INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM SURVEILANS ...
Transcript of INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM SURVEILANS ...
INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM
SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH (SBS) DI DINAS
KESEHATAN KABUPATEN BANTAENG
SRIWAHYUNI
Nomor Stambuk : 105610 5367 15
PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
i
INOVASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI PROGRAM
SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH (SBS) DI DINAS
KESEHATAN KABUPATEN BANTAENG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
SRIWAHYUNI
Nomor Stambuk : 10561 05367 15
Kepada
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
v
ABSTRAK
Sriwahyuni, 2019. Inovasi Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans BerbasisSekolah (BSB) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng (Dibimbing oleh Abd KadirAdys dan Muhammad Tahir).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Karakteristik Inovasi PelayananPublik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan KabupatenBantaeng. Jenis penelitian ini adalah fenomenologi dengan tipe penelitiankualitatif yang bersifat menjelaskan karakteristik inovasi pelayanan publikProgram Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan KabupatenBantaeng.
Informan penelitian seluruhnya berjumlah 8 orang, masing-masing berasaldari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, beberapa Puskesmas yang ada diKabupaten Bantaeng, dan beberapa sekolah tingkat Sekolah Dasar di KabupatenBantaeng. Informasi penelitian dikumpulkan melalui observasi, wawancara dandokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan Keuntungan Relatif Keuntungan relatif(Relative adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap kejadianpenyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kesesuaian (Compatibility) Inovasi ProgramSurveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat kesesuaiannya dengankondisi dan harapan masyarakat (siswa). Kerumitan (Complexibility) InovasiProgram Surveilans Berbasis Sekolah terdapat beberapa kendala yang dihadapioleh adopter dalam penerapannya. Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji cobakan dan bisamenunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam penerapannya di sekolah.Kemudahan diamati (Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS) menunjukkan tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karenaprogram SBS mempunyai SOP pengumpulan Informasi Surveilans berbasissekolah dengan mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untukmelakukan penyelidikan terhadap penyakit siswa.
Kata Kunci : Inovasi Pelayanan Kesehatan, Program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul
Inovasi Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami berbagai kendala Berkat bantuan, bimbingan, kerja sama dari berbagai
pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi
tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada Bapak Abdul Kadir Adys, S.H., M.M selaku pembimbing I
dan Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.Si selaku pembimbing II yang telah dengan
sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberukan
bimbingan, motivasi arahan dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis
Selama menyusun skripsi.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M, Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Bapak/ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bekal dan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan.
5. Teman-teman mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya
kelas D angkatan 2015 atas segala bantuan dan kebersamaanya selama
menjalani perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak/ibu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng yang telah banyak
membantu penulis mengumpulkan data penelitian.
7. Bapak Dr. Abdul Mahsyar, M.Si dan Ibu Dr. Hj. Rulinawaty Kasmad, S.Sos.
M.Si yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Ayahanda Jabir T dan Ibunda Nur Wahidah, Siti Aisyah, atas segala
pengorbanannya selama ini yang telah memberikan begitu banyak bantuan
moril, materil, arahan dan senangtiasa mendoakan keberhasilan dan
keselamatan bagi penulis.
9. Sahabat seperjuangan Maria Ulfa, Muh. Rinaldy Al-Munawwir, Rahmat
Amiruddin, Hargitayanti, Syahrul Ramadhan Lutfi, Solihin, Nur Aini
Mustakim, Nurhaliza, Nilawati, Eko Eryanto, Muhammad Faisal,
Munawwara, Putri Fatimah, Sri Ayu Andayani yang selalu menemani dan
membantu penulis selama kuliah.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
viii
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, 16 September 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................................ iHalaman Persetujuan........................................................................................... iiHalaman Penerimaan Tim................................................................................... iiiHalaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ...................................................... ivAbstrak ............................................................................................................... vKata Pengantar ................................................................................................... viDaftar Isi.............................................................................................................. viiDaftar Gambar..................................................................................................... xiDaftar Tabel ........................................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4C. Tujuan Penulisan............................................................................... 4D. Manfaat Penulisan............................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian, Konsep dan Teori ........................................................... 7
1. Konsep Pelayanan Publik............................................................ 72. Konsep Good Goovernance ........................................................ 113. Konsep Inovasi Pelayanan Publik............................................... 124. Konsep Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ............................... 21
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 23C. Fokus Penelitian ................................................................................ 24D. Definisi Fokus Penelitian .................................................................. 25
BAB III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 27B. Jenis dan Tipe Penelitian................................................................... 27C. Sumber Data...................................................................................... 28D. Informan Penelitian........................................................................... 28E. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 29F. Teknik Analisis Data......................................................................... 30G. Pengabsahan Data ............................................................................. 31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Objek Penelitian................................................................ 33
1. Deskripsi Kabupaten Bantaeng................................................... 332. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng ....................................... 353. Pelaksanaan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)........................ 44
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan...................................................... 511. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)................................... 502. Kesesuaian (Compatibility)......................................................... 563. Kerumitan (Complexity).............................................................. 61
x
4. Kemungkinan diuji coba (Trialability) ....................................... 655. Kemudahan diamati (Observability) ........................................... 69
BAB V. PENUTUPA. Kesimpulan ................................................................................. 76B. Saran............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Informan Penelitian.....................................................................28
Tabel 4.1 Nama Sungai, Panjang Sungai dan Kecamatan yang dilintasi..............34
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk MenurutKecamatan di Kabupaten Bantaeng 2016, dan 2017............................35
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah(SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53Banyorang Tahun 2018 ........................................................................45
Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diPuskesmas Loka Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018 ............46
Tabel 4.5 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diPuskesmas Baruga Sekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun2018. .....................................................................................................47
Tabel 4.6 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakitdan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)di Puskesmas Lasepang Sekolah Lokus SD Negeri 7 LettaTahun 2019. .........................................................................................47
Tabel 4.7 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53Banyorang Tahun 2019 ........................................................................48
Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka Sekolah Lokus SD InpresLoka Tahun 2019..................................................................................49
Tabel 4.9 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan GejalaPenyakit dan Kelas pada laporan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Kassi-Kassi Sekolah LokusSD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019.................................................49
Tabel 4.10 Hasil Reduksi Data Keuntungan Relatif (Relative Adventage) ..........51
Tabel 4.11 Hasil Reduksi Data Indikator (Compatibility) ....................................57
xiii
Tabel 4.12 Hasil Reduksi Data Indikator Kerumitan (Complexity)......................61
Tabel 4.13 Hasil Reduksi Data Kemungkinan di Uji Coba (Trialability) ............66
Tabel 4.14 Hasil Reduksi Data Kemudahan diamati (Observability)...................70
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagan Kerangka Pikir .....................................................................................24
4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng................39
4.2 Gambar SOP Pengumpulan Informasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)...74
4.3 Gambar Formulir Laporan Bulanan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS).......74
4.4 Gambar Tenaga Penyelidik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)....75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan publik adalah peran dan fungsi utama birokrasi pemerintah selain
fungsi pengaturan, pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan. Peningkatan
kualitas pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan daerah bukanlah pekerjaan
yang mudah seperti membalikkan telapak tangan mengingat pembaharuan
tersebut menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran
birokrasi pemerintahan. Solusi untuk melakukan optimalisasi kualitas pelayanan
publik diperlukan perubahan melalui adopsi dan inovasi program pelayanan
publik yang dapat dilihat dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Hal
tersebut dimaksudkan sebagai suatu penciptaan susunan sosial baru sebagai suatu
hasil dari keinginan yang ingin dicapai bersama yaitu optimalisasi kualitas
pelayanan publik (Mulyadi, dkk 2018).
Inovasi sendiri merupakan sebuah konsep yang baru dalam literatur
administrasi publik. Meskipun demikian dalam perkembangan belakangan ini
sejak lahirnya New Public Management, perhatian terhadap konsep inovasi dan
praktiknya dalam administrasi publik mulai diperhatikan dan menjadi sesuatu
yang penting guna meningkatkan kualitas publik. Dalam konteks administrasi
publik inovasi penting untuk dilakukan agar mampu memberikan jawaban-
jawaban terhadap beragam persoalan dalam praktik tata kelola kepemerintahan,
termasuk dalam fungsi pemerintah untuk pelayanan publik dan pembentukan
kinerja organisasi pemerintahan pada umumnya. Inovasi penting karena beberapa
1
2
hal yaitu banyaknya permasalahn kinerja pelayanan organisasi publik, kondisi
birokrasi pemerintahan berada dalam nuansa zona nyaman birokrasi, urusan dan
masalah dalam birokrasi pemerintah ataupun organisasi publik sangat dinamis
untuk ditangani segera, tuntutan globalisasi, dan perkembangan kemajuan
teknologi informasi LAN (Mulyadi, dkk, 2018).
Merujuk pada peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi
Daerah disebutkan bahwa bentuk inovasi daerah meliputi : inovasi tata kelola
pemerintahan daerah, inovasi pelayanan publik, dan/atau inovasi lainnya sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk dalam
peran pemrintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik (Sakti, 2018).
Inovasi pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Melalui
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi merilis 137 negara yang
disurvei Global Competitinest Report, Indonesia menduduki peringkat ke-37
inovasi pelayanan publik. Mayoritas produk di Indonesia berada pada skala 1-3
dalam tingkat kesiapan Teknologi atau Technology Readness Level (TRL) (Berita
Media, 2018). Di Provinsi Sulawesi Selatan inovasi pelayanan publik telah
mencapai top 40 inovasi pelayanan publik (https://trotoar.id, 2018). Khusus di
Kabupaten Bantaeng daerah kabupaten Bantaeng kian gencar menghadirkan
inovasi untuk masyarakat (news.rakyatku.com, 2019).
Dalam rangka mewujudkan pelayanan publik yang lebih berkualitas
pemerintah Kabupaten Bantaeng yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng,
membuat sebuah inovasi dalam bidang kesehatan melalui Program Surveilans
3
Berbasis Sekolah (SBS). Program SBS merupakan suatu kegiatan pengamatan
terhadap kejadian penyakit pada anak didik serta faktor resikonya kemudian
melaporkan ke petugas kesehatan untuk mendapatkan respon tindak lanjut.
Program SBS ini memadukan beberapa jenis penyakit dan isu masalah kesehatan
lainnya yang dianggap penting dan dapat dideteksi secara mandiri oleh
masyarakat (sekolah). Mekanisme pelaporan yaitu pihak sekolah melakukan
pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan informasi guru kelas I sampai
dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir surveilans setiap hari dan
dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari
dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas Kesehatan. Kemudian
Dinas Kesehatan Distrik Surveilans Officer (DSO) menerima informasi setiap hari
dari sekolah. DSO berkoordinasi dengan Tim Surveilans dan Surveilans
puskesmas untuk melakukan respon secara bersama-sama melakukan kunjungan
ke rumah anak yang menderita sakit dan atau ke sekolah jika terdapat anak yang
masih masuk sekolah walaupun sakit dan atau terdapat kejadian beberapa siswa
yang sakit karena keracunan makanan ataupun sebab penyakit lainnya.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dengan
mengambil satu lokus Puskesmas yang menjalankan Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) yaitu Puskesmas Lasepang dan satu lokus sekolah tingkat dasar
yang menjalankan program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) yaitu SD Negeri 7
Letta. Penelitian ini akan menggambarkan Karakteristik Inovasi Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
dengan menggunakan Karakteristik Inovasi menurut Everett M. Rogers yang akan
4
dijabarkan dalam kajian ini. Sehingga penelitian ini mengangkat judul : “Inovasi
Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan masalah yang
akan dijadikan tolak ukur dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Keuntungan Relatif (Relatif Adventage) Inovasi Pelayanan Publik
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng?
2. Bagaimana Kesesuaian (Compatibility) Inovasi Pelayanan Publik Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng?
3. Bagaimana Kerumitan (Complexity) Inovasi Pelayanan Publik program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng?
4. Bagaimana Kemungkinan diuji Coba (Trialability) Inovasi Pelayanan Publik
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng?
5. Bagaimana Kemudahan diamati (observability) inovasi pelayanan publik
program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka studi penelitian ini
diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
5
1. Untuk mengetahui bagaimana Keuntungan Relatif (Relatif Adventage)
Inovasi Pelayanan Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
2. Untuk mengetahui bagaimana Kesesuaian (Compatibility) Inovasi Pelayanan
Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng?
3. Untuk menghetahui bagaimana Kerumitan (Complexity) Inovasi Pelayanan
Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng.
4. Untuk mengetahui bagaimana Kemungkinan diuji Coba (Trialability)
Inovasi Pelayanan Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
5. Untuk mengetahui bagaimana Kemudahan diamati (Observability) Inovasi
Pelayanan Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan penunjang
pengembangan ilmu sosial dan ilmu politik, dan khususnya ilmu administrasi
Negara.
6
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini sebagai bentuk sumbangsih terhadap pemerintah
Kabupaten Bantaeng dalam mengembangkan program inovatifnya yaitu
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)”.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori
1. Konsep Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan pemberian layanan kebutuhan masyarakat yang
memiliki kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan. Di era modernisasi, lembaga dan propesi pelayanan
publik menjadi sangat penting. Pelayanan publik tidak lagi menjadi suatu kegiatan
sambilan, tanpa aturan, gaji dan jaminan sosial. Sebagai sebuah lembaga
pelayanan publik harus bisa menanggung keberlangsungan administrasi negara
melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan dan pengelolaan sumberdaya
yang berasal dari dan kepentingan masyarakat (Mulyadi, 2016).
Menurut Lonsdale (1994) dalam Mulyadi (2018) Pelayanan publik adalah
semua yang disiapkan oleh pemerintah atau pihak swasta karena pada umumnya
masyarakat tidak dapat memenuhi keinginannya kebutuhannya sendiri, kecuali
secara bersama-sama untuk mencapai kesejahteraan sosial masyarkat. Senada
dengan Moenir dalam Mulyadi (2016) Pelayanan publik yaitu kegiatan yang
dikerjakan sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,
prosedur dan metode tertentu guna memuaskan keperluan masyarakat, sesuai
dengan haknya. Semua yang menyangkut masyarakat yang dilaksanakan
pemerintah adalah kegiatan dalam pelayanan publik.
