Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa...

download Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

of 16

Transcript of Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa...

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    1/16

    Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai I deological State Apparatus:

    Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    Oleh:

    M. Ghurron Muhajjalin (1006711031)

    DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    2/16

    A. LATAR BELAKANGMahasiswa Indonesia identik dengan pergerakan. Pergerakan adalah tindakan konkrit

    mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change). Gerakan mahasiswa ini mengalami

    tentunya mengalami berbagai perubahan baik arah maupun model dari gerakannya.

    Seperti pada era orde baru dimana gerakan mahasiswa tertuju pada kontrol kebijakan

    pemerintah Indonesia. Sebagai gerakan politik berbasiskan mahasiswa, gerakan

    mahasiswa kemudian menjadi penyambung lidah antara pemerintah sebagai penguasa

    dengan masyarakat sebagai rakyat. Kontrol politik gerakan mahasiswa terhadap kinerja

    maupun kebijakkan pemerintah ini telah memposisikan gerakan mahasiswa pada wilayah

    penting bagi masyarakat. Khususnya pada masa Orde Baru, peran gerakan mahasiswa

    menjadi media sangat penting bagi masyarakat untuk menyuarakan segala aspirasinya.

    Terkungkung oleh kekuatan Orde Baru masyarakat tidak memiliki power dalam

    menyuarakan aspirasinya dalam konteks politik, sehingga sebagai kumpulan kaum

    intelektual gerakan mahasiswa dirasa mampu untuk membawa kepentingan masyarakat

    menuju ranah kekuasaan.

    Namun pasca reformasi gerakan mahasiswa semakin kabur. Mahasiswa Indonesia

    sekarang banyak mengarah ke pragmatisme. Kampus sebagai sumber dari gerakanmahasiswa kini semakin menjauh dari peranan sebenarnya. Perubahan paradigma di mana

    kampus pada sejatinya sebagai tempat mencetak intelektual bermental humanistik

    berubah menjadi tempat mencetak intelektual yang berorientasi pada karir. Standarisasi

    mutu pendidikan adalah idealisme kampus, kuantitas lulusan (semakin banyak

    meluluskan mahasiswa tepat pada waktunya) merupakan suatu keberhasilan bagi kampus

    tanpa melihat dampak pada proses dialektika (pendidikan) mahasiswa itu sendiri.

    Semakin mahalnya biaya pendidikan tentunya merubah pandangan mahasiswa terhadap

    proses pendidikannya untuk sesegera mungkin dapat menyelesaikan tanpa harus melihat

    setelah ia selesai; apakah bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya apa sebaliknya.

    Hal ini (problema kampus) telah memunculkan pragmatisme di kalangan mahasiswa.

    Pragmatisme ini telah merubah orientasi mahasiswa, di mana sebelumnya dunia

    akademik ini dijadikan sebagai media gerakan untuk dapat peka terhadap segala realitas

    sosial kini berubah pada orientasi akademis semata. Hal ini dikarenakan tidak

    berlandasankan terhadap ideologi, sehingga kepekaan terhadap kondisi sosial tidak ada.

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    3/16

    B. TEORI DAN KONSEP

    Reproduksi dari Kondisi Produksi

    Marx mengatakan, bahwa setiap anak pasti tahu bahwa formasi sosial yang bukan

    merupakan reproduksi dari kondisi produksi di saat formasi tersebut diciptakan, tidak

    akan bertahan lebih dari setahun. Maka dari itu, tujuan akhir dari kondisi produksi adalah

    reproduksi dari kondisi produksi tersebut. hal inilah yang sering diabaikan.

    Suatu sudut pandang produksi dan bahkan praktek produksi yang ada telah sangat

    terintegrasi kedalam kesadaran sehari-hari sehingga sangat sulit untuk memberikan

    kesadaran akan adanya sudut pandang reproduksi itu sendiri. Bahkan, segala hal yang

    berada diluar sudut pandang ini dianggap abstrak.

    Sebagai simplifikasi dari penjelasan Althusser, perlu diasumsikan bahwa seluruh formasi

    sosial lahir dari proses produksi yang dominan, kemudian proses produksi yang ada

    mengarahkan tenaga produktif yang ada untuk bekerja pada relasi produksi tertentu.

