyatakan bahwa berpikir adalah proses kesadaran yang tidak
beraga, yang memperoleh tujuan adanya pikiran.
Motivasi merupakan kunci untuk membantu remaja kurang berprestasi
keluar sari situasi yang membelenggunya, namun motivasi tergantung pada
banyak elemen yang diklasifikasikan sebagai elemen emosional. Setiap elemen
berpengaruh pada pembelajaran. Sebab motivasi berkaitan denngan memahami,
mengingat, dan memecahkan masalah. Emosi dan pembelajaran saling
berhubungan dan tak terpisahkan satu sama lain. Jean Piaget menekankan
pentingnya hubungan antara aspek-aspek emosional dalam pembelajaran dan
proses berpikir. Agar anak berhasil dalam proses pembelajaran di kelas,
komponen emosional dalam pembelajaran harus sejalan dengan proses
berpikirnya. Umumnya, emosi yang tidak diinginkan dapat menghalangi cara
belajar yang baik. Kebiasaan remaja di sekoah tidak dapat dipisahkan secara
efektif dari sisi emosional dalam hidupnya. Pengajar tidak hanya perlu mengenali
pentingnya aspek emosional dalam pembelajaran, tapi juga mengarahkan agar
berada dalam kondisi mendukung proses belajar mengajar. Bagaimanapun emosi
memainkan peranana penting dalam proses pembelajaran dan mempengaruhi
keterampilan kognitif seperti menganalisis, menilai, dan mengingat.
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan emosi positif adalah
dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, (dalam Khodijah,
2009:176), kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan
kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan
suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti
bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman,
dan nila yang membahagiakan pada diri si pelajar.
Bab III
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Intelegensi merupakan suatu kemampuan umum individu yang menunjukkan
kualitas kecepatan, ketepatan dan keberhasilannya dalam bertindak / berbuat
atau memecahkan masalah atau tugas yang dihadapi.
Berikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu proses simbolis.
Misalnya membayangkan sesuatu yang tidak ada, maka kita menggunakan ide
atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.
Ada dua macam pendapat mengenai terjadinya emosi. Pendapat nativistik
mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir.
Sedangkan pendapat empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh
pengalaman dan proses belajar.
Emosi saja tidak akan berarti untuk mendukung proses pembelajaran.
Kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir, komponen-komponen di
dalam pikirannya juga harus dioperasikan pada tingkat optimal.
Intelegensi, kemampuan berpikir, dan emosi berpengaruh dalam menentukan
proses dan hasil belajar. Semakin tinggi tingkat intelegensi peserta didik,
semakin tinggi pula kualitasnya dalam belajar. Sehingga kemampuan
berpikirnyapun akan semakin meningkat. Tidak hanya itu, semakin mudah
peserta didik dalam menguasai emosinya, semakin mudah pula mereka dalam
memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi belajar yang baik.
Daftar Pustaka
Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Sabri, M Alisuf. 2001. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya.
___________. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://www.Google.com. Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.