Menciptakan layanan yang baik dan maksimal dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, ada asas-asa yang perlu untuk diterapkan. Asas-asas adalah
7
8
prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman pengorganisasian, acuan dalam kerja,
serta acuan penilaian kinerja lembaga penyelenggara pelayanan publik. General
Principles of good administration asas-asas yang dikategorikan dalam asas-asas
umum administrasi publik, asas-asas ini bersifat umum yang menyentuh hakekat
pelayanan publik sebagai wujud dan upaya perwujudan tugas pemerintah dalam
memuaskan kebutuhan masyarakat banyak dan perwujudan tugas perintah
perundang-undangan (Mulyadi, 2016). Persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik mensahkan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Adapun tujuan-tujuan yang
termuat dalam undang-undang tersebut yaitu adanya batasan dan hubungan yang
jelas tentang hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan seluruh pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, adanya sistem pelayanan
publik yang layak sesuai dengan asas-asas pemerintahan, terwujudnya
penyelenggaraan pelayanan publik yang tercermin dalam peraturan perundang-
undangan, dan adanya perlindungan dan kepastian hukum untuk masyarakat
dalam pelaksanaan pelayanan publik (Ulum 2018).
Denhard & Denhard dalam Minasari (2016) mengungkapkan bahwa terdapat
tiga perspektif administrasi publik, yaitu :
a. Paradigma Old Public Administration
Paradigma Old Publik Administration (OPA) atau biasa disebut paradigm
administrasi publik klasik, dimulai sejak awal kelahiran dari administrasi publik
itu sendiri. Kurniawan dalam Mulyadi (2016) mengatakan pada masa
9
perkembangan awal, administrasi publik dikenal dengan konsep yang sangat
legalistik, terinstitusional, dengan berbagai macam aturan yang mengikat, struktur
organisasi yang hirarkis tidak menyakinkan adanya koordinasi dan berbagai
fungsi sehingga sangat sentralistik dan pemberian pelayanan publik didominasi
oleh pemerintah. Pemerintah adalah penguasa tunggal yang dalam pembuatan
peraturan diambil alih sepenuhnya tanpa melibatkan aktor-aktor lainnya. Hal
tersebut menimbulkan dampak dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan
pemerintah yang desain birokrasinya cenderung “gemuk”. Masyarakat juga
dihadapkan pada proses pelayanan yang berbelit-belit dan tidak adanya lagi
hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, seakan-akan terjadi pembatasan
yang jelas antara pemerintah dengan masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan
adanya batasan-batasan jelas pemerintah dengan masyarakat.
b. Paradigma New Public Management
Paradigma New Public Management muncul di Inggris, New Zaeland, USA
dan Kanada. Pendekatan NPM atas manajemen publik bangkit selaku kritik atas
birokrasi. Birokrasi dianggap enggan untuk maju, kompleksitas hirarki jabatan
dan tugas, dan sistem pembuatan keputusan yang top-down. Juga birokrasi
dianggap telah menjauhkan diri dari harapan publik. Istilah management pada
NPM mangandung makna yang lebih agresif dari administration. Pelayanan
publik di era NPM cenderung berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan
dirinya daripada memperjuangkan kepentingan umum. Semangat pelayanan
publik melampaui orang-orang yang secara resmi bekerja untuk pemerintah,
orang-orang yang kita anggap sebagai pelayanan publik namun, jalan-jalan
10
dimana mereka dapat membawa banyak talenta mereka untuk ditanggung agak
terbatas. Sebagian kami pikir karena selama beberapa dekade terkahir kami telah
beberapa kali telah beberapa kali membatasi peran kewarganegaraan lebih
memilih untuk memikirkan orang sebagai pelanggan daripada warga negara
(Denhard & Denhard, 2007).
c. Paradigma New Public Service
Menurut Denhard & Denhard dalam Mirnasari (2013) pemilik kepentingan
sebenarnya adalah masyarakat maka tanggung jawab dalam melayani dan
memberdayakan warga negara menjadi sebuah keharusan bagi para pelayan
publik melalui penyelenggaraan administrasi publik dan pelaksanaan kebijakan
publik. Mengubah arah kedudukan warga negara, mengedepankan nilai, serta
fungsi pemerintah yang demikian tersebut melahirkan pemikiran yang baru dalam
administrasi publik yang disebut New Public Service. Pelayanan publik pada
paradigma ini warga negara tidak hanya dipandang sebagai persoalan individu
namun juga melibatkan kepercayaan, nilai dan kepedulian terhadap orang lain.
NPS memposisikan warga negara pemilik pemerintahan bukan lagi sebagai
pelanggan dan juga bertindak secara bersama-sama untuk mencapai sesuatu yang
lebih baik.
Denhard & Denhard dalam Semil (2013) Layanan publik baru menunjukkan
bahwa orang yang bertindak sebagai warga harus memperlihatkan kepeduliannya
untuk masyarakat, mereka berkomitmen untuk hal-hal yang melampaui
kepentingan jangka pendek, dan meraka bersedia memikul tanggung jawab
pribadi untuk hal yang terjadi di lingkungan mereka dan masyarakat. Semuanya
11
menjadi unsur penentu kewarganegaraan yang efektif dan bertanggung jawab.
Pada gilirannya, pemerintah dituntut kepekaannya terhadap kebutuhan dan
kepentingan warga negara. Dalam kasus apapun. Pelayanan publik baru semakin
mendorong tanggung jawab mereka untuk administrasi publik yang sensitif
terhadap suara masyarakat.
2. Konsep Good Governance
(Anggara, 2016) secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah
kepemerintahan yang baik (good governance) terdapat dua pemahaman, pertama
nilai yang membawa kepentingan rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
mengembangkan kesanggupan rakyat dalam mencapai tujuan (nasional)
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Dalam pelaksanaan
tugas pemerintah yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan negara terangkum
dalam dua aspek fungsional pemerintah. Kepemerintahan yang baik (good
governance) beriorentasi pada dua hal, yaitu pertama orientasi ideal negara yang
diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Kedua, pemerintahan berfungsi secara
ideal, yaitu efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.
Sejak pergeseran paradigma manajemen pelayanan publik pada masa tahun
1980an dari pemerintah ke governance, dalam aktivitas proses kebijakan maupun
penyelenggaraan layanan publik terus diupayakan terjadinya perubahan ide atau
parktik governance. Inovasi governance menjadi sebuah wacana yang menarik
dikalangan praktisi administrasi publik dan masyarakat akademisi dalam konteks
pengembangan paradigma governance. Inovasi governance hadir sebagai tema
utama dalam perdebatan terkini tentang upaya membangun kinerja sektor publik,
12
terutama didalam manajemen pelayanan publik. Ini merupakan refleksi dari
kondisi kinerja sektor publik yang selama ini masih belum maksimal.
Dibandingkan dengan sektor swasta, daya adabtabilitas dan tingkat kompetivitas
sektor publik masih jauh tertinggal. Rendahnya daya kompetitif sektor publik
dengan demikian yang disebabkan oleh faktor iklim protektif yang selama ini
mengitari kehidupan sektor publik. Menghadapi situasi demikian para akademisi
dan praktisi administrasi publik tidak bisa berdiam diri dan harus melakukan
terobosan-terobosan untuk memperbaiki pelayanan publik. Wibawa, (2009).
3. Konsep Inovasi Pelayanan Publik
Inovasi adalah konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi publik
(public administration). Inovasi pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu
ide, atau pemikiran kreatif, terobosan untuk mempermudah kinerja. Inovasi
pelayanan publik tidak mewajibkan hanya pada penemuan baru, tetapi juga
pendekatan baru yang tidak mempunyai batas. Kemudian muncul gagasan lebih
modern untuk meningkatkan dan memudahkan peningkatan kualitas pada inovasi
yang sebelumnya (Basuki, 2018).
Istilah Inovasi berasal dari istilah bahasa inggris innovation berarti
perubahan. Inovasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan atau
pemikiran manusia untuk menemukan sesuatu yang baru berkaitan dengan input
diartikan sebagai pola-pola pemikiran atau ide manusia yang disumbangkan pada
temuan baru. Selanjutnya, inovasi yang berkaitan dengan output berdasarkan
definisi tersebut lebih ditujukan pada hasil yang dicapai terutama penggunaan
pola pemikiran dan metode atau teknik kerja yang dilakukan. Ketiga elemen
13
dalam inovasi tersebut sesungguhnya membentuk suatu kesatuan yang utuh
(Makmur, dkk, 2015).
Urabe (1988) Inovasi merupakan generasi baru dan implementasinya ke
dalam produk atau layanan baru. Inovasi dalam konteks Ilmu Administrasi Publik
merupakan proses memikirkan dan melaksanakan suatu ide yang memiliki unsur
kebaruan dan kebermanfaatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada
pemilik kepentingan yakni masyarakat. LAN (2015) Inovasi adalah jawaban atas
segala permasalahan dalam organisasi (Mulyadi, dkk, 2018).
Rogers (2003) sebuah inovasi adalah ide, praktik, atau objek dinyatakan baru
oleh individu atau unit adopsi lainnya. Kebaruan dalam suatu inovasi tidak perlu
hanya melibatkan pengetahuan baru. Seseorang mungkin telah mengetahui
tentang suatu inovasi untuk beberapa waktu tetapi belum mengembangkan sikap
yang baik atau tidak baik terhadapnya, atau dia belum mengadopsi atau
menolaknya. Kebaruan suatu inovasi dapat diekspresikan dalam bidang
pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk mengadopsi.
LAN (2015) Inovasi penting dilakukan karena beberapa hal yaitu banyaknya
permasalahan kinerja pelayanan organisasi publik, kondisi birokrasi pemerintahan
berada dalam nuansa zona nyaman birokrasi, maka dari itu pemerintah harus
keluar dari zona nyaman birokrasi (Mulyadi, dkk, 2018).
Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah
disebutkan bahwa bentuk inovasi daerah meliputi : inovasi tata kelola
pemerintahan daerah, inovasi pelayanan publik, dan/atau inovasi lainnya sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk dalam
14
peran pemrintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik (https:/www.setkab.go.id).
Menurut Dwiyanto dalam Mulyadi (2018) Inovasi penting untuk dilakukan
dalam administrasi publik karena beberapa hal sebagai berikut :
a. Dinamika perubahan di tingkat nasional, global, regional maupun lokal, yang
berlangsung secara cepat, menuntut berbagai penyesuaian dalam
pembangunan dan pengembangan daerah wilayah.
b. Pembangunan dan pengembangan wilayah tidak lagi bisa dilaksanakan
dengan cara-cara konvensional maupun membutuhkan sistem dan sumber
daya manusia yang kreatif.
c. Kebutuhan berbagai terobosan yang kreatif dan inovasi berbasis ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, terutama dalam rangka
meningkatkan daya saing wilayah, sektor pemerintahan, sektor dunia usaha,
akademisi, dan komunitas berbasis masyarakat dalam menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan lingkungan.
d. Pelaksanaan pembangunan yang semakin maju dengan berpegangan pada
prinsip berkelanjutan (sustainability).
Menurut Rogers (1983) terdapat lima karakteristik/atribut inovasi yaitu :
a. Keuntungan relatif (Relative adventage)
Keuntungan relatif adalah salah satu prekdiktor terbaik dari suatu inovasi.
Tingkat kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat dari keuntungan
ekonominya, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain. Oleh
15
karena itu ketika kebaruan akan diterapkan maka pertimbangan manfaat
menjadi penting
b. Kesesuaian (Compatibility)
Kesesuaian adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap sesuai dengan nilai,
pengalaman, dan keperluan pengadopsi potensial dan lebih cocok dengan
situasi kehidupan individu. Kecocokan semacam itu membantu individu
memberi makna pada gagasan itu sehingga dianggap sebagai sesuatu yang
lazim. Sebuah inovasi tidak bisa dilompati dengan nilai-nilai dan
kepercayaan sosila. Dengan ide yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan
kebutuhan klien untuk inovasi.
c. Kerumitan (Complexibility)
Kerumitan adalah jika sederhana tingkat inovasi maka semakin mudah
tingkat penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya jika rumit tingkat inovasi
maka semakin sulit tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi.
d. Kemungkinan dicoba (Trialability)
Kemampuan uji coba adalah inovasi yang dapat dicoba maka dengan mudah
penerimaan inivasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya.
e. Kemudahan diamati (Observability)
Kemudahan diamati adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati
semakin dapat dan mudah diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat
menerima inovasi tersebut.
16
Kuratko dan Hodge (2004) dalam Suharsaputra (2016) menyebutkan sumber-
sumber inovasi sebagai berikut :
a. Kejadian tak terduga (Unexpected occurrence)
Keberhasilan atau kegagalan yang tidak terantisipasi atau tidak direncanakan
dapat menjadi kejutan inovasi bagi organisasi.
b. Keganjilan (Incongruities)
Ketika terjadi kesenjangan antara realitas dengan yang diharapkan akan
mendorong munculnya inovasi untuk menguasai hal tersebut.
c. Kebutuhan proses (process needs)
Kebutuhan akan suatu proses untuk lebih bermutu bisa menjadi sumber
inovasi.
d. Perubahan industry dan pasar (industry and market changes)
Inovasi juga bisa tumbuh karena terjadinya perubahan-perubahan dalam
industri dan pasar yang memunculkan peluang-peluang untuk dimanfaatkan.
e. Perubahan demografik (demografhic changes)
Perubahan penduduk dalam trend jumlah usia, pendidikan dan juga pekerjaan
akan menjadi sumber yang mendorong inovasi.
f. Perubahan persepsi (perceptual change)
Perubahan dalam cara penafsiran atas fakta-fakta dan konsep-konsep akan
mendorong perubahan mendasar dalam persepsi, modal dan makna akan
diwujudkan, dituntut.
g. Berdasarkan konsep pengetahuan (knowledge based concepts)
17
Konsep-konsep berbasis pengetahuan akan menjadi sumber inovasi bila terus
dikembangkan melalui cara pikir baru, metode baru, dan pengetahuan baru
sebagai pengembangan dan berpikir ilmiah.
Danim, memfokuskan pada tiga aspek inovasi yaitu :
a. Gagasan baru merupakan suatu kegiatan pengamatan pada persoalan-
persoalan yang ada, gagasan baru tersebut berupa ide, gagasan, pemikiran,
sistem yang mencapai gagasan perubahan wujud.
b. Produk dan jasa merupakan tingkatan selanjutnya dari gagasan brau yang
akan dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, mengkaji, pengamatan sehingga
mencipatakan konsep yang berwujud produk dan jasa yang akan diterapkan
kemudian dilaksanakan.
c. Upaya perbaikan merupakan usaha mengembangkan dan memperbaiki secara
berkelanjutan sehingga manfaat dari hasil inovasi dapat diamati.