    Maka dari itu, untuk mempertahankan keberadaannya, setiap formasi sosial harus

    mereproduksi kondisi dari produksi persis seperti saat formasi tersebut dibuat, agar proses

    produksi dapat tetap berjalan. Dua hal yang harus direproduksi adalah tenaga produktif

    dan relasi produksi yang telah terbangun sebelumnya.

    Reproduksi dari Alat Produksi

    Marx telah membuktikan secara gamblang bahwa tidak ada produksi yang mungkin

    terjadi tanpa adanya reproduksi kondisi material dari produksi tersebut: yaitu reproduksi

    dari alat produksi. Para pakar ekonomi dan kapitalis pada umumnya telah mengetahui

    bahwa sangat penting untuk meramalkan apa yang dibutuhkan untuk mengganti apa yang

    telah digunakan dalam produksi setiap tahunnya. Seperti bahan mentah, bangunan,

    instrumen produksi dll. Namun kita tahu bahwa reproduksi dari kondisi material tidak

    akan bisa dipikirkan dalam tingkatan perusahaan, karena hal ini tidak benar-benar nyata

    pada kondisi riil-nya. Yang terjadi pada level perusahaan hanyalah efek yang kemudian

    memberi ide perlunya reproduksi, tapi tidak memberi ruang bagi kondisi dan

    mekanismenya untuk dipikirkan.

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    4/16

    Cotoh sederhananya adalah seperti sebuah perusahaan kapitalis X yang harus

    mereproduksi bahan/ alat produksinya agar proses produksi dapat tetap berjalan. Dia

    kemudian membeli bahan alat produksi yang ia butuhkan pada perusahaan kapitalis Y.

    Perusahaan Y ini tentunya juga membutuhkan alat produksi yang kemudian ia dapat dari

    perusahaan lain. Begitu pula seterusnya. Kebutuhan akan alat produksi akan dipenuhi

    oleh supply. Mekanisme yang kemudian menjadi sebuah alur yang tidak berujung ini

    merupakan bagian dari prosedur global Marx.

    Reproduksi dari Tenaga Buruh

    Tenaga produksi juga menjadi sesuatu yang harus direproduksi (selain alat produksi)

    untuk mempertahankan eksistensi suatu firma/ atau perusahaan. Cara yang digunakan

    oleh perusahaan kapitalis untuk memastikan terjadinya reproduksi tenaga buruh adalah

    melalui gaji. Sesuatu yang akan membuat para buruh mampu mereproduksi dirinya

    sendiri.

    Karena gaji hanya merepresentasikan bagian dari nilai yang diproduksi dari pengeluaran

    untuk tenaga kerja yang sangat diperlukan

    Gaji merupakan pengeluaran untuk tenaga kerja yang sangat diperlukan untuk proses

    reproduksi: sangat dibutuhkan oleh tenaga buruh (yang digunakan untuk memenuhi

    kebutuhan mereka sehingga mereka bisa terus menjadi tenaga buruh dalam durasi

    maksimal), dan juga sangat dibutuhkan untuk mengasuh dan mendidik anak dimana kaum

    proletariat mereproduksi dirinya sendiri sebagai tenaga buruh. Besaran suatu gaji

    merupakan bagian dari perjuangan kelas proletariat (melawan penambahan durasi kerja

    dan pengurangan gaji).

    Namun hal ini belum mampu memastikan bahwa reproduksi yang dilakukan

    menghasilkan tenaga buruh yang mampu memenuhi kondisi material. Suatu tenaga buruh

    haruslah kompeten dan sesuai dengan bagian kerjanya dalam sistem produksi yang

    kompleks. Perkembangan proses produksi juga memaksa para kapitalis untuk

    memproduksi tenaga buruh dengan kemampuan berbeda-beda.

    Reproduksi dari kemampuan buruh umumnya dilakukan diluar produksi, melalui sistem

    edukasi kapitalis, oleh instansi dan institusi lain. Semua yang dipelajari di sekolah (dan

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    5/16

    institusi lain) tidak lain adalah untuk menciptakan tenaga buruh yang kompeten dan

    berkualitas; dan untuk mempertahankan dominasi sosial. Jadi reproduksi tenaga buruh

    bukan hanya sebatas reproduksi kemampuan mereka, tetapi juga reproduksi terhadap

    kepatuhan akan ideologi yang berkuasa atau praktek dari ideologi tersebut.

    Infrastruktur dan Suprastruktur

    Marx telah memaparkan struktur dari setiap masyarakat yang terdiri dari tingkatan

    tertentu yaitu infrastruktur, atau dasar ekonomi (kesatuan tenaga produksi dan relasi

    produksi) dan juga suprastruktur, yang di dalamnya terdapat dua bagian yaitu politik-

    legal (hukum dan negara) dan ideologi.

    Suprastruktur yang menjadi bangunan atas sangat dipengaruhi oleh efektifitas dari

    dasarnya (infrastruktur). Oleh karena itu, sangat penting mengetahui determinasi atau

    tingkat efektifitas infrastruktur untuk memberi penilaian pada keseluruhan sistem.

    Oleh karena itu, sebelumnya harus diketahui arti sebuah konsep yang disebut Marx

    sebagai negara. Negara dapat diartikan sebagai aparat represif. Negara merupakan

    mesin represi yang membuat kelas yang berkuasa mampu memastikan dominasi mereka

    atas kelas pekerja. Negara ini kemudian oleh para Marxis klasik juga disebut sebagai

    aparat negara (state apparatus).

    Esensi dari Teori Negara Marxis

    Negara (dan bentuk eksistensinya dalam aparat) memiliki satu makna yaitu kekuasaan.

    Seluruh perjuangan kelas terjadi dalam negara. kita juga tentunya mengetahui bahwa

    aparat negara dapat selamat walaupun terjadi suatu peristiwa politik yang mempengaruhi

    kekuasaan tanpa merakan pengaruh atau perubahan. Walaupun setelah revolusi, seperti

    tahun 1998 di Indonesia, aparat negara mampu bertahan setelah pengambilalihan

    kekuasaan oleh kaum proletar.

    Maka dari itu, untuk merankum teori Negara dari Marxis, dapat dikatakan bahwa (1)

    negara adalah aparat represif, (2) kekuasaan negara dan aparat negara harus dibedakan,

    (3) tujuan dari perjuangan kelas adalah untuk memperoleh kekuasaan negara, sehingga

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    6/16

    berimbas pada penguasaan atas aparat negara, (4) kaum proletar harus memegang

    kekuasaan negara jika ingin menghancurkan aparat negara.

    Ideological State Apparatuses

    Dalam teori Marxis, aparat negara (State Apparatus) terdiri dari: Pemerintah,

    administrasi, militer, polisi, pengadilan, penjara dll, yang kemudian oleh Althusser

    disebut sebagai Repressive State Apparatus (Aparat Represif Negara).

    Louis Althusser kemudian juga mengemukakan tentang Ideological State Apparatusesyang terdiri dari institusi-institusi yang berbeda dengan represive state apparatus. Berikut

    adalah institusi yang tergolong dalam Ideological State Apparatus (ISA) menurut Louis

    Althusser:

    - Religious ISA (contoh: gereja)- Educational ISA (seluruh sekolah baik yang bersifat publik maupun prifat)- Family ISA- Legal ISA- Political ISA (sistem politik, termasuk partai politik)- Trade-Union ISA- Communication ISA (press, radio, televisi dll,)

    Sebelumnya telah dijelaskan bahwa repressive state apparatus berbeda dengan ideological

    state apparatus. Perbedaan pertama adalah terdapat keragaman/ pluralitas dalam

    Ideological State Apparatus. Selain itu, repressive state apparatus bergerak dalam domain

    publik dan memiliki cakupan yang lebih besar dari ISA. Sedangkan Ideological State

    Apparatus bergerak pada domain privat.

    Namun, perbedaan dasar yang paling esensial antara repressive state apparatus dan

    ideological state apparatus adalah: repressive state apparatus dijalankan/ digerakkan oleh

    kekerasan, sedangkan ideological state apparatus digerakkan oleh ideologi.