Haverlock dalam Suharsaputra (2016) menyatakan proses adopsi inovasi
dalam individu atau kelompok :
a. Awareness stage, individu memperoleh informasi suatu inovasi kemudian
menyadari akan adanya inovasi.
b. Interest stage, tumbuh minat untuk mnegtahui lebih jauh tentang inovasi dan
mulai mengembangkn sikap terhadapnya.
c. Mental stage, individu aktif menilai inovasi mencapai bagaimana
mengimplementasikannya dan mencari informasu penilaian dari orang lain.
d. Trial stage, individu mencoba melaksanakan secara terbatas untuk melihat
bekerja tidaknya inovasi.
18
e. Integration stage, individu mengimplementasikan inovasi sedemikian rupa,
sehingga menjadi pelaku yang rutin.
Rogers (1983) lima tahap proses keputusan inovasi :
a. Knowledge, pengetahuan meruapakan tahap seseorang mendapat informasi
tentang inovasi, dan mendapat pemahaman tentang fungsinya dari inovasi.
b. Persuasion, tahap yang terjadi apabila seseorang membentuk sukap
menyukai atau tidak terhadap inovasi.
c. Decision, tahap keputusan yaitu seseorang ikut serta dalam aktivitas untuk
memilih mengadopsi atau menolak inovasi.
d. Implementation, tahap keputusan menggunakan inovasi.
e. Comfirmation, tahap keputusan mencari penguatan terhadap inovasi yang
dibuat dan akan berubah jika terjadi konflik tentang inovasi.
Adapun tipologi inovasi di sektor publik menurut Halvorsen dalam Suyono
(2015) adalah sebagai berikut :
a. New or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang diperbaiki).
b. Process innovation (inovasi proses).
c. Administrative innovation (inovasi administrasi).
d. System innovation (inovasi sistem)
e. Conceptual innovation (inovasi konseptual) yaitu perubahan dalam outlook.
f. Radical change of rationality (perubahan radikal) yaitu peralihan pendapat
umum dari petugas administrasi.
Dalam inovasi aspek yang penting berhubungan dengan level inovasi yang
menggambarkan variasi besarnya dampak yang dimunculkan oleh inovasi yang
19
sedang dijalankan. Level inovasi yang dikemukakan Mulgan dan Albury dalam
Mirnasari (2013) :
a. Inovasi Inkremental
Inovasi Inkremental adalah inovasi yang hanya mendatangkan perbaikan-
perbaikan kecil terhadap pelayanan. Terobosan baru pada level ini pada
umumnya jarang membawa perbaikan-perbaikan dalam organisasi. Meskipun
demikian inovasi incremental mengambil peranan yang penting dalam
kebaruan pada sector publik, dalam hal ini dapat mendatangkan perbaikan-
perbaikan kecil yang bisa ditetapkan secara terus menerus yang mampu
meciptakan rajutan pelayanan yang cepat pada terhadap masyarakat, serta
menjunjung tinggi nilai tambah uang.
b. Inovasi radikal
Inovasi Radikal adalah level inovasi yang menawarkan metode yang baru
dalam pelayanan publik. Inovasi level ini jarang diterapkan karena
memerlukan unsurr politik yang besar karena umumnya memilki resiko yang
besar pula. Inovasi radikal dibutuhkan untuk menggiring perbaikan pelayanan
publik yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang pernah
diabaikan.
c. Inovasi transpormatif
Inovasi transformatif memperoleh perubahan dalam struktur angkatan kerja
dan keorganisasian dengan mentrasnformasi semua sektor dan secara
dramatis mengubah keorganisasian. Untuk memperoleh hasil yang yang akan
20
dicapai dan membutuhkan perbaikan dasar dalam susunan sosial, budaya dan
organisasi inovasi level ini membutuhkan waktu yang lama.
Rogers (2003) mengemukakan Sebuah organisasi dalam mengadopsi inovasi
melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Tahap Perintisan (Initation)
Tahapan perintisan terdapat dua fase yaitu fase agenda setting dan matching.
Kedua fase tersebut sebagai tahapan awal pengenalan situasi dan pemahaman
terhadap masalah yang ada dalam organisasi.
1) Tahapan agenda setting dilakukan proses identifikasi dan penetapan
prioritas kebutuhan dan masalah. Selanjutnya melakukan pencarian
dalam lingkungan organisasi untuk menentukan lokasi dimana inovasi
akan diterapkan. Tahapan ini memakan banyak waktu yang sangat
lama. Tahapan yang dikenal dengan tahapan adanya kesenjangan
kinerja (performance gap).
2) Fase selanjutnya yaitu fase matching atau penyesuaian. Tahapan
masalah sudah dapat diidentifikasi atau melakukan penyesuaian pada
inovasi yang akan diterapkan.
b. Tahapan Pelaksanaan (Implementation)
Pada tahapan ini perintisan sudah menghasilkan sebuah keputusan untuk
mencari dan menerima inovasi yang dianggap bisa menyelesaikan masalah
organisasi. Tahapan pelaksanaan ini terdiri dari fase redefinisi, klarifikasi dan
rutinisasi.
21
1) Fase redefinisi, pada fase ini semua inovasi yang diadopsi mulai
kehilangan karakter asingnya. Meredefinisi masing-masing dan
mengalami proses perubahan untuk saling menyesuaikan baik inovasi
maupun organisasi.
2) Fase klarifikasi, pada fase ini inovasi yang diadopsi secara meluas
dalam organisasi dan mempengaruhi elemen-elemen organisasi dalam
sehari-hari.
3) Fase rutinisasi, pada fase ini inovasi tidak lagi dianggap sebagai produk
baru atau cara baru tetapi sudah dianggap bagian dari organisasi karena
telah menjadi bagian rutin organisasi.
4. Konsep Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Survelains Berbasis Sekolah (SBS) merupakan program inovatif pemerintah
daerah Kabupaten Bantaeng melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng). Latar
belakang program SBS yaitu secara epidemiologi penyebaran penyakit di
kalangan anak sekolah di Indonesia masih cukup tinggi serta angka kematiannya
pun cukup tinggi khususnya penyakit-penyakit menular dan berbasis lingkungan
lainnya. Usia sekolah dasar adalah kelompok dengan sasaran peserta didik yang
sangat besar yang sangat mudah dan rentan terjadinya penularan berbagai
penyakit. Secara normatif Program SBS mengacu pada peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 pasal 2 tentang Surveilans
Epidemiologi. Sasaran penyelenggaraan Surveilans kesehatan yaitu tersedianya
informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit dan faktor risikonya serta
masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai
22
bahan pengambilan keputusan, terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap
kemungkinan terjadinya wabah dan dampaknya, terselenggranya investigasi dan
penanggulangan wabah, dan dasar penyampaian informasi kesehatan kepada
pihak yang berkepentingan.
Surveilans merupakan suatu kegiatan pengamatan secara terus menerus dan
sistemik terhadap penyakit maupun masalah kesehatan serta faktor resiko melalui
proses pengumpulan data, pengolahan, analisa, interpretasi dan desiminasi
informasi agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien. Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) adalah suatu kegiatan
pengamatan terhadap kejadian penyakit di Sekolah, serta faktor resikonya
kemudian dilaporkan ke petugas kesehatan untuk mendapatkan respon tindak
lanjut. Tujuan program SBS adalah mendeteksi sedini mungkin muncul dan
berkembangnya penyakit serta masalah kesehatan di sekolah dan faktor yang
mempengaruhi sehingga dapat dilakukan tindakan secara cepat, efektif dan
efisien, dan mendapat gambaran epidemiologi penyakit atau masalah kesehatan
melalui kegiatan penyelidikan/pelacakan di lingkungan Sekolah maupun tempat
tinggal siswa yang sakit.
Program SBS ini memadukan beberapa jenis penyakit dan isu masalah
kesehatan lainnya yang dianggap penting dan dapat dideteksi secara mandiri oleh
masyarakat (sekolah). Program ini juga diharapkan berkontribusi terhadap upaya
pengendalian penyakit dan masalah kesehatan dalam kaitannya dengan isu atau
komitmen dunia. Mekanisme pelaporan yaitu pihak sekolah melakukan
pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan informasi guru kelas I sampai
23
dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir surveilans setiap hari dan
dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari
dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas Kesehatan. Kemudian
Dinas Kesehatan Distrik Surveilans Officer (DSO) menerima informasi setiap hari
dari sekolah. DSO berkoordinasi dan Surveilans puskesmas untuk melakukan
respon secara bersama-sama melakukan kunjungan ke rumah anak yang menderita
sakit dan atau kesekolah jika terdapat anak yang masih masuk sekolah walaupun
sakit dan atau terdapat kejadian beberapa siswa yang sakit karena keracunan
makanan ataupun sebab penyakit lainnya. Penyakit dan masalah kesehatan
sekolah hanya melaporkan siswa yang sakit berdasarkan gejala, petugas kesehatan
yang menentukan jenis penyakitnya. Umpan balik tim tekhnis SBS Kabupaten dan
Puskesmas membuat analisis sederhana terkait penyakit serta faktor-faktor resiko
yang menjadi masalah kesehatan pada anak sekolah dan hasilnya dikirimkan ke
pihak sekolah sebagai bahan informasi kesehatan. Umpan balik minimal setiap 3
bulan terkecuali pada kondisi khusus.
B. Kerangka Pikir
Solusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dibutuhkan perubahan
melalui adopsi inovasi. Kemunculan sebuah inovasi melalui ide-ide baru, dan
untuk menjadi inovasi perlu implementasinya. Dan ide ke implementasi adopsi
inovasi ditentukan oleh banyak hal, dan karakteristik inovasi merupakan faktor
yang menetukan apakah adopsi inovasi akan segera dilakukan atau tidak.
Mempertimbangkan karakteristik inovasi menjadi hal yang penting sebagai dasar
bagi adopter maupun kreator ide-ide baru untuk terus mengembangkannya
24
sehingga capaian inovasi memberikan gambaran yang produktif. Merujuk pada
teori karakteristik inovasi Everett M. Rogers ada lima karakteristik yaitu
Keuntungan Relatif (Relatif advantage), Kesesuaian (Compatibility), Kerumitan
(Complexibility), Kemungkinan dicoba (Trialability), Kemudahan diamati
(Observability).
Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Pikir
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada Karakteristik Inovasi Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
Inovasi Pelayanan Publik Program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
1) Keuntungan Relatif (Relatif advantage)2) Kesesuaian (Compatibility)3) kerumitan (Complexibility)4) Kemungkinan diuji coba (Trialability)5) Kemudahan diamati (Observability)
Performance Inovasi di DinasKesehatan Kabupaten Bantaeng
25
D. Definisi Fokus Penelitian
1. Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah adalah program inovatif
pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
Inovasi Program Surveilans adalah program pengamatan dan pemantauan
secara terus menerus oleh pihak sekolah terhadap penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor risiko pada anak didik dan dilaporkan pada pihak
terkait/petugas untuk mendapatkan respon tindak lanjut.
2. Keuntungan Relatif (Relative adventage)
Keuntungan relatif merupakan predikat yang melekat pada suatu inovasi,
produk baru atau ide-ide baru yang unggul dan menunjukkan tingkat
kebermanfaatannya. Keuntungan relatif dari inovasi yang diterima oleh
masyarakat akan menentukan kecepatan adopsinya.
3. Kesesuaian (Compatibility)
Kesesuaian merupakan tingkat sebuah inovasi yang ada konsisten dari nilai-
nilai yang ada, kebutuhan-kebutuhan adopsi potensial, dan pengalaman-
pengalaman masa lalu. Penerimaan dari masyarakat merupakan respon positif
yang akan mempercepat inovasi.
4. Kerumitan (Complexibility)
Inovasi yang baru tentunya memiliki kerumitan, bisa saja tingkat
kerumitannya lebih tinggi dibanding inovasi yang sebelumnya. Akan tetapi
karena sebuah temuan baru menwarkan hal yang baru dan lebih baik maka
tidak menjadi masalah penting tingkat kerumitan inovasi yang baru.
26
5. Kemungkinan dicoba (Trialability)
Kemampuan diuji coba adalah inovasi yang dapat dicoba maka dengan
mudah penerimaan inovasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat
dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya.
6. Kemudahan diamati (Observability)
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi mana inovasi bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
7. Performance Inovasi
Performance inovasi merupakan tingkat pencapaian tujuan dari temuan baru
atau ide-ide kreatif dari organisasi.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan setelah seminar proposal dari tanggal
27 Mei 2019 s/d 27 Juli 2019. Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantaeng dengan pertimbangan bahwa program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) ini diluncurkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng..
Program SBS ini adalah program kesehatan yang diperuntukkan untuk anak-anak
bersekolah agar meningkatkan prestasi belajar anak-anak di Kabupaten Bantaeng.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang akan
menggambarkan objek penelitian yaitu Inovasi Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng berdasarkan fakta
yang diperoleh di Lapangan.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah fenomenologi yaitu penelitian yang
menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng dalam hal ini memberi gambaran mengenai Inovasi
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng selama penelitian.
27
28
C. Sumber Data
1. Data primer
Data yang diambil oleh peneliti dari sumber-sumber tidak tertulis berupa
informasi atau data lapangan yang berkenaan dengan penelitian pada
umumnya ditemukan melalui wawancara mendalam dengan informan.
2. Data sekunder
Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai laporan-laporan atau
dokumen-dokumen yang sifatnya tertulis yang digunakan dalam penelitian.
Adapun laporan atau dokumen yang bersifat informasi tertulis yang
dikumpulkan oleh peneliti adalah data mengenai inovasi program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng.
D. Informan Penelitian
Informan adalah seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam
Inovasi program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng, artinya mereka yang dapat memberikan informasi terkait
situasi dan kondisi latar penelitian. Untuk memahami dan yang mempunyai kaitan
dengan yang sedang dikaji maka dibutuhkan informan kunci untuk memperoleh
data secara refresentatif. Informan dalam penelitian ini yaitu:
Tabel 3.1 Informan PenelitianNo. Nama Inisial Jabatan Ket
1. Andi Ihsan AI Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng
1
2. Armansyah AR Kepala Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
1
29
3. Sumarty SU Staf Surveilans dan Imunisasi 1
4. Aminullah ZZ Penanggung Jawab Program
Surveilans (SBS) Puskesmas
Lasepang
1
5. Asmaniar AS Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Puskesmas Banyorang
1
6. Zulfitri Zainuddin AS Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Puskesmas Ulu Galung
1
7. Kasmawati KA Guru SD Inpres 7 Letta 1
8. Murty MU Guru SD Inpres 53 Banyorang 1
Jumlah Informan 8
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti, yaitu :
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti turun ke lapangan
mengamati gejala-gejala subjek yang diteliti. Fungsi observasi ini untuk
menyaring dan melengkapi data yang mungkin tidak diperoleh melalui
interview atau wawancara.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses menemukan informasi mengenai yang diteliti
dengan melakukan tanya jawab dengan menggunakan panduan wawancara
tentang bagaimana karakteristik dan kualitas inovasi pemerintah daerah
30
dalam pelaksanaan Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
Kabupaten Bantaeng.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.
Jadi dokumentasi adalah teknik dimana data diperoleh dari dokumen yang
ada pada benda-benda tertulis, buku-buku, surat kabar, majalah, literature dan
sebagainya, yang berkaitan dengan objek penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2015) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses analisis data
kualitatif yang dilakukan dengan secara interaktif dan dilakukan dengan terus
menerus hingga selesai, sehingga datanya jenuh. Kegiatan dalam analisis data,
terdiri dari tiga jenis yaitu sebagai berikut :
1. Reduksi Data (Data reduction)
Reduksi data secara mandiri dengan tujuaan untuk memperoleh data atau
informasi yang dapat menjawab pertanyaan dari penelitian, bagi peneliti
pemula proses dari analisis data ini yaitu mendeskripsikan kepada pada orang
lain yang tahu pada bidang yang terkait. Melalui proses diskusi tersebut maka
diharapkan pengetahuan atau wawasan dari seorang peneliti akan
berkembang, dan data dari reduksi lebih baik dalam menjawab pertanyaan
dari penelitiaan yang dilakukan.
2. Penyajian Data (Data display)
Penyajian atau penampilan (display) data, dari proses pengumpulan dan
analisis yang dilakukan sebelumnya, mengingatkan bahwa penelitian
31
kualitatif lebih banyak proses penyusunan teks narasi. (Sugiyono, 2015: 244)
memperkenalkan dua macam format, yaitu: diagram konteks (context chard)
dan matriks.
3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing and Verification)
Proses analisis data kualitatif menurut pendapat Miles dan huberman adalah
proses penarikan kesimpulan hingga verivikasi. Kesimpulan awal yang
diperoleh dikatakan masih bersifat sementara, dan hasil akhir dapat berubah
kapan saja bila ditemukan atau tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
dapat mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya.
G. Pengabsahan Data
Sugiyono (2016) Pengabsahan diperoleh dengan proses pengumpulan data
yang cepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan proses triagulasi,
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan suatu data dengan mengecek atau
pembanding data itu.
1. Triangulasi Sumber
Triagulasi Sumber membandingkan dengan cara mengecek ulang derajat
kepercayaan dari suatu sinformasi yang diperoleh dengan melalui sumber
yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan dari hasil
wawancara, dengan membandingkan pandangan umum yang diperoleh di
lapangan dengan yang dikatakan dengan pribadi.
2. Triangulasi Teknik
Triagulasi teknik dilakukan dengan tujuan untuk menguji kredibilitas dari
suatu data yang diperoleh melalui pengecekan data dengan sumber yang
32
sama dan dengan sumber yang sama namun tekniknya yang beda.
Contohnyaa ketika data yang diperoleh dari hasil wawancara, lalu dicek
dengan proses dokumentasi, maupun observasi.
3. Triangulasi waktu
Triagulasi Waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan
pengecekan data berbagai sumber dengan cara dan berbagi waktu. perubahan
suatu proses dan perilaku manusia cenderung berubah berdasarkan rentang
waktu yang berbeda. Untuk mendapatkan data yang sah melalui observasi,
maka proses pengamatan penelitian dilakukan lebih dari satu kali proses
pengamatan.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Deskripsi Kabupaten Bantaeng
Kabupaten Bantaeng adalah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan Butta
Toa terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bantaeng ini mempunyai
luas wilayah 395,83 km². terdiri atas 8 (delapan) kecamatan, 67 Desa dan
Kelurahan,502 Rukun Warga (RW) dan 1.108 Rukun Tetangga (RT).
Kedelapan kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bissappu, Kecamatan
Pajjukukang, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Eremerasa, Kecamatan
Gantarangkeke dan Kecamatan Sinoa. Kecamatan Tompo Bulu merupakan
kecamatan terbesar dengan luas wilayah 76,99 km², sedangkan Kecamatan dengan
luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Bantaeng dengan luas wilayah 28,85 km².
Kabupaten Bantaeng secara geografis terletak ± 120 km arah selatan
Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi 5º21’13”-5º35’26”
Bujur Timur. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada
bagian barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk perikanan, dan
wilayah daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai kepegunungan sekitar
Gunung Lompobattang dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 0-25 m
sampai 1.000 m di atas permukaan laut. Kabupaten Bantaeng terletak dibagian
selatan provinsi selatan yang berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba
b. Sebelah Timur : Kabupaten Bulukumba
33
34
c. Sebelah Selatan : Laut Flores
d. Sebelah Barat : Kabupaten Jeneponto
Curah hujan di Kabupaten Bantaeng hampir merata disetiap bulan dalam
setahun, jumlah hari hujan berdasarkan data tahun 2012 mencapai rata-rata 4,42
hari perbulan dengan jumlah hari hujan, dalam setahun sebanyak 53 hari dalam
setahun, sedangkan curah hujan dalam setahun mencapai sebesar 169,33mm
Sebagai daerah dengan luas yang relatif terbatas atau hanya kurang lebih 0,8
dari luas Provinsi Selawesi Selatan, maka Kabupaten Bantaeng hanya memiliki 11
sungai yang melintas beberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Bantaeng.
Adapun sungai sungai dimaksud antara lain:
Tabel 4.1 Nama Sungai, Panjang Sungai dan Kecamatan yang dilintasiNo Nama sungai Panjang Kecamatan dilintasi
1 Pamosa 1,7 Pajukukang
2 Turung Asu 7,4 Tompobulu, Gantarangkeke
3 Balang Sikuyu 10,8 Uluere, Sinoa, Bissappu
4 Panaikang 11,7 Uluere, Sinoa, Bissappu
5 Kalamassang 14,2 Tompobulu, Gantarangkeke
6 Lemoa 14,4 Uluere, Bissappu
7 Kaloling 17,1 Tompobulu, Gantarangkeke
8 Biangkeke 20,4 Tompobulu, Gantarangkeke
9 Calendu 20,7 Uluere, Bantaeng
10 Bialo 43,3 Uluere, Tompo bulu
11 Nipa-Nipa 25,1 Tompobulu, Gantarangkeke
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng
Penduduk Kabupaten Bantaeng berdasarkan proyeksi penduduk tahun2017
sebanyak 185.581 jiwa. Dibandingkan dengan proyeksi jumlahpenduduk tahun
2016, penduduk Kabupaten Bantaeng mengalami pertumbuhan sebesar 0,58
35
persen. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantaeng tahun 2017 mencapai 469
jiwa/km2, yang berarti bahwa dalam satu km2 di huni oleh 469 penduduk.
Kepadatan Penduduk di 8 kecamatan cukup beragam, dan kepadatan penduduk
tertinggi terletak di Kecamatan Bantaeng dengan kepadatan sebesar 1.337
jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Uluere sebesar 169 jiwa/km2.
Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk MenurutKecamatan di Kabupaten Bantaeng 2016, dan 2017
No Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
per Tahun
2016 2017 2016-2017
1. Bissappu 32.299 32.485 0,58
2. Uluere 11.291 11.375 0,58
3. Sinoa 12.350 12.422 0,57
4. Bantaeng 38.341 38.561 0,58
5. Eremerasa 19.439 19.551 0,58
6. Tompobulu 23.929 24.067 0,58
7. Pa’jukukang 30.300 30.474 0,57
8. Gantarangkeke 16.568 16.664 0,58
Bantaeng 184.517 185.581 0,58
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
Dinas kesehatan adalah salah satu instansi yang sangan penting dalam
menunjang visi misi pemerintah Kabupaten Bantaeng sehingga pembangunan dan
peningkatan kesehatan di Kabupaten Bantaeng harus dipercepat dalam meningkat
mutu sumber daya manusia (SDM).
Oleh karena itu pembangunan kesehatan di Kabupaten Bantaeng sebagai
bagian integral pembangunan Kabupaten menjadi pendukung utama dalam
pembangunan sumbur daya manusia yang dilaksanakan secara rutin dan
36
berkesinambungan. Dan sebagai landasan pokok untuk berpikir dan bertindak
dalam pembangunan kesehatan maka di susun visi dan misi sebagai petunjuk
pelaksanaan program-program kesehatan.
a. Visi dan Misi
Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng “ Menuju kabupaten Sehat yang
Mandiri dan Berkualitas”
Untuk mewujudkan visi tersebut maka Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
menerapkan Misi Sebagai berikut :
1. Memasyarakatkan paradigma sehat
2. Profesionalisme petugas kesehatan
3. Pemerataan dan perluasan pelayanan kesehatan
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan
b. Tujuan dan Sasaran Renja Dinas Kesehatan.
Penetapan tujuan dan sasaran merupakan tahap terpenting dalam perencanaan
pembangunan yang menjadi dasar penyusunan kinerja pembangunan daerah.
Adapun tujuan dan sasaran jangka menengah Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng adalah :
Tujuan :
1. Meningkatkan Akses Pelayanan di bidang Kesehatan.
2. Meningkatkan Kualitas Kesehatan.
3. Meningkatkan sanitasi dasar, lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat dan
masyarakat.
37
Sasaran Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan ke masyarakat dan
masyarakat ke pelayanan kesehatan.
2. Meningkatkan akses, prasaranan dan sarana, serta kualitas pelayanan
kesehatan yang terstandar melalui terakreditasi.
3. Optimalisasi penanggulangan masalah gizi.
4. Optimalisasi upaya pengendalian penyakit dan masalah kesehatan akibat
bencana.
5. Meningkatkan akses pada lingkungan yang sehat.
6. Optimalisasi ketersediaan mutu manfaatn dan keamanan farmasi alkes dan
makanan.
7. Meningkatkan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan sesuai
standard dan kompetensi.
8. Meningkatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan.
c. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng Berdasarkan
Perataturan Bupati Nomor 59 Tahun 2016 sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat :
a) Sub Bagian Program, informasi dan humas
b) Sub Bagian Keuangan, kepegawaian dan umum
3. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri atas :
38
a) Seksi Kesehatan Keluarga dan gizi
b) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
c) Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terdiri atas :
a) Seksi Surveilans dan Imunisasi
b) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
c) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa.
5. Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan terdiri atas :
a) Seksi Pelayanan Kesehatan
b) Seksi Kefarmasian, Alkes dan PKRT
c) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
7. Kelompok Jabatan Fungsional
39
Bidang Pelayanan Sumber DayaKesehatan
Bidang KesehatanMasyarakat
Bidang Pencegahan &Pengendalian Penyakit
Seksi Promosi &Pemberdayaan Masyarakat
Seksi KesehatanKeluarga & Gizi
Seksi Kesling, Kesker &Olahraga
Seksi Surveilans &Imunisasi
Seksi Pencegahan &Pengendalian Penyakit
Menular
Seksi Pencegahan &Pengendalian PTM serta
Kesehatan Jiwa
Seksi SDMK
Seksi Kefarmasian, Alkes &PKRT
Seksi Pelayanan Kesehatan
KEPALA DINAS
SEKERTARISJABATAN
FUNGSIONAL
Kasubag Program Kasubag KeuanganInformasi & Humas Kepegawaian & Umum
.
UPTD
Gambar 4.1 : Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
d. Tugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng
1) Kepala Dinas
Tugas :
Sesuai peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng Nomor 59 Tahun 2016 tentang
Organisasi Perangkat Daerah Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
kewenangan otonomi daerah Kabupaten Bantaeng di Bidang Kesehatan dalam hal
40
ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng mempunyai tugas membantu Bupati
melaksanakan utusan pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi
kewenangan Daerah dan tugas pembantuan yang diberikan kepala Daerah
Kabupaten/kota.
2) Sekretariat
Tugas :
Memberikan pelayanan teknis dan administrasi umum, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan, pembinaan organisasi dan tata laksana serta perumusan
perencanaan program dan pelaporan serta evaluasi.
Sekretariat terdiri dari :
a) Subbagian Program, Informasi dan Hubungan Masyarakat.
Tugas :
Penyiapan dan koordinasi penyususnan rumusan program dan informasi,
serta penatalaksaan hubungan masyarakat yang menjadi tanggung jawab
Dinas Kesehatan.
b) Subbagian Keuangan, Kepegawaian dan Umum
Tugas :
Penyiapan dan koordinasi penyelenggaraan urusan keuangan dan pengelolaan
aset, penalatalaksaan hukum, kepegawaian dan dukungan administrasi
umum yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan.
41
3) Bidang Kesehatan Masyarakat
Tugas :
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang
kesehatan masyarakat.
a) Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari :
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan terhadap kebijakan operasional,
bimbingan teknis dan supervisi serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di
bidang kesehatan keluarga gizi masyarakat.
b) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
promosi dan pemberdayaan masyarakat.
c) Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga.
42
4) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tugas :
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang
Surveilans dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit terdiri dari :
a) Seksi Surveilans dan Imunisasi
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
surveilans dan imunisasi.
b) Seksi Pencegahan dan Penyakit Menular
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
c) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular serta Kesehatan
Jiwa
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebiajakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular serta kesehatan jiwa.
43
5) Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan
Tugas :
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang
pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan rujukan termasuk
peningkatan mutunya, pelayanan kesehatan tradisional, kefarmasian, alat
kesehatan dan PKRT serta sumber daya manusia kesehatan.
Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan terdiri dari :
a) Seksi Pelayanan Kesehatan
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, pematauan, evaluasi dan pelaporan serta peningkatan
mutu fasyankes di bidang pelayanan kesehatan primer dan pelayanan
kesehatan rujukan serta pelayanan kesehatan tradisional.
b) Seksi Kefarmasian, Alkes dan PKRT
Tugas :
Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, pematauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan
kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT.
6) Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD)
Tugas :
Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) dipimpin oleh seorang kepala UPTD
yang mempunyai tugas melakukan sebagian tugas Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantaeng.
44
3. Pelaksanaan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) adalah program yang dicanangkan oleh
Pemerintah Kabupaten Bantaeng melalui Dinas Kesehatan Kabupataen Bantaeng.