    Memang seluruh aparat negara (state apparatus) baik represif maupun ideologis,

    keduanya digerakkan oleh kekerasan dan ideologi. Namun repressive state apparatus

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    7/16

    digerakkan secara masif dan dominan oleh kekerasan, sedangkan ideologi memiliki peran

    sekunder. Namun, ideological state apparatus digerakkan secara masif dan dominan oleh

    ideologi, dan kekerasan memiliki peran sekunder. Seperti sekolah yang selalu memiliki

    metode tertentu dalam memberikan hukuman, pengeluaran, dan seleksi. Tidak akan ada

    aparat yang murni represif ataupun murni ideologis.

    Maka dari itu, aparat negara memiliki dua bagian, yaitu bagian dari institusi yang

    merepresentasikan Repressive State Apparatus dan di sisi lain terdapat bagian dari

    institusi yang merepresentasikan Ideological State Apparatus.

    Ideologi-lah (ideologi yang dimaksud adalah ideologi penguasa) yang menjadi pemersatusebuah ideological state apparatus walaupun terdapat keberagaman dan kontradiksi di

    dalamnya.

    Ideological State Apparatus ini sangat penting. Althusser mengatakan bahwa tidak ada

    kelas yang dapat mempertahankan kekuasaan mereka atas negara dalam periode yang

    lama tanpa mempertahankan hegemoni mereka melalui Ideological State Apparatuses.

    Kelas (atau aliansi kelas) yang berkuasa tidak bisa hanya mengandalkan hukum dalam

    ISA seperti yang dilakukan pada Repressive State Apparatus. Alasan utamanya adalah

    karena adanya resistensi dari kelas yang tereksploitasi yang mampu makna dan

    kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka, atau memenangkan perjuangan kelas

    mereka.

    Reproduksi Relasi Produksi

    Menurut Althusser cara yang digunakan untuk memastikan terjadinya reproduksi dari

    relasi produksi adalah melaui pengaruh kekuasaan negara terhadap aparat negara, baik

    yang represif maupun ideologis. Dalam memahami reproduksi relasi produksi, perlu

    dipahami tiga poin berikut terlebih dahulu:

    1. Seluruh aparat negara digerakkan oleh represi dan ideologi. Dalam repressivestate apparatus, represi menggerakkan secara masif dan dominan, sedangkan

    dalam ideological state apparatus, ideologi menggerakkan secara masif dan

    dominan.

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    8/16

    2. Repressive State Apparatus seluruhnya diatur oleh satu perintah, yaitu oleh kelaspenguasa. Sedangkan Ideological State Apparatus terdiri dari banyak institusi

    yang relatif berdiri sendiri.

    3. Repressive State Apparatus dipertahankan dan dipersatukan dalam satuorganisasi dibawah kepemimpinan pihak representatif dari kelas penguasa,

    sedangkan keberagaman Ideological State Apparatus dipertahankan oleh ideologi

    penguasa.

    Peran dari repressive state apparatus adalah untuk mempertahankan kondisi politik darireproduksi relasi produksi melalui kekuatan (fisik dan lainnya). repressive state apparatus

    mempertahankan kondisi politik melalui represi agar Ideological State Apparatuses dapat

    berjalan.

    Louis Althusser kemudian mengemukakan thesis bahwa Ideological State Apparatus yang

    menempati posisi dominan dalam masyarakat kapitalis dewasa sebagai hasil dari

    perjuangan kelas dalam ranah politik maupun ideologis terhadap Ideological State

    Apparatus lampau, adalah Educational Ideological Apparatus. Berikut adalah argumen

    Althusser terhadap thesisnya tersebut:

    1. Seluruh ideological state apparatuses, berkontribusi untuk hasil yang sama:reproduksi relasi produksi. Seperti relasi eksploitasi oleh kapitalis.

    2. Tiap-tiap ISA berkontribusi dalam sebuah hasil sesuai spesifikasi mereka. Aparatpolitik bertujuan untuk mengarahkan individu pada ideologi politis negara, aparat

    komunikasi bertujuan memberikan nilai-nilai nasionalisme, moralisme,

    liberalisme dll setiap harinya melalui televisi, radio dan semacamnya.