Suirveilans Berbasis Sekolah merupakan program pengamatan terhadap kejadian
penyakit di sekolah, serta faktor resikonya kemudian dilaporakan ke petugas
kesehatan untuk mendapatkan respon tindak lanjut. SBS diharapkan dapat
berkontribusi terhadap upaya pengendalian penyakit dan masalah kesehatan
lainnya. SBS memadukan beberapa penyakit dalam program Surveilans dan isu
kesehatan lainnya yang dapat dideteksi secara dini. Mekanisme pelaporan yaitu
pihak sekolah melakukan pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan
informasi guru kelas I sampai dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir
surveilans setiap hari dan dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan
pelaporan setiap hari dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas
Kesehatan. Kemudian Dinas Kesehatan Distrik Surveilans Officer (DSO)
menerima informasi setiap hari dari sekolah. DSO berkoordinasi dengan Tim
Surveilans dan Surveilans puskesmas untuk melakukan respon secara bersama-
sama melakukan kunjungan ke rumah anak yang menderita sakit dan atau ke
sekolah jika terdapat anak yang masih masuk sekolah walaupun sakit dan atau
terdapat kejadian beberapa siswa yang sakit karena keracunan makanan ataupun
sebab penyakit lainnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dari hasil Evaluasi
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS), 13 Puskesmas yang ada di
Kabupaten Bantaeng yaitu Puskesmas Kota, Puskesmas Lasepang, Puskesmas
45
Banyorang, Puskesmas Bissappu, Puskesmas Loka, Puskesmas Moti, Puskesmas,
Pabentengang, Puskesmas Sinoa, Puskesmas Campaga Loe, Puskesmas Dampang,
Pusekesmas Ulu Galung, Puskesmas Kassi-kassi, dan Puskesmas Baruga sudah
menjalankan program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS). Berikut beberapa data
Sekolah yang pelaporannya masuk ke Dinas Kesehatan :
Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BanyorangSekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2018No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 Demam 7 5 0 1 2 3 182 Sakit Gigi 0 1 0 0 0 0 13 ISPA 0 0 1 0 1 0 25 DBD 2 2 2 0 0 0 66 Sesak Nafas 0 0 0 0 1 0 17 Sakit Perut 0 0 0 1 0 1 28 Sakit Kepala 0 0 0 1 0 0 19 Sakit Telinga 0 0 0 0 1 0 110 Suspek Campak 1 0 0 1 2 0 1
10 8 3 3 5 4 33Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan :. Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Banyorang Sekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, demam adalah gejala penyakit yang paling banyak
yang dilaporkan oleh Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
SD 53 Banyorang pada Puskesmas Banyorang yaitu sebanyak 18 orang siswa,
kemudian DBD sebanyak 6 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, Sakit
Perut sebanyak orang siswa dan sakit gigi, sakit telinga, sakit kepala dan suspek
campak sebanyak 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 2 adalah kelas yang
paling banyak jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 8 orang
46
siswa, kemudian kelas 5 dilaporan SBS sebanyak 5 orang siswa, kelas 6 dilaporan
SBS sebanyak 4 orang siswa, kelas 2 sebanyak 3 orang siswa, dan kelas 6
dilaporan SBS sebanyak 3 orang siswa.
Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LokaSekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018
No Gejala PenyakitKelas Total
1 2 3 4 5 61 Demam 2 3 3 10 3 8 292 Sakit Gigi 0 0 1 0 1 1 33 ISPA 1 0 2 1 0 3 74 Batuk 0 1 1 1 0 2 55 Gizi Buruk 0 3 0 0 0 0 36 Sesak Nafas 0 0 0 0 1 0 17 Sakit Mata 0 1 0 0 0 0 18 Thypoid 0 0 1 0 0 0 19 Sakit Perut 1 0 0 0 2 0 310 Sakit Kepala 0 0 0 1 2 0 311 Suspek Campak 0 0 2 0 0 0 212 Sakit Telinga 0 0 1 0 0 0 1
4 8 11 13 9 14 59Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Loka Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, demam adalah gejala penyakit yang paling banyak
yang dilaporkan oleh Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di
SD Inpres Loka pada Puskesmas Loka yaitu sebanyak 29 orang siswa, kemudian
ISPA sebanyak 7 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, Batuk sebanyak 5
orang siswa, sakit gigi, sakit perut, dan gizi buruk masing-masing sebanyak 3
orang siswa. Kemudian sesak nafas, sakit mata, thypoid dan sakit telinga masing-
masing berjumlah 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 6 adalah kelas yang
47
paling banyak jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 14 orang
siswa, kemudian kelas 4 dilaporan SBS sebanyak 13 orang siswa, kelas 3
dilaporan SBS sebanyak 11 orang siswa, kelas 5 sebanyak 9 orang siswa, kelas 2
dilaporan SBS sebanyak 8 orang siswa, dan kelas 1 sebanyak 4 orang siswa.
Tabel 4.5 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BarugaSekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun 2018.No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 ISPA 2 1 0 1 0 1 52 DBD 1 1 0 3 0 0 3
2 1 0 4 0 1 8Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas Baruga Sekolah Lokus SD Inpres Pajjukukang Tahun 2018.
Berdasarkan gejala penyakit, terdapat 2 gejala penyakit yang dilaporkan yaitu
ISPA sebanyak 5 orang siswa dan DBD sebanyak 3 orang siswa. Berdasarkan
kelas, kelas 4 sebanyak 4 orang siswa, kelas 1 sebanyak 2 orang siswa, dan kelas
6 sebanyak 1 orang siswa.
Tabel 4.6 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LasepangSekolah Lokus SD Negeri 7 Letta Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 TBC 0 0 0 0 1 0 12 Demam 0 0 2 0 1 1 43 Gatal-gatal 0 1 0 0 0 0 1
0 1 2 0 2 1 6Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Berdasarkan Gejala Penyakit Distribusi Jumlah Anak yang Sakit
Berdasarkan Gejala Penyakit dan Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah
48
(SBS) di Puskesmas Lasepang Sekolah Lokus SD Negeri 7 Letta . Berdasarkan
gejala penyakit, gejala penyakit yang banyak dilaporkan yaitu demam sebanyak 4
4 orang siswa, kemudianTBC dan Gatal-gatal masing-masing 1 orang siswa.
Berdasarkan kelas, kelas 3 dan 4 sebanyak 2 orang siswa, kelas 2 dan 6 satu orang
siswa.
Tabel 4.7 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas BanyorangSekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 Demam 9 0 0 5 2 0 162 Sakit Gigi 1 1 0 0 0 0 23 ISPA 0 0 1 1 0 0 25 Diare 0 0 0 0 1 0 16 DBD 0 1 0 0 0 0 17 Luka 0 0 1 0 0 0 1
10 2 1 6 3 0 22Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang
Sekolah Lokus SD 53 Banyorang Tahun 2019. Berdasarkan gejala penyakit,
demam adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD 53 Banyorang pada
Puskesmas Banyorang yaitu sebanyak 16 orang siswa, kemudian sakit gigi
sebanyak 2 orang siswa, ISPA sebanyak 2 orang siswa, diare 1 orang siswa dan
DBD 1 orang siswa. Berdasarkan kelas, kelas 1 adalah kelas yang paling banyak
jumlah siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 10 orang siswa, kemudian
kelas 4 dilaporan SBS sebanyak 6 orang siswa, kelas 5 dilaporan SBS sebanyak 3
49
orang siswa, kelas 2 sebanyak 2 orang siswa, dan kelas 6 dilaporan SBS tidak
terdapat anak yang sakit dilaporan SBS Tahun 2019.
Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas LokaSekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 Demam 2 0 1 2 1 0 62 Sakit Gigi 1 0 0 0 0 0 13 ISPA 1 0 0 4 1 0 65 Batuk 0 0 0 2 0 0 26 Luka 0 1 0 0 0 0 17 Sesak Nafas 1 0 0 0 0 0 1
5 1 1 6 2 0 15Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Sekolah Lokus SD Inpres Loka Tahun 2019. Berdasarkan gejala penyakit, demam
dan Batuk adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD Inres Loka pada
Puskesmas Loka yaitu sebanyak 6 orang siswa, kemudian batuk sebanyak 2 orang
siswa. Sakit gigi, luka dan sesak nafas yaitu masing-masing 1 orang siswa yang
dilaporkan. Berdasarkan kelas, kelas 4 adalah kelas yang paling banyak jumlah
siswa yang sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 6 orang siswa, kemudian kelas 1
dilaporan SBS sebanyak 5 orang siswa, kelas 6 dilaporan SBS sebanyak 2 orang
siswa, kelas 2, kelas 3 dan kelas 5 yaitu 1 orang siswa dilaporan SBS Tahun 2019.
Tabel 4.9 Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit danKelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Kassi-KassiSekolah Lokus SD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019No Gejala Penyakit Kelas
Total1 2 3 4 5 6
1 Demam 0 0 0 4 2 0 6
50
2 Kusta 0 0 0 0 0 1 13 Thypoid 0 0 0 0 12 0 12
0 0 0 4 14 1 19Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng, data diolah 2019
Keterangan : Distribusi Jumlah Anak yang Sakit Berdasarkan Gejala Penyakit dan
Kelas pada laporan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Sekolah Lokus SD Negeri 71 Kassi-kassi Tahun 2019. Berdasarkan gejala
penyakit, thypoid adalah gejala penyakit yang paling banyak yang dilaporkan oleh
Penanggung Jawab Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD Negeri 71 Kassi-
kassi pada Puskesmas Kassi-kassi yaitu sebanyak 12 orang siswa, kemudian
demam sebanyak 6 orang siswa. Dan kusta 1 orang siswa yang dilaporkan.
Berdasarkan kelas, kelas 5 adalah kelas yang paling banyak jumlah siswa yang
sakit dilaporan SBS yaitu sebanyak 14 orang siswa, kemudian kelas 4 dilaporan
SBS sebanyak 4 orang siswa, kelas 6 dilaporan SBS hanya 1 orang siswa
dilaporan SBS Tahun 2019.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan teori Karakteristik Inovasi dari Everett M.
Rogers untuk melihat Keuntungan Relatif (Relative Adventage), Kesesuaian
(Compatibility), Kerumitan (Complexity), Kemungkinan diuji Coba (Trialability),
Kemudahan diamati (Observability) maka akan diuraikan sebagai berikut :
1. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)
Keuntungan Relatif merupakan tingkat keuntungan suatu inovasi. Seseorang
akan cepat menerima inovasi jika melihat hal tersebut akan memberi manfaat
yang lebih besar dari apa yang diperoleh atau yang dicapai dari cara sebelumnya,
51
dapat diukur dengan berdasarkan nilai ekonominya, prestise social, kenyamanan,
kepuasan, dan lain-lain. Oleh karena itu ketika kebaruan akan diterapkan maka
pertimbangan manfaat menjadi penting.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Keuntungan Relatif
(Relative Adventage) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.10 Hasil Reduksi Data Keuntungan Relatif (Relative Adventage)No Informan Indikator Keuntungan Relatif(Relative
Adventage)1. Kepala Dinas Kesehatan Mengetahui kejadian penyakit pada
siswa sekolah dasar, kemudian diobati
lalu mencari tahu apa penyebab
utamanya dengan menginterpensi
sampai ke akar-akarnya.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng
Informasi kesehatan siswa cepat
diketahui.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Informasi kesehatan siswa cepat
diketahui, dan Membantu terhadap
penyakit siswa disekolah.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah
Penyakit siswa cepat dideteksi, dan
Kesehatan siswa lebih baik.
Hasil reduksi data di atas menunjukkan Keuntungan Relatif (Relative
Adventage) Inovasi program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) memiliki
manfaat yang besar bagi siswa Sekolah Dasar hal ini bisa dibuktikan dari
wawancara penulis yang dilakukan dengan AI selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng yang mengatakan bahwa :
52
“Jadi kenapa ada inovasi, inovasi muncul karena ada masalah. Masalahnyaterkadang ada beberapa siswa yang sakit, tentunya ini adalah masalah. Jadisasaran dari inovasi ini adalah siswa. Siswa yang tidak hadir lebih dari 3 haripihak sekolah memberikan informasi kepada pihak kesehatan. KehadiranSurveilans Berbasis Sekolah (SBS) adalah mencari tahu apa penyebabutamanya sehingga dia sakit bukan hanya sekedar mengobati tapimenginterpensi sampai ke akar-akarnya. Siswa yang sehat bisa mengikutiproses belajar mengajar di Sekolah, ilmu-ilmu yang diberikan oleh guru diSekolah bisa diserap dengan baik oleh siswa, tentunya inimenjadi nilai positifuntuk pengembangan SDM khususnya yang ada disekolah, yang akanmelahirkan SDM yang berkualitas”. (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni2019).
Hasil wawancara penulis dengan AI dapat ditarik tiga kata kunci yaitu yang
pertama adalah kenapa ada inovasi, inovasi muncul karena ada masalah,
masalahnya terkadang ada beberapa siswa yang sakit, tentunya ini adalah
masalah. Berdasakan hasil observasi penulis menunjukkan bahwa inovasi
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diluncurkan oleh pemerintah daerah
Kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas Kesehatan karena ada masalah,
masalahnya adalah usia sekolah dasar adalah kelompok dengan sasaran peserta
didik yang sangat besar yang sangat mudah terkena penyakit dan rentan terjadinya
penularan berbagai penyakit. Hal demikian diperkuat pada LAN (2015) bahwa
inovasi adalah jawaban atas segala permasalahan dalam organisasi.
Kata kunci yang kedua adalah sasaran dari inovasi ini adalah siswa yang
tidak hadir lebih dari tiga hari, pihak sekolah memberikan informasi kepada pihak
kesehatan. Berdasarkan observasi penulis, penulis melihat ada laporan Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) setiap bulan yang dilaporkan setiap Puskesmas ke Dinas
Kesehatan. Hal demikian diperkuat pada teori Rogers suatu inovasi tingkat
kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat dari keuntungan ekonominya, prestise
social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain.
53
Kata kunci yang ketiga adalah mencari tahu apa penyebab utamanya
sehingga dia sakit bukan hanya sekedar mengobati tapi menginterpensi sampai ke
akar-akarnya. Untuk membuktikan hasil wawancara tersebut penulis melakukan
observasi di Puskesmas Lasepang, penulis mengamati bahwa memang program
SBS ini adalah program yang bukan hanya mengobati tetapi menginterpensi
sampai ke akar-akarnya hal ini dibuktikan dengan adanya siswa yang sakit
petugas puskesmas Lasepang langsung melakukan kunjungan ke rumah siswa
yang sakit melakukan pelacakan/penyelidikan epidimeologi. Hal demikian
diperkuat pada teori Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan
dapat dilihat dari keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan,
kepuasan, dan lain-lain.
Berikut kutipan wawancara dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Informasi kesehatan siswa cepat diketahui, terkadang ada orang tua yangcuma mengobati anaknya sendiri padahal perlu penanganan yang cepatseperti penyakit menular harus cepat ditanggulangi karena kadang penyakitkalau tidak diobati cepat menular seperti penyakit TBC sebelum mendapatpengobatan itu cepat menular kalau sudah dapat pengobatan insya allahtidak menular, seperti DBD juga misalnya Cuma diobati sendiri karenaketidaktahuan orangtuanya akhirnya bisa meninggal. Jadi kalau di Sekolahada anak 2-3 hari yang tidak masuk itu cepat gurunya yang informasikan kepetugas kesehatan jangan sampai dia terkena penyakit-penyakit yangmenular”. (Hasil wawancara dengan SU, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci bahwa Keuntungan Relatif
program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) yaitu informasi kesehatan siswa
cepat diketahui, terkadang ada orang tua yang hanya mengobati anaknya sendiri
padahal perlu penanganan yang cepat seperti penyakit menular yang harus cepat
ditanggulangi. Untuk membuktikan hasil wawancara tersebut maka penulis turun
54
langsung ke lapangan melakukan wawancara dengan Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Sangat bermanfaat karena surveilans Berbasis Sekolah (BSB) informasinyacepat diketahui, inovasi ini kita libatkan guru dalam penerapannya, ketika adasiswa yang sakit maka guru dari sekolah tersebut menginformasikan kepadakami puskemas untuk melakukan respon tindak lanjut, manfaatnya juga kitadi Puskesmas bisa cepat dideteksi penyakit yang berpotensi yang terjadipenularan”. (Hasil wawancara dengan AM, 20 Juni 2019).”
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci yang senada dengan yang
dikemukakan oleh Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Kabupaten yaitu, informasi kesehatan siswa cepat diketahui dan dapat
mendeteksi dengan cepat penyakit yang berpotensi terjadi penularan. Berdasarkan
observasi penulis pada Puskesmas Lasepang, setiap bulan ada informasi kesehatan
siswa yang dikirimkan oleh pihak sekolah hal ini dibuktikan dengan adanya
Laporan SBS setiap bulan dari SD 7 Letta. Hal demikian juga diperkuat pada teori
Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat dari
keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai tingkat Keuntungan Relatif
Inovasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) maka penulis kembali melakukan
wawancara dengan Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah SD 7 Letta yang mengatakan bahwa :
“Sangat bermanfaat karena Surveilans adalah pengumpulan analisiskemudian pihak sekolah sebagai penghubung antara puskemas dengan anakdidik jika ada siswa yang sakit. Ketika ada siswa yang sakit sebagai gurunyalangsung di informasikan ke puskemas. Surveilans bukan hanya mengobatipenyakit tetapi sumber penyakitnya, jadi bisa mengantisipasi penyebaranpenyakit. Program ini meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada siswakarena terkadang ada siswa yang sudah 3 hari sakit dan tidak punya biaya
55
untuk berobat dalam hal ini siswa yang kurang mampu, dengan adanyaprogram ini siswa tersebut bisa terbantu”. (Hasil wawancara dengan KA, 20Juni 2019).
Dari hasil wawancara tersebut dapat ditarik dua kata kunci. Kata kunci yang
pertama yaitu, Surveilans adalah pengumpulan analisis kemudian pihak sekolah
sebagai penghubung antara puskesmas dengan anak didik jika ada yang sakit.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa pada SD 7 Letta program ini sudah
diterapkan, wali kelas 1 sampai kelas 6 yang mengamati ketika ada siswa sakit
kemudian melaporkan ke guru UKSnya, lalu guru UKS yang akan mencatat ke
dalam Laporan bulanan Surveilans Berbasis Sekolah. Hal demikian diperkuat
pada teori Rogers suatu inovasi tingkat kemanfaatan atau keuntungan dapat dilihat
dari keuntungan ekonominya, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-
lain.
Kata kunci yang kedua yaitu Program ini meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada siswa. Berdasarkan observasi penulis yang dilakukan di SD 7
Letta, program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada siswa, hal ini dibuktikan ada informasi siswa yang sakit lebih dari
3 hari tidak masuk sekolah dengan gejala sakitnya demam, pihak Puskesmas
dalam hal ini Puskesmas Lasepang melakukan kunjungan ke rumah siswa yang
sakit, pihak Puskesmas bukan hanya melakukan pengobatan tetapi pihak
puskesmas mencari tahu sampai ke akar-akar penyakit siswa sehingga demam.
Pihak Puskesmas melihat lingkungan rumah siswa yang sakit sangat kotor, maka
pihak Puskesmas melakukan arahan-arahan informasi kesehatan kepada siswa
maupun orang tuanya untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah. Menurut
56
Denhard & Denhard pemilik kepentingan sebenarnya adalah masyarakat maka
tanggung jawab dalam melayani dan memberdayakan warga negara menjadi
sebuah keharusan bagi para pelayan publik melalui penyelenggaraan administrasi
publik dan pelaksanaan kebijakan publik.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Keuntungan
Relatif (Relative Adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap kejadian
penyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kehadiran inovasi ini mampu memberikan
informasi yang cepat kepada petugas kesehatan terhadap siswa yang sakit.
Kehadiran inovasi ini bukan hanya sekedar mengobati tetapi mencari tahu
penyebabnya utamanya dengan menginterpensi sampai ke akar-akarnya.
2. Kesesuaian (Compatibility)
Kesesuaian menunjukkan tingkat kesesuaian antara inovasi dengan kondisi
dan harapan masyarakat ide yang diperkenalkan sebelumnya serta para adopter
potensial. Karasteristik ini menunjukkan perlunya mempertimbangkan sosial
budaya di tempat di mana inovasi itu akan diterapkan. Jika penerapannya
dipandang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya, maka inovasi tersebut
tidak kompetibel sehingga probabilitas diadopsi menjadi hilang atau kurang.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kesesuaian
(Compatibility) dapat dilihat dari tabel berikut :
57
Tabel 4.11 Hasil Reduksi Data Indikator (Compatibility)No Informan Indikator (Compatibility)
1. Kepala Dinas Kesehatan Sesuai, satu tahun berjalan
berdampak positif pada kesehatan
siswa.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten
Sesuai, Surveilans ada payung
hukumnya yang harus dilaksanakan.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Sesuai, siswa betul-betul terlayani.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah
Sangat sesuai, begitu ada laporan
langsung ditindaki oleh puskesmas.
Tabel hasil reduksi data di atas menunjukkan bahwa Kesesuian
(Compatibility) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan
tingkat kesesuaiaannya hal ini dibuktikan dari wawancara penulis yang dilakukan
dengan AI sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng yang
mengatakan bahwa :
“Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dilakukan secara bertahap mulai padaakhir tahun 2017, setiap puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaengmempunyai dua sekolah lokus dari program ini, satu tahun berjalandampaknya bagus terhadap kualitas kesehatan siswa, ketika ini berkembangtentunya yang kami harap sekolah-sekolah lain juga ikut menerapkanprogram SBS.” (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas penulis menarik satu kata kunci, yaitu setiap
Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng mempunyai dua sekolah lokus untuk
program SBS, satu tahun berjalan dampaknya bagus untuk kesehatan siswa.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa memang program SBS ini diterapkan
58
pada semua Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng dan setiap Puskesmas
memiliki dua sekolah lokus untuk program SBS. Kemudian hasil observasi
penulis yang dilakukan di SD 7 Letta program SBS memberikan dampak yang
baik terhadap kesehatan siswa, hal ini dibuktikan pada saat melakukan observasi
di SD 7 Letta, penanggung jawab Program SBS Puskesmas Lasepang
berkunjung ke sekolah lokus yaitu SD 7 Letta memberikan arahan-arahan,
informasi-informasi kesehatan kepada siswa maupun gurunya. Menurut teori
Rogers bahwa sebuah inovasi tidak bisa dilompati dengan nilai-nilai dan
kepercayaan sosial dengan ide yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan
kebutuhan masyarakat untuk inovasi.
Berikut kutikan wawancara dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Sesuai, karena Surveilans ada payung hukum yang harus dilaksanakan, adaprogram-program yang harus dilaksanakan, ada target-target dari nasionalmaupun internasional”. (Hasil wawancara dengan SU, 17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas penulis menarik satu kata kunci, yaitu Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ada payung hukum yang harus dilaksanakan.
Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa program SBS dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan karena program Surveilans adalah program umum dan inovasinya
adalah Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS). Program SBS ini
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2014 pasal 2 tentang Surveilans Epidemiologi. Sasaran penyelenggaraan
Surveilans kesehatan yaitu tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan
penyakit dan faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-
59
faktor yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan,
terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya wabah dan
dampaknya, terselenggranya investigasi dan penanggulangan wabah, dan dasar
penyampaian informasi kesehatan kepada pihak yang berkepentingan. Hal
tersebut diperkuat oleh Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang
Inovasi Daerah disebutkan bahwa bentuk inovasi daerah meliputi : inovasi tata
kelola pemerintahan daerah, inovasi pelayanan publik, dan/atau inovasi lainnya
sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk
dalam peran pemrintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan publik.
Untuk melihat tingkat Kesesusian Inovasi Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) di Puskesmas maka penulis kembali melakukan wawancara
dengan AM sebagai Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Puskesmas Lasepang mengatakan bahwa :
“Sesuai karena siswa betul-betul terlayani dengan adanya program SurveilansBerbasis Sekolah, kami dari pihak Puskesmas sebagai pelayan kesehatancepat dalam penanganan terhadap kejadian penyakit siswa karena informasicepat kami dapatkan, misalkan ada kasus yang ditemukan yang berpotensiluar biasa orangtuanya cepat menginformasikan kepada gurunya izin karenakarena sakit, kemudian gurunya menginformasikan kepada pihakPuskesmas.” (Hasil wawancara dengan AM, 18 Juli 2019).
Hasil wawancara di atas penulis menarik satu kata kunci yaitu pihak
Puskesmas sebagai pelayan kesehatan cepat dalam penanganan terhadap kejadian
penyakit siswa karena informasi cepat kami dapatkan. Berdasarkan hasil observasi
penulis yang dilakukan di Puskesmas Lasepang bahwa memang adanya program
SBS ini informasi kesehatan siswa cepat diketahui oleh pihak Puskesmas dan
60
cepat terhadap penanganan kejadian penyakit pada siswa. Hal ini dibuktikan
pada salah satu siswa yang sakit pihak Puskesmas melakukan kunjungan
penyelidikan epidimiologi atau pelacakan. Menurut teori Rogers bahwa sebuah
inovasi tidak bisa dilompati dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosial. Dengan ide
yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan kebutuhan masyarakat untuk
inovasi.
Hal senada yang diungkapkan oleh KA sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di SD 7 Letta, mengatakan bahwa :
“Sangat sesuai, begitu ada laporan langsung ditindaki oleh puskesmas,Puskesmas terjun ke rumah siswa yang bersangkutan” (Hasil wawancaradengan KA, 20 Juni2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik satu kata kunci sangat sesuai begitu ada
laporan langsung ditindaki oleh pihak Puskesmas. Berdasarkan observasi penulis
bahwa pihak puskesmas ketika ada informasi siswa yang sakit langsung ditindaki
hal ini dibuktikan pada siswa yang sakit langsung dikunjungi rumahnya oleh
pihak Puskesmas untuk melakukan penyelidikan epidimiologi. Hal demikian
diperkuat oleh teori Rogers bahwa sebuah inovasi tidak bisa dilompati dengan
nilai-nilai dan kepercayaan sosial, dengan ide yang diperkenalkan sebelumnya,
atau dengan kebutuhan masyarakat untuk inovasi.
Penulis menyimpulkan bahwa Kesesuaian Inovasi Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat kesesuaiannya dengan kondisi dan
harapan masyarakat (siswa). Hadirnya program SBS ini yaitu kejadian penyakit
siswa di Sekolah cepat diketahui oleh pihak Puskesmas, dengan sistem pelaporan
dari sekolah ke pihak puskesmas, pada saat ada laporan yang masuk dari sekolah
61
maka pihak puskesmas langsung menindaklanjuti dengan turun langsung ke
sekolah atau rumah siswa yang sakit.
3. Kerumitan (Complexity)
Kerumitan yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Kompleksitas adalah derajat dimana inovasi dianggap
sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi ada
yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada
pula yang sebaliknya atau sulit dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan
adapula yang sebaliknya atau sulit dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi.
Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat
suatu inovasi dapat diadopsi. Tetapi apabila suatu inovasi sulit dipahami dan sulit
dimengerti oleh pengadopsi maka semakin sulit pula suatu inovasi diadopsi.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kerumitan
(Complexity) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.12 Hasil Reduksi Data Indikator Kerumitan (Complexity)No Informan Indikator Kerumitan (Complexity)
1. Kepala Dinas Kesehatan Tidak ada informasi yang diberikan
terkait kerumitan.
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten
Resistensi pada suatu inovasi pasti ada.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Terdapat kendala karena program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
adalah program baru.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
Tidak rumit karena pihak puskesmas
setiap bulan memberikan informasi-
62
(SBS) di Sekolah informasi kesehatan sekolah.
Berdasarkan tabel hasil reduksi data diatas Kepala Dinas Kesehatan tidak
memberikan informasi terkait kerumitan program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) karena tataran kepala Dinas Kesehatan hanya pada tataran kebijakan tidak
berbicara mengenai teknis program SBS. Kerumitan (Complexity) Inovasi
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dalam penerapannya menunjukkan ada
beberapa kerumitan yang dihadapi oleh adopter inovasi hal ini bisa dibuktikan
dari wawancara penulis yang dilakukan dengan AM Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Terdapat kendala dalam penerapan program Surveilans Berbasis Sekolah(SBS), kendalanya adalah belum semua guru di sekolah terlibat langsungdalam penerapan program ini”. (Hasil wawancara dengan AM, 20 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu belum semua guru
di Sekolah terlibat langsung dalam penerapan Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS). Berdasarkan hasil observasi penulis di sekolah SD 7 Letta belum
semua guru ikut terlibat langsung dalam program SBS karena belum semua guru
mengetahui program SBS ini. Hal demikian diperkuat oleh teori Rogers
Kerumitan adalah jika sederhana tingkat inovasi maka semakin mudah tingkat
penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya jika rumit tingkat inovasi maka semakin
sulit tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai tingkat kerumitan inovasi
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) oleh adopter inovasi maka penulis kembali
melakukan wawancara dengan ZZ sebagai Penanggung Jawab Program
63
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Ulu Galung yang mengatakan
bahwa :
“Pertama kendala yang dihadapi karena ini program baru jadi kami pihakPuskesmas sosialisasinya dulu harus gencar-gencar di laksanakan di sekolah,kedua kendalanya juga program ini sifatnya pelaporan dari sekolah kepuskesmas terkadang pelaporannya itu tidak tepat waktu, itu yang jadikendala, terkadang juga informasi siswa yang sakit itu yang sifatnya harusdikunjungi itu yang terlambat datang, itu yang kami khawatirkanketerlambatan laporan seperti itu bisa memperburuk keadaan siswa”. (Hasilwawancara dengan ZZ, 22 Juli 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu kendalanya adalah
karena program ini sifanya sistem pelaporan dari Sekolah ke Puskesmas terkadang
pelaporannya tidak tepat waktu. Berdasarkan hasil observasi penulis di Puskesmas
Ulu Galung sistem pelaporan perbulan SBS lambat dilaporkan pelaporannya tiap
bulan oleh sekolah dan hasil observasi peneliti pada SD Inpres Lonrong bahwa
sistem pelaporan program SBS terkadang tidak tepat waktu hal ini dibuktikan dari
pernyataan guru UKS bahwa mereka punya tugas pokok sebagai seorang guru jadi
sistem pelaporannya kadang tidak tepat waktu. Hal demikian diperkuat oleh teori
Rogers Kerumitan adalah jika sederhana tingkat inovasi maka semakin mudah
tingkat penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya jika rumit tingkat inovasi maka
semakin sulit tingkat penerimaan masyarakat terhadap inovasi.