    3. Reproduksi relasi produksi ini dilakukan melalui penanaman nilai dan ideologiseperti nasionalisme, moralisme, dan ekonomisme yang menjadi peran utama

    dalam proses reproduksi.

    4. Ideological State Apparatus yang memegang peran dominan ini adalah sekolahyang menanamkan keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi tenaga produksi dan

    menanamkan ideologi dalam bentunya yang paling murni (etika, filosofi dll.)

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    9/16

    Ideologi

    Di Indonesia saat ini, istilah ideologi secara umum digunakan secara netral sebagai

    seperangkat gagasan yang relatif lengkap tentang dunia dan masyarakat (pandangan

    dunia), yang dimiliki kelompok tertentu. Jadi, kita dapati adanya ideologi kapitalis,

    sosialis, nasionalis, Islam, dsb. Namun, sebagian kalangan Marxis, termasuk Marx sendiri

    dalam The German Ideology, tidak menggunakan istilah ideologi dengan arti seperti

    itu, melainkan dengan arti yang negatif, yaitu sebagai gagasan-gagasan imajiner (tidak

    sesuai dengan kenyataan) yang melanggengkan tatanan sosial yang ada. Biasanya,

    sebagai tandingan dari ideologi, mereka memajukan ilmu pengetahuan.

    Althusser juga meneruskan tradisi ini, tapi ia memberikan pengertian yang berbeda

    dengan apa yang menurutnya merupakan pengertian Marx, yang diambil dari Feuerbach,

    tentang ideologi. Jadi, kalau menurut Marx, apa yang direpresentasikan secara imajiner

    dalam ideologi adalah kondisi keberadaan riil manusia atau relasi-relasi riil di mana

    manusia hidup, maka menurut Althusser, yang direpresentasikan dalam ideologi terutama

    bukanlah hal tersebut, melainkan relasi imajiner individu dengan relasi-relasi riil di mana

    mereka hidup. Adapun distorsi terhadap relasi-relasi riil itu terjadi karena adanya relasi

    imajiner kita dengan relasi-relasi riil tersebut.

    Sebenarnya agak samar apa yang dimaksud Althusser dengan relasi imajiner di atas.

    Namun, berdasarkan pembahasan Althusser mengenai ideologi sebagai konstruksi

    subyek, penafsiran saya adalah bahwa relasi imajiner ini terbentuk akibat konstruksi

    individu sebagai subyek. Sebagai subyek, kita merasa sebagai individu bebas,

    berperilaku dan bertindak sesuai apa yang kita pikirkan, sehingga tindakan dan perilaku

    kita tampak sebagai efek dari gagasan kita. Akibatnya, kita juga melihat secara imajiner

    bahwa kondisi riil kita adalah efek dari diri kita. Padahal, menurut Althusser,

    kenyataannya adalah yang sebaliknya, gagasan kita itu hanya merupakan efek dari

    tindakan kita, yang diatur oleh ritual-ritual yang ditentukan oleh ISA.

    Cara ideologi mengkonstruksi subyek ini disebut Althusser sebagai interpelasi atau

    pemanggilan (hailing). Karena prosesnya memang sama seperti ketika kita dipanggil

    oleh seseorang di jalan, di mana terjadi pengenalan atau penyematan atas diri kita, sifat

    sebagai subyek yang unik dan berbeda dari yang lainkita benar-benar tahu bahwa yang

    dipanggil adalah diri kita, bukan orang lain. Adapun kapitalisme mengkonstruksi kita

    sebagai subyek dalam proses reproduksinya, agar ketika kita memainkan peran kita dalam

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    10/16

    reproduksi kapitalis, kita tidak merasa dipaksa dari luar, tapi merasakannya sebagai

    sesuatu yang memang kita lakukan dengan suka rela.

    Louis Althusser yang melihat bahwa, ideologi merepresentasikan relasi imajiner seorang

    individu pada kondisi eksistensi riil mereka.Althusser melakukan revisi atas term

    ideologi dari asosiasinya dengan false consciousness. Bagi Althusser, ideologi

    bukanlah refleksi sederhana dari kondisi dunia, terlepas apakah palsu atau tidak. Ideologi

    merupakan representasi penting melalui pengalaman kita dalam mempersepsi realitas.