Hasil wawancara dengan AR sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Kabupaten mengatakan bahwa :
“Resistensi dari dalam dari luar itu biasa terjadi dari suatu inovasi, jadipemerintah harus keluar dari zona nyaman”. (Hasil wawancara dengan AR,17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci bahwa resistensi dari
dalam dari luar, biasa terjadi dari suatu inovasi, jadi pemerintah harus keluar dari
64
zona nyaman. Hasil observasi penulis bahwa inovasi program Surveilans Berbasis
Sekolah (BSB) terdapat resistensi, resistensinya adalah pihak Puskesmas acuh
ketika ada siswa yang sakit yang dilaporkan oleh pihak Sekolah. Hasil observasi
penulis juga pada Sekolah terdapat resistensi dalam penerapannya, resistensinya
adalah guru kelas belum aktif dalam pengawasannya terhadap kejadian penyakit
pada siswa. Walaupun demikian pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan telah
mampu keluar dari zona nyaman birokrasi karena walaupun terdapat resistensi
yang dihadapi, tetapi pemerintah tetap mengembangkan program SBS ini yang
sudah berjalan selama 2 tahun. Hal demikian diperkuat oleh LAN (2015) Inovasi
penting dilakukan karena beberapa hal yaitu banyaknya permasalahan kinerja
pelayanan organisasi publik, kondisi birokrasi pemerintahan berada dalam nuansa
zona nyaman birokrasi, maka dari itu pemerintah harus keluar dari zona nyaman
birokrasi.
Penulis kembali melakukan wawancara dengan KA sebagai Penanggung
Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Sekolah SD 7 Letta yang
mengatakan bahwa :
“Kendalanya kadang ada siswa yang mengirim surat sakit izin ternyata diabohong, jadi sebagai guru harus teliti melihat siswa yang betul-betul sakit.Perlu pengawasan dari guru baru kami laporkan ke Puskesmas”. (Hasilwawancara dengan KA, 20 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, kendalanya
kadang ada siswa yang mengirim surat sakit ternyata siswa tersebut berbohong.
Berdasarkan hasil observasi penulis di sekolah SD 7 Letta bahwa memang pada
sekolah tersebut sering dijumpai siswa yang berbohong dengan mengirim surat
izin sakit ke sekolah padahal siswa tersebut tidak sakit, siswa tersebut hanya
65
malas masuk sekolah atau ingin berkunjung kerumah keluarga atau liburan. Hal
tersebut diperkuat oleh teori Rogers Kerumitan adalah jika sederhana tingkat
inovasi maka semakin mudah tingkat penerimaan oleh masyarakat, sebaliknya
jika rumit tingkat inovasi maka semakin sulit tingkat penerimaan masyarakat
terhadap inovasi.
Berdasarkan hasil Penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kerumitan
(Complexity) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) terdapat
beberapa kendala yang dihadapi oleh adopter dalam penerapannya, program SBS
yang sifatnya pelaporan dari sekolah ke Dinas, sistem pelaporannya tidak tepat
waktu, informasi kesakitan siswa yang sifatnya harus dikunjungi terlambat
dilaporkan.
4. Kemungkinan diuji coba (Trialability)
Kemungkinan diuji coba menunjukkan kedapatdicobaan suatu inovasi. Suatu
inovasi dapat diuji coba dengan mudah akan mempercepat penerimaan inovasi
tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat harus dapat diuji cobakan dan bisa
menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya sehingga calon adopter dapat
dengan mudah menerima inovasinya, yang penting adalah bahwa inovasi dapat
dicoba, dalam konteks makro pilot proyek mungkin menjadi salah satu cara untuk
menguji inovasi semakin tinggi dan cepat diadopsi.
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kemungkinan diuji
Coba (Trialability) dapat dilihat dari tabel berikut :
66
Tabel 4.13 Hasil Reduksi Data Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)No Informan Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)
1. Kepala Dinas Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
2.
Penanggung jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) Kabupaten
Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
3. Penanggung jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas .
Diujicobakan di tingkat Sekolah Dasar
(SD).
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah.
Tidak memberi Informasi terkait
Kemungkinan diujicoba.
Hasil reduksi data di atas menunjukkan bahwa Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Sekolah tidak memberikan informasi terkait
Kemungkinan diuji Coba (Trialability) inovasi Program Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) karena pihak sekolah tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian
berdasarkan hasil reduksi di atas ketiga informan memberikan informasi terkait
Kemungkinan diuji cobakan program SBS yang menunjukkan kemanfaatannya
pada masyarakat (siswa). Hal ini dapat dibuktikaan dari wawancara penulis
dengan AI sebagai Kepala Dinas Kesehatan mengatakan bahwa :
“Sebuah inovasi pasti ada hambatan atau resistensi. Resistensi itu bisa daridalam dan bisa dari luar. Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)resistensinya biasa muncul dari dalam misalnya pihak sekolah tidak maubersusah payah untuk menerapkan program tersebut, salah-satu contoh jikaada siswa yang sakit langsung diantar saja ke puskesmas. Bisa juga dari timpenanggung jawab SBS di Puskesmas yang tidak mau bersusah payahmelakukan segala macam, itu yang namanya resistensi. Tetapi itu bukantantangan yang menjadi penghambat sehingga tidak dilakukan interpensi tapiada upaya-upaya yang dilakukan oleh orang-orang yang punya gagasan inimelakukan pendekatan-pendekatan kepada mereka dan menyakinkan kepada
67
mereka bahwa inovasi ini memiliki manfaat yang besar. Resistensi dari luarjuga ada, orangtua siswa yang tidak mau mengikuti sistem ini bisa saja. Tapiterlepas dari itu hambatan-hambatan dari dalam maupun dari luar akanmenjadi tantangan bagi innovator tersebut. Kepala puskesmas kemarin adayang kurang menerima inovasi ini, tetapi melihat manfaatnya yang besarakhirnya ada yang melaksanakan. (Hasil wawancara dengan AI, 17 Juni2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik dua kata kunci yaitu yang pertama
Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) resistensinya biasa muncul dari
dalam misalnya pihak sekolah tidak mau bersusah payah untuk menerapkan
program tersebut. Berdasarkan hasil observasi penulis pada sekolah SD 7 Letta
pihak sekolah merespon baik program SBS ini karena program SBS mempunyai
manfaat yang besar bagi kesehatan siswa disekolah. Dan diperkuat oleh teori
Kemampuan uji coba adalah inovasi yang dapat dicoba maka dengan mudah
penerimaan inovasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi yang tepat dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan kerumitannya.
Kata kunci yang kedua yaitu dari tim penanggung jawab Surveilans Berbasis
Sekolah (SBS) di Puskesmas yang tidak mau bersusah payah melakukan segala
macam, itu yang namanya resistensi. Berdasarkan hasil observasi penulis pada
Puskesmas Lasepang, Puskesmas Ulu Galung, Puskesmas Kassi-Kassi,
Puskesmas Bissappu, Puskesmas Banyorang, Puskesmas Sinoa, penagggung
jawab program SBS sangat merespon baik program ini karena program ini
informasi kesehatan siswa cepat diketahui sehingga mempercepat penanganan
terhadap siswa yang sakit. Dan diperkuat oleh teori Kemampuan uji coba adalah
inovasi yang dapat dicoba maka dengan mudah penerimaan inovasi tersebut oleh
68
masyarakat. Inovasi yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan
kemanfaatan dan kerumitannya.
Lanjut wawancara penulis dengan SU sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) Kabupaten mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) diujicobakan pada semuaPuskesmas yang ada di kabupaten Bantaeng, diujicobakan pada tingkatSekolah Dasar (SD) dengan dua sekolah lokus pada tiap Puskesmas”.(Wawancara 17 Juni 2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, diujicobakan
pada semua Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng, diujicobakan pada
tingkat Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan hasil observasi penulis pada saat
kegiatan evaluasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
ada satu Puskesmas yang belum menerapkan program SBS ini yaitu Puskesmas
Bissappu. Untuk memperkuat hasil observasi penulis pada observasi sebelumnya
yang dilakukan di Dinas Kesehatan pada saat kegiatan evaluasi program SBS
maka penulis kembali melakukan observasi kembali ke Puskesmas Bissappu, hasil
observasi penulis, penulis melihat bahwa program SBS juga diterapkan di
Puskesmas Bissappu, hanya saja laporan dari dua sekolah lokus yang ada di
Puskemas Bissappu tidak dilaporkan kembali ke Dinas Kesehatan. Hal tersebut
diperkuat oleh teori Rogers Kemampuan uji coba adalah inovasi yang dapat
dicoba maka dengan mudah penerimaan inovasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi
yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan
kerumitannya.
Untuk mendapatkan informasi lebih mengenai Kemampuan diuji Coba
inovasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dalam penerapannya maka penulis
69
kembali melakukan wawancara dengan AM sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang yang mengatakan
bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah, titik beratnya ada di Sekolah Dasaryang kita uji cobakan itu ada dua sekolah lokus”. (Hasil wawancara denganAM, 20 Juni 2019 ).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) diujicobakan pada dua sekolah lokus. Berdasarkan hasil
observasi peneliti pada Puskesmas Lasepang dari dua sekolah yang menjadi lokus
program SBS, hanya satu sekolah yang berjalan yaitu SD 7 Letta. Hal tersebut
diperkuat oleh teori Rogers Kemampuan uji Coba adalah inovasi yang dapat
dicoba maka dengan mudah penerimaan inivasi tersebut oleh masyarakat. Inovasi
yang tepat dapat diuji cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatan dan
kerumitannya.
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemungkinan di Uji
Coba (Trialability) Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam
penerapannya di sekolah. Program SBS titik beratnya ada di Sekolah Dasar yang
diuji cobakan pada dua sekolah lokus tiap puskesmas.
5. Kemudahan diamati (Observability)
Kemudahan diamati menunjukkan tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati,
semakin dapat dan mudah dimana suatu inovasi semakin mudah seseorang
melihat hasil dari inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok
orang tersebut mengadopsi.
70
Penulis akan menampilkan hasil reduksi data tentang Kemudahan diamati
(Observability) dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 4.14 Hasil Reduksi Data Indikator Kemudahan diamati (ObservabilityNo. Informan Kemudahan diamati (Observability)
1. Kepala Dinas Kesehatan Tidak memberi informasi terkait
Kemudahan diamati Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS).
2. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Kabupaten.
Mudah diamati karena laporannya
terdokumentasi.
3. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Puskesmas
Mudah diamati karena ada laporan.
4. Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah.
Mudah diamati, karena hanya melihat
gejala penyakit siswa.
Hasil reduksi data di atas Kepala Dinas Kesehatan tidak memberikan
informasi terkait Kemudahan diamati Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) karena tataran Kepala Dinas Kesehatan hanya pada tataran kebijakan tidak
berbicara mengenai teknis program SBS. Kemudahan diamati Inovasi Program
SBS menunjukkan tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati dengan mudah. Hal
ini dapat dibuktikan dengan wawancara AR sebagai Penanggung Jawab Program
Surveilans Berbasis Sekolah di Kabupaten yang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena tertulis,terdokumentasi laporannya dari sekolah. Jadi bisa diamati alurnya, sejauhmana biasanya ada PE (Penyelidikan Epidimiologi) itu yang paling lambat 2sampai 3 x 24 jam harus sudah dilakukan sejak laporan ada. Jadi untukmelihat mengamati mudah dilakukan karena ada laporan yangterdokumentasi. (Hasil wawancara dengan AR, 17 Juni 2019).
71
Dari hasil wawancara di atas dapat ditarik kata kunci yaitu, Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena terdokumentasi
laporannya dari Sekolah. Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa program SBS
menunjukkan tingkat kemudahannya diamati hal ini dibuktikan dengan adanya
sistem pelaporan yang masuk ke Puskesmas kemudian Puskesmas melaporkan ke
Dinas Kesehatan setiap bulan. Kemudian penulis juga melihat bahwa sistem
pelaporannya bukan hanya dalam bentuk pelaporan tertulis, tetapi ada juga sistem
pelaporan 1 x 24 jam dengan menelpon melalui call center Dinas Kesehatan atau
Puskesmas setempat. Hal ini diperkuat oleh teori Rogers Kemudahan diamati
adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah
diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Hasil wawancara dengan AM selaku penanggung jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang, mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) mudah untuk diamati karenaprogram ini ada sistem pelaporannya dari sekolah ada sistem pelaporanmelalui SMS/Telpon (1 X 24 jam) ada juga sistem pelaporannya dari sekolahyang sifatnya tertulis, pihak sekolah mengisi formulir SBS” (Hasilwawancara dengan AM, 20 Juni 2019)”
Hal senada dikemukakan AS sebagai Penanggung Jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (BSB) di Puskesmas Banyorang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (BSB) mudah diamati karena dilihatdari laporannya, jadi yang berperan disini adalah wali kelas, setiap hari walikelas memantau siswa yang sakit dilaporkan ke guru UKS jadi guru UKSmembuat laporan bulanan dan laporan harian jika ada informasi guru UKSakan mencatat. Jadi lebih dari 2 sampai 3 hari siswa tidak masuk sekolahmaka itu akan ditulis oleh guru UKS, jadi lebih dari tiga hari itu dicatat.Siswa yang lebih dari 3 hari yang sakit guru UKSnya menelpon kepadapuskesmas misalnya gejala penyakit demam, gejala penyakit demam makakita akan berpikir kemungkinan-kemungkinan karena demam adalah gejalakemungkinan yang timbul dari gejala seperti Tipoid, DBD, Malariah atau
72
Tipes itu yang kita khawatirkan. Lebih dari 3 hari maka tim akan turun untukmelihat kondisi pasien. Setelah dilihat oh gejalanya kesini maka kita akankoordinasi ke dokter atau pasien dirujuk ke Puskesmas. Jadi dokter yangmeneggakan diagnosa. Kalau puskesmas bisa menangani maka kita akantangani di puskesmas sebagai pasien rawat inap atau jika kasus iniberkembang menjadi KLB/wabah maka kita akan menghubungi DinasKabupaten”. (Hasil wawancara AS, 25 Juni 2019).
Hasil wawancara diatas dapat ditarik kata kunci bahwa Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihat dari laporannya, kemudian
dikunjungi rumahnya. Berdasarkan observasi penulis, program SBS mudah
diamati hal ini dibuktikan penulis pada saat melakukan observasi di Puskesmas
Banyorang penulis melihat ada formulir laporan SBS yang tertulis yang
dikirimkan pihak sekolah, dalam laporan tersebut. Hal ini diperkuat oleh teori
Rogers kemudahan diamati adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati
semakin dapat dan mudah diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat
menerima inovasi tersebut.
Hasil wawancara penulis dengan Penanggung Jawab Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) di Puskesmas Banyorang mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihatdari laporannya, kemudian dikunjungi rumahnya” (wawancara AS, 25 Juni2019).
Hasil wawancara di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu, Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena dilihat dari laporannya,
kemudian dikunjungi rumahnya. Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa
program SBS mudah dalam pengamatannya di sekolah hal ini dibuktikan pada
hasil pengamatan penulis di SD 53 Banyorang penulis melihat setiap guru kelas
sangat aktif memberikan informasi ke guru UKS ketika ada kejadian penyakit
73
pada siswa. Hal ini diperkuat oleh teori Rogers kemudahan diamati adalah tingkat
dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah diamati suatu
inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Untuk mendapatkan informasi lebih penulis kembali melakukan wawancara
dengan KA sebagai Guru SD Inpres 7 Letta mengatakan bahwa :
“Mudah, karena cuma melihat gejala penyakitnya yang umum kemudian kitalaporkan ke pihak Puskemas. Setiap guru kelas meraka yangmenginformasikan jika ada siswa yang sakit. Sebagai guru UKS ada duasistem pelaporan kami pihak Sekolah ke pihak Puskesmas, ada pelaporanperbulan, ada pelaporan harian untuk siswa yang penyakitnya perlu untukditangani segera kemudian pihak Puskesmas yang langsung berkunjung kesekolah atau ke rumah siswa yang sakit”. (Hasil wawancara dengan KA, 20Juni 2019).
Hal Senada dikemukakan MU sebagai Guru SD Inpres 53 Banyorang
mengatakan bahwa :
“Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) ini sangat mudah dalampengamatannya terhadap kejadian penyakit pada siswa kami kerena pihakPuskesmas setiap bulan mengunjungi sekolah kami memberikan arahan-arahan, informasi-informasi kesehatan. ketika ada siswa kami yang sakit kamicuma melihat gejalanya kemudian kami catat ke dalam formulir SBS, siswakami yang sakitnya dua sampai tiga hari itu kami laporkan ke puskesmasmelalui via telpon atau sms, dan pihak pusekesmas yang langsung mendatangirumah siswa yang sakit”. (Hasil awancara MU, 25 Juni 2019).
Hasil wawancara penulis di atas dapat ditarik satu kata kunci yaitu Program
Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) mudah diamati karena hanya melihat gejala
penyakit dari siswa kemudian dilaporkan ke Puskesmas. Hasil observasi penulis
bahwa program SBS mudah diamati karena pihak sekolah hanya melihat gejala
penyakit pada siswa yang sakit. Pihak sekolah mudah dalam mengamati penyakit
pada siswa karena pihak Puskesmas selalu melakukan pembinaan pada sekolah
dengan memberikan arahan-arahan, informasi-informasi kesehatan pada guru
74
maupun siswanya. Hal tersebut diperkuat oleh teori Rogers kemudahan diamati
adalah tingkat dimana hasil inovasi dapat diamati semakin dapat dan mudah
diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat menerima inovasi tersebut.
Gambar 4.2 : SOP Pengumpulan Informasi Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Gambar 4.3 : Formulir Laporan Bulanan Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
•Info siswa yangsakit (Alamatlengkap)
INFORMASI
•SMS/TELP. (1 x 24 jam)
•Formulir SBS (Lap. Bulanan)
METODE•Respon/PE•1 sd 3 x 24 Jam)
DETEKSIDINI
75
Rumah Siswa yang sakit
Sekolah
Gambar 4.4 : Tenaga Penyelidik Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemudahan diamati
(Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan
tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karena program SBS
mempunyai SOP pengumpulan Informasi surveilans berbasis sekolah dengan
mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untuk melakukan penyelidikan
terhadap penyakit siswa. Mekanisme pelaporan yaitu pihak sekolah melakukan
pengumpulan data siswa yang sakit berdasarkan informasi guru kelas I sampai
dengan VI kemudian mencatat kedalam formulir surveilans setiap hari dan
dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari
dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui call center Dinas Kesehatan/Puskesmas.
1. PUSKESMAS (Tim Gerak Cepat Puskesmas)
2. DINAS KESEHATAN (Tim Gerak Cepat Kabupaten)
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang rumusan masalah yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, berikut kesimpulan tentang Inovasi Pelayanan Publik
Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantaeng berdasarkan Karakteristik Inovasi yang menjadi fokus
penelitian meliputi :
1. Keuntungan Relatif (Relative Adventage)
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Keuntungan
Relatif (Relative Adventage) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) menunjukkan tingkat kebermanfaatannya yang sangat besar terhadap
kejadian penyakit pada siswa Sekolah Dasar. Kehadiran inovasi ini mampu
memberikan informasi yang cepat kepada petugas kesehatan terhadap siswa
yang sakit. Kehadiran inovasi ini bukan hanya sekedar mengobati tetapi
mencari tahu penyebabnya utamanya dengan menginterpensi sampai ke akar-
akarnya.
2. Kesesuaian (Compatibility)
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kesesuaian
Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) menunjukkan tingkat
kesesuaiannya dengan kondisi dan harapan masyarakat (siswa). Hadirnya
program SBS ini yaitu kejadian penyakit siswa di Sekolah cepat diketahui
oleh pihak Puskesmas, dengan sistem pelaporan dari sekolah ke pihak
76
77
puskesmas, pada saat ada laporan yang masuk dari sekolah maka pihak
puskesmas langsung menindaklanjuti dengan turun langsung ke sekolah atau
rumah siswa yang sakit.
3. Kerumitan (Complexity)
Berdasarkan hasil Penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kerumitan
Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) terdapat beberapa
kendala yang dihadapi oleh adopter dalam penerapannya, program SBS yang
sifatnya pelaporan dari sekolah ke Dinas, sistem pelaporannya tidak tepat
waktu, informasi kesakitan siswa yang sifatnya harus dikunjungi terlambat
dilaporkan.
4. Kemungkinan di Uji Coba (Trialability)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemungkinan di Uji
Coba (Trialability) Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) dapat diuji
cobakan dan bisa menunjukkan kemanfaatannya dan kerumitannya dalam
penerapannya di sekolah. Program SBS titik beratnya ada di Sekolah Dasar
yang diuji cobakan pada dua sekolah lokus tiap puskesmas.
5. Kemudahan diamati (Observability)
Berdasarkan penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kemudahan diamati
(Observability) Inovasi Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS)
menunjukkan tingkat hasil inovasi dapat dengan mudah diamati karena
program SBS mempunyai SOP pengumpulan Informasi surveilans berbasis
sekolah dengan mengisi formulir SBS dari sekolah ke puskesmas untuk
melakukan penyelidikan terhadap penyakit siswa. Mekanisme pelaporan
78
yaitu pihak sekolah melakukan pengumpulan data siswa yang sakit
berdasarkan informasi guru kelas I sampai dengan VI kemudian mencatat
kedalam formulir surveilans setiap hari dan dilaporkan ke Puskesmas setiap
bulan. Sedangkan pelaporan setiap hari dilaporkan segera 1 x 24 jam melalui
call center Dinas Kesehatan/Puskesmas.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terkait Inovasi
Pelayanan Publik Melalui Program Surveilans Berbasis Sekolah (SBS) di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bantaeng , maka adapun saran yang dapat diberikan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Penulis berharap Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas
Kesehatan untuk menghadirkan kembali program-program inovatifnya di
Kabupaten Bantaeng.
2. Penulis berharap Pemerintah kabupaten Bantaeng dalam hal ini Dinas
Kesehatan untuk lebih mengembangkan lagi Inovasi Program Surveilans
Berbasis Sekolah (SBS) dengan menerapkan ke semua Sekolah yang ada di
Kabupaten Bantaeng sehingga semua siswa mampu merasakan manfaat yang
dirasa oleh sekolah-sekolah yang menjadi lokus penerapan program SBS.
3. Penulis berharap Puskesmas yang ada di Kabupaten Bantaeng untuk keluar
dari zona nyaman birokrasi. Petugas Puskesmas untuk menempatkan dirinya
sebagai pelayan masyarakat bukan sebagai pelanggan.
4. Penulis berharap kegiatan pembinaan Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah untuk lebih ditingkatkan lagi.
79
5. Penulis berharap Penanggung Jawab Program Surveilans Berbasis Sekolah
(SBS) di Sekolah untuk aktif dalam melihat siswanya yang sakit.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi, Dadjuma. 2016. Building innovative public institution. InternationalJournal of Public Policy (IJPP), Vol. 12.
Anggara, Sahya. 2016. Ilmu Administrasi Negara. Bandung: Pustaka Setia.
Basuki, Yayuk. 2018.Tipologi Inovasi Sektor Publik (Inovasi Program Si-Cakep)di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Skripsi Administrasi Publik.
Denhard J.V dan R.B Denhard. 2007. The New Public Service. New York: M.EShape
Everett M, Rogers. 1983. Diffussion Innovation. New York: The Free Past.
Everett M, Rogers. 2003. Diffusion Of innovations 5 edition. New York: FreePast.
Makmur, dkk. 2015. Inovasi dan Kreativitas Manusia. Bandung: PT RefikaAditama.
Mirnasari, Rina Mei, 2013. Inovasi Pelayanan Publik UPTD Terminal Purabaya-Bungurasih. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol.I (1).
Mulyadi, Daddy, dkk. 2018. Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik.Bandung. Alfabeta.
Mulyadi, Daddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.
Sakti, Arif Barata. 2018. Inovasi Berkelanjutan : Kepemimpinan, Kebijakan,Pemerintahan, Sistem, Ekonomi dan Lingkungan. Jakarta : Indocamp.
Semil, Nurmah. 2018. Pelayanan Prima Instansi Pemerintah. Depok :Prenamedia Group.
Suharsaputra, Uhar, 2016. Kepemimpinan Inovasi Pendidikan. Bandung: PT.Refika Aditama.
Suyono, Evan. 2015. Inovasi Kebijakan Pendidikan di Kota Palopo. Skripsi IlmuAdministrasi Negara.
Tamimi, Zindar. 2015. Inovasi Manajemen Pelayanan Publik Tim EmergencyService Kabupataen Bantaeng. Jurnal Ilmu Politik, Vol 6 no 1.
81
Wibawa, Samodra. 2009. Administrasi Negara Isu-isu Kontemporer.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Ulum Chaizienul. 2018. Public Service (Tinjauan Teoretis dan Isu-isu StrategisPelayanan Publik). Malang : UB Press.
Urabe, Kuniyoshi. 1988. Innovation and Management: InternationalComparisons. New York: Walter de Gruyter & Co.
Dasar Hukum
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng. 2018. Bantaeng Dalam Angka 2018.Bantaeng : BPS Kabupaten Bantaeng.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang SurveilansEpidemiologi
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 Inovasi Daerah atau pembaharuandalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Internet
Azis, Irmawati. 2019. Diskominfo Kian Gencar Menghadirkan Inovasi.http://news.rakyatku.com. Diakses pada Tanggal 11 Maret 2019 Pukul20.05 Wita.
Berita Media. 2018. Daya Saing Inovasi Rendah Indonesia Peringkat ke-87 dari137. http://risbang.ristekdikti.go.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2019Pukul 13.10 Wita.
Majid, Arisman. 2017. Tingkatkan Kesehatan dan Pendidikan Ini Inovasi BaruBantaeng, https://makassar.sindonews.com. Diakses pada tanggal 22Oktober 2018 Pukul 05.35 wita.
Suriadi. 2018. Pemprov Sulsel Raih Penghargaan Top 99 Inovasi PelayananPublik. https://trotoar.id. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2019 Pukul13.53 Wita.
Gambar 1. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yang sakit diwilayah Puskesmas Lasepang
Gambar 2. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yang sakit diwilayah pkm Lasepang.
Gambar 3. Gambar 1. Pelacakan/penyelidinkan epidemiologi ke rumah siswa yangsakit di wilayah Puskesmas Lasepang
Gambar 4. Penyelidikan epidemiologi/Pelacakan ke rumah siswa wilayahPuskesmas Ulu Galung
Gambar 5. Pembinaan dan Pelacakan dalam rangka Kegiatan Surveilans BerbasisSekolah (SBS)di tingkat Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Ulu Galung
Gambar 6. Pembinaan dan Pelacakan dalam rangka Kegiatan Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di tingkat Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Moti
Gambar 7. Anamnese pasien siswa Sekolah Dasar wilayah Puskesmas Loka
Gambar 8. Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang P2P, danstaf Surveilans dan imunisasi
Gambar 9. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang
Gambar 10. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Lasepang
Gambar 11. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Gambar 12. Wawancara dengan penanggung jawab Prohgram Surveilans BerbasisSekolah (SBS) di Puskesmas Loka
Gambar 13. Wawancara dengan Guru UKS SD Inpres 7 Letta
Gambar 14. wawancara dengan Guru SD Inpres 53 Banyorang
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Sriwahyuni, disapa Uni. Lahir pada
tanggal 10 Oktober 1997 di Kabupaten Bantaeng.
Anak pertama dari pasangan suami istri Jabir T
dan Nur Wahida. Penulis menempuh pendidikan
pertama di SD Inpres Panrangngaji selama enam
tahun dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun
yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama di
SMP Negeri 2 Tompobulu dan selesai pada tahun 2012. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMK
Negeri 1 Bantaeng dan selesai pada tahun 2015. Kemudian penulis
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, di Universitas Muhammadiyah
Makassar (Unismuh Makassar) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan program studi Ilmu Administrasi Negara. Penulis sangat bersyukur,
karena telah diberikan kesempatan untuk menimbah Ilmu Pengetahuan yang
nantinya dapat diamalkan dan memberikan manfaat.