    Dengan term imajiner, Althusser tidak lagi menekankan pada palsu atau tidak, ia malah

    menjelaskan psikoanalisis untuk menekankan bahwa ideologi merupakan serangkaiangagasan dan keyakinan, yang dipertajam melalui unconscious, dalam hubungannya

    dengan kekuatan sosial lainnya.

    Althusser menyatakan bahwa kita dibujuk oleh ideologi yang merekrut kita sebagai

    author dan subjek esensial mereka. Ia menyebut fenomena ini sebagai interpellation,

    yakni proses dimana kita dikonstruksi oleh ideologi yang berbicara pada kita setiap hari

    melalui bahasa dan citra. Dalam term Althusser, kita bukanlah individu unik melainkan

    subjek yang selalu siap diajak bicara oleh diskursus ideologi melalui interpelasi.

    Konsep ideologi Althusser sangat berpengaruh, namun dapat pula dilihat sebagai tindakan

    melemahkan. Jika kita didefinisikan sebagai subjek, melalui interpelasi, maka kita tidak

    dapat berbuat banyak selain mengikuti ideologi yang ditawarkan melalui interpelasi

    tersebut. Dengan kata lain, jika kita telah dikonstruksi sebagai subjek maka secara tidak

    sadar potensi kita untuk melakukan perubahan akan diarahkan dan digiring pada

    konstruksi yang dibangun oleh para produser.

    Untuk memahami interpelasi, kita harus memahami konsep ideologi yang dimaksudkan

    oleh Althusser. Dalam pandangan Althusser, semua ideologi mengkonstitusi subjek,

    meskipun ia berbeda dalam ideologi tertentu. Lebih jauh, Althusser mengungkapkan dua

    tesis mengenai ideologi.Pertama, Ideology represents the imaginary relationship of

    individuals to their real conditions of existence. Tesis pertama ini menawarkan anggapan

    familiar di kalangan pengikut Marxis bahwa ideologi memiliki fungsi untuk menutupi

    susunan eksploitatif yang didasarkan pada kelas sosial.

    Kedua, Ideology has a material existence. Tesis kedua ini memposisikan bahwa

    ideologi tidak berada dalam bentuk ide atau representasi kesadaran dalam pikiran

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    11/16

    seorang individu. Alih-alih, ideologi terdiri dari tindakan dan perilaku yang dikuasi oleh

    penempatan mereka dalam material apparatuses.

    Selain itu, Althusser juga mengakui peranan dari apa yang disebutnya

    sebagai Repressive State Apparatus. Ketika individu dan kelompok menjadi ancaman

    bagi penguasa dominan, negara akan melibatkan Repressive State Apparatus. Yang

    dimaksudkan Althusser dengan Repressive State Apparatus adalah penguasa yang

    melibatkan aparat militer yang melakukan tindakan-tindakan represif untuk mengekalkan

    hegemoni kekuasaan.

    Bagi Althusser, ideologi merupakan salah satu dari tiga unsur atau level primer dariformasi sosial. Jadi, ideologi relatif otonom dari level yang lain, misalnya ekonomi.

    Dengan begitu, ideologi dalam sistem representasinya dipahami sebagai praktik yang

    dijalani dan mentransformasikan dunia materi. Paling tidak, inti pandangan Althusser

    tentang ideologi dapat diidentifikasi sebagai berikut:

    Ideologi memiliki fungsi umum untuk membentuk subjek Ideologi sebagai pengalaman yang dijalani tidaklah palsu Ideologi sebagai pemahaman yang keliru tentang kondisi nyata eksistensi adalah

    palsu

    Ideologi terlibat dalam reproduksi formasi-formasi sosial dan relasinya dengankekuasaan.

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    12/16

    C. PEMBAHASAN

    Dari sini, bisa dikatakan bahwa pendidikan tinggi sebenarnya bertujuan untuk

    mereproduksi relasi produksi yang ada. Proses reproduksi ini dilakukan dengan cara

    pemberian keahlian pada peserta didik (untuk memenuki kebutuhan akan tenaga buruh)

    dan juga melalui penanaman norma, nilai dan cara pandang penguasa ke dalam diri

    mahasiswa untuk mentransmisikan dan melestarikan ideologi kelas penguasa.Inilah yang

    menjadi penyebab utama pragmatisme mahasiswa/ output dari pendidikan tinggi.

    Jadi bisa dikatakan bahwa Undang-Undang negara yang mengatur tujuan

    pendidikan tinggi di Indonesia hanya menjadi sebuah hegemoni yang berusahamenciptakan sebauh kesadaran palsu untuk menjamin terlaksananya reproduksi relasi

    produksi. Undang-undang tersebut dianggap sebagai sebuah hegemoni karena pada

    praktiknya, sistem pendidikan yang dibuat tidak sejalan dengan tujuan yang disebutkan

    dalam konstitusi. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia jelas hanya berorientasi untuk

    mencetak tenaga kerja yang dibutuhkan para kapitalis.

    Dalam relasi negara dan warga negara pihak utama yang memiliki kepentingan

    ideologis dan politis tersebut tentu adalah negara itu sendiri, termasuk pemerintah atau

    rezim berkuasa. Inilah yang disebut oleh Louis Althusser dengan gagasannya mengenai

    aparatus ideologis negara (ideological state apparatuses) dan aparatus represif negara

    (repressive state apparatuses). Althusser menyatakan bahwa tugas dari sistem ekonomi

    apapun adalah mereproduksi kondisi produksi. Termasuk di dalamnya adalah

    memproduksi orang-orang yang akan dapat berpartisipasi dalam proses produksi. Di

    sinilah, dalam konteks negara kapitalis modern, untuk melanggengkan kondisi produksi

    kapitalis tersebut digunakanlah aparatus ideologis negara dan aparatus represif negara.

    Aparatus ideologis negara antara lain adalah ikatan keluarga, partai politik, dan yang

    terpenting adalah pendidikan, sedangkan aparatus represif negara antara lain adalah

    Polisi, tentara, pengadilan, dan hukum. Perbedaan antara aparatus ideologis negara adalah

    ia dilakukan dengan ideologis, sedangkan aparatus represif negara dilakukan dengan

    kekerasan.

    Di sinilah kebijakan negara merupakan bagian dari aparatus represif negara dan

    pendidikan bagian dari aparatus ideologis negara. Keduanya, dalam negara kapitalis

    modern merupakan alat atau apparatus negara dalam melanggengkan hegemoni politik,

    ideologi dan ekonomi. Dalam hal ini terjadilah relasi saling menguntungkan antara negara

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    13/16

    dan kaum borjuis kapitalis. Negara diuntungkan dengan dukungan modal dari kaum

    kapitalis agar selalu dapat mempertahankanstatus quo mereka, sedangkan para kapitalis

    diuntungkan dengan persetujuan dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang makin

    memperlebar dominasi kapitalisme mereka. Namun, terlepas dari analisis Althusser

    tersebut, dapat dikatakan bahwa negara memang pada dasarnya bersifat hegemonik, dan

    penguasa negara selalu berupaya untuk tetap mempertahankan kekuasaannya selama

    mungkin, karena posisi strategis dalam pemerintahan telah menjadikan oknum-oknum

    dan golongan berkuasa mendapatkan keuntungan berlebih, terutama kekuasaan dan harta

    kekayaan. Oleh karena itu, menjadi wajar jika mereka dengan beragam cara berupaya

    untuk menguatkan rezim, membuat citra bagus rezim, berupaya mengontrol dan

    mengendalikan warga negara agar tidak merongrong rezim berkuasa, agar turut

    menguatkan fondasi kekuasaan rezim.

    Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan pemerintah merupakan aparatus represif

    negara yang tepat, ditunjang oleh pendidikan sebagai aparatus ideologis negara. Bisa saja

    terdapat kepentingan rezim berkuasa atau kaum borjuis kapitalis yang menyusup lewat

    kebijakan-kebijakan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan yang secara ideologis, filosofis,

    dan konseptual dirasa tidak sesuai dengan visi ideologis kerakyatan, kebangsaan, dan

    keindonesiaan mesti dikaji secara kritis. Apalagi ketika sudah terbukti bahwa kebijakan

    tersebut, bahkan pada level inisiasinya saja telah menimbulkan pro-kontra di masyarakat

    dan berbuah pada kerusakan sistematis, juga berakibat kesenjangan yang makin jauh

    antara cita ideal dan realita.

    Di sisi lain, UUD 1945, Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah

    mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

    meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan

    kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan,

    "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-

    nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat

    manusia.". hal ini tentunya sangat berlawanan dengan tujuan yang disebutkan

    sebelumnya.

    H.A.R. Tilaar menyatakan bahwa kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari

    berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam konteks Indonesia,

    pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan nasional, yakni pendidikan yang

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    14/16

    mencerdaskan kehidupan bangsa dan pendidikan adalah hak seluruh rakyat, dijabarkan

    dalam berbagai kebijakan pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut

    direncanakan dapat diwujudkan atau dicapai melalui lembaga-lembaga sosial (social

    institution) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal,

    nonformal, dan informal. Namun ketika kenyataannya kebijakan-kebijakan pendidikan

    tersebut banyak yang menyimpang dari visi yang terdapat dalam Pancasila dan UUD

    1945, maka efeknya juga besar karena turut disebarkan melalui ranah pendidikan yang

    memang begitu strategis sebagai aparatus ideologis negara. Kebijakan-kebijakan yang

    kemudian mesti dilaksanakan oleh institusi sosial dan institusi pendidikan tersebut antara

    lain adalah kebijakan dalam arah dan tujuan pendidikan nasional, yang kemudian

    berimbas pada kebijakan kurikulum pendidikan nasional, standard penilaian hasil belajar,

    kebijakan organisasi sekolah, profesionalisme guru, dan lainnya.

    Berdasarkan konsep Althusser, lembaga pembuat kebijakan (dalam hal ini DPR)

    merupakan bagian dari Repressive State Apparatus yang bertujuan untuk menjamin dan

    melindungi terlaksananya tujuan dari pendidikan tinggi, yaitu untuk mereproduksi relasi

    produksi. Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Pemerintah melalui DPR berusaha

    menciptakan Undang-Undang yang tentunya memihak kaum kapitalis borjuis dan

    menjadi pelindung bagi perguruan tinggi untuk melancarkan hegemoninya.

    Pemerintahlah yang merancang sistem pendidikan agar sejalan dengan ideologi

    kelas penguasa. Berikut beberapa argumen yang mendukung pernyataan tersebut:

    Mahasiswa didorong untuk berprestasi secara akademis agar mampubersaing di dunia kerja

    Mahasiswa didorong untuk lulus tepat waktu dengan dalam sistemkurikulum yang cukup padat (dorongan ini semakin diperkuat dengan

    mahalnya biaya pendidikan tinggi)

    Materi dalam pendidikan tinggi dapat dikategorikan dalam dua jenis.Yang pertama adalah materi yang menanamkan keahlian yang spesifik

    untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan yang kedua adalah materi

    yang menanamkan nilai dan norma dari ideologi kelas penguasa untuk

    mempertahankan relasi produksi yang ada

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    15/16

    Faktor-faktor ini kemudian memunculkan anggapan bahwa pendidikan tinggi

    hanyalah sarana mobilisasi sosial. Padahal sebenarnya hakekat pendidikan tinggi adalah

    untuk menunjang peradaban dan kesejahteraan warga negara. yang dimaksud

    kesejahteraan disini tentunya bukan hanya dalam konteks materi, namun juga berarti

    bebas dari eksploitasi kaum borjuis kapitalis.

  • 7/22/2019 Institusi Pendidikan Tinggi Sebagai Ideological State Apparatus: Penyebab Pragmatisme Mahasiswa Indonesia

    16/16

    DAFTAR PUSTAKA

    Althusser, Louis. (1971).Lenin and Philosophy and Other Essays. Monthly Review

    Press: New York

    Althusser, Louis. (1969).For Marx. The Penguin